ABSTRAK
STUDI PEMBUATAN PAVING BLOCK CAMPURAN MATERIAL TANAH, SEMEN DAN FLY ASH (ABU TERBANG) SEBAGAI
ALTERNATIF JALAN LINGKUNGAN
Oleh
AGUSTINA ANGGRAINI
Paving block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland, air, dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton. Akan tetapi, penggunaan semen dan pasir sebagai agregat sudah sering digunakan dalam pembuatan paving block dipasaran pada umumnya. Salah satu upaya untuk menciptakan inovasi baru pada bahan campuran paving block yaitu dengan mencoba bahan additive tidak hanya menggunakan semen melainkan menambahkan bahan additive yang digunakan salah satunya fly ash ( abu terbang) yang berasal dari limbah pembakaran batubara PLTU Tarahan Lampung.
Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini yaitu tanah yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. Variasi kadar campuran yang digunakan adalah 6%, 8% dan 10%, perbandingan antara fly ash ( abu terbang) dan semen yaitu 1:1 dengan waktu pemeraman 7 hari serta dengan perlakuan tanpa pembakaran dan pasca pembakaran pada sampel paving block . Berdasarkan pengujian sifat fisik tanah asli, AASHTO mengklasifikasikan sampel tanah pada kelompok A-7-6 (tanah berlempung) sedangkan USCS mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam kelompok CL.
Hasil penelitian ini diperoleh nilai rata-rata kuat tekan yaitu pada campuran 10% pasca pembakaran yang terbesar yaitu sebesar 40,77 kg/cm2. Dengan demikian bahwa disamping jumlah semen dan fly ash, perilaku pasca pembakaran juga mempengaruhi nilai kuat tekannya. Akan tetapi nilai rata-rata kuat tekan yang dihasilkan secara keseluruhan campuran persenan tidak memenuhi syarat paving block SK-SNI-03-1996 yaitu minimal kuat tekan sebesar 85 kg/cm2. Selain kuat tekan pengujian daya serap air yang dihasilkan diantara 3-9% secara keseluruhan memenuhi syarat paving blockSK SNI – 03 – 0691 – 1996 .
ABSTRACT
STUDY OF BEARING CAPACITY FOR SOFT SOIL STABILIZATION USING THE BAGASSE ASH AND PORTLAND CEMENT MIXTURE
By
DIVA RAHMAYASA
Subgrade is being located by part of design pavement. Strengthen, durability, and thickness of construction layer pavement depends on characteristic and subgrade bearing capacity. Commonly, soft soil has high plasticity which can cause destruction on a contruction. Because of that, bad characteristic of soft soil has to being fixed before run the construction. This research is going to use as alternative material to soil stabilization by using of bagasse ash from solid wasted of sugar factory that unusefull well and being combinated with portland cement. Soil sample that has been tested in this research is the high plasticity clay from Rawa Sragi, Lampung Timur. Variation of mixture used is 6 %, 9 %, 12 %, rasio between bagasse ash and cement is 1 : 2 with the same curing time 7 days and soaking for 4 days. Based on examination of the physical properties of the original soil, AASTHO classify soil samples in group A-7-5 (clay soil), while the USCS classify soil samples as fine-grained and belonging to the CH group.
ABSTRACT
STUDY OF MAKING PAVING BLOCK FROM SOIL, CEMENT AND FLY ASH AS AN ALTERNATIVE PATHWAY
By
AGUSTINA ANGGRAINI
Paving block is a composition of construction materials made of a mixture of portland cement, water, and aggregates with or without other additives that do not reduce the quality of the concrete. However, the use of cement and sand as an aggregate is often used in the manufacture of paving block in general. One of the efforts to create new innovations in the mixture of paving block material is to try using not only cement as an additive but also adding other additive like fly ash from waste of coal burning in Tarahan power plant of Lampung.
The samples of soil tested in this study was derived from the soil of Karang Anyar, South Lampung. The variation in the levels of the mixture used is 6%, 8% and 10%, the comparison between fly ash and cement is 1:1 with 7 days of curing time without combustion and post-combustion of the paving block sample. Based on the physical properties testing of the original soil, AASHTO classifies the soil samples in group A-7-6 (clay soil), while USCS classifies soil samples as fine-grained soil and belongs to the group of CL
The result of this study indicates that the average value of the compressive strength at 10% blend of the largest post-combustion is equal to 40.77 kg/cm2. Thus, in addition to the amount of cement and fly ash, post-combustion treatment also affects the value of compressive strength. However, the value of the average compressive strength of the resulting overall gratuities mix is not eligible as paving block SK-SNI 03-1996 that is a minimum compressive strength of 85 kg /cm2. Beside the compressive strength, testing of produced water absorption between 3-9% qualify paving block SK SNI - 03-0691 - 1996.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR NOTASI ... viii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Batasan Masalah ... 3
D. Tujuan Penelitian ... 4
II . TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah ... 5
B. Klasifikasi Tanah ... 6
1.Sistem Klasifikasi Tanah Unified... 7
2.Sistem Klasifikasi AASHTO ... 8
C. Tanah Lempung ... 9
D. Semen ... 10
E. Fly Ash ... 12
ii
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan Penelitian... 23
B. Metode Pengambilan Sampel... . 23
C. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Fly Ash dan Semen ... ... 24
D. Pelaksanaan Pengujian ... 25
E. Urutan Prosedur Penelitian ... 26
F. Analisis Hasil Penelitian ... 27
G. Bagan Alir Penelitian ... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Tanah Asli ... ... 30
1. Uji Kadar Air... 31
2. Uji Berat Jenis... 31
3. Uji Batas Atterberg... 31
4. Uji Analisa Saringan. ... ... 32
5. Uji Pemadatan Tanah... 32
6. Resume Pengujian Material Tanah ... 32
B. Klasifikasi Sampel Tanah Asli... 33
1. Sistem Klasifikasi AASHTO... 33
2. Sistem Klasifikasi Unified (USCS) ... 35
C. Hasil Pengujian Pemadatan Tanah Campuran ... 36
D. Hasil Pengujian Paving Block sesuai Kadar Campuran... 38
1. Hasil Pengujian Kuat Tekan ... 38
iii
b. Uji Kuat Tekan Pasca Pembakaran ... 41
c. Perbandingan Nilai Kuat Tekan Tanpa pembakaran dan Pasca Pembakaran ... 42
2. Hasil Perhitungan Komposisi Volume Sampel Paving Block ... 44
3. Hasil Pengujian Daya Serap Air ... 49
4. Hasil Pengujian Berat Jenis ... 50
5. Perbandingan Nilai Kuat Tekan Campuran Lainnya ... 52
V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 55
B. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan di Indonesia pada era globalisasi seperti sekarang ini sangat
pesat dan merata, terutama pembangunan sarana transportasi. Sekarang ini,
pembangunan sarana transportasi di tiap daerah mulai tampak hasilnya. Seiring
dengan kemajuan zaman, maka sarana transportasi pun harus ikut berkembang
sesuai dengan kebutuhan. Saat ini banyak sekali pembangunan yang dilakukan
demi tercapainya pemenuhan fasilitas bagi manusia. Salah satu bagian sarana
dan prasarana yang penting adalah konstruksi perkerasan. Saat ini sarana dan
prasarana jalan salah satunya dengan menggunakan paving block.
Pemakaian paving block (bata beton) sebagai bahan material pelengkap bangunan teknik sipil sudah lama dikenal di Indonesia karena memiliki
beberapa kelebihan, diantaranya memiliki sifat kuat tekan yang baik, umur
rencana lebih lama, dapat menahan beban dalam batasan tertentu, efisien di
dalam pemasangan, hemat dalam penggunaannya, ekonomis dalam harga
2
Paving block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolisis sejenisnya, air, dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton.
Akan tetapi, penggunaan semen dan pasir sebagai agregat sudah sering
digunakan dalam pembuatan paving block dipasaran pada umumnya. Salah satu
upaya untuk menciptakan inovasi baru pada bahan campuran paving block yaitu
dengan mencoba menggunakan bahan additive tidak hanya semen melainkan menambahkan bahan additive yang digunakan salah satunya limbah batu bara atau yang sering kita sebut fly ash ( abu terbang ).
Di Lampung banyak terdapat limbah batubara fly ash yang diperoleh dari pembakaran batubara yang dilakukan oleh PLTU Tarahan, Lampung. Sampai
saat ini belum banyak yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau
memanfaatkan limbah tersebut. Hal ini disebabkan karena limbah batubara
mencemari udara maupun lingkungan yang dapat mengganggu kesehatan.
Karena bahan additive fly ash di Lampung masih sangat jarang dimanfaatkan, dan banyak pula yang belum mengetahui sifat fisik dan karakteristik serta hal-hal
yang dapat mempengaruhi kualitas dari bahan perkerasan seperti paving block
yang menggunakan fly ash. Seperti kuat tekan suatu paving block, dan seberapa besar bahan additive fly ash dan semen dicampur dengan tanah yang diambil jenis atau klasifikasi tanah lempung. Komposisi bahan dasar yaitu tanah lempung
sebagai pengganti material pasir pada umumnya yang dapat mempengaruhi kuat
3
kondisi di lapangan yaitu untuk jalan yang sering dilalui beban-beban tertentu,
baik beban manusia atau kendaraan. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian
yang objektif terhadap masalah ini.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini Pemanfaatan tanah yang selama ini hanya
berupa material partisi berpotensi besar dapat dimanfaatkan sebagai material
penutup permukaan tanah dengan tambahan fly ash yang banyak tersedia dan selama ini hanya menjadi limbah serta kapur diharapkan dapat meningkatkan
kekuatan. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih lanjut bagaimana optimasi dari
pemanfaatan fly ash sebagai bahan campuran tanah dengan kapur untuk perkuatan paving block pasca pembakaran untuk jalan lingkungan.
C. Batasan Masalah
1. Tanah berasal dari Karang Anyar, Lampung Selatan.
2. Fly Ash berasal dari PLTU Tarahan. 3. Pengujian karakteristik tanah berupa :
a. Uji kadar air
b. Uji analisis saringan
c. Uji berat jenis
d. Uji batas atterberg
4
4. Penambahan campuran dilakukan pada tiga kondisi, yaitu :
Campuran 1 = 3% fly ash + 3 % semen + 94 % tanah Campuran 2 = 4 % fly ash + 4 % semen + 92 % tanah Campuran 3 = 5 % fly ash + 5 % semen + 90 % tanah
5. Jenis cetakan paving block berupa segi empat dengan panjang sisi 20 cm, lebar 10 cm dan tebal 6 cm.
6. Pemeraman selama 7 hari.
7. Pembakaran selama 24 jam.
8. Pengujian kuat tekan setelah pemeraman namun sebelum pembakaran
sebanyak 3 sampel untuk masing-masing campuran.
9. Pengujian kuat tekan dan daya serap air setelah pemeraman + pembakaran
sebanyak 3 sampel untuk masing-masing campuran.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui sifat-sifat fisik dan mekanis tanah di daerah Karang Anyar,
Lampung Selatan.
2. Mengetahui karakteristik dari paving block campuran tanah, fly ash dan semen pasca bakar dilihat dari nilai kuat tekan dan daya serap terhadap air.
3. Mencari salah satu alternatif bahan perkerasan jalan lingkungan. Sehingga
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
Tanah dapat didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama
lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)
disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara
partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).
Tanah adalah kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan tidak
terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik)
rongga-rongga diantara material tersebut berisi udara dan air (Verhoef,1994).
Craig (1991) tanah merupakan akumulasi partikel mineral atau ikatan antar
partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. Tanah (soil) menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau produk yang dibawa dari
pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat digali tanpa peledakan dan
dapat ditembus dengan peralatan pengambilan contoh (sampling) pada saat pemboran (Hendarsin, 2000).
Bowles (1991), tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah
6
1. Berangkal (boulders), yaitu potongan batuan yang besar, biasanya lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran ukuran 150 mm sampai 250
mm, fragmen batuan ini disebut sebagai kerakal (cobbles) atau pebbes. 2. Kerikil (gravel), yaitu partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm. 3. Pasir (sand), yaitu batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm. Berkisar dari kasar (3 mm sampai 5 mm) sampai halus (< 1mm).
4. Lanau (silt), yaitu partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm.
5. Lempung (clay), yaitu partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesif pada tanah
yang “kohesif”.Koloid (colloids), partikel mineral
B. Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah
yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam
kelompok-kelompok dan sub kelompok-kelompok-sub kelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya.
Sistem klasifikasi tanah memberikan bvahasa yang mudah untuk menjelaskan
secara singkat sifat-sifat tanah yang bervariasi tanpa penjelasan yang terperinci.
Klasifikasi tanah juga berfungsi untuk study yang lebih terperinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat
teknis seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya
7
Adapun sistem klasifikasi tanah tersebut sebagai berikut :
1. Klasifikasi tanah berdasarkan Unified system
Sistem klasifikasi tanah ini yang paling banyak dipakai untuk pekerjaan
teknik pondasi seperti untuk bendungan, bangunan dan konstruksi yang
sejenis. Sistem ini biasa digunakan untuk desain lapangan udara dan untuk
spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan. Klasifikasi berdasarkan Unified system (Das. Braja. M, 1988), tanah dikelompokkan menjadi :
1. Tanah butir kasar (Coarse-grained-soil) yaitu tanah kerikil dan pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no. 200.
Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah
untuk kerikil (gravel) dan S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil) yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no. 200. Simbol dari
kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (cly) anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), muck,dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.
3. Tanah organik yang dapat dikenal dari warna, bau, dan sisa
8
2. Sistem Klasifikasi AASHTO
Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar yaitu
A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1, A-2,
dan A-3 masuk dalam tanah berbutir dimana 35% atau kurang dari jumlah
tanah yang lolos ayakan No. 200. Sedangkan tanah yang masuk dalam
golongan A-4, A-5, A-6, dan A-7 adalah tanah lempung atau lanau. A-8
adalah kelompok tanah organik yang bersifat tidak stabil sebagai lapisan
struktur jalan raya, maka revisi terakhir oleh AASHTO diabaikan
(Sukirman, 1992).
Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria dibawah ini :
a. Ukuran butiran
Kerikil adalah bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm dan
tertahan pada ayakan No. 200. Pasir adalah tanah yang lolos ayakan
No.10 (2 mm) dan tertahan ayakan No. 200 (0,075 mm). Lanau dan
lempung adalah yang lolos ayakan No. 200.
b. Plastisitas
Tanah berlanau mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Tanah
berlempung bila indeks plastisnya 11 atau lebih.
c. Bila dalam contoh tanah yang akan diklasifikasikan terdapat batuan yang
ukurannya lebih besar dari 75 mm, maka batuan tersebut harus
dikeluarkan dahulu tetapi persentasenya harus tetap dicatat.
Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan
9
C. Tanah Lempung
1. Definisi Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component yang terdiri dari tiga fase yaitu padat, cair, dan udara. Bagian yang padat merupakan
polyamorphous terdiri dari mineral inorganis dan organis. Mineral-mineral lempung merupakan subtansi-subtansi kristal yang sangat tipis yang
pembentukan utamanya berasal dari perubahan kimia pada pembentukan
mineral-mineral batuan dasar. Semua mineral lempung sangat tipis
kelompok-kelompok partikel kristalnya berukuran koloid (<0,002 mm) dan
hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.
Mitchel (1976) memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan ukuran
butir lempung adalah partikel tanah yang berukuran lebih kecil dari 0,002
mm, sedangkan mineral lempung adalah kelompok-kelompok partikel kristal
berukuran koloid (<0,002 mm) yang terjadi akibat proses pelapukan batuan.
Craig (1987), tanha lempung adalah mineral tanah sebagai
kelompok-kelompok partikel kristal koloid berukuran kurang dari 0,002 mm yang
terjadi akibat proses pelapukan kimia pada batuan yang salah satu
penyebabnya adalah air yang mengandung asam ataupun akali, dan
karbondioksida.
Warna tanah pada tanah lempung tidak dipengaruhi oleh unsur kimia yang
terkandung di dalamnya, karena tidak adanya perbedaan yang dominan
10
mendominasi. Semakin tinggi plastisitas, grafik yang dihasilkan pada
masing-masing unsur kimia belum tentu sama. Hal ini disebabkan karena
unsur-unsur warna tanah dipengaruhi oleh nilai Liquid Limit (LL) yang berbeda-beda (Marindo, 2005 dalam Afryana, 2009).
D. Semen
Semen adalah suatu campuran senyawa kimia yang bersifat hidrolisis, artinya
jika dicampur dengan air dalam jumlah tertentu akan mengikat bahan-bahan lain
menjadii satu kesatuan massa yang dapat memadat dan mengeras. Secara umum
semen dapat didefinisikan sebagai bahan perekat yang dapat merekatkan
bagian-bagian benda padat menjadi bentuk yang kuat, kompak, dan keras.
1. Jenis-jenis semen
Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :
a. Semen non-hidrolik
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air,
akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama adalah kapur.
b. Semen hidrolik
Semen hidrolik mempuyai kemampuan mengikat dan mengeras di
dalam air. Contoh semen hidrolik adalah sebagai berikut :
Kapur hidrolik, sebagian besar (65%-75%) bahan kapur hidrolik
terbuat dari batu gamping, yaitu kalsium karbonat beserta bahan
pengikutnya berupa silika, alumina, magnesia, dan oksida besi.
Semen pozzolan, sejenis bahan yang mengandung silisium
11
halus dan dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu ruang
serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat-sifat
semen.
Semen terak, semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu
campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur
tohor.
Semen alam, dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang
mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan.
Semen portland, merupakan material konstruksi yang paling banyak
digunakan dalam pekerjaan beton. Semen portland adalah semen
hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari
kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih
bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling
bersama-sama dengan bahan utamanya.
Semen portlan pozollan, merupakan campuran semen portland dan
bahan-bahan yang bersifat pozollan seperti terak tanur tinggi dan
hasil residu.
Semen putih, semen portland yang kadar oksida besinya rendah,
kurang dari 0,5%.
Semen alumnia, dihasilkan melalui pembakaran batu kapur dan
bauksit yang telah digiling halus pada temperatur 16000C. Hasil
pembakaran tersebut berbentuk klinker dan selanjutnya dihaluskan
12
Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan secara menghaluskan
klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis
ditambah dengan bahan yang mengatur waktu ikat ( umumnya gips ) ( CUR 2,
1993 ).
E. Fly Ash
Abu batubara (fly ash) merupakan bagian dari sisa pembakaran batubara yang berbentuk partikel halus amorf dan abu tersebut merupakan bahan anorganik
yang terbentuk dari perubahan bahan mineral (mineral matter) karena proses pembakaran.
Fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus, berwarna keabu-abuan dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara. Pada intinya fly ash
mengandung unsur kimia antara lain Silika (SiO2), Alumina (Al2O3), Fero
Oksida (Fe2O3), dan Kalsium Oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan
lain yaitu Magnesium Oksida (MgO), Titanium Oksida (TiO2), Alkalin (Na2o
dan K2O), Sulfur Trioksida (SO3), Pospor Oksida (P2O5), dan Carbon. Fly ash
banyak mengandung Silika yang amorf (>40%) dan dapat memberikan
sumbangan keaktifan (mempunyai sifat pozzolan untuk dibuat bata/block dengan campuran kapur padam), sehingga dengan mudah mengadakan kontak dan
bereaksi dengan kapur yang ditambahkan air membentuk senyawa kalsium
silikat. Senyawa inilah yang bertanggungjawab pada proses pengerasan
caampuran atau massa (Suhanda, 1999).
13
tambahan untuk campuran beton, abu batubara (fly ash) digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Kelas F : Abu terbang (fly ash) yang dihasilkan dari pembakaran batubara jenis antrasit dan bituminous.
2. Kelas C : Abu terbang (fly ash) yang dihasilkan dari pembakaran batubara jenis lignite dan subbtuminous.
3. Kelas N : Pozzolan alam, seperti tanah diatome, shale, tufa, abu gunung merapi atau pumice.
Sebenarnya abu terbang tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya
semen, namun dengan kehadiran air dan ukurannya yang halus, oksida silika
yang dikandung di dalam abu batubara akan bereaksi secara kimia dengan
kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan akan
menghasilkan zat yang memiliki kemampuan yang mengikat.
Abu batubara dapat digunakan pada beton sebagai material terpisah atau sebagai
bahan dalam campuran semen dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat
beton. Fungsi abu batubara sebagai bahan aditif dalam beton bisa sebagai
pengisi (filler) yang akan menambah internal kohesi dan mengurangi porositas daerah transisi yang merupakan daerah terkecil dalam beton, sehingga beton
menjadi lebih kuat. Pada umur sampai dengan 7 hari, perubahan fisik abu
batubara akan memberikan konstribusi terhadap perubahan kekuatan yang
terjadi pada beton, sedangkan pada umur 7 sampai dengan 28 hari, penambahan
14
Partikel fly ash kebanyakan berbentuk seperti butiran kaca, padat, berlubang,
berbentuk bola kosong berlubang yang disebut cenosphere, atau berbentuk bulatan yang sedikit mengandung fly ash disebut plerospheres. Butiran fly ash sangat halus (silt size 0,074 – 0,005 mm) dan sebagian besar lolos ayakan no. 325 (45 mm) sehinngga cocok sebagai pozzolan pada beton. Fly ash yang dikumpulkan dengan cara elektrik akan mempunyai ukuran butiran yang lebih
halus, kandungan kimia yang lebih tinggi dan unsur karbon yang lebih kecil
dibanding dengan yang dikumpulkan secara mekanik. Fly ash memiliki berat
jenis antara 2,15 – 2,8 g/cm3. Berat jenis ini umumnya ditentukan dari total berat
unsur-unsur kimia yang dikandung dan besarnya volume bola-bola yang
terbentuk.
Menurut PP 18 tahun 1999 juncto PP 85 tahun 1999 abu terbang (fly ash) digolongkan sebagai limbah B-3 (bahan berbahaya dan beracun) dengan kode
limbah D 223 dengan bahan pencemar utama adalah logam berat, yang dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan.
1. Pemanfaatan Fly Ash (Abu Terbang)
Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang
dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi
dampak buruknya terhadap lingkungan. Saat ini umumnya abu terbang
batubara digunakan dalam pabrik semen sebagai salah satu bahan campuran
15
a. Portland Cement
Fly ash digunakan untuk pengganti portland cement pada beton karena mempunyai sifat pozzolanic. Sebagai pozzoland sangat besar meningkatkan strength, durabilitas dari beton. Penggunaan fly ash dapat dikatakan sebagai faktor kunci pada pemeliharaan beton tersebut. Penggunaan fly ash sebagai pengganti sebagian berat semen padaumumnya terbatas pada fly ash kelas F.
Fly ash tersebut dapat menggantikan semen sampai 30% berat semen yang dipergunakan dan dapat menambah daya tahan dan ketahanan terhadap bahan
kimia.
Fly ash juga dapat meningkatkan workability dari semen dengan
berkurangnya pemakaian air. Produksi semen dunia pada tahun 2010
diperkirakan mencapai 2 milyard ton, di mana penggantian dengan fly ash
dapat mengurangi emisi gas carbon secara dramatis.
b. Batu Bata
Batu bata dari ash telah digunakan untuk konstruksi rumah di Windhoek, Nambia sejak tahun 1970, akan tetapi batu bata tersebut akan cenderung
untuk gagal atau menghasilkan bentuk yang tidak teratur. Hal ini terjadi
ketika batu bata tersebut kontak dengan air dan reaksi kimia yang terjadi
menyebabkan batu bata tersebut memuai. Pada Mei 2007, Henry Liu
pensiunan Insinyur Sipil dari Amerika mengumumkan bahwa dia menemukan
freeze-16
thaw cycle. Metode pembuatan batu bata ini dapat dikatakan menghemat energi, mengurangi polusi mercuri dan biayanya 20% lebih hemat dari
pembuatan batu bata tradisional dari lempung. Batu bata dari fly ash kelas C dan di press dengan mesin Baldwin Hydraulic.
c. Material Konstruksi Jalan
Fly ash kelas F dan kelas C keduanya dapat digunakan sebagai mineral filler
untuk pengisi void dan memberikan kontak point antara partikel agregat yang lebih besar pada campuran aspalt concrete. Aplikasi ini digunakan sebagai pengganti portland cement atau hydrated lime. Untuk penggunaan perkerasan aspal, flyash harus memenuhi spesifikasi filler mineral yang ada di ASTM. Sifat hydrophobic dari fly ash memberikan daya tahan yang lebih baik untuk perkerasan dan tahan terhadap stripping. Fly ash juga dapat meningkatkan stiffness dari matrix aspalt, meningkatkan daya tahan terhadap
rutting dan meningkatkan durability campuran. Selain itu abu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam antara lain :
a. penyusun beton untuk jalan dan bendungan
b. penimbun lahan bekas pertambangan
c. recovery magnetik, cenosphere dan karbon
d. bahan baku keramik, gelas, batubata, dan refraktori
e. bahan penggosok (polisher)
f. filler aspal, plastik, dan kertas
g. pengganti dan bahan baku semen
17
F. Paving Block
1. Definisi Paving Block
Paving Block atau beton terkunci menurut SII.0819-88 adalah suatu komposisi bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis lainnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan
tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut.
Menurut SK SNI T-04-1990-F, paving block adalah segmen-segmen kecil yang terbuat dari beton dengan bentuk segi empat atau segi banyak yang
dipasang sedemikian rupa sehingga saling mengunci (Dudung Kumara,
1992;Akmaluddin dkk. 1998).
2. Spesifikasi Paving Block
Paving Block untuk lantai harus memenuhi persyaratan SNI-03-0691-1996 untuk bata beton untuk lantai sebagai berikut :
a. Sifat tampak beton paving block untuk lantai harus mempunyai bentuk yang sempurna, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan
rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.
b. Bentuk dan ukuran paving block untuk lantai tergantung dari persetujuan antara pemakai dan produsen. Setiap produsen memberikan penjelasan
18
c. Penyimpangan tebal paving block untuk lantai diperkenankan kurang lebih 3 mm.
d. Paving block untuk lantai harus mempunyai kekuatan fisik sebagai berikut :
Tabel 1. Kekuatan Fisik Paving Block
Mutu Kegunaan
Kuat Tekan (kg/cm2 )
Ketahanan Aus (mm/menit) Penyerapan Air Rata-Rata Maksimal (%) Rata-rata
Min
Rata-rata
Min
A Perkerasan
Jalan
400 350 0,0090 0,103 3
B Tempat
Parkir Mobil
200 170 0,1300 1,149 6
C Pejalan Kaki 150 125 0,1600 1,184 8
D Taman Kota 100 85 0,2190 0,251 10
Sumber : SNI 03-0691-1996
e. Paving Block untuk lantai apabila diuji dengan natrium sulfat tidak boleh
f. cacat, dan kehilangan berat yang diperbolehkan maksimum 1%.
Menurut British Standard 671 Part 1 1986 tentang Precast Concrete Paving Blocks, persyaratan untuk paving block antara lain :
a.Paving block sebaiknya mempunyai ketebalan tidak kurang dari 60 mm.
b.Ketebalan paving bllock yang baik yaitu 60 mm, 65 mm, 80 mm, dan 100 mm.
19
panjang 200 mm dan lebar 100 mm.
d.Tali air yang terdapat di sekitar badan paving block sebaiknya mempunyai lebar tidak lebih dari 7 mm.
e.Toleransi dimensi pada paving block yang diizinkan yaitu :
Panjang ± 2 mm
Lebar ± 2 mm
Tebal ± 3 mm
f. Faktor koreksi kuat tekan pada paving block menurut ketebalannya
Tabel 2. Faktor Koreksi Kuat Tekan paving Block
Faktor Koreksi Ketebalan dan Tali Air Untuk Kuat Tekan Paving Block
Ketebalan Paving Block
(mm)
Faktor Koreksi
Paving Blok Datar Paving Block Bertali Air
60 atau 65 1.00 1.06
80 1.12 1.18
100 1.18 1.24
Sumber : British Standard 0717 Part 1 1986
3. Kegunaan dan Keuntungan Paving Block
Keberadaan paving block dapat menggantikan aspal dan pelat beton, dengan
banyak keuntungan yang dimilikinya. Paving block memiliki banyak
20
bis, parkir mobil, pejalan kaki, taman kota, dan tempat bermain. Penggunaan
paving block memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
a. Dapat diproduksi secara massal
b. Dapat diaplikasikan pada pembangunn jalan dengan tanpa memerlukan
keahlian khusus.
c. Pada kondisi pembebanan yang normal paving block dapat digunakan
selama masa-masa pelayanan dan paving block tidak mudah rusak.
d. Paving block lebih mudah dihamparkan dan langsung digunakan tanpa harus menunggu pengerasan seperti pada beton (Arum dan Perdhani,
2002).
e. Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada saat
pemasangannya.
f. Paving block menghasilkan sampah konstruksi lebih sedikit dibandingkan penggunaan pelat beton.
g. Adanya poro-pori pada paving block meminimalisasi aliran permukaan dan memperbanyak infilstrasi dalam tanah.
h. Perkerasan dengan paving block mampu menurunkan hidrokarbon dan
menahan logam berat.
21
j. Perbandingan harganya lebih rendah dibanding dengan jenis perkerasan
konvensional yang lain.
k. Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya pun murah.
4. Bentuk Paving Block
Bentuk paving block secara garis besar terbagi atas dua macam, yaitu :
a. Paving block bentuk segi empat
b. Paving block bentuk segi banyak
[image:31.595.160.488.373.561.2]
Gambar 1. Berbagai macam bentuk paving block
5. Pola Pemasangan Paving Block
Dalam pelaksanaan lapis perkerasan paving block dipergunakan beberapa pola pemasangan paving block, yaitu
Blok Tipe A Blok Tipe B Blok Tipe C
22
Pola Susunan Bata (Stretcher Pattern)
Pola Anyaman Tikar (Basket Weave Pattern)
[image:32.595.130.512.483.690.2]Pola Tulang Ikan (Herringbone Pattern)
Gambar 2. Pola pemasangan paving block
Tabel 3. Kombinasi Mutu, Bentuk, Tebal dan Pola Pemasangan Paving Block
Sumber : SK SNI T – 04 – 1990 – F
Catatan Pola : SB = Susunan Bata, AT = Anyaman Tikar, TI = Tulang Ikan
No. Penggunaan
Kombinasi
Kelas Tebal (mm) Pola
1. Trotoar dan pertamanan II 60 SB, AT, TI
2. Tempat parkir dan garasi II 60 Sb, AT, TI
3. Jalan lingkungan I/II 60/80 TI
4. Terminal Bus I 80 TI
`
III. METODE PENELITIAN
A. Bahan Penelitian
Adapun bahan penelitian sebagai berikut :
1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah yang berasal dari daerah
Karang Anyar Lampung Selatan
2. Semen Portland yaitu semen baturaja dalam kemasan 50 kg/zak.
3. Fly ash (abu terbang batubara) diperoleh dari PLTU Tarahan, Lampung. Pengambilan fly ash dilakukan dengan mengambil fly ash di tempat pembuangan limbah batubara PLTU Tarahan, Lampung Selatan
4. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik
Universitas Lampung
B. Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung pipa paralon sebanyak tiga
buah untuk mendapatkan data-data primer.
24
Pipa ditekan perlahan-lahan sampai kedalaman 50 cm, kemudian diangkat ke
permukaan sehingga terisi penuh oleh tanah dan ditutup dengan plastik agar
terjaga kadar air aslinya. Sampel yang sudah diambil ini selanjutnya
digunakan sebagai sampel untuk pengujian awal, dimana sampel ini disebut
tanah tidak terganggu.
Fly ash (abu terbang batubara) diperoleh dari PLTU Tarahan, Lampung. Pengambilan fly ash dilakukan dengan mengambil fly ash di tempat pembuangan limbah batubara PLTU Tarahan, Lampung kemudian
dimasukkan kedalam karung dan plastik menggunakan sekop atau cangkul.
C. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Fly ash dan Semen
Metode pencampuran untuk masing-masing prosentasi semen adalah :
1. Semen dan fly ash dicampur dengan sampel tanah yang telah tertahan saringan no.200 (0.075 mm) dengan variasi prosentase semen + fly ash
antara lain 6%, 8 % dan 10% masing-masing sebanyak 9 sampel dengan
kadar campuran yang berbeda-beda.
2. Pencampuran sampel dengan cara mengaduk tanah dengan semen dan fly
ash yang dicampur dalam wadah dengan memberi penambahan air.
Sampel tanah memiliki kumulatif berat 100%, maka variasi campuran
pertama fly ash dan semen 6% terdiri dari 94% tanah, 3% fly ash, dan 3 %
semen, variasi campuran kedua fly ash dan semen 8% terdiri dari 92%
tanah, 4% fly ash, dan 4 % semen, dan variasi campuran ketiga fly ash dan
25
3. Tanah yang sudah tercampur semen dan fly ash siap untuk dicetak di cetakan paving block, lalu diperam selama 7 hari, tahap selanjutnya
dibakar tapi sebelum tahap pembakaran paving block diuji kuat tekan dan
porositas air sebelum pembakaran. Setelah itu dibakar selama 24 jam dan
diuji setelah paving block mengalami pembakaran yaitu pengujian kuat
tekan dan daya serap air selama 1 hari.
D. Pelaksanaan Pengujian
Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas
Teknik Universitas Lampung. Adapun pengujian-pengujian tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pengujian Sifat Fisik Tanah Antara lain :
a. Pengujian Kadar Air
b. Pengujian Berat Jenis
c. Pengujian Batas Atterberg
d. Pengujian Berat Volume
e. Pengujian Analisa Saringan
f. Pengujian Pemadatan Tanah
2. Melakukan pengujian kuat tekan dan porositas air terhadap paving block
26
Pada pengujian ini setiap sampel tanah dibuat campuran dengan kadar
semen + fly ash 6%, 8% dan 10% sebanyak 9 sampel dengan dilakukan masa pemeraman 7 hari lalu, pembakaran selama 24 jam dan pengujian
daya serap air selama 1 hari untuk sebagian sampel, sebagian sampel lagi
diuji kuat tekannya.
E. Urutan Prosedur Penelitian
Adapun urutan dari prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pengujian tanah asli untuk mendapat karakteristik dari tanah
sampel seperti uji kadar air, analisis saringan, berat jenis, batas atterberg
dan uji pemadatan tanah.
2. Dari hasil pengujian percobaan analisis saringan dan batas atterberg
untuk tanah asli digunakan untuk mengklasifikasikan tanah berdasarkan
klasifikasi tanah AASHTO.
3. Dari hasil pengujian pemadatan tanah diperoleh nilai kadar air optimum
untuk pencampuran sampel.
4. Melakukan pencampuran dan pencetakan
Barikut ini jumlah sampel yang akan dibuat sebanyak:
a. Sampel untuk uji kuat tekan tanpa pembakaran
Campuran I (Fly ash 5%+ semen 5%+tanah 90%) sebanyak 3 sampel
Campuran II( Fly ash 4% +semen 4%+tanah 92%) sebanyak 3 sampel
Campuran III(Fly ash 3%+semen 3%+tanah 94%) sebanyak 3 sampel
b. Sampel untuk uji kuat tekan pasca bakar
27
Campuran II(Fly ash 4%+semen 4%+tanah 92%) sebanyak 3 sampel
Campuran III(Fly ash 3%+semen 3%+tanah 94%) sebanyak 3 sampel
c . Sampel untuk uji daya serap air
Campuran I (Fly ash 5%+semen 5%+tanah 90%) sebanyak 3 sampel
Campuran II( Fly ash 4% +semen 4%+tanah 92%) sebanyak 3 sampel
Campuran III(Fly ash 3%+semen 3%+tanah 94%) sebanyak 3 sampel
5. Melakukan penjemuran sampel selama 1 hari
6. Melakukan pemeraman sampel selama 7 hari.
7. Melakukan pengujian kuat tekan sebelum pembakaran untuk sampel (a).
8. Melakukan pembakaran selama 24 jam untuk sampel (b) dan (c).
9. Melakukan normalisasi suhu.
10. Melakukan pengujian kuat tekan untuk sampel (b).
11. Melakukan uji daya serap air untuk sampel (c).
F. Analisis Hasil Penelitian
Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam
bentuk tabel, grafik hubungan serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari :
1. Hasil yang didapat dari pengujian sampel tanah asli ditampilkan dalam
bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi tanah
AASHTO Dan USCS
2. Analilisis nilai kadar air optimum tiap-tiap campuran yang didapat dari uji
pemadatan tanah.
28
4. Analisis pengaruh kadar pencampuran fly ash dan semen terhadap kuat tekan paving block pasca pembakaran.
5. Analisis nilai daya serap air paving block tanah+fly ash+semen.
6. Dari seluruh analisis hasil penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan
berdasarkan tabel dan grafik yang telah ada terhadap hasil penelitian yang
didapat. serta perbandingan data yang didapat dengan ketentuan-ketentuan
29
Gambar 3. Bagan Alir Penelitian
Persiapan tanah dan peralatan Pengujian tanah asli :
Kadar Air Analisis Saringan
Berat Jenis Batas Atterberg Pemadatan Tanah
Penjemuran selama 1 hari
selesai Pencampuran dan pencetakan Benda Uji
Pemeraman selama 7 hari
Pembakaran selama 24 jam (sebanyak 18 benda uji)
Pengujian daya serap air Peencetakan Benda Uji (27 sampel)
Mulai
Pengujian kuat tekan tanpa pembakaran (masing-masing campuran sebanyak 3 benda uji)
Hasil penelitian dan pembahasan
Pengujian kuat tekan setelah pembakaran Pengujian pemadatan tanah campuran
Pengujian Berat Jenis campuran tanpa pembakaran
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pembahaasan yang telah dilakukan terhadap
paving block dengan bahan dasar tanah yang bersumber dari Karang Anyar, Lampung Selatan, serta bahan additive semen dan fly ash, maka diperoleh beberapa kesimpulan :
1. Sampel tanah yang digunakan dalam penilitian ini berasal dari daerah
Karang Anyar, Lampung Selatan. Berdasarkan sistem klasifikasi
AASHTO tanah ini digolongkan pada kelompok tanah A-7 (tanah
berlempung) dan subkelompok A-7-6. Berdasarkan sistem klasifikasi
USCS digolongkan tanah berbutir halus dan termasuk kedalam kelompok
CL yaitu tanah lempung anorganik dengan plastisitas rendah.
2. Penggunaan campuran semen dan fly ash sebagai bahan additive
pembuatan paving block dengan material tanah mampu memberikan nilai kuat tekan yang cukup baik meskipun secara keseluruhan paving block
56
3. Penambahan 6%, 8%, dan 10% kadar campuran semen dan fly ash dengan
prilaku pasca pembakaran dan tanpa pembakaran belum memenuhi SNI
paving block, SNI minimal yang disyaratkan untuk paving block adalah 85 kg/cm3 yang termasuk pada paving block mutu D.
4. Penambahan campuran semen dan fly ash berpengaruh pada sifat tanah yang digunakan pada penelitian ini, yaitu dapat menaikkan kadar air
optimum pada tanah campuran serta menaikkan nilai berat jenis (Gs)
campuran tanpa pembakaran dan pasca pembakaran.
5. Paving block pasca pembakaran pada campuran semen dan fly ash dengan perbandingan 1 : 1 memiliki nilai kuat tekan yang lebih tinggi
dibandingkan nilai kuat tekan paving block tanpa pembakaran dengan campuran dan perbandingan yang sama.
6. Hasil pengujian daya serap air paving block pasca pembakaran untuk ketiga kadar campuran sesuai dengan SNI untuk paving block yaitu memenuhi standar pada paving block mutu A,B dan C.
7. Nilai kuat tekan paving block tanpa pembakaran dan pasca pembakaran menggunakan bahan additive semen dan fly ash masih lebih baik dibandingkan paving block yang menggunakan campuran fly ash dan kapur.
8. Rendahnya nilai kuat tekan paving block menggunakan tanah serta penambahan semen dan fly ash sebagai bahan additive disebabkan karena masih tingginya volume udara dan rongga-ronnga pori pada partikel tanah
57
B. Saran
Untuk penelitian selanjutnya mengenai pembuatan paving block
menggunakan tanah dengan bahan additive semen dan fly ash disarankan beberapa hal di bawah ini untuk dipertimbangkan :
1. Untuk mengetahui efektif atau tidaknya campuran fly ash, semen, dan pasir perlu diteliti lebih lanjut untuk pembuatan paving block dengan tanah dari daerah lain dengan menggunakan campuran yang sama sehingga akan
diketahui nilai nyata terjadinya perubahan akibat pengaruh penmbahan
semen dan fly ash..
2. Diperlukan ketelitian yang tinngi pada proses pengujian sifat fisik tanah
agar memperoleh data yang akurat dan sesuai dengan yang diperlukan,
serta ketelitian pada saat proses pencampuran dan pencetakan paving block
agar memperoleh hasil yang baik dan masuk ke SNI paving block.
3. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan kadar campuran yang lebih
bervariasi untuk mengetahui nilai optimum kuat tekan yang dapat
dihasilkan oleh paving block dari tanah dengan campuran semen dan fly ash.
4. Proses pembakaran yang kompleks yang mengacu kepada proses
pembakaran batu bata dengan bahan paving block harus diteliti lebih
58
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Unila Offset. Bandar Lampung.
Anonim. 1996. Spesifikasi Kekuatan Fisik Paving Block. (SK SNI-03-0691-1996) Bandung. Yayasan Lembaga Pendidikan Masalah Banguaan. Departemen Pekerjaan Umum.
Anonim. 1990. Pola Pemasangan Paving Block. (SK SNI T-04-1990-F) Bandung. Yayasan Lembaga Pendidikan Masalah Banguaan. Departemen Pekerjaan Umum.
Anonim. 1990. Faktor Koreksi Kuat Tekan Paving Block . (British Standard 0717 Part I 1986) Bandung. Yayasan Lembaga Pendidikan Masalah Banguaan. Departemen Pekerjaan Umum
Bowles, E.J. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. PT. Erlangga. Jakarta. Bowles, E.J. Johan K. Helnim. 1991. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah
(Mekanika Tanah). PT. Erlangga. Jakarta.
Canonica, L. 1991. Memahami Mekanika Tanah. Angkasa. Bandung
Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Das, Braja. M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I . Erlangga. Jakarta.
Dunn, Anderson dan Kiefer. 1992. Dasar-dasar Analisis Geoteknik. IKIP Semarang Press. Semarang.
Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hendarsin, Shirley L. 2000. Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri Bandung. Bandung.
Suhanda dan Hartono.2009.Penelitian Abu Batubara Bukit Asam dan Umbilin untuk Bahan Bangunan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Keramik. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Artikel. Banndung. Sukirman, Silvia. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Penerbit Nova. Bandung. Verhoef, P.N.W. 1994. Geologi Untuk Teknik Sipil. Erlangga. Jakarta.