• Tidak ada hasil yang ditemukan

NN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

IMPROVING OF SPEAKING SKILLS THROUGH ROLE PLAY IN ENGLISH SUBJECT AT SMA NEGERI 1

GEDONGTATAAN PESAWARAN By

BETSU SANTY

The aims of this research are: (1) To arrange the planning of English learning (2) To describe the implementation of English learning through role play (3) To describe the evaluation system of English learning through role play (4) To describe the student’s speaking English ability as the product of learning through role play.

The research is classroom action research carried out in SMA Negeri 1 Gedongtataan Pesawaran. The research subjects are students of class XI IPA 2, and XI IPA 3. This research is carried out by three cycles where the first cycle played a role in a large group (8 students of XI IPA 2 and 7 student of XI IPA 3) with a theme of Personal Identity, in second cycle played roles in small groups (5 students of XI IPA 2 and 4 student of XI IPA 3)with the theme of Direction, at third cycle as well in small groups with themes Opinion.

The results of this research are: (1) Lesson Plan of First Cycle is good category (84,38%), Lesson Plan of Second Cycle is very good category (93,75%) and Lesson Plan of Third Cycle is very good category (96,88%). (2) Learning activity students of XI IPA 3 at Cycle I, the students that actives is 8 students (22,86%), increased became 17 students (48,57%) at Cycle II and became 30 students (85,71%) at Cycle III. While at XI IPA 2, the students that actives is 7 students (21,88%), increased became 17 students (53,13%) at Cycle II and became 28 students (87,50%) at Cycle III. (3) The evaluation system of English learning through role play applied by validity and reliability test, that showed high validity and reliability (0.600 s.d 0.799) (4) Students of XI IPA 3, who able to speak English at Cycle I is 7 students (20,00%), increased became 17 students (48,57%) at Cycle II and became 29 students (82,86%) at Cycle III. Students of XI IPA 2 who able to speak English at Cycle I is 5 students (15,62%), increased became 20 students (62,50%) at Cycle II and became 23 students (71,88%) at Cycle III. Student’s achievement of XI IPA 3 at Cycle I is 59,79%, increased became 64,35% at Cycle II and became 72,21% at Cycle III. The average of student’s achievement of XI IPA 2 at Cycle I is 57,92%, increased became 64,37% at Cycle II and became 69,52% at Cycle III.

(2)

ABSTRAK

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN PADA MATA PELAJARAN

BAHASA INGGRIS DI SMA NEGERI I GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN

Oleh BETSU SANTY

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) Penyusunan perencanaan pembelajaran (2) Pelaksanaan pembelajaran bermain peran (3) Sistem evaluasi pembelajaran bermain peran (4) Keterampilan berbahasa Inggris pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran setelah dilaksanakan pembelajaran bermain peran.

Penelitian merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran dengan subyek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 2, dan XI IPA 3. Penelitian tindakan kelas dilakukan dengan tiga siklus, siklus I bermain peran dalam kelompok besar (8 orang pada XI IPA 2 dan 7 orang XI IPA 3) dengan tema Personal Identity, Siklus II bermain peran dalam kelompok kecil (4 orang pada XI IPA 2 dan 5 orang XI IPA 3) dengan tema Direction dan Siklus II dalam kelompok kecil dengan tema Opinion.

Hasil penelitian ini adalah: (1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bermain peran Siklus I masuk dalam kategori baik (84,38%), Siklus II masuk dalam kategori sangat baik (93,75%) dan Siklus III masuk dalam kategori sangat baik (96,88%). (2) Aktivitas belajar siswa Kelas XI IPA 3 pada Siklus I menunjukkan jumlah siswa yang aktif hanya 8 siswa (22,86%), menjadi 17 siswa (48,57%) pada Siklus II dan menjadi 30 siswa (85,71%) pada Siklus III. Siswa Kelas XI IPA 2 yang aktif pada Siklus I adalah 7 siswa (21,88%), menjadi 17 siswa (53,13%) pada Siklus II dan menjadi 28 siswa (87,50%) pada Siklus III. (3) Sistem evaluasi uji validitas dan reliabilitas masuk dalam kategori tinggi (0.600 s.d 0.799) (4) Siswa Kelas XI IPA 3 yang tuntas pada Siklus I hanya berjumlah 7 siswa (20,00%), meningkat menjadi 17 siswa (48,57%) pada Siklus II dan kembali mengalami peningkatan menjadi 29 siswa (82,86%) pada Siklus III. Siswa Kelas XI IPA 2 yang tuntas pada Siklus I hanya berjumlah 5 siswa (15,62%), meningkat menjadi 20 siswa (62,50%) pada Siklus II dan kembali mengalami peningkatan menjadi 23 siswa (71,88%) pada Siklus III.

(3)

ABSTRACT

IMPROVING OF SPEAKING SKILLS THROUGH ROLE PLAY IN ENGLISH SUBJECT AT SMA NEGERI 1

GEDONGTATAAN PESAWARAN By

BETSU SANTY

The aims of this research are: (1) To arrange the planning of English learning (2) To describe the implementation of English learning through role play (3) To describe the evaluation system of English learning through role play (4) To describe the student’s speaking English ability as the product of learning through role play.

The research is classroom action research carried out in SMA Negeri 1 Gedongtataan Pesawaran. The research subjects are students of class XI IPA 2, and XI IPA 3. This research is carried out by three cycles where the first cycle played a role in a large group (8 students of XI IPA 2 and 7 student of XI IPA 3) with a theme of Personal Identity, in second cycle played roles in small groups (5 students of XI IPA 2 and 4 student of XI IPA 3)with the theme of Direction, at third cycle as well in small groups with themes Opinion.

The results of this research are: (1) Lesson Plan of First Cycle is good category (84,38%), Lesson Plan of Second Cycle is very good category (93,75%) and Lesson Plan of Third Cycle is very good category (96,88%). (2) Learning activity students of XI IPA 3 at Cycle I, the students that actives is 8 students (22,86%), increased became 17 students (48,57%) at Cycle II and became 30 students (85,71%) at Cycle III. While at XI IPA 2, the students that actives is 7 students (21,88%), increased became 17 students (53,13%) at Cycle II and became 28 students (87,50%) at Cycle III. (3) The evaluation system of English learning through role play applied by validity and reliability test, that showed high validity and reliability (0.600 s.d 0.799) (4) Students of XI IPA 3, who able to speak English at Cycle I is 7 students (20,00%), increased became 17 students (48,57%) at Cycle II and became 29 students (82,86%) at Cycle III. Students of XI IPA 2 who able to speak English at Cycle I is 5 students (15,62%), increased became 20 students (62,50%) at Cycle II and became 23 students (71,88%) at Cycle III. Student’s achievement of XI IPA 3 at Cycle I is 59,79%, increased became 64,35% at Cycle II and became 72,21% at Cycle III. The average of student’s achievement of XI IPA 2 at Cycle I is 57,92%, increased became 64,37% at Cycle II and became 69,52% at Cycle III.

(4)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Perencanaan pembelajaran bermain peran pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran telah dituangkan ke dalam Rancangan

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dinilai oleh ahli, meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi,

skenario pembelajaran, referensi dan instrumen. RPP Siklus I masuk dalam kategori baik (84,38%), RPP Siklus II masuk dalam kategori sangat baik

(93,75%) dan RPP Siklus III masuk dalam kategori sangat baik (96,88%).

2. Pelaksanaan pembelajaran bermain peran pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran telah berjalan dengan baik. Aktivitas belajar pada siswa Kelas XI IPA 3 pada Siklus I menunjukkan jumlah siswa

yang aktif hanya 8 siswa (22,86%), meningkat menjadi 17 siswa (48,57%) pada Siklus II dan kembali mengalami peningkatan menjadi 30 siswa

(85,71%) pada Siklus III. Sementara itu pada siswa Kelas XI IPA 2 jumlah siswa yang aktif pada Siklus I hanya 7 siswa (21,88%), meningkat menjadi 17 siswa (53,13%) pada Siklus II dan kembali mengalami peningkatan menjadi

(5)

3. Sistem evaluasi pembelajaran bermain peran pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran telah dilaksanakan dengan uji

validitas dan reliabilitas alat ukur, dengan hasil uji validitas dan reliabilitas yang masuk dalam kategori tinggi.

4. Keterampilan berbahasa Inggris pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1

Gedongtataan Kabupaten Pesawaran setelah dilaksanakan pembelajaran bermain peran menunjukkan peningkatan pada setiap siklus. Siswa Kelas XI IPA 3 yang tuntas pada Siklus I hanya berjumlah 7 siswa (20,00%), meningkat

menjadi 17 siswa (48,57%) pada Siklus II dan kembali mengalami peningkatan menjadi 29 siswa (82,86%) pada Siklus III. Siswa Kelas XI IPA 2

yang tuntas pada Siklus I hanya berjumlah 5 siswa (15,62%), meningkat menjadi 20 siswa (62,50%) pada Siklus II dan kembali mengalami

peningkatan menjadi 23 siswa (71,88%) pada Siklus III.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka peneliti dapat mengemukakan beberapa saran dalam penerapan bermain peran, yaitu sebagai

berikut:

1. Untuk meningkatkan keterampilan berbicara, sebaiknya siswa banyak berlatih berbicara dan bertindak sehingga siswa menjadi terbiasa untuk menggunakan

(6)

2. Pembelajaran bahasa Inggris melalui Role Play, sebaiknya dipersiapkan dan dirancang dengan baik. Guru sebaiknya memperhatikan level siswa, utamanya

pada pemilihan materi. Role Play yang terlalu tinggi bagi siswa dapat mempengaruhi psikologi siswa. Setting, tujuan dan aturan permainan dalam RolePlay harus disampaikan agar dapat menumbuhkan rangsangan tersendiri

bagi siswa. Siswa akan lebih bergairah bermain Role Play karena mereka sadar dan menganggap itu suatu kebutuhan. Jika perlu siswa juga dapat

diberdayakan misalnya, dalam pembuatan setting RolePlay. Karena Role Play yang baik adalah RolePlay yang mampu memberdayakan sekaligus membuat

siswa aktif. Dengan cara demikian siswa akan terlatih melakukan praktik-praktik bahasa, saling berinteraksi menggunakan bahasa Inggris bersama teman-temannya tanpa mereka sadari sebelumnya.

3. Sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam menentukan kebijakan-kebijakan pendidikan pada tingkat sekolah, maka kepala sekolah diharapkan lebih memperhatikan pengadaan sarana dan prasarana pendukung proses

pembelajaran. Kepala sekolah sebaiknya dapat memberikan motivasi dan kesempatan seluas-luasnya kepada guru untuk mengembangkan potensinya

dan berani untuk mencoba model-model pembelajaran yang aktual. Hal ini dapat dilakukan dengan melaksanakan in house training serta pemberian penghargaan terhadap guru yang inisiatif sebagai penyemangat dalam

melaksanakan tugasnya.

(7)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa asing yang mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan, diajarkan mulai dari sekolah dasar

hingga perguruan tinggi. Namun, banyak lulusan sekolah lanjutan tidak dapat menggunakan bahasa tersebut untuk berkomunikasi sehari-hari. Pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah berfungsi sebagai alat pengembangan diri siswa dalam

bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Setelah menamatkan studi, mereka diharapkan dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu yang cerdas,

terampil dan berkepribadian serta siap berperan dalam pembangunan nasional . Pembelajaran bahasa Inggris di SMA meliputi keempat keterampilan berbahasa yaitu: membaca, menyimak, berbicara dan menulis. Semua itu didukung oleh

unsur-unsur bahasa lainnya, yaitu: Kosa Kata, Tata Bahasa dan Pronunciation sesuai dengan tema sebagai alat pencapai tujuan.

Dari ke empat keterampilan berbahasa di atas, pembelajaran keterampilan berbicara ternyata kurang mendapat perhatian. Siswa belum mampu berkomunikasi walaupun dalam bahasa Inggris yang sangat sederhana. Kejadian

ini juga didukung dengan adanya latar belakang budaya malu dari siswa. Sebagian besar siswa yang ditemui oleh peneliti mengalami rasa malu dan takut

(8)

Budaya pembelajaran bahasa Inggris harus di bedakan dari pembelajaran

pelajaran lainnya hal ini karena tujuan pembelajaran setiap pelajaran berbeda. Sebuah kelas bahasa Inggris, seharusnya memberikan kesempatan kepada siswa

untuk berlatih bahasa yang sedang mereka pelajari, dan tugas seorang guru di dalam kelas hanya sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Dengan kata

lain, bahwa kegiatan pembelajaran bahasa harus dibuat menarik dalam suasana kondusif, siswa harus didorong berani bereksperimen dengan bahasa dan menggunakan bahasa dalam suasana riang untuk menyatakan pendapat atau

perasaannya (Siswandi, 2008: 11)

Keempat keterampilan berbahasa tersebut harus diberikan dalam satu

kesatuan dalam proses pembelajaran. Hal ini tertulis seperti apa yang diamanatkan dalam kurikulum bahasa Inggris, bahwa keahlian berbahasa ditunjukkan dengan kombinasi dari keempat keahlian tersebut. Artinya, keahlian

berbahasa tersebut harus mencakup secara keseluruhan antara keempat keterampilan secara seimbang. Hal tersebut sejalan dengan apa yang tercantum

dalam kurikulum 2006 (KTSP) bahwa untuk SMA/MA diharapkan para peserta didik dapat memiliki kemampuan mengembangkan kompetensi berkomunikasi dengan bahasa Inggris, tidak hanya dalam bentuk tertulis tetapi juga lisan untuk

mencapai tingkat literasi tertentu (Siswandi, 2008: 12)

Tingkat literasi mencakup performative, functional, informational, dan

(9)

kebutuhan hidup sehari-hari seperti membaca surat kabar, manual atau petunjuk.

Pada tingkat informational, orang mampu mengakses pengetahuan dengan kemampuan berbahasa, sedangkan pada tingkat epistemic orang mampu

mengungkapkan pengetahuan ke dalam bahasa sasaran (Siswandi, 2008: 12) Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan

tulis. Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan

berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu

mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan inilah yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk

mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut agar lulusan mampu berkomunikasi dan berwacana dalam bahasa Inggris.

Pembelajaran bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran lebih terfokus pada aspek keterampilan membaca dan mendengarkan saja, karena keterampilan ini yang banyak di ujikan pada saat ujian nasional..

Padahal, belajar bahasa seharusnya tidak berorientasi pada kedua keterampilan itu saja melainkan harus diberikan sesuai dengan porsi yang seimbang antara

(10)

maksimal. Keterampilan berbicara (speaking) belum banyak mendapatkan

perhatian dengan porsi pembelajaran yang seimbang. Sehingga seringkali pembelajaran keterampilan speaking disajikan sebatas pada penjelasan-penjelasan

mengenai fungsi ungkapan-ungkapan bahasa, tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperaktikkan ungkapan-ungkapan itu.

Keterampilan berbicara merupakan salah satu indikator kualitas pembelajaran bahasa, termasuk bahasa Inggris. Kegiatan belajar melalui interaksi akan membantu siswa untuk mengingat aspek-aspek bahasa. Selain itu dengan

diadakan latihan secara berulang-ulang merupakan cara yang efektif untuk menanamkan pemahaman siswa. Oleh karena itu, upaya peningkatan pemahaman

siswa dalam hal ini kemampuan berbicara harus dimulai dari peningkatan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Inggris. Prestasi belajar adalah kemampuan seorang individu (siswa) yang telah dicapai setelah melakukan

kegiatan belajar. Kemampuan belajar ini dapat dilihat dari hasil yang telah dicapainya setelah melakukan kegiatan belajar, yang dapat ditelaah dalam bentuk

nilai atau kemampuan dalam melakukan sesuatu. Dengan demikian, prestasi belajar mata pelajaran bahasa Inggris dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam berbicara dengan menggunakan bahasa Inggris (Roestiyah, 2001: 36).

Tujuan pembelajaran bahasa Inggris, baik di sekolah dasar, sekolah menengah, maupun di perguruan tinggi tidak hanya sekedar memberikan

(11)

tersebut tidak hanya memberikan teori semata, tetapi juga memberikan berbagai

latihan dalam keterampilan berbahasa (language skills).\

Diperolehnya data tentang kemampuan berbicara siswa dalam bahasa

Inggris akan menjadi salah satu masukan yang bermanfaat untuk dijadikan salah satu landasan perumusan strategi proses pembelajaran oleh guru dan calon guru

pelajaran bahasa Inggris. Selain itu, data tersebut merupakan perbendaharaan guru bahasa Inggris tentang kondisi peserta didik dalam kaitannya dengan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris.

Peran guru sangatlah menentukan dalam pembelajaran, khususnya kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris. Untuk itu, guru dituntut untuk dapat

menerapkan model pembelajaran yang tepat pada peserta didiknya sehingga ia memiliki konsep dan kekuatan mengembangkan strategi pembelajaran. Begitu juga, keterampilan berbicara semestinya menjadi hal yang menarik bagi

siswanya. Pada akhirnya diharapkan dapat membawa siswa ketingkat komunikasi yang lancar. Yaitu, komunikasi yang didasari oleh minat yang kuat dari siswa.

Jika pemilihan motode atau model pembelajaran dapat dilakukan dengan tepat, permasalahan dapat dideskripsikan dengan jelas cara pemberian tugas dilakukan dengan tepat dan benar akan mempermudah siswa untuk mempelajari

bahan ajar yang kompleks, sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar secara baik sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

(12)

media apa saja yang dapat dimanfaatkan dalam proses pencapaian tujuan

pembelajaran tersebut.

Kondisi saat ini menunjukkan dengan masih berlakunya metode

pembelajaran konvensional yang tidak efektif serta pendekatan keterampilan dengan pembelajaran teoritis menimbulkan kejenuhan bagi siswa, siswa merasa

kurang termotivasi dalam mempelajari Bahasa Inggris. Selain itu, masalah umum yang dihadapi oleh sebagian besar guru di sekolah adalah kurangnya kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan metode pembelajaran yang

non-konvensional yang dapat membangkitkan motivasi belajar, mengembangkan seluruh potensi anak didik, menanamkan kehidupan yang demokratis dan

menjadikan masyarakat sebagai sumber belajar. Seorang guru memerlukan keahlian dalam memilih dan melaksanakan pembelajaran yang terbaik agar ilmu pengetahuan tersebut dapat diberikan dengan baik di kelas dan siswa yang belajar

dapat menerimanya dengan baik pula. Dengan kata lain dengan pemilihan metode pembelajaran yang semakin baik maka proses pembelajaran juga akan semakin

baik. Hal ini menunjukkan kurangnya kemauan dan kemampuan guru untuk mengembangkan metode pembelajaran yang non-konvensional yang bersifat student centered yang dapat membangkitkan aktivitas belajar.

Suasana kelas juga harus diciptakan senyaman mungkin yang dapat membuat interaksi antara guru dan siswa dan interaksi antara siswa dengan siswa

(13)

ajar yang diberikan oleh guru. Karena belajar adalah proses pribadi dan juga

proses sosial, yang terjadi ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang lain dan membangun pengertian serta pengetahuan bersama (Jonson & Smith,

1991 dalam Lie, 2002:6). Secara umum siswa dalam satu kelas terbagi atas tiga kelompok, yaitu cepat belajar, sedang dan kurang atau lambat belajar.

Menurut pengalaman peneliti, kelas yang dihuni 30 orang bahkan lebih tidak memungkinkan seorang guru untuk melaksanakan pembelajaran secara optimal apalagi jika melakukan metode ceramah dimana guru tidak dapat

mengetahui secara pasti kemampuan masing-masing siswa. Oleh karena itu sebelum melaksanakan proses pembelajaran guru perlu mengetahui kondisi

kemampuan siswa agar dapat memperkirakan apakah siswa akan mampu atau tidak untuk mencapai tujuan belajar yang akan dilaksanakan nanti. Kondisi siswa ini merupakan kemampuan awal. Maka penyusunan bahan ajar dan metode

pembelajaran hendaknya menggunakan standar kemampuan awal, sedangkan untuk mengatasi variasi kemampuan siswa, maka guru perlu menggunakan

metode atau bentuk kegiatan mengajar yang bervariasi pula. Dampaknya adalah aktivitas siswa pada saat mengikuti pembelajaran bahasa Inggris kurang aktif dan hasil belajar tentang kemampuan berbicara rendah.

Demikian halnya dalam perencanaan pembelajaran, suasana kelas harus dirancang sedemikian rupa sehingga siswa mendapat kesempatan untuk

(14)

suasana belajar siswa di kelas berlangsung secara aktif dan siswa dapat bekerja

sama tanpa meninggalkan kemampuan individualnya

Dalam pembelajaran berbahasa khususnya bahasa Inggris telah banyak

model pembelajaran yang tersedia, salah satunya adalah model pembelajaran bermain peran. Model pembelajaran ini dirasakan tepat untuk pembelajaran

bahasa Inggris khususnya keterampilan berbicara. Melaui bermain peran, para siswa dapat bereksplorasi dengan peran yang dimainkannya tanpa harus takut untuk berbuat kesalahan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran ini jika dimanfaatkan secara efektif akan dapat (1) menyingkirkan ”keseriusan” yang

menghambat, (2) menghilangkan stres dalam lingkungan belajar, (3) mengajak

orang terlibat penuh, (4) membangun kreatifitas diri, (5) mencapai tujuan dengan ketidaksadaran, (6) meraih makna belajar melalui pengalaman, dan memfokuskan siswa sebagai subjek belajar, (7) memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menggunakan bahasa (Roestiyah, 2001: 47).

Pembelajaran Role play adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya

ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield dalam Siswandi 2009). Dalam Role Play siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan

menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, Role Play sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya

(15)

Ketika proses pembelajaran dengan menggunakan Role Play siswa

diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, Artinya, siswa diajak secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa

Inggris) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Lebih lanjut prinsip pembelajaran bahasa menjelaskan bahwa dalam pembelajaran bahasa, siswa akan

lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan menggunakan bahasa dengan melakukan berbagai kegiatan bahasa. Bila mereka berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari. Jadi, dalam proses

pembelajaran siswa harus aktif. Dengan kata lain tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi

Pemilihan pembelajaran dengan bermain peran dilandasi oleh manfaat dari role play itu sendiri. Adapun manfaat dari penggunaan model Role Play adalah: pertama, Role Play dapat memberikan semacam hidden practise, imana

siswa tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Kedua, Role play melibatkan jumlah siswa yang

cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Ketiga, Role Play dapat memberikan kepada siswa kesenangan karena Role Play pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain siswa akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa.

Masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan dunia kita ( DePorter, 2000: 10). Sesuai dengan paparan pada paragraf-paragraf sebelumnya penulis

(16)

penelitian ini akan diketahui secara terperinci dan sistematis mengenai

pelaksanaan pembelajaran role play dalam meningkatkan keterampilan berbahasa Inggris, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, sistem evaluasi dan

prestasi belajar berupa kemampuan berbahasa Inggris. Selain itu di dalam penelitian tindakan kelas terdapat tahapan refleksi dan rekomendasi, sebagai

bahan rekomendasi sampai pembelajaran mencapai hasil yang diharapkan.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang telah diungkapkan di atas maka permasalahan yang ada dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Siswa merasa kurang termotivasi dalam mempelajari bahasa Inggris karena penyampaian yang monoton.

2. Perenanaan pembelajaran belum memuat langkah-langkah pembelajarn role play

3. Aktivitas siswa pada saat mengikuti pembelajaran bahasa Inggris kurang aktif

4. Hasil belajar tentang kemampuan berbicara rendah.

5. Kurangnya kemauan dan kemampuan guru untuk mengembangkan metode

pembelajaran yang non-konvensional yang bersifat student centered yang dapat membangkitkan aktivitas belajar.

6. Proses pembelajaran dilaksanakan dalam kelas besar.

7. Pembelajaran role play belum memuat tahapan perencanaan, pelaksanaan, sistem evaluasi, keterampilan berbicara dengan pembelajaran role play belum

(17)

1.3Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka perumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran bermain peran pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran bermain peran pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran?

3. Bagaimanakah sistem evaluasi pembelajaran bermain peran pada siswa Kelas

XI SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran?

4. Bagaimanakah keterampilan berbahasa Inggris pada siswa Kelas XI SMA

Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran setelah dilaksanakan pembelajaran bermain peran?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai dalam

penelitian ini adalah untuk:

1. Menyusun perencanaan pembelajaran bermain peran pada siswa Kelas XI

SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran

2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran bermain peran pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran

(18)

4. Mendeskripsikan keterampilan berbahasa Inggris pada siswa Kelas XI SMA

Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran setelah dilaksanakan pembelajaran bermain peran

1.6Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya teknologi pendidikan dalam kawasan desain dan pengelolaan pembelajaran.

1.6.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa, guru, serta peneliti.

Bagi siswa, dapat dijadikan motivasi agar bisa mangerti, memahami, menghayati, menerapkan dan memberi implikasi terhadap pembelajaran keterampilan berbicara (speaking) yang diterimanya di sekolah.

Bagi guru, merupakan suatu dorongan untuk lebih kreatif dan terampil dalam memilih bahan ajar sehingga dapat meningkatkan keterampilan berbicara

siswa. Selanjutnya, guru juga termotivasi untuk mencoba model-model pembelajaran dalam upaya peningkatan kemampuan berbahasa Inggris siswa.

Bagi peneliti, memotivasi peneliti lainnya untuk mengadakan penelitian

lanjutan dan mendalam sehingga bisa memberikan sumbangan konkret bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Bahasa Inggris. Memberikan

Referensi

Garis besar

NN

Dokumen terkait

Penelitian ini berfokus pada pembuatan profil speed bump dari material concrete foam dan polymeric foam yang diperkuat serat TKKS agar diperoleh desain stuktur speed bump

sedikit cabang industri yang ditekuni secara luas dan daya serap tenaga kerjanya lebih tinggi dari cabang-cabang industri yang terdata eksplisit, seperti industri tenun,

Metode survei adalah metode pengumpulan data dengan memperolehnya secara langsung dari sumber lapangan penelitian (Ruslan, 2003: 22). Melalui metode survei ini, data atau

Jika nilai moral perilaku prososialnya bertentangan dengan norma dalam diri maka hal ini akan menghambat pengurus Rumah Cemara untuk melakukan tindakan prososial yaitu

Facilities to be provided for the distribution of LNG for power plants in the Riau Islands are three facilities located in the receiving terminal in Bintan Island,

Respon Pertumbuhan Aglaonema Red jewel terhadap Penambahan Humus Bambu pada Berbagai Media Tanam dan Pengajarannya di SMA Negeri 4 Palembang... Ruang Lingkup dan

rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penelitian Hukum yang berjudul IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN

Peran Ibu Sebagai Pendidik Remaja dengan Kesiapan Menghadapi Menarche Pada Siswi Usia 10-12 Tahun di SD Negeri 3 Sedayu Bantul. Yogyakarta Tahun 2009