• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HISTORIS HUBUNGAN BANTEN-LAMPUNG PADA TAHUN 1525-1619

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HISTORIS HUBUNGAN BANTEN-LAMPUNG PADA TAHUN 1525-1619"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HISTORIS HUBUNGAN BANTEN-LAMPUNG PADA TAHUN 1525-1619

Oleh Mulianti

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(2)

TINJAUAN HISTORIS HUBUNGAN BANTEN-LAMPUNG Kerajaan Banten. Banten adalah Kerajaan Islam di ujung Pulau Jawa dan merupakan sebuah kota pelabuhan jalan sutra atau pusat perdagangan yang terkenal di Nusantara. Banten di bawah pimpinan Fatahillah atau Syahrif Hidayatullah (1525-1552), merupakan salah seorang ulama yang peranannya cukup besar dalam penyebaran Agama Islam khususnya di Pulau Jawa. Perkembangan ekonomi Banten cukup cepat karena letaknya yang strategis juga banyak komoditi rempah-rempah dari berbagai daerah kepelabuhannya untuk diekspor, hal ini membuat Banten semakin terkenal. Seiring dengan perkembangan kegiatan ekonomi setahap demi setahap Banten mengembangkan daerah kegiatan ekonominya ke daerah Lampung yang sudah lama terkenal dengan ladanya. Kegiatan sosial-ekonomi yang saling menguntungkan ini membuat Banten-Lampung semakin mempererat hubungannya, serta didukung pula dengan adanya hubungan kekerabatan maupun dalam penyebaran Agama Islam.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

A.4. Hubungan Sosial, Pemerintah dan Budaya

Banten-Lampung . ... 40

A.4.1. Hubungan Sosial Banten-Lampung ... 40

A.4.2. Hubungan Pemerintah Banten-Lampung ... 43

A.4.3. Hubungan Budaya Banten-Lampung ... 49

A.4.3.1. Sistem Kepercayaan ... 52

A.4.3.2. Sistem Pengetahuan ... 54

B. Pembahasan ... 54

Hubungan Banten-Lampung 1511-1619 ... 54

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar 1 : Peta Banten Gambar 2 : Peta Lampung

Gambar 3 : Peta Banten dan Lampung Gambar 4 : Sketsa Kota Banten Tahun 1569 Gambar 5 : Sketsa Kota Banten Tahun 1600 Gambar 6 : Sketsa Kota Banten Tahun 1620

Gambar 7 : Suasana di salah satu Pasar yang ada di Banten Gambar 8 : Silsilah Keluarga Sunan Gunung Jati

Gambar 9 : Tanaman Lada Gambar 10 : Siger

(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nusantara adalah sebuah wilayah yang telah berkembang menjadi wilayah perdagangan internasional, karena sudah memiliki perniagaan regional dan internasional, adanya kontrol terhadap labour dan hasil tanah serta sudah memilki legitimasi kekuasaan raja-raja di masing-masing wilayah yang ada di Nusantara. Kedatangan Bangsa Barat, pada saat itu terdapat dua jalur perniagaan internasional yang dilakukan oleh para pedagang, yaitu:

1. Jalur perniagaan melalui darat atau lebih dikenal dengan “jalur sutra” (silk road) yang dimulai dari daratan Tiongkok (Cina) melalui Asia Tengah, Turkistan hingga ke Laut Tengah. Jalur ini juga berhubungan dengan jalan-jalan yang dipergunakan oleh Kafilah India. Jalur ini merupakan jalur paling tua yang menghubungkan antara Cina dan Eropa.

2. Jalur perniagaan melalui laut yang dimulai dari Cina melalui Laut Cina kemudian Selat Malaka, Calicut (India), lalu ke Teluk Persia melalui Syam (Syuria) sampai ke Laut Tengah atau melalui Laut Merah sampai ke Mesir lalu menuju Laut Tengah

(http: /id.shuoong.com/humanitie/history/2181544)

(11)

Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511 mengakibatkan pergeseran pusat perdagangan di Asia Tenggara yang sebagian ke Arah Utara (Aceh) dan sebagian lagi ke Selatan (Banten).

Akibat dari penaklukan Malaka oleh Portugis pada tahun 1511 maka jalan dagang yang semula dari laut Jawa ke utara melalui selat Karimata pindah melalui selat Sunda, perpindahan jalan dagang itu adalah akibat permusuhan antara pedagang–pedagang Islam dengan Portugis (A. Hasymy, 1981: 286-287).

Salah satu pelabuhan yang terkenal di Nusantara yaitu Pelabuhan Banten. Banten merupakan salah satu provinsi yang terletak di ujung Pulau Jawa, pada perkembangan sejarahnya, dahulu Banten merupakan salah satu daerah yang berada di bawah kekuasan Kerajaan Sunda, yang terletak di Pesisir Utara bagian barat, kemudian Banten berhasil direbut oleh Kerajaan Demak oleh Syekh Nurullah atau Fatahillah. Di awal tahun 1525 berdirilah Kerajaan Banten. Banten menjadi salah satu Kerajaan Islam di Pulau Jawa selain sebagai pelabuhan jalan sutra atau pusat perdagangan Nusantara. Banten di bawah pimpinan Fatahillah atau Syahrif Hidayatullah (tahun 1525-1552), merupakan salah seorang ulama yang peranannya cukup besar dalam penyebaran Agama Islam khususnya di Pulau Jawa.

Perkembangan ekonomi Banten cukup cepat karena selain letaknya yang strategis juga banyak menarik komoditi rempah–rempah dari berbagai daerah ke pelabuhannya untuk diekspor, hal ini membuat Banten semakin dikenal. “Banten

menarik perdagangan lada dari Indrapura, Lampung dan Palembang sedangkan produksi ladanya sendiri sebenarnya kurang berarti” (Sartono Kartodirjo 1989:

(12)

Banten merupakan kota pusat pemerintah Kerajaan Islam dan pusat perdagangan lokal, interlokal maupun internasional yang sekaligus juga sebagai kota konsumtif dan produktif yaitu pusat ibadah, pusat administrasi dan perdagangan (Halwany Michrob, 1989: 36).

Seiring dengan peningkatan kegiatan ekonomi yang mendatangkan kemakmuran sekaligus kekuatan negara, Kesultanan Banten setahap demi setahap berupaya memperluas wilayahnya untuk kegiatan ekonominya ke daerah sekitarnya yang dipandang dapat menguntungkan perekonomian dan suatu waktu membahayakan eksistensi negaranya. Salah satu komoditi ekspor yang banyak diminati pada saat itu adalah lada, naik turunnya harga komoditi ekspor seperti lada ini mendapatkan pengaruh dari kebijaksanaan harga yang ditentukan oleh pihak kerajaan. Tingginya permintaan lada di pasar membuat Banten mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Hal ini mendorong Banten mengadakan ekspansi ke daerah– daerah penghasil lada seperti Lampung, Selebar dan Bengkulu untuk memenuhi permintaan pasar.

Abad ke -15 Banten mulai menjalin hubungan kerjasama dan memperluaskan kegiatan ekonominya ke daerah Lampung. Lampung pada saat itu (abad ke XV), bukan merupakan suatu kerajaan atau suatu kesatuan daerah yang dikuasai oleh seorang raja atau ratu, yang ada hanyalah kesatuan–kesatuan kemasyarakatan kecil yang disebut kebuayaan. Daerah Lampung ketika itu pemerintahannya masing–masing dipegang oleh kepala adat kekerabatan. “Kebuayaan merupakan tempat pemusatan berkumpulnya kerabat yang berasal dari satu pertalian darah atau keturunan” (Hilman Hadikusuma, 1989: 140). Terpencarnya masyarakat

(13)

kegiatan ekonominya, yang dilakukan Banten itu bersamaan dengan mempererat hubungan kekerabatan dan penyebaran Agama Islam.

Sultan Hasanuddin bersama Ratu Balo dan Ki Jonglo melakukan perjalanan ke Lampung, Indrapura, Selebar dan Bengkulu. Raja Indrapura mempersembahkam seorang anak perempuannya. Darinya Hasanuddin mendapat seorang anak Laki-laki yang bernama Pangeran Wetan. Sebelumnya Fatahillah ayah dari Sultan Hasanuddin sudah melakukan terlebih dahulu perkawinan politik dengan putri dari Minak Raja Jalan dari Keratuan Puggung yang bernama Putri Sinar Alam. Dari hubungan kekerabatan seperti inilah maka adanya perjanjian persahabatan yang diukir di sebuah piagam yang diberi nama Piagam Kuripan.

B. Analisis Masalah B.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasi masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh Banten terhadap penyebaran agama Islam ke daerah Lampung. 2. Hubungan Ekonomi, Sosial dan Budaya Banten–Lampung Pada Tahun

1525-1619

3. Perdagangan Rempah-Rempah Banten-Lampung Pada Tahun 1525-1619

B.2. Batasan Masalah

(14)

B.3. Rumusan Masalah

Sesuai dengan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Hubungan Ekonomi, Sosial dan Budaya

Banten-Lampung Pada Tahun 1525-1619

C. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian C.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sejarah hubungan Banten-Lampung pada tahun 1525-1619

2. Untuk mengetahui hubungan ekonomi, sosial dan budaya Banten-Lampung pada tahun 1525-1619

C.2 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Sebagai informasi atau wawasan bagi penulis khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam bidang Kesejarahan yakni tentang Hubungan Ekonomi, Sosial dan Budaya Banten-Lampung Pada Tahun 1525-1619 2. Untuk menambahkan pembendaharaan mata kuliah Sejarah Kebudayan

Indonesia.

C.3. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: 1. Subjek penelitian : Banten dan Lampung

(15)

3. Tempat penelitian : Perpustakaan Universitas Lampung, Perpustakaan Daerah Lampung dan sumber lain yang relevan dengan masalah penelitian.

(16)

REFERENSI

A. Hasmy. 1981. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. Al Maa’rif: Bandung. Halaman 286-287.

Sartono kartodirdjo. 1989. Pengantar Sejarah Indonesia Baru (1500-1900) dari Emporium sampai Imperium I.Gramedia: Jakarta. Halaman 68.

Halwany Michrob. 1989. Ekspor Impor di Jaman Kesultanan Banten. Kadinda: Serang.

Halaman 36.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Tinjauan Historis

Sejarah berasal dari kata benda Yunani yaitu “Istoria” yang berarti ilmu. Menurut H. Muhammad Yamin, pengertian “sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang

disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan kenyataan” (Hugiono dan P. K. Poerwantana, 1992: 5).

Ruslan Abdulgani mendefinisikan pengertian sejarah yaitu:

Sejarah ialah salah satu bidang ilmu yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau, beserta segala kejadian-kejadiannya dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh hasil penelitian dan penyelidikan tersebut, untuk akhirnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penelitian dan penentuan keadaan sekarang serta ke arah masa depan (Tamburaka, 1999: 12).

Pengertian sejarah menurut Wilhelm Buer adalah:

Sejarah adalah ilmu yang meneliti gambaran dengan penglihatan yang singkat untuk merumuskan fenomena kehidupan, yang berhubungan dengan perubahan-perubahan yang terjadi karena hubungan manusia dengan masyarakat, memilih fenomena tersebut dengan memperhatikan akibat-akibat pada zamannya serta bentuk kualitasnya dan memusatkan perubahan-perubahan itu sesuai dengan waktunya serta tidak akan terulang lagi (irreproducible) (Poerwantana, 1992: 5).

(18)

manusia di masa lampau disusun secara ilmiah untuk kemudian merekonstruksi sehingga menjadi suatu gambaran yang lengkap agar mudah dipahami.

Manfaat mempelajari ilmu sejarah adalah memperluas wawasan berfikir. Menurut Ruslan Abdul Ghani memandang bahwa “ilmu sejarah ibarat penglihatan

tiga dimensi, yaitu pertama penglihatan ke masa silam, kedua ke masa sekarang, dan kemudian ke masa depan” (Tamburaka, 1999: 7). Menurut Suhartoyo Hardjosatoto, manfaat mempelajari sejarah adalah “bagi serorang manusia,

ingatan atau memori mengenai masa lalu sangat bermanfaat. Dengan memiliki memori, seseorang akan dapat mengambil keputusan secara tepat maupun memperbaiki keadaan pribadinya sehingga akan dapat tetap melangsungkan hidupnya (Suhartoyo Hardjosatoto dalam Tamburaka, 1999: 8-9).

Nugroho Notosusanto berpendapat bahwa “mempelajari sejarah supaya kita

bijaksana terlebih dahulu dalam bertindak, untuk berbuat sesuatu dalam sekarang, dan masa yang akan datang yang melandaskan pada masa lampau” (Nugroho Notosusanto, 1964: 17).

(19)

2. Konsep Banten

Banten merupakan salah satu Kesultanan Islam terbesar dan terkemuka di Pulau Jawa pada abad XV-XVIII (Graaf dan Pigeaud 1985: 146). Secara geografis, letaknya di kawasan Teluk Banten atau di sebelah Barat Pantai Utara Pulau Jawa. Dari berita tertulis Kota Banten banyak didatangi para saudagar dari dalam dan luar Nusantara, sehingga berfungsi sebagai pusat perdagangan internasional. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya bermukim dan menetap di daerah tersebut. Hal ini antara lain disebabkan karena Banten berpotensi besar menghasilkan lada, baik yang diperoleh dari lingkungan setempat maupun dari Lampung yang merupakan daerah taklukannnya pada masa itu (Tjandrasasmita 1976: 92).

Ramainya pusat pelabuahna yang merangkap sebagai kota dagang dan pusat pemerintahan di Banten, sejalan dengan pesatnya transaksi jual beli komoditi lada dan berkembangnya berbagai jenis barang di pasaran Banten (Meilink-Roelofsz 1962: 76). Perdagangan lada menjadikan Kesultanan Banten dapat mencapai jaman keemeasannya selama beberapa abad (Blusse 1983:154).

Dari kutipan di atas, maka Banten merupakan sebuah Kesultanan yang mempunyai pelabuhan dagang internasional yang banyak dikunjungi oleh pedagang dalam dan luar Nusantara yang membuat Kesultanan Banten menjadi terkenal dan kaya dalam kehidupan ekonominya.

3. Konsep Lampung

(20)

kecil-kecil yang disebut kebuayan, yaitu suatu kesatuan geneologis yang mendiami daerah-daerah tertentu. Sistem kebuayan ini pada dasarnya sudah dikenal sejak permulaan orang-orang Lampung berdiam di daerah dataran tinggi belalau (sekala Berak) dan terus tumbuh berkembang dan diakui setelah masuknya Agama Islam dan pengaruh Banten.

Pada saat itu daerah Lampung masih dalam Wilayah Keratuan. Lampung terbagi dalam Wilayah Keratuan (persekutuan hukum adat) yang terdiri Keratuan di Puncak menguasai wilayah Abung dan Tulangbawang, Keratuan Pemanggilan

menguasai wilayah Krui, Ranau, dan Komering, Keratuan di Pugung menguasai wilayah Pugung dan Pubian, serta Keratuan di Balaw menguasai wilayah sekitar Teluk Betung. Ketika Banten berpengaruh kuat di Lampung, Keratuan di Pugung terbagi lagi dan berdiri Keratuan Maringgai (Melinting) dan Keratuan Darah Putih (Kalianda). Dengan demikian setelah punahnya Kerajaan Tulangbawang di

Lampung tidak dikenal adanya pemerintahan dalam bentuk kerajaan tetapi yang berkembang adalah sistem pemerintahan demokratis dalam bentuk keratuan (Soebing,1988: 35). Keratuan tersebut membentuk pemerintahan persekutuan adat berdasarkan buay (keturunan) yang disebut paksi (kesatuan buay inti atau klan) dan marga (kesatuan dari bagian buay atau jurai) dalam bentuk kesatuan kampung atau suku (Hadikusuma, 1989: 157).

(21)

Lima keratuan ini masing-masing diatur dan dipimpin oleh Ratu dan Umpu yang dipilih berdasarkan asas primus inter pares, yaitu: Keratuan Ratu di Puncak, Keratuan Ratu di Balau, Keratuan Ratu di Pemanggilan, Keratuan Ratu di Pugung, Keratuan Ratu Darah Putih.

4. Konsep Ekonomi Banten-Lampung

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi adalah pengetahuan mengenai asas-asas penghasilan produksi, distribusi, pemasaran dan pemakaian barang atau jasa serta kekayaan.

“Michael P. Todaro mengatakan pengertian ekonomi adalah:”

Ekonomi adalah ilmu sosial yang berhubungan dengan orang dan sistem sosial, dengan sistem itu ekonomi mengatur segala kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pokok (makanan, pakaian, dan perumahan) dan kebutuhan-kebutuhan yang non-materi (pendidikan, pengetahuan, dan kebutuhan-kebutuhan lain) (Michael P. Todaro dalam Mohammad Saubari 1983:38).

N. Gregory Mankiw berpendapat bahwa ekonomi adalah pihak yang mengelola rumah tangga, artinya setiap rumah tangga harus mengalokasikan sumber-sumber dayanya yang langka kesegenap anggotanya dengan memperhitungkan kemampuan daya, upaya dan keinginan dari setiap anggota tersebut (N. Gregory Mankiw, 2000:2).

Berdasarkan kutipan di atas, maka pengertian ekonomi adalah suatu usaha atau tindakan manusia yang dilakukan untuk memenuhi segala kebutuhan hidup manusia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan.

(22)

memperdagangkan sumber daya alamnya yaitu sumber daya alam hayati dan hewani, tetapi yang mengantarkan Banten mencapai puncak keemasannya adalah dari perdagangan sumber daya hayati yang memperjual belikan hasil rempah-rempah terutama lada, yang dibutuhkan oleh pedagang-pedagang dari seluruh negara yang berada di sepanjang pantai Samudera Hindia dan negara di wilayah Laut Cina. Dengan adanya keadaan seperti ini Banten berupaya mempertahakan eksistensinya dalam dunia perdagangan, sehingga Banten memerlukan wilayah lain untuk membantu menambah jumlah hasil rempahnya dan Lampunglah yang menjadi sasarannya untuk bekerjasama dengan Banten. Dengan tujuan untuk menjamin panen lada yang mencukupi dan kebebasan keluar masuknya kapal-kapal dagang ke pelabuhannya.

3 Konsep Sosial Budaya

Kehidupan masyarakat terdiri dari berbagai aspek yang antara aspek yang satu dengan aspek yang lainnya, terdapat keterkaitan yang saling mendukung serta melengkapi. Namun ada yang penting dibandingkan dengan aspek yang lainnya yaitu aspek sosial budaya.

Pengertian Sosial Budaya merupakan proses asimilasi yaitu proses perubahan budaya antara dua masyarakat atau lebih secara perlahan dan lama sekali. ”Perubahan budaya bisa terjadi hanya satu pihak saja atau pada kedua belah pihak.

Beberapa banyak yang ditiru dan apa yang diambil dari kebudayaan pihak lain ke dalam kebudayaan sendiri, dan memang tidak sama dan tidak diketahui unsur yang mana karena kontak itu terjadi secara komunal atau individual” (Irwan

(23)

Kehidupan sosial budaya adalah suatu masyarakat yang hidup saling berinteraksi

satu sama lain yang dilihat dari unsur-unsur kebudayaan yang ada. Sosial Budaya

dapat merupakan penyebab atau akibat faktor-faktor ekonomi desa atau daerah,

menyebabkan minimnya nilai sosial seperti adat istiadat, pendidikan dan lembaga

desa yang merupakan penghambat kemajuan desa. Kondidi Sosial Budaya

menjadi ciri sosial masyarakatnya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulakn bahwa kehidupan Sosial Budaya adalah kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan budaya yang terdapat di dalam suatu masyarakat yang saling berinteraksi, sehingga dapat mempengaruhi nilai-nilai sosial yang menjadi ciri masyarakatnya.

Banten yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan ekonomi Lampung, berpengaruh juga terhadap kehidupan Sosial Budaya Lampung. Dari sistem kehidupan pemerintahan, sistem kepercayaan dan sistem pengetahuannya semua itu didapat karena adanya sumbangsih dari Banten. Kekuasaan Banten di Lampung secara tidak langsung semakin mudahnya Banten untuk mempengaruhi kehidupan yang ada di Lampung untuk mengikuti semua aturan yang dibuat oleh Banten.

3. Konsep Hubungan Banten-Lampung

(24)

manusia yang sudah berlangsung sejak zaman prasejarah. Walaupun pada waktu itu dapat dikatakan belum dikenal adanya perdagangan, namun aktivitas hubungan dapat dikatakan sebagai bentuk perilaku ekonomi yang merupakan awal terjadinya perdagangan.

Hubungan Lampung dengan Banten di panggung sejarah berlangsung dalam kurun waktu yang panjang. Ditemukannya prasasti berhuruf Arab berbahasa Jawa di daerah Lampung, yang menunjukkan kuatnya pengaruh Banten dalam proses penyebaran Agama Islam ke daerah tersebut. Hubungan kuat antara kedua daerah itu disebabkan oleh komoditas, perdagangan lada dan hubungan kekerabatan. Lampung sudah sejak lama dikenal sebagai penghasil komoditas lada yang merupakan potensi penting di Nusantara, sedangkan Banten adalah bandar lada internasional.

Eratnya hubungan antara Lampung dengan Banten menyebabkan kokohnya ikatan kekeluargaan warga dua daerah itu. Migrasi sosial antar penduduk kedua daerah itu berlangsung cukup dinamis, dengan berbagai motif yang menggambarkan hubungan saling membutuhkan. Hal ini mengingat bahwa pada masa itu kondisi masyarakat Lampung sangat dipengaruhi oleh keberadaan Banten. Sementara itu, Banten mempunyai kepentingan dengan Lampung karena lada.

(25)

tidak bisa memenuhi permintaan dunia karena wilayah Banten di Pulau Jawa tidak bisa memenuhinya.

Secara ekologis wilayah Banten di Pulau Jawa tidak cocok untuk tanaman lada. Ekspansi ke Lampung dilakukan dalam rangka memenuhi permintaan dunia akan lada tersebut. Situasi sosiopolitik di Lampung memungkinkan Banten tidak perlu melakukannya dengan mengerahkan kekuatan militer tetapi cukup dengan mengeluarkan peraturan. Dari sumber-sumber sejarah banyak diuraikan bahwa lada merupakan barang komoditas yang menjadi incaran dunia. Toponim Pamarican di Banten menunjukkan bahwa lokasi itu merupakan pusat lada atau setidaknya berkaitan dengan lada.

Banten merupakan pusat redistribusi lada ke Cina atau Eropa dari wilayah– wilayah kekuasaannya. Banten sebagai pusat lada telah berlangsung sejak masa Kerajaan Sunda di mana kerajaan Islam belum terbentuk (Leur, 1967: 102 – 103). Perdagangan lada terbesar terjadi pada masa Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir yang juga dikenal dengan nama Abdul Qadir Kenari, pada tahun 1603 mengekspor 259.200 pound lada serta 8.440 karung ke pasar Eropa. Selanjutnya pada 1618 datang 10 kapal berbobot 1000–1500 ton dari Cina mengambil lada.

(26)

Banten-Lampung terdapat model pertukaran resiprokal. Para pemimpin masyarakat di Lampung setelah melakukan siba dengan memberikan pengakuan kekuasaan tertinggi atas Banten, mereka mendapatkan pengakuan pula sebagai penguasa di Lampung dengan ditandai benda-benda regalia. Perkembangan selanjutnya, ketika Banten dihadapkan pada persoalan lada, pihak Lampung dapat memenuhinya dengan imbalan pihak Banten mengangkat penggawa di Lampung. Pengangkatan penggawa ini sebenarnya merupakan kepentingan Banten dalam rangka mengamankan lada, namun bagi Lampung memberikan dampak terhadap semakin kokohnya kedudukan sang pemimpin di mata masyarakat subordinatnya. Terbangunnya hubungan antara Lampung – Banten memberi peluang terjadinya model pertukaran redistributif antara masyarakat Lampung dengan para penggawa. Masyarakat memberikan pajak atas hasil perdagangan lada kepada para penggawa kemudian memperoleh berbagai fasilitas dari penggawa. Perdagangan ke luar Lampung dilakukan melalui pelabuhan sungai (tangga raja) milik para kepala marga yang sebagian ditunjuk oleh Banten sebagai penggawa.

B. Kerangka Pikir

(27)

Daerah penghasil lada yang banyak terdapat di daerah Lampung, maka Banten melakukan hubungan kerjasama dengan Lampung. Eratnya hubungan antara Lampung dengan Banten menyebabkan kokohnya ikatan kekerabatan warga dua daerah itu. Migrasi sosial antar penduduk kedua daerah itu berlangsung cukup dinamis, dengan berbagai motif yang menggambarkan hubungan saling membutuhkan. Hal ini mengingat bahwa pada masa itu kondisi masyarakat Lampung sangat dipengaruhi oleh keberadaan Banten. Sementara itu, Banten mempunyai kepentingan dengan Lampung karena lada.

(28)

C. Paradigma

: Garis Pengaruh : Garis Akibat

Hubungan Banten-Lampung

Ekonomi

(29)

REFERENSI

Hugiono dan P.K Poerwantana. 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. PT Rineka Cipta. Jakarta. Halaman 5.

H.Rustam E.Tamburaka. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat dan IPTEK. Rineka Cipta. Jakarta. Halaman 12.

Hugiono dan P.K Poerwantana. Loc.cit. Halaman 5. H.Rustam E.Tamburaka. Op.cit. Halaman 7.

Ibid. Halaman 8-9

Nugroho Notosusanto. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Intidayu Press. Jakarta. Halaman: 17.

Mohammad Saubari. 1983. Pengantar Ilmu Ekonomi. LP3ES. Jakarta. Halaman: 38

Gregory Mankiw. 2000. Pengantar Ekonomi. Erlangga. Jakarta. Halalaman: 2 Miriam Budiardjo.1985. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia. Jakarta. Halalaman: 10

Soelistyati Ismail Gani. 1987. Pengantar Ilmu Politik. Gahlia Indonesia. Jakarta. Halaman: 12

Hilman Hadikusuma. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya lampung. Mandar Maju. Bandung. Halaman: 157

JC Van Leur. 1967. Indonesian Trade and Society. The Hague: W van Hoeve. Halaman 102-103

(30)

A. Metode Yang Digunakan

Metode adalah cara atau jalan yang digunakan peneliti untuk menyelesaikan suatu permasalahan di dalam suatu kegiatan penelitian. Metode yang berhubungan dengan ilmiah adalah yang menyangkut masalah cara kerja, yakni cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Husin Sayuti,

1989: 32).

Menurut Winarno Surakhman, metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis dengan mempergunakan teknik serta alat-alat tertentu (Winarno surakhman, 1982: 131).

(31)

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode dan teknik penelitian historis. Nugroho Notosusanto mengemukakan bahwa Metode penelitian historis merupakan:

Adapun maksud dari penelitian historis adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan, baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu, terlepas dari keadaan masa sekarang maupun untuk memahami kejadian atau masa sekarang dalam hubungan dengan kejadian atau keadaan masa lalu, dan kemudian hasilnya dapat dipergunakan untuk meramalkan keadaan atau kejadian yang akan datang. Pendapat lain menyebutkan bahwa metode histories adalah sekumpulan prinsip-prinsip aturan yang sistematis yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarah, menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu sintesa daripada hasil-hasilnya (Nugroho Notosusanto, 1984 ; 10).

Menurut Mohammad Nasir metode historis adalah penyelidikan yang kritis terhadap keadaan-keadaan perkembangan serta pengalaman dimasa lampau dan menimbang secara teliti dan hati-hati tentang bukti validitas dari suatu sumber sejarah serta interpretasi dari sumber-sumber keterangan tersebut (M. Nasir, 1989; 55).

(32)

melakukan penelitian dengan menggunakan metode historis yaitu:

1. Heuristik adalah proses mencari untuk menemukan sumber-sumber sejarah

2. Kritik adalah menyelidiki apakah jejak sejarah itu asli atau palsu 3. Interpretasi adalah setelah mendapat fakta-fakta yang diperlukan

maka kita harus merangkaikan fakta-fakta itu menjadi keseluruhan yang masuk akal

4. Historiografi adalah suatu kegiatan penulisan dalam bentuk laporan hasil penelitian (Notosusanto, 1984 ; 11).

Berdasarkan pendapat diatas, maka langkah-langkah yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Heuristik : Pada tahap ini peneliti melakukan penafsiran terhadap data-data yang diperlukan atau yang berhubungan dengan penilitian, berupa buku-buku yang berkaitan dengan Hubungan Perdagangan Banten-Lampung Pada Tahun

1525-1619. Kegiatan ini dilakukan di Perpustakan Unila, Perpustakaan Daerah Lampung, Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Banten, Perpustakaan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang Provinsi Banten. Selain dari buku-buku, data-data yang diperlukan juga diperoleh dari internet.

(33)

data-data yang telah didapatkan dan selanjutnya peneliti berusaha untuk melakukan analisis data atau melakukan pembentukan konsep dan generalisasi sejarah.

4. Historiografi : Pada tahap terakhir ini, peneliti melakukan penyusunan atau penuangan ke dalam bentuk tulisan mengenai Hubungan Perdagangan Banten-Lampung Pada Tahun 1525-1619.

B. Variabel Penelitian

Variabel merupakan objek penelitian atau kondisi kondisi serta karakteristik yang oleh eksperimen dimanipulasikan, dikontrol dan diobservasikan (Jhon W. Best, 1982; 82). Menurut Sumardi Suryabrata, variabel dapat diartikan sebagai suatu gejala yang akan dijadikan objek pengamatan (Sumadi Suryabrata, 1989; 126). Sedangkan menurut Sutrisno Hadi variabel adalah gejala-gejala yang menunjukan variasi baik dalam jenis maupun dalam tingkatnya (Sutrisno, 1979; 260).

(34)

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik kepustakaan dan teknik dokumentasi.

1. Teknik Kepustakaan.

Menurut Koentjaraningrat teknik kepustakaan merupakan cara pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materil yang terdapat diruang perpustakaan misalnya dalam bentuk, koran, majalah, naskah, catatan-catatan, kisah sejarah, dokumen dan sebagainya yang relevan dengan penelitian (Koentjoroningrat, 1986; 81 ).

Teknik kepustakaan dilakukan dengan mempelajari berbagai karya tulis, seperti buku-buku jurnal, ensiklopedi, majalah, surat kabar terbitan masa lalu untuk merangkai saran-saran tindakan dalam mengatasi suatu masalah yang terjadi pada masa sekarang di lingkungan tertentu (Nawawi, 1994; 94).

Kepustakaan adalah teknik penulisan yang menggunakan cara mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan media berupa koran, majalah, naskah, catatan-catatan, kisah sejarah, dokumen, jurnal, ensiklopedia yang relevan dengan penelitian. Hal itu karena data dan informasi dalam teknik kepustakaan biasanya berupa karya tulis.

2. Teknik Dokumentasi

(35)

melalui sumber tertulis berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku, teori, dalil-dalil atau hokum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti (Hadari Hawawi, 1993:134).

Berdasarkan pengertian dokumentasi yang telah dikemukakan di atas maka Dokumentasi adalah proses pengumpulan data yang berupa catatan-catatan penting, surat kabar, gambar, notulen rapat, agenda, dan lain-lain..

D. Teknik Analisis Data

Data yang terdapat dalam penelitian ini adalah data kualitatif, dengan demikian teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif yang berupa fenomena-fenomena dan kasus-kasus dalam bentuk laporan dan karangan para sejarawan, sehingga memerlukan pemikiran yang teliti dalam menyelesaikan masalah penelitian.

P. Joko Subagyo mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah data yang berupa informasi, uraian, dalam bentuk bahasa, prosa kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya, sehingga memperoleh gambaran yang sudah ada dan sebaliknya (P. Joko Subagyo, 1997: 106).

(36)

Huberman meliputi :

1. Reduksi data yaitu sebuah proses pemulihan, pemuatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan di lapangan. Yang dilakukan peneliti dalam proses reduksi data adalah membuat ananlisis yang tajam, menggolongkan,, mengarahkan serta membuang yang tidak perlu serta mengorganisasi data sampai akhirnya bisa menarik sebuah kesimpulan

2. Penyajian data yaitu data yang dibatasi sebagai kumpulan informasi tersusun, memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam tahap penyajian data, peneliti mencoba untuk menyajikan data tersebut agar mudah dipahami apa yang terjadi dan yang harus dilakukan. Sehingga tindakan yang diambil sesuai dengan pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut.

(37)

REFERENSI

Husin Sayuti. 1989. Pengantar Metodelogi dan Riset. C.V Fajar Agung. Jakarta. Halaman 32.

Winarno Surachmad. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik. Tarsito. Bandung. Halaman 131.

Nugroho Notosusanto. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Intidayu Press. Jakarta. Halaman 10.

Mohammad Nazir.1985.Metode Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia. Halaman 55.

Nugroho Notosusanto.Op.Cit.Halaman 11.

Jhon.W.Best. 1982. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Usaha Nasional. Surabaya. Halaman 82.

Sumardi Suryabrata. 1983.Metode Penelitian.PT.Raja Grafindo Persada.Jakarta. Halaman 126.

Sutrisno Hadi. 1975. Metode Research. Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta. Halaman 260.

Koentjaraningrat. 1986. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta. Halaman 81.

Hadari Nawawi. 1985. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Halaman 134.

Joko Subagyo. 1997. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. Halaman 106.

(38)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian tentang adanya Hubungan Banten-Lampung pada tahun 1525-1619, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Banten-Lampung memiliki hubungan sistem ekonomi yang sangat penting dalam perdagangan ladanya.

2. Dalam hubungan sosial dan budayanya Banten-Lampung mempunyai ikatan yang erat pula yang terjalin sejak lama.

3. Dalam hubungan sosial: Lampung melakukan seba ke Banten dengan membawa upeti untuk diserahkan kepada Banten dan sebagai balasannya Banten memberikan berbagai macam barang regalia untuk keperluan upacara adat serta pemberian gelar kebangsawaan.

4. Dalam hubungan budaya: Banten menyebarkan Agama Islam ke Lampung dan Lampung memluk Agama Islam. Lampung juga diberikan barang-barang regalia dari hasil seba yaitu berupa: Siger, Burung Garuda,paying Gubir, Paying Hitam, Paying Hanak, dll. Serta pemberian gelar kebangsawanan seperti: Pangeran, Kyai, Aria, Ngabehi, Tumenggung, Krya,

(39)

B. Saran

Setelah penulisan skripsi ini ada beberapa hal yang ingin penulis sampaikan yaitu 1) Diharapkan pada masyarakat Banten dan Lampung, mengetahui latar

belakang sejarah tentang hubungan kedua daerah agar dapat lebih mempunyai solidaritas yang tinggi satu sama lainnya.

2) Persaudaraan yang sudah lama ditanamkan sejak dulu baiknya kita pelihara nilai-nilai kesatuan dan persatuan yang tidak memandang suku, agama, dan ras demi terciptanya keadaan yang damai dan tentram

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah A Soebing. 1983. Kedatuan di Gunung Keratuan di Muara. Jakarta. Karya Unipress.

A. Hasmy. 1981. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. Al Maa’rif: Bandung.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur penelitian s’Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta

Blusse, Leornard dan Japp de Moor. 1983,.Nederlanders overzee De Eerste Vijting jaar 1600-1650. Franeker: Uitgeverij T. Wever B. V.

Burger dan Prajudi. 1962. Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. Djakarta: Pradnyaparamita.

Cortesao, Armando. 1944. The Suma Oriental Of Pires jilid 2. London. The Haklyut Society.

Cortesão, Armando. 1967. The Suma Oriental of Tomé Pires. Nendelnd iechtenstein: Kraus Reprin Limited.

Dewan Harian Angkatan 45. 1994. Sejarah Perkembangan Pemerintahan di Lampung Buku II. Depdikbud.

Djajadiningrat, Hoesein. 1983. Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten. Jakarta. Djambatan KITLV.

Gregory Mankiw. 2000. Pengantar Ekonomi. Erlangga. Jakarta.

Hadikusuma, Hilman. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya lampung. Mandar Maju. Bandung

Hugiono dan P.K Poerwantana. 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. PT Rineka Cipta Joko Subagyo. 1997. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek. Rineka Cipta.

(41)

Koestoro, Budi dan Basrowi. 2006. Strategi penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta. Yayasan Kampussina.

Leur, JC Van. 1967. Indonesian Trade and Society. The Hague: W van Hoeve. Michrob, Halwany. 1989. Ekspor Impor di Jaman Kesultanan Banten. Kadinda.

Serang.

Nawawi, Hadari. 1993. Metodologi Penelitian Bintang Sosial. Gajah Mada. Universitas Press.

Notosusanto, Nugroho. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta. Intidayu Press.

Nurhakim, Lukman dan Moh. Ali Fadillah. 1990. Lada: Politik Ekonomi Banten di Lampung. Dalam Analisis Hasil Penelitian Arkeologi III: Agrikultur Berdasarkan Data Arkeologi. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Proyek Inventaris dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 1995. Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Saubari, Mohammad. 1983. Pengantar Ilmu Ekonomi. LP3ES. Jakarta.

Sugiyono. 1999. Metode Penelitian. Bandung. Alfabeta.

Sumadio, Bambang (ed). 1990. Jaman Kuna. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Saptono, Nanang. 1989. Cheguide. Dalam Tony Djubiantono, et al. (ed). Dinamika Budaya Asia Tenggara- Pasifik Dalam Perjalanan Sejarah. Bandung. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komda Jawa Barat.

Tjandrasasmita, Uka. 1984. Sejarah Nasional III. Jakarta. Balai Pustaka.

Untoro, Heriyanto O. 2006. Kebesaran dan Tragedi Kota Banten. Jakarta. Yayasan Kota Kita.

Vlekke, Benard H.M. 1967. Nusantara (Sejarah Indonesia). Kuala Lumpur. Dewan Bahasa dan Pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan kamera dengan baik - Jenis-Jenis Kamera - Mengoperasikan Kamera 4.11 Mengoperasikan jenis-jenis kamera dan alat bantu fotografi 6.11.1 Menjelaskan

Pada Kabupaten Bekasi air limbah domestik terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu grey water  yaitu air buangan yang tidak mengandung kotoran manusia misalnya air

a) Dalam pengembangan peingkatan pengambangan produk untuk Industri Kecil dan Menengah Balai Pengembangan Industri Persepatuan memfasilitasi IKM dalam desain dan

Perusahaan telah menyalurkan pembiayaan kendaraan dan barang modal yang menjadi segmen bisnis perusahaan saat ini, dimana penyaluran ini memberikan manfaat kepada masyarakat karena

Di dalam suatu situasi dimana infrastruktur telekomunikasi sulit untuk digelar maka solusi teknologi yang dapat diterapkan adalah dengan menggelar suatu jaringan berbasis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terhadap gagalnya penagihan piutang dagang oleh perusahaan Factor, maka tanggung jawab Klien tergantung pada apa yang sudah

Pemangkasan yang dilakukan pada kentang mempengaruhi produksi yang dihasilkan, pemangkasan 1 menunjukkan hasil berbeda nyata pada bobot umbi 80-120 g dan bobot umbi 50-80

a. Berdasarkan proses validasi penggunaan model MKJI dan penggunaan Software Vissim, menyatakan bahwa model MKJI valid dan dapat digunakan sebagai alat simulasi