• Tidak ada hasil yang ditemukan

nn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "nn"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam agama di kalangan masyarakatnya. Mulai dari agama Kristen, Budha, Hindu, Islam, Katolik, dan kepercayaan lain yang saat ini muncul yaitu Kong Hu Chu. Agama memiliki fungsi yang sangat kuat dalam kehidupan manusia, seperti yang dikemukakan oleh Durkheim (Betty Schraf, 1995), bahwa fungsi agama adalah mempertahankan dan memperkuat solidaritas dan kewajiban sosial pada kelompok-kelompok yang ada. Sedangkan fungsi agama lainnya menurut Weber (Betty Scahrf, 1995) yang membahas masalah hubungan antara berbagai kepercayaan beragama dan etika praktis, khususnya etika dalam kegiatan ekonomi yang telah ditelitinya sejak abad ke-16. Kaitannya dengan perekonomian yang berujung pada pembangunan, masyarakat dituntut untuk dapat menyikapi terhadap terjadinya perubahan dalam pembangunan dengan baik, maka disinilah fungsi agama sesuai dengan nilai, norma, dan aturan yang ada.

(2)

berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Sesungguhnya semua agama mengajarkan kepada umatnya untuk saling mengasihi sesama makhluk hidup, dan bersikap positif terhadap alam, serta menyelamatkan manusia dari bahaya kegersangan jiwa, terjadinya erosi iman, moral dan amal soleh. Keadaan seperti ini pun telah dialami sejak zaman Rasulullah.

Nabi Muhammad merupakan Rasulullah yang paling akhir yang memiliki tugas untuk menyelamatkan umatnya. Perjuangan dan pengorbanan beliau telah banyak di kisahkan dalam kitab-kitab. Hampir seluruh waktu, harta, bahkan diri mereka habis digunakan untuk memperjuangkan agama. Dengan sebab perjuangan dan pengorbanan Rasulullah SAW, yang kemudian dilanjutkan para sahabat beliau, Islam telah menjadi revolusi terbesar yang pernah ada dalam peradapan manusia. Revolusi tersebut meliputi berbagai bidang, termasuk revolusi akhlak dan moral sehingga menjadikan tatanan masyarakat terbaik yang pernah ada. Islam merupakan agama yang disegani hampir diseluruh dunia, karena keberadaannya dapat mencegah terjadinya erosi iman, moral dan amal soleh. Hal itu terjadi dari adanya kegiatan dakwah yang merupakan salah satu sarana dalam usaha meningkatkan kualitas keimanan umat beragama terutama sebagai seorang muslim.

(3)

proses, maka tuntutan dasarnya adalah perubahan sikap dan perilaku yang diorientasikan pada sumber nilai yang Islami. Islam adalah agama dakwah, yang di dalamnya ada usaha menyebarluaskan kebenaran dan rnengajak kepada umat Islam dan umat manusia sebagai tugas suci sehingga kebenaran itu terwujud dalam pikiran, kata-kata, dan perbuatan. Ini berarti dakwah merupakan aktivitas mengajak manusia masuk ke dalam jalan Allah (sistem Islam) secara menyeluruh.

Sebagai suatu istilah, dakwah merupakan konsep khas Islam yang mengandung pengertian menyeru kepada hal yang positif, menurut nilai dan norma agama Islam. Kecenderungan keagamaan masyarakat (sebelum datangnya Islam) dari zaman ke zaman yang secara berurutan melahirkan nabi-nabi yang menganjurkan agama sesuai dengan tuntunan zaman yang selalu menghendaki keseimbangan (Shariati, 1983:2). Berdasarkan pengkajiannya terhadap agama-agama besar di dunia, Shariati menemukan hukum sosiologis dari gerak keagamaan masyarakat. Lebih lanjut Shariati menjelaskan bahwa masyarakat sebagai suatu objek, dapat berada pada posisi menyimpang yang misalnya mengarah kepada materialisme ekstrim dan kecenderungan terhadap urusan keduniaan. Terkait pada masyarakat yang cenderung pada urusan keduniaan, yaitu segala kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi segala kebutuhannya di dunia ini, seperti halnya segala kegiatan mereka sehari-hari berdasarkan kodratnya sebagai manusia.

(4)

kebaikan, lebih dari itu ia menyerang, memusuhi dan melemparkan ancaman. Setiap disampaikan kepada mereka ajaran Allah, mereka menolaknya dengan segala cara, entah dengan menutup telinga, menutup mata, atau dengan mencari-cari alasan dan lain sebagainya.

Untuk menghindari benturan-benturan yang dihadapi oleh pelaku dakwah di medan dakwah nanti, maka diperlukan strategi dalam mengadakan perubahan pada warga masyarakat sesuai dengan tujuan dakwah Islam. Strategi dakwah ini sangat dibutuhkan dalam upaya membangun umat yang Islami dan menanggulangi umat dari perubahan-perubahan yang disebabkan oleh perkembangan zaman.

Strategi adalah penentuan cara yang harus dilakukan agar memungkinkan memperoleh hasil yang optimal, efektif dalam jangka waktu yang relatif singkat serta tepat menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan (Hasibun S.P : 2001).

Pengertian di atas menunjukkan bahwa penentuan strategi bagi pelaku dakwah dalam pencapaian tujuan dakwah secara efektif dan efisien sangat diperlukan. Karena strategi merupakan perpaduan antara perencanaan dan manajemen dalam berdakwah. Dengan perencanaan yang matang dan didukung dengan manejemen yang baik akan memungkinkan memudahkan bagi para pelaku dakwah dalam upaya pencapaian tujuan dakwah Islam.

(5)

dakwah berorientasi pada pemenuhan kelompok, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan partisipasif. Dengan pendekatan ini kebutuhan digali oleh motivator dakwah (kader) bersama-sama dengan kelompok sasaran yang diberdayakan. Pemecahan masalah direncanakan dan dilaksanakan oleh kader bersama dan kelompok sasaran.

(6)

Usaha untuk mengidentifikasi pesantren dilakukan juga oleh Kafrawi. Ia mencoba membagi pola pesantren menjadi empat pola (Endang Soetari, 1987:41-42), yaitu : pesantren pola I ialah pesantren yang memiliki unit kegiatan berupa elemen masjid dan rumah kiai. Pesantren ini masih sederhana, kiai mempergunakan masjid atau rumahnya utuk tempat mengaji, biasanya santri datang dari daerah sekitarnya, namun pengajian telah diselenggarakan secara berkesinambungan dan sistematik. Jadi pola ini belum mempunyai elemen pondok, bila diukur dengan elemen dasar dari Zamakhsyari. Pesantren pola II sama dengan pola I ditambah adanya pondokan bagi santri. Pesantren pola III sama dengan pola II tetapi ditambah dengan adanya madrasah. Jadi pesantren pola III ini telah ada pengajian sistem klasikal. Sedangkan pesantren pola IV ialah pesantren pola III ditambah adanya unit keteramplan seperti adanya peternakan, kerajinan, koperasi, sawah, ladang, dan lain-lain.

Lalu pengklasifikasian menurut Wardi Bakhtiar, yaitu : pertama, pesantren salafi, yaitu pesantren yang mengajarkan kitab-kitab Islam klasik. Sistem madrasah diterapkan untuk mempermudah tehnik pengajaran sebagai pengganti metode sorogan. Pada pesantren ini tidak diajarkan pengetahuan umum. Kedua, pesantren

khalafi, yang selain memberikan pengajaran kitab Islam klasik juga membuka system sekolah umum dilingkungan dan dibawah tanggungjawab pesantren.

(7)

ketaatan melakukan ibadah ritual), palayanan kepada masyarakat Muslim (dalam artian luas). Kiai pun merupakan salah satu unsur dalam da’wah. Berawal dari keberadaan kiai inilah keberadaan pondok pesantren pun amat erat dengan dakwah, karena kegiatan da’wah merupakan salah satu tugas dari pesantren yang

memiliki peran sebagai aktor dalam perubahan sosial masyarakat yang berdasarkan ajaran-ajaran agama.

(8)

Pada penelitian kali ini membahas mengenai aktivitas Pondok Pesantren Al Muhsin yang berada disesa Purwosari 28 Kota Metro, yang merupakan pondok pesantren modern yang masuk dalam katagori pondok pesantren pola ke IV menurut Kafrawi dan menurut wardi Bahtiar pondok pesantren ini merupakan pondok pesantren khalafi. Pondok pesantren ini merupakan salah satu pondok pesantren di Lampung yang memiliki kegiatan dakwah yang cukup baik. Pondok pesantren ini memiliki program dakwah pada masyarakat sekitar untuk menyebar luaskan dan meluruskan ajaran agama Islam.

Berdirinya Pondok Pesantren ini diharapkan dapat memberi pencerahan ilmu agama pada masyarakat sekitar khususnya pada masyarakat Purwosari, yang merupakan desa dengan mayoritas penduduknya suku jawa. Sebelum berdirinya Pondok Pesantren Al Muhsin tampak pengetahuan agama masyarakatnya pun sangat kurang. Inilah yang memunculkan kekhawatiran akan masa depan akhlak manusia berikutnya. Seiring berjalannya waktu ada aktivitas dakwah yang muncul dari Pondok Pesantren Al Muhsin yang mengajak masyarakat kembali kejalan Allah. Kegiatan dakwah inilah yang perlu dikaji lagi untuk mewujudkan tujuan dakwah yang mengajak umat manusia kembali kejalan Allah dengan kondisi masyarakat seperti yang telah digambarkan tadi.

(9)

pengajian-pengajian rutin di desa-desa atau bahkan sering dilakukan dimasjid-masjid desa sekitar. Hal ini dilakukan agar masyarakat benar-benar memahami ajaran agama Islam yang seutuhnya. Intensitas dakwah yang dilakukan cukup mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat. Aura positif yang dipancarkan dari berdirinya pondok pesantren Al Muhsin yang telah berdiri sejak 1994 dan mulai membuka pendaftaran pada tahun 1995 ini memberikan pencerahan pada masyarakat sekitar, sehingga kini telah tampak akhlak yang baik walau sepenuhnya berubah secara total, masih perlu peningkatan dan pendekatan secara mendalam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah penelitian ini, maka perumusan masalahnya adalah bagaimanakah aktivitas da’wah yang dilakukan oleh Pondok Pesantren AL Muhsin ?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan aktivitas dakwah yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Al Muhsin untuk dapat menyebarkan ajaran agama Islam pada masyarakat yang meliputi :

1. kegiatan dakwah yang dilakukan baik di dalam dan di luar pondok 2. kendala yang dihadapi dalam dakwah

(10)

D. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan teoritik

Menambah perbendaharaan ilmu sosial khususnya bagi sosiologi agama sebagai bahan analisa peran ajaran agama terhadap perilaku masyarakat yang bersifat positif.

b. Kegunaan Praktis

(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Aktivitas Dakwah

Aktivitas adalah melakukan suatu kegiatan tertentu secara aktif. Aktivitas menunjukkan adanya kebutuhan untuk aktif bekerja atau melakukan kegiatan-kegiatan tertentu (Haditono dkk., 1983). Lawan aktivitas adalah non-aktivitas yang artinya tidak melakukan aktivitas apapun. Kemudian Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26), Aktivitas artinya “kegiatan / keaktifan”. Jadi segala sesuatu

yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas. Teori aktivitas beranggapan bahwa aktivitas sosial merupakan esensi kehidupan manusia (Haditono, dkk. 1983). Jadi aktivitas adalah melakukan serangkaian kegiatan secara aktif.

Sedangkan kata dakwah berasal dari bahasa arab yang merupakan “isim masdar” dari kata kerja da’a yang berarti (dia telah) menyeru. Berhubungan dengan asal katanya itu, maka secara etimilogi kata dakwah mempunyai pengertian mengajak, memanggil atau menyeru. (Asmuni Syukir : 1983)

Sedangkan menurut istilah (terminologi), beberapa ahli memberikan definisi sebagai berikut :

(12)

dakwah dapat di bagi menjadi dua bagian yaitu dakwah secara umum dan dakwah menurut Islam. Dakwah secara umum adalah suatu ilmu pengetahuan yang berisi cara-cara dan tuntunan sebagaimana seharusnya menarik perhatian manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan ideologi, pendapat-pendapat atau pekerjaan tertentu. Sedangkan dakwah menurut Islam adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada fikiran yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.

b. Syeh Ali Mahfud mendefinisikan

dakwah sebagai usaha memotivisir orang-orang agar tetap menjalankan kebajikan dan memerintah mereka untuk berbuat ma’ruf serta melarang mereka berbuat mungkar agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia akhirat.

Secara umum, makna pokok yang menjadi benang merah dari pengertian dakwah yang berbeda-beda itu terletak pada tiga hal :

1. Amar ma’ruf nahi mungkar. Seluruh kegiatan dakwah pada dasarnya bertujuan untuk merealisasikan kebaikan (al-khoir) dan mengeliminasi segala hal yang menyebabkan orang semakin jauh dari jalan Tuhan Allah SWT.

2. Ishlah. Makna ishlah dari dakwah ini nampak kuat pada upaya dakwah untuk meningkatkan kualitas kebaikan dan menurunkan kadar keburukan di dalam masyarakat. Dalam makna ini dakwah dipahami sebagai segala upaya yang bertujuan untuk merubah kondisi negatif ke kondisi yang positif atau untuk memperbaharui dalam makna meningkatkan kondisi yang positif ke kondisi yang lebih positif lagi. 3. Dengan demikian dakwah pada dasarnya adalah bersifat taghyir

(13)

a. Tujuan Dakwah

Setiap kegiatan yang dilaksanakan secara terencana, teratur dan berkesinambungan, umumnya mempunyai tujuan tertentu sesuai dengan perencanaan yang telah dirumuskan sebelumnya, begitu pula dengan dakwah juga memiliki tujuan. Adapun tujuan dakwah menurut Jamaluddin Kafie :

Mengajak manusia untuk mengenal Tuhannya dan mempercayai-Nya sekaligus mengikuti jalan petunjuk-Nya (Tuhan Hakiki). Dakwah juga bertujuan untuk menyeru manusia kepada menghindarkan seruan Allah dan Rasul-Nya serta memenuhi panggilan-Nya, dalam hal yang dapat memberikan kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak (tujuan umum). Dakwah juga menginginkan dan berusaha bagaimana membentuk satu tatanan masyarakat Islam utuh fis silmi kaffah (tujuan khusus).

Sedangkan tujuan dakwah menurut Mahmud Yunus adalah :

“menyampaikan dan menyiarkan agama Islam kepada umum supaya diturutnya dengan kemauannya sendiri, seperti kepercayaan amal saleh dan akhlak Islam serta memperkuat hubungan silaturrahmi sesama kaum muslim khususnya dan umat manusia pada umumnya”.

Adapun tujuan perantara dakwah adalah membentuk masyarakat yang konstruktif menurut ajara Islam, di samping itu termasuk didalamnya hal-hal sebagai berikut :

a. Mengadakan koreksi, terhadap suatu situasi atau tindakan yang menyimpang dari ajaran agama.

b. Mengusahakan kesehatan mental masyarakat, sesuai dengan akhlak yang luhur.

c. Mendorong kemampuan masyarakat untuk menjalankan syari’at agama secara utuh dan tidak sepotong-sepotong.

(14)

e. Selalu terbuka untuk nasehat.

f. Menjauhkan manusia dari segala bentuk frustasi.

b. Unsur-unsur Dakwah

1. Subjek Dakwah

Subjek dakwah adalah seluruh kaum muslimin, baik itu laki-laki ataupun perempuan.

2. Objek Dakwah

Objek dakwah sangat luas sekali yaitu meliputi segala aspek kehidupan manusia. Adapun objek/sasaran dakwah diarahkan menjadi empat fase, yaitu : pribadi/individu, keluarga, jama’ah/masyarakat, dan pembinaan ummat dalam

kancah kehidupan. Sedangkan sasaran dakwah menurut Arifin dibagi menjadi delapan, diantaranya adalah :

1. sasaran dakwah dilihat dari segi usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua

2. sasaran dakwah dilihat dari profesi atau pekerjaan berupa petani, pedagang, senimam, buruh, dan pegawai negri

(15)

3. Materi Dakwah

Materi dakwah adalah bahan-bahan yang akan disampaikan dalam proses penyelenggaraan dakwah. Adapun secara garis besarnya materi dakwah itu adalah keseluruhan ajaran Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan Hadist serta Ijma’

para ulama.

Sayid Qutub mengemukakan bahwa Al Qur’an merupakan sebuah kitab dakwah

yang memiliki roh pembangkit yang berfungsi sebagai penguat yang menjadi tempat berpijak yang berperan sebagai penjaga, penerang dan penjelas, yang merupakan undang-undangdan konsep-konsep global.

Sumber materi dakwah selain bersumber pada Al qur’an dan Hadist juga dapat bersumber pada ijma’. Ijma’ adalah kebulatan pendapat para ulama pada suatu

masalah atas sesuatu hukum syara’ (A. Hanafi :1975).

Penggunaan ijma’ sebagai sumber materi dakwah ialah apabila permasalahan hukum, pemecahannya tidak di dapat dalam Al Qur’an dan Hadist.

4. Media Dakwah

Menurut Nuschozin Sufri, media adalah sarana atau alat dakwah yang digunakan dalam rangka menyampaikan isi dakwah tersebut. Adapun macam-macam alat tersebut secara teknis dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

(16)

2. Saluran melalui tulisan dengan memakai alat surat kabar, bulletin, brosur, majalah, buku. Bentuknya bias berupa artikel, editorial, berita, gambar,karikatur dan sebagainya.

3. Saluran melalui audio visual dengan memakai alat : film, televisi, video TV, lukisan, foto, slide. Bentuknya bias berupa pengobatan, pertolongan, perkenalan, persahabatan, silahturrahmi, sumbangan, dan sebagainya.

c. Strategi Dakwah

1. Pengertian Strategi Dakwah

Menurut Simon, Fusher (2001) bahwa strategi adalah serangkaian langkah yang saling terkait secara logis kearah seluruh tujuan Anda, yang dapat Anda uji dan ubah sesuai dengan perkembangan situasinya. Lalu menurut Harry Waluyo (1994) bahwa strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran, untuk menentukan mana yang terbaik tersebut akan tergantung dari kriteria yang digunakan. Sedangkan taktik adalah pilihan-pilihan yang dimiliki dalam mengimplementasikan sebuah strategi. Pilihan-pilihan ini akan bekerja atau tidak bekerja tergantung dari kriteria yang digunakan dan pilihan-pilihan tersebut adalah berlangsung lama, tidak mudah diubah dan mencakup situasi yang sangat terstruktur. Keberadaan strategi tidak untuk mendikte tujuan, sebaliknya tujuan dan sasaran harus dipengaruhi oleh peluang yang tersedia.

(17)

organisasi merencanakan untuk mencapai tujuannya. Menurut Harry Waluyo (1994) beberapa macam strategi yang perlu dilakukan adalah strategi aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah tamah, dan strategi ketenangan.

Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan strategi dakwah adalah konsep atau upaya yang berupa rencana-rencana yang perlu dilakukan oleh aktor dakwah untuk menyampaikan segala pesan dakwah Islami guna mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan secara efektif dan efisien.

2. Azas-azas yang Menentukan Strategi Dakwah

Strategi dakwah yang dipergunakan didalam usaha dakwah harus memperhatikan beberapa azas dakwah, antara lain :

a. Azas filosofis. Azas ini membicarakan masalah yang erat hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau dalam aktifitas dakwah. Karena tanpa adanya tujuan yang pasti dalam proses atau kegiatan dakwah maka aktifitas suatu dakwah akan kurang efektif.

b. Azas kemampuan dan keahlian da’i. proses atau kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh peran seorang da’i. oleh karenanya kemampuan dan

keahlian seorang da’i sangat dibutuhkan demi tercapainya tujuan dari kegiatan dakwah.

c. Azas sosiologis. Azas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah.

(18)

atau kepercayaan tak luput dari masalah-masalah psikologi sebagai dasar dakwah.

e. Azas efektivitas dan efisiensi. Azas ini adalah didalam aktivitas dakwah harus bisa menyeimbangkan antara biaya, waktu maupun tenaga yang dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya, bahkah jika bisa waktu, biaya dan tenaga sedikit dapat memperoleh hasil yang semaksimal mungkin. Artinya, ekonomis biaya, tenaga dan waktu tapi dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin atau setidak-tidaknya seimbang antara keduanya.

3. Metode Dakwah

Menurut A. Hanafi (1975) metode adalah suatu cara yang bisa di tempuh untuk melakukan dakwah. Metode dakwah ini bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan, diantaranya : (1) metode sembunyi-sembunyi, pendekatan pada sanak keluarga terdekat, terang-terangan/deklaratif (2) Metode bil lisan, cara penyampaian pesan dengan berdiskusi, ceramah, seminar, dan lain sebagainya (3) Metode bil qolam, cara penyampaian pesan dengan menggunakan media cetak atau elektronik (4) Metode bil hal, cara penyampaian pesan dengan memberikan contoh, tingkah laku atau perbuatan nyata.

4. Hubungan Dakwah dengan Tujuan Dakwah

Strategi dakwah merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan dan keberhasilan dakwah. Bagi para pelaku dakwah (da’i) atau lembaga dakwah yang

(19)

Memahami karakteristik objek dakwah (ummat) di sini merupakan salah satu dari tahap dalam upaya memecahkan masalah-masalah yang ada. Seorang juru dakwah atau lembaga dakwah harus memiliki rencana-rencana dan langkah-langkah konkrit yang akan ditempuh untuk memecahkan masalah yang dihadapi di

tengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai objek dakwah. Rencana-rencana serta langkah-langkah inilah yang disebut strategi.

Pengembangan strategi dakwah sangat didasarkan pada asumsi-asumsi perencanaan yang dibutuhkan bagi pemecahan masalah. Seorang juru dakwah atau lembaga dakwah dapat lebih fleksibel dalam memilih strategi, pencapaian tujuan dakwah akan sangat ditentukan oleh efektifitas dan tentunya pada perencanaan yang telah dibuat.

Jadi, jelaslah bahwa strategi memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan pencapaian tujuan dakwah. Artinya tujuan dakwah tidak akan mudah tercapai apabila seorang da’i atau lembaga dakwah tidak memiliki perencanaan atau

cara-cara yang matang dalam berdakwah yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik masyarakat serta melihat permasalahan-permasalahan yang ada dan sedang dihadapi di tengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai objek (sasaran) dakwah.

5. Penyusunan Strategi Dakwah

(20)

ancaman bagi aktor dakwah dalam melaksanakan dakwah dan mencapai tujuan dakwah.

Menurut Asmuni Syukir, faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan strategi adalah :

a. Faktor Internal

1. Sumber daya manusia

2. Sumber daya materi (keuangan) 3. Struktur organisasi

4. Gaya kepemimpinan b. Faktor Eksternal

1. Kemauan Pemerintah 2. Kemauan stake holder

3. Kondisi politik, ekonomi, social dan budaya

Kedua faktor tersebut sangat menentukan dalam penentuan strategi dakwah. Strategi dakwah tidak akan dapat berjalan tanpa adanya sumber daya manusia, dalam hal ini adalah da’i sebagai subjek dakwah yang berkualitas dan sarana

dakwah seperti dana operasional. Selain itu, strategi dakwah akan lebih efektif dan efisien apabila dilakukan secara terorganisir dan dipimpin oleh seorang lesder yang memiliki kepemimpinan dakwah secara Islami.

(21)

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa aktivitas dakwah pada dasarnya merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan secara sadar dan disengaja oleh pelaku dakwah (da’i) untuk memberikan motivasi kepada individu atau

kelompok (sasaran dakwah) untuk mencapai tujuan dakwah itu sendiri, bahagia di dunia dan akhirat ( Sa'adatuddarain).

Jadi, aktivitas dakwah adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengadakan perubahan pada sistem pemahaman agama umat Islam dengan serangkaian proses dan kegiatan melalui media, metode dan strategi yang disesuaikan dengan kondisi objek dakwahnya yang berdasarkan ajaran agma Islam.

B. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren

(22)

Keberadaan pondok pesantren dan masyarakat merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling mempengaruhi. Sebagian besar pesantren berkembang dari adanya dukungan masyarakat, dan secara sederhana muncul atau berdirinya pesantren merupakan inisiatif masyarakat baik secara individual maupun kolektif. Begitu pula sebaliknya perubahan sosial sosial dalam masyarakat merupakan dinamika kegiatan pondok pesantren dalam pendidikan dan kemasyarakatan.

Berdasarkan kondisi pesantren yang sedemikian rupa, maka konsep pesantren menjadi cerminan pemikiran masyarakat dalam mendidik dan melakukan perubahan sosial terhadap masyarakat. Dampak yang jelas adalah terjadi perubahan orientasi kegiatan pesantren sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dengan demikian pesantren berubah tampil sebagai lembaga pendidikan yang bergerak dibidang pendidikan dan sosial. Bahkan lebih jauh lagi pesantren menjadi konsep pendidikan sosial dalam masyarakat muslim baik didesa maupun dikota.

a. Tipologi Pondok Pesantren

(23)

Secara faktual ada beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang dalam masyarakat, yang meliputi :

1. Pondok Pesantren Tradisional

Pondok pesantren ini masih masih tetap mempertahankan bentuk aslinya dengan semata-mata mengajarkan kitab yang ditulis oleh ulama pada abad ke 15 dengan menggunakan bahasa Arab. Pola pengajarannya dengan menerapkan sisten halaqah yang dilaksanakan di masjid atau di surau. Hakekat dari sistem

pengajaran halaqah adalah pengahapalan yang titik akhirnya dari segi metodologi cenderung kepada terciptanya santri yang menerima dan memiliki ilmu. Artinya ilmu itu tidah berkembang kearah paripurnanya ilmu itu, melainkan hanya terbatas pada apa yang diberikan oleh kiainya. Kurikulumnya tergantung sepenuhnya kepada para kiai pengasuh pondoknya. Santrinya ada yang menetap didalam pondok (santri mukim) dan santri yang tidak menetap didalam pondok (santri kalong).

2. Pondok Pesantren Modern

(24)

proses belajar mengajar dan sebagai pengajar langsung di kelas. Perbedaannya dengan sekolah dan madrasah terletak pada porsi pendidikan agama dan bahasa Arab lebih menonjol sebagai kurikulum lokal.

3. Pondok Pesantren Komprehensif

Pondok pesantren ini disebut komprehensif karena merupakan system pendidikan dan pengajaran gabungan antara yang tradisional dan yang modern. Artinya didalamnya diterapkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning dengan metode sorogan, bandongan, dan wetonan, namun secara reguler system persekolahan terus dikembangkan. Bahkan pendidikan keterampilan pun terus diaplikasikan sehingga menjadikan berbeda dari tipologi kesatu dan kedua. Lebih jauh lagi pendidikan masyarakat pun menjadi garapannya. Dalam arti yang sedemikian rupa dapat dikatakan bahwa pondok pesantren telah berkiprah pada pembangunan sosial kemasyarakatan.

(25)

b. Pondok

Pondok dalam pesantren pada dasarnya merupakan dua kata yang sering penyebutannya tida dipisahkan menjadi “pondok pesantren”, yang berarti

keberadaan pondok dalam pesantren merupakan wadah penggemblengan, pembinaan dan pendidikan serta pengajaran ilmu pengetahuan.

Kedudukan pondok bagi santri sangatlah esensial sebab didalamnya santri tinggal belajar dan ditempa diri pribadinya dengan kontrol seorang ketua asrama atau kiai yang memimpin pesantren itu.

c. Kiai

(26)

d. Santri

Istilah santri hanya terdapat dipondok pesantren saja yang merupakan peserta didik. Didalam proses belajar mengajar ada dua tipe santri yang belajar di pesantren berdasarkan hasil penelitian Zamakhasyari Dhofier.

a. Santri mukim yaitu santri yang menetap, tinggal bersama kiai dan secara aktif menuntut ilmu dari seorang kiai. Dapat juga secara langsung sebagai pengurus pesantren yang ikut bertanggung jawab atas keberadaan santri lain. Setiap santri yang mukim telah lama menetap dalam pesantren secara tidak langsung bertindak sebagai wakil kiai.

b. Santri kalong adalah seorang murid yang berasal dari desa sekitar pondok pesantren yang pola belajarnya tidak dengan jalan menetap didalam pondok pesantren, melainkan semata-mata belajar dan secara langsung pulang kerumah setelah belajar dipesantren.

e. Fungsi Pesantren

Dimensi fungsional pondok pesantren tidak bisa dilepas dari hakekat dasarnya bahwa pondok pesantren tumbuh berawal dari masyarakat sebagai lembaga informal desa dalam bentuk yang sangat sederhana. Oleh karena itu perkembangan masyarakat sekitarnya tentang pemahaman keagamaan (Islam) lebih jauh mengarah kepada nilai-nilai normatif, edukatif,progresif.

Nilai-nilai normatif pada dasarnya meliputi kemampuan masyarakat dalam mengerti dan mendalami ajaran-ajaran Islam dalam artian ibadah mahda sehingga masyarakat menyadari akan pelaksanaan ajaran agama yang selama ini dipupuknya. Kebanyakan masyarakat cenderung baru memiliki agama (having religion) tetapi belum menghayati agama (being religion). Artinya secara

(27)

Nilai-nilai edukatif meliputi tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat muslim secara menyeluruh dapat dikatagorikan terbatas baik dalam masalah agama maupun ilmu pengetahuan pada umumnya. Sedangkan nilai-nilai progresif yang maksudnya adalah adanya kemampuan masyarakat dalam memahami perubahan masyarakat seiring dengan adanya tingkat perkembangan ilmu dan teknologi. Dalam hal ini masyarakat sangat terbatas dalam mengenal perubahan itu sehubungan dengan arus perkembangan desa ke kota.

Adanya fenomena sosial yang nampak ini menjadikan pondok pesantren sebagai lembaga milik desa yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat desa itu, cenderung tanggap terhadap lingkungannya. Dalam arti kata perubahan lingkungan desa tidak bisa dilepaskan dari perkembangan dari pondok pesantren. Oleh karena itu adanya perubahan dalam pondok pesantren sejalan dengan derap pertumbuhan masyarakatnya, sesuai dengan hakekat pondok pesantren yang cenderung menyatu dengan masyarakat desa. Masalah menyatunya pondok pesantren dengan desa ditandai dengan kehidupan pondok pesantren yang tidak ada pemisahan antara batas desa dengan struktur bangunan fisik pesantren yang tanpa memiliki batas tegas. Tidak jelasnya batas lokasi ini memungkinkan untuk saling berhubungan antara kiai dan santri serta anggota masyarakat.

Dengan kondisi lingkungan desa dan pesantren yang sedemikian rupa, maka pondok pesantren memilki fungsi :

a. Pondok Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan

(28)

masyarakat, dalam pengertian memberi pelajaran secara material maupun immaterial, yakni mengajarkan bacaan-bacaan kitab yang ditulis ulama-ulama pada abad pertengahan dalam wujud kitab kuning. Titik tekan pola pendidikan material itu ialah diharapkan setiap santri mampu menghatamkan kitab-kitab kuning. Sedangkan pendidikan immaterial cenderung berbentuk pada upaya perubahan sikap santri, agar santri menjadi seorang yang memilik pribadi yang yang tangguh dalam kehidupannya sehari-hari.

b. Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Da’wah

Sebenarnya secara mendasar seluruh gerakan pesantren baik di dalam maupun di luar pondok adalah bentuk-bentuk kegiatan da’wah, sebab pada hakekatnya

pondok pesantren berdiri tak lepas dari tujuan agama secara total. Keberadaan pesantren ditengah masyarakat merupakan suatu lembaga yang bertujuan menegakkan kalimat Allah dalam pengertian penyebaran agama Islam agar pemeluknya memahami Islam dengan sebenarnya. Oleh karena itu kehadiran pesantren sebenarnya dalam rangka da’wah Islamiah. Hanya saja

kegiatan-kegiatan pesantren dapat dikatakan sangat beragam dalam memberikan pelayanan pada masyarakatnya. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa seseorang tidak lepas dari tujuan pengembangan dakwah. Terdapat berbagai cara yang dilakukan dalam pengembangan da’wah yang dilakukan, antara lain :

a. Pembentukan kelompok-kelompok pengajian bagi masyarakat

(29)

agama itu sendiri. Bahkan pesantren bukan saja hanya memanfaatkan sarana pengajian untuk mengkaji agama melainkan dijadikan sebagai media pengembangan masyarakat dalam arti menyeluruh. Oleh karena itu letak kepentingan pengajian ini sebagai media komunikasi melalui masyarakat.

b. Memadukan Kegiatan Da’wah Melalui Kegiatan Masyarakat

Pola pemaduan kegitan ini berwujud seluruh aktifitas yang digemari masyarakat, diselipkan pula fatwa-fatwa agama yang cenderung bertujuan agar masyarakat sadar akan ajaran agamanya, misalnya masyarakat gemar olahraga, gemar diskusi, maka kegiatan itu selalu senafas dengan kegiatan da’wah Islamiah. Begitu pula

kegiatan seni seperti : drama, seni suara, wayang dan cenderung diwarnai oleh pola pengembangan masyarakat.

c. Pondok Pesantren sebagai Lembaga Sosial

Fungsi pondok pesantren sebagai lembaga sosial menunjukkan keterlibatan pesantren dalam menangani masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Atau dapat juga dikatakan bahwa pesantren bukan saja sebagai lembaga pendidikan dan da’wah tetapi lebih jauh lagi ada kiprah yang besar dari pesantren yang telah disajikan pesantren untuk masyarakat.

f. Tinjauan tentang Pondok Pesantren Al Muhsin

(30)

Islam yang representatif, inovatif, dan kreatif. Pondok Pesantren ini dipimpin oleh Pejabat Mudhir Mahad atau Direktur Ponpes Al-Muhsin Ust Ali Murtadlo, Sag.

Pondok Pesantren Al Muhsin ini merupakan pondok pesantren modern. Dan masuk kedalam klasifikasi pola ke IV menurut Kafrawi, sedangkan berdasarkan kurikulum yang digunakan pondok pesantren ini masuk kedalam klasifikasi pondok pesantren khalafi. Meskipun secara umum proses pengembangan dan pembangunan Pondok Pesantren Islam Al-Muhsin Metro belum sepenuhnya selesai, namun sebagai sebuah lembaga pendidikan, Ponpes Al-Muhsin sudah memiliki prasarana dasar dan pendukung yang cukup memadai dan lengkap. Kompleks Ponpes Al-Muhsin dilengkapi dengan fasilitas masjid, asrama santri, asrama guru, ruang belajar, sarana air bersih, dapur umum, Pos Kesehatan, pesantren, Koperasi Pesantren, Warung Santri, ruang komputer, Laboratorium Bahasa, dan lain-lain. Saat ini pihak Pengurus Ponpes juga tengah melakukan pembangunan serta perluasan ruang dan gedung belajar. Sebagai sebuah sarana pendidikan yang menunjang perwujudan visi Kota Metro sebagai Kota Pendidikan yang Asri, Maju, Makmur, Aman, dan Demokratis; Pondok Pesantren Al-Muhsin telah mampu memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi kehidupan keagamaan, sosial, dan kemasyarakatan di Kota Metro.

C. Tinjauan tentang Aktivitas Dakwah Pondok Pesantren

(31)

Aktivitas dakwah pondok pesantren secara langsung terjadi pada kegiatan belajar mengajar pada para santri pondok pesantren, karena pendidikan pondok pesantren sendiri mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam, seperti belajar kitab kuning, sejarah Islam, pengkajian Al Qur’an dan hadist, serta pelajaran agama lainnya. Aktivitas dakwah yang diawali dengan kegiatan belajar mengajar didalam pondok pun dilakukan pada masyarakat sekitar. Karena pondok pesantren pun tumbuh dari dan oleh masyarakat. Dikatakan demikian karena aktivitas-aktivitas yang dilakukan seperti sorogan, wetonan bahkan kegiatan pengajian yang dilaksanakan di dalam pondok pun dilakukan oleh masyarakat.

(32)

D. Kerangka Pikir

Melihat kondisi masyarakat mengenai pemahamannya tentang agama, khususnya agama Islam pada penelitian ini, yang secara kuantitas memang banyak jumlah masyarakat kita yang memeluk agama Islam, namun pada ukuran kualitasnya sangat terbatas orang-orang yang benar-benar mampu memahami dan menerapkan ajaran agamanya. Kemudian bahwa fungsi agama itu untuk membangun kesadaran dan memberi pengetahuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Seperti yang dikemukakan oleh Durkheim (dalam Kajian Sosiologi Agama, 1995), bahwa fungsi agama adalah mempertahankan dan memperkuat solidaritas dan kewajiban sosial pada kelompok-kelompok yang ada. Seiring bergulirnya waktu perkembangan waktu semakin tampak, seperti kajian Weber ( Roland Robertson : 4 : 1995 ) yang membahas masalah hubungan antara berbagai kepercayaan beragama dan etika praktis, khususnya etika dalam kegiatan ekonomi yang telah ditelitinya sejak abad ke-16. Kaitannya dengan perekonomian yang berujung pada pembangunan, masyarakat dituntut untuk dapat menyikapinya dengan baik, maka disinilah fungsi agama sesuai dengan nilai, norma, dan aturan yang ada.

(33)

Bahwa dakwah itu sendiri yang berarti mengajak, memanggil dan menyeru kepada umatnya untuk menuju pada kebaikan dan meninggalkan keburukan.

Aktivitas dakwah yang dilakukan oleh pondok pesantren yang merupakan salah satu fungsi menjadi sebuah pondok pesantren meliputi :

1. Kegiatan dakwah yang dilakukan : a. Bentuk-bentuk dakwah

b. Subjek dan objek dakwah c. Materi dakwah

d. Media dakwah e. Metode dakwah f. Partisipasi masyarakat 2. Kendala yang dihadapi :

a. Kendala internal b. Kendala ekternal

3. Strategi dalam menghadi kendala

(34)

Bagan Kerangka Pikir

Fungsi pondok Pesantren

Lembaga Da’wah

Aktivitas Dakwah : - bentuk-bentuk

kegiatan dakwah - subjek dan objek

dakwah

- materi dakwah - media dakwah - metode dakwah

- partisipasi masyarakat Kendala yang dihadapi

- internal - ekternal

Strategi menghadapi kendala Kondisi Tingkat

Pemahaman Masyarakat Tentang

Islam

Perubahan Tingkat Pemahaman Islam

(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Whitney dalam Nasir (1988:63), metode deskriptif merupakan pencairan fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Menurut Rijdal (dalam Bungin, 2001:83), metode kualitatif bertujuan menggali atau membangun suatu proposisi atau menjelaskan makna dibalik realita.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Pondok Pesantren Al Muhsin Kecamatan Kota Metro. Adapun dasar pertimbangan pemilihan lokasi tersebut adalah Pondok Pesantren Al Muhsin merupakan salah satu pondok pesantren yang berada di Lampung yang memiliki organisasi da’wah yang baik dalam usaha pengembangan

(36)

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian penting dalam suatu penelitian yang bersifat kualitatif. Hal ini untuk membatasi studi pada bidang penelitian. Tanpa ada fokus penelitian, maka peneliti akan terjebak oleh banyaknya data yang diperoleh di lapangan. Oleh karena itu fokus penelitian memiliki peranan yang sangat penting untuk memadu dan mengarahkan jalannya penelitian. Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah aktivitas da’wah yang dilakukan Pondok Pesantren Al Muhsin yang

meliputi:

1.Kegiatan dakwah yang dilaksanakan : a. Tujuan dakwah

b. Subjek dan objek dakwah.

c. Bentuk-bentuk kegiatan dakwah yang dilaksanakan. d. Metode dan strategi dakwah yang digunakan. e. Media dakwah yang digunakan.

f. Materi dakwah yang disampaikan. g. Partisipasi objek dakwah.

4. Kendala yang dihadapi Pondok Pesantren Al Muhsin dalam aktivitas da’wah yang dilakukan :

a. internal. b. eksternal.

(37)

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam kegiatan pengumpulan data, peranan alat pengumpulan data sangat penting karena alat ini digunakan sebagai pedoman atau pegangan selama pengumpulan data itu berlangsung. Ada berbagai macam alat pengumpulan data yang digunakan, sesuai dengan metode yang dipilih dalam proses pengumpulan data. Untuk memperoleh data yang lengkap, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran ilmiahnya, penulis mempergunakan pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi (Pengamatan)

Secara singkat observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala pada objek penelitian (Nawawi, 1990 : 74), dan unsur-unsur yang tampak itulah yang disebut data atau informasi yang harus diamati dan dicatat secara langsung keadaan yang dilapangan sehingga diperoleh data atau fakta yang berhubungan dengan masalah yang dikaji. Disini peneliti mengamati aktivitas da’wah yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al Muhsin kepada masyarakat.

2. Wawancara Mendalam

(38)

3. Studi Pustaka

Adalah memperoleh bahan-bahan untuk melengkapi hasil analisa yang dilakukan peneliti, yang didapat dari buku-buku, literatur, atau artikel tentang dakwah dan pondok pesantren.

E. Teknik Penentuan Informan

Dalam penelitian ini, peneliti mempergunakan informan sebagai subjek penelitian. Kriteria yang digunakan untuk memilih informan beberapa warga pondok pesantren khususnya yang terfokus pada kegiatan dakwah. Sehingga informasi yang diperlukan dapat dimaksimalkan. Untuk memperoleh data, peneliti bertanya dengan informan kunci dan ditentukan dari informan satu keinforman lain tentang bagaimana aktivitas da’wah yang dilakukan sampai mencukupi kebutuhan penelitian. Kemudian dari hasil wawancara dikembangkan untuk mendapat informan selanjutnya dari informan pangkal tentang aktivitas da’wah pondok

pesantren tersebut.

F. Teknik Analisis Data

(39)

Setelah semua data diolah, data kemudian disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan analisisnya. Analisa data pada penelitian ini menggunakan analisa data deskriptif kualilatif dengan mendeskripsikan serta menafsirkan hasil penelitian dengan bantuan table yang kemudian diinterpretasikan menggunakan susunan kata dan kalimat bermakna dan sistematis sebagai jawaban atas permasalahan yang ada.

Ada tiga alur kegiatan yang akan terjadi secara bersamaan, yaitu :

1. Reduksi data, yaitu proses pemilihan, penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan yang berlangsung secara terus menerus selama penelitian.

2. Display data, yaitu penyajian data sebagai kumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan yang dapat dipahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan.

(40)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Al Muhsin

Awal berdirinya Pondok Pesantren Al Muhsin ialah ketika adanya beberapa tokoh Islam kota Metro yang menjadi pengurus Dewan Dakwah Islamyah Indinesia (DDII) Metro memperoleh perihal adanya bantuan dari Baituz Zakat Kuwait pada tahun 1994. Ketika itu pun Hi. Al Fuadi Rusli mendapatkan tanah wakaf berdasarkan akte wakaf yang tercatat di Kantor Departemen Agama Kabupaten Lampung Tengah seluas 6.910 M2 yang diatasnya terdapat satu bangunan rumah tinggal dan satu buah mushola dari Bapak Hi. Soderi dengan amanah untuk didirikan Pondok Pesantren. Tercatat ketika itu Ali Fuadu rusli, Drs. Hayumi RB, Drs. Hi. Supoyo, Hi. Mukhtar AM, bersama sahabat-sahabat yang lain yang merupakan pendiri Pondok Pesantren ini.

(41)

direktur yaitu KH. Rafiuddin Rawid BA, namun kemudian di tahun ajaran 1996-1997 kepengurusan ini berubah yang ketika itu Ustd. KH. Rafiuddin Rawid BA yang manjadi Direktur, Ust. Ali Murtadlo sebagai sekretaris, dan Ust Turmudzi Kuncoro Hadi sebagai bendahara.

Pondok Pesantren yang terletak di jalan Dr. Sutomo, kelurahan Purwosari 28, kecamatan Metro Utara ini pada awal berdirinya membuka unit Pendidikan Kuliyyatul Muallimin dan Mu’allimat Al Islamiyah (KMI/KMA) putra dan putri

yang diperuntukkan alumni SD/MI dengan jangka waktu belajar 6 tahun. Sedangkan untuk Takhassus diperuntukkan alumni SLTP/MTs dengan jangka waktu 4 tahun belajar. Tercatat jumlah santri KMI/KMA 21 santri dan Takhassus 14 santri.

Kemudian terjadi perubahan kepengursan kembali pada tahun ajaran 1997/1998-1999/2000 dengan direkturnya Ust. Drs. Hi. Supoyo (Almarhum) dan sekretaris Ust. Ali Murtadlo. Dan semenjak tahun ajaran 1997/1998 Pondok Pesantren Al Muhsin membuka Unit MTs dan MA yang dalam operasionalnya tercakup dalam KMI, dan tercatat sebagai kepala MTs da MA adalah Drs. Muhammad Mujab.

(42)

Saat ini Pondok Pesantren Al Muhsin menjadi salah satu Pondok Pesantren yang cukup diperhitungkan di Lampung walau masih terus dalam pengembangan, yang melibatkan 78 orang guru dan 619 santri yang berasal dari berbagai daerah.

B. Visi dan Misi Pondok Pesantren Al Muhsin

Pondok Pesantren Al Muhsin sebagai lembaga pendidikan yang berbasis Islamiyah memiliki visi sebagai berikut :

Terciptanya Al muhsin sebagai pusat pendidikan Islam yang representatif, inovatif, kreatif, memasyarakat, ramah dan berwibawa dengan memegang teguh

ajaran agama Islam.

Kemudian misi yang dimiliki Pondok Pesantren Al Muhsin yaitu :

1. Membekali peserta didik dengan pemahaman aqidah yang selamat (bersih) dari kesyirikan, ibadah yang benar dan akhlak yang mulia.

2. Membekali anak didik dengan ilmu dan alat yang mencukupi.

3. Membantu putra dan putri yang berprestasi tetapi mengalami kesulitan biaya belajar.

4. Membekali anak didik dengan keterampilan dan kemasyarakatan agar dapat hidup mandiri dan bermartabat di tengah-tengah masyarakat setelah selesai dari pesantren.

5. Memberi penyuluhan dan penerangan pada masyarakat tentang agama. 6. Mengadakan kemitraan dengan masyarakat dan pihak-pihak lain dalam

(43)

C. Unit Pendidikan Pondok Pesantren Al Muhsin

Sebagai salah satu pondok pesantren yang modern ada beberapa unit pendidikan yang dikelola oleh Pondok Pesantren Al Muhsin. Adapun unit pendidikan yang berada di Pondok Pesantren Al Muhsin ialah :

1. MDA (Madrasah Diniah Awaliyah) 2. Play Group

3. SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) 4. MTs (Madrasah Tsanawiyah)

5. MA (Madrasah Aliyah)

6. Takhassus 1 Tahun (Pra Aliyah bagi lulusan selain MTs Al muhsin)

D. Keadaan Tenaga Pengajar di Pondok Pesantren Al Muhsin

[image:43.595.116.305.554.613.2]

Pondok Pesantren Al Muhsin secara keseluruhan memiliki tenaga pengajar atau guru sebanyak 78 orang. Data guru berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 1. Jumlah guru berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah(orang)

Laki-laki 43

Perempuan 35

Jumlah 78

Sumber: Pondok Pesantren Al Muhsin

(44)

E. Keadaan Santri di Pondok Pesantren Al Muhsin

[image:44.595.116.413.280.354.2]

Jumlah santri di Pondok Pesantren Al Muhsin Tahun ajaran 2009/2010 adalah 619 santri, yang meliputi siswa Madrasah Aliyah (MA), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Takhassus (Pra MA). Data santri berdasarkan jenjang pendidikan dan jenis kelamin.

Tabel 2. Jumlah santri berdasarkan jenjang pendidikan dan jenis kelamin

Unit Laki-laki Perempuan Jumlah

MA 101 133 234

MTs 145 200 345

Tks (Pra MA) 14 26 40

Jumlah 260 359 619

Sumber : Pondok Pesantren Al Muhsin

Dari table tersebut dapat diterangkan bahwa keseluruhan jumlah santri di Pondok Pesantren Al Muhsin adalah 619 santri dengan rincian Unit pendidikan MA terdapat 101 santri berjenis kelamin laki-laki dan 133 santri berjenis kelamin perempuan dengan jumlah seluruh santri MA adalah 234 santri.

(45)

F. Fasilitas yang Dimiliki Pondok Pesantren Al Muhsin

Sebagai pondok pesantren yang berbasis pondok pesantren modern beberapa fasilitas yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Al Muhsin ialah : masjid, asrama santri putra-putri, asrama guru, ruang belajar, sarana air bersih, dapur umum, pos kesehatan pesantren, koperasi pesantren, warung santri, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, lapangan olahraga dan lain-lain cukup memadai.

G. Kegiatan Ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Al Muhsin

Kegiatan ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Al Muhsin dikembangkan untuk mengasah kemampuan dan mengembangkan pengetahuan santri yang telah didapat. Kegiatan tersebut meliputi :

1. Pidato tiga bahasa (Arab, Inggris, dan Indonesia)

Kegiatan pidato ini dikembangkan untuk mengasah kemampuan berbahasa santri-santri, yang meliputi bahasa Arab, Inggris, dan bahasa Indonesia. Kegiatan ini pun diikuti oleh seluruh santri.

2. Olahraga Bela Diri

(46)

3. EAT (El Muhsin Adventure Team)

Kegiatan ekstrakurikuler ini merupakan kegiatan berpetualang untuk menambah wawasan sekaligus salah satu ajang refresing santri. Tidak seluruh santri yang mengikuti ekatrakurikuler ini.

4. Pengembangan seni Islami dan kreasivitas santri

Kegiatan ini dilakukan untuk mengembangkan jiwa seni santri yang berbasis Islami seperti grup nasyid atau senandung Islami dan lain sebagainya.

5. Imarotusy Syuunith Tholabah (IST)

Ekstrakurikuler ini merupakan sebuah organisasi santri untuk melatih kepemimpinan. Melatih santri dalam kepengurusan sebuah organisasi agar memiliki jiwa kepemimpinan yang adil dan bijaksana.

6. EFC (El Muhsin Football Club)

Kegiatan ini merupakan kegiatan club olahraga yang berbasis sepak bola. Ekstrakurikuler ini diikuti oleh santri putra, untuk mengembangkan bakat olahraga sepak bola.

7. ELC ( El Muhsin Language Community)

Ekstrakurikuler ini merupakan komunitas atau kelompok belajar bahasa bagi santri-santri Pondok Pesantren Al Muhsin. Kegiatan ini dikembangkan untuk mengajak santri belajar bahasa secara berkelompok dan mengasah kemampuan berbahasa para santri.

8. Kelompok Dakwah Al Muhsin

(47)
(48)

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dipaparkan hasil wawancara mendalam dengan informan yang telah dikumpulkan dan diolah secara sistematis dan menurut tata aturan yang diterapkan dalam metode penelitian. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 5 orang informan, maka akan diuraikan lebih dahulu profil informan yang dilanjutkan dengan pembahasan. Berikut ini akan digambarkan hasil penelitian.

A. Profil Informan

1. Informan I

Sebut saja Adam yang merupakan salah satu staf pengajar di Pondok Pesantren Al Muhsin yang berjenis kelamin laki-laki. Beliau pun merupakan salah ustad yang menjalankan kegiatan dakwah di Pondok Pesantren Al Muhsin. Beliau yang lahir di Purwosari pada tanggal 27 Desember 1983 ini tinggal di kawasan pedesaan yang sangat asri yang juga masih kawasan terdekat Pondok Pesantren Al Muhsin.

(49)

sebagai tipikal orang yang baik dan ramah, beliau sangat disegani oleh santri-santrinya yang juga merupakan salah satu ustad yang terbaik.

Adam yang juga merupakan lulusan S1 Tarbiyah yang kini pun menjadi salah satu keluarga Pondok Pesantren Al muhsin, yang pada dasarnya sebuah pondok pesantren memiliki fungsi sebagai lembaga dakwah. Maka beliau pun berperan aktif dalam kegiatan dakwah yang dijalankan oleh Pondok Pesantren Al Muhsin. Beliau pun mengawalinya dengan melakukan kegiatan belajar mengajar pada santri-santrinya melalui mata pelajaran yang mendukung pada kegiatan dakwah, seperti mata pelajaran tarbiyah ta’lim yang beliau ajarkan.

Menurut Adam kegiatan dakwah yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al Muhsin merupakan kewajiban dari pondok pesantren itu sendiri karena pada dasarnya pondok pesantren pun terlahir karena masyarakat, seperti yang beliau tuturkan bahwa :

“ kami sebagai anggota keluarga pondok pesantren yang kami pun berasal dari masyarakat sekitar harus berbagi dengan masyarakat yang lainnya, seperti saya yang merupakan penduduk asli desa Purwosari ini. Kegiatan-kegiatan kami pun membaur dengan masyarakat. Karena dari awal pun dari awal berdirinya pondok pesantren ini niat kami adalah berdakwah demi pemahaman Islam pada masyarakat”

(50)

“saya disini sebagai seorang guru hanya memberikan bekal mengenai materi dakwah pada santri, teurtama pada materi Tarbiyah ta’lim yang khusus pada santri tingkatan Madrasah Aliah (MA) kelas satu. Mereka inilah yang secara langsung dilatih untuk menjadi pelaku dakwah pada masyarakat”

Adam pun mengatakan beberapa kegiatan dakwah pondok pesantren yang melibatkan partisipasi masyarakat dan mendukung kehidupan bermasyarakat pun kerap dilakukan, seperti adanya kegiatan-kegiatan sosial, karena dalam kegiatan ini memiliki makna yang sangat mendalam mengenai hubungan dengan sesama makhluk hidup ciptaan Allah.

Menurut penuturan Adam kegiatan dakwah tidak selamanya hanya di berikan materi secara teori saja, banyak kegiatan lain yang sering dilakukan Pondok Pesantren Al Muhsin dalam mengajak masyarakat melakukan kegiatan yang diajarkan atau disarankan oleh agama agar mendapat pahala. Seperti adanya kegiatan sosial yang dilakukan bersama masyarakat, seperti kegiatan amal dan gotong royong. Berikut penuturan Adam :

“ ada beberapa kegiatan yang mungkin kami bekerja sama dengan masyarakat, seperti kegiatan gotong royong perbaikan jalan dan jembatan. Kemudian kegiatan amal seperti penggalangan dana pada anak-anak yatim piatu atau korban-korban bencana. Disini merupakan salah satu metode kami untuk meningkatkan partisipasi masyarakat serta menyampaikan salah satu kewajiban kita untuk bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmatNya. Serta kewajiban kita untuk mengasihi anak-anak yatim piatu dan saling menghargai sesama makhluk hidup “

(51)

yang tinggi serta pengorbanan yang tinggi pula. Sebagaimana mana yang beliau katakan :

“ sejak kegiatan dakwah dilakukan ada sedikit perubahan pada masyarakat mengenai pemahaman Islam, namun perubahan itu tidak terlalu kentara secara signifikan, jika di persentasikan mungkin hanya kisaran 50%. Hal ini terkait dengan beberapa kendala yang kami alami. Seperti salah satunya soal kendaraan, karena kegiatan kami cukup meluas di beberapa desa, terkadang kami sulit untuk menjangkau desa-desa tersebut, sehingga terkadang tidak maksimal, sehingga tidak semua santri dapat dating ke lokasi kegiatan dakwah kami.”

Berdasarkan kendala yang diungkap oleh Adam, beliau menuturkan bahwa untuk masalah kendaraan strategi yang diambil adalah menyewa kwndaraan milik salah satu warga. Kemudian menurut Adam kegiatan dakwah Pondok Pesantren Al Muhsin belum dilakukan secara maksimal, karena Pondok Pesantren Al Muhsin sendiri masih dalam tahap pengembangan. Masih banyak yang harus dibenahi dan dikembangkan kembali untuk menngkatkan kegiatan dakwah secara maksimal.

2. Informan II

(52)

Yusuf sendiri merupakan koordinator kegiatan dakwah di Pondok Pesantren Al Muhsin, beliau yang secara langsung mendampingi santri dalam melaksanakan dakwah. Berdasarkan pendapat Yusuf ketika ditanya mengenai kegiatan dakwah yang dilakukan Pondok Pesantren Al Muhsin , beliau menjawabnya bahwa dakwah yang mereka lakukan itu cukup banyak. Seperti yang Yusuf utarakan:

“ dakwah kami disini kami lakukan pada masyarakat umum, target kami itu kemasjid-masjid dan mushola-mushola sekitar pondok. Dan pelaksanaan dakwah sendiri itu sejak berdirinya pondok pesantren ini, yaitu sejak sekitar tahun 1998.”

Hingga saat ini telah tercatat 13 masjid yang disinggahi dan di kelola kelompok pengajiannya oleh Pondok Pesantren Al Muhsin, berikut nama-nama masjid yang telah terkelola :

1. Masjid Al Hidayah yang berada di 28 Purwosari 2. Masjid Ad Dzikr yang berada di 22 Hadi Mulyo Timur 3. Masjid Babussalam yang berada di 22 Hadi Mulyo Timur 4. Masjid Al Fata yang berada di 22 Hadi Mulyo Barat 5. Masjid Al Jihad yang berada di 22 Hadi Mulyo Barat 6. Mushola Al Mu’minun yang berada di 22 Hadi Mulyo Barat 7. Masjid Nur Sholihin yang berada di 22 Hadi Mulyo Timur 8. Masjid Al Hidayah yang berada di 29 Banjarsari

(53)

13.Masjid Al Muttaqin yang berada di 13 Trimurjo

Adapun tujuan dakwah yang dipaparkan oleh Yusuf adalah agar masyarakat paham tentang Islam. Kemudian bentuk dakwah yang mereka lakukan ialah dengan mengadakan pengajian-pengajian, ceramah-ceramah ba’da shalat magrib hingga isya’. Bentuk dakwah lain yang dilakukan

adalah pembentukan TPA di masjid-masjid dan mushola-mushola tersebut, karena yang menjadi target utama adalah para remaja dan anak-anak yang merupakan generasi selanjutnya. Berikut penuturan Yusuf:

“objek atau sasaran kami adalah para kaum remaja dan anak -anak, karena mereka-mereka inilah yang nantinya akan menjadi penerus baik itu untuk agama dan Negara, karena kami liat remaja dan anak-anak sekarang butuh bimbingan moril terutama pembekalan mengenai Islam maka untuk saat ini kami lebih banyak terfokus pada pemahaman Islam bagi remaja dan anak-anak.”

Dalam proses pelaksanaan TPA dilaksanakan setiap malam hari seusai shalat isya’ dan itu bergilir disetiap mushola dan masjid dilaksanakan dua

(54)

Kemudian ketika ditanya mengenai materi dan kurikulum yang didunakan dalam menyampaikan dakwah, Yusuf menjawabnya bahwa belum ada kurikulum yang jelas. Sebagaimana yang beliau katakan :

“ mengenai materi yang kami sampaikan ada beberapa materi seperti aqidah, fiqih, ta’sin dan lainnya, dan kalau tingkatan penyampaian materi kami belum ada kurukulim yang jelas atau yang ditetapkan, jadi sesuai kondisi saja, si objek ini sedang enak-enaknya apa lagi hangat-hangatnya apa ya itu yang kami sampaikan karena kami juga belum ada modul.”

Lalu mengenai media dan metode yang dilaksanakan atau yang digunakan, mereka menggunakan metode secara langsung seperti ceramah, model tanya jawab. Berdasarkan informasi menurut Yusuf metode yang cukup bervariasi ialah saat proses kegiatan TPA, karena objeknya anak-anak maka beberapa metode yang diterapkan ialah seperti diadakan permainan (games), teka-teki, dan cerita-cerita Islami. Kemudian salah satu media dakwah yang diterapkan oleh Pondok Pesantren Al Muhsin adalah Buletin El Muhsin yang terbit satu bulan sekali, yang didalamnya terselip kajian-kajian dakwah.

Berlanjut ketika saya bertanya mengenai pengamatan beliau terhadap perilaku objek dakwah dalam pelaksanaan dakwah ini, beliau menjelaskan bahwa ada respon baik dari objek dakwah. Sebagaimana yang Yusuf katakan :

(55)

Ada beberapa kendala yang diutarakan oleh Yusuf dalam melaksanakan kegiatan dakwah ini . seperti yang beliau paparkan :

“ yang pertama minimnya transportasi untuk menjangkau lokasi dakwah, terus pada awalnya ada beberapa personil pengurus masjid yang didatangi kurang setuju dengan kegiatan dakwah dari kami, bahkan kegiatan kami sempat akan dibubarkan, karena kegiatan kami di anggap menyesatkan, entah itu pendapat pribadi atau bukan kami tidak tahu, namun karena kami menjelaskan secara gamblang apa yang kami lakukan ini murni untuk menyebarkan kebaikan sesuai dengan ajaran yang sudah ada dan berlaku dimasyarakat kita, jadi alhamdulillah akhirnya kami diterima juga, nah yang terakhir kendala yang kami hadapi adalah masih minimnya pengalaman kami, karena kami ini masih terbilang muda, apa lagi yang menjalankan itu santri MA kelas wahid”

Dalam mengatasi kendala ini, mereka tak kehilangan akal, walaupun sulit untuk mendapatkan kendaraan untuk lokasi dakwah yang jauh biasanya mereka menyewa satu mobil milik salah satu warga. Kemudian untuk masalah eksternal dengan pihak pengelola masjid, strategi mereka hanya dengan mengajak pihak masjid tersebut untuk bersama melakukan dakwah.

3. Informan III

(56)

Berdasarkan penuturan Nuh pun senang bisa belajar menjadi seorang da’i, dengan berdakwah selain dapat membantu orang-orang mendapatkan pengetahuan ia pun akan lebih banyak lagi mandapat pengetahuan. Sebagai seorang santri yang baru belajar menjadi seorang da’i, para santri di bekali materi-materi, terutama materi tazwid mu’alimin quro’ atau pembekalanm seorang da’i yang dilaksanakan sebelum terjun langsung melaksanakan dakwah. Ketika awal kali melakukan dakwah pembekalan itu diberikan selama 4 hari berturut-turut. Sebagaimana penuturannya :

“awalnya sebelum kami berdakwah kami diberi pembekalan

materi seorang da’i, kami dilatih terlebih dahulu di depan santri yang lain layaknya benar-benar seorang da’i selama 4 hari berturut-turut, yang beawal dari perkenalan lalu berlanjut pada materi yang akan disampaikan.”

Ketika ditanya mengenai tujuan dakwah yang mereka lakukan, Nuh menerangkan bahwa secara umum dakwah dilaksanakan untuk mengajak masyarakat lain memahami Islam. Menurutnya mereka berdakwah tidak hanya untuk dirinya sendiri melainkan untuk masyarakat, mengajak masyarakat dalam kebaikan. Beberapa bentuk dakwah yang mereka laksanakan seperti ceramah-ceramah seusai shalat, khutbah jum’at, diskusi remaja dan TPA. Ada beberapa materi atau pelajaran yang santri dapatkan di pondok disalurkan kembali pada objek dakwah yang mereka beri, beberapa pelajaran tersebut adalah :

1. Tarbiyah ta’lim.

2. Aqidah.

3. Shariah.

(57)

5. Tarih Islam (sejarah Islam). 6. Tajwid.

7. Bahasa Arab.

Para santri ini lebih sering mengajar pada TPA di masjid-masjid dan beberapa TPA dengan materi yang lebih ringan. Seperti yang Nuh katakan: “ disini kami lebih sering mengajar anak-anak TPA di masjid-masjid, jadi matri yang kami berikan masih cukup ringan seperti belajar baca Qur’an, aqidah, dan fiqih atau tata cara shalat.”

Ketika melakukan dakwah mereka melakukan metode dakwah atau pendekatan secara terang-terangan, seperti melakukan ceramah secara terbuka dan komunikatif dengan objek dakwah. Begitu pun halnya dengan diskusi dengan para remaja. Tak berbeda pula dengan metode yang dilakukan dalam usaha pendekatan dengan anak-anak TPA, seperti permainan dan cerita-cerita Islami yang dikemas menarik dan lucu.

(58)

4. Informan IV

Informan kali ini berjenis kelamin laki-laki yaitu Musa. Musa adalah seorang santri MA Al Muhsin yang berusia 18 tahun dan berasal dari Unit 6 Tulang Bawang. Musa adalah seorang santri yang gemar berorganisasi, ada beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang ia ikuti. Musa masuk ke Pondok Pesantren Al Muhsin karena keinginannya sendiri, ia mengaku ingin belajar agama Islam lebih banyak.

Pendapat Musa ketika ditanya mengenai tujuan dakwah, menurutnya dakwah itu memang untuk masyarakat. Kegiatan dakwah ini memang sudah terlahir sejak dulu. Musa pun bercerita kegiatan dakwah yang telah ia lakukan selama di Pondok Pesantren Al Muhsin. Berikut penuturannya :

“ saya sebagai santri ya sudah tahulah, dakwah itukan mengajak masyarakat pada kebaikan ajaran Islam yang benar, saya sebelun menjadi santri Al Muhsi saya tidak tahu cara berdakwah yang baik tu seperti apa, disini saya mendapat pembekalan terlebih dahulu sebelum melakukan dakwah, seru sekali rasanya.”

(59)

Dalam melaksanakan dakwah Musa pun menyampaikan pelajaran yang ia dapat di pondok, seperti ia yang mengajar TPA memberikan materi yang ringan saja pada anak. Sebagaimana pendapatnya ;

“anak-anak itukan senangnya bermain, jadi saya kalau mengajar itu saya selipkan permainan-permainan seperti melakukan teka-teki, lalu bercerita tentang tokoh Islam misalnya, jadi kita punya metode tersendiri pada anak-anak itu, kalau sama rismanya mungkin lebih banyak melakukan kegiatan amal dan diskusi bareng yang mengangkat isu yang lagi hangat-hangatnya.”

Penyampaian materi lebih banyak disampaikan secara langsung melalui lisan dan pengajaran TPA yang disesuaikan dengan dunia anak-anak. Tingkatan materi yang diberikan pun memang tidak tersusun secara sistematis karena disesuaikan dengan kondisi yang ada, yang penting dapat menarik minat objek dakwah sehingga dapat dengan mudah diserap. Sedikit kendala yang Musa hadapi adalah sering merasa tidak percaya diri ketika berada dihadapan banyak orang.

5. Informan V

Informan V bernama Ilyas, dia adalah seorang santri MA Al Muhsin yang berusia 17 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Ilyas berasal dari Bukit Kemuning, Lampung Barat yang merupakan daerah berudara sejuk dan nyaman. Ilyas merupakan salah satu santri yang aktif mengikuti kegiatan dakwah.

(60)

dengan pendapat yang sama mengenai tujuan dakwah adalah untuk mengajak dan membantu masyarakat paham tentang Islam. Beberapa proses dakwah yang dijalani seperti pengajian remaja yang didalamnya terdapat kajian-kajian yang berkisar tentang remaja serta pembentukan TPA yang semakin berkembang.

Sebelum turun kelapangan Ilyas dan santri-santri yang lain pun mengikuti pembekalan dakwah yang disampaikan di Pondok Pesantren Al Muhsin. Beberapa materi yang disampaikan pada objek dakwah juga merupakan materi yang santri pelajari. Seperti yang ia katakan :

“ materi-materi yang kami sampaikan pada masyarakat, teman-teman remaja dan anak-anak TPA adalah materi atau pelajaran yang kami dapat berdasarkan kurikulum Pondok Pesantren, tidak semua memang tapi ada lah beberapa seperti aqidah, fiqih, tajwid, tarih Islam, shariah, bahasa arab dan yang lainnya.”

Menurutnya setelah beberapa lama melakukakan dakwah dan melakukan pengamatan pada objek dakwah, tampak sedikit perubahan pada objek dakwah. Maka untuk menguji pengetahuan objek dakwah tentang materi yang disampaikan, ada beberapa metode yang diterapkan untuk terus meningkatkan antusias objek dakwah untuk terus belajar tentang islam. Menurut Ilyas beberapa waktu yang lalu Al Muhsin mengadakan lomba bagi santri-santri TPA, seperti diadakannya lomba baca Qur’an, lomba juz amma, dan lainnya. Hal ini dapat meningkatkan antusiasme anak untuk

(61)

membenahi fasilitas desa juga dilakukan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat pada lingkungan dan sesama. Seperti yang Ilyas tuturkan :

“ kita juga sering bareng-bareng nimbrung sama masyarakat sekitar untuk bergotong royong, seperti waktu itu memperbaiki jalan dan jembatan belakang, kemudian kegiatan amal lain seperti waktu ada bencana gempa Padang kita sama masyarakat sekitar membaur menggalang bantuan, bahkan ada yang dikirimkan ke Padang, nah inikan salah satu cara kita untuk mengambil simpati dari masyarakat suapaya kita mudah masuk ke mereka. “

Kemudian ketika berbicara tentang respon masyarkat, Ilyas menjelaskan bahwa mereka mendapat respon yang baik sekali. Tampak dari perilaku objek dakwah sendiri yang terbentuk setelah kegiatan dakwah ini, cukup terjadi perubahan yang mengarah pada kebaikan. Jadi beberapa materi yang disampaikan pun cukup dapat diserap oleh masyarakat sebagai objek dakwah mereka.

(62)
[image:62.595.115.549.140.354.2]

B. Hasil Penelitian Dalam Bentuk Tabel Tabel 3. Profil Informan

Identitas responden

Adam Yusuf Nuh Musa Ilyas

Usia 26 tahun 25 Tahun 18 Tahun 18 Tahun 17 Tahun Pendidikan

terakhir

S1 Tarbiyah MA Al Muhsin MA Al Muhsin MA Al Muhsin MA Al Muhsin Asal daerah Metro Purwosari

Metro Utara

Pringsewu Unit 6 Tulang Bawang Bukit Kemuning Kedudukan di Pondok Pesantren Al Muhsin

Guru/ustad Guru/ustad Santri

(calon da’i) (calon da’i) Santri (calon da’i) Santri

Pengalaman di Pondok Pesantren

Berdakwah, berorganisasi

- berorganisasi berorganisasi berorganisasi

Tabel 4. Kegiatan Dakwah yang Dilakukan Pondok Pesantren Al Muhsin Kegiatan

dakwah

Informan I Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5 Tujuan

dakwah

Internal : Membakali ilmu agama bagi santri dan membentuk santri menjadi seorang da’i Eksternal : Membantu masyarakat untuk memahami ajaran agama dalam kehidupan Internal : - Eksternal: Agar masyarakat paham tentang Islam Internal : Memperdalam pengetahuan agama bagi pribadi santri Eksternal: Membantu orang-orang mendapatkan pengetahuan terutama mengenai agama Islam serta mengajak masyarakat dalam kebaikan Internal : -

[image:62.595.114.573.405.756.2]
(63)
(64)

Eksternal : Melalui lisan : ceramah, diskusi

(65)

dipresentasikan mencapai 50% dan ada perubahan yang juga cuku

Gambar

Tabel 1. Jumlah guru berdasarkan jenis kelamin
Tabel 2. Jumlah santri berdasarkan jenjang pendidikan dan jenis kelamin
Tabel 3. Profil Informan
Tabel 5. Kendala dan Strategi dalam Pelaksanaan dakwah

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Manusia juga harus menyadari apa yang seharusnya dikerjakan atau tidak dikerjakan untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia yang seharusnya, baik dalam hubungannya

Disamping itu, buku ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang ke- arifan lokal di Kepulauan Riau yang berakar dari suku Melayu lewat tradisi Tujuh Likur

Fokus Praktik Keperawatan Gerontik adalah penerapan tentang konsep dasar dan teori-teori yang terkait dengan gerontik terutama respon individu terhadap proses

Nugraha (2011) telah melakukan penelitian terhadap Radio streaming berbasis android dengan menggunakan shoutcast dengan menggunakan teknologi smartphone sebagai

27 Denpasar 93 Sumbawa Besar KANCA. 28 Denpasar 119

Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 86 Tahun 2017 tentang tata cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah

Hasil identifikasi faktor strategis lingkungan internal dan eksternal yang telah dibedakan menjadi faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dimasukkan kedalam

Kurs porselen dikalibrasi dengan cara dikeringkan dalam oven selama 30 menit pada suhu 100 o C, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang.. Sebanyak 1- 2 gram sampel