PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI KARANGAN NARASI MELALUI
TEKNIK KERJA KELOMPOK PADA SISWA KELAS VII-A SMP TAMAN SISWA GEDONGTATAAN
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Oleh MERAWATI
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan IlmuPendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
ABSTRAK
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI KARANGAN NARASI MELALUI
TEKNIK KERJA KELOMPOK PADA SISWA KELAS VII-A SMP TAMAN SISWA GEDONGTATAAN
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Oleh
MERAWATI
Rendahnya kemampuan mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi
siswa SMP Taman Siswa merupakan permasalahan dalam penelitian ini. Untuk
mengatasi permasalahan ini, peneliti melakukan penelitian tindakan dengan cara
menggunakan teknik kerja kelompok guna meningkatkan kemampuan mengubah
teks wawancara menjadi karangan narasi. Untuk itu, tujuan dalam penelitian ini
adalah mendeskripsikan peningkatan kemampuan mengubah teks wawancara
menjadi karangan narasi melalui teknik kerja kelompok, khususnya siswa kelas
VII-A SMP Taman Siswa Gedongtataan Kabupaten Pesawaran.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan (action
research) yang dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas tahapan
13 laki-laki dan 17 perempuan.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan prasiklus siswa dalam
mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi di bawah KKM sekolah
tersebut yaitu 65,00 dalam kategori kurang dengan rata-rata nilai sebesar 51,5 dari
30 siswa yang tuntas 2 siswa dengan persentase 6% dan yang belum tuntas 28
siswa dengan persentase 94%. Setelah dilakukan tindakan pembelajaran melalui
teknik kerja kelompok, kemampuan mengubah teks wawancara menjadi karangan
narasi pada siklus I dalam kategori cukup dengan rata-rata nilai sebesar 62,56
atau meningkat sebesar 11,83% sedangkan siswa yang tuntas 12 dari 30 siswa
atau 40%. Selanjutnya, kemampuan mengubah teks wawancara menjadi karangan
narasi pada siklus II diperoleh nilai rata-rata sebesar 75,00 dengan kategori baik
atau mengalami peningkatan sebesar 13% dengan ketuntasan klasikal 28 siswa
atau sebesar 85%.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa melalui teknik kerja kelompok dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi
karangan narasi pada siswa kelas VII-A SMP Taman Siswa sehingga mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yaitu tercapai KKM sekolah untuk mata pelajaran
DAFTAR ISI
2.4.1 Pengertian Teknik Pembelajaran ... 23
2.4.2 Jenis-Jenis Teknik Pembelajaran ... 24
2.4.3 Teknik Kerja Kelompok ... 24
2.4.4 Kelebihan Teknik Kerja Kelompok ... 25
2.4.5 Kelemahan Teknik Kerja Kelompok ... 25
2.4.6 Langkah-Langkah Teknik Kerja Kelompok ... 26
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menulis merupakan keterampilan yang harus dikuasai setiap siswa melalui proses
yang cukup panjang. Menulis memerlukan adanya pengetahuan, waktu dan
pengalaman. Selain fasilitator dan motivator guru dituntut profesional dalam
menguasai materi agar siswa memahami apa yang menjadi tujuan pembelajaran
dan dapat mengungkapkan ide-idenya dalam bentuk tulisan. Ide-ide itu dapat
digali dari berbagai sumber, misalnya dengan membaca, menyimak, atau
mendengarkan pembicaraan orang lain bahkan dari suatu bentuk yang dilihatnya.
Menulis adalah sebagai kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan
menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya (Suparno dan Yunus,
2008:1.3). Oleh sebab itu, dapat dikemukakan bahwa menulis merupakan suatu
rangkaian proses mulai dari memikirkan gagasan yang akan disampaikan kepada
pembaca sampai dengan menentukan cara mengungkapkan atau menyajikan
gagasan itu dalam rangkaian kalimat. Kegiatan menulis bermanfaat untuk
meningkatkan kemampuan berpikir dan memperluas wawasan karena sebuah
tulisan sangat dipengaruhi oleh wawasan yang dimiliki seseorang yang
Menulis membutuhkan kemampuan mengorganisasikan pikiran, banyak pilihan
kata yang sulit untuk dipakai secara tepat guna membentuk rangkaian kalimat
yang mengandung pikiran pokok yang tepat. Kegiatan menulis juga membutuhkan
latihan karena dengan berlatih dapat memotivasi diri untuk mengembangkan
ide-ide yang dimiliki. Seseorang dengan banyak berlatih menulis akan semakin mahir
untuk menuangkan ide-ide yang ada dalam pikirannya. Setelah terbiasa menulis,
seseorang akan merasa senang atau nyaman untuk menulis, sehingga menulis
bukanlah sebagai suatu yang menyebalkan, tetapi sesuatu yang menyenangkan.
Sebelum sampai pada rangkaian kalimat yang baik, setiap penulis harus mampu
mengungkapkan pikirannya, minimal lewat apa yang di lihat.
Salah satu cara supaya siswa terampil dalam menulis adalah melatih siswa
mengubah teks wawancara menjadi narasi. Mengubah teks wawancara menjadi
narasi merupakan suatu kegiatan memaparkan suatu dialog dalam bentuk tulisan.
Narasi adalah karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa. Karangan jenis
ini berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya
(kronologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah kejadian atau serentetan
kejadian, dan agar pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu. Teks
wawancara merupakan bentuk penyajian informasi berupa tanya jawab antara
pewawancara dan narasumber. Untuk menceritakan atau menyampaikan kembali
hasil wawancara kepada orang lain, teks wawancara perlu diubah dalam bentuk
narasi. Narasi merupakan bentuk karangan pengisahan suatu cerita atau kejadian.
Dalam kurikulum KTSP sekolah menengah pertama semester 2 kelas VII,
wawancara menjadi narasi dengan memperhatikan cara penulisan kalimat
langsung dan tak langsung, dengan indikator: (1) mampu mengubah kaimat
langsung dalam wawancara menjadi kalimat tidak langsung, (2) mampu
mengubah teks wawancara menjadi narasi. Dengan kompetensi ini siswa dituntut
untuk memiliki keterampilan berbahasa, khususnya terampil menulis narasi.
Realitanya pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Taman Siswa Gedong Tataan
Khususnya siswa kelas VII-A SMP Taman Siswa Gedong Tataan, lebih-lebih
pada kompetensi menulis narasi belum memuaskan. Hal ini dibuktikan oleh hasil
ulangan harian siswa, kemampuan siswa mengubah teks wawancara menjadi
karangan narasi masih rendah, lebih dari 80% siswa tidak mampu menulis narasi
dan mendapat nilai di bawah KKM sekolah tersebut, yaitu 65,00. Dari 30 siswa
hanya 2 siswa yang memiliki tingkat kemampuan baik, dengan persentase 6,56%,
siswa memiliki tingkat kemampuan cukup dengan persentase 15,56%, 15 siswa
memiliki tingkat kemampuan kurang dengan persentase 50%, dan 26,56% siswa
memiliki tingkat kemampuan sangat kurang yang terdiri dari 8 siswa. Hasil
tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1.1 Sebaran Jumlah Siswa Menurut Klasifikasi Rentang Nilai Hasil Ulangan Harian Mengubah Teks Wawancara Menjadi Karangan Narasi Siswa Kelas VII-A SMP Taman Siswa
Kategori Interval Jumlah Siswa Persentase (%)
Baik sekali 85 – 100 - -
Baik 75 – 84 2 6,56
Sedang 60 – 74 5 15,56 Kurang 40 – 59 15 50,00 Sangat Kurang 0 - 39 8 26,56
Jumlah 30 100
Beberapa faktor penyebab pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi
karangan narasi, yaitu siswa kesulitan mengubah kalimat langsung dalam teks
wawancara menjadi kalimat tak langsung dalam karangan narasi dan siswa kurang
memahami struktur narasi sehingga siswa kesulitan dalam mengekspresikan ide,
gagasan, pikiran dalam sebuah kalimat yang baik, kemudian menyusunnya dalam
paragraf. Selain itu, penyampaian materi pelajaran dengan menggunakan metode
ceramah yang kurang efektif yang mengakibatkan komunikasi satu arah.
Berdasarkan gambaran di atas, guru dituntut untuk menguasai pengetahuan yang
luas dan mendalam tentang apa yang diajarkan, juga penggunaan berbagai macam
strategi dan metode pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran menulis sangat
bergantung pada kreativitas guru dalam mendidik dan menggunakan metode yang
tepat. Mengajar bukan hanya menyampaikan bahan pelajaran pada siswa,
melainkan yang terpenting adalah bagaimana bahan pelajaran tersebut dapat
disajikan dan dipelajari oleh siswa secara efektif dan efesien. Dalam pembelajaran
sangat diperlukan adanya cara atau metode untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Agar tujuan tersebut tercapai dengan baik maka diperlukan kemampuan dalam
memilih dan menggunakan metode mengajar. Untuk mencapai keberhasilan
pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi, guru perlu
menerapkan metode atau teknik secara selektif. Pemanfaatan metode yang tepat
dalam penyampaian materi akan memudahkan ketercapaian tujuan pembelajaran.
Salah satu metode tersebut adalah teknik kerja kelompok.
Teknik kerja kelompok adalah format pembelajaran yang menitikberatkan kepada
kelompok guna menyelesaikan tugas-tugas belajar secara bersama-sama. Teknik
ini dapat digunakan jika guru mempunyai keyakinan bahwa untuk memahami
topik yang dibicarakan perlu dilakukan pembelajaran dengan teknik kerja
kelompok. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok belajar di bawah
pengawasan dan bimbingan guru. Di sana semua siswa dalam kelompok
masing-masing diserahi tugas oleh guru untuk memecahkan suatu masalah. Melalui teknik
kerja kelompok siswa diharapkan mendapatkan masukan dari teman kelompoknya
bagaimana urutan kejadian dalam teks wawancara, mengubah kalimat langsung
menjadi kalimat tak langsung, tokoh dalam teks wawancara serta laur cerita.
Berdasarkan uraian di atas akan dilakukan penelitian dengan judul “ Peningkatan
Kemampuan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Karangan Narasi Melalui
Teknik Kerja Kelompok pada Siswa Kelas VII-A SMP Taman Siswa Gedong
Tataan Tahun Pelajaran 2012/2013”.
1.2 Perumusan Masalah
Bertolak dari uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini ada dua yakni
secara khusus dan secara umum. Rumusan masalah secara khusus adalah sebagai
berikut “Bagaimanakah peningkatan proses dan hasil kemampuan mengubah teks
wawancara menjadi karangan narasi melalui teknik kerja kelompok pada siswa
kelas VII-A SMP Taman Siswa Gedong Tataan tahun pelajaran 2012/2013?”
Selanjutnya, secara lebih rinci rumusan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah perencanaan pelaksanaan pembelajaran mengubah teks
wawancara menjadi karangan narasi melalui teknik kerja kelompok pada siswa
2. Bagaimanakah proses pelaksanaan pembelajaran mengubah teks wawancara
menjadi karangan narasi melalui teknik kerja kelompok pada siswa kelas
VII-A SMP Taman Siswa Gedong Tataan?
3. Bagaimanakah penilaian hasil pembelajaran mengubah teks wawancara
melalui teknik kerja kelompok pada siswa kelas VII-A SMP Taman Siswa
Gedong Tataan?
1.3 Tujuan Penelitian Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini dibagi dua yakni
khusus dan umum. Penelitian tindakan ini tujuan khusus adalah untuk
mendeskripsikan peningkatan kemampuan mengubah teks wawancara menjadi
karangan narasi melalui teknik kerja kelompok pada siswa kelas VII-A SMP
Taman Siswa Gedong Tataan tahun pelajaran 2012/2013.
Selanjutnya tujuan secara lebih rinci dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran peningkatan kemampuan
mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi melalui teknik kerja
kelompok pada siswa kelas VII-A SMP Taman Siswa Gedong Tataan?
2. Mendeskripsikan proses pelaksanaan peningkatan kemampuan mengubah teks
wawancara menjadi karangan narasi melalui teknik kerja kelompok pada siswa
kelas VII-A SMP Taman Siswa Gedong Tataan?
3. Mendeskripsikan penilaian hasil pembelajaran peningkatan kemampuan
mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi melalui teknik kerja
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan
praktis.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman bagi
pembaca dalam meningkatkan kemampuan siswa mengubah teks wawancara
menjadi karangan narasi.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan
pemahaman siswa terhadap pembelajaran menulis karangan narasi sehingga
kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi dapat ditingkatkan.
Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat untuk guru dalam mengembangkan
metode dan strategi guru dalam pembelajaran menulis dengan memperbaiki
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1Menulis
Menurut Suparno dan Yunus (2008: 1.29), sebagai suatu keterampilan berbahasa,
menulis merupakan kegiatan yang kompleks karena penulis dituntut untuk dapat
menyusun dan mengorganisasikan isi tulisannya serta menuangkannya dalam
formulasi ragam bahasa tulis dan konvensi penulisan lainnya. Menulis sebagai
aktivitas berbahasa tidak dapat dilepaskan dari kegiatan berbahasa lainnya. Apa
yang diperoleh melalui menyimak, membaca, dan berbicara, akan memberinya
masukan berharga untuk kegiatan menulis.
2.1.1 Pengertian Menulis
Menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta
mengungkapkannya secara tersurat (Akhadiah, 1988:2). Menulis adalah aktivitas
mengemukakan gagasan melalui media bahasa tulis (Nurgiyantoro dalam
Kusmana, 2011:99). Menulis adalah berkomunikasi secara tertulis (Kusmana,
2011:99).
Menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat
surat) dengan tulisan (KBBI,2005:1219). Menulis adalah sebagai kegiatan
atau medianya (Suparno dan Yunus,2008:1.3). Menulis merupakan suatu proses.
Oleh karena itu, menulis harus mengalami tahap pratulis, tahap penulisan, tahap
penyuntingan, dan tahap pengakhiran atau penyelesaian (Parera, 1993:3).
Dari beberapa pendapat tersebut, peneliti mengacu pada pendapat yang
mengatakan bahwa menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti
mengarang, membuat surat) dengan tulisan (KBBI,2005:1219) karena menulis
narasi merupakan tulisan yang menuturkan perbuatan dan pengalaman yang
dialami seseorang.
2.1.2 Tahapan Menulis
Tahapan menulis menurut Kusmana (2011: 101) adalah sebagai berikut.
a) Prapenulisan
Prapenulisan terdiri atas (1) memilih topik, (2) membatasi topik, (3)
merumuskan tujuan, (4) mengumpulkan bahan, dan (5) menyusun kerangka
karangan.
b)Proses penulisan
Proses penulisan terdiri atas (1) menggunakan penalaran dalam menulis, (2)
menggunakan ejaan, (3) memilih kata, (4) menggunakan kalimat efektif, (5)
menyusun paragraf kohesif dan koheren, (6) menerapkan ketentuan menulis.
c) Penyuntingan
Penyuntingan terdiri atas (1) membaca kembali tulisan, (2) menandai
2.2 Teks Wawancara
Wawancara ialah tanya jawab antara pewawancara dengan yang diwawancara
untuk meminta keterangan atau pendapat mengenai suatu hal. Teks wawancara
merupakan bentuk penyajian informasi berupa tanya jawab antara pewawancara
dan narasumber.
Langkah-langkah berikut mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi
adalah sebagai berikut.
1. Bacalah teks wawancara dengan cermat.
2. Catatlah pokok-pokok isi wawancara.
3. Buatlah pengantar ke arah isi wawancara.
4. Narasikan isi wawancara dengan mengembangkan pokok-pokok isi.
5. Lengkapilah narasi dengan bagian penutup.
Hal yang perlu diperhatikan ketika menarasikan hasil wawancara:
1. Hal yang perlu diperhatikan ketika kita akan mengubah teks wawancara
menjadi bentuk tulisan narasi adalah cara atau teknik mengubah kalimat langsung
menjadi kalimat tak langsung.
2. Perubahan kata ganti:
Saya menjadi Dia
Kamu menjadi Saya
Kalian menjadi Kami
Kami menjadi Mereka
Contoh:
Hasil Wawancara dengan Kalimat Langsung:
Pewawancara : “Apakah yang bisa anda buat untuk mengendalikan bencana
banjir di kota Bapak?”
Sumber : “Yang akan saya lakukan adalah membuat kanal-kanal pintu
air dan difokuskan sebagai tempat pariwisata sehingga
masyarakat bersama pemerintah menjaga kanal tersebut
sebagai aset wisata, bukan sebagai tempat pembuangan
sampah seperti di kota Delf, Belanda.”
Hasil wawancara dengan Kalimat Tak Langsung:
Beliau mengatakan bahwa yang akan dia lakukan adalah membuat kanal-kanal
pintu air dan difokuskan sebagai tempat pariwisata sehingga masyarakat
bersama pemerintah menjaga kanal tersebut sebagai aset wisata, bukan
sebagai tempat pembuangan sampah seperti di kota Delf, Belanda.
(http://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2035973-pengertian-wawancara-dan-teknik-wawancara/#ixzz2F7TLIBcv)
2.3 Menulis Narasi
Jenis-jenis menulis karangan menurut Suparno (2008: 1.11) adalah sebagai
berikut:
a. menulis karangan narasi;
b. menulis karangan argumentasi;
c. menulis karangan deskripsi;
d. menulis karangan persuasi;
Salah satu bentuk pengembangan tulisan dan karangan adalah narasi, berikut
ini akan dipaparkan pengertian narasi, struktur narasi, jenis-jenis narasi, serta
langkah-langkah menulis narasi.
2.3.1 Pengertian Menulis Narasi
Narasi adalah karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa menurut
urutan terjadinya (kronologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah
kejadian atau serentetan kejadian, dan agar pembaca dapat memetik hikmah
dari cerita itu (Suparno, 2006: 4.54). Sejalan dengan pendapat di atas Keraf
(2007:136) menjelaskan bahwa narasi adalah suatu bentuk wacana yang
sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan
menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam kesatuan waktu.
Dalam menulis narasi (cerita) umumnya ada pelaku, peristiwa, konflik, dan
penyelesaiannya. Peristiwa yang ada dalam karangan narasi dapat berupa hal
-hal yang bersifat realitas maupun imajinatif (khyalan) belaka. Narasi
mementingkan urutan kronologis dari suatu peristiwa serta masalah.
Pengarang bertindak sebagai sejarahwan atau tukang cerita (Parera, 1993:5).
2.3.2 Struktur Narasi
Struktur sebuah narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang mem-
bentuknya: perbuatan, penokohan, latar, dan sudut pandangan. Tetapi dapat
juga dianalisa berdasarkan alur (plot) narasi (Keraf, 2007:145). Selanjutnya,
menulis sebuah karangan narasi, maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip
Prinsip-prinsip tersebut antara lain: alur, penokohan, latar, dan sudut pandang
(Suparno, 2008: 4.39).
Berdasarkan teori di atas, penelitian ini akan mengacu kepada pendapat yang
akan dijadikan landasan tumpu untuk mengukur kemampuan siswa menulis
narasi dibatasi pada permasalahan yang berkaitan dengan alur, penokohan,
dan latar. Selanjutnya, alur, penokohan, dan latar akan dijadikan indikator
penilaian. Selain itu, dikarenakan siswa dituntut mampu menulis narasi maka
indikator dengan baik maka indikator penilaian akan ditambah dengan
penggunaan ejaan.
a) Alur
Alur adalah interrelasi fungsional antara unsur-unsur yang timbul dari
tindak-tanduk, karakter, suasana hati (pikiran) dan sudut pandang, serta ditandai
klimaks-klimaks dalam rangkaian tindak-tanduk itu, yang sekaligus menandai
urutan bagian-bagian dalam keseluruhan narasi (Keraf, 2007:147). Menurut
Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1998:113) alur adalah cerita yang berisi urutan
peristiwa yang dihubungkan secara kausal.
Dari pendapat di atas, penulis mengacu pada pendapat Keraf yang
menyebutkan bahwa alur adalah interrelasi fungsional antara unsur-unsur
yang timbul dari tindak-tanduk, karakter, suasana hati (pikiran) dan sudut
pandangan, serta ditandai oleh klimaks-klimaks dalam rangkaian
tindak-tanduk itu, yang sekaligus menandai bagian-bagian dalam keseluruhan narasi
b) Latar (Setting)
Latar disini ialah tempat dan atau waktu terjadinya perbuatan tokoh atau
peristiwa yang dialami tokoh (Suparno, 2006:4.42). Sehubungan dengan latar
Keraf (2007:148) mengemukakan hal sebagai berikut.
Tempat atau pentas disebut latar atau setting. Latar dapat digambarkan secara hidup dan terperinci, dapat pula digambarkan secara sketsa, sesuai dengan fungsi dan perannya pada tindak -tanduk yang berlanngsung. Ia dapat menjadi unsur yang penting dalam tindak-tanduk yang terjadi, atau hanya berperan sebagai unsur tambahan saja. Pada bagian tertentu mungkin saja peranan latar kurang sekali bisa dibandingkan dengan latar bagian lain. Demikian juga latar yang menjadi tempat atau pentas itu bisa berbentuk suatu suasana pada suatu kurun waktu tertentu. Latar atau setting meliputi tempat, waktu, dan suasana yang melatar belakangi terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita. Latar mempunyai fungsi memperjelas atau menghidupkan peristiwa dalam cerita. Cerita yang baik harus memiliki setting yang menyatu dengan tema, watak pelaku, dan alur.
c) Sudut Pandang
Sudut pandang (point of view) dalam narasi menjawab pertanyaan siapakah
yang menceritakan kisah ini . Apapun sudut pandang yang dipilih pengarang
akan menentukan sekali gaya dan corak cerita (Suparno, 2006:4.44).
Sehubungan dengan sudut pandang, Keraf (2007: 190-192) mengemukakan
pendapatnya sebagai berikut.
Jadi, sudut pandang dalam narasi berfungsi menyatakan bagaimana fungsi
seorang pengisah (narator) dalam sebuah narasi, apakah ia mengambil bagian
langsung dalam seluruh rangkaian kejadian (participant) atau sebagai
pengamat (observer) dari seluruh aksi yang ada dalam narasi.
d) Penokohan
Penokohan atau Karakterisasi adalah proses yang digunakan oleh seorang pe-
ngarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fisiknya (Tarigan, 1992: 141). Sehu-
bungan dengan karakter dan karakterisasi, (Keraf, 2007:164) mengemukakan
hal berikut.
Karakter-karakter adalah tokoh-tokoh dalam sebuah narasi dan karakterisasi adalah cara seorang penulis kisah menggambarkan tokoh-tokohnya. Perwatakan dalam pengisahan dapat diperoleh dengan usaha memberi gambaran tindak-tanduk dan ucapan-ucapan para tokohnya (pendukung karakter), sejalan tidaknya kata dan perbuatan. Motivasi para tokoh itu dapat dipercaya atau tidak diukur melalui tindak -tanduk, ucapan, kebiasaan, dan sebagainya. Dalam bertindak mereka harus memberikan reaksi-reaksi kepada lingkungan yang dimasukinya, apakah nilai reaksi itu wajar atau semu, berbicara atau bertindak sesuai dengan karakter dominan atau menyimpang dari karakter yang dominan tadi.
e) Penggunaan Ejaan
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan
lambang-lambang bunyi ujaran dan bagaimana interelasi antara lambang-lambang-lambang-lambang itu dalam
suatu bahasa (Santosa, 2009: 4.8). Ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia
saat ini adalah ejaan yang disempurnakan (EYD), yang telah diresmikan
penggunaannya pada tanggal 17 Agustus 1972. Dalam ejaan Bahasa Indonesia
yang disempurnakan terdiri atas lima pembahasan.
b. Penulisan huruf (huruf besar, huruf kapital dan huruf miring).
c. Penulisan kata (kata dasar, kata turunan, kata ulang, kata gabung, kata depan,
partikel, angka, dan bilangan).
d. Tanda baca (titik, koma, titik dua, titik koma, tanda hubung, tanda pisah, tanda
elipsis, tanda tanya, tanda seru, tanda kurung, tanda kurung siku, tanda petik,
tanda petik tunggal, tanda garis miring, dan tanda penyingkat).
e. Penulisan unsur serapan.
Dalam penelitian ini ejaan yang dinilai dala meringkas adalah pemenggalan
kata, huruf kapital (awal kalimat dan nama diri), kata depan, tanda titik, tanda
koma, tanda seru dan tanda tanya.
1. Pemenggalan kata
a. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
1) Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pememggalan itu
dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah.
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga
pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.
Misalnya: au-la bukan a-u-la
sau-dara bukan sa-u-da-ra
2) Jika ditengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf
konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan kata dilakukan
sebelum huruf konsonan.
3) Jika di tengah kata ada huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan
dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf
konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya: man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril, bang-sa,
makh-luk.
4) Jika ditengah kata ada tiga huruf konsonan atau lebih, pemenggalan
dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan
yang kedua.
Misalnya: in-stru-men, ul-tra, in-fra, bang-krut, ikh-las.
b. Imbuhan akhir dan imbuhan awal, termasuk awalan, termasuk awalan yang
mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai
dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya: makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah
2. Huruf kapital
a. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada
awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk.
Apa maksudnya?
Kita harus bekerja keras.
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”
“Kemarin engkau terlambat,” katanya.
c. Huruf kapital dipakai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan
dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti Tuhan.
Misalnya:
Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Quran
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
d. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya: Amir Hamzah, Dewi Sartika, Agus Santoso
e. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,
dan bahasa.
Misalnya: bangsa Indonesia, suku Lampung, suku Sunda, bahasa Inggris
f. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari
raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya: tahun Hijiriah, bulan Agustus, hari Minggu, hari Lebaran,
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
g. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya: Asia Tenggara, Bukit Barisan, Danau Toba, Gunung Semeru,
Kali Brantas, Selat Sunda
3. Kata depan
Kata depan di, ke, dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di
dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai kata seperti kepada
dan daripada.
Misalnya: Kain itu terletak di dalam lemari.
Ia datang dari Lampung kemarin.
4. Tanda titik
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka pergi.
Marilah kita mengheningkan cipta.
b. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
5. Tanda koma
a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari
kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau
melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
c. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung
antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh
karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
... Jadi, masalahnya seperti itu.
d. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh,
kasihan, dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat.
Misalnya:
Kata Ibu, “Saya gembira sekali.”
“Saya gembira sekali,” Kata Ibu, “karena kamu lulus.”
6. Tanda tanya
a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Dimana rumah mu?
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
7. Tanda seru
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa
emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Merdeka!
2.3.3 Jenis Narasi
Dilihat dari peristiwa yang ditampilkan narasi dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu:
a) Narasi Ekspositoris
Narasi ekspositoris adalah narasi yang memberi informasi kepada pembaca
agar pengetahuan dan pengertian pembaca bertambah luas. Narasi ini
bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa
yang dikisahkan. Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan
pengetahuan pembaca sesudah membaca kisah tersebut (Keraf, 2007:136).
Menurut sifatnya narasi ekspositoris terbagi menjadi dua macam yaitu (1)
bersifat khas atau khusus. Dalam penelitian ini penulis mengkhususkan pada
karangan narasi ekspositoris.
b) Narasi Sugestif
Narasi sugestif adalah narasi yang menyampaikan sebuah makna kepada para
pembaca melalui daya khayal yang dimiliki penulis. Seperti halnya dengan
narasi ekspositoris, narasi sugestif juga pertama-tama bertalian dengan
tindakan atau perbuatan yang dirangkaikan dalam satu kejadian atau
peristiwa. Seluruh rangkaian kejadian itu berlangsung dalam satu kesatuan
waktu dantujuan atau sasaran utamanya bukan memperluas pengetahuan
seseorang, tetapi berusaha memberi makna atas peristiwa itu sebagai
pengalaman. Karena sasarannya adalah makna peristiwa itu atau kejadian itu,
maka narasi sugestif selalu melibatkan daya khayal (imajinatif) (Keraf,
2007:138).
2.3.4 Langkah-Langkah Menulis Narasi
Langkah-langkah menulis narasi menurut Suparno (2008: 4.50) sebagai
be-rikut.
1) Menentukan tema dan amanat yang ingin disampaikan.
2) Tetapkan sasaran pembaca.
3) Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam skema
alur.
4) Bagi peristiwa utama ke dalam bagian awal, perkembangan, dan ak hir
2.4 Teknik Pembelajaran
Di dalam proses belajar-mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat
belajar secara efektif dan efesien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah
satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus mengusai metode atau teknik
pembelajaran.
2.4.1 Pengertian Teknik Pembelajaran
Pada hakikatnya keberhasilan sebuah pembelajaran bertumpu pada keberhasilan
pencapaian dari sebuah metode yang terfokus pada tujuan pembelajaran, dan
penunjangnya adalah teknik dan taktik dalam mengimplementasikan sebuah
metode (Djamarah, 2006 : 74). Selanjutnya, Semi (1989: 105) mengemukakan
teknik adalah cara khas yang operasional yang digunakan atau dilalui dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan dengan berpegang pada proses
sistematis yang terdapat metode. Oleh sebab itu, teknik lebih bersifat tindakan
nyata berupa usaha atau upaya yang digunakan untuk mencapai tujuan. Menurut
Roestiyah (2008: 1) teknik penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang
cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain
ialah sebagai teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau
menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut
dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik.
2.4.2 Jenis-Jenis Teknik Pembelajaran
Menurut Roestiyah (2008: ix), macam-macam teknik pembelajaran antara lain:
- Teknik diskusi.
- Teknik penemuan/Discovery.
- Teknik simulasi.
- Teknik latihan.
- Teknik eksperimen.
- Teknik demonstrasi
- Teknik tanya jawab, dan metode lain serta gabungan dari metode tersebut.
2.4.3 Teknik Kerja Kelompok
Menurut Roestiyah (2008: 15) kerja kelompok ialah suatu cara mengajar, di mana
siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi beberapa
kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 (lima) atau 7 (tujuh) siswa, mereka
bekerja bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu,
dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan pula oleh guru.
Menurut Robert L. Cilstrap dan William R Martin dalam Roestiyah (2008: 15)
kerja kelompok adalah kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil,
yang diorganisir untuk kepentingan kelompok. Keberhasilan kerja kelompok ini
menuntut kegiatan yang kooperatif dari beberapa individu tersebut.
Berdasarkan definisi di atas, penulis mengacu pada pendapat menurut Roestiyah
(2008: 15) kerja kelompok ialah suatu cara mengajar, di mana siswa di dalam
kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi beberapa kelompok. Setiap
kelompok terdiri atas 5 (lima) atau 7 (tujuh) siswa, mereka bekerja bersama dalam
memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai
2.4.4 Kelebihan Teknik Kerja Kelompok
Kelebihan yang dimiliki oleh teknik kerja kelompok menurut Roestiyah (2008:
17) adalah sebagai berikut.
1. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
keterampilan bertanya dan membahas sesuatu masalah.
2. Dapat memberikan kesempatan pada para siswa untuk lebih intensif
mengadakan penyelidikan mengenai sesuatu kasus atau masalah.
3. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampil-
an berdiskusi.
4. Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai
individu serta kebutuhan belajar.
5. Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka, dan mereka lebih
aktif berpartisipasi dalam diskusi.
6. Dapat memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan
rasa menghargai dan menghormati pribadi temanya, menghargai pendapat
orang lain; hal mana mereka telah saling membantu kelompok dalam
usahanya mencapai tujuan bersama.
2.4.5 Kelemahan Teknik Kerja Kelompok
Adapun kelemahan dari teknik kerja kelompok menurut Roestiyah (2008: 17)
adalah sebagai berikut.
1. Kerja kelompok sering-sering hanya melibatkan kepada siswa yang
mampu sebab mereka cakap memimpin dan mengarahkan mereka yang
2. Strategi ini kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang
berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda pula.
3. Keberhasilan strategi kerja kelompok ini tergantung kepada kemampuan
siswa memimpin kelompok atau untuk bekerja sendiri.
2.4.6 Langkah-Langkah Teknik Kerja Kelompok
Menurut Roestiyah (2008: 19) supaya kerja kelompok dapat lebih berhasil, maka
harus melalui langkah-langkah sebagai berikut.
1. Menjelaskan tugas kepada siswa.
2. Menjelaskan apa tujuan kerja kelompok itu.
3. Membagi kelas menjadi beberapa kelompok.
4. Setiap kelompok menunjuk seorang pencatat yang akan membuat laporan
tentang kemajuan dan hasil kerja kelompok tersebut.
5. Guru berkeliling selama kerja kelompok itu berlangsung bila perlu memberi
saran atau pertanyaan.
6. Guru membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima hasil kerja kelompok.
2.4.7 Tujuan Pembelajaran Dengan Teknik Kerja Kelompok
Penggunaan teknik kerja kelompok dalam pembelajaran mempunyai tujuan agar
siswa mampu bekerja sama dengan teman yang lain dalam mencapai tujuan
bersama (Roetiyah, 2008: 19). Adapun pengelompokkan itu didasarkan pada:
a. Adanya alat pelajaran yang tidak mencukupi jumlahnya.
Agar penggunaan dapat lebih efesien dan efektif, maka siswa perlu dijadikan
kelompok-kelompok kecil. Karena bila seluruh siswa sekaligus menggunakan
memanfaatkan alat-alat yag terbatas itu sebaik mungkin, tanpa saling
menunggu giliran.
b. Kemampuan belajar siswa.
Di dalam satu kelas kemampuan belajar siswa tidak sama. Siswa yang pandai
di dalam Bahasa Indonesia, belum tentu sama pandainya dalam pelajaran
sejarah. Dengan adanya perbedaan kemampuan belajar itu, maka perlu
dibentuk kelompok menurut kemampuan belajar masing-masing, agar setiap
siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuannya.
c. Minat Khusus
Setiap individu memiliki minat khusus yang perlu dikembangkan; hal mana
yang satu pasti berbeda dengan yang lain . Tetapi tidak menutup
kemungkinan ada anak yang minat khususnya sama, sehingga memungkinkan
dibentuknya kelompok, agar mereka dapat dibina dan mengembangkan
bersama minat khusus tersebut.
d. Memperbesar partisipasi siswa.
Di sekolah pada tiap kelas biasanya jumlah siswa terlalu besar; dan kita tahu
bahwa jumlah jam pelajaran adalah sangat terbatas; sehingga dalam jam
pelajaran yang sedang berlangsung sukar sekali untuk guru akan
mengikutsertakan setiap murid dalam kegiatan itu. Bila itu terjadi siswa yang
ditunjuk guru akan aktif, yang tidak disuruh akan tetap pasif saja. Karena
itulah bila berkelompok, dan diberikan tugas yang sama pada masing-masing
kelompok, maka banyak kemungkinan setiap siswa ikut serta melaksanakan
e. Pembagian tugas atau pekerjaan.
Di dalam kelas bila guru menghadapi suatu masalah yang meliputi berbagai
persoalan, maka perlu tugas membahas masing-masing persoalan pada
kelompok, sesuai dengan jumlah persoalan yang akan dibahas. Dengan
demikian masing-masing kelompok harus membahas tugas yang diberikan.
f. Kerja sama yang efektif.
Dalam kelompok siswa harus bisa bekerja sama, mampu menyesuaikan diri,
menyeimbangkan pikiran/pendapat atau tenaga untuk kepentingan bersama,
sehingga mencapai suatu tujuan untuk bersama pula.
2.4.8 Bentuk-Bentuk Kerja Kelompok
Bentuk-bentuk kerja kelompok menurut Roestiyah (2008: 18) yang dapat
dilaksanakan ialah:
a. Kerja kelompok berjangka pendek.
Bentuk ini dapat disebut pula rapat kilat karena hanya mengambil waktu ± 15
menit, yang mempunyai tujuan untuk memecahkan persoalan khusus yang
terdapat pada sesuatu masalah. Umpamanya: Ketika instruktur menjelaskan
sesuatu pelajaran terdapat suatu masalah yang perlu didiskusikan. Guru dapat
menunjuk beberapa siswa, atau membagi kelas menjadi beberapa kelompok
untuk membahas masalah itu dalam waktu yang singkat.
b. Kerja kelompok berjangka panjang.
Pembicaraan di sini memakan waktu yang panjang, misalnya memakan waktu
2 hari, satu minggu atau mungkin tiga bulan, tergantung luas dan banyaknya
tugasnya di dalam suatu kelompok, ia boleh memilih membantu kelompok lain
sesuai dengan minat mereka.
c. Kerja kelompok campuran.
Di sisni siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok yang disesuaikan dengan
kemampuan belajar siswa. Dalam kerja kelompok ini siswa diberi kesempatan
untuk bekerja sesuai dengan kemampuan masing-masing sehingga kelompok
yang pintar dapat selesai terlebih dahulu tidak usah menunggu kelompok yang
lain. Kelompok siswa yang agak lamban; diizinkan menyelesaikan tugasnya
dalam waktu yang sesuai dengan kemampuannya. Agar kerja kelompok
campuran itu mencapai sasaran; guru perlu memperhatikan hal-hal ialah harus
menyediakan tugas atau kegiatan belajar yang sesuai dengan kemampuan
belajar setiap kelompok; kemudian setiap tugas harus disusun sedemikian rupa
sehingga setiap kelompok dapat mengerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain
atau guru. Akhirnya guru harus memberi petunjuk yang jelas, sehingga siswa
tahu apa yang harus dilakukan; dan apa yang diharapkan dari mereka
masing-masing.
2.5 Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan siswa saat proses
pembelajaran berlangsung. Aktivitas sebagai hasil belajar ditunjukan dalam
berbagai aspek seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, persepsi, motivasi,
atau gabungan dari aspek-aspek tersebut. Dalam kegiatan belajar, berpikir, dan
berbuat merupakan serangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Sardiman
dengan pengamatan sendiri, penyelidikan sendiri, dan bekerja sendiri, dengan
fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Pada proses
pembelajaran tradisional, guru senantiasa mendominasi kegiatan. Siswa terlalu
pasif, yang dianggap botol kosong yang perlu diisi air oleh guru. Aktivitas siswa
terbatas pada mendengarkan, mencatat, menjawab pertanyaan jika diberi
pertanyaan guru, menurut cara yang ditentukan guru, dan berpikir sesuai dengan
yang digariskan guru.
Sardiman (2006: 96) menerangkan bahwa seorang anak itu berpikir sepanjang ia
berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berpikir. Karena itu, agar anak
berpikir sendiri maka harus diberi kesempatan untuk beraktivitas. Aktivitas
belajar memiliki arti luas yang meliputi aktivitas fisik (jasmani) dan aktivitas
mental (rohani). Aktivitas fisik seperti mengerjakan sesuatu, menyusun inti sari
pelajaran, membuat peta dan lain-lain memerlukan gerakan anggota badan,
sedangkan aktivitas mental misalnya siswa dapat mengembangkan kemampuan
intelektualnya, kemampuan berpikir kritis, kemampuan menganalisis, kemampuan
mengucapkan pengetahuan atau dengan kata lain jika jiwanya bekerja atau
berfungsi dalam proses pembelajaran.
Kemudian Sardiman (2006: 101) menggolongkan aktivitas belajar berdasarkan
pendapat Denrick dalam delapan golongan dan diuraikan seperti dibawah ini.
1. Aktivitas visual (visual activities), seperti: membaca, memperhatikan gambar
2. Aktivitas lisan (oral activities), seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi,
interupsi.
3. Aktivitas mendengarkan (listening activities), contohnya: mendengarkan
uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
4. Aktivitas menulis (writing activities), seperti: menulis cerita, karangan,
laporan, angket, menyalin.
5. Aktivitas menggambar (drawing activities), misalnya: menggambar,
membuat grafik, peta dan diagram.
6. Aktvitas motorik (motor activities), yang termasuk didalamnya antara lain:
melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain,
berkebun, berternak.
7. Aktivitas mental (mental activities), sebagai contoh misalnya: menanggapi,
mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil
keputusan.
8. Aktivitas emosi (emotional activities), misalnya: menaruh minat, merasa
bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Dari delapan golongan aktivitas belajar berdasarkan pendapat Denrick diatas,
aktivitas yang dapat menunjang siswa dalam menulis narasi melalui pemanfaatan
metode diskusi dan selanjutnya akan dipakai sebagai observasi proses aktivitas
siswa, peneliti mengacu pada aktivitas sebagai berikut.
1. Aktivitas visual, meliputi: membaca, dan memperhatikan.
2. Aktivitas lisan, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
3. Aktivitas mendengarkan, contohnya: mendengarkan uraian, percakapan,
diskusi.
4. Aktivitas menulis, seperti: menulis cerita, karangan, laporan, menyalin.
5. Aktivitas emosi, misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira,
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Adapun rancangan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan daur
ulang atau siklus model yang dikemukakan oleh Munaris (2010 :36). Beliau
menyatakan bahwa setiap siklus terdiri atas empat kegiatan yaitu, perencanaan,
tindakan, mengamati, refleksi. Siklus tindakan dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3.1 Model Siklus Munaris (2010:2.36) Pembelajaran sebelum PTK
Observasi
Refleksi
Perencanaan Pelaksanaan
Refleksi Observasi
Kondisi Awal
Siklus Pertama
3.2 Setting Penelitian
Setting adalah tempat dan waktu pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK)
yang dilaksanakan guru dalam proses pembelajaran.
3.2.1 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-A SMP Taman Siswa Gedong Tataan
tahun pelajaran 2012/ 2013. Dengan jumlah siswa 30 orang yang terdiri dari 13
siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan.
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Taman Siswa Gedong Tataan tepatnya kelas
VII-A semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Dengan jumlah siswa 30 orang
yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan.
3.2.3 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2012/ 2013.
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran bahasa Indonesia di kelas
VII-A dan berlangsung hingga mencapai indikator yang telah ditentukan.
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian menekankan pada perbaikan proses pembelajaran yang dilaksanakan
seiring dengan kegiatan pembelajaran yang telah diprogramkan di sekolah.
3.3.1 Perencanaan
a) Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk siklus. Setiap siklus terdiri atas
dua tindakan dengan tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
b) Menetapkan kelas penelitian, yaitu kelas VII-A. Waktu penelitian semester
genap tahun pelajaran 2012/2013. Pelaksanaan pembelajaran diamati oleh
observer, refleksi dan kolaborasi dilakukan setiap selesai pemberian
tindakan.
c) Menyusun rencana pembelajaran dan alokasi waktu.
d) Menentukan teknik pembelajaran yaitu teknik kerja kelompok.
e) Instrumen penelitian
3.3.2 Tindakan
Pelaksanaan setiap siklus dilaksanakan secara umum mengikuti prosedur
sebagai berikut:
a) Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang sudah disiapkan.
b) Melaksanakan pengamatan terhadap siswa oleh observer.
c) Mencatat semua peristiwa selama pembelajaran dengan instrumen
penelitian.
d) Mengumpulkan data hasil pengamatan dari observer.
e) Mendiskusikan temuan-temuan dalam pembelajaran dan refleksi.
Proses tindakan berlangsung di kelas pada jam pelajaran bahasa Indonesia selama
2 kali pertemuan ( 4 × 40 menit ) dengan menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut.
SIKLUS I
A. Pertemuan Pertama a. Kegiatan Awal
2. Guru menginformasikan tujuan pembelajaran.
3. Guru mengadakan apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa yang
berhubungan media pembelajaran yang akan digunakan.
b. Kegiatan Inti
1. Guru menjelaskan tentang teks wawancara dan karangan narasi.
2. Siswa diberi contok teks wawancara yang telah diubah menjadi karangan
narasi
3. Siswa mengamati contoh
4. Siswa dibagi kelompok
5. Tiap kelompok dibagikan teks wawancara
6. Siswa berdiskusi mengubah kalimat langsung menjadi kalimat tak langsung
c. Kegiatan Akhir
Guru dan siswa melakukan refleksi hasil pembelajaran pertemuan pertama siklus
kesatu.
B. Pertemuan Kedua a. Kegiatan Awal
1. Guru mengondisikan kelas.
2. Guru mengingatkan kembali pelajaran sebelumnya dan menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.
3. Guru melakukan apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa hal-hal yang
b. Kegiatan Inti
1. Siswa melakukan tanya jawab mengenai mengubah teks wawancara menjadi
karangan narasi
2. Siswa dibagikan teks wawancara
3. Siswa mengamati teks wawancara
4. Setiap siswa ditugaskan mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi
dengan memperhatikan cara penulisan kalimat langsung dan tak langsung
5. Guru memberikan pertanyaan secara lisan tentang kesulitan-kesulitan siswa
dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi.
c. Kegiatan Akhir
Guru dan siswa mengadakan refleksi hasil pembelajaran pertemuan kedua siklus
satu.
3.3.3 Observasi
Observasi atau pengamatan terhadap keterampilan proses yang dikembangkan
selama proses pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang diamati yaitu kinerja siswa
dalam pembelajaran dan kinerja guru dalam menerapkan pembelajaran melalui
teknik kerja kelompok. Data aktifitas guru diperoleh dari lembar observasi yang
diamati dilakukan selama kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia dengan teknik
kerja kelompok yang berlangsung di sekolah.
3.3.4 Refleksi
Merefleksi berarti menuangkan secara intensif apa yang telah terjadi dan belum
terjadi atau kekeliruan dan kekurangan dalam kegiatan pembelajaran, sehingga
dicermati hasilnya secara positif maupun negatif. Refleksi berarti mengingat dan
merenungkan kembali suatu tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam
observasi. Dengan refleksi dapat melakukan perbaikan baru, menyusun rencana
baru. Hasil analisis refleksi digunakan untuk melaksanakan pada siklus
berikutnya.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes dan observasi aktivitas
siswa dan guru. Jenis tes yang digunakan adalah tes kemampuan mengubah teks
wawancara menjadi karangan narasi. Langkah-langkah pengumpulan data sebagai
berikut.
1. Menugasi siswa mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi.
2. Mengumpulkan hasil pekerjaan siswa.
3. Guru mengevaluasi pekerjaan siswa secara keseluruhan dengan menggunakan
indikator penilaian yang telah ditentukan.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan
data. Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen yang disesuaikan dengan
sifat data yang diambil, seperti: lembar observasi siswa, lembar observasi aktivitas
guru, tes hasil belajar, dan penilaian RPP.
3.5.1 Instrumen Observasi Siswa
Observasi siswa adalah mengamati, melihat, dan menilai aktivitas siswa pada saat
pembelajaran berlangsung. Lembar observasi siswa dapat dilihat pada tabel
Tabel 3.1 Instrumen Observasi Aktivitas Siswa
No Unsur yang
Dinilai Kriteria Penilaian Skor
Skor Maks
1. Aktivitas Visual
Semua siswa terlihat membaca serta memperhatikan.
Ada 1-5 siswa yang tidak membaca serta memperhatikan.
Ada 6-10 siswa yang tidak membaca serta memperhatikan.
Ada 11-15 siswa yang tidak membaca serta memperhatikan.
Ada >16 siswa yang tidak membaca serta memperhatikan.
Semua siswa terlihat bertanya dan mengeluarkan pendapat.
Ada 1-5 siswa yang tidak bertanya dan mengeluarkan pendapat.
Ada 6-10 siswa yang tidak bertanya dan mengeluarkan pendapat.
Ada 11-15 siswa yang tidak bertanya dan mengeluarkan pendapat.
Ada >16 siswa yang tidak bertanya dan mengeluarkan pendapat.
Semua siswa terlihat fokus mendengarkan penjelasan guru.
Ada 1-5 siswa yang tidak fokus mendengarkan penjelasan guru.
Ada 6-10 siswa yang tidak fokus mendengarkan penjelasan guru.
Ada 11-15 siswa yang tidak fokus mendengarkan penjelasan guru.
4. Aktivitas Menulis
Semua siswa terlihat mandiri dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi.
Ada 1-5 siswa yang tidak mandiri dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi.
Ada 6-10 siswa yang tidak mandiri dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi.
Ada 11-15 siswa yang tidak mandiri dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi..
Ada >16 siswa yang tidak mandiri dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi.
Ada 1-5 siswa yang tidak berminat/antusias.
Ada 6-10 siswa yang tidak berminat/antusias.
Ada 11-15 siswa yang tidak berminat/antusias.
Ada >16 siswa yang tidak berminat/antusias.
5
3.5.2 Instrumen Proses Pembelajaran oleh Guru
Data aktivitas guru diperoleh dari lembar observasi yang diamati selama kegiatan
pembelajaran Bahasa Indonesia melalui teknik kerja kelompok berlangsung di
sekolah.
Table 3.2 Instrumen Proses Pembelajaran oleh Guru
No Aspek Skor
1 2 3 4 5
I PRAPEMBELAJARAN
1.Mempersiapkan siswa untuk belajar 2. Melakukan kegiatan apersepsi
II KEGIATAN INTI PEMBELAJARAN A Penguasaan Materi Pembelajaran
3.Menunjukkan penguasaan materi pembelajaran 4.Mengaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan
dengan hirarki belajar dan karakteristik siswa 6.Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan
B Pendekatan/Strategi Pembelajaran
7.Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai dan karakteristik siswa
C Pemanfaatan Sumber Belajar/Media Pembelajaran
13.Menggunakan media secara efektif dan efesien 14.Menghasilkan pesan yang menarik
15.Melibatkan siswa dalam pemanfaatan media
D Pembelajaran yang Memicu dan Memilihara Keterlibatan Siswa
16.Menumbuhkan partisipasi siswa dalam pembelajaran
17.Menunjukkan sikap terbuka terhadap respon siswa
18.Menumbuhkan kerjasama dan antusiasme siswa dalam belajar
E Penilaian Proses dan Hasil Belajar
19.Memantau kemajuan belajar selama proses 20.Melakukan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi (tujuan)
F Penggunaan Bahasa
21.Menggunakan bahasa lisan dan tulis secara jelas, baik, dan benar
22.Menyampaikan pesan dengan gaya yang sesuai
III PENUTUP
23.Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa
24.Melaksanakan tindak lanjut dengan
memberikan arahan, atau kegiatan, atau tugas sebagai bagian remedial/pengayaan
Tabel 3.3 Instrumen Penilaian Perencanaan pembelajaran (IPPP)
No Aspek yang dinilai Skor
1. Kejelasan perumusan tujuan pembelajaran (tidak
menimbulkan penafsiran ganda dan perilaku hasil belajar)
1 2 3 4 5
2. Pemilihan materi ajar (sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik)
1 2 3 4 5
3. Pengorganisasian materi ajar (keruntutan, sistematika materi dan kesesuaian dengan alokasi waktu)
1 2 3 4 5
4. Pemilihan sumber/media pembelajaran (sesuai dengan tujuan, materi, dan karakteristik peserta didik
1 2 3 4 5
5. Kejelasan skenario pembelajaran (langkah-langkah kegiatan pembelajaran: awal, inti, dan penutup)
1 2 3 4 5
6. Kerincian skenario pembelajaran (setiap langkah
tercermin strategi/metode dan alokasi waktu pada setiap tahap)
1 2 3 4 5
7. Kesesuaian teknik dengan tujuan pembelajaran 1 2 3 4 5
8. Kelengkapan instrumen (soal, kunci, pedoman penskoran) 1 2 3 4 5
Skor Total
3.5.3 Instrumen Penilaian Kegiatan Menulis Narasi
Kriteria penilaian dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut.
Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Kemampuan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Karangan Narasi melalui Teknik Kerja Kelompok
No Komponen Kriteria Penilaian Skor Skor
Maks.
1 Kesesuaian Isi
a. Peristiwa yang dihadirkan sepenuhnya bersifat kausal dan sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara
5
5 b. Peristiwa yang dihadirkan hampir sepenuhnya bersifat
kausal dan sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara
4
c. Peristiwa yang dihadirkan cukup bersifat kausal dan cukup sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara
3 d. Peristiwa yang dihadirkan kurang bersifat kausal dan
kurang sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara
2
e. Peristiwa yang dihadirkan tidak bersifat kausal dan tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara
1 a. Menghadirkan tokoh dan tindakan tokoh sepenuhnya logis
serta watak yang disajikan wajar dan sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara
2 Tokoh dan Penokohan
b. Menghadirkan tokoh dan tindakan tokoh hampir
sepenuhnya logis serta watak yang disajikan hampir sepenuhnya wajar dan sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara
4
c. Menghadirkan tokoh dan tindakan tokoh hampir cukup
logis serta watak yang disajikan cukup wajar dan sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara.
3
d. Menghadirkan tokoh dan tindakan tokoh kurang logis serta
watak yang disajikan kurang wajar dan kurang sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara.
2
e. Menghadirkan tokoh dan tindakan tokoh yang tidak logis
serta watak yang disajikan tidak wajar dan tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara.
1
3
a. Hubungan antara tokoh dan alur yang disajikan dalam latar
sepenuhnya selaras.
5 5
b. Hubungan antara tokoh dan alur yang disajikan dalam latar
hampir sepenuhnya selaras.
4
Latar c. Hubungan antara tokoh dan alur yang disajikan dalam latar
cukup selaras.
a.Terdapat 1-5 kesalahan pemakaian ejaan. 5
5
b. Terdapat 6-10 kesalahan pemakaian ejaan. 4
c.Terdapat 11-15 kesalahan pemakaian ejaan. 3
d.Terdapat 16-20 kesalahan pemakaian ejaan. 2
e. Terdapat > 21 kesalahan pemakaian ejaan. 1
Skor Maksimal 20
3.6 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Membaca, menandai dan menskor setiap lembar hasil pekerjaan siswa per
aspek 1) Alur; 2) Tokoh; 3) Latar; 4) Ketepatan Ejaan.
Skor yang diperoleh Skor Maksimal
3. Menentukan tingkat kemampuan siswa mengubah teks wawancara menjadi
karangan narasi.
4. Menghitung tingkat kemampuan mengubah teks wawancara menjadi
karangan narasi dengan rumus.
Nilai Akhir (NA) = X Skor Ideal (100)
5. Menentukan tingkat kemampuan siswa berdasarkan tolak ukur.
Tabel 3.5 Tolak Ukur Penilaian Kemampuan Mengubah Teks Wawancara Menjadi KaranganNarasi
No Rentang Nilai Keterangan
1 85% - 100% Baik Sekali
2 75% - 84% Baik
3 60% - 74% Cukup
4 40% - 59% Kurang
5 0% - 39% Gagal
(Nurgiyantoro, 1987: 363)
3.7 Indikator Keberhasilan
Siklus dalam penelitian ini akan berakhir apabila kemampuan mengubah teks
wawancara menjadi karangan narasi yang diperoleh telah mencapai ketuntasan
klasikal yaitu, 80% siswa telah memperoleh nilai 65,00. Berarti siswa tersebut
sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan dapat melanjutkan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan temuan dan hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran melalui teknik kerja kelompok dapat diimplementasikan untuk
meningkatkan kompetensi mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi
siswa. Hal ini didasarkan pada temuan sebagai berikut.
1. Melalui teknik kerja kelompok siswa lebih bersemangat dan antusias dalam
mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi. Hal ini dapat dicermati
berdasarkan hasil kegiatan refleksi pada siklus I, dari 30 siswa sebanyak 22
orang siswa menyatakan lebih bersemangat belajar mengubah teks
wawancara melalui teknik kerja kelompok, sedangkan pada siklus II semua
siswa menyatakan lebih bersemangat belajar mengubah teks wawancara
menjadi karangan narasi.
2. Melalui teknik kerja kelompok dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa
dalam belajar mengubah teks wawancara pada siswa kelas VII-A SMP
Taman Siswa Tahun Pelajaran 2012/2013. Hal ini dapat dilihat dari hasil
pengamatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran mengubah teks
wawancara menjadi karangan narasi secara keseluruhan pada siklus I,
aktivitas positif siswa mencapai 70,6%. Sedangkan pada siklus II akttivitas
3. Skor rata-rata kemampuan mengubah teks wawancara pada prasiklus, di kelas
VII-A SMP Taman Siswa adalah 51,5 dengan kategori kurang, menjadi 62,56
dengan kategori cukup pada siklus I, dan 75 dengan kategori Baik pada siklus
II. Setiap siklus terjadi peningkatan diantaranya: (a) peningkatan ketuntasan
belajar kelas VII-A pada pra siklus sebanyak 2 siswa atau persentase 6%, 12
atau 40% pada siklus I, dan 27 atau 90% pada siklus II; (b) nilai tertinggi yang
diperoleh siswa di kelas VII-A pada prasiklus 65, 70 pada siklus I, dan 85
pada siklus II.
5.2 Saran
Sehubungan dengan simpulan penelitian ini, peneliti mengemukakan saran kepada
guru Bahasa Indonesia, dalam hal ini guru kelas VII-A SMP Taman Siswa
Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan kompetensi siswa dalam mengubah teks wawancara
menjadi karangan narasi, hendaknya guru menyusun rencana pembelajaran
yang efektif, kreatif, dan inovatif. Pembelajaran melalui teknik kerja
kelompok dapat dijadikan sebagai salah satu altenatif pembelajaran di sekolah.
2. Dalam pembelajaran, guru hendaknya merencanakan dan memperhatikan
kebutuhan lingkungan siswa, strategi, metode, media dan evaluasi agar
pembelajaran lebih berorientasi pada proses atau tujuan, bukan pada target
materi yang harus diselesaikan.
3. Dalam memberikan pelatihan kepada siswa hendaknya hasil pelatihan
pelatihan, dan mengetahui letak kelemahan yang perlu mereka benahi
sehingga siswa dapat meningkatkan kompertensinya.
4. Dalam membelajarkan siswa hendaknya selalu mengupayakan adanya
pembiasaan kecakapan hidup, agar siswa memiliki kompetensi kognitif,
efektif, dan psikomotor yang baik dalam bidang menulis, khususnya menulis
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.
Kusmana, Suherli. 2011. Guru Bahasa Indonesia Profesional. Jakarta: Multi Kreasi Satu Delapan.
Nurgiyantoro, Burhan.1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Prees.
---. 1987. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
Roestiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Rusyana, Adun. 2011. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Efektif. Jakarta: Trans Mandiri Abadi.
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sagala, Syaiful. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sardiman, A. M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajagrafindo.
Terbuka.
Tarigan, Henry Guntur. 1992. Menulis sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung.
Parera, Jos Daniel. 1993. Menulis Tertib dan Sistematik. Jakarta: Erlangga.
Tim Universitas Lampung. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Lampung: Unila.
Winataputra, Udin S. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.