• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI KARANGAN NARASI MELALUI TEKNIK KERJA KELOMPOK PADA SISWA KELAS VII-A SMP TAMAN SISWA GEDONGTATAAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI KARANGAN NARASI MELALUI TEKNIK KERJA KELOMPOK PADA SISWA KELAS VII-A SMP TAMAN SISWA GEDONGTATAAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI KARANGAN NARASI MELALUI

TEKNIK KERJA KELOMPOK PADA SISWA KELAS VII-A SMP TAMAN SISWA GEDONGTATAAN

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh MERAWATI

Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan IlmuPendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

(2)
(3)

ABSTRAK

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI KARANGAN NARASI MELALUI

TEKNIK KERJA KELOMPOK PADA SISWA KELAS VII-A SMP TAMAN SISWA GEDONGTATAAN

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

MERAWATI

Rendahnya kemampuan mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi

siswa SMP Taman Siswa merupakan permasalahan dalam penelitian ini. Untuk

mengatasi permasalahan ini, peneliti melakukan penelitian tindakan dengan cara

menggunakan teknik kerja kelompok guna meningkatkan kemampuan mengubah

teks wawancara menjadi karangan narasi. Untuk itu, tujuan dalam penelitian ini

adalah mendeskripsikan peningkatan kemampuan mengubah teks wawancara

menjadi karangan narasi melalui teknik kerja kelompok, khususnya siswa kelas

VII-A SMP Taman Siswa Gedongtataan Kabupaten Pesawaran.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan (action

research) yang dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas tahapan

(4)

13 laki-laki dan 17 perempuan.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan prasiklus siswa dalam

mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi di bawah KKM sekolah

tersebut yaitu 65,00 dalam kategori kurang dengan rata-rata nilai sebesar 51,5 dari

30 siswa yang tuntas 2 siswa dengan persentase 6% dan yang belum tuntas 28

siswa dengan persentase 94%. Setelah dilakukan tindakan pembelajaran melalui

teknik kerja kelompok, kemampuan mengubah teks wawancara menjadi karangan

narasi pada siklus I dalam kategori cukup dengan rata-rata nilai sebesar 62,56

atau meningkat sebesar 11,83% sedangkan siswa yang tuntas 12 dari 30 siswa

atau 40%. Selanjutnya, kemampuan mengubah teks wawancara menjadi karangan

narasi pada siklus II diperoleh nilai rata-rata sebesar 75,00 dengan kategori baik

atau mengalami peningkatan sebesar 13% dengan ketuntasan klasikal 28 siswa

atau sebesar 85%.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa melalui teknik kerja kelompok dapat

meningkatkan kemampuan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi

karangan narasi pada siswa kelas VII-A SMP Taman Siswa sehingga mencapai

tujuan yang telah ditetapkan, yaitu tercapai KKM sekolah untuk mata pelajaran

(5)
(6)

DAFTAR ISI

2.4.1 Pengertian Teknik Pembelajaran ... 23

2.4.2 Jenis-Jenis Teknik Pembelajaran ... 24

2.4.3 Teknik Kerja Kelompok ... 24

2.4.4 Kelebihan Teknik Kerja Kelompok ... 25

2.4.5 Kelemahan Teknik Kerja Kelompok ... 25

2.4.6 Langkah-Langkah Teknik Kerja Kelompok ... 26

(7)
(8)
(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menulis merupakan keterampilan yang harus dikuasai setiap siswa melalui proses

yang cukup panjang. Menulis memerlukan adanya pengetahuan, waktu dan

pengalaman. Selain fasilitator dan motivator guru dituntut profesional dalam

menguasai materi agar siswa memahami apa yang menjadi tujuan pembelajaran

dan dapat mengungkapkan ide-idenya dalam bentuk tulisan. Ide-ide itu dapat

digali dari berbagai sumber, misalnya dengan membaca, menyimak, atau

mendengarkan pembicaraan orang lain bahkan dari suatu bentuk yang dilihatnya.

Menulis adalah sebagai kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan

menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya (Suparno dan Yunus,

2008:1.3). Oleh sebab itu, dapat dikemukakan bahwa menulis merupakan suatu

rangkaian proses mulai dari memikirkan gagasan yang akan disampaikan kepada

pembaca sampai dengan menentukan cara mengungkapkan atau menyajikan

gagasan itu dalam rangkaian kalimat. Kegiatan menulis bermanfaat untuk

meningkatkan kemampuan berpikir dan memperluas wawasan karena sebuah

tulisan sangat dipengaruhi oleh wawasan yang dimiliki seseorang yang

(10)

Menulis membutuhkan kemampuan mengorganisasikan pikiran, banyak pilihan

kata yang sulit untuk dipakai secara tepat guna membentuk rangkaian kalimat

yang mengandung pikiran pokok yang tepat. Kegiatan menulis juga membutuhkan

latihan karena dengan berlatih dapat memotivasi diri untuk mengembangkan

ide-ide yang dimiliki. Seseorang dengan banyak berlatih menulis akan semakin mahir

untuk menuangkan ide-ide yang ada dalam pikirannya. Setelah terbiasa menulis,

seseorang akan merasa senang atau nyaman untuk menulis, sehingga menulis

bukanlah sebagai suatu yang menyebalkan, tetapi sesuatu yang menyenangkan.

Sebelum sampai pada rangkaian kalimat yang baik, setiap penulis harus mampu

mengungkapkan pikirannya, minimal lewat apa yang di lihat.

Salah satu cara supaya siswa terampil dalam menulis adalah melatih siswa

mengubah teks wawancara menjadi narasi. Mengubah teks wawancara menjadi

narasi merupakan suatu kegiatan memaparkan suatu dialog dalam bentuk tulisan.

Narasi adalah karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa. Karangan jenis

ini berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya

(kronologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah kejadian atau serentetan

kejadian, dan agar pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu. Teks

wawancara merupakan bentuk penyajian informasi berupa tanya jawab antara

pewawancara dan narasumber. Untuk menceritakan atau menyampaikan kembali

hasil wawancara kepada orang lain, teks wawancara perlu diubah dalam bentuk

narasi. Narasi merupakan bentuk karangan pengisahan suatu cerita atau kejadian.

Dalam kurikulum KTSP sekolah menengah pertama semester 2 kelas VII,

(11)

wawancara menjadi narasi dengan memperhatikan cara penulisan kalimat

langsung dan tak langsung, dengan indikator: (1) mampu mengubah kaimat

langsung dalam wawancara menjadi kalimat tidak langsung, (2) mampu

mengubah teks wawancara menjadi narasi. Dengan kompetensi ini siswa dituntut

untuk memiliki keterampilan berbahasa, khususnya terampil menulis narasi.

Realitanya pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Taman Siswa Gedong Tataan

Khususnya siswa kelas VII-A SMP Taman Siswa Gedong Tataan, lebih-lebih

pada kompetensi menulis narasi belum memuaskan. Hal ini dibuktikan oleh hasil

ulangan harian siswa, kemampuan siswa mengubah teks wawancara menjadi

karangan narasi masih rendah, lebih dari 80% siswa tidak mampu menulis narasi

dan mendapat nilai di bawah KKM sekolah tersebut, yaitu 65,00. Dari 30 siswa

hanya 2 siswa yang memiliki tingkat kemampuan baik, dengan persentase 6,56%,

siswa memiliki tingkat kemampuan cukup dengan persentase 15,56%, 15 siswa

memiliki tingkat kemampuan kurang dengan persentase 50%, dan 26,56% siswa

memiliki tingkat kemampuan sangat kurang yang terdiri dari 8 siswa. Hasil

tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1.1 Sebaran Jumlah Siswa Menurut Klasifikasi Rentang Nilai Hasil Ulangan Harian Mengubah Teks Wawancara Menjadi Karangan Narasi Siswa Kelas VII-A SMP Taman Siswa

Kategori Interval Jumlah Siswa Persentase (%)

Baik sekali 85 – 100 - -

Baik 75 – 84 2 6,56

Sedang 60 – 74 5 15,56 Kurang 40 – 59 15 50,00 Sangat Kurang 0 - 39 8 26,56

Jumlah 30 100

(12)

Beberapa faktor penyebab pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi

karangan narasi, yaitu siswa kesulitan mengubah kalimat langsung dalam teks

wawancara menjadi kalimat tak langsung dalam karangan narasi dan siswa kurang

memahami struktur narasi sehingga siswa kesulitan dalam mengekspresikan ide,

gagasan, pikiran dalam sebuah kalimat yang baik, kemudian menyusunnya dalam

paragraf. Selain itu, penyampaian materi pelajaran dengan menggunakan metode

ceramah yang kurang efektif yang mengakibatkan komunikasi satu arah.

Berdasarkan gambaran di atas, guru dituntut untuk menguasai pengetahuan yang

luas dan mendalam tentang apa yang diajarkan, juga penggunaan berbagai macam

strategi dan metode pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran menulis sangat

bergantung pada kreativitas guru dalam mendidik dan menggunakan metode yang

tepat. Mengajar bukan hanya menyampaikan bahan pelajaran pada siswa,

melainkan yang terpenting adalah bagaimana bahan pelajaran tersebut dapat

disajikan dan dipelajari oleh siswa secara efektif dan efesien. Dalam pembelajaran

sangat diperlukan adanya cara atau metode untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Agar tujuan tersebut tercapai dengan baik maka diperlukan kemampuan dalam

memilih dan menggunakan metode mengajar. Untuk mencapai keberhasilan

pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi, guru perlu

menerapkan metode atau teknik secara selektif. Pemanfaatan metode yang tepat

dalam penyampaian materi akan memudahkan ketercapaian tujuan pembelajaran.

Salah satu metode tersebut adalah teknik kerja kelompok.

Teknik kerja kelompok adalah format pembelajaran yang menitikberatkan kepada

(13)

kelompok guna menyelesaikan tugas-tugas belajar secara bersama-sama. Teknik

ini dapat digunakan jika guru mempunyai keyakinan bahwa untuk memahami

topik yang dibicarakan perlu dilakukan pembelajaran dengan teknik kerja

kelompok. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok belajar di bawah

pengawasan dan bimbingan guru. Di sana semua siswa dalam kelompok

masing-masing diserahi tugas oleh guru untuk memecahkan suatu masalah. Melalui teknik

kerja kelompok siswa diharapkan mendapatkan masukan dari teman kelompoknya

bagaimana urutan kejadian dalam teks wawancara, mengubah kalimat langsung

menjadi kalimat tak langsung, tokoh dalam teks wawancara serta laur cerita.

Berdasarkan uraian di atas akan dilakukan penelitian dengan judul “ Peningkatan

Kemampuan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Karangan Narasi Melalui

Teknik Kerja Kelompok pada Siswa Kelas VII-A SMP Taman Siswa Gedong

Tataan Tahun Pelajaran 2012/2013”.

1.2 Perumusan Masalah

Bertolak dari uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini ada dua yakni

secara khusus dan secara umum. Rumusan masalah secara khusus adalah sebagai

berikut “Bagaimanakah peningkatan proses dan hasil kemampuan mengubah teks

wawancara menjadi karangan narasi melalui teknik kerja kelompok pada siswa

kelas VII-A SMP Taman Siswa Gedong Tataan tahun pelajaran 2012/2013?”

Selanjutnya, secara lebih rinci rumusan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah perencanaan pelaksanaan pembelajaran mengubah teks

wawancara menjadi karangan narasi melalui teknik kerja kelompok pada siswa

(14)

2. Bagaimanakah proses pelaksanaan pembelajaran mengubah teks wawancara

menjadi karangan narasi melalui teknik kerja kelompok pada siswa kelas

VII-A SMP Taman Siswa Gedong Tataan?

3. Bagaimanakah penilaian hasil pembelajaran mengubah teks wawancara

melalui teknik kerja kelompok pada siswa kelas VII-A SMP Taman Siswa

Gedong Tataan?

1.3 Tujuan Penelitian Tindakan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini dibagi dua yakni

khusus dan umum. Penelitian tindakan ini tujuan khusus adalah untuk

mendeskripsikan peningkatan kemampuan mengubah teks wawancara menjadi

karangan narasi melalui teknik kerja kelompok pada siswa kelas VII-A SMP

Taman Siswa Gedong Tataan tahun pelajaran 2012/2013.

Selanjutnya tujuan secara lebih rinci dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran peningkatan kemampuan

mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi melalui teknik kerja

kelompok pada siswa kelas VII-A SMP Taman Siswa Gedong Tataan?

2. Mendeskripsikan proses pelaksanaan peningkatan kemampuan mengubah teks

wawancara menjadi karangan narasi melalui teknik kerja kelompok pada siswa

kelas VII-A SMP Taman Siswa Gedong Tataan?

3. Mendeskripsikan penilaian hasil pembelajaran peningkatan kemampuan

mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi melalui teknik kerja

(15)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan

praktis.

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman bagi

pembaca dalam meningkatkan kemampuan siswa mengubah teks wawancara

menjadi karangan narasi.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan

pemahaman siswa terhadap pembelajaran menulis karangan narasi sehingga

kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi dapat ditingkatkan.

Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat untuk guru dalam mengembangkan

metode dan strategi guru dalam pembelajaran menulis dengan memperbaiki

(16)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1Menulis

Menurut Suparno dan Yunus (2008: 1.29), sebagai suatu keterampilan berbahasa,

menulis merupakan kegiatan yang kompleks karena penulis dituntut untuk dapat

menyusun dan mengorganisasikan isi tulisannya serta menuangkannya dalam

formulasi ragam bahasa tulis dan konvensi penulisan lainnya. Menulis sebagai

aktivitas berbahasa tidak dapat dilepaskan dari kegiatan berbahasa lainnya. Apa

yang diperoleh melalui menyimak, membaca, dan berbicara, akan memberinya

masukan berharga untuk kegiatan menulis.

2.1.1 Pengertian Menulis

Menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta

mengungkapkannya secara tersurat (Akhadiah, 1988:2). Menulis adalah aktivitas

mengemukakan gagasan melalui media bahasa tulis (Nurgiyantoro dalam

Kusmana, 2011:99). Menulis adalah berkomunikasi secara tertulis (Kusmana,

2011:99).

Menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat

surat) dengan tulisan (KBBI,2005:1219). Menulis adalah sebagai kegiatan

(17)

atau medianya (Suparno dan Yunus,2008:1.3). Menulis merupakan suatu proses.

Oleh karena itu, menulis harus mengalami tahap pratulis, tahap penulisan, tahap

penyuntingan, dan tahap pengakhiran atau penyelesaian (Parera, 1993:3).

Dari beberapa pendapat tersebut, peneliti mengacu pada pendapat yang

mengatakan bahwa menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti

mengarang, membuat surat) dengan tulisan (KBBI,2005:1219) karena menulis

narasi merupakan tulisan yang menuturkan perbuatan dan pengalaman yang

dialami seseorang.

2.1.2 Tahapan Menulis

Tahapan menulis menurut Kusmana (2011: 101) adalah sebagai berikut.

a) Prapenulisan

Prapenulisan terdiri atas (1) memilih topik, (2) membatasi topik, (3)

merumuskan tujuan, (4) mengumpulkan bahan, dan (5) menyusun kerangka

karangan.

b)Proses penulisan

Proses penulisan terdiri atas (1) menggunakan penalaran dalam menulis, (2)

menggunakan ejaan, (3) memilih kata, (4) menggunakan kalimat efektif, (5)

menyusun paragraf kohesif dan koheren, (6) menerapkan ketentuan menulis.

c) Penyuntingan

Penyuntingan terdiri atas (1) membaca kembali tulisan, (2) menandai

(18)

2.2 Teks Wawancara

Wawancara ialah tanya jawab antara pewawancara dengan yang diwawancara

untuk meminta keterangan atau pendapat mengenai suatu hal. Teks wawancara

merupakan bentuk penyajian informasi berupa tanya jawab antara pewawancara

dan narasumber.

Langkah-langkah berikut mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi

adalah sebagai berikut.

1. Bacalah teks wawancara dengan cermat.

2. Catatlah pokok-pokok isi wawancara.

3. Buatlah pengantar ke arah isi wawancara.

4. Narasikan isi wawancara dengan mengembangkan pokok-pokok isi.

5. Lengkapilah narasi dengan bagian penutup.

Hal yang perlu diperhatikan ketika menarasikan hasil wawancara:

1. Hal yang perlu diperhatikan ketika kita akan mengubah teks wawancara

menjadi bentuk tulisan narasi adalah cara atau teknik mengubah kalimat langsung

menjadi kalimat tak langsung.

2. Perubahan kata ganti:

Saya menjadi Dia

Kamu menjadi Saya

Kalian menjadi Kami

Kami menjadi Mereka

(19)

Contoh:

Hasil Wawancara dengan Kalimat Langsung:

Pewawancara : “Apakah yang bisa anda buat untuk mengendalikan bencana

banjir di kota Bapak?”

Sumber : “Yang akan saya lakukan adalah membuat kanal-kanal pintu

air dan difokuskan sebagai tempat pariwisata sehingga

masyarakat bersama pemerintah menjaga kanal tersebut

sebagai aset wisata, bukan sebagai tempat pembuangan

sampah seperti di kota Delf, Belanda.”

Hasil wawancara dengan Kalimat Tak Langsung:

Beliau mengatakan bahwa yang akan dia lakukan adalah membuat kanal-kanal

pintu air dan difokuskan sebagai tempat pariwisata sehingga masyarakat

bersama pemerintah menjaga kanal tersebut sebagai aset wisata, bukan

sebagai tempat pembuangan sampah seperti di kota Delf, Belanda.

(http://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2035973-pengertian-wawancara-dan-teknik-wawancara/#ixzz2F7TLIBcv)

2.3 Menulis Narasi

Jenis-jenis menulis karangan menurut Suparno (2008: 1.11) adalah sebagai

berikut:

a. menulis karangan narasi;

b. menulis karangan argumentasi;

c. menulis karangan deskripsi;

d. menulis karangan persuasi;

(20)

Salah satu bentuk pengembangan tulisan dan karangan adalah narasi, berikut

ini akan dipaparkan pengertian narasi, struktur narasi, jenis-jenis narasi, serta

langkah-langkah menulis narasi.

2.3.1 Pengertian Menulis Narasi

Narasi adalah karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa menurut

urutan terjadinya (kronologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah

kejadian atau serentetan kejadian, dan agar pembaca dapat memetik hikmah

dari cerita itu (Suparno, 2006: 4.54). Sejalan dengan pendapat di atas Keraf

(2007:136) menjelaskan bahwa narasi adalah suatu bentuk wacana yang

sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan

menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam kesatuan waktu.

Dalam menulis narasi (cerita) umumnya ada pelaku, peristiwa, konflik, dan

penyelesaiannya. Peristiwa yang ada dalam karangan narasi dapat berupa hal

-hal yang bersifat realitas maupun imajinatif (khyalan) belaka. Narasi

mementingkan urutan kronologis dari suatu peristiwa serta masalah.

Pengarang bertindak sebagai sejarahwan atau tukang cerita (Parera, 1993:5).

2.3.2 Struktur Narasi

Struktur sebuah narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang mem-

bentuknya: perbuatan, penokohan, latar, dan sudut pandangan. Tetapi dapat

juga dianalisa berdasarkan alur (plot) narasi (Keraf, 2007:145). Selanjutnya,

menulis sebuah karangan narasi, maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip

(21)

Prinsip-prinsip tersebut antara lain: alur, penokohan, latar, dan sudut pandang

(Suparno, 2008: 4.39).

Berdasarkan teori di atas, penelitian ini akan mengacu kepada pendapat yang

akan dijadikan landasan tumpu untuk mengukur kemampuan siswa menulis

narasi dibatasi pada permasalahan yang berkaitan dengan alur, penokohan,

dan latar. Selanjutnya, alur, penokohan, dan latar akan dijadikan indikator

penilaian. Selain itu, dikarenakan siswa dituntut mampu menulis narasi maka

indikator dengan baik maka indikator penilaian akan ditambah dengan

penggunaan ejaan.

a) Alur

Alur adalah interrelasi fungsional antara unsur-unsur yang timbul dari

tindak-tanduk, karakter, suasana hati (pikiran) dan sudut pandang, serta ditandai

klimaks-klimaks dalam rangkaian tindak-tanduk itu, yang sekaligus menandai

urutan bagian-bagian dalam keseluruhan narasi (Keraf, 2007:147). Menurut

Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1998:113) alur adalah cerita yang berisi urutan

peristiwa yang dihubungkan secara kausal.

Dari pendapat di atas, penulis mengacu pada pendapat Keraf yang

menyebutkan bahwa alur adalah interrelasi fungsional antara unsur-unsur

yang timbul dari tindak-tanduk, karakter, suasana hati (pikiran) dan sudut

pandangan, serta ditandai oleh klimaks-klimaks dalam rangkaian

tindak-tanduk itu, yang sekaligus menandai bagian-bagian dalam keseluruhan narasi

(22)

b) Latar (Setting)

Latar disini ialah tempat dan atau waktu terjadinya perbuatan tokoh atau

peristiwa yang dialami tokoh (Suparno, 2006:4.42). Sehubungan dengan latar

Keraf (2007:148) mengemukakan hal sebagai berikut.

Tempat atau pentas disebut latar atau setting. Latar dapat digambarkan secara hidup dan terperinci, dapat pula digambarkan secara sketsa, sesuai dengan fungsi dan perannya pada tindak -tanduk yang berlanngsung. Ia dapat menjadi unsur yang penting dalam tindak-tanduk yang terjadi, atau hanya berperan sebagai unsur tambahan saja. Pada bagian tertentu mungkin saja peranan latar kurang sekali bisa dibandingkan dengan latar bagian lain. Demikian juga latar yang menjadi tempat atau pentas itu bisa berbentuk suatu suasana pada suatu kurun waktu tertentu. Latar atau setting meliputi tempat, waktu, dan suasana yang melatar belakangi terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita. Latar mempunyai fungsi memperjelas atau menghidupkan peristiwa dalam cerita. Cerita yang baik harus memiliki setting yang menyatu dengan tema, watak pelaku, dan alur.

c) Sudut Pandang

Sudut pandang (point of view) dalam narasi menjawab pertanyaan siapakah

yang menceritakan kisah ini . Apapun sudut pandang yang dipilih pengarang

akan menentukan sekali gaya dan corak cerita (Suparno, 2006:4.44).

Sehubungan dengan sudut pandang, Keraf (2007: 190-192) mengemukakan

pendapatnya sebagai berikut.

(23)

Jadi, sudut pandang dalam narasi berfungsi menyatakan bagaimana fungsi

seorang pengisah (narator) dalam sebuah narasi, apakah ia mengambil bagian

langsung dalam seluruh rangkaian kejadian (participant) atau sebagai

pengamat (observer) dari seluruh aksi yang ada dalam narasi.

d) Penokohan

Penokohan atau Karakterisasi adalah proses yang digunakan oleh seorang pe-

ngarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fisiknya (Tarigan, 1992: 141). Sehu-

bungan dengan karakter dan karakterisasi, (Keraf, 2007:164) mengemukakan

hal berikut.

Karakter-karakter adalah tokoh-tokoh dalam sebuah narasi dan karakterisasi adalah cara seorang penulis kisah menggambarkan tokoh-tokohnya. Perwatakan dalam pengisahan dapat diperoleh dengan usaha memberi gambaran tindak-tanduk dan ucapan-ucapan para tokohnya (pendukung karakter), sejalan tidaknya kata dan perbuatan. Motivasi para tokoh itu dapat dipercaya atau tidak diukur melalui tindak -tanduk, ucapan, kebiasaan, dan sebagainya. Dalam bertindak mereka harus memberikan reaksi-reaksi kepada lingkungan yang dimasukinya, apakah nilai reaksi itu wajar atau semu, berbicara atau bertindak sesuai dengan karakter dominan atau menyimpang dari karakter yang dominan tadi.

e) Penggunaan Ejaan

Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan

lambang-lambang bunyi ujaran dan bagaimana interelasi antara lambang-lambang-lambang-lambang itu dalam

suatu bahasa (Santosa, 2009: 4.8). Ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia

saat ini adalah ejaan yang disempurnakan (EYD), yang telah diresmikan

penggunaannya pada tanggal 17 Agustus 1972. Dalam ejaan Bahasa Indonesia

yang disempurnakan terdiri atas lima pembahasan.

(24)

b. Penulisan huruf (huruf besar, huruf kapital dan huruf miring).

c. Penulisan kata (kata dasar, kata turunan, kata ulang, kata gabung, kata depan,

partikel, angka, dan bilangan).

d. Tanda baca (titik, koma, titik dua, titik koma, tanda hubung, tanda pisah, tanda

elipsis, tanda tanya, tanda seru, tanda kurung, tanda kurung siku, tanda petik,

tanda petik tunggal, tanda garis miring, dan tanda penyingkat).

e. Penulisan unsur serapan.

Dalam penelitian ini ejaan yang dinilai dala meringkas adalah pemenggalan

kata, huruf kapital (awal kalimat dan nama diri), kata depan, tanda titik, tanda

koma, tanda seru dan tanda tanya.

1. Pemenggalan kata

a. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.

1) Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pememggalan itu

dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.

Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah.

Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga

pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.

Misalnya: au-la bukan a-u-la

sau-dara bukan sa-u-da-ra

2) Jika ditengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf

konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan kata dilakukan

sebelum huruf konsonan.

(25)

3) Jika di tengah kata ada huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan

dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf

konsonan tidak pernah diceraikan.

Misalnya: man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril, bang-sa,

makh-luk.

4) Jika ditengah kata ada tiga huruf konsonan atau lebih, pemenggalan

dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan

yang kedua.

Misalnya: in-stru-men, ul-tra, in-fra, bang-krut, ikh-las.

b. Imbuhan akhir dan imbuhan awal, termasuk awalan, termasuk awalan yang

mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai

dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.

Misalnya: makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah

2. Huruf kapital

a. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada

awal kalimat.

Misalnya:

Dia mengantuk.

Apa maksudnya?

Kita harus bekerja keras.

b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.

Misalnya:

Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”

(26)

“Kemarin engkau terlambat,” katanya.

c. Huruf kapital dipakai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan

dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti Tuhan.

Misalnya:

Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Quran

Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.

d. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.

Misalnya: Amir Hamzah, Dewi Sartika, Agus Santoso

e. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,

dan bahasa.

Misalnya: bangsa Indonesia, suku Lampung, suku Sunda, bahasa Inggris

f. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari

raya, dan peristiwa sejarah.

Misalnya: tahun Hijiriah, bulan Agustus, hari Minggu, hari Lebaran,

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

g. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.

Misalnya: Asia Tenggara, Bukit Barisan, Danau Toba, Gunung Semeru,

Kali Brantas, Selat Sunda

3. Kata depan

Kata depan di, ke, dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di

dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai kata seperti kepada

dan daripada.

Misalnya: Kain itu terletak di dalam lemari.

(27)

Ia datang dari Lampung kemarin.

4. Tanda titik

a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.

Misalnya:

Ayahku tinggal di Solo.

Biarlah mereka pergi.

Marilah kita mengheningkan cipta.

b. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang

menunjukkan waktu.

Misalnya:

pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)

5. Tanda koma

a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau

pembilangan.

Misalnya:

Saya membeli kertas, pena, dan tinta.

Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.

b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari

kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau

melainkan.

Misalnya:

Saya ingin datang, tetapi hari hujan.

(28)

c. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung

antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh

karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.

Misalnya:

... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.

... Jadi, masalahnya seperti itu.

d. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh,

kasihan, dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.

Misalnya:

O, begitu?

Wah, bukan main!

Hati-hati, ya, nanti jatuh.

e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain

dalam kalimat.

Misalnya:

Kata Ibu, “Saya gembira sekali.”

“Saya gembira sekali,” Kata Ibu, “karena kamu lulus.”

6. Tanda tanya

a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.

Misalnya:

Kapan ia berangkat?

Dimana rumah mu?

b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian

(29)

Misalnya:

Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).

Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

7. Tanda seru

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau

perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa

emosi yang kuat.

Misalnya:

Alangkah seramnya peristiwa itu!

Bersihkan kamar itu sekarang juga!

Merdeka!

2.3.3 Jenis Narasi

Dilihat dari peristiwa yang ditampilkan narasi dapat dibedakan menjadi dua

jenis, yaitu:

a) Narasi Ekspositoris

Narasi ekspositoris adalah narasi yang memberi informasi kepada pembaca

agar pengetahuan dan pengertian pembaca bertambah luas. Narasi ini

bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa

yang dikisahkan. Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan

pengetahuan pembaca sesudah membaca kisah tersebut (Keraf, 2007:136).

Menurut sifatnya narasi ekspositoris terbagi menjadi dua macam yaitu (1)

(30)

bersifat khas atau khusus. Dalam penelitian ini penulis mengkhususkan pada

karangan narasi ekspositoris.

b) Narasi Sugestif

Narasi sugestif adalah narasi yang menyampaikan sebuah makna kepada para

pembaca melalui daya khayal yang dimiliki penulis. Seperti halnya dengan

narasi ekspositoris, narasi sugestif juga pertama-tama bertalian dengan

tindakan atau perbuatan yang dirangkaikan dalam satu kejadian atau

peristiwa. Seluruh rangkaian kejadian itu berlangsung dalam satu kesatuan

waktu dantujuan atau sasaran utamanya bukan memperluas pengetahuan

seseorang, tetapi berusaha memberi makna atas peristiwa itu sebagai

pengalaman. Karena sasarannya adalah makna peristiwa itu atau kejadian itu,

maka narasi sugestif selalu melibatkan daya khayal (imajinatif) (Keraf,

2007:138).

2.3.4 Langkah-Langkah Menulis Narasi

Langkah-langkah menulis narasi menurut Suparno (2008: 4.50) sebagai

be-rikut.

1) Menentukan tema dan amanat yang ingin disampaikan.

2) Tetapkan sasaran pembaca.

3) Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam skema

alur.

4) Bagi peristiwa utama ke dalam bagian awal, perkembangan, dan ak hir

(31)

2.4 Teknik Pembelajaran

Di dalam proses belajar-mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat

belajar secara efektif dan efesien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah

satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus mengusai metode atau teknik

pembelajaran.

2.4.1 Pengertian Teknik Pembelajaran

Pada hakikatnya keberhasilan sebuah pembelajaran bertumpu pada keberhasilan

pencapaian dari sebuah metode yang terfokus pada tujuan pembelajaran, dan

penunjangnya adalah teknik dan taktik dalam mengimplementasikan sebuah

metode (Djamarah, 2006 : 74). Selanjutnya, Semi (1989: 105) mengemukakan

teknik adalah cara khas yang operasional yang digunakan atau dilalui dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan dengan berpegang pada proses

sistematis yang terdapat metode. Oleh sebab itu, teknik lebih bersifat tindakan

nyata berupa usaha atau upaya yang digunakan untuk mencapai tujuan. Menurut

Roestiyah (2008: 1) teknik penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang

cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain

ialah sebagai teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau

menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut

dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik.

2.4.2 Jenis-Jenis Teknik Pembelajaran

Menurut Roestiyah (2008: ix), macam-macam teknik pembelajaran antara lain:

- Teknik diskusi.

(32)

- Teknik penemuan/Discovery.

- Teknik simulasi.

- Teknik latihan.

- Teknik eksperimen.

- Teknik demonstrasi

- Teknik tanya jawab, dan metode lain serta gabungan dari metode tersebut.

2.4.3 Teknik Kerja Kelompok

Menurut Roestiyah (2008: 15) kerja kelompok ialah suatu cara mengajar, di mana

siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi beberapa

kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 (lima) atau 7 (tujuh) siswa, mereka

bekerja bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu,

dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan pula oleh guru.

Menurut Robert L. Cilstrap dan William R Martin dalam Roestiyah (2008: 15)

kerja kelompok adalah kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil,

yang diorganisir untuk kepentingan kelompok. Keberhasilan kerja kelompok ini

menuntut kegiatan yang kooperatif dari beberapa individu tersebut.

Berdasarkan definisi di atas, penulis mengacu pada pendapat menurut Roestiyah

(2008: 15) kerja kelompok ialah suatu cara mengajar, di mana siswa di dalam

kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi beberapa kelompok. Setiap

kelompok terdiri atas 5 (lima) atau 7 (tujuh) siswa, mereka bekerja bersama dalam

memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai

(33)

2.4.4 Kelebihan Teknik Kerja Kelompok

Kelebihan yang dimiliki oleh teknik kerja kelompok menurut Roestiyah (2008:

17) adalah sebagai berikut.

1. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan

keterampilan bertanya dan membahas sesuatu masalah.

2. Dapat memberikan kesempatan pada para siswa untuk lebih intensif

mengadakan penyelidikan mengenai sesuatu kasus atau masalah.

3. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampil-

an berdiskusi.

4. Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai

individu serta kebutuhan belajar.

5. Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka, dan mereka lebih

aktif berpartisipasi dalam diskusi.

6. Dapat memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan

rasa menghargai dan menghormati pribadi temanya, menghargai pendapat

orang lain; hal mana mereka telah saling membantu kelompok dalam

usahanya mencapai tujuan bersama.

2.4.5 Kelemahan Teknik Kerja Kelompok

Adapun kelemahan dari teknik kerja kelompok menurut Roestiyah (2008: 17)

adalah sebagai berikut.

1. Kerja kelompok sering-sering hanya melibatkan kepada siswa yang

mampu sebab mereka cakap memimpin dan mengarahkan mereka yang

(34)

2. Strategi ini kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang

berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda pula.

3. Keberhasilan strategi kerja kelompok ini tergantung kepada kemampuan

siswa memimpin kelompok atau untuk bekerja sendiri.

2.4.6 Langkah-Langkah Teknik Kerja Kelompok

Menurut Roestiyah (2008: 19) supaya kerja kelompok dapat lebih berhasil, maka

harus melalui langkah-langkah sebagai berikut.

1. Menjelaskan tugas kepada siswa.

2. Menjelaskan apa tujuan kerja kelompok itu.

3. Membagi kelas menjadi beberapa kelompok.

4. Setiap kelompok menunjuk seorang pencatat yang akan membuat laporan

tentang kemajuan dan hasil kerja kelompok tersebut.

5. Guru berkeliling selama kerja kelompok itu berlangsung bila perlu memberi

saran atau pertanyaan.

6. Guru membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima hasil kerja kelompok.

2.4.7 Tujuan Pembelajaran Dengan Teknik Kerja Kelompok

Penggunaan teknik kerja kelompok dalam pembelajaran mempunyai tujuan agar

siswa mampu bekerja sama dengan teman yang lain dalam mencapai tujuan

bersama (Roetiyah, 2008: 19). Adapun pengelompokkan itu didasarkan pada:

a. Adanya alat pelajaran yang tidak mencukupi jumlahnya.

Agar penggunaan dapat lebih efesien dan efektif, maka siswa perlu dijadikan

kelompok-kelompok kecil. Karena bila seluruh siswa sekaligus menggunakan

(35)

memanfaatkan alat-alat yag terbatas itu sebaik mungkin, tanpa saling

menunggu giliran.

b. Kemampuan belajar siswa.

Di dalam satu kelas kemampuan belajar siswa tidak sama. Siswa yang pandai

di dalam Bahasa Indonesia, belum tentu sama pandainya dalam pelajaran

sejarah. Dengan adanya perbedaan kemampuan belajar itu, maka perlu

dibentuk kelompok menurut kemampuan belajar masing-masing, agar setiap

siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuannya.

c. Minat Khusus

Setiap individu memiliki minat khusus yang perlu dikembangkan; hal mana

yang satu pasti berbeda dengan yang lain . Tetapi tidak menutup

kemungkinan ada anak yang minat khususnya sama, sehingga memungkinkan

dibentuknya kelompok, agar mereka dapat dibina dan mengembangkan

bersama minat khusus tersebut.

d. Memperbesar partisipasi siswa.

Di sekolah pada tiap kelas biasanya jumlah siswa terlalu besar; dan kita tahu

bahwa jumlah jam pelajaran adalah sangat terbatas; sehingga dalam jam

pelajaran yang sedang berlangsung sukar sekali untuk guru akan

mengikutsertakan setiap murid dalam kegiatan itu. Bila itu terjadi siswa yang

ditunjuk guru akan aktif, yang tidak disuruh akan tetap pasif saja. Karena

itulah bila berkelompok, dan diberikan tugas yang sama pada masing-masing

kelompok, maka banyak kemungkinan setiap siswa ikut serta melaksanakan

(36)

e. Pembagian tugas atau pekerjaan.

Di dalam kelas bila guru menghadapi suatu masalah yang meliputi berbagai

persoalan, maka perlu tugas membahas masing-masing persoalan pada

kelompok, sesuai dengan jumlah persoalan yang akan dibahas. Dengan

demikian masing-masing kelompok harus membahas tugas yang diberikan.

f. Kerja sama yang efektif.

Dalam kelompok siswa harus bisa bekerja sama, mampu menyesuaikan diri,

menyeimbangkan pikiran/pendapat atau tenaga untuk kepentingan bersama,

sehingga mencapai suatu tujuan untuk bersama pula.

2.4.8 Bentuk-Bentuk Kerja Kelompok

Bentuk-bentuk kerja kelompok menurut Roestiyah (2008: 18) yang dapat

dilaksanakan ialah:

a. Kerja kelompok berjangka pendek.

Bentuk ini dapat disebut pula rapat kilat karena hanya mengambil waktu ± 15

menit, yang mempunyai tujuan untuk memecahkan persoalan khusus yang

terdapat pada sesuatu masalah. Umpamanya: Ketika instruktur menjelaskan

sesuatu pelajaran terdapat suatu masalah yang perlu didiskusikan. Guru dapat

menunjuk beberapa siswa, atau membagi kelas menjadi beberapa kelompok

untuk membahas masalah itu dalam waktu yang singkat.

b. Kerja kelompok berjangka panjang.

Pembicaraan di sini memakan waktu yang panjang, misalnya memakan waktu

2 hari, satu minggu atau mungkin tiga bulan, tergantung luas dan banyaknya

(37)

tugasnya di dalam suatu kelompok, ia boleh memilih membantu kelompok lain

sesuai dengan minat mereka.

c. Kerja kelompok campuran.

Di sisni siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok yang disesuaikan dengan

kemampuan belajar siswa. Dalam kerja kelompok ini siswa diberi kesempatan

untuk bekerja sesuai dengan kemampuan masing-masing sehingga kelompok

yang pintar dapat selesai terlebih dahulu tidak usah menunggu kelompok yang

lain. Kelompok siswa yang agak lamban; diizinkan menyelesaikan tugasnya

dalam waktu yang sesuai dengan kemampuannya. Agar kerja kelompok

campuran itu mencapai sasaran; guru perlu memperhatikan hal-hal ialah harus

menyediakan tugas atau kegiatan belajar yang sesuai dengan kemampuan

belajar setiap kelompok; kemudian setiap tugas harus disusun sedemikian rupa

sehingga setiap kelompok dapat mengerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain

atau guru. Akhirnya guru harus memberi petunjuk yang jelas, sehingga siswa

tahu apa yang harus dilakukan; dan apa yang diharapkan dari mereka

masing-masing.

2.5 Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan siswa saat proses

pembelajaran berlangsung. Aktivitas sebagai hasil belajar ditunjukan dalam

berbagai aspek seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, persepsi, motivasi,

atau gabungan dari aspek-aspek tersebut. Dalam kegiatan belajar, berpikir, dan

berbuat merupakan serangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Sardiman

(38)

dengan pengamatan sendiri, penyelidikan sendiri, dan bekerja sendiri, dengan

fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Pada proses

pembelajaran tradisional, guru senantiasa mendominasi kegiatan. Siswa terlalu

pasif, yang dianggap botol kosong yang perlu diisi air oleh guru. Aktivitas siswa

terbatas pada mendengarkan, mencatat, menjawab pertanyaan jika diberi

pertanyaan guru, menurut cara yang ditentukan guru, dan berpikir sesuai dengan

yang digariskan guru.

Sardiman (2006: 96) menerangkan bahwa seorang anak itu berpikir sepanjang ia

berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berpikir. Karena itu, agar anak

berpikir sendiri maka harus diberi kesempatan untuk beraktivitas. Aktivitas

belajar memiliki arti luas yang meliputi aktivitas fisik (jasmani) dan aktivitas

mental (rohani). Aktivitas fisik seperti mengerjakan sesuatu, menyusun inti sari

pelajaran, membuat peta dan lain-lain memerlukan gerakan anggota badan,

sedangkan aktivitas mental misalnya siswa dapat mengembangkan kemampuan

intelektualnya, kemampuan berpikir kritis, kemampuan menganalisis, kemampuan

mengucapkan pengetahuan atau dengan kata lain jika jiwanya bekerja atau

berfungsi dalam proses pembelajaran.

Kemudian Sardiman (2006: 101) menggolongkan aktivitas belajar berdasarkan

pendapat Denrick dalam delapan golongan dan diuraikan seperti dibawah ini.

1. Aktivitas visual (visual activities), seperti: membaca, memperhatikan gambar

(39)

2. Aktivitas lisan (oral activities), seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya,

memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi,

interupsi.

3. Aktivitas mendengarkan (listening activities), contohnya: mendengarkan

uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.

4. Aktivitas menulis (writing activities), seperti: menulis cerita, karangan,

laporan, angket, menyalin.

5. Aktivitas menggambar (drawing activities), misalnya: menggambar,

membuat grafik, peta dan diagram.

6. Aktvitas motorik (motor activities), yang termasuk didalamnya antara lain:

melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain,

berkebun, berternak.

7. Aktivitas mental (mental activities), sebagai contoh misalnya: menanggapi,

mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil

keputusan.

8. Aktivitas emosi (emotional activities), misalnya: menaruh minat, merasa

bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Dari delapan golongan aktivitas belajar berdasarkan pendapat Denrick diatas,

aktivitas yang dapat menunjang siswa dalam menulis narasi melalui pemanfaatan

metode diskusi dan selanjutnya akan dipakai sebagai observasi proses aktivitas

siswa, peneliti mengacu pada aktivitas sebagai berikut.

1. Aktivitas visual, meliputi: membaca, dan memperhatikan.

2. Aktivitas lisan, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,

(40)

3. Aktivitas mendengarkan, contohnya: mendengarkan uraian, percakapan,

diskusi.

4. Aktivitas menulis, seperti: menulis cerita, karangan, laporan, menyalin.

5. Aktivitas emosi, misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira,

(41)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan daur

ulang atau siklus model yang dikemukakan oleh Munaris (2010 :36). Beliau

menyatakan bahwa setiap siklus terdiri atas empat kegiatan yaitu, perencanaan,

tindakan, mengamati, refleksi. Siklus tindakan dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.1 Model Siklus Munaris (2010:2.36) Pembelajaran sebelum PTK

Observasi

Refleksi

Perencanaan Pelaksanaan

Refleksi Observasi

Kondisi Awal

Siklus Pertama

(42)

3.2 Setting Penelitian

Setting adalah tempat dan waktu pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK)

yang dilaksanakan guru dalam proses pembelajaran.

3.2.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-A SMP Taman Siswa Gedong Tataan

tahun pelajaran 2012/ 2013. Dengan jumlah siswa 30 orang yang terdiri dari 13

siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan.

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Taman Siswa Gedong Tataan tepatnya kelas

VII-A semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Dengan jumlah siswa 30 orang

yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan.

3.2.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2012/ 2013.

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran bahasa Indonesia di kelas

VII-A dan berlangsung hingga mencapai indikator yang telah ditentukan.

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian menekankan pada perbaikan proses pembelajaran yang dilaksanakan

seiring dengan kegiatan pembelajaran yang telah diprogramkan di sekolah.

3.3.1 Perencanaan

a) Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk siklus. Setiap siklus terdiri atas

dua tindakan dengan tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan

(43)

b) Menetapkan kelas penelitian, yaitu kelas VII-A. Waktu penelitian semester

genap tahun pelajaran 2012/2013. Pelaksanaan pembelajaran diamati oleh

observer, refleksi dan kolaborasi dilakukan setiap selesai pemberian

tindakan.

c) Menyusun rencana pembelajaran dan alokasi waktu.

d) Menentukan teknik pembelajaran yaitu teknik kerja kelompok.

e) Instrumen penelitian

3.3.2 Tindakan

Pelaksanaan setiap siklus dilaksanakan secara umum mengikuti prosedur

sebagai berikut:

a) Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang sudah disiapkan.

b) Melaksanakan pengamatan terhadap siswa oleh observer.

c) Mencatat semua peristiwa selama pembelajaran dengan instrumen

penelitian.

d) Mengumpulkan data hasil pengamatan dari observer.

e) Mendiskusikan temuan-temuan dalam pembelajaran dan refleksi.

Proses tindakan berlangsung di kelas pada jam pelajaran bahasa Indonesia selama

2 kali pertemuan ( 4 × 40 menit ) dengan menggunakan langkah-langkah sebagai

berikut.

SIKLUS I

A. Pertemuan Pertama a. Kegiatan Awal

(44)

2. Guru menginformasikan tujuan pembelajaran.

3. Guru mengadakan apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa yang

berhubungan media pembelajaran yang akan digunakan.

b. Kegiatan Inti

1. Guru menjelaskan tentang teks wawancara dan karangan narasi.

2. Siswa diberi contok teks wawancara yang telah diubah menjadi karangan

narasi

3. Siswa mengamati contoh

4. Siswa dibagi kelompok

5. Tiap kelompok dibagikan teks wawancara

6. Siswa berdiskusi mengubah kalimat langsung menjadi kalimat tak langsung

c. Kegiatan Akhir

Guru dan siswa melakukan refleksi hasil pembelajaran pertemuan pertama siklus

kesatu.

B. Pertemuan Kedua a. Kegiatan Awal

1. Guru mengondisikan kelas.

2. Guru mengingatkan kembali pelajaran sebelumnya dan menyampaikan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai.

3. Guru melakukan apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa hal-hal yang

(45)

b. Kegiatan Inti

1. Siswa melakukan tanya jawab mengenai mengubah teks wawancara menjadi

karangan narasi

2. Siswa dibagikan teks wawancara

3. Siswa mengamati teks wawancara

4. Setiap siswa ditugaskan mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi

dengan memperhatikan cara penulisan kalimat langsung dan tak langsung

5. Guru memberikan pertanyaan secara lisan tentang kesulitan-kesulitan siswa

dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi.

c. Kegiatan Akhir

Guru dan siswa mengadakan refleksi hasil pembelajaran pertemuan kedua siklus

satu.

3.3.3 Observasi

Observasi atau pengamatan terhadap keterampilan proses yang dikembangkan

selama proses pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang diamati yaitu kinerja siswa

dalam pembelajaran dan kinerja guru dalam menerapkan pembelajaran melalui

teknik kerja kelompok. Data aktifitas guru diperoleh dari lembar observasi yang

diamati dilakukan selama kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia dengan teknik

kerja kelompok yang berlangsung di sekolah.

3.3.4 Refleksi

Merefleksi berarti menuangkan secara intensif apa yang telah terjadi dan belum

terjadi atau kekeliruan dan kekurangan dalam kegiatan pembelajaran, sehingga

(46)

dicermati hasilnya secara positif maupun negatif. Refleksi berarti mengingat dan

merenungkan kembali suatu tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam

observasi. Dengan refleksi dapat melakukan perbaikan baru, menyusun rencana

baru. Hasil analisis refleksi digunakan untuk melaksanakan pada siklus

berikutnya.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes dan observasi aktivitas

siswa dan guru. Jenis tes yang digunakan adalah tes kemampuan mengubah teks

wawancara menjadi karangan narasi. Langkah-langkah pengumpulan data sebagai

berikut.

1. Menugasi siswa mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi.

2. Mengumpulkan hasil pekerjaan siswa.

3. Guru mengevaluasi pekerjaan siswa secara keseluruhan dengan menggunakan

indikator penilaian yang telah ditentukan.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan

data. Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen yang disesuaikan dengan

sifat data yang diambil, seperti: lembar observasi siswa, lembar observasi aktivitas

guru, tes hasil belajar, dan penilaian RPP.

3.5.1 Instrumen Observasi Siswa

Observasi siswa adalah mengamati, melihat, dan menilai aktivitas siswa pada saat

pembelajaran berlangsung. Lembar observasi siswa dapat dilihat pada tabel

(47)

Tabel 3.1 Instrumen Observasi Aktivitas Siswa

No Unsur yang

Dinilai Kriteria Penilaian Skor

Skor Maks

1. Aktivitas Visual

Semua siswa terlihat membaca serta memperhatikan.

Ada 1-5 siswa yang tidak membaca serta memperhatikan.

Ada 6-10 siswa yang tidak membaca serta memperhatikan.

Ada 11-15 siswa yang tidak membaca serta memperhatikan.

Ada >16 siswa yang tidak membaca serta memperhatikan.

Semua siswa terlihat bertanya dan mengeluarkan pendapat.

Ada 1-5 siswa yang tidak bertanya dan mengeluarkan pendapat.

Ada 6-10 siswa yang tidak bertanya dan mengeluarkan pendapat.

Ada 11-15 siswa yang tidak bertanya dan mengeluarkan pendapat.

Ada >16 siswa yang tidak bertanya dan mengeluarkan pendapat.

Semua siswa terlihat fokus mendengarkan penjelasan guru.

Ada 1-5 siswa yang tidak fokus mendengarkan penjelasan guru.

Ada 6-10 siswa yang tidak fokus mendengarkan penjelasan guru.

Ada 11-15 siswa yang tidak fokus mendengarkan penjelasan guru.

(48)

4. Aktivitas Menulis

Semua siswa terlihat mandiri dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi.

Ada 1-5 siswa yang tidak mandiri dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi.

Ada 6-10 siswa yang tidak mandiri dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi.

Ada 11-15 siswa yang tidak mandiri dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi..

Ada >16 siswa yang tidak mandiri dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi.

Ada 1-5 siswa yang tidak berminat/antusias.

Ada 6-10 siswa yang tidak berminat/antusias.

Ada 11-15 siswa yang tidak berminat/antusias.

Ada >16 siswa yang tidak berminat/antusias.

5

3.5.2 Instrumen Proses Pembelajaran oleh Guru

Data aktivitas guru diperoleh dari lembar observasi yang diamati selama kegiatan

pembelajaran Bahasa Indonesia melalui teknik kerja kelompok berlangsung di

sekolah.

Table 3.2 Instrumen Proses Pembelajaran oleh Guru

No Aspek Skor

1 2 3 4 5

I PRAPEMBELAJARAN

1.Mempersiapkan siswa untuk belajar 2. Melakukan kegiatan apersepsi

II KEGIATAN INTI PEMBELAJARAN A Penguasaan Materi Pembelajaran

3.Menunjukkan penguasaan materi pembelajaran 4.Mengaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan

(49)

dengan hirarki belajar dan karakteristik siswa 6.Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan

B Pendekatan/Strategi Pembelajaran

7.Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai dan karakteristik siswa

C Pemanfaatan Sumber Belajar/Media Pembelajaran

13.Menggunakan media secara efektif dan efesien 14.Menghasilkan pesan yang menarik

15.Melibatkan siswa dalam pemanfaatan media

D Pembelajaran yang Memicu dan Memilihara Keterlibatan Siswa

16.Menumbuhkan partisipasi siswa dalam pembelajaran

17.Menunjukkan sikap terbuka terhadap respon siswa

18.Menumbuhkan kerjasama dan antusiasme siswa dalam belajar

E Penilaian Proses dan Hasil Belajar

19.Memantau kemajuan belajar selama proses 20.Melakukan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi (tujuan)

F Penggunaan Bahasa

21.Menggunakan bahasa lisan dan tulis secara jelas, baik, dan benar

22.Menyampaikan pesan dengan gaya yang sesuai

III PENUTUP

23.Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa

24.Melaksanakan tindak lanjut dengan

memberikan arahan, atau kegiatan, atau tugas sebagai bagian remedial/pengayaan

(50)

Tabel 3.3 Instrumen Penilaian Perencanaan pembelajaran (IPPP)

No Aspek yang dinilai Skor

1. Kejelasan perumusan tujuan pembelajaran (tidak

menimbulkan penafsiran ganda dan perilaku hasil belajar)

1 2 3 4 5

2. Pemilihan materi ajar (sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik)

1 2 3 4 5

3. Pengorganisasian materi ajar (keruntutan, sistematika materi dan kesesuaian dengan alokasi waktu)

1 2 3 4 5

4. Pemilihan sumber/media pembelajaran (sesuai dengan tujuan, materi, dan karakteristik peserta didik

1 2 3 4 5

5. Kejelasan skenario pembelajaran (langkah-langkah kegiatan pembelajaran: awal, inti, dan penutup)

1 2 3 4 5

6. Kerincian skenario pembelajaran (setiap langkah

tercermin strategi/metode dan alokasi waktu pada setiap tahap)

1 2 3 4 5

7. Kesesuaian teknik dengan tujuan pembelajaran 1 2 3 4 5

8. Kelengkapan instrumen (soal, kunci, pedoman penskoran) 1 2 3 4 5

Skor Total

3.5.3 Instrumen Penilaian Kegiatan Menulis Narasi

Kriteria penilaian dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Kemampuan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Karangan Narasi melalui Teknik Kerja Kelompok

No Komponen Kriteria Penilaian Skor Skor

Maks.

1 Kesesuaian Isi

a. Peristiwa yang dihadirkan sepenuhnya bersifat kausal dan sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara

5

5 b. Peristiwa yang dihadirkan hampir sepenuhnya bersifat

kausal dan sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara

4

c. Peristiwa yang dihadirkan cukup bersifat kausal dan cukup sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara

3 d. Peristiwa yang dihadirkan kurang bersifat kausal dan

kurang sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara

2

e. Peristiwa yang dihadirkan tidak bersifat kausal dan tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara

1 a. Menghadirkan tokoh dan tindakan tokoh sepenuhnya logis

serta watak yang disajikan wajar dan sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara

(51)

2 Tokoh dan Penokohan

b. Menghadirkan tokoh dan tindakan tokoh hampir

sepenuhnya logis serta watak yang disajikan hampir sepenuhnya wajar dan sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara

4

c. Menghadirkan tokoh dan tindakan tokoh hampir cukup

logis serta watak yang disajikan cukup wajar dan sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara.

3

d. Menghadirkan tokoh dan tindakan tokoh kurang logis serta

watak yang disajikan kurang wajar dan kurang sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara.

2

e. Menghadirkan tokoh dan tindakan tokoh yang tidak logis

serta watak yang disajikan tidak wajar dan tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam teks wawancara.

1

3

a. Hubungan antara tokoh dan alur yang disajikan dalam latar

sepenuhnya selaras.

5 5

b. Hubungan antara tokoh dan alur yang disajikan dalam latar

hampir sepenuhnya selaras.

4

Latar c. Hubungan antara tokoh dan alur yang disajikan dalam latar

cukup selaras.

a.Terdapat 1-5 kesalahan pemakaian ejaan. 5

5

b. Terdapat 6-10 kesalahan pemakaian ejaan. 4

c.Terdapat 11-15 kesalahan pemakaian ejaan. 3

d.Terdapat 16-20 kesalahan pemakaian ejaan. 2

e. Terdapat > 21 kesalahan pemakaian ejaan. 1

Skor Maksimal 20

3.6 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Membaca, menandai dan menskor setiap lembar hasil pekerjaan siswa per

aspek 1) Alur; 2) Tokoh; 3) Latar; 4) Ketepatan Ejaan.

(52)

Skor yang diperoleh Skor Maksimal

3. Menentukan tingkat kemampuan siswa mengubah teks wawancara menjadi

karangan narasi.

4. Menghitung tingkat kemampuan mengubah teks wawancara menjadi

karangan narasi dengan rumus.

Nilai Akhir (NA) = X Skor Ideal (100)

5. Menentukan tingkat kemampuan siswa berdasarkan tolak ukur.

Tabel 3.5 Tolak Ukur Penilaian Kemampuan Mengubah Teks Wawancara Menjadi KaranganNarasi

No Rentang Nilai Keterangan

1 85% - 100% Baik Sekali

2 75% - 84% Baik

3 60% - 74% Cukup

4 40% - 59% Kurang

5 0% - 39% Gagal

(Nurgiyantoro, 1987: 363)

3.7 Indikator Keberhasilan

Siklus dalam penelitian ini akan berakhir apabila kemampuan mengubah teks

wawancara menjadi karangan narasi yang diperoleh telah mencapai ketuntasan

klasikal yaitu, 80% siswa telah memperoleh nilai 65,00. Berarti siswa tersebut

sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan dapat melanjutkan

(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan temuan dan hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa

pembelajaran melalui teknik kerja kelompok dapat diimplementasikan untuk

meningkatkan kompetensi mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi

siswa. Hal ini didasarkan pada temuan sebagai berikut.

1. Melalui teknik kerja kelompok siswa lebih bersemangat dan antusias dalam

mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi. Hal ini dapat dicermati

berdasarkan hasil kegiatan refleksi pada siklus I, dari 30 siswa sebanyak 22

orang siswa menyatakan lebih bersemangat belajar mengubah teks

wawancara melalui teknik kerja kelompok, sedangkan pada siklus II semua

siswa menyatakan lebih bersemangat belajar mengubah teks wawancara

menjadi karangan narasi.

2. Melalui teknik kerja kelompok dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa

dalam belajar mengubah teks wawancara pada siswa kelas VII-A SMP

Taman Siswa Tahun Pelajaran 2012/2013. Hal ini dapat dilihat dari hasil

pengamatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran mengubah teks

wawancara menjadi karangan narasi secara keseluruhan pada siklus I,

aktivitas positif siswa mencapai 70,6%. Sedangkan pada siklus II akttivitas

(54)

3. Skor rata-rata kemampuan mengubah teks wawancara pada prasiklus, di kelas

VII-A SMP Taman Siswa adalah 51,5 dengan kategori kurang, menjadi 62,56

dengan kategori cukup pada siklus I, dan 75 dengan kategori Baik pada siklus

II. Setiap siklus terjadi peningkatan diantaranya: (a) peningkatan ketuntasan

belajar kelas VII-A pada pra siklus sebanyak 2 siswa atau persentase 6%, 12

atau 40% pada siklus I, dan 27 atau 90% pada siklus II; (b) nilai tertinggi yang

diperoleh siswa di kelas VII-A pada prasiklus 65, 70 pada siklus I, dan 85

pada siklus II.

5.2 Saran

Sehubungan dengan simpulan penelitian ini, peneliti mengemukakan saran kepada

guru Bahasa Indonesia, dalam hal ini guru kelas VII-A SMP Taman Siswa

Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan kompetensi siswa dalam mengubah teks wawancara

menjadi karangan narasi, hendaknya guru menyusun rencana pembelajaran

yang efektif, kreatif, dan inovatif. Pembelajaran melalui teknik kerja

kelompok dapat dijadikan sebagai salah satu altenatif pembelajaran di sekolah.

2. Dalam pembelajaran, guru hendaknya merencanakan dan memperhatikan

kebutuhan lingkungan siswa, strategi, metode, media dan evaluasi agar

pembelajaran lebih berorientasi pada proses atau tujuan, bukan pada target

materi yang harus diselesaikan.

3. Dalam memberikan pelatihan kepada siswa hendaknya hasil pelatihan

(55)

pelatihan, dan mengetahui letak kelemahan yang perlu mereka benahi

sehingga siswa dapat meningkatkan kompertensinya.

4. Dalam membelajarkan siswa hendaknya selalu mengupayakan adanya

pembiasaan kecakapan hidup, agar siswa memiliki kompetensi kognitif,

efektif, dan psikomotor yang baik dalam bidang menulis, khususnya menulis

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.

Kusmana, Suherli. 2011. Guru Bahasa Indonesia Profesional. Jakarta: Multi Kreasi Satu Delapan.

Nurgiyantoro, Burhan.1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Prees.

---. 1987. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.

Roestiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rusyana, Adun. 2011. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Efektif. Jakarta: Trans Mandiri Abadi.

Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sagala, Syaiful. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sardiman, A. M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajagrafindo.

(57)

Terbuka.

Tarigan, Henry Guntur. 1992. Menulis sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung.

Parera, Jos Daniel. 1993. Menulis Tertib dan Sistematik. Jakarta: Erlangga.

Tim Universitas Lampung. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Lampung: Unila.

Winataputra, Udin S. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.

Gambar

Tabel 1.1  Sebaran Jumlah Siswa Menurut Klasifikasi Rentang Nilai Hasil
Gambar 3.1 Model Siklus Munaris (2010:2.36)
Tabel 3.1 Instrumen Observasi Aktivitas Siswa
Table 3.2 Instrumen Proses Pembelajaran oleh Guru
+3

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya degree modality yang paling dominan digunakan dalam esai mahasiswa semester empat Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Maka hasil dari pengolahan data teknik tendangan yang dominan dilakukan atlet putra dan putri dalam pertandingan cabang olahraga Taekwondo adalah teknik tendangan dollyo

Dengan melihat hasil perhitungan dari metode yang telah digunakan di atas, saran yang dapat disampaikan adalah tanpa merubah perusahaan masih bisa mendapatkan efisiensi

Pemanfaatan hasil samping sebagai sumber energi dapat membentuk sistem proses produksi tertutup (Gambar 5) yaitu model produksi mandiri energi dan air yang dapat memenuhi

2008, "Buku Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi Kelas IX", Kementerian Negara Riset.

Jika pemeliharaan jalan tidak berjalan dengan baik dan tingkat kerusakan lapis permukaan adalah seperti pada Tabel 3, maka penurunan nilai struktural perkerasan adalah seperti pada

A: Tintin menggunakan kata sapaan « Milou » untuk menyapa sekaligus untuk memerintahkan Milou agar segera mencari orang mencurigakan yang berlari di sekitar halam rumah

Konstruksi motor induksi tidak ada bagian rotor yang bersentuhan dengan bagian.. stator, karena dalam motor induksi tidak ada komutator dan