• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan Kinetika Analog Lab TK 2.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "laporan Kinetika Analog Lab TK 2.docx"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap industri baik industri kecil maupun industri besar akan selalu memiliki reaktor untuk menghasilkan suatu produk. Dalam sebuah industri reaktor merupakan hal yang sangat penting, karena jika reaktor dalam suatu industri terganggu maka produksi pun akan terganggu. Oleh karena itu perancangan reaktor haruslah efisien. Untuk merancang reaktor pada reaksi tertentu diperlukan adanya data kinetis yang menyangkut; persamaan laju reaksi, mekanisme reaksi yang cocok, orde reaksi (n) dan konstanta laju reaksi (k). Pada dasarnya data-data kinetik tersebut didapat dengan melakukan serangkaian percobaan serta analisis kinetik atau analogi hidrolik. Oleh karena itu analogi hidrolik sangat berguna untuk mendesain sebuah reaktor.

1.2. Tujuan Praktikum

1. Menentukan konstanta laju reaksi (k) untuk reaksi seri, reaksi pararel, reaksi seri-pararel, dan reaksi kesetimbangan berdasarkan percobaan.

2. Menentukan orde reaksi (n) untuk reaksi seri, reaksi pararel, reaksi seri-pararel, dan reaksi kesetimbangan berdasarkan percobaan.

(2)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persamaan Laju Reaksi

Laju reaksi menyatakan banyaknya reaksi kimia yang berlangsung per satuan waktu. Laju reaksi menyatakan molaritas zat terlarut dalam reaksi yang dihasilkan tiap detik reaksi. Laju reaksi kimia juga dapat dinyatakan sebagai banyaknya pembentukkan suatu produk atau banyaknya pengurangan reaktan persatuan waktu. Persamaan reaksi secara umun dapat ditulis sebagai berikut :

a A+bB+…→cC+dD+

Setelah beberapa waktu (t), sejumlah a mol A, b mol B yang merupakan produk telah berkurang. Sementara c mol C, d mol D yang merupakan produk terbentuk. Maka persamaan laju reaksi dapat dituliskan :

−1

Jika reaksi tersebut berlangsung pada reaktor batch, yang tidak ada laju alir massa yang masuk dan keluar, dan laju akumulasi tidak sama setiap waktu, maka persamaan neraca massanya menjadi :

dnAdt =FAoFA+GA ...(2.2)

Jika GA (Generalized) merupakan –rAi . Vi dan A merupakan reaktan, maka persamaan neraca massa menjadi :

dnAdt =−rAi .dVi ...(2.3)

Jika pada reaktor batch tidak ada perubahan volume, maka persamaan menjadi :

(3)

dnAdt =rAi .Vi ...(2.4)

Karena konsentrasi ialah jumlah mol persatuan volume, maka persamaan laju reaksi menjadi :

dCAdt =rAi ... (2.6)

Maka persamaan laju reaksi berdasarkan stokiometri nya menjadi :

rA=−1

- CA = Konsentrasi A (mol/L) - CB = Konsentrasi B (mol/L)

- k = Konstanta laju reaksi (konsentrasi)1-n (waktu)-1

- n =Orde reaksi dimana orde reaksi merupakan penjumlahan dari setiap orde zatnya. Misal n=a+b+...

Beberapa bentuk laju yang didapat dari persamaan reaksi : a. Searah orde satu

A

k1

P

-rA =

kCA ...(2.8) b. Bolak balik orde satu

A

k1,k2

B

-rA = k1CA – k2 CB ...

(4)

c. Komplek searah orde satu

Namun, bentuk persamaan laju reaksi empiris tidak dapat diperkirakan atau mengacu pada persamaan reaksi stoikiometrinya. Persamaan laju reaksi selain tergantung pada konsentrasi reaktan atau produk, dapat pula bergantung kepada spesi zat kimia lainnya yang dalam persamaan reaksi stokiometrinya tidak tampak. Spesi zat kimia tersebut disebut sebagai katalis atau akselerator dan inhibitor tergantung apakah spesi tersebut mempercepat atau memperlambat laju reaksi kimia tersebut seperti pada Tabel 2.1 dimana pada reaksi ke 3 dan 4 OH bertindak sebagai katalis. Berikut adalah tabel contoh persamaan laju reaksi secara empiris pada temperatur konstan.

Tabel 2.1. Bentuk- Bentuk Persamaan Laju Empiris

(5)

3.

Sumber : Modul Praktimuk Teknik Kimia II

2.2. Jenis-jenis Reaksi

Jenis-jenis reaksi yang akan diamati pada percobaan ini,yaitu : 1. Reaksi Searah

Merupakan reaksi dimana pada saat waktu tak terhingga, zat A habis bereaksi Membentuk R.

Contoh : A → R

2. Reaksi parallel

Merupakan reaksi yang reaktan mengalami dua atau lebih reaksi secara independen dan bersamaan membentuk dua atau lebih produk yang berbeda.

Contoh : AR

AS 3. Reaksi seri

Merupakan reaksi dimana pada saat waktu tertentu, zat A habis bereaksi dan membentuk produk R, dan zat R menjadi reaktan untuk reaksi selanjutnya membentu S.

Contoh : ARS 4. Reaksi semi-pararel

Merupakan gabungan dari reaksi seri maupun pararel. Contoh : A → R → S

A → P

(6)

Merupakan reaksi dimana sebagian produk yang dihasilkan kembali berubah menjadi rekatan pada laju reaksi yang berbeda.

Contoh : A ↔ R

2.3. Penetuan Data Kinetik

Ada beberapa metoda yang dikenal untuk menentukan data kinetik dari suatu percobaan adalah :

1. metode differensial 2. metode integrasi

3. metode waktu paruh (frational lifetime) 4. metode isolasi

5. metode laju awal

Namun yang paling sering digunakan adalah metode integrasi dan metode differensial.

Untuk menentukan konstanta laju reaksi menggunakan metode integrasi, yakni :

Pada reaksi :

A

k1

P

Maka –rA = k .CA Dimana :

rA=dCA

dt =k . CA ... (2.12)

CAo CA

dCA CA =k .

0

t

(7)

lnCAoCA =k . t ... (2.14)

Kemudian di plot ln (CA/Cao) terhadap t, dengan intersept nol, maka gradien dari kurva ln(CA/CAo) terhadap t merupakan konstanta laju reaksi (k).

Untuk menentukan orde reaksi (n) menggunakan metode differensial, yakni dari persamaan :

rA=dV

di =k .V

n

... (2.15)

rA=dCA

dt =k . V

n

... (2.16)

ln dCAdt =lnk+nlnV ... (2.17)

Kemudian di plot ln (dCA/dt) terhadap ln V, dengan intersept sebagai ln k, maka gradien dari kurva ln (dCA/dt) terhadap V merupakan orde reaksi (n).

Untuk mengetahui suatu reaktan apakah reaksi searah,reaksi pararel, reaksi seri, reaksi bolak – balik maka harus dibuat grafik hubungan antara konsentrasi zat yang terlibat didalam reaksi terhadap waktu reaksi misal:

Reaksi reaktan A berubah menjadi produk

1. Apabila pada waktu lama sekali A habis bereaksi maka kemungkinan reaksinya adalah searah

y a x

(8)

A R

Gambar 2.1 Hubungan C terhadap t pada reaksi searah

2. Apabila pada waktu tertentu teramati dua macam produk dan pada waktu reaksi tertentu misal zat S pernah tersebar dan pengamatan dilanjutkan ternyata harga R tersebut tidak turun maka kemingkinan reaksi adalah reaksi pararel.

Gambar 2.2 Hubungan C terhadap t pada reaksi pararel

3. Apabila teramati ada dua macam produk (R dan S) dan pada waktu tertentu zat R pernah tersebar dan pada pengamatan lebih lanjut zat R tersebut mengalami penurunan, maka kemungkinan reaksinya adalah reaksi seri

C

R

A

t

CAo

S

CAo S

R C

(9)

Gambar 2.3 Hubungan C terhadap t pada reaksi seri-pararel

4. Apabila untuk waktu yang lama A tidak habis bereaksi reaksinya kemungkinan reaksi bolak-balik

Gambar 2.4 Hubungan C terhadap t pada reaksi kesetimbangan

2.4. Mendapatkan Data Kinetis

2.4.1.Rangkaian alat untuk reaksi orde satu

Zhang Guai Tai menggunakan suatu rangkaian peralatan sederhana guna mendapatkan data kinetik yang disebut dengan metoda analogi hidrolik. Secara sederhana metoda tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, data kinetic dari suatu

A t L

max

CA o

R C

C

A

(10)

reaksi dekomposisi orde pertama A → B dapat dilakukan dengan melakukan

percobaan sebagai berikut :

Pipa kapiler gelas dihubungkan dengan buret,isi buret dengan air dan waktu t = 0 diambil pada saat air mulai keluar dari pipa kapiler, kemudian catat perubahan volumenya setiap saat .

Gambar 2.5. Rangkaian alat untuk reaksi orde 1

Dari prosedur sederhana di atas, dapat dibayangkan adanya reactor batch dimana reaktan A terdekomposisi membentuk produk R. Tentu saja dengan menetapkan bahwa volume yang terbaca di buret dalam cm3 menjadi mol/m3 oleh karena gambar di atas dapat diperlakukan seperti gambar di bawah ini

Gambar 2.6. Reaktor Batch dengan Reaksi Satu Arah

(11)

panjang diameter pipa kapiler akan menetukan harga dari konstanta laju reaksi tersebut.

2.4.2. Rangkaian alat untuk orde reaksi kurang dari satu

Tentunya dengan menganggap pula bahwa erlemeyer adalah sebuah reactor batch dengan reaktan A hilang menjadi produk E, serta volume air di erlemeyer dalam cm3 konsentrasi reaktan dianggap mol/m3.

Gambar 2.7. Rangkaian alat untuk orde reaksi kurang dari 1

Setelah percobaan didapat orde dan konstanta laju reaksinya, ditentukan dengan menganggap orde reaksi tersebut adalah n. Persamaan laju reaksi dapat ditulis:

dV

dt =k V n

atau − dCA

dt =k V

n

...(2.18)

kemudian plot ln ( −dCA/dt ) terhadap ln CA akan menghasilkan garis lurus

dengan slope n. Dari hasil tersebut orde dan konstanta laju dapat ditentukan.

2.4.3. Orde reaksi lebih besar dari satu

(12)

Gambar 2.8. Rangkaian alat untuk orde reaksi lebih besar dari 1

Dari semua uraian di atas terlihat bahwa orde-orde lebih kecil, sama dengan atau lebih besar dari nol, dalam memperoleh data kinetik dapat menggunakan berbagai macam bentuk tabung (buret dan erlemeyer). Sudut kerucut semakin besar akan memberikan bias yang lebih besar dari orde pertama, dan sudut mendekati nol orde reaksi akan mendekati nol pula.

Gambar 2.9. Skema Sudut Kerucut pada Erlemeyer dan Buret

(13)

Zhang Guai Tai menggunakan suatu rangkaian peralatan sederhana guna mendapatkan data kinetik yang disebut dengan Metodologi Analogi Hidrolik. Dari peralatan yang digunakan dan ditinjau dari karakteristiknya maka diperoleh hubungan antara bentuk tabung dengan orde reaksi, yaitu :

- untuk corong memberikan harga n < 1 - untuk buret memberikan harga n = 1 - untuk Erlenmeyer memberikan harga n > 1

Dalam melakukan percobaan tersebut digunakan pipa kapiler yang tentu saja panjang dan diameter pipa kapiler akan menentukan harga dari konstanta laju reaksi tersebut. Waktu t = 0, diambil pada saat air mulai keluar dari pipa kapiler, kemudian dicatat perubahan volumenya setiap saat.

BAB III

METODELOGI PERCOBAAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan Kinetika Analog ini yaitu air dan pewarna. Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu buret biasa , pipa kapiler (panjang, sedang dan pendek), pipa T, stopwatch, corong, selang, pipet tetes, erlenmeyer, waterpass, dan kertas grafik.

(14)

modul 7 reaksi pararel-seri-pararel, pada modul 8a dan 8b ialah reaksi kesetimbangan, pada modul 9 ialah reaksi kesetimbangan-pararel, pada modul 10 ialah reaksi kesetimbangan-seri, pada modul 11a dan 11b ialah reaksi kesetimbangan seri, dan pada modul 12 ialah reaksi seri.

(15)

Gambar 3.1 sekema peralatan untuk berbagai jenis reaksi.

3.1. Diagram Alir Percobaan

(16)

Mempersiapkan peralatan yang akan digunakan

Mengisi buret/corong/erlenmeyer dengan air

Kalibrasi waktu pengosongan buret/corong/erlenmeyer dengan

membagi data per satuan waktu

Diperoleh parameter k dan n Mencatat perubahan volume pada buret/corong/erlenmeyer pada selang

waktu tertentu Merangkai alat sesuai dengan variasi percobaan

Lakukan percobaan diatas dengan variasi yang berbeda

Percobaan

Pengolahan data

(17)

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Percobaan

Tabel 4.1. Konstanta laju reaksi dan orde reaksi pada setiap percobaan

N

o. percobaan

Konstanta laju reaksi Orde reaksi

K1 K2 K3 K4 n m O p

4. Reaksi seri-pararel (modul 5)

(18)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Reaksi Orde Pertama 4.2.1.1. Reaksi Searah (modul 1)

Pada praktikum dengan modul 1 ialah kinetika analogi reaksi searah dimana CA sebagai reaktan membentuk satu produk yaitu CS dan reaktan akan habis saat waktu tertentu seperti pada gambar B.1 . Pada praktikum kali ini konstanta laju reaksi (k) yang di dapat ialah 0.0417 dan orde reaksinya (n) ialah 0.9195 atau orde satu seperti pada tabel 4.1. Hal ini disebabkan karena luas penampang pada buret konstan sehingga orde reaksi pada modul satu ialah 0.9195 atau 1.

4.2.1.2. Reaksi Seri (modul 3)

Pada praktikum dengan modul 3 ialah kinetika analogi reaksi seri dimana CA sebagai reaktan membentuk produk yaitu CRdan CR membentuk produk CS. Pada praktikum kali ini konstanta laju reaksi (k) yang di dapat ialah k1= 0.0110 (konstanta laju reaksi dari CA membentuk CR); k2 = 0.0387 (konstanta laju reaksi CR membentuk CS) dan orde reaksinya ialah n= 1.2601 (orde reaksi CA membentuk CR); m = 0.5949 (orde reaksi CR membentuk CS). Dari percobaan ini merupakan reaksi orde satu seperti pada tabel 4.1. Hal ini disebabkan karena luas penampang pada buret konstan sehingga orde reaksi pada modul 3 ialah satu. Dan perbedaan setiap konstannta laju reaksi dipengaruhi oleh volume awal reaktan dan panjang pipa kapiler yang di lewati bahan dimana semakin panjang pipa kapiler maka laju reaksi semakin lambat.

4.1.3. Reaksi Pararel-Seri (modul 4)

(19)

CR); m = 0.9321 (orde reaksi CA membentuk CT); o = 0.9249 (orde reaksi CR membentuk CS). Dari percobaan ini merupakan reaksi orde satu seperti pada tabel 4.1. Hal ini disebabkan karena luas penampang pada buret konstan sehingga orde reaksi pada modul 4 ialah satu. Dan perbedaan setiap konstannta laju reaksi dipengaruhi oleh volume awal reaktan, adanya percabangan aliran, dan panjang pipa kapiler yang di lewati bahan dimana semakin panjang pipa kapiler maka laju reaksi semakin lambat.

4.1.4. Reaksi Seri-Pararel (Modul 5)

Pada praktikum dengan modul 5 ialah kinetika analogi reaksi seri-pararel dimana CA sebagai reaktan membentuk produk yaitu CR kemudian, CR membentuk produk CSdan CU. Pada praktikum kali ini konstanta laju reaksi (k) yang di dapat ialah k1= 0.0055 (konstanta laju reaksi dari CA membentuk CR); k2 = 0.0389 (konstanta laju reaksi CR membentuk CS); k3 = 0.0285 (konstanta laju reaksi CR membentuk CU) dan orde reaksinya ialah n= 1.2064 (orde reaksi CA membentuk CR); m = 0.2051 (orde reaksi CR membentuk CS); o = 0.5555(orde reaksi CR membentuk CU). Dari percobaan ini merupakan reaksi orde satu seperti pada tabel 4.1. Hal ini disebabkan karena luas penampang pada buret konstan sehingga orde reaksi pada modul 5 ialah satu. Dan perbedaan setiap konstannta laju reaksi dipengaruhi oleh volume awal reaktan, adanya percabangan aliran, dan panjang pipa kapiler yang di lewati bahan dimana semakin panjang pipa kapiler maka laju reaksi semakin lambat.

4.1.5. Reaksi Kesetimbangan (Modul 8a)

(20)

disebabkan karena luas penampang pada buret konstan sehingga orde reaksi pada modul 8a ialah satu. Dan perbedaan setiap konstannta laju reaksi dipengaruhi oleh volume awal reaktan dan perbedaan luas penampang buret 1 dan 2.

4.1.6. Reaksi Kesetimbangan-Seri (Modul 11a)

Pada praktikum dengan modul 8a ialah kinetika analogi reaksi kesetimbangan dimana CA sebagai reaktan membentuk produk yaitu CRdan CR membentuk CA kembali, namum CR juga membentuk CS dan CS membentuk CR kembali. sehingga praktikum kali ini konstanta laju reaksi (k) yang di dapat ialah k1= 0.0287 (konstanta laju reaksi dari CA membentuk CR); k2 = 0.0373 (konstanta laju reaksi CR membentuk CA); k3= 0.0384 (konstanta laju reaksi dari CR membentuk CS); k4 = 0.0436 (konstanta laju reaksi CS membentuk CR). Dan orde reaksinya ialah n= 0.7532 (orde reaksi CA membentuk CR); m = 0.4044 (orde reaksi CR membentuk CA); o= 0.5680 (orde reaksi CR membentuk CS); p = 0.9071 (orde reaksi CS membentuk CR) . Dari percobaan ini merupakan reaksi orde satu seperti pada tabel 4.1. Hal ini disebabkan karena luas penampang pada buret konstan sehingga orde reaksi pada modul 11a ialah satu. Dan perbedaan setiap konstannta laju reaksi dipengaruhi oleh volume awal reaktan, luas penampang buret 1, 2 dan 3, dan panjang pipa kapiler yang di lewati bahan dimana semakin panjang pipa kapiler maka laju reaksi semakin lambat.

4.2. Orde Reaksi Kurang Dari 1 dan Waktu Paruh

(21)

4.3. Orde Reaksi Lebih Dari 1 dan Waktu Paruh

(22)

BAB V KESIMPULAN

Dari percobaan kali ini, dapat diambil kesimpulan :

1. Konstanta dan laju reaksi bergantung pada volume reaktan 2. Panajang pipa kapiler mempengaruhi konstanta laju reaksi

3. Perbedaan luas penampang buret mempengaruhi konstanta laju reaksi 4. Perbedaan luas penampang awal dan akhir reaktan akan mempengaruhi

orde reaksi

5. Luas penampang konstan menghasilkan orde reaksi satu

6. Luas penampang yang semakin kecil menghasilkan orde reaksi kurang dari satu

(23)

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN

A.1. Reaksi Searah

Dari hasil percobaan reaksi searah, hasil yang didapat dari rangkaian alat modul 1 disajikan dalam Tabel A.1

Tabel A.1 Perubahan Volume buret A Tiap Perubahan Waktu Dalam Modul 1

(24)

A.2 Reaksi Seri

Dari hasil percobaan reaksi seri, hasil yang didapat dari rangkaian alat modul 3 disajikan dalam Tabel A.2

Tabel A.2 Perubahan Volume buret A dan R Tiap Perubahan Waktu Dalam Modul 3 t

16.19 15.5 15.2 37.5 37.3

24.285 20.8 20.7 33.5 33.2

32.38 26.9 26 29 29

40.47 30.9 30.2 27 27.2

48.57 35.2 34.7 25.6 25.4

56.66 38.3 38.2 24.5 24.2

64.76 40.8 40 24.3 24

72.85 42 42.1 24.8 24.5

80.95 43.5 43.4 25.5 25.5

89.045 44.5 43.6 26 26.2

97.14 45.3 45.7 27 27.2

105.23

5 46.2 46 28 28

113.33 47 46.2 29 29.1

121.42

5 47.5 47.2 30.5 30.4

(25)

137.61

5 48.5 48.5 33.3 33.2

145.71 49 49.2 34.5 33.9

153.86

5 49.5 49.2 36.5 36.4

161.9 50 50 36 36.2

A.3. Reaksi Pararel-Seri

Dari hasil percobaan reaksi pararel-seri, hasil yang didapat dari rangkaian alat modul 4 disajikan dalam Tabel A.3

Tabel A.3 Perubahan Volume Pada Buret A, T dan R Tiap Perubahan Waktu Dalam Modul 4

24.285 26.5 26.5 44.5 43.5 39 38.7

32.38 31.5 32.2 43.5 42.1 38 38.2

40.47 35.6 35.7 42.5 43 39 39

48.57 39 38.5 41.7 41.5 39 39

56.66 41 41 41 41 40 40.5

64.76 43.5 43.5 40.5 40 41 41.2

72.85 45.2 45 40 39 42 42.3

(26)

89.045 46.8 46.7 39.4 39.5 44.5 45

97.14 47.5 47.9 39.4 39.4 45 45.3

105.235 48.3 48.5 39.3 39.2 45.5 46

113.33 48.8 48.7 39.3 39.2 47.5 47.2

121.425 49 49 39.3 39.3 47 48

129.52 49.1 49.1 39 39 48.8 48.5

137.615 49.3 49.2 39 39 48.5 48.9

145.71 49.5 49.5 39 39 48 48

153.865 49.8 49.7 39 39 49.8 49.7

161.9 50 50 39 39 49.5 49.5

A.4 Reaksi Seri-Pararel

Dari hasil percobaan reaksi seri-pararel. hasil yang didapat dari rangkaian alat modul 5 disajikan dalam Tabel A.4

Tabel A.4 Perubahan Volume Pada Buret A, R dan U Tiap Perubahan Waktu Dalam Modul 5

85.94 31.5 31.2 44.8 44.5 33 33.3

(27)

120.34 35.5 35.7 45.5 45.3 28 28

137.54 37 37.2 49.5 45.8 26 25.2

154.54 39.1 39.3 46.5 46.7 25.5 22

171.94 40.5 40 46.8 46.8 22 21.8

189.14 42 42.2 47.8 47.5 21.2 19.2

206.34 42.5 43 48.1 48 19 19.6

223.54 43.3 43.4 48.3 48.3 19.5 17.6

240.74 44.3 44 48.5 48.5 17.5 17.2

257.94 45 45.2 48.7 48.5 17 16

275.94 46 46.2 49 49 16.3 15.3

291.34 47 47 49.2 49 15.2 14

308.54 47.5 48 49.3 49.2 14 14.3

325.74 48 49 49.3 49.4 14.5 14.3

342.94 50 50 49.3 49.4 14.2 14.3

A.5. Reaksi Kesetimbangan

Dari hasil percobaan reaksi kesetimbangan, hasil yang didapat dari rangkaian alat modul 8.a disajikan dalam Tabel A.5

Tabel A.5 Perubahan Volume Pada Buret A dan R Tiap Perubahan Waktu Dalam Modul 8.a

30.47 11.2 11 14.5 14.3

(28)

76.16 20 20 19 19.2

91.39 22.8 22.5 24.5 24.2

106.62 26.2 26 25 25.6

121.85 28.2 28.3 29.5 29.5

137.08 31 31.2 30 30.2

152.31 32.5 32.4 31.5 31.3

167.54 34.1 34 33.5 33.4

189.77 35.5 35.7 34.5 34.5

198 36.4 36.2 34.5 34.6

213.23 37.2 37.3 35 35.2

228.46 37.8 37.9 36 36.3

243.69 38.3 38.4 37 37.2

258.92 38.8 38.8 37 37.3

274.15 39 39 37.5 37.6

289.38 39.1 39.1 38 38.1

304.61 39.3 39.4 38 38.1

319.84 40 40 38 38.1

A.6. Reaksi Kesetimbangan Seri

Dari hasil percobaan reaksi kesetimbangan seri, hasil yang didapat dari rangkaian alat modul 11.a disajikan dalam Tabel A.6

Tabel A.6 Perubahan Volume Pada Buret Tiap Perubahan Waktu Dalam Modul 11.a

(29)

(ml) (ml) (ml) (ml) (ml) (ml)

0 0 0 0 0 50 50

17.2 7.3 7.2 8.5 8.4 48 48

34.35 13.2 13 10.3 10.2 48 48.2

51.54 19.1 19 15 15.5 48.2 48.4

68.74 22.3 22.2 17 17 47.8 47.5

85.94 26.5 26.2 21 20.7 46.5 46.3

103.14 29.5 29.3 24.5 23.9 45.2 45

120.34 32 32 25 25.2 45.6 45.5

137.54 34.2 34.2 27.5 27.2 44.1 44

154.154 35.9 35.8 29.5 29 44.4 44.5

171.94 37.4 37.4 29.5 29.4 44.7 44.6

189.14 38.2 38 29.8 29.8 44.9 44.9

206.34 39.5 39.5 29.8 29.8 43 43

223.54 40 40 30 30.2 43.2 43.3

240.74 40.5 40.5 30 30.5 43.3 43.4

257.94 41 41 31 31 43.5 43.3

275.14 41.5 41.2 31 31 43.5 43.4

2911.34 41.6 41.5 31.5 31.4 43.6 43.5

308.54 41.8 41.8 32.5 32.6 43.6 43.5

325.74 42 42 33 33.2 43.6 43.6

(30)

A.7 Orde Kurang Dari Satu

A.7.1 Orde Kurang Dari Satu (Reaksi Keseluruhan)

Dari hasil percobaan orde kurang dari 1, hasil yang didapat dari rangkaian alat modul orde kurang dari satu dengan reaksi keseluruhan disajikan dalam Tabel A.7

Tabel A.7 Perubahan Volume Pada Buret Tiap Perubahan Waktu Dalam

Modul Orde Kurang Dari Satu (Reaksi Keseluruhan)

t

A.7.2 Orde Kurang Dari Satu (Waktu Paruh)

Dari hasil percobaan orde kurang dari satu. hasil yang didapat dari rangkaian alat modul orde kurang dari satu dengan paruh waktu disajikan dalam Tabel A.8

Tabel A.8 Perubahan Volume Pada Buret Tiap Perubahan Waktu Dalam

Modul Orde Kurang Dari Satu (Paruh Waktu)

(31)

272.4 35.3 35.2

385.9 30.2 30

499.7 27.6 27.4

612.9 25 25

A.8 Modul Orde Lebih Dari Satu

A.8.1 Modul Orde Lebih Dari Satu (Reaksi Keseluruhan)

Dari hasil percobaan orde lebih dari satu menggunakan erlenmeyer hasil yang didapat dari rangkaian alat modul orde lebih dari satu dengan reaksi keseluruhan disajikan dalam Tabel A.9

Tabel A.9 Perubahan Volume Pada Buret Tiap Perubahan Waktu Dalam

Modul Orde Lebih Dari Satu (Reaksi Keseluruhan)

t

A.8.2 Modul Orde Lebih Dari Satu (waktu paruh)

(32)

Tabel A.10 Perubahan Volume Pada Buret Tiap Perubahan Waktu Dalam

Modul Orde Lebih Dari Satu (Paruh Waktu)

t (detik)

Volume Pada Buret (Produk) 1

(ml)

Volume Pada Buret (Produk) 2

(ml)

0 50 50

105 45.3 45.5

209 38.7 38.7

247 33.4 33.6

379 29.2 29.2

(33)

LAMPIRAN B PERHITUNGAN ANTARA

B.1. Reaksi Searah

Tabel B.1 Perhitungan perubahan konsentrasi terhadap waktu

Waktu (s)

Konsentrasi sebenarnya (mol/m3) Konsentrasi hitung (mol/m3)

CA (1) CA (2) CR (1) CR (2) CA CR

0 50 50 0 0 50.00 0.00

8.095 41.5 41.4 8.5 8.6 41.45 8.55

16.19 27.5 27.5 22.5 22.5 27.50 22.50

24.285 22.5 22 27.5 28 22.25 27.75

32.38 17.5 17.5 32.5 32.5 17.50 32.50

40.47 13.5 13.5 36.5 36.5 13.50 36.50

48.57 10.5 10.5 39.5 39.5 10.50 39.50

56.66 8 8 42 42 8.00 42.00

64.76 5.9 6 44.1 44 5.95 44.05

72.85 4.5 4.5 45.5 45.5 4.50 45.50

80.95 3 3.5 47 46.5 3.25 46.75

89.045 2.4 2.8 47.6 47.2 2.60 47.40

97.14 1.7 2.5 48.3 47.5 2.10 47.90

105.235 1.1 1.6 48.9 48.4 1.35 48.65

113.33 0.8 1.1 49.2 48.9 0.95 49.05

121.425 0.5 0.8 49.5 49.2 0.65 49.35

129.52 0.4 0.7 49.6 49.3 0.55 49.45

(34)

145.71 0.2 0.2 49.8 49.8 0.20 49.80

153.865 0.1 0.1 49.9 49.9 0.10 49.90

161.9 0 0 50 50 0.00 50.00

Gambar B.1 Prubahan konsentrasi terhadap waktu pada reaksi searah

B.2. Reaksi Seri

Tabel B.2 Perhitungan perubahan konsentrasi terhadap waktu

Waktu

Konsentrasi sebenarnya (mol/m3) Konsentrasi hitung (mol/m3) CA

(1)

CA (2)

CR (1)

CR (2)

CS (1)

CS

(2) CA CR CS

0 50 50 0 0 0 0 50 0 0

(35)

16.19 34.5 34.8 12.5 12.7 3 2.5 34.65 12.6 2.75 24.285 29.2 29.3 16.5 16.8 4.3 3.9 29.25 16.65 4.1

32.38 23.1 24 21 21 5.9 5 23.55 21 5.45

40.47 19.1 19.8 23 22.8 7.9 7.4 19.45 22.9 7.65 48.57 14.8 15.3 24.4 24.6 10.8 10.1 15.05 24.5 10.45 56.66 11.7 11.8 25.5 25.8 12.8 12.4 11.75 25.65 12.6 64.76 9.2 10 25.7 26 15.1 14 9.6 25.85 14.55 72.85 8 7.9 25.2 25.5 16.8 16.6 7.95 25.35 16.7 80.95 6.5 6.6 24.5 24.5 19 18.9 6.55 24.5 18.95 89.045 5.5 6.4 24 23.8 20.5 19.8 5.95 23.9 20.15 97.14 4.7 4.3 23 22.8 22.3 22.9 4.5 22.9 22.6 105.23

5 3.8 4 22 22 24.2 24 3.9 22 24.1

113.33 3 3.8 21 20.9 26 25.3 3.4 20.95 25.65

121.42

5 2.5 2.8 19.5 19.6 28 27.6 2.65 19.55 27.8

129.52 2 2 18 18 30 30 2 18 30

137.61

5 1.5 1.5 16.7 16.8 31.8 31.7 1.5 16.75 31.75 145.71 1 0.8 15.5 16.1 33.5 33.1 0.9 15.8 33.3 153.86

5 0.5 0.8 13.5 13.6 36 35.6 0.65 13.55 35.8

(36)

Gambar B.2 Prubahan konsentrasi terhadap waktu pada reaksi seri

B.3. Reaksi Pararel-Seri

Tabel B.3 Perhitungan perubahan konsentrasi terhadap waktu

Waktu

(37)
(38)

Gambar B.3 Prubahan konsentrasi terhadap waktu pada reaksi pararel-seri

B.4. Reaksi Seri-Pararel

Tabel B.4 Perhitungan perubahan konsentrasi terhadap waktu

Waktu

(s) Konsentrasi sebenarnya (mol/m 3)

Konsentrasi hitung (mol/m3)

(39)

5 8 7

10.8 3.4 26.25 9.55 171.9

(40)

Gambar B.4 Prubahan konsentrasi terhadap waktu pada reaksi seri-pararel

B.5. Reaksi Kesetimbangan

Tabel B.5 Perhitungan perubahan konsentrasi terhadap waktu

Waktu

(s) Konsentrasi sebenarnya (mol/m

3) Konsentrasi 91.39 27.2 27.5 22.8 22.5

27.35 24.35

106.62 23.8 24 26.2 26

23.9 25.3 121.85 21.8 21.7 28.2 28.3

21.75 29.5

137.08 19 18.8 31 31.2

18.9 30.1 152.31 17.5 17.6 32.5 32.4

17.55 31.4

(41)

189.77 14.5 14.3 35.5 35.7

14.4 34.5

198 13.6 13.8 36.4 36.2

13.7 34.55 213.23 12.8 12.7 37.2 37.3

12.75 35.1 228.46 12.2 12.1 37.8 37.9

12.15 36.15 243.69 11.7 11.6 38.3 38.4

11.65 37.1 258.92 11.2 11.2 38.8 38.8

11.2 37.15

274.15 11 11 39 39

11 37.55 289.38 10.9 10.9 39.1 39.1

10.9 38.05 304.61 10.7 10.6 39.3 39.4

10.65 38.05

319.84 10 10 40 40

10 38.05

(42)

B.6. Reaksi Kesetimbangan-Seri

Tabel B.6 Perhitungan perubahan konsentrasi terhadap waktu

Waktu

(s) Konsentrasi sebenarnya (mol/m

3) Konsentrasi hitung (mol/m3) 68.74 27.5 27.8 20.4 19.7 2.1 2.5 27.65 20.05 2.3 85.94 25 24.2 21.5 22 3.5 3.8 24.6 21.75 3.65

223.54 11.3 11 30.6 30.8 8.1 8.2 11.15 30.7 8.15 240.74 10.9 10.9 30.9 30.9 8.2 8.2 10.9 30.9 8.2

257.94 10.8 10.7 31 31 8.2 8.3 10.75 31 8.25

275.14 10.4 10.4 31.3 31.2 8.3 8.4 10.4 31.25 8.35 2911.34 10.2 10.2 31.4 31.3 8.4 8.5 10.2 31.35 8.45 308.54 10 9.8 31.5 31.6 8.5 8.6 9.9 31.55 8.55 325.74 9.4 9.2 31.8 31.9 8.8 8.9 9.3 31.85 8.85

(43)

Gambar B.6 Prubahan konsentrasi terhadap waktu pada reaksi kesetimbangan seri B.7. Reaksi orde kurang dari 1

Tabel B.7 Perhitungan perubahan konsentrasi terhadap waktu Waktu

(s) Konsentrasi sebenarnya (mol/m

3) Konsentrasi hitung (mol/m3) CA 1 CA 2 CS 1 CS 2

CA CS

0 50 50 0 0

50 0

180.72 37 37.2 13 12.8

37.1 12.9 361.44 26.8 26.9 23.2 23.1

26.85 23.15 542.16 15.4 15.3 34.6 34.7

15.35 34.65

722.8 7.9 7.8 42.1 42.2

7.85 42.15

903.6 0 0 50 50

(44)

Gambar B.7 Prubahan konsentrasi terhadap waktu pada reaksi keseluruhan orde kurang dari 1

B.8. Waktu paruh reaksi orde kurang dari 1

Tabel B.8 Perhitungan perubahan konsentrasi terhadap waktu

Waktu (s)

Konsentrasi sebenarnya (mol/m3) Konsentrasi hitung (mol/m3)

CS 1 CS 2 CA 1 CA 2 CS CA

0 0 0 25 25 0 25

136.2 8 7.8 17 17.2 7.9 17.1

272.4 14.7 14.8 10.3 10.2 14.75 10.25

385.9 19.8 20 5.2 5 19.9 5.1

499.7 22.4 22.6 2.6 2.4 22.5 2.5

(45)

Gambar B.8 Prubahan konsentrasi terhadap waktu pada reaksi orde kurang dari 1 (waktu paruh)

B.9. Reaksi Orde lebih dari satu

Tabel B.9 Perhitungan perubahan konsentrasi terhadap waktu

Waktu (s)

Konsentrasi sebenarnya (mol/m3) Konsentrasi hitung (mol/m3)

CS 1 CS 2 CA 1 CA 2 CS CA

0 0 0 50 50 0 50

124.6 22 21.8 28 28.2 21.9 28.1

249.32 33.6 33.7 16.4 16.3 33.65 16.35

423.92 41.1 41.2 8.9 8.8 41.15 8.85

548.58 46.7 46.8 3.3 3.2 46.75 3.25

(46)

Gambar B.9 Prubahan konsentrasi terhadap waktu pada reaksi keseluruhan orde lebih dari 1

B.10. Waktu Paruh Reaksi Orde lebih dari satu

Tabel B.10 Perhitungan perubahan konsentrasi terhadap waktu Waktu

(s) Konsentrasi sebenarnya (mol/m

3) Konsentrasi hitung (mol/m3)

CS 1 CS 2 CA 1 CA 2

CS CA

0 0 0 25 25

0 25

105 4.7 4.5 20.3 20.5

7.9 17.1 209 11.3 11.3 13.7 13.7

14.75 10.25

247 16.6 16.4 8.4 8.6

19.9 5.1

379 20.8 20.8 4.2 4.2

22.5 2.5

444 25 25 0 0

(47)
(48)

LAMPIRAN D

CONTOH PERHITUNGAN

D.1. Perhitungan data sebenarnya

Pada data percobaan modul 1 (reaksi searah), A  R maka konsentrasi A akan berkurang menjani produk R hingga reaktan A habis. Maka berdasarkan rangkaian alat pada praktikum modul 1, perubahan berkurangnya volume A maka bertambahnya volume R.

Maka volume R ialah

CR = Volume awal reaktan – volume reaktan pada waktu tertentu. Contoh : VAo = 50 ml; VAt=16.19s = 27.5ml;

VR = CR = 50 - 27.5= 22.5 ml.

D.2. Perhitungan data hitung.

Pada saat praktikum data yang di ambil ialah dua kali, maka data hitung ialah rata-rata dari data yang di ambil, contoh :

CA (1) = 41.5 ml ; CA (2) = 41.4 ml; Maka, CAhitung = (41.5+41.4)/2 = 41.45 ml.

D.3. Menentukan k dan n

(49)

Pertama membuat function kemudian memasukkan data waktu seperi pada gambar D.1 .

Gambar D.1 m-file matlab membuat fungsi dan memasukkan data waktu

(50)

Gambar D.2 memasukan Ydata berupa perubahan konsentrasi reaktan dan produk.

(51)
(52)

Namun sebelumnya karena pada program terdapat perintah [t,Y]=ode23('laju1',tdat,[Co(1) Co(2)],[],k); maka diperlukan program laju 1 seperti pada gambar D.4.

Gambar D.4. m-file laju1

Setelah m-file di save, untuk mendapatkan harga k dan n diperlukan tebakan awal misal tebakan awal k= 0.04 dan n =0.8, seperi pada gambar D.5

(53)

Maka di dapat harga k dan n pada reaksi searah orde 1 ialah k =0.0417 dan n= 0.919. Hal lain yang perlu di perhatikan ialah, garis kurva yang di bentuk harus melewati titik-titik data, seperti pada gambar D.6.

Gambar

Gambar 2.5. Rangkaian alat untuk reaksi orde 1
Gambar 2.7. Rangkaian alat untuk orde reaksi kurang dari 1
Gambar 2.9. Skema Sudut Kerucut pada Erlemeyer dan Buret
Gambar 3.1 sekema peralatan untuk berbagai jenis reaksi.
+7

Referensi

Dokumen terkait

percobaan ini dapat diketahui bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang menyatakan terjadinya reaksi endoterm pada percobaan ini yakni terjadi perpindahan kalor

Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan parameter kinetika kimia dari hidrolisis pati kentang yaitu dengan menghitung konstanta laju dan orde reaksi, selain itu dapat

Menentukan orde reaksi dan nilai konstanta laju reaksi glukosa dari pati biji alpukat dengan katalisator enzim α -amilase dan glukoamilase.. Menentukan nilai V maks dan nilai k

Model ki- netika LH orde 1 memiliki kecocokan dengan kinetika reaksi yang terjadi pada fotodegradasi larutan MB yang diberi ka- talis, dengan konstanta laju reaksi 0,033 jam

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari aspek kinetika reaksi kernel U 3 O 8 dengan gas H 2 terhadap karakteristik energi aktivasi minimum, konstanta laju reaksi dan rasio

Perhitungan konstanta laju reaksi dan perbandingan konstanta kesetimbangan adsorpsi (R)-(+)-sitronelal dengan anhidrida asam asetat pada permukaan katalis Zn2+- Za

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan orde reaksi dan juga nilai konstanta laju reaksi menggunakan mikroalga

Hubungan X/1-X dengan t waktu pada sampel biosolar B20 yang mengandung antioksidan berbeda suhu 120 oC Pendekatan konstanta laju reaksi dengan persamaan orde 1 dan 2 homogen memiliki