PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
BERBASIS LOKAL DI NAGARI LIMO KAUM
KECAMATAN LIMA KAUM KABUPATEN TANAH
DATAR SUMATERA BARAT
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Departemen Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
OLEH
Isti Meiry Handayani
100903018
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi berjudul
“Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Berbasis Lokal di Nagari Limo Kaum Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar”. Skripsi ini salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
bimbingan, baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Pertama dan terutama
sekali skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta,
Mahyunis S.Pd dan Erna Kisah S.H terima kasih atas semua dukungan moril dan materil selama ini, mendidik memotivasi dan selalu mendoakan penulis.
Selanjutnya dengan rasa hormat penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Sekaligus sebagai
Dosen Pembimbing Penulis yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis selama Proses Penyelesaian Skripsi ini.
3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
5. Ibu Prof. Dr. Erika Revida M.S selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah memberikan arahan dalam akademik selama masa perkuliahan
6. Seluruh dosen-dosen Departemen Ilmu Administrasi negara yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuannya selama ini kepada penulis
7. Seluruh pegawai administrasi di Lingkungan FISIP USU khususnya pegawai
Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik,
Kak Dian dan Kak Mega yang telah memberikan masukan serta membantu dalam urusan administrasi kampus.
8. Bapak Gusrial selaku Sekretaris Wali Nagari Limo Kaum yang telah
memberikan waktu luang kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini
serta memberikan informasi yang penulis butuhkan.
9. Terimakasih kepada masyarakat Nagari Limo Kaum yang telah bersedia
menyediakan waktunya untuk memberikan informasi dalam penelitian ini.
Tidak lupa juga ucapan terimakasih khusus penulis sampaikan kepada:
1. Terimakasih kepada kakak Lutfhia Mayerni S.ST, Abang Aditya Anhar
serta Adik Firman Ihsanul Yuna. Terimakasih atas dukungan dan
motivasi yang diberikan kepada penulis.
2. Untuk Ikhwan Al Ashary Daulay, terima kasih untuk Semangat, Suka dan Duka serta kebersamaannya. Sukses buat kita berdua.
3. Teman-teman Ilmu Administrasi negara 2010, Meylan Artasasastha,
Indra Fahmi, Ratih Paramitha, Adek Handayani, Devi Sahrani, Dion Sitompul, Nurul Elvandari, Fitri Puspita, Maulana All Ravi, dan yang lainnya untuk semangat, kebersamaan, pengalaman, dan saling mengisi
Fahmi, Ratih Paramitha, Umi Kalsum, Feby Gultom, Joshua Situmorang, Aldemart Simatupang, Lasmaida Tio, Syahrial Muda, Bernad Saro Nazara, Resa Novaita dan Rafi Yusup Lubis emosi dan kerjasama yang luar biasa.
4. Keluarga Besar IMIB USU, terima kasih sudah menjadi keluarga bagi
penulis selama masa perkuliahan serta terima kasih atas pengalaman
organisasinya. Kawan-kawan Minang 2010, terima kasih untuk
kebersamaan semenjak awal berada di Kota ini dan sama sama berjuang di
kampus ini,
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 1 April 2014
Penulis
ABSTRACK
PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERBASIS LOKAL DI NAGARI LIMO KAUM KECAMATAN LIMA KAUM KABUPATEN
TANAH DATAR SUMATERA BARAT Nama : Isti Meiry Handayani
NIM : 100903018
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si
Nagari merupakan pemerintahan terendah setingkat desa di Propinsi Sumatera Barat, terdiri dari himpunan beberapa suku, mempunyai Kerapatan Adat Nagari, mempunyai batas-batas wilayah tertentu, serta berhak mengatur dan mengurus mengurus urusan pemerintahan, urusan adat, urusan perekonomian, serta urusan kerentraman dan ketertiban. Nagari juga berwenang untuk mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten yang diserahkan pengaturannya kepada Nagari serta tugas pembantuan lainnya. Pengambilan keputusan perencanaan publik di nagari dilakukan secara terdesentralisasi mengikuti proses bottom-up planning, yang dimulai dari pemerintahan terendah yang paling dekat dengan rakyat.
Selain BPRN dan pemerintah Nagari, kelembagaan adat juga berperan dalam rangka pengambilan keputusan perencanaan pembangunan pada tingkat lokal di nagari Lima Kaum. Kelembagaan adat merupakan kelembagaan masyarakat lokal yang tetap dipelihara dan dipatuhi karena keterikatan yang tinggi dengan lingkungannya. Pendekatan kelembagaan adat dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan yang desentralistik.
Metode yang digunakan metode deskriptif dengan menggambarkan fakta sebagaimana adanya dan diinterpretasikan berdasarkan hasil penelitian untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian. Pemilihan Daerah ini karena berada pada pusat pemerintahan Kecamatan Lima Kaum serta masih erat dengan adat istiadat budaya Minangkabaunya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan perencanaan pembangunan berbasis lokal di Nagari Limo Kaum Kabupaten Tanah Datar.
Hasil Penelitian ini bahwa dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan di Nagari Limo Kaum terdapat kerja sama yang baik antara setiap unsur untuk merumuskan program pembangunan wilayahnya. Akan tetapi dalam tahap evaluasi program masih ada beberapa kegiatan yang belum dapat dilaksanakan karena keterbatasan sumber daya dan dana yang dimiliki pemerintah.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ………...
1.1Latar Belakang Masalah ………. 1.2Rumusan Masalah ………... 1.3Tujuan Penelitian ……… 1.4Manfaat Penelitian ………... 1.5Kerangka Teori ………... 1.5.1 Perencanaan Pembangunan ………... 1.5.1.1Perencanaan ……….. 1.5.1.2Pembangunan ……… 1.5.1.3Perencanaan Pembangunan ……….. 1.5.1.4Perencanaan Pembangunan Daerah ………...
1.5.2 Perencanaan Pembangunan Berbasis Lokal ………... 1.5.2.1Kelembagaan Adat ……… 1.5.2.2Kearifan Lokal ………..
1.5.3 Nagari ……….
1.6Defenisi Konsep ……….. 1.7Sistematika Penulisan ………. BAB II METODOLOGI PENELITIAN ………..
2.1 Bentuk Penelitian ……….. 2.2 Lokasi Penelitian ……….. 2.3 Informan Penelitian ……….. 2.4 Teknik Penelitian Data ………. 2.5 Teknik Analisis Data ……… BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ……….
3.1Letak geografis ..………..
3.2Penduduk ……….
3.3Topografi ……….. 3.4Tingkat Pendidikan ………... 3.5Mata Pencaharian Penduduk ………
3.6Pemerintahan Nagari ……… 3.7Pembangunan Nagari ………... 3.8Lembaga Penyusun Kebijakan ………. 1. Badan permusyawaratan Rakyat Nagari ……… 2. Kerapatan Adat Nagari ……….. 3. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ……….... 4. Alim Ulama ………...
5.1Pelaksanaan perencanaan pembangunan basis lokal pada Nagari Limo Kaum …..
5.2Peran Serta Kelembagaan Adat dalam proses Penyusunan perencanaan pembangunan pada nagari Limo Kaum …..……….
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
Tabel Orbitrasi Nagari Limo Kaum
Tabel Perkembangan Penduduk Nagari Limo Kaum
Tabel tingkat Pendidikan Masyarakat di Nagari Limo Kaum
Tabel Susunan Perangkat Nagari Limo Kaum
Tabel Susunan Pengurus BPRN Nagari Limo Kaum
Tabel Susunan Pengurus KAN Limo Kaum
56
57
58
60
64
ABSTRACK
PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERBASIS LOKAL DI NAGARI LIMO KAUM KECAMATAN LIMA KAUM KABUPATEN
TANAH DATAR SUMATERA BARAT Nama : Isti Meiry Handayani
NIM : 100903018
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si
Nagari merupakan pemerintahan terendah setingkat desa di Propinsi Sumatera Barat, terdiri dari himpunan beberapa suku, mempunyai Kerapatan Adat Nagari, mempunyai batas-batas wilayah tertentu, serta berhak mengatur dan mengurus mengurus urusan pemerintahan, urusan adat, urusan perekonomian, serta urusan kerentraman dan ketertiban. Nagari juga berwenang untuk mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten yang diserahkan pengaturannya kepada Nagari serta tugas pembantuan lainnya. Pengambilan keputusan perencanaan publik di nagari dilakukan secara terdesentralisasi mengikuti proses bottom-up planning, yang dimulai dari pemerintahan terendah yang paling dekat dengan rakyat.
Selain BPRN dan pemerintah Nagari, kelembagaan adat juga berperan dalam rangka pengambilan keputusan perencanaan pembangunan pada tingkat lokal di nagari Lima Kaum. Kelembagaan adat merupakan kelembagaan masyarakat lokal yang tetap dipelihara dan dipatuhi karena keterikatan yang tinggi dengan lingkungannya. Pendekatan kelembagaan adat dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan yang desentralistik.
Metode yang digunakan metode deskriptif dengan menggambarkan fakta sebagaimana adanya dan diinterpretasikan berdasarkan hasil penelitian untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian. Pemilihan Daerah ini karena berada pada pusat pemerintahan Kecamatan Lima Kaum serta masih erat dengan adat istiadat budaya Minangkabaunya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan perencanaan pembangunan berbasis lokal di Nagari Limo Kaum Kabupaten Tanah Datar.
Hasil Penelitian ini bahwa dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan di Nagari Limo Kaum terdapat kerja sama yang baik antara setiap unsur untuk merumuskan program pembangunan wilayahnya. Akan tetapi dalam tahap evaluasi program masih ada beberapa kegiatan yang belum dapat dilaksanakan karena keterbatasan sumber daya dan dana yang dimiliki pemerintah.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Nagari merupakan pemerintahan terendah setingkat desa di Propinsi
Sumatera Barat, terdiri dari himpunan beberapa suku, mempunyai Kerapatan
Adat Nagari, mempunyai batas-batas wilayah tertentu, serta berhak mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini dituangkan dalam Peraturan
Daerah Sumatra Barat No. 9 tahun 2000, pasal 2 dan 3 tentang Ketentuan
Pokok Pemerintahan Nagari. Pengambilan keputusan perencanaan publik di
nagari dilakukan secara terdesentralisasi mengikuti proses bottom-up planning, yang dimulai dari pemerintahan terendah yang paling dekat dengan rakyat.
Istilah pemerintahan nagari dahulunya sudah ada, namun hilang selama
Pemerintahan Orde Baru dengan diberlakukannya Undang-undang nomor 5
tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979
tentang Pemerintahan Desa merupakan landasan pengaturan pemerintahan
desa dan telah menyeragamkan sistem pemerintahan terendah diseluruh
Indonesia. Desa merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah
penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah
lansung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya
Perubahan Nagari menjadi desa sebagai pemerintahan terendah di
Indonesia, menimbulkan perbedaan karakter serta kultur sosial-budaya
masyarakat Minangkabau yang menonjol. Berdasarkan data dari LKAAM
tahun 2002, Nagari di Sumatera Barat yang pada saat itu berjumlah sekitar 543
diubah menjadi 3.138 desa. Hal ini dilakukan agar desa mendapatkan Dana
Bantuan Pembangunan Desa (bangdes) dari pemerintah pusat. Berdasarkan
data LKAAM tahun 2002 dijelaskan beberapa dampak dari hilangnya
Pemerintahan Nagari dari Sumatera Barat, antara lain:
a. Menghilangkan jati diri masyarakat Minangkabau dalam rangka
pemahaman dan penghayatan falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak
Basandi Kitabullah.
b. Hubungan antara pemerintah dengan anak nagari dan masyarakat
sekitar menjadi semakin berkurang dan semakin hilang
c. Hilangnya batas-batas nagari sehingga wilayah nagari terpecah.
Pembentukan dan pemekaran desa menyebabkan hilangnya syarat
wilayah nagari.
d. Hilangnya tokoh Wali Nagari. Tugas dan fungsi wali Nagari tidak
dapat digantikan oleh Kepala Desa atau Lurah. Wali Nagari
merupakan sosok tokoh yang tidak hanya memhami adat istiadat, juga
memhami seluk beluk pemerintahan nagari serta taat beragama.
Sedangkan kepala desa atau lurah merupakan orang-orang muda yang
kurang memahami adat istiadat setempat bahkan bukan putra daerah
e. Aspirasi anak nagari dalam pembangunan kehilangan wadah aslinya
dan tidak ada kontor sosial dari masyarakat terhadap keputusan yang
ditetapkan Kepala Desa.
f. Sistem sentralistik selama masa pemerintahan orde baru mengurangi
nilai-nilai luhur yang diwarisi sejak lama
g. Sudah banyak yang tidak mengetahui dan memahami tentang nagari
terutama generasi muda yang berdomisili di kota.
h. Tungku Tigo Sajarangan dan Tali Tigo Sapilin terpinggirkan dan
kehilangan fungsinya.
Pada masa Revormasi Indonesia, pemerintah memberlakukan Otonomi
daerah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999
Tentang otonomi Daerah. Wilayah Sumatera Barat merespon undang-undang
tersebut dengan penerapan sistem pemerintahan nagari dan menggunakan
istilah “babaliak ka Nagari” atau kembali ke nagari. Hal ini dijelaskan dalam Peraturan Daerah Propinsi Sumatra Barat No. 9 tahun 2000 tentang Ketentuan
Pokok Pemerintahan Nagari. Peraturan Daerah ini menjelaskan bahwa
pemerintahan terendah di Sumatera Barat adalah nagari, kemudian direvisi
dengan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2007 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Nagari yang menyatakan bahwa nagari merupakan kesatuan
masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas wilayah tertentu, dan
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
Nagari diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat berdasarkan filosofi adat, sehingga nilai nilai adat dalam tata
kehidupan masyarakat nagari melekat dengan kuat. Nagari berwenang untuk
mengurus urusan pemerintahan, urusan adat, urusan perekonomian, serta
urusan kerentraman dan ketertiban. Nagari juga berwenang untuk mengurus
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten yang diserahkan
pengaturannya kepada Nagari serta tugas pembantuan lainnya.
Masyarakat Minangkabau, khususnya wilayah Propinsi Sumatera Barat
sangat kental dengan nilai dan norma adat istiadatnya. Dengan kembali
kenagari, memberikan peluang kembali kepada daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri yang sesuai dengan bentuk dan susunan
pemerintahan desa berdasarkan asal-usul dan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat. Masyarakat Sumatera Barat dikenal demokratis dan
aspiratif melalui tradisi musyawarah mufakatnya yang ttuang dalam
kelembagaan adat.
Mengembalikan fungsi nagari atau kesatuan masyarakat lokal dalam
masyarakat Minangkabau merupakan salah satu program pembangunan daerah
yang sangat strategis untuk membangun masyarakat. Pada pemerintahan Orde
Baru, pelaksanaan pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, pendekatan
pembangunan berbasis masyarakat mulai ditinggalkan. Pada akhirnya, mulai
dirasakan kembali adanya kecenderungan untuk menuju pembangunan aspek
Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah
istimewa yang mempunyai susunan asli, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari
di Minangkabau, huta/nagori di Sumatera Utara, Gampong di Aceh, marga di
Sumatera bagian selatan, tiuh atau pekon di lampung, desa prakaman/desa
adat di Bali, lembang di Toraja, Banua dan wanua di Kalimantan dan negeri di
Maluku. Keberadaan daerah-daerah itu wajib tetap diakui dan diberikan
jaminan keberlangsungan hidupnya dalam negara kesatuan Republik
Indonesia.
Melalui perubahan Undang-undang Negara Republik Indonesia kepada
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka dalam pasal 18 B
ayat (2) dikatakan bahwa negara mengakui dan menghormat
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembanga masyarakatnya dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya penggabungan fungsi
self-governing community dengan local self goverment, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat.
Dalam pelaksanaan tugasnya desa adat melaksanakan hak asal-usul, terutama
menyangkut pelestarian sosial desa adat, pengaturan dan pengurusan wilayah
adat, sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketentraman dan ketertiban bagi
masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan
berdasarkan susunan aslinya. Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan
bahwa Nagari (desa adat) memiliki fungsi pemerintahan, keuangan desa,
pembangunan desa, serta mendapatkan fasilitas dan pembinaan dari
Pembangunan Nagari bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Nagari dan kualitas hidup manusia melalui pemenuhan kebutuhan
dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi
lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara
berkelanjutan. Nagari menyusun perencanaan pembangunan sesuai dengan
kewenangnnya mengacu pada perencanaan pembangunan pada perencanaan
pembangunan kabupaten/kota sebagai acuan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Nagari.
Pendekatan proses dalam pelaksanaan pembangunan yang memanusiakan
manusia, akan dapat menunjukkan proses yang menggambarkan kapasitas
masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam pelaksanaan
pembangunan harus melibatkan semua pihak (stakeholders) yang bukan hanya sebagai objek tetapi sebagai subjek dalam pelaksanaan pembangunan.
Keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan bukan karena mobilisasi,
melainkan sebagai bentuk partisipasi yang dilandasi oleh determinasi dan
kesadaran.
Salah satu bentuk pelibatan dalam partisipasi yang bukan mobilisasi
masyarakat yaitu dalam keseluruhan proses pembangunan yang dimulai dari
tahap identifikasi masalah, perumusan program, pengelolaan dan pelaksanaan
program, evaluasi serta menikmati hasil program. Pembangunan harus
dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai
perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi
nasional, disamping tetap mengejar percepatan pertumbuhan ekonomi,
Paradigma pembangunan yang ada saat ini menempatkan masyarakat
sebagai pelaku utama pembangunan. Artinya, pemerintah tidak lagi sebagai
penyedia dan pelaksana, melainkan lebih berperan sebagai fasilitator dan
katalisator dari dinamika pembangunan, sehingga dari mulai perencanaan
hingga pelaksanaan, masyarakat mempunyai hak untuk terlibat dan
memberikan masukan dan mengambil keputusan dalam rangka memenuhi
hak-hak dasarnya. Kontribusi masyarakat dalam proses pembuatan
perencanaan pembangunan daerah merupakan aktualisasi dari ketersediaan
dan kemauan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam
implementasi program yang telah ditentukan (Mustopadidjaja, Prisma 1996).
Arah pembangunan yang terencana dengan baik dan dinamis sangat
dipengaruhi adanya peran serta masyarakat maupun unsur-unsur dalam
masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini jelas di atur dalam UU Nomor 25
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang
menjelaskan bahwa tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan
rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan
yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintah/perangkat daerah
dipusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat.
Konsep perencanaan pembangunan yang berasal dari bawah (bottom-up planning) yang telah diterapkan dalam kegiatan Musrenbang (Musyawarah Pembangunan Desa), rapat LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat)
tingkat Kecamatan, Rakorbang (Rapat Koordinasi Pembangunan) tingkat
pusat, hingga kini belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini terbukti dengan
masih adanya beberapa usulan dari desa (dalam Musrenbang) yang hanya
dirumuskan oleh beberapa orang saja, dan bahkan masih terkadang ditemukan
usulan yang dirumuskan hanya oleh Kepala Desa LKMD atau seringkali pula
dilakukan intervensi dari pemerintah tingkat kecamatan (Adisasmita, 2006)
Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) yang dilaksanakan
mulai dari tingkat Nagari/kelurahan hingga kabupaten/kota guna menampung
aspirasi masyarakat yang lazim ditunggangi unsur politik dan tarik menarik
kepentingan. Sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Rangkaian/tahapan pengusulan anggaran pembangunan yang kadang tidak
sesuai dengan plavon anggaran APBD. Akibatnya banyak usulan yang tidak
tertampung dan akhirnya rancangan tersebut menjadi sia-sia (Harian Rakyat
Sumbar, Kamis 27 Februari 2014).
Perencanaan merupakan tahap yang paling awal dan paling vital dalam
pembangunan. Perencanaan pembangunan sebagai penentu utama dalam
keberhasilan pembangunan yang akan dilaksanakan. Perencanaan mutlak
diperlukan dalam setiap kegiatan, tanpa adanya perencanaan akan terjadi
kesimpangsiuran dalam menjalankan suatu kegiatan. Perencanaan yang baik
dan matang akan melahirkan hasil yang baik pula. Pembangunan diartikan
sebagai upaya untuk memajukan kehidupan masyarakat dan negaranya.
Seringkali kemajuan yang dimaksud terutama adalah pada kemajuan material,
maka pembangunan sering diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh
sebuah masyarakat dibidang ekonomi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
dan sasaran yang dijalankan pemerintah, tersedianya modal dan teknologi, dan
suasana perdagangan internasional.
Sesuai dengan amanat yang diemban dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perencanaan pembangunan dan
pelaksanannya harus berorientasi ke bawah dan melibatkan masyarakat luas.
Melalui pemberian wewenang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
ditingkat daerah. Dengan cara ini pemerintah makin mampu menyerap aspirasi
masyarakat banyak, sehingga pembangunan yang dilaksananakan mampu
memberdayakan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Rakyat harus menjadi
pelaku dalam pembangunan, masyarakat perlu dibina dan disiapkan untuk
dapat merumuskan sendiri permasalahan yang dihadapi, merencanakan
langkah-langkah yang diperlukan, melaksanakan rencana yang telah
diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan dan melestarikan program
yang telah dirumuskan dan dilaksanakan.
Dari berbagai kajian yang ada, dapat diasumsikan bahwa perencanaan itu
merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan kondisi dan arah yang akan
dicapai. Menurut Arifin (2008) kedinamisan tersebut dalam proses
pembangunan dapat dilihat dari faktor sifat, ruang lingkup dan pelaku
perencanaan pembangunan itu sendiri yang dapat berubah sesuai dengan
dinamika pembangunan yang ada maupun yang diciptakan.
Pelaksanaan Pembangunan berikut dengan strategi-strategi yang telah ada,
hingga saat ini belum menemui titik jenuh dan masih kerap terjadi
dosa Perencana Pembangunan yang telah mengantisipasi dan memilih startegi
pembangunan yang akan diterapkan pada wilayahnya, antara lain
a. Permainan angka,
b. Pengendalian yang berlebihan
c. Penghitungan tingkat penanaman modal
d. Perkembangan mode-mode pembangunan
e. Sering membedakan antara perencanaan dan pelaksanaan
f. Kecendrungan mengabaikan sumber daya Manusia
g. Pertumbuhan tanpa keadilan
Penyelenggaraan pemerintahan Nagari di Kabupaten Tanah Datar telah
diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 4 Tahun 2008
Tentang Nagari. Dalam melaksanakan tugas pemerintahan, dilaksanakan oleh
Pemerintah Nagari dan Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari serta ikut serta
Kerapatan Adat Nagari sebagai Lembaga tertinggi dalam penyelenggaraan
adat di nagari. Wali Nagari mempunyai tugas untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan, urusan pembangunan dan kemasyarakatan.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Nagari disusun perencanaan
pembangunan Nagari sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan
pembangunan Nagari. Perencanaan pembangunan nagari disusun secara
partisipatif dan melibatkan lembaga kemasyarakatan Nagari. Perencanaan
pembangunan dilakukan secara berjangka meliputi, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) per 5 tahunan serta Rencana Kerja Pembangunan
Nagari (RKP-Nagari) yang merupakan penjabaran dari RPJMN untuk jangka
Limo kaum merupakan salah satu nagari yang termasuk kedalam wilayah
kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatra Barat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 17 tahun 2001
tentang Sistem Pemerintahan Nagari yang telah diubah dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 4 tahun 2008 tentang Nagari, maka
sebanyak delapan pemerintahan kelurahan dan desa yang ada dalam
kenagarian Limo kaum digabung menjadi satu wilayah administrasi
pemerintahan nagari sebagaimana diberlakukannya undang-undang nomor 5
tahun 1979 tentang pemerintahan desa dengan delapan jorong yaitu Jorong
Dusun Tuo, Jorong Koto Gadih, Jorong Balai Batu, Jorong Tigo Tumpuak,
Jorong Balai Labuah Ateh, Jorong Balai Labuah Bawah, Jorong Kubu Rajo
dan Jorong Piliang.
Nagari limo Kaum disebut sebagai Nagari yang berdiri lebih awal. Hal ini
dikarenakan menurut tambo, jauh sebelumnya Jorong Dusun Tuo merupakan
tempat kedudukan pusat pemerintahan Datuak Parpatiah Nan Sabatang
sebagai pimpinan Kelarasan Bodi Chaniago. Ditempat ini terdapat saksi bisu
peninggalan sejarah berupa batu berlubang atau disebut “Batu Batikam” yang
diyakini merupakan wujud ikrar kesepakatan pembagian wilayah antara
Datuak Parpatiah Nan Sabatang dengan Datuak Katumangguangan sebagai
pimpinan Kelarasan Koto Piliang.
Pemikiran tentang penelitian ini berangkat dari realitas bahwa
kelembagaan lokal yang mempunyai keterikan tinggi dengan kearifan
lingkungan lokal masyarakat Nagari Limo Kaum yang menjadi dasar
kelembagaan adat dan kearifan lokal masyarakat. Namun masih sedikit
ditemukan bukti empiris yang dapat menjelaskan kinerja kelembagaan adat
dalam perencanaan dan pengambilan keputusan publik yang
didesentralisasikan kepada pemerintah daerah, khususnya dalam perencanaan
pembangunan.
1.2RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Berbasis Lokal di
Nagari Limo Kaum Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar?
2. Bagaimana Peran Kelembagaan Adat dalam pelaksanaan Perencanaan
Pembangunan di Nagari Limo Kaum?
1.3TUJUAN PENELITIAN
Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti mempunyai
jalan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penyelenggaraannya. Adapun yang
menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan perencanaan berbasis lokal di Nagari Limo
Kaum
2. Untuk mengetahui peranan Kelembagaan Adat dan kearifan lokal
masyarakat dalam penyusunan perencanaan pembangunan di Nagari Limo
Kaum
1.4MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir
secara ilmiah, sistematis, dan membuatnya menjadi karya ilmiah
berdasarkan kajian-kajian teori maupun aplikasi yang diperoleh dari ilmu
Administrasi Negara.
2. Manfaat secara akademis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khasanah
kepustakaan sehingga dapat menambah bahan kajian perbandingan bagi
yang memanfaatkannya.
3. Manfaat secara praktis
Diharapkan dapat menjadi manfaat kepada masyarakat untuk lebih
berperan aktif dalam menyusun perencanaan pembangunan di wilayahnya,
agar perencanaan yang dibuat menjadi berguna dan tepat sasaran.
1.5Kerangka Teori
Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar konsep dan kerangka teori disusun sebagai
landasan berpikir untuk menunjukkan perspektif yang digunakan dalam
memandang fenomena sosial yang menjadi objek penelitian (Singarimbun,
2008).
Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub
variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian (Singarimbun, 2008).
Berdasarkan rumusan diatas, maka dalam kerangka teori ini penulis akan
landasan berpikir dalam penelitian ini. Adapun kerangka teori dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.2 Perencanaan Pembangunan 1.5.1.1Perencanaan
Perencanaan menurut Sondang P. Siagian (1980)
mendefinisikannya sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan
secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan
datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Menurut
George R. Terry dalam Arifin Nasution (2008), perencanaan adalah upaya
untuk menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang
dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Perencanaan termasuk
kedalam kelompok ilmu terapan atau applied sciences dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusan-rumusannya bermanfaat dalam
meningkatkan kesejahteraan manusia.
Menurut Robinson Tarigan (2005) mengatakan bahwa perencanaan
adalah menetapkan suatu tujuan dengan mengetahui dan menganalisis
kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor tidak
terkontrol yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas,
menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta
mencari langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
Jadi perencanaan dapat diartikan sebagai suatu usaha memilih dan
dugaan-dugaan mengenai masa yang akan datang dalam hal menggambarkan dan
merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan, yang dianggap perlu untuk
mencapai hasil-hasil yang diinginkan.
Adapun fungsi-fungsi perencanaan antara lain:
1. Fungsi pengorganisasian, apa yang telah direncanakan harus
diorganisisr dengan baik. Mengatur distribusi tugas, wewenang
dan sumberdaya dalam aktivitas pencapaian tujuan.
2. Fungsi kepemimpinan, diperlukan seseorang yang memimpin
untuk mengarahkan pelaksanaan tugasnya masing-masing
dalam suatu organisasi perencanaan pembangunan
3. Fungsi control, diperlukan untuk mengukur kesesuaian
perencanaan sebelumnya dengan pelaksanaanya.
Alasan dilakukannya perencanaan dilihat dari segi perencanaan
sebagai suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan menurut Saul M. Kantz
dalam Bintoro (1985) adalah:
1. Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapat suatu
pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan
pembangunan.
2. Dengan adanya rencana maka akan ada suatu alat pengukur
3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai
alternatif tentang cara yang terbaik atau kesempatan untuk
memilih kombinasi cara yang terbaik.
4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas.
Memilih urutan-urutan dari pentingnya suatu tujuan, sasaran
maupun kegiatan usahanya.
5. Pada perencanaan akan dilakukan suatu perkiraan (forecasting)
terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui.
Jenis-jenis perencanaan di Indonesia menurut Arifin Nasution,
antara lain:
1. Jenis Top Down dan Bottom Up Planning
Top Down Planning merupakan salah satu jenis perencanaan yang menitikberatkan pada tipe perencanaan yang terpusat.
Artinya kewenangan utama dalam perencanaan itu berada pada
institusi yang lebih tinggi dan digunakan sebagai bagian
rencana dari institusi yang lebih rendah. Sedangkan bottom up planning adalah apabila kewenangan utama dalam perencanaan itu berada pada institusi yang lebih rendah, dimana institusi
perencana pada level yang lebih tinggi harus menerima
usulan-usulan yang diajukan oleh institusi perencana pada tingkat yang
lebih rendah. Proses Top Down dan Bottom Up lebih mencerminkan proses perencanaan dalam pemerintahan, yaitu
dari lembaga/departemen dan daerah ke pemerintah pusat.
tersebut. Akan tetapi dari rencana yang dihasilkan oleh kedua
level institusi perencanaan tersebut, dapat ditentukan model
mana yang lebih dominan. Apabila yang dominan adalah top-down maka perencanaan itu disebut sentralistik, sedangkan apabila yang dominan adalah bottom-up maka perencanaan itu disebut desentralistik.
2. Jenis Vertical dan Horizontal Planning
Vertical Planning adalah perencanaan yang lebih mengutamakan koordinasi antar berbagai jenjang pada sektor
yang sama. Model ini mengutamakan keberhasilan sektoral,
jadi menekankan pada pentingnya koordinasi antar berbagai
jenjang pada instansi yang sama (sektor yang sama).
Horizontal Planning lebih menekankan pada keterkaitan antar berbagai sektor sehingga berbagai sektor itu dapat berkembang
secara sinergi. Pada horizontal planning kegiatan masing-masing sektor dibuat saling terkait dan menjadi sinkron
sehingga sasaran umum pembangunan wilayah dapat dicapai
dengan lebih efektif dan efisien. Antara kedua model
perencanaan itu harus terdapat arus bolak-balik sehingga
menghasilkan rencana yang baik.
3. Jenis Partisipatif Planning
Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran
bahwa kinerja sebuah prakarsa pembangunan masyarakat
prakarsa tersebut. Sejak dikenalkannya model perencanaan
partisipatif ini, istilah “stakeholder” menjadi sangat meluas. Perencanaan partisipatif merupakan perencanaan yang
melibatkan pastisipasi seluruh stakeholder dalam pengambilan keputusan perencanaan di semua tahapan perencanaan.
Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa
bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan,
mantap atau sporadik, secara halus atau dengan kekerasan,
legal atau illegal, efektif atau tidak efektif.
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah,
perencanaan dan pembuatan kebijakan sudah dijamin dalam konstitusi
negara maupun dalam peraturan perundang-undangan. Namun, dalam
prakteknya, kualitas partisipasi masyarakat masih jauh dari ideal.
Beberapa masalah tentang pastisipasi, misalnya:
a. Masih rendahnya akses terhadap informasi publik
b. Rendahnya komitmen pemimpin dan partai politik di
tingkat lokal
c. Blocking dari kelompok elit lokal d. Kemandirian organisasi warga
e. Proses partisipasi tanpa substansi
Sesuai dengan Undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka sistem Perencanaan
Pembangunan nasional mencakup pada lima pendekatan yaitu,
1. Politik
2. Teknokratik
3. Partisipatif
4. Atas-bawah (top-down)
5. Bawah-atas (bottom-up)
Ahli-ahli teori perencanaan publik mengemukakan beberapa proses
perencanaan (, :
1. Perencanaan Teknokrat
Perencanaan teknokrat adalah proses perencanaan yang
dirancang berdasarkan data dan hasil pengamatan kebutuhan
masyarakat dari pengamat professional, baik kelompok
masyarakat yang terdidik yang meski tidak mengalami sendiri
namun berbekal pengetahuan yang dimiliki dapat
menyimpulkan kebutuhan akan suatu barang yang tidak dapat
disediakan pasar, untuk menghasilkan perspektif akademis
pembangunan. Pengamat ini bisa berasal dari pejabat
pemerintah, non pemerintah atau perguruan tinggi.
Menurut penjelasan Undang-undang Nomor 25 tahun 2004,
tentang sistem perencanaan pembangunan Nasional,
metoda dan kerangka pikir ilmiah oleh lembaga atau satuan
kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.
Tujuannya adalah untuk membangun perencanaan strategis dan
perencanaan kontigensi, menetapkan ketentuan-ketentuan,
standar, prosedur petunjuk pelaksanaan serta evaluasi, pelaporan
dan langkah taktis untuk menopang organisasi.
Prinsip-prinsip perencanaan teknokratik menurut Prinsip-Prinsip
penyusunan Renstra Satuan kerja perangkat Daerah (SKPD)
tahun 2011 adalah,
a. Ada rumusan isu dan permasalahn pembangunan yang
jelas
b. Ada rumusan prioritas isu sesuai dengan urgensi,
kepentingan dan dampak isu terhadap kesejahteraan
masyarakat
c. Ada rumusan tujuan pembangunan yang memenuhi
kriteria
d. Ada rumusan alternatif strategi untuk pencapaian
tujuan
e. Ada rumusan kebijakan untuk masing-masing strategi
f. Ada pertimbangan atas kendala ketersediaan
sumberdaya dan dana
g. Ada prioritas program
h. Ada tolak ukur dan target kinerja capaian program
j. Ada kejelasan penanggungjawab program
k. Ada evaluasi terhadap proses perencanaan yang
dilakukan
l. Ada komunikasi dan konsultasi berkelanjutan
m. Ada instrumen, metodologi, pendekatan yang tepat
digunakan untuk mendukung proses perencanaan
2. Perencanaan Partisipatif
Perencanaan partisipatif merupakan proses perencanaan yang
diwujudkan dalam musyawarah, dimana sebuah rancangan
rencana dibahas dan dikembangkan bersama semua pelaku
pembangunan (stakeholder). Pelaku pembangunan berasal dari semua aparat penyelenggara negara (eksekutif, legislatif dan
yudikatif), masyarakat, rohaniwan, pengusaha, kelompok
professional, serta organisasi-organisasi non-pemerintah.
Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
perencanaan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua
pihak yang berkepentingan terhadap pembangunan. Pelibatan
mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan
rasa memiliki. Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan untuk
mengamodasi kepentingan mereka dalam proses penyusunan
rencana pembangunan.
Tujuannya adalah agar masyarakat diharapkan mampu
potensi SDM dan SDA yang tersedia, dan merumuskan solusi
yang paling menguntungkan.
Prinsip-prinsip perencanaan partisipatif menurut Prinsip-Prinsip
penyusunan Renstra Satuan kerja perangkat Daerah (SKPD)
adalah,
a. Ada identifikasi stakeholder yang relevan untuk dilibatkan dalam proses perumusan visi, misi dan
agenda SKPD serta dalam proses pengambilan
keputusan penyusunan renstra SKPD
b. Ada kesetaraan antara government dan non-government
stakeholder dalam pengambilan keputusan
c. Ada transparansi dan akuntabilitas dalam proses
perencanaan
d. Ada keterwakilan yang memadai dari seluruh segmen
masyarakat terutama kaum perempuan dan kelompok
marginal
e. Ada sense of ownership masyarakat terhadap renstra SKPS
f. Ada pelibatan media
g. Ada kesepatan bersama pada semua tahapan penting
dalam pengambilan keputusan
Perencanaan top-down adalah proses perencanaan yang dirancang oleh lembaga/departemen/daerah, menyusun rencana
pembangunan sesuai dengan wewenang dan fungsinya.
Tujuannya adalah untuk menyeragamkan perencanaan
pembangunan daerah yang mengikuti “juklak dan juknis”
(petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis). Prinsip-prinsip
perencanaan Top-Down menurut Prinsip-Prinsip penyusunan Renstra Satuan kerja perangkat Daerah (SKPD) adalah,
a. Ada sinergi dengan RPJM Nasional dan Renstra
Kementrian/lembaga
b. Ada sinergi dan konsistensi dengan RPJPD dan
RPJMD
c. Ada sinergi dan konsistensi dengan RTRW daerah
d. Ada sinergi dan komitmen pemerintah terhadap
tujuan-tujuan pembanguann
4. Perencanaan Bottom-up
Perencanaan Bottom-up adalah pendekatan perencanaan yang dimulai dari tingkatan hirarkis paling rendah menuju ke atas.
Tujuannya adalah untuk menghimpun masukan dari bawah.
Prinsip-prinsip perencanaan bottom-up menurut Prinsip-Prinsip penyusunan Renstra Satuan kerja perangkat Daerah (SKPD)
a. Ada penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarkat
untuk melihat konsistensi dengan visi, misi dan
program kepala daerah terpilih
b. Memperhatikan hasil proses musrenbang dan
kesepakatan dengan masyarakat tentang prioritas
pembangunan daerah
c. Mempertimbangkan hasil forum multi stakeholder
SKPD
d. Memperhatikan hasil proses Penyusunan Renstra
SKPD.
1.5.1.2Pembangunan
Pembangunan berasal dari kata “development”. Kata “development” ini diartikan sebagai pembangunan atau perkembangan dan perubahan sosial. Pembangunan merupakan konsep normatif yang
mengisyaratkan pilihan-pilihan tujuan untuk mencapai apa yang disebut
sebagai realisasi potensi manusia. Pembangunan tidak sama maknanya
dengan modernisasi, jika memahami secara jelas mengenai makna
sesungguhnya dari hakikat pembangunan itu sendiri.
Pembangunan adalah sebuah proses perbaikan yang
berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara
keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik lagi. Disamping itu
pembangunan itu sendiri adalah sebagai usaha atau rangkaian usaha
pertumbuhan, perubahan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan
1980). Pengertian tersebut memiliki arti bahwa pembangunan merupakan
suatu proses perbaikan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa secara
terencana.
Pembangunan menurut pengertian umum adalah suatu upaya
terencana untuk merubah wilayah dan masyarakat menuju keadaan lebih
baik. Dari tinjauan Ilmu sosial, pembangunan diartikan sebagai perubahan
masyarakat yang berlangsung secara terus menerus sehingga mampu
mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara optimal. Strategi
pembangunan berkembang dari masa ke masa secara dinamis sesuai
dengan konteks peradaban. Paradigma pembangunan yang menekankan
pada pembangunan ekonomi mulai ditinggalkan karena tidak dapat
menjawab masalah sosial seperti kemiskinan, kenakalan, kesenjangan,
dan keterbelakangan. Paradigma pembangunan kemudian bergeser ke arah
pendekatan masyarakat yang sebelumnya sebagai objek menjadi subjek
pembangunan. Paradigma baru ini berbasis komunitas dengan memberikan
tempat utama bagi prakarsa, keanekaragaman lokal, dan kearifan lokal.
Menurut Todaro dalam buku Arifin Nasution (2008), mengatakan
bahwa pembangunan merupakan suatu proses multidimensial yang
meliputi perubahan-perubahan struktur sosial, struktur masyarakat,
lembaga-lembaga nasional, sekaligus peningkatan pertumbuhan ekonomi,
pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan. Kemiskinan
bukan hanya fenomena semata, namun pada akhirnya pembangunan
yang berdimensi jamak, yang melibatkan masalah pengorganisasian dan
peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan sosial. Berdimensi
jamak dalam hal ini artinya membahas komponen-komponen ekonomi
maupun non-ekonomi.
Sedangkan pembangunan yang dilakukan Negara-Negara
berkembang secara umum merupakan suatu proses kegiatan yang
direncanakan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
perubahan sosial dan modernisasi bangsa untuk mencapai peningkatan
kualitas hidup manusia dan kesejahteraan. Jadi, pada hakekatnya
pembangunan mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau
penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan
keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun
kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu
kondisi kehidupan yang lebih baik secara material maupun spiritual.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembangunan adalah
sumber daya negara yang dimiliki, kebijaksanaan dan sasaran yang
dijalankan pemerintah, tersedianya modal dan teknologi dan suasana
perdagangan internasional. Beberapa pendekatan dalam pembangunan
antara lain:
1. Pendekatan pembangunan bangsa (sociocultiral development approach)
Pendekatan pembangunan ini tidak hanya menekankan pada
kultur masyarakatnya. Ada dua permasalahan yang ditemukan
dari segi ruang lingkup pendekatan ini, yaitu:
a. Pembangunan politik (political development)
Pembangunan politik sebagai suatu proses pembinaan
bangsa (nation building) yang ditujukan untuk melakukan perubahan-perubahan institusional dalam sistem
pemerintahan dan politik dan dalam sistem kelembagaan
sosial ekonomi suatu bangsa yang tidak dapat dipisahkan.
b. Pembangunan sosial budaya (socio cultural development) Pembangunan diarahkan untuk mewujudkan
perubahan-perubahan dan pembaharuan-pembaharuan dalam
kehidupan masyarakat secara menyeluruh serta dilakukan
secara sinergis dan simultan dalam suatu proses
pembangunan.
2. Pendekatan pembangunan ekonomi
Pendekatan pembangunan ekonomi dibagi atas 3 aliran:
a. Aliran klasik
Tokoh sentral dalam aliran klasik yaitu Adam Smith. Adam
Smith sangat percaya bahwa campur tangan pemerintah
akan membentuk keseimbangan dalam perekonomian
masyarakat. Ajaran Adam Smith ini dalam prakteknya
banyak menimbulkan kepincangan social, yang
memunculkan jurang pemisah yang sangat dalam diantara
b. Aliran Keynesian
Aliran Keynesian membantah ajaran Smith, karena
menurutnya campur tangan pemerintah secara tidak lansung
dalam sistem perekonomian masyarakat sangat diperlukan.
Aliran ini lebih memfokuskan pada analisa ekonomi jangka
pendek. Dampak yang ditimbulkan dari pandangan ini yaitu
berkembangnya model pertumbuhan yang dikembangkan
oleh Harrod dan Domart yang intinya bahwa pentingnya
aspek permintaan dalam mendorong pertumbuhan jangka
panjang melalui tabungan atau investasi dan produktivitas
capital.
c. Aliran neo-klasik
Laju pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh pertambahan
dalam penawaran faktor-faktor produksi dan tingkat
kemajuan teknologi. Dalam perkembangannya, ada suatu
pemikiran yang menyatakan peran perdagangan sebagai
faktor penting diluar modal dan tenaga kerja.
3. Pendekatan-pendekatan lain
Menurut Rostow (1960) transformasi dari negara terbelakang
menjadi negara maju dapat terjadi setelah melalui urutan
tahapan pembangunan. Lima tahapan pembangunan yang harus
dilalui oleh suatu negara dalam proses pembangunan adalah:
a. Masyarakat tradisional (traditional society)
c. Tinggal landas (take-off)
d. Pengendalian kelahiran (the drive of maturity)
e. Era masyarakat komsumtif (the age of high mass-comsumption)
1.5.1.3Perencanaan Pembangunan
Perencanaan dapat dikaitkan dengan konteks pembangunan dimana
dalam pembangunan terdapat suatu perencanaan agar sasaran
pembangunan tercapai sehingga dikenal istilah perencanaan pembangunan.
Perencanaan menurut Nugroho (2003) adalah kegiatan dari pembangunan
yang paling prioritas, karena perencanaan dalam pembangunan
menentukan arah, prioritas dan strategi pembangunan.
Menurut Kuncoro dalam Kuncoro (2004) “perencanaan
pembangunan merupakan upaya yang bertujuan untuk memperbaiki
sumber daya publik yang tersedia untuk memperbaiki kapasitas sektor
swasta dan publik dalam menciptakan nilai sumber daya swasta dan publik
yang bertanggung jawab demi kepentingan pembangunan masyarakat yang
menyeluruh”. Pendapat lain yang mendefenisikan perencanaan
pembangunan dalam tulisan Kuncoro dikemukakan oleh Soedjono
Adipraja “Perencanaan pembangunan adalah suatu tekhnik atau cara yang
akan dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan dari sasaran
pembangunan yang telah dirumuskan melalui Badan Perencanaan
Untuk lebih mengenal dimensi-dimensi dalam konsep perencanaan
pembangunan yang memiliki pedoman secara umum dapat dilihat dari
dimensi ciri perencanaan pembangunan. Menurut Tjokroamidjojo (1985)
ada 8 poin yang menjadi ciri-ciri atau indikator sebuah perencanaan
pembangunan secara umum yaitu:
1. Merupakan suatu usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk
mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap. Hal ini
dicerminkan dalam usaha peningkatan produksi nasional, berupa
tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang positif,
2. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan
pendapatan perkapita. Ciri ini adalah kelanjutan dari ciri yang
pertama. Laju pertumbuhan ekonomi yang positif, yaitu setelah
dikurangi dengan laju pertumbuhan penduduk menunjukkan pula
kenaikan pendapatan perkapita.
3. Usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi. Hal ini
disebabkan oleh karena pada umumnya negara-negara baru
berkembang struktur ekonominya lebih cenderung kearah
agraris,dan hal ini menyebabkan terdapatnya kelemahan-kelemahan
konjungtural. Oleh karena itu diusahakan lebih adanya
keseimbangan dalam struktur ekonomi.
4. Usaha perluasan kesempatan kerja. Selain untuk mengurangi
adanya pengangguran, hal ini juga bertujuan untuk menampung
5. Usaha pemerataan pembangunan (distributive justice). Pemerataan ini ditujukan kepada pemerataan pendapatan antara
golongan-golongan dalam masyarakat dan pemerataan pembangunan antara
daerah-daerah dalam negara.
6. Usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang
lebih menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan.
7. Usaha untuk mengupayakan kemampuan membangun secara
bertahap lebih didasarkan kepada kemampuan nasional (dalam
artian tidak terlalu menggantungkan terhadap pinjaman luar
negeri).
8. Usaha secara berkelanjutan dalam menjaga stabilitas ekonomi.
Perencanaan itu merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan
kondisi dan arah yang akan dicapai. Kedinamisan tersebut dalam proses
pembangunan dapat dilihat dari faktor sifat, ruang lingkup dan pelaku
perencanaan pembangunan itu sendiri yang dapat berubah sesuai dengan
dinamika pembangunan yang ada maupun yang diciptakan (Arifin
Nasution, 2008).
Pada dasarnya perencanaan pembangunan menjadi kunci
keberhasilan suatu pembangunan karena sesungguhnya ini adalah
pekerjaan yang sangat rumit dan membutuhkan analisis kedepan yang
cukup baik. Disinilah pembangunan akan menjadi sebuah praktek yang
bergulir dari sebuah konsep, teori dan paradigma. Oleh karena itu
pembangunan harus dimanajemeni dengan baik melalui proses
Setiap perencanaan pembangunan pada dasarnya harus
mengandung unsur-unsur pokok tertentu yang dijadikan acuan
pembangunan, dengan adanya unsur-unsur pokok tersebut akan lebih
memfokuskan arah, tujuan, dan keefektifan dalam pencapaian hasil akhir
sebuah perencanaan pembangunan. Ada beberapa unsur pokok yang
menjadi komponen dari perencanaan pembangunan menurut
Tjokroamidjojo (1985) yaitu:
1.Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan,
yang sering pula disebut tujuan, arah, dan prioritas pembangunan.
2.Adanya kerangka rencana yang menunjukkan hubungan
variabel-variabel pembangunan dan implikasinya.
3.Perkiraan sumber-sumber pembangunan terutama pembiayaan.
4.Adanya kebijaksanaan yang konsisten dan serasi, seperti
kebijaksanaan fiskal, moneter, anggaran, harga, sektoral, dan
pembangunan daerah.
5.Adanya program investasi yang dilakukan secara sektoral.
6.Adanya administrasi pembangunan yang mendukung perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan.
Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2004, ada 4 (empat)
tahapan dalam perencanaan pembangunan, yaitu:
Tahap ini dilaksanakan untuk dapat menghasilkan rancangan
lengkap suatu rencana yang sudah siap untuk ditetapkan, terdiri
dari 4 langkah:
a. Penyiapan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik
menyeluruh dan terukur.
b. Masing-masing instansi menyiapkan rancangan rencana
kerja dengan berpedoman pada rencana pembangunan yang
telah disiapkan.
c. Melibatkan masyarakat dan menyelaraskan rencana
pembangunan yang dihasilkan masing-masing pemerintah
melalui musyawarah perencanaan pembangunan.
d. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
2.Tahap penetapan rencana.
Tahap ini berfungsi sebagai penetapan rencana pembangunan
tersebut menjadi suatu produk hukum yang mengikat semua pihak
yang melaksanakan.
3.Tahap pengendalian pelaksana rencana.
Tahap ini dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan
sasaran pembangunan yang tertuang pada rencana
kegiatan-kegiatan, serta koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan
rencana tersebut oleh pimpinan kementrian/ lembaga/satuan
perangkat daerah.
Evaluasi pelaksanaan adalah bagian dari perencanaan
pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan
menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian tujuan
sasaran dan kinerja pembangunan.
Perencanaan pembangunan yang efektif mengandung arti suatu
perencanaan yang bisa membedakan apa yang seyogianya dilakukan dan
apa yang dapat dilakukan, dengan menggunakan berbagai sumber daya
pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai dan
mengambil manfaat dari informasi yang lengkap dan tersedia pada tingkat
daerah karena kedekatan pada perencananya dengan objek
perencanaannya. Seringkali terdapat kesalah pahaman dalam pengertian
perencaan tersebut. Perencaan merupakan suatu proses terus menerus dan
menyeluruh dari penyusunan suatu rencana, penyusunan program
kegiatan, pelaksanaan serta pengawasan dan evaluasi pelaksanaannya.
Beberapa tahapan proses perencaan menurut Bintoro Tjokroamidjojo
(1985) yaitu:
1. Penyusunan Rencana
Terdiri atas unsur-unsur:
a. Tinjauan keadaan
b. Perkiraan keadaan masa yang akan dilalui rencana
c. Penetapan tujuan rencana (plan objectives) dan pemilihan cara-cara pencapaian tujuan rencana
d. Identifikasi kebijaksanaan dan/atau kegiatan usaha yang
e. Tahap persetujuan rencana
2. Penyusunan Program Rencana
3. Pelaksanaan Rencana
4. Pengawasan atas Pelaksanaan Rencana
Tujuan dilakukan pengawasan yaitu:
a. Agar pelaksanaan rencana sesuai dengan yang diinginkan.
b. Apabila terdapat penyimpangan maka perlu diketahui
seberapa jauh penyimpangan tersebut dan apa
penyebabnya.
c. Dapat dilakukan tindakan korektif terhadap
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
5. Evaluasi
1.5.1.4Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan pembangunan daerah menurut Riyadi dan
Bratakusumah (2004) yaitu suatu proses perencanaan pembangunan yang
dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju kearah perkembangan
yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan
lingkungan dalam wilayah/daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau
mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada dan harus memiliki
orientasi yang bersifat menyeluruh , lengkap tetapi tetap berpegang pada
asas prioritas.
Daerah merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
Ciri-ciri perencanaan pembangunan daerah, meliputi:
1. Menghasilkan program-program yang bersifat umum
2. Analisis perencanaan yang bersifat makro atau luas
3. Lebih efektif dan efisien digunakan untuk perencanaan jangka
mengengah dan jangka panjang
4. Memerlukan pengetahuan secara interdisipliner, general dan
universal namun tetap memiliki spesifikasi masing-masing
yang jelas
5. Fleksibel dan mudah untuk dijadikan sebagai acuan
perencanaan pembangunan jangka pendek.
Perencanaan pembangunan daerah diperlukan karena:
1. Adanya ketidakpuasan atas persoalan/masalah-masalah yang
muncul sebagai tuntutan kebutuhan sosial yang tidak
terelakkan, sehingga perencanaan berorientasi pada
perubahan/perbaikan yang secara sadar diinginkan
2. Adanya keterbatasan sumberdaya yang dimiliki daerah,
sementara peruntukan/kebutuhannya beragam, sehingga
perencanaan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi atau
optimalisasi pemilikan dan pemanfaatan sumberdaya.
3. Adanya keinginan/tujuan yang ingin dicapai untuk menjadi
sesuatu yang lebih baik dan berorientasi masa depan
4. Adanya keinginan untuk memacu perkembangan
eksternalitas maupun mengoreksi kegagalan/ketidak
sempurnaan pasar untuk menjamin kepentingan publik.
Proses pembangunan daerah menurut Ginandjar Kartasasmita
dalam buku Arifin Nasution (2008) dapat dilihat dengan tiga cara pandang
yang berbeda. Pertama, pembangunan bagi suatu kota, daerah atau wilayah
sebagai suatu wujud (entity) bebas yang pengembangannya tidak terikat dengan kota, daerah atau wilayah lain sehingga penekanan perencanaan
pembangunannya mengikuti pola yang lepas dan mandiri. Kedua,
pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional.
Perencanaan pembangunan daerah dalam pendekatan ini merupakan
perencanaan pembangunan pada suatu juridiksi ruang atau wilayah
tertentu yang dapat digunakan sebagai bagian dari pola perencanaan
pembangunan nasional. Ketiga, perencanaan pembangunan daerah sebagai
instrument bagi penentuan alokasi sumber daya pembangunan dan lokasi
kegiatan di daerah yang telah direncanakan terpusat yang berguna untuk
mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi antar daerah.
1.5.3 Perencanaan Pembangunan Basis Lokal
Desentralisasi diyakini sebagai obat penawar dampak buruk yang
diakibatkan oleh konsep pembangunan yang datang dari atas dan sistim
perencanaan terpusat (sentralisasi). Dengan desentralisasi, maka kegiatan
perencanaan dan pengambilan keputusan dari pemerintah nasional
didelegasikan kepada pemerintah di tingkat sub-nasional atau bahkan
desentralisasi antara lain adalah agar perencanaan pembangunan menjadi
lebih efektif dan efisien karena realitas pembangunan dan sosial ekonomi
masyarakat lebih dapat ditangkap dengan semakin dekatnya pemerintah
dengan rakyatnya. Kedekatan itu membuat perencana pemerintah dapat
melakukan proses komunikasi dan bertatapan muka dengan rakyatnya
secara kooperatif yang selalu terus menerus dijaga. Pada akhirnya,
diharapkan desentralisasi dapat membangkitkan otonomi wilayah melalui
integrasi semua aspek kehidupan di dalam wilayah yang ditentukan dan
dibatasi oleh sosial budaya, sumberdaya, dan kondisi lingkungannya.
Secara teoritis, sistem pemerintahan terendah ditingkat lokal
merupakan realisasi dari konsep pembangunan berbasis lokal yang datang
dari bawah yang terdesentralisasi. Dengan desentralisasi, maka kegiatan
perencanaan dan pengambilan keputusan dari pemerintah Nasional
didelegasikan hingga kepada pemerintahan terendah di tingkat lokal.
Perencanaan Pembangunan berbasis lokal adalah perencanaan yang
bukan saja dilakukan di wilayah/lokal setempat tetapi juga melibatkan
potensi sumber daya lokal wilayah yang berasal dari aspirasi dan
keinginan masyarakat dari bawah.
Perencanaan yang demikian merupakan proses sosial dan proses
politik yang berada dalam paradigma perencanaan rasionalitas
komunikatif. Proses seperti itu memberikan proses belajar sosial dan
pendidikan politik kepada masyarakat untuk mampu mengartikulasikan
orang lain. Oleh karena itu, perencanaan desentralistis membutuhkan
komunikasi yang intensif antar stakeholders agar dapat mencapai satu kesepakatan sebagai persetujuan atas perencanaan publik yang nantinya
akan dihasilkan.
1.5.2.1 Kelembagaan Adat
Pendekatan kelembagaan dalam perencanaan desentralistis
perencanaan pembangunan digunakan sebagai alat atau cara untuk
memperoleh pelibatan sebanyak mungkin aktor (partisipasi yang tinggi)
yang akan menuntun pengambilan keputusan bersama agar tujuan
pembangunan yang berkesinambungan (terus menerus dan melembaga)
dapat tercapai.
Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan yang memang
tumbuh dari bawah (dari lokal sendiri), yang tetap dipelihara dan dipatuhi
oleh orang lokal karena keterikatan yang tinggi dengan lingkungannya.
Kelembagaan yang demikian memiliki keunikan tersendiri yang tidak
begitu saja dapat ditiru oleh/dari luar.
Kelembagaan adat sebagai kelembagaan lokal mempunyai peluang
untuk digunakan sebagai pendekatan dalam pengambilan keputusan dan
perencanaan di dalam suatu komunitas wilayah yang memiliki
kelembagaan kehidupan masyarakatnya termasuk menjadi dasar dalam
mengatur dan mengelola sumber daya alam dan ekonomi wilayahnya,
sehingga dapat dipandang sebagai suatu kontribusi potensial kelembagaan
dalam memperbaiki atau bahkan memperkuat perencanaan wilayah.
kepentingan publik sudah selayaknya perlu dilakukan dengan
mempedulikan nilai–nilai yang dimiliki masyarakat lokal (Brooks, 2002).
Analisis kelembagaan lokal secara desentralisasi wilayah
(territorial) berada pada tingkat pemerintah lokal yang dibesarkan oleh
sistem politik dan sosial budaya, serta ideologi perencanaan pembangunan
yang melandasinya. Sama seperti teori desentralisasi, analisis kelembagaan
lokal digunakan sebagai pendekatan perencanaan dalam upaya mencapai
hasil yang efisien dan efektif. Alasan utamanya adalah karena
kelembagaan lokal memungkinkan perencanaan disusun sesuai dengan
konteks dan struktur sosial yang sesungguhnya di tingkat lokal.
Kelembagaan adat Minangkabau merupakan suatu hal yang
penting bagi masyarakat Minangkabau. Dalam pepatah minangkabau
dikatakan bahwa, “Adat diisi, limbago dituang” maksudnya yaitu adat
adalah sesuatu yang diisi, dipenuhi dan dilaksanakan, sedangkan lembaga
adalah suatu jabatan, suatu aturan dasar atau undang-undang yang
dibentuk dan ditetapkan untuk jangka waktu yang lama. Lembaga tidak
boleh sering diubah atau diganti, lembaga harus permanen.
Lembaga-lembaga penyusun perencanaan pembangunan, antara
lain:
a. Badan Permusyawaratan rakyat Nagari (BPRN)
b. Kerapatan Adat Nagari (KAN)
c. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
d. Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
f. Cadiak Pandai
g. Bundo Kanduang
h. Pemuda
1.5.2.2 Kearifan Lokal
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassam Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai
baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi dalam suatu
daerah. Kearifan lokal memiliki kandungan nilai kehidupan yang tinggi
dan layak untuk terus digali, dikembangkan, serta dilestarikan sebagai
pegangan hidup. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang
terus-menurus dijadikan pegangan hidup, yang universal.
Kearifan lokal berhubungan erat dengan bagaimana masyarakatnya
berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang bersumber dari
nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya
setempat, yang terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas
masyarakat untuk beradaptasi. Dalam pelaksanaan pembangunan wilayah,
saat ini masyarakat mulai lupa akan pentingnya kebudayaan dan kearifan
Pergeseran paradigma pembangunan kearah perencanaan
pembangunan yang menitikberatkan pada pentingnya nilai kesejahteraan,
keadilan, pemerataan dan pelibatan sumberdaya lokal. Pertimbangan
kearifan lokal dalam perencanaan pembangunan menurut Saraswati (2006)
merupakan salah satu pengisian pelibatan sumberdaya lokal, baik
sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia dalam perencanaan
pembangunan, karena didalamnya ada landasan pengetahuan lokal (local knowledge) yang diperkirakan telah berkembang sebagai potensi perencanaan bagi masyarakat setempat dalam menghadapi persoalan
wilayahnya. Sebagai bentuk dari local genius atau cultural identity, kearifan lokal dapat menjadi bangunan dan landasan dalam pembangunan
sehingga implementasinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat
agar pembangunan yang dilakukan tidak merusak budaya setempat
dan/atau menghilangkan local genius dan cultural identity (Helmi Zaini, 2012). Beberapa aspek kearifan local masyarakat Minangkabau,
diantaranya:
1. Kearifan local yang tersimpan dalam struktu
kemasyarakatannya untuk melihat pola demokratisasi
yang telah berhasil dijalankan tanpa menimbulkan
benturan-benturan sosial, sementara sistem demokratisasi
masyarakat saat ini sudah mulai tergerus oleh keinginan,
konsep-konsep dan kepentingan-kepentingan terbatas
2. Kearifan local yang tersimpan dalam sistem kekerabatan
bagaimana melihat bagaimana masyarakat Minangkabau
membangun sistem kekerabatan tersebut dalam suatu
rangkaian penjagaan hak milik, harta pusaka, untuk tidak
musnah, tidak habis atau jatuh ketangan orang lain.
3. Kearifan local yang tersimpan dalam setiap diri atau
individu mengenai pola pikir masyarakat Minangkabau
baik secara komunal maupun individual, guna
membangkitkan kembali etos kerja, keuletan, kejujuran
dan kegotongroyongan
4. Kearifan local yang tersimpan dalam sistem kepercayaan
yang dalam Masyarakat Minangkabau terkenal dengan
acuan hidup :adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah” yang sudah mendarah daging sejak zaman
dahulu. Kerukunan beragama dan kebebasan menjalankan
ibadah menurut agama masing-masing yang sudah
berjalan dengan aman dalam masyarakat Minangkabau.
1.5.4 Nagari
Kata Nagari berasal dari bahasa sanskerta yaitu “Nagari”.
Berdasarkan KKAMK 2010 menjelaskan bahwa nagari merupakan
wilayah geografis geografi Minangkabau, yang merupakan himpunan dari
paling sedikit empat suku, mempunyai batas-batas yang jelas, mempunyai
pemerintahan sendiri dalam pengertian adat, serta mempunyai tanah ulayat
nagari. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 4 tahun