• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Simbol Pengretret Rumah Adat Batak Karo (Analisis Semiotik Charles Sanders Pierce Mengenai Makna Simbol Pengretret Rumah Adat Batak Karo di Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makna Simbol Pengretret Rumah Adat Batak Karo (Analisis Semiotik Charles Sanders Pierce Mengenai Makna Simbol Pengretret Rumah Adat Batak Karo di Sumatera Utara)"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA SIMBOL PENGRETRET RUMAH ADAT BATAK KARO (Analisis Semiotik Charles Sanders Pierce Mengenai Makna Simbol Pengretret

Rumah Adat Batak Karo di Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana S1 Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik

Oleh : JUFLI FAUZI NIM : 41807109

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(2)
(3)
(4)

LEMBAR PENGESAHAN ... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.2.1 Rumusan Masalah Makro ... 9

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 Maksud Penelitian ... 10

(5)

Hal

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 13

2.2 Tinjauan Pustaka... 19

2.2.1 Tinjauan Tentang Komunikasi ... 19

2.2.1.1 Komunikasi Sebagai Ilmu ... 19

2.2.1.2 Pengertian Komunikasi... 21

2.3 Kerangka Pemikiran ... 25

2.3.1 Tinjauan Semiotika Charles Sanders Pierce ... 25

BAB III OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Objek Penelitian ... 33

3.1.1 Rumah Adat Batak Karo ... 33

3.1.2 Fungsi Rumah Adat ... 36

3.1.3 Simbol Pengretret (cicak) ... 38

3.1.4 Simbol-Simbol Rumah Adat ... 40

3.2 Metode Penelitian... 41

3.2.1 Desain Penelitian ... 42

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 43

(6)

3.2.4 Teknik Analisa Data ... 46

3.2.5 Uji Keabsahan Data... 48

3.2.5.1 Triangulasi Data ... 48

3.2.5.2 Menggunakan Bahan Referensi ... 48

3.2.5.3 Member Check ... 49

3.2.5.4 Uraian Rinci ... 49

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 50

3.3.1 Waktu Penelitian ... 50

3.3.2 Tempat Penelitian... 50

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 52

4.1 Deskripsi Hasil Observasi ... 53

4.2 Deskripsi Indentitas Informan ... 55

4.3 Hasil Penelitian ... 56

4.3.1 Makna Klasifikasi Tanda Yang Terkandung Pada Simbol Pengretret Rumah Adat Batak Karo ... 56

4.3.2 Makna Klasifikasi Objek Yang Terkandung Pada Simbol Pengretret Rumah Adat Batak Karo ... 60

4.3.3 Makna Klasifikasi Objek Yang Terkandung Pada Simbol Pengretret Rumah Adat Batak Karo ... 63

(7)

Hal

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 74

5.1 Kesimpulan ... 74

5.2 Saran-saran ... 75

5.2.1 Saran Bagi Universitas ... 75

5.2.2 Saran Bagi Masyarakat ... 76

5.2.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 81

(8)

Puji dan syukur seraya peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas segala rahmat dan karunia Nya, peneliti diberikan kekuatan, kemudahan,

kelancaran, petunjuk dan ketabahan dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penyusunan penelitian ini yaitu berjudul, “MAKNA SIMBOL

PENGRETRET RUMAH ADAT BATAK KARO (Analisis Semiotika Charles

Sanders Pierce Mengenai Makna Simbol Pengretret Rumah Adat Batak Karo di

Sumatera Utara ), dan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna

mendapat nilai akhir bagi kelulusan di tingkat srata satu (S1).

Dalam penelitian ini tidak sedikit peneliti menghadapi kesulitan serta

hambatan baik teknis maupun non-teknis. Namun atas izin Tuhan Yang Maha Esa,

juga berkat usaha, doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai

pihak, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

Ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya peneliti

tujukan kepada kedua orang tua yang selalu membantu dan memberikan dukungan

(9)

Pada kesempatan kali ini, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin

menyampaikan rasa hormat, terimakasih, dan penghargaan yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Yth. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan FISIP

Universitas Komputer Indonesia Bandung. Yang telah memberikan izin

peneliti untuk melakukan penelitian.

2. Yth. Drs.Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu

Komunikasi UNIKOM Bandung. Yang telah memberikan tanda tangan

pengesahan serta ilmu pengetahuan yang selama ini peneliti dapatkan selama

perkuliahan bapak dan selaku ketua sidang, peneliti ucapan terimakasih

sebesar-besarnya atas masukan serta saran yang membangun kepada peneliti.

3. Yth. Melly Maulin, S.Sos.,M.Si. selaku sekretaris Program Studi Ilmu

Komunikasi dan Public Relations UNIKOM Bandung. Yang telah

memberikan ilmu pengetahuan yang peneliti dapatkan selama perkuliahan.

4. Yth. Rismawaty, S.Sos., M.Si selaku dosen wali sekaligus pengajar

Pengantar Ilmu Komunikasi UNIKOM Bandung. Yang telah membantu

dalam proses perwalian dalam perkuliahan dan telah memberikan ilmu

(10)

6. Yth. Adiyana Slamet, S.ip., M.Si selaku dosen penelaah seminar UP dan

penguji siding skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan yang

sangat berarti bagi peneliti.

7. Yth. Kepada seluruh staf Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah telah memberikan ilmu

dan pengetahuannya.

8. Yth. Ibu Astri Ikawati, A.Md.Kom, ibu Ratna Widiastuti, A. Md, selaku

Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations Universitas

Komputer Indonesia Bandung, yang telah membantu penulis dalam hal

administrasi perkuliahan.

9. Untuk keluargaku, abang Walsen, Wan Hendra dan kakak Maya Safitri.

Yang senantiasa mendukung saya baik dalam materi maupun doa.

10.Seluruh informan yang telah memberikan informasi yang berguna bagi

peneliti.

11.Terimakasih juga saya ucapkan kepada pacar saya, Valentina M. W. B yang

(11)

saya selama ini. Semoga Tuhan merestui hubungan ini menjadi ikatan yang

kuat.

12.Terimakasih juga saya ucapkan kepada sahabat-sahabat peneliti Ricky

Sulastomo, Ratih Gema Utami, Dwi Asri, Nico Octo Van Roy, Maria

Magdalena.S, Bastyan Philip Lasamahu, Beri, Karta.M, Cherry Ginting,

yang telah memberikan masukan dan semangat dari kalian, semoga

pertemanan ini akan selalu abadi.

13.Teman – teman IK Jurnal dan teman-teman IK Humas serta pihak lainnya yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, semoga persahabatan dan

persaudaraan kita tetap abadi selamanya.

Dalam penelitian ini, peneliti sangat mengharapkan sekali kritik serta saran

yang membangun sehingga tercapai kesempurnaan dalam penulisan penelitian ini.

Dan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi

mahasiswa komunikasi konsentrasi jurnalistik.

Bandung, Juli 2013

Peneliti

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung, Remaja

Rosdakarya.

Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya

Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang. Indonesia Tera.

Mulyana, Deddy, 2006, Metodologi Penelitian Kalitatif, Bandung, Remaja

Rosdakarya.

Sobur, Alex, 2003, Semiotika Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya

Pawito. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS.

Samaria Ginting & A.G. Sitepu, 1995/1996, Ragam Hias Rumah Adat Karo,

Departement of Education And Culture Directorate General Of Culture

North Sumatra Goverment Museum. Medan

Hasibuan, Jamaludin S. Seni Budaya Batak. Jakarta: Jayakarta Agung Offset,

1985.

Martin L. Peranginangin, Sora Mido. Orang Karo Diantara Orang Batak. Jakarta

Tinarbuko, Sumbo. 2009. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: PT Jalasutra

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.

(13)

79

Danesi, Marcel,2010, Pesan, Tanda, dan Makna, Buku Teks Dasar Mengenai

Semiotika dan Teori Komunikasi, Yogyakarta, Jalasutra.

Sumber Lain:

Ratmanto, Teguh. 2004. Tulisan Dengan Judul: ”Pesan: Tinjauan Bahasa Semiotika, dan Jeurmetika. ”. Bandung: Mediator Jurnal Komunikasi

Didin Rohedi, 2010, Analisis Semiotika Tentang Foto Tragis Anak Kecil Dalam Konflik di Sudan Tahun 1993. Universitas Komputer Indonesia. Program Studi Ilmu Komunikasi.

Imas Kartini, 2011. MAKNA SIMBOLIK PADA FOTO ‘‘CROP CIRCLE’’ SLEMAN YOGYAKARTA DI MEDIA INTERNET (Studi Semiotika Makna

Simbolik Pada Foto ‘‘Crop Circle” Sleman Yogyakarta Di Media

Internet).” Universitas Komputer Indonesia. Program Studi Ilmu Komunikasi.

Heri Wibowo, 2012. REPRESENTASI KONSUMERISME PADA LIRIK LAGU BELANJA TERUS SAMPAI MATI (Analisis Semiotika Charles Pierce Tentang Konsumerisme Pada Teks Lirik Lagu Belanja Terus Sampai Mati Karya Efek Rumah Kaca)." Universitas Komputer Indonesia. Program Studi Ilmu Komunikasi.

(14)

Internet Searching:

http://www.sinabungjaya.com/?p=36137/KEHANGATANDANKEKERABATA

NDALAMRUMAHADATKARO/di akses 09 April 2013/pukul 02.00 Wib.

http://www.sosiologibudaya.wordpress.com/2012/03/17/another-representasi-budaya/Okti, Rosita & Agung K/Another Representasi Budaya/di akses 12

April 2013/pukul 22.00 Wib.

http://www.variety-indonesia.blogspot.com/2011/05/rumah-adat-batak-karo.html/

Akrie Maulana /Indonesia Warna Warni/di akses 15 April 2013/pukul 23.00

Wib.

http://www.fahri99.wordpress.com/2006/10/14/semiotika-tanda-dan-makna/fahri

firdusi/PERSPEKTIF Bisnis – Politik – Komunikasi/diakses 11 April 2013

http://www.herusu71.wordpress.com/2011/09/21/medan-energi-metafisik-elemen-dekorasi-arsitektur-rumah-kurung-manik-batak-karo/Heru

Subiyantoro/Ruang Arsitektur/di akses 14 April 2013/Pukul 01.00 Wib.

http://www.budayaindo.com/rumah-adat-karo-sumatera-utara./ Budaya Indonesia

seni dan budaya Indonesia/Rumah Adat Karo Sumatera Utara/ di akses

April 2013/pukul 00.54 Wib.

http://www.karokabanjahe.blogspot.com/2012/06/sejarah-dan-kesain-kuta

gurukinayan.html/ Kesain Rumah Derpih/ JohnF.Purba/diakses pada tanggal 16 Juli 2013/pukul 00.41 Wib.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Batak karo memiliki sistem kekerabatan yang disebut rakut sitelu. Secara

harfiah arti rakut sitelu adalah ikatan yang menjadi satu (rakut = ikat, sitelu =

yang tiga). Dalam praktik sosialnya rakut sitelu terbentuk dari hubungan

perkawinan yang kemudian membentuk pranata sosial dengan menempatkan tiga

unsur keluarga yaitu pihak pemberi dara disebut kalimbubu dan pihak penerima

dara disebut anak beru dan pihak saudara dari kedua belah pihak masing-masing

disebut senina. Ketiga unsur keluarga ini membentuk sistem kekerabatan yang

menjadi tradisi masyarakat batak karo. Masing-masing unsur keluarga dalam

sistem rakut sitelu memiliki perannya masing-masing. Kalimbubu adalah pihak

yang paling dihormati dan memegang peranan sebagai penasihat atau konsultan

yang berkaitan dengan peristiwa adat seperti perkawinan, pendirian rumah, atau

juga pada peristiwa kematian.

Sistem kekerabatan lain yang turut mempererat hubungan kekerabatan

adalah “marga.” Bagi masyarakat batak pada umumnya, marga menjadi panggilan

yang terhormat bagi seseorang. Penempatan marga diletakkan di belakang nama

pertama, misalkan Gunawan Tarigan, Gunawan (nama pertama), Tarigan (marga).

Bahkan dalam pergaulan sehari-hari, panggilan marga pada seorang suku Batak

(16)

orang Batak itu menunjukkan keakraban dan terdengar lebih sopan”(Tarigan,

wawancara 20 April 2010).1

Di atas telah dijelaskan, bahwa sistem kekerabatan masyarakat karo dapat

dilihat dari penggunaan marga, termasuk kedudukan dan fungsinya dalam adat

istiadat telah diatur secara turun-temurun. Demikian juga status keluarga

(Kinship) juga di atur oleh adat istiadat berdasarkan ruang ketika berada di dalam

rumah adat (jabu). Sistem kekerabatan lainnya juga tercermin pada simbol rumah

adat batak karo, yaitu pada simbol pengretret (cicak).

Pengretret (cicak) merupakan salah satu dari sekian banyak ornamen

yang menghiasi rumah adat batak karo, keberadaan raja-raja telah menghadirkan

cikal bakal rumah adat beserta dengan ornamen-ornamen, sekaligus membawa

pengaruh dan mewariskan tradisi rumah adat kepada masyarakat tradisional dan

pengaruh Hindu yang mengimplementasikan adanya Tuhan pada rumah adat

beserta ornamennya. Adapun bentuk dari simbol pengretret dapat dilihat seperti

gambar dibawah ini :

1SIMBOL DAN PEMAKNAAN GERGA PADA RUMAH ADAT BATAK KARO DI SUMATRA UTARA

(17)

3

Gambar 1.1

Simbol Pengretret dengan warna asli, pada rumah ketua adat Siwaluh Jabu

(rumah delapan)

.

Pada gambar 1.1 dapat dilihat bentuk dan warna simbol yang khas bagi

masyarakat karo, ini adalah warna asli yang ada pada simbol pengretret yang

sampai saat ini masih dapat dilihat di rumah ketua adat siwaluh jabu di desa

Lingga. Medan. Sumatera Utara. Tepat di depan rumah ketua adat ini terdapat

rumah adat siwaluh jabu lain dengan simbol atau motif pengretret sebagai berikut,

Gambar 1.2

Simbol Pengretret dengan warna baru, pada rumah adat Siwaluh Jabu

(rumah delapan)

Pada gambar 1.2 terlihat ada perubahan warna yang terjadi disini, tetapi

faktor berubahnya warna ini tidak memiliki makna apa-apa, hanya karena faktor

zaman yang semakin modern, dan letak rumah adat yang memiliki simbol

pengretret dengan warna baru ini tepat di depan rumah ketua adat siwaluh jabu. Sumber : Dokumentasi pribadi November 2012

(18)

Dari contoh gambar diatas, dapat dilihat bahwa pengretret adalah nama

binatang mitos bagi orang batak karo; binatang ini sejenis cicak, tetapi memiliki

dua kepala. Dalam mitos masyarakat batak karo, hewan ini terdapat di hutan yang

dipercaya dapat membantu menunjukkan jalan pulang bagi orang yang tersesat di

hutan. Oleh karena itu motif hewan ini disebut sebagai makhluk legenda.

Masyarakat batak Toba menyebut pengretret ini dengan “brihaspati” (Sanskerta)

yang menunjukkan sifat kedewataan. Motif pengretret ini terbuat dari tali ijuk

berwarna hitam, tali tersebut dirajutkan dengan cara melubangi derpih (dinding)

rumah membentuk segitiga wajid dan sekaligus sebagai pengikat derpih.

Pengretret memiliki tiga warna yaitu, hitam, merah, putih, tetapi pada gambar

bagian bawah atau kedua seperti gambar diatas warna pengretret telah berubah

karena faktor zaman semakin modern.

Pola yang terbentuk dari tali itu adalah pola geometris yang berulang dan

sama pada semua sisinya. Pada setiap kepala pengretret terdapat sepasang organ

tubuh seperti kaki, dan masing-masing ujung kaki terdapat tiga buah jari.

Pengretret diletakkan secara horizontal pada derpih rumah di samping kedua sisi

pintu. Ukuran panjang motif gerga pengretret (hiasan cicak) seluruhnya sekitar ±

400 cm dan lebar ± 15–20 cm. Motif ini sangat khas bagi masyarakat batak pada

umumnya, sebab setiap masyarakat batak memperlakukan motif ini sebagai

simbol magis.

Keberadaan pengretret lebih mendominasi rumah adat batak karo,

(19)

5

adat) yang mengelilingi setiap dinding rumah adat tersebut dan tampak dominan

dibanding dengan simbol atau ornamen lainnya.

Fungsi ragam hias tersebut kadangkala mengandung makna-makna

tertentu yang bersifat simbolik. Dalam kaitannya dengan aspek-aspek

kebudayaan, simbol-simbol tersebut merupakan representasi perasaan, pikiran

atau juga pandangan hidup masyarakatnya. Setiap simbol harus ditempatkan

terlebih dahulu dalam kebudayaan suku berdasarkan habitat budayanya.

Simbol-simbol seni pra-modern adalah Simbol-simbol-Simbol-simbol kolektif kepercayaan suku.

Makna-makna simbolik seni dalam kebudayan masyarakat tradisional

merupakan konvensi komunitasnya, sehingga kadangkala tidak dapat dijangkau

oleh kelompok di luar sukunya. Jakob Sumardjo mengatakan untuk memahami

secara rasional (konsep) simbol-simbol seni etnik Indonesia, mau tidak mau kita

harus memasuki kebudayaan atau cara berpikir komunitas penghasil simbol seni

tersebut (Sumardjo, 2006:46-47).2

2SIMBOL DAN PEMAKNAAN GERGA PADA RUMAH ADAT BATAK KARO DI SUMATRA UTARA

(20)

Berakhirnya kekuasaan raja serta diterimanya agama-agama wahyu,

maka ekspresi nilai kepercayaan maupun makna dari simbol-simbol semakin lama

semakin hilang. Berkurangnya rumah-rumah adat akibat tidak dihuni oleh

pemiliknya atau di tinggalkan, sehingga usia rumah adat semakin tua sehingga

semakin lapuk, roboh atau hancur dan simbol-simbol rusak. Kondisi ini

diperparah dengan pertambahan jumlah penduduk akan rumah hunian yang sesuai

dengan tuntutan hunian masa kini, sehingga rumah adat batak karo semakin

ditinggalkan.

Zaman modern ini sangat banyak masyarakat batak Karo yang tahu,

bahkan seluruh masyarakat batak karo di daerah maupun diluar daerah

mengetahui simbol pengretret ini. Tetapi apa yang ditangkap atau dicerna oleh

khalayak, khususnya masyarakat batak karo, masih kurang mengetahui apa makna

sebenarnya yang ada di balik simbol pengretret tersebut, sehingga asumsi dan

persepsi kebanyakan masyarakat batak karo hanya lebih mengenal simbol

pengretret sebagai sebuah karya seni yang dibuat pada rumah adat batak karo, dan

dituangkan kedalam motif bangunan sekolah, gedung-gedung perkantoran, tugu,

sebagai hiasan belaka.

Masyarakat karo zaman sekarang menganggap makna simbol pengretret

hanya sebagai hiasan dan beberapa masyarakat batak karo yang masih berasumsi

bahwa sebenarnya simbol pengretret bukan hanya hiasan seni, melainkan simbol

sakral bagi rumah adat karo yang memiliki makna simbolisasi bagi pemilik rumah

(21)

7

Pola estetika masyarakat batak karo merupakan pola kebudayaan

tradisional yang berkembang bersama dengan kebudayaan lainnya. Demikian juga

dengan bentuk keseniannya, seperti gerga (ragam hias) dan arsitektur rumah adat.

Unsur seni yang berkembang menunjukkan polanya secara spesifik karena konsep

kebudayaannya. Pola kesenian demikian dapat juga terjadi pada kelompok etnik

lainnya, namun tetap memiliki kekhususan.

Gerga sebagai elemen estetik memiliki karakteristik tersendiri

berdasarkan pola estetikanya. Bahkan simbol-simbol yang mengambil referen

faktual pun harus dikembalikan kepada polanya, apakah pola dua, tiga, empat

semua memiliki strukturnya dan setiap unsur simbol memiliki tempatnya, apakah

di bawah, di atas, di kiri atau di kanan, berhadapan atau berlawanan, pola

demikian sering diabaikan dalam membaca makna rasional simbol sebagai salah

satu karya seni di Indonesia.

Berkaitan dengan simbol pengretret yang sarat akan pesan dan tanda

yang terkandung, maka yang akan menjadi perhatian peneliti di sini adalah segi

semiotikanya, dimana semiotika sebagai sebuah ilmu yang mempelajari tentang

tanda. Tanda di dalam fenomena kebudayaan mempunyai cakupan yang sangat

luas, di mana selama unsur-unsur kebudayaan mengandung di dalam dirinya

makna tertentu, maka ia adalah sebuah tanda, dan dapat menjadi objek kajian

semiotik,ini akan sangat membantu peneliti dalam menelaah arti kedalaman suatu

(22)

Menurut keilmuan, semiotika berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang

berarti tanda. Kemudian diturunkan dalam bahasa Inggris menjadi Semiotics.

Dalam bahasa Indonesia, semiotika atau semiologi diartikan sebagai ilmu tentang

tanda. Dalam berperilaku dan berkomunikasi tanda merupakan unsur yang

terpenting karena bisa memunculkan berbagai makna sehingga pesan dapat

dimengerti.

Semiotika merupakan bidang studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu

bekerja (dikatakan juga semiologi). Dalam memahami studi tentang makna

setidaknya terdapat tiga unsur utama yakni; (1) tanda, (2) acuan tanda, dan (3)

pengguna tanda. Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi

indera kita, tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, dan bergantung

pada pengenalan oleh penggunanya sehingga disebut tanda. Misalnya;

mangacungkan jempol kepada kawan kita yang berprestasi. Dalam hal ini, tanda

mengacu sebagai pujian dari saya dan ini diakui seperti itu baik oleh saya maupun

teman saya yang berprestasi. Makna disampaikan dari saya kepada teman yang

berprestasi maka komunikasi pun berlangsung.3

3http://fahri99.wordpress.com/2006/10/14/semiotika-tanda-dan-makna/ 27 maret

(23)

9

Terkait dengan tanda tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti simbol

pengretret dalam studi semiotika. Untuk mengetahui makna dari tanda yang terdapat

pada simbol pengretret ini, Begitu banyak karya seni yang dihasilkan oleh

masyarakat karo, rumah adat adalah karya yang terbesar bagi mereka, juga bagi

orang lain. Terbukti dari hasil kunjungan para turis dan mereka sungguh-sungguh

mengagumi arsitek bangunan rumah adat tersebut. Selain karena tanpa

penggunaan paku/ besi, proses pembangunannya pun turut menjadi hal yang

cukup spektakuler bagi banyak orang. Ditambah lagi nilai kerja sama atau gotong

royong dalam proses pembangunannya pada zaman dewasa ini.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat

pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin kita carikan jawabannya

(Suriasumantri, 2010:312). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti

mengambil rumusan masalah melalui pertanyaan makro dan pertanyaan mikro.

1.2.1. Rumusan Masalah Makro

Bagaimana makna simbol pengretret rumah adat batak karo?

1.2.2. Rumusan Masalah Mikro

Untuk menjelaskan pertanyaan makro di atas, maka peneliti

menjabarkan pertanyaan tersebut ke dalam

(24)

1. Bagaimana makna Tanda, pada simbol pengretret rumah adat

batak karo?

2. Bagaimana makna Objek, pada simbol pengretret rumah adat

batak karo?

3. Bagaimana makna Interpretan, pada simbol pengretret rumah

adat batak karo?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

menganalisis tentang makna simbol pengretret rumah adat batak karo.

1.3.2. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui makna Tanda yang terkandung pada simbol

pengretret rumah adat batak karo.

2. Untuk mengetahui apa makna Objek yang terkandung pada

simbol pengretret rumah adat batak karo.

3. Untuk mengetahui apa makna Interpretan yang terkandung pada

(25)

11

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berkaitan

dengan pengembangan Ilmu Komunikasi, secara umum dibidang jurnalistik

maupun secara khusus dalam semiotika dalam membedah makna dan tanda

yang terdapat dalam sebuah karya ataupun media lainya. Dalam penelitian ini

lebih khusus membahas tentang semiotika yang terdapat dalam sebuah simbol

dalam rumah adat.

1.4.2. Kegunaan Praktis

1. Bagi Peneliti

Dapat dijadikan sebagai bahan pengalaman dan pengetahuan, khususnya

mengenai analisis semiotika Charles Sanders Pierce mengenai

representasi kekerabatan pada simbol pengretret rumah adat batak karo.

Serta untuk mengaplikasikan ilmu yang selama studi diterima oleh

peneliti secara teori.

2. Bagi Universitas

Bagi mahasiswa UNIKOM, khususnya program studi Ilmu Komunikasi

konsentrasi Ilmu Jurnalistik, penelitian ini diharapkan mampu

memberikan kontribusi ilmu untuk pengembangan disiplin ilmu

bersangkutan dan dapat dijadikan sebagai literatur untuk penelitian di

(26)

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman

tentang kajian semiotik secara menyeluruh mengenai sebuah

pemaknaan yang ada didalam sebuah simbol. Serta menambah

pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat karo tentang arti

makna simbol pengretret.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam kajian pustaka, peneliti mengawali dengan menelaah

penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan serta relevansi dengan

penelitian yang dilakukan.Dengan demikian, peneliti mendapatkan rujukan

pendukung, pelengkap serta pembanding yang memadai sehingga penulisan

skripsi ini lebih memadai.

Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat kajian pustaka berupa

penelitian yang ada. Selain itu, karena pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menghargai berbagai

perbedaan yang ada serta cara pandang mengenai objek-objek tertentu,

sehingga meskipun terdapat kesamaan maupun perbedaan adalah suatu hal

yang wajar dan dapat disinergikan untuk saling melengkapi.

2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Pada penelitian terdahulu, peneliti mempelajari dari beberapa hasil

penelitian yang telah dibuat, untuk dapat memperkuat pemahaman peneliti.

Berikut hasil dari beberapa penelitian terdahulu :

“Didin Rohedi, 2010.Universitas Komputer Indonesia, judul skripsi.

(28)

Dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Semiotika Tentang

Foto Tragis Anak Kecil Dalam Konflikdi Sudan Tahun 1993”, Tipe penelitian

ini adalah Pendekatan kualitatif, dengan menggunakan analisis semiotika

(semiotic analysis) Charles Sander Pierce. Teknik pengumpulan data

dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam, dokumentasi, studi

pustaka dan internet searching. Subjek penelitian dari penelitian ini terdiri

dari orang-orang yang memahami dan mengerti tentang ilmu semiotika

foto.Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling lalu

dilanjutkan dengan triangulasi data, lalu hasil wawancara dideskripsikan

berdasarkan interprestasi peneliti yang didasarkan oleh teori-teori yang ada.

Persamaannya terletak pada pendekatan yang digunakan yaitu,

pendekatan kualitatif dengan metode analisis semiotika Charles Sander

Pierce, dimana yang ditelitiapa makna tanda, objek, dan interpretan.

Perbedaannya terletak pada objek yang diteliti. Kemudian peneliti melihat

dan meperbandingkan tingkat persamaan dan perbedaan pada penelitian

lainnya yaitu,

“Imas Kartini,2011. Universitas Komputer Indonesia, judul skripsi.

MAKNA SIMBOLIK PADA FOTO ‘‘CROP CIRCLE’’ SLEMAN

YOGYAKARTA DI MEDIA INTERNET (Studi Semiotika Makna

Simbolik Pada Foto ‘‘Crop Circle” Sleman Yogyakarta Di Media

Internet).”

Dalam penelitiannya yang berjudul “MAKNA SIMBOLIK PADA

FOTO ‘‘CROP CIRCLE’’ SLEMAN YOGYAKARTA DI MEDIA

INTERNET (Studi Semiotika Makna Simbolik Pada Foto ‘‘Crop Circle

(29)

15

Pendekatan kualitatif, dengan menggunakan analisis semiotika (semiotic

analysis) Charles Sanders Pierce. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan wawancara kecil, studi pustaka dan internet searching. untuk

memastikanbahwa narasumber mengetahui tentang crop circle dan didukung

oleh studi literature.Setelah mendapatkan bahan tentang crop circle, peneliti

melakukan kategorisasi dan hasil tersebut di analisis secara semiotika

Persamaannya terletak pada pendekatan yang digunakan yaitu,

pendekatan kualitatif dengan metode analisis semiotika Charles Sander

Pierce, dimana yang ditelitiapa makna tanda, objek, dan interpretan.

Perbedaannya terletak pada objek yang diteliti.Kemudian penelitian

sebelumnya peneliti mengambil dari hasil penelitian terdahulu, yaitu :

"Heri Wibowo, 2012. Universitas Komputer Indonesia. Judul Skripsi. REPRESENTASI KONSUMERISME PADA LIRIK LAGU BELANJA TERUS SAMPAI MATI (Analisis Semiotika Charles Pierce Tentang Konsumerisme Pada Teks Lirik Lagu Belanja Terus Sampai Mati Karya Efek Rumah Kaca)."

Dalam penelitiannya yang berjudul “REPRESENTASI

KONSUMERISME PADA LIRIK LAGU BELANJA TERUS SAMPAI

MATI (Analisis Semiotika Charles Pierce Tentang Konsumerisme Pada Teks

Lirik Lagu Belanja Terus Sampai Mati Karya Efek Rumah Kaca).”Penelitian

ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis Semiotika

Charles Sanders Pierce yaitu menganalisis tanda berdasar representamen,

objek, dan interpretan.Objek yang dianalisis adalah kata-kata yang terdapat

(30)

Persamaannya terletak pada pendekatan yang digunakan yaitu,

pendekatan kualitatif dengan metode analisis semiotika Charles Sanders

Pierce, dimana yang ditelitiapa makna representamen, objek, dan interpretan.

Perbedaannya terletak pada objek yang diteliti. Dapat dilihat seperti tabel di

(31)
(32)
(33)

19

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Tinjauan Tentang Komunikasi

2.2.1.1. Komunikasi Sebagai Ilmu

“We cannot not communicate,” “kita tidak dapat tidak

berkomunikasi”. Begitulah yang dikatakan oleh Waltzlawick, Beavin dan

Jackson (Mulyana, 2007:60).Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang

tidak dapat melepaskan diri dari kegiatan komunikasi.Bahkan pada saat

berdoa sekalipun.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Pawito menyebutkan

kegiatan (ber) komunikasi dapat dikatakan bersifat sentral dalam

kehidupan manusia bahkan mungkin sejak awal keberadaan manusia

sendiri.Nyaris semua kegiatan dalam kehidupan manusia membutuhkan

atau setidaknya disertai komunikasi. Oleh karena itu, kajian ilmiah tentang

gejala atau realitas komunikasi mencakup bidang yang sangat luas,

meliputi segala bentuk hubungan antarmanusia dan menggunakan

lambang-lambang, misalnya bahasa verbal (lisan atau tertulis) dan bahasa

nonverbal yang meliputi bentuk-bentuk ekspresi simbolik lainnya, seperti

lukisan, pahatan, gerak tubuh dalam beraneka jenis tari dan musik (Pawito,

2008:1).

Ashley Montagu (1967:450) dengan tegas menulis: “The most

important agency through which the child learns to be human is

(34)

(Lembaga yang paling penting di mana anak belajar untuk menjadi

manusia adalah komunikasi, verbal juga nonverbal) (Rakhmat, 2004:2).

Hal ini menyiratkan akan pentingnya komunikasi, bukan hanya sekedar

untuk “berkomunikasi”, namun juga bagaimana perilaku seorang individu

amat dipengaruhi oleh komunikasi itu sendiri.

Poedjawijatna (1983) menyatakan, komunikasi sudah memiliki

syarat-syarat sebagai ilmu pengetahuan.Hal itu dapat dibuktikan dengan

syarat bahwa sebagai suatu ilmu pengetahuan, harus memiliki objek

kajian. Ilmu komunikasi memiliki objek materia yaitu tindakan manusia

dalam konteks sosial, sedangkan objek formanya adalah komunikasi itu

sendiri, yakni usaha penyampaian pesan antar manusia.1

Sebagai ilmu, komunikasi menembus banyak disiplin ilmu.

Sebagai jala perilaku, komunikasi dipelajari bermacam-macam disiplin

ilmu, antara lain sosiologi dan psikologi (Rakhmat, 2004:3).Ilmu

komunikasi merupakan hasil dari suatu proses perkembangan yang

panjang. Dapat dikatakan bahwa lahirnya ilmu komunikasi dapat diterima

baik di Eropa maupun di Amerika Serikat, bahkan di seluruh dunia.Hal

tersebut merupakan hasil perkembangan dari publisistik dan ilmu

komunikasi massa yang dimulai dengan adanya pertemuan antara tradisi

Eropa yang mengembangkan ilmu publisistik dengan tradisi Amerika yang

mengembangkan ilmu komunikasi massa.

1http://chanprima666.student.umm.ac.id/2010/08/24/ilmu-komunikasi-sebagai-ilmu-pengetahuan/

(35)

21

2.2.1.2. Pengertian Komunikasi

Sebagai mahluk sosial setiap manusia secara alamiah memiliki

potensi komunikasi, bahkan ketika manusia itu diam manusia itu sedang

berkomunikasi, mengkomunikasikan keadaan perasaannya. Baik secara

sadar maupun tidak manusia pasti berkomunikasi, komunikasi pun dapat

kita temukan di semua sendi-sendi kehidupan, dimana setiap proses

interaksi antara manusia dengan manusia lain pasti terdapat komunikasi.

Ilmu Komunikasi merupakan ilmu sosial terapan, bukan ilmu

sosial murni, ilmu komunikasi tidak bersifat absolut, sifat ilmu komunikasi

dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, hal tersebut

dikarenakan ilmu komunikasi sangat erat kaitannya dengan tindak-tanduk

perilaku manusia, sedangkan perilaku atau tingkah laku manusia dapat

dipengaruhi oleh lingkungan, termasuk perkembangan zaman.

Sifat ilmu komunikasi adalah interdisipliner atau

multidisipliner.Maka dari itu ilmu komunikasi dapat menyisip dan

berhubungan erat dengan ilmu sosial lainnya. Hal itu disebabkan oleh

objek materialnya sama dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, terutama ilmu

sosial kemasyarakatan.

Banyak definisi dan pengertian tentang komunikasi para ahli

komunikasi untuk dapat menjelaskan apa itu komunikasi. Wiryanto dalam

bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi menjelaskan bahwa, “Komunikasi

(36)

dari bahasa Latin, yaitu communication yang berarti pemberitahuan atau

pertukaran.Kata sifatnya communis, yang bermakna umum

bersama-sama.” (Wiryanto, 2004:5)

Effendy menjelaskan lebih jauh, bahwa dalam perkembangan

selanjutnya, komunikasi dapat berlangsung melalui banyak tahap, bahwa

sejarah tentang komunikasi massa dianggap tidak tepat lagi karena tidak

menjangkau proses komunikasi yang menyeluruh. Penelitian yang

dilakukan oleh Paul Lazarsfeld, Bernald Berelson, Hazel Gaudet, Elihu

Katz, Robert Merton, Frank Stanton, Wilbur Schramm, Everett M. Rogers,

dan para cendekiawan lainnya menunjukkan bahwa:

”Gejala sosial yang diakibatkan oleh media massa tidak hanya berlangsung satu tahap, tetapi banyak tahap. Ini dikenal dengan two-step flow communication dan multistep flow communication. Pengambilan keputusan banyak dilakukan atas dasar hasil komunikasi antarpersona (interpersonal communication) dan komunikasi kelompok (group communication) sebagai kelanjutan dari komunikasi massa (mass communication)” (Effendy, 2005 : 4).

Pengertian komunikasi lainnya bila ditinjau dari tujuan manusia

berkomunikasi adalah untuk menyampaikan maksud hingga dapat

mengubah perilaku orang yang dituju, menurut Mulyana sebagai berikut,

“Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator)

menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk

mengubah perilaku orang lain)”. (Mulyana, 2003:62).

Selain itu, Joseph A Devito menegaskan bahwa komunikologi

adalah ilmu komunikasi, terutama komunikasi oleh dan di antara

(37)

23

komunikasi dipergunakan untuk menunjukkan tiga bidang studi yang

berbeda: proses komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, dan studi

mengenai proses komunikasi.

Luasnya komunikasi ini didefinisikan oleh Devito sebagai:

“Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan, yang mendapat distorsi dari ganggua-ngangguan, dalam suatu konteks, yang menimbulkan efek dan kesempatan arus balik. Oleh karena itu, kegiatan komunikasi meliputi komponen-komponen sebagai berikut: konteks, sumber, penerima, pesan, saluran, gangguan, proses penyampaian atau proses

encoding, penerimaan atau proses decoding, arus balik dan efek. Unsur-unsur tersebut agaknya paling esensial dalam setiap pertimbangan mengenai kegiatan komunikasi.Ini dapat kita namakan kesemestaan komunikasi; Unsur-unsur yang terdapat pada setiap kegiatan komunikasi, apakah itu intra-persona, antarpersona, kelompok kecil, pidato, komunikasi massa atau komunikasi antarbudaya.” (Effendy, 2005 : 5)

Menurut Roger dan D Lawrence (1981), mengatakan bahwa

komunikasi adalah : “Suatu proses dimana dua orang atau lebih

membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama

lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang

mendalam” (Cangara, 2004 :19)

Sementara Raymond S Ross, melihat komunikasi yang berawal dari

proses penyampaian suatu lambang:

A transactional process involving cognitive sorting, selecting, and sharing of symbol in such a way as to help another elicit from his own experiences a meaning or responses similar to that intended by the source.”

(Proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama

(38)

mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang sama

dengan yang dimaksud oleh sumber.) (Rakhmat, 2007:3).

Dari beberapa pengertian mengenai komunikasi di atas, dapat

disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses pertukaran pesan

atau informasi antara dua orang atau lebih, untuk memperoleh kesamaan

arti atau makna diantara mereka.

Pendapat para ahli tersebut menggambarkan bahwa

komponen-komponen pendukung komunikasi termasuk efek yang ditimbulkan, antara

lain adalah:

1. Komunikator (communicator, source, sender)

2. Pesan (message)

3. Media (channel)

4. Komunikan (communican, receiver)

5. Efek (effect)

Dari beberapa pengertian di atas, peneliti mengambil kesimpulan

bahwa komunikasi merupakan proses pertukaran makna/pesan baik verbal

maupun nonverbal dari seseorang kepada orang lain melalui media dengan

(39)

25

2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1. Tinjauan Semiotika Charles Sanders Pierce

”Menurut Pierce salah satu bentuk adalah kata, Sedangkan objek adalah

tanda yang ada dalam benak seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu

yang diwakili oleh tanda tersebut. (Sobur, 2002:115)”. Pierce juga mengatakan

bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari kepertamaan, objeknya adalah

kedua, dan penafsiran unsur pengantara adalah contoh dari ketigaan. Ketigaan

yang ada dalam konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika

yang tidak terbatas, selama satu penafsiran (gagasan) yang membaca tanda

sebagai tanda bagi lain (yaitu dari suatu makna dan penanda) bisa ditangkap

oleh penafsiran lainnya. Penafsiran ini adalah unsur yang harus ada untuk

mengaitkan tanda dengan objeknya (induksi, deduksi, penangkap) membentuk

tiga jenis penafsiran yang penting.Agar bisa ada sebagai suatu tanda, makna

tersebut harus ditafriskan yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan

bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang

pada waktu berkomunikasi. Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya

(40)

Gambar 2.1

Segi tiga Semiotik C.S.Pierce

Sumber : (Sumbo Tinarbuko, 2008, dalam buku semiotika komunikasi visual)

Menurut Pierce tanda ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain

dalam batas-batas tertentu.tanda akan selalu mengacu kepada suatu yang lain, oleh

Pierce disebut objek. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan, tanda baru

dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melaui

interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri

penerima tanda, artinya tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat

ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground yaitu pengetahuan tentang

system tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang dikemukan

oleh Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotik.

Bagi Charles Sander Pierce (Pateda, 2001:44 dalam Sobur, 2003:41),

tanda ”is something which stand to somebody for something in some resfect or

capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bias berfungsi , oleh Pierce disebut

ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau represntamen) selalu terdapat dalam

(41)

27

Pierce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground

dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan ligisign. Berdasarkan Objeknya, Pierce

membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Dan

Berdasarkan Interpretantnya dibagi atas rheme, dicent sign atau decisign dan

argument. Berikut tanda yang dikaitkan dengan ground :

1. Qualisigns, Sinsigns, dan Legisigns

Untuk mempelajari lebih jauh lagi mengenai sign atau tanda, dapat

dilihat pada ground-nya. ”Ground adalah latar belakang tanda. Ground ini dapat

berupa bahasa atau konteks sosial” (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal

komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:32).

Dalam kaitannya tanda dengan ground-nya, Pierce membaginya

menjadi tiga yaitu:

1. Qualisigns

Tanda-tanda yang merupakan tanda-tanda berdasarkan sifat. Contoh,

sifat merah merah mungkin dijadikan suatu tanda. Merah merupakan suatu

qualisigns karena merupakan tanda pada bidang yang mungkin. Agar

benar-benar menjadi tanda, qualisigns harus memperoleh bentuk, karena suatu

qualisigns dalam bentuknya yang murni tidak pernah ada. Merah akan

benar-benar menjadi tanda kalau ia dikaitkan dengan sosialisme, atau mawar, bahaya

(42)

2. Sinsigns

Tanda yang merupakan tanda atas dasar tampilan dalam kenyataan.

Semua pernyataan individual yang tidak dilembagakan dapat merupakan

sinsigns. Misal jerit kesakitan, heran atau ketawa riang. Kita dapat mengenal

orang dan cara jalan, ketawanya, nada suara yang semuanya itu merupakan

sinsigns.

3. Legisigns

Tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar suatu aturan yang

berlaku umum atau konvensi.Tanda-tanda lalu-lintas merupakan legisigns. Hal

itu juga dapat dikatakan dari gerakan isyarat tradisional, seperti mengangguk

yang berarti ”ya”, mengerutkan alis, cara berjabatan tangan. Semua tanda bahasa

merupakan legisigns karena bahasa merupakan kode yang aturannya disepakati

bersama (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:32).

Berdasarkan objeknya, tanda di bagi menjadi tiga bagian seperti di

bawah ini :

2. Ikon, Indeks, dan Simbol

Kaitan tanda juga dapat dilihat berdasarkan denotatum-nya. Menurut

Peirce, denotatum dapat pula disebut objek. ”Denotatum tidak selalu harus

konkret, dapat juga sesuatu yang abstrak. Denotatum dapat berupa sesuatu yang

ada, pernah ada, atau mungkin ada”(Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal

(43)

29

Peirce membedakan tiga macam tanda menurut sifat hubungan tanda

dengan denotatum-nya, yaitu:

1. Ikon

Tanda yang ada sedemikian rupa sebagai kemungkinan, tanpa

tergantung pada adanya sebuah denotatum, tetapi dapat dikaitkan dengannya

atas dasar suatu persamaan yang secara potensial dimilikinya. Secara sederhana,

dapat dikatakan bahwa ikon adalah tanda yang keberadaanya tidak bergantung

kepada denotatum-nya. Definisi ini mengimplikasikan bahwa segala sesuatu

merupakan ikon, karena semua yang ada dalam kenyataan dapat dikaitkan

dengan sesuatu yang lain. Foto, patung-patung naturalis, yang mirip seperti

aslinya dapat disebut sebagai contoh ikon.

2. Indeks

Sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung dari adanya

sebuah denotatum. Dalam hal ini hubungan antara tanda dan denotatum-nya

adalah bersebelahan.Secara sederhana, dapat disimpulkan bahwa indeks

adalah tanda yang keberadaannya bergantung pada denotatum-nya. Kita dapat

mengatakan bahwa tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Asap dapat dianggap

sebagai tanda api sehingga dalam kaitannya dengan api, asap ini dapat

merupakan indeks. Segala sesuatu yang memusatkan perhatiannya pada sesuatu

dapat merupakan indeks, berupa jari yang diacungkan, penunjuk arah angin, dan

(44)

3. Simbol

Tanda yang hubungan antara tanda dan denotatum-nya ditentukan

oleh suatu peraturan yang berlaku secara umum. Secara umum, yang dimaksud

dengan simbol adalah bahasa (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi,

Vol. 5 No.1, 2004:32-33).

Berdasarkan interpretannya terbagi menjadi tiga bagian yaitu :

4. Rheme, Dicisign, dan Argument

Selain kaitan tanda dengan ground dan denotatum-nya, tanda juga

dapat dilihat pada interpretan-nya. Peirce menyebutkan bahwa: ”Hal ini sangat

bersifat subjektif karena hal ini berkaitan erat dengan pengalaman individu.

Pengalaman objektif individu dengan realitas di sekitarnya sangat

bermacam-macam. Hal ini menyebabkan pengalaman individu pun berbeda-beda, yang

pada gilirannya nanti akan menyebabkan pengalaman subjektif individu pun

berbeda” (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:33).

Terdapat tiga hal, menurut Peirce, dalam kaitan tanda dengan interpretan-nya:

1. Rheme

Tanda merupakan rheme bila dapat diinterpretasikan sebagai

representasi dari kemungkinan denotatum. Misal, orang yang matanya merah

dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita

(45)

31

2. Dicisign (atau dicent sign)

Tanda merupakan dicisign bila ia menawarkan kepada interpretan-nya

suatu hubungan yang benar. Artinya, ada kebenaran antara tanda yang ditunjuk

dengan kenyataan yang dirujuk oleh tanda itu, terlepas dari cara eksistensinya.

3. Argument

Bila hubungan interpretative tanda itu tidak dianggap sebagai bagian

dan suatu kelas. Contohnya adalah silogisme tradisional. Silogisme tradisional

selalu terdiri dari tiga proposisi yang secara bersama-sama membentuk suatu

argumen; setiap rangkaian kalimat dalam kumpulan proposisi ini merupakan

argumen dengan tidak melihat panjang pendeknya kalimat-kalimat tersebut

(46)

Gambar 2.2.

Model kerangka Pemikiran

Rumah Adat Batak Karo

Representasi Kekerabatan Pada Simbol Pengretret

Rumah Adat Batak Karo Simbol

Pengretret

Semiotik Charles Sanders Pierce

Sign

Interpretant Object

(47)

BAB III

OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana representasi

kekerabatan pada simbol pengretret rumah adat batak Karo. Adapun objek

dalam penelitian ini adalah simbol pengretret, dengan fokus penelitian yaitu

makna simbol pengretret rumah adat batak Karo.

3.1.1. Rumah adat batak Karo

Pada masyarakat Karo terdapat suatu rumah yang dihuni oleh

beberapa keluarga, yang penempatan jabu-nya (rumah tangga) didalam rumah

tersebut diatur menurut ketentuan adat dan didalam rumah itu pun berlaku

ketentuan adat, itulah yang disebut dengan rumah adat Karo. Rumah adat

Karo ini berbeda dengan rumah adat suku lainnya dan kekhasan itulah yang

(48)

Gambar 3.1

Rumah Adat Batak Karo

Rumah adat Karo sangat terkenal akan keindahan seni arsitekturnya

yang khas, gagah dan kokoh dihiasi dengan ornamen-ornamennya yang kaya

akan nilai-nilai filosofis. Bentuk, fungsi dan makna rumah adat Karo

menggambarkan hubungan yang erat antara masyrakat Karo dengan

sesamanya dan antara manusia dengan alam lingkungannya.

Pemilihan bahan untuk membangun rumah adat Karo serta proses

pembangunannya yang tanpa menggunakan paku besi atau pengikat kawat,

melainkan menggunakan pasak dan tali ijuk semakin menambah keunikan

rumah adat Karo.

Keberadaan rumah adat Karo juga tak terlepas dari pembentukan

(49)

35

kemudian menjadi Talun, dan menjadi Kuta (kampung) dan di dalam Kuta

yang besar terdapat Kesain (halaman/pekarangan). Pada sebuah Barung

biasanya hanya terdapat sebuah rumah sederhana, ketika sebuah Barung

berkembang dan sudah terdapat 3 rumah di dalamnya disebut dengan Talun

dan bila telah terdapat lebih dari 5 rumah adat disebut sebagai Kuta. Ketika

Kuta sudah berkembang lebih pesat dan lebih besar maka Kuta dibagi atas

beberapa Kesain (halaman/pekarangan), disesuaikan dengan merga-merga

(marga-marga) yang pertama manteki (mendirikan) Kuta tersebut.

Pembangunan rumah adat Karo tidak terlepas dari jiwa masyarakat

Karo yang tak lepas dari sifat kekeluargaan dan gotong-royong. Rumah adat

menggambarkan kebesaran suatu Kuta, karena dalam pembangunan sebuah

rumah adat membutuhkan tenaga yang besar dan memakan waktu yang cukup

lama. Oleh karena itu pembangunan rumah adat dilakukan secara bertahap

dan gotong royong yang tak lepas dari unsur kekeluargaan. Kegiatan

gotong-royong ini terutama digerakkan oleh Sangkep Sitelu (sukut, kalimbubu dan

anak beru) yang dibantu oleh Anak Kuta (masyarakat kampung setempat).

Hal ini tidak terlepas dari sistem pemerintahan sebuah Kuta

menggambarkan struktur sosial dan tatanan organisasi yang tinggi pada

masyarakat Karo, yang terdiri dari pihak Simantek Kuta (pendiri kampung),

Ginemgem (masyarakat yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan

(50)

Rumah adat pada jaman dahulu harus mengikuti ketentuan adat dan

tradisi masyarakat Karo yang telah ada secara turun-temurun. Sebelum

membangun rumah adat diawali dengan ‘Runggu’ (musyawarah) dalam

menentukan hari baik untuk memulai pembangunan, pada hari pembangunan

diadakan sebuah upacara untuk meletakkan pondasi rumah dan meminta

petunjuk dan perlindungan dari para leluhur orang Karo agar pelaksanaan

pembangunan berjalan dengan baik. Demikian juga ketika Rumah Adat telah

selesai dibangun, maka diadakan lagi upacara Mengket Rumah Mbaru

(memasuki rumah baru). Upacara ini juga diawali dengan Runggu, untuk

menentukan hari baik untuk mengketi (mendiami) rumah baru tersebut. Pada

hari yang ditentukan diadakan upacara pengucapan syukur kepada leluhur,

dan memohon agar rumah yang telah selesai dibangun dapat bertahan lama

dan para penghuninya hidup harmonis serta menjadi berkat dan dijauhkan

dari bencana.

3.1.2. Fungsi Rumah Adat

Ragam fungsi adat dalam rumah adat suku Karo ada delapan

rumahtangga. Tiap fungsi diemban oleh satu rumahtangga dan petak

huniannya yang unik pun sudah ditentukan oleh adat. Begitu pula hubungan

kekerabatan di dalam rumah adat ditentukan oleh adat. Jadi tidak sembarang

rumahtangga dapat menempati petak hunian di dalam rumah adat, hal ini

merupakan kekhasan dan sekaligus mencirikan rumah adat suku Karo.

Rumah adat adalah hunian untuk mengaplikasikan fungsi adat yang

(51)

37

Searah jam, kalau masuk dari pintu hilir. Nama jabatan adat, tugas dan fungsi,

hubungan keluarga dengan kepala rumah adat, sebagai berikut:

1. Sukut. Kepala Rumah Adat (KRA). Turunan pendiri desa.

2. Anak beru Minteri. Saksi keputusan musyawarah. Keluarga adik

perempuan dari mantu laki.

3. Kalimbubu, Mengajar dan menaikkan mantera. Orang yang disegani/dukun

4. Kalimbubu, Penasehat dan memberi restu.Orang tua istri.

5. Anakberu. Pelaksana perintah dan wakil KRA. Mantu laki.

6. Anakberu cekuh baka. Menyambut tamu. Anak dari Anakberu.

7. Puang Kalimbubu. Pemberi restu kesepakatan. Keluarga istri Kalimbubu

no.4.

8. Sembuyak. Sumber informasi. Anak laki

Rumah adat menjadi kesatuan warga penghuni yang dipimpin oleh

Sukut. Mereka bermusyawarah dengan melaksanakan masing masing tugas

dan fungsinya sebagai satu kesatuan. Setiap penghuni akan mengemban satu

jabatan adat pula pada pertemuan adat diluar rumah adat. Misalnya

mengemban jabatan adat sukut, kalau dia mengawinkan anak atau memasuki

rumah baru atau ada anggota keluarga meninggal. Warga lainnya yang hadir

(52)

3.1.3. Simbol Pengretret (cicak)

Derpih atau dinding rumah adalah bidang yang penting pada rumah adat

sebagai penyekat udara dingin. Masyarakat tradisional Batak Karo meyakini

bahwa kekuatan magis dapat dihembuskan dari luar, masuk ke dalam rumah

melalui celah-celah derpih dan masuk menyerang penghuni rumah. Oleh karena

itu pengretret ini ditempatkan di dinding rumah untuk menangkal serangan magis

dari luar.

Pengretret adalah nama binatang mitos bagi orang Batak Karo; binatang

ini sejenis cecak, tetapi memiliki dua kepala. Dalam mitos masyarakat Batak

Karo, hewan ini terdapat di hutan yang dipercaya dapat membantu menunjukkan

jalan pulang bagi orang yang tersesat di hutan. Oleh karena itu motif hewan ini

disebut sebagai makhluk legenda. Masyarakat Batak Toba menyebut pengretret

ini dengan “brihaspati” (Sanskerta) yang menunjukkan sifat kedewataan. Di India

nama brihaspati dipakai untuk menyebut nama bintang Yupiter (Hasibuan,

1985:243).

Motif Pengretret ini terbuat dari tali ijuk berwarna hitam, tali tersebut

dirajutkan dengan cara melubangi derpih rumah membentuk segitiga wajid dan

sekaligus sebagai pengikat derpih. Pola yang terbentuk dari tali itu adalah pola

geometris yang berulang dan sama pada semua sisinya. Pada setiap kepala

pengretret terdapat sepasang organ tubuh seperti kaki, dan masing-masing ujung

kaki terdapat tiga buah jari. Pengretret diletakkan secara horizontal pada derpih

rumah di samping kedua sisi pintu. Ukuran panjang motif gerga pengretret

(53)

39

masyarakat batak pada umumnya, sebab setiap puak batak memperlakukan motif

ini sebagai simbol magis. Seperti gambar di bawah ini,

Gambar 3.2

Motif Pengretret (cicak)

Fungsi magis pengretret adalah untuk menangkal setan dan roh jahat.

Dua kepalanya yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama merupakan simbol

kejujuran masyarakat karo, yaitu satu kata dengan perbuatan. Dua sisi kepala itu

sering di maknai sebagai pertalian kekerabatan, atau lambang persatuan dan

lambang penyelesaian masalah dalam kehidupan sosial. Seiring dengan perjalanan

waktu, pengretret tidak hanya dimaknai sebagai benda simbolik yang memiliki

kekuatan magi, tetapi juga berkembang menjadi ikon budaya batak karo. Saat ini

gambar ukiran pengretret terdapat pada setiap bangunan tradisional, rumah-rumah

biasa, kantor-kantor, gapura atau jambur (tempat pertemuan adat), maupun

kuburan leluhur.

(54)

3.1.4. Simbol-simbol Rumah Adat

Gerga sebagai ragam hias Batak Karo lahir atas dorongan kebutuhan

estetik yang telah berakar sejak berabad-abad silam, bahkan dorongan ini

muncul bersama pengetahuan tradisi lainnya. Sistem kekerabatan dan sistem

kepercayaannya paling menonjol mempengaruhi kehadiran gerga dan

arsitektur rumah adatnya, kedua sistem ini berkembang dan kemudian

membentuk pranata sosial menjadi dasar kebudayaan masyarakat Batak Karo,

Fungsi ragam hias tersebut kadangkala mengandung makna-makna tertentu

yang bersifat simbolik. Dalam kaitannya dengan aspek-aspek kebudayaan,

simbol-simbol tersebut merupakan representasi perasaan, pikiran atau juga

pandangan hidup masyarakatnya. Setiap simbol harus ditempatkan terlebih

dahulu dalam kebudayaan suku berdasarkan habitat budayanya.

Simbol-simbol seni pra-modern adalah Simbol-simbol-Simbol-simbol kolektif kepercayaan suku. Hal

ini sama seperti simbol-simbol dalam agama Kristen atau Islam (Sumardjo,

2006:46). Berdasarkan uraian diatas, berikut ringkasan macam-macam simbol

yang terdapat pada rumah adat batak karo :

1. Gerga pada melmelen

Posisi melmelen (palang dapur) tepat sejajar dengan lantai. Secara

estetis melmelen dikategorikan sebagai wilayah bawah. Motif-motif yang

terdapat pada melmelen ini adalah motif-motif Tapak Raja Sulaiman, Bindu

Natogog, Embun Sikawiten, Bunga Gundur dan Pantil Manggis, Teger

(55)

41

2. Gerga Pada Derpih (Dinding) Rumah Adat Batak Karo.

Gerga yang terletak di bagian tengah rumah adat batak Karo

jumlahnya lebih sedikit daripada gerga yang di bawah. Penempatan gerga

di sini terletak pada bagian derpih, pintu rumah, dan sudut rumah. Motif

gerga-gerga tersebut adalah Cikepen Pengaloalo, Pengretret, dan

Cuping-cuping. Gerga Cikepen Pengalo-ngalo terdapat pada bagian tengah dan

terletak di sisi pintu berfungsi sebagai pegangan ketika hendak memasuki

rumah, Pengretret berfungsi sebagai pengikat dinding, dan Cuping-cuping

yang terletak pada sudut rumah tidak memiliki fungsi konstruksi, melainkan

berfungsi simbolik.

3. Gerga pada bagian Ayo Rumah Adat Batak Karo

Gerga pada ayo rumah adat batak Karo menempati bagian paling

atas rumah adat. Motif-motifnya terdiri dari motif ipen-ipen, motif

pengretret, motif desa siwaluh, motif geometris, dan motif kepala kerbau,

tetapi beberapa di antara motif tersebut juga terdapat di bagian melmelen

yaitu motif desa siwaluh dan motif geometris lainnya. Dan memiliki fungsi

dan makna masing-masing.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian berisi tentang strategi dan prosedur penelitian yang

digunakan atau ditempuh (termasuk cara pengambilan sampel yang akan

digunakan terutama kalau penelitian melibatkan subjek manusia dengan jumlah

(56)

2008:80).

3.2.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan

menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Pierce. Dengan paradigma

konstruktivis. Mulyana (2003:150) menyatakan:

“Metode penelitian kualitatif tidak perlu mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik. Pembicaraan yang sebenarnya, isyarat, dan tindakan sosial lainnya adalah bahan mental untuk analisis kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya, alih-alih mengubahnya menjadi entitas-entitas kuantitatif.”

Penelitian komunikasi kualitatif tidak dimaksudkan untuk

memberikan penjelasan-penjelasan (explanations), mengontrol gejala-gejala

komunikasi, mengemukakan prediksi-prediksi, atau untuk menguji teori

apapun, tetapi lebih dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran dan/atau

pemahaman (understanding) mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala

atau realitas komunikasi terjadi (Pawito, 2008:35).

Analisis semiotik (semiotical analysis) merupakan cara atau

metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap

lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau

teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta

sistem lambang (signs) baik yang terdapat pada media massa (seperti

berbagai tayangan televisi, karikatur media cetak, film, sandiwara radio, dan

(57)

43

karya lukis, patung, candi, monumen, fashion show, dan menu masakan pada

suatu food festival). Urusan analisis semiotik adalah melacak makna-makna

yang diangkut dengan teks berupa lambang-lambang (signs). Dengan kata

lain, pemaknaan terhadap lambang-lambang dalam tekslah yang menjadi

pusat perhatian analisis semiotik (Pawito, 2008:155-156).

Usaha dalam meneliti makna simbol pengretret rumah adat batak

karo akan meliputi pengkajian terhadap makna-makna tanda, objek dan

interpretan mengenai simbol pengretret. Oleh karena itu untuk melakukan

pengkajian lebih lanjut dan mendalam terhadap makna tanda, objek dan

interpretan, maka pada pembahasan selanjutnya, peneliti akan menggunakan

analisis semiotika Charles Sanders Pierce sebagai bagian dari varian tradisi

kualitatif.

3.2.2. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu studi pustaka

yang meliputi internet searching. Serta studi lapangan yang meliputi

observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

3.2.2.1. Studi Pustaka

Pada studi pustaka, hal-hal yang dilakukan oleh peneliti dalam

(58)

1. Internet Searching

Teknik yang dilakuakan untuk mendapatkan informasi dengan melalui

media internet. Dimana di dalamnya terdapat berbagai reverensi yang

mendukung penelitian ini.

3.2.2.2 Studi Lapangan

Pada studi lapangan, hal-hal yang dilakukan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Dalam konteks ilmu komunikasi, penelitian dengan metode

pengamatan atau observasi (observation reaserch) biasanya dilakukan untuk

melacak sistematis dan langsung gejala-gejala komunikasi terkait dengan

persoalan-persoalan sosial, politis, dan kultur masyarakat (Pawito,

2007:111).

Observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu observasi terhadap simbol pada

rumah adat batak Karo yaitu simbol pengretret yang menjadi objek

penelitian.

2. Wawancara

Memperoleh informasi dari kepala suku atau informan penting

dalam rumah adat dan pihak-pihak yang lain ditunjuk oleh peneliti untuk

lebih memberikan informasi atau pandangan tentang isi , apa benar simbol

(59)

45

wawancara dan korespondensi ini juga merupakan data sekunder yang akan

mendukung data primer.

3. Studi Dokumentasi

Mengamati simbol pengretret dan juga mengikuti sejarah jalan

cerita dengan teliti. Data yang diperoleh, makna pesan simbol, kode, dan

tanda yang terdapat dalam pengretret akan diamati dengan cara

mengidentifikasikan tanda-tanda yang terdapat dalam motif/simbol ini. Hal

ini dilakukan untuk mengetahui makna-makna yang dikonstruksi di dalam

simbol pengretret tersebut. Guna memperoleh data primer melalui studi

dokumentasi, simbol pengretret terlebih dahulu akan dipisahkan sesuai

dengan apa yang akan peneliti teliti.

3.2.3. Teknik Penentuan Informan

Informan penelitian adalah seseorang yang karena memiliki

informasi (data) banyak mengenai objek yang sedang diteliti, dimintai

informasi mengenai objek penelitian tersebut. Pada penelitian ini, teknik

penentuan informan yang dilakukan oleh peneliti adalah teknik purposive

sampling. Menurut Sugiyono, “teknik purposive sampling adalah teknik

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu”(Sugiyono,

Gambar

Gambar 2.1
Gambar 2.2.
Gambar 3.1
Gambar 3.2
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sejauh mana nilai-nilai pedagogis dan nilai estetis yang terkandung pada makna simbol ornamen rumah adat Batak Toba tersebut mampu memberikan konstribusi

Judul Skripsi : Kajian Simbol Pada Arsitektur Rumah Tradisional Karo Di Desa Lingga Kabupaten Karo7. Rekapitulasi

Fokus pada penelitian ini adalah Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Pernikahan Batak Karo di Kota Bandung, dimana dalam pelaksanaanya menjadi suatu aktivitas khas yang

Ragam Hias (ornamen) Rumah Adat Batak Karo dan Laporan Penelitian Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional di Sumatera Utara tahun 1977/1980. __________

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan lokal dan keanekaragaman tumbuhan obat pada sub-etnis Batak Karo di desa Kaban Tua Kabupaten Karo Sumatera

kematian cawir metua pada masyarakat Batak Karo di Kabupaten Langkat ini dari segi semiotik, karena penulis merasa tertarik untuk mengetahui arti atau makna dari tanda

Dalam penelitian ini proses komunikasi yang dilakukan oleh mahasiswa asal Sumatera Utara Suku Batak Karo tidak selalu menjadikan dirinya sebagai komunikator, karena pada

Daftar Rumah Adat di Indonesia Pulau Sumatera Nomor Propinsi Nama Rumah Adat Gambar/foto Rumah adat 1 Nanggroe Aceh Darussalam Rumoh Aceh 2 Sumatera Utara Rumah Balai Batak Toba