• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Pada Bakso CV. Semar Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Pada Bakso CV. Semar Bandung"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

ii

Under Tuition: Elvira Azis, SE., MT

Halal labeling which in principle is a label that informs the user that the product is labeled, that their products really kosher and nutrients they contain do not contain elements which are forbidden by sharia so that the product should be consumed. The existence of issues related to products containing borax meatballs and pork mixture in the treatment process resulted in the Muslim consumers are reluctant to eat meatballs. These issues impact the industry CV meatballs. Semar which resulted in decreased sales of meatballs. Based on the description above, the writer is interested to conduct research on the influence of halal labeling to purchasing decisions at meatballs CV. Semar Bandung.

The method used by writer is descriptive and verification method of analysis with quantitative and qualitative approach, ie a result that is then processed, analyzed and conclusions drawn. The quantitative method means that research is research that emphasizes the analysis of numerical data (numbers). While qualitative methods research is research that emphasizes the facts that existed in the field and then constructed a hypothesis or theory.

Based on the research and discussion by the author, it can be proved that labeling kosher (variable X) to give the effect as 28.6% of the purchase decision (variable Y). While the rest equal to 71.4% purchase decision can be explained by other variables not examined by the authors.

(2)

i

Dibawah bimbingan: Elvira Azis, SE., MT

Labelisasi halal yang secara prinsip adalah label yang menginformasikan kepada pengguna produk yang berlabel tersebut, bahwa produknya benar-benar halal dan nutrisi-nutrisi yang dikandungnya tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan secara syariah sehingga produk tersebut boleh dikonsumsi. Adanya isu-isu yang berkaitan dengan produk bakso yang mengandung borak dan campuran daging babi dalam proses pengolahannya mengakibatkan konsumen muslim enggan untuk mengkonsumsi bakso. Masalah tersebut berdampak pula pada industri bakso CV. Semar yang mengakibatkan penjualan bakso mengalami penurunan. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai pengaruh labelisasi halal terhadap keputusan pembelian pada bakso CV. Semar Bandung

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaituadalah metode deskriptif dan verifikatif analisis dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, yaitu hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya. Metode kuantitatif artinya penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numeric (angka). Sedangkan metode kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang menekankan pada fakta-fakta yang ditemui di lapangan dan kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang penulis lakukan, maka dapat dibuktikan bahwa labelisasi halal (variabel X) memberikan pengaruh sebesar 28,6% terhadap keputusan pembelian (variabel Y). Sedangkan sisanya sebesar 71,4% keputusan pembelian dapat diterangkan oleh variabel lainnya yang tidak diteliti oleh penulis.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi yang dapat diperoleh konsumen akan semakin banyak dan turut pula mempengaruhi pola konsumsi mereka. Labelisasi halal yang secara prinsip adalah label yang menginformasikan kepada pengguna produk yang berlabel tersebut, bahwa produknya benar-benar halal dan nutrisi-nutrisi yang dikandungnya tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan secara syariah sehingga produk tersebut boleh dikonsumsi. Dengan demikian produk-produk yang tidak mencantumkan label halal pada kemasannya dianggap belum mendapat persetujuan lembaga berwenang (LPPOM-MUI) untuk diklasifikasikan kedalam produk halal atau dianggap masih diragukan kehalalannya

(4)

kandungannya telah lulus diperiksa dan terbebas dari unsur-unsur yang dilarang oleh agama Islam, atau produk tersebut telah menjadi kategori produk halal dan tidak mengandung unsur haram dan dapat dikonsumsi secara aman oleh konsumen Muslim.

Produk-produk yang mendapat pertimbangan utama dalam proses pemilihannya berdasarkan ketentuan Syariat yang menjadi tolak ukur untuk konsumen Muslim adalah produk-produk makanan dan minuman. Ketidakinginan konsumen Muslim untuk mengkonsumsi produk-produk haram akan meningkatkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses pemilihan produk (high involvement). Dengan begitu akan ada produk yang pilih untuk dikonsumsi dan produk yang disisihkan akibat adanya proses pemilihan tersebut. Proses pemilihannya sendiri akan menjadikan kehalalan sebagai parameter utamanya. Ketentuan ini membuat keterbatasan pada produk-produk makanan untuk memasuki pasar umat Muslim. Konsumen Muslim sendiri juga bukan tanpa kesulitan untuk memilah produk-produk yang mereka konsumsi menjadi produk dalam kategori halal dan haram. Tentunya untuk memeriksakan sendiri kondisi kehalalan suatu produk adalah kurang memungkinkan. Hal ini berkaitan dengan masalah teknis dalam memeriksa kehalalan suatu produk, seperti uji kimia, pengamatan proses serta pemeriksaan kandungan produk.

(5)

label halal dan hal itu berarti produk tersebut telah halal untuk dikonsumsi umat Muslim dan hilanglah rintangan yang membatasi produk dengan konsumen Muslim. Hal ini berarti peluang pasar yang sangat besar dapat terbuka. Dengan adanya label halal ini konsumen muslim dapat memastikan produk mana saja yang boleh mereka konsumsi, yaitu produk yang memiliki dan mencantumkan label halal pada kemasannya. Secara teori maka, untuk para pemeluk agama Islam yang taat pilihan produk makanan yang mereka pilih adalah makanan halal yang diwakili dengan label halal.

(6)

produk-produk yang tidak halal atau tidak jelas kehalalannya. LP0OM-MUI memberikan sertifikat halal pada produk-produk yang lolos audit sehingga produk tersebut dapat dipasang label halal pada kemasannya dengan demikian masyarakat dapat mengkonsumsi produk tersebut dengan aman.

Kenyataan yang berlaku pada saat ini adalah bahwa LPPOM-MUI memberikan sertifikat halal kepada produsen-produsen obat dan makanan yang secara sukarela mendaftarkan produknya untuk diaudit LPPOM-MUI. Dengan begitu produk yang beredar dikalangan konsumen muslim bukanlah produk-produk yang secara keseluruhan memiliki label halal yang dicantumkan pada kemasannya. Artinya masih banyak produk-produk yang beredar dimasyarakat belum memiliki sertifikat halal yang diawali dengan label halal yang ada pada kemasan produknya. Dengan demikian konsumen muslim akan dihadapkan pada produk-produk halal yang diwakili dengan label halal yang ada kemasannya dan produk yang tidak memiliki label halal pada kemasannya sehingga diragukan kehalalan produk tersebut. Maka keputusan untuk membeli produk-produk yang berlabel halal atau tidak akan ada sepenuhnya di tangan konsumen sendiri.

(7)

CV. Semar yang merupakan salah satu produsen pembuat bakso di Bandung yang mempunyai sertifikasi halal dan mencantumkan label halal dalam kemasannya, bermula dari usaha rumahan (home industry) dan di tahun 2008 membentuk badan usaha CV. Adanya isu-isu yang berkaitan dengan produk bakso yang mengandung borak dan campuran daging babi dalam proses pengolahannya mengakibatkan konsumen muslim enggan untuk mengkonsumsi bakso. Masalah tersebut berdampak pula pada industri bakso CV. Semar yang mengakibatkan penjualan bakso mengalami penurunan. Namun setelah industri bakso CV. Semar mendaftarkan produknya tahun 2008 untuk mendapatkan sertifikasi halal dari LPPOM-MUI, kemudian mencantumkan label halal dalam kemasan produknya. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat meyakinkan konsumen muslim dalam mengkonsumsi bakso khususnya bakso yang diproduksi oleh industri bakso CV. Semar adalah bakso yang halal dan aman untuk di konsumsi, terkait dengan adanya isu pengoplosan daging sapi dan daging babi.

(8)

Tabel 1.1

Tingkat penjualan tahun 2008 ( sebelum memiliki labelisasi halal)

No. Bulan Quantity Penjualan (Rp)

1. Januari 58236 18.564.750

2. Februari 55394 17.658.750

3. Maret 53347 17.006.250

4. April 59184 18.867.000

5. Mei 57043 18.184.500

6. Juni 56389 17.976.000

7. Juli 52069 16.599.000

8. Agustus 79044 25.197.750

9. September 102485 32.669.250

10. Oktober 69395 22.122.000

11. November 58047 18.504.750

12. Desember 60643 19.331.250

Tingkat Penjualan tahun 2009 761284 242.681.250 Sumber: Rekapitulasi Penjualan Tahun 2008 CV. Semar

Tabel 1.2

Tingkat penjualan tahun 2009 (sesudah memiliki labelisasi halal)

No. Bulan Quantity Penjualan (Rp)

1. Januari 77648 24.753.000

2. Februari 73859 23.545.000

3. Maret 71130 22.675.000

4. April 78913 25.156.000

5. Mei 76058 24.246.000

6. Juni 75186 23.968.000

7. Juli 69426 22.132.000

8. Agustus 105392 33.597.000

9. September 136647 43.559.000

10. Oktober 92527 29.496.000

11. November 77397 24.673.000

12. Desember 80858 25.775.000

(9)

Dari tabel 1.1 dan tabel 1.2 diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan penjualan setelah adanya sertifikasi halal dan pencantuman label halal pada tahun 2008 sampai tahun 2009 rata-rata sebesar 25% yang mengakibatkan pendapatan CV. Semar bertambah dari Rp. 242.681.250,00 menjadi Rp. 323.575.000,00.

Dari sisi produsen sertifikat halal mempunyai peran antara lain; (1) sebagai pertanggungjawaban produsen kepada konsumen muslim, mengingat masalah halal merupakan bagian dari prinsip hidup muslim, (2) meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen, (3) meningkatkan citra dan daya saing perusahaan, dan (4) sebagai alat pemasaran serta untuk memperluas area pemasaran.

Pengertian halal menurut Departemen agama yang dimuat dalam KEPMENAG RI No. 518 Tahun 2001 Tentang pemeriksaan dan Penerapan Pangan halal adalah: “ tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat Islam.” Dengan demikian Label Halal adalah label yang diberikan kepada produk-produk yang telah memenuhi kriteria halal menurut agama Islam. Perusahaan-perusahaan yang mencantumkan produknya dengan label halal Perusahaan-perusahaan tersebut telah melakukan proses halal pada produknya.

(10)

pembelian konsumen dibentuk karakteristik individu yang terdiri dari budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Dalam hal ini unsur agama termasuk kedalam faktor budaya.

Agar dapat memperoleh informasi yang lebih jelas disertai bukti ilmiah bagaimana pengaruh label halal terhadap keputusan pembelian konsumen, perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah. Penulis memberikan judul pada penelitian ini adalah “Pengaruh Labelisasi Halalterhadap Keputusan Pembelian Bakso CV. Semar”

1.2 IDENTIFIKASI DAN RUMUSAN MASALAH 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah pokok yang akan dibahas, yaitu sebagai berikut:

(11)

mempunyai sertifikasi halal dan mencantumkan label halal pada kemasannya yang berdampak pula terhadap pendapatan yang diperoleh CV. Semar.

1.2.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan diteliti:

1. Bagaimana pengaruh labelisasi halal pada CV. Semar 2. Bagaimana keputusan pembelian Bakso CV. Semar

3. Bagaimana langkah-langkah dalam meningkatkan usaha bisnisnya dilihat dari Labelisasi Halal pada Bakso CV. Semar

4. Bagaimana pengaruh labelisasi halal tersebut terhadap keputusan pembelian Bakso CV. Semar

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data serta menginterpresentasikannya akan digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi yang akan diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh jenjang sarjana Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

1.3.2 Tujuan Penelitian

(12)

2. Untuk mengetahui keputusan pembelian Bakso CV. Semar

3. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam meningkatkan usaha bisnisnya dilihat dari Labelisasi Halal pada Bakso CV. Semar

4. Untuk mengetahui pengaruh labelisasi halal tersebut terhadap keputusan pembelian Bakso CV. Semar

1.4 KEGUNAAN PENELITIAN 1.4.1 Kegunaan Akademis

Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis mengharapkan adanya kegunaan yang didapat, diantaranya:

1. Pengembangan ilmu

Diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang bisnis.

2. Penulis lainnya

Hasil penulisan ini mudah-mudahan dapat menjadi gambaran bagi penulis lain yang membutuhkan informasi tentang pengaruh labelisasi halal terhadap keputusan pembelian.

3. Penulis

(13)

perbandingan antara teori yang didapat dalam bangku kuliah dengan pelaksanaan dilapangan.

1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Perusahaan

Manfaat bagi perusahaan adalah mengetahui tanggapan konsumen mengenai labelisasi halal pada produknya dan mengetahui bagaimana pengaruh labelisasi halal terhadap keputusan pembelian konsumen. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam usaha melabelisasikan produknya dengan label halal dimasa yang akan datang.

2. Pihak lain

Tulisan yang dibuat penulis diharapkan akan berguna dan mudah-mudahan dapat menjadi tambahan informasi bagi pihak terkait yang disini adalah konsumen muslim dari produk bakso CV. Semar yang membutuhkan informasi mengenai labelisasi halal terhadap keputusan pembelian.

1.5 Lokasi dan waktu penelitian

(14)

Tabel 1.3

Waktu Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

KETERANGAN

BULAN

APRIL MEI JUNI JULI

Minggu Ke

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1.Penelitian

Pendahuluan 2.Penulisan Usulan Penelitian

(15)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Budaya

Budaya adalah yang paling utama dan paling flandamental dari keinginan dan perilaku seseorang. Seseorang akan mendapatkan nilai, persepsi, preferensi dan perilaku melalui keluarga dan lembaga-lembaga lainnya. Seseorang yang berasal dari Negara maju pasti akan mendapatkan nilai-nilai seperti kemajuan, materi, individualisme dan kebebasan diri.

Budaya memperlengkapi orang dengan rasa identitas dan pengertian perilaku yang dapat diterima didalam masyarakat. Beberapa dari sikap perilaku yang lebih penting yang dipengaruhi oleh budaya adalah sebagai berikut: rasa diri dan ruang, komunikasi dan bahasa, pakaian dan penampilan, makanan dan kebiasaan makan, waktu dan akan kesadaran waktu, hubungan (keluarga, organisasi, pemerintah dan sebagainya), nilai dan norma, kepercayaan dan sikap, proses mental dan pembelajaran, kebiasaan kerja dan praktek.

(16)

apa yang diizinkan sehubungan dengan masalah ini dan kerap sifat dan tingkat perilaku mencari yang dianggap sesuai dengan individu. Jadi budaya adalah determinan utama dari bagaimana keputusan konsumen dibuat.

2.1.1.1 Elemen Budaya

Budaya mencakupi baik, elemen abstrak maupum materil. Elemen abstrak mencakupi nilai, sikap, gagasan, tipe kepribadian, dan gagasan ringkasan seperti agama. Komponen material mencakupi benda-benda seperti buku, komputer, pelatihan, gedung, produk spesifik elemen material dari budaya kadang dideskripsikan sebagai artefak budaya atau manifestasi material dari budaya sehingga membatasi pemakain budaya untuk konsep-konsep abstrak.

Seorang individu mendapat budaya melalui pemindahan budaya dari elemen penting kehidupan dari kehidupannya. Elemen tersebut adalah Keluarga, Lembaga, Agama, dan Sekolah.

2.1.1.2 Islam Sebagai Sub Budaya

(17)

berhubungan dengan perbuatan pribadi dan sosial; suatu term of reference yang menghubungkan individu-individu kepada kelompoknya dan dunia.

Islam sebagai salah satu agama yang ada juga memiliki penganut yang jumlahnya sangat besar dan tersebar diseluruh dunia. Dengan demikian para pemeluk agama islam berkewajiban menjadikan islam sebagai sumber nilai-nilai dalam kehidupannya.

2.1.1.3 Islam Sebagai Panduan Perilaku

Islam adalah sebuah agama yang menjadi ideologis, sistem dan aturan hidup, kerangka berpikir, pedoman terhadap konsep dan pengembangan integritas diri, menjadi tolak ukur keabsahan suatu tindakan, serta sumber inspirasi bagi sebagian besar teori peradaban. Sebagian ideologi, islam memiliki aturan yang lengkap menyeluruh, serta komprehensif.

Kelengkapan aturan dalam islam ini dikenal dengan istilah Syumuliatul Islam. Bagan berikut disampaikan oleh Sa’id Hawwa (1993:27) tentang kelengkapan Islam sebagai sistem nilai dalam mengatur setiap aspek utama kehidupan manusia (Syumuliatul Islam).

Konsep Syamuliatul Islam ini makin dipertegas oleh nash Al Qur’an yang berbunyi, “wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik baik dari apa yang terdapat dibumi, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithanitu merupakan musuh yang nyata bagimu” (QS 2: 168).

(18)

konsumsi masyarakat muslim di Indonesia. Produk-produk yang dikonsumsi oleh umat Islam – terutama produk-produk makanan – adalah makanan yang halal. Kehalalan produk makanan tersebut dapat diketahui dari label yang tercantum di kemasan produk. Label tersebut dikenal sebagai label halal.

2.1.1.4 Syariat

Syariat adalah kumpulan aturan yang diturunkan Allah swt melalui wahyu kepada Nabi-Nya untuk kehidupan manusia. Awalnya syariat sama dengan dien itu sendiri, mencakup akidah, hukum dan akhlaq. Namun belakangan dalam dimensi akademik, syari'at lebih identik dengan aturan-aturan hukum, yang di dalamnya tidak lagi tergabung akidah dan akhlak. Pemisahan ini hanya menyangkut sistematika pembahasan saja, bukan masalah inti.

2.1.1.5 Integralitas Islam

Islam membicarakan seluruh sisi kehidupan manusia, dari mulai masalah pekerjaan yang kecil sampai yang sangat besar sekalipun, dan Islam menformat dengan sempurna melalui pengaturannya serta menerangkan hukumnya.

Al Qur’an menerangkan konsep integralitas islam dalam sebuah ayat yang berbunyi: “… Dan kami turunkan kitab kepadamu (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang muslim (orang-orang yang mentaati Allah).” (QS. An Nahl:89).

Sumber hukum dalam Agama Islam, antara lain:

(19)

b. Al-hadist: merupakan penjabaran aplikatif dari kaidah-kaidah Quraniyah yang bersifat tetap, sekaligus juga penjelasan lebih lanjut terhadap kaidah-kaidah yang lebih umum.

c. Ijma Sahabat: Merupakan kesepakatan sahabat Nabi SAW dan ulama atas permasalahan yang terjadi karena meluasnya wilayah dakwas serta perkembangan kehidupan sosial, dan tidak ada ketentuan secara khusus didalam Al-Quran dan Al-Hadist.

d. Qiyas: penjabaran aplikasi dari kaidah-kaidah Quraniyah yang bersifat tetap sekaligus penjelasan lebih lanjut terhadap kaidah-kaidah yang bersifat umum. e. Fatwa: keputusan hokum agama yang dibuat dengan ijtihad ulama, atas hal-hal

yang tidak terdapat dalam al-Quran maupaun Al-Hadist, berdasarkan pada kaidah-kaidah pengambilan dan penentuan hokum seperti dengan metode Qiyas atau Ijma.

f. Halal: adalah boleh atau kasus makanan, kebanyakan makanan ternasuk halal kecuali secara khusus disebut dalam Al-Quran dan Al-Hadist.

g. Haram: adalah sesuatu yang Allah SWT melarang untuk dilakukan dengan larangan yang tegas. Setiap orang yang menentang akan berhadapan dengan siksaan Allah SWT di akhirat bahkan terkadang terancam syariah di dunia.

2.1.2 Label

(20)

pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Produk yang ditawarkan bisa meliputi barang fisik atau meliputi barang jasa yang dapat memuaskan konsumennya. Secara konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari produsen melalui hasil produknya. Secara lebih rinci, konsep produk total meliputi barang. Kemasan, label pelayanan dan jaminan.

2.1.2.1 Pengertian Label

Pemberian label berkaitan erat dengan pengemasan. Label merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjualan. Stanton (1994) membagi label kedalam 3 klasifikasi yaitu:

1. Brand Label, yaitu merek yang diberikan pada produk atau dicantumkan pada kemasan.

2. Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi objektif mengenai penggunaan, konstruksi/pembuatan, perawatan/perhatian, dan kinerja produk, serta karakteristik-karakteristik lainnya yang berhubungan dengan produk.

3. Grade Label, yaitu label yang mengidentifikasikan penilaian kualitas produk dengan suatu huruf, angka atau kata. Misalnya buah-buahan dalam kaleng diberi label kualitas A,B, dan C.

Kotler (2000) menyatakan bahwa label memiliki tiga fungsi utama yaitu: a. Mengidentifikasikan produk atau merek.

b. Menentukan kelas merek.

(21)

2.1.2.2Pengertian Halal

Pengertian halal menurut Departemen agama yang dimuat dalam KEPMENAG RI No. 518 Tahun 2001 Tentang pemeriksaan dan Penerapan Pangan halal adalah: “ tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat Islam.” Halal: adalah boleh atau kasus makanan, kebanyakan makanan ternasuk halal kecuali secara khusus disebut dalam Al-Quran dan Al-Hadist.

Prinsip-prinsip tentang hukum halal dan haram, antara lain: a. Pada dasarnya segala sesuatu halal hukumnya.

b. Penghalalan dan pengharaman hanyalah wewenang Allah SWT semata. c. Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram termasuk perilaku

syirik terhadap Allah SWT.

d. Sesuatu yang diharamkan karena ia buruk dan berbahaya dengannya tidak lagi membutuhkan haram.

e. Sesuatu yang menghantarkan pada yang haram maka haram pula hukumnya. f. Menyiasati yang haram, haram hukumnya.

g. Niat baik tidak menghapuskan hukum haram.

h. Hati-hati terhadap yang subhat agar tidak jatuh pada yang haram. i. Sesuatu yang haram adalah haram untuk semua.

(22)

1. Tidak mengandung babi atau bahan yang berasal dari babi.

2. Semua bahan yang berasal dari hewan halal, yang disembelih menurut tata cara syariat islam.

3. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengolahan, dan transportasinya tidak digunakan untuk babi. Jika pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya, terlebih dahulu harus diberihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat islam.

4. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung bahan yang dilarang/diharamkan.

5. Produsen berkewajiban melengkapi dokumen terbaru tentang bagan alur proses, sertifikasi, dan bukti pembelian bahan yang dipakai.

2.1.2.3Labelisasi Halal

(23)

Sedangkan labelisasi halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal.

Di Indonesia lembaga yang otoritatif melaksanakan Sertifikasi Halal adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang secara teknis ditangani oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM). Sedangkan kegiatan labelisasi halal dikelola oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).

Dalam pelaksanaannya di Indonesia, kegiatan labelisasi halal telah diterapkan lebih dahulu sebelum sertifikasi halal. Di Indonesia peraturan yang bersifat teknis yang mengatur masalah pelabelan halal antara lain keputusan bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Agama RI No. 427/Men.Kes/SKBMII/1985 (No.68 Tahun 1985) Tentang Pencantuman Tulisan Halal Pada Label Makanan. Pada peraturan ini disebutkan sebagai berikut

Pasal 2: "Produsen yang mencantumkan tulisan "halal" pada label/penandaan makanan produknya bertanggung jawab terhadap halalnya makanan tersebut bagi pemeluk agama Islam.

Pasal 3: "Produsen sebagaimana dimaksud pada pasal 2 keputusan bersama ini berkewajiban menyampaikan laporan kepada departemen kesehatan RI dengan mencantumkan keterangan tentang proses pengolahan dan komposisi bahan yang digunakan"

(24)

Berdasarkan peraturan tersebut ijin pencantuman label didasarkan atas hasil laporan sefihak perusahaan kepada departemen kesehatan RI tentang proses pengolahan dan komposisi bahan, belum didasarkan atas sertifikasi halal.

Adapun kegiatan sertifikasi halal di Indonesia baru dilakukan semenjak didirikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) tahun l989.

Sedangkan ketentuan teknis tentang pelaksanaan labelisasi yang didasarkan atas hasil sertifikasi halal baru dikeluarkan tahun 1996 yaitu Keputusan Menteri Kesehatan RI No.: 82/Menkes/SK/I/1996 Tentang Pencantuman Tulisan "Halal" Pada Label Makanan yang direvisi dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.924/Menkes/ SK/VIII/1996 tentang Perubahan atas Kepmenkes RI No. 82 Menkes/Sk/I/1996 tersebut.

Pada Kepmenkes RI No. 82 Menkes/Sk/I/1996 yang telah direvisi ini disebutkan:

Pasal 8: "Produsen dan importir yang akan mengajukan permohonan pencantuman tulisan "halal" wajib siap diperiksa oleh petugas tim gabungan dari Majelis Ulama Indonesia dan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal".

Pasal 10: "(1) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pasal 8 dari hasil pengujian laboratorium sebagaimana dimaksud pasal 9 dilakukan evaluasi oleh tim ahli Majelis Ulama Indonesia. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan kepada Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia untuk memperoleh fatwa. (3) Fatwa Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dimaksud ayat (2) berupa pemberian sertifikat halal bagi yang memenuhi syarat atau berupa penolakan".

(25)

Pasal 12: "(1) berdasarkan Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia. Direktur Jenderal memberikan: (a) persetujuan bagi yang memperoleh sertifikat "Halal", (b) penolakan bagi yang tidak memperoleh sertifikat "halal". (2) penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b diberikan secara tertulis kepada pemohon disertai alasan penolakan".

Pasal 17: "Makanan yang telah mendapat persetujuan pencantuman tulisan "Halal" sebelum ditetapkannya keputusan ini, harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak tanggal ditetapkannya keputusan ini".

Berdasarkan ketentuan di atas maka ijin pencantuman label halal dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Depkes RI (sekarang menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan/Badan POM) berdasarkan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonsia (MUI). Kegiatan sertifikasi halal secara operasional ditangani oleh LPPOM MUI.

Peraturan yang lebih tinggi yang menaungi atas ketentuan sertifikasi dan labelisasi halal antara lain UU RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada pasal 34 (1) UU No. 7/1996 tentang Pangan disebutkan:

"Setiap orangyang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan agama atau kepercayaan tersebut".

Pada Penjelasan UU No. 7/1996 Pasal 34 (1) disebutkan:

"Dalam ketentuan ini, benar tidaknya suatu pernyataan halal dalam label atau iklan tentang pangan tidak hanya dapat dibuktikan dari segi bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, atau bahan bantu lain yang dipergunakan dalam memproduksi pangan, tetapi mencakup pula proses pembuatannya ".

(26)

"Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label

Dan dalam Pasal 62 (1) disebutkan:

"Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, dst ... dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00- (dua milyar rupiah)".

Perusahaan yang akan melakukan pelabelan halal secara legal harus melakukan sertifikasi halal. Hal ini untuk menghindari adanya pernyataan halal yang tidak valid. Suatu perusahaan yang membuat pernyataan halal secara tidak valid dapat dikenakan sanksi sesuai dengan pasal 62 ayat 1 UU No. 8 tahun 1999 karena termasuk sebagai pelanggaran terhadap pasal 8 (h) dari UU tersebut.

Label Halal adalah label yang diberikan kepada produk-produk yang telah memenuhi kriteria halal menurut Agama Islam. Perusahaan-perusahaan yang mencantumkan produknya dengan label halal perusahaan tersebut telah melakukan proses halal pada produknya.

Menurut Danu Jaya Wiguna (2003) Mengacu pada klasifikasi label yang diberikan oleh Stanton (1994), maka label halal termasuk dalam klasifikasi Descriptive Label yaitu label yang menginformasikan tentang:

1. Konstruksi atau pembuatan; 2. Ingredient atau bahan baku, dan; 3. Efek yang ditimbulkan

(27)

2.1.3 Perilaku Konsumen

Semakin meningkatnya persaingan bisnis mendorong produsen untuk lebih berorientasi pada konsumen atau pelanggan. Untuk mendukung upaya tersebut diperlukan pengetahuan mengenai konsumen terutama mengenai perilakunya. Perilaku konsumen di definisikan tindak-tindakan individu secara langsung terlibata dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomi termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut.

2.1.3.1Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Konsumen

Perilaku merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang dalam reaksi terhadap rangsangan atau stimulus. Rangsanga tersebut bisa datang dari luar dirinya maupun dari dalam dirinya. Menurut Kotler & Keller (2007:214) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku adalah sebagai berikut:

1. Faktor Budaya

Faktor-faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling besar dalam perilaku konsumen. Faktor ini bibagi menjadi budaya, sub budaya dan kelas sosial.

(28)

b. Sub budaya. Setiap budaya terdiri dari sub-sub budaya yang lebih kecil memberikan identifikasi dan sosialisasi anggotanya yang lebih spesifik. Sub budaya mencakup kebangsaan, agama, kelompok, ras daerah geografis. Banyak sub budaya membentuk segmen pasar yang penting dan para pemasar sering merancang produk dan program yang pemasarannya khusus dibuat untuk kebutuhan mereka.

c. Kelas sosial. Menurut kolter & keller (2006:165)

Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hierarkis dan yang anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan perilaku yang serupa. Jadi, menurut definisi di atas kelas sosial adalah kelompok yang beranggotakan orang-orang yang memiliki keterkaitan dan tingkah laku.

2. Faktor sosial

Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial.

a. Kelompok acuan

Menurut Kotler & Keller (2006:167): kelompok acuan seseorang terdiri semua kelompok memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang.

b. Keluarga

(29)

seseorang memperoleh suatu orientasi terhadap agama, politik dan ekonomi. Pengaruh yang lebih langsung terhadap perilaku pembelian sehari-hari adalah keluarga dan seorang individu yakni pasangan dan anak-anaknya. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Pemasar tertarik dengan peran dan pengaruh relatif dari seorang suami, istri dan anak-anak dalam pembelian berbagai produk dan jasa. Peran dan pengaruh ini akan tempat bervariasi di Negara-negara dan kelas sosial yang berbeda-beda.

c. Peran dan status sosial

Seseorang berpartisipasi dalam banyak kelompok sepanjang hidupnya, misalnya keluarga, klub dan organisasi. Posisi orang tersebut dalam setiap kelompok dapat didefinisikan dalam istilah peran dan status.

3. Faktor pribadi

Keputusan seseorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu usia pembeli dan tahap siklus, pekerjaan, keadaan ekonomis, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep pribadi membeli.

a. Usia dan tahap siklus hidup.

Orang-orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Konsumsi juga dipengaruhi oleh tahap-tahap dalam siklus hidup keluarga (Kotler & Keller, 2006:171).

(30)

Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya. Para pemasar berusaha untuk mengidentifikasikan kelompok pekerjaan yang mempunyai minat lebih dari rata-rata pada produk dan jasa mereka.

c. Keadaan ekonomi

Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang, keadaan ekonomi meliputi pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkat pendapatan, stabilitas dan pola waktunya), tabungan dan kekayaan, hutang, kekuatan untuk meminjam, dan pendirian terhadap belanja dan menabung. Para pemasar produk yang peka terhadap pendapatan terus memberikan perhatian pada pendapatan pribadi, tabungan dan suku bunga. Jika indikator ekonomi menunjukan suatu resensi, para pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, merencanakan penempatan ulang, dan menetapkan kembali harga produk mereka.

d. Gaya hidup

Menurut Kotler & keller ( 2006:173): “Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia dan diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan dari seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya.” Dari pendapat tersebut diatas gaya hidup seseorang ditunjukan lewat aktivitas dan minat dari orang tersebut yang berhubungan dengan lingkungannya.

(31)

Menurut Kotler & Keller (2006:172), kepribadian adalah: “ Yang dimaksud kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang ysng berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya.”

Kepribadian biasanya dijelaskan dengan ciri-ciri bawaan seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, perbedaan, kondisi sosial, keadaan pembelian diri, dan kemampuan beradaptasi. Kepribadian dapat menjadi variabel yang berguna dalam menganalisa perilaku konsumen bila tipe-tipe kepribadian dapat dikelompokan dan terdapat korelasi yang kuat antara tipe kepribadian tertentu dengan pilihan produk atau merek.

4. Faktor psikologis

Keputusan pembelian dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, serta kepercayaan dan pendirian.

a. Motivasi

Seseorang mempunyai banyak kebutuhan pada setiap waktu tertentu. Sebagian kebutuhan bersifat biogenis. Kebutuhan yang demikian berasal dari tekanan biologis seperti lapar, haus, tidak nyaman, dan lainya. Kebutuhan yang lain bersifat psikologis. Kebutuhan yang demikian berasal dari keadaan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan atau rasa kepemilikan.

(32)

Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu, untuk memilih, mengorganisasi dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti.

c. Pembelajaran

Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil dari belajar.pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara dorongan, rangsangan, petunjuk bertindak, tanggapan, dan penguatan.

2.1.3.2Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Konsumen harus melalui lima urutan tahap dalam proses pembelian sebuah produk, dapat dilihat dalam gambar 2.1. Namun, urutan ini tidak berlaku, terutama atas pembelian dengan keterlibatan rendah. Konsumen dapat melewatkan atau membeli beberapa tahap, proses-proses tersebut adalah (Kotler & Keller, 2006:181-189)

Pengenalan masalah (Problem Recognition)

Pencarian Informasi (Information Search)

Efaluasi Alternatif (Alternatives Evalution)

(33)

Perilaku pasca Pembelian (Post-purcase Behavior

Gambar 2.1

Proses keputusan pembelian

Sumber: (Kotler & Keller, 2006:181, Marketing Management 12 Edition Prentice Hall

1. Problem Recognition (pengenalan masalah) merupakan tahapan dimana pembeli mengenali masalah atau kebutuhannya. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan aktualnya dengan keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan tersebut dapat dipicu oleh rangsangan internal seperti lapar dan haus yang bila mencapai titik tertentu akan menjadi sebuah dorongan dan rangsangan eksternal. Misalnya ketika melewati toko kue yang merangsang rasa laparnya.

2. Information Search (pencarian informasi) merupakan tahapan dimana konsumen berusaha mencari informasi lebih banyak tentang hal-hal yang telah dikenal sebagai kebutuhannya. Konsumen memperoleh informasi dari sumber-sumber: 1. Pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan. 2. Komersial: iklan, wiraniaga, pengalur, kemasan, pajangan ditoko. 3. Publik: media masa, organisasi penentu peringkat konsumen. 4. Sumber pengalaman: pengkajian dan pemakaian produk. 3. Alternatives Evalution (efaluasi alternatif) merupakan tahapan dimana konsumen

(34)

berdasarkan besarnya kesesuaian antara manfaat yang diinginkan dengan yang bisa diberikan oleh pilihan produk yang tersedia.

4. Purchase Decision (keputusan pembelian) merupakan tahap dimana konsumen telah memiliki pilihan dan siap melakukan transaksi pembelian atau pertukaran antara uang atau janji untuk membayar dengan hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang dan jasa.

5. Post-purcase Behavior (perilaku pasca pembelian) merupakan tahapan dimana konsumen akan mengalami dua kemungkinan yaitu kepuasan dan ketidak-puasan terhadap pilihan yang diambilnya.

2.1.3.3Klasifikasi Peran Pembelian

Seseorang yang melakukan suatu transaksi pembelian suatu produk atau jasa bisa jadi transaksinya bukan hanya ditujukan untuk dirinya pribadi. Seorang ibu pergi berbelanja ke pasar tidak hanya membeli barang atau jasa untuk kebutuhan pribadinya saja, tetapi juga untuk anggota keluarganya.

Pada saat yang bersamaan seseorang dapat memerankan berbagai peran yang dapat dilakukannya pada suatu proses pembelian. Peran pembelian yang dapat dilakukan seorang individu dapat terbagi menjadi lima peran (Kotler 2000:168) yaitu:

1. Pencetus (initiator)

Seseorang yang pertama kali mengusulkan gagasan untuk membeli produk atau jasa.

(35)

Individu yang memberikan saran atau pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses keputusan pembelian baik melalui tindakan atau ucapannya.

3. Pengambilan Keputusan (decision maker)

Seseorang yang memutuskan setiap kompunen dari suatu keputusan pembelian, apakah akan membeli, tidak membeli, bagaimana membelinya, kapan, dimana akan membeli.

4. Pembeli (buyer)

Adalah individu yang secara langsung melakukan transaksi pembelian yang sesungguhnya.

5. Pemakai (user)

Adalah orang yang paling langsung terlibat dalam mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa yang telah dibeli.

2.1.3.4Perilaku Pembelian

Dalam pengambilan keputusannya setiap konsumen dapat melakukan keputusan yang berbeda tergantung pada jenis pembelian yang dilakukannya. Keputusan yang mereka ambil akan membawa pada perilaku pembelian yang berbeda pula. Jenis produk yang mereka beli akan menentukan besarnya keterlibatan mereka dan peserta yang terlibat dalam proses pembeliannya.

(36)

Complex Buying Behavior (perilaku pembelian yang rumit)

Konsumen yang terlibat dalam perilaku pembelian yang rumit akan sangat terlibat dalam proses pembeliannya karena mereka menyadari bahwa ada perbedaan yang signifikan dari tiap merek dan resiko yang dihadapi cukup tinggi karena ketiadaan pengalaman sebelumnya dalam proses keputusan pembeliannya. Produk yang masuk dalam kategori ini biasanya adalah produk yang mahal, jarang dibeli dan beresiko. Perilaku pembelian yang rumit terdiri dari tiga langkah, pertama, pembeli mengembangkan keyakinan tentang produk tersebut, kedua, ia membangun pendirian tentang produk tersebut, ketiga, ia membuat pilihan pembelian yang cermat. Konsumen akan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam perilaku pencarian informasi tentang produk.

Dissonance-reducing Buying Behavior (perilaku pembelian pengurangan

disonansi)

(37)

dibelinya atau kabar yang menyenangkan dari produk yang lain. Konsumen akan waspada terhadap informasi yang akan membenarkan keputusannya.

Variety-seeking Buying Behavior (perilaku pembelian pencari variasi)

Beberapa situasi pembelian ditandai oleh keterlibatan konsumen yang rendah namun terdapat perbedaan antara merek yang signifikan. Dalam situasi ini konsumen sering melakukan perpindahan merek yang disebabkan ketidak puasan, rasa bosan atau sekedar mencari variasi. Produk yang masuk dalam kategori ini adalah produk minor yang beresiko rendah seperti kue atau permen.

Habitual Buying Behavior (perilaku pembelian karena kebiasaan)

Konsumen yang terlibat dalam perilaku pembelian kebiasaan akan memiliki keterlibatan yang rendah dalam proses pembeliannya merasa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar merek produk sejenis. Misalnya garam, konsumen tetap akan mengambil merek yang sama bukan karena kesetiaan merek yang kuat, namun hanya sebatas karena kebiasaan untuk mengambil garam dengan merek tersebut.

2.1.4 Klasifikasi pengambilan keputusan konsumen

(38)

pengambilan keputusan tersebut itu dilakukan. Bentuk proses pengambilan keputusan

tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Fully Planned Purchase, baik produk dan merek sudah dipilih sebelumnya. Biasanya terjadi ketika keterlibatan dengan produk tinggi (barang otomotif) namun bisa juga terjadi dengan keterlibatan pembelian yang rendah (kebutuhan rumah tangga). Planned purchase dapat dialihkan dengan taktik marketing misalnya pengurangan harga, kupon, atau aktivitas promosi lainnya. 2. Partially Planned Purchase, bermaksud untuk membeli produk yang sudah ada tetapi pemilihan merek ditunda sampai saat pembelajaran. Keputusan akhir dapat dipengaruhi oleh discount harga, atau display produk 3. Unplanned Purchase, baik produk dan merek dipilih di tempat pembelian. Konsumen sering memanfaatkan katalog dan produk pajangan sebagai pengganti daftar belanja. Dengan kata lain, sebuah pajangan dapat mengingatkan sesorang akan kebutuhan dan memicu pembelian (Engel, F. James, et.al , 2001, pp.127-128)

Menurut Schiffman dan kanuk (1997:560) istilah model konsumen menunjuk kepada cara pandang umum bagaimana dan mengapa individu berprilaku seperti yang ditampilkannya. Terdapat empat tampilan mengenai hal ini yaitu:

(39)

dapat memastikan bahwa produk yang ditawarkan itu sebagai alternatif terbaik, meskipun terkadang tidak memiliki info yang cukup dan akurat. 2. Passive Man. Sebagai lawan dari Economic Man, passive man digambarkan

sebagai konsumen yang patuh terhadap keinginan dan promosi dari pemasar. 3. Cognitive Man. Model ini memfokuskan pada proses konsumen dalam

mencari dan mengevaluasi merek. Model cognitive man merupakan gambaran konsumen yang lebih realistis dan menggambarkan konsumen yang berada diantara model economic man dan model passive man yaitu, konsumen yang memiliki cukup pengetahuan dan oleh karenanya tidak dapat membuat keputusan yang tepat, tetapi meskipun demikian mereka aktif mencari informasi dan berusaha membuat keputusan yang memuaskan.

4. Emotional Man. Pada kenyataannya, kita mungkin menghubungkan perasaan dan emosi, harapan dan kesenangan dalam melakukan pembelian. Pada saat melakukan pembelian emosional cenderung kurang memperhatikan dan mencari informasi, lebih memperhatikan pada perasaan dan suasana hati, namun hal ini bukan berarti menggunakan emotional man mengambil keputusan secara irasional, keputusan pembelian itu juga rasional.

2.1.4.1 Labelisasi halal berpengaruh terhadap keputusan pembelian

(40)

Advertising Institute) menyatakan keputusan membeli itu berada di tempat dan tidak direncanakan. Mereka cenderung mencari produk yang berlabel Halal sebagai refleksi jaminan produk Halal, apalagi Minuman dalam kemasan bukan kebutuhan primer, melainkan kebutuhan tersier yang akan dikonsumsi jika kebutuhan primer telah tercukupi. Disamping itu fungsi pelabelan dan sertifikasi Halal dapat memperkuat dan memperluas segmen produk dari minuman dalam kemasan yang bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

Menurut Berman dan Evans (1998:216) keputusan konsumen meliputi keputusan untuk menentukan apakah akan membeli, apa yang dibeli, dimana, kapan, dari siapa dan seberapa sering membeli barang atau jasa. Perilaku pembelian konsumen dibentuk karakteristik individu yang terdiri dari budaya.

2.2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.2.1 Kerangka Pemikiran

Temuan MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang beredarnya produk tidak halal di masyarakat, mendapat tanggapan reaktif dari konsumen berupa pemboikotan produk tersebut dengan cara tidak mau mengkonsumsi dan mengedarkan. Kenyataan ini memmbuat produsen-produsen produk makanan melakukan pemberian label halal pada produk mereka (labelisasi halal).

(41)

1. Brand Label, yaitu merek yang diberikan pada produk atau dicantumkan pada kemasan.

2. Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi objektif mengenai penggunaan, konstruksi/pembuatan, perawatan/perhatian, dan kinerja produk, serta karakteristik-karakteristik lainnya yang berhubungan dengan produk.

3. Grade Label, yaitu label yang mengidentifikasikan penilaian kualitas produk dengan suatu huruf, angka atau kata. Misalnya buah-buahan dalam kaleng diberi label kualitas A,B, dan C.

Pengertian halal menurut Departemen agama yang dimuat dalam KEPMENAG RI No. 518 Tahun 2001 Tentang pemeriksaan dan Penerapan Pangan halal adalah: “ tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat Islam.” Dengan demikian Label Halal adalah label yang diberikan kepada produk-produk yang telah memenuhi kriteria halal menurut Agama Islam. Perusahaan-perusahaan yang mencantumkan produknya dengan label halal Perusahaan-perusahaan tersebut telah melakukan proses halal pada produknya.

Menurut Danu Jaya Wiguna (2003) Mengacu pada klasifikasi label yang diberikan oleh Stanton (1994), maka label halal termasuk dalam klasifikasi Descriptive Label yaitu label yang menginformasikan tentang:

(42)

Yang sesuai dengan standar halal.

Pengetahuan konsumen tentang informasi yang tercantum dalam label akan memberi dampak terhadap perilaku konsumen. Perilaku konsumen meliputi aktivitas bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, dan memakai barang, jasa, gagasan atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka, jadi perilaku konsumen merupakan rangkaian-rangkaian keputusan-keputusan yang diambil konsumen terhadap suatu produk.

Dengan adanya label halal yang tercantum pada suatu produk maka, konsumen terlibat pada pembelian yang rumit karena mereka memiliki keterlibatan yang tinggi dalam membeli suatu produk karena menyadari adanya perbedaan yang signifikan dari produk-produk tersebut. Dengan begitu konsumen akan melalui tahapan keputusan pembelian terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli.

Keputusan pembelian tersebut menurut Kotler (2007:240) Purchase Decision (keputusan pembelian) merupakan tahap dimana konsumen telah memiliki pilihan dan siap melakukan transaksi pembelian atau pertukaran antara uang atau janji untuk membayar dengan hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang dan jasa.

(43)

akan memeiliki tahap-tahap tersebut. Begitu pula dengan produk makanan dalam kemasan yang kini menjadi objek penelitian penulis.

[image:43.595.104.523.256.725.2]

Berikut ini terdapat beberapa hasil penelitian terdahulu, yang dapat dijelaskan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1

Hasil Penelitian Terdahulu

No. Penulis/tahun Judul Hasil Penelitian/ kesimpulan

Perbedaan Persamaan 1. Danu Jaya

Wiguna:2003 Pengaruh Labelisasi Halal terhadap Keputusan Pembelian Produk Makanan dalam Kemasan pada Mahasiswan Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran Responden memiliki

keyakinan yang kuat bahwa produk makanan dalam kemasan yang memiliki label halal telah melakukan proses labelisasi halal dalam proses pembuatannya, bahan baku yang dikandungnya, serta efek yang ditimbulkan tidak bertentangan dengan syariat islam sehingga produk tersebut menjadi halal untuk dikonsumsi • Meneliti pada kemasan, tidak spesifik dalam arti produk makanan apa yang ditelitiny a.

•Variable idepende nt pada penelitian ini adalah labelisasi Halal (variable X) • Variable devendent pada penelitian ini adalah keputusan Pembelian (variable Y).

2. Wibisono, M. Agung (2008) Hubungan Antara Persepsi Konsumen Muslim terhadap Labelisasi Halal Makanan konsumen

(44)

Kaleng dengan Pengambilan Keputusan Pembelian pada Konsumen Muslim di Surabaya.

pengintegrasian atas berbagai pengetahuan yang dirniliki, dan konsumen

melakukan pemebelian.

Dengan melandaskan pendapat para ahli dan teori-teori yang relevan dan berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat dilihat gambar skema kerangka pemikiran sebagai berikut:

Labelisasi halal (Variabel X)

1. Konstruksi atau

pembuatan;

2. Ingredient atau bahan

baku, dan;

3. Efek yang ditimbulkan

(Danu Jaya Wiguna:2003)

Berman dan Evans (1998:216)

Keputusan pembelian (Variabel Y)

1. Pengenalan masalah

(Problem Recognition)

2. Pencarian Informasi

(Information Search)

3. Efaluasi Alternatif

(Alternatives Evalution)

4. Keputusan Pembelian

(Purchase Decision)

5. Perilaku pasca Pembelian(Post-purcase

Behavior)

[image:44.595.106.519.145.269.2]

(Kotler dan Keller 2007:234)

Gambar 2.2

Bagan Paradigma Penelitian

(45)

Islam adalah sebuah agama yang menjadi ideologis, sistem dan aturan hidup, kerangka berpikir, pedoman terhadap konsep dan pengembangan integritas diri, menjadi tolak ukur keabsahan suatu tindakan, serta sumber inspirasi bagi sebagian besar teori peradaban. Sebagian ideologi, islam memiliki aturan yang lengkap menyeluruh, serta komprehensif.

[image:45.595.114.523.403.626.2]

Kelengkapan aturan dalam islam ini dikenal dengan istilah Syumuliatul Islam. Bagan berikut disampaikan oleh Sa’id Hawwa (1993:27) tentang kelengkapan Islam sebagai sistem nilai dalam mengatur setiap aspek utama kehidupan manusia (Syumuliatul Islam).

Gambar 2.3

Struktur Sistem Nilai Islam

(46)

terdapat dibumi, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithanitu merupakan musuh yang nyata bagimu” (QS 2: 168).

Syamuliatul Islam ini, oleh para pemeluknya berusaha diaplikasikan dalam tataran praktis. Salah satu contoh praktis adalah yang diterapkan dalam pola konsumsi masyarakat muslim di Indonesia. Produk-produk yang dikonsumsi oleh umat Islam – terutama produk-produk makanan – adalah makanan yang halal. Kehalalan produk makanan tersebut dapat diketahui dari label yang tercantum di kemasan produk. Label tersebut dikenal sebagai label halal.

2.2.2 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dibutuhkan suatu pengujian hipotesis untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel X terhadap variabel Y.

(47)

BAB III

OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1 OBJEK PENELITIAN

Objek penelitian merupakan suatu permasalahan yang dijadikan sebagai topic permasalahan dalam rangka menyusun suatu laporan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan objek penelitian tersebut yang berjudul “Pengaruh Labelisasi Halal terhadap Keputusan Pembelian Bakso CV. Semar”. Didalam penelitian ini, penulis menggunakan dua variabel yang akan diteliti. Adapun variabel yang akan diteliti di dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independent (variabel bebas), yakni variabel yang menjadi sebab terjadinya atau terpengaruhinya variabel dependent (variabel terikat). Variabel Independent (variabel X) dalam penelitian ini adalah Labelisasi Halal.

2. Variabel Dependent (variabel terikat), yakni variabel yang dipengaruhi oleh variabel Independent. Variabel dependent (variabel Y) dalam penelitian ini adalah Keputusan Pembelian.

(48)

3.2 METODE PENELITIAN 3.2.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses penelitian. Desain penelitian akan berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian, karena langkah dalam melakukan penelitian mengacu kepada desain penelitian yang telah dibuat.

Menurut Sugiono (2008:18), menjelaskan proses penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Sumber masalah. 2. Rumusan masalah.

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan. 4. Pengajuan hipotesis.

5. Metode penelitian.

6. Menyusun instrument penelitian. 7. Kesimpulan.

Berdasarkan pada penelitian yang dijelaskan di atas, maka desain pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Sumber masalah

Penelitian menentukan masalah-masalah seperti fenomena untuk dasar penelitian. 2. Perumusan masalah

(49)

yang paling sulit karena tujuan penelitian ini adalah menjawab masalah penelitian sehingga suatu penelitian tidak dapat dilakukan dengan baik jika masalahnya tidak dirumuskan secara jelas. Rumusan masalah atau pertanyaan penelitian akan mempengaruhi pelaksanaan tahap selanjutnya didalam tahap penelitian. Pada penelitian ini masalah-masalah dirumuskan melalui suatu pertanyaan, yang akan diuji dengan menguji hipotesis.

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan

Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis) maka, peneliti dapat membaca referensi teoritis yang relevan dengan masalah dan berfikir. Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga dapat digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah penelitian (hipotesis). Telaah teoritis mempunyai tujuan untuk menyusun kerangka teoritis yang menjadi dasar untuk menjawab masalah atau pertanyaan penelitian yang merupakan tahap penelitian dengan menguji terpenuhinya kriteria pengetahuan yang rasional.

4. Pengajuan hipotesis

Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (faktual) maka jawaban itu disebut hipotesis. Hipotesis yang dibuat pada penelitian ini adalah labelisasi halal terhadap keputusan pembelian.

(50)

Untuk menguji hipotesis tersebut peneliti dapat memilih metode penelitian yang sesuai, pertimbangan ideal untuk memilih metode itu adalah tingkat ketelitian data yang diharapkan dan kosisten yang dikehendaki. Sedangkan pertimbangan praktis adalah, tersedianya dana, waktu, dan kemudahan yang lain. Pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif dan kuantitatif.

6. Menyusun instrument penelitian

(51)

7. Kesimpulan

Kesimpulan adalah langkah terakhir dari suatu periode penelitian yang berupa jawaban terhadap rumusan masalah, dengan menekankan pada pemecahan masalah berupa informasi mengenai solusi masalah yang bermanfaat sebagai dasar untuk pembuatan keputusan.

3.2.2 Operasionalisasi Variabel

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, satu variabel X (Independent variabel) yaitu labelisasi halal dan satu variabel terikat (Dependent variabel) yaitu keputusan pembelian.

Jonathan Sarwono (2005:5) mendefinisikan 1. Variabel bebas (Independent variabel)

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat) variabel dalam penelitian ini adalah labelisasi halal (variabel X)

2. Variabel terikat (Dependent variabel)

(52)

Adapun keterkaitan antara keduanya dapat diformulasikan sebagai berikut : Y = f(x)

Dimana : y = Labelisasi Halal. x = Keputusan Pembelian. f = fungsi.

Yang artinya y merupakan fungsi dari x dimana y dipengaruhi oleh hasil dari x. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di halaman selanjutnya.

[image:52.595.107.505.391.714.2]

Untuk lebih jelasnya tentang hubungan variabel tersebut digunakan desain secara detail dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1

Operasional Variabel Penelitian

Variabel Konsep Variabel Indikator Ukuran Skala

Labelisasi halal (Variabel X)

label yang seuai dengan standar halal menurut agama Islam dimana konsumen dapat memiliki informasi yang berkaitan dengan kehalalan suatu produk. 1. Konstruksi atau pembuatan - Tingkat keyakinan konsumen terhadap pembuatan. - Tingkat pengetahuan konsumen tentang bagaimana sebuah produk dikategorikan menjadi produk halal. Ordinal 2. Ingredient

atau bahan baku - Tingkat Keyakinan konsumen. - Tingkat pengetahuan konsumen Ordinal

3. Efek yang ditimbulkan

(53)

tentang bagaimana efek samping pembuatan sebuah produk dapat dikategorikan menjadi produk halal Ordinal Keputusan pembelian (Variabel Y)

tahap dimana konsumen telah memiliki pilihan dan siap melakukan transaksi pembelian atau pertukaran antara uang atau janji untuk membayar dengan hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang dan jasa.

1. Pengenalan masalah

(Problem

Recognition )

- Tingkat kebutuhan

Ordinal

2. Pencarian Informasi

(Informatio

n Search)

- Tingkat kesesuaian membentuk konsumen untuk mencari informasi

Ordinal

3. Efaluasi Alternatif

(Alternative

s Evalution)

- Tingkat

penilaian akhir Ordinal

4. Keputusan Pembelian

(Purchase

Decision)

- Tingkat pemilihan dan Siap melakukan transaksil Ordinal 5. Perilaku pasca Pembelian ( Post-purcase Behavior)

- Tingkat kepuasan

Ordinal

(54)

sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.

Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan.

3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data 3.2.3.1 Sumber Data Primer dan Sekunder Yang menjadi sumber data penelitian ini adalah: 1. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh dari sumber pertama, dari individu seperti hasil wawancara atau hasil dari pengisian kuesioner yang dilakukan peneliti yang diberikan kepada bagian-bagian yang terkait dalam penelitian.

2. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari pihak lain/badan yang telah dikumpulkan/diolah menjadi informasi. Dengan demikian penulis hanya bertindak sebagai pemakai. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari laporan-laporan yang berhubungan dengan topik permasalahan yang diteliti.

3.2.3.2Teknik Penentuan Data 1. Populasi

(55)

oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah konsumen CV. Semar yang sebanyak 80 pelanggan.

Jadi banyaknya sampel dalam penelitian ini adalah 80 pelanggan dari Bakso CV. Semar, dengan menggunakan metode sensus, yang artinya semua jumlah populasi menjadi sampel.

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Penelitian lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan (Field Research) adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan peninjauan langsung pada pengusaha yang menjadi objek. Untuk mendapatkan data primer atau data yang diambil langsung dari perusahaan. Data primer ini dapat didapatkan melalui teknik-teknik sebagai berikut

a. Metode pengamatan atau observasi adalah pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung pada objek yang sedang diteliti, diamati, atau kegiatan yang sedang berlangsung.

b. Metode wawancara atau interview adalah pengumpulan data yang melakukan tanya jawab langsung dengan pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang penulis teliti.

(56)

daftar pertanyaan kepada responden, dengan harapan mereka dapat memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut.

2. Penelitian kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud memperoleh data sekunder yang berfungsi sebagai pembanding data primer yang diperoleh selama penelitian. Data sekunder ini didapat dari membaca literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang dibahas baik dari buku-buku, catatan kuliah atau bahan tertulis lainnya.

3.2.5 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis 3.2.5.1. Rancangan Analisis

(57)

kualitas data penelitian ditentukan oleh kualitas instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data.

1. Uji Validitas

Uji validitas bertujuan untuk menguji sejauhmana alat ukur, dalam bentuk kuesioner mengukur apa yang hendak diukur. Dengan menggunakan rumus korelasi person product moment, guna menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pertanyaan mana yang valid dan mana yang tidak valid. Menurut Masruf yang dikutif Sugiono (2003:124) mengatakan “item yang mempunyai korelasi positif dengan kriteria (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukan item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Apabila alat ukur tersebut berada < 0,3 (tidak valid) dan > 0,3 (valid).” Untuk menguji validitas item tersebut digunakan program SPSS 13.0 for windows Pengujian statistika mengacu pada kriteria:

r

hitung <

r

kritis, maka tidak valid

r

hitung >

r

kritis, maka valid

dengan rumus yang digunakan adalah

[image:57.595.164.463.584.724.2]

− − − = } ) ( }{ ) ( { ) )( ( 2 2 2 Y Y n X X n Y X Y X n r i i i i i i i xy Tabel 3.2

Uji Validitas Untuk Pertanyaan 1 Variabel X:

no.

Resp X Y X

2

Y2 XY

(58)

3 3,619 14,685 13,096 215,636 53,141 4 3,619 14,685 13,096 215,636 53,141 5 1,000 4,000 1,000 16,000 4,000 6 4,935 19,925 24,357 397,022 98,337 7 1,000 5,564 1,000 30,958 5,564 8 4,935 19,925 24,357 397,022 98,337 9 1,000 8,280 1,000 68,553 8,280 10 2,360 9,640 5,570 92,926 22,751 11 2,360 9,640 5,570 92,926 22,751 12 2,360 9,640 5,570 92,926 22,751 13 2,360 12,115 5,570 146,764 28,592 14 3,619 13,373 13,096 178,846 48,396 15 2,360 9,640 5,570 92,926 22,751 16 3,619 14,685 13,096 215,636 53,141 17 3,619 14,685 13,096 215,636 53,141

… … … …

80 3,619 14,685 13,096 215,636 53,141

jumlah 254,422 1075,564 875,710 15410,865 3661,529

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh :

n = 80 ∑x² = 875,710 ∑x = 254,422 ∑y² = 15410,865 ∑y = 1075,564 ∑xy = 3661,529

2

2 2 2

( )( )

{ ( ) }{ ( ) }

i i i i

xy

i i i

n X Y X Y

r

n X X n Y Y

− =

− −

{

2

}{

2

}

) 564 , 1075 ( ) 865 , 15410 ( 80 ) 422 , 254 ( ) 710 , 875 ( 80 ) 564 , 1075 )( 422 , 254 ( ) 529 , 3661 ( 80 − − − = xy r

(59)
[image:59.595.106.514.254.589.2]

Jadi, koefisien validitas untuk pertanyaan no.1 pada variabel X adalah sebesar 0,958. Karena nilai koefisien validitasnya lebih besar dari 0,3, maka pertanyaan No.1 dapat dikatakan valid.

Tabel 3.3 Rekapitulasi Validitas Variabel Item Koefisien

Validitas Titik Kritis Keterangan LABELISASI

HALAL (X)

Pert1 0,958 0,3 Valid

Pert2 0,950 0,3 Valid

Pert3 0,933 0,3 Valid

Pert4 0,951 0,3 Valid

Pert5 0,944 0,3 Valid

Pert6 0,975 0,3 Valid

Pert7 0,958 0,3 Valid

Pert8 0,967 0,3 Valid

Pert9 0,979 0,3 Valid

Pert10 0,980 0,3 Valid

KEPUTUSAN PEMBELIAN

(Y)

Pert_1 0,869 0,3 Valid

Pert_2 0,869 0,3 Valid

Pert_3 0,884 0,3 Valid

Pert_4 0,855 0,3 Valid

Pert_5 0,980 0,3 Valid

Pert_6 0,980 0,3 Valid

Pert_7 0,967 0,3 Valid

Pert_8 0,967 0,3 Valid

Pert_9 0,972 0,3 Valid

Pert_10 0,971 0,3 Valid

(60)

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Teknik perhitungan reliabilitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan SPSS 13.0 for Windows. Tes reliabilitas untuk skala likert paling sering menggunakan analisis item, yaitu untuk masing-masing skor item tertentu dikorelasikan dengan skor totalnya.

Menurut Sugiyono (2003:124) menyatakan bahwa “Besarnya koefisien batasan minimum reliabilitas adalah antara 0.6 dan 0.7.” Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan teknik belah dua, yang langkah kerjanya sebagai berikut: 1. Membagi pertanyaan-pertanyaan atau peryataan-peryataan menjadi dua belah 2. Skor untuk masing-masing pertanyaan atau peryataan pada tiap belahan

dijumlahkan sehingga menghasilkan skor total untuk masing-masing responden 3. Mengkorelasikan skor total belahan pertama dengan skor total belahan kedua,

dengan menggunakan product moment

4. Mencari reliabilitas untuk keseluruhan pertanyaan atau peryataan dengan rumus Spearman Brown. Reliabilitas dari setiap pertanyaan akan ditunjukan dengan hasil

r

hitung yang lebih besar atau sama dengan

r

tabel dan rayonisasi hitungnya positif

seperti rumus dibawah ini:

(61)

Keterangan:

r

i = reliabilitas instrument seluruh instrument

r

i = korelasiproduct moment antara belahan pertama dan

kedua dimana :

Gambar

Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2
Gambar 2.3 Struktur Sistem Nilai Islam
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian secara keseluruhan penulis berasumsi bahwa mahasiswa Fakultas Ekonomi &amp; Bisnis secara mayoritas memperhatikan label halal sebagai pertimbangan

Dengan demikian konsumen Muslim akan dihadapkan pada produk-produk halal yang diwakili dengan label halal yang ada kemasannya dan produk yang tidak memiliki label halal pada

yang mengunggulkan label halal untuk menarik konsumen Indonesia yang mayoritas muslim, dengan begitu gaya hidup mempengaruhi konsumen menggunakan kosmetik cenderung meningkat 4

PENGARUH LABELISASI HALAL TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN (STUDI KASUS PADA UKM

Responden setuju terhadap pernyataan tentang logo halal seperti Informasi Label Halal LPPOM MUI pada kemasan memperkuat bahwa produk Bakso yang dikemas itu halal,

Sehingga dengan demikian, penelitian ini akan mebuktikan adakah pengaruh yang signifikan antara penerapan label halal terhadap keputusan pembelian konsumen, atau

Penelitian ini dilakukan pada pembeli atau konsumen produk skincare Garnier pada Borma Dago di Bandung untuk mengetahui pengaruh label halal dan religiusitas terhadap

Peneliti Kedua Tri Widodo B 100110148 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam dengan judul Pengaruh Labelisasi Halal dan Harga terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada Produk Indomie,