HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON
DENGAN KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU
PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU
ANJAR ASMARA
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan, bahwa Skripsi yang berjudul :
HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DENGAN
KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU
adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,13 Oktober 2005
Anjar Asmara
C24101043
Anjar Asmara. C24101043. Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan Kondisi Fisika-Kimia Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh JOHAN BASMI dan ARIO DAMAR.
Penelitian ini mempelajari struktur komunitas plankton dan hubungannya dengan beberapa parameter fisika dan kimia perairan pada bulan Oktober, November dan Desember 2004 yang berlokasi di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Analisis data meliputi kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi, indeks Canberra dan Bray Curtis serta analisis regresi linier sederhana.
Jenis-jenis fitoplankton yang ada 3 kelas dan 31 jenis, yaitu Bacillariophyceae (25 jenis), Dinophyceae (5 jenis) dan Cyanophyceae (1 jenis). Sedangkan yang ditemukan terdiri dari 5 kelas dan 11 jenis yaitu, Crustacea (4 jenis), Ciliata (4 jenis), Sarcodina (1 jenis), Sagittoidea (1 jenis) dan Polychaeta (1 jenis). Komposisi kelimpahan fitoplankton didominasi kelas Bacillariophyceae dari jenis Asterionella sp., Skeletonema sp., Navicula sp., Nitzschia sp. dan
Fragillaria sp. Selanjutnya kelas Cyanophyceae dan Dinophyceae. Sedangkan komposisi berdasarkan kelimpahan zooplankton didominasi dari kelas Crustacea dari jenis Acartia sp., Calanus sp., dan Microsetella sp.
Nilai indeks keanekaragaman seluruh komunitas fitoplankton menunjukkan keanekaragaman yang rendah dengan kisaran 0.11-2.58. Nilai keseragaman fitoplankton menunjukkan bahwa keseragaman jumlah individu relatif sama dengan kisaran 0.26-0.96. Nilai indeks dominansi fitoplankton menunjukkan bahwa hampir tidak terjadi dominasi dalam komunitas dengan kisaran 0.08-0.74. Sedangkan nilai indeks keanekaragaman seluruh komunitas zooplankton menunjukkan keanekaragaman yang rendah dengan kisaran 0.63-1.68. Nilai keseragaman zooplankton menunjukkan bahwa keseragaman jumlah individu relatif sama dengan kisaran 0.48-1, kecuali pada staiun 6 pengamatan bulan November di perairan Pulau Panggang dengan nilai 1. Sedangkan nilai indeks dominansi zooplankton menunjukkan bahwa hampir tidak terjadi dominasi dalam komunitas dengan kisaran 0.20-0.49.
Suhu dan pH permukaan berkisar antara 29.0-31.0 oC dan 7.00-7.92.
Sedangkan nilai salinitas yang terukur berkisar antara 32.5-35 o/oo dan nilai
HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON
DENGAN KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU
PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU
ANJAR ASMARA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Alkhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan
skripsi yang berjudul “Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan
Kondisi Fisika-Kimia di Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu” dapat penulis selesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. H Johan Basmi M.S sebagai Ketua
Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Ario Damar M.Si sebagai anggota, atas
segala saran dan masukkannya. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Ibu Dr. Ir. Etty Riany, M.S sebagai Pembimbing Akademik selama
penulis menyelesaikan studi. Ungkapan terima kasih kepada Ayahanda dan
Ibunda tercinta, serta keluarga yang telah memberikan dukungan do’a, moral,
material dan kasih sayangnya. Tidak lupa kepada teman-teman MSP 38 dan
sahabat-sahabatku, atas kerjasama, motivasi dan kepeduliannya selama ini.
Akhir kata penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini tidak luput dari
kekurangan. Semoga dengan segala keterbatasan yang ada, skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, 13 Oktober 2005
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...…... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
I. PENDAHULUAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 16
B. Alat dan Bahan ... 16
C. Metode Penelitian 1. Lokasi Pengambilan Contoh ... 17
2. Parameter Fisika-Kimia ... 18
3. Parameter Biologi ... 19
D. Pengumpulan Data ... 19
E. Analisis Data ... 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Perairan ... 25
B. Struktur Komunitas Plankton ... 31
C. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi ... 42
D. Kesamaan Antar Stasiun Pengamatan ... 46
E. Regresi Linier ... 54
B. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA... 62
LAMPIRAN... 65
RIWAYAT HIDUP... 90
Halaman
1. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan PO4-P... 12
2. Parameter fisika kimia air yang diukur ... 20
3. Kisaran nilai parameter fisika kimia di perairan Pulau Pramuka
selama pengamatan... 25
4. Kisaran nilai parameter fisika kimia di perairan Pulau Panggang
selama pengamatan... 25
5. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Pramuka ... 29
6. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Panggang ... 29
7. Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) masing-masing stasiun di
perairan Pulau Pramuka... 32
8. Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) masing-masing stasiun di
perairan Pulau Panggang ... 33
9. Kelimpahan zooplankton (ind/m3) masing-masing stasiun di
perairan Pulau Pramuka... 35
10. Kelimpahan zooplankton (ind/m3) masing-masing stasiun di
perairan Pulau Panggang ... 36
11. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi (C) fitoplankton di perairan Pulau Pramuka
selama pengamatan... 42
12. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi (C) fitoplankton di perairan Pulau Panggang
selama pengamatan... 43
13. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi (C) zooplankton di perairan Pulau Pramuka
selama pengamatan... 44
14. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi (C) zooplankton di perairan Pulau Panggang
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pendekatan studi... 2
2. Siklus nitrogen di laut... 9
3. Siklus fosfor di laut ... 11
4. Lokasi penelitian ... 18
5. Kelimpahan fitoplankton tiap stasiun di perairan Pulau Pramuka selama pengamatan ... 33
6. Kelimpahan fitoplankton tiap stasiun di perairan Pulau Panggang selama pengamatan... 34
7. Kelimpahan zooplankton tiap stasiun di perairan Pulau Pramuka selama Pengamatan ... 36
8. Kelimpahan zooplankton tiap stasiun di perairan Pulau Panggang selama pengamatan... 37
9. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada bulan Oktober... 38
10. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan November ... 39
11. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Desember ... 39
12. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Oktober ... 40
13. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan November ... 41
14. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Desember ... 42
15. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Pramuka ... 47
17. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan
zooplankton di perairan Pulau Pramuka... 48
18. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Panggang ... 49
19. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Pramuka... 50
20. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Pramuka... 50
21. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Panggang ... 51
22. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Panggang ... 51
23. Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Pramuka. ... 52
24. Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Panggang... 53
25. Pengelompokan secara temporal berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Pramuka... 53
26. Pengelompokan secara temporal berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Panggang ... 54
27. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrat... 54
28. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrit ... 55
29. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan ammonia... 56
30. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan ortofosfat... 57
31. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan kekeruhan... 58
32. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan suhu... 59
33. Regresi linier antara kelimpahan zooplankton dengan kekeruhan... 59
HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON
DENGAN KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU
PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU
ANJAR ASMARA
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan, bahwa Skripsi yang berjudul :
HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DENGAN
KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU
adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,13 Oktober 2005
Anjar Asmara
C24101043
Anjar Asmara. C24101043. Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan Kondisi Fisika-Kimia Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh JOHAN BASMI dan ARIO DAMAR.
Penelitian ini mempelajari struktur komunitas plankton dan hubungannya dengan beberapa parameter fisika dan kimia perairan pada bulan Oktober, November dan Desember 2004 yang berlokasi di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Analisis data meliputi kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi, indeks Canberra dan Bray Curtis serta analisis regresi linier sederhana.
Jenis-jenis fitoplankton yang ada 3 kelas dan 31 jenis, yaitu Bacillariophyceae (25 jenis), Dinophyceae (5 jenis) dan Cyanophyceae (1 jenis). Sedangkan yang ditemukan terdiri dari 5 kelas dan 11 jenis yaitu, Crustacea (4 jenis), Ciliata (4 jenis), Sarcodina (1 jenis), Sagittoidea (1 jenis) dan Polychaeta (1 jenis). Komposisi kelimpahan fitoplankton didominasi kelas Bacillariophyceae dari jenis Asterionella sp., Skeletonema sp., Navicula sp., Nitzschia sp. dan
Fragillaria sp. Selanjutnya kelas Cyanophyceae dan Dinophyceae. Sedangkan komposisi berdasarkan kelimpahan zooplankton didominasi dari kelas Crustacea dari jenis Acartia sp., Calanus sp., dan Microsetella sp.
Nilai indeks keanekaragaman seluruh komunitas fitoplankton menunjukkan keanekaragaman yang rendah dengan kisaran 0.11-2.58. Nilai keseragaman fitoplankton menunjukkan bahwa keseragaman jumlah individu relatif sama dengan kisaran 0.26-0.96. Nilai indeks dominansi fitoplankton menunjukkan bahwa hampir tidak terjadi dominasi dalam komunitas dengan kisaran 0.08-0.74. Sedangkan nilai indeks keanekaragaman seluruh komunitas zooplankton menunjukkan keanekaragaman yang rendah dengan kisaran 0.63-1.68. Nilai keseragaman zooplankton menunjukkan bahwa keseragaman jumlah individu relatif sama dengan kisaran 0.48-1, kecuali pada staiun 6 pengamatan bulan November di perairan Pulau Panggang dengan nilai 1. Sedangkan nilai indeks dominansi zooplankton menunjukkan bahwa hampir tidak terjadi dominasi dalam komunitas dengan kisaran 0.20-0.49.
Suhu dan pH permukaan berkisar antara 29.0-31.0 oC dan 7.00-7.92.
Sedangkan nilai salinitas yang terukur berkisar antara 32.5-35 o/oo dan nilai
HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON
DENGAN KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU
PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU
ANJAR ASMARA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Alkhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan
skripsi yang berjudul “Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan
Kondisi Fisika-Kimia di Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu” dapat penulis selesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. H Johan Basmi M.S sebagai Ketua
Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Ario Damar M.Si sebagai anggota, atas
segala saran dan masukkannya. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Ibu Dr. Ir. Etty Riany, M.S sebagai Pembimbing Akademik selama
penulis menyelesaikan studi. Ungkapan terima kasih kepada Ayahanda dan
Ibunda tercinta, serta keluarga yang telah memberikan dukungan do’a, moral,
material dan kasih sayangnya. Tidak lupa kepada teman-teman MSP 38 dan
sahabat-sahabatku, atas kerjasama, motivasi dan kepeduliannya selama ini.
Akhir kata penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini tidak luput dari
kekurangan. Semoga dengan segala keterbatasan yang ada, skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, 13 Oktober 2005
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...…... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
I. PENDAHULUAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 16
B. Alat dan Bahan ... 16
C. Metode Penelitian 1. Lokasi Pengambilan Contoh ... 17
2. Parameter Fisika-Kimia ... 18
3. Parameter Biologi ... 19
D. Pengumpulan Data ... 19
E. Analisis Data ... 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Perairan ... 25
B. Struktur Komunitas Plankton ... 31
C. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi ... 42
D. Kesamaan Antar Stasiun Pengamatan ... 46
E. Regresi Linier ... 54
B. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA... 62
LAMPIRAN... 65
RIWAYAT HIDUP... 90
Halaman
1. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan PO4-P... 12
2. Parameter fisika kimia air yang diukur ... 20
3. Kisaran nilai parameter fisika kimia di perairan Pulau Pramuka
selama pengamatan... 25
4. Kisaran nilai parameter fisika kimia di perairan Pulau Panggang
selama pengamatan... 25
5. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Pramuka ... 29
6. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Panggang ... 29
7. Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) masing-masing stasiun di
perairan Pulau Pramuka... 32
8. Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) masing-masing stasiun di
perairan Pulau Panggang ... 33
9. Kelimpahan zooplankton (ind/m3) masing-masing stasiun di
perairan Pulau Pramuka... 35
10. Kelimpahan zooplankton (ind/m3) masing-masing stasiun di
perairan Pulau Panggang ... 36
11. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi (C) fitoplankton di perairan Pulau Pramuka
selama pengamatan... 42
12. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi (C) fitoplankton di perairan Pulau Panggang
selama pengamatan... 43
13. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi (C) zooplankton di perairan Pulau Pramuka
selama pengamatan... 44
14. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi (C) zooplankton di perairan Pulau Panggang
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pendekatan studi... 2
2. Siklus nitrogen di laut... 9
3. Siklus fosfor di laut ... 11
4. Lokasi penelitian ... 18
5. Kelimpahan fitoplankton tiap stasiun di perairan Pulau Pramuka selama pengamatan ... 33
6. Kelimpahan fitoplankton tiap stasiun di perairan Pulau Panggang selama pengamatan... 34
7. Kelimpahan zooplankton tiap stasiun di perairan Pulau Pramuka selama Pengamatan ... 36
8. Kelimpahan zooplankton tiap stasiun di perairan Pulau Panggang selama pengamatan... 37
9. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada bulan Oktober... 38
10. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan November ... 39
11. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Desember ... 39
12. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Oktober ... 40
13. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan November ... 41
14. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Desember ... 42
15. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Pramuka ... 47
17. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan
zooplankton di perairan Pulau Pramuka... 48
18. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Panggang ... 49
19. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Pramuka... 50
20. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Pramuka... 50
21. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Panggang ... 51
22. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Panggang ... 51
23. Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Pramuka. ... 52
24. Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Panggang... 53
25. Pengelompokan secara temporal berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Pramuka... 53
26. Pengelompokan secara temporal berdasarkan parameter fisika kimia di perairan Pulau Panggang ... 54
27. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrat... 54
28. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrit ... 55
29. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan ammonia... 56
30. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan ortofosfat... 57
31. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan kekeruhan... 58
32. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan suhu... 59
33. Regresi linier antara kelimpahan zooplankton dengan kekeruhan... 59
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Oktober 2004 Pulau Pramuka .... 65
2. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan November 2004 Pulau Pramuka. 66 3. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Desember 2004 Pulau Pramuka . 67 4. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Oktober 2004 Pulau Panggang... 68
5. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan November 2004 Pulau Panggang 69 6. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Desember 2004 Pulau Panggang 70 7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup N0.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut... 71
3. Parameter fisika-kimia di perairan Pulau Pramuka... 72
9. Parameter fisika-kimia di perairan Pulau Panggang ... 73
10. Tabel ANOVA hasil analisis rgeresi antara kelimpahan plankton dengan fisika-kimia perairan ... 74
11. Indeks similaritas Bray Curtis... 78
12. Curah hujan bulan Oktober dan November 2004 ... 86
13. Curah hujan bulan Desember 2004 ... 87
14. Jenis-jenis plankton yang ditemukan ... 88
A. Latar Belakang
Kondisi suatu lingkungan perairan merupakan suatu sistem yang kompleks
dan terdiri dari berbagai macam parameter yang saling berpengaruh satu sama
lainnya. Beberapa parameter tersebut antara lain parameter fisika, kimia dan
biologi. Plankton sebagai salah satu parameter biologi dipengaruhi oleh
parameter lainnya dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam
menunjang kehidupan organisme lainnya. Plankton dapat dibagi menjadi
fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton berperan sebagai produsen primer
yaitu organisme yang dapat mengubah senyawa anorganik menjadi senyawa
organik dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis. Keberadaan
zooplankton sangat dipengaruhi oleh adanya fitoplankton, karena fitoplankton
merupakan sumber makanan bagi zooplankton. Selain dipengaruhi oleh
fitoplankton, kelimpahan zooplankton juga dipengaruhi oleh kualitas air sebagai
pendukung kehidupan plankton. Peranan zooplankton sebagai konsumen pertama
yang menghubungkan fitoplankton dengan karnivora kecil maupun besar, yang
sangat mempengaruhi rantai makanan di dalam perairan. Plankton merupakan
mata rantai yang sangat penting dalam menunjang kehidupan organisme lainnya,
sehingga perlu dikaji. Pengkajian tersebut diharapkan dapat memberikan
gambaran terhadap produktivitas perairan sehingga dapat dipergunakan sebagai
kebijakan dalam pengelolaan di perairan kedua pulau tersebut.
Kepulauan Seribu yang terletak ± 45-47 km sebelah utara Jakarta,
merupakan gugusan pulau karang. Secara administratif, kawasan ini termasuk
Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta Utara. Pulau-pulau di
Kepulauan Seribu berkeping 0-7 m diatas permukaan laut. Pulau Pramuka dan
Pulau Panggang merupakan dua pulau yang termasuk kedalam wilayah kerja
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Kegiatan manusia seperti pariwisata,
perikanan budidaya, pemukiman penduduk dan jalur transportasi di kedua pulau
ini akan berdampak terhadap kondisi fisika, kimia dan biologi perairan. Dampak
yang disebabkan oleh manusia ini adalah seperti rusaknya habitat biota laut dan
plankton, sehingga perlu dilakukan pengkajian tentang struktur komunitas
plankton dengan kondisi lingkungan perairan daerah tersebut.
B. Pendekatan Masalah
Plankton dalam perairan dapat perairan dapat menyebar secara acak atau
mengelompok. Keberadaan plankton dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya
seperti kondisi fisika, kimia dan biologi perairan. Kegiatan manusia seperti
transportasi, budidaya, pariwisata secara langsung atau tidak langsung dapat
mengakibatkan perubahan badan air. Hal tersebut menyebabkan perubahan
struktur komunitas biota di dalamnya yang diantaranya adalah plankton.
Secara sederhana pendekatan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1 dibawah ini :
Gambar 1. Kerangka pendekatan studi
C. Tujuan
Penelitian bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas plankton secara
spasial dan temporal yang meliputi kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman
dan dominansi serta hubungannya dengan beberapa parameter fisika-kimia di
perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Kegiatan di Perairan Pulau
Pramuka dan Pulau Panggang :
- Transportasi
- Pariwisata
- Budidaya
- Pemukiman Penduduk
Kondisi Fisika, kimia dan biologi perairan (suhu,
kecerahan, kekeruhan, salinitas, pH, DO, COD, NO2, NO4, PO4, kompetisi, grazing dsb)
Plankton
(fitoplankton, zooplankton) Distribusi, komposisi (Spasial, temporal)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kelurahan Pulau Panggang merupakan satu dari enam kelurahan yang ada di
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Kelurahan ini termasuk wilayah
Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Secara geografis kelurahan yang terdiri dari
13 pulau ini terletak pada posisi geografis 5o40’00” –5o47’00” LS dan 106o8’00” – 106o28’00’ BT. Luas Kelurahan Pulau Panggang meliputi areal perairan hampir sekitar ± 58,5 km2 dan panjang garis pantai 22,74 km (Suwandi dkk, 2001 in
Abdurrohman, 2005). Sembilan pulau dari gugus pulau di kelurahan Pulau
Panggang termasuk dalam wilayah kerja Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu
sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 185/Kpts-II/1997 tanggal
31 Maret 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dan Unit
Taman Nasional. Menurut ketentuan di atas pulau-pulau tersebut yaitu Pulau
Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Karya, Pulau Kotok Besar, Pulau Kotok Kecil,
Pulau Opak Kecil, Pulau Karang Bongkok, Pulau Karang Congkak dan Pulau
Semak Daun termasuk zona pemanfaatan tradisional yang mempunyai fungsi
sebagai penyaring dampak negatif dari kegiatan manusia di dalam maupun di luar
kawasan. Keberadaan zona ini sangat penting bagi kawasan konservasi laut,
sebab untuk menentukan garis batas yang tegas di kawasan Taman Nasional
Kepulauan Seribu sangat sulit dilakukan. Disamping itu Pulau Semak Daun
merupakan pulau Cagar Alam dengan fungsi pokok pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, yaitu tempat bertelur, mencari makan
dan tumbuh menjadi dewasa penyu sisik (Eretmochelys imbricata) serta tempat
beristirahatnya burung-burung yang dilindungi seperti raja udang (Halycon
capensis), camar laut (Larus sp), pecuk ular (Anhinga melanogaster) dan dara laut (Ducula bicolor) (Abdullah, 2000).
Dari 13 pulau-pulau yang ada di Kelurahan Pulau Panggang hanya dua
pulau ada pemukimannya, yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Panggang. Pulau
Pramuka saat ini merupakan Ibukota Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu.
Pulau-pulau lain dimanfaatkan untuk berbagai tujuan antara lain yaitu resort
Bangkok, Pulau Karang Congkak, Pulau Kotok Kecil). Pulau Peniki
dipergunakan untuk kepentingan lalu lintas kapal (mercu suar).
Perairan Kelurahan Pulau Panggang merupakan daerah penangkapan ikan
dan sumber daya hayati lain (seperti rumput laut, padang lamun, terumbu karang
dan lain-lain). Kegiatan perikanan tangkap dilakukan di sekitar Taman Nasional
Laut Kepulauan Seribu di zona pemanfaatan tradisional. Sebagaimana di kawasan
Kepulauan Seribu lainnya, beberapa lokasi di kawasan pantai maupun di
pulau-pulau kecil yang tersebar di kelurahan Pulau Panggang berpotensi sebagai tempat
kegiatan wisata dan rekreasi. Hal ini menarik investor untuk berinvestasi
(Abdullah, 2000).
B. Plankton
1. Definisi Plankton
Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun
1887, berasal dari bahasa Yunani yang artinya mengembara (Welch, 1952 in
Basmi, 1999). Plankton adalah organisme renik yang melayang-layang dalam air
atau mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah, pergerakannya selalu
dipengaruhi oleh gerakan masa air.(Odum, 1971; Newell dan Newell, 1977).
Nybakken (1992) membagi plankton berdasarkan ukuran plankton dalam
lima golongan yaitu : megaplankton ialah organisme planktonik yang berukuran
lebih dari 2000 µm, makroplankton ialah organisme planktonik yang berukuran
200-2000 µm, sedangkan mikroplankton berukuran 20-200 µm. Ketiga golongan
lainnya yaitu nanoplankton yang berukuran 2-20 µm, dan ultrananoplankton
organisme yang memiliki ukuran kurang dari 2 µm. Plankton dapat dibagi
menjadi dua golongan yaitu fitoplankton yang terdiri dari tumbuhan renik bebas
bergerak dan mampu berfotosintesis sedangkan zooplankton ialah hewan yang
bersifat planktonik.
Fitoplankton merupakan nama umum untuk plankton tumbuhan atau
plankton nabati yang terdiri dari beberapa kelas. Beberapa kelas dari fitoplankton
yang sering dijumpai dalam lingkungan perairan adalah dari kelas diatom (kelas
Bacillariophyceae), Dinoflagellata (kelas Dinophyceae) dan ganggang hijau (kelas
menyebabkan terjadinya blooming algae atau biasa disebut red tide (pasang merah) yang dapat menyebabkan invertebrata dan ikan mati secara masal serta
merugikan petambak. Zooplankton berbeda dengan fitoplankton baik jumlah fila
maupun dalam daur hidupnya. Semua fila hewan terwakili didalam kelompok
zooplankton yaitu mulai dari filum Protozoa sampai filum Chordata (hewan
bertulang belakang). Dilihat dari cara hidupnya dibedakan atas holoplankton dan
meroplankton (Goldman and Horne (1983) in Basmi, 1988). Holoplankton adalah plankton hewani yang seluruh masa hidupnya dilalui sebagai plankton seperti
Chaetognata dan Copepoda sedangkan meroplankton adalah plankton hewan yang
masa awal dari siklus hidupnya dilalui sebagai plankton dan sesudah dewasa akan
hidup menjadi nekton atau benthos. Zooplankton dijumpai hampir diseluruh
habitat akuatik tetapi kelimpahan dan komposisinya bervariasi tergantung kepada
keadaan lingkungan dan biasanya terkait erat dengan perubahan musim. Faktor
fisika-kimia seperti suhu, intensitas cahaya, salinitas, pH dan zat pencemar
memegang peranan penting dalam menentukan keberadaan (kelimpahan) dari
jenis plankton di perairan. Sedangkan faktor biotik seperti tersedianya pakan,
banyaknya predator dan adanya pesaing dapat mempengaruhi komposisi spesies
(Nybakken, 1992).
Keberadaan fitoplankton dalam suatu perairan sangat penting karena :
1. Fitoplankton merupakan organisme autotrof (produsen primer) dan
penghasil oksigen dalam perairan.
2. Fitoplankton merupakan makanan alami zooplankton dan beberapa jenis
ikan kecil maupun dewasa.
3. Fitoplankton yang mati akan tenggelam ke dasar perairan dan akan
diuraikan oleh bakteri menjadi bahan organik (Wetzel, 2001).
Dalam proses fotosintesisnya, fitoplankton memanfaatkan dan mengubah
unsur-unsur anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan cahaya matahari.
Kemampuan dalam menyerap cahaya matahari oleh seluruh permukaan sel
menjadikan peranannya lebih penting dari pada tanaman air (Davis, 1955).
Plankton dapat digunakan sebagai indikator suatu perairan. Perairan yang
tercemar menyebabkan perubahan struktur komunitas plankton terutama pada
indikator kualitas perairan, dimana perairan eutrof ditandai dengan adanya
blooming spesies tertentu dari fitoplankton (Boyd,1979).
2. Hubungan Zooplankton dan Fitoplankton
Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton Harvey et al. (1935) in Basmi (1988) dan Nybakken (1992) dengan mengemukakan teori
grazing, yang menyatakan jika di suatu perairan terdapat populasi zooplankton yang tinggi maka populasi fitoplankton akan menurun karena dimangsa oleh
zooplankton. Pertumbuhan fitoplankton adalah mengikuti laju pertumbuhan yang
differensial, zooplankton mempunyai siklus reproduksi lebih lambat maka untuk
mencapai populasi maksimum akan membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan fitoplankton. Steeman-Nielsen (1975) in Basmi (1988). Ada
hubungan yang sangat erat antara fitoplankton dengan zooplankton, pada musim
panas jumlah fitoplankton akan melebihi zooplankton sedangkan pada musim
penghujan jumlah fitoplankton menurun akibat berkurangnya sinar matahari
sehingga jumlah zooplankton melebihi fitoplankton.
C. Ekologi Plankton
Plankton sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (fisika, kimia dan
biologi) di sekitarnya, seperti :
1. Suhu
Suhu merupakan parameter penting dalam lingkungan laut dan berpengaruh
secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan di laut. Menurut
Pescod (1973), suhu air mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi perairan.
Pengaruh suhu secara langsung menentukan kehadiran dari spesies akuatik,
mempengaruhi pemijahan, penetasan, aktivitas dan pertumbuhan organisme.
Sedangkan secara tidak langsung dapat menyebabkan perubahan kesetimbangan
kimia. Suhu juga merupakan fungsi dari kelarutan gas-gas dalam air laut dimana
kelarutan akan meningkat pada saat temperatur rendah (Sumich,1992). Pengaruh
secara tidak langsung terjadi pada keberadaan unsur hara di laut. Hal ini dikaitkan
dengan laju metabolisme organisme air, dimana pada suhu yang tinggi laju
pemanfaatan hasil fotosintesis yang akan mempengaruhi proses regenerasi unsur
hara. Tingginya suhu air berkaitan dengan besarnya intensitas cahaya matahari
yang masuk ke perairan, karena intensitas cahaya yang masuk menentukan derajat
panas. Semakin banyak sinar matahari yang masuk maka suhu semakin tinggi
dan bertambahnya kedalaman akan mengakibatkan suhu menurun Welch (1980)
in Basmi (1999). Radiasi sinar matahari hanya dapat menghangatkan sebagian
kecil lapisan air di permukaan, lebih dari 90 % panas yang ada dapat diserap
hingga kedalaman 20 meter pada perairan yang jernih, dan hingga kedalaman 4
meter untuk perairan pesisir, lebih dari itu pemanasan yang terjadi diakibatkan
oleh pencampuran massa air laut lapisan dalam dengan massa air di permukaan.
Menurut Nontji (1987) suhu air dipengaruhi oleh kondisi meteorologi.
Faktor-faktor yang berperan adalah curah hujan, penguapan, kelembapan udara,
kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Oleh sebab itu, suhu di
permukaan biasanya mengikuti pola musiman. Dalam setahun terdapat dua suhu
maksimum masing-masing terjadi pada musim peralihan awal tahun sekitar awal
April-Mei dan musim peralihan akhir sekitar bulan November. Hal ini terjadi
karena pada musim peralihan angin biasanya lemah dan laut sangat tenang
sehingga proses pemanasan di permukan dapat terjadi lebih kuat. Pada musim
barat sekitar Desember-Februari suhu turun mencapai minimum yang bertepatan
pula dengan angin yang kuat dan curah hujan yang tinggi. Rendahnya suhu pada
musim barat disebabkan oleh masukan air hujan dan dan masukan massa air dari
timur laut yang dingin. Pada musim barat suhu air permukaan lebih rendah yakni
antara 26 – 27•C di Perairan L aut China Selatan. Suhu permukaan air di Perairan Nusantara umumnya berkisar antara 28 – 30•C.
2. Kecerahan
Kecerahan air ditunjukkan dengan kedalaman secchi disk. Kedalaman
secchi disk berhubungan erat dengan intensitas sinar matahari yang masuk ke suatu perairan. Kemampuan daya tembus sinar matahari ke perairan sangat
ditentukan oleh warna perairan, kandungan bahan–bahan organik maupun
anorganik yang tersuspensi dalam perairan, kepadatan plankton, jasad renik dan
Kedalaman secchi disk merupakan ukuran kejernihan perairan yang menggambarkan sifat optik perairan terhadap transmisi cahaya. Kedalaman
secchi disk merupakan faktor yang menentukan produktivitas primer perairan. Semakin tinggi kedalaman secchi disk semakin dalam penetrasi cahaya ke dalam air, yang selanjutnya akan meningkatkan ketebalan lapisan air yang produktif.
Tebalnya lapisan air yang produktif memungkinkan terjadinya pemanfaatan unsur
hara secara kontinyu oleh produsen primer, akibatnya kandungan unsur hara
menjadi berkurang yang selanjutnya produsen primer dibatasi oleh tingkat
regenerasi unsur hara (Sumich, 1992).
3. Kekeruhan
Kekeruhan adalah gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang
ditentukan berdasarkan banyaknya sinar (cahaya) yang dipancarkan dan diserap
oleh partikel-partikel yang ada dalam air tersebut (APHA,1989). Kekeruhan yang
tampak di perairan dapat berasal dari bahan-bahan tersuspensi seperti : lumpur,
pasir, bahan organik dan anorganik, plankton dan organisme mikroskopik lainnya.
Kekeruhan yang tinggi dapat menganggu proses respirasi organisme perairan
karena akan menutupi insang ikan. Kekeruhan juga menghalangi penetrasi cahaya
matahari ke dalam air sehingga secara tidak langsung mengganggu proses
fotosintesis fitoplankton.
4. Nitrogen
Senyawa nitrogen terdapat di perairan laut dalam bentuk yang beragam
mulai dari molekul nitrogen terlarut hingga bentuk anorganik dan organik.
Senyawa nitrogen merupakan salah satu senyawa yang sangat penting dalam air
laut (Saeni, 1989). Senyawa nitrogen dalam air laut terdapat dalam tiga bentuk
yaitu ammonia, nitrit dan nitrat. Senyawa nitrogen tersebut sangat dipengaruhi
oleh kandungan oksigen bebas dalam air. Pada saat oksigen rendah, nitrogen
bergerak menuju ammonia, sedangkan pada saat kadar oksigen tinggi nitrogen
bergerak menuju nitrat. Dengan demikian, nitrat merupakan akhir dari oksidasi
dalam senyawa nitrat merupakan zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan
oleh pertumbuhan fitoplankton.
Menurut Millero dan Sohn (1992) keberadaan nitrat di lapisan permukaan
laut juga diatur oleh proses biologi dan fisika. Pemanfaatan nitrat oleh
fitoplankton terjadi selama berlangsung proses fotosintesis dan bergantung pada
intensitas matahari. Proses regenerasi NO3- sebagian oleh bakteri pengoksidasi
dari nitrogen organik, yang kemudian melepaskan NH4+ dan PO42-, selanjutnya
NH4+ akan mengalami oksidasi menjadi NO3- seperti terlihat dalam Gambar 2.
Gambar 2. Siklus nitrogen di laut (Milero dan Sohn, 1992)
Bentuk senyawa nitrogen yang paling dominan adalah ion nitrat (NO3
-) dan
sangat penting bagi pertumbuhan fitoplankton. Sedangkan ammonia (NH3)
adalah hasil buangan yang penting dari zooplankton yang selanjutnya siap untuk
dioksidasi menjadi ion nitrit (NO2-) dan tahap berikutnya akan dioksidasi kembali
menjadi ion nitrat (NO3-). Pada kondisi yang anoksik, penurunan nitrat menjadi
ammonia atau molekul nitrogen dapat terjadi oleh bakteri denitrifikasi.
Nitrat (NO3-) adalah nutrien utama bagi pertumbuhan fitoplankton dan algae.
Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil yang dihasilkan dari proses
oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Konsentrasi nitrat di suatu
perairan diatur dalam proses nitrifikasi. Nitrifikasi yang merupakan proses
oksidasi ammonia yang berlangsung dalam kondisi aerob menjadi nitrit dan nitrat
adalah proses penting dalam siklus nitrogen. Oksidasi ammonia (NH3) menjadi
menjadi nitrat (NO3) dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri ini
adalah bakteri kemotrofik yaitu bakteri yang mendapatkan energi dari proses
kimiawi (Effendi, 2003).
Menurut Hutagalung dan Rozak (1997) distribusi vertikal nitrat di laut
menunjukkan bahwa kadar nitrat semakin tinggi bila kedalaman laut bertambah
dan dari distribusi horizontal kadar nitrat semakin tinggi menuju pantai. Hal ini
dikarenakan masuknya bahan-bahan organik ke dalam perairan melalui sungai dan
run off dari daratan dan limbah rumah tangga (Brotowidjoyo et al, 1995). Konsentrasi nitrat pada lapisan eufotik ditentukan oleh transfer advektif dari nitrat
ke lapisan permukaan, oksidasi ammonia oleh mikroba dan pemanfaatan oleh
produsen primer. Jika penetrasi cahaya matahari ke dalam air cukup, tingkat
pemanfaatan nitrat oleh oleh produsen primer biasanya lebih cepat daripada
transpor nitrat ke lapisan permukaan. Oleh karena itu, konsentrasi nitrat di hampir
semua perairan pada lapisan permukaan mendekati nol Grashoff et al., (1983) in
Hutagalung dan Rozak (1997).
Ammonia (NH3) dan garam–garamnya bersifat mudah larut dalam air laut.
Sumber ammonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik (protein
dan Urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air. Selain itu,
sumber ammonia dapat berasal dari dekomposisi bahan organik (biota akuatik
yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur dikenal dengan istilah
ammonifikasi. Ammonia dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik.
Persentase ammonia bebas meningkat dengan meningkatnya pH dan suhu
perairan. Toksisitas ammonia terhadap organisme akuatik meningkat dengan
penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu (Effendi, 2003). Konsentrasi
ammonia di perairan laut menunjukkan variasi yang tinggi dan dapat berubah
dengan cepat. Seringkali bentuk kelimpahan tertinggi dari nitrogen anorganik
pada lapisan permukaan setelah periode produktivitas yaitu ketika fitoplankton
berkembang melepaskan bagian yang terbesar dari nitrat dan fosfat. Pada proses
asimilasi oleh fitoplankton, ammonia digunakan untuk sintesa protein.
5. Fosfor
Unsur fosfor merupakan salah satu unsur esensial bagi pembentukan protein
dan metabolisme sel organisme. Fosfat merupakan salah satu zat hara yang
diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
hidup organisme di laut (Nybakken, 1992). Fosfat yang terdapat dalam air laut
baik terlarut maupun tersuspensi keduanya berada dalam bentuk anorganik dan
organik. Senyawa fosfat anorganik yang terkandung dalam air laut umumnya
berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat, H3PO4, kira–kira 10 % dari fosfat
anorganik terdapat sebagai ion PO43- dan sebagian besar (90 %) dalam bentuk
HPO42- (Hutagalung dan Rozak, 1997).
Fosfor yang diserap oleh organisme tumbuhan adalah dalam bentuk
orthofosfat. Sumber fosfor dalam perairan dapat berasal dari udara, pelapukan
batuan, dekomposisi bahan organik, pupuk buatan (limbah pertanian), limbah
industri, limbah rumah tangga dan mineral-mineral fosfat (Saeni, 1989). Fosfor
sering dianggap sebagai faktor pembatas, hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa
fosfor sangat diperlukan dalam transfer energi.
Berdasarkan uraian di atas, siklus fosfor di laut dapat dilihat seperti dalam
Gambar 3.
Berdasarkan siklus fosfor di laut (Gambar 3), Millero dan Sohn (1992)
menggambarkan bahwa keberadaan berbagai bentuk fosfat di laut dikendalikan
oleh proses biologi dan fisika. Pemanfaatan fosfat oleh fitoplankton terjadi
selama proses fotosintesis. Ketika fitoplankton mati, fosfor organik dengan cepat
berubah menjadi fosfat. Banyak fitoplankton dimakan oleh zooplankton yang
dalam prosesnya menghasilkan fosfat. Hidrolisis fosfor organik terjadi dengan
cepat melalui proses fosforilases. Proses dekomposisi fitoplankton yang mati juga
berperan dengan bantuan bakteri untuk menghasilkan fosfor anorganik. Bentuk
polifosfat di daerah pantai dan sungai banyak yang berasal dari deterjen dan jika
mengalami degradasi akan menghasilkan ortofosfat.
Menurut Hutagalung dan Rozak (1997) secara umum kandungan fosfat
meningkat terhadap kedalaman. Kandungan fosfat yang rendah dijumpai di
permukaan dan kandungan fosfat yang lebih tinggi dijumpai pada perairan yang
lebih dalam. Keberadaan unsur hara di suatu lokasi perairan merupakan
kontribusi kompleks yang bersumber dari proses upwelling, transportasi horizontal massa air (arus permukaan), suplai dari sistem sungai (daratan) dan
proses kehidupan dalam perairan tersebut (Sanusi, 1994). Sehubungan dengan
kebutuhan bagi pertumbuhan fitoplankton, kisaran ortofosfat yang optimum
adalah 0,09–1,80 ppm. Mackentum (1969) in Basmi (1999) senyawa ortofosfat merupakan faktor pembatas bila kadarnya di bawah 0,004 ppm, sementara pada
kadar lebih dari 1,0 ppm PO4-P dapat menimbulkan blooming. Berdasarkan
klasifikasi kesuburan yang disajikan pada Tabel 1, menunjukkan bahwa
konsentrasi fosfat yang optimum terdapat di perairan dengan tingkat kesuburan
yang sedang hingga tinggi.
Tabel 1. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan PO4-P
(Yoshimura, 1969 in Sanusi, 1994)
Kisaran Nilai PO4-P (ppm ) Tingkat Kesuburan
0,000 – 0,020 Rendah
0,021 – 0,050 Sedang
0,051 – 0,100 Tinggi
6. Salinitas
Salinitas adalah jumlah gram garam terlarut dalam satu kilogram air laut dan
dinyatakan dalam satuan perseribu (Nybakken, 1992). Selanjutnya dinyatakan
bahwa dalam air laut terlarut bermacam-macam garam terutama natrium klorida.
Selain itu terdapat pula garam-garam magnesium, kalsium, kalium dan sebagainya
(Nontji, 1987). Sebaran salinitas di laut di pengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain pola sirkulasi, penguapan, curah hujan dan aliran sungai.
Pada bulan Februari arus musim barat bergerak dari Laut China Selatan
menuju Laut Jawa dan Flores. Pada bulan Agustus situasi ini berbalik dengan
berkembangnya musim timur. Saat itu adalah musim kemarau di bagian barat
Indonesia hingga pengenceran di Paparan Sunda terjadi lebih sedikit. Air
bersalinitas tinggi berbalik arah, kini mengalir dari timur mendorong air
bersalinitas rendah kembali ke barat. Akibat isohaline 33 ‰ menyusup masuk
sampai ke pertengahan Laut Jawa kira-kira sampai di utara Semarang (Nontji,
1987). Salinitas laut terbuka umumnya hanya berkisar antara 33 ‰ hingga 37 ‰
tergantung dari seberapa besar proses evaporasi dan curah hujan yang terjadi
(Royce,1973).
7. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan
dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. Karbonat, hidroksida
dan bikarbonat akan meningkatkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam
mineral bebas dan asam bikarbonat meningkatkan keasaman (Saeni,1989).
Nilai pH ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas biologis
misalnya fotosintesis dan respirasi organisme, suhu dan keberadaan ion-ion dalam
perairan tersebut (Pescod, 1973). Perubahan nilai pH air laut (asam atau basa)
akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas biologis. Keberadaan
unsur hara di laut secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh perubahan nilai
pH. Jika nilai pH di laut bersifat asam berarti kandungan oksigen terlarut rendah.
Hal ini akan mempengaruhi kegiatan mikroorganisme dalam proses dekomposisi
bahan organik. Salah satunya terjadi proses denitrifikasi yaitu proses
Produksi akhir dari proses tersebut akan menghasilkan gas inert yang tidak dapat dipakai secara langsung. Akibatnya kandungan unsur hara yang dapat
dimanfaatkan akan menurun. pH di perairan laut umumnya berkisar antara
8.1-8.3 pada lapisan permukaan. Pada perairan yang lebih dalam dimana kandungan
oksigen lebih rendah, nilai pH umumnya 7.5, dan di lapisan dasar yang stagnan
serta ditemui adanya gas H2S nilai pH biasanya • 7.0.
8. DO (Dissolved Oxygen)
DO menunjukkan banyaknya oksigen terlarut yang terdapat di dalam air
yang dinyatakan dalam ppm. Oksigen di perairan berasal dari proses fotosintesis
dari fitoplankton atau jenis timbuhan air, dan melalui proses difusi dari udara
(APHA,1989). Senyawaan oksigen di air terdapat dalam dua bentuk ; yaitu terikat
dengan unsur lain (NO3-, NO2-, PO4-,CO2,CO3-, dll) dan dalam bentuk senyawa
bebas (O2). Kadar oksigen terlarut dalam perairan alami tergantung pada suhu,
salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer (Effendi, 2003). Kadar oksigen
terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman tergantung pada
pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) masa air, aktifitas fotosintesis, respirasi dan limbah (effluent) yang masuk kedalam badan air. Penurunan DO di air dapat terjadi karena suhu yang tinggi, proses respirasi, masukan bahan organik,
proses dekomposisi serta tingginya salinitas. Penurunan oksigen terlarut dalam
air dapat disebabkan karena suhu yang tinggi, proses respirasi, masukan bahan
organik, proses dekomposisi serta tingginya salinitas. Kelarutan oksigen dan
gas-gas lainnya juga berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen
di laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar (Effendi,
2003).
Oksigen sangat penting bagi hampir seluruh kehidupan organisme, sehingga
keberadaanya sangat membatasi distribusi dari berbagai jenis tumbuhan dan
hewan. Berkurangnya kadar oksigen di perairan disebabkan oleh beberapa hal
9. BOD5 (Biological Oxygen Demand)
BOD menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh dekomposer
(bakteri) untuk menguraikan bahan-bahan organik menjadi bahan-bahan
anorganik (dekomposisi aerobik) selama periode waktu tertentu, sehingga BOD
menunjukkan tingkat kebutuhan oksigen untuk proses dekomposisi secara
biologis (Effendi, 2003). Tinggi rendahnya BOD ditentukan oleh suhu, densitas
plankton, keberadaan mikroba serta jenis dan keberadaan bahan organik yang
terdapat dalam perairan.
10. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD menggambarkan tingkat kebutuhan oksigen untuk penguraian bahan
oganik baik secara kimiawi maupun biologis atau dalam kata lain menyatakan
jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik
yang terdapat di perairan menjadi CO2 dan H2O. Seperti halnya BOD, nilai COD
akan meningkat dengan semakin banyaknya bahan organik yang terdapat di
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang
pada bulan Oktober-Desember 2004. Waktu pengambilan sampel air dilakukan
antara pukul 09.00-13.00 WIB pada waktu air surut di perairan kedua pulau
tersebut. Pengambilan sampel air dan plankton dilakukan sekali dalam sebulan
dan bulan Oktober dan November termasuk dalam musim peralihan, sedangkan
bulan Desember merupakan awal musim penghujan (Arinardi et al, 1997). Analisis fisika dan kimia air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen
Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Sedangkan analisis plankton, dilakukan di Laboratorium
Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan sampel plankton antara
lain: ember volume 10 liter, botol sampel 30 ml, plankton net ukuran 45µm dan
3-5 tetes Lugol sebagai pengawet. Identifikasi sampel plankton dilakukan dengan
menggunakan mikroskop dan Sedgewick Rafter Cell (volume 1ml) dengan metode penyapuan dan buku identifikasi plankton dari Yamaji (1966) baik untuk sampel
fitoplankton maupun zooplankton.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah Kemmerer water sampler, DO meter model TOA DO-20A dengan tingkat ketelitian 0.01 mg/l, secchi disk
diameter 20 cm, turbidimeter model CORONA OT-11, spektrofotometer model
MILTON ROY SPECTRONIC 20D, hand refraktometer model ATAGO tipe
8803, botol sampel volume 500 ml, pH meter model TOA HM-11p dengan
diantaranya adalah es (pendingin sampel), H2SO4 dan bahan-bahan lain yang
digunakan untuk analisa kualitas air.
C. Metode Penelitian
1. Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh
Pengambilan sampel air dilakukan di enam stasiun yang dibedakan
berdasarkan karakteristik masing-masing stasiun. Stasiun pengamatan tersebut
meliputi :
Stasiun pengamatan Pulau Pramuka:
• Stasiun 1 : Daerah dengan karakteristik pelabuhan
• Stasiun 2 : Daerah dengan karakteristik perairan terbuka.
• Stasiun 3 : Daerah dengan karakteristik dekat pemukiman penduduk.
• Stasiun 4 : Daerah dengan karakteristik lamun
• Stasiun 5 : Daerah dengan karakteristik tempat budidaya (bandeng)
• Stasiun 6 : Daerah dengan karakteristik tempat penanaman mangrove.
Stasiun pengamatan Pulau Panggang :
• Stasiun 1 : Daerah dengan karakteristik pelabuhan
• Stasiun 2 : Daerah dengan karakteristik dekat pemukiman penduduk.
• Stasiun 3 : Daerah dengan karakteristik bekas pelabuhan
• Stasiun 4 : Daerah dengan karakteristik lamun
• Stasiun 5 : Daerah dengan karakteristik budidaya
• Stasiun 6 : Daerah dengan karakteristik pangkalan perahu.
Gambar 4. Lokasi dan stasiun penelitian (Awaludin, 2002).
2. Parameter Fisika-Kimia
Parameter fisika kimia perairan yang dianalisis terdiri dari 12 parameter.
Parameter fisika kimia dianalisis secara insitu dan exsitu seperti yang terlihat dalam Tabel 2. Analisis secara exsitu dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Departemen Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan berupa analisis contoh air. Pengukuran parameter suhu menggunakan
termometer Hg, parameter salinitas diukur dengan menggunakan hand
refraktometer, parameter pH diukur dengan pH meter, kecerahan perairan diukur dengan menggunakan secchi disk dengan diameter 20 cm, dan oksigen terlarut diukur dengan alat DO meter.
Contoh air diperoleh dengan mengambil pada kedalaman sampai 50 cm dari
sampler sebanyak satu kali untuk masing-masing stasiun pengamatan. Contoh air yang sudah diambil kemudian dimasukan kedalam botol sampel ukuran 500 ml
dan diawetkan dengan menggunakan H2SO4 pekat sebanyak 0,5 ml atau sekitar 10
tetes sampai pH 2 untuk analisis parameter nitrat dan COD, sedangkan untuk
parameter nitrit, ammonia, ortofosfat, diawetkan dengan HgCl sebanyak 0,5 ml
(10 tetes). Selanjutnya air sampel dimasukan kedalam ice box kemudian dibawa ke laboratorium dan disimpan di dalam freezer untuk di analisis. Waktu dari pengambilan sampel sampai dianalisis kurang lebih 24 jam, sebelum dianalisis
sampel air setelah dikeluarkan dari freezer kemudian dibiarkan terlebih dahulu sampai kondisi suhunya normal pada suhu kamar antara 26-28 •C. Parameter kekeruhan diukur dengan menggunakan turbidimeter, parameter BOD dan COD
dilakukan secara titrasi, sedangkan untuk parameter nitrat, nitrit, ammonia, dan
ortofosfat dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang
masing-masing untuk parameter nitrat, nitrit, ammonia, dan ortofosfat sebesar 410
nm, 543 nm, 640 nm, dan 880 nm.
3. Parameter Biologi
Parameter biologi yang dianalisis adalah fitoplankton dan zooplankton.
Sampel fitoplankton diambil dengan cara menyaring air lapisan permukaan
sebanyak 100 liter dengan menggunakan ember volume 10 liter. Sampel tersebut
disaring menggunakan plankton net dengan ukuran 45 µm, air sampel yang
tersaring dimasukan dalam botol sampel volume 30 ml dan diawetkan dengan
menggunakan pengawet Lugol sebanyak 3-5 tetes. Saat analisis, diambil
sebanyak 1 ml menggunakan pipet dan diamati dengan menggunakan Sedgewick Rafter Cell (volume 1ml) dan mikroskop.
D. Pengumpulan Data
Data yang diperoleh adalah data primer hasil pengamatan secara langsung di
Tabel 2. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur.
Parameter Unit Alat Metode Analisis
A. Fisika
1. Suhu •C Termometer Pemuaian Insitu
2. Kecerahan meter Secchi Disk Visual Insitu
3. Kekeruhan NTU Turbidity meter Refraksi cahaya Laboratorium
B. Kimia
1. pH - pH meter Visual Insitu
2. Salinitas ‰ Refraktometer Refraksi cahaya Insitu
3. Oksigen Terlarut mg/l DO meter Elektroda Insitu
4. Nitrogen
a. Nitrat mg/l Spektrofotometer Brucine Laboratorium
b. Nitrit mg/l Spektrofotometer Indophenol Laboratorium
c. Ammonia mg/l Spektrofotometer Sulfanilamide Laboratorium
5. Ortofosfat Spektrofotometer Molybdate ascorbic acid Laboratorium
6. BOD mg/l Titrasi Winkler Laboratorium
7. COD mg/l Titrasi Incubation Reflux Laboratorium
E. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan
membandingkan data hasil pengolahan dengan referensi yang ada dan standar
baku mutu air laut bagi peruntukan kegiatan perikanan berdasarkan Kep MENLH
No. 51 Tahun 2004 untuk melihat kondisi perairan secara umum. Hasil
pembandingan tersebut selanjutnya digunakan untuk penarikan kesimpulan
mengenai kondisi kualitatif perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada
penelitian.
1. Analisis Kelimpahan
Kelimpahan plankton didefinisikan sebagai jumlah individu atau sel per
satuan volume (dalam m3). Untuk fitoplankton dinyatakan dalam sel/m3, sedangkan zooplankton dinyatakan dalam ind/m3. Jumlah individu atau sel plankton dalam 1 m3 air dihitung dengan menggunakan metode penyapuan sebanyak 2 kali ulangan yaitu sebagai berikut (Basmi, 2000):
N = ni x 1/Vd x Vt/Vs x 1000
Dengan ketentuan :
ni = Jumlah individu atau sel spesies ke-i yang tercacah
Vd = Volume air yang disaring (liter)
Vt = Volume air tersaring (30ml)
Vs = Volume sampel di bawah gelas penutup (ml)
1000 = Konversi dalam m3
2. Analisis Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman jenis adalah suatu pernyataan atau penggambaran
secara matematik yang melukiskan struktur kehidupan dan dapat mempermudah
menganalisa informasi-informasi tentang jenis dan jumlah organisme.
Penghitungan indeks keanekaragaman fitoplankton dan zooplankton dilakukan
dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener (Basmi, 1999) yaitu :
n
H’ = - ∑
∑ pi ln pi
; dengan pi = ni/N i = 0Dengan ketentuan :
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (nits/individu)
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
Penggolongan kondisi komunitas biota berdasarkan H’ ( Basmi, 1999) adalah :
H’ < 2,30 = Keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas rendah.
2,30 < H’< 6,91 = Keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang.
H’ > 6,91 = Keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas tinggi.
3. Analisis Keseragaman
Penyebaran jumlah individu pada masing-masing organisme dapat
ditentukan dengan membandingkan nilai indeks keanekaragaman dengan nilai
maksimumnya. Analisis indeks keseragaman fitoplankton dan zooplankton
menggunakan rumus sebagai berikut (Odum, 1993) :
Keterangan : E = Indeks Keseragaman H’ = Indeks Keanekaragaman
Hmaks = ln S
S = Jumlah Spesies
Dari perbandingan ini akan didapatkan nilai E antara 0 sampai 1, semakin
kecil nilai E maka semakin kecil juga keseragaman suatu populasi, artinya
penyebaran jumlah individu tiap genus tidak sama dan ada kecenderungan bahwa
suatu genera mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai E,
maka populasi menunjukkan keseragaman yaitu jumlah individu setiap genus
dapat dikatakan relatif sama, atau tidak jauh berbeda (Odum,1993;Basmi,2000).
4. Analisis Dominansi
Indeks dominansi digunakan untuk melihat ada tidaknya suatu jenis tertentu
yang mendominasi dalam suatu jenis populasi. Perhitungan indeks dominansi
untuk fitoplankton dan zooplankton menggunakan rumus indeks dominansi
Simpson sebagai berikut (Odum, 1993) :
s
C = ∑∑ [ ni/N ]2
i =1
Dengan ketentuan :
C = Indeks dominansi Simpson
ni = Jumlah individu ke-i
N = Jumlah total individu
s = Jumlah jenis
Nilai C berkisar antara 0 dan 1, apabila nilai C mendekati 0 berarti hampir
tidak ada individu yang mendominasi, sedangkan bila C mendekati 1 berarti ada
andividu yang mendominasi populasi (Odum, 1993; Basmi, 1999).
5. Indeks Similaritas Bray Curtis
Untuk mengetahui kesamaan suatu lingkungan berdasarkan kelimpahan
fitoplankton dan zooplankton, digunakan analisa indeks kesamaan Bray-Curtis
Ó | Y1j – Y1j |
S = 1 –
Ó Y1j + Y1j
Dimana
S = Indeks kesamaan
Y1j – Y1j = Nilai kelimpahan pd 2 stasiun yang berbeda
6. Indeks Similaritas Canberra
Untuk melihat kesamaan antar stasiun pengamatan berdasarkan parameter
fisika-kimia air, dilakukan pengelompokan menggunakan indeks similaritas
Canberra. Nilai yang diperoleh kemudian dibuat dalam bentuk plot (diagram
daun). Rumus yang digunakan sebagai berikut (Lance and Williams in Clifford
and Stephenson, 1975):
Keterangan: I C = Nilai kesamaan indeks Canberra
xi = Nilai parameter fisika-kimia air stasiun 1
yi = Nilai parameter fisika-kimia air stasiun yang lain
s = Jumlah parameter yang diperbandingkan
Dalam mengolah dan menganalisis dengan indeks Canberra dan Bray Curtis
menggunakan software produksi Laboratorium Model dan Simulasi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengelompokan data dengan mencari nilai korelasi
antar stasiun, nilai korelasi antar stasiun tersebut selanjutnya disusun dalam
sebuah matriks yang disebut dengan Matriks Similaritas Canberra. Nilai korelasi
antar stasiun kemudian disajikan dalam bentuk dendrogram, garis similaritas yang
digambar terlebih dahulu adalah stasiun-stasiun dengan nilai korelasi yang paling
tinggi dan dilanjutkan sampai dengan stasiun dengan nilai korelasi paling rendah.
Setelah semua stasiun diplotkan akan terbentuk sebuah kelompok besar yang
terdiri dari kelompok kecil dengan tingkat similaritas yang berbeda. Untuk
menentukan taraf kesamaan yang akan memotong kelompok besar pada nilai
tertentu, dengan cara mencari nilai rata-rata similaritas untuk semua stasiun
pengamatan. Jumlah pengelompokan stasiun yang terbentuk ditunjukkan dengan
banyaknya garis yang terpotong oleh garis similaritas rata-rata.
7. Analisis Regresi Sederhana
Regresi linier sederhana digunakan untuk melihat hubungan antara
kelimpahan fitoplankton dengan keberadaan nutrien dan antara kelimpahan
zooplankton dengan beberapa parameter fisika-kimia perairan. Hubungan
tersebut yaitu antara kelimpahan fitoplankton dengan NO3-N, kelimpahan
fitoplankton dengan NO2-N, kelimpahan fitoplankton dengan NH3-N, kelimpahan
fitoplankton dengan PO4-P, kelimpahan fitoplankton dengan kekeruhan,
kelimpahan fitoplankton dengan suhu, kelimpahan zooplankton dengan suhu, dan
antara kelimpahan zooplankton dengan kekeruhan. Secara statistik hubungan
yang umum digunakan adalah sebagai berikut (Steel and Torrie, 1991)
Y = âo + â1 X
Hipotesis
Ho : â = 0 H1 : â # 0
Dengan kaidah keputusan :
Fhit > Ftabel maka tolak Ho : ada pengaruh fisika-kimia perairan terhadap
kelimpahan plankton
Fhit < Ftabel maka gagal tolak Ho : tidak ada pengaruh fisika-kimia terhadap
kelimpahan plankton
Dengan asumsi bahwa data yang diambil mewakili satu bulan atau dianggap
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Perairan
Hasil pengukuran parameter fisika-kimia di perairan Pulau Pramuka selama
pengamatan, disajikan dalam Tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Kisaran nilai parameter fisika, kimia di perairan Pulau Pramuka selama pengamatan.
Oktober November Desember
Satuan Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata
Suhu o
Sedangkan hasil pengukuran parameter fisika-kimia di perairan Pulau
Panggang selama pengamatan, disajikan dalam Tabel 4 sebagai berikut :
Tabel 4. Kisaran nilai parameter fisika, kimia di perairan Pulau Panggang selama
pengamatan.
Oktober November Desember
Satuan Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata
Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisika dan kimia di perairan Pulau
Pramuka dan Pulau Panggang pada bulan Oktober, November dan Desember 2004
sebaran horizontal suhu permukaan air laut menunjukkan penyebaran yang
cenderung homogen. Suhu yang terukur merupakan kisaran optimal untuk
pertumbuhan plankton. Variasi suhu yang terukur selama pengamatan sangat
dipengaruhi suhu udara di atasnya dan perbedaan intensitas cahaya matahari pada
saat pengukuran. Selain itu, suhu air dipengaruhi juga oleh kondisi iklim dan
cuaca saat pengamatan. Pada pengamatan bulan Oktober dan bulan November
merupakan musim peralihan dengan suhu yang tidak menentu atau cenderung
tidak stabil. Sedangkan pada bulan Desember merupakan awal dari musim barat
(Desember–Februari) dimana suhu turun mencapai minimum dan bertepatan pula
dengan adanya angin yang kuat dan curah hujan yang tinggi (Nontji,1987).
Diduga karena hal itu, nilai suhu permukaan pada bulan Desember lebih rendah
dibandingkan dengan bulan Oktober dan November. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Effendi (2003) yang menyatakan bahwa suhu suatu badan perairan
dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan air laut, lama
penyinaran matahari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman
perairan. Kondisi curah hujan selama pengamatan menunjukkan kisaran yang
normal. Pada pengamatan bulan Oktober berkisar antara 154–185 mm, bulan
November berkisar antara 218–250 mm dan bulan Desember berkisar antara 250–
283 mm (www.lapanrs.com).
Secara umum nilai salinitas pada pengamatan bulan Oktober, November dan
Desember 2004 baik di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang tidak ada
perbedaan yang mencolok. Dari tabel dapat dilihat bahwa pada pengamatan bulan
Oktober dan November memiliki nilai salinitas yang berkisar antara 34 o/oo– 35o/oo
sedangkan pada bulan Desember berkisar antara 32,5 o/oo–33,5 o/oo. Adanya
perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan musim dimana pada bulan
Desember terjadi musim barat dengan curah hujan yang tinggi sehingga terjadi
pengenceran perairan yang menyebabkan turunnya nilai salinitas di perairan Pulau
Pramuka dan Pulau Panggang. Nilai salinitas yang terukur masih dalam kisaran
yang baik untuk pertumbuhan plankton. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan