• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Empowerment of Creative Economy Craftsmen of Silk Handicraft in Villages in South Sulawesi Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Empowerment of Creative Economy Craftsmen of Silk Handicraft in Villages in South Sulawesi Province"

Copied!
224
0
0

Teks penuh

(1)

KERAJINAN SUTERA DI PERDESAAN

PROVINSI SULAWESI SELATAN

HELDA IBRAHIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Pemberdayaan Pengrajin Ekonomi Kreatif Kerajinan Sutera di Perdesaan Provinsi Sulawesi Selatan” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan Tinggi manapun. Bahan rujukan atau sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Helda Ibrahim

I361090011

(4)

Sutera di Perdesaan Provinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh SITI AMANAH, PANG S. ASNGARI dan NINUK PURNANINGSIH.

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Pengrajin ekonomi kreatif adalah orang yang bekerja dibidang kegiatan pembuatan kerajinan sutera yang mengubah barang dasar jadi atau setengah jadi dari barang yang kurang nilainya menjadi lebih tinggi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup untuk meningkatkan pendapatannya. Pemberdayaan memberikan setiap orang kesempatan untuk mendapat dan menerima ketrampilan dan tanggung jawab tambahan. Sejumlah pembinaan dan pengembangan diperlukan ketika seseorang berharap ingin menguasai ketrampilan tertentu. Proses pemberdayaan tidak bisa dilakukan dalam waktu sekejap, namun memerlukan proses yang cukup menyita waktu, hal ini karena kemampuan dan motivasi setiap orang berbeda.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Wajo dan Kabupaten Bulukumba di Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan salah satu daerah yang mengembangkan usaha ekonomi kreatif. Penelitian ini dilakukan terhadap semua pengrajin ekonomi kreatif sebagai pelaku utama ekonomi kreatif. Alasan dipilihnya pengrajin ekonomi kreatif untuk daerah Kabupaten Wajo dan Kabupaten Bulukumba adalah (1) memiliki perkembangan produk, (2) menyerap tenaga kerja, dan (3) menghasilkan produk dari seluruh usaha ekonomi kreatif yang bercirikan etnis Bugis dan etnis Makassar.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku kewirausahaan pengrajin sutera sebagai pelaku utama ekonomi kreatif dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : (1) Memetakan tingkat kemampuan pengrajin ekonomi kreatif dalam menjamin keberlanjutan usaha berdasarkan pada dimensi ekonomi, sosial, lingkungan dan kelembagaan serta perilaku usaha ekonomi kreatif di Provinsi Sulawesi Selatan; dan (2) Menganalisis faktor penentu keberlanjutan usaha pengrajin ekonomi kreatif sebagai pelaku utama ekonomi kreatif di Provinsi Sulawesi Selatan; (3) Mendesain model pemberdayaan usaha pengrajin ekonomi kreatif sebagai pelaku utama ekonomi kreatif di Provinsi Sulawesi Selatan.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei, studi literatur dan wawancara. Survei lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metoder survei yang dilaksanakan dengan pengamatan dan pengukuran lapangan dan wawancara mendalam (indept interview) serta Fokus Group Diskusi (FGD). Data sekunder diperoleh dari dokumentasi laporan dari berbagai instansi terkait. Metode pengumpulan data untuk menyusun kerangka keberlanjutan dan penilaian keberlanjutan menggunakan metode multidimensional scalling (MDS) dalam software Rap-UEK hasil modifikasi Rapfish. Untuk faktor penentu keberlanjutan menggunakan analisis prospektif.

(5)

Simulasi Rap-UEK untuk mengetahui nilai keberlanjutan usaha pengrajin ekonomi kreatif yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan nilai kurang berkelanjutan (48,97 %). Berdasarkan analisis faktor pengungkit dalam Rap-UEK terdapat faktor-faktor pengungkit yang perlu diperhatikan berdasarkan hasil analisis leverage pada Dimensi Ekonomi: (1) penjualan pada satu tempat, (2) kurang melakukan pengembangan produk, dan (3) kurang melakukan promosi produk UEK. Pada Dimensi Sosial tampak bahwa UEK (1) Merupakan usaha turun temurun, (2) Kurangya sosialisasi dari pemerintah, (3) Terbatasnya pelatihan dari pemerintah, dan (4) Kurangnya pelatihan dari organisasi. Pada Dimensi Lingkungan: (1) Pengetahuan tentang dampak pewarnaan, (2) Dampak penyediaan bahan baku, (3) Kurangnya pelatihan tentang lingkungan, dan (4) Kurang mengetahui cara melestarikan lingkungan. Dimensi Kelembagaan yakni : (1) Penentuan harga di lembaga, (2) Membenahi mekanisme tata pengaturan atau aturan main di lembaga sosial, dan (3) Hubungan secara vertikal. Pada Dimensi Perilaku Kewirausahaan UEK: (1) pemahaman cara menjalankan peluang UEK, (2) pemahaman cara membuat corak sutera terbaru, dan (3) identifikasi secara teliti UEK.

Hasil analisis prospektif menunjukkan bahwa dari 17 atribut yang memberikan pengaruh pada keberlanjutan usaha diperoleh 10 faktor kunci yaitu : sumber permodalan, penjualan pada satu tempat, telepon rumah, peningkatan produk Usaha Ekonomi Kreatif, pengembangan produk, aturan main di lembaga,

penentuan harga di lembaga, pelatihan oleh pemerintah, sosialisasi oleh pemerintah dan hubungan vertikal. Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan

pemangku kebijakan diperoleh lima faktor kunci yang menjadi strategi keberlanjutan usaha pengrajin ekonomi kreatif adalah: lapangan usaha,

peningkatan ekspor, penyerapan tenaga kerja, kordinasi dengan instansi lain, dan peningkatan produk UEK. Deskripsi keadaan dari masing-masing faktor dominan berdasarkan hasil analisis gabungan antara analisis keberlanjutan (pengaruh antar faktor) dan analisis kebutuhan (perubahan yang diinginkan) diperoleh enam faktor penentu keberlanjutan usaha pengrajin ekonomi kreatif yaitu: penjualan pada satu tempat, koordinasi intansi, sumber permodalan, peningkatan produk usaha Ekonomi Kreatif, lapangan usaha, pengembangan produk.

Strategi dan model pemberdayaan yang dilakukan pada pengrajin ekonomi kreatif adalah meningkatkan keberdayaan melalui faktor yang dominan yaitu penjualan pada satu tempat, kordinasi dengan instansi pemerintah, sumber permodalan, peningkatan produk UEK dan pengembangan produk serta perluasan usaha sedangkan faktor penentu keberlanjutan usaha melakukan perbaikan dimensi ekonomi, sosial, lingkungan, kelembagaan serta perilaku kewirausahaan. Model pemberdayaan dapat memberikan penguatan mekanisme dalam lembaga organisasi pengrajin ekonomi kreatif yang didukung oleh unsur penunjang dari pemerintah daerah, organisasi non pemerintah (lembaga keuangan) perusahaan, perguruan tinggi, LSM, lembaga penelitian dan koperasi.

(6)

Silk Handicraft in Villages in South Sulawesi Province. Counselors: SITI AMANAH, PANG S. ASNGARI and NINUK PURNANINGSIH

Community empowerment is an effort to improve standard and status of a community stratum that currently within the poverty and backwardness. Creative economy craftsman (silk) is a person who work in the making of silk handicraft by changing the raw material or unfinished goods into valuable goods to fulfil their needs and increase their income. Empowerment is beneficial for the development and utilization of talent and skill of every individual. Many works are designed and built by a group or organization hoping that members of the group or organization can utilize the situation to improve their performance. However, only small proportion of their ability that leads to desperateness. Empowerment can overcome traditional obstacles by supporting economy creative craftsmen who face different situation from the past; therefore, allow them to have improvement in relation to their attitude in livelihood. Empowerment gives opportunity to everyone to obtain and receive additional skills and responsibilities. Empowerment process needs time because a different skill and motivation. Therefore, integrative study is needed to gain information about things that underlie the empowerment of creative economy craftsmen.

The research is conducted in Wajo and Bulukumba Regencies in South Sulawesi Province, which is area of creative economy business development. The research is conducted to all creative economy craftsmen as the prominent actor of creative economy. Reasons in selecting Wajo and Bulukumba Regencies as the research location are: (1) the areas have product development, (2) they absorb employment, (3) they produce product from all creative economy business with characteristic of Bugis and Makassar ethics.

In general, the research aims to analyze entrepreneurship behavior of silk craftsmen as the prominent actor of creative economy in increasing their income and prosperity. In specific, the research aims to: (1) map the ability level of creative economy craftsmen in securing their business sustainability based on economic, social, environmental and institutional dimensions and the behavior of creative economy business in South Sulawesi Province; (2) analyze the determinant factors of business sustainability of creative economy craftsmen as the prominent actors of creative economy in South Sulawesi Province; and (3) design an empowerment model of creative economy craftsmen as the prominent actor of creative economy in South Sulawesi Province.

The research is conducted using survey method, literature study and interview. Field survey is conducted to collect primary and secondary data. Survey method is used to collect primary data using field observation and measurement, in-depth interview and FGD. Secondary data is obtained from report documentation of various related institutions. Data collection method used to formulate sustainability frame and sustainability assessment is multidimensional scaling (MDS) method in Rapfish-modified Rap UEK software. In term of the determinant factors of sustainability, prospective analysis is used.

(7)

environmental and institutional dimensions and entrepreneurship behavior.

Rap-UEK simulation to find out about the sustainability grade of creative economy craftsmen business in South Sulawesi Province shows less sustainability value of 48.97%. Based on leverage factors analysis in Rap-UEK there are leverage factors high light according to leverage analysis result. In economic dimension, the leverage factors are: (1) one place sale, (2) less product development, and (3) less promotion on UEK product. In social dimension, it is showed that UEK (1) is a hereditary business, (2) received less socialization from the government, (3) limited training from the government and (4) less training from the organization. In environmental dimensions, the factors are: (1) knowledge on the impact of coloration, (2) the impact of raw material supply, (3) less training on environment, and (4) less knowledge on environmental preservation. In term of institutional dimension the leverage factors are: (1) pricing within the institution, (2) ordering the mechanism of regulation or rule of the game in social institutions, and (3) vertical relationship. Whereas, for entrepreneurship behavior dimension the leverage factors are: (1) understanding on how to utilize opportunity of UEK, (2) understanding on how to make new silk motif, and (3) identifying UEK thoroughly.

Prospective analysis result shows that from 17 attributes influencing business sustainability, there are 10 key factors: capital sources, one place sale, home telephone, product of creative economy business, product development, rule of the game in the institutions, pricing within the institutions, governmental training, governmental socialization, and vertical relationship. Based on result of identification on the need of policy maker, there are five key factors that can be used as strategy for business sustainability of creative economy craftsmen, which are business field, increase in export, employment absorption, coordination with other institutions and increase in product. Description on each dominant factor based on composite analysis between sustainability analysis (influence among factors) and need analysis (the desired change) is as follow: there are six determinant factors of business sustainability of creative economy craftsmen, which are one place sale, institutional coordination, capital sources, increase in creative economy business product, business field, and product development.

The empowerment strategy and model conducted on economy creative craftsmen is improving the sustainability through the dominant factors of one place sale, coordination with governmental institutions, capital sources, increase in UEK product, product development and business expansion and through the determinant factors of business sustainability by improvement on economic, social, environmental, and institutional dimensions and entrepreneurship behavior. Empowerment model can give reinforcement mechanism in organizational institution of creative economy craftsmen sustained by supporting elements of regional or local government, non-governmental organization (financial institutions), firms, higher education (universities), non-governmental organization, research organizations and cooperative.

(8)

@Hak Cipta Milik IPB Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

PROVINSI SULAWESI SELATAN

HELDA IBRAHIM

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji Luar Komisi

Penguji Ujian Tertutup : 1. Dr. Dr. Ir. Suharno, M.Adev

(Staf pengajar Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB ).

2. Dr Ir. Djuara P. Lubis, MS

(Staf pengajar Fakultas Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB ).

Penguji Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. A. Majdah Agus Arifin Numang, Msi. (Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Provinsi Sulawesi Selatan).

2. Dr. Ir. Suharno, M.Adev

(Staf pengajar Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB ).

(11)

N a m a : Helda Ibrahim

NIM : I361090011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Siti Amanah, MSc.

Ketua

Prof. Dr. Pang S. Asngari Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

(12)
(13)

karuniaNya memungkinkah penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah disertasi ini. Rangkaian tahapan penelitian ini yang berjudul “Pemberdayaan Pengrajin Ekonomi Kreatif Kerajinan Sutera di Perdesaan Provinsi Sulawesi Selatan.” Karya ilmiah ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam lingkup Program Studi/Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan di Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Dengan selesainya penulisan karya ilmiah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Siti Amanah, MSc selaku ketua Komisi Pembimbing serta Prof. Dr. Pang S.Asngari dan Dr.Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi selaku anggota Komisi, serta Prof. Dr. Ir.Darwis S. Gani, MA (almarhum) yang telah banyak memberikan arahan dan masukan sejak pemilihan topik penelitian sampai pada tersusunnya laporan penelitian ini. Ucapan terima kasih pula disampaikan kepada Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, MSc dan Sekertaris program studi Ibu Dr.Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi yang banyak memberikan arahan dan saran selama penulis menjadi mahasiswa program doktoral pada program studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan. Selanjutnya disampaikan terimakasih kepada Dekan Fakultas Pertanian Universitas Islam Makassar, Rektor Universitas Islam Makassar dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), Kementerian Pendidikan Nasional yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang S3 di IPB melalui beasiswa BPPS. Kemudian, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Pemda Kabupaten Wajo dan Bulukumba serta responden pengrajin ekonomi kreatif, tim enumerator dan para narasumber yang telah bersedia memberikan informasi. Terkhusus kepada adik Ir. Irham, Ir. A. Kathy MP dan Ir. Fatma serta semua pihak yang telah banyak membantu pada saat survei dan pengumpulan data lapangan untuk pelaksanaan penelitian ini.

Penghormatan dan ucapan terima kasih atas doa dan kasih sayang yang tidak pernah putus dari Ayahanda (almarhum) H. Ibrahim dan Ibunda Hj. IL Rahman, suami tercinta Dr. Ir. Ahmad Rifqi Asrib, MT dan putra putri penulis Ainun Nida Rifqi, Muhammad Luthfi Asrib, Ainun Rizqah Rifqi atas pengorbanannya. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, khususnya untuk angkatan 2009 atas kebersamaan dan kerjasamanya selama menempuh pendidikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada segenap karyawan Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama menempuh pendidikan S3 serta sahabat dan kerabat serta pihak-pihak yang telah mendukung penulis secara moral dan material.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu saran dan kritikan yang dapat memberikan perbaikan sangat diharapkan untuk menjadikan lebih baik dan berkualitas. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi yang membutuhkannya.

Bogor, Januari 2014 Penulis

(14)
(15)

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xix

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 14

Manfaat Penelitian 14

Ruang Lingkup Penelitian 14

II. TINJAUAN PUSTAKA 17

Ekonomi Kreatif 17

Pemberdayaan 29

Strategi Pemberdayaan 33

Peranan Penyuluhan 35

Perubahan Berencana 35

Faktor Pendukung Usaha Ekonomi Kreatif 36

Peran Pelaku Pemberdayaan 38

Perilaku Kewirausahaan 41

Kelembagaan 42

Konsep Keberlanjutan Usaha 45

Aspek Sosial Budaya 48

Budaya dan Ekonomi Kreatif 54

III ASPEK SOSIAL BUDAYA PENGRAJIN EKONOMI KREATIF KERAJINAN SUTERA DI KABUPATEN WAJO DAN BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Pendahuluan 55

Metode Penelitian 56

Hasil 59

Pembahasan 59

Simpulan 74

IV. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGRAJIN

EKONOMI KREATIF KERAJINAN SUTERA DI PERDESAAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

Pendahuluan 75

Metode Penelitian 77

Hasil 83

Pembahasan 83

(16)

Pendahuluan 96

Metode Penelitian 97

Hasil 102

Pembahasan 102

Simpulan 112

VI. STRATEGI PEMBERDAYAAN PENGRAJIN EKONOMI KREATIF KERAJINAN SUTERA DI PERDESAAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

Pendahuluan 113

Metode Penelitian 114

Hasil 118

Pembahasan 118

Simpulan 145

VII. PEMBAHASAN UMUM 146

VIII. SIMPULAN DAN SARAN 150

DAFTAR PUSTAKA 152

LAMPIRAN 165

(17)

1 Posisi Model Penelitian 12

2 Sampel Penelitian 16

3 Gambaran lokasi penelitian di Provinsi Sulawesi Selatan 60 4 Profil Pengrajin Ekonomi Kreatif berdasarkan ciri-ciri demografi 70

5 Kerangka Sampel Penelitian 79

6 Kategori Status Keberlanjutan Usaha Pengrajin Ekonomi Kreatif 81 Kerajinan Sutera berdasarkan indeks hasil análisis RAP-UEK

7 Analisis Keberlanjutan nilai Stress dan R2 pada Pengrajin Ekonomi 91 Kreatif Kerajinan Sutera

8 Perbedaan analisis Keberlanjutan Pengrajin Ekonomi Kreatif 92 Kerajinan Suteradengan análisis Monte Carlo

9 Pedoman Penilaian analisis Prospektif 100

10 Pengaruh langsung antar faktor 101

11 Gabungan faktor-faktor kunci yang mempunyai pengaruh besar 108 12 Variabel-variabel kunci dan beberapa keadaan yang mungkin terjadi 117 di masa yang akan datang

13 Hasil analisis skenario 118

14 Uraian masing-masing skenario strategi pengrajin 119 Ekonomi Kreatif secara berkelanjutan

15 Perubahan kondisi faktor-faktor dominan pemberdayaan pengrajin 119 ekonomi kreatif secara berkelanjutan

16 Skenario strategi pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif 120 berkelanjutan

17 Penerapan strategi pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif 121 18 Perubahan skoring atribut pada skenario I 123 19 Perubahan nilai indeks keberlanjutan skenario I 124 20 Perubahan skoring atribut pada skenario II 125 21 Perubahan nilai indeks keberlanjutan skenario II 126 22 Perubahan skoring atribut pada skenario III 127 23 Perubahan nilai indeks keberlanjutan skenario III 128 24 Indeks keberlanjutan kondisi eksisting dan skenario I, II, III pada 129 pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif di Provinsi Sulawesi Selatan

25 Rancangan strategi pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif 134 26 Materi pokok penyuluhan pada dimensi perilaku kewirausahaan 138 ekonomi kreatif

(18)
(19)

1 Alur berpikir proses penelitian pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif 8 2 Kerangka berpikir operasional antar peubah penelitian 10

3 Peta Road Map penelitian 13

4 Pergeseran Orientasi Ekonomi Dunia Barat 17

5 Model Pengembangan Ekonomi Kreatif 20

6 Kreativitas Ekonomi 23

7 Interelasi dari ke 5 lingkaran : hasil kreativitas + 4 modal 24 8 Sistem Klasifikasi Industri Kreatif dari macam-macam model 26 9 Klasifikasi Industri Kreatif menurut Unctad 27

10 Pemegang Kepentingan Ekonomi Kreatif 28

11 Elemen Pembangunan Berkelanjutan 46

12 Indikator Keberlanjutan Kerangka Wuppertal 47

13 Peta Provinsi Sulawesi Selatan 59

14 Denah lokasi pengrajin ekonomi kreatif di Desa Darubiah 62 15 Corak kain sutera khas Bugis 64

16 Corak kain sutera khas Makassar 64

17 Alur berpikir proses penelitian keberlanjutan ekonomi kreatif 78 18 Prinsip analisis MDS menggunakan modifikasi software RAP-UEK 81 19 Ilustrasi penentuan indeks keberlanjutan pemberdayaan pelaku usaha 82 ekonomi kreatif kerajinan sutera pada skala 0-100%

20 Ilustrasi diagram laying-layang indeks keberlanjutan 82

21 Hasil analisis RAP-UEK Dimensi Ekonomi 83

22 Hasil analisis leverage Dimensi Ekonomi 84

23 Hasil analisis RAP-UEK Dimensi Sosial 85

24 Hasil analisis leverage Dimensi Sosial 86

25 Hasil analisis RAP-UEK Dimensi Lingkungan 87 26 Hasil analisis leverage Dimensi Lingkungan 88 27 Hasil analisis RAP-UEK Dimensi Kelembagaan 88 28 Hasil analisis leverage Dimensi Kelembagaan 89 29 Hasil analisis RAP-UEK Dimensi Perilaku Kewirausahaan 90 30 Hasil analisis leverage dimensi Perilaku kewirausahaan 91

31 Gabungan penilaian analisis keberlanjutan 92

(20)

análisis gabungan keberlanjutan dan kebutuhan stakeholders

42 Kerangka berpikir operasional antar peubah penelitian 116 43 Skenario strategi pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif di 122 Provinsi Sulawesi Selatan

44 Bagan peningkatan indeks keberlanjutan berdasarkan skenario I 124 45 Bagan peningkatan indeks keberlanjutan berdasarkan skenario II 126 46 Bagan peningkatan indeks keberlanjutan berdasarkan skenario III 128 47 Indeks keberlanjutan lima dimensi keberlanjutan 129 48 Bagan interaksi antar atribut dalam pemberdayaan pengrajin ekonomi 130

kreatif

(21)

1 Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja dan Investasi menurut Jumlah 165 Sentra Industri Kecil di Kabupaten Wajo

2 Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja dan Inverstasi menurut Jenis Sentra 165 Industri Kecil di Kabupaten Bulukumba

3 Peta administrasi Kabupaten Wajo 166

4 Peta administrasi Kabupaten Bulukumba 166

5 Peta Kecamatan Bontobahari Kabupaten Bulukumba 167 6 Peta Kecamatan Sabbangparu Kabupaten Wajo 167 7 Peta Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo 167 8 Peta Kecamatan Tanasitolo Kabupaten Wajo 168

9 Peta Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo 168

10 Denah Lokasi Pengrajin Ekonomi kreatif Kelurahan Mattirotappareng 168 11 Denah Lokasi Pengrajin Ekonomi kreatif Desa Attakae 169 12 Denah Lokasi Pengrajin Ekonomi kreatif Desa Pakkana dan UjungE 169 13 Denah Lokasi Pengrajin Ekonomi kreatif Desa Tosora 169 14 Denah Lokasi Pengrajin Ekonomi kreatif Desa Sompe 170 15 Denah Lokasi Pengrajin Ekonomi kreatif Kelurahan Bira 170

16 Jumlah penduduk di Kabupaten Wajo 171

17 Jumlah penduduk di Kabupaten Bulukumba 171

18 Proses Pembuatan Kain Sutera 172

19 Indikator dimensi ekonomi 175

20 Indikator dimensi sosial 176

21 Indikator dimensi kelembagaan 176

22 Indikator dimensi lingkungan 176

23 Indikator dimensi perilaku kewirausahaan ekonomi kreatif 177 24 Dimensi ekonomi dan atribut keberlanjutan usaha pengrajin ekonomi 178

kreatif di Provinsi Sulawesi Selatan

25 Dimensi sosial dan atribut keberlanjutan usaha pengrajin ekonomi 181 kreatif di Provinsi Sulawesi Selatan

26 Dimensi lingkungan dan atribut keberlanjutan usaha pengrajin ekonomi 182 kreatif di Provinsi Sulawesi Selatan

27 Dimensi kelembagaan dan atribut keberlanjutan usaha pengrajin 183 ekonomi kreatif di Provinsi Sulawesi Selatan

28 Dimensi perilaku ekonomi kreatif dan atribut keberlanjutan usaha 184 pengrajin ekonomi kreatif di Provinsi Sulawesi Selatan

29 Kebutuhan stakeholders sebagai pelaku industri sutera 185 30 Sekilas pandang pengrajin ekonomi kreatif dari Desa Bira 186 31 Sekilas wajah pengrajin ekonomi kreatif di Kabupaten Wajo 188 32 Foto lokasi penelitian di Kabupaten Wajo dan Kabupaten Bulukumba 189

(22)

37 Melakukan Tous Benang Sutera 193 38 Persiapan menenun pengrajin ekonomi kreatif 193

39 Pembuatan Corak pada Sutera 194

40 Alat ATBM yang digunakan Pengrajin Ekonomi Kreatif 195 41 Benang yang digunakan sebagai pengganti benang sutera 195

42 Hasil Tenun Pengrajin Ekonomi Kreatif 196

(23)

1

I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penduduk Indonesia yang berjumlah 243 juta jiwa, sekitar 30% hidup di perdesaan dan 11,66% (sekitar 28,59 juta orang) hidup dalam kondisi miskin (Bank Dunia, 2012). Upaya menurunkan tingkat kemiskinan telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an belum maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik.

Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensi. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu mulai dari pangan, kesehatan, pendidikan sampai kepada usaha ekonomi kreatif yang terus menerus diupayakan penanganannya oleh seluruh pihak menyeluruh dan berkelanjutan yang disesuaikan dengan keadaan masyarakat lokal setempat.

Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Struktur perekonomian dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, dari yang berbasis Sumber Daya Alam (SDA) menjadi berbasis SDM, dari era pertanian ke era industri dan informasi. Alvin Toffler (Tim Design Indonesia, 2008) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi kedalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri. Ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan gelombang keempat merupakan gelombang ekonomi kreatifdengan berorientasi pada ide dan gagasan kreatif.

Namun demikian konsep tentang Ekonomi Kreatif, rupanya bukan konsep yang sama sekali baru. Secara tersirat dalam risalah klasiknya tahun 1911, melalui

Theorie der Wirtschaftlichen Entwicklungen (Teori Pembangunan Ekonomi),

(24)

Oleh karena itu dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan tercermin pada sasaran pembangunan ekonomi yang semula berorientasi pada pertumbuhan ekonomi kerakyatan, kini mulai bergeser pada pertumbuhan ekonomi kreatif. Keseriusan Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan ekonomi kreatif ditandai dengan keluarnya Inpres No. 6 Tahun 2009tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif yang berisi instruksi Presiden kepada Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota yang intinya agar mendukung kebijakan pengembangan Ekonomi Kreatif tahun 2009-2015, utamanya dalam pengembangan kegiatan ekonomi yang mendasarkan pada kreativitas, ketrampilan daya kreasi dan daya cipta dengan menyusun serta melaksanakan rencana aksi mendukung suksesnya pengembangan ekonomi kreatif tersebut. Disamping itu, berdasarkan Perpres N0.92/2011 pada tanggal 21 Desember 2011, telah dibentuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan visi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia dengan menggerakkan kepariwisataan dan ekonomi kreatif. Dukungan ini diharapkan untuk lebih berkembang ke arah pelaku Utama Ekonomi Kreatif, sehingga akan berpengaruh secara nyata terhadap pemulihan ekonomi Indonesia.

Dalam usaha ekonomi kreatif terdapat pelaku utama ekonomi kreatif yang berbasis lokal dengan keanekaragaman budaya. Melalui hal tersebut, diharapkan pelaku utama ekonomi kreatif menghadapi tantangan globalisasi dengan tidak menghilangkan identitas budaya yang dimiliki. Dirlanuddin (2010) menemukan lemahnya petani menekuni usaha dan kurang mampu menjalin hubungan dari berbagai pihak pada pola usaha industri agro.

Potensi usaha ekonomi kreatif sangatlah besar dalam meningkatkan kreativitas berbasis kearifan lokal, daya kreativitas yang tinggi dan sisi penjaminan produk dan pemasaran. Dengan adanya potensi yang ada memberikan peluang bagi pelaku utama ekonomi kreatif dalam memberikan kontribusi ekonomi yang nyata, menciptakan iklim bisnis yang positif, membangun citra dan identitas bangsa, mengembangkan ekonomi berbasis kepada sumber daya yang terbarukan, menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa, dan dapat memberikan dampak sosial yang positif. Pangsa pasar yang dijanjikan untuk usaha ekonomi kreatif ini masih terbuka sangat lebar, dan akan memiliki kecenderungan meningkat. Oleh karena itu diperlukan pola hubungan kemitraan, sebagaimana dikemukakan oleh Purnaningsih (2006) tentang kebutuhan bermitra yang diharapkan petani dapat dipenuhi melalui pola kemitraan meliputi kebutuhan pemasaran, pinjaman modal dan kebutuhan pembinaan.

Guna mendukung program ekonomi kreatif yang berkelanjutan sangat dibutuhkan upaya-upaya pembinaan untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku pada individu, kelompok, komunitas ataupun masyarakat agar mereka tahu, mau dan mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya (Kuncoro (2008); Amanah (2007); Astuti et al. (2008); Murtadlo (2012) ).

(25)

era keemasan bagi usaha ekonomi kreatif di Indonesia. Pada saat itu pertumbuhan mencapai 8,17%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional saat itu sebesar 5,03%. Rata-rata pertumbuhan usaha ekonomi kreatif tahun 2002-2009 sebesar 0,74% sehingga terjadi fluktuasi yang sangat tinggi. Pemilihan strategi kebijakan dalam mengembangkan ekonomi kreatif khususnya kerajinan sutera memberikan kontribusi yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, yakni pada 2010 mencapai Rp 472,8 triliun dan mampu menyerap 11,49 juta tenaga kerja dan pada 2011 naik menjadi Rp 526 triliun dengan serapan 11,51 juta tenaga kerja. Tahun 2012 ditargetkan menjadi Rp 573,4 triliun dengan serapan 11,57 juta tenaga kerja (Pangestu, 2008).

Hal ini menunjukkan bahwa usaha ini tumbuh dengan kuat dan berkembang jika didukung dengan kondisi usaha dan lingkungan usaha yang kondusif. Walaupun rata-rata pertumbuhan sektor usaha ekonomi kreatif tahun 2002-2009 hanyalah sebesar 0,74%, namun terdapat beberapa subsektor usaha ekonomi kreatif yang memiliki pertumbuhan usaha yang baik, yaitu : subsektor arsitektur, permainan interaktif, layanan komputer & piranti lunak, riset dan pengembangan, periklanan, kerajinan, desain serta musik (Tim Design Indonesia, 2008).

Penelitian ini memfokuskan pada pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif sebagai pelaku utama ekonomi kreatif di perdesaan dengan melibatkan peran pelaku pemberdayaan dan kelembagaan yang ada di perdesaan. Salah satu upaya strategi dalam menjawab masalah ketidakberdayaan dan kemiskinan masyarakat adalah melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat akan memungkinkan terjadinya peningkatan peran kemampuan masyarakat untuk menjangkau sumber daya disekitarnya. Peran masyarakat dapat terwujud melalui pemberdayaan yang disesuaikan dengan potensi lokal baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

Dewasa ini harus diakui bahwa pengrajin ekonomi kreatif mengalami keterpurukan pada umumnya dikarenakan berbagai hal, termasuk di antaranya hasil produksinya semakin tersisihkan oleh produk-produk serupa yang dihasilkan secara massal, oleh pabrik-pabrik yang sudah menggunakan teknologi modern.

Seiring dengan kondisi ini perubahan yang terjadi pada pengrajin sebagai pelaku utama ekonomi kreatif berlangsung sangat cepat. Peran pengrajin ekonomi kreatif menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh penyuluh maupun pelaku pemberdayaan masyarakat. Kepedulian penyuluh maupun pelaku pemberdayaan bekerja sama dengan pemerintah, pihak swasta dan Perguruan Tinggi dipandang sangat penting, terutama untuk membantu para pengrajin ekonomi kreatif yang mengalami kemunduran usahanya. Hasil penelitian Utami (2007) menunjukkan adanya hubungan dalam pemberdayaan usaha kecil industri kulit dengan perilaku kewirausahaan.

(26)

interaksi sosial. Oleh karena itu kompetensi peran pelaku pemberdayaan sangat diharapkan sebagai orang yang mampu berkomunikasi, memotivasi, memfasilitasi, memobilisasi, dan pengembangan jaringan kerja serta sebagai pelaku dalam mengembangkan kelembagaan masyarakat.

Hal ini sesuai dengan implementasi UU No. 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K) yang mengamanatkan potensi sumberdaya Indonesia agar dapat dimanfaatkan bagi kemajuan, kemakmuran, dan kesejahteraan bangsa dan negara secara berkelanjutan sehingga diperlukan adanya sumber daya manusia yang kompeten dan profesional.

Provinsi Sulawesi Selatan dengan ibukota Makassar, memiliki kedudukan sebagai pusat pelayanan dan pengembangan di kawasan timur Indonesia. Hal ini membuat Provinsi Sulawesi Selatan berusaha keras untuk mengelola berbagai potensi kreatif yang ada. Apalagi jika dikaitkan dengan kebesaran kota Makassar di masa lalu, maka kota ini merupakan salah satu kota besar di dunia dengan keterbukaan aksesnya terhadap daerah perdagangan internasional.

Keunggulan komparatif yang dimiliki Provinsi Sulawesi Selatan seperti letak geografis, potensi sumber daya alam, dan infrastruktur sosial ekonomi, tidak akan memberikan manfaat yang berarti tanpa dipertahankan dengan keunggulan kompetitif. Keberadaan keunggulan ini akan menjadi pondasi utama untuk membangun ekonomi kreatif Sulawesi Selatan yang berdaya saing tinggi. Keunggulan kompetitif yang harus dibangun adalah laju produksi dan perdagangan komoditas unggulan yang tinggi, ketahanan ekonomi kota yang kuat, iklim usaha dan investasi yang kondusif serta kesempatan kerja dan usaha yang tinggi. Sampai saat ini, subsektor ekonomi kreatif yang diperhatikan dan dikembangkan dengan baik oleh Provinsi Sulawesi Selatan salah satunya adalah subsektor kerajinan sutera.

Perkembangan ekonomi kreatif di Provinsi Sulawesi Selatan masih dalam taraf pengembangan. Dukungan pemerintah masih diharapkan menjadi stimulus untuk pengembangan ekonomi kreatif. Salah satu bentuk dukungan pemerintah adalah dengan penyiapan anggaran sebesar 33 miliar untuk tahun 2013. Anggaran ini dialokasikan untuk mendukung kegiatan ekonomi kreatif dengan 15 sektor pengembangan (Tim Design Indonesia, 2008) yakni jasa periklanan, arsitektur, seni rupa, kerajinan, desain, mode, film, musik, seni pertunjukkan, penerbitan, riset dan pengembangan, software, TV dan Radio, Mainan dan Video Game.

Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sepanjang 2012 usaha ekonomi kreatif telah memberikan kontribusi 7,74 persen terhadap perekonomian di setiap daerah, terkhusus pada penyerapan tenaga kerja hingga menghasilkan komoditas ekspor. Salah satu kesulitan ekonomi kreatif untuk berkembang di daerah karena belum adanya badan yang khusus menangani sektor tersebut pada tingkat kabupaten maupun provinsi. Padahal idealnya, pelaku utama kreatif diwadahi sektor kepariwisataan daerah baik tingkat kabupaten dan kota maupun provinsi, sehingga jika struktur organisasi sudah jelas maka para pelaku ekonomi kreatif akan semakin mudah untuk menikmati berbagai program serta mendapatkan kejelasan anggaran untuk pengembangannya.

(27)

kepariwisataan. Kemenparekraf juga telah memetakan 33 provinsi di Indonesia terkait pengembangan industri kreatif dalam dua kategori yang dinilai dari segi kreativitas dan ciri khas ke wilayahannya.

Kabupaten Wajo dan Bulukumba yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan daerah pertenunan sutera yang paling banyak digeluti oleh pelaku utama ekonomi kreatif. Hal ini dilatar belakangi oleh produk kain sutera yang mempunyai nilai kegunaan yang dipadukan dengan nilai estetika budaya setempat. Perpaduan nilai tersebut menghasilkan profil tersendiri yang mencirikan produk kain sutera khas Wajo dari Kabupaten Wajo dan khas Bira dari Kabupaten Bulukumba.

Salah satu alasan mengapa bahan sutera tumbuh dan berkembang di daerah ini mengingat peminat kain sutera bukan hanya di kalangan wanita tetapi kalangan pria pun gemar menggunakan bahan sutera. Terlebih pada setiap perhelatan acara-acara adat, baik acara-acara pengantin maupun pesta adat lainnya masih didominasi oleh bahan sutera, sehingga tak heran jika permintaan pasar sangat tinggi meskipun harga bahan yang terbuat dari sutera cukup tinggi.

Permasalahan lain yang dihadapi adalah perkembangan usaha ekonomi kreatif sangat dipengaruhi oleh perkembangan motif dan model dari sutera. Oleh karena permintaan produk dengan model yang berkembang terus menuntut kreativitas dan inovasi produk yang tinggi (Tim Brown, 2008). Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa pelaku utama ekonomi kreatif memiliki variasi produk yang sangat monoton sehingga kadang timbul kejenuhan dari konsumen. Hal ini terkait pula dengan rendahnya kapasitas pelaku utama ekonomi kreatif dalam hal perencanaan, keberlanjutan usaha dan rendahnya keberpihakan lingkungan.

Pendekatan yang dilakukan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif adalah pendekatan individu dengan tujuan mewujudkan aspirasi dan kebutuhan usaha melalui konsep pemberdayaan, kelembagaan dan usaha ekonomi kreatif. Untuk pengembangan keberlanjutan di masa akan datang diperlukan adanya suatu model pemberdayaan yang mampu meningkatkan kemampuan pengrajin ekonomi kreatif sebagai pelaku utama sehingga mampu berkolaborasi dengan pendukung usaha lainnya dan mandiri serta berkelanjutan dengan kualitas sumber daya manusia yang dapat memperbaiki kesejahteraan rumah tangganya melalui usaha ekonomi kreatif.

Masalah Penelitian

Pemberdayaan berasal dari bahasa lnggris, empowerment. Power dapat diartikan sebagai kekuasaan (executive power), atau kekuatan (pushing power),

atau daya (horse power). Dengan pemahaman mengenai hakekat power bahwa untuk memajukan secara nyata mereka yang tertinggal, yang berada di lapisan yang paling bawah dalam suatu kondisi ketimpangan, adalah dengan membangkitkan keberdayaan mereka, sehingga memiliki bagian dari power, yang memungkinkan memperbaiki kehidupan dengan kekuatan sendiri. lnilah konsep

(28)

Pemberdayaan memiliki tujuan dua arah. Pertama, melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan. Kedua, memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur kekuasaan. Keduanya harus ditempuh, dan menjadi sasaran dari upaya pemberdayaan (Kartasasmita, 1996). Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada program-program pemberian (charity), karena pada dasarnya suatu dinikmati, harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara sinambung. Oleh karena pemberdayaan menyangkut perubahan bukan hanya kemampuan, melainkan juga sikap.

Pemberdayaan masyarakat tidak hanya akan menghasilkan emansipasi ekonomi dan politik masyarakat di lapisan bawah, tetapi akan menjadi wahana transformasi budaya. Melalui pemberdayaan, masyarakat akan memiliki keyakinan yang lebih besar akan kemampuan dirinya. Ia tidak lagi harus menyerah kepada nasib, bahwakemiskinan adalah bukan takdir yang tidak dapat diatasi. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, disiplin, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok upaya pemberdayaan ini. Pemberdayaan masyarakat membuka pintu pada proses akulturasi, yaitu perpaduan nilai-nilai baru dengan nilai-nilai lama yang menggambarkan jati diri. Nilai lama yang relevan dapat tetap dipertahankan, karena diyakini tidak perlu mengganggu proses modernisasi yang berlangsung dalam dirinya. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu warga masyarakat, melainkan juga pranata-pranatanya.

Demikian pula pembaharuan institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatanpembangunan serta peran masyarakat di dalamnya. Melalui proses budaya itu pula keberdayaan masyarakat akan diperkuat dan diperkaya, dan dengan demikian akan makin kuat pula aksesnya kepada sumber power. Melalui proses spiral itu, maka akan tercipta masyarakat yang berkeadilan, karena konstelasi kekuasaan sudah dibangun di atas landasan pemerataan (Kartasasmita, 1996).

Menurut Nauman et al. (2009), pemberdayaan seringkali didefinisikan memberi orang kesempatan untuk membuat keputusan-keputusan dengan memperluas otonomi pengambilan keputusan. Nielsen dan Christian (2003) menjelaskan bahwa empowerment dapat sebagai penyebaran informasi, memberikan pengetahuan bagi seluruh elemen-elemen yang dibutuhkan sehingga penting memberi mereka keahlian dan informasi.

Menurut Bird (1996), berbagai penelitian telah berhasil memetakan permasalahan industri kecil namun aspek perilaku usaha ekonomi kreatif belum mendapat perhatian khusus. Peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dengan ide, talenta, desain, inovatif, kreatif dan berdaya saing serta bermutu akan membawa pengrajin ekonomi kreatif ke usaha ekonomi kreatif yang berkelanjutan dalam meningkatkan pendapatan pengrajin ekonomi kreatif.

(29)

benang produksi lokal sehingga membutuhkan upaya dari pihak yang berkompeten untuk terus berupaya mengatasi hal tersebut. Permodalan dan akses informasi yang masih terbatas sehingga kondisi tersebut dapat diindikasikan menghambat keberdayaan pengrajin ekonomi kreatif. Fenomena lain adalah kekurang-akuratan pemerintah Kabupaten Wajo dan Bulukumba dalam mengindentifikasi dan menganalisis permasalahan yang dihadapi oleh pengrajin ekonomi kreatif.

Berbagai permasalahan yang masih dijumpai yaitu belum adanya klasifikasi harga terhadap produk sehingga dapat menimbulkan persepsi yang keliru terhadap produk sutera yang dihasilkan, akses sumber permodalan disebabkan karena tingkat keyakinan perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya untuk mendanai kegiatan usahanya masih rendah, belum berjalannya dengan baik kelembagaan yang menghimpun pelaku utama ekonomi kreatif, belum tertatanya dengan baik pemasaran produk sutera utamanya dalam pemasaran luar daerah dan pulau Jawa sehingga sering menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat, belum adanya upaya maksimal dalam perlindungan hak cipta utamanya kreasi motif dan desain yang mengakibatkan kerugian bagi pengrajin ekonomi kreatif yang berorientasi terhadap usaha ekonomi kreatif, serta variasi produk yang sangat monoton. Oleh karena sebagai pengrajin ekonomi kreatif dalam mencapai tujuan meningkatkan kesejahteraan hidupnya maka diharapkan mampu menuju proses penumbuhan daya cipta (kreativitas) yang lebih beragam dan pembinaan yang dapat diterapkan di segala sisi kehidupan.

Melihat berbagai tantangan permasalahan yang telah diuraikan, menunjukkan bahwa pemberdayaan memerlukan adanya dukungan pemerintah, lembaga pemberdayaan dan pihak swasta sehingga diharapkan dapat mendukung ciri khas kabupaten penghasil sutera khususnya untuk Kabupaten Wajo dan Bulukumba. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan penelitian ini adalah :

(1) Mengapa sebagian pengrajin ekonomi kreatif, ada yang masih terkendala dalam menjaga keberlanjutan usaha ?

(2) Faktor penentu apakah yang berperan dalam keberlanjutan usaha pengrajin ekonomi kreatif sebagai pelaku utama ekonomi kreatif ?

(3) Bagaimana model pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan khususnya pada Kabupaten Wajo dan Bulukumba ?

Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian

Kerangka Berpikir

(30)

tinggi dengan mengupayakan bantuan permodalan baik modal secara fisik dan modal manusia dalam meningkatkan keterampilan maupun meningkatkan peran modal sosial.

Penelitian ini berfokus kepada upaya penelaahan pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif sebagai pelaku utama. Berdasarkan uraian-uraian di depan pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif tersebut berkaitan dengan beberapa faktor, baik berupa kebijakan pemerintah, pendekatan pemberdayaan masyarakat dan persaingan globalisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengrajin ekonomi kreatif dan daya saing sehingga diperlukan suatu pelaku pemberdayaan agar dapat mencapai tujuan upaya pemberdayaan. Gambar 1 memperlihatkan kerangka berpikir penelitian ini.

`

Gambar 1 Alur berpikir proses penelitian pemberdayaan pengrajin melalui usaha ekonomi kreatif

Pendekatan pemberdayaan memperlihatkan bahwa peningkatan kebutuhan sangat penting untuk mendorong kesejahteraan. Oleh karena itu dalam konteks perkembangan pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif sebagai pelaku utama ekonomi kreatif diartikan sebagai proses pembelajaran yang ditujukan untuk memberikan kekuatan kepada pengrajin ekonomi kreatif agar memiliki kesadaran, kemampuan dan rasa percaya diri dalam menjalani kehidupannnya, mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan untuk bekerjasama dan membina hubungan dalam lingkungan usaha dan sosial sehingga mampu mengakses sumberdaya, informasi, peluang, pengetahuan dan ketrampilan untuk kelangsungan usaha dan kehidupan keluarganya di masa yang akan datang. Proses pemberdayaan yang dilalui diharapkan dapat berkembang lebih jauh dengan pola

(31)

pikir yang kritis dan sistematis sehingga pengrajin ekonomi kreatif lebih mampu melakukan kegiatan secara berdaya dan berfungsi serta mampu melakukan kegiatan pembangunan.

Penelitian berupaya menemukan dan merumuskan model pemberdayaan yang memandirikan pengrajin ekonomi kreatif dalam berusaha dan meningkatkan kualitas pelaku utama di dalam melihat keberlanjutan usahanya. Pemberdayaan pengrajin melalui usaha ekonomi kreatif merupakan bagian dari kegiatan penyuluhan pembangunan. Hal ini dapat diungkapkan bahwa pokok-pokok pikiran di dalam menunjang penyuluhan pembangunan tidak lepas dari paradigma baru penyuluhan pembangunan.

Slamet (2003) menyatakan bahwa penyuluhan adalah jasa pendidikan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. Oleh karena itu agar dapat memenuhi pokok-pokok pikiran penyuluhan pembangunan pada : (1) Prinsip-prinsip orang dewasa; (2) Intervensi Komunitas Terencana; (3) Proses penyuluhan dilakukan secara partisipatif dengan keterlibatan klien dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan penilaian dapat memperhatikan prinsip lokalitas dan kemampuan sasaran; (4) Berorientasi pada kebutuhan; dan (5) Pendekatan pemberdayaan adalah satu tujuan dari penyuluhan pembangunan.

Perilaku kewirausahaan ekonomi kreatif adalah orang-orang yang memiliki kemampuan dalam menilai kesempatan yang ada, baik itu mengumpulkan sumber daya untuk mengambil keuntungan dan mengambil tindakan yang tepat untuk meraih kesuksesan yang diperoleh melalui tindakan dan motivasi tinggi di dalam mengejar tujuan hidupnya.

Dalam beberapa kajian menemukan bahwa pelaku utama ekonomi kreatif mengacu pada definisi Bird (1996) dan Perry et al. (2003) yang menyatakan bahwa perilaku kewirausahaan pada pelaku utama ekonomi kecil merupakan aspek-aspek yang terinternalisasi dalam diri pengrajin ekonomi kreatif ditunjukkan oleh pengetahuan, sikap dan ketrampilannya untuk melakukan suatu usaha dengan ide, talenta, desain, inovatif, inisiatif, berani mengambil resiko dan berdaya saing sehingga menunjang untuk memandirikan usaha ekonomi kreatif. Usaha ekonomi kreatif yang maju adalah usaha yang berkembang secara efektif dan efisien serta mengalami peningkatan dari segi keuangan, pengembangan produk dan perluasan jejaring untuk menunjang dari keberlanjutan usaha.

Young (2005) menyatakan bahwa masyarakat atau pengrajin ekonomi kreatif atau individu yang ingin usahanya berkelanjutan harus bersifat efektif dan efisien usahanya dan bertanggung jawab terhadap masa depannya. Masyarakat atau pengrajin ekonomi kreatif, pengusaha akan membutuhkan mekanisme keterjaminan usaha dengan mengelola resiko dan memanfaatkan inovasi serta manfaat yang didapatkan dari pengrajin ekonomi kreatif baik itu manfaat dari usahanya, sosial dan lingkungannya. Tekanan pasar terhadap produk yang bersifat inovatif menuntut adanya peningkatan eksperimen di kalangan pengusaha baik itu secara individu maupun pengrajin ekonomi kreatif.

(32)

menjadi penting untuk dikaji. Untuk menjawab tujuan penelitian hubungan antar peubah secara keseluruhan diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka berpikir operasional antar peubah penelitian

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian dan kerangka berpikir yang telah dijelaskan sebelumnya maka dirumuskan hipotesis penelitian yakni keberlanjutan usaha ekonomi kreatif dipengaruhi oleh dimensi ekonomi, sosial, lingkungan, kelembagaan serta perilaku kewirausahaan ekonomi kreatif.

Posisi Strategis dan Kebaruan Penelitan

Beberapa penelitian yang mendukung penelitian ini antara lain : Pelham (1999) di dalam penelitiannya menunjukkan bahwa industri kecil masih lemah dalam hal perencanaan, pemikiran model dan orientasi jangka panjang. Hal yang sama dikemukakan oleh Karsidi (1999) dengan menemukan permasalahan bahwa yang menghambat peningkatan kesejahteraan pengrajin adalah pola hidup mereka yang masih tradisional sehingga perencanaan dan pemikiran model belum terlihat pada pola pikir pengrajin.

Karakteristik pengrajin ekonomi kreatif

a. Umur

b. Pendidikan formal c. Pendidikan non formal d. Tanggungankeluarga

c. Peran pelaku pemberdayaan

(33)

Ismawan (2002) mengemukakan bahwa keterbatasan yang dijumpai pengrajin terdapat dalam hal manajemen, kelembagaan, lingkungan usaha dan keberlanjutan usaha. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Amanah dan Hamidah (2006) yang menyatakan bahwa hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal mempengaruhi perilaku nelayan. Yusnani (2005) menyatakan bahwa pendapatan pengusaha dan pendapatan pengrajin memiliki potensi yang bermakna terhadap peningkatan pendapatan.

Penelitian Sidu (2006) menunjukkan bahwa proses pemberdayaan masyarakat masih sangat lemah terutama dipengaruhi secara nyata oleh masih rendahnya kemampuan pelaku pemberdayaan, kurang tersedianya modal fisik dan modal sosial yang cenderung melemah/rendah. Proses pemberdayaan yang masih lemah tersebut terutama dalam hal keterlibatan warga masyarakat dalam perencanaan, pengorganisasian dan evaluasi kualitas pemberdayaan yang belum optimal. Refina (2006) menunjukkan bahwa peningkatan pelaku pemberdayaan terhadap usaha dan pengembangan dapat melalui perekrutan dan pelatihan kader.

Penelitian pemberdayaan masyarakat miskin melalui pendekatan pengrajin oleh Tampubolon (2006) menunjukkan bahwa dinamika kehidupan pengrajin dipengaruhi terutama oleh :

(1) Faktor profil individu : (a) tingkat pendidikan, (b) modal awal yang dimiliki, (c) pelatihan yang diikuti, dan (d) motivasi

(2) Faktor pola pemberdayaan yaitu (a) proses pelaku pemberdayaan, (b) bantuan yang diterima, dan (c) proses pembentukan pengrajin pada awalnya. (3) Faktor lingkungan sosial yaitu (a) norma dan nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat, (b) peluang atau ketersediaan pasar, (c) keterkaitan dan hubungan pengrajin ekonomi kreatif dengan tokoh formal dan informal dalam masyarakat, dan (d) jaringan kerjasama yang dibangun. Dinamika kehidupan pengrajin berpengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan pengrajin ekonomi kreatif yang meliputi keberhasilan dari aspek ekonomi dan aspek sosial.

Menurut Marliany (2006), kelembagaan produksi dan pemasaran yang selama ini dilakukan oleh pengrajin anyaman belum memanfaatkan sumber-sumber potensi yang dapat menunjang perkembangan usaha anyaman. Yuzar (2006) menyatakan bahwa model pengembangan agroindustri berdasarkan pada klaster unggulan dengan menggunakan Inti yang berdasarkan pada daerah dan kelembagaan yang ada dimasyarakat. Harijati (2007) mengemukakan akses pembelajaran melalui penyuluhan dan perlu dikuatkan dengan sifat kewirausahaan khususnya instrumental dan inovatif. Utami (2007) menyatakan model pemberdayaan yang efektif memberdayakan pengrajin adalah dengan meningkatkan kualitas perilaku wirausaha dan kemandirian usaha yang ditunjang oleh pemerintah daerah.

(34)

Rini (2010) didalam penelitiannya menyatakan bahwa status keberlanjutan mencakup enam dimensi yakni kebijakan, teknologi, kelembagaan, sosial budaya, ekonomi dan lingkungan pada usaha alas kaki. Sadapotto (2010) menemukan bahwa penataan institusi persuteraan alam berimplikasi terhadap pengambilan keputusan, aturan dan program yang dibuat, serta kordinasi dari pemerintah. Menurut Dirlanuddin (2010), menemukan bahwa keberdayaan pengusaha kecil agro dipengaruhi secara langsung oleh faktor eksternal, gabungan kegiatan penyuluhan dan kebijakan usaha kecil serta oleh perilaku wirausaha. Bartin (2010) mengemukakan bahwa terdapat hubungan dan pengaruh baik eksternal dan internal terhadap kompetensi dan kinerja pamong belajar dalam pembinaan industri kecil. Novita (2012) menyatakan bahwa untuk pengembangan industri kecil dan menengah memerlukan peningkatan kapasitas mutu, dan efisensi pengolahan. Adapun posisi model penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Posisi Model Penelitian

No Penelitian Aspek yang dikaji Luaran

a b c d

1 Karsidi (1999)  Pengrajin

3 Ismawan (2002)   pengrajin

4 Yusnani (2005)  pengusaha

5 Amanah dan Hamidah (2006)

 Perilaku nelayan dalam wisata bahari

6 Sidu (2006)  Pelaku pemberdayaan

7 Refina (2006)  Pelaku utama

8 Tampubolon (2006)  Pengrajin

9 Marliany (2006)  Pengrajin

10 Yuzar (2006)  Industri Kecil

11 Harijati (2007)  Pelaku pemberdayaan

12 Utami (2007)  Industri kecil

13 Bustang et al. (2008)  Masyarakat lokal

14 Tarigan (2008)   Pengrajin

15 Utama (2009)  Masyarakat lokal

16 Rini (2010)  Pengrajin

17 Sadapotto (2010)  Pengrajin

18 Dirlanuddin (2010)  Industry keci

18 Bartin(2010)  Industri kecil

19 Suwondo (2011)  Sumberdaya lokal

20 Novita (2012)  Industri kecil

21 Penelitian yang

dilakukan

    Pelaku utama ekonomi

kreatif (pengrajin sutera)

Keterangan : (a) Model (b) kelembagaan (c) keberlanjutan (d) pemberdayaan

(35)

berkelanjutan. Kebaruan (novelty) penelitian dilihat dari segi kontribusi keilmuan penyuluhan yang berfokus pada pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif di perdesaan melalui pendekatan sistem. Hasil-hasil penelitian yang dicapai dan posisi model penelitian dapat digambarkan dalam bentuk peta jalan (road map) pada Gambar 3.

Kajian dan penelitian sebelumnya Posisi Model Penelitian

Pemberdayaan

Gambar 3 Peta Road Map Penelitian  Pelham, 1999

 Karsidi, 1999

 Yuzar, 2006

 Tarigan, 2008 Kerangka berkelanjutan

 Ekonomi, ekologi, etika, sosial, teknologi (Pitcher dan

Prelkshot, 2001)

 Ekonomi, Ekologi, sosial, kelembagaan (Adams dan Ghali, 2007)

MDS dan Analisis Prospektif

 Kebutuhan, kendala, perubahan, tujuan, indikator, kegiatan, pelaku (Machfud, 2001)

 Amanah dan Hamidah, 2006

(36)

Hasil penelitian ini dibutuhkan untuk mendukung pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku utama ekonomi kreatif yang mampu memberdayakan pengrajin, dapat berkelanjutan dan model pengembangan pelaku utama ekonomi kreatif. Konsep ini dapat dilakukan dengan melibatkan pelaku pemberdayaan dan kelembagaan serta perilaku pengrajin di dalam melakukan perubahan perilaku dari yang tradisional ke perilaku usaha ekonomi kreatif.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku kewirausahaan pengrajin sebagai pelaku utama ekonomi kreatif dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

(1) Menganalisis keberlanjutan usaha pengrajin ekonomi kreatif berdasarkan pada dimensi ekonomi, sosial, lingkungan dan kelembagaan serta perilaku usaha ekonomi kreatif di Provinsi Sulawesi Selatan.

(2) Menganalisis faktor penentu keberlanjutan usaha pengrajin sebagai pelaku utama ekonomi kreatif di Provinsi Sulawesi Selatan.

(3) Mendesain model pemberdayaan usaha pengrajin ekonomi kreatif sebagai pelaku utama ekonomi kreatif di Provinsi Sulawesi Selatan.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif sebagai pelaku utama ekonomi kreatif adalah sebagai bahan masukan dalam merumuskan model pemberdayaan pengrajin sebagai pelaku utama ekonomi kreatif yang didasarkan pada analisis empirik dan teoritik. Secara khusus kegunaan penelitian ini meliputi :

(1) Upaya pencarian kebenaran ilmiah tentang berbagai faktor yang berhubungan dengan pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif sebagai pelaku utama ekonomi kreatif. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber informasi bagi pihak yang berminat dalam pemberdayaan pengrajin ekonomi kreatif sebagai pelaku utama ekonomi kreatif ke arah yang lebih baik.

(2) Upaya penanggulangan penggangguran di perdesaan melalui pemberdayaan pelaku utama ekonomi kreatif.

Ruang Lingkup Penelitian

(37)

Di Provinsi Sulawesi Selatan ada lima kabupaten yang ikut mengembangkan usaha ekonomi kreatif yaitu (1) Kabupaten Wajo, (2) Kabupaten Bulukumba, (3) Kabupaten Bone, (4) Tana Toraja, dan (5) Kota Makassar.

Penentuan daerah penelitian didasarkan pada pertimbangan antara lain tingkat aksesibilitas pengrajin ekonomi kreatif yang mengembangkan ekonomi kreatif relatif banyak, tipologis geografis dan lingkungan serta keragaman mata pencaharian yang diasumsikan membentuk suatu pola interaksi sosial dalam kelembagaan serta pengrajin ekonomi kreatif yang memiliki keragaman untuk mengembangkan usaha ekonomi kreatif. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka daerah penelitian merupakan representasi dari keseluruhan keragaman pengrajin ekonomi kreatif yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Metode yang dilakukan adalah menggunakan metode survei, studi literatur dan wawancara. Survei lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder yang diperkuat oleh pendapat pakar atau ahli dibidangnya.

Penelitian ini dilakukan terhadap semua pengrajin ekonomi kreatif sebagai pelaku utama ekonomi kreatif. Alasan dipilihnya pengrajin ekonomi kreatif untuk daerah Kabupaten Wajo dan Kabupaten Bulukumba adalah (1) memiliki perkembangan produk, dan (2) menghasilkan produk dari seluruh usaha ekonomi kreatif yang bercirikan etnis Bugis dan etnis Makassar.

Populasi penelitian ini adalah seluruh pengrajin ekonomi kreatif yang bergerak dalam usaha ekonomi kreatif yang berada di Kabupaten Wajo dan Kabupaten Bulukumba. Jumlah populasi pengrajin ekonomi kreatif adalah 190 orang untuk Kabupaten Wajo dan 110 orang untuk Kabupaten Bulukumba. Penarikan sampel dari setiap strata dilakukan secara proporsional yang dalam hal jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2002).

Penentuan sampel wilayah dilakukan dengan teknik cluster random sampling berdasarkan wilayah Timur dan Selatan dengan Kabupaten Wajo dengan jumlah sampel sebanyak 129 orang pengrajin ekonomi kreatif dan Kabupaten Bulukumba sebanyak 86 orang. Unit-unit analisa dalam populasi digolongkan ke dalam gugus-gugus (clusters) yang diambil secara acak dan akan menjadi satuan sampel yang akan di ambil (Singarimbun, 1987).

Pengambilan gugus acak ini dari kecamatan menjadi beberapa desa yaitu untuk Kabupaten Wajo dibagi menjadi empat kecamatan berdasarkan wilayah pengrajin ekonomi kreatif yaitu Kecamatan Tempe dengan jumlah pengrajin 25 orang, Tanasitolo 35 orang, Majauleng 39 orang, Sabangparu 30 orang. Kemudian diacak lagi menjadi gugus berdasarkan wilayah desa yaitu untuk Kecamatan Tempe, desa yang diambil untuk dijadikan responden penelitian adalah Desa Attakae dengan 13 orang dan Desa Mattirotappareng 12 orang.

Untuk Kecamatan Tanasitolo, desa yang diambil secara acak dijadikan responden penelitian adalah Desa UjungE dengan 15 orang dan Desa Pakkana 20 orang, Kecamatan Majauleng dengan satu desa yakni Desa Tosora dengan jumlah responden yaitu 39 orang sedangkan untuk Kecamatan Sabangparu dengan Desa Sompe sebanyak 30 orang sehingga total sampel yang diambil berjumlah 129 orang pengrajin ekonomi kreatif.

(38)

dan Desa Darubiah sebanyak 36 orang sehingga total sampel berjumlah 86 pengrajin. Hal tersebut digambarkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Sampel penelitian

Kota/

Kabupaten Kecamatan

Jumlah

sampel Desa Sampel

Wajo

Tempe 25 Attakkae 13

Mattirotappareng 12

Tanasitolo 35 UjungE 15

Pakkana 20

Majauleng 39 Tosora 39

Sabangparu 30 Sompe 30

Total 129 129

Bulukumba Bontobahari 50 Bira 50

36 Darubiah 36

Total 86 86

Untuk responden dari kalangan pakar dipilih secara sengaja (purposive sampling). Responden yang dipilih memiliki kepakaran sesuai dengan bidang kajian. Penentuan responden pakar dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan berikut :

(a) Mempunyai pengalaman yang kompeten sesuai bidang yang dikaji

(b) Memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dan kompetensi sesuai bidang kajian (c) Memiliki kredibilitas tinggi, bersedia dan atau berada pada lokasi yang

dikaji

(39)

17

II TINJAUAN PUSTAKA

Ekonomi Kreatif

Struktur perekonomian dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, dari berbasis sumber daya alam sekarang menjadi berbasis sumber daya manusia, dari era pertanian ke era industri dan informasi. Toffler (Tim Design Indonesia, 2008) melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi ke dalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri. Ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan gelombang keempat yang merupakan gelombang ekonomi kreatif dengan berorientasi pada ide dan gagasan kreatif. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Ekonomi Pertanian

Ekonomi Industri

Ekonomi Informasi

Ekonomi Kreatif

Pertanian Industri Informasi Kreatif

Gambar 4. Pergeseran Orientasi Ekonomi Dunia Barat (Tim Design Indonesia, 2008)

Ahli Ekonomi Romer (Tim Design Indonesia, 2008) menyatakan ide adalah barang ekonomi yang sangat penting, lebih penting dari objek yang ditekankan pada kebanyakan model-model ekonomi. Di dunia dengan keterbatasan fisik ini, adanya penemuan ide-ide besar bersamaan dengan penemuan jutaan ide-ide kecil-lah yang membuat ekonomi tetap tumbuh. Ide adalah mengkombinasikan sumber daya fisik yang penyusunannya terbatas menjadi lebih bernilai.

Menurut Howkins (Tim Design Indonesia, 2008), kehadiran gelombang ekonomi kreatif, pada tahun 1996, adalah eksporkarya hak cipta Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan sebesar US$ 60,18 miliar yang jauh melampaui ekspor sektor lainnya seperti otomotif, pertanian, dan pesawat. Menurut Howkins, ekonomi baru telah muncul seputar ekonomi kreatif yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual seperti paten, hak cipta, merek, royalti dan desain. Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan aset kreatif yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Industrialisasi telah menciptakan pola kerja, pola produksi dan pola distribusi yang lebih murah dan lebih efisien. Konsentrasi industri berpindah dari negara barat ke negara-negara berkembang di Asia karena tidak bisa menyaingi biaya murah di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan efisiensi industri negara Jepang. Negara-negara maju mulai menyadari bahwa saat ini tidak bisa mengandalkan supremasi di bidang industri, tetapi lebih mengandalkan sumber daya manusia yang kreatif, sehingga kemudian pada tahun 1990-an dimulailah era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan

Gambar

Gambar 2  Kerangka berpikir operasional antar peubah penelitian
Tabel 1 Posisi Model Penelitian
Gambar 3  Peta Road Map Penelitian
Gambar  8.  Sistem Klasifikasi Industri Kreatif dari macam-macam model
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian diatas tertarik untuk membangun suatu sistem yang nantinya bisa membantu masyarakat dalam mendapatkan informasi mengenai suatu wilayah dengan judul “ Sistem

Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin yang khusus disediakan dan atau diberikan

Untuk mencapai keuntungan maksimal pada bulan April 2004, kombinasi produksi dari ketiga jenis roti untuk dapat memaksimalkan laba adalah dengan memproduksi roti coklat sebanyak

Hasil penelitian untuk faktor permintaan secara simultan ada pengaruh nyata antara tingkat pendapatan, selera, jumlah tanggungan dan harapan masa yang akan datang

[r]

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

5) Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dalam rangka menunjang perbaikan regulasi pengusahaan UCG diperlukan litbang UCG di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan mengingat