• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Parameter Genetik dan Respon Seleksi Genotipe Jagung (Zea mays L.) di Lingkungan Lahan Masam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Parameter Genetik dan Respon Seleksi Genotipe Jagung (Zea mays L.) di Lingkungan Lahan Masam"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN RESPON

SELEKSI GENOTIPE JAGUNG (Zea mays L.) DI

LINGKUNGAN LAHAN MASAM

RIZKI AMALIA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Parameter Genetik dan Respon Seleksi Genotipe Jagung (Zea mays L.) di Lingkungan Lahan Masam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RIZKI AMALIA. Pendugaan Parameter Genetik dan Respon Seleksi Genotipe Jagung (Zea mays L.) di Lingkungan Lahan Masam. Dibimbing oleh WILLY BAYUARDI SUWARNO.

Lahan masam merupakan lahan marginal yang menjadi salah satu faktor pembatas dalam budidaya dan produksi tanaman jagung di dunia. Perakitan varietas yang adaptif pada lahan masam perlu dikembangkan untuk menjaga keberlanjutan produksi pangan. Percobaan ini bertujuan menduga nilai heritabilitas arti luas dan kemajuan seleksi, serta mengidentifikasi galur-galur potensial untuk dikembangkan menjadi tetua jagung yang adaptif pada lahan masam. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikarawang, Universiy Farm IPB pada November 2014 hingga Maret 2015. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan augmented dengan 265 genotipe uji koleksi Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros Sulawesi Selatan dan tujuh genotipe pembanding. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh genotipe uji terdapat pada sebagian besar peubah yang diamati kecuali tinggi tongkol, diameter batang dan bobot 100 biji. Karakter daya tumbuh, umur anthesis, tinggi tanaman, dan karakter komponen hasil memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi. Karakter jumlah tongkol tanaman-1 memiliki nilai heritabilitas arti luas yang rendah. Seleksi berdasarkan kriteria seleksi dengan seleksi simultan menggunakan indeks dan intensitas 5% menghasilkan 12 genotipe terpilih yaitu genotipe 195, 252, 298, 166, 112, 256, 249, 369, 32, 231, 247, dan 326. Seleksi berdasarkan karakter kriteria seleksi mengakibatkan peningkatan nilai kemajuan seleksi pada semua karakter kecuali umur anthesis dan umur silking, seperti yang diharapkan. Hasil analisis gerombol menunjukkan bahwa semua genotipe terseleksi berada pada gerombol yang sama kecuali genotipe 369. Genotipe-genotipe terpilih tersebut dinilai potensial sebagai materi genetik untuk perakitan varietas jagung toleran lahan masam.

.

Kata kunci: heritabilitas arti luas, jagung, kemajuan seleksi, lahan masam, seleksi indeks

ABSTRACT

RIZKI AMALIA. Estimations of Genetic Parameters and Selection Response of Maize Lines (Zea Mays L.) in an Acid Soil Environment. Supervised by WILLY BAYUARDI SUWARNO.

(5)

design with 265 candidate genotypes from The Indonesian Cereals Research Institute (ICERI) Maros, South Sulawesi, along with seven check genotypes. The analysis of variance results showed that the effects of candidate genotypes are significant for all observed traits, except for ear height, stem diameter, and 100 seeds weight. Growth ability, days to anthesis, plant height, and yield components have high broad sense heritability, whereas number of ears per plant has low heritability. An index-based simultaneous selection exercise with 5% intensity resulted in 12 genotypes selected, namely 195, 252, 298, 166, 112, 256, 249, 369, 32, 231, 247, and 326. The estimated responses to selection are positive for all characters, except for days to anthesis and days to silking, as expected. The clustering result showed that all selected genotypes are grouped in the same cluster except genotype 369. These selected genotypes are considered potential as genetic sources for breeding acid soil tolerant maize varieties.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN RESPON

SELEKSI GENOTIPE JAGUNG (Zea mays L.) DI

LINGKUNGAN LAHAN MASAM

RIZKI AMALIA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Pendugaan Parameter Genetik dan Respon Seleksi Genotipe Jagung (Zea mays L.) di Lingkungan Lahan Masam dapat diselesaikan dengan baik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Dr Willy Bayuardi Suwarno, SP MSi selaku pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, nasihat, dan dorongan selama penyelesaian tugas akhir.

2. Dr Ir Agus Purwito, MscAgr selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan dan nasihat selama penulis menempuh pendidikan di Departemen Agronomi dan Hortikultura.

3. Prof Dr Ir Surjono Hadi Sutjahjo, MS dan Dr Ir Heni Purnamawati, MScAgr selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan arahan dalam penyempurnaan skripsi.

4. Seluruh staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah banyak memberikan ilmunya.

5. Bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya. 6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasiswa Bidikmisi yang

telahdiberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

7. Bapak Argani dan teknisi Kebun Percobaan Cikarawang yang telah membantu penulis dalam melaksanakan kegiatan penelitian.

8. Lisa, Uus, Siti Rohmah, Nawang, Amel, Iqbal, Widya, Yogi, Kiki, Miftachur, Uli, Laras, Zafi, Arif, Fittia, Kak Rony, Kak Dita, Kak Radhiya, Kak Yogo, Kak Tustiah atas bantuan dan dukungannya selama kegiatan penelitian.

9. Teman-teman Dandelion AGH 48 yang telah memberikan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan pertanian Indonesia di masa depan.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE PENELITIAN 5

Tempat dan Waktu Penelitian 5

Bahan dan Alat 5

Rancangan Percobaan 5

Pelaksanaan Penelitian 6

Pengamatan 6

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Kondisi Umum Percobaan 10

Keragaan Karakter Kuantitatif Genotipe Jagung 11

Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas Arti Luas 13 Analisis Koefisien Korelasi Linier Antarkarakter 14

Seleksi Indeks pada Genotipe Jagung 17

Karakter Genotipe Uji Hasil Seleksi 18

Kemajuan Seleksi 19

Keragaan Karakter Kualitatif Genotipe Uji Hasil Seleksi 20

Analisis Gerombol 20

KESIMPULAN DAN SARAN 22

Kesimpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 26

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kategori dan skor ketahanan genotipe jagung terhadap penyakit bulai

berdasarkan persentase serangan 8

2 Rekapitulasi sidik ragam keragaan agronomi genotipe jagung 12 3 Nilai duga komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter

agronomi pada genotipe uji 14

4 Koefisien korelasi linier antarkarakter pada genotipe jagung 16 5 Nilai tengah tiap karakter dan seleksi indeks pada genotipe uji 17 6 Nilai tengah untuk karakter umur anthesis, umur silking, diameter

batang, tinggi tongkol, rendemen hasil, dan hasil pipilan plot-1 18 7 Nilai diferensial seleksi dan kemajuan seleksi berdasarkan karakter

kriteria seleksi 19

8 Rekapitulasi hasil pengamatan kualitatif genotipe jagung hasil seleksi 20

DAFTAR GAMBAR

1 Skor warna biji pada genotipe jagung 8

2 Fase pertumbuhan jagung (A) fase pertumbuhan awal, saat tanaman berumur 1 MST (B) fase vegetatif (C) fase berbunga (D) fase masak

fisiologis 11

3 Dendogram 236 genotipe uji dan 7 genotipe pembanding hasil analisis gerombol berdasarkan karakter kuantitatif dan kualitatif 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data iklim bulan November 2014 hingga Februari 2015 26

2 Hasil analisis kimia dan tekstur tanah 26

3 Genotipe jagung yang digunakan dalam penelitian 27

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu serealia yang memiliki nilai ekonomis dan peranan yang stategis. Jagung mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai tanaman karbohidrat dan protein setelah beras. Hampir semua bagian tanaman jagung seperti batang, daun, biji, dan tongkol dapat dimanfaatkan untuk pangan dan pakan (Purwanto 2007).

Menurut data Badan Pusat Statistik (2013) produksi jagung nasional tahun 2013 diperkirakan sebesar 18.84 juta ton pipilan kering atau mengalami penurunan sebanyak 548.49 ribu ton dibandingkan tahun 2012. Data BPS (2013) juga menyebutkan bahwa penurunan produksi ini terjadi di Jawa sebesar 534.05 ribu ton dan di luar Jawa sebesar 14.45 ribu ton. Penurunan produksi jagung diperkirakan terjadi karena adanya penurunan luas panen seluas 66.62 ribu ha dan produktivitas sebesar 0.57 kuintal ha-1. Penurunan luas panen ini terjadi karena besarnya alih fungsi lahan ke penggunaan selain sektor pertanian. Alih fungsi lahan banyak terjadi di Pulau Jawa dengan pertumbuhan penduduk yang besar. Peningkatan produksi jagung dapat dilakukan dengan perluasan wilayah tanam di luar Pulau Jawa sedangkan wilayah tersebut sebagian besar merupakan lahan marginal yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.

Lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan untuk keperluan tertentu (Yuwono 2009). Salah satu jenis lahan marginal yang terdapat di Indonesia adalah lahan masam. Sekitar 30% dari total luas lahan di dunia terdiri dari tanah masam dan sebanyak 50% dari luas tanah masam tersebut berpotensi sebagai lahan garapan untuk produksi pertanian. Budidaya tanaman pokok dan tanaman biji-bijian yang diusahakan di tanah masam dapat menurunkan produktivitasnya. Selain itu, 60% dari wilayah subtropik dan tropik di dunia merupakan tanah masam sehingga membatasi hasil panen dan produksi pertanian di banyak negara (Kochian et al. 2004). Sebagian besar lahan daratan di Indonesia termasuk lahan masam. Luas total lahan kering masam di Indonesia sebesar 102.8 juta ha. Ciri utama lahan masam adalah tingkat produktivitas lahannya rendah untuk jenis tanaman pangan seperti jagung (Mulyani et al. 2004). Usaha untuk mengatasi kondisi tanah masam adalah dengan pengapuran dan aplikasi pupuk P. Namun usaha ini memerlukan biaya yang tinggi, hanya untuk waktu yang singkat, dan tidak berkelanjutan (Sitanggang 2013).

Menurut Acquaah (2007) produktivitas tanaman dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu merubah lingkungan untuk mengeliminasi atau meminimalkan cekaman yang mengganggu produktivitas tanaman, atau memperbaiki genotipe tanaman agar tahan terhadap lingkungan tumbuh yang ada. Pemulia mulai mengembangkan varietas yang dapat beradaptasi pada kondisi cekaman lingkungan. Menurut Sungkono et al. (2009) pengembangan varietas toleran tanah masam adalah salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi budidaya di tanah masam.

(14)

2

baik dari tanaman terpilih dan terlihat adanya kemajuan seleksi (Syukur et al. 2012). Kriteria seleksi didasarkan pada keadaan genotipe yang memiliki nilai heritabilitas tinggi pada beberapa karakter di dalam kondisi cekaman abiotik lahan masam. Seleksi pada jagung yang dilakukan pada lahan masam dimaksudkan untuk mengidentifikasi genotipe jagung yang potensial untuk dikembangkan menjadi salah satu tetua dalam pengembangan varietas jagung toleran lahan masam.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan agronomi dan daya hasil dari sejumlah genotipe jagung generasi S3; menduga parameter genetik, nilai heritabilitas arti luas, dan kemajuan seleksi; serta mengidentifikasi genotipe-genotipe potensial untuk dikembangkan menjadi calon tetua dalam rangka perakitan varietas jagung toleran lahan masam.

Hipotesis

1. Terdapat keragaman keragaan agronomi dan daya hasil jagung pada tanah masam.

2. Terdapat karakter yang memiliki nilai duga heritabilitas arti luas yang tinggi. 3. Terdapat karakter yang memiliki nilai duga kemajuan seleksi yang tinggi. 4. Terdapat genotipe yang cukup adaptif pada kondisi lahan masam.

.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani, Syarat Tumbuh, dan Manfaat

Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah. Sejak 7000 tahun yang lalu, jagung mulai dibudidayakan oleh bangsa India. Jagung mulai berkembang di Asia Tenggara pada pertengahan tahun 1500an dan pada awal tahun 1600an. Sejak saat itu, jagung mulai berkembang menjadi tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia, Filipina, dan Thailand (Iriany et al. 2007).

(15)

3 Jagung merupakan tanaman semusim yang memiliki batang yang kuat. Bunga jantan dan bunga betina berada dalam satu tanaman sehingga disebut tanaman berumah satu (monoecious). Tinggi batang tanaman jagung dapat mencapai 1.7-3 m dengan node dan ruas batang yang jelas. Daun nomor 8- 21 berada pada kedua sisi batang di node secara bergantian. Jagung dapat dimanfaatkan sebagai pangan maupun pakan. Umumnya di negara tropis, jagung dijadikan sebagai makanan pokok. Seluruh bagian tanaman ini banyak dimanfaatkan untuk industri pakan (Prosea 1999).

Tanah Masam

Menurut Notohadiprawiro (2006) tanah-tanah masam di Indonesia terdiri atas podsolik, latosol, podsol, organosol dan aluvial hidromorf. Tanah podsolik dan podsol bersifat masam karena berasal dari bahan induk masam dan telah mengalami pelapukan intensif dan pelindian kuat. Tanah latosol bersifat masam karena mengalami pelapukan yang intensif dan pelindian kuat. Kemasaman tanah organosol ditimbulkan oleh perombakan bahan organik. Tanah aluvial hidromorf menjadi sangat masam (pH <3.5) karena senyawa pirit yang dikandungnya teroksidasi menjadi asam sulfat.

Tanah masam umumnya dicirikan oleh sifat reaksi tanah masam (pH rendah) yang berkaitan dengan kadar Al tinggi, fiksasi P tinggi, kapasitas tukar kation (KTK) yang rendah serta kandungan basa-basa dapat ditukar rendah. Selain itu, reaksi tanah masam juga dapat menyebabkan kandungan Fe dan Mn yang mendekati batas meracuni, peka erosi, dan miskin elemen biotik. Kendala tersebut memang relatif lebih mudah diatasi dengan teknologi pemupukan, pengapuran, serta pengelolaan bahan organik (Balitan 2006; Mulyani et al. 2004).

Tanah masam merupakan salah satu faktor pembatas dalam produksi pertanian di dunia. Kendala utama budidaya di tanah masam adalah defisiensi asam fosfor (P) dan toksisitas alumunium (Al) yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Pengembangan varietas toleran terhadap kondisi tanah masam penting untuk dikembangkan agar dapat mengatasi permasalahan tersebut (Puspitasari et al. 2012).

Pemuliaan Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoceous) dan tergolong ke dalam tanaman menyerbuk silang. Penyerbukannya terjadi secara acak terutama dikarenakan perbedaan letak bunga jantan dan bunga betina serta perbedaan waktu masak kedua bunga tersebut. Jagung termasuk dalam tanaman protandri. Persentase penyerbukan silang pada jagung mencapai 95% (Acquaah 2007).

(16)

4

pemuliaan tanaman jagung antara lain bertujuan untuk memperoleh varietas unggul berumur genjah (90 hari), tahan terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit), tahan terhadap cekaman abiotik (kekeringan, lahan masam, N rendah), dan hasil stabil. Strategi pemuliaan tanaman jagung untuk mendapatkan varietas unggul baru adalah dengan persilangan dan seleksi berulang, introduksi dari luar negeri dan perbaikan populasi, serta seleksi untuk stabilitas hasil di sejumlah sentra produksi jagung (Syukur et al. 2012).

Nilai Heritabilitas dan Kemajuan Seleksi

Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh potensi genetik dan lingkungan tempat tumbuh tanaman. Cekaman lingkungan akan berdampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Acquaah 2007). Heritabilitas adalah perbandingan antara besaran ragam genotipe dengan besaran total ragam fenotipe dari suatu karakter. Heritabilitas dibedakan menjadi dua yaitu heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability) dan heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense heritability). Heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara ragam genetik total dan ragam fenotipik, sedangkan heritabilitas arti sempit merupakan perbandingan antara ragam aditif dan ragam fenotipik (Syukur et al. 2012). Heritabilitas merupakan gambaran besarnya kontribusi genetik pada suatu karakter. Nilai duga heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dibandingkan faktor lingkungan, sedangkan nilai duga heritabilitas yang rendah menunjukkan faktor lingkungan berpengaruh lebih besar dibandingkan faktor genetik (Saleh 2011). Seleksi lebih efektif dilakukan ketika variasi genetik lebih besar daripada variasi lingkungan (Poehlman 1983). Kriteria nilai heritabilitas menurut Stansfield (1969) yaitu tinggi jika h2> 0.5, sedang jika 0.2 ≤ h2≤ 0.5, dan rendah jika h2< 0.2.

(17)

5

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikarawang, University Farm IPB Darmaga, Bogor. Proses pascapanen dilaksanakan di greenhouse Kebun Percobaan Cikabayan dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan November 2014 hingga Maret 2015.

Bahan dan Alat

Materi genetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah 265 nomor galur jagung generasi S3 (selfing generasi ke-3) koleksi Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal), Maros, Sulawesi Selatan dan tujuh genotipe pembanding yaitu Sukmaraga, Lamuru, Bima-19, Bima-20, Nei-9008, MR-4, dan MR-14. Genotipe pembanding Sukmaraga dan Lamuru adalah varietas bersari bebas; Bima-19 dan Bima-20 adalah varietas hibrida silang tiga jalur (three-way cross hybrids); sedangkan Nei-9008, MR-4, dan MR-14 adalah galur murni koleksi Balitsereal. Varietas Sukmaraga merupakan varietas toleran lahan masam. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk NPK 15-15-15 dosis 250 kg ha-1, Urea dosis 150 kg ha-1. Pestisida yang digunakan berbahan aktif karbofuran dosis 17 kg ha-1.

Alat yang digunakan adalah alat-alat pertanian konvensional, ajir, label, timbangan digital, jangka sorong, meteran, penggaris, grain moisture tester, kamera digital, dan alat tulis.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan augmented yang disusun dalam rancangan kelompok teracak dengan 265 genotipe uji yang tidak diulang, dan tujuh genotipe pembanding yang diulang lima kali, sehingga terdapat 300 satuan percobaan (plot). Setiap satuan percobaan terdiri dari satu baris dengan panjang baris 3.8 m. Areal percobaan dibuat dalam lima blok, di dalam blok dibuat plot-plot. Seluruh genotipe pembanding ditempatkan secara acak di setiap blok, sehingga setiap blok memiliki jumlah genotipe pembanding yang sama. Model linear aditif rancangan ini adalah:

Yij = (µ + ρi +τj+εij)nij

(18)

6

Pelaksanaaan Penelitian

Persiapan Lahan

Persiapan lahan dilakukan dengan pengolahan tanah satu minggu sebelum tanam. Tanah dibersihkan dari gulma dan digemburkan dengan menggunakan traktor. Tanah tidak diberi kapur dan bahan organik dengan tujuan mempertahankan pH tanah tetap masam. Sebelum penanaman, terlebih dahulu diambil contoh tanah untuk dilakukan analisis tanah.

Penanaman

Penanaman dilakukan satu minggu setelah pengolahan lahan. Setiap genotipe ditanam dalam satu plot baris dengan panjang baris 3.8 meter. Tiap genotipe jagung ditanam satu benih setiap lubang. Penanaman jagung dilakukan dengan cara ditugal dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm. Saat penanaman ditambahkan insektisida granul berbahan aktif karbofuran dosis 17 kg ha-1 pada lubang tanam.

Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi kegiatan penyulaman, pemupukan, pembumbunan, pengendalian gulma, hama, dan penyakit tanaman. Penyulaman dilakukan pada benih dari tiap genotipe jagung yang tidak tumbuh saat tanaman di lapang berumur 1 MST. Pemupukan dilakukan saat tanaman berumur 1 MST dan 3 MST masing-masing setengah dosis. Pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK 15-15-15 dosis 250 kg ha-1, pupuk Urea dosis 150 kg ha-1. Pemupukan dilakukan dengan cara ditabur pada alur yang berjarak 7-8 cm dari lubang tanam dengan kedalaman 8-10 cm. Pembumbunan dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST- 4 MST. Pembumbunan dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat batang sehingga tanaman tidak mudah rebah. Pengendalian gulma juga dilaksanakan bersamaan dengan pembumbunan. Pengendalian hama dilakukan dengan pemberian insektisida berbahan aktif karbofuran saat tanam. Pengendalian penyakit dilakukan saat tanaman berumur 5 MST dengan mencabut tanaman (eradikasi) yang terserang penyakit bulai.

Pemanenan dan Pascapanen

Pemanenan dilakukan saat tongkol atau kelobot mulai mengering dan biji sudah mencapai masak fisiologis sekitar umur 110 HST. Pascapanen dilakukan dengan menjemur tongkol jagung di dalam greenhouse selama satu minggu.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap peubah kauntitatif dan kualitatif. Pengamatan peubah kuantitatif dilakukan terhadap lima tanaman contoh tiap genotipe yang ditetapkan secara acak kecuali pada pengamatan peubah daya tumbuh, umur anthesis, umur silking, bobot tongkol plot-1 dan hasil pipilan plot-1. Peubah kuantitatif yang diamati meliputi:

(19)

7 2. Umur anthesis (hari), dicatat saat 50% populasi dalam plot sudah mengalami

anthesis (keluarnya serbuk sari). tongkol utama (tongkol yang paling atas).

6. Diameter batang (cm), diukur pada batang dengan jarak sekitar 10 cm di atas permukaan tanah. Pengukuran dilakukan saat menjelang panen.

7. Panjang tongkol (cm), diukur dari pangkal tongkol sampai dengan ujung tongkol pada tongkol utama dari tanaman contoh.

8. Diameter tongkol (cm), diukur pada bagian tengah tongkol pada tongkol utama dari tanaman contoh dengan menggunakan jangka sorong.

9. Jumlah baris biji, dihitung jumlah baris biji jagung secara melingkar pada tongkol utama dari tanaman contoh.

10. Jumlah tongkol tanaman-1, dihitung jumlah tongkol dalam satu plot yang memiliki biji minimal satu kemudian dibagi dengan jumlah tanaman dalam satu plot.

11. Bobot tongkol (g), diukur dengan menimbang bobot kering tongkol utama dari tanaman contoh.

12. Bobot biji tongkol-1 (g), diukur dengan menimbang biji kering yang telah dipipil pada tongkol utama dari tanaman contoh.

13. Bobot 100 biji (g), diukur dengan menghitung 100 biji kemudian ditimbang. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

14. Bobot tongkol plot-1 (g), diukur dengan menimbang seluruh tongkol tiap plot. 15. Rendemen hasil (%), dihitung dengan membandingkan bobot biji tongkol-1

terhadap bobot tongkol.

16. Hasil pipilan plot-1 (g), dihitung dengan mengalikan bobot tongkol plot-1 dan rendemen hasil.

17. Kadar air (%), diukur dengan menggunakan grain moisture tester pada jagung genotipe pembanding yang telah dipipil.

Adapun peubah kualitatif yang diamati meliputi:

1. Skor ketahanan terhadap serangan bulai (%), dilakukan pengamatan saat tanaman berumur 5 MST dengan melihat gejala penyakit bulai yang menyerang tanaman. Perhitungan persentase serangan bulai dan kategori skor ketahanan menurut Muis et al. (2013):

I = (A : B) x 100% Keterangan:

I = Persentase serangan penyakit bulai A= Jumlah tanaman terserang penyakit bulai B= Populasi tanaman tumbuh setiap baris

(20)

8

Tabel 1 Kategori dan skor ketahanan genotipe jagung terhadap penyakit bulai berdasarkan persentase serangan

Persentase serangan(%) Kategori ketahanan Skor

0.0 – 10 Sangat tahan 1

>10 – 20 Tahan 2

>20 – 40 Agak tahan 3

>40 – 60 Peka 4

>60 – 100 Sangat peka 5

2. Skoring keragaan agronomi, diamati dengan memberikan skor 1 (sangat baik) hingga skor 5 (sangat buruk) berdasarkan CIMMYT (1994).

3. Skoring warna biji, diamati berdasarkan kriteria: 1) putih, 2) kuning, 3) kuning tua, 4) oranye 5) oranye tua.

Gambar 1 Skor warna biji pada genotipe jagung

Analisis Data

Data yang telah didapatkan, terlebih dahulu diuji asumsi galatnya sebelum dianalisis. Adapun analisis data meliputi:

Analisis Ragam

Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara genotipe yang diuji, menggunakan metode REML (Restricted Maximum Likelihood) (Wolfinger et al. 1997) dengan genotipe sebagai faktor tetap. Tahap berikutnya adalah perhitungan nilai rata-rata tersesuaikan (adjusted means) untuk tiap genotipe. Analisis data dilakukan menggunakan perangkat lunak SAS 9.1 dan Microsoft Excel 2007.

Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas Arti Luas

Nilai heritabilitas tanaman yang dihitung merupakan heritabilitas dalam arti luas yaitu perbandingan antara ragam genotipe dan fenotipe (Syukur et al. 2012)

h2 =

(21)

9 Keterangan:

h2 = heritabilitas arti luas

σ2G = ragam genotipe

σ2P = ragam fenotipik

Nilai duga ragam genotipe, ragam fenotipik, dan ragam lingkungan diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan metode REML (Restricted Maximum Likelihood) dengan semua faktor dianggap faktor acak, menggunakan perangkat lunak SAS. 9.1

Seleksi Indeks

Seleksi indeks dilakukan pada beberapa karakter. Indeks seleksi ditentukan berdasarkan rumus (Singh dan Chaudry 1976):

Z= b1x1 + b2x2+...+bnxn

Z adalah nilai indeks seleksi; bn adalah bobot dari peubah ke-n; xn adalah nilai tengah dari tiap genotipe yang telah distandarisasi untuk peubah ke-n.

Kemajuan Seleksi

Kemajuan seleksi dapat dirumuskan secara kuantitatif berdasarkan persamaan (Falconer 1983) sebagai berikut:

KS = S. h2 Keterangan:

KS = Kemajuan seleksi S = Diferensial seleksi h2 = Nilai heritabilitas arti luas.

Diferensial seleksi merupakan selisih nilai tengah populasi terseleksi dengan nilai tengah populasi awal.

Analisis Korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk melihat hubungan antarkarakter yang diamati dalam percobaan. Analisis korelasi Pearson berdasarkan rumus sebagai berikut (Walpole 1982):

Keterangan:

n : banyaknya data xi : nilai tengah peubah 1 yi : nilai tengah peubah 2

Analisis Gerombol

(22)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Percobaan

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikarawang, University Farm IPB pada luasan 1 056 m2 yang berada pada ketinggian ± 201 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan hasil analisis, tanah di lahan percobaan memiliki tekstur lempung berdebu dengan pH 5.2 yang tergolong masam (Balitan 2015). Saat awal pelaksanaan percobaan, dilakukan penanaman 265 genotipe uji dan 7 genotipe pembanding pada 300 plot. Hingga saat panen, genotipe yang memiliki jumlah tanaman dan jumlah tongkol dalam plot minimal lima adalah sebanyak 236 genotipe uji dan tujuh genotipe pembanding. Analisis statistik dilakukan menggunakan data dari 236 genotipe uji dan tujuh genotipe pembanding tersebut.

Menurut data (BMKG 2015) curah hujan selama periode percobaan (November 2014 hingga Februari 2015) adalah 371.2 mm. Suhu rata-rata bulan-1 adalah 25.7 oC dengan kelembaban rata-rata bulan-1 sebesar 71%. Menurut Koswara (1986) curah hujan rata-rata yang dibutuhkan oleh pertanaman jagung sebesar 100-125 mm bulan-1. Curah hujan yang cukup tinggi dapat menyebabkan munculnya serangan penyakit yang disebabkan oleh cendawan dan terjadinya kerebahan pada tanaman jagung. Suhu optimal yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman jagung antara 21-34oC (Purwono dan Purnamawati 2007). Menurut Martin et al. (1976) jagung dapat tumbuh dengan optimal pada tanah dengan pH antara 5.5 hingga 8.0. Berdasarkan hasil analisis tanah (Balitan 2015), kandungan karbon dan nitrogen dalam tanah tergolong rendah dengan nilai C/N sebesar 8 dan nilai kapasitas tukar kation juga rendah sebesar 8.07 cmolc kg-1.

Tahapan pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung dimulai dari fase pertumbuhan awal, fase vegetatif, fase berbunga, dan fase masak fisiologis yang ditunjukkan oleh Gambar 1. Fase pertumbuhan awal ditandai dengan benih yang telah ditanam mulai tumbuh. Fase vegetatif ditandai dengan munculnya daun yang telah membuka sempurna sampai sebelum keluarnya bunga jantan dan bunga betina. Fase berbunga ditandai oleh munculnya bunga jantan (tassel) dan bunga betina (rambut tongkol). Fase masak fisiologis ditandai dengan daun dan kelobot mulai mengering serta munculnya blacklayer pada biji jagung.

(23)

11

Gambar 2 Fase pertumbuhan tanaman jagung (A) fase pertumbuhan awal, saat tanaman berumur 1 MST (B) fase vegetatif (C) fase berbunga (D) fase masak fisiologis

Saat tanaman berumur 5 MST, terjadi serangan penyakit bulai pada beberapa tanaman jagung. Penyakit bulai disebabkan oleh cendawan Peronoscleospora maydis. Pengendalian penyakit bulai dilakukan dengan mencabut (eradikasi) tanaman yang terserang penyakit tersebut. Beberapa hama yang ditemukan selama penelitian adalah belalang (Valanga nigriconis), kutu daun (Rophalosiphum maydis), dan rayap (Coptotermes curvignathus). Gulma yang ditemukan di lokasi penelitian adalah Mimosa pudica, Boreria allata, Phyllantus niruri, dan Euphorbia hirta.

Keragaan Karakter Kuantitatif Genotipe Jagung

Karakter kuantitatif yang diamati terdiri dari karakter vegetatif dan karakter generatif. Karakter generatif yang diamati meliputi peubah daya tumbuh,tinggi tanaman, dan diameter batang. Karakter generatif yang diamati meliputi umur anthesis, umur silking, tinggi tongkol, diameter tongkol, panjang tongkol, bobot tongkol, bobot biji tongkol-1, bobot tongkol plot-1, rendemen hasil, jumlah tongkol tanaman-1, dan hasil pipilan plot-1. Rekapitulasi sidik ragam keragaan agronomi pada peubah genotipe jagung dapat dilihat pada Tabel 2.

(24)

12

Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam keragaan agronomi genotipe jagung

Keterangan: KT: Kuadrat tengah; KK: Koefisien keragaman; * berpengaruh nyata pada taraf 5%;** berpengaruh nyata pada taraf 1%; tn tidak berpengaruh nyata;++ data ditransformasi ke (x+0.5)1/2; ++data ditransformasi ke log (x+1)

Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh kelompok tidak nyata pada semua peubah pengamatan (Tabel 2). Adanya respon yang sama pada kelompok yangberbeda menunjukkan bahwa lingkungan pada lokasi penelitian bersifat homogen. Berdasarkan faktor genotipe, dapat dilihat bahwa genotipe memberikan pengaruh yang nyata pada hampir semua peubah karakter vegetatif dan generatif kecuali pada peubah bobot 100 biji (Tabel 2). Pengaruh yang nyata pada genotipe

(25)

13 uji terdapat pada peubah daya tumbuh, umur anthesis, umur silking, tinggi tanaman, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris biji, bobot tongkol, bobot biji tongkol-1, bobot tongkol plot-1, rendemen hasil, hasil pipilan plot-1, dan jumlah tongkol tanaman-1. Apabila dilakukan perbandingan antara genotipe pembanding dengan genotipe uji, terdapat pengaruh nyata pada sebagian besar peubah yang diamati kecuali pada pada peubah daya tumbuh dan jumlah tongkol tanaman-1. Kadar air genotipe pembanding tidak berbeda nyata antar blok (data tidak ditampilkan), sehingga tidak dilakukan penyesuaian nilai bobot biji plot-1 untuk tiap genotipe uji. Menurut Gomez dan Gomez (1995), nilai koefisien keragaman (KK) menunjukkan besarnya pengaruh lingkungan dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan dalam percobaan, yang berimplikasi pada tingkat keterandalan percobaan. Nilai koefisien keragaman dari peubah yang diamati berkisar antara 3.87% - 29.71%. Nilai koefisien keragaman (KK) tertinggi terdapat pada peubah jumlah tongkol tanaman-1 (29.71%). Nilai koefisien keragaman (KK) terendah terdapat pada peubah umur anthesis (3.87%).

Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas Arti Luas

Heritabilitas arti luas (h2bs) merupakan rasio antara ragam genetik total dengan ragam fenotipik (Allard 1960). Heritabilitas merupakan bagian pengaruh genetik dari keragaan fenotipe yang dapat diwariskan dari tetua kepada turunannya (Kusdiarti 1986). Kriteria nilai heritabilitas menurut Stansfield (1969) yaitu tinggi jika h2> 0.5, sedang jika 0.2 ≤ h2≤ 0.5, dan rendah jika h2< 0.2. Hasil analisis komponen ragam dan nilai heritabilitas arti luas dapat dilihat pada Tabel 3. Karakter yang memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi adalah daya tumbuh, umur anthesis, tinggi tanaman, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris biji, bobot tongkol, bobot biji tongkol-1, bobot tongkol plot-1, rendemen hasil, dan hasil pipilan plot-1. Karakter yang memiliki nilai heritabilitas arti luas yang sedang adalah umur silking, tinggi tongkol, diameter batang, dan bobot 100 biji. Karakter yang memiliki nilai heritabilitas arti luas yang rendah adalah jumlah tongkol tanaman-1. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih dominan mengendalikan karakter tersebut dibandingkan dengan faktor lingkungan.

(26)

14

Tabel 3 Nilai duga komponen ragam dan nilai heritabilitas arti luas karakter agronomi pada genotipe uji

Keterangan: σ2p: ragam fenotipik; σ2e: ragam lingkungan; σ2g: ragam genetik; h2bs: nilai heritabilitas arti luas

Analisis Koefisien Korelasi Linier Antarkarakter

Analisis korelasi digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah melalui koefisien korelasi (Walpole 1982). Koefisien korelasi mempunyai arti penting dalam kegiatan seleksi. Koefisien korelasi antarkarakter dapat digunakan untuk mengestimasi arah respon dari karakter pasangannya, ketika arah respon dari suatu karakter diketahui. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 hingga 1. Semakin besar nilai koefisien korelasi antarkarakter, maka hubungan antarkarakter tersebut semakin erat. Seleksi genotipe jagung pada kondisi lahan masam ditujukan untuk pembentukan varietas jagung dengan daya hasil yang tinggi. Bobot biji tongkol-1 merupakan karakter komponen hasil yang turut menyusun daya hasil jagung. Karakter bobot biji tongkol-1 berkorelasi nyata dan positif terhadap karakter tinggi tanaman, panjang tongkol, jumlah baris biji, diameter tongkol, tinggi tongkol, bobot 100 biji, rendemen hasil, dan hasil pipilan plot-1. Nilai koefisien korelasi yang nyata dan positif mengindikasikan bahwa seleksi berdasarkan karakter bobot biji tongkol-1 dapat meningkatkan karakter-karakter yang berkorelasi tersebut.

(27)
(28)

16

Tabel 4 Koefisien korelasi linier antarkarakter pada genotipe jagung

Keterangan: UA: umur anthesis; US: umur silking; TT: tinggi tanaman;PT: panjang tongkol; JB: jumlah baris biji; DT: diameter tongkol; JTT: jumlah tongkol tanaman-1; DTT: daya tumbuh; TTO: tinggi tongkol; BB: bobot biji tongkol-1; BSB : bobot 100 biji; RH: rendemen hasil; HPP: hasil pipilan plot-1; *: berkorelasi nyata pada taraf 5%; ** berkorelasi nyata pada taraf 1%; tn: tidak berkorelasi nyata

UA US TT PT JB DT JTT DTT TTO BB BSB RH

US 0.87 **

TT -0.24 ** -0.22 **

PT -0.32 ** -0.34 ** 0.31 **

JB -0.20 ** -0.20 ** 0.29 ** 0.28 **

DT -0.47 ** -0.48 ** 0.36 ** 0.37 ** 0.49 **

(29)

17

Seleksi Indeks pada Genotipe Jagung

Menurut penelitian Lubis et al. (2014) pada seleksi genotipe jagung di lingkungan tanah masam, karakter yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi selain berkorelasi positif dengan hasil juga harus memiliki nilai heritabilitas tinggi, agar dapat diwariskan ke generasi berikutnya. Menurut Wang et al. (2006) seleksi untuk toleransi terhadap tanah masam dapat dilakukan pada karakter daya hasil dan biomassa. Tinggi tanaman dapat mewakili akumulasi pertumbuhan vegetatif tanaman dan bobot biji tongkol-1 dapat mewakili perkembangan pada fase generatif. Seleksi akan efektif bila dilakukan pada karakter yang memiliki korelasi positif dan nyata terhadap karakter yang ingin dituju.

Penelitian ini menunjukkan karakter panjang tongkol dan diameter tongkol memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi serta berkorelasi positif dan nyata terhadap tinggi tanaman dan karakter komponen hasil yaitu bobot biji tongkol-1. Karakter tersebut kemudian disusun dalam indeks seleksi untuk memilih genotipe yang diduga toleran pada lingkungan tanah masam. Hal ini sejalan dengan Wirnas et al. (2006) bahwa nilai koefisien korelasi dan nilai heritabilitas arti luas dapat digunakan untuk memilih karakter yang akan digunakan untuk menyusun indeks seleksi. Seleksi secara simultan menggunakan indeks dilakukan terhadap 236 genotipe uji dan kemudian dilakukan intensitas seleksi sebesar 5%. Hasil seleksi terhadap genotipe uji dengan skor indeks tertinggi sebanyak 12 genotipe terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5 Nilai tengah tiap karakter dan indeks seleksi pada genotipe uji

Genotipe

(30)

18

Secara umum, keduabelas genotipe yang terseleksi memiliki nilai tengah bobot biji tongkol-1 yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan rataan umum pada uji BNT 0.05. Nilai tengah tinggi tanaman pada keduabelas genotipe tidak ada yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan rataan umum pada uji BNT 0.05. Genotipe 195 memiliki nilai tengah panjang tongkol dan diameter tongkol yang lebih tinggi dibandingkan rataan umum. Genotipe 298 dan 256 memiliki nilai tengah panjang tongkol yang nyata lebih tinggi dibandingkan rataan umum. Genotipe 252, 249, dan 369 memiliki nilai tengah diameter tongkol lebih tinggi dibandingkan rataan umum. Genotipe 166 memiliki memiliki nilai tengah jumlah baris biji lebih tinggi dibandingkan rataan umum.

Karakter Genotipe Uji Hasil Seleksi

Tabel 6 menunjukkan nilai tengah pengamatan pada genotipe terseleksi untuk karakter umur anthesis, umur silking, diameter batang, tinggi tongkol, rendemen hasil, dan hasil pipilan plot-1

Tabel 6 Nilai tengah untuk karakter umur anthesis, umur silking, diameter batang, tinggi tongkol, rendemen hasil, dan hasil pipilan plot-1

Keterangan : * nyata lebih tinggi dibandingkan rataan umum berdasarkan uji lanjut BNT pada taraf 0.05; RGU: rataan genotipe uji; RPG: rataan pembanding galur murni; RPV: rataan pembanding varietas unggul

(31)

19 rendemen hasil. Keduabelas genotipe uji tersebut memiliki nilai tengah hasil pipilan plot-1 yang nyata lebih tinggi dibandingkan rataan umum pada uji BNT 0.05. Hal ini sesuai dengan nilai tengah bobot biji tongkol-1. Genotipe 298 menunjukkan nilai tengah karakter rendemen hasil yang nyata lebih tinggi dibandingkan rataan umum pada uji BNT 0.05.

Kemajuan Seleksi

Diferensial seleksi merupakan selisih nilai tengah populasi terseleksi dengan nilai tengah populasi awal. Apabila seleksi dilakukan terhadap suatu populasi tanaman, diharapkan turunan dari tanaman terpillih akan memberikan hasil yang lebih baik atau adanya kemajuan seleksi (Syukur et al. 2012).

Tabel 7 Nilai diferensial seleksi dan kemajuan seleksi berdasarkan karakter kriteria seleksi Percobaan ini dilakukan intensitas seleksi sebesar 5% berdasarkan indeks tertinggi dalam seleksi indeks sehingga diperoleh dua belas genotipe terseleksi dari 236 genotipe uji yang diseleksi. Genotipe tersebut adalah 195, 252, 298, 166, 112, 256, 249, 369, 32, 231, 247, dan 326. Kedua belas genotipe tersebut dijadikan sebagai populasi terseleksi untuk kemudian dievaluasi diferensial seleksi dan kemajuan seleksi pada beberapa karakter (Tabel 7).

(32)

20

seleksi yang positif akan menghasilkan nilai duga kemajuan seleksi yang positif jika nilai heritabilitas karakternya lebih dari nol. Nilai diferensial seleksi tertinggi pada karakter hasil pipilan plot-1 sebesar 315.87 g. Nilai diferensial seleksi terkecil pada karakter diameter tongkol sebesar 0.68 cm. Nilai duga kemajuan seleksi terbesar pada karakter hasil pipilan plot-1 sebesar 243.22 g. Kemajuan seleksi terkecil pada karakter diameter tongkol sebesar 0.41cm.

Keragaan Karakter Kualitatif Genotipe Uji Hasil Seleksi

Keragaan karakter kualitatif yang diamati meliputi keragaan agronomi, ketahanan terhadap bulai, dan warna biji. Keragaan karakter kualitatif genotipe uji yang terseleksi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Rekapitulasi hasil pengamatan kualitatif genotipe jagung hasil seleksi Genotipe Keragaan agronomi Ketahanan

terhadap bulai Warna biji

195 Cukup baik Tahan Oranye

252 Baik Sangat tahan Oranye

298 Baik Sangat tahan Kuning tua

166 Baik Sangat tahan Oranye

112 Baik Sangat tahan Oranye tua

256 Cukup baik Sangat tahan Oranye

249 Baik Sangat tahan Oranye

369 Cukup baik Agak tahan Kuning tua

32 Baik Agak tahan Kuning

231 Baik Sangat tahan Oranye

247 Baik Sangat tahan Kuning

326 Baik Sangat tahan Oranye

Secara umum, keragaan agronomi genotipe-genotipe tersebut dinilai antara cukup baik hingga baik. Berdasarkan skor ketahanan terhadap penyakit bulai, keduabelas genotipe tersebut memiliki tingkat ketahanan bulai antara agak tahan hingga sangat tahan. Menurut Hoerussalam et al. (2013) ketahanan terhadap penyakit merupakan salah satu sifat yang sangat penting dalam pemuliaan tanaman karena mempengaruhi kualitas dan tingkat produksi tanaman. Intensitas warna kuning hingga oranye pada biji jagung mengindikasikan adanya kandungan karotenoid pada biji jagung, sedangkan biji jagung berwarna putih tidak mengandung karotenoid (Suarni dan Widowati 2007).

Analisis Gerombol

(33)

21 gerombol dilakukan pada 236 genotipe uji dan 7 genotipe pembanding dengan 16 peubah kuantitatif dan 3 peubah kualitatif menghasilkan dendogram seperti pada Gambar 3.

Perhitungan koefisien ketidakmiripan menggunakan metode Gower dan pengelompokkan (clustering) menggunakan metode Ward dengan pembagian menjadi dua gerombol. Secara umum, genotipe terseleksi berada pada satu kelompok dengan genotipe pembanding yaitu Sukmaraga, Lamuru, Bima-19, Bima-20, MR-14, dan Nei-9008. Sukmaraga merupakan varietas jagung yang adaptif terhadap tanah masam. Genotipe 369 tidak berada pada satu kelompok dengan genotipe terseleksi yang lain. Genotipe 369 berada pada gerombol 2a, sementara itu genotipe pembanding MR-4 tergabung pada gerombol 2b. Pengelompokkan genotipe dengan menggunakan analisis gerombol diharapkan dapat membantu pemilihan tetua untuk kegiatan pemuliaan selanjutnya. Phoelman dan Sleeper (1995) menerangkan bahwa persilangan antartetua yang memiliki latar belakang genetik yang jauh diharapkan dapat menghasilkan keturunan silang tunggal yang mempunyai nilai heterosis yang lebih tinggi dibanding tetua dengan latar belakang genetik dekat.

Gambar 3 Dendogram 236 genotipe uji dan 7 genotipe pembanding hasil analisis gerombol berdasarkan karakter kuantitatif dan kualitatif

1

(34)

22

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Genotipe jagung yang diuji pada lingkungan tanah masam menunjukkan keragaman karakter–karakter agronomi pada sebagian besar karakter yang diamati kecuali karakter bobot 100 biji. Karakter yang memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi adalah karakter daya tumbuh, umur anthesis, tinggi tanaman, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris biji, bobot tongkol, bobot biji tongkol-1, bobot tongkol plot-1, rendemen hasil, dan hasil pipilan plot-1. Analisis korelasi menunjukkan bahwa bobot biji tongkol-1 cenderung meningkat apabila diameter tongkol, jumlah baris biji, panjang tongkol, dan tinggi tanaman meningkat. Hasil perhitungan seleksi indeks dan intensitas seleksi 5% terpilih 12 genotipe. Keduabelas genotipe terpilih yaitu 195, 252, 298, 166, 112, 256, 249, 369, 32, 231, 247, dan 326. Keduabelas genotipe tersebut menunjukkan keragaan yang baik dan relatif tahan terhadap serangan bulai. Evaluasi perkiraan kemajuan seleksi menunjukkan adanya peluang peningkatan nilai tengah pada beberapa karakter penting yang dievaluasi, termasuk peningkatan nilai tengah bobot biji tongkol-1 sebesar 33.27 g. Analisis gerombol dengan metode Ward menunjukkan bahwa sebagian besar genotipe terpilih berada pada satu gerombol dengan varietas pembanding yang toleran lahan masam Sukmaraga, mengindikasikan bahwa genotipe-genotipe terpilih tersebut berpotensi untuk dijadikan tetua dalam pengembangan varietas jagung toleran lahan masam.

Saran

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat membentuk persilangan antara turunan genotipe terpilih sebagai salah satu tetuanya dalam pengembangan varietas jagung toleran lahan masam. Evaluasi hasil persilangan sebaiknya dilakukan di dua lokasi percobaan, yaitu lingkungan dengan tingkat cekaman tanah masam yang tinggi dan di lingkungan optimum, agar dapat dipelajari tingkat toleransi dari setiap genotipe.

DAFTAR PUSTAKA

Acquaah G. 2005. Principles of Crop Production. New Jersey (US): Pearson Education Inc.

Acquaah G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. United Kingdom (GB): Blacwell Publising Ltd.

Allard RW.1960. Principles of Plant Breeding. New York (US): J Wiley.

[BALITAN] Balai Penelitian Tanah. 2006. Potensi lahan kering masam untuk pengembangan pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 28(2):16-17.

(35)

23 Bara A. 2009. Pengaruh dosis pupuk kandang dan frekuensi pemberian pupuk

urea terhadap pertumbuhan dan produksi jagung (Zea mays L.) di lahan kering. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Data Iklim Stasiun Darmaga. Bogor (ID): BMKG.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data Strategis BPS. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

[CIMMYT] International Maize and Wheat Improvement Center. 1994. Managing Trials and Reporting Data for CIMMYT’s International Maize Testing Program. Mexico (MX): International Maize and Wheat Improvement Center.

Falconer DS. 1983. Problems On Quantitative Genetics. New York (US): Longman Inc.

Federer WT. 1994. Augmented Experiment Designs With Recovery of Interblock and Intervariety Information. Ithaca (US): Biometrics Unit Cornell University.

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya. Herawati S, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Physiologi of Crop Plants.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistika untuk Percobaan Pertanian. Sjamsudin E dan Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Statistical Prosedures for Agricultural Research.

Hoerussalam, Purwantoro A, Khaeruni A. 2013. Induksi ketahanan tanaman jagung (Zea mays L.) terhadap penyakit bulai melalui seed treatment serta pewarisannya pada generasi S1. Jurnal Ilmu Pertanian. 16(2):42-59.

Iriany RN, Yasin M, Takdir A. 2007. Asal, Sejarah, dan Taksonomi Tanaman Jagung. Jakarta (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

[Kemenristek] Kementerian Riset dan Teknologi. 2010. Jagung. Jakarta (ID): Kementerian Riset dan Teknologi.

Kochian LV, Hoekenga OA, Pineros MA. 2004. How do crop plants tolerate acid soil?mechanisms of alumunium tolerance and phosphorous efficiency. Annu.Rev. Plant Biol. 55:459-493.doi:10.1146/annurev.arplant.55.031903. 141655.

Koswara J. 1986. Jagung. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Kusdiarti L. 1986. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr.

Lubis K, Sutjahjo SH, Syukur M. Trikoesoemaningtyas. 2014. Pendugaan parameter genetik dan seleksi karakter morfofisiologi galur jagung introduksi di lingkungan tanah masam. Jurnal Penelitian Tanaman Pangan. 33(2): 122-128.

Muis A, Nonci N, Pabendon MB. 2013. Skrining galur/varietas lokal jagung terhadap penyakit bulai. Seminar Nasional Serealia. 2013 Jul 27-28: Maros, Indonesia. Maros (ID): Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hlm 380-386. Mulyani A, Rachman A, Dairah A. 2004. Penyebaran lahan masam, potensi dan

(36)

24

Notohadiprawiro T. 2006. Persoalan tanah masam dalam pembangunan pertanian di Indonesia.[Internet].[Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Yogyakarta (ID): UGM. Hlm 1-3: [diunduh 2014 Mar 15]. Tersedia

Polnaya F, Patty JE. 2012. Kajian pertumbuhan dan produksi varietas jagung lokal dan kacang hijau dalam sistem tumpangsari. Jurnal Agrologia. 1(1): 42-50. [Prosea] Plant Resources of South East Asia. 1999. Cereals. Bogor (ID): Plant

Resources of South East Asia.

Purwanto S. 2007. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung. Jakarta (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Depok (ID): Penebar Swadaya.

Puspitasari W, Human S, Wirnas D, Trikoesoemaningtyas. 2012. Evaluating genetic variability of sorghum mutant lines tolerant to acid soil. Atom tanah masam Lampung Selatan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Stansfield WD. 1969. Theory and Problems of Genetics. New York (US): McGraw-Hill.

Suarni, Widowati S. 2007. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Jakarta (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sungkono, Trikoesoemaningtyas, Wirnas D, Sopandie D, Human S, Yudiarto MA. 2009. Pendugaan parameter genetik dan seleksi galur mutan sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) di tanah masam. J.Agron. Indonesia. 37(3):220-225.

Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R, Kusumah DA. 2011. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas karakter komponen hasil pada beberapa genotipe cabai. J. Agrivigor. 10(2):148-156.

Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Depok (ID): Penebar Swadaya.

Wahyuni S. 2014. Analisis genetik karakter kuantitatif dan pecah buah pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(37)

25 Wang JP, Raman H, Zhang GP, Mendham N, Zhou MX. 2006. Alumunium

tolerance in barley (Hordeumvulgare): physiological mechanisms, genetics and screening methods. Journal of Zhejiang University SCIENCE B.7(10):769-787.

Wirnas D, Widodo I, Sobir, Trikoesoemaningtyas, Sopandie D. 2006. Pemilihan karakter agronomi untuk menyusun indeks seleksi pada 11 populasi kedelai generasi F6. Bul. Agron. 34(1):19-24.

Wolfinger RD, Federer WT, Cordero-Brana O. 1997. Recovering information in augmented design, using SAS PROC GLM and PROC MIXED. Agronomy Journal. 89:856-859.

(38)

26

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data iklim bulan November 2014 hingga Februari 2015

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor

Lampiran 2 Hasil analisis kimia dan tekstur tanah

Sifat tanah Hasil Penilaian

Tekstur tanah Lempung berdebu

pH-H2O 5.2 Masam

C-organik (%) 1.07 Rendah

N-kjeldahl (%) 0.14 Rendah

C/N 8 Rendah

P2O5 bray 1 (ppm) 28.6 Sangat tinggi

K2O morgan (ppm) 178 Sangat tinggi

Kapasitas tukar kation (cmolckg-1) 8.07 Rendah Susunan kation

K-dd (cmolc kg-1) 0.35 Rendah

Na-dd (cmolc kg-1) 0 Sangat rendah

Mg-dd (cmolc kg-1) 1.16 Sedang

Ca-dd (cmolc kg-1) 4.66 Rendah

Kejenuhan basa (%) 76 Tinggi

Kemasaman dapat ditukar:

Al-dd (cmolckg-1) 0.57 Rendah

Sumber : Balai Penelitian Tanah Bogor 2015

Temperatur (oC) Kelembaban udara (%) Curah hujan (mm)

November 2014 26.3 64 673.2

Desember 2014 26.3 45 209.5

Januari 2015 25.2 87 251.0

Februari 2015 25.0 88 351.0

(39)

27 Lampiran 3 Genotipe jagung yang digunakan dalam penelitian

Genotipe Silsilah Genotipe Silsilah

(40)
(41)
(42)

30

(43)

31

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 8 Agustus 1993 dari pasangan Ahmad Fadhlun dan Umi Maghfiroh. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan di TK Aisiyah Bustanul Athfal Setono pada tahun 1998 hingga 1999, kemudian melanjutkan sekolah di SD Islam Setono 01 Kota Pekalongan pada tahun 1999 hingga 2005. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 6 Kota Pekalongan pada tahun 2005 hingga 2008. Tahun 2011, penulis lulus dari SMAN 3 Pekalongan dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Jalur Undangan.

Gambar

Tabel 1  Kategori dan skor ketahanan genotipe jagung terhadap penyakit bulai   berdasarkan persentase serangan
Gambar 2  Fase pertumbuhan tanaman jagung (A) fase pertumbuhan awal, saat
Tabel 2  Rekapitulasi sidik ragam keragaan agronomi genotipe jagung
Tabel 3  Nilai duga komponen ragam dan nilai heritabilitas arti luas karakter agronomi pada genotipe uji
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai heritabilitas populasi F2 hasil persilangan 145 x 92 bernilai tinggi pada karakter umur berbunga, umur panen, diameter

Nilai heritabilitas arti luas dan koefisien keragaman genetik yang tinggi terdapat pada jumlah gabah bernas malai -1 , jumlah gabah hampa malai -1 , jumlah gabah

Karakter ASI memiliki nilai KK dan heritabilitas arti luas yang tinggi serta berkorelasi negatif dengan komponen hasil berupa diameter tongkol, jumlah

Variabel tinggi tanaman, umur tasseling, umur silking, umur panen, lebar daun, bobot tongkol segar, panjang tongkol, bobot 100 biji, bobot pipilan, letak tongkol dan jumlah

Berdasarkan hasil penelitian Amalia (2015), beberapa karakter tanaman jagung yang ditanam pada lahan masam, menunjukkan nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi. Karakter

Parameter yang diamati meliputi umur keluar malai, umur keluar rambut tongkol, jumlah daun per tanaman, sudut daun, tinggi tanaman, diameter batang, tinggi tanaman, umur panen,

Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, umur panen, panjang tongkol, jumlah daun diatas tongkol, diameter tongkol, bobot 100 biji, laju

Jika dibandingkan antara genotipe SD-3 dengan varietas Sweetboy, SD-3 unggul pada peubah daya tumbuh, umur muncul tassel, umur reseptif, jumlah baris biji, jumlah tongkol per