KANDUNGAN KURKUMINOID, INHIBISI
α
-GLUKOSIDASE,
DAN SITOTOKSISITAS EKSTRAK DARI BEBERAPA
AKSESI KUNYIT (
Curcuma domestica
Val.)
AYU KARTIKA
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kandungan Kurkuminoid, Inhibisi α-Glukosidase, dan Sitotoksisitas Ekstrak dari Beberapa Aksesi Kunyit (Curcuma domestica Val.) benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ayu Kartika
ABSTRAK
AYU KARTIKA. Kandungan Kurkuminoid, Inhibisi α-Glukosidase, dan Sitotoksisitas Ekstrak dari Beberapa Aksesi Kunyit (Curcuma domestica Val.). Dibimbing oleh WARAS NURCHOLIS dan POPI ASRI KURNIATIN.
Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat famili Zingiberaceae dengan kandungan kurkuminoid pada rimpangnya. Penelitian ini bertujuan menentukan kandungan kurkuminoid, aktivitas inhibisi α -glukosidase, serta menguji sitotoksisitas ekstrak kurkuminoid kunyit dari beberapa aksesi. Analisis kandungan kurkuminoid dilakukan menggunakan HPLC. Inhibisi α-glukosidase dilakukan secara in vitro dengan substrat p-NPG. Sitotoksisitas ekstrak kurkuminoid kunyit dilakukan dengan metode BSLT. Kadar kurkuminoid tertinggi dimiliki oleh aksesi Ngawi, disusul oleh aksesi Ciemas, Wonogiri, dan Nagrak. Kadar kurkuminoid Ngawi sebesar 24.50%. Bioaktivitas ekstrak rimpang kunyit tertinggi sebagai penghambat kerja α-glukosidase adalah aksesi Nagrak dengan nilai IC50 sebesar 207.093 µg/mL. Hasil uji sitotoksisitas menunjukkan bahwa seluruh sampel memiliki bioaktivitas dan aksesi yang memiliki nilai LC50 terbaik adalah Karanganyar sebesar 19.090 µg/mL. Aksesi Nagrak, Wonogiri, dan Ngawi, memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi varietas kunyit baru dengan bioaktivitas tinggi dalam menginhibisi α-glukosidase dengan tingkat kekuatan IC50 sedang.
Kata kunci: α-glukosidase, kunyit, kurkuminoid, sitotoksisitas
ABSTRACT
AYU KARTIKA. The contens of curcuminois, Inhibition of α-Glucosidase, and Cytotoxicity of Some Accession Turmeric Extract (Curcuma domestica Val.). Supervised by WARAS NURCHOLIS and POPI ASRI KURNIATIN.
Turmeric (Curcuma domestica Val.) is a medicinal plant family Zingiberaceae with curcuminoid content of the rhizome. This study aims to determine the content of curcuminoid, α-glucosidase inhibitory activity, and cytotoxicity test curcuminoids of turmeric extracts from several accessions. Curcuminoid content analysis was performed using HPLC. Inhibition of α -glucosidase performed in vitro with the substrate p-NPG. The cytotoxicity of curcuminoid extract of turmeric using BSLT method. The highest levels of curcuminoid owned by Ngawi, followed by Ciemas, Wonogiri, and Nagrak. Levels curcuminoids Ngawi of 24.50%. Turmeric extract the highest bioactivvity as α-glucosidase inhibitor activity is Nagrak accession with IC50 values of 207.093 µg/mL. Cytotoxycity test results showed that all samples have bioactivity and accession have the best LC50 value is Karanganyar at 19.090 µg/mL. Nagrak, Wonogiri, and Ngawi, has the potential to be developed into new varieties of turmeric with high bioactivity in inhibition α-glucosidase with IC50 moderate level.
KANDUNGAN KURKUMINOID, INHIBISI
α
-GLUKOSIDASE,
DAN SITOTOKSISITAS EKSTRAK DARI BEBERAPA
AKSESI KUNYIT (
Curcuma domestica
Val.)
AYU KARTIKA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi: Kandungan Kurkuminoid, Inhibisi a-Glukosidase dn Sitotoksisitas
Ekstrk dari Beberapa Aksesi Kunyit (Curcuma domestica Val.) Nama
NIM
: Ayu Krtika : 084100040
f-Wrs MSi
Pembimbing I
Disetujui oleh
·
Keua Deprtemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah inhibisi enzim α-glikosidase dan sitotoksisitas. Karya ilmiah ini berjudul Kandungan Kurkuminoid, Inhibisi α-Glukosidase, dan Sitotoksisitas Ekstrak dari Beberapa Aksesi Kunyit (Curcuma domestica Val.). Karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Departemen Biokimia, FMIPA, IPB. Karya ilmiah ini memberikan deskripsi mengenai topik penelitian yang telah dilakukan penulis sejak Februari-Mei 2014 di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Waras Nucholis, SSi, MSi selaku pembimbing utama dan Popi Asri Kurniatin SSi Apt, MSi selaku pembimbing kedua atas arahan, bimbingan, serta motivasi yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada ayah, ibu, Rizki Aulia Nuzullina, dan seluruh keluarga atas doa, semangat, serta kasih dan sayangnya. Tidak lupa kepada seluruh teman-teman Biokimia 47, khususnya Hermanto, Gia, Aji, Lidya, Dita, dan Sisil yang selama ini memberikan bantuan dan semangat sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka yaitu Bapak Taufik, Mas Endi, Mba Lela, Bu Nunuk, Mba Ina, Mas Nio, dan seluruh pihak di Pusat Studi Biofarmaka yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tulisan ini dapat berguna bagi penulis sendiri dan pembaca. Atas kritik dan saran yang diberikan penulis ucapkan terima kasih. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi bidang biokimia dan masyarakat, serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
METODE 2 Bahan 2 Alat 3
Prosedur Penelitian 3
HASIL 6 Kadar Air Simplisia Kunyit 6
Ekstrak Simplisia Rimpang Kunyit 6 Kadar Kurkuminoid Ekstrak Kunyit 7
Nilai IC50 Ekstrak Kunyit terhadap Enzim α-Glukosidase 8 Sitotoksisitas Ekstrak Kunyit 9
PEMBAHASAN 10
Ekstrak Kunyit 10
Kadar Kurkuminoid Ekstrak Kunyit 11
Bioaktivitas Ekstrak Kunyit dalam Inhibisi Enzim α-Glukosidase 13
Sitotoksisitas Kunyit 14
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 18
DAFTAR GAMBAR
1. Kadar air simplisia rimpang kunyit 6 2. Rendemen ekstrak rimpang kunyit 7 3. Kadar kurkuminoid ekstrak kunyit 7 4. Nilai IC50 ekstrak kunyit dari beberapa aksesi dan akarbosa 9 5. LC50 ekstrak kunyit dari beberapa aksesi 9
DAFTAR LAMPIRAN
1. Diagram alir penelitian 18
2. Kadar air simplisia rimpang kunyit 19 3. Rendemen hasil ekstraksi 19
4. Absorbansi ekstrak kunyit dalam inhibisi enzim α-glukosidase 20 5. Pengaruh sampel terhadap % inhibisi enzim α-glukosidase 23 6. Nilai IC50 ekstrak kunyit terhadap enzim α-glukosidase 27 7. Kadar kurkuminoid ekstrak kunyit (ulangan 1) 28
PENDAHULUAN
Gaya hidup yang tidak sehat, konsumsi makanan cepat saji, dan merokok dapat menyebabkan berbagai penyakit, antara lain diabetes melitus. American
Diabetes Association (ADA) mendefinisikan diabetes melitus sebagai penyakit
metabolik yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Diabetes melitus juga dapat disebabkan adanya peningkatan radikal bebas yang dipicu oleh stress oksidatif dan adanya peningkatan kerja enzim α-glukosidase. Prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia sebesar 8.6% dan diperkirakan oleh World Health Organization (WHO) penderita diabetes pada tahun 2030 akan mencapai 21.3 juta jiwa. Hal ini akan menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-4 jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, Cina, dan India (Depkes 2013).
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit diabetes melitus tipe II adalah diet, olahraga, dan pemberian obat seperti sulfonilurea, biguanida, inhibitor α-glukosidase, thiozolidindion, dan miglitinida. Salah satu obat diabetes melitus adalah inhibitor α-glukosidase (AGI) yang menghambat kerja enzim α-glukosidase. Enzim α-glukosidase adalah enzim yang memecah karbohidrat menjadi glukosa di dalam usus halus yang menyebabkan kondisi hiperglikemia pada penderita diabetes melitus. Oleh karena itu, perlu adanya penghambatan kerja enzim α-glukosidase yang dapat membantu mengatasi kondisi hiperglikemia dengan mengurangi penyerapan glukosa di usus (Febrinda
et al. 2013). Akarbosa merupakan salah satu obat sintetik golongan AGI yang
dihasilkan dari proses fermentasi mikroorganisme yang bekerja secara kompetitif. Akarbosa ini telah banyak digunakan untuk mengatasi diabetes tipe II, namun obat ini menyebabkan berbagai efek samping (Feng et al. 2011). Oleh karena itu, banyak usaha yang dilakukan untuk menemukan AGI dari sumber alami untuk mengobati diabetes seperti bioaktif dari suatu tanaman.
Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman famili Zingiberaceae yang potensial untuk dikembangkan sebagai obat herbal (Bermawie
et al. 2006). Kriteria tanaman sebagai obat dapat dilihat dari kualitas tanaman obat
dan khasiatnya. Kualitas tanaman sebagai obat dilihat dari kandungan bioaktifnya, sedangkan khasiatnya dilihat dari efek farmakologi serta pengujian terhadap kandungan bioaktif tanaman tersebut (Biofarmaka 2013). Khasiat kunyit sebagai obat herbal dikarenakan adanya kandungan bioaktif dalam rimpangnya yaitu kurkuminoid. Kurkuminoid merupakan senyawa golongan flavonoid yang memberikan warna kuning pada rimpang kunyit dan temulawak. Kurkuminoid terdiri atas tiga komponen penyusun yaitu kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin (Anand et al. 2008). Kandungan kurkuminoid rimpang kunyit memiliki khasiat sebagai antikolesterol, antioksidan, antibakteri, antihepatotoksik, antidiabetes, antikanker, inhibitor HIV-1 (antiinfeksi virus), imunostimulan, dan antiinflamasi (Bermawie et al. 2006).
menurunkan produksi glukosa di hati dengan mengaktivasi AMP kinase dan menghambat aktivitas glucosa-6-phosphatase dan phosphoenolpyruvate
carboxykinase (Kuroda et al. 2005; Nishiyama et al. 2005; Fujiwara et al. 2008).
Khasiat kurkuminoid sebagai inhibitor enzim α-glukosidase belum diketahui. Kandungan kurkuminoid pada rimpang kunyit dimanfaatkan sebagai obat, sehingga perlu dilakukan pengujian sitotoksisitas untuk mengetahui sifat sitotoksik. Senyawa yang bersifat sitotoksik dikaitkan dengan kemampuan senyawa dalam menghambat pembelahan sel kanker. Uji sitotoksisitas merupakan uji hayati untuk menduga suatu ekstrak dapat berfungsi sebagai penghambat pembelahan sel kanker. Pengujian dilakukan dengan metode BSLT (Brine Shrimp
Lethality Test) menggunakan Artemia salina L. (Meyer et al. 1982).
Ketersediaan rimpang kunyit di Indonesia cukup melimpah dengan berbagai aksesi yang berpotensi dikembangkan menjadi varietas kunyit baru. Pemanfaatan rimpang kunyit sebagai obat tradisional dan industri obat dikarenakan kandungan kurkuminoidnya. Pengaruh kualitas dan khasiat dari berbagai aksesi kunyit dipengaruhi oleh lokasi penanaman, tekstur tanah, suhu, dan umur panen. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan aksesi kunyit yang memiliki kandungan kurkuminoid rimpangnya sekitar 2.5-6% (Krishnamurthy et al. 1976).
Penelitian ini menggunakan lima aksesi kunyit (Karanganyar, Ngawi, Nagrak, Wonogiri, dan Ciemas) dan dua varietas pembanding asal Balitro, Bogor (Turina-1 dan Turina-2) yang ditanam pada kondisi dan lokasi yang sama. Penanaman dilakukan di kebun budidaya kecamatan Nagrak, Sukabumi. Rimpang kunyit dipanen sembilan bulan setelah masa tanam dengan metode penanaman sesuai Standart Operational Procedure (SOP) budidaya kunyit dari Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB. Kelima aksesi kunyit tersebut belum diuji kandungan kurkuminoid ekstraknya, daya inhibisi terhadap α-glukosidase, serta sifat sitotoksik ekstrak tersebut. Oleh karena itu, dilakukan penelitian kandungan kurkuminoid ekstrak kunyit dengan HPLC, inhibisi α-glukosidase oleh ekstrak kunyit, serta sitotoksisitasnya.
Penelitian ini bertujuan menentukan kandungan kurkuminoid, aktivitas inhibisi α-glukosidase, serta menguji sitotoksisitas ekstrak kurkuminoid kunyit dari beberapa aksesi. Penelitian ini diharapkan mampu memperoleh aksesi kunyit dengan kandungan kurkuminoid yang tinggi yang memiliki daya inhibisi enzim
α-glukosidase sebagai obat antidiabetes. Pengujian sitotoksisitas ekstrak kunyit diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunan rimpang kunyit sebagai antikanker dengan nilai sitotoksisitas yang tinggi.
METODE
Bahan
3
glukobay (akarbosa), DMSO (dimethyl sulfoxide), KH2PO4, K2HPO4, NaOH 1 N, bufer fosfat pH 7, HCl 2N, enzim α-glukosidase, Na2CO3 200 mM, substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (p-NPG), alumunium foil, larva udang Artemia
salina L., air laut, dan tween-80.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik
Sartorius, oven Memmert, pisau, penggiling 100 mesh, mikropipet, tip, pipet
volumetrik, vorteks, rotary evaporator Buchi Syncore, ultrasonikator, sudip, pipet tetes, gelas ukur, corong, kertas saring, corong pisah, cawan porselen, aerator, inkubator 37°C, pH meter, freezer, gelas piala, labu Erlenmeyer, tabung reaksi, cawan, pipet tetes, kaca pembesar, bulb, microplete reader Epoch BioTek, dan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Hitachi.
Prosedur Penelitian
Preparasi Sampel
Sebanyak lima aksesi rimpang kunyit (Nagrak, Wonogiri, Karanganyar, Ngawi, Ciemas), dan dua varietas unggul asal Balitro (Turina-1 dan Turina-2) diambil dari kebun koleksi Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi. Rimpang kunyit dibersihkan dan dicuci menggunakan air mengalir sampai semua tanah dan kotoran yang menempel pada rimpang kunyit hilang. Semua rimpang kunyit yang telah dibersihkan, dipotong tipis, selanjutnya dikeringkan dibawah sinar matahari selama 5 hari. Simplisia kering yang diperoleh kemudian digiling sehingga dihasilkan simplisia serbuk dengan ukuran 100 mesh.
Pengukuran Kadar Air Simplisia Kunyit
Penentuan kadar air simplisia kunyit dilakukan dengan metode SNI (1992) yang telah dimodifikasi. Cawan porselen dikeringkan selama 3 jam dalam oven pada suhu 105°C, lalu didinginkan dalam eksikator selama 1 jam kemudian bobot cawan ditimbang (a). Sebanyak 3 g sampel ditimbang (b), lalu dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dikeringkan dalam oven selama 4-6 jam pada suhu 105°C. Setelah itu, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang kembali (c). Pengukuran kadar air diulang sampai 3 kali, hingga dicapai bobot konstan, dan dihitung kadar airnya. Adapun rumus penentuan kadar air sebagai berikut:
% Bahan kering (BK) x 100% % Kadar air = 100 - %BK
Isolasi Kurkuminoid
pelarut n-heksan dengan perbandingan 1:1. Fraksi etanol kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh pasta. Rendemen ekstrak dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Rendemen ekstrak
x %
Keterangan : a = bobot ekstrak b = bobot contoh
Pengukuran Kandungan Kurkuminoid Ekstrak Kunyit menggunakan HPLC
(High Performance Liquid Chromatography)
Kandungan kurkuminoid ekstrak kunyit diukur menggunakan metode Jayaprakasha et al. (2002). Sebanyak 5 mg masing-masing ekstrak kunyit ditimbang, dilarutkan ke dalam 50 mL metanol, kemudian disaring dengan kertas saring, diencerkan 100x, dan ditempatkan ke dalam vial HPLC. Sebanyak 10 μL dari larutan ekstrak kunyit dari masing-masing sampel diinjeksikan ke dalam kolom HPLC. Standar kurkuminoid yang digunakan dengan konsentrasi 0.5 ppm. Kondisi HPLC yang digunakan adalah HPLC kolom C18 dengan fase gerak metanol, laju alir 1 mL/menit, panjang dan diameter kolom yaitu 25 cm x 4.6 mm,
pressure limit 200 kg/cm2, volume injeksi 10 μL, suhu kolom 48°C. Kurkuminoid
kunyit dianalisis pada panjang gelombang 245 nm dengan detektor Uv-Vis. Hasil
running dianalisis data dengan menggunakan rumus perhitungan:
[inject] (ppm) L
L x standar [sampel] (mg/g) ) V FP
[sampel] (%)
x %
Total kurkuminoid (%) = [sampel]kurkumin + [sampel]desmetoksikurkumin + [sampel]bisdesmetoksikurkumi
Uji Inhibisi α-Glukosidase
Pengujian inhibisi α-glukosidase dilakukan dengan modifikasi metode Saraswaty (2010) secara in vitro. Pengujian inhibisi aktivitas enzim α-glukosidase menggunakan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (p-NPG) dan enzim α -glukosidase. Dalam pengujian tersebut enzim α-glukosidase akan menghidrolisis substrat p-NPG menjadi α-D-glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna kuning. Warna kuning yang dihasilkan menjadi indikator kemampuan inhibitor untuk menghambat reaksi yang terjadi. Semakin besar kemampuan inhibitor menghambat α-glukosidase, warna kuning yang dihasilkan akan lebih pudar dibandingkan dengan larutan tanpa inhibitor.
Larutan enzim dibuat dengan melarutkan 1.0 mg enzim α-glukosidase dalam larutan bufer fosfat (pH 7) yang mengandung 200 mg serum bovin albumin (SBA). Larutan enzim kemudian diencerkan 25 kali dengan bufer fosfat (pH 7). Campuran reaksi sampel terdiri atas 25 µL p-NPG 20 mM, 25 µL bufer fosfat (pH7) 100 mM, dan 1 µL larutan ekstrak dalam DMSO. Selanjutnya campuran tersebut ditambahkan larutan enzim sebanyak 25 µL dan diinkubasi selama 30 menit di ruang gelap. Setelah itu reaksi enzim dihentikan dengan menambahkan Na2CO3 200 mM sebanyak 100 µL. Selanjutnya larutan diukur dengan microplate
5
Larutan kontrol positif dibuat dengan melarutkan tablet akarbosa dalam bufer fosfat (pH 7) dan HCl 2N:akuades (1:1) dengan konsentrasi 1% (b/v). Larutan blanko dibuat dari 10 µL DMSO. Setelah itu, kontrol positif dan blanko diambil sebanyak 10 µL, kemudian dimasukkan ke dalam campuran reaksi seperti dalam sampel dan diukur dengan microplate reader pada panjang gelombang 410 nm. Percobaan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dan dihitung dalam inhibisi dengan rumus:
% inhibisi = C S
C x %
Keterangan: C = absorban larutan blanko terkoreksi S = absorban sampel terkoreksi
Uji Sitotoksisitas dengan Metode BSLT
Pengujian sitotoksisitas pada sampel dilakukan dengan menggunakan metode Meyer (1982). Air laut disaring untuk mengurangi pengotor. Telur larva udang Artemia salina L. ditimbang sebanyak 0.5 g dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer yang berisi air laut yang telah disaring sebanyak 400 mL. Telur larva udang ditetaskan selama 48 jam dengan bantuan aerator. Larutan uji ekstrak kurkuminoid kunyit, sebanyak 0.02 mg ekstrak kurkuminoid kunyit ditimbang, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 tetes tween-80, kemudian dilarutkan dalam 10 mL air laut sehingga konsentrasinya 2000 µg/mL sebagai
stock. Setelah itu, larutan diultrasonikator untuk membantu melarutkan ekstrak.
Setelah 48 jam inkubasi, sebanyak 1000 μL air laut (berisi 10 ekor larva udang) dimasukkan ke dalam masing-masing sumur. Larutan uji ditambahkan ke dalam masing-masing sumur dengan konsentrasi dalam tiap sumur 10, 100, 500, dan 1000 µg/mL. Campuran tersebut didiamkan selama 24 jam. Setelah didiamkan selama 24 jam, larva udang yang masih hidup dan sudah mati dihitung jumlahnya dengan bantuan kaca pembesar dan dicatat hasilnya.
Data hasil pengujian BSLT dianalisis berdasarkan perhitungan jumlah larva yang mati dan yang masih hidup. Tingkat kematian atau % mortalitas diperoleh dengan cara membandingkan antara jumlah larva yang mati dengan jumlah total larva. Nilai LC50 diperoleh dengan melakukan analisis probit menggunakan
software SPSS 16. Ekstrak dinyatakan aktif apabila nilai LC50 lebih kecil dari
1000 µg/mL.
Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dinalisis secara statistik menggunakan software SPSS 16 dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dan metode ANNOVA (Analysis of Variance) untuk menganalisis data (Matjik 2002) serta uji lanjut Duncan. Model rancangan tersebut adalah Yij = μ + τi + εij pada selang kepercayaan 95%.
Keterangan:
i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 j = 1, 2, dan 3
Yij = pengamatan aksesi kunyit ke-i dan ulangan ke-j μ = pengaruh rataan umum
τi = pengaruh rataan ke-i
HASIL
Kadar Air Simplisia Kunyit
Kadar air simplisia kunyit dari dua varietas unggul Balitro (Turina-1 dan Turina-2) serta lima aksesi (Karanganyar, Ngawi, Nagrak, Wonogiri, dan Ciemas) ditentukan dengan menghitung bobot bahan sebelum dan sesudah dikeringkan pada suhu diatas titik didih air. Pengeringan dilakukan pada kondisi yang sama menggunakan oven pada suhu 105°C selama 4-6 jam sampai diperoleh bobot yang konstan. Perbedaan antara bobot sebelum dan sesudah dikeringkan adalah kadar air. Kadar air seluruh simplisia rimpang kunyit yang diamati berkisar antara 6.14-14.10% (Gambar 1). Kunyit yang berasal dari Ngawi memiliki kadar air tertinggi dibandingkan dengan kunyit aksesi yang lain dengan nilai kadar air sebesar 14.10% dan kunyit yang berasal dari Karanganyar memiliki nilai kadar air terendah dengan nilai kadar air sebesar 6.14% (Lampiran 2).
Gambar 1 Kadar air simplisia rimpang kunyit
Ekstrak Simplisia Rimpang Kunyit
Hasil ekstraksi rimpang kunyit yang berasal dari lima aksesi dan dua varietas unggul Balitro menghasilkan rendemen berkisar antara 8.46-13.71%. Hasil rendemen ekstrak rimpang kunyit dapat dilihat pada Gambar 2. Semakin tinggi nilai rendemen suatu ekstrak menunjukkan semakin banyak senyawa bioaktif yang terekstrak dalam ekstrak tersebut. Ekstrak rimpang kunyit yang dihasilkan masih berupa ekstrak kasar. Rendemen tertinggi ekstrak kasar kurkuminoid rimpang kunyit dimiliki oleh aksesi Ngawi sebesar 12.34% diikuti oleh aksesi Ciemas, Karanganyar, Nagrak, dan Wonogiri (Lampiran 3). Hasil rendemen kelima aksesi kunyit (Karanganyar, Ngawi, Nagrak, Wonogiri, dan Ciemas) ini tidak jauh berbeda dengan rendemen dua varietas unggul Balitro, Bogor (Turina-1 dan Turina-2).
10.88 ± 0.03
11.69 ± 0.29
6.14 ± 0.30
14.10 ± 0.16
8.89 ± 0.17
8.54 ± 0.17
10.28 ± 0.17
0 2 4 6 8 10 12 14 16
K
a
d
a
r a
ir
(%
)
7
Gambar 2 Rendemen ekstrak rimpang kunyit
Kadar Kurkuminoid Ekstrak Kunyit
Hasil penentuan kadar kurkuminoid ekstrak kunyit dari lima aksesi dan dua varietas unggul menggunakan HPLC disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 3. Kadar kurkuminoid dari ketujuh ekstrak kunyit berkisar antara 19.47-24.50%. Kadar kurkuminoid kunyit dari seluruh sampel tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf nyata 95%. Aksesi Ngawi memiliki kadar kurkuminoid tertinggi diikuti oleh aksesi Ciemas, Wonogiri, Nagrak, dan Karanganyar. Kadar kurkuminoid (bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin) tertinggi dimiliki oleh aksesi Ngawi sebesar 24.50%, sedangkan kadar kurkuminoid terendah dimiliki oleh aksesi Karanganyar sebesar 19.47% (Lampiran 7). Kelima aksesi kunyit tersebut memiliki kadar kurkuminoid yang tidak kalah baiknya dengan dua varietas unggul Balitro (Turina-1 dan Turina-2).
Gambar 3 Kadar kurkuminoid ekstrak kunyit.(*) aksesi dengan kandungan kurkuminoid tertinggi
Tabel 1 Kadar kurkuminoid ekstrak kunyit dari beberapa aksesi
Kunyit Senyawa Sampel (mg/g) Total kurkuminoid (mg/g)
Turina-1
Bisdemetoksi** 37.66
212.04 Demetoksi* 57.82
Kurkumin 116.32
Turina-2
Bisdemetoksi** 33.49
220.19 Demetoksi* 54.22
Kurkumin 132.48
Karanganyar
Bisdemetoksi** 35.61
194.70 Demetoksi* 44.86
Kurkumin 114.23
Ngawi
Bisdemetoksi** 37.61
245.03 Demetoksi* 57.62
Kurkumin 149.80
Nagrak
Bisdemetoksi** 38.02
211.98 Demetoksi* 49.04
Kurkumin 124.93
Wonogiri
Bisdemetoksi** 41.35
219.16 Demetoksi* 50.68
Kurkumin 127.14
Ciemas
Bisdemetoksi** 41.94
225.33 Demetoksi* 53.27
Kurkumin 130.12
Keterangan: * senyawa turunan pertama kurkumin ** senyawa turunan kedua kurkumin
Nilai IC50 Ekstrak Kunyit terhadap Inhibisi Enzim α-Glukosidase
Kemampuan ekstrak rimpang kunyit dalam menghambat kerja enzim α -glukosidase dinyatakan dengan nilai IC50. Nilai IC50 ekstrak rimpang kunyit terhadap enzim α-glukosidase dapat dilihat pada Gambar 4. Nilai IC50 dari seluruh aksesi kunyit berkisar antara 207.093-350.659 µg/mL, sedangkan nilai IC50 akarbosa sebagai obat penghambat kerja enzim α-glukosidase sebesar 0.0485 µg/mL. Hasil uji statistik, uji Duncan pada taraf 95% menunjukkan bahwa aksesi Ngawi, Nagrak, dan Wonogiri tidak berbeda nyata, sedangkan aksesi Ciemas dan Karanganyar berbeda nyata dengan aksesi lainnya. Nilai IC50 dari dua varietas pembanding (Turina-1 dan Turina-2) tidak berbeda nyata dengan aksesi Ngawi, Nagrak, dan Wonogiri. Nilai IC50 ekstrak kunyit yang tertinggi dimiliki oleh aksesi Ciemas sebesar 350.659 µg/mL, sedangkan nilai IC50 terendah adalah aksesi Nagrak sebesar 207.093 µg/mL (Lampiran 6). Daya inhibisi enzim α -glukosidase terbaik dimiliki oleh aksesi Nagrak, diikuti dengan aksesi Wonogiri, Ngawi, dan Karanganyar. Hasil penentuan nilai IC50 tersebut menunjukkan bahwa aksesi Nagrak memiliki bioaktivitas yang tinggi dalam menghambat kerja enzim
9
Gambar 4 Nilai IC50 ekstrak kunyit dari beberapa aksesi dan akarbosa dalam menghambat enzim α-glukosidase. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan aksesi lain pada taraf nyata 95% dengan uji Duncan, (*) aksesi terbaik dalam menghambat kerja enzim α-glukosidase
Sitotoksisitas Ekstrak Kunyit
Aksesi Ngawi memiliki nilai LC50 tertinggi sebesar 84.19 µg/mL, diikuti oleh aksesi Wonogiri, Nagrak, dan Ciemas. Nilai LC50 terendah dimiliki oleh aksesi Karanganyar. Nilai LC50 dari ekstrak kunyit berkisar antara 19.90-84.19
μg/mL (Gambar 5). Hasil pengukuran nilai LC50 terhadap ekstrak kunyit disajikan pada Gambar 5. Hasil uji statistik pada taraf 95% menunjukkan bahwa aksesi Ngawi, Nagrak, dan Wonogiri tidak berbeda nyata, dan aksesi Ciemas tidak berbeda signifikan dengan aksesi Ngawi, Nagrak, Wonogiri. Varietas Turina-1 tidak berbeda signifikan dengan kelima aksesi, sedangkan varietas Turina-2 tidak berbeda signifikan dengan aksesi Karanganyar dan Ciemas. Aksesi Karanganyar memiliki nilai LC50 yang terendah sebesar 19.90 µg/mL. Nilai LC50 yang rendah menunjukkan tingginya sitoksisitas pada suatu sampel.
PEMBAHASAN
Ekstrak KunyitRimpang kunyit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari lima aksesi (Karanganyar, Ngawi, Nagrak, Wonogiri, dan Ciemas) dan dua varietas dari Bogor (Turina-1 dan Turina-2) sebagai pembanding. Ketujuh sampel ditanam di tempat yang sama yaitu di Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi. Rimpang kunyit yang sudah dipanen kemudian dibersihkan, dicuci dengan air mengalir, diiris dengan ketebalan 5-7 mm, dan dikeringkan dibawah sinar matahari. Pengeringan bertujuan mengurangi kadar air dan mencegah pembusukan sampel oleh mikroorganisme. Menurut Pramono (2005), proses pengeringan bertujuan menghentikan reaksi enzimatik dan tidak terjadi penguraian bahan kimia dalam sampel yang memungkinkan sampel tidak lagi memiliki efek farmakologi seperti senyawa aslinya. Pengeringan sampel merupakan tahapan terpenting dalam menjaga kestabilan senyawa yang dikandung simplisia (Winangsih et al. 2013).
Rimpang kunyit yang sudah dikeringkan dibawah sinar matahari selanjutnya digiling hingga menjadi serbuk. Serbuk simplisia kunyit diukur kadar airnya untuk mengetahui kualitas mutu simplisia. Kandungan air yang baik pada simplisisa kunyit berkisar antara 10-12% (Bermawie et al. 2006). Hasil pengukuran kadar air rerata simplisia kunyit varietas Turina-1, Turina-2, Karanganyar, Ngawi, Nagrak, Wonogiri, dan Ciemas berturut-turut sebesar 10.88, 11.69, 6.14, 14.10, 8.89, 8.54, dan 10.28% (Lampiran 2). Tingginya kadar air pada aksesi Ngawi ini disebabkan oleh lama waktu penyimpanan simplisia serta kelembaban tempat penyimpanan simplisia, sehingga mempengaruhi kandungan air simplisia tersebut. Menurut Kiso (1985) tingginya kadar air tersebut dapat memperpendek masa simpan simplisia kunyit. Perbedaan kadar air dari setiap aksesi menunjukkan perbedaan masa simpan simplisia pada beberapa aksesi.
Nilai rendemen ekstrak kurkuminoid kunyit dari ketujuh sampel (Turina-1, Turina-2, Karanganyar, Ngawi, Nagrak, Wonogiri, dan Ciemas) secara berurutan sebesar 11.67, 13.71, 10.36, 12.34, 9.77, 8.46,10.42% (Gambar 2 dan Lampiran 3). Nilai rendemen yang tinggi menunjukkan semakin banyak senyawa bioaktif yang terekstrak yang mempengaruhi tingginya bioaktivitas suatu ekstrak. Perbedaan rendemen dari ketujuh sampel ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan aksesi rimpang kunyit, komposisi penyusun rimpang kunyit yang diperoleh dari berbagai aksesi, serta kandungan kurkuminoidnya.
Ekstraksi dilakukan pada ketujuh sampel kunyit bertujuan mengambil senyawa bioaktif berupa kurkuminoid yang bersifat semi polar. Ekstraksi simplisia kunyit menggunakan pelarut etanol 96% dengan metode maserasi selama 24 jam. Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan merendam sampel ke dalam pelarut tertentu. Hal ini menyebabkan terjadinya pemecahan dinding sel dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga metebolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut yang digunakan (Nurcholis 2008).
11
menggunakan pelarut etanol 96% karena pelarut ini terbukti efektif mengekstrak kurkuminoid (Photitirat 2004; Jayaprakasha 2005) yang kemudian filtratnya dilakukan partisi atau pemisahan menggunakan n-heksan.
Pemurnian ekstrak kurkuminoid rimpang kunyit dilakukan dengan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut n-heksan dengan pemisahan pada corong pisah. Ekstraksi cair-cair akan memisahkan n-heksan dan etanol, n-heksan dipisahkan karena dapat mengekstrak resin dan terpenoid penyusun minyak atsiri dari rimpang kunyit (Salamah dan Barokati 2013). Filtrat etanol hasil partisi kemudian diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kurkuminoid kunyit yang masih berupa ekstrak kasar, sehingga kemungkinan ekstrak tersebut mengandung senyawa bioaktif lain yang dapat mempengaruhi bioaktivitas ekstrak.
Menurut Ramdja et al. (2009) yang mempengaruhi kadar kurkuminoid yang terekstrak adalah pengadukan, rasio simplisia dan pelarut, waktu ekstraksi, tekstur simplisia, dan konsentrasi etanol. Pengadukan dengan kecepatan semakin tinggi memperoleh kurkuminoid semakin banyak. Rasio simplisia dan pelarut yang baik adalah 1:2. Waktu yang terbaik untuk ekstraksi kurkuminoid adalah selama 4 jam, lebih dari 4 jam tidak akan terjadi perubahan lagi karena pelarutnya telah jenuh. Simplisia halus lebih banyak menghasilkan kurkuminoid dengan luas permukaan yang besar dan pelarut yang terbaik untuk mengekstrak kurkuminoid adalah etanol 80%. Ekstraksi kunyit dilakukan dengan maserasi 24 jam menggunakan pelarut etanol 96% (1:10) dalam penelitian menghasilkan ekstrak dalam bentuk ekstrak kasar. Hal ini dapat mempengaruhi kadar kurkuminoid ekstrak serta kemungkinan masih terkandungnya senyawa bioaktif lain yang mempengaruhi bioaktivitas ekstrak.
Pelarut dalam metode ekstraksi juga mempengaruhi senyawa bioaktif yang terekstrak, sehingga mempengaruhi bioaktivitasnya. Menurut Sovia et al. (2011) menyebutkan bahwa ekatraksi kunyit dengan tiga pelarut yaitu etanol, n-heksan, dan etil asetat akan menghasilkan kurkuminoid dan seskuiterpen dengan pelarut etanol, sedangkan pelarut n-heksan menghasilkan seskuiterpen. Ekstraksi dengan etil asetat belum diteliti senyawa yang dihasilkannya, namun kemungkinan konsentrasi kurkuminoid ekstrak etil asetat lebih tinggi karena sifat kepolarannya dan merupakan ekstrak yang paling efektif meningkatkan sensitivitas insulin.
Kadar Kurkuminoid Ekstrak Kunyit
Metabolit sekunder merupakan senyawa-senyawa hasil biosintesis turunan dari metabolit primer yang umumnya diproduksi untuk pertahanan tanaman dari cekaman lingkungan. Tanaman menghasilkan beberapa senyawa metabolit sekunder diantaranya alkaloid, terpenoid, dan flavonoid. Kurkuminoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang termasuk ke dalam golongan flavonoid berdasarkan struktur dasarnya dan merupakan senyawa turunan dari heptanoid (Sidik et al.1995). Kurkuminoid terdiri atas tiga komponen penyusunnya, yaitu kurkumin dan dua senyawa turunannya, yaitu demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin (Anand et al. 2008).
retensi. Waktu retensi diukur berdasarkan waktu injeksi sampel sampai sampel menunjukkan ketinggian puncak maksimum. Analisis kadar kurkuminoid menghasilkan tiga puncak (peak) (kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin) dengan tiga waktu retensi yang berbeda pada kromatogram (Jeffery et al. 1989). Waktu retensi bisdemetoksikurkumin lebih pendek dibandingkan dengan waktu retensi kurkumin dan demetoksikurkumin, dan waktu retensi demetoksikurkumin lebih pendek dibandingkan dengan kurkumin. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa seluruh sampel memiliki luas area sampel yang berbeda-beda. Perbedaan luas area sampel tersebut dapat mempengaruhi kadar kurkuminoid yang dikandung oleh ekstrak kunyit. Analisis kadar kurkuminoid kunyit ini dilakukan dengan menggunakan standar kurkuminoid 0.5 μg/mL
Hasil pengukuran kadar kurkuminoid kunyit dari tujuh sampel (Turina-1,Turina-2, Karanganyar, Ngawi, Nagrak, Wonogiri, dan Ciemas) secara berurutan sebesar 21.20, 22.02, 19.47, 24.50, 21.20, 21.92, dan 22.53% (Lampiran 7). Perbedaan kadar kurkuminoid dari setiap aksesi ini dipengaruhi oleh luas area masing-masing sampel. Hasil pengukuran kadar kurkuminoid ini merupakan %b/b total kurkuminoid yang terdiri atas kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Kadar kurkuminoid ekstrak kunyit yang paling tinggi dimiliki oleh aksesi Ngawi dan disusul oleh aksesi Ciemas, Wonogiri, Nagrak, dan Karanganyar. Kadar kurkuminoid seluruh sampel tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 95%. Kadar kurkuminoid kelima aksesi kunyit tidak jauh berbeda dengan kadar kurkuminoid kedua varietas unggul Balitro (Turina-1 dan Turina-2).
Menurut penelitian Febriananto (2013) kandungan tertinggi kurkuminoid dari ketujuh simplisia kunyit (Turina-1,Turina-2, Karanganyar, Ngawi, Nagrak, Wonogiri, dan Ciemas) adalah aksesi Ciemas sebesar 5.793%. Kunyit mengandung kurkuminoid dengan kadar 3-4%, terdiri atas kurkumin 94%, demetoksikurkumin 6%, dan bisdemetoksikurkumin 0.3% (Chattopahyay et al. 2004). Kadar kurkuminoid yang dihasilkan ekstrak lebih tinggi dibandingkan dengan kurkuminoid simplisia. Kadar kurkuminoid yang tinggi diharapkan dapat memberikan bioaktivitas yang tinggi terhadap inhibisi enzim α-glukosidase dilihat dari nilai IC50.
Perbedaan aksesi rimpang kunyit menyebabkan perbedaan kadar kurkuminoid yang terkandung oleh masing-masing ekstrak. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhi produksi metabolit sekunder tanaman diantaranya adalah genetik, enzim, nutrisi, umur tanaman, dan interaksi antara lingkungan baik biotik maupun abiotik. Setiap tanaman memiliki suatu mekanisme biokimiawi kompleks tertentu yang menyebabkan ketujuh sampel kunyit memiliki kandungan bioaktif yang berbeda. Akumulasi metabolit sekunder dipengaruhi oleh musim dan tahap perkembangan tanaman (Nurcholis 2008).
13
Bioaktivitas Ekstrak Kunyit dalam Inhibisi Enzim α-Glukosidase
Bioaktivitas ketujuh ekstrak rimpang kunyit (Turina-1, Turina-2, Karanganyar, Ngawi, Nagrak, Wonogiri, dan Ciemas) dapat dilihat dari nilai IC50 (Gambar 4 dan Lampiran 5). Semakin rendah nilai IC50, semakin baik penghambatan ekstrak terhadap kerja enzim α-glukosidase. Nilai IC50 dari ketujuh ekstrak kunyit (Turina-1, Turina-2, Karanganyar, Ngawi, Nagrak, Wonogiri, dan Ciemas) secara berurutan sebesar 225.439, 234.663, 271.197, 231.012, 207.093, 223.669, 350.659 µg/mL. Hasil uji statistika pada taraf 95% menyatakan bahwa aksesi Ngawi, Nagrak, dan Wonogiri tidak berbeda nyata, aksesi Karanganyar dan Ciemas berbeda nyata dengan aksesi lain. Aksesi Ngawi, Nagrak, dan Wonogiri tidak berbeda nyata dengan dua varietas unggul Balitro, sehingga ketiga aksesi ini berpotensi dikembangkan menjadi varietas kunyit baru yang mampu menghambat kerja enzim α-glukosidase.
Nilai IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi ekstrak (µg/mL) yang mampu menghambat 50% aktivitas enzim α-glukosidase. Menurut Reddy et al. (1999), senyawa dikatakan sangat aktif jika mempunyai nilai IC50 dibawah 50 µg/mL. Senyawa dinyatakan aktif jika memiliki nilai IC50 50-100 µg/mL, sedang nilai IC50-nya 101-250 µg/mL. Senyawa dinyatakan lemah jika nilai IC50-nya 250-500 µg/mL, dan tidak aktif jika nilainya lebih dari 500 µg/mL. Nilai IC50 dari seluruh ekstrak kasar kurkuminoid rimpang kunyit berkisar antara 207.093-350.659 µg/mL yang menunjukkan bahwa ekstrak kurkuminoid kunyit termasuk ke dalam golongan sedang sampai lemah tingkat kekuatan IC50-nya.
Nilai IC50 yang tertinggi dimiliki oleh aksesi Ciemas, sedangkan nilai IC50 terendah dimiliki oleh aksesi Nagrak. Hasil pengujian inhibisi enzim α -glukosidase menunjukkan bahwa aksesi Nagrak memiliki bioaktivitas yang tinggi. Uji bioaktivitas ekstrak rimpang kunyit dalam menghambat kerja enzim α -glukosidase ini tidak berkorelasi dengan kadar kurkuminoid yang dikandung oleh masing-masing ekstrak. Kadar kurkuminoid tertinggi dimiliki oleh aksesi Ngawi, namun yang memiliki bioaktivitas tinggi dalam menghambat enzim α-glukosidase adalah aksesi Nagrak. Menurut Tadera et al. (2006) telah membuktikan secara in
vitro, flavonoid merupakan suatu senyawa yang berpotensi menghambat α
-amilase dan α-glukosidase.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya senyawa flavonoid atau fenolik lain yang berpotensi menghambat kerja enzim α-glukosidase, selain kurkuminoid yang dikandung oleh aksesi Nagrak. Senyawa bioaktif lain yang dikandung tersebut berpengaruh terhadap inhibisi α-glukosidase. Hal ini disebabkan ekstrak kurkuminoid kunyit ini masih dalam bentuk ekstrak kasar, sehingga masih memungkinkan adanya senyawa lain yang terkandung. Menurut penelitian Annisas (2013), kadar senyawa fenolik pada kelima aksesi kunyit menunjukkan bahwa aksesi Nagrak memiliki kadar fenolik tertinggi dan memiliki bioaktivitas tinggi sebagai antioksidan.
kunyit, pencarian dan upaya penggunaan obat-obatan herbal tetap menjadi perhatian. Hal ini disebabkan penggunaan obat-obatan herbal dapat digunakan sebagai alternatif obat kimia (sintetik) yang memberikan efek samping yang dirasakan oleh kebanyakan penderita diabetes melitus tipe II seperti diare, flatulensi, dan sakit perut (Hollander et al. 1997).
Sitotoksisitas Kunyit
Uji sitotoksisitas kunyit dilakukan terhadap larva udang Artemia salina L. sebagai panduan atau pendahuluan dalam isolasi metabolit sekunder yang memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker. Menurut Anderson (1991), hasil uji sitotoksisitas dengan BSLT ini memiliki korelasi positif dengan potensi ekstrak senyawa metabolit sekunder sebagai antikanker. Larva udang Artemia
salina L. digunakan sebagai objek percobaan dikarenakan memiliki kulit yang
tipis dan peka terhadap lingkungannya. Senyawa asing yang terdapat di lingkungan akan terserap ke dalam tubuh larva udang secara difusi dan langsung mempengaruhi kehidupan larva tersebut (Hamburger & Hostettmann 1991).
Sifat sitotoksik diketahui berdasarkan jumlah kematian larva udang pada konsentrasi tertentu. Hasil yang diperoleh dihitung sebagai nilai LC50 (lethal
concentration) ekstrak uji, yaitu jumlah dosis atau konsentrasi yang dapat
menyebabkan kematian larva udang sejumlah 50% setelah inkubasi 24 jam. Suatu ekstrak dinyatakan sitotoksik bila memiliki nilai LC50 kurang dari 1000 µg/mL yang memilki aktivitas hayati dan dinyatakan nonsitotoksik bila nilai LC50 lebih dari 1000 µg/mL (Meyer et al. 1992).
Nilai LC50 yang rendah menunjukkan bahwa suatu ekstrak memiliki sitotoksisitas yang tinggi. Nilai LC50 dari ketujuh ekstrak kunyit (Turina-1, Turina-2, Karanganyar, Ngawi, Nagrak, Wonogiri, dan Ciemas) secara berurutan sebesar 48.04, 33.49, 19.90, 84.19, 79.39, 79.69, 67.88 µg/mL (Lampiran 8). Hasil uji statistik pada taraf 95% menunjukkan bahwa aksesi Ngawi, Nagrak, dan Wonogiri tidak berbeda nyata, dan aksesi Ciemas tidak berbeda signifikan dengan aksesi Ngawi, Nagrak, Wonogiri. Varietas Turina-1 tidak berbeda signifikan dengan kelima aksesi, sedangkan Turina-2 tidak berbeda signifikan dengan aksesi Karanganyar dan Ciemas. Nilai LC50 tertinggi dimiliki oleh aksesi Ngawi, sedangkan nilai LC50 terendah dimiliki oleh aksesi Karanganyar. Nilai LC50 dari seluruh sampel menunjukkan bahwa ekstrak kurkuminoid rimpang kunyit bersifat sitotoksik dan memiliki aktivitas hayati. Perbedaan aksesi dan kandungan kurkuminoid dalam masing-masing ekstrak mempengaruhi nilai sitotoksisitasnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan15
bioaktivitas dan aksesi yang memiliki nilai LC50 terbaik adalah Karanganyar sebesar 19.090 µg/mL. Aksesi Nagrak, Wonogiri, dan Ngawi, memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi varietas kunyit baru dengan bioaktivitas tinggi dalam menginhibisi enzim α-glukosidase dengan tingkat kekuatan IC50 sedang.
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk dapat menghasilkan ekstrak murni kurkuminoid rimpang kunyit. Perlu dilakukan juga penelitian lebih lanjut mengenai senyawa flavonoid atau fenolik lain yang terkandung dalam rimpang kunyit yang memiliki aktivitas inhibisi enzim α-glukosidase.
DAFTAR PUSTAKA
Anand et al. 2008. Biological activities of curcumin and its analoguen (Congeners) made by man and Mother Nature. Biochemical pharmacology
76 : 1590-1611.
Anderson JE. 1991. A blind comparison of simple bench-top biossays and human tumour cell cytotoxicities as antitumor prescreens. Phytochem J Anal 2: 42-47.
Annisas J. 2013. Kadar Fenolik dan Aktivitas Antioksidan Lima Aksesi tanaman Kunyit (Curcuma domestica) pada Lokasi Budidaya Kecamatan Nagrak, Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bermawie N, Mono R, Dono W, Ma’mun. 2006. Status teknologi budidaya dan pasca panen tanaman kunyit dan temulawak sebagai penghasil kurkumin.
EDSUS Littro 2 (4): 84-89
[Biofarmaka] Pusat Studi Biofarmaka. 2013. Quality of herbal medicine plants and traditional medicine. [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 16]. Tersedia pada: http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-article/587-quality-of-herbal-medicine-plants-and-traditional-medicine-2013.
Bong PH. 2000. Spectral and Phophysical Behaviors of Curcumin and Curcuminoids. Bull. Korean Chem. 21:81–86.
Chattopadhyay I, Biswas K, Bandyopadhyay U, Banerjee RK. 2004. Tumeric an curcumin: Biological actions and medicinal aplication. Current Science
87(1): 44-53.
[Depkes RI] Departemen kesehatan Republik Indonesia. 2013. Diabetes Melitus Penyebab kematian Nomor 6 di Dunia: Kemenkes Tawarkan Solusi Cerdik
Melalui Posbindu. Jakarta (ID): Depkes.
Febriananto E. 2013. Kandungan Pati dan Kurkuminoid Simplisia Kunyit
(Curcuma domestica Val.) sebagai Parameter Pemilihan Aksesi Terbaik
[skripsi]. Bogor (ID): Institiut Pertanian Bogor.
Febrinda AE, Made A, Tutik W, Nancy DY. 2013. Kapasitas antioksidan dan inhibitor alfa glukosidase ekstrak umbi bawang dayak. J. Teknol. dan
Industri Pangan 24(2): 161-167.
Feng J, Yang XW, Wang RF. 2011. Bio-assay guide isolation and identification of
α-glucosidase inhibitors from the leaves of Aquilaria sinensis.
Fujiwara H, Hosokawa M et al. 2008. Curcumin inhibits glucose production in isolated mice hepatocytes. Diabetes Reas Clin Pract 2(80): 185-191.
Hamburger M, Hostettmann K. 1991. Bioactivity in plant: The link between phytochemistry and medicine. Phytochemistry 12:3864-3847.
Hollander P, Pi-Sunyer X, Conifff Rf. 1997. Acarbose in the treatment of type 1 diabetes. Diabetes Care 20: 248-253.
Jayaprakasha GK, Rao LJM, Sakariah KK. 2002. Improved HPLC method for determination of curcumin, demethoxycurcumin, and bisdemethoxycurcumin. Agric Food Chem 50: 3668-3672.
Jayaprakasha GK, Rao LJM, Sakariah KK. 2005. Chemistry and biological activities of C. Longa. Trends in Food Science & Technology 12(16): 533-548.
Jeffery GH, Bassett J, Mendham J, Denney RC. 1989. Vogel’s: Quantitative
Chemical Analysis.5th ed. New York (US): John Wiley & Sons, Inc.
Kiso. 1985.Antihepatotonic Principles of Curcuma Longa Rhizome [artikel]. Simposium Nasional Temulawak. Bandung (ID): UNPAD.
Kuroda M et al. 2005. Hypoglicemic effects of turmeric (Curcuma longa L. rhizomes) on genetically diabetic KK-Ay mice. Biol Pharm Bull 28(5): 237-939.
Krishnamurthy NAG, Mathew ES, Nambudiri, S Shivashankar YS Lewis, CP Natarajan. 1976. Oil and oleoresin of turmeric. Central Food tech. Es. Inst. Mysore.
Matjik AA. 2002. Rancangan Percobaan. Bogor (ID): IPB Pr.
Meyer BN, Laughlin, Fergini. 1982. Brine Shrimp : A convenient general biaoassay for active plant constituents. Planta Medica (45):31-34.
Mujib MA. 2011. Pencirian Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nishiyama T et al. 2005. Curcuminoids and sesquoiterpenoids in turmeric
(Curcuma longa L.) suppress an increase in blood glucose level in type 2
diabetic KK-Ay mice. J. Agric Food Chem 53(4): 959-963.
Nurcholis W. 2008. Profil Senyawa penciri dan Bioaktivitas Tanaman Temulawak pada Agrobiofisik Berbeda [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Photitirat W, Supabphol R, Dritsanapan W. 2004. Comparision of free radical
scavenging activity and curcuminoids content of turmeric extracts using different methods of extraction. Mahidol University Journal of
Pharmaceutical Sciences 31: 3-4.
Pramono S. 2005. Penanganan pascapanen dan pengaruhnya terhadap efek terapi obat alam. [Artikel]. Seminar Pokjanas TOI XXVIII. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Hal.1-6.
Ramdja AF, RM Army A, Pradita. 2009. Ekstraksi kurkumin dari temulawak dengan menggunakan etanol. J. Teknik Kimia 3(16): 52-58.
Reddy KA, Lohray BB, Bhushan V, Reddy AS, Mamidi NVSR, Reddy PP, Saiba V, Reddy NJ, Suryaprakasha A, Misra P, Vikramadithyan RK, Rajagopalan R. 1999. Novel antidiabetic and hypolidemic agents 5-hydroxyl versus benzoloxy containing chroman derivates. J. Med Chem 42: 3265-3278.
17
rimpang kunyit. Jurnal Ilmiah Kefarmasian 3(1): 21-30.
Saraswaty V. 2010. Alpha glucosidase inhibitory activity from Syzigium sp. Jurnal Teknologi Indonesia. 33(1):33-37.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara uji makanan dan minuman. Jakarta (ID): Dewan Satandarisasi Nasional.
Soon W, SL Baliunas, AB Robinson, ZW Robinson. 1999. Environmental effects of increased atmospheric carbon dioxide. Climate Res 13(3): 149-164. Sovia E, Elin YS, Joseph IS, Lucy DNS. 2011. Efek rimpang kunyit (Curcuma
longa L.) dan bawang putih (Allium sativum L.) terhadap sensitivitas insulin
pada tikus galur wistar. MKB 43(4): 153-159.
Tadera K, Minami Y, Takamatsu K, Matsuoka T. 2006. Inhibition of α -glucosidase and α-amylase of flavonoids. J. Nutr Sci Vitaminol 52:149-153. Tumova L, J Rimakova, J Tuma, J Dusck. 2006. Silybum marianum in vitro
flavolignan production. Plant Cell Environ 52: 454-458.
Winangsih, Erma P, Sarjana P. 2013. Pengaruh metode pengeringan terhadap kualitas simplisia lempuyang wangi (Zingiber aromaticum L.). Buletin
LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
IsolasiKurkuminoid Pengukuran kadar air
Uji inhibisi enzim α-glukosidase
Analisis kuantitatif kadar kurkuminoid dengan HPLC
Preparasi sampel
Uji Sitotoksisitas (BSLT)
19
Lampiran 2 Kadar air simplisia rimpang kunyit
Kunyit Bobot
3.0039 7.5060 7.1784 10.9058
Turina-1 3.0041 7.9537 7.6264 10.8951 10.8845
3.0030 7.4105 7.0846 10.8525
Turina-2
11.7698 11.6860
3.0017 7.3619 7.0039 11.9266
3.0193 8.0001 7.8084 6.3492
Karanganyar Lampiran 3 Rendemen hasil ekstraksi
Kunyit Bobot sampel
(g)
Bobot ekstrak
(g) Kadar air Rendemen (%)
Turina-1 25.0064 2.6005 0.1088 11.6695
Turina-2 25.0058 3.0280 0.1168 13.7115
Karanganyar 25.0053 2.4311 0.0614 10.3584
Ngawi 25.0051 2.6515 0.1410 12.3445
Nagrak 25.0025 2.2267 0.0889 9.7729
Wonogiri 25.0025 1.9339 0.0854 8.4569
(lanjutan) Lampiran 3 Contoh perhitungan :
Rendemen (%) =
x %
= .
. . x %
= 11.6695%
Lampiran 4 Absorbansi ekstrak kunyit dalam inhibisi enzim α-glukosidase
21
(lanjutan) Lampiran 4
Kunyit Ulangan Konsentrasi (μg/mL) 1000 0.939 0.878 0.687 0.056 90.491 50 0.930 0.079 0.868 0.086 -8.824 100 0.859 0.096 0.868 0.086 2.430 1 250 0.549 0.198 0.868 0.086 55.115
500 0.432 0.345 0.868 0.086 88.875 1000 0.663 0.638 0.868 0.086 96.803 50 0.818 0.079 0.874 0.086 6.218 100 0.812 0.096 0.874 0.086 9.137 Ngawi 2 250 0.543 0.198 0.874 0.086 56.218
500 0.419 0.345 0.874 0.086 90.609 1000 0.715 0.638 0.874 0.086 90.228 50 0.902 0.079 0.934 0.086 2.948 100 0.836 0.096 0.934 0.086 12.736 3 250 0.605 0.198 0.934 0.086 52.005
500 0.388 0.345 0.934 0.086 94.929 1000 0.689 0.638 0.934 0.086 93.986 50 0.976 0.212 0.970 0.145 7.394 100 0.755 0.203 0.970 0.145 33.091 1 250 0.738 0.258 0.970 0.145 41.818
500 0.526 0.423 0.970 0.145 87.515 1000 0.726 0.768 0.970 0.145 105.091 50 0.995 0.212 1.024 0.145 10.922 100 0.902 0.203 1.024 0.145 20.478 Nagrak 2 250 0.653 0.258 1.024 0.145 55.063
500 0.493 0.423 1.024 0.145 92.036 1000 0.743 0.768 1.024 0.145 102.844
(lanjutan) Lampiran 4
Kunyit Ulangan Konsentrasi (μg/mL)
Contoh perhitungan: % Inhibisi = C S S
C x100% = . . .
. x 100% = 89.409%
Keterangan: C = Absorbansi blanko terkoreksi
23
Lampiran 5 Pengaruh sampel terhadap % inhibisi enzim α-glukosidase
Kunyit varietas Turina-1
Kunyit varietas Turina-2
y = 36.681ln(x) - 149.92
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsetrasi (μg/mL)
Ulangan 1
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan2
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 3
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 1
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 2
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
(lanjutan) Lampiran 5
Kunyit aksesi Karanganyar
Kunyit aksesi Ngawi
y = 30.132ln(x) - 118.48
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 1
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 2
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 3
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 1
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 2
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
25
(lanjutan) Lampiran 5
Kunyit aksesi Nagrak
Kunyit aksesi Wonogiri
y = 32.572ln(x) - 121.95
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 1
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 2
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 3
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 1
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 2
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
(lanjutan) Lampiran 5
Kunyit aksesi Ciemas
Akarbosa
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 1
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 2
0 500 1000 1500
%
inhi
bi
si
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 3
Konsentrasi (μg/mL)
Ulangan 1
Konsentrasi (μg/mL)
27
Lampiran 6 Nilai IC50 ekstrak kunyit terhadap enzim α-glukosidase
Kunyit Ulangan Persamaan garis Nilai IC50
(μg/mL)
Lampiran 7 Kadar kurkuminoid ekstrak kunyit (ulangan 1)
Kunyit Senyawa Bobot
265845 0.3676 36.1832
207.023 20.70
Demetoksi 311392 352234 0.5656 55.6673
Kurkumin 332181 777403 1.1701 115.1722
Turina-2
Bisdemetoksi
0.0511 50 100 361575
0.5
216904 0.2999 29.3487
195.4039 19.54
Demetoksi 311392 299633 0.4811 47.0762
Kurkumin 332181 807841 1.2160 118.9790
Karanganyar
Bisdemetoksi
0.0507 50 100 361575
0.5
213336 0.2950 29.0936
163.5736 16.36
Demetoksi 311392 236219 0.3793 37.4058
Kurkumin 332181 653953 0.9843 97.0742
Ngawi
Bisdemetoksi
0.0510 50 100 361575
0.5
272335 0.3766 36.9211
203.9678 20.40
Demetoksi 311392 312456 0.5017 49.1871
Kurkumin 332181 798675 1.2022 117.8596
Nagrak
Bisdemetoksi
0.0513 50 100 361575
0.5
255276 0.3530 34.4060
197.0726 19.71
Demetoksi 311392 284053 0.4561 44.4544
Kurkumin 332181 805776 1.2129 118.2122
Wonogiri
Bisdemetoksi
0.0509 50 100 361575
0.5
285968 0.3954 38.8455
208.7093 20.87
Demetoksi 311392 304899 0.4896 48.0918
Kurkumin 332181 823569 1.2396 121.7720
Ciemas
Bisdemetoksi
0.0512 50 100 361575
0.5
361682 0.5001 48.8426
267.2822 26.73
Demetoksi 311392 389917 0.6261 61.1413
29
(lanjutan) Lampiran 7 (ulangan 2)
Kunyit Senyawa Bobot
296447 0.4099 39.8773
215.7327 21.57
Demetoksi 311392 376659 0.6048 58.8326
Kurkumin 332181 799224 1.2030 117.0228
Turina-2
Bisdemetoksi
0.0508 50 100 361575
0.5
245525 0.3395 33.4175
213.8260 21.38
Demetoksi 311392 339284 0.5448 53.6207
Kurkumin 332181 855807 1.2882 126.7878
Karanganyar
Bisdemetoksi
0.0517 50 100 361575
0.5
259931 0.3594 34.7624
182.4179 18.24
Demetoksi 311392 275793 0.4428 42.8277
Kurkumin 332181 720115 1.0839 104.8278
Ngawi
Bisdemetoksi
0.0519 50 100 361575
0.5
279903 0.3871 37.2891
253.8264 25.38
Demetoksi 311392 387165 0.6217 59.8910
Kurkumin 332181 1080245 1.6260 156.6463
Nagrak
Bisdemetoksi
0.0504 50 100 361575
0.5
280922 0.3885 38.5387
208.9155 20.89
Demetoksi 311392 308270 0.4950 49.1059
Kurkumin 332181 812123 1.2224 121.2709
Wonogiri
Bisdemetoksi
0.0504 50 100 361575
0.5
281962 0.3899 38.6814
200.2751 20.06
Demetoksi 311392 291065 0.4674 46.3652
Kurkumin 332181 773668 1.1645 115.5285
Ciemas
Bisdemetoksi
0.0518 50 100 361575
0.5
296711 0.4103 39.6046
210.7253 21.07
Demetoksi 311392 328842 0.5280 50.9671
(lanjutan) Lampiran 7 (ulangan 3)
Kunyit Senyawa Bobot
277804 0.3842 37.6626
213.3632 21.34
Demetoksi 311392 374469 0.6013 58.9492
Kurkumin 332181 791165 1.1909 116.7514
Turina-2
Bisdemetoksi
0.0514 50 100 361575
0.5
280390 0.3877 37.7173
251.3531 25.14
Demetoksi 311392 396679 0.6369 61.9596
Kurkumin 332181 1035894 1.5592 151.6762
Karanganyar
Bisdemetoksi
0.0514 50 100 361575
0.5
319578 0.4419 42.9888
238.1197 23.81
Demetoksi 311392 347880 0.5586 54.3374
Kurkumin 332181 961569 1.4474 140.7935
Ngawi
Bisdemetoksi
0.0510 50 100 361575
0.5
284859 0.3939 38.6190
277.2859 27.73
Demetoksi 311392 405086 0.6504 63.7690
Kurkumin 332181 1185194 1.7840 174.8979
Nagrak
Bisdemetoksi
0.0504 50 100 361575
0.5
299676 0.4144 41.1115
229.9625 22.99
Demetoksi 311392 336188 0.5398 53.5531
Kurkumin 332181 906059 1.3638 135.2979
Wonogiri
Bisdemetoksi
0.0504 50 100 361575
0.5
339121 0.4689 46.5228
248.2011 24.82
Demetoksi 311392 361413 0.5803 57.5713
Kurkumin 332181 965051 1.4526 144.1070
Ciemas
Bisdemetoksi
0.0508 50 100 361575
0.5
274527 0.3796 37.3648
197.9749 19.79
Demetoksi 311392 301838 0.4847 47.7027
31
(lanjutan) Lampiran 7
Contoh perhitungan: sampel kunyit Ciemas
[inject] = L
L x standar = x 0.5
= 0.6261 ppm
[Sampel] = FP
= . .
.
= 61.1413 mg/g
Total kurkuminoid = [sampel]bisdemetoksi + [sampel]demetoksi + [sampel]kurkumin = 48.8426 mg/g + 61.1413 mg/g + 157.2983 mg/g = 267.2822 mg/g
(% b/b) Total kurkuminoid = .
x %
= 26.73 %
Lampiran 8 Rata-rata kadar kurkuminoid ekstrak kunyit Kunyit Ulangan % Total kurkuminoid
(%b/b) Rerata (%b/b)
Turina-1
1 20.70 21.20 2 21.57 3 21.34
Turina-2
1 19.54 22.02 2 21.38 3 25.14
Karanganyar
1 16.36 19.47 2 18.24 3 23.81
Ngawi
1 20.40 24.50 2 25.38 3 27.73
Nagrak
1 19.71 21.20 2 20.89 3 22.99
Wonogiri
1 20.87 21.92 2 20.06 3 24.82
Ciemas
1 26.73 22.53 2 21.07 3 19.79 Contoh perhitungan:
Kunyit Ngawi
Rata-rata total kurkuminoid = = . . .
33
Lampiran 9 Nilai LC50 ekstrak kunyit
Hasil analisis probit dengan software SPSS 16 (Turina-1)
Confidence Limits
Probabi lity
95% Confidence Limits for VAR00002 Estimate Lower Bound Upper Bound
(lanjutan) Lampiran 9
Contoh perhitungan:
Rerata LC50 = LC LC LC
35
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karawang, Jawa Barat, pada tanggal 08 Agustus 1992 dari ayah bernama H. Nana Suhana dan ibu Hj. Oom Masitoh. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Cikampek, Karawang dan ditahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Metabolisme, mata kuliah Biokimia klinis, dan mata kuliah Biokimia Umum pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan di IPB yaitu sebagai staf Divisi Birofundrising Comunity of
Reasearch ang Education in Biochemistry (CREBs) periode 2011/2012 dan
menjadi sekretaris divisi Biologi Molekuler pada periode 2012/2013. Penulis pernah melakukan kegiatan Praktik Lapangan (PL) pada bulan Juli-Agustus 2013 di balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknolgi dan Sumberdaya Genetika (BB-Biogen) dengan judul Karakterisasi Isolat Bakteri Rizosfer asal Sulawesi Selatan sebagai Penghasil AIA (Asam Indol Asetat) dan Enzim Kitinase.