• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Ekonomi Produksi Susu Induk Sapi Friesian Holstein Berdasarkan Most Probable Producing Ability (MPPA).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai Ekonomi Produksi Susu Induk Sapi Friesian Holstein Berdasarkan Most Probable Producing Ability (MPPA)."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

i

NILAI EKONOMI PRODUKSI SUSU INDUK SAPI

FRIESIAN

HOLSTEIN

BERDASARKAN

MOST PROBABLE

PRODUCING ABILITY

(MPPA)

ISMAIL

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Nilai Ekonomi Produksi Susu Induk Sapi Friesian Holstein Berdasarkan Most Probable Producing Ability (MPPA) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

v

ABSTRAK

ISMAIL. Nilai Ekonomi Produksi Susu Induk Sapi Friesian Holstein Berdasarkan Most Probable Producing Ability (MPPA). Dibimbing oleh LUCIA CYRILLA ENSD dan IYEP KOMALA.

Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan jenis sapi perah yang paling banyak dikembangkan di Indonesia, akan tetapi rataan produksi susu yang rendah merupakan masalah tersendiri bagi peternak terhadap pendapatan. MPPA (Most Probable Producing Ability) merupakan salah satu metode seleksi untuk mengetahui bibit unggul, yang diharapkan dapat meningkatkan produksi susu dan meningkatkan pendapatan peternak. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai ekonomi produksi susu dengan menggunakan metode MPPA dari induk sapi yang ada di CV Waluya Wijaya Farm. Data yang ada ditabulasikan untuk distandardisasi dan dihitung nilai ripitabilitasnya untuk mendapatkan nilai MPPA. Hasil pendugaan nilai MPPA dihitung berdasarkan biaya fariabel dan biaya tetap untuk mengetahui harga pokok produk dan mengetahui pendapatan peternak. Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dari 18 ekor sapi FH dengan umur yang berbeda. Data yang digunakan meliputi produksi susu harian dari sapi FH yang telah memiliki dua data laktasi, umur sapi, dan lama lakatasi. Kemampuan produksi susu sapi dimasa mendatang berada pada kategori rendah dengan nilai ripitabilitas sebesar 0.1. Rataan produksi susu harian sebanyak 13.3 kg ekor-1. Harga pokok produksi (HPP) yang diperoleh sebesar Rp. 4 469, dengan harga jual Rp. 5 700 L-1, maka keuntungan per bulan adalah sebesar Rp. 8 823 764. Sapi yang memiliki keuntungan diatas rataan sebesar 50%, sedangkan sisanya 50% dibawah rataan dari keseluruhan sampel.

Kata kunci: Most Probable Producing Ability (MPPA), nilai ekonomi, Sapi perah.

ABSTRACT

ISMAIL. Economic Value of Friesian Holstein Milk Production Cows Based on Most Probable Producing Ability (MPPA) Supervised by LUCIA CYRILLA ENSD and IYEP KOMALA.

(6)

vi

the farmer’s income. Materials used in this reaserch is the primary data and secondary data from 18 lactating cows. Data used include daily milk production of cows FH who has two lactation data, aged cows, and time lactation. The ability of the milk production in the future are in the low category with a value repeatibility equal 0.1. The average daily milk production is 13.3 kg cow-1. Cost of production gained Rp. 4 469, with a selling price of Rp. 5 700 L-1, then the profit per month is Rp. 8 823 764. Cows that have adventage over the average of 50%, while below the average 50% of the overall sample.

(7)

vii

NILAI EKONOMI PRODUKSI SUSU INDUK SAPI

FRIESIAN

HOLSTEIN

BERDASARKAN

MOST PROBABLE

PRODUCING ABILITY

(MPPA)

ISMAIL

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

Pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

ix

Judul Skripsi : Nilai Ekonomi Produksi Susu Induk Sapi Friesian Holstein Berdasarkan Most Probable Producing Ability (MPPA)

Nama : Ismail

NIM : D14144006

Disetujui oleh

Dr Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi Pembimbing I

Iyep Komala, SPt MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi Ketua Departemen

(11)
(12)

xi

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, Islam, kesempatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata’ala sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam untuk tuntunan dan suri tauladan Rasulullah Shalallahu‘alaihiwasallam beserta keluarga dan sahabat beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang sampai saat ini dapat dinikmati oleh seluruh manusia di penjuru dunia. Skripsi yang berjudul Nilai Ekonomi Produksi Susu Induk Sapi Friesian Holstein Berdasarkan Most Probable Producing Ability (MPPA) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis kepada Dr Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi selaku dosen pembimbing I, dan Iyep Komala, SPt MSi selaku dosen pembimbing II. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada M. Sriduresta Soenarno, SPt MSc dan Dr Despal, SPt MScAgr sebagai penguji sidang serta Windi Al Zahra, SPt MSi sebagai dosen pembahas seminar atas komentar dan masukannya sehingga penulis dapat membuat hasil penelitian ini menjadi lebih baik.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua bapak Mahfud Ismail Sungkar dan Ibu Chaeriyah Ali Baktir atas kemudahan yang didapatkan semata karena doa dari kedua orang tua, yang selalu memberikan motivasi, nasehat, kasih sayang, dan perhatian yang tak akan pernah bisa terbalaskan. Serta tak lupa penulis berterimakasih kepada saudara Septian Jasiah Wijaya, AMd selaku pemilik CV Waluya Wijaya Farm beserta rekan kerja yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan di Alih Jenis Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan atas doa, semangat, kehangatan dalam kebersamaan yang selalu diberikan. Semoga kesuksesan untuk kita semua.

Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat serta inspirasi untuk para pembaca.

(13)
(14)

xiii

Most Probable Producing Ability (MPPA) 4

Pengelompokan Berdasarkan Grade MPPA 5

Perhitungan Harga Pokok Produk (Metode Full Costing) 5

Pendapatan 5

1 Faktor koreksi penyesuaian ke arah umur dewasa 3 2 Faktor koreksi frekuensi pemerahan (setara dua kali pemerahan) 3 3 Faktor koreksi lama laktasi kurang dari 305 hari 3 4 Faktor koreksi lama laktasi lebih dari 305 hari 4

5 Komposisi ternak 6

6 Data produksi susu terstandar 7

7 Data pendugaan MPPA 9

8 Biaya tetap produksi susu 10

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1 Faktor koreksi lama laktasi kurang dari 305 hari 15 2 Faktor koreksi lama laktasi lebih dari 305 hari 15

3 Faktor koreksi umur 16

4 Faktor koreksi frekuensi pemerahan 17

(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan produk peternakan yang bernilai gizi tinggi, selain itu susu juga merupakan sumber penghasilan utama bagi peternak sapi perah, oleh karena itu produksi susu yang tinggi pada sapi akan meningkatkan keuntungan dari peternak. Penampilan produksi susu dari seekor sapi dalam menghasilkan susu dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, faktor tersebut menyebabkan keragaman produksi susu dari setiap individu. Upaya untuk mendapatkan sapi yang memiliki produksi susu tinggi harus dilakukan seleksi.

Bangsa sapi perah yang umum dikembangkan di Indonesia adalah bangsa Friesian Holstein (FH). Sapi FH berasal dari provinsi Friesland, Belanda. Bangsa sapi ini adalah bangsa sapi perah yang tertua, terkenal, dan tersebar hampir di seluruh dunia (Sudono et al. 2003). Menurut Hardjosubroto (1994), rata-rata produksi susu sapi FH di Indonesia berkisar antara 2500-3500 kg laktasi-1. Jenis sapi Friesian Holstein ini telah terbukti dapat menghasilkan susu yang cukup banyak terbukti produksi susu sapi FH di Amerika serikat rata-rata 7 425 L-1, akan tetapi rataan produksi susu sapi FH di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara asalnya. Produksi rataan sapi perah di Indonesia hanya mencapai 10.7 L ekor-1 hari-1 (3 264 L laktasi-1) (Sudono et al. 2003). Rendahnya produksi susu tersebut berpengaruh terhadap pendapatan peternak yang juga ikut turun karena sumber penghasilan utama dari peternakan sapi perah adalah penjualan susu. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi susu dan pendapatan peternak adalah dengan melakukan seleksi.

Seleksi akan meningkatkan frekuensi gen-gen yang diinginkan dan menurunkan frekuensi gen-gen yang tidak diinginkan (Noor 2010). Seleksi sapi perah berdasarkan produksi susu dapat dilakukan dengan menghitung Most Probable Producing Ability (MPPA). Lasley (1972) menyatakan bahwa MPPA adalah regresi dari pencatatan masa yang akan datang terhadap pencatatan saat ini, atau derajat dimana suatu catatan berulang akan menghasilkan seleksi yang lebih efektif untuk produksi yang berikutnya. Most Probable Producing Ability (MPPA) digunakan untuk mengestimasi kemampuan produksi pada masa yang akan datang, sehingga berdasarkan nilai MPPA yang tertinggi akan dapat ditentukan induk yang produktivitasnya tinggi sehingga dapat dipilih induk-induk yang akan dipertahankan untuk meningkatkan nilai ekonomi di peternakan tersebut.

(17)

2

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi nilai ekonomi induk sapi perah Frieshian Holstein berdasarkan metode MPPA di CV Waluya Wijaya Farm Kemudian data tersebut digunakan untuk menghitung nilai ripitabilitas yang digunakan sebagai dasar pendugaan nilai MPPA. Nilai pendugaan MPPA sapi betina tersebut kemudian diurutkan berdasarkan nilai yang terbesar untuk dilakukan seleksi induk. Data MPPA yang sudah diurutkan kemudian dikelompokkan berdasarkan produksi yang telah ditetapkan grade A : diatas 6 000 kg laktasi-1, grade B 5 000 kg laktasi-1–6 000 kg, grade C 4 000 kg–5 000 kg laktasi-1, grade D < 4 000 kg laktasi-1. Setelah dikelompokan berdasarkan produksi nilai pendugaan MPPA, maka data tersebut kemudian dihitung biaya, penerimaan, dan pendapatan untuk diketahui nilai ekonomi peternakan tersebut.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan mulai pada bulan Juni sampai bulan September 2016. Lokasi penelitian bertempat di CV Waluya Wijaya Farm Sentul Kabupaten Bogor.

Materi

Materi yang digunakan berupa data primer dan data sekunder produksi susu harian dari bulan Januari 2015 sampai bulan September 2016, data tersebut berasal dari 18 ekor sapi Friesian Holstein yang sedang laktasi dengan umur yang berbeda. Data primer dan sekunder tersebut juga dilengkapi dengan tanggal kelahiran, umur, tanggal beranak, dan tanggal kering.

Prosedur

(18)

3

individu seperti lama laktasi, produksi susu per laktasi, dan umur beranak yang diketahui dari tanggal lahir dan tanggal beranak dari setiap individu tersebut.

Data produksi susu selanjutnya distandardisasi menggunakan faktor koreksi terhadap lama laktasi 305 hari dan umur dewasa induk berdasarkan DHIA-USDA. Setelah data produksi susu terstandarisasi, nilai ripitabilitas dihitung. Nilai ripitabilitas ini kemudian digunakan sebagai dasar pendugaan nilai MPPA, nilai MPPA pada setiap sapi betina yang sudah didapatkan nantinya diurutkan berdasarkan nilai tertinggi hingga terendah untuk dilakukan pengelompokan dan dihitung nilai ekonomi dari setiap ekor untuk mengetahui pendapatan peternak.

Analisis Data

Standardisasi Produksi Susu

Data produksi susu selama dua kali laktasi ditabulasikan dan dilakukan standardisasi berdasarkan faktor koreksi terhadap lama laktasi 305 hari, umur dewasa induk, dan frekuensi pemerahan. Faktor koreksi yang digunakan disajikan pada Tabel 1, 2 dan 3, Tabel selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1, 2 dan 3.

Tabel 1 Faktor koreksi penyesuaian ke arah umur dewasa

(Tahun-Bulan) FKU (Tahun-Bulan) FKU (Tahun-Bulan) FKU

2-0 1.31 4-11 1.03 10-0 1.04

2-1 1.30 4-12 1.03 10-1 1.04

2-2 1.29 5-1 1.02 10-2 1.04

Sumber : Hardjosubroto (1994)

Tabel 2 Faktor koreksi frekuensi pemerahan (setara dua kali pemerahan) Jumlah

Tabel 3 Faktor koreksi lama laktasi kurang dari 305 hari

Jumlah Hari Laktasi Umur ≤ 36 bulan Umur > 36 bulan

40 6.24 5.57

50 4.99 4.47

60 4.16 3.74

(19)

4

Tabel 4 Faktor koreksi lama laktasi lebih dari 305 hari

Jumlah Hari Laktasi Faktor Koreksi

305 – 308 1.00

309 – 312 0.99

313 – 316 0.98

Sumber : Hardjosubroto (1994)

Persamaan regresi untuk panjang laktasi lebih dari 305 hari menjadi panjang laktasi 305 hari. Hoerl Model (DHIA 2012):

̂ = (0.00835972) (0.99381142X) (X(1.1678976)) Keterangan:

x = lama laktasi ŷ = faktor koreksi

Ripitabilitas

Data dari produksi susu yang telah terstandardisasi kemudian dihitung nilai ripitabilitasnya menggunakan metode korelasi antarkelas (Warwick et al. 1990) dengan rumus:

∑ ∑ ∑

√{ ∑ ∑ } { ∑ }

Keterangan : r = ripitabilitas

x = produksi susu laktasi I y = produksi susu laktasi II

Most Probable Producing Ability (MPPA)

Pendugaan nilai Most Probable Producing Ability (MPPA) dapat dilakukan berdasarkan pendekatan rumus sesuai rekomendasi Hardjosubroto (1994):

MPPA =

( ̿) ̿

Keterangan :

MPPA : Most Probable Producing Ability n : jumlah catatan produksi

r : ripitabilitas

: rerata produksi susu sapi yang diukur P : rerata produksi susu sampel

(20)

5

Pengelompokan Berdasarkan Grade MPPA

Sapi yang telah memiliki nilai MPPA kemudian dikelompokkan berdasarkan produksi susu sesuai dengan grade: yaitu grade A ( > 6 000 kg laktasi-1), grade B (5 000-6 000 kg laktasi-1), grade C (4 000-5 000 kg laktasi-1), dan grade D (< 4 000 kg laktasi-1) (BBPTU 2009). Sapi yang masuk dalam 50% nilai tertinggi dari 18 ekor sapi FH yang ada yang nantinya akan dijadikan induk pengganti dengan harapan bisa meningkatkan kemampuan produksi susu pada keturunannya sesuai dengan grade tersebut.

Perhitungan Harga Pokok Produk (Metode Full Costing)

Metode full costing digunakan untuk menghitung semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead baik yang berperilaku tetap maupun variabel. Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing adalah sebagai berikut (Mulyadi 2005):

Biaya Bahan Baku xxx Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx Biaya Overhead Tetap xxx Biaya Overhead Variabel xxx + Harga Pokok Produksi xxx

Pendapatan

Setelah didapatkan biaya produksi, selanjutnya dihitung jumlah penerimaan dan pendapatan peternak (Boediono 1993):

Pendapatan Total = TR = P x Q Keterangan :

TR = Total Revenue (pendapatan total (Rp)) P = Price (harga pokok per kg)

Q = Quantities (jumlah produk yang dihasilkan)

Pendapatan bersih diperoleh dengan rumus sebagai berikut : = TR – TC

(21)

6

(22)

7

Produksi Susu

Sapi betina yang diamati memiliki periode laktasi, umur, serta hari laktasi yang berbeda-beda. Rataan produksi susu dan produksi susu yang telah distandarisasi kedalam umur setara dewasa, dan lama laktasi 305 hari pada sapi Friesian Holstein di CV WWF dapat dilihat pada Tabel 4.

Produksi susu dari setiap individu bervariasi dari 3 000 kg laktasi-1 hingga 5 700 kg laktasi-1. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh lama laktasi dan umur beranak dari setiap individu sapi perah yang ada, pada lama laktasi 460 hari menghasilkan produksi susu sebesar 5 752.3 kg laktasi-1, sedangkan pada lama laktasi 46 hari menghasilkan produksi susu sebesar 748 kg. Data produksi ke-1 didapat rata sebesar 4 277.7 ± 746.4 dan data produksi ke-2 memiliki rata-rata 2 311.3 ± 1 038.4. Terkait dengan perbedaan yang sangat signifikan ini perlu adanya penyeragaman data, hal ini diperkuat dengan pendapat Indrijani (2008), bahwa pengaruh lingkungan terhadap produksi susu satu sama lain ternak tidak sama, sehingga akan menimbulkan suatu ragam atau variasi lingkungan. Faktor lingkungan sedapat mungkin dibuat seragam agar performans produksi susu sapi yang diuji mencerminkan sebagian besar dari pengaruh genetik yang dimiliki.

(23)

8

Standardisasi merupakan salah satu cara untuk menyeragamkan faktor lingkungan sehingga diharapkan tidak terjadi bias oleh faktor lingkungan. Menurut Subandriyo (1994), bahwa untuk kondisi peternakan sapi perah di Indonesia, koreksi minimum yang perlu dilakukan adalah terhadap umur induk saat beranak, lama laktasi, serta frekuensi pemerahan dalam waktu satu hari.

Produksi susu yang ada pada data sekunder distandardisasi untuk menghilangkan pengaruh non genetik. Laktasi data ke-1 yang telah distandarisasi didapatkan nilai rata-rata sebesar 4 165.7 ± 446.8 kg laktasi-1, dan pada laktasi data ke-2 yang telah distandardisasi didapatkan nilai rata-rata sebesar 3 931.4 ± 676.4 kg laktasi-1. Data laktasi sebelum distandardisasi menunjukan keragaman sebesar 17.4% sedangkan data laktasi yang telah distandardisasi angka keragamannya menjadi 10.7%. Pada laktasi data ke-2 keragaman data mencapai 44.9% dan setelah distandardisasi keragamannya menjadi 17.2%. Hal tersebut menunjukan bahwa proses standardisasi terbukti mengurangi keragaman antar individu.

Ripitabilitas

Data produksi susu yang telah terstandardisasi kemudian dihitung nilai ripitabilitasnya, menurut Pallawaruka (1999), Ripitabilitas adalah sebuah ukuran kekuatan hubungan antara ukuran yang berulang-ulang (nilai fenotipik yang berulang) suatu sifat dalam populasi. Ripitabilitas yang didapatkan menurut data sekunder yang ada sebesar 0.1, nilai tersebut tergolong kedalam kategori rendah sesuai dengan yang dikatakan oleh Noor (2010), ripitabilitas digolongkan ke dalam rendah jika nilainya kurang dari 0.2, sedang jika nilainya berkisar antara 0.2 dan 0.4, dan tinggi jika nilainya lebih besar dari 0.4.

Nilai ripitabilitas ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian Anitasari (2011), sebesar 0.1865 dan juga penelitian Alfiyani (2011), sebesar 0.3. Nilai ripitabilitas yang tinggi menunjukan bahwa kemampuan suatu ternak untuk mengulang sifat produksi susu pada laktasi berikutnya akan tinggi, sedangkan nilai ripitabilitas yang rendah kemampuan berproduksi pada laktasi selanjutnya akan rendah. Nilai ripitabilitas akan semakin kecil (mendekati 0.0) apabila ragam lingkungan temporer meningkat, sebaliknya semakin besar (mendekati 1.0) apabila ragam suatu sifat sebagian besar dikendalikan oleh faktor genetik dan lingkungan permanen (Pirchner 1969).

(24)

9

Most Probable Producing Ability

MPPA adalah suatu pendugaan yang paling memungkinkan dari kemampuan berproduksinya seekor hewan betina, yang dapat dihitung atau diduga atas dasar performans yang telah ada. MPPA sangat erat kaitannya dengan nilai ripitabilitas, rataan produksi susu, banyaknya catatan produksi dan rataan produksi populasi (Lasley 1978). Untuk mengetahui lebih jelasnya semua data hasil perhitungan MPPA dapat dilihat pada Tabel 5.

(25)

10

Sapi dengan nilai MPPA yang telah didapatkan kemudian diseleksi untuk dipertahankan di peternakan berdasarkan produksi yang tinggi. Umumnya ternak yang dipertahankan adalah sekitar 50% peringkat terbaik dari populasi (Direktorat Pembibitan 2012). Jika mengikuti standar dari direktorat pembibitan, maka sapi dengan nomor urut 1-9 masuk kedalam sapi yang dipertahankan oleh peternak. Sapi dengan identitas 3 dengan produksi sebesar 4 510 kg laktasi-1 berada pada urutan 1, dan sapi dengan nomor identitas 1927 dengan produksi 4 049 kg laktasi-1 masuk kedalam urutan 9, atau dengan kata lain sapi tersebut merupakan sapi dengan produksi terendah diantara sapi yang lain yang dipertahankan oleh peternak.

Sapi di CV WWF sendiri tergolong memiliki produksi yang cukup baik yaitu sebesar 13.3 kg ekor-1 hari-1, meskipun tidak sebagus di negara asalnya, hasil tersebut lebih baik dibandingkan dengan hasil penelitian Herminus et al. (2015) yaitu 6.1 L hari-1. Menurut Sudono (2003), Produksi rataan sapi perah di Indonesia hanya mencapai 10.7 L ekor-1 hari-1 (3 264 L laktasi-1). Rata-rata produksi sapi di peternakan ini mencapai 4 049 kg laktasi-1.

Biaya

Menurut Mulyadi (2005), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Menurut Soekardono (2009), biaya produksi secara teori terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya-biaya dalam keadaan terbatas tidak berubah mengikuti perubahan aktivitas produksinya. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah kira-kira sebanding dengan besarnya produksi. Sebelum mengetahui pendapatan peternak, maka besarnya biaya produksi harus diketahui untuk kemudian dikurangi dengan besarnya penerimaan. Total biaya variabel dan biaya tetap dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 8 Biaya tetap produksi susu

(26)

11

Tabel 9 Biaya variabel produksi susu No Jenis Biaya Satuan Jumlah pakan sebesar 56.7% dari total biaya yang ada. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Yusdja et al. (1995) bahwa biaya pakan usaha sapi perah dapat mencapai 62.5% dari total biaya produksi. Dari biaya tersebut selanjutnya dapat dihitung Harga Pokok Produk (HPP). Samryn (2001), mengatakan bahwa HPP merupakan nilai investasi yang dikorbankan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi yang komponennya terdiri dari: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya berperilaku variabel maupun tetap (Mulyadi 2005). HPP yang didapatkan dari hasil perhitungan sebesar Rp 4 469.

Pendapatan

Data MPPA yang didapatkan dari produksi susu yang telah distandardisasi kemudian dihitung nilai ekonomisnya untuk mengetahui keuntungan dari setiap ekor sapi selama satu laktasi. untuk mendapatkan keuntungan maka harus diketahui HPP dari setiap liter susu, dan diketahui juga jumlah total penerimaan yang didapatkan dari penjualan susu. Berdasarkan data MPPA yang didapat, pendapatan per ekor sapi yang ada dapat dilihat pada Lampiran 5.

(27)

12

Sapi yang memiliki produksi tinggi juga akan mendapatkan keuntungan yang tinggi, sapi dengan produksi tertinggi dengan rataan produksi harian mencapai 14.8 kg ekor-1 hari-1 mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 18 204, sedangkan sapi dengan produksi terendah dengan rataan produksi susu harian sebesar 11.5 kg ekor-1 hari-1 mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 16 340. Persentase sapi perah di CV WWF yang memiliki keuntungan diatas rata-rata sebesar 50% atau 9 ekor dari 18 ekor, sedangkan 50% sisanya berada dibawah rata-rata. Semua sapi yang ada di CV WWF mendapatkan keuntungan dengan jumlah yang berbeda-beda, namun masih banyaknya sapi yang berada dibawah nilai rata-rata perlu adanya peningkatan melalui manajemen yang lebih baik untuk mendapatkan kulitas dan kuantitas yang lebih baik sehingga keuntungan yang bisa didapat akan lebih besar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Rataan produksi susu terstandar data ke-1 sebesar 4 165.7 kg Laktasi-1 sedangkan rataan produksi susu terstandar data ke-2 sebesar 3 931.4 kg Laktasi-1. Kemampuan sapi perah di CV WWF untuk mengulang produksi susu pada periode laktasi dimasa yang akan datang berada pada kategori rendah dengan nilai ripitabilitas 0.1.

Rataan nilai pendugaan MPPA di CV WWF sebesar 4 049 kg Laktasi-1 dengan rataan produksi per hari mencapai 13.3 kg. Sapi yang dipertahankan untuk dijadikan replacement stock adalah sapi dengan urutan 50% terbaik, dari populasi 18 ekor di perusahaan ini adalah sapi dengan nomor urut 1 sampai 9 dengan rataan produksi urutan 1 kode ternak 3 sebesar 14.8 kg dan urutan 9 kode ternak 1927 dengan rataan produksi susu sebsesar 13.3 kg.

Rataan keuntungan harian yang didapatkan dari setiap ekor sebesar Rp. 16 340 dengan HPP yang didapat sebesar Rp. 4 469 Liter -1 dan rata-rata harga jual Rp. 5 700 Liter-1.

Saran

(28)

13

DAFTAR PUSTAKA

Agus PA. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2003-2009 [skripsi]. Semarang (ID): Univesitas Diponegoro.

Alfiyani I. 2011. Nilai Ripitabilitas Lama Laktasi Dan Produksi Susu Sapi Perah Peternakan Fries Holland (PFH) di PT. Susu Sehat Alami Jember [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

Anitasari S. 2011. Estimasi Nilai Ripitabilitas Produksi Susu Sapi Perah Peranakan Fries Holland (PFH) di PT. Karunia-Kediri [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

Boediono. 1993. Ekonomi Makro Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi. Yogyakarta (ID): Ed ke-2. BPFE

[DHIA] Australian Dairy Herd Improvement Report. 2012. National Herd Recording Statistics 2012- 2013. Melbourne Victoria (AU): National Improvement Association of Australia INC.

Gaspersz V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Bandung (ID): Tarsito.

Hadisutanto. 2008. Studi Tentang Beberapa Performan Reproduksi pada Berbagai Paritas Induk dalam Formulasi Masa Kosong (Days Open) Sapi FH. [Disertasi]. Bandung (ID): Universitas Padjajaran.

Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta (ID): Gramedia Widiasarana Indonesia.

Herminus Wu, Veronika YB, Agustinus AD. 2015. Estimasi nilai ripitabilitas dan MPPA (Most Probable Producing Ability) produksi susu sapi FH di peternakan Noviciat Claretian Benlutu kabupaten Timor Tengah Selatan. J Anim Sci. 1(1):4-5.

Indrijani H, Anang A. 2009. Fixed regression test day model sebagai solusi pada pendugaan nilai pemuliaan sapi perah. Ilmu Ternak & Veteriner (JITV). 4

Noor RR. 2010. Genetika Ternak. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Pallawaruka. 1999. Ilmu Pemuliaan Ternak Perah. Bogor (ID): Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pirchner F. 1969. Population Genetics in Animals Breeding. San Francisco (US): WH Freeman and Co.

Subandriyo. 1994. Seleksi pada induk sapi perah berdasarkan nilai pemuliaan. Wartazoa. 3 (2) : 9-12

Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

(29)

14

(30)

15

Lampiran 1 Faktor koreksi lama laktasi kurang dari 305 hari

Lampiran 2 Faktor koreksi lama laktasi lebih dari 305 hari

(31)
(32)

17

Lampiran 4 Faktor koreksi frekuensi pemerahan Jumlah hari

diperah

3x Diperah 4 X Diperah

Umur (tahun) Umur (tahun)

2-3 3-4 4 2-3 3-4 4

(33)

18

(34)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 10 Desember 1992 merupakan anak tunggal dari pasangan bapak Mahfud dan ibu Chaeriyah. Pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Ciledug Kulon dan lulus pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMPN 1 Ciledug dan lulus pada tahun 2008 dan Tahun 2011 lulus dari MAN Ciledug. Pendidikan penulis dilanjutkan di Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan lulus pada tahun 2014. Penulis berkesempatan untuk melanjutkan ke program sarjana pada tahun 2014 di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB.

Gambar

Tabel 4 Faktor koreksi lama laktasi lebih dari 305 hari
Tabel 6 Data produksi susu terstandar
Tabel 7 Data pendugaan MPPA

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Berjudul Status Kecernaan Pakan dan Produksi Susu Induk Sebagai Indikator Pertumbuhan Pedet pada Sapi Perah ( Friesian Holstein )

Penelitian ini menggunakan data 83 semen pejantan sapi FH yang dalam 176 perkawinan, sehingga didapatkan 176 data produksi laktasi pertama anak betina di Balai Besar Pembibitan

Produksi susu selama periode laktasi mengalami peningkatan dari paritas I ke paritas II dan seterusnya pada masa pertumbuhan sampai masa mature

Sapi FH di BBPTU-HPT Baturraden mempunyai masa laktasi yang kurang dari 305 hari, sehingga kemampuan memproduksi susu lebih rendah dari pada sapi FH daerah asalnya, karena masa

Penelitian berjudul Perbandingan Model Kurva Produksi Susu pada Periode Laktasi 1 dan 2 Sapi Friesian Holstein Berdasarkan Catatan Harian telah dilaksanakan pada Mei 2015

Sapi FH di BBPTU-HPT Baturraden mempunyai masa laktasi yang kurang dari 305 hari, sehingga kemampuan memproduksi susu lebih rendah dari pada sapi FH daerah asalnya, karena masa

Memanjangnya masa kosong sapi FH pengamatan terbukti memberi tambahan produksi susu laktasi lengkap berjalan, tetapi akan menurunkan produksi susu tahunan, sehingga akan menurunkan

Sama seperti masa kosong hubungan selang beranak dengan produksi susu laktasi lengkap sangat nyata pada semua persamaan regresi dan nyata pada persamaan kubik