PEMETAAN BENTIK HABITAT DAN TUTUPAN
LAHAN PULAU TUNDA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT
WORLDVIEW
-
2
IRPAN PIDIA PUTRA
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Bentik Habitat dan Tutupan Lahan Pulau Tunda menggunakan Citra Satelit WorldView-2
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Irpan Pidia Putra
ABSTRAK
IRPAN PIDIA PUTRA. Pemetaan Bentik Habitat dan Tutupan Lahan Pulau Tunda menggunakan Citra Satelit WorldView-2. Dibimbing oleh SYAMSUL
BAHRI AGUS dan RISTI ENDRIANI ARHATIN.
Penggunaan data satelit merupakan cara yang efektif untuk pemetaan penutup lahan dan habitat dasar perairan. Citra satelit yang memiliki resolusi tinggi dapat memberi kelas habitat lebih detil dan memiliki akurasi lebih baik dibanding citra satelit dengan resolusi rendah. Penelitian ini bertujuan mengklasifikasi habitat dasar perairan dangkal dan tutupan lahan darat serta menguji tingkat akurasi klasifikasi dari citra satelit WorldView-2. Metode yang
digunakan adalah klasifikasi maximum likelihood standard. Klasifikasi citra
menghasilkan 9 kelas habitat dasar perairan dangkal dan 7 kelas tutupan lahan darat. Hasil klasifikasi citra menunjukkan bahwa kelas habitat karang hidup bercampur patahan karang hampir mendominasi seluruh wilayah perairan dangkal Pulau Tunda dan kelas tutupan semak mendominasi wilayah tutupan lahan darat. Hasil uji akurasi untuk pemetaan habitat dasar diperoleh nilai overall accuracy
sebesar 66,15% dan nilai akurasi kappa 0,60 sedangkan untuk penutupan lahan darat diperoleh nilai overall accuracy sebesar 67,59% dan nilai akurasi kappa
0,60.
Kata kunci: akurasi, klasifikasi, penutupan lahan, terbimbing, WorldView-2.
ABSTRACT
IRPAN PIDIA PUTRA. Mapping of Benthic Habitat and Landcover in Tunda Island using WorldView-2 Satellite Imagery. Supervised by SYAMSUL BAHRI
AGUS and RISTI ENDRIANI ARHATIN.
The use of satellite imagery data is an effective way to map land cover and benthic habitat. High spatial resolution satellite imagery can specify more detailed habitat classes and has better accuracy than satellite imagery with low spatial resolution. This study aims to classify shallow water bottom habitats and land cover, and to asses the classification accuracy from WorldView-2 satellite imagery. The image classification method is maximum likelihood standard. Image classification produces 9 shallow water bottom habitat classes and 7 classes of land cover. The result of image classification indicate that mixed live coral and rubble dominates most of the entire territory shallow waters at Tunda Island and shrubs dominate terrestrial land cover. Accuracy assesment has 66.15% overall accuracy and 0,60 kappa accuracy for shallow water bottom habitat. Landcover overall accuracy is 67,59% and kappa accuracy is 0,60.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
PEMETAAN BENTIK HABITAT DAN TUTUPAN
LAHAN PULAU TUNDA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT
WORLDVIEW
-
2
IRPAN PIDIA PUTRA
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini bisa diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini berjudul Pemetaan Bentik Habitat dan Tutupan Lahan Pulau Tunda menggunakan Citra Satelit WorldView-2.
Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih dengan tulus dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Syamsul Bahri Agus, S.Pi, MSi dan Risti Endriani Arhatin S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
2. Prof. Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA selaku dosen penguji 3. Risti Endriani Arhatin S.Pi, M.Si selaku pembimbing akademik
4. Kepada kedua orang tua saya, Ayah Rony Dio dan Mama Teti serta Adik Reina Dwi Citra Zaharani yang selalu memberikan dukungan dan doanya
5. Kepada Nico, Nanda, Mbak Nunung, Bang Fahrul, Bang Tray, Bang Fahri dan Pak Ari selaku rekan dalam pengambilan data di Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Banten
6. Kepada Mahasiswa Pascasarjana Teknologi Kelautan IPB angkatan 2013 atas citra yang diperoleh
7. Kepada Instansi SEAMEO-BIOTROP atas peminjaman alat-alat survey untuk keperluan pengamatan lapang
8. Kepada keluarga mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan angkatan 48 atas dukungan dan dorongan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
9. Kepada seluruh civitas akademik Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan – IPB atas dukungan dan kerjasama serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam memberikan sumbangan saran, bimbingan dalam penelitian, pengolahan data dan penyusunan skripsi secara sukarela.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Maret 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE 2
Lokasi Penelitian 2
Alat dan Bahan 2
Prosedur Analisis Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Hasil Klasifikasi Habitat Dasar Perairan Dangkal 8
Hasil Klasifikasi Tutupan Lahan Darat 9
Perhitungan Nilai Akurasi 11
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15
DAFTAR TABEL
1 Nilai spektral band citra WorldView-2 4
2 Contoh perhitungan confusion matrix 6
3 Luasan habitat dasar perairan Pulau Tunda berdasarkan citra satelit
WorldView-2 9
4 Luasan tutupan lahan darat Pulau Tunda berdasarkan citra satelit
WorldView-2 10
5 Nilai confusion matrix pada klasifikasi 9 kelas habitat dasar perairan 12
6 Nilai confusion matrix pada 6 kelas tutupan lahan darat 12
7 Nilai producer dan user accuracy pada klasifikasi 9 kelas habitat
dasar perairan 13
8 Nilai producer dan user accuracy pada 6 kelas tutupan lahan darat 13
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi Penelitian di Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Banten 2
2 Diagram alir penelitian 3
3 Hasil komposit RGB 532 7
4 Peta klasifikasi habitat dasar perairan Pulau Tunda 8 5 Peta klasifikasi tutupan lahan darat Pulau Tunda 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data GPS dan habitat dasar perairan dangkal Pulau Tunda 17
2 Dokumentasi substrat dasar perairan 21
3 Data GPS dan objek tutupan lahan Pulau Tunda 23
4 Dokumentasi objek tutupan lahan 26
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemetaan habitat dasar perairan dangkal telah banyak dilakukan (Purkis et al. 2002) namun dengan citra satelit yang mempunyai resolusi tinggi masih sedikit
(Siregar 2010). Pada penelitian ini digunakan citra satelit resolusi tinggi
WorldView-2 untuk memetakan tutupan lahan secara keseluruhan meliputi
sumberdaya pesisir dan sumberdaya lahan pulau-pulau kecil. WorldView-2
merupakan salah satu satelit yang diluncurkan oleh Digital Globe tahun 2009 dengan resolusi spasial tinggi, yaitu 1,84 m (multispektral) dan 0,46 m (pankromatrik). Citra satelit ini mempunyai tingkat ketelitian yang tinggi untuk memproses klasifikasi, salah satunya klasifikasi habitat perairan dangkal (Digital Globe 2010).
Pulau Tunda merupakan salah satu pulau kecil yang terletak di utara Teluk Banten dan terpisah dari Kepulauan Seribu. Dilihat secara geografis Pulau Tunda terletak pada koordinat 5° 48’ 29” - 5° 49’ 05” LS dan 106° 15’ 04” - 106° 18’ 00” BT. Pulau Tunda memiliki potensi sumberdaya pesisir yang beragam mulai dari ekosistem mangrove, lamun, ikan dan terumbu karang namun belum ada informasi yang optimal tentang potensi sumberdaya tersebut. Oleh karena itu diperlukan pemetaan penutupan lahan dan tutupan substrat dasar perairan sebagai informasi spasial untuk mengungkap potensi sumberdaya Pulau Tunda.
Penggunaan data satelit merupakan cara yang efektif untuk pemetaan penutup lahan dan vegetasi, karena data satelit memiliki rentang waktu yang dapat diatur untuk pengambilan data citra untuk lokasi yang sama. Perkembangan teknologi penginderaan jauh saat ini, mengarah pada peningkatan resolusi spasial dan temporal untuk perolehan informasi dan keperluan monitoring. Teknologi penginderaan jauh mempunyai keunggulan untuk memetakan habitat perairan dangkal, karena kemampuannya melakukan monitoring dan inventarisasi pada areal yang luas dan repetitif, biaya operasional relatif murah, dan resiko sangat kecil (Mumby et al. 1998 ).
Klasifikasi tutupan lahan adalah upaya pengelompokkan berbagai jenis tutupan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi tutupan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pembuatan peta tutupan lahan. Peta tutupan lahan adalah peta yang memberikan informasi mengenai objek-objek yang tampak di permukaan bumi (Campbel 1987). Ketepatan informasi tutupan lahan akan memberikan kemudahan dalam melakukan analisa perencanaan dan pengembangan suatu wilayah.
Klasifikasi penutupan lahan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu digital dan visual. Penelitian ini menggunakan metode klasifikasi digital supervised
dengan pendekatan maximum likelihood standard. Metode tersebut dipilih karena
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memetakan klasifikasi habitat dasar perairan dangkal dan tutupan lahan darat serta menguji tingkat akurasi klasifikasi dari citra satelit WorldView-2.
METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Oktober 2015. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: pengolahan citra, pengamatan lapangan dan uji akurasi. Pengamatan data lapangan dilaksanakan pada tanggal 17 - 22 Maret 2015. Pengolahan citra dilakukan pada bulan April - Agustus 2015 di Laboratorium Pemodelan Spasial, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK - IPB. Lokasi penelitian bertempat di Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Banten ditampilkan pada Gambar 1.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras yang digunakan berupa personal computer yang
berfungsi sebagai media input, pengolahan data, dan pencetakan output. Perangkat
lunak digunakan untuk pemrosesan citra yaitu ER Mapper 7.1, ArcGIS 10.2.2, dan Microsoft Office 2013. Alat yang digunakan pada saat survey lapang
diantaranya global positioning system (GPS)tipe Garmin 76 csx digunakan untuk
3
penentuan posisi pada setiap objek penutupan lahan. Kamera digital bawah air digunakan untuk pengambilan gambar setiap objek di lapangan. Alat dasar selam, digunakan sebagai alat bantu dalam pengamatan habitat dasar perairan serta sabak, pensil dan papan jalan untuk alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit WorldView-2 dengan resolusi spasial 0,46 m (pankromatik) dan
1,84 m (multispektral) yang telah terkoreksi radiometrik, dengan tanggal perekaman citra yaitu pada tanggal 25 Agustus 2013.
Prosedur Analisis Data
Proses pengolahan citra meliputi 3 tahapan, yaitu pra pemrosesan citra, penajaman citra, dan klasifikasi citra. Proses selanjutnya dilakukan pengamatan lapangan dan uji ukurasi. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan secara langsung pada lokasi penelitian. Penentuan titik-titik lokasi pada survey lapang dilakukan menggunakan GPS. Selanjutnya titik-titik tersebut akan dijadikan acuan dalam pembuatan training area dan titik uji akurasi.Prosedur pemetaan klasifikasi penutupan lahan ditampilkan pada Gambar 2.
1 Pengolahan Citra
4
1 Pengolahan Citra
1.1 Pra Pemrosesan Citra
Pemulihan citra dilakukan untuk mengembalikan citra sesuai dengan kenampakan aslinya di muka bumi. Langkah yang dilakukan meliputi koreksi radiometrik dan koreksi geometrik. Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat cacat atau kesalahan radiometrik, yaitu kesalahan pada sistem optik, kesalahan karena gangguan energi radiasi pada elektromagnetik pada amosfer, dan kesalahan karena pengaruh sudut elevasi matahari (Purwadhi 2001). Pada penelitian ini tidak dilakukan koreksi radiometrik karena citra WorldView-2 yang
diperoleh telah terkoreksi radiometrik.
Koreksi geometrik bertujuan untuk melakukan rektifikasi agar koordinatnya sesuai dengan koordinat geografi. Koreksi geometrik dilakukan dengan tranformasi koordinat dan resampling citra menggunakan beberapa ground control point (GCP). GCP yang diambil sebanyak 6 titik di lokasi berbeda
yang memiliki sifat geometrik tetap. Resample yang digunakan yaitu nearest neighbour. Rektifikasi ini sangat dipengaruhi oleh pengambilan data in-situ dan
GPS yang digunakan. Proses selanjutnya yaitu masking dilakukan untuk
menghilangkan efek wilayah yang tidak diperlukan dalam proses pengolahan citra.
Masking dilakukan menggunakan klasifikasi supervised dengan memisahkan
batas darat, laut dangkal dan laut dalam.
1.2 Penajaman Citra
Penajaman citra dilakukan menggunakan komposit kanal red green blue
(RGB) 532 pada citra WorldView-2. Kanal tersebut dipilih karena mampu
membedakan penutupan lahan dengan baik dan memiliki kemampuan penetrasi perairan yang baik. Kanal 3 dan 2 merupakan panjang gelombang hijau dan biru. Menurut Mount (2006) sinar hijau dan sinar biru merupakan sinar dengan energi terbesar yang dapat direkam oleh satelit untuk penginderaan jauh di laut yang menggunakan spektrum cahaya tampak. Sinar tersebut dikombinasikan dengan sinar merah yang dapat membedakan penutupan lahan secara jelas (Digital Globe 2010). Citra WorldView-2 mampu mendeteksi cahaya kanal biru (450 – 510 nm),
hijau (510 – 580 nm), dan merah (630 – 690 nm) hingga kedalaman 15 meter di perairan (Digital Globe 2010). Nilai spektral kanal citra WorldView-2 ditampilkan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai spektral band citra WorldView-2
Nama band Panjang Gelombang (nm)
5
1.3 Klasifikasi Citra
Klasifikasi dalam konteks pengolahan digital dapat diartikan sebagai suatu proses mengelompokkan piksel kedalam kelas-kelas. Kelas yang dibuat berupa objek-objek yang dikenali di lapangan atau berdasarkan kemiripan yang dikelompokkan secara statistik oleh komputer. Skema klasifikasi dilakukan dengan menetapkan sendiri jumlah kelas berdasarkan objek yang ditemukan di lapangan. Adapun kelas-kelas tersebut terdiri atas 9 kelas habitat dasar perairan dan 7 kelas tutupan lahan. Sembilan kelas habitat dasar perairan tersebut adalah pasir, patahan karang (rubble), pasir bercampur rubble, pasir bercampur lamun,
campuran pasir rubble alga, lamun, karang hidup, karang hidup bercampur rubble
dan rubble bercampur karang hidup. Sedangkan 7 kelas tutupan lahan diantaranya,
semak, kebun, lahan terbuka, lahan terbangun, pemukiman, mangrove dan belukar. Penelitian ini menggunakan klasifikasi maximum likelihood standar baik untuk
tutupan lahan maupun habitat dasar perairan dangkal. Proses klasifikasi dilakukan dengan terlebih dulu menetapkan beberapa training area pada citra sebagai kelas
kategori tertentu berdasarkan objek yang ditemukan di lapangan. Pembuatan
training area dimaksudkan untuk mengidentifikasi sejumlah piksel yang mewakili
dari masing-masing kelas atau kategori yang diinginkan (Jaya 2007).
2 Pengamatan Lapangan
Pengamatan lapang bertujuan untuk mengamati kondisi nyata lapangan. Metode pengamatan lapang pada penelitian ini menggunakan teknik sampling data spasial secara acak. Luas area pengamatan objek di lapangan disesuaikan dengan resolusi spasial citra dengan tetap memperhatikan area di sekitar transek tersebut. Penentuan titik GCP diambil menyebar di beberapa titik sebagai acuan untuk koreksi geometrik citra sedangkan titik sampling dijadikan acuan dalam
pembuatan training area dan uji akurasi. Selain itu dilakukan juga pengambilan gambar setiap objek penutupan lahan untuk validasi kenampakan objek yang ada pada citra. Pengambilan titik sampling dilakukan pada 328 titik habitat dasar
perairan dan 108 titik penutupan lahan darat Pulau Tunda. Pengamatan objek di lapangan dilakukan secara rapid mobile dengan mengacu pada prinsip penutupan
lahan dominan untuk membuat skema klasifikasi daerah pengamatan.
3 Uji Akurasi
Penilaian akurasi erat hubungannya dengan akurasi posisi dan tematik (Congalton dan Green 2009). Penilaian akurasi dilakukan dengan menggunakan
confusion matrix. Metode ini dilakukan dengan membandingkan citra hasil
klasifikasi sebagai dasar kelas yang sebenarnya dengan beberapa data lapangan yang diyakini secara akurat mewakili suatu tutupan lahan (Campbell 1987, Siregar 2010). Data baris merupakan hasil klasifikasi data inderaja yang mewakili perhitungan producer’s accuracy, sedangkan data kolom merupakan hasil observasi lapangan oleh pengamat dan digunakan dalam perhitungan user’s accucary. Semakin banyak hasil klasifikasi yang selaras dengan hasil observasi,
6
2012). Menurut Congalton dan Green (2009) perhitungan nilai akurasi dapat
dilakukan dengan persamaan yang ditampilkan pada Tabel 2.
Overall accuracy ∑ x 100%
Producer accuracy j
x 100%
User accuracy i
x 100%
Analisis Kappa
Analisis Kappa merupakan teknik multivariat diskrit yang digunakan untuk menghitung nilai akurasi klasifikasi dari confusion matrix. Analisis kappa
menghasilkan nilai koefisien kappa yang memiliki rentang kemungkinan dari 0 hingga 1 (Green et al. 2000). Nilai koefisien kappa dapat dihitung melalui
persamaan berikut:
� ∑ � ∑ � � � ∑ � �
(Sumber: Green et al. 2000)
Dimana :
� = jumlah unit pengamatan yang tepat pada kolom ke-j dan baris ke-i
� = jumlah unit pengamatan yang tepat dikategorikan sebagai kelas tematik i
� = jumlah unit pengamatan yang tepat dikategorikan sebagai kelas tematik j
� = jumlah unit pengamatan yang dikategorikan sebagai kelas tematik i dari
hasil analisis citra satelit inderaja
� = jumlah unit pengamatan yang dikategorikan sebagai kelas habitat j dari
hasil pengamatan in situ � = jumlah total pengamatan
Tabel 2. Contoh perhitungan confusion matrix
Data Lapangan (j) Total ni+
C
itra
Kla
sifikasi (i)
n11 n12 n1k n1+
n21 n22 n2k n2+
nk1 nk2 nkk nk+
Total n+j n+1 n+2 n+k �
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Gambar 3 ditampilkan citra hasil komposit RGB 532. Penajaman citra dengan komposit RGB 532 bertujuan untuk membantu penyusunan skema klasifikasi citra dalam memetakan tutupan lahan maupun habitat dasar perairan. Tahapan ini dilakukan setelah citra terkoreksi secara radiometrik dan geometrik. Komposit RGB 532 menampilkan citra berdasarkan true color composite citra WorldView-2. Berdasarkan hasil penajaman citra terlihat jelas perbedaan antar
penutupan lahan. Interpretasi objek penutupan lahan dan habitat dasar perairan dilakukan berdasarkan analisis warna citra. Untuk memperjelas objek penutupan lahan dan habitat dasar perairan maka dilakukan zooming di wilayah selatan
hingga timur Pulau Tunda. Dari hasil penajaman citra menunjukkan bahwa substrat dasar perairan dangkal tampak berwarna cyan dan perairan dalam
berwarna biru. Vegetasi mangrove tersebar di wilayah selatan hingga timur Pulau Tunda tampak berwarna hijau gelap, pemukiman terdapat di wilayah selatan dengan penampakan warna cokelat-pink dengan pola berbentuk kotak persegi, lahan terbuka tampak berwarna pink dengan bentuk pola tidak teratur, lahan terbangun nampak berwarna putih-pink, semak nampak berwarna hijau muda, kebun tampak berwarna hijau-putih dan belukar tampak berwarna hijau tua. Hasil penajaman tersebut menjadi acuan awal dalam pembuatan training area.
8
Hasil Klasifikasi Habitat Dasar Perairan Dangkal Menggunakan Metode Maximum Likelihood Standar
Klasifikasi merupakan suatu proses pengelompokan nilai reflektansi dari setiap objek ke dalam kelas-kelas tertentu sehingga mudah dikenali. Penentuan kelas dilakukan berdasarkan interpretasi objek-objek yang ditemukan di lapangan (Lampiran 1) dan berdasarkan subjektif pengamat dengan melihat dominansi penutupan substrat dasar. Klasifikasi habitat dasar perairan dangkal menghasilkan 9 kelas yang menunjukkan bahwa citra satelit WorldView-2 memiliki resolusi
tinggi dengan tingkat ketelitian 1,84 meter (multispektral) sehingga memungkinkan kelas habitat yang cukup beragam. Mumby dan Edwards (2002) mengatakan bahwa pemetaan habitat pesisir menggunakan data inderaja yang memiliki resolusi spasial tinggi dapat meningkatkan akurasi, karena memungkinkan penetapan kelas habitat yang lebih detail dan mendekati kondisi sebenarnya di lapang. Sembilan kelas habitat tersebut adalah pasir, patahan karang (rubble), pasir bercampur rubble (pasir 70%, rubble 30%), pasir bercampur
lamun (pasir 70%, lamun 30%), campuran pasir rubble alga (pasir 50%, rubble
30%, alga 20%), lamun, karang hidup, karang hidup bercampur rubble (karang
hidup 70%, rubble 30%), dan rubble bercampur karang hidup (rubble 70%,
karang hidup 30%). Dokumentasi jenis penutupan habitat dasar perairan dangkal dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil klasifikasi habitat dasar perairan dangkal ditampilkan pada Gambar 4.
Berdasarkan hasil klasifikasi pada Gambar 4 terlihat bahwa habitat dasar perairan dangkal terdistribusi di perairan Pulau Tunda. Kondisi penutupan substrat
9
perairan didominasi oleh 3 kelas utama yaitu, kelas karang hidup, kelas karang hidup bercampur rubble dan kelas rubble sedangkan sisa kelas lainnya
terdistribusi secara merata. Luasan masing-masing substrat dasar dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut diperoleh luasan habitat dasar yang mendominasi sebagian wilayah kajian yaitu kelas karang hidup bercampur rubble dengan presentase sebesar 28,80% dengan luasan 304.252 m2. Kelas habitat
dengan luasan terkecil adalah kelas campuran pasir rubble alga dengan luasan
sebesar 35.872 m2, sedangkan untuk kelas karang hidup memiliki luasan sebesar 143.608 m2.
Tabel 3. Luasan habitat dasar perairan Pulau Tunda berdasarkan citra satelit
WorldView-2
Habitat dasar Luas (m2) Persentase (%)
Pasir bercampur rubble 86.476 8,20
Pasir 71.284 6,76
Lamun 63.968 6,07
Pasir bercampur lamun 108.400 10,30
Campuran pasir, rubble, alga 35.872 3,40
Rubble bercampur karang hidup 50.280 4,77
Karang hidup bercampur rubble 304.252 28,80
Karang hidup 143.608 13,60
Rubble 190.516 18,10
Hasil Klasifikasi Tutupan Lahan Darat Menggunakan Metode Maximum Likelihood Standar
Pengklasifikasian dilakukan berdasarkan data hasil pengamatan lapang. Dalam penelitian ini dipilih sistem klasifikasi tutupan lahan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7645:2010 yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Pengklasifikasian ini juga mengacu pada sistem klasifikasi tutupan lahan United States Geological Survey (USGS) 1972 tingkat 1 (Anderson et al. 1972). Berdasarkan referensi dari data hasil lapangan pada Lampiran 3 maka
dilakukan pengkelasan objek sebanyak 7 kelas tutupan lahan. Kelas tutupan lahan tersebut terdiri atas semak, belukar, mangrove, lahan terbuka, lahan terbangun, pemukiman dan kebun. Kelas penutupan lahan yang berbeda memiliki perbedaan spektral yang signifikan dan piksel-piksel yang menyusun satu jenis penutupan lahan mempunyai kesamaan nilai spektral. Penggunaan nilai spektral pada beberapa saluran dapat membantu pengelompokan objek secara lebih baik (Danoedoro 2012). Hasil klasifikasi tutupan lahan darat ditampilkan pada Gambar 5. Menurut Howard (1996) kondisi dan jenis penutupan lahan dapat dijadikan acuan dalam menduga potensi sumberdaya lahan. Gambaran setiap jenis kategori penutupan lahan yang ditemukan di lapangan ditampilkan pada Lampiran 4.
10
pemukiman dan perkebunan. Selain itu terdapat juga lahan kosong yang belum dimanfaatkan dalam hal ini dikategorikan sebagai lahan terbuka dan vegetasi pesisir berupa vegetasi mangrove yang tersebar di wilayah selatan dan timur Pulau Tunda. Setiap kelas memiliki luasan yang berbeda-beda. Luasan penutupan lahan Pulau Tunda dapat dilihat pada Tabel 4. Dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa 35,30% dari seluruh wilayah kajian didominasi oleh tutupan semak. Penutupan lahan dengan luasan terkecil terdapat pada kelas kebun dengan luas sebesar 25.815 m2 atau 1,01% dari total wilayah kajian.
Gambar 5. Peta klasifikasi tutupan lahan darat Pulau Tunda
Tabel 4. Luasan tutupan lahan darat Pulau Tunda berdasarkan citra satelit
WorldView-2
Tutupan lahan Luas (m2) Persentase (%)
Belukar 818.892 32,10
Mangrove 254.390 9,97
Semak 900.589 35,30
Lahan Terbuka
Lahan Terbangun 371.782 74.442 14,60 2,92
Pemukiman 105028 4,12
11
Perhitungan Nilai Akurasi
Permasalahan yang dihadapi dalam aplikasi penginderaan jauh adalah menentukan tingkat akurasi (Foody 2002). Dalam penentuan tingkat akurasi tersebut diperlukan pengamatan objek langsung di lapangan. Pengamatan objek di lapangan dimaksudkan sebagai validasi dari interpretasi dan hasil klasifikasi citra. Titik uji akurasi yang diambil sebanyak 328 titik habitat dasar perairan dan 108 titik tutupan lahan darat yang tersebar di seluruh wilayah penelitian dan dianggap dapat mewakili setiap karakteristik objek di lapangan.
Perhitungan ketelitian hasil klasifikasi dilakukan dengan menghitung nilai
overall accuracy dan kappa accuracy dari confusion matrix dengan menggunakan
data survey lapangan sebagai referensi validasi. Confusion matrix juga
menghasilkan nilai producer accuracy (PA) dan user accuracy (UA). Hasil uji
akurasi tersebut disajikan pada Tabel 5 untuk habitat dasar perairan dangkal. Hasil perhitungan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa 217 titik terklasifikasi dengan benar dari 328 titik uji akurasi sehingga nilai OA yang diperoleh sebesar 66,15% dan nilai akurasi kappa yang diperoleh sebesar 0,60. Sedangkan untuk penutupan lahan darat diperoleh 73 titik yang terklasifikasi dengan benar dari 108 titik uji akurasi sehingga nilai OA yang diperoleh sebesar 67,59% dan nilai akurasi kappa yang diperoleh sebesar 0,60 (Tabel 6). Menurut Mumby et al.
(1998) nilai akurasi 65 - 70% pemetaan habitat perairan dangkal menggunakan satelit inderaja dapat dikategorikan sudah cukup baik.
Nilai UAmerupakan peluang rata-rata suatu piksel secara aktual mewakili tiap kelas di lapangan. Nilai UA untuk habitat dasar perairan dangkal disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan perhitungan nilai UA pada Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai UA terbesar diwakili oleh kelas karang hidup bercampur rubble
dengan presentase 74,54% yang telah terklasifikasi dengan benar dan nilai
comission error sebesar 25,46%. Commission error merupakan kesalahan dalam
memetakan yang sesuai dengan kelasnya, dengan memasukkan daerah yang seharusnya dibuang dari kelas. Nilai UA terkecil terdapat pada kelas habitat
rubble bercampur karang hidup dengan presentase sebesar 50,00% yang telah
terklasifikasi dengan benar. Nilai UA pada klasifikasi tutupan lahan darat disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai UA terbesar terdapat pada tutupan mangrove dengan presentase sebesar 77,78% yang telah terklasifikasi dengan benar dan nilai comission error sebesar 22,22%
sedangkan nilai UA terkecil untuk tutupan lahan darat terdapat pada kelas tutupan kebun dengan presentase sebesar 50,00% yang telah terklasifikasi dengan benar.
Nilai PA merupakan nilai setiap piksel pada sebuah kelas telah tepat terklasifikasi. Nilai PA terbesar pada tutupan habitat dasar perairan terdapat pada kelas habitat karang hidup dengan presentase sebesar 85,96% telah terklasifikasi dengan benar dan omission error sebesar 14,04% sedangkan nilai PA terkecil
terdapat pada kelas habitat rubble bercampur karang hidup dengan presentase
sebesar 42,85% dan nilai omission error sebesar 57,15% (Tabel 7). Menurut
Rachman (2014) nilai ommission error adalah membuang daerah yang seharusnya
termasuk dalam kelas. Pada penutupan lahan darat nilai PA terbesar terdapat pada tutupan mangrove dengan presentase sebesar 87,50% dan nilai omission error
12
terbangun dengan presentase sebesar 44,44% dan nilai omission error sebesar
55,56% ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 5. Nilai confusion matrix pada klasifikasi 9 kelas habitat dasar perairan
Citr (PRA), Rubble Karang Hidup (RKH), Karang Hidup Rubble (KHR), Karang Hidup (KH), Rubble (R)
Tabel 6. Nilai confusion matrix pada 6 kelas tutupan lahan darat
Citr (LTb), Pemukiman (P), Kebun (K)
Pemetaan penutupan lahan telah banyak dilakukan baik untuk habitat perairan dangkal maupun tutupan lahan darat. Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang mencakup pemetaan habitat dasar perairan dangkal dan penutupan lahan menghasilkan nilai OA yang cukup bervariasi seperti Siregar (2010) yang telah memetakan substrat dasar perairan dangkal Karang Congkak dan Karang Lebar, Kepulauan Seribu menggunakan citra satelit quickbird,
menghasilkan 6 kelas habitat dasar dengan nilai OA sebesar 79,00%, sedangkan Asmadin (2011) menghasilkan nilai akurasi 82,79% dengan klasifikasi 6 kelas habitat dasar serta Agus (2012) menunjukkan nilai OA 68,98% dengan jumlah kelas yang lebih detail, yaitu 12 kelas klasifikasi. Berbeda dengan Mustika (2013) dan Rachman (2014) yang menggunakan citra satelit WorldView-2. Mustika
13
perairan Pulau Panggang dan Rachman (2014) menghasilkan nilai OA sebesar 62,76% dengan 7 kelas habitat dasar di perairan gugus Pulau Pari. Riswanto (2009) mengklasifikasikan penutupan lahan di Pulau Kalimantan menggunakan citra satelit alos palsar menghasilkan 4 kelas penutupan lahan dengan nilai OA sebesar 88,21%. Selain itu Freans et al (2011) mengklasifikasikan sebanyak 8
kelas habitat dan menggunakan penginderaan jarak jauh hiperspektral yaitu sebesar 81% dan 78%. Selamat et al (2012) mengatakan bahwa peningkatan
akurasi tematik dapat dilakukan dengan menggunakan GPS yang memiliki tingkat presisi lebih tinggi daripada resolusi citra yang digunakan.
Tabel 7. Nilai producer dan user accuracy pada klasifikasi 9 kelas habitat dasar
perairan
producer accuracy (%) user accuracy (%)
Lapangan Akurasi Citra Akurasi
PR 18/31 58,06 PR 18/29 62,06
P
L 12/17 14/18 70,58 77,78 P L 12/17 14/19 70,58 73,68
PL 25/34 73,52 PL 25/43 58,13
PRA 15/26 57,69 PRA 15/22 68,18
RKH 9/21 42,85 RKH 9/18 50,00
KHR 41/66 62,18 KHR 41/55 74,54
KH 49/57 85,96 KH 49/67 73,13
R 34/58 58,62 R 34/58 58,62
Keterangan : Pasir Rubble (PR), Pasir (P), Lamun (L), Pasir Lamun (PL), Pasir Rubble Alga (PRA), Rubble Karang Hidup (RKH), Karang Hidup Rubble (KHR), Karang Hidup (KH), Rubble (R)
Tabel 8. Nilai producer dan user accuracy pada 6 kelas tutupan lahan darat
producer accuracy (%) user accuracy (%)
Lapangan Akurasi Citra Akurasi
B 9/13 69,23 B 9/13 69,23
M
S 14/16 13/21 87,50 61,90 M S 14/18 13/17 77,78 76,47
LTa 12/20 60,00 LTa 12/20 60,00
LTb 4/9 44,44 LTb 4/6 66,67
P 15/20 75,00 P 15/22 68,18
K 6/9 66,67 K 6/12 50,00
14
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penutupan lahan Pulau Tunda terdiri atas tutupan habitat dasar perairan dangkal dan tutupan lahan darat. Penutupan habitat dasar perairan didominasi oleh kelas habitat karang hidup bercampur patahan karang. Hasil uji akurasi peta habitat dasar perairan dangkal dengan menggunakan metode supervised
menunjukkan nilai OA sebesar 66,15% dan nilai akurasi kappa yang diperoleh sebesar 0,60 untuk 9 kelas habitat dasar. Hasil klasifikasi penutupan lahan darat didominasi oleh kelas semak. Nilai OA pada peta tutupan lahan darat sebesar 67,59% dan nilai akurasi kappa yang diperoleh sebesar 0,60 untuk 7 kelas tutupan lahan.
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Agus SB. 2012. Kajian Konektivitas Habitat Ontogeni Ikan Terumbu Menggunakan Pemodelan Geospasial di Perairan Kepulauan Seribu [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Anderson JR, Hardy EE, Roach JT, Witmer RE. 1972. A Land Use and Land Cover Classification System for Use with Remote Sensor Data. Washington
D.C (US): US Government Printing Office.
Asmadin. 2011. Klasifikasi Habitat Perairan Dangkal dari Citra Satelit Quickbird Menggunakan Metode Kecerdasan Buatan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BIG] Badan Informasi Geospasial. 2010. Klasifikasi Penutupan Lahan [Internet]. [diunduh 2015 Okt 16]. Tersedia pada: http://www.bakosurtanal.go.id. Campbell JB. 1987. Introduction to Remote Sensing. New York (US): The
Guilford Press.
Congalton RG, Green K. 2009. Assessing The Accuracy of Remotely Sensed Data: Principles and Practices. New York (US): Lewis.
Danoedoro P. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta (ID):
Andi.
Digital Globe. 2010. The Benefits of the 8 Spectral Bands of WorldView-2.
Longmont (US): DigitalGlobe,Inc.
Foody GM. 2002. Status of Land Cover Classification Accuracy Assessment.
Remote Sensing of Environment 80: 185-201.
Freans PRC, Klonowski W, Babcock RC, England P, Phillips J. 2011. Shallow Water Substrate Mapping Using Hyperspectral Remote Sensing. CSR.
31(2011): 1249-1259.
Green EP, Mumby PJ, Edwards AJ, Clark CD. 2000. Remote Sensing Handbook for Tropical Coastal Management. Paris (FR): UNESCO Publishing.
Howard JA. 1996. Penginderaan Jauh untuk Sumber Daya Hutan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.
Jaya IN. 2007. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mumby PJ, Green EP, Clark CD, Edwards AJ. 1998. Digital Analysis of Multispectral Airbone Imagery of Coral Reefs. Coral Reefs 17:59-69.
Mumby PJ, Edwards AJ. 2002. Mapping Marine Environments with IKONOS Imagery: Enhanced Spatial Resolution can Deliver Greater Thematic Accuracy. Remote Sensing of Environment 82:248-257.
Mustika AA. 2013. Pemetaan Habitat Dasar Perairan Dangkal Pulau Panggang dan Sekitarnya dengan Menggunakan Citra Worldview-2 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mount RE. 2006. Acquisition of Through-water Aerial Survey Images : Surface Effects and the Prediction of Sun Glitter and Subsurface Illumination.
Photogrammetric Engineering and Remote Sensing 71(12): 1407-1415.
Purkis SJ, Kenter JA, Oikonomou EK, Robinson IS. 2002. High Resolution Ground Verification, Cluster Analysis and Optical Model of Reef Substrate Coverage on Landsat TM Imagery. J. Remote Sensing 23(8):1677-1698.
16
Rachman FAA. 2014. Klasifikasi Habitat Dasar Perairan Dangkal Gugusan Pulau Pari dengan Menggunakan Citra WorldView-2 [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Riswanto E. 2009. Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi Rendah Studi Kasus di Pulau Kalimantan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Selamat BM, Jaya I, Siregar VP, Hestirianoto T. 2012. Akurasi Tematik Peta Substrat Dasar dari Citra Quickbird (Studi Kasus Gusung Karang Lebar, Kepulauan Seribu, Jakarta). Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
17(3):132-140.
17
Lampiran 1. Posisi GPS dan habitat dasar perairan dangkal Pulau Tunda
No Lintang Bujur Keterangan 1 -5.812588 106.294346 PRA
18
No Lintang Bujur Keterangan 83 -5.813577 106.294561 PRA
19
No Lintang Bujur Keterangan 169 -5.815753 106.275518 KH
20
No Lintang Bujur Keterangan 255 -5.808284 106.28243 PL
No Lintang Bujur Keterangan 292 -5.816965 106.288501 KHR
21
Karang Hidup Karang Hidup bercampur Rubble
Pasir Rubble
Pasir bercampur rubble Lamun
22
Rubble bercampur karang hidup
Pasir bercampur lamun
23
Lampiran 3. Posisi GPS dan objek tutupan lahan Pulau Tunda
No Lintang Bujur Keterangan
1 -5.813644 106.285458 Pemukiman
2 -5.815668 106.285697 Gapura
3 -5.815608 106.286058 GPMI
4 -5.816281 106.286177 Lahan Terbangun
5 -5.81515 106.286459 Pemukiman
6 -5.814955 106.286522 Pemukiman
7 -5.814443 106.286475 Pemukiman
8 -5.814205 106.286487 Pemukiman
9 -5.813669 106.285315 Mesjid
10 -5.813397 106.285296 Pemukiman
11 -5.813515 106.284615 Sekolah
12 -5.813507 106.283993 Pemukiman
13 -5.814182 106.283299 Tower
14 -5.81361 106.282449 Pemukiman
15 -5.815034 106.284905 Pemukiman
16 -5.815439 106.285086 Panel Surya
17 -5.81585 106.285317 Lahan Terbangun
18 -5.81645 106.285605 Pemukiman
19 -5.817075 106.285835 Lahan Terbangun 20 -5.813476 106.27871 Kp. Barat (awal) 21 -5.814015 106.277388 Pertigaan Jalan
22 -5.814631 106.277259 Mercusuar
23 -5.814838 106.277446 Lahan Terbuka
24 -5.814729 106.2774 DisHub Laut
25 -5.816121 106.277936 Lahan Terbangun 26 -5.816109 106.277624 Lahan Terbangun
27 -5.81367 106.28545 Kebun
28 -5.813669 106.28545 Belukar
29 -5.813669 106.285449 Belukar
30 -5.811558 106.284181 Semak
31 -5.811001 106.284235 Semak
32 -5.809001 106.284483 Semak
33 -5.808524 106.284157 Mangrove
34 -5.808417 106.282812 Mangrove
35 -5.808333 106.281842 Mangrove
36 -5.80858 106.282308 Semak
37 -5.808612 106.285354 Mangrove
38 -5.808665 106.286302 Mangrove
39 -5.80888 106.287201 Lahan Terbuka
40 -5.808659 106.287585 Mangrove
24
No Lintang Bujur Keterangan
42 -5.808821 106.288912 Mangrove
43 -5.809043 106.29057 Mangrove
44 -5.809447 106.292002 Mangrove
45 -5.809646 106.292915 Mangrove
46 -5.811914 106.259816 Villa (Barat) 47 -5.812046 106.259856 Lahan Terbuka 48 -5.814279 106.287193 Lahan Terbuka 49 -5.814244 106.287494 Lahan Terbuka
50 -5.814423 106.28949 Kebun
51 -5.814293 106.289424 Kebun
52 -5.814467 106.290157 Kebun
53 -5.814094 106.290356 Kebun
54 -5.813731 106.290256 Lahan Terbuka 55 -5.813572 106.290071 Lahan Terbuka 56 -5.813216 106.289952 Lahan Terbuka
57 -5.813436 106.290318 Belukar
58 -5.813351 106.290517 Belukar
59 -5.813433 106.29049 Belukar
60 -5.813419 106.291144 Belukar
61 -5.81414 106.290881 Belukar
62 -5.814106 106.290755 Kebun
63 -5.813749 106.290561 Kebun
64 -5.813318 106.290819 Kebun
65 -5.813112 106.290511 Lahan Terbuka
66 -5.812818 106.29058 Lahan Terbuka
67 -5.81285 106.290788 Lahan Terbuka
68 -5.812899 106.291018 Lahan Terbuka 69 -5.813122 106.290809 Lahan Terbuka
70 -5.813315 106.29083 Lahan Terbuka
71 -5.812894 106.291497 Lahan Terbuka 72 -5.812813 106.291301 Lahan Terbuka 73 -5.812561 106.291092 Lahan Terbuka 74 -5.812862 106.292768 Lahan Terbuka 75 -5.812272 106.292684 Lahan Terbuka 76 -5.811933 106.293172 Lahan Terbuka 77 -5.812526 106.293527 Toilet Umum (GCP)
78 -5.811387 106.294478 Mangrove
79 -5.810221 106.29314 Mangrove
80 -5.80947 106.292796 Mangrove
81 -5.809484 106.292167 Mangrove
82 -5.809203 106.291523 Mangrove
83 -5.809526 106.293169 Mangrove
25
No Lintang Bujur Keterangan
85 -5.816877 106.286299 Lahan Terbangun
86 -5.811057 106.283864 Semak
87 -5.810633 106.284217 Semak
88 -5.808616 106.28309 Semak
89 -5.808538 106.282289 Semak
90 -5.808311 106.280581 Semak
91 -5.81206 106.282677 Semak
92 -5.811469 106.282195 Semak
93 -5.811582 106.282183 Semak
94 -5.811701 106.282203 Semak
95 -5.811781 106.28231 Semak
96 -5.81179 106.282426 Semak
97 -5.811854 106.28251 Semak
98 -5.811941 106.282586 Kebun
99 -5.812059 106.282674 Kebun
100 -5.812174 106.282637 Kebun
101 -5.812284 106.282567 Kebun
102 -5.812384 106.282475 Semak
103 -5.812494 106.282489 Belukar
104 -5.812605 106.282454 Belukar
105 -5.812731 106.282423 Belukar
106 -5.812878 106.282531 Belukar
107 -5.812827 106.282601 Belukar
26
Lampiran 4. Dokumentasi objek tutupan lahan
Semak
Kebun
Pemukiman
Kebun
Mangrove Pemukiman
Lahan Terbuka Belukar
Pemukiman
27
RIWAYAT HIDUP
1992 dari ayah Roni Dio dan ibu Teti. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Palabuhanratu dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Pengideraan Jauh Kelautan pada tahun ajaran 2013/2014, asisten praktikum Dasar-dasar Penginderaan Jarak Kelautan tahun ajaran 2014/2015 dan asisten praktikum pemetaan sumberdaya hayati laut tahun ajaran 2014/2015. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Divisi Kaderisasi dan Kebijakan HIMITEKA IPB tahun kepengurusan 2013/2014 dan 2014/2015.
Dalam rangka penyelesaian studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Pemetaan Bentik Habitat dan Tutupan Lahan Pulau Tunda menggunakan Citra Satelit WorldView-2”.