• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADAB AN-NABAWIYYAH FĪ AL-A’MĀL AL-YAUMIYAH TENTANG MENSUCIKAN JIWA KARYA AHMAD BADAWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADAB AN-NABAWIYYAH FĪ AL-A’MĀL AL-YAUMIYAH TENTANG MENSUCIKAN JIWA KARYA AHMAD BADAWI"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADAB AN-NABAWIYYAH FĪ AL-A’MĀL AL-YAUMIYAH TENTANG MENSUCIKAN JIWA KARYA AHMAD BADAWI

SKRIPSI

Oleh:

Riska

NPM: 20120720203

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) strata Satu Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)

Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

Riska

NPM: 20120720203 FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)
(4)

Ucapkanlah: “Saya diperintahkan Allah agar beribadah kepada-Nya dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya

(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk Kamaruddin yakni seorang ayah yang telah

mendo’akan dan selalu memberi motivasi

Hj. Hariani yakni yang telah melahirkan, mendidik, dan memberikan semangat serta dukungan dalam keadaan senang maupun susah

PUTM putri dan PUTM putra yang selalu memberi semangat. Bapak PDM dan Ibu Aisyiah, serta pengurus IMM Palopo.

Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta Uneversitas Muhammadiyah Yogyakarta

(6)

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

ABSTRAK ... xii

TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Sistematika Pembahasan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 10

B. Kerangka Teori ... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 28

(7)

C. Metode Pengumpulan Data ... 29 D. Sumber Data ... 29 E. Teknik Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Biografi Ahmad Badawi ... 31 B. Karya-karya Ahmad Badawi ... 33 C. Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Kitab Al-Adāb Al-Nabawiyyah Fī

Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang Mensucikan Jiwa Karya Ahmad Badawi

... 34 D. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Kitab Adab

Al-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang Mensucikan Jiwa bagi Praktek Pendidikan Islam ... 50

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 56 B. Saran-saran ... 59 C. Kata Penutup ... 60 DAFTAR PUSTAKA

(8)

AL-ADAB AN.NA BA WI YYAH T'i E U.q' MAL AL.YAU MIYA

H

TNNTANG MENSUCIKAN JTWA KARYA KIAT TIAJI AHMAI}

BADAlVI

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

telah

dimunaqasyahkan

di

depan Sidang Munaqasyah Program Studi

Pendidikan Agama lslam pada tanggal 20 Mei 2016 dan telah dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

Ketua Sidang

Pembirnbing

Penguji

Sidang Dewan Munaqasyah

: Anisa Dwi Makrufi, M. Pd.

I

(

lL

d

qry

Nama Mahasiswa

NPM

:Riska

:201207202A3

: Dr. Abd. Madjid, M. Ag

:Dr. Flj. Akif Khilmiyah, M. Ag

iii

Yogyakarta, 30 Agustus 2016 Fakultas Agama Islam

h& rhqrnrtrorlirrah Vnenrql:qrfa

r'.tr5..-lTiT d.tl) <ai

c

!:

f*

,q

"f,

(9)

ABSTRAK

Riska: nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa karya K.H. Ahmad Badawi.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa karya K.H. Ahmad Badawi, (2) mengkaji relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Adāb An-Nabawiyyah Fī A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa karya K.H. Ahmad Badawi dengan praktek pendidikan Islam.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif analisis. Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi yakni metode pengambilan data melalui dokumen tertulis maupun elektronik dari lembaga atau institusi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yakni analisis isi (Content Analisys) yakni dengan metode deduktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa, diantaranya adalah ikhlas, menjaga lisan, dan menjaga kemaluan, (2) relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa dengan praktek pendidikan Islam sudah sangat releven, karena nilai-nilai yang terkandung dalam kitab tersebut berkaitan dengan tata tertib, dan kurikulum dalam tujuan praktek pendidikan Islam.

(10)

1 A. Latar Belakang

Bagi kehidupan manusia saat ini, pendidikan merupakan kebutuhan

yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan pada dasarnya membimbing, mendidik, dan mengarahkan ke arah yang ingin dicapai,

tidak hanya menyampaikan dan memberi hafalan. Pendidikan yang ideal haruslah dengan membiasakan diri melakukan kebaikan.

Sejalan dengan Undang-undang no. 23 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah agar manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Maksudin, 2013:

46).

Sedangkan menurut Sayyid Qutb, tujuan pendidikan adalah melahirkan manusia Qur’ani, yakni manusia yang mengaktualisasikan

ayat-ayat Allah, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis ke dalam kehidupan sehari-hari (Raharjo, 2000 : 137).

Pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan

anak-anak untuk memimpin jasmani dan rohani ke arah kedewasaan. (Narwanti, 2011 : 14). Pendidikan juga merupakan proses pendewasaan

(11)

2

berlangsung dalam institusiformal, informal, dan atau non formal. Dalam

banayak hal proses ini melibatkan pihak lain, baik dalam bentuk physical figure maupun hasil cipta, rasa dan karsa yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Dalam konteks proses pendidikan harus didasarkan pada al-Qur’an

dan al-Hadits (Raharjo, 2000 : 137).

Masalah pendidikan merupakan masalah yang sangat penting

dalam kehidupan manusia, bahkan masalah pendidikan ini tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat. Di mana salah satu tujuan pendidikan adalah pembentukan

akhlak.

Pendidikan akhlak seharusnya dimulai dalam keluarga, sejak waktu

kecil anak-anak di arahkan dan dibimbing dengan kebiasaan yang baik. Seorang anak merupakan sosok individu yang perlu dilatih dan dibina untuk dipersiapkan menjadi manusia yang kokoh imannya serta berakhlak

mulia, untuk itu wajib ditanamkan kepadanya dasar-dasar keimanan ajaran-ajaran Islam dan nilai-nilai kemuliaan akhlak. Akhlak merupakan

gerakan di dalam jiwa seseorang yang menjadi sumber perbuatannya yang bersifat alternatif baik atau buruk, sesuai dengan pengaruh pendidikan yang diberikan kepadanya.

Akhlak merupakan budi pekerti, perangai, tingkah laku (tabiat) dan adat kebiasaan (Hasan, 1982 : 10). Akhlak Islam merupakan tata nilai

(12)

sesama dan terhadap alam lingkungannya. Tujuan pokok pendidikan

akhlak adalah agar setiap orang berbudi pekerti (berakhlak), bertingkaj laku (tabiat), berperangai atau beradab istiadat yang baik, yang sesuai dengan ajaran Islam (Hasan, 1982 : 11).

Dalam dunia pendidikan orang tua dan guru memiliki peran yang sangat besar untuk mendidik dengan baik. keteladanan dan kebiasaan

seorang pendidik memiliki pengaruh kepada peserta didik.

Pendidikan bertujuan untuk memberi perubahan, sebagaimana diketahui bahwa pendidikan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan

dengan sengaja terencana yang dilaksanakan oleh orang dewasa yang memiliki ilmu dan keterampilan pada anak didik, demi terciptanya

manusia sempurna yang berkarakter atau insan kamil (Wibowo, 2012 : 18).

Pendidikan akhlak termasuk dalam materi yang harus diajarkan

dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan akhlak sendiri bertujuan untuk meningkatkan mutu

penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang (Wiyani, 2012 : 11-12).

Namun permasalahannya, pendidikan akhlak selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum

(13)

4

masih banyak peserta didik yang belum memiliki nilai-nilai pendidikan

akhlak, meskipun telah melakukan pendidikan di sekolah.

Kurangnya penerapan pendidikan akhlak pada anak mengakibatkan banyaknya karakter bangsa yang rusak seperti: meningkatnya kekerasan di

kalangan remaja, membudayanya ketidakjujuran, sikap fanatik terhadap kelompok, rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, semakin

hilangnya moral baik, penggunaan bahasa yang buruk, meningkatnya perilaku merusak diri seperti penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas, rendahnya rasa tanggung jawab sebagai individu dan sebagai warga

negara, menurunnya etos kerja, dan adanya rasa saling curiga dan kurangnya kepedulian diantara sesama (Wibowo, 2012 : 16).

Furqan menegaskan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab merendahnya pendidikan akhlak yakni pertama, sistem pendidikan yang kurang menekankan pembentukan akhlak, tetapi lebih menekankan pada

pengembangan intelektual dan kedua, kondisi lingkungan yang kurang mendukung pembangunan karakter yang baik (Majid, 2012 : 54).

Dalam proses pembentukan akhlak, banyak hal yang harus diperhatikan teutama kesucian jiwa atau hati seseorang. hati seseorang sangatlah berpengaruh. Al-Ghazali, berkaitan dengan pentingnya hati

dalam menentukan karakter seseorang menegaskan:

(14)

yang tandus dan tidak meungkin lagi ditanam benih, sebab sudah tidak subur lagi, untuk itu benih-benih yang ditanam pasti tidak akan pulang.

Hati menetukan baik dan buruknya karakter anak didik, Kealiman

dan keselamatan seseoarang tergantung pada keselamatan dan kebaikan hatinya. Said Hawa berdasar surah al-Qur’an ayat 124-125, menegaskan bahwa ajaran dari al-Qur’an tidak dapat disentuhkan kepada anak didik

menjadi menyatu dengan kepribadiannya ketika hati mereka ada penyakitnya.

Perhatikanlah, bahwa ayat tersebut dikaitkan dengan mereka yang di dalam hatinya ada penyakit, yang semestinya ayat tersebut dapat menambah keimanan, tetapi justru memperparah penyakit hati mereka. dengan demikian jika kita ingin mempersentuhkan al-Qur’an secara benar dengan hati manusia agar hati bisa mengambil manfaat dari al-Qur’an tersebut, maka kita harus mengobati hati tersebut telebih dulu dengan menjadikannya sebagai hati yang beriman secara tulus.

Dengan demikian, mensucikan atau mendidik hati merupakan titik

awal yang harus dilakukan sebelum mendidik karakter, karena seseorang akan sulit menanamkan pendidikan karakter pada anak didik yang hatinya

masih sakit (Suparlan, 2015 : 2-3).

Dalam Islam, tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah membentuk manusia yang baik lahir dan batinnya. Manusia yang

memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual. Tujuan seperti ini tidak akan tercapai tanpa adanya sistem dan proses pendidikan yang baik. Dalam

(15)

6

Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah

dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan term adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim

yang baik yang mengikuti keteladanan Rasulullah SAW. ketiga nilai tersebut yang menjadi pilar pendidikan karakter dalam Islam (Majid, 2012

: 58).

Sebagai umat muslim, manusia diperintahkan untuk selalu taat dan mengikuti ajaran Rasulullah saw. Rasulullah saw adalah Nabi utusan Allah

SWT untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sebagaimana yang terdapat dalam ayat.

ٰﻰَﻠَﻌَﻟ َﻚﱠﻧِإَو

ٍﻢﻴِﻈَﻋ ٍﻖُﻠُﺧ

Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (QS. Al-Qalam:4)

Rasulullah saw seorang Rasul yang ummi yakni Rasul yang tidak dapat membaca dan menulis, namun Rasul lebih cerdas daripada orang

biasa. Rasulullah saw merupakan suri teladan bagi ummat manusia. Sebagaimana yang terdapat dalam ayat berikut:

َمْﻮَـﻴْﻟاَو َﻪﱠﻠﻟا ﻮُﺟْﺮَـﻳ َنﺎَﻛ ﻦَﻤﱢﻟ ٌﺔَﻨَﺴَﺣ ٌةَﻮْﺳُأ ِﻪﱠﻠﻟا ِلﻮُﺳَر ﻲِﻓ ْﻢُﻜَﻟ َنﺎَﻛ ْﺪَﻘﱠﻟ

اًﺮﻴِﺜَﻛ َﻪﱠﻠﻟا َﺮَﻛَذَو َﺮِﺧ ْﻵا

.

(16)

Dalam kitab al-Adāb al-Nabawiyyah fī al-A’māl al-Yaumiyyah

terdapat banyak etika keseharian Rasulullah saw yang dapat menumbuhkan sebuah nilai akhlak yang dapat diterapkan kepada peserta didik. kitab al-Adāb al-Nabawiyyah fī al-A’māl al-Yaumiyyah merupakan

kitab yang berisikan seratus hadits mengenai adab Rasulullah saw. kitab al-Adab al-Nabawiyyah fi al-A’mal al-Yaumiyyah merupakan karya dari

Ahmad Badawi. Ahmad Badawai adalah seorang ulama Muhammadiyah yang menguasai ilmu agama dari sumbernya yang asli, dan Ahmad Badawi terkenal sebagai ulama yang ahli dibidang ilmu nahwu, sharaf dan

seni kaligrafi (http://www.bloganhar.blogspot.com).

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba mengkaji nilai-nilai

pendidikan karakter dalam kitab Ᾱdab Nabawiyyah fī A’māl al-Yaumiyyah bagian mensucikan jiwa. Pada bagian ini merupakan proses

menyucikan hati dan juga menghasilkan nilai-nilai karakter.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam kitab al-adāb al-nabawiyyah fī al-A’māl al-yaumiyyah tentang mensucikan

jiwa?

2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat

dalam kitab al-adāb al-nabawiyyah fī al-A’māl al-yaumiyyah tentang mensucikan jiwa bagi praktek pendidikan Islam?

(17)

8

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sesuai dengan

yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui nilai-nilai karakter yang terdapat dalam kitab al-ādab al-nabawiyyah fī al-A’māl al-yaumiyyah.

2. Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam kitab al-ādab al-nabawiyyah fī al-A’māl al-yaumiyyah

bagi praktek pendidikan Islam. D. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah

keilmuan dan memberikan kontribusi yang berharga bagi upaya orang tua dan pendidik dalam meningkatkan kualitas mendidik anak.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan kepada para guru atau orang tua untuk dapat menjadikan acuan sebagai pendidik, agar dapat menumbuhkan karakter anak menjadi lebih baik.

E. Sistematika Pembahasan

Untuk memberi arah yang tepat dan tidak memperluas objek penelitian, maka penulis menetapkan sistematika pembahasan sebagai

berikut:

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan, pendahuluan ini

merupakan langkah awal dari penelitian yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah

(18)

Bab kedua, memuat uraian tentang tinjauan pustaka dan kerangka

teori yang relevan dan terkait dengan judul.

Bab ketiga, memuat secara rinci metode penelitian yang digunakan, mencakup jenis penelitian, sumber penelitian, metode pengumpulan data

serta analisis data yang digunakan.

Bab keempat, merupakan hasil dan pembahasan. Pada bab ini

menguraikan tentang riwayat hidup KH. Ahmad Badawi yakni memaparkan biografi KH. Ahmad Badawi secara umum yang meliputi riwayat kehidupan, pendidikan, serta karya-karyanya. Hal ini bermaksud

untuk memperoleh kelengkapan informasi. Selanjutnya, berisi tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab al-Adāb

an-Nabawiyyah fī al-A’māl al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa.

Kemudian, dilanjutkan tentang relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Adab an-Nabawiyyah fi A’mal

al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa dalam praktek pendidikan Islam.

Bab kelima, merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan,

(19)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Penelitian Siti Imzanah (2010) tentang “Nilai-nilai pendidikan

akhlak dalam QS. Ali-Imran :159-160” Penelitian ini merupakan

penelitian kepustakaan (Library). sumber data primer adalah QS. Ali-

Imran 159-160. Sedangkan data sekundernya berupa buku, artikel, atau

tulisan yang berbicara tentang perbaikan akhlak dan penanaman nilai-nilai

pendidikan akhlak yang diyakini memiliki nilai kebenaran mutlak baik

redaksi maupun isinya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

didaktik-psikologis dan pendekatan tematik (maudhu’i) dengan analisis

kualitatif, kemudian diolah kembali dengan menggunakan metode

deduktif, induktif dan komparatif.

Penelitian Nur Kamin (2011) tentang “Nilai-nilai Pendidikan

Akhlak dalam al-Qur’an (Kajian Tafsir Tahlili Surat al-Hujurat Ayat

11-12). Penelitian ini menggunakan metode riset kepustakaan (Library

research), dengan teknik analisis dengan metode interpretatif yakni

metode yang berperan untuk mencari kandungan nilai-nilai pendidikan

akhlak yang di dalamnya ada keterkaitan dengan pendidikan Islam.

(20)

detail. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan psikologis dan

pendekatan fenomenologis.

Penelitian Abdul Kirom (2013) tentang “Nilai-nilai Pendidikan

Akhlak dalam Kitab Wasāyā Al-Ᾱbā’ Lil Abnā Karangan Syaikh

Muhammad Syākir dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Agama

Islam”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan objek

material penelitian adalah kepustakaan dengan sumber primer penelitian

yaitu kitab Wasāyā Al-Ᾱbā’ Lil Abnā. Proses pengumpulan data yang

dilakukan yakni melalui metode dokumentasi, sedangkan analisis

dilakukan dengan metode interprestasi, yakni dengan menunjukkan arti,

mengungkapkan serta mengatakan esensi dari nilai pendidikan akhlak

yang tertuang dalam kitab Wasāyā Al-Ᾱbā’ Lil Abnā tersebut secara

objektif. Dalam menarik sebuah kesimpulan menggunakan metode

berfikir deduktif.

Penelitian Komarullah Azami (2014) tentang Nilai-nilai

Pendidikan Akhlak dalam Surat Al-Mujadalah Ayat 11-12”. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriftif analisis

melalui teknik studi kepustakaan (Library Research). Adapun sumber data

yang digunakan yakni literatur-literatur yang berkaitan dengan tema dalam

penelitian ini. Sumber primer yang digunakan yakni kitab suci al-Qur’an

dan kitab-kitab tafsir al-Qur’an dan tafsirnya, Tafsir al-Misbah karya

Quraish Shihab, Tafsir al-Azhar karya Hamka, Tafsir al-Kasyaf karya

(21)

12

yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis metode

tafsir maudhu’i.

Berdasarkan literatur di atas, terdapat persamaan dan perbedaan

dengan penelitian ini. Letak persamaan penelitian yang dilakukan oleh

empat peneliti di atas adalah sama-sama menggali mengenai pendidikan

akhlak. Sedangkan letak perbedaan dari ketiga penelitian di atas yakni

pada obyek kajian. Keempat penelitian di atas memiliki obyek kajian yang

berbeda dengan penelitian ini yakni pada penelitian Siti Imzanah yang

dikaji adalah QS. Ali-Imran :159-160” kemudian skripsi Abdul Kirom

yang dikaji adalah Kitab Wasāyā Al-Ᾱbā’ Lil dan skripsi Nur Kamin yang

dikaji adalah Tafsir Tahlili Surat al-Hujurat Ayat 11-12). dan terakhir

skripsi Komarullah Azami yang dikaji adalah Surat Al-Mujadalah Ayat

11-12. sedangkan penelitian ini mengkaji kitab al-Adab an-Nabawiyyah fi

al-A’mal al-Yaumiyyah karya Ahmad Badawi.

B. Kerangka Teori

1. Nilai

a. Pengertian Nilai

Nilai merupakan suatu penetapan atau suatu kualitas objek yang

menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat. Nilai dapat diartikan sebagai

konsep yang abstrak di dalam diri manusia atas masyarakat mengenai

hal-hal yang dianggap baik, benar, salah, dan buruk. Nilai mengarah pada

(22)

Nilai juga dapat diartikan sebagai seperangkat moralitas yang

paling abstrak dan seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini

sebagai suatu idealitas dan memberikan corak khusus pada pola pemikiran,

perasaan, dan perilaku. Misalnya nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai

keadilan, nilai moral, baik itu kebaikan maupun kejelekan (Nurdin,2008 :

209).

Nilai yang diyakini kebaikannya memiliki peranan sebagai

panduan dan bimbingan karakter atau tingkah laku. Nilai jika ditanggapi

positif akan membantu manusia berkehidupan dengan karakter baik,

namun jika nilai ditanggapi negatif, maka akan membuat seseorang merasa

tidak bernilai dan menjadi merasa tidak berbahagia (Suparlan, 2015: 225).

Menurut Richard dan Linda, nilai yang benar dan diterima secara

universal adalah nilai yang menghasilkan suatu perilaku itu berdampak

positif baik bagi yang menjalankan maupun orang lain. Indonesia Heritage

Foundation merumuskan Sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan

pendidikan karakter. kesembilan karakter tersebut yakni:

1. Cinta kepada Allah SWT dan semesta beserta isinya

2. Tanggung jawab, disiplin dan mandiri

3. Jujur

4. Hormat dan santun

5. Kasih sayang, peduli, dan kerja sama

6. Percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah

(23)

14

8. Baik dan rendah hatiToleransi, cinta damai dan persatuan

Richard mengelompokkan nilai-nilai universal kedalam dua

kategori, yaitu nilai nurani dan nilai memberi. Nilai-nilai nurani dan

nilai-nilai memberi dikelompokkan sebagai berikut:

a) Nilai-nilai Nurani: Kejujuran, Keberanian, Cinta damai, Keandalan

diri, Kemurnian, kesucian.

b) Nilai-nilai memberi: Setia, dapat dipercaya, Hormat, sopan, Cinta,

kaasih sayang, Peka, tidak egois, Baik hati, ramah, Adil, murah hati.

Tiap nilai dimulai dengan sikap atau suatu tindakan memberi,

kemudian mewujudkan dalam pe rbuatan yang juga menampilkan sikap,

pembawaan, kualitas, serta bakat (Majid, 2012 : 42-44).

Nilai disini adalah hakikat suatu hal yang menyebabkan sesuatu

pantas dikejar agar manusia dapat berkembang. Ada hubungan antara yang

benilai dengan “yang baik”. Baik adalah suatu sifat yang melekat pada

halnya. “Bernilai” adalah sifat yang menghubungkan suatu hal yang baik

dengan seseorang konkret (Mardiatmadja, 1986 : 21).

b. Macam-macam Nilai

Menurut Muhadjir, bahwa secara hierarkis nilai dapat

dikelompokkan ke d alam dua macam yaitu:

1.) Nilai-nilai Ilahiyah, yang terdiri dari nilai ubudiyah dan nilai-nilai

(24)

2.) Nila etika insani, yang terdiri dari nilai rasional, nilai sosial, nilai

individual, nilai biofisik, nilai ekonomik, nilai politik, dan nilai estetik.

Dari beberapa macam nilai di atas dapat dipahami bahwa nilai Ilahi

(nilai hidup etik religius) memiliki kedudukan vertikal lebih tinggi

daripada nilai hidup lainnya. Selain itu, nilai Ilahi mempunyai konsekuensi

pada nilai lainnya, dan sebaliknya nilai lainnya memerlukan konsultasi

pada nilai Ilahi.

Sedangkan nilai insani mempunyai relasi sederajat yang

masing-masing tidak harus berkonsultasi. Disamping itu tata nilai Ilahi sebagai

sumber nilai dan esensi nilai, dengan nilai-nilai etik sebagai sumber nilai

dan esensi, dengan nilai-nilai etik insani lainnya dapat dibagi atas:

1.) Nilai Ilahiyah ubudiyah, yakni nilai yang berisi keimanan kepada

Allah SWT, dan iman ini akan mewarnai semua aspek kehidupan, atau

mempengaruhi nilai-nilai yang lain.

2.) Nilai Ilahiyah muamalah, yakni nilai-nilai terapan yang bersumber

pada wahyu, dan sudah mulai jelas pembidangan aspek-aspek hidup

yang mencakup politik, ekonomi, sosial, individu, rasional, dan

estetika.

3.) Nilai-nilai insani yang meliputi tujuh nilai sebagaimana tersebut di atas

yaitu: sosial, rasional, individual, ekonomi, estetik, politik, dan

(25)

16

2. Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan. (KBBI, 2008 :341)

Dalam bahasa Arab, pendidikan disebut tarbiyah yang berarti

tumbuh, berkembang atau bertambah. Kata tarbiyah (pendidikan)

dimaknai sebagai sampainya sesuatu ke tahap sempurna secara

berangsur-angsur. (Ansor, 2013:27)

Pendidikan dalam literatur pendidikan Islam memiliki banyak

istilah yakni rabbā-yurabbī (mendidik), ‘allama-yu’allimu (memberi

ilmu), addaba-yu’addibu (memberi teladan dalam akhlak), dan

darrasa-yudarrisu (memberikan pengetahuan). Berikut pengertian istilah yang

bersumber dari al-Qur’an dan hadits:

a.) Rabbā-Yurabbī

Istilah rabbā-yurabbī terdapat dalam al-Qur’an:

اًﺮﻴِﻐَﺻ ﻲِﻧﺎَﻴﱠـﺑَر ﺎَﻤَﻛ ﺎَﻤُﻬْﻤَﺣْرا ﱢبﱠر ﻞُﻗَو ِﺔَﻤْﺣﱠﺮﻟا َﻦِﻣ ﱢلﱡﺬﻟا َحﺎَﻨَﺟ ﺎَﻤُﻬَﻟ ْﺾِﻔْﺧاَو

.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (QS.Al-Isra:24)

Ism fā’il dari rabbā-yurabbī adalah murabbī. Kata murabbī lebih

berorientasi pada pemeliharaan, baik pemeliharaan yang bersifat jasmani

(26)

memiliki kebiasaan dan tingkah laku yang baik, serta mampu

menyesuaikan diri dengan anak didik.

b.) ‘Allama-Yu’allimu.

Seorang pendidik juga dapat disebut mu’allim. kata mu’allim

berasal dari kata ‘allama-yu’allimu (memberi ilmu) dan ungkapan tersebut

sesuai dengan firma Allah SWT sebagai berikut:

ْﻟا ﻰَﻠَﻋ ْﻢُﻬَﺿَﺮَﻋ ﱠﻢُﺛ ﺎَﻬﱠﻠُﻛ َءﺎَﻤْﺳَْﻷا َمَدآ َﻢﱠﻠَﻋَو

ِءﺎَﻤْﺳَﺄِﺑ ﻲِﻧﻮُﺌِﺒﻧَأ َلﺎَﻘَـﻓ ِﺔَﻜِﺋ َﻼَﻤ

َٰﻫ

َﻦﻴِﻗِدﺎَﺻ ْﻢُﺘﻨُﻛ نِإ ِء َﻻُﺆ

.

Dan Dia ajarkan (memberi ilmu) kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan para malaikat, seraya berfirman ”Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar” (QS. Al-Baqarah: 31)

Masdar dari ‘allama-yu’allimu adalah ta’lim. Ta’lim bermakna

pengajaran dan pendidikan.

c.) Addaba-Yu’addibu

Seorang pendidik juga dapat disebut mu’addib. Mu’addib berasal

dari akar kata addaba-yu’addibu yang artinya memberikan teladan dalam

akhlak. Istilah adab terdapat dalam hadits sebagai berikut:

ﺎَﻨَـﺛﱠﺪّﺣ سﺎﱠﻴَﻋ ُﻦْﺑ ّﻲِﻠَﻋ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ﻲِﻘْﺸَﻣﱢﺪﻟا ِﺪﻴِﻟَﻮْﻟا ُﻦْﺑ ُسﺎﱠﺒَﻌْﻟا ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ

َﻦْﺑ ﺲَﻧَأ ُﺖﻌِﻤَﺳ ِنﺎَﻤْﻌﱡـﻨﻟا ُﻦْﺒُـﺛِﺮَﺤْﻟا ﻲِﻧَﺮَـﺒﺧَأ ةَرﺎَﻤُﻋ ُﻦْﺑﺪﻴِﻌَﺳ

ْﻦَﻋ ُثﱢﺪَﺤُﻳ ِﻚِﻟﺎَﻣ

ْﻢُﻬَـﺑَدَأاﻮُﻨِﺴْﺣاَو ْﻢُﻛَدَﻻْوَأ اﻮُﻣَﺮْﻛِا َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠّﺻ ِﷲا ِلﻮُﺳَر

.

(27)

18

dari Rasulullah SAW beliau bersabda:”Muliakanlah anak-anak kalian dan perbaikilah tingkah laku mereka.” (HR. Ibnu Majah)

d.) Darrasa-Yudarrisu

Ism fa’il dari kata darrasa-yudarrisu adalah mudarris. Mudarris

adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi,

memperbarui pengetahuan, berusaha mecerdaskan peserta didik,

memberantas kebodohan, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat,

minat dan kemampuan peserta didik. Dapat dinyatakan bahwa seorang

pendidik dalam konsep Islam adalah orang yang dapat mengarahkan

manusia ke jalan kebenaran sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah

Rasulullah SAW.

Dari definisi beberapa istilah tersebut dapat disimpulkan bahwa

Mendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta

membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,

karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk

mendekatkan diri kepada Allah SWT. (Sani, 2016 : 8-12)

Pada hakikatnya pendidikan adalah memilih tindakan dan

perkataan yang sesuai, menciptakan syarat-syarat dan faktor-faktor yang

diperlukan, dan membantu seorang individu yang menjadi objek

pendidikan supaya dapat dengan sempurna mengembangkan segenap

potensi yang ada dalam dirinya, dan secara perlahan bergerak maju

(28)

b. Tujuan Pendidikan

Tujuan merupakan masalah pokok dalam pendidikan karena tujuan

dapat menentukan setiap gerak langkah dan aktivitas dalam proses

pendidikan. Penetapan tujuan pendidikan berarti penentuan arah yang akan

dituju dan sasaran yang hendak dicapai melalui proses pendidikan serta

menjadi tolak ukur bagi penilaian keberhasilan dalam pelaksanaan

pendidikan (Susanto, 2009 : 66).

Tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang

beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti

luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan

rohani, kepribadian yang mantap dan kebangsaan (Ramayulis, 2005 :

51-52).

Sedangkan menurut Ibnu Sina yang dikutip oleh Said Ismail

mengatakan bahwa : “Tujuan pendidikan harus diarahkan pada

pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah

perkembangan yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan

budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus

diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup

dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau

keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan

(29)

20

Sebab Dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam diri

seseorang untuk berlomba-lomba dan memotivasi diri untuk lebih baik

dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu syarat

untuk lebih memajukan pemerintah ini, maka usahakan pendidikan mulai

dari tingkat SD sampai pendidikan ditingkat Universitas.

c. Dasar Pendidikan

Dasar pendidikan adalah suatu pegangan yang dijadikan landasan

dalam menyelenggarakan pendidikan. Dasar pendidikan di Indonesia dapat

dibedakan menjadi tiga dasar yaitu dasar idiil (falsafah kenegaraan),

konstitusional, dan operasional (Ekosusilo, tt :43).

3. Akhlak

a. Pengertian Akhlak

Kata akhlak berasal dari kata khalaqa bentuk jamak dari khalaqun

yang berarti perangai, sifat, tabiat, ciptaan (Munawwir, 1997 : 364).

Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan seakar dengan kata

khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan).

Untuk menjelaskan pengertian akhlak dalam segi istilah dapat

merujuk kepada pendapat para pakar diantaranya:

1) Menurut Moh. Aziz al-Khuly, akhlak adalah sifat jiwa yang terlatih

demikian kuatnya sehingga mudahlah bagi yang empunya melakukan

(30)

2) Menurut Muhammad Ibnu Qayyim, akhlak adalah perangai atau tabi’at

yaitu ibarat dari suatu sifat batin dan perangai jiwa yang dimiliki oleh

semua manusia (Syukur, 2010 : 5).

3) Ibn Maskawaih berpendapat bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam

dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa

memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

4) Imam al-Ghazali yang dikenal sebagai Hujjatul Islam (Pembela Islam),

karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham

yang dianggap menyesatkan, mengatakan bahwa akhlak adalah sifat

yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam

perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran

dan pertimbangan.

Sedangakan menurut Abdul Hamid “akhlak” adalah ilmu tentang

keutamaan yang harus dilakukan dengan cara mengikutinya sehingga

jiwanya terisi dengan kebaikan, dan tentang keburukan yang harus

dihindarinya sehingga jiwanya kosong (bersih) dari segala bentuk

keburukan (Yunus, tt :936).

Selanjutnya menurut Hamzah Ya’qub “akhlak” adalah:

a) Ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan

tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.

b) Ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan

(31)

22

tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka

(Ya’qub, 1993 : 12).

Dalam pembahasan akhlak atau ilmu akhlak ada beberapa istilah

yang sering digunakan untuk mengatakan akhlak atau ilmu akhlak

tersebut. Istilah-istilah tersebut adalah:

a. Etika yakni bagian dari filsafat yang mengajarkan keluhuran budi (baik

dan buruk) (Sastrapraja, 1981 : 144). Menurut Hamzah Ya’qub “etika”

adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk

dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat

diketahui oleh akal pikiran. (Ya’qub, 1993 : 15).

Kesusilaan yakni berasal dari susila yang mendapat awalan ke dan

akhiran an. Susila berasal dari bahasa sansekerta, yaitu su dan sila. Su

berarti baik, bagus dan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau

norma (Said, 1976 :23). Di dalam kamus umum bahasa Indonesia

dikatakan susila berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya dan

kesusilaan sama dengan kesopanan (Poerwadinata, 1976 : 23).

Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, dalam Mu’jam al-Wasith,

Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam

jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan baik atau buruk

tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.

Selanjutnya di dalam kitab Dairatul Ma’rif, secara singkat akhlak

(32)

keseluruhan definisi akhlak tersebut tampak tidak ada yang

bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dan lainnya.

Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling

melengkapi, dan dari definisi tersebut dapat dilihat lima cirri yang terdapat

dalam perbuatan akhlak, yaitu:

Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam

kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan

mudah dan tanpa pemikiran. perbuatan akhlak dilakukan oleh seorang

yang sehat akal pikirannya.

Ketiga, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam

diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dai luar.

perbuatan akhlak dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan

yang bersangkutan.

keempat, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan

dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.

kelima, sekalan dengan cirri yang keempat, perbuatan akhlak

(khususnya perbuatan yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena

ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau

karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.seseorang yang melakukan

perbuatan bukan atas dasar karena Allah tidak dapat dikatakan perbuatan

(33)

24

Akhlak atau perilaku dalam Islam adalah yang terwujud melalui

proses aplikasi sistem nilai atau norma yang bersumber dari al-Qur’an dan

as-Sunnah.

Dari penjelasan tersebut dapat dilihat perbedaan antara akhlak dan

norma yang berlaku di masyarakat. nilai norma adalah yang berlaku secara

alamiyah dalam masyarakat, dapat berubah menurut kesepakatan dan

persetujuan dari masyarakat pada dimensi ruang dan waktu tertentu.

Sedangkan akhlak mempunyai patokan dan sumber yang jelas, yaitu

al-Qur’an dan al-Hadits.

b. Pembagian Akhlak

1) Akhlaqul Karimah (Akhlak Terpuji). adapun jenis-jenis akhlaqul

karimah yakni sebagai berikut:

a) Al-Amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya)

b) Al-Alifah (sifat yang disenangi)

c) Al-Afwu (sifat pemaaf)

d) Anie Satun (sifat manis muka)

e) Al-Khairu (berbuat baik)

f) Al-Khusyu (tekun bekerja)

2) Akhlaqul Madzmumah (Akhlak Tercela)

a. Ananiyah (sifat egois)

b. Al-Bukhlu (sifat pelit)

c. Al-Kadzab (sifat pembohong)

(34)

e. Azh-Zhulmun (sifat aniaya)

f. Al-Jubnu (sifat pengecut) (Abdullah, 2007 : 12).

4) Pendidikan Akhlak

a. Pengrtian Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak merupakan pendidikan yang mengarah pada

terciptanya perilaku lahir dan batin manusia, sehingga menjadi manusia

yang seimbang dalam arti terhadap dirinya maupun terhadap orang lain

(Suwito, 2004 : 38).

Pendidikan akhlah juga merupakan penanaman, pengembangan

dan pembentukan akhlak yang mulia dalam diri anak didik. Pendidikan

akhlak tidak harus merupakan satu program atau pelajaran khusus, akan

tetapi lebih merupakan suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan

(Sastraprtedja, 2000 : 3).

Pendidikan akhlak memandang manusia sebagai manusia, yakni

makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrah-fitrah tersebut untuk dikembangkan

secara maksimal dan optimal (Baharuddin dan Makin, 2007 : 23).

1) Sumber Pendidikan Akhlak

Persoalan akhlak di dalam Islam banyak dibicarakan dan dimuat

dalam al-Qur’an dan al-Hadits. sumber tersebut merupakan

batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia yang menjelaskan arti

baik dan buruk, sehingga dengan mudah diketahui, apakah perbuatan

(35)

26

pendidikan adalah al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber utama

agama Islam (Ilyas, 2009 : 4)

2) Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Pokok masalah yang dibahas pendidikan akhlak adalah perbuatan

manusia. Jika sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya yang

kemudian melahirkan perbuatan yang baik , maka itulah yang disebut

akhlak terpuji, sedangkan jika sesuai dengan apa yang dilarang oleh Allah

SWT dan Rasul-Nya dan melahirkan perbuatan-perbuatan buruk, maka

itulah yang dinamakan akhlak tercela.

Pada intinya ruang lingkup akhlak ada dua, yaitu akhlak kepada

khaliq (Allah) dan akhlak terhadap makhluk (selain Allah). Alkhlak

terhadap makhluk dirinci lagi menjadi beberapa macam, diantaranya

akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia, seperti tumbuhan dan

binatang, serta akhlak terhadap benda mati (Marzuki, 2010 : 22).

3) Tujuan Pendidikan Akhlak

Menurut Ibnu Maskawaih sebagaimana dikutip oleh Suwito, tujuan

pendidikan akhlak adalah terciptanya manusia yang berprilaku ketuhanan.

Perilaku seperti ini muncul dari akal ketuhanan yang adil dalam diri

manusia secara spontan (Suwito, :119).

Cita-cita tersebut sesuai dengan tujuan nasional pendidikan

Indonesia, yaitu terciptanya kualitas manusia Indonesia yang memiliki 10

kriteria (Rahim (e.t). 2002 : 44) diantaranya sebagai berikut:

(36)

2) Berbudi pekerti yang luhur

3) Memiliki pengetahuan

4) Memiliki keterampilan

5) Memiliki kesehatan rohani

6) Memiliki kepribadian yang mantap

7) Memiliki kepribadian yang mandiri

8) Memiliki rasa tanggung jawab yang kemasyrakatan

9) Memiliki kesehatan jasmani

10) Memiliki rasa kebangsaan

Kesepuluh nilai di atas mengharuskan adanya usaha yang

sungguh-sungguh dan kontinu dalam memberikan pendidikan agama, terutama yang

bermaterikan akhlak yang sebaik-baiknya kepada generasi muda sebagai

elit bangsa. dan sebagai umat Nabi sudah sepatutnya mencontoh sikap,

tutur kata, dan perilaku Rasulullah saw, serta melanjutkan misi pokok

kisahnya, yakni menyerukan dan menyempurnakan akhlak bagi seluruh

umat manusia.

(37)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan yakni jenis penelitian pustaka

(library research), yaitu penelitian yang menggunakan buku-buku,

majalah-majalah ilmiah, dokumen-dokumen, dan materi pustaka lainnya,

sebagai sumber data untuk mendapatkan informasi secara lengkap

(Subagyo, 1993:109), sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif

analisis dan cenderung menggunakan analisis serta lebih menonjolkan

proses dan makna. peneliti melakukan analisis data dengan memperbanyak

informasi, mencari hubungannya, dan menemukan hasil atas data

sebenarnya. hasil analisa data berupa pemaparan yang berkenaan dengan

situasi yang diteliti dan disajikan dalam bentuk uraian narasi. pemaparan

tersebut umumnya menjawab dari pertanyaan dalam rumusan masalah

yang ditetapkan (http://www.seputarpengetahuan.com).

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni metode

yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam

terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian

generalisasi. metode penelitian kualitatif lebih menggunakan teknik

analisis mendalam, yaitu mengkaji masalah secara perkasus. tujuan

(38)

mendalam tehadap suatu masalah. penelitian kualitatif berfungsi

memberikan kategori subtantif dan hipotesis penelitian kualitatif

(http://www.zonainfosemua.blogspot.com).

C. Metode Pengumpulan Data

Karena penelitian ini adalah penelitian yang bersifat pustaka, maka

peneliti menggunakan teknis dokumentasi, yakni metode Pengambilan

data melalui dokumen tertulis maupun elektronik dari lembaga atau

institusi. Dokumen diperlukan untuk mendukung kelengkapan data yang

lain (Arikunto, 2006 :231).

Esteberg menyatakan bahwa dokumen adalah segala sesuatu materi

dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia (Sarosa, 2012 : 61). Dan

dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitab Adāb

al-Nabawiyyah fī al-A’Māl al-Yaumiyyah.

D. Sumber Data

Sumber data yang digunakan yakni sumber data primer dan sumber

data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang didapat atau

dikumpulkan oleh peneliti dengan cara langsung dari sumbernya

(http://www.informasi-pendidikan.com). Adapun sumber data primer yang

digunakan pada penelitian ini yakni kitab Adab Nabawiyyah fi

al-A’mal al-Yau miyyah karya KH. Ahmad Badawi.

Sedangkan sumber data sekunder merupakan sumber data yang

(39)

30

melalui orang lain atau dokumen, dan juga berupa buku-buku yang terkait

(Sugiyono, 2015 : 225).

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisa yang digunakan adalah analisis isi (content

analysis), yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis makna yang

terkandung di dalam data yang dihimpun melalui riset kepustakaan. Lebih

sederhananya dapat dimaknai bahwa content analysis adalah mencari

makna materi tertulis atau visual dengan cara alokasi isi sistematis ke

kategori terinci yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian

(40)

31

A. Biografi Ahmad Badawi

Ahmad Badawi lahir pada tanggal 5 februari 1902 sebagai putra ke

4. Ayahnya bernama K.H. Muhammad Fakih yang merupakan salah satu

pengurus Muhammadiyah pada tahun 1912 sebagai komisaris.

Sedangkang ibu Ahmad Badawi bernama Hj. Siti Habibah (adik kandung

K.H. Ahmad Dahlan). berdasarkan silsilah dari garis ayah, maka K.H.

Ahmad Badawi Memiliki garis keturunan dari Panembahan Senopati, raja

pertama Mataram Islam.

Dalam keluarga Ahmad Badawi, nilai-nilai agama sangat kental

untuk ditanamkan. hal tersebut sangat mempengaruhi perilaku hidup dan

etika keseharian beliau. Ahmad Badawi memiliki kelebihan, yaitu senang

berorganisasi. Usia kanak-kanak dilalui dengan belajar mengaji pada ayah

beliau sendiri. pada tahun 1908-1913 Ahmad Badawi menjadi santri di

Pondok Pesantren Lerab Karanganyar untuk belajar tentang nahwu dan

sharaf. pada tahun 1913-1915 Ahmad Badawi belajar kepada K.H.

Dimyati di Pondok Pesantren Termas, Pacitan. Di Pesantren tersebut

beliau dikenal sebagai santri yang pintar berbahasa Arab (nahwu dan

(41)

32

Pada tahun 1915-1920 Ahmad Badawi mondok di Pesantren

Besuk, Wangkal Pasuruan. Ahmad Badawi mengakhiri pencarian ilmu

agama di Pesantren Kauman dan Pesantren Pandean di Semarang pada

tahun 1921. Pendidikan formal beliau hanya didapatkan di Madrasah

Muhammadiyah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan di Kauman

Yogyakarta, yang belakangan berubah menjadi Standaarschool dan

kemudian menjadi SD Muhammadiyah. Keinginan Ahmad Badawi untuk

mengamalkan dn mengajarkan ilmu yang telah dipelajari dari berbagai

Pesantren akhirnya mengantarkan beliau pada Muhammadiyah sebagai

pilihan dalam beraktifitas. hal ini dilatarbelakangi oleh misi, visi dan

orientasi Muhammadiyah selaras dengan cita-cita Ahmad Badawi.

Pada masa perjuangan, Ahmad Badawi pernah memasuki

Angkatan Perang Sabil. Ahmad Badawi turut beroperasi di Sanden Bantul,

Tegallayang, Bleberan dan Kecabean Kulon Progo. pada tahun 1947-1949,

Ahmad Badawi menjadi Imam III Angkatan Perang Sabil bersama dengan

KH. Mahfudz sebagai Imam I dan KRH. Hadjid selaku Imam II untuk

Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada 1950, Ahmad Badawi dikukuhkan

sebagai wakil ketua Majelis Syuro Masyumi di Yogyakarta. di partai ini,

beliau tidak memilik banyak peran, karena partai tersebut kemudian

membubarkan diri. Semenjak berkiprah di Muhammadiyah, Ahmad

Badawi lebih mengembangkan potensi untuk bertabligh. keinginan ini

dijalankan melalui kegiatan sebagai guru di sekolah (madrasah) dan

(42)

ke-Muhammadiyah-an. Prestasi di bidang tabligh telah mengantarkan Ahmad Badawi untuk

dipercaya menjadi ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah

pad tahun 1933. Pada tahun berikutnya, beliau juga diserahi amanat untuk

menjadi kepala Madrasah Za’imat yang kemudian digabung dengan

Madrasah Mu’alimat pada tahun1942. di Madrasah Mu’alimat, Ahmad

Badawi mempunyai obsesi unruk memberdayakan potensi wanita,

sehingga bisa menjadi muballighat yang baik.

Pada Pimpinam Pusat Muhammadiyah, Ahmad Badawi selalu

terpilih dan ditetapkan menjadi wakil ketua. Pada Muktamar

Muhammadiyah ke-35 di Jakarta, Ahmad Badawi terpilih menjadi ketua

Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1962-1965, dan pada Muktamar

Muhammadiyah ke-36 di Bandung, Ahmad Badawi terpilih menjadi

menjadi ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1965-1968

(Hasyim (et.al). 2015 : 174).

B. Karya-karya Ahmad Badawi

Sebagai seorang pemimpin, Ahmad Badawi juga produktif sebagai

penulis. Karya-karya tulis yang telah dihasilkan antara lain:

1. Pengajian Rakyat

2. Kitab Nukilan Sju’abul Imam (bahasa Jawa)

3. Kitab Nikah (huruf pegon dan berbahasa Jawa)

4. Kitab Parail (huruf latin berbahas Jawa)

(43)

34

6. Mi’ah Hadits (berbahasa Arab)

7. Mudzakkirat Fi Tasji’il Islam (berbahasa Arab)

8. Qawa’idul Chams (berbahasa Arab)

9. dan Menghadapi Orla (berbahasa Indonesia)

(http://www.bloganhar.blogspot.com).

C. Nila-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-Adāb Al-Nabawiyyah Fī

Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang Mensucikan Jiwa Karya Ahmad

Badawi

Pada bab ini akan membahas mengenai nilai-nilai akhlak dalam

kitab Al-Adāb Al-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah bagian

mensucikan jiwa. Pada bagian ini terdapat dua hadits yang akan menjadi

obyek pembahasan yaitu:

1. Hadits Menjaga Amal Perbuatan.

ﺮﻈﻨﻳ َﻻ ﷲا نِإ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰّﻠَﺻ ِﷲا َلﻮُﺳَر َلﺎَﻗ َةَﺮﻳَﺮُﻫ ﻲِﺑَأ ْﻦَﻋ

ْﻢُﻜﻟﺎَﻤْﻋَأَو ْﻢُﻜﺑﻮُﻠُـﻗ ﻰَﻟِإ ﺮﻈﻨﻳ ﻦِﻜَﻟَو ْﻢُﻜﻟاَﻮْﻣَأَو ْﻢُﻛرﻮﺻ ﻰَﻟِإ

)

ﻢﻠﺴﻣ ﻩاور

(

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda: bahwa Allah tidak memandang kepada bentuk tubuh dan harta bendamu, akan tetapi Allah memandng kepada hatimu dan perbuatanmu (HR. Muslim).

2. Hadits Menjaga Lisan dan Kemaluan

ِﻞْﻬَﺳ ْﻦَﻋ

ْﻦَﻣ َلﺎَﻗ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ِﷲا ِلﻮُﺳَر ْﻦَﻋ ٍﺪْﻌَﺳ ِﻦْﺑ

ﻲِﻟ ْﻦَﻤْﻀَﻳ

َﺔﱠﻨَﺠﻟا ُﻪَﻟ ْﻦَﻤْﺿَأ ِﻪْﻴَﻠْﺟِر َﻦْﻴَـﺑ ﺎَﻣَو ِﻪْﻴَـﻴْﺤَﻟ َﻦْﻴَـﺑ ﺎَﻣ

(44)

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’id dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda: siapa saja yang mampu menjamin bagiku apa yang ada di antara kedua mulutnya (lisan)dan apa saja yang berada di antara dua kakinya (pahanya/kemaluannya), maka aku jamin baginya (masuk) surga. (HR. al-Bukhari )

Hadits yang pertama diriwayatkan oleh Muslim (Shahih Muslim,

Kitab Al-Bir wa as-Shilah wa al-Adāb, Bab Zulm al-Muslim, wa Khadzlah

wa ikhtiqar). Dan hadits yang kedua diriwayatkan oleh al-Bukhari (Shahih

al-Bukhari, Kitab ar-Riqaq Bab Hifdz al-Lisan) (Shalahuddin, 2015 :

114-115).

Kedua hadits di atas menghasilkan tiga nilai akhlak yakni: pertama,

menjaga amal perbuatan (ikhlas), kedua, menjaga lisan (berkata baik), dan

ketiga, menjaga kemaluan (menutup aurat).

a. Menjaga amal perbuatan (ikhlas)

Menjaga amal perbuatan sangatlah dianjurkan kepada setiap

muslim, karena Allah SWT tidak melihat pada bagusnya fisik seseorang

dan banyaknya harta yang dimiliki, akan tetapi Allah SWT memandang

pada hati dan amal perbuatan (Shalahuddin, 2015: 114-115). Dalam hal ini

jika seseorang ingin melakukan suatu kebaikan, maka segala sesuatu yang

dilakukan tidaklah harus diperlihatkan atau diumumkan.

Dalam al-Qur’an terdapat penjelasan makna ikhlas yang bisa

ditemukan dalam empat ayat dari tiga surah sebagai berikut:

(45)

36

ُﻩﻮُﻋْداَو ٍﺪِﺠْﺴَﻣ ﱢﻞُﻛ َﺪﻨِﻋ ْﻢُﻜَﻫﻮُﺟُو اﻮُﻤﻴِﻗَأَو ِﻂْﺴِﻘْﻟﺎِﺑ ﻲﱢﺑَر َﺮَﻣَأ ْﻞُﻗ

َﻦﻳﱢﺪﻟا ُﻪَﻟ َﻦﻴِﺼِﻠْﺨُﻣ

َنوُدﻮُﻌَـﺗ ْﻢُﻛَأَﺪَﺑ ﺎَﻤَﻛ

.

Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan." Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)."

b) Firman Allah SWT:

َﻦﻴِﺼِﻠْﺨُﻣ َﻪﱠﻠﻟا اُﻮَﻋَد ْﻢِﻬِﺑ َﻂﻴِﺣُأ ْﻢُﻬﱠـﻧَأ اﻮﱡﻨَﻇَو ٍنﺎَﻜَﻣ ﱢﻞُﻛ ﻦِﻣ ُجْﻮَﻤْﻟا ُﻢُﻫَءﺎَﺟَو

َٰﻫ ْﻦِﻣ ﺎَﻨَـﺘْﻴَﺠﻧَأ ْﻦِﺌَﻟ َﻦﻳﱢﺪﻟا ُﻪَﻟ

َﻦﻳِﺮِﻛﺎﱠﺸﻟا َﻦِﻣ ﱠﻦَﻧﻮُﻜَﻨَﻟ ِﻩِﺬ

.

Dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.

c) Firman Allah SWT:

َﻦﻳﱢﺪﻟا ُﻪﱠﻟ ﺎًﺼِﻠْﺨُﻣ َﻪﱠﻠﻟا ِﺪُﺒْﻋﺎَﻓ ﱢﻖَﺤْﻟﺎِﺑ َبﺎَﺘِﻜْﻟا َﻚْﻴَﻟِإ ﺎَﻨْﻟَﺰﻧَأ ﺎﱠﻧِإ

.

ُﺺِﻟﺎَﺨْﻟا ُﻦﻳﱢﺪﻟا ِﻪﱠﻠِﻟ َﻻَأ

.

“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab al-Qur’an dengan membawa kebenaran. Mmaka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepynyaan Allah lah agama yang bersih.

Allah SWT memerintahkan kepada semua umat muslim untuk

memperbaiki niat sebelum melakukan suatu pekerjaan. Seorang muslim

haruslah melatih diri untuk menumbuhkan keikhlasan dalam hati setiap

melakukan suatu pekerjaan, karena Allah SWT hanya melihat dari

keikhlasan hati seseorang. segala amal perbuatan yang dilakukan oleh

(46)

ىَﻮَـﻧﺎَﻣ ٍءِﺮْﻣا ﱢﻞُﻜِﻟ ﺎَﻤﱠﻧِإَو ِتﺎﱠﻴﱢـﻨﻟﺎِﺑ ُلﺎَﻤْﻋَﻷْا ﺎَﻤﱠﻧِإ

) .

نﺎﺨﻴﺸﻟا ﻩاور

(

Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang sesuai dengan niatnya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Yang dimaksud dengan amal perbuatan dalam hadits tersebut

adalah semua perbuatan, meliputi perbuatan lisan yang disebut dengan

ucapan dan perbuatan anggota badan lainnya. Sedangkan niat adalah

kehendak yang diarahkan kepada perbuatan untuk mencari ridha Allah

SWT dan melaksanakan hukum-Nya (Al-Khuly, 2010 : 5-6).

Dapat diketahui bahwa derajat amal perbuatan tergantung dengan

derajat niatnya. semua amal perbuatan mendapat balasan kebahagiaan di

dunia dan di akhirat. Seseorang yang memiliki niat agar mendapatkan

pahala dan keridhaan Allah SWT, maka dia akan mendapatkannya.

Barangsiapa yang memiliki niat yang buruk, maka diapun akan celaka, dan

seseorang yang niatnya hanya untuk mendapatkan materi duniawi, maka ia

tidak menadapat pahala. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa

sesuatu yang tidak diniatkan oleh seseorang tidak bernilai apapun

(Al-Khuly, 2010 : 10).

Seorang muslim dituntut untuk ikhlas dalam melaksanakan ibadah

kepada Allah SWT. Ikhlas merupakan dasar dari sebuah tindakan tanpa

pamrih yang seharusnya melandasi apa pun yang dilakukan. al-Qur’an

(47)

38

orang yang ikhlas (Sani dan Kadri, 2016 : 84), sebagaimana firman Allah

SWT:

َﻢﻴِﻫاَﺮْـﺑِإ َﺔﱠﻠِﻣ َﻊَﺒﱠـﺗاَو ٌﻦِﺴْﺤُﻣ َﻮُﻫَو ِﻪﱠﻠِﻟ ُﻪَﻬْﺟَو َﻢَﻠْﺳَأ ْﻦﱠﻤﱢﻣ ﺎًﻨﻳِد ُﻦَﺴْﺣَأ ْﻦَﻣَو

ﺎًﻔﻴِﻨَﺣ

ًﻼﻴِﻠَﺧ َﻢﻴِﻫاَﺮْـﺑِإ ُﻪﱠﻠﻟا َﺬَﺨﱠﺗاَو

.

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah SWT, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (QS. An-Nisa : 125)

Perintah untuk ikhlas, juga tercantum dalam Qur’an surah

al-Bayyinah ayat 5:

َة َﻼﱠﺼﻟا اﻮُﻤﻴِﻘُﻳَو َءﺎَﻔَـﻨُﺣ َﻦﻳﱢﺪﻟا ُﻪَﻟ َﻦﻴِﺼِﻠْﺨُﻣ َﻪﱠﻠﻟا اوُﺪُﺒْﻌَـﻴِﻟ ﱠﻻِإ اوُﺮِﻣُأ ﺎَﻣَو

َةﺎَﻛﱠﺰﻟا اﻮُﺗْﺆُـﻳَو

َٰذَو

ِﺔَﻤﱢﻴَﻘْﻟا ُﻦﻳِد َﻚِﻟ

.

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (dengan ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah: 5)

Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, (Ghoffar dan al-Atsari, 2013 :403).

Ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan untuk

melepaskan kemusyrikan menuju kepada tauhid, dan menjadi umat yang

lurus dan tidak menyimpang. Imam az-Zuhri dan as-Syafi’i menggunakan

ayat tersebut sebagai dalil bahwa amal perbuatan masuk dalam keimanan.

Dalam beberapa ayat lain juga menyatakan tentang perlunya

keikhlasan dalam menjalankan agama, sebagaimana firman Allah SWT.

ﺎِﺑ اﻮُﻤَﺼَﺘْﻋاَو اﻮُﺤَﻠْﺻَأَو اﻮُﺑﺎَﺗ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﱠﻻِإ

َٰﻟوُﺄَﻓ ِﻪﱠﻠِﻟ ْﻢُﻬَـﻨﻳِد اﻮُﺼَﻠْﺧَأَو ِﻪﱠﻠﻟ

(48)

َﻦﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا َﻊَﻣ

ﺎًﻤﻴِﻈَﻋ اًﺮْﺟَأ َﻦﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا ُﻪﱠﻠﻟا ِتْﺆُـﻳ َفْﻮَﺳَو

.

Kecuali orang-orang yang bertobat dan memperbaiki diri dan berpegang teguh pada agama Allah SWT dan dengan tulus ikhlas (menjalankan) agama mereka karena Allah SWT, maka mereka itu bersama orang-orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa:146)

ِﻟ َﻚَﻬْﺟَو ْﻢِﻗَأ ْنَأَو

َﻦﻴِﻛِﺮْﺸُﻤْﻟا َﻦِﻣ ﱠﻦَﻧﻮُﻜَﺗ َﻻَو ﺎًﻔﻴِﻨَﺣ ِﻦﻳﱢﺪﻠ

.

Dan (Aku telah diperintah),”Hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan jangan sekali-kali engkau termasuk orang yang musyrik. (QS. Yunus : 105)

Keikhlasan dalam menyembah Allah SWT merupakan dasar untuk

memperoleh ridha Allah SWT. Jika seseorang beribadah karena takut akan

azab neraka atau karena ingin masuk surga maka ia belum ikhlas dalam

melakukan ibadah (Sani dan Kadri, 2016 : 85).

Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan adalah termasuk pondasi

iman dan merupakan keharusan dalam Islam. Allah SWT tidak menerima

suatu amal perbuatan tanpa dikerjakan secara ikhlas.

b. Menjaga lisan

Seorang muslim memiliki peran yang sangat besar dalam

menjalani hidup. Seorang muslim dituntut untuk dapat menjaga lisan dari

perkataan yang buruk (Sani dan Kadri, 2016 : 90), karena dalam ajaran

Islam, seorang muslim tidak boleh mencela dan memanggil dengan

panggilan buruk yang tidak disukai oleh orang yang dipanggil,

(49)

40

ىًذَأ ﺎَﻬُﻌَـﺒْﺘَـﻳ ٍﺔَﻗَﺪَﺻ ﻦﱢﻣ ٌﺮْـﻴَﺧ ٌةَﺮِﻔْﻐَﻣَو ٌفوُﺮْﻌﱠﻣ ٌلْﻮَـﻗ

،

ٌﻢﻴِﻠَﺣ ﱞﻲِﻨَﻏ ُﻪﱠﻠﻟاَو

.

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha Kaya, Maha Penyantun. (QS. Al-Baqarah:263)

Lisan merupakan salah satu nikmat Allah SWT yang

dianugerahkan kepada hamba-Nya. Dengan adanya lisan, seorang hamba

dapat berkomunikasi dengan sesama manusia. Begitu besarnya peranan

lisan sehingga Allah SWT menyebutkan dalam banyak ayat, diantaranya

Firman Allah SWT:

ِﻦْﻴَـﻨْـﻴَﻋ ُﻪﱠﻟ ﻞَﻌْﺠَﻧ ْﻢَﻟَأ

،

ِﻦْﻴَـﺘَﻔَﺷَو ﺎًﻧﺎَﺴِﻟَو

،

ِﻦْﻳَﺪْﺠﱠﻨﻟا ُﻩﺎَﻨْـﻳَﺪَﻫَو

.

Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (QS. Al-Balad : 8-10)

Lisan dapat menggambarkan kepribadian luhur seseorang,

menunjukkan kecerdasan dan Intelektualitasnya serta menandakan

ketakwaan dan keshalihan. Demikian pula sebaliknya, lisan dapat

memperlihatkan amoralitas, kepicikan dan kerendahan derajat seseorang.

Seorang mukmin harus menjaga lisan dengan baik agar tidak mudah

mengucapkan perkataan yang buruk yang tidak disukai oleh Allah SWT.

Sebagaimana Firman Allah SWT:

(50)

Allah tidak menyukai perkataan buruk (yang diucapkan) secara terus terang, kecuali oleh orang yang dizalimi. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS. An-Nisa:148)

Di dalam tafsir al-Maraghi dijelaskan bahwa Allah SWT tidak

menyukai umat muslim saling bergunjing sesama teman, dengan

menyebut aib dan kejelekan orang lain, karena perbuatan tersebut

membawa banyak kerusakan, diantaranya adalah:

1) Menyebabkan permusuhan dan dendam antara orang secara

terang-terangan mempergungjingkan keburukan orang lain dengan orang yang

dipergunjingkan.

2) Memiliki pengaruh yang buruk dalam hati orang yang mendengarkan.

Mendengarkan keburukan sama halnya dengan melakukan

keburukan dan mempengaruhi hati orang yang mendengarkan, serta

mempengaruhi hati orang yang melihatnya. seseorang yang menggunjing

orang lain akan melemahkan hati untuk menilai betapa buruk perbuatan

tersebut (Abubakar, Aly dan Sitanggal, 1993 : 6-7).

Berkata yang baik sangatlah dianjurkan, namun ketika seseorang

tidak dapat mengeluarkan perkataan yang baik, maka diam lebih baik

baginya. Karena Allah SWT tidak menyukai seseorang berkata yang buruk

atau mengeluarkan perkataan yang dapat menyakitkan.

Rasulullah saw tidak berkata keji dan menggunakan sindiran jika

hendak menegur atau mencela, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits

(51)

42

ُﻦْﺑ ُلَﻼِﻫ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ َنﺎَﻤْﻴَﻠُﺳ ُﻦْﺑ ُﺢْﻴَﻠُـﻓ ﺎَﻧﺎَﺛﱠﺪَﺣ ٍنﺎَﻨِﺳ ُﻦْﺑ ُﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ

ﱟﻲِﻠَﻋ

َلﺎَﻗ ٍﺲَﻧَأ ْﻦَﻋ

:

َﻻَو ًﺎﺸﺣﺎَﻓ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ِﻪﱠﻠﻟا ُلﻮُﺳَر ْﻦُﻜَﻳ ْﻢَﻟ

ًﺎﻧﺎﻌَﻟ

ًﺎﺑﺎﱠﺒَﺳ َﻻَو

ُﻪُﻨﻴِﺒَﺟ َبِﺮَﺗ ﻪَﻟﺎَﻣ ِﺔَﺒَﺘْﻌَﻤﻟا َﺪْﻨِﻋ ُلﻮُﻘَـﻳ َنﺎَﻛ

) .

يرﺎﺨﺒﻟا ﻩاور

(

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sinan, telah menceritakan kepada kami Fulaih bin Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Hilal bin Ali dari Anas ia berkata:“Rasulullah saw tidak pernah berkata keji, melaknat, dan mencela, apabila beliau hendak mencela, maka beliau akan berkata,”Mengapa dahinya berdebu (dengan bahasa sindiran).

(HR. Bukhari)

Allah SWT melarang orang yang beriman untuk mengejek dan menertawakan, serta menghina orang lain seperti yang dinyatakan dalam surah Al-Hujurat ayat 11.

َﻳ

ٰﻰَﺴَﻋ ٍمْﻮَـﻗ ﻦﱢﻣ ٌمْﻮَـﻗ ْﺮَﺨْﺴَﻳ َﻻ اﻮُﻨَﻣآ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡـﻳَأ ﺎ

اًﺮْـﻴَﺧ اﻮُﻧﻮُﻜَﻳ نَأ

ٰﻰَﺴَﻋ ٍءﺎَﺴﱢﻧ ﻦﱢﻣ ٌءﺎَﺴِﻧ َﻻَو ْﻢُﻬْـﻨﱢﻣ

ﱠﻦُﻬْـﻨﱢﻣ اًﺮْـﻴَﺧ ﱠﻦُﻜَﻳ نَأ

،

اوُﺰِﻤْﻠَـﺗ َﻻَو

ْﻢُﻜَﺴُﻔﻧَأ

ِبﺎَﻘْﻟَْﻷﺎِﺑ اوُﺰَـﺑﺎَﻨَـﺗ َﻻَو

،

ﻮُﺴُﻔْﻟا ُﻢْﺳ ِﻻا َﺲْﺌِﺑ

ِنﺎَﻤﻳِْﻹا َﺪْﻌَـﺑ ُق

َٰﻟوُﺄَﻓ ْﺐُﺘَـﻳ ْﻢﱠﻟ ﻦَﻣَو

ُﻢُﻫ َﻚِﺌ

َنﻮُﻤِﻟﺎﱠﻈﻟا

.

Wahai orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujurat:11)

Maksud dari ayat tersebut adalah larangan Allah SWT kepada umat

muslim agar tidak menghina dan merendahkan orang lain. Orang yang

(52)

maka mereka sangat tercela dan terlaknat (Ghoffar dan al-Atsari, 2013 :

119-120). Sebagaiman yang difirmankan Allah SWT:

ٍةَﺰَﻤﱡﻟ ٍةَﺰَﻤُﻫ ﱢﻞُﻜﱢﻟ ٌﻞْﻳَو

.

Kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela.(QS.

Al-Humazah:1)

c. Menjaga kemaluan

Menjaga kemaluan merupakan perintah Allah SWT. maksud dari

Perintah menjaga kemaluan yakni sama halnya dengan larangan berbuat

zina. kemaluan adalah aurat yang sangat dianjurkan untuk menutupinya.

Aurat merupakan segala sesuatu yang memalukan jika terlihat.

Menutup aurat adalah suatu perkara yang disukai, karena membuka aurat

dan mengumbarnya termasuk penyebab kedengkian dan dapat

memutuskan hubungan. Aurat yang harus ditutup adalah aurat yang jika

ditutup akan membawa kemaslahatan melebihi jika dibuka. Jika

menutupinya mengandung kerusakan agama

Rasulullah saw menyerupakan orang yang menutupi aurat seperti

orang yang menghidupkan anak perempuan yang dikubur dalam keadaan

hidup, yakni menyelamatkan dari tindakan yang buruk, sebagaimana

firman Allah SWT:

َﻫﺎَﻴْﺣَأ ْﻦَﻣَو

ﺎًﻌﻴِﻤَﺟ َسﺎﱠﻨﻟا ﺎَﻴْﺣَأ ﺎَﻤﱠﻧَﺄَﻜَﻓ ﺎ

.

(53)

44

Pengertian perumpamaan tersebut adalah bahwa orang yang

menutupi aurat berarti telah menghidupkan pemiliknya

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan artikel ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh pendapatan asli daerah, pendapatan transfer, lain-lain pendapatan yang sah dan tingkat kemandirian daerah

Berdasarkan hasil pembandingan operasi OLAP, didapat bahwa perbedaan waktu terbesar terjadi pada operasi OLAP yang melibatkan proses query yang kompleks, sebagai contoh pada operasi

1.4.1.1 Setelah kegiatan diskusi peserta didik dapat mengamalkan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur tentang wilayah negara, warga

Dalam hal anggota PPPSRS telah diundang secara sah dan patut tetap tidak hadir sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, pengambilan keputusan penggantian atau

Keuntungan mengetahui pola sekuens, tidak hanya membantu proses identifikasi forensik tetapi juga dalam bidang antropologi dan arkeologi oleh karena perbedaan posisi

Pembuatan souvenir khas Desa Bawömataluo atau Maenamölö, pembuatan Kaos hombo batu dan Omo Sebua, mulai dari pencarian bahan, pengukiran miniatur rumah adat, miniatur