NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADAB AN-NABAWIYYAH FĪ AL-A’MĀL AL-YAUMIYAH TENTANG MENSUCIKAN JIWA KARYA AHMAD BADAWI
SKRIPSI
Oleh:
Riska
NPM: 20120720203
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) strata Satu Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh:
Riska
NPM: 20120720203 FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Ucapkanlah: “Saya diperintahkan Allah agar beribadah kepada-Nya dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya
PERSEMBAHAN
Skripsi ini aku persembahkan untuk Kamaruddin yakni seorang ayah yang telah
mendo’akan dan selalu memberi motivasi
Hj. Hariani yakni yang telah melahirkan, mendidik, dan memberikan semangat serta dukungan dalam keadaan senang maupun susah
PUTM putri dan PUTM putra yang selalu memberi semangat. Bapak PDM dan Ibu Aisyiah, serta pengurus IMM Palopo.
Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta Uneversitas Muhammadiyah Yogyakarta
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
ABSTRAK ... xii
TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian ... 7
E. Sistematika Pembahasan ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 10
B. Kerangka Teori ... 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 28
C. Metode Pengumpulan Data ... 29 D. Sumber Data ... 29 E. Teknik Analisis Data ... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi Ahmad Badawi ... 31 B. Karya-karya Ahmad Badawi ... 33 C. Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Kitab Al-Adāb Al-Nabawiyyah Fī
Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang Mensucikan Jiwa Karya Ahmad Badawi
... 34 D. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Kitab Adab
Al-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang Mensucikan Jiwa bagi Praktek Pendidikan Islam ... 50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 56 B. Saran-saran ... 59 C. Kata Penutup ... 60 DAFTAR PUSTAKA
AL-ADAB AN.NA BA WI YYAH T'i E U.q' MAL AL.YAU MIYA
H
TNNTANG MENSUCIKAN JTWA KARYA KIAT TIAJI AHMAI}BADAlVI
Yang dipersiapkan dan disusun oleh:
telah
dimunaqasyahkandi
depan Sidang Munaqasyah Program StudiPendidikan Agama lslam pada tanggal 20 Mei 2016 dan telah dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.
Ketua Sidang
Pembirnbing
Penguji
Sidang Dewan Munaqasyah
: Anisa Dwi Makrufi, M. Pd.
I
(lL
d
qry
Nama Mahasiswa
NPM
:Riska
:201207202A3
: Dr. Abd. Madjid, M. Ag
:Dr. Flj. Akif Khilmiyah, M. Ag
iii
Yogyakarta, 30 Agustus 2016 Fakultas Agama Islam
h& rhqrnrtrorlirrah Vnenrql:qrfa
r'.tr5..-lTiT d.tl) <ai
c
!:
f*
,q
"f,
ABSTRAK
Riska: nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa karya K.H. Ahmad Badawi.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa karya K.H. Ahmad Badawi, (2) mengkaji relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Adāb An-Nabawiyyah Fī A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa karya K.H. Ahmad Badawi dengan praktek pendidikan Islam.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif analisis. Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi yakni metode pengambilan data melalui dokumen tertulis maupun elektronik dari lembaga atau institusi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yakni analisis isi (Content Analisys) yakni dengan metode deduktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa, diantaranya adalah ikhlas, menjaga lisan, dan menjaga kemaluan, (2) relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa dengan praktek pendidikan Islam sudah sangat releven, karena nilai-nilai yang terkandung dalam kitab tersebut berkaitan dengan tata tertib, dan kurikulum dalam tujuan praktek pendidikan Islam.
1 A. Latar Belakang
Bagi kehidupan manusia saat ini, pendidikan merupakan kebutuhan
yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan pada dasarnya membimbing, mendidik, dan mengarahkan ke arah yang ingin dicapai,
tidak hanya menyampaikan dan memberi hafalan. Pendidikan yang ideal haruslah dengan membiasakan diri melakukan kebaikan.
Sejalan dengan Undang-undang no. 23 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah agar manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Maksudin, 2013:
46).
Sedangkan menurut Sayyid Qutb, tujuan pendidikan adalah melahirkan manusia Qur’ani, yakni manusia yang mengaktualisasikan
ayat-ayat Allah, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis ke dalam kehidupan sehari-hari (Raharjo, 2000 : 137).
Pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan
anak-anak untuk memimpin jasmani dan rohani ke arah kedewasaan. (Narwanti, 2011 : 14). Pendidikan juga merupakan proses pendewasaan
2
berlangsung dalam institusiformal, informal, dan atau non formal. Dalam
banayak hal proses ini melibatkan pihak lain, baik dalam bentuk physical figure maupun hasil cipta, rasa dan karsa yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Dalam konteks proses pendidikan harus didasarkan pada al-Qur’an
dan al-Hadits (Raharjo, 2000 : 137).
Masalah pendidikan merupakan masalah yang sangat penting
dalam kehidupan manusia, bahkan masalah pendidikan ini tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat. Di mana salah satu tujuan pendidikan adalah pembentukan
akhlak.
Pendidikan akhlak seharusnya dimulai dalam keluarga, sejak waktu
kecil anak-anak di arahkan dan dibimbing dengan kebiasaan yang baik. Seorang anak merupakan sosok individu yang perlu dilatih dan dibina untuk dipersiapkan menjadi manusia yang kokoh imannya serta berakhlak
mulia, untuk itu wajib ditanamkan kepadanya dasar-dasar keimanan ajaran-ajaran Islam dan nilai-nilai kemuliaan akhlak. Akhlak merupakan
gerakan di dalam jiwa seseorang yang menjadi sumber perbuatannya yang bersifat alternatif baik atau buruk, sesuai dengan pengaruh pendidikan yang diberikan kepadanya.
Akhlak merupakan budi pekerti, perangai, tingkah laku (tabiat) dan adat kebiasaan (Hasan, 1982 : 10). Akhlak Islam merupakan tata nilai
sesama dan terhadap alam lingkungannya. Tujuan pokok pendidikan
akhlak adalah agar setiap orang berbudi pekerti (berakhlak), bertingkaj laku (tabiat), berperangai atau beradab istiadat yang baik, yang sesuai dengan ajaran Islam (Hasan, 1982 : 11).
Dalam dunia pendidikan orang tua dan guru memiliki peran yang sangat besar untuk mendidik dengan baik. keteladanan dan kebiasaan
seorang pendidik memiliki pengaruh kepada peserta didik.
Pendidikan bertujuan untuk memberi perubahan, sebagaimana diketahui bahwa pendidikan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan
dengan sengaja terencana yang dilaksanakan oleh orang dewasa yang memiliki ilmu dan keterampilan pada anak didik, demi terciptanya
manusia sempurna yang berkarakter atau insan kamil (Wibowo, 2012 : 18).
Pendidikan akhlak termasuk dalam materi yang harus diajarkan
dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan akhlak sendiri bertujuan untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang (Wiyani, 2012 : 11-12).
Namun permasalahannya, pendidikan akhlak selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum
4
masih banyak peserta didik yang belum memiliki nilai-nilai pendidikan
akhlak, meskipun telah melakukan pendidikan di sekolah.
Kurangnya penerapan pendidikan akhlak pada anak mengakibatkan banyaknya karakter bangsa yang rusak seperti: meningkatnya kekerasan di
kalangan remaja, membudayanya ketidakjujuran, sikap fanatik terhadap kelompok, rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, semakin
hilangnya moral baik, penggunaan bahasa yang buruk, meningkatnya perilaku merusak diri seperti penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas, rendahnya rasa tanggung jawab sebagai individu dan sebagai warga
negara, menurunnya etos kerja, dan adanya rasa saling curiga dan kurangnya kepedulian diantara sesama (Wibowo, 2012 : 16).
Furqan menegaskan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab merendahnya pendidikan akhlak yakni pertama, sistem pendidikan yang kurang menekankan pembentukan akhlak, tetapi lebih menekankan pada
pengembangan intelektual dan kedua, kondisi lingkungan yang kurang mendukung pembangunan karakter yang baik (Majid, 2012 : 54).
Dalam proses pembentukan akhlak, banyak hal yang harus diperhatikan teutama kesucian jiwa atau hati seseorang. hati seseorang sangatlah berpengaruh. Al-Ghazali, berkaitan dengan pentingnya hati
dalam menentukan karakter seseorang menegaskan:
yang tandus dan tidak meungkin lagi ditanam benih, sebab sudah tidak subur lagi, untuk itu benih-benih yang ditanam pasti tidak akan pulang.
Hati menetukan baik dan buruknya karakter anak didik, Kealiman
dan keselamatan seseoarang tergantung pada keselamatan dan kebaikan hatinya. Said Hawa berdasar surah al-Qur’an ayat 124-125, menegaskan bahwa ajaran dari al-Qur’an tidak dapat disentuhkan kepada anak didik
menjadi menyatu dengan kepribadiannya ketika hati mereka ada penyakitnya.
Perhatikanlah, bahwa ayat tersebut dikaitkan dengan mereka yang di dalam hatinya ada penyakit, yang semestinya ayat tersebut dapat menambah keimanan, tetapi justru memperparah penyakit hati mereka. dengan demikian jika kita ingin mempersentuhkan al-Qur’an secara benar dengan hati manusia agar hati bisa mengambil manfaat dari al-Qur’an tersebut, maka kita harus mengobati hati tersebut telebih dulu dengan menjadikannya sebagai hati yang beriman secara tulus.
Dengan demikian, mensucikan atau mendidik hati merupakan titik
awal yang harus dilakukan sebelum mendidik karakter, karena seseorang akan sulit menanamkan pendidikan karakter pada anak didik yang hatinya
masih sakit (Suparlan, 2015 : 2-3).
Dalam Islam, tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah membentuk manusia yang baik lahir dan batinnya. Manusia yang
memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual. Tujuan seperti ini tidak akan tercapai tanpa adanya sistem dan proses pendidikan yang baik. Dalam
6
Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah
dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan term adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim
yang baik yang mengikuti keteladanan Rasulullah SAW. ketiga nilai tersebut yang menjadi pilar pendidikan karakter dalam Islam (Majid, 2012
: 58).
Sebagai umat muslim, manusia diperintahkan untuk selalu taat dan mengikuti ajaran Rasulullah saw. Rasulullah saw adalah Nabi utusan Allah
SWT untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sebagaimana yang terdapat dalam ayat.
ٰﻰَﻠَﻌَﻟ َﻚﱠﻧِإَو
ٍﻢﻴِﻈَﻋ ٍﻖُﻠُﺧ
Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (QS. Al-Qalam:4)
Rasulullah saw seorang Rasul yang ummi yakni Rasul yang tidak dapat membaca dan menulis, namun Rasul lebih cerdas daripada orang
biasa. Rasulullah saw merupakan suri teladan bagi ummat manusia. Sebagaimana yang terdapat dalam ayat berikut:
َمْﻮَـﻴْﻟاَو َﻪﱠﻠﻟا ﻮُﺟْﺮَـﻳ َنﺎَﻛ ﻦَﻤﱢﻟ ٌﺔَﻨَﺴَﺣ ٌةَﻮْﺳُأ ِﻪﱠﻠﻟا ِلﻮُﺳَر ﻲِﻓ ْﻢُﻜَﻟ َنﺎَﻛ ْﺪَﻘﱠﻟ
اًﺮﻴِﺜَﻛ َﻪﱠﻠﻟا َﺮَﻛَذَو َﺮِﺧ ْﻵا
.
Dalam kitab al-Adāb al-Nabawiyyah fī al-A’māl al-Yaumiyyah
terdapat banyak etika keseharian Rasulullah saw yang dapat menumbuhkan sebuah nilai akhlak yang dapat diterapkan kepada peserta didik. kitab al-Adāb al-Nabawiyyah fī al-A’māl al-Yaumiyyah merupakan
kitab yang berisikan seratus hadits mengenai adab Rasulullah saw. kitab al-Adab al-Nabawiyyah fi al-A’mal al-Yaumiyyah merupakan karya dari
Ahmad Badawi. Ahmad Badawai adalah seorang ulama Muhammadiyah yang menguasai ilmu agama dari sumbernya yang asli, dan Ahmad Badawi terkenal sebagai ulama yang ahli dibidang ilmu nahwu, sharaf dan
seni kaligrafi (http://www.bloganhar.blogspot.com).
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba mengkaji nilai-nilai
pendidikan karakter dalam kitab Ᾱdab Nabawiyyah fī A’māl al-Yaumiyyah bagian mensucikan jiwa. Pada bagian ini merupakan proses
menyucikan hati dan juga menghasilkan nilai-nilai karakter.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam kitab al-adāb al-nabawiyyah fī al-A’māl al-yaumiyyah tentang mensucikan
jiwa?
2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat
dalam kitab al-adāb al-nabawiyyah fī al-A’māl al-yaumiyyah tentang mensucikan jiwa bagi praktek pendidikan Islam?
8
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sesuai dengan
yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui nilai-nilai karakter yang terdapat dalam kitab al-ādab al-nabawiyyah fī al-A’māl al-yaumiyyah.
2. Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam kitab al-ādab al-nabawiyyah fī al-A’māl al-yaumiyyah
bagi praktek pendidikan Islam. D. Kegunaan Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah
keilmuan dan memberikan kontribusi yang berharga bagi upaya orang tua dan pendidik dalam meningkatkan kualitas mendidik anak.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan kepada para guru atau orang tua untuk dapat menjadikan acuan sebagai pendidik, agar dapat menumbuhkan karakter anak menjadi lebih baik.
E. Sistematika Pembahasan
Untuk memberi arah yang tepat dan tidak memperluas objek penelitian, maka penulis menetapkan sistematika pembahasan sebagai
berikut:
Bab pertama, merupakan bab pendahuluan, pendahuluan ini
merupakan langkah awal dari penelitian yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah
Bab kedua, memuat uraian tentang tinjauan pustaka dan kerangka
teori yang relevan dan terkait dengan judul.
Bab ketiga, memuat secara rinci metode penelitian yang digunakan, mencakup jenis penelitian, sumber penelitian, metode pengumpulan data
serta analisis data yang digunakan.
Bab keempat, merupakan hasil dan pembahasan. Pada bab ini
menguraikan tentang riwayat hidup KH. Ahmad Badawi yakni memaparkan biografi KH. Ahmad Badawi secara umum yang meliputi riwayat kehidupan, pendidikan, serta karya-karyanya. Hal ini bermaksud
untuk memperoleh kelengkapan informasi. Selanjutnya, berisi tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab al-Adāb
an-Nabawiyyah fī al-A’māl al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa.
Kemudian, dilanjutkan tentang relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Adab an-Nabawiyyah fi A’mal
al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa dalam praktek pendidikan Islam.
Bab kelima, merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan,
10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Penelitian Siti Imzanah (2010) tentang “Nilai-nilai pendidikan
akhlak dalam QS. Ali-Imran :159-160” Penelitian ini merupakan
penelitian kepustakaan (Library). sumber data primer adalah QS. Ali-
Imran 159-160. Sedangkan data sekundernya berupa buku, artikel, atau
tulisan yang berbicara tentang perbaikan akhlak dan penanaman nilai-nilai
pendidikan akhlak yang diyakini memiliki nilai kebenaran mutlak baik
redaksi maupun isinya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
didaktik-psikologis dan pendekatan tematik (maudhu’i) dengan analisis
kualitatif, kemudian diolah kembali dengan menggunakan metode
deduktif, induktif dan komparatif.
Penelitian Nur Kamin (2011) tentang “Nilai-nilai Pendidikan
Akhlak dalam al-Qur’an (Kajian Tafsir Tahlili Surat al-Hujurat Ayat
11-12). Penelitian ini menggunakan metode riset kepustakaan (Library
research), dengan teknik analisis dengan metode interpretatif yakni
metode yang berperan untuk mencari kandungan nilai-nilai pendidikan
akhlak yang di dalamnya ada keterkaitan dengan pendidikan Islam.
detail. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan psikologis dan
pendekatan fenomenologis.
Penelitian Abdul Kirom (2013) tentang “Nilai-nilai Pendidikan
Akhlak dalam Kitab Wasāyā Al-Ᾱbā’ Lil Abnā Karangan Syaikh
Muhammad Syākir dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Agama
Islam”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan objek
material penelitian adalah kepustakaan dengan sumber primer penelitian
yaitu kitab Wasāyā Al-Ᾱbā’ Lil Abnā. Proses pengumpulan data yang
dilakukan yakni melalui metode dokumentasi, sedangkan analisis
dilakukan dengan metode interprestasi, yakni dengan menunjukkan arti,
mengungkapkan serta mengatakan esensi dari nilai pendidikan akhlak
yang tertuang dalam kitab Wasāyā Al-Ᾱbā’ Lil Abnā tersebut secara
objektif. Dalam menarik sebuah kesimpulan menggunakan metode
berfikir deduktif.
Penelitian Komarullah Azami (2014) tentang Nilai-nilai
Pendidikan Akhlak dalam Surat Al-Mujadalah Ayat 11-12”. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriftif analisis
melalui teknik studi kepustakaan (Library Research). Adapun sumber data
yang digunakan yakni literatur-literatur yang berkaitan dengan tema dalam
penelitian ini. Sumber primer yang digunakan yakni kitab suci al-Qur’an
dan kitab-kitab tafsir al-Qur’an dan tafsirnya, Tafsir al-Misbah karya
Quraish Shihab, Tafsir al-Azhar karya Hamka, Tafsir al-Kasyaf karya
12
yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis metode
tafsir maudhu’i.
Berdasarkan literatur di atas, terdapat persamaan dan perbedaan
dengan penelitian ini. Letak persamaan penelitian yang dilakukan oleh
empat peneliti di atas adalah sama-sama menggali mengenai pendidikan
akhlak. Sedangkan letak perbedaan dari ketiga penelitian di atas yakni
pada obyek kajian. Keempat penelitian di atas memiliki obyek kajian yang
berbeda dengan penelitian ini yakni pada penelitian Siti Imzanah yang
dikaji adalah QS. Ali-Imran :159-160” kemudian skripsi Abdul Kirom
yang dikaji adalah Kitab Wasāyā Al-Ᾱbā’ Lil dan skripsi Nur Kamin yang
dikaji adalah Tafsir Tahlili Surat al-Hujurat Ayat 11-12). dan terakhir
skripsi Komarullah Azami yang dikaji adalah Surat Al-Mujadalah Ayat
11-12. sedangkan penelitian ini mengkaji kitab al-Adab an-Nabawiyyah fi
al-A’mal al-Yaumiyyah karya Ahmad Badawi.
B. Kerangka Teori
1. Nilai
a. Pengertian Nilai
Nilai merupakan suatu penetapan atau suatu kualitas objek yang
menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat. Nilai dapat diartikan sebagai
konsep yang abstrak di dalam diri manusia atas masyarakat mengenai
hal-hal yang dianggap baik, benar, salah, dan buruk. Nilai mengarah pada
Nilai juga dapat diartikan sebagai seperangkat moralitas yang
paling abstrak dan seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini
sebagai suatu idealitas dan memberikan corak khusus pada pola pemikiran,
perasaan, dan perilaku. Misalnya nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
keadilan, nilai moral, baik itu kebaikan maupun kejelekan (Nurdin,2008 :
209).
Nilai yang diyakini kebaikannya memiliki peranan sebagai
panduan dan bimbingan karakter atau tingkah laku. Nilai jika ditanggapi
positif akan membantu manusia berkehidupan dengan karakter baik,
namun jika nilai ditanggapi negatif, maka akan membuat seseorang merasa
tidak bernilai dan menjadi merasa tidak berbahagia (Suparlan, 2015: 225).
Menurut Richard dan Linda, nilai yang benar dan diterima secara
universal adalah nilai yang menghasilkan suatu perilaku itu berdampak
positif baik bagi yang menjalankan maupun orang lain. Indonesia Heritage
Foundation merumuskan Sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan
pendidikan karakter. kesembilan karakter tersebut yakni:
1. Cinta kepada Allah SWT dan semesta beserta isinya
2. Tanggung jawab, disiplin dan mandiri
3. Jujur
4. Hormat dan santun
5. Kasih sayang, peduli, dan kerja sama
6. Percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah
14
8. Baik dan rendah hatiToleransi, cinta damai dan persatuan
Richard mengelompokkan nilai-nilai universal kedalam dua
kategori, yaitu nilai nurani dan nilai memberi. Nilai-nilai nurani dan
nilai-nilai memberi dikelompokkan sebagai berikut:
a) Nilai-nilai Nurani: Kejujuran, Keberanian, Cinta damai, Keandalan
diri, Kemurnian, kesucian.
b) Nilai-nilai memberi: Setia, dapat dipercaya, Hormat, sopan, Cinta,
kaasih sayang, Peka, tidak egois, Baik hati, ramah, Adil, murah hati.
Tiap nilai dimulai dengan sikap atau suatu tindakan memberi,
kemudian mewujudkan dalam pe rbuatan yang juga menampilkan sikap,
pembawaan, kualitas, serta bakat (Majid, 2012 : 42-44).
Nilai disini adalah hakikat suatu hal yang menyebabkan sesuatu
pantas dikejar agar manusia dapat berkembang. Ada hubungan antara yang
benilai dengan “yang baik”. Baik adalah suatu sifat yang melekat pada
halnya. “Bernilai” adalah sifat yang menghubungkan suatu hal yang baik
dengan seseorang konkret (Mardiatmadja, 1986 : 21).
b. Macam-macam Nilai
Menurut Muhadjir, bahwa secara hierarkis nilai dapat
dikelompokkan ke d alam dua macam yaitu:
1.) Nilai-nilai Ilahiyah, yang terdiri dari nilai ubudiyah dan nilai-nilai
2.) Nila etika insani, yang terdiri dari nilai rasional, nilai sosial, nilai
individual, nilai biofisik, nilai ekonomik, nilai politik, dan nilai estetik.
Dari beberapa macam nilai di atas dapat dipahami bahwa nilai Ilahi
(nilai hidup etik religius) memiliki kedudukan vertikal lebih tinggi
daripada nilai hidup lainnya. Selain itu, nilai Ilahi mempunyai konsekuensi
pada nilai lainnya, dan sebaliknya nilai lainnya memerlukan konsultasi
pada nilai Ilahi.
Sedangkan nilai insani mempunyai relasi sederajat yang
masing-masing tidak harus berkonsultasi. Disamping itu tata nilai Ilahi sebagai
sumber nilai dan esensi nilai, dengan nilai-nilai etik sebagai sumber nilai
dan esensi, dengan nilai-nilai etik insani lainnya dapat dibagi atas:
1.) Nilai Ilahiyah ubudiyah, yakni nilai yang berisi keimanan kepada
Allah SWT, dan iman ini akan mewarnai semua aspek kehidupan, atau
mempengaruhi nilai-nilai yang lain.
2.) Nilai Ilahiyah muamalah, yakni nilai-nilai terapan yang bersumber
pada wahyu, dan sudah mulai jelas pembidangan aspek-aspek hidup
yang mencakup politik, ekonomi, sosial, individu, rasional, dan
estetika.
3.) Nilai-nilai insani yang meliputi tujuh nilai sebagaimana tersebut di atas
yaitu: sosial, rasional, individual, ekonomi, estetik, politik, dan
16
2. Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. (KBBI, 2008 :341)
Dalam bahasa Arab, pendidikan disebut tarbiyah yang berarti
tumbuh, berkembang atau bertambah. Kata tarbiyah (pendidikan)
dimaknai sebagai sampainya sesuatu ke tahap sempurna secara
berangsur-angsur. (Ansor, 2013:27)
Pendidikan dalam literatur pendidikan Islam memiliki banyak
istilah yakni rabbā-yurabbī (mendidik), ‘allama-yu’allimu (memberi
ilmu), addaba-yu’addibu (memberi teladan dalam akhlak), dan
darrasa-yudarrisu (memberikan pengetahuan). Berikut pengertian istilah yang
bersumber dari al-Qur’an dan hadits:
a.) Rabbā-Yurabbī
Istilah rabbā-yurabbī terdapat dalam al-Qur’an:
اًﺮﻴِﻐَﺻ ﻲِﻧﺎَﻴﱠـﺑَر ﺎَﻤَﻛ ﺎَﻤُﻬْﻤَﺣْرا ﱢبﱠر ﻞُﻗَو ِﺔَﻤْﺣﱠﺮﻟا َﻦِﻣ ﱢلﱡﺬﻟا َحﺎَﻨَﺟ ﺎَﻤُﻬَﻟ ْﺾِﻔْﺧاَو
.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (QS.Al-Isra:24)
Ism fā’il dari rabbā-yurabbī adalah murabbī. Kata murabbī lebih
berorientasi pada pemeliharaan, baik pemeliharaan yang bersifat jasmani
memiliki kebiasaan dan tingkah laku yang baik, serta mampu
menyesuaikan diri dengan anak didik.
b.) ‘Allama-Yu’allimu.
Seorang pendidik juga dapat disebut mu’allim. kata mu’allim
berasal dari kata ‘allama-yu’allimu (memberi ilmu) dan ungkapan tersebut
sesuai dengan firma Allah SWT sebagai berikut:
ْﻟا ﻰَﻠَﻋ ْﻢُﻬَﺿَﺮَﻋ ﱠﻢُﺛ ﺎَﻬﱠﻠُﻛ َءﺎَﻤْﺳَْﻷا َمَدآ َﻢﱠﻠَﻋَو
ِءﺎَﻤْﺳَﺄِﺑ ﻲِﻧﻮُﺌِﺒﻧَأ َلﺎَﻘَـﻓ ِﺔَﻜِﺋ َﻼَﻤ
َٰﻫ
َﻦﻴِﻗِدﺎَﺻ ْﻢُﺘﻨُﻛ نِإ ِء َﻻُﺆ
.
Dan Dia ajarkan (memberi ilmu) kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan para malaikat, seraya berfirman ”Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar” (QS. Al-Baqarah: 31)
Masdar dari ‘allama-yu’allimu adalah ta’lim. Ta’lim bermakna
pengajaran dan pendidikan.
c.) Addaba-Yu’addibu
Seorang pendidik juga dapat disebut mu’addib. Mu’addib berasal
dari akar kata addaba-yu’addibu yang artinya memberikan teladan dalam
akhlak. Istilah adab terdapat dalam hadits sebagai berikut:
ﺎَﻨَـﺛﱠﺪّﺣ سﺎﱠﻴَﻋ ُﻦْﺑ ّﻲِﻠَﻋ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ﻲِﻘْﺸَﻣﱢﺪﻟا ِﺪﻴِﻟَﻮْﻟا ُﻦْﺑ ُسﺎﱠﺒَﻌْﻟا ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ
َﻦْﺑ ﺲَﻧَأ ُﺖﻌِﻤَﺳ ِنﺎَﻤْﻌﱡـﻨﻟا ُﻦْﺒُـﺛِﺮَﺤْﻟا ﻲِﻧَﺮَـﺒﺧَأ ةَرﺎَﻤُﻋ ُﻦْﺑﺪﻴِﻌَﺳ
ْﻦَﻋ ُثﱢﺪَﺤُﻳ ِﻚِﻟﺎَﻣ
ْﻢُﻬَـﺑَدَأاﻮُﻨِﺴْﺣاَو ْﻢُﻛَدَﻻْوَأ اﻮُﻣَﺮْﻛِا َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠّﺻ ِﷲا ِلﻮُﺳَر
.
18
dari Rasulullah SAW beliau bersabda:”Muliakanlah anak-anak kalian dan perbaikilah tingkah laku mereka.” (HR. Ibnu Majah)
d.) Darrasa-Yudarrisu
Ism fa’il dari kata darrasa-yudarrisu adalah mudarris. Mudarris
adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi,
memperbarui pengetahuan, berusaha mecerdaskan peserta didik,
memberantas kebodohan, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat,
minat dan kemampuan peserta didik. Dapat dinyatakan bahwa seorang
pendidik dalam konsep Islam adalah orang yang dapat mengarahkan
manusia ke jalan kebenaran sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah SAW.
Dari definisi beberapa istilah tersebut dapat disimpulkan bahwa
Mendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta
membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,
karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. (Sani, 2016 : 8-12)
Pada hakikatnya pendidikan adalah memilih tindakan dan
perkataan yang sesuai, menciptakan syarat-syarat dan faktor-faktor yang
diperlukan, dan membantu seorang individu yang menjadi objek
pendidikan supaya dapat dengan sempurna mengembangkan segenap
potensi yang ada dalam dirinya, dan secara perlahan bergerak maju
b. Tujuan Pendidikan
Tujuan merupakan masalah pokok dalam pendidikan karena tujuan
dapat menentukan setiap gerak langkah dan aktivitas dalam proses
pendidikan. Penetapan tujuan pendidikan berarti penentuan arah yang akan
dituju dan sasaran yang hendak dicapai melalui proses pendidikan serta
menjadi tolak ukur bagi penilaian keberhasilan dalam pelaksanaan
pendidikan (Susanto, 2009 : 66).
Tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan kebangsaan (Ramayulis, 2005 :
51-52).
Sedangkan menurut Ibnu Sina yang dikutip oleh Said Ismail
mengatakan bahwa : “Tujuan pendidikan harus diarahkan pada
pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah
perkembangan yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan
budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus
diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup
dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau
keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan
20
Sebab Dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam diri
seseorang untuk berlomba-lomba dan memotivasi diri untuk lebih baik
dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu syarat
untuk lebih memajukan pemerintah ini, maka usahakan pendidikan mulai
dari tingkat SD sampai pendidikan ditingkat Universitas.
c. Dasar Pendidikan
Dasar pendidikan adalah suatu pegangan yang dijadikan landasan
dalam menyelenggarakan pendidikan. Dasar pendidikan di Indonesia dapat
dibedakan menjadi tiga dasar yaitu dasar idiil (falsafah kenegaraan),
konstitusional, dan operasional (Ekosusilo, tt :43).
3. Akhlak
a. Pengertian Akhlak
Kata akhlak berasal dari kata khalaqa bentuk jamak dari khalaqun
yang berarti perangai, sifat, tabiat, ciptaan (Munawwir, 1997 : 364).
Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan seakar dengan kata
khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan).
Untuk menjelaskan pengertian akhlak dalam segi istilah dapat
merujuk kepada pendapat para pakar diantaranya:
1) Menurut Moh. Aziz al-Khuly, akhlak adalah sifat jiwa yang terlatih
demikian kuatnya sehingga mudahlah bagi yang empunya melakukan
2) Menurut Muhammad Ibnu Qayyim, akhlak adalah perangai atau tabi’at
yaitu ibarat dari suatu sifat batin dan perangai jiwa yang dimiliki oleh
semua manusia (Syukur, 2010 : 5).
3) Ibn Maskawaih berpendapat bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
4) Imam al-Ghazali yang dikenal sebagai Hujjatul Islam (Pembela Islam),
karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham
yang dianggap menyesatkan, mengatakan bahwa akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam
perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan.
Sedangakan menurut Abdul Hamid “akhlak” adalah ilmu tentang
keutamaan yang harus dilakukan dengan cara mengikutinya sehingga
jiwanya terisi dengan kebaikan, dan tentang keburukan yang harus
dihindarinya sehingga jiwanya kosong (bersih) dari segala bentuk
keburukan (Yunus, tt :936).
Selanjutnya menurut Hamzah Ya’qub “akhlak” adalah:
a) Ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan
tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.
b) Ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan
22
tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka
(Ya’qub, 1993 : 12).
Dalam pembahasan akhlak atau ilmu akhlak ada beberapa istilah
yang sering digunakan untuk mengatakan akhlak atau ilmu akhlak
tersebut. Istilah-istilah tersebut adalah:
a. Etika yakni bagian dari filsafat yang mengajarkan keluhuran budi (baik
dan buruk) (Sastrapraja, 1981 : 144). Menurut Hamzah Ya’qub “etika”
adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk
dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat
diketahui oleh akal pikiran. (Ya’qub, 1993 : 15).
Kesusilaan yakni berasal dari susila yang mendapat awalan ke dan
akhiran an. Susila berasal dari bahasa sansekerta, yaitu su dan sila. Su
berarti baik, bagus dan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau
norma (Said, 1976 :23). Di dalam kamus umum bahasa Indonesia
dikatakan susila berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya dan
kesusilaan sama dengan kesopanan (Poerwadinata, 1976 : 23).
Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, dalam Mu’jam al-Wasith,
Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan baik atau buruk
tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
Selanjutnya di dalam kitab Dairatul Ma’rif, secara singkat akhlak
keseluruhan definisi akhlak tersebut tampak tidak ada yang
bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dan lainnya.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling
melengkapi, dan dari definisi tersebut dapat dilihat lima cirri yang terdapat
dalam perbuatan akhlak, yaitu:
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam
kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
mudah dan tanpa pemikiran. perbuatan akhlak dilakukan oleh seorang
yang sehat akal pikirannya.
Ketiga, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam
diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dai luar.
perbuatan akhlak dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan
yang bersangkutan.
keempat, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
kelima, sekalan dengan cirri yang keempat, perbuatan akhlak
(khususnya perbuatan yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena
ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau
karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.seseorang yang melakukan
perbuatan bukan atas dasar karena Allah tidak dapat dikatakan perbuatan
24
Akhlak atau perilaku dalam Islam adalah yang terwujud melalui
proses aplikasi sistem nilai atau norma yang bersumber dari al-Qur’an dan
as-Sunnah.
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat perbedaan antara akhlak dan
norma yang berlaku di masyarakat. nilai norma adalah yang berlaku secara
alamiyah dalam masyarakat, dapat berubah menurut kesepakatan dan
persetujuan dari masyarakat pada dimensi ruang dan waktu tertentu.
Sedangkan akhlak mempunyai patokan dan sumber yang jelas, yaitu
al-Qur’an dan al-Hadits.
b. Pembagian Akhlak
1) Akhlaqul Karimah (Akhlak Terpuji). adapun jenis-jenis akhlaqul
karimah yakni sebagai berikut:
a) Al-Amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya)
b) Al-Alifah (sifat yang disenangi)
c) Al-Afwu (sifat pemaaf)
d) Anie Satun (sifat manis muka)
e) Al-Khairu (berbuat baik)
f) Al-Khusyu (tekun bekerja)
2) Akhlaqul Madzmumah (Akhlak Tercela)
a. Ananiyah (sifat egois)
b. Al-Bukhlu (sifat pelit)
c. Al-Kadzab (sifat pembohong)
e. Azh-Zhulmun (sifat aniaya)
f. Al-Jubnu (sifat pengecut) (Abdullah, 2007 : 12).
4) Pendidikan Akhlak
a. Pengrtian Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak merupakan pendidikan yang mengarah pada
terciptanya perilaku lahir dan batin manusia, sehingga menjadi manusia
yang seimbang dalam arti terhadap dirinya maupun terhadap orang lain
(Suwito, 2004 : 38).
Pendidikan akhlah juga merupakan penanaman, pengembangan
dan pembentukan akhlak yang mulia dalam diri anak didik. Pendidikan
akhlak tidak harus merupakan satu program atau pelajaran khusus, akan
tetapi lebih merupakan suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan
(Sastraprtedja, 2000 : 3).
Pendidikan akhlak memandang manusia sebagai manusia, yakni
makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrah-fitrah tersebut untuk dikembangkan
secara maksimal dan optimal (Baharuddin dan Makin, 2007 : 23).
1) Sumber Pendidikan Akhlak
Persoalan akhlak di dalam Islam banyak dibicarakan dan dimuat
dalam al-Qur’an dan al-Hadits. sumber tersebut merupakan
batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia yang menjelaskan arti
baik dan buruk, sehingga dengan mudah diketahui, apakah perbuatan
26
pendidikan adalah al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber utama
agama Islam (Ilyas, 2009 : 4)
2) Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Pokok masalah yang dibahas pendidikan akhlak adalah perbuatan
manusia. Jika sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya yang
kemudian melahirkan perbuatan yang baik , maka itulah yang disebut
akhlak terpuji, sedangkan jika sesuai dengan apa yang dilarang oleh Allah
SWT dan Rasul-Nya dan melahirkan perbuatan-perbuatan buruk, maka
itulah yang dinamakan akhlak tercela.
Pada intinya ruang lingkup akhlak ada dua, yaitu akhlak kepada
khaliq (Allah) dan akhlak terhadap makhluk (selain Allah). Alkhlak
terhadap makhluk dirinci lagi menjadi beberapa macam, diantaranya
akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia, seperti tumbuhan dan
binatang, serta akhlak terhadap benda mati (Marzuki, 2010 : 22).
3) Tujuan Pendidikan Akhlak
Menurut Ibnu Maskawaih sebagaimana dikutip oleh Suwito, tujuan
pendidikan akhlak adalah terciptanya manusia yang berprilaku ketuhanan.
Perilaku seperti ini muncul dari akal ketuhanan yang adil dalam diri
manusia secara spontan (Suwito, :119).
Cita-cita tersebut sesuai dengan tujuan nasional pendidikan
Indonesia, yaitu terciptanya kualitas manusia Indonesia yang memiliki 10
kriteria (Rahim (e.t). 2002 : 44) diantaranya sebagai berikut:
2) Berbudi pekerti yang luhur
3) Memiliki pengetahuan
4) Memiliki keterampilan
5) Memiliki kesehatan rohani
6) Memiliki kepribadian yang mantap
7) Memiliki kepribadian yang mandiri
8) Memiliki rasa tanggung jawab yang kemasyrakatan
9) Memiliki kesehatan jasmani
10) Memiliki rasa kebangsaan
Kesepuluh nilai di atas mengharuskan adanya usaha yang
sungguh-sungguh dan kontinu dalam memberikan pendidikan agama, terutama yang
bermaterikan akhlak yang sebaik-baiknya kepada generasi muda sebagai
elit bangsa. dan sebagai umat Nabi sudah sepatutnya mencontoh sikap,
tutur kata, dan perilaku Rasulullah saw, serta melanjutkan misi pokok
kisahnya, yakni menyerukan dan menyempurnakan akhlak bagi seluruh
umat manusia.
28 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan yakni jenis penelitian pustaka
(library research), yaitu penelitian yang menggunakan buku-buku,
majalah-majalah ilmiah, dokumen-dokumen, dan materi pustaka lainnya,
sebagai sumber data untuk mendapatkan informasi secara lengkap
(Subagyo, 1993:109), sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif
analisis dan cenderung menggunakan analisis serta lebih menonjolkan
proses dan makna. peneliti melakukan analisis data dengan memperbanyak
informasi, mencari hubungannya, dan menemukan hasil atas data
sebenarnya. hasil analisa data berupa pemaparan yang berkenaan dengan
situasi yang diteliti dan disajikan dalam bentuk uraian narasi. pemaparan
tersebut umumnya menjawab dari pertanyaan dalam rumusan masalah
yang ditetapkan (http://www.seputarpengetahuan.com).
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni metode
yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam
terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian
generalisasi. metode penelitian kualitatif lebih menggunakan teknik
analisis mendalam, yaitu mengkaji masalah secara perkasus. tujuan
mendalam tehadap suatu masalah. penelitian kualitatif berfungsi
memberikan kategori subtantif dan hipotesis penelitian kualitatif
(http://www.zonainfosemua.blogspot.com).
C. Metode Pengumpulan Data
Karena penelitian ini adalah penelitian yang bersifat pustaka, maka
peneliti menggunakan teknis dokumentasi, yakni metode Pengambilan
data melalui dokumen tertulis maupun elektronik dari lembaga atau
institusi. Dokumen diperlukan untuk mendukung kelengkapan data yang
lain (Arikunto, 2006 :231).
Esteberg menyatakan bahwa dokumen adalah segala sesuatu materi
dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia (Sarosa, 2012 : 61). Dan
dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitab Adāb
al-Nabawiyyah fī al-A’Māl al-Yaumiyyah.
D. Sumber Data
Sumber data yang digunakan yakni sumber data primer dan sumber
data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang didapat atau
dikumpulkan oleh peneliti dengan cara langsung dari sumbernya
(http://www.informasi-pendidikan.com). Adapun sumber data primer yang
digunakan pada penelitian ini yakni kitab Adab Nabawiyyah fi
al-A’mal al-Yau miyyah karya KH. Ahmad Badawi.
Sedangkan sumber data sekunder merupakan sumber data yang
30
melalui orang lain atau dokumen, dan juga berupa buku-buku yang terkait
(Sugiyono, 2015 : 225).
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisa yang digunakan adalah analisis isi (content
analysis), yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis makna yang
terkandung di dalam data yang dihimpun melalui riset kepustakaan. Lebih
sederhananya dapat dimaknai bahwa content analysis adalah mencari
makna materi tertulis atau visual dengan cara alokasi isi sistematis ke
kategori terinci yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian
31
A. Biografi Ahmad Badawi
Ahmad Badawi lahir pada tanggal 5 februari 1902 sebagai putra ke
4. Ayahnya bernama K.H. Muhammad Fakih yang merupakan salah satu
pengurus Muhammadiyah pada tahun 1912 sebagai komisaris.
Sedangkang ibu Ahmad Badawi bernama Hj. Siti Habibah (adik kandung
K.H. Ahmad Dahlan). berdasarkan silsilah dari garis ayah, maka K.H.
Ahmad Badawi Memiliki garis keturunan dari Panembahan Senopati, raja
pertama Mataram Islam.
Dalam keluarga Ahmad Badawi, nilai-nilai agama sangat kental
untuk ditanamkan. hal tersebut sangat mempengaruhi perilaku hidup dan
etika keseharian beliau. Ahmad Badawi memiliki kelebihan, yaitu senang
berorganisasi. Usia kanak-kanak dilalui dengan belajar mengaji pada ayah
beliau sendiri. pada tahun 1908-1913 Ahmad Badawi menjadi santri di
Pondok Pesantren Lerab Karanganyar untuk belajar tentang nahwu dan
sharaf. pada tahun 1913-1915 Ahmad Badawi belajar kepada K.H.
Dimyati di Pondok Pesantren Termas, Pacitan. Di Pesantren tersebut
beliau dikenal sebagai santri yang pintar berbahasa Arab (nahwu dan
32
Pada tahun 1915-1920 Ahmad Badawi mondok di Pesantren
Besuk, Wangkal Pasuruan. Ahmad Badawi mengakhiri pencarian ilmu
agama di Pesantren Kauman dan Pesantren Pandean di Semarang pada
tahun 1921. Pendidikan formal beliau hanya didapatkan di Madrasah
Muhammadiyah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan di Kauman
Yogyakarta, yang belakangan berubah menjadi Standaarschool dan
kemudian menjadi SD Muhammadiyah. Keinginan Ahmad Badawi untuk
mengamalkan dn mengajarkan ilmu yang telah dipelajari dari berbagai
Pesantren akhirnya mengantarkan beliau pada Muhammadiyah sebagai
pilihan dalam beraktifitas. hal ini dilatarbelakangi oleh misi, visi dan
orientasi Muhammadiyah selaras dengan cita-cita Ahmad Badawi.
Pada masa perjuangan, Ahmad Badawi pernah memasuki
Angkatan Perang Sabil. Ahmad Badawi turut beroperasi di Sanden Bantul,
Tegallayang, Bleberan dan Kecabean Kulon Progo. pada tahun 1947-1949,
Ahmad Badawi menjadi Imam III Angkatan Perang Sabil bersama dengan
KH. Mahfudz sebagai Imam I dan KRH. Hadjid selaku Imam II untuk
Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada 1950, Ahmad Badawi dikukuhkan
sebagai wakil ketua Majelis Syuro Masyumi di Yogyakarta. di partai ini,
beliau tidak memilik banyak peran, karena partai tersebut kemudian
membubarkan diri. Semenjak berkiprah di Muhammadiyah, Ahmad
Badawi lebih mengembangkan potensi untuk bertabligh. keinginan ini
dijalankan melalui kegiatan sebagai guru di sekolah (madrasah) dan
ke-Muhammadiyah-an. Prestasi di bidang tabligh telah mengantarkan Ahmad Badawi untuk
dipercaya menjadi ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah
pad tahun 1933. Pada tahun berikutnya, beliau juga diserahi amanat untuk
menjadi kepala Madrasah Za’imat yang kemudian digabung dengan
Madrasah Mu’alimat pada tahun1942. di Madrasah Mu’alimat, Ahmad
Badawi mempunyai obsesi unruk memberdayakan potensi wanita,
sehingga bisa menjadi muballighat yang baik.
Pada Pimpinam Pusat Muhammadiyah, Ahmad Badawi selalu
terpilih dan ditetapkan menjadi wakil ketua. Pada Muktamar
Muhammadiyah ke-35 di Jakarta, Ahmad Badawi terpilih menjadi ketua
Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1962-1965, dan pada Muktamar
Muhammadiyah ke-36 di Bandung, Ahmad Badawi terpilih menjadi
menjadi ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1965-1968
(Hasyim (et.al). 2015 : 174).
B. Karya-karya Ahmad Badawi
Sebagai seorang pemimpin, Ahmad Badawi juga produktif sebagai
penulis. Karya-karya tulis yang telah dihasilkan antara lain:
1. Pengajian Rakyat
2. Kitab Nukilan Sju’abul Imam (bahasa Jawa)
3. Kitab Nikah (huruf pegon dan berbahasa Jawa)
4. Kitab Parail (huruf latin berbahas Jawa)
34
6. Mi’ah Hadits (berbahasa Arab)
7. Mudzakkirat Fi Tasji’il Islam (berbahasa Arab)
8. Qawa’idul Chams (berbahasa Arab)
9. dan Menghadapi Orla (berbahasa Indonesia)
(http://www.bloganhar.blogspot.com).
C. Nila-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-Adāb Al-Nabawiyyah Fī
Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang Mensucikan Jiwa Karya Ahmad
Badawi
Pada bab ini akan membahas mengenai nilai-nilai akhlak dalam
kitab Al-Adāb Al-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah bagian
mensucikan jiwa. Pada bagian ini terdapat dua hadits yang akan menjadi
obyek pembahasan yaitu:
1. Hadits Menjaga Amal Perbuatan.
ﺮﻈﻨﻳ َﻻ ﷲا نِإ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰّﻠَﺻ ِﷲا َلﻮُﺳَر َلﺎَﻗ َةَﺮﻳَﺮُﻫ ﻲِﺑَأ ْﻦَﻋ
ْﻢُﻜﻟﺎَﻤْﻋَأَو ْﻢُﻜﺑﻮُﻠُـﻗ ﻰَﻟِإ ﺮﻈﻨﻳ ﻦِﻜَﻟَو ْﻢُﻜﻟاَﻮْﻣَأَو ْﻢُﻛرﻮﺻ ﻰَﻟِإ
)
ﻢﻠﺴﻣ ﻩاور
(
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda: bahwa Allah tidak memandang kepada bentuk tubuh dan harta bendamu, akan tetapi Allah memandng kepada hatimu dan perbuatanmu (HR. Muslim).
2. Hadits Menjaga Lisan dan Kemaluan
ِﻞْﻬَﺳ ْﻦَﻋ
ْﻦَﻣ َلﺎَﻗ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ِﷲا ِلﻮُﺳَر ْﻦَﻋ ٍﺪْﻌَﺳ ِﻦْﺑ
ﻲِﻟ ْﻦَﻤْﻀَﻳ
َﺔﱠﻨَﺠﻟا ُﻪَﻟ ْﻦَﻤْﺿَأ ِﻪْﻴَﻠْﺟِر َﻦْﻴَـﺑ ﺎَﻣَو ِﻪْﻴَـﻴْﺤَﻟ َﻦْﻴَـﺑ ﺎَﻣ
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’id dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda: siapa saja yang mampu menjamin bagiku apa yang ada di antara kedua mulutnya (lisan)dan apa saja yang berada di antara dua kakinya (pahanya/kemaluannya), maka aku jamin baginya (masuk) surga. (HR. al-Bukhari )
Hadits yang pertama diriwayatkan oleh Muslim (Shahih Muslim,
Kitab Al-Bir wa as-Shilah wa al-Adāb, Bab Zulm al-Muslim, wa Khadzlah
wa ikhtiqar). Dan hadits yang kedua diriwayatkan oleh al-Bukhari (Shahih
al-Bukhari, Kitab ar-Riqaq Bab Hifdz al-Lisan) (Shalahuddin, 2015 :
114-115).
Kedua hadits di atas menghasilkan tiga nilai akhlak yakni: pertama,
menjaga amal perbuatan (ikhlas), kedua, menjaga lisan (berkata baik), dan
ketiga, menjaga kemaluan (menutup aurat).
a. Menjaga amal perbuatan (ikhlas)
Menjaga amal perbuatan sangatlah dianjurkan kepada setiap
muslim, karena Allah SWT tidak melihat pada bagusnya fisik seseorang
dan banyaknya harta yang dimiliki, akan tetapi Allah SWT memandang
pada hati dan amal perbuatan (Shalahuddin, 2015: 114-115). Dalam hal ini
jika seseorang ingin melakukan suatu kebaikan, maka segala sesuatu yang
dilakukan tidaklah harus diperlihatkan atau diumumkan.
Dalam al-Qur’an terdapat penjelasan makna ikhlas yang bisa
ditemukan dalam empat ayat dari tiga surah sebagai berikut:
36
ُﻩﻮُﻋْداَو ٍﺪِﺠْﺴَﻣ ﱢﻞُﻛ َﺪﻨِﻋ ْﻢُﻜَﻫﻮُﺟُو اﻮُﻤﻴِﻗَأَو ِﻂْﺴِﻘْﻟﺎِﺑ ﻲﱢﺑَر َﺮَﻣَأ ْﻞُﻗ
َﻦﻳﱢﺪﻟا ُﻪَﻟ َﻦﻴِﺼِﻠْﺨُﻣ
َنوُدﻮُﻌَـﺗ ْﻢُﻛَأَﺪَﺑ ﺎَﻤَﻛ
.
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan." Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)."
b) Firman Allah SWT:
َﻦﻴِﺼِﻠْﺨُﻣ َﻪﱠﻠﻟا اُﻮَﻋَد ْﻢِﻬِﺑ َﻂﻴِﺣُأ ْﻢُﻬﱠـﻧَأ اﻮﱡﻨَﻇَو ٍنﺎَﻜَﻣ ﱢﻞُﻛ ﻦِﻣ ُجْﻮَﻤْﻟا ُﻢُﻫَءﺎَﺟَو
َٰﻫ ْﻦِﻣ ﺎَﻨَـﺘْﻴَﺠﻧَأ ْﻦِﺌَﻟ َﻦﻳﱢﺪﻟا ُﻪَﻟ
َﻦﻳِﺮِﻛﺎﱠﺸﻟا َﻦِﻣ ﱠﻦَﻧﻮُﻜَﻨَﻟ ِﻩِﺬ
.
Dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.
c) Firman Allah SWT:
َﻦﻳﱢﺪﻟا ُﻪﱠﻟ ﺎًﺼِﻠْﺨُﻣ َﻪﱠﻠﻟا ِﺪُﺒْﻋﺎَﻓ ﱢﻖَﺤْﻟﺎِﺑ َبﺎَﺘِﻜْﻟا َﻚْﻴَﻟِإ ﺎَﻨْﻟَﺰﻧَأ ﺎﱠﻧِإ
.
ُﺺِﻟﺎَﺨْﻟا ُﻦﻳﱢﺪﻟا ِﻪﱠﻠِﻟ َﻻَأ
.
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab al-Qur’an dengan membawa kebenaran. Mmaka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepynyaan Allah lah agama yang bersih.
Allah SWT memerintahkan kepada semua umat muslim untuk
memperbaiki niat sebelum melakukan suatu pekerjaan. Seorang muslim
haruslah melatih diri untuk menumbuhkan keikhlasan dalam hati setiap
melakukan suatu pekerjaan, karena Allah SWT hanya melihat dari
keikhlasan hati seseorang. segala amal perbuatan yang dilakukan oleh
ىَﻮَـﻧﺎَﻣ ٍءِﺮْﻣا ﱢﻞُﻜِﻟ ﺎَﻤﱠﻧِإَو ِتﺎﱠﻴﱢـﻨﻟﺎِﺑ ُلﺎَﻤْﻋَﻷْا ﺎَﻤﱠﻧِإ
) .
نﺎﺨﻴﺸﻟا ﻩاور
(
Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang sesuai dengan niatnya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan amal perbuatan dalam hadits tersebut
adalah semua perbuatan, meliputi perbuatan lisan yang disebut dengan
ucapan dan perbuatan anggota badan lainnya. Sedangkan niat adalah
kehendak yang diarahkan kepada perbuatan untuk mencari ridha Allah
SWT dan melaksanakan hukum-Nya (Al-Khuly, 2010 : 5-6).
Dapat diketahui bahwa derajat amal perbuatan tergantung dengan
derajat niatnya. semua amal perbuatan mendapat balasan kebahagiaan di
dunia dan di akhirat. Seseorang yang memiliki niat agar mendapatkan
pahala dan keridhaan Allah SWT, maka dia akan mendapatkannya.
Barangsiapa yang memiliki niat yang buruk, maka diapun akan celaka, dan
seseorang yang niatnya hanya untuk mendapatkan materi duniawi, maka ia
tidak menadapat pahala. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa
sesuatu yang tidak diniatkan oleh seseorang tidak bernilai apapun
(Al-Khuly, 2010 : 10).
Seorang muslim dituntut untuk ikhlas dalam melaksanakan ibadah
kepada Allah SWT. Ikhlas merupakan dasar dari sebuah tindakan tanpa
pamrih yang seharusnya melandasi apa pun yang dilakukan. al-Qur’an
38
orang yang ikhlas (Sani dan Kadri, 2016 : 84), sebagaimana firman Allah
SWT:
َﻢﻴِﻫاَﺮْـﺑِإ َﺔﱠﻠِﻣ َﻊَﺒﱠـﺗاَو ٌﻦِﺴْﺤُﻣ َﻮُﻫَو ِﻪﱠﻠِﻟ ُﻪَﻬْﺟَو َﻢَﻠْﺳَأ ْﻦﱠﻤﱢﻣ ﺎًﻨﻳِد ُﻦَﺴْﺣَأ ْﻦَﻣَو
ﺎًﻔﻴِﻨَﺣ
ًﻼﻴِﻠَﺧ َﻢﻴِﻫاَﺮْـﺑِإ ُﻪﱠﻠﻟا َﺬَﺨﱠﺗاَو
.
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah SWT, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (QS. An-Nisa : 125)
Perintah untuk ikhlas, juga tercantum dalam Qur’an surah
al-Bayyinah ayat 5:
َة َﻼﱠﺼﻟا اﻮُﻤﻴِﻘُﻳَو َءﺎَﻔَـﻨُﺣ َﻦﻳﱢﺪﻟا ُﻪَﻟ َﻦﻴِﺼِﻠْﺨُﻣ َﻪﱠﻠﻟا اوُﺪُﺒْﻌَـﻴِﻟ ﱠﻻِإ اوُﺮِﻣُأ ﺎَﻣَو
َةﺎَﻛﱠﺰﻟا اﻮُﺗْﺆُـﻳَو
َٰذَو
ِﺔَﻤﱢﻴَﻘْﻟا ُﻦﻳِد َﻚِﻟ
.
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (dengan ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah: 5)
Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, (Ghoffar dan al-Atsari, 2013 :403).
Ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan untuk
melepaskan kemusyrikan menuju kepada tauhid, dan menjadi umat yang
lurus dan tidak menyimpang. Imam az-Zuhri dan as-Syafi’i menggunakan
ayat tersebut sebagai dalil bahwa amal perbuatan masuk dalam keimanan.
Dalam beberapa ayat lain juga menyatakan tentang perlunya
keikhlasan dalam menjalankan agama, sebagaimana firman Allah SWT.
ﺎِﺑ اﻮُﻤَﺼَﺘْﻋاَو اﻮُﺤَﻠْﺻَأَو اﻮُﺑﺎَﺗ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﱠﻻِإ
َٰﻟوُﺄَﻓ ِﻪﱠﻠِﻟ ْﻢُﻬَـﻨﻳِد اﻮُﺼَﻠْﺧَأَو ِﻪﱠﻠﻟ
َﻦﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا َﻊَﻣ
ﺎًﻤﻴِﻈَﻋ اًﺮْﺟَأ َﻦﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا ُﻪﱠﻠﻟا ِتْﺆُـﻳ َفْﻮَﺳَو
.
Kecuali orang-orang yang bertobat dan memperbaiki diri dan berpegang teguh pada agama Allah SWT dan dengan tulus ikhlas (menjalankan) agama mereka karena Allah SWT, maka mereka itu bersama orang-orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa:146)
ِﻟ َﻚَﻬْﺟَو ْﻢِﻗَأ ْنَأَو
َﻦﻴِﻛِﺮْﺸُﻤْﻟا َﻦِﻣ ﱠﻦَﻧﻮُﻜَﺗ َﻻَو ﺎًﻔﻴِﻨَﺣ ِﻦﻳﱢﺪﻠ
.
Dan (Aku telah diperintah),”Hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan jangan sekali-kali engkau termasuk orang yang musyrik. (QS. Yunus : 105)
Keikhlasan dalam menyembah Allah SWT merupakan dasar untuk
memperoleh ridha Allah SWT. Jika seseorang beribadah karena takut akan
azab neraka atau karena ingin masuk surga maka ia belum ikhlas dalam
melakukan ibadah (Sani dan Kadri, 2016 : 85).
Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan adalah termasuk pondasi
iman dan merupakan keharusan dalam Islam. Allah SWT tidak menerima
suatu amal perbuatan tanpa dikerjakan secara ikhlas.
b. Menjaga lisan
Seorang muslim memiliki peran yang sangat besar dalam
menjalani hidup. Seorang muslim dituntut untuk dapat menjaga lisan dari
perkataan yang buruk (Sani dan Kadri, 2016 : 90), karena dalam ajaran
Islam, seorang muslim tidak boleh mencela dan memanggil dengan
panggilan buruk yang tidak disukai oleh orang yang dipanggil,
40
ىًذَأ ﺎَﻬُﻌَـﺒْﺘَـﻳ ٍﺔَﻗَﺪَﺻ ﻦﱢﻣ ٌﺮْـﻴَﺧ ٌةَﺮِﻔْﻐَﻣَو ٌفوُﺮْﻌﱠﻣ ٌلْﻮَـﻗ
،
ٌﻢﻴِﻠَﺣ ﱞﻲِﻨَﻏ ُﻪﱠﻠﻟاَو
.
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha Kaya, Maha Penyantun. (QS. Al-Baqarah:263)
Lisan merupakan salah satu nikmat Allah SWT yang
dianugerahkan kepada hamba-Nya. Dengan adanya lisan, seorang hamba
dapat berkomunikasi dengan sesama manusia. Begitu besarnya peranan
lisan sehingga Allah SWT menyebutkan dalam banyak ayat, diantaranya
Firman Allah SWT:
ِﻦْﻴَـﻨْـﻴَﻋ ُﻪﱠﻟ ﻞَﻌْﺠَﻧ ْﻢَﻟَأ
،
ِﻦْﻴَـﺘَﻔَﺷَو ﺎًﻧﺎَﺴِﻟَو
،
ِﻦْﻳَﺪْﺠﱠﻨﻟا ُﻩﺎَﻨْـﻳَﺪَﻫَو
.
Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (QS. Al-Balad : 8-10)
Lisan dapat menggambarkan kepribadian luhur seseorang,
menunjukkan kecerdasan dan Intelektualitasnya serta menandakan
ketakwaan dan keshalihan. Demikian pula sebaliknya, lisan dapat
memperlihatkan amoralitas, kepicikan dan kerendahan derajat seseorang.
Seorang mukmin harus menjaga lisan dengan baik agar tidak mudah
mengucapkan perkataan yang buruk yang tidak disukai oleh Allah SWT.
Sebagaimana Firman Allah SWT:
Allah tidak menyukai perkataan buruk (yang diucapkan) secara terus terang, kecuali oleh orang yang dizalimi. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS. An-Nisa:148)
Di dalam tafsir al-Maraghi dijelaskan bahwa Allah SWT tidak
menyukai umat muslim saling bergunjing sesama teman, dengan
menyebut aib dan kejelekan orang lain, karena perbuatan tersebut
membawa banyak kerusakan, diantaranya adalah:
1) Menyebabkan permusuhan dan dendam antara orang secara
terang-terangan mempergungjingkan keburukan orang lain dengan orang yang
dipergunjingkan.
2) Memiliki pengaruh yang buruk dalam hati orang yang mendengarkan.
Mendengarkan keburukan sama halnya dengan melakukan
keburukan dan mempengaruhi hati orang yang mendengarkan, serta
mempengaruhi hati orang yang melihatnya. seseorang yang menggunjing
orang lain akan melemahkan hati untuk menilai betapa buruk perbuatan
tersebut (Abubakar, Aly dan Sitanggal, 1993 : 6-7).
Berkata yang baik sangatlah dianjurkan, namun ketika seseorang
tidak dapat mengeluarkan perkataan yang baik, maka diam lebih baik
baginya. Karena Allah SWT tidak menyukai seseorang berkata yang buruk
atau mengeluarkan perkataan yang dapat menyakitkan.
Rasulullah saw tidak berkata keji dan menggunakan sindiran jika
hendak menegur atau mencela, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits
42
ُﻦْﺑ ُلَﻼِﻫ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ َنﺎَﻤْﻴَﻠُﺳ ُﻦْﺑ ُﺢْﻴَﻠُـﻓ ﺎَﻧﺎَﺛﱠﺪَﺣ ٍنﺎَﻨِﺳ ُﻦْﺑ ُﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ
ﱟﻲِﻠَﻋ
َلﺎَﻗ ٍﺲَﻧَأ ْﻦَﻋ
:
َﻻَو ًﺎﺸﺣﺎَﻓ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ِﻪﱠﻠﻟا ُلﻮُﺳَر ْﻦُﻜَﻳ ْﻢَﻟ
ًﺎﻧﺎﻌَﻟ
ًﺎﺑﺎﱠﺒَﺳ َﻻَو
ُﻪُﻨﻴِﺒَﺟ َبِﺮَﺗ ﻪَﻟﺎَﻣ ِﺔَﺒَﺘْﻌَﻤﻟا َﺪْﻨِﻋ ُلﻮُﻘَـﻳ َنﺎَﻛ
) .
يرﺎﺨﺒﻟا ﻩاور
(
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sinan, telah menceritakan kepada kami Fulaih bin Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Hilal bin Ali dari Anas ia berkata:“Rasulullah saw tidak pernah berkata keji, melaknat, dan mencela, apabila beliau hendak mencela, maka beliau akan berkata,”Mengapa dahinya berdebu (dengan bahasa sindiran).
(HR. Bukhari)
Allah SWT melarang orang yang beriman untuk mengejek dan menertawakan, serta menghina orang lain seperti yang dinyatakan dalam surah Al-Hujurat ayat 11.
َﻳ
ٰﻰَﺴَﻋ ٍمْﻮَـﻗ ﻦﱢﻣ ٌمْﻮَـﻗ ْﺮَﺨْﺴَﻳ َﻻ اﻮُﻨَﻣآ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡـﻳَأ ﺎ
اًﺮْـﻴَﺧ اﻮُﻧﻮُﻜَﻳ نَأ
ٰﻰَﺴَﻋ ٍءﺎَﺴﱢﻧ ﻦﱢﻣ ٌءﺎَﺴِﻧ َﻻَو ْﻢُﻬْـﻨﱢﻣ
ﱠﻦُﻬْـﻨﱢﻣ اًﺮْـﻴَﺧ ﱠﻦُﻜَﻳ نَأ
،
اوُﺰِﻤْﻠَـﺗ َﻻَو
ْﻢُﻜَﺴُﻔﻧَأ
ِبﺎَﻘْﻟَْﻷﺎِﺑ اوُﺰَـﺑﺎَﻨَـﺗ َﻻَو
،
ﻮُﺴُﻔْﻟا ُﻢْﺳ ِﻻا َﺲْﺌِﺑ
ِنﺎَﻤﻳِْﻹا َﺪْﻌَـﺑ ُق
َٰﻟوُﺄَﻓ ْﺐُﺘَـﻳ ْﻢﱠﻟ ﻦَﻣَو
ُﻢُﻫ َﻚِﺌ
َنﻮُﻤِﻟﺎﱠﻈﻟا
.
Wahai orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujurat:11)
Maksud dari ayat tersebut adalah larangan Allah SWT kepada umat
muslim agar tidak menghina dan merendahkan orang lain. Orang yang
maka mereka sangat tercela dan terlaknat (Ghoffar dan al-Atsari, 2013 :
119-120). Sebagaiman yang difirmankan Allah SWT:
ٍةَﺰَﻤﱡﻟ ٍةَﺰَﻤُﻫ ﱢﻞُﻜﱢﻟ ٌﻞْﻳَو
.
Kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela.(QS.
Al-Humazah:1)
c. Menjaga kemaluan
Menjaga kemaluan merupakan perintah Allah SWT. maksud dari
Perintah menjaga kemaluan yakni sama halnya dengan larangan berbuat
zina. kemaluan adalah aurat yang sangat dianjurkan untuk menutupinya.
Aurat merupakan segala sesuatu yang memalukan jika terlihat.
Menutup aurat adalah suatu perkara yang disukai, karena membuka aurat
dan mengumbarnya termasuk penyebab kedengkian dan dapat
memutuskan hubungan. Aurat yang harus ditutup adalah aurat yang jika
ditutup akan membawa kemaslahatan melebihi jika dibuka. Jika
menutupinya mengandung kerusakan agama
Rasulullah saw menyerupakan orang yang menutupi aurat seperti
orang yang menghidupkan anak perempuan yang dikubur dalam keadaan
hidup, yakni menyelamatkan dari tindakan yang buruk, sebagaimana
firman Allah SWT:
َﻫﺎَﻴْﺣَأ ْﻦَﻣَو
ﺎًﻌﻴِﻤَﺟ َسﺎﱠﻨﻟا ﺎَﻴْﺣَأ ﺎَﻤﱠﻧَﺄَﻜَﻓ ﺎ
.
44
Pengertian perumpamaan tersebut adalah bahwa orang yang
menutupi aurat berarti telah menghidupkan pemiliknya