THE IMPACT OF THE FINANCIAL PERFORMANCE ON CAPITAL EXPENDITURE AND ECONOMIC GROWTH IN LOCAL GOVERNMENT
DISTRICT/CITY OF D.I. YOGYAKARTA
(Empirical Study on Local Government District/Cit of D.I. Yogyakarta in 2003-2014)
Oleh
Ana Sri Widayati 20130420060
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
i
THE IMPACT OF THE FINANCIAL PERFORMANCE ON CAPITAL EXPENDITURE AND ECONOMIC GROWTH IN LOCAL GOVERNMENT
DISTRICT/CITY OF D.I. YOGYAKARTA
(Empirical Study on Local Government District/Cit of D.I. Yogyakarta in 2003-2014)
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
Ana Sri Widayati 20130420060
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
ii
Nomor Mahasiswa : 20130420060
Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “DAMPAK KINERJA
KEUANGAN TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DAN
PERTUMBUHAN EKONOMI PADA PEMERINTAH DAERAH
KABUPATEN/KOTA D.I. YOGYAKARTA (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta Tahun 2003-2014)”
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.
Yogyakarta, 19 Desember 2016
iii
menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.
(QS. Al ‘Ashr)
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka.
(Qs Ar- Ra’ad 11)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai kerjakanlah dengan sungguh-sungguh hal yang lain. Hanya
kepada Tuhanmulah kamu berharap. (QS. Al-Insyirah: 6)
Wahai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
(QS Al-Baqarah. 153)
Go confidently in the direction of your dreams. Live the life you have imagined. (Henry David Thoreau)
Busy complains that they’re busy. Productive lets results speak for themself.
iv
1. Kedua orang tuaku tersayang. Slamet dan Ambarinah. Terima kasih atas doa yang selalu terpanjatkan, semangat yang selalu diberikan, bimbingan dan kasih sayang yang selalu tercurahkan, dan segala pengorbanan yang tidak terkira.
2. Rahmat Budiyanto dan Darladita Nuraini, kedua saudaraku sebagai penyemangat hari-hari ku.
3. Dosen pembimbingku Bapak Bambang Jatmiko, yang telah sabar mendidik dan membimbing selama penyusunan skripsi ini hingga selesai. 4. Sahabat-sahabat seperjuangan bimbingan, Desy Amalia Candrakusuma,
Adityas Wahyuningsih, dan Raka Wijanarko.
5. Putri Kinanthi, Nindya Carla Yudhanti, Kiki Mahgita Sari sahabat seangkatan yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi. Serta menemani dalam keadaan suka dan duka.
6. Dyah Arini, sahabat terbaik yang tidak lelah untuk selalu mendengarkan keluh kesah dalam penyusunan karya kecil ini. Sahabat-sahabat SMA ku Apriliana Ilmiyati, Dian Nur Pratiwi, Doni Carnado, Leo Chandra yang telah memberikan doa dan dukungannya.
7. UKM DC UMY dan seluruh anggotanya terutama yang telah bersama-sama membawakan paket The Conqueror of Constantinople yang telah memberikan banyak pelajaran dan pengalaman yang berkesan.
8. Teman-teman KKN 07 “KKN ULAR”. They are so amazing.
9. Teman seangkatan akuntansi 2013 yang telah senantiasa memberikan masukan dan saran serta semangat untuk penyusunan skripsi ini.
v
rahmat dan karunia-Nya peneliti telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan
judul “Dampak Kinerja Keuangan terhadap alokasi Belanja Modal dan
Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta”, dengan baik dan
lancar. Peneliti menyadari sepenuhnya tanpa bimbingan dari berbagai pihak,
penulisan skripsi tidak dapat diselesaikan denganm baik dan benar. Oleh karena
itu, melalui kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Nano Prawoto, S.E., M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Dr. Ietje Nazaruddin, Dra., M.Si., Ketua Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Dr. Bambang Jatmiko, SE., M.Si., sebagai pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama proses
pengerjaan karya tulis ini.
4. Kedua orang tua dan saudara-daudaraku yang senantiasa memberikan
dukungan baik doa maupun materiil kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan studi.
5. Teman-teman seperjuangan, jurusan Akuntansi 2013 yang senantiasa
memberikan semangat hingga penulisan tugas akhir ini terselesaikan.
6. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam proses penyusunan karya
vi
pengetahuan dan bermanfaat untuk berbagai kalangan.
Yogyakarta, 6 Desember 2016
vii
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
INTISARI ... vii
ABSTRACT ...viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ...xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B. Batasan Masalah ... 9
C.Rumusan Masalah ... 10
viii
1. Teori Agensi ... 13
2.Otonomi Daerah ... 13
3. Keuangan Daerah ... 14
4. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah ... 17
5. Alokasi Belanja Modal ... 20
6. Pertumbuhan Ekonomi ... 22
B. Hipotesis ... 25
BAB III METODE PENELITIA ... 32
A.Subjek Penelitian ... 32
B. Jenis Data ... 32
C.Teknik Pengambilan Sampel ... 33
D.Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 33
E. Analisis Data ... 35
F. Uji Hipotesis ... 3
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40
A.Gambaran Umum Subjek/Objek Penelitian ... 4
ix
BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 64
A.Simpulan ... 64
B. Implikasi ... 64
C.Keterbatasan ... 66
D.Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
x
4.2 Tabel Uji Normalitas Persamaan 1 ... 44
4.3 Tabel Uji Multikolinearitas Persamaan 1 ... 44
4.4 Tabel Uji Autokorelasi Persamaan 1 ... 45
4.5 Tabel Uji Heteroskedastisitas Persamaan 1 ... 45
4.6 Tabel Uji Normalitas Persamaan 2 ... 46
4.7 Tabel Uji Normalitas Persamaan 2 dengan LN ... 47
4.8 Tabel Uji Multikolinearitas Persamaan 2 ... 47
4.9 Tabel Uji Autokorelasi Persamaan 2 ... 48
4.10Tabel Uji Heteroskedastisitas Persamaan 2 ... 48
4.11Tabel Uji Heteroskedastisitas Persamaan 2 dengan LN ... 49
4.12Tabel Uji Koefisien Determinasi Persamaan 1 ... 50
4.13Tabel Uji T Persamaan 1 ... 50
4.14Tabel Uji Koefisien Determinasi Persamaan 2 ... 52
4.15Tabel Uji T Persamaan 2 ... 53
xi
1.1 Gambar Laju Pertumbuhan Ekonomi PDRB ADHK 2000 ... 5
1.2 Gambar Komposisi Belanja Modal Pemerintah Daerah 2013 ... 6
1.3 Gambar Model Penelitian ... 31
daerah kabupaten/kota D.I. Yogyakarta tahun 2003-2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi penelitian dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah di kabupaten dan kota Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2003-2014. Pemilihan sampel menggunakan metode sensus, dimana menggunakan seluruh populasi dalam penelitian. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan berdasarkan kemandirian daerah, ketergantungan keuangan, dan efektivitas PAD tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Alokasi belanja modal berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Alokasi belanja modal tidak memediasi hubungan antara kinerja keuangan berdasarkan ketergantungan keuangan dan kemandirian daerah terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan alokasi belanja modal memediasi hubungan antara efektivitas PAD dengan pertumbuhan ekonomi dengan arah negatif.
Yogyakarta in 2003-2014. This research is a descriptive research. The population of this research is the local government in the district and city D.I. Yogyakarta in 2003-2014. Sampling technique using census method, which uses the entire population in the study. Analysis technique is using multiple regression analysis. The results of this study indicate that financial ratios based on local independence, financial dependence, and the effectiveness of the PAD does not affect the allocation of capital expenditures. Capital expenditure has significantly positive effect on economic growth. Capital expenditure is not mediate the relationship between financial performance based on financial dependence and independence of the region to economic growth. While capital expenditure mediates the relationship between the effectiveness of PAD by economic growth with a negative direction.
1 A. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pemerintah daerah berkeinginan
untuk memberikan pelayanan yang berorientasi pada kepuasan masyarakat dan
kebutuhan rakyat. Kemudian undang-undang tersebut diperbaharui dengan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan dijadikan sebagai dasar pelaksanaan
otonomi daerah.
Merujuk pada firman Allah, Surah An-Nisa 58 yang berbunyi:
Artinya, “sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Ayat di atas bermakna bahwa Allah menyuruh umat manusia untuk
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh manusia
daerah adalah sebagai pihak yang diberikan wewenang untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan ayat tersebut
pemerintah diharapkan dapat bertindak jujur, adil, akuntabel, dan transparan di
dalam melaksanakan amanat dari masyarakat.
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah melalui
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, diikuti dengan perimbangan keuangan
daerah yang diatur dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004. Undang-undang
tersebut menjelaskan tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah yang menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban berupa
kinerja pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga diperlukan
suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah
merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sekaligus
menjadi bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan
daerah perlu ditekankan agar dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera
melalui peningkatan mutu pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Salah satu alasan dilaksanakannya penyelenggaraan otonomi daerah
adalah agar pembangunan daerah mampu berjalan beriringan dengan
pembangunan di pemerintah pusat. Hal ini karena selama ini pelaksanaan
pembangunan masih diprioritaskan pada pembangunan pusat sedangkan kurang
memperhatikan pembangunan di daerah. Kebijakan seperti ini menyebabkan
ketidakseimbangan pembangunan di daerah dan pusat sehingga daerah tidak
mampu berkembang secara memadai. Perhatian ekonomi masyarakat juga tersedot
dimiliki oleh daerah. Otonomi daerah sebagaimana dimaksud bertujuan untuk
menyelaraskan dan memperbaiki ketidakseimbangan antara pusat dan daerah agar
memberikan peluang kepada daerah untuk mengelola secara mandiri
pembangunan dan sistem keuangan, pemberdayaan masyarakat, pelayanan kepada
masyarakat, dan peningkatan peran serta masyarakat (Azhar, 2008).
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, seorang pemimpin daerah
memiliki peran yang sangat strategis dalam memajukan daerah yang dipimpinnya.
Melalui aspirasi masyarakat, pemerintah daerah diberikan tanggung jawab untuk
menyusun anggaran guna membiayai aktivitas pemerintah yang diwujudkan
dalam pembangunan daerah dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat
(Hidayat, 2013). Anggaran daerah disebut juga sebagai Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Hamzah (2008) menyatakan bahwa anggaran daerah
adalah instrumen kebijakan pemerintah daerah yang utama. Anggaran daerah
digunakan sebagai alat untuk penentuan besaran pendapatan, pengeluaran
(belanja), perencanaan pembangunan, pembiayaan, alat bantu pengambilan
keputusan, alat evaluasi kinerja, alat koordinasi unit kerja, dan alat otoritas
pengeluaran untuk masa depan.
Mengkaji kinerja pemerintah daerah, akan berkaitan dengan kinerja
keuangan pemerintah daerah.mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah
dilakukan dengan cara membandingkan komponen-komponen yang dituangkan di
dalam laporan keuangan. Menurut Halim (2007) analisis kinerja keuangan
dilakukan dengan mengidentifikasi ciri-ciri pada laporan keuangan menggunakan
for money yang berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran
yaitu ekonomi, efektif, dan efisien.
Kinerja keuangan pemerintah daerah dapat dilihat dari laporan keuangan
pemerintah daerah itu sendiri. Pemerintah diharapkan mampu memperoleh
sumber daya yang cukup untuk memenuhi anggaran yang telah ditetapkan,
sehingga dapat digunakan untuk membiayai belanja daerah termasuk salah
satunya belanja modal. Tujuan hal tersebut adalah untuk memberikan ruang dalam
menciptakan pembangunan daerah guna memacu pertumbuhan ekonomi. Definisi
belanja modal sendiri adalah pengeluaran yang dilakukan pemerintah guna
menambah inventaris aset untuk memberikan manfaat kepada masyarakat dan
memiliki manfaat lebih dari satu tahun yang bersifat rutin (Sularso dan Restianto,
2011). Belanja modal yang telah direalisasikan nantinya diharapkan mampu
mendorong masyarakat dalam kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan
laju pertumbuhan ekonomi.
Secara umum pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan nilai tambah
barang dan jasa dari aktivitas ekonomi masyarakat dalam suatu periode tertentu
untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di suatu wilayah tertentu.
Pertumbuhan ekonomi dapat diukur melalui indikator PDRB atau produk
domestik regional bruto. Jika pertumbuhan ekonomi naik secara signifikan hal
tersebut menunjukkan bahwa tujuan dari pemerintah telah berhasil dalam
Provinsi D.I. Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang telah
menerapkan otonomi daerah dengan prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Namun pada kenyataannya, berdasarkan informasi dari BPS DIY dalam situs
http://perpustakaan.bappenas.go.id/ menyatakan bahwa pemerintah daerah
Provinsi D.I. Yogyakarta periode 2006-2013 menunjukkan kinerja yang kurang
baik. Permasalahan tersebut dapat dilihat pada grafik laju pertumbuhan ekonomi
berikut ini:
Sumber: BPS, 2013
Gambar: 1.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi PDRB ADHK 2000
Pada grafik di atas menunjukkan bahwa tingkat PDRB Provinsi D.I.
Yogyakarta tumbuh pada laju 4,78 persen per tahun. Level tersebut masih berada
di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada angka 5,9
mengurangi kesenjangan pendapatan PDRB per kapita dari rata-rata nasional.
PDRB per kapita Provinsi D.I. Yogyakarta pada tingkat wilayah menjadi daerah
yang paling rendah rasio pertumbuhannya. Dengan kenyataan bahwa tingkat
pertumbuhan penduduk yang tidak terlalu berbeda jauh antar provinsi namun
tingkat pertumbuhan PDRB perkapita memiliki perbedaan yang cukup berarti.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa provinsi D.I. Yogyakarta memiliki
kinerja yang kurang berkembang dan masih di bawah rata-rata provinsi lainnya di
Jawa dan Bali.
Pemerintah juga terlihat masih belum memprioritaskan pada investasi
pembangunan daerah. Hal ini ditunjukkan dengan relatif rendahnya rasio belanja
modal pemerintah daerah kabupten/kota dan Provinsi D.I. Yogyakarta.
Sumber: BPS, 2013
Gambar: 1.2
Berdasarkan data APBD tahun 2013, presentase belanja modal di D.I.
Yogyakarta adalah sebesar 11,91 persen dari total seluruh komponen belanja
daerah. Hal tersebut digolongkan ke dalam kisaran presentase yang rendah karena
secara umum belanja modal berdampak langsung pada perkonomian dengan
dampak yang relatif tinggi. Dapat disimpulkan bahwa komitmen pemerintah
untuk memperioritaskan investasi publik masih rendah. Dengan kenyataan pada
kondisi tersebut pemerintah belum secara optimal meningkatkan potensi daerah
melalui pembangunan jalan, listrik, irigrasi, dan prasarana transportasi lainnya
serta peningkatan kualitas sumber daya manusia SDM, sehingga terlihat dunia
usaha daerah masih belum berkembang.
Jika kebijakan pemerintah belum berjalan sesuai harapan sebagaimana
mestinya, maka dari program-program pemerintah yang berkeinginan untuk
menyukseskan otonomi daerah belum bisa terpenuhi dengan baik. Melihat kondisi
tersebut, tujuan dari kebijakan otonomi daerah di Provinsi D.I. Yogyakarta belum
sepenuhnya tercapai, dengan kata lain kabupaten/kota D.I. Yogyakarta masih
belum mampu mengimplementasikan tujuan dari otonomi daerah yang
dilimpahkan dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah dapat dikatakan belum
memaksimalkan anggaran belanja modal, sehingga laju pertumbuhan ekonomi
Provinsi D.I. Yogyakarta belum meningkat secara optimal.
Berdasarkan informasi-informasi tersebut, maka peneliti tertarik untuk
meneliti apakah kinerja keuangan berdampak pada alokasi belanja modal dan
pertumbuhan ekonomi, dengan judul “Dampak Kinerja Keuangan terhadap
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta”. Penelitian ini merupakan penelitian replikasi
dari penelitian Sularso dan Restianto (2011) dengan judul Pengaruh Kinerja
Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Hasil dari penelitian tersebut yaitu alokasi
belanja modal dipengaruhi oleh kinerja keuangan, alokasi belanja modal
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi secara
tidak langsung dipengaruhi oleh kinerja keuangan daerah. Penelitian serupa juga
pernah dilakukan oleh Arsa dan Setiawina (2015), dengan hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa derajat desentralisasi dan efektivitas PAD berpengaruh
positif pada belanja modal, sedangkan ketergantungan keuangan berpengaruh
negatif pada belanja modal. Alokasi belanja modal berpengaruh positif pada
pertumbuhan ekonomi. Tiga dari lima indikator kinerja keuangan pemerintah
daerah, berupa tingkat desentralisasi, ketergantungan keuangan, dan efektivitas
PAD, secara tidak langsung berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Pemerintah
Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali. Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan
oleh Prihastuti (2015), yang mana penelitian tersebut dilakukan di kabupaten/kota
Riau dengan hasil penelitian kinerja keuangan berpengaruh secara langsung
terhadap alokasi belanja modal, alokasi belanja modal secara tidak langsung
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dan kinerja keuangan secara
langsung dan signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Gisore et
al. (2014), menyatakan bahwa belanja modal berpengaruh signifikan terhadap
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada
periode penelitian yaitu penelitian ini dilakukan dengan periode laporan keuangan
selama tahun 2003-2014 dan objek penelitian yang akan dilakukan di
kabupaten/kota Provinsi D.I. Yogyakarta. Selain kedua hal tersebut, perbedaan
yang lain terletak pada alat ukur variabel kinerja keuangan. Penelitian ini
menggunakan tiga rasio yang dipakai yaitu rasio kemandirian, rasio
ketergantungan, dan rasio efektivitas.
B. Batasan Penelitian
Penelitian ini hanya menggunakan tiga macam rasio dalam pengukuran
kinerja keuangan, yaitu rasio kemandirian, rasio ketergantungan, dan rasio
efektivitas. Untuk mengukur kinerja keuangan dan alokasi belanja modal
penelitian ini menggunakan data dari laporan realisasi anggaran. Sedangkan untuk
mengukur pertumbuhan ekonomi menggunakan data PDRB.
Untuk mengetahui kinerja keuangan dan alokasi belanja modal penelitian
ini menggunakan data tahun 2003-2014 pada laporan realisasi anggaran
kabupaten/kota di Provinsi D.I. Yogyakarta yang diperoleh dari Direktorat Jendral
Perimbangan Keuangan melalui situs http;//www.djpk.depkeu.go.id, untuk
mengetahui pertumbuhan ekonomi menggunakan data pertumbuhan PDRB tahun
C. Rumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk membuktikkan adanya dampak kinerja
keuangan terhadap alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonmi. Adapun
rumusan masalah yang penulis ajukan adalah sebagai berikut:
1. Apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio kemandirian berpengaruh
positif terhadap alokasi belanja modal?
2. Apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio rasio ketergantungan
berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal?
3. Apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio efektifitas berpengaruh positif
terhadap alokasi belanja modal?
4. Apakah alokasi belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi?
5. Apakah alokasi belanja modal memediasi pengaruh kinerja keuangan
terhadap pertumbuhan ekonomi?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio kemandirian
berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal.
2. Untuk mengetahui apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio
3. Untuk mengetahui apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio efektivitas
berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal.
4. Untuk mengetahui apakah alokasi belanja modal berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
5. Untuk mengetahui apakah alokasi belanja modal memediasi pengaruh
kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi
E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca atau pihak-pihak lain yang berkepentingan.
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan
wawasan, informasi, pemikiran, dan ilmu pengetahuan mengenai
akuntansi sektor publik kepada pihak yang berkepentingan.
b. Sebagai pedoman bagi peneliti lain untuk penelitian selanjutnya tentang
kinerja keuangan daerah terhadap alokasi belanja modal dan prtumbuhan
ekonomi.
2. Manfaat Praktik
a. Sebagai informasi kepada pemerintah mengenai kinerja keuangan pada
kabupaten dan kota di D.I. Yogyakarta untuk menetapkan kebijakan di
13 1. Teori Agensi
Teori agensi dikemukakan oleh Anthony dan Govindarajan (1995)
sebagai hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Principal (dalam hal
ini lesgislatif) mendelegasikan tanggung jawabnya termasuk pendelegasian
otoritas pengambilan keputusan kepada agent (yang dalam hal ini adalah publik)
untuk melakukan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah
disepakati bersama.
Asumsi teori agensi terjadi di antara dua atau lebih individu, kelompok,
atau organisasi dimana kontrak antara principal dan agent tersebut dibuat
dengan harapan agen dapat melakukan tugas/pekerjaan sesuai dengan yang
diinginkan principal sehingga hal ini menimbulkan konflik kepentingan antara
pihak principal dan agent. Teori agensi mengakibatkan hubungan yang asimetri
antara pemilik dan pengelola. Untuk menghindari hubungan yang asimetri
tersebut diperlukan suatu konsep yaitu konsep Good Corporate Governance
yang bertujuan untuk menjadikan perusahaan menjadi sehat.
2. Otonomi Daerah
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, otonomi daerah adalah
hak, wewenang, kekuasaan dan kewajiban bagi pemerintah daerah untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangga pemerintah dan kebutuhan
kata lain, otonomi daerah merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah untuk secara mandiri mengatur dan mengelola
sistem pemerintahan dan bertujuan untuk memajukan serta mensejahterakan
masyarakat. Pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengurus seluruh
urusan pemerintahan kecuali urusan politik luar negeri, keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, dan agama.
Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau
susunan pemerintahan yaitu semua urusan pemerintahan di luar urusan
pemerintah pusat meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan,
penataan ruang, perencanaan pembangunan, perhubungan,lingkungan hidup,
pertanahan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial,
ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, koperasi dan usaha kecil dan menengah,
penanaman modal, kebudayaan dan pariwisata, kepemudaan dan olah raga,
kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, otonomi daerah, pemerintahan umum,
administrasi keuangan daerah, perangkat daerah kepegawaian, dan persandian,
pemberdayaan masyarakat dan desa, statistik, kearsipan, dll.
3. Keuangan Daerah
Definisi keuangan daerah dijelaskan dalam PP Nomor 58 tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, menjelaskan bahwa keuangan daerah
adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
bentuk kekayaan daerah tersebut, dalam susunan kerangka Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah.
Halim (2007) menjelaskan bahwa sumber pendapatan daerah diperoleh dari:
1. Pendapatan Asli Daerah
a. Pajak Daerah
Pajak daerah meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak
reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan,
pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan
bangunan (PBB) perdesaan dan perkotaan, bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB)
b. Retribusi Daerah
Retribusi daerah meliputi retribusi jasa umum, retibusi jasa usaha, dan
perizinan tertentu.
c. Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meliputi bagian laba
atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN, dan bagian laba
atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha
d. PAD lain-lain yang sah
PAD lain-lain yang sah meliputi hasil penjualan kekayaan Daerah yang
tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan keuntungan selisih
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dll.
2. Dana Perimbangan
a. Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil bersumber dari pajak negara meliputi pajak bumi dan
bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan
pajak penghasilan (PPh) pasal 25 dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi
dalam negeri dan pph pasal 21. Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber
daya alam meliputi, sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, sektor
perikanan, sektor pertambangan minyak bumi, sektor pertambangan gas bumi,
dan sektor pertambangan panas bumi.
b. Dana Alokasi Umum
Dana alokasi umum merupakan dana yang bersumber dari APBN yang
bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah atau
mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar-daerah melalui
penerapan formula tertentu. DAU suatu daerah ditentukan atas alokasi dasar
dan besar kecilnya celah fiskal suatu daerah. Alokasi dasar dihitung
berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah (belanja pegawai daerah)
pada daerah yang bersangkutan. Sedangkan celah fiskal merupakan selisih
c. Dana Alokasi Khusus
Dana alokasi khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari
APBN yang dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan
khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan
prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu
atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.
2. Pendapatan daerah lain yang sah
Pendapatan daerah lain yang sah meliputi hibah, dana darurat, dana
penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah, dana
bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota,dan bantuan keuangan
dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya
4. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Kinerja merupakan gambaran pencapaian dari rangkaian proses kegiatan
dalam upaya menciptakan tujuan suatu organisasi maupun individu (Sularso dan
Restianto, 2011). Kinerja organisasi dikatakan baik apabila hasil yang dicapai
sesuai dengan target yang diinginkan. Apabila pencapaiannya mencapai target
artinya kinerja tersebut dikatakan baik, sedangkan apabila pencapaiannya kurang
dari target maka kinerjanya dianggap buruk. Terkait dengan kinerja yang perlu
diperhatikan adalah pengkuran kinerja. Kinerja keuangan adalah suatu pengukur
Organisasi sektor publik dalam hal ini adalah pemerintah daerah
merupakan organisasi yang memberikan pelayanan publik kepada masyarakat
dengan sebaik-baiknya dalam aspek pendidikan, kesehatan, pelayanan umum,
kemanan, penegakan hukum, pelayanan transpotasi dan lain sebagainya.
Pemerintah memiliki kewajiban untuk melaporkan hasil kinerjanya kepada
masyarakat karena masyarakat merupakan salah satu pemangku kepentingan
dari organisasi sektor publik. Sehingga pemerintah daerah tidak hanya
menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat saja
melainkan juga kepada masyarakat luas. Melalui laporan keuangan para
stakeholder dapat menilai apakah pemerintah sudah menjalankan tugasnya
dengan baik atau belum (Prihastuti, 2015). Oleh karena itu, diperlukan suatu alat
pengukur kinerja yang perlu digunakan sistem pengendalian manajemen dalam
organisasi publik sehingga mudah dalam penilaian pencapaian suatu strategi
pemerintah melalui alat ukur finansial maupun non finansial.
Halim (2007) menyatakan bahwa analisis keuangan adalah usaha
mengidentifikasi aspek-aspek keuangan berdasarkan laporan yang tersedia untuk
tiap periodenya. Pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah dapat diukur
dengan menilai efesiensi atas realisasi dari alokasi yang dilakukan pemerintah
terhadap suatu anggaran. Pengukuran kinerja keuangan pemerintah dapat
menggunakan beberapa ukuran kinerja yaitu rasio derajat desentralisasi, rasio
kemandirian, rasio katergantungan, rasio efektivitas, rasio efisien, debt service
coverage ratio, dan derajat kontribusi BUMD. Dalam penelitian ini akan
1. Rasio Kemandirian
Pengertian kemandirian daerah yang tertuang dalam Undang-Undang No.
32 Tahun 2004 yaitu kemampuam pemerintah daerah dalam mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Sedangkan menurut Halim (2007), kemandirian keuangan daerah
adalah kemampuan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan dari sumber PAD. Menurut Halim (2007), rasio
kemandirian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
2. Ketergantungan Keuangan
Ketergantungan keuangan pemerintah daerah ditunjukkan dengan
seberapa besar transfer pusat terhadap total keseluruhan pendapatan daerah.
Semakin tinggi rasio ini membuktikan bahwa semakin besar daerah bergantung
pada pusat (Sularso dan Restianto, 2011).
Menurut Sularso dan Restianto (2011), ketergantungan keuangan dapat
diukur dengan rumus:
3. Rasio Efektivitas
Efektivitas dari pemerintah daerah adalah apabila tujuan pemerintah
daerah tersebut dapat dicapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Menurut
Sularso dan Restianto (2011), rasio efektivitas menggambarkan realisasi
Rasio Kemandirian =Transfer Pusat + Pinjaman ×PAD %
penerimaan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target penerimaan
PAD yang dianggarkan berdasarkan potensi dari daerah. Semakin baik tingkat
efektivitas artinya kemampuan daerah dalam merealisasikan penerimaan PAD
semakin tinggi dibandingkan dengan penerimaan PAD yang ditargetkan.
Menurut Halim (2007), rasio efektivitas dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
5. Alokasi Belanja Modal
Menurut Halim (2007), pengertian belanja modal adalah pengeluaran
anggaran dalam rangka pembentukan modal atau penambahan aset/inventaris
yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal
menurut Sularso dan Restianto (2011) dapat dikategorikan ke dalam dua
kelompok yaitu belanja publik dan belanja aparatur. Belanja publik merupakan
belanja modal yang manfaatnya dirasakan oleh masyarakat, seperti
pembangunan jembatan, pendirian rumah sakit, pembelian mobil ambulan, dll.
Sedangkan, belanja aparatur merupakan belanja modal yang manfaatnya akan
dirasakan oleh aparatur pemerintah, seperti pembangunan kantor dewan,
pembelian mobil dinas, dll. Belanja modal dikategorikan ke dalam lima kategori
utama, yaitu belanja modal tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja
modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan, dan
belanja modal fisik lainnya (Halim, 2007).
1. Belanja modal tanah
Belanja modal tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk
pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah,
pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan
pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai
tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
2. Modal peralatan dan mesin
Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas
peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari
12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi
siap pakai.
3. Belanja modal gedung dan bangunan
Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran
untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan
bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja jalan, irigasi dan jaringan
Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan
pembangunan, pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk
menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi
siap pakai.
5. Belanja modal fisik lainnya
Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan,
pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan
kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,
dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal
kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan
barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
Indikator alokasi belanja modal menurut Sularso dan Restianto (2011)
diukur dengan rumus:
6. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita yang
secara terus menerus dalam jangka panjang dan merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan di dalam suatu daerah. Semakin tinggi tingkat
pertumbuhan ekonomi maka akan semakin tinggi pula kesejahteraan masyarakat
(Sukirno, 2011). Menurut Wong (2004) pertumbuhan ekonomi akan
mengisyaratkan aktivitas ekonomi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di
suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun
atas dasar harga konstan. PDRB merupakan jumlah nilai tambah barang dan jasa
yang dihasilkan oleh suatu daerah dari seluruh kegiatan ekonomi pada periode
tertentu dan biasanya satu tahun. Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini
diproksi dengan PDRB per kapita.
Menurut Sukirno (2011) faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan
ekonomi adalah tanah dan kekayaan alam lainnya, jumlah dan mutu dari
penduduk dan tenaga kerja, barang-barang modal dan tingkat teknologi, dan
sistem sosial dan sikap masyarakat.
1. Tanah dan kekayaan alam lainnya
Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan
iklim dan cuaca, jumlah serta hasil hutan dan laut yang diperoleh, dan jumlah
kekayaan barang tambang. Kekayaan alam ini akan dapat mempermudah usaha
untuk mengembangkan perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa
permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi. Apabila negara memiliki kekayaan
alam yang dapat diusahakan dengan menguntungkan maka hambatan kekurangan
modal, kekurangan SDM, pasar yang terbatas dapat diatasi dan pertumbuhan
ekonomi dipercepat.
2. Jumlah dan mutu dari penduduk kerja dan tenaga kerja
Penduduk yang brtambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong
maupun penghambat kepada perkembangan ekonomi. Pendudul yang bertambah
akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan
suatu negara produksinya bertambah. Selain itu sebagai akibat pendidikan,
tinggi. Hal ini akan menyebabkan produktivitas bertambah dan selanjutnya akan
menimbulkan pertambahan produksi yang lebih cepat daripada pertambahan
tenaga kerja. Luasnya kegiatan ekonomi yang dilakukan di suatu negara juga
bergantung pada jumlah pengusaha di dalam ekonomi.apabila tersedianya
pengusaha dalam sejumlah penduduk tertentu adalah lebih banyak, maka lebih
banyak kegiatan ekonomi yang dijalankan.
3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi
Barang modal berperan penting dalam mempertinggi keefisienan
pertumbuhan ekonomi. Masyarakat yang belum maju sekalipun juga akan
diperngaruhi dengan barang modal yang digunakan dalam berkegiatan ekonomi.
Tanpa adanya alat-alat untuk menangkap ikan dan berburu, cocok tanam,
mengambil hasil dari hutan, masyarakat yang kurang maju akan mendapatkan
kesusahan yang lebih banyak jika tidak memiliki alat-alat tersebut. Pertumbuhan
ekonomi dunia telah mencapai tingkat yang tinggi, yaitu lebih modern daripada
kemajuan yang dicapai oleh suatu masyarakat yang masih belum berkembang.
Barang-barang modal dan teknologi yang modern memegang peran yang penting
dalam mewujudkan kemajuan ekonomi yang tinggi.
4. Sistem sosial dan sikap masyarakat
Sistem sosial dan sikap masyarakat penting peranannya dalam
mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Adat istiadat yang tradisional dapat
menghambat masyarakat untuk menggunakan cara memproduksi modern dan
Sikap masyarakat juga dapat menentukan sampai di mana pertumbuhan
ekonomi dapat dicapai. Sebagian masyarakat terdapat sikap masyarakat yang
dapat memberikan dorongan besar kepada pertumbuhan ekonomi. Sikap yang
demikian itu antara lain adalah sikap erhemat yang bertujuan untuk
mengumpulkan lebih banyak investasi, sikap menghargai kerja keras dan kegiatan
untuk mengembangkan uaha, dan sikap yang selalu berusaha untuk menambah
pendapatan dan keuntungan.
Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diproksi dengan PDRB per
kapita, yang dihitung dengan rumus:
B. Hipotesis
1. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal
1.1Pengaruh Kemandirian Daerah terhadap Alokasi Belanja Modal
Kemandirian pemerintah daerah terlihat dari seberapa besar tingkat
penerimaan PAD dibanding penerimaan dari pusat atau dana perimbangan.
Semakin tinggi angka rasio kemandirian keuangan ini maka dapat dikatakan
bahwa kemampuan daerah dalam mengumpulkan PAD juga akan relatif tinggi.
Terlihat bahwa kemandirian keuangan yang baik tercermin dari kinerja
pemerintah dalam menggali potensi yang dimiliki daerah sehingga
menimbulkan kemandirian masyarakat dan dapat melimpahkan hasil
perekonomian yang berdampak pada peningkatan penerimaan pendapatan
Pertumbuhan Ekonomi = PDRBt − PDRBPDRB t−1
daerah. Dengan penerimaan daerah dari PAD yang mencukupi, maka dana
yang dialokasikan untuk alokasi belanja modal akan semakin baik.
Sularso dan Restianto (2011), menyatakan bahwa kinerja keuangan
berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Hasil tersebut sejalan dengan
penelitian Utomo (2012), bahwa kemandirian daerah mempunyai pengaruh
signifikan terhadap alokasi belanja modal. Prihastuti (2011) juga menyatakan
bahwa kinerja keuangan berdasarkan kemandirian keuangan secara langsung
berdampak pada perubahan alokasi belanja modal. Gerungan (2015)
kemandirian daerah berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal di
Provinsi Sulawesi Utara. Sedangkan Jiwatami (2013), menyatakan bahwa
kemandirian daerah berpengaruh negatif terhadap alokasi belanja modal.
Berdasarkan uraian tersebut diturunkan hipotesis sebagai berikut:
H1: Kemandirian daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja
modal.
1.2Pengaruh Ketergantungan Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal
Penerimaan pendapatan daerah dapat berupa dana perimbangan yaitu
dana transfer dari pusat yang dijadikan insentif dalam penerimaan daerah.
Dana transfer yang semakin menurun dapat dikatakan bahwa daerah semakin
mandiri sehingga dapat mengalokasikan belanja modal yang lebih besar.
Hasil penelitian Sularso dan Restianto (2011), menunjukkan bahwa
di Jawa Tengah berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Hidayat (2013)
menyatakan bahwa ketergantungan keuangan tahun lalu berpengaruh
signifikan dengan arah negatif terhadap alokasi belanja modal tahun
berikutnya. Ketergantungan keuangan berpengaruh signifikan dengan arah
negatif terhadap alokasi belanja modal di Provinsi Bali (Martini dan
Dwirandra, 2015). Arsa dan Setiawina (2015) ketergantungan keuangan
berpengaruh negatif terhadap alokasi belanja modal. Gerungan (2015)
ketergantungan keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap alokasi
belanja modal. Berdasarkan uraian tersebut maka diturunkan hipotesis sebagai
berikut:
H2: Ketergantungan keuangan berpengaruh negatif terhadap alokasi
belanja modal.
1.3Pengaruh Efektivitas PAD terhadap Alokasi Belanja Modal
Salah satu sumber pendapatan daerah dalam Undang-undang No. 32
tahun 2004, adalah PAD yang terdiri dari hasil pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang
sah. Kemampuan daerah untuk menerapkan sistem desentralisasi adalah ketika
daerah tersebut memperoleh PAD sesuai target yang dianggarkan. Untuk
meningkatkan pelayanan publik, melalui penerimaan PAD diharapkan dapat
disalurkan pada investasi dan pemeliharaan infrastruktur daerah.
Penelitian Arsa dan Setiawina (2015), menyatakan bahwa efektivitas
penelitian Gerungan (2015), bahwa efektivitas PAD berpengaruh signifikan
terhadap alokasi belanja modal. Martini dan Dwirandra (2015) rasio efektivitas
PAD berpengaruh positif namun tidak signifikan pada alokasi belanja modal.
Hidayat (2013) efektivitas PAD berpengaruh signifikan pada alokasi belanja
modal. Berdasarkan uraian tersebut diturunkan hipotesis sebagai berikut:
H3: Efektivitas PAD berpengaruh positif terhadap alokasi belanja
modal.
2. Pengaruh Alokasi Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Belanja modal merupakan pengeluran yang dilakukan untuk pengadaan,
penambahan, dan pengelolaan aset atau inventaris daerah yang bertujuan untuk
memberikan manfaat kepada masyarakat. Masyarakat melakukan aktivitas
ekonomi dengan lancar apabila mendapat infrastruktur dan pelayanan umum
yang memadai dari pemerintah.
Penelitian Hidayat (2013) menyatakan bahwa alokasi belanja modal
secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Arsa dan
Setiawina (2015), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa alokasi belanja
modal berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Nkechukwu dan Okoh
(2013) belanja modal pada pendidikan dan pembangunan jalan berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Belanja modal berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara berkembang (Bose, 2007).
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Afrika. Berdasarkan
uaraian tersebut, diajukan hipotesis sebagai berikut:
H4: Alokasi belanja modal berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
3. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi yang dimediasi oleh Alokasi Belanja Modal
Kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk mengamati kinerja
masa lalu sehingga diperoleh posisi keuangan sebagai cerminan realitas suatu
entitas dan potensi kerja di masa yang berkelanjutan (Suwandi dan Tahar,
2015). Semakin baik kinerja yang dihasilkan maka akan semakin baik dalam
pemenuhan belanja modal untuk mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonomi.
Rasio kemandirian daerah akan menggambarkan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pembayaran pajak dan retribusi daerah. Rasio kemandirian
juga menggambarkan seberapa peduli masyarakat dalam pembangunan daerah
(Suwandi dan Tahar, 2015). Semakin tinggi kemandirian, semakin tinggi
partisipasi masyarakat dan akan tersedia dana untuk alokasi belanja modal.
Dengan direalisasikan alokasi belanja modal tingkat pembangunan daerah akan
naik dan pertumbuhan ekonomi juga semakin membaik. Martini dan
Dwirandra (2015), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemandirian
daerah berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tingginya angka dana perimbangan pada laporan keuangan pemerintah
Semakin tinggi rasio ketergantungan artinya daerah semakin bergantung pada
pemerintah pusat begitu juga sebaliknya. Jika dana perimbangan meningkat
akan berpengaruh terhadap jumlah pendapatan daerah, sehingga akan
berpengaruh pula terhadap pengalokasian belanja modal. Menurut Suwandi
dan Tahar (2015), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa alokasi belanja
modal memediasi pengaruh kinerja keuangan berdasarkan ketergantungan
keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Rasio efektivitas menggambarkan tingkat keberhasilan daerah dalam
mencapai pendapatan PAD atau bahkan lebih dari anggaran yang telah
direncanakan. Dengan terpenuhinya pendapatan asli daerah maka akan
semakin baik untuk pemenuhan belanja daerah dan akan mampu memperbaiki
tingkat pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian Arsa dan Setiawina (2015)
yaitu tiga dari pengukuran kinerja keuangan derajat desentralisasi,
ketergantungan keuangan, dan efektivitas PAD memiliki pengaruh tidak
langsung terhadap pertumbuhan ekonomi melalui alokasi belanja modal.
Secara umum alokasi belanja modal memperkuat hubungan antara kinerja
keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi (Sukarmi dan Budiasih, 2016).
Berdasarkan uraian tersebut diturunkan hipotesis sebagai berikut :
H5: Alokasi belanja modal memediasi hubungan antara kemandirian
daerah terhadap pertumbuhan ekonomi.
H6: Alokasi belanja modal memediasi hubungan antara
H7: Alokasi belanja modal memediasi hubungan antara kemandirian
daerah terhadap pertumbuhan ekonomi.
Model penelitian yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah
seperti pada gambar berikut ini:
Keuangan Daerah
Gambar: 2.1 Model Penelitian
Keterangan:
X1 = Kemandirian Daerah X2 = Ketergantungan Keuangan X3 = Efektivitas PAD
Z = Alokasi Belanja Modal Y = Pertumbuhan Ekonomi
(Y)
Pertumbuhan Ekonomi
(Z)
Alokasi Belanja Modal
(+ (X1)
Kemandirian Daerah
(X3)
Efektivitas PAD
(X2)
Ketergantungan Keuangan
(+)
(+)
(-)
(+) (-)
[image:45.595.95.536.244.421.2]32
Objek penelitian dampak kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal
dan pertumbuhan ekonomi adalah laporan keuangan pemerintah daerah
kabupaten/kota Provinsi D.I. Yogyakarta yang berjumlah 1 kota dan 4 kabupaten
yang terdiri dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul,
Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunung Kidul. Penelitian ini memiliki
objek penelitian dengan rentang waktu selama 12 tahun yaitu pada tahun
2003-2014. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan
masalah, gejala, atau kejadian saat sekarang dengan langkah-langkah; 1)
perumusan masalah, 2) penentuan jenis informasi yang diperlukan, 3) menentukan
prosedur pengumpulan data, 4) menentukan prosedur pengolahan data, dan 5)
menarik kesimpulan penelitian (Nazir, 1999).
B. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
diperoleh dan dikumpulkan dari hasil yang dipublikasikan oleh Dirjen
Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah berupa laporan realisasi anggaran dan
C. Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten/kota Provinsi
D.I. Yogyakarta. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode sensus. Metode sensus adalah mengambil seluruh populasi
dalam penelitian, yaitu seluruh kabupaten/kota Provinsi D.I. Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan data berupa laporan realisasi anggaran sebagai dasar
dalam perhitungan rasio kinerja keuangan dan data PDRB sebagai informasi
mengenai laju pertumbuhan ekonomi.
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan merupakan hasil pencapaian kinerja yang diukur
dengan rasio keuangan. Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Rasio Kemandirian
Rasio kemandirian adalah kemampuan daerah dalam membiayai sendiri
kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang
telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber penerimaan pendapatan
daerah.
Menurut Halim (2007), rasio kemandirian dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
b. Ketergantungan Keuangan
Ketergantungan keuangan menunjukkan transfer dari pusat terhadap
total pendapatan daerah. Semakin tinggi ketergantungan keuangan maka
semakin tinggi pula ketergantungan daerah kepada pusat dalam memenuhi
pendapatan daerah. Menurut Sularso dan Restianto (2011), ketergantungan
keuangan dapat diukur dengan rumus:
c. Rasio Efektivitas
Rasio efektivitas adalah kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang telah
ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Menurut Halim (2007), rasio
efektivitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
2. Alokasi Belanja Modal
Halim (2007) menyatakan bahwa belanja modal digunakan untuk
pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan
pemerintahan maupun untuk pemberian fasilitas kepada publik. Nilai aset tetap
berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli atau harga
Rasio Efektivitas =Realisasi PADTarget PAD × %
perolehan ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan atau
pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan.
Indikator alokasi belanja modal menurut Sularso dan Restianto (2011)
diukur dengan rumus:
3. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita yang
terus menerus dalam jangka panjang dan merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan daerah, makin tingginya pertumbuhan ekonomi maka
semakin tinggi pula kesejahteraan masyarakat pada daerah tersebut (Sukirno,
2011).
Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diproksi dengan PDRB per
kapita, yang dihitung dengan rumus:
E. Analisis Data 1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau
deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), median, standar
deviasi, maksimum, dan minimum. Dalam penelitian ini variabel yang
Alokasi Belanja Modal =Total Belanja dalam APBD ×Belanja Modal %
Pertumbuhan Ekonomi = PDRBt − PDRBPDRB t−1
digunakan adalah kinerja keuangan, alokasi belanja modal, dan pertumbuhan
ekonomi.
2. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk memeriksa agar tidak terdapat
pelanggaran asumsi klasik terhadap model regresi. Pelanggaran klasik akan
menyebabkan koefisien-koefisien regresi yang memiliki standar error yang besar
sehingga mengurangi kehandalan estimasi parameter dan menyebabkan hasil
statistik tidak akurat. Pengujian ini dilakukan dalam beberapa analisis yaitu uji
normalitas, uji multikolonieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.
a. Uji Normalitas
Normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah data
penelitian berasal dari populasi yang normal. Uji normalitas perlu dilakukan
karena semua perhitungan statistik parametrik memiliki asumsi normalitas. Uji
asumsi normalitas menggunakan Kolmogrov-Smirnov. Analisisnya dengan
menggunakan program SPSS dengan melihat nilai Z atau nilai Sig. dari tabel.
Jika nilai Sig > a, maka dapat dikatakan bahwa data yang disajikan normal. Jika
nilai Sig < a maka dapat disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah situasi adanya korelasi antara variabel-variabel
independen. Uji multikolinearitas perlu untuk mengetahui apa tidaknya korelasi
dalam penelitian ini menggunakan Variance Inflation Factor (VIF). Kriteria
yang digunakan untuk pengujian ini yaitu jika nilai VIF < 10, maka tidak terjadi
multikolinearitas antara variabel independen.
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah varian residual yang tidak konstan pada
regresi sehingga akurasi hasil produksi menjadi meragukan. Uji
heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan lain. Heteroskedastisitas
merupakan keadaan yang menggambarkan seluruh faktor gangguan tidak
memiliki varian yang sama untuk seluruh pengamatan atas variabel independen.
Dalam penelitian ini uji yang digunakan untuk mendeteksi adanya
heteroskedastisitas dalam model regresi adalah metode Glejser, yaitu dengan
meregresikan seluruh variabel independen dengan nilai mutlak (absolute) dari
nilai residual sehingga diperoleh probability value. Krtiteria pengujiannya
adalah jika probability value < 0,05 maka terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya,
jika probability value > 0,05 maka pengujian bebas heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu
periode t dengan periode sebelumnya (t-1). Uji autokorelasi dilakukan pada time
series (runtut waktu) dan tidak perlu dilakukan pada cross section seperti pada
penelitian yang menggunakan kuesioner di mana pengukuran semua variabel
menggunakan uji autokorelasi dengan cara uji statistik Durbin-Watson.
Pengujian dikatakan bebas autokorelasi apabila angka D-W di antara -2,5 dan
2,5 (Singgih, 2010).
3. Uji Hipotesis
a. Uji Kecocokan Model atau Koefisien Determinasi
Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh secara simultan variabel
bebas pada variabel terikatnya, dimana jika variabel bebas memiliki pengaruh
secara simultan pada variabel terikat maka model persamaan regresi masuk
dalam kriteria cocok atau fit. Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
b. Uji t
Uji hipotesis menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara parsial dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat pada hasil regresi yang dilakukan
dengan program regresi linear, yaitu dengan membandingkan tingkat
masing-masing variabel bebas dengan α = 0,05. Pengujian intervening dalam penelitian
ini dapat diterima apabila hasil pengujian signifikan < 0,05. Sebaliknya, jika
signifikan > 0,05 maka intervening dinyatakan gagal. Rumus persamaan regresi
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
ABM = β2 KD - β2KK + β2EPAD + ε PT = β1 KD- β1 KK+ β1EPAD + β3 BM + ε
ABM = Alokasi Belanja Modal KD = Kemandirian Daerah KK = Ketergantungan Keuangan EPAD = Efektivitas PAD
PE = Pertumbuhan Ekonomi
40
A. Gambaran Umum Subjek/Objek Penelitian
D.I. Yogyakarta merupakan daerah dengan luas 3.2 ribu km2. Secara
administratif D.I. Yogyakarta terdiri dari 1 kota madya dan 4 kabupaten.
Masing-masing daerah memiliki daya tarik yang berbeda-beda karena memiliki beragam
potensi dan budaya. Salah satu masalah dalam pembangunan antara kabupaten
dan kota di D.I. Yogyakarta adalah pembangunan yang tidak merata. Selain
dikarenakan perbedaan potensi daerah, hal tersebut juga dikarenakan perbedaan
kemampuan pembangunan fiskal dan kebijakan pemerintah daerah di
masing-masing kabupaten dan kota.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa Laporan Realisasi
Anggaran Pemda D.I. Yogyakarta dari tahun 2003-2014. Subjek penelitian ini
adalah setiap kabupaten di Provinsi D.I. Yogyakarta di mana terdapat 4 (empat)
kabupaten dan 1 (satu) kota yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul,
Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo dan Kota Yogyakarta.
Provinsi D. I. Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa. Variabel
penelitian dalam penelitian ini antara lain kemandirian daerah, ketergantungan
keuangan, efektivitas pad, alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonomi
B. Uji Kualitas Instrumen 1. Statistik Deskriptif
Penelitian ini memiliki lima variabel antara lain kemandirian daerah (KD),
ketergantungan keuangan (KK), efektivitas PAD (EPAD), alokasi belanja modal
(ABM), dan pertumbuhan ekonomi (PE). Untuk mendeskripsikan dan menguji
pengaruh antara variabel bebas, variabel intervening, dan variabel terikat, berikut
ini disajikan deskripsi data mengenai minimum, maksimum, mean, dan standar
[image:55.595.125.516.409.512.2]deviasi yang telah diolah dengan program SPSS 22:
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif
Sumber: Output SPSS
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kemandirian daerah memiliki
nilai minimal 5,0301 dan nilai maksimal 70,9095 dengan nilai rata-rata 17,909880
dan standar deviasi 13,9914667. Kabupaten yang memiliki nilai terendah adalah
Kabupaten Gunung Kidul tahun 2007, sementara yang memiliki nilai tertinggi
adalah Kota Yogyakarta pada tahun 2015. Semakin tinggi presentase rasio
kemandirian maka akan semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam memenuhi
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KD 60 5,0301 70,9095 17,909880 13,9914667
KK 60 45,4680 94,1537 79,985390 12,0723148
EPAD 60 88,1021 176,3520 115,979445 17,3299343
ABM 60 4,5244 28,9606 13,205827 4,3979172
PE 60 3,7891 35,3279 12,215810 4,7749658
kewajiban membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen
utama PAD (Halim, 2007).
Nilai rata-rata ketergantungan keuangan kabupaten/kota D.I.Yogyakarta
tahun 2003-2014 adalah sebesar 79,985390 dengan nilai berkisar antara 45,4680–
94,1537 dan standar deviasi 12,0723148. Kabupaten yang memiliki nilai terendah
adalah Kota Yogyakarta tahun 2014 dan kabupaten yang memiliki nilai tertinggi
adalah Kabupaten Gunung Kidul tahun 2006. Semakin tinggi angka rasio ini maka
ketergantungan daerah terhadap transfer dari pusat juga relatif tinggi (Halim,
2007). Dengan melihat nilai rata-rata rasio ketergantungan keuangan tersebut
terlihat bahwa kabupaten/kota di D.I. Yogyakarta masih bergantung terhadap
pemerintah provinsi dengan presentase yang relatif tinggi.
Nilai rata-rata efektivitas PAD kabupaten/kota D.I. Yogyakarta tahun
20032014 adalah sebesar 115,97944 dengan nilai berkisar antara 88,1021
-176,3520 dan standar deviasi 17,3299343. Kabupaten yang memiliki nilai
terendah adalah Kabupaten Kulon Progo tahun 2009 dan kabupaten yang
memiliki nilai tertinggi adalah Kabupaten Gunung Kidul tahun 2014. Nilai
rata-rata sebesar 110,56639 memiliki arti bahwa kemampuan kabupaten/kota di D.I.
Yogyakarta sangat efektif dalam merealisasikan PAD dibanding target yang telah
ditentukan.
Nilai rata-rata alokasi belanja modal kabupaten/kota D.I. Yogyakarta tahun
2003-2014 adalah sebesar 13,205827 dengan nilai berkisar antara 4,5244-28,9606
dan standar devasi 4,3979172. Kabupaten yang memiliki nilai terendah adalah
adalah Kabupaten Bantul tahun 2008. Kontribusi alokasi belanja modal akan
terlihat pada pembangunan daerah, karena dengan belanja modal akan
mewujudkan pembangunan infrastruktur seperti pembuatan jalan dan rumah sakit.
Oleh sebab itu, alokasi belanja modal yang memadai akan berdampak pada
terpenuhinya infrastruktur daerah.
Nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota D.I. Yogyakarta
tahun 2003-2014 adalah sebesar 12,215810 dengan nilai yang berkisar antara
3,7891-35,3279 dan standar deviasi 4,7749658. Kabupaten yang memiliki nilai
terendah adalah Kabupaten Kulon Progo tahun 2014 dan kabupaten yang
memiliki nilai tertinggi adalah Kabupaten Bantul tahun 2015.
2. Uji Asumsi Klasik
Berikut adalah model persamaan dalam penelitian ini:
Persamaan 1: ABM = β2 KD - β2KK + β2EPAD + ε
Persamaan 2: PT = β1 KD- β1 KK+ β1EPAD + β3 BM + ε
a. Hasil Uji Asumsi Klasik Persamaan 1
1) Uji Normalitas
Tabel 4.2
Uji Normalitas Persamaan 1
Sumber: Output SPSS
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, hasil uji normalitas menunjukkan nilai
Asymp sig 0,200 lebih besar dari signifikansi sebesar 0,05 (0,200>0,05), maka
dapat disimpulkan bahwa data residual dalam penelitian berdistribusi normal.
2) Uji Multikolinearitas
Tabel 4.3
Uji Multikolinearitas Persamaan 1
Sumber: Output SPSS
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, hasil pengujian multikolinearitas
menunjukkan keseluruhan nilai VIF variabel Kemandirian Daerah,
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 60
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 4,30705929
Most Extreme Differences Absolute ,077
Positive ,077
Negative -,053
Test Statistic ,077
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 22,740 14,186 1,603 ,115
KD -,107 ,091 -,340 -1,173 ,246 ,204 4,906
KK -,119 ,118 -,326 -1,003 ,320 ,163 6,15