Komang Mahadewi Sandiasih
ABSTRACT
This study aims to determine the relationship between transformational leadership and the Big Five Personality. Subjects were students who are currently or have ever served as a leader in an organization, event, or community. Retrieving data using the model questionnaire in the form of scale. Transformational leadership is measured using a transformational leadership’s scale that made by researcher with 49 items and the reliability is 0.856. Meanwhile, Big Five Personality is measured using Bipolar Transparent Inventory Inventory (TBI) with 55 items and the reliability is 0, 917. Data were analyzed using Pearson Product Moment test. The results indicate that there are positive and significant relationship between transformational leadership with extraversion, agreeableness, conscientiousness, and openness to experience dimension in the Big Five. While, there are negative and significant relationships was found between transformational leadership with neuroticism dimension in the Big Five.
Komang Mahadewi Sandiasih
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan transformasional dan dimensi kepribadian Big Five. Subjek adalah mahasiswa yang pernah maupun yang sedang menjabat sebagai ketua dalam suatu organisasi. Pengambilan data menggunakan model kuesioner berupa skala. Kepemimpinan transformasional diukur menggunakan skala kepemimpinan transformasional yang dibuat peneliti dengan jumlah 49 item dan reliabilitas sebesar 0,856. Sedangkan, Big Five Personality diukur menggunakan Transparent Bipolar Inventory
(TBI) dengan jumlah item sebanyak 55 dan reliabilitas sebesar 0, 917. Teknik analisis data menggunakan pengujian
Pearson Product Moment. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan transformasional dan dimensi kepribadian extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan openness to experience dalam Big Five. Hubungan negatif dan signifikan ditemukan antara kepemimpinan transformasional dan dimensi kepribadian neuroticism dalam Big Five.
HUBUNGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN DIMENSI KEPRIBADIAN BIG FIVE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Komang Mahadewi Sandiasih
129114156
PROGRAM STUDI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
HALAMAN MOTTO
“God is able
He will never fail”
Nrimo ing pandum, dilakoni, ditelateni.
Rasah kokean ngopeni howo, rasah kokean nggresulo, rasah kengguh tonggo. Sing di jaluk ora mesti dikabulke, sing dibutuhke ora kudu opo sing ono ing penjaluke.
Sing di wenenhke kui rezeki, ing pancobaning kui rezeki, ing sengkleh kesemu pedot ing semangat kui rezeki.
Opo wae peparingane Gusti kui rezeki.
Peparingane Gusti kui mesti luwih dowo hikmahe ketimbang akal pikirmu. Sing bab olo durung tentu becik, sing becik kadang justru malah olo.
Dilakoni rasah kokean kosik, ndang dirampungke rasah kokean engko. Pie ndang kon rampung nek isih kosik terus engko.
Sing sabar, sing jembar penyimpule, sing giat. Kabeh ono titi wancine.
“It’s a slow process, but quiting won’t speed it up.” “Some days it’s hard to find motivation, some days motivation finds you” “Always fight, until you can’t anymore, and then be fought for.”
“Always be a work in progress.” –Emily Lillian-
“In the end, you realize that it’s not about hitting an achievement or being proud
of what you did.
Its about being able to wait. Waiting, being patient, working, and trusting that life will slowly inch along and things will eventually get better. After all, change takes
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya pertama dan satu-satunya ini saya persembahkan kepada:
Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
yang selalu menunjukkan kemungkinan di dalam ketidakmungkinan yang saya hadapi
Orang tua dan kedua kakak saya,
yang tidak pernah lelah memberikan dukungan serta doa mereka kepada saya
Saudara, sahabat, dan teman-teman saya,
HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN DIMENSI KEPRIBADIAN BIG FIVE
Komang Mahadewi Sandiasih
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan transformasional dan dimensi kepribadian Big Five. Subjek adalah mahasiswa yang pernah maupun yang sedang menjabat sebagai ketua dalam suatu organisasi. Pengambilan data menggunakan model kuesioner berupa skala. Kepemimpinan transformasional diukur menggunakan skala kepemimpinan transformasional yang dibuat peneliti dengan jumlah 49 item dan reliabilitas sebesar 0,856. Sedangkan, Big Five Personality diukur menggunakan Transparent Bipolar Inventory (TBI) dengan jumlah item sebanyak 55 dan reliabilitas sebesar 0, 917. Teknik analisis data menggunakan pengujian Pearson Product Moment. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan transformasional dan dimensi kepribadian extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan openness to experience dalam Big Five. Hubungan negatif dan signifikan ditemukan antara kepemimpinan transformasional dan dimensi kepribadian neuroticism dalam Big Five.
THE RELATIONSHIP BETWEEN TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP AND BIG FIVE PERSONALITY
Komang Mahadewi Sandiasih
ABSTRACT
This study aims to determine the relationship between transformational leadership and the Big Five Personality. Subjects were students who are currently or have ever served as a leader in an organization, event, or community. Retrieving data using the model questionnaire in the form of scale. Transformational leadership is measured using a transformational leadership’s scale that made by researcher with 49 items and the reliability is 0.856. Meanwhile, Big Five Personality is measured using Bipolar Transparent Inventory Inventory (TBI) with 55 items and the reliability is 0, 917. Data were analyzed using Pearson Product Moment test. The results indicate that there are positive and significant relationship between transformational leadership with extraversion, agreeableness, conscientiousness, and openness to experience dimension in the Big Five. While, there are negative and significant relationships was found between transformational leadership with neuroticism dimension in the Big Five.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II. DASAR TEORI ... 8
A. Kepemimpinan Transformasional ... 8
2. Faktor-faktor Kepemimpinan Transformasional... 10
B. Kepribadian Big Five ... 12
1. Pengertian Kepribadian Big Five ... 12
2. Dimensi Kepribadian Big Five ... 14
C. Dimensi Kepribadian Big Five dan Kepemimpinan ... 16
D. Dinamika Penelitian ... 19
E. Hipotesis ... 21
BAB III. METODE PENELITIAN ... 22
A. Jenis Penelitian ... 22
B. Subjek Penelitian dan Metode Sampling ... 22
C. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 23
D. Definisi Operasional... 24
1. Kepemimpinan Transformasional ... 24
2. Dimensi Kepribadian Big Five ... 23
E. Validitas dan Reliabilitas ... 30
1. Validitas ... 30
2. Seleksi Item ... 30
3. Reliabilitas... 34
F. Metode Analisis Data ... 36
1. Uji Asumsi ... 36
a. Uji Normalitas ... 36
b. Uji Linearitas ... 36
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Pelaksanaan Penelitian ... 38
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 39
1. Usia ... 39
2. Jenis Kelamin ... 39
3. Lama Menjabat... 40
C. Deskripsi Data Penelitian ... 40
D. Hasil Analisis Data ... 42
1. Uji Asumsi ... 42
a. Uji Normalitas ... 42
b. Uji Linearitas ... 43
2. Uji Hipotesis... 45
E. Pembahasan ... 47
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
A. Kesimpulan ... 50
B. Saran ... 50
1. Bagi Penelitian Berikutnys ... 50
2. Bagi Subjek ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sebaran Item Skala Kepemimpinan Transformasional
Sebelum Seleksi Item ... 25 Tabel 2. Blueprint Transparent Bipolar Inventory
Sebelum Seleksi Item ... 29 Tabel 3. Sebaran Item Skala Kepemimpinan Transformasional
Setelah Seleksi Item ... 32
Tabel 4. Blueprint Transparent Bipolar Inventory
Setelah Seleksi Item ... 34
Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach Skala Kepemimpinan Transformasional... 35 Tabel 6. Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach
Transparent Bipolar Inventory ... 36 Tabel 7. Rangkuman Kriteria Subjek Berdasarkan Usia... 39
Tabel 8. Rangkuman Kriteria Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39 Tabel 9. Rangkuman Kriteria Subjek Berdasarkan
Lama Menjabat... 40
Tabel 10. Rangkuman Mean Teoritis dan Mean Empiris ... 41 Tabel 11. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov .
Test ... 43 Tabel 12. Hasil Uji Linearitas Kepemimpinan Transformasional dan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Hubungan Kepemimpinan Transformasional
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Penelitian Sebelum Tryout ... 56
Lampiran 2. Reliabilitas Skala Tryout ... 73
Lampiran 3. Skala Penelitian Setelah Try Out ... 84
Lampiran 4. One Sample T-test ... 97
Lampiran 5. Uji Normalitas ... 101
Lampiran 6. Uji Linearitas ... 104
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pemimpin di seluruh dunia sedang dihadapkan pada sejuml ah kebutuhan-kebutuhan yang mendesak. Perubahan kehidupan berasal dari
perubahan dalam hal sosial, politik, ekonomi, dan teknologi (Cavins, 2005). Astin dan Astin (2000) menyebutkan bahwa saat ini dunia
membutuhkan pemimpin yang adaptif dan menghasilkan solusi kreatif terhadap permasalahan sosial. Frost (2003) menekankan bahwa akibat
krisis kepemimpinan, banyak orang mengalami burn-out, tidak dapat menikmati hidup dan pekerjaannya karena menghadapi tekanan di tempat kerja. Meningkatnya kebutuhan terhadap kepemimpinan adalah bukti
pergeseran demokrasi di dalam masyarakat saat ini (Patterson, 2012). Kepemimpinan merupakan fenomena yang dapat terjadi dimana saja
(Kouzes & Posner, 2007), termasuk di negara Indonesia. Penghasil pimpinan di pemerintahan dan korporasi salah satunya berasal dari perguruan tinggi (Astin & Astin, 2000). Pada tahun 1998, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI mengeluarkan Keputusan Menteri No. 155/U/1998 tentang Organisasi Kemahasiswaan Intra Perguruan Tinggi. Melalui keputusan tersebut dijelaskan bahwa salah satu fungsi organisasi
mereka yang belajar di perguruan tinggi dan memegang status pendidikan tertinggi dalam struktur pendidikan di Indonesia.
Krisis kepemimpinan ternyata sampai pada tingkat kemahasiswaan seperti yang dialami oleh beberapa Universitas di Indonesia. Seperti yang
terjadi di Univeritas Islam Bandung pada tahun 2013. Waktu pelaksanaan Pemilu Raya Presiden Mahasiswa (PRESMA) mengalami kemunduran karena Dewan Amanat Mahasiswa Unisba (DAMU) sebagai lembaga
legislatif, diharapkan sudah memiliki kandidat untuk calon pemimpin di periode Juni-Juli 2013. Pada kenyataannya, hingga November 2013, calon
PRESMA baru tidak juga diperoleh. Hal serupa juga dialami Universitas Indonesia pada ajang Pemilihan Raya (PEMIRA) pada tahun 2014, dimana terjadi kemerosotan jumlah calon pemimpin. Proses pemilihan Ketua
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) untuk tahun kepengurusan 2015 di tingkat Universitas maupun di tingkat fakultas hanya diisi oleh calon
tunggal saja. Krisis kepemimpinan pada mahasiswa juga dialami Universitas Putera Inodnesia pada PEMIRA untuk kepengurusan tahun 2015/2016. Setelah tiga kali membuka pendaftaran, panitia PEMIRA
hanya memperoleh satu pasang calon yang bersedia untuk mendaftarkan diri sebagai presiden dan wakil presiden (Boer, 2016).
Menurut Budi (2006) krisis kepemimpinan saat ini disebabkan karena beberapa hal seperti kepemimpinan pada mahasiswa semakin kurang dan
apatis, dan kurang memiliki eksistensi pada bidang organisasi. Patterson (2012) dalam analisis terhadap kepemimpinan mengungkapkan bahwa
semakin sering seorang mahasiswa terlibat dalam organisasi kemahasiswaan, maka pengembangan kemampuan dan perilaku
kepemimpinan mereka menjadi semakin kuat.
Kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang mengubah perilaku pada diri seseorang maupun perubahan perilaku dalam
organisasi.Perubahan tersebut diperlukan karena kehidupan ini mengalami perkembangan atau kemajuan yang dinamis setiap saat seperti teknologi,
informasi, pendidikan, dan lain-lain (Usman, 2006).Masa depan membutuhkan pribadi-pribadi berjiwa kepemimpinan yang mampu mendorong dan menciptakan perubahan (drive to change), bukan hanya
mengikuti perkembangan (drive by change), apalagi anti perubahan (resist to change) (Harsiwi, 2003). Daft et al., (2005) menyampaikan bahwa
seorang pemimpin yang tidak dapat memimpin perubahan mungkin menjadi salah satu alasan kegagalan organisasi, sehingga diperlukan berbagai upaya untuk membina dan membangun generasi muda yang
tangguh dan cerdas sebagai sumber daya manusia yang dapat diandalkan pada masa mendatang (Pujadi, 2008).
Ada salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi yaitu faktor kepribadian (Moenir,
keefektifan organisasional. Organisasi dapat mengidentifikasikan karakteristik atau sifat yang penting bagi mereka untuk suatu posisi,
kemudian menggunakan ukuran penilaian kepribadian untuk menentukan apakah sesesorang cocok dengan kebutuhan posisi tersebut atau tidak.
Pendekatan kepribadian pada kepemimpinan juga digunakan untuk pemahaman pribadi dan pengembangan pribadi (Northouse, 2013).
Penelitian Hautala (2005) menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara kepribadian dengan kepemimpinan transformasional.Pada kepemimpinan transformasional, kepribadian pemimpin menjadi sangat
menarik (Hetland dan Sandal, 2003; Judge dan Bono, 2000; Roush, 1992; Roush dan Atwater, 1992; Van Eron dan Burke, 1992).Beberapa orang memiliki kepribadian yang dominan, sehingga mampu mempengaruhi
orang lain untuk bertindak dan melakukan sesuatu. Di sisi lain, orang dengan kepribadian tertentu mampu menentukan cara berperilaku pada
organisasi. Manfaat dari hasil penelitian yang menggunakan pendekatan kepribadian pada pemimpin yaitu kepribadian seseorang, langsung atau tak langsung, akan berpengaruh terhadap perilakunya, khususnya pada
waktu seseorang berperan sebagai pemimpin (Poespadibrata, 1998). Dimensi kepribadian Big Five telah diterima oleh banyak penelitian
dan sering digunakan untuk meningkatkan pemahaman tentang hubungan antara kepribadian dan kriteria penting dalam organisasi. Penelitian
pemimpin. Dimensiextraversion tampak lebih berpengaruh di lingkungan kerja yang sangat sosial dan aktif, sedangkan dimensi conscientiousness
memiliki arti lebih besar di bidang akademik dan pengaturan bisnis.
Dimensi kepribadian Big Five meliputi: extraversion (ramah, aktif, dan
ambisius), agreeableness (simpatik, hangat, dan kooperatif), conscientiousness (bertanggung jawab, terorganisir, dan tekun), emotional
stability (tenang dan tidak mudah emosi), dan openness to experience (imajinatif, berbudaya, berwawasan luas dan fleksibel). Individu dengan sifat extraversion cenderung lebih mudah memimpin suatu pertemuan,
menghadapi presentasi, dan memimpin ke arah perubahan. Sedangkan, individu dengan skor agreeablenessrendah mungkin kurang terampil pada bidang pelatihan dan pendampingan dalam kerjasama tim, karena individu
dengan agreeableness rendah cenderung sangat mandiri dan mementingkan diri sendiri (Browne, 2002).
Penelitian oleh Abu-Jarad, Alkahtani, Nikbin, dan Sulaiman (2011) mengenai gaya kepemimpinan dan memimpin perubahan hanya menemukan empat dari lima faktor kepribadian, yaitu extraversion,
openness, conscientiousness, dan agreeableness. Kekurangan dari penelitian ini adalah, responden yang terbatas jumlahnya dan belum cukup
memiliki pengalaman di bidang kepemimpinan. Sehingga peneliti kali ini ingin melihat hubungan antara kepemimpinan transformasional dan
A. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan transformasional
dan dimensi kepribadian Big Fivepada mahasiswa?
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menguji hubungaan antara kepemimpinan transformasional dan dimensi kepribadian Big Five pada mahasiswa di Kota Yogyakarta. Variabel bebas didefinisikan secara umum
sebagai kepribadian lima faktor (big five). Variabel tergantung didefinisikan secara umum sebagai kepemimpinan transformasional.
C. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan pengetahuan dan ilmu pskologi terutama pada bidang industri organisasi dan psikologi kepribadian, yakni melihat sifat-sifat
kepribadian leader dalam dimensi Big Five yang berhubungan dengan kepemimpinan transformasional.
2) Manfaat praktis 1) Bagi Mahasiswa
a. Penelitian ini diharapkan mampu membantu mahasiswa yang
berperan sebagai pemimpin untuk lebih mengenal sifat-sifat kepribadian mereka terkait dengan dimensi kepribadian Big
b. Penelitian ini diharapkan mampu membantu mahasiswa yang berperan sebagai pemimpin untuk melihat sejauh mana mereka
memiliki karakter kepemimpinan transformasional yang mendukung perubahan atau menjadi agent of change.
2) Bagi Organisasi Kemahasiswaan dan Universitas
a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah informasi bagi organisasi kemahasiswaan maupun perguruan tinggi mengenai
profil kepribadian dari pemimpin.
b. Menjadi pertimbangan organisasi maupun perguruan tinggi
untuk mengadakan pelatihan kepemimpinan dan
pengembangan kepribadian.
3) Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan sumber acuan bagi peneliti yang selanjutnya,
BAB II DASAR TEORI A. Kepemimpinan Transformasional
1. Pengertian Kepemimpinan Transformasional
Beberapa teori tentang kepemimpinan transformasional didasarkan
pada ide dari James MacGregor Burns (1978) yang berupaya menghubungkan peran kepemimpinan dan anggota. Pemimpin
berperan meningkatkan motif pengikut, untuk bisa mencapai tujuan pemimpin dan anggota secara lebih baik. Burns (1978) membedakan
dua jenis kepemimpinan, yaitu kepemimpinan transaksional dan transformasional. Kepemimpinan transaksional mengarah pada model kepemimpinan yang berfokus pada pertukaran yang terjadi antara
pemimpin dan anggota. Kepemimpinan transformasional merupakan proses di mana orang terlibat dengan orang lain, dan menciptakan
hubungan yang meningkatkan motivasi dalam diri pemimpin dan pengikut. Pemimpin transformasional memiliki perhatian pada kebutuhan dan motif pengikut, serta mencoba membantu pengikut
mencapai potensi terbaik mereka.
Ide dari Burns tersebut dikembangkan oleh Bass (1985, 1996) melalui berbagai penelitian empiris yang dilakukan.Bass menunjukkan
perbedaan antara kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional. Kedua jenis kepemimpinan tersebut didefinisikan
dan dampak dari pemimpin pada para pengikut. Kepemimpinan transaksional melibatkan proses pertukaran yang dapat menghasilkan
kepatuhan pengikut akan permintaan pemimpin tetapi mungkin tidak menghasilkan antusiasme dan komitmen terhadap tujuan tugas.
Sedangkan pada kepemimpinan transformasional, para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan penghormatan terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih
daripada yang awalnya diharapkan dari mereka.
Menurut Bass (1985), pemimpin mengubah dan memotivasi para
pengikut dengan (1) membuat mereka lebih menyadari pentingnya hasil tugas; (2) membujuk mereka untuk mementingkan kepentingan tim atau organisasi mereka dibandingkan dengan kepentingan pribadi,
dan (3) mengaktifkan kebutuhan mereka yang lebih tinggi.
Avolio (1999), Avolio dan Bass (1988),Bass (1985), Bass dan
Avolio (1993a, 1993b) menyampaikan bahwa pemimpin transformasional adalah mereka yang mengembangkan hubungan positif dengan anggotauntuk memperkuat kinerja anggotasehingga
berpengaruh positif pada kinerja organisasi. Albulushi dan Hussain (2008) menyoroti bahwa ketika kepemimpinan transformasional
dipraktekkan, anggota tim percaya bahwa para pemimpin mereka tidak hanya menggunakan mereka untuk menyelesaikan pekerjaan tetapi
Bass dan Avolio (1990) mengungkapkan bahwa pemimpin transformasionalmendorong para anggota untuk berpikir kritis dan
kreatif yang berpengaruh pada komitmen mereka. Banyak penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional lebih mengarah
pada kepuasan dan komitmen tinggi pada anggotasehingga menunjukkan kinerja lebih dari yang diharapkan untuk kelompok maupun organisasi (Bass, 1985, 1998a). Kepuasan dan komitmen
pada anggota tersebut didukung penelitian Walumbwa dan Lawler (2003) yang menyatakan bahwa pemimpin transformasional berusaha
meningkatkan motivasi dan komitmen organisasi pada anggota dengan memahami kebutuhan mereka serta mengajak mereka untuk dapat memecahkan masalah secara kreatif. PenelitianOthman et.al., (2013)
memperoleh hasil bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional secara positif berhubungan dengan komitmen organisasi
karyawan di tempat tersebut.
2. Faktor-faktor Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional berdasarkan empat komponen dalam
Avolio (1999) yaitu terdiri dari : a. Idealized Influence (II)
Para pemimpin transformasional berperilaku sebagai teladan bagi para anggota. Para pemimpin dihormati, dikagumi, dan dipercaya
konsisten, dan tidak sewenang-wenang.Dengan demikian, komponen ini menunjukkan dua aspek :perilaku pemimpin dan
atribut yang dikaitkan pada pemimpin oleh para anggota. b. Inspirational Motivation (IM)
Pemimpin transformasional memotivasi dan menginspirasipara anggota dengan memberikan tantangan yang bermakna dalam pekerjaan mereka untuk membangkitkan semangat,antusiasme dan
optimisme dalam tim. Para pemimpin mengajak para anggota untuk ikut terlibat merancang masa depan oganisasi sehingga
harapan mereka tersampaikan danmenunjukkan komitmen anggota mencapai tujuan dan visi bersama.
c. Intellectual Stimulation (IS)
Pemimpin transformasional membangkitkanusaha para anggota untuk menjadi lebih inovatif dan kreatif dengan mempertanyakan
pendapat secara luas, melihat kerangka masalah, mendekati situasi lama dengan cara baru, serta mendorong kreativitas anggota. Tidak mengkritik kesalahan individudi depan umum maupun di depan
anggota lain.Para anggota diminta menggunakan ide-ide baru dan kreatif ketika mencari solusi untuk menyelesaikan suatu
d. Individualized Consideration (IC)
Para pemimpin transformasional bertindak sebagai mentor yang
memberikan perhatian khusus pada kebutuhan setiap anggota untuk berkembang dan mencapai prestasi. Komponen ini berhasil
dipraktekkan ketika kesempatan baru untuk belajardibuat bersamaan dengan iklim yang mendukung. Pemimpin menunjukkan perilaku menghargai dan menerima perbedaan setiap
anggota. Pemimpin melakukan interaksi secara personal dengan memperhatikan dan mendengarkan secara efektif. Pemimpin
mendelegasikan tugas sebagai sarana mengembangkan anggota dengan tetap memantau dan melihat kemajuan anggota. Melalui pendelegasian tugas, pemimpin melihatanggota yang masih
memerlukan arahan maupun dukungan tanpa membuat para anggota merasa sedang diawasi.
B. Kepribadian Big Five
1. Pengertian Kepribadian Big Five
Goldberg (1981) adalah orang pertama yang menggunakan istilah “Lima Besar” untuk mendeskripsikan temuan yang konsisten dari
analisis faktor atas sifat kepribadian. Model ini muncul dari kata sifat
analisis faktor yang digunakan untuk menggambarkan kepribadian serta dikembangkan pada berbagai tes dan skala untuk kepribadian
pendekatan induktif karena kebanyakan didasarkan pada penelitian dimana teori dihasilkan dari data. Data dikumpulkan secara
komperehensif supaya hasil yang diperoleh memiliki validitas yang baik. Analisis faktor mungkin dilakukan karena karakteristik tertentu
saling terkait (berkorelasi) antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, analisis statistik dilakukan untuk melihat nilai pada setiap karakter dan menempatkan kesamaan yang ditemukan dalam dimensi yang
sama. Dengan analisis statistik, analisis faktor mengurangi karakteristik yang diobservasi ke dalam dimensi yang lebih sedikit.
Big Five adalah taksonomi kepribadian berdasarkan pendekatan lexical yaitu mengelompokkan kata-kata atau bahasa dalam kehidupan sehari-hari untuk menggambarkan ciri-ciri individu. Kata “Besar”
(Big) bermaksud merujuk pada temuan bahwa tiap faktor menggolongkan banyak sifat tertentu. Big Fivemenggambarkan
kepribadian orang normal (Digman, 1990). Teori Big Five dikembangkan melalui beberapa alat ukur dan sering digunakan untuk mengungkap performansi kerja (Suhartanto, 2003), komitmen
organisasional (Haryati, 2006), keberhasilan kewirausahaan (Haryanto, 2007), perilaku konsumen (Harahap, 2008), dan kepuasan konsumen
(Priyudha, 2009).
Perkembangan taksonomi kepribadian Big Five semakin pesat
yaitu Inggris, Belanda, dan Jerman, serta penelitian Di Blas dan Forzi (1999) di Italia. Penelitian Somer dan Goldberg (1999) di Turki, serta
penelitian McCrae et.al.(1996), McCrae dan Kosta (1997), Beaujouan (2000) menunjukkan bahwa kepribadian Big Fivejuga digunakan di
Amerika Serikat dan Jepang.
2. Dimensi Kepribadian Big Five
Selama lebih dari 25 tahun telah muncul suatu konsensus dikalangan peneliti tentang faktor dasar yang membentuk apa yang
disebut sebagai kepribadian (Goldberg, 1990; McCrae & Costa, 1987). Goldberg (1981 & 1992) mengemukakan bahwa kelima dimensi
tersebut adalah sebagai berikut : 1) Extraversion (Ekstraversi).
Dimensi ekstraversi ditandai dengan semangat dan
antusiasme. Individu ekstraver bersemangat dalam membangun hubungan dengan orang lain. Mereka tidak pernah sungkan
berkenalan dan secara aktif mencari teman baru. Mereka tegas dan asertif dalam bersikap. Apabila tidak setuju, mereka menyatakan tidak setuju sehingga mereka mampu menjadi pimpinan dalam
sebuah organisasi. Daft (et.al., 2005) menyebutkan bahwa dimensi ekstraversi mencakup karakteristik dominan.
2) Agreeableness (Keramahan).
menunjukkan sikap baik hati, mampu bekerjasama, dan dipercaya. Daft (et.al., 2005) mendefinisikan agreeablenesssebagai
kemampuan seseorang bergaul dengan baik, koperatif, pemaaf, penuh belas kasih, pengertian, dan dipercaya. Pemimpin agreeable
digambarkan simpatik, murah hati dan bersemangat menolong orang lain (Costa & McCrae, 1985).Menurut Wiggins (1996) individu agreeable termotivasi pada orientasi altruistik, yaitu
perhatian pada keprihatinan orang lain dan berempati atas kondisi mereka (Judge & Bono, 2000).Penelitian Burns (1978)
menemukan hubungan yang kuat antara kepemimpinan transformasional dengan karakteristik agreeableseperti welas asih, empati dan kepercayaan. Dalam penelitian Judge dan Bono (2000)
mengenai kepemimpinan transformasional dan kepribadian Big Five, memperoleh hasil bahwaagreeableness secara konsisten
berhubungan dengan kepemimpinan transformasional. 3) Conscientiousness (Kehati-hatian).
Dimensi conscientiousness ditunjukkan dengan
kesungguhandalam melakukan tugas, bertanggung jawab, menyukai keteraturan dan disiplin. Dalam kehidupan sehari-hari
individu conscientiousness menunjukkan sikap tepat waktu, berprestasi, teliti, dan melakukan pekerjaan hingga tuntas. Daft
bertanggung jawab, gigih dan berorientasi pada prestasi. Individu conscientiousness lebih senang menyelesaikan pekerjaan sendiri.
4) Neuroticism (Kecemasan).
Neuroticism merupakan lawan dari Emotional Stabilityatau „kestabilan emosi‟. Daft (et.al.,2005) mendefinisikan emotional
stability sebagai kemampuan seseorang menyesuaikan diri dengan baik dan tenang.Neuroticism sering disebut „sifat pencemas‟. Sifat
pencemas menunjukkan emosi negatif seperti rasa khawatir, tegang, dan takut. Secara umum, individu neuroticism kurang
mampu menghadapi kekecewaan dan konflik.
5) Openness to Experiences (Keterbukaan terhadap pengalaman). Dimensiopenness to experienceberkaitan dengan
keterbukaan wawasan dan orisinalitas ide. Individu openness menerima berbagai stimulus dengan sudut pandang terbuka.
Individu opennesstertarik pada berbagai informasi baru, mempelajari hal baru, dan pandai menciptakan aktifitas di luar rutinitas.Daft (et.al., 2005) mengungkapkan openess to experience
sebagai individu imajinatif, kreatif, dan bersedia mempertimbangkan ide baru.
C. Dimensi Kepribadian Big Five dan Kepemimpinan
Pemimpin dan kepribadian pemimpin merupakan inti dari proses
kepribadian, dan sifat lain (Bryman, 1992). Ciri kepribadian cenderung cukup stabil pada masa dewasa dan mengarahkan seseorang untuk
bertindak dengan cara tertentu yang sesuai dengan kepribadian mereka. Menurut Alkahtani (2011) setiap pemimpin memiliki kepribadian
yang unik dan istimewa dimana kepribadian merupakan gabungan dari karakteristik dan proses yang tidak terlihat yang mendasari pola perilaku yang relatif stabil sebagai tanggapan terhadap ide, objek, atau orang-orang
di dalam lingkungan. Kepribadian pemimpin mempunyai pengaruh yang signifikan pada cara mereka berpikir, merasakan, dan berhubungan dengan
orang lain.
Pada pekerjaan, kepribadian pemimpin terkadang akan membantu anggota untuk melaksanakan peran mereka dalam pekerjaan secara efektif
dan di hal yang lain. Pemilihan orang yang tepat akan meningkatkan keefektifan organisasional. Organisasi dapat mengidentifikasikan
karakteristik atau sifat yang penting bagi posisi tertentu, kemudian menggunakan ukuran penilaian kepribadian untuk menentukan apakah seseorang cocok dengan kebutuhan posisi atau organisasi atau tidak
(Northouse, 2013).
Pada meta-analisis Judge & Bono (2004) menunjukkan bahwa
semua sifat Big Five berhubungan dengan kepemimpinan transformasional, meskipun hanya hubungan dengan extraversion dan
menghadapi presentasi, dan memimpin perubahan. Jika pemimpin tinggi pada ekstraversi, mereka akan senang dikelilingi orang-orang saat bekerja.
Mereka juga akan aktif memimpin dan mencari kegembiraan dan stimulasi. Orang-orang mungkin akan memahami mereka sebagai pribadi
yang ceria dan optimis (Doe, 2004).
Berbeda dengan seseorang yang rendah pada skala agreeableness mungkin butuh waktu untuk memperoleh ketrampilan pada bidang
membangun pembinaan dan pendampingan tim karena mereka sangat mandiri dan sendiri (Browne, 2011).Penelitian Zopiatis (2012)
menunjukkan bahwa indivu dengan conscientiousness yang tinggi mungkin mendukung gaya kepemimpinan transformasional. Barrick & Mount (1991) juga menyimpulkan bahwa self-discipline dan prestasi
adalah komponen yang signifikan dari conscientiousness.
Dimensi openness to experience berhubungan dengan
kepemimpinan transformasional pada dimensi stimulasi intelektual, yakni individu yang mengembangkan rasionalitas, intelegensi, dan kreatif pada hal-hal baru (Jayanti, 2007). Pada tipe kepribadian neurotcism Judge, et.
al. (2002) mengatakan bahwa hubungan antara tipe kepribadian ini dan kepemimpinan bersifat negatif. Artinya bahwa individu dengan tipe
D. Dinamika Penelitian
Untuk menilai hubungan antara Big Five dan Kepemimpinan
Transformasional, Judge, Bono, Ilies, dan Gerhardt (2002) melaksakanakan meta-analisis utama dari kajian 78 kepemimpinan dan
kepribadian yang diterbitkan antara tahun 1976 dan 1998. Pada umumnya, Judge et. al. mendapati hubungan yang kuat antara sifat Big Five dan kepemimpinan transformasional. Tampak bahwa orang yang memiliki
karakter kepribadian tertentu akan menjadi pemimpin yang efektif. Dalam penelitiannya, sikap extraversion merupakan faktor yang paling terkait
dengan kepemimpinan yang menjadi sifat penting dari pemimpin efektif. Diikuti oleh conscientiousness, openess to experience, dan neuroticism yang rendah. Terakhir, agreeableness memiliki hubungan yang paling
rendah.
Penelitian Judge dan Bono (2000) mengkaji hubungan antara
kepribadian dan kepemimpinan transformasional. Hasil penelitian diperoleh bahwa agreeableness dan extraversionberhubungan secara positif dengan kepemimpinan transformasional, sedangkan openness to
experienceberhubungan secara negatifdengan kepemimpinan transformasional.Penelitian Rubin, Munz, dan Bommer (2005)
menghasilkan bahwaagreeablenessberhubungan secara langsung pada kepemimpinan transformasional.Extraversion meskipun tidak
merupakan salah satu bagian penting dari kepemimpinan transformasional sehingga tidak boleh diabaikan.
Penelitian Moss dan Ngu (2006) memperoleh hasil bahwa kepribadian extraversion dan conscientiousness berkorelasi positif dengan
kepemimpinan transformasional. Penelitian Schyns dan Sanders (2007) menemukan hubungan positif antara anggota dengan kepribadian
extraversion, agreeableness, dan conscientiousnesspada tingkat kepemimpinan transformasional.
Penelitian Alkahtani, Abu-Jarad, Sulaiman, dan Nikbin (2011)
menyimpulkan bahwa extraversion berhubungan secara signifikan dengan memimpin perubahan. Memimpin perubahan merupakan bagian dari kepemimpinan transformasional, sehingga disimpulkan bahwa
extraversion berhubungan secara tidak langsung pada kepemimpinan transformasional. Penelitian Bono, Hooper, dan Yoon (2012)
mengindikasikan hubungan positif antara anggota dengan kepribadian agreeableness, extraversion, dan conscentiousness dalam tingkat kepemimpinan transformasional. Penelitian Zopiatis dan Constanti (2011)
pada bidang perhotelan menemukan bahwa kepemimpinan
transformasional secara positif berhubungan dengan extraversion,
openness, dan conscientiousness.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas, peneliti
berhubungan secara positif signifikan dengan kepemimpinan transfromasional. Dimensi kepribadian Big Five neuroticsmberhubungan
secara negatif signifikan dengan kepemimpinan transformasional.
Kerangka pemikiran tersebut dijelaskan melalui skema sebagai
berikut:
Gambar 1. Skema Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Dimensi KepribadianBig Five
E. Hipotesis
Hipotesis penelitian menyatakan bahwa dimensiextraversion,
agreeableness, conscientiousness dan openness to experience dalam kepribadian Big Five secara positif signifikan berhubungan dengan kepemimpinan transformasional pada mahasiswa. Dimensi neuroticsm
dalam kepribadian Big Five secara negatif signifikan berhubungan dengan kepemimpinan transformasional pada mahasiswa.
Conscientiousness
Openness to Experience
Neuroticism
Kepemimpinan
Transformasional
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan mengetahui kekuatan atau bentuk arah hubungan diantara dua variabel
atau lebih (Siregar, 2013). Bentuk hubungan diantara dua variabel pada penelitian ini merupakan hubungan yang searah, sehingga fokus penelitian
ini adalah mencari hubungan antara dimensi kepribadian Big Five dengan kepemimpinan transformasional. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu
dimensi kepribadian Big Five, sedangkan variabel terikat pada penelitian ini yaitu kepemimpinan transformasional.
B. Subjek Penelitian dan Metode Sampling
Menurut Noor (2012) sampel adalah sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Sedangkan pengambilan sampel (sampling) adalah proses
memilih sejumlah elemen secukupnya dari populasi, sehingga penelitian dan pemahaman tentang karakteristik terhadap sampel membuat peneliti mampu menggeneralisasikan karakteristik tersebut pada elemen populasi.
Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah para mahasiswa yang pernah maupun yang sedang menduduki jabatan sebagai ketua atau koordinator dalam suatu organisasi maupun kegiatan yang berada di
lingkup universitas maupun non-universitas di kota Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel
diambil dari populasi dipilih secara sengaja menurut pertimbangan tertentu sehingga setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang
yang sama sebagai sampel (Purwanto dan Sulistyastuti, 2007). Salah satu teknik pada nonprobability sampling yang digunakan adalah purposive
sampling, yaitu mengambil sampel dengan cara sengaja memilih atau menunjuk diantara anggota populasi yang memenuhi syarat untuk menjadi sampel (Suryabrata, 2004).
C. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Menurut Noor (2012) teknik pengumpulan data merupakan cara
mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan angket (questionnaire) karena lebih fleksibel
dan mudah digunakan (Azwar, 2009).Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan penyebaran alat ukur berupa
skala dan alat ukur kepribadian. Skala digunakan sebagai alat ukur untuk mengungkap aspek perilaku yang diwakili melalui aitem dari indikator perilaku yang telah disusun (Perianto, 2015). Sedangkan, inventori
kepribadian merupakan penilaian diri subjek atas dirinya sendiri dengan berpedoman pada pertanyaan-pertanyaan yang disajikan dalam tes
D. Definisi Operasional
1. Kepemimpinan Transformasional :
Kepemimpinan transformasional pada penelitian ini diukur menggunakan skala kepemimpinan transformasional. Skala ini disusun
oleh peneliti berdasarkan empat komponen teori Bass (2000) yaitu idealized influence, inspiration motivation, intelectual stimulation, dan
individualized consideration. Item-item disusun dengan pernyataan favourable dan unfavourable. Item favourable adalah item yang mengarah sejauh mana dimensi kepemimpinan transformasional
diterapkan, sedangkan item unfavourable adalah item yang tidak menunjukkan kepemimpinan transformasional diterapkan.
Dalam mengukur setiap aitem, peneliti menggunakan skala Likert
dimana subjek diminta untuk menentukan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan mereka terhadap masing-masing pernyataan (Noor,
2011). Dalam skala ini subjek diminta memberi tanda pada salah satu dari empat pilihan jawaban yang tersedia yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju).
Peneliti menggunakan skala empat pilihan jawaban bertujuan untuk menghindarkan kecenderungan subjek memilih alternatif
jawaban yang dianggap paling aman. Selain itu, penggunaan skala empat pilihan jawaban bertujuan untuk mengarahkan subjek memilih
Setiap pernyataan mendapat skor 1 sampai 4. Untuk pernyataan favourable jawaban SS mendapat skor 4, S mendapat skor 3, TS
mendapat skor 2, dan STS mendapat skor 1. Skor total diperoleh berdasarkan jumlah skor tiap item. Sedangkan, untuk pernyataan
unfavourable SS mendapat skor 1, S mendapat skor 2, TS mendapat skor 3, dan STS mendapat skor 4.
Tabel 1. Sebaran Item Skala Kepemimpinan Transformasional Sebelum Seleksi Item
2. Dimensi kepribadian Big Five
Alat ukur kepribadian Big Five yang digunakan dalam penelitian
ini merupakan hasil terjemahan dan adaptasi dari Transparent Bipolar Inventory yang dikembangkan oleh Goldberg 1992 (dalam Suhartanto,
untuk mengukur kelima dimensi kepribadian Big Five, yaitu: extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability dan
openness to experience, dengan menggunakan facet-facet atau sifat-sifat yang terkandung dalam tiap dimensi.
Pola dasar pengukuran pada alat ukur ini mengikuti model beda semantik, yaitu subjek diminta untuk memberikan bobot penilaian atau keyakinan mereka terhadap pasangan kata sifat yang ada pada setiap
kontinum skala. Pilihan subjek terdiri atas 9 bagian yang diberi angka 1 sampai dengan 9, mulai dari kutub unfavorable sampai dengan kutub
favorable dari sifat-sifat yang menjadi bagian dari dimensi Big Five yang diungkap.
Cara pemberian skor mengikuti angka yang dipilih oleh subjek.
Angka 1 menunjukkan adanya arah sikap yang unfavorable dengan intensitas yang tinggi, sedangkan angka 9 menunjukkan adanya sikap
favorable dengan intensitas yang tinggi pula. Respon atau jawaban yang diletakkan di tengah, yaitu angka 5, menunjukkan adanya kenetralan sikap subjek terhadap sifat dalam dimensi yang
bersangkutan. Berikut ini adalah ilustrasi dari skala dimensi kepribadian Big Five yang digunakan dalam penelitian.
Gambar 2. Ilustrasi Transparent Bipolar Inventory
kutub unfavorable kutub favorable
konvensional 1 2 3 4 5 6 7 8 9 modern
Secara keseluruhan Transparent Bipolar Inventory modifikasi ini memiliki 60 item. Masing-masing dimensi terdiri dari 12 pasangan
kata sifat. Pasangan kata sifat yang ditambahkan merupakan kata sifat yang diidentifikasi dari ciri-ciri perilaku individu dalam setiap
dimensi.
Pada dimensi extraversion, pasangan kata sifat yang ditambahkan adalah : pemalu – tidak malu dan kerjasama – kompetititf.Pada
dimensi agreeableness, pasangan kata sifat yang ditambahkan adalah : tidak tabah – tabah dan tidak mudah terharu – mudah terharu.
Pada dimensi consientiousness, pasangan kata sifat yang ditambahkan adalah : tidak sistematis – sistematis dan tidak berkomitmen – berkomitmen.Pada dimensi emotional stability,
pasangan kata sifat yang ditambahkan adalah : tidak bersemangat – bersemangat dan mudah cemas – tidak mudah cemas.
Pada dimensi openness to experience, pasangan kata sifat yang ditambahkan adalah : konvensional – modern dan tidak filosofis – filosofis.Penambahan pasangan kata sifat pada masing-masing dimensi
tersebut dimaksudkan untuk lebih mengungkap dimensi kepribadian Big Five.
Skor skala pada setiap dimensi diperoleh dengan cara menjumlahkan skor semua item pada tiap dimensi. Semakin banyak
yang diperoleh subjek pada dimensi tersebut. Hal itu berarti semakin tinggi dimensi kepribadian Big Five yang dimiliki tersebut.
Sebaliknya, semakin banyak jawaban unfavorable maka semakin rendah skor yang diperoleh, dan itu berarti semakin rendah pula
Tabel 2. Blueprint Transparent Bipolar Inventory Sebelum Seleksi Item
Dimensi (Prosentase)
Sifat (facet-facet)
Favorable Unfavorable Unfavorable
E. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas
Validitas berkaitan dengan kemampuan alat ukur mengukur secara tepat apa yang harus diukur. Mengenai keselarasan atau relevensi item
dengan mengukur skala tidak dapat didasarkan hanya pada penilaian peneliti sendiri, tapi juga memerlukan kesepakatan penilaian dari beberapa penilai yang kompeten (expert judgement) sebelum
melakukan try out. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi berarti validitas yang diestimasi
melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau professional judgement (Azwar, 2000). Sebelum memvalidasi dengan
professional judgement peneliti melakukan validasi dengan Peer debriefing (Review oleh Sejawat) untuk melihat apakah item yang telah ditulis dapat dimengerti secara umum. Kemudian dilakukan
validasi isi oleh Professional Judgement yang dalam penelitian ini dilakukan oleh beberapa dosen yang telah expert dalam bidangnya. Setelah penilai sepakat bahwa item sudah relevan dan layak untuk
mendukung validitas isi skala maka peneliti melanjutkan dengan try out.
2. Seleksi Item
Seleksi item bertujuan untuk mendapatkan item-item yang layak
layak digunakan dan koefisien korelasi ≤ 0.3 berarti item tidak layak
digunakan dalam penelitian (Azwar, 2000).
Uji coba (field-test) merupakan prosedur untuk menguji kualitas item secara empirik, yaitu menggunakan data hasil uji-coba item pada
kelompok subjek yang karakteristiknya setara dengan subjek yang hendak dikenai skala ini nantinya (Azwar, 2015). Subjek yang digunakan untuk try out merupakan mahasiswa yang pernah maupun
yang sedang menjabat sebagai ketua atau koordinator dalam organisasi atau kegiatan apapun di kota Yogyakarta. Untuk
memperoleh estimasi parameter item yang cukup akurat dan stabil antar kelompok subjek, try out harus dilakukan pada kelompok subjek dalam jumlah yang besar. Dengan subjek yang cukup banyak
diharapkan memperoleh distribusi skor yang variasinya menyebar secara normal atau mengikuti distribusi normal.
Jumlah item total dari skala ini sebanyak 160, sehingga peneliti menggunakan subjek untuk try out sebanyak 149 orang yang berstatus mahasiswa dari berbagai Universitas di kota Yogyakarta. Uji coba
dilakukan dalam situasi dan kondisi administrasi testing yang sebenarnya sehingga respon atau jawaban subjek merupakan respon
yang sesungguhnya. Subjek tidak diberi tahukan bahwa pengenaan skala yang bersangkutan sebenarnya dilakukan sebagai suatu uji-coba.
Berdasarkan hasil try out, pada skala kepemimpinan transformasional terdapat 49 item yang memiliki koefisien korelasi total ≥ 0,3 sehingga lolos seleksi untuk digunakan pada skala yang
sebenarnya.
Tabel 3. Sebaran Item Skala Kepemimpinan Transformasional Setelah Seleksi Item
*item yang di bold adalah nomor urutan skala setelah uji coba
Sedangkan, pada Transparent Bipolar Inventory item yang memiliki koefisien korelasi total ≥ 0,3 sebanyak 55 item. Pada
dimensi Conscientiousness sebanyak 11 item yang lolos seleksi, Emotional Stability sebanyak 11 item, dan pada dimensi Openness to
Tabel 4. Blueprint Skala Dimensi Kepribadian Big Five Setelah Seleksi Item
3. Reliabilitas
Azwar (2000) menyatakan bahwa reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran mampu dipercaya. Tinggi rendah dari
reliabilitas alat ukur ditunjukkan oleh koefisien reliabilitas. Semakin
Dimensi (Prosentase)
Sifat (facet-facet)
Favorable Unfav Favorable Unfav
tinggi koefisien reliabilitas, maka semakin baik alat ukur tersebut. Nilai koefisien reliabilitas diperoleh melalui pendekatan konsistensi
internal, yakni memberikan satu kali tes pada sekelompok subjek penelitian. Penghitungan nilai koefisien reliabilitas menggunakan
koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dalam program SPSS 16. Koefisien reliabilitas berada pada rentang angka 0 sampai 1,00. Bila koefisien reliabilitas semakin tinggi yaitu mendekati angka 1,00 berarti
pengukuran semakin reliabel (Azwar, 2015). Pada skala kepemimpinan transformasional diperoleh koefisien reliabilitas sebesar
0,856. Sedangkan, pada alat ukur Transparent Bipolar Inventory diperoleh reliabilitas sebesar 0,917. Hal ini menunjukkan alat ukur penelitian ini baik dan mampu digunakan pada penelitian
sesungguhnya.
Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach Skala Kepemimpinan Transfromasional
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
Tabel 6. Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbachpada Transparent Bipolar Inventory
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.917 55
F. Metode Aanalisis Data 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah pengujian untuk melihat apakah data
penelitian berasal dari populasi dengan sebaran normal. Data yang menunjukkan taraf signifikansi (p) lebih besar dari 0,05
(p>0,05) maka disimpulkan data tersebut memiliki sebaran normal. Sebaliknya, data dengan taraf signifikansi (p) lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka disimpulkan bahwa data tersebut
memiliki sebaran tidak normal (Santoso, 2010).
b. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui hubungan antarvariabel linier atau tidak. Dua variabel dikatakan memiliki hubungan linear apabila nilai signifikansi (Linearity) kurang dari
linearitas dilakukan dengan melihat test of linearity pada bantuan program SPSS for Windows 16.0.
2. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
korelasi Pearson Product Moment apabila data normal dan Spearmen Rho apabila data tidak normal. Koefisien korelasi bergerak diantara 0,00 dan ±1,00. Apabila hasil koefisien korelasi bergerak dari 0,00
sampai 1,00 maka korelasi tersebut positif. Sebaliknya apabila hasil koefisien korelasi bergerak dari 0,00 sampai -1,00 maka korelasi
tersebut negatif (Hadi, 2004).
Untuk mengetahui kedua variabel memiliki hubungan signifikan atau tidak, maka digunakan patokan nilai signifikansi 0,05. Jika nilai
signifikansi (p) kurang dari 0,05 (p<0,05) maka dapat dikatakan kedua variabel tersebut memiliki hubungan signifikan. Sebaliknya, jika nilai
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama lima hari mulai hari Senin tanggal
13 Juni 2016 hingga hari Jumat tanggal 17 Juni 2016. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa/i yang pernah maupun sedang menjabat sebagai ketua
atau koordinator pada suatu organisasi, kelompok, atau event. Pengambilan data dilakukan dengan menyebar skala penelitian kepada
beberapa mahasiswa/i sesuai kriteria dari berbagai universitas di Yogyakarta seperti Universitas Sanata Dharma, Universitas Atma Jaya, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas
Islam Indonesia. Sebelum pengambilan data, peneliti memberi arahan kepada beberapa teman yang bersedia membantu supaya subjek yang
B. Deskripsi Subjek Penelitian 1. Usia
Tabel 7. Rangkuman Kriteria Subjek Berdasarkan Usia Usia Jumlah Prosentase
18 8 2,4 %
19 32 9,6 %
20 55 16,6 %
21 108 32,7 %
22 102 30,9 %
23 14 4,2 %
24 6 1,8 %
25 3 0,9 %
26 1 0,3 %
27 1 0,3 %
TOTAL 330 100 %
Rangkuman deskripsi umum subjek pada kategori usia (Tabel 8) menunjukkan mayoritas subjek berada pada usia 21 dan 22 tahun. Pada usia 21 tahun sebanyak 108 orang dengan prosentase 32,7 % dan usia
22 tahun sebanyak 102 orang dengan prosentase sebesar 30,9 %. Sedangkan, subjek paling sedikit berada pada usia 26 dan 27 tahun
yaitu sebanyak 1 orang pada masing-masing usia dengan prosentase 0,3 %.
2. Jenis Kelamin
Tabel 8. Rangkuman Kriteria Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Prosentase
Perempuan 158 47,9 %
Laki-laki 172 52,1 %
Rangkuman pada Tabel 9 menunjukkan subjek penelitian kebanyakan berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 172 orang
dengan prosentase sebesar 52,1 %.
3. Lama Menjabat
Tabel 9. Rangkuman Kriteria Subjek Berdasarkan Lama Menjabat
Lama menjabat Jumlah Prosentase 1 – 3 bulan 34 10,3 %
4 - 6 bulan 53 16,1 %
7 – 9 bulan 7 2,1 %
10 – 12 bulan 208 63,0 %
1 tahun 28 8,5 %
TOTAL 330 100 %
Pada Tabel 11 diketahui subjek kebanyakan menjabat
selama 10 – 12 bulan yaitu 208 orang dengan prosentase sebesar 63,0 %. Sedangkan, subjek paling sedikit memiliki masa jabatan selama 7 – 9 bulan sebanyak 70 orang dengan prosentase 2,1 %.
C. Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian menunjukkan perbedaan data teoritis dan
data empiris dari dua variabel hingga diperoleh skor mean teoritis dan skor mean empiris. Mean teoritis merupakan rata-rata skor dari penghitungan secara manual berdasarkan skor maksimal dan skor minimal pada skala
penelitian. Rumus untuk menentukan mean teoritik dengan cara berikut ini:
Mean empirik merupakan rata-rata skor dari penghitungan data statistik dalam program SPSS for windows versi 16.0 berdasarkan skor
yang dimiliki oleh subjek penelitian. Berikut ini hasil dari penghitungan data teoritis dan data empiris :
Tabel 10. Rangkuman Mean Teoritis dan Mean Empiris
Skala
Teoritis Empiris
Sig. Mean (n) SD (σ) Mean (n) SD (σ)
Transformasional 122 24 73,20 5,83 0,000
Extraversion 50 13 68,96 11,29 0,000
Agreeableness 55 15 79,90 9,65 0,000
Conscientiousness 55 15 75,64 12,53 0,000
Neuroticism 55 15 37,86 11,8 0,000
Openness to Experience 60 16 84,12 10,73 0,000
Pada rangkuman hasil uji t (Tabel 11) skala kepemimpinan transformasional dan setiap dimensi kepribadian Big Five diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai tersebut menunjukkan perbedaan
signifikan antara mean teoritis dengan mean empirik pada semua skala penelitian.
Skor mean teoritis pada kepemimpinan Transformasional sebesar 122, sedangkan skor mean empiris sebesar 73,20. Hasil perbandingan
maka diperoleh kesimpulan subjek penelitian memiliki tingkat kepemimpinan transformasional yang cenderung rendah.
Skor mean teoritis pada dimensi extraversion sebesar 50, sedangkan skor mean empiris sebesar 68,96. Pada dimensi agreeableness
dan conscientiousness skor mean teoritis sebesar 55, sedangkan skor mean empiris agreeableness sebesar 79,90 dan conscientiousness sebesar 75,64. Dimensi openness to experience menunjukkan skor mean empiris sebesar
84,21 dan skor mean teoritis sebesar 60. Hasil perbandingan skor pada empat dimensi kepribadian Big Five menunjukkan mean empiris lebih
tinggi dibandingkan mean teoritis, maka diperoleh kesimpulan subjek penelitian memiliki extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan
openness to experience yang cenderung tinggi.
Pada dimensi neuroticism skor mean teoritis sebesar 55 dan skor mean empiris sebesar 37,86. Hasil perbandingan menunjukkan mean
empiris lebih rendah daripada mean teoritis, sehingga disimpulkan bahwa subjek penelitian memiliki neuroticism yang cenderung rendah.
D. Hasil Analisis Data 1. Uji Asumsi Penelitian
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah pengujian untuk mengecek data penelitian berasal dari populasi dengan sebaran normal atau tidak
Kolmogorov-Smirnov dalam program SPSS for windows versi 16.0. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 11. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Predicted Value
N 330
Normal Parametersa Mean 74.6090909
Std. Deviation 2.51924930 Most Extreme Differences Absolute .033
Positive .027
Negative -.033
Kolmogorov-Smirnov Z .591
Asymp. Sig. (2-tailed) .875
a. Test distribution is Normal.
Pada tabel hasil uji normalitas diketahui bahwa data penelitian memiliki nilai signifikansi (p) sebesar 0,875 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data berada dalam taraf
normal.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel yang dianalisis memiliki hubungan yang linear atau tidak (Priyanto, 2014). Pengujian ini menggunakan test of linearity
Tabel 12. Hasil Uji Linearitas Kepemimpinan Transformasional dan Dimensi Kepribadian Big Five
ANOVA Table F Sig.
Transformasional * Extraversion (Combined) 2,214 0,000 Linearity 50,163 0,000 Deviation
from Linearity 1,151 0,248 Transformasional *
Agreeableness (Combined) 2,790 0,000
Linearity 81,421 0,000 Deviation
from Linearity 0,918 0,620 Transformasional *
Conscientiousness
(Combined) 2,571 0,000
Linearity 43,290 0,000 Deviation
from Linearity
1,762 0,002
Transformasional * Neuroticism (Combined) 1,263 0,119 Linearity 5,5571 0,019 Deviation
from Linearity
1,181 0,199
Transformasional * Openness to Experience
(Combined) 1,639 0,006
Linearity 45,209 0,000 Deviation
from Linearity
0,817 0,811
Hasil uji linearitas pada Tabel 14 menunjukkan kepemimpinan transformasional dan dimensi extraversion,
agreeableness, conscientiousness, serta opennes to experience memiliki hubungan linear dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Sedangkan dimensi neuroticism dan kepemimpinan
menunjukkan bahwa dimensi neuroticism dan transformasional memiliki hubungan yang linear.
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis ditujukan untuk mengetahui dan menguji hipotesis
pada penelitian ini, yaitu apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan tarnsformasional dan dimensi kepribadian Big Five. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan teknik korelasi Pearson
Product Moment dalam program SPSS for windows versi 16.0, karena sebaran data normal.
Tabel 13. Hasil Uji KorelasionalPearson Product Moment
Transformasional
Transformasional
Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed)
N 660
Extraversion
Pearson Correlation .361**
Sig. (2-tailed) .000
N 330
Agreeableness
Pearson Correlation .448**
Sig. (2-tailed) .000
N 330
Conscientiousness
Pearson Correlation .324**
Sig. (2-tailed) .000
N 330
Neuroticism
Pearson Correlation -.127*
Sig. (2-tailed) .021
N 330
Openness to Experience
Pearson Correlation .353**
Sig. (2-tailed) .000
N 330
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
korelasi (r) sebesar 0,361 dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0,000 (p<0,05). Hasil menunjukkan korelasi positif dan signifikan antara
kepemimpinan transformasional dan dimensi extraversion, sehingga hipotesis penelitian diterima.
Pada dimensi agreeableness dengan kepemimpinan
transformasional diperoleh koefisien korelasi korelasi (r) 0,448 dan nilai signifikansi (p) 0,000 (p<0,05). Nilai tersebut menunjukkan
hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan transformasional dan dimensi agreeableness, sehingga hipotesis
penelitian diterima.
Kepemimpinan transformasional dan dimensi conscientiousness menunjukkan hubungan positif dan signifikan. Nilai koefisien korelasi
(r) diperoleh sebesar 0,324 dan nilai signifikansi (p) sebesar 0,000 (p<0,05). Hasil penelitian membuktikan bahwa hipotesis diterima.
Hubungan dimensi neuroticism dan kepemimpinan
transformasional memiliki nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,127 dengan nilai signifikansi (p) 0,021 (p>0,05). Dengan demikian,
hipotesis diterima karena hasil penelitian menunjukkan hubungan yang negatif dan signifikan.
Nilai koefisien korelasi (r) pada dimensi openness to experience dengan kepemimpinan transformasional menunjukkan angka 0,353
transformasional dan dimensi opennes to expreience, sehingga hipotesis diterima.
E. Pembahasan
Penelitian ini menunjukkan korelasi positif dan signifikan antara
kepemimpinan transformasional dan dimensi kepribadian extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan openness to experience dalam Big
Five. Pada dimensi neuroticism ditemukan hubungan yang negatif signifikan dengan kepemimpinan transformasional.
Hubungan positif dan signifikan tersebut mengindikasikan bahwa
semakin tinggi kepemimpinan transformasional maka semakin tinggi dimensi-dimensi kepribadian Big Five tersebut, yaitu extraversion,
agreeableness, conscientiousness, dan openness to experience. Sedangkan, semakin rendah kepemimpinan transformasional maka semakin rendah dimensi-dimensi kepribadian Big Five tersebut.
Hubungan yang negatif signifikan pada dimensi neuroticism dan kepemimpinan transformasional mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepemimpinan transformasional tidak selalu diikuti kenaikan pada dimensi
neuroticism. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah kepemimpinan transformasional tidak selalu menunjukkan dimensi neuroticism yang
rendah.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Judge dan Bono (2000)
dengan kepemimpinan transformasional. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Moss dan Ngu (2006) yang menunjukkan dimensi
extraversion dan conscientiousness berkorelasi positif dengan kepemimpinan transformasional.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Alkahtani, Abu-Jarad, Sulaiman, dan Nikbin (2011) yang menyimpulkan bahwa extraversion berhubungan secara signifikan dengan memimpin perubahan yang
merupakan bagian dari kepemimpinan transformasional. Penelitian lain yang didukung yaitu, penelitian Rubin, Munz, dan Bommer (2005) yang
menunjukkan bahwa extraversion meskipun tidak berhubungan secara langsung dengan kepemimpinan transformasional, tetapi merupakan salah satu bagian penting dari kepemimpinan transformasional sehingga tidak
boleh diabaikan.
Hasil penelitian pada dimensi opennes to experience ini juga
mendukung penelitian penelitian Zopiatis dan Constanti (2011) yang menemukan bahwa kepemimpinan transformasional secara positif berhubungan dengan extraversion, openness to experience, dan
conscientiousness.
Penelitian ini juga menemukan bahwa tingkat kepemimpinan
transformasional pada subjek yang merupakan mahasiswa cenderung rendah (Tabel 11). Hal tersebut mungkin berhubungan dengan mayoritas