PERSEPSI MASYARAKAT MISKIN TERHADAP
PELAYANAN KESEHATAN UNTUK MASYARAKAT MISKIN
DI RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
Nurmeilita NIM: 104052001992
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 September 2010
PERSEPSI MASYARAKAT MISKIN TERHADAP
PELAYANAN KESEHATAN UNTUK MASYARAKAT MISKIN
DI RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
Nurmeilita
NIM: 104052001992
Pembimbing,
Dra. Rini Laili Prihatini, M.si NIP. 19690607 199503 2 003
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Persepsi Masyarakat Miskin terhadap Pelayanan Kesehatan untuk Masyarakat Miskin di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 23 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I) pada Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam.
Jakarta, 23 September 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
DR. Arief Subhan, MA Drs. Sugiharto, MA
NIP 196601101993031004 NIP 196608061996031001
Penguji,
Penguji I Penguji II
Drs. Mahmud Jalal, MA Dra. Asriati Jamil, M.hum NIP 195204221981031002 NIP 196104221990032001
Pembimbing,
ABSTRAK
Nurmeilita
Persepsi Masyarakat Miskin Terhadap Pelayanan Kesehatan Untuk Masyarakat Miskin di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
Peralihan pengobatan alternatif yang tidak syar’i dalam Islam banyak dilakukan oleh kebanyakan masyarakat miskin. Hal ini terjadi karena persepsi negatif masyarakat terhadap mahal biaya ataupun buruknya penerimaan pelayanan di rumah sakit terhadap masyarakat miskin. Seringkali masyarakat miskin merasa termarginalkan karena ketidakmampuan untuk membiayai pengobatan di rumah sakit. Tentunya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan pemberian jaminan kesehatan adalah strategi partisipatif rumah sakit dan pemerintah yang sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat miskin untuk beralih menggunakan pengobatan modern dan terjangkau oleh masyarakat serta sesuai syariat dalam Islam dalam proses pengobatan.
Yang menarik dalam penelitian ini yaitu masyarakat luas dapat mengetahui tingkat persepsi masyarakat dalam penerimaan pelayanan kesehatan rumah sakit terhadap masyarakat miskin sehingga masyarakat tidak segan-segan untuk berobat di rumah sakit. Adapun persepsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin dalam penelitian ini terbentuk dari berbagai faktor, termasuk dimensi kompetensi teknis, akses terhadap pelayanan, efektifitas, hubungan antar manusia, efisiensi, kelangsungan pelayanan, keamanan dan kenyamanan/kenikmatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tingkat persepsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin dan untuk mengetahui serta menganalisis bentuk dan upaya rumah sakit dalam melaksanakan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin dalam penggunaan Jamkesda di Rumah sakit Cipto Mangunkosumo (RSCM) Jakarta.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain deskriptif dan dilaksanakan di Instalasi rawat jalan RSCM Jakarta, dengan melibatkan populasi 400 orang dan terpilih 80 responden dengan teknik pengambilan sampel menggunakan rumus slovin. Responden adalah pasien atau masyarakat miskin yang menggunakan Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (Jamkesda). Instrumen penelitian yang diberikan berupa 50 butir pernyataan tentang persepsi masyarakat mengenai dimensi pelayanan kesehatan. Data dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel atas jawaban-jawaban responden dan pengujian dengan uji mean sebesar 181,48 dan standar deviasi sebesar 24,614. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kategorisasi persepsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin adalah positif dalam ketegori sedang. Yaitu berada di antara skor rendah dan tinggi dari nilai yanga ada.
KATA PENGANTAR
ﻢﻴﺣﺮﻟا
ﻦﻤﺣﺮﻟا
ﷲا
ﻢﺴﺑ
Assalammu’alaikum wr.wb
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini. Oleh karena itu, hanya kepada-Nya segala pengabdian dan rasa syukur dikembalikan. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan seluruh umat manusia yakni nabi besar Muhammad SAW, rasul yang mulia.
Alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persepsi Masyarakat Miskin Terhadap Pelayanan Kesehatan Untuk Masyarakat Miskin di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta”. Sripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana komunikasi program strata 1 (S1) di Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunukasi.
Mengingat jasa-jasa selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan arahan dari berbagai pihak oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
2. Dr. Arief Subhan, M.A., selaku dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si, selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam sekaligus sebagai pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Drs. Sugiharto, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam.
5. Kepala Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan seluruh staf, yang telah menyediakan tempat serta buku-buku sebagai bahan referensi.
6. Prof. Dr.dr. Akhmal Taher, Sp.U selaku Direktur Rumah Cipto Mangunkusumo dan Dr. dr. Dini Widiarni W, Sp. THT-KL(K), M.Epid selaku Kepala Bagian penelitian RS Dr. Cipto Mangunkusumo, atas kesediaannya menyediakan tempat, sarana dan prasarana dalam rangka penelitian skripsi, serta atas doa dan motivasinya.
7. Bapak Ubay, Mba Mega, seluruh pegawai RS Dr. Cipto Mangunkusumo, terima kasih atas bantuan, doa dan kerjasamanya.
8. Untuk saudaraku Mas Yanto, Teh nung, Mas agus, mba eka, Mas budi dan keponakanku keysha dan daffi tersayang yang selalu memberi penulis motivasi.
10. Sahabat terbaikku Ratna Sari, Lillah dan Rina teman-teman perjuangan tentunya kita masih panjang untuk mencapai satu tujuan.
11. Teman-teman alumni SMU 3, terimakasih atas doa dan motivasinya, kebersamaan bersama teman-teman merupakan kebahagiaan yang tak ternilai harganya, memang sungguh indah suatu kebersamaan.
12. Teman-teman di Jurusan BPI angkatan 2004 seluruhnya tak pernah luput untuk selalu memberikan motivasi endah, nonik, lilis, septi, khafid, zai serta adik kelas ulfa dan ema yang selalu siap membantu penulis. Tentunya rasa terima kasih yang tak terhingga buat kalian.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namun tidak mengurangi sedikit pun rasa terima kasih dan penghormatan saya.
Terimakasih atas doa dan motivasinya semoga menjadi amal shaleh di sisi Allah SWT, Amin
Jakarta, 16 September 2010
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 3
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Perumusan Masalah ... 9
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
F. Tinjauan Pustaka ... 10
G. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Persepsi Masyarakat... 14
1. Pengertian Persepsi Masyarakat ... 14
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat ... 18
3. Proses Terjadinya Persepsi Masyarakat ... 19
B. Pelayanan Kesehatan... 22
1. Pengertian dan Syarat Pelayanan Kesehatan ... 22
2. Pelayanan Kesehatan di Rumah sakit ... 25
3. Mutu Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit ... 28
C. Masyarakat Miskin ... 32
1. Pengertian Masyarakat Miskin ... 32
2. Penyebab Masyarakat Miskin ... 34
3. Upaya Penanggulangan Kemiskinan ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46
B. Model dan Desain Penelitian ... 47
C. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 48
D. Variabel Penelitian ... 49
E. Definisi Operasional Dan Indikator Penelitian ... 50
F. Teknik Pengumpulan Data ... 54
G. Sumber Data... 55
H. Uji Validitas Dan Realibilitas ... 55
I. Teknik Analisa Data ... 59
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum RSCM Jakarta ... 61
1. Latar Belakang Berdirinya RSCM Jakarta ... 61
2. Visi, Misi dan Fungsi RSCM Jakarta ... 62
3. Kegiatan-Kegiatan RSCM Jakarta ... 63
4. Struktur Lembaga Instalasi Rawat Jalan RSCM ... 63
5. Alur Pasien Rawat Jalan RSCM Jakarta ... 64
B. Data-Data Hasil Analisa Penelitian Lapangan ... 65
1. Klasifikasi Responden ... 65
2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 68
3. Kategorisasi Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan di RSCM Jakarta Responden .... 88
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 92
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK
Grafik 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 66
Grafik 2. Karakterisktik responden berdasarkan pekerjaan ... 66
Grafik 3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir ... 67
Tabel 1. Faktor internal penyebab kemiskinan perkotaan ... 35
Tabel 2. Persepsi Masyarakat terhadap kompetensi teknis RSCM ... 68
Tabel 3. Persepsi Masyarakat terhadap akses terhadap pelayanan RSCM ... 70
Tabel 4. Persepsi Masyarakat terhadap efektifitas di RSCM... 73
Tabel 5. Persepsi Masyarakat terhadap hubungan antar manusia di RSCM. 75 Tabel 6. Persepsi Masyarakat terhadap efisiensi di RSCM ... 77
Tabel 7. Persepsi Masyarakat terhadap kelangsungan pelayanan di RSCM 80 Tabel 8. Persepsi Masyarakat terhadap keamanan di RSCM ... 82
Tabel 9. Persepsi Masyarakat terhadap kenyamanan di RSCM ... 84
KATA PENGANTAR
ﻢﻴﺣﺮﻟا
ﻦﻤﺣﺮﻟا
ﷲا
ﻢﺴﺑ
Assalammu’alaikum wr.wb
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini. Oleh karena itu, hanya kepada-Nya segala pengabdian dan rasa syukur dikembalikan. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan seluruh umat manusia yakni nabi besar Muhammad SAW, rasul yang mulia.
Alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persepsi Masyarakat Miskin Terhadap Pelayanan Kesehatan Untuk Masyarakat Miskin di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta”. Sripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana komunikasi program strata 1 (S1) di Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunukasi.
Mengingat jasa-jasa selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan arahan dari berbagai pihak oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
2. Dr. Arief Subhan, M.A., selaku dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si, selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam sekaligus sebagai pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Drs. Sugiharto, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan Penyuluhan
Islam.
5. Kepala Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan seluruh staf, yang telah menyediakan tempat serta buku-buku sebagai bahan referensi.
6. Prof. Dr.dr. Akhmal Taher, Sp.U selaku Direktur Rumah Cipto Mangunkusumo dan Dr. dr. Dini Widiarni W, Sp. THT-KL(K), M.Epid selaku Kepala Bagian penelitian RS Dr. Cipto Mangunkusumo, atas kesediaannya menyediakan tempat, sarana dan prasarana dalam rangka penelitian skripsi, serta atas doa dan motivasinya.
7. Bapak Ubay, Mba Mega, seluruh pegawai RS Dr. Cipto Mangunkusumo, terima kasih atas bantuan, doa dan kerjasamanya.
8. Untuk saudaraku Mas Yanto, Teh nung, Mas agus, mba eka, Mas budi dan keponakanku keysha dan daffi tersayang yang selalu memberi penulis motivasi.
10. Sahabat terbaikku Ratna Sari, Lillah dan Rina teman-teman perjuangan tentunya kita masih panjang untuk mencapai satu tujuan.
11. Teman-teman alumni SMU 3, terimakasih atas doa dan motivasinya, kebersamaan bersama teman-teman merupakan kebahagiaan yang tak ternilai harganya, memang sungguh indah suatu kebersamaan.
12. Teman-teman di Jurusan BPI angkatan 2004 seluruhnya tak pernah luput untuk selalu memberikan motivasi endah, nonik, lilis, septi, khafid, zai serta adik kelas ulfa dan ema yang selalu siap membantu penulis. Tentunya rasa terima kasih yang tak terhingga buat kalian.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namun tidak mengurangi sedikit pun rasa terima kasih dan penghormatan saya.
Terimakasih atas doa dan motivasinya semoga menjadi amal shaleh di sisi Allah SWT, Amin
Jakarta, 16 September 2010
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 3
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Perumusan Masalah ... 9
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
F. Tinjauan Pustaka ... 10
G. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Persepsi Masyarakat... 14
1. Pengertian Persepsi Masyarakat ... 14
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat ... 18
3. Proses Terjadinya Persepsi Masyarakat ... 19
B. Pelayanan Kesehatan... 22
1. Pengertian dan Syarat Pelayanan Kesehatan ... 22
2. Pelayanan Kesehatan di Rumah sakit ... 25
3. Mutu Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit ... 28
C. Masyarakat Miskin ... 32
2. Penyebab Masyarakat Miskin ... 34
3. Upaya Penanggulangan Kemiskinan ... 39
4. Pelayanan Kesehatan untuk Masyarakat Miskin ... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46
B. Model dan Desain Penelitian ... 47
C. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 48
D. Variabel Penelitian ... 49
E. Definisi Operasional Dan Indikator Penelitian ... 50
F. Teknik Pengumpulan Data ... 54
G. Sumber Data... 55
H. Uji Validitas Dan Realibilitas ... 55
I. Teknik Analisa Data ... 59
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum RSCM Jakarta ... 61
1. Latar Belakang Berdirinya RSCM Jakarta ... 61
2. Visi, Misi dan Fungsi RSCM Jakarta ... 62
3. Kegiatan-Kegiatan RSCM Jakarta ... 63
4. Struktur Lembaga Instalasi Rawat Jalan RSCM ... 63
5. Alur Pasien Rawat Jalan RSCM Jakarta ... 64
B. Data-Data Hasil Analisa Penelitian Lapangan ... 65
1. Klasifikasi Responden ... 65
2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 68
3. Kategorisasi Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan di RSCM Jakarta Responden .... 88
A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 92
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK
Grafik 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 66
Grafik 2. Karakterisktik responden berdasarkan pekerjaan ... 66
Grafik 3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir ... 67
Tabel 1. Faktor internal penyebab kemiskinan perkotaan ... 35
Tabel 2. Persepsi Masyarakat terhadap kompetensi teknis RSCM ... 68
Tabel 3. Persepsi Masyarakat terhadap akses terhadap pelayanan RSCM ... 70
Tabel 4. Persepsi Masyarakat terhadap efektifitas di RSCM... 73
Tabel 5. Persepsi Masyarakat terhadap hubungan antar manusia di RSCM. 75 Tabel 6. Persepsi Masyarakat terhadap efisiensi di RSCM ... 77
Tabel 7. Persepsi Masyarakat terhadap kelangsungan pelayanan di RSCM 80 Tabel 8. Persepsi Masyarakat terhadap keamanan di RSCM ... 82
Tabel 9. Persepsi Masyarakat terhadap kenyamanan di RSCM ... 84
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Hidup ini tidak lepas dari cobaan dan ujian, karena cobaan dan ujian
merupakan Sunatullah dalam kehidupan. Manusia akan diuji dalam segala sesuatu,
dalam hal-hal yang disenanginya dan disukainya maupun dalam hal-hal yang dibenci
dan tidak disukainya. Cobaan ini beragam bentuknya, kadangkala cobaan pada badan,
harta, anak-anak atau lainnya.
Cobaan yang kerap sangat sulit diterima pada manusia diantaranya adalah
cobaan sakit yang mengganggu kesehatan, karena kesehatan adalah harta yang tak
ternilai dan sebuah modal dasar di dalam seluruh aktivitas kehidupan. Apabila sakit
menghampiri dalam tubuh kita tentunya segala upaya dikerahkan, dan segala harta
benda dikorbankan guna menebusnya. Banyak cara mengobati penyakit untuk
menuju kesembuhan. Allah pun telah menjamin bahwa setiap sakit pasti ada obatnya.
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Mencakup segala aspek kehidupan
termasuk di dalamnya pengobatan, sebab di antara tujuan syariat adalah menjaga
jiwa. Oleh karena itu Islam memerintahkan agar berobat.
Sebagaimana Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim,
“Setiap penyakit ada obatnya, jika suatu obat itu tepat (manjur) untuk suatu penyakit,
maka penyakit itu akan sembuh dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Muslim
dari Jabir radhiyallahu ‘anhu)1
Hadits di atas bisa menjadi gambaran dan memotivasi kita untuk tak pernah
menyerah dalam mencari kesembuhan. Dalam usaha kita untuk mengobati penyakit
yang diderita, kita harus memperhatikan dua hal : Pertama, bahwa obat dan dokter
hanya sarana kesembuhan, sedangkan yang benar-benar menyembuhkan adalah
Allah. Kedua, ikhtiar (usaha) dalam mencari obat tersebut tidak boleh dilakukan
dengan cara-cara yang haram dan syirik.2
Banyak masyarakat Indonesia lebih mengandalkan pengobatan alternatif yang
pada umumnya dikenal lebih murah dan terjangkau, lebih aman, dan tidak memiliki
efek samping daripada pengobatan lewat jalur medis yang membutuhkan banyak
biaya. Sayangnya, saat ini banyak pengobatan alternatif yang mengaku bisa
menyembuhkan segala macam penyakit, tidak sedikit yang mengklaim pengobatan
dilakukan dengan cara islami. Namun kenyataannya, metode pengobatan yang
dilakukan jauh dari syar’i, bahkan tak jarang bercampur dengan kesyirikan.3
Kepercayaan pada hal yang mistis sehingga pergi ke dukun lebih disukai masyarakat
dari pada ke rumah sakit. Hal tersebut sebagaimana temuan survey Sosial Ekonomi
1
Fahrur Muis, Bahagia Saat Sakit, (Solo: Pustaka Iltizam, 2008), Cet Ke-2, h. 27
2
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Do’a dan Wirid, (Jakarta : Pustaka Imam Asy-syafi’I, 2008),Cet. Ke-9, h. 470
3
Nasional tahun 2001, 57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri,
31,7% menggunakan obat tradisional, dan 9,8% memilih cara pengobatan
tradisional.4 Maraknya pengobatan alternatif membuat kita harus berhati-hati agar
mendapatkan kehalalan dalam berobat. Salah satu pengobatan alternatif yang sangat
jauh dari syariat adalah berobat ke dukun. Berobat ke dukun merupakan suatu
keharaman karena telah dilarang oleh syariat, dengan begitu pengetahuan yang
memadai sangat membantu kita untuk dapat menentukan pengobatan yang baik
dalam pencapaian kesembuhan.
Salah satu pengobatan alternatif yang sempat menjadi perhatian banyak orang
adalah pengobatan alternatif yang dilakukan oleh bocah cilik asal Jombang Jawa
Timur bernama Ponari. Menurut pemberitaan di media massa, Ponari mendapatkan
kemampuan untuk mengobati berbagai penyakit melalui sebuah batu yang cukup
dicelupkan ke dalam air minum. Akibat ekspos media massa yang luar biasa, dengan
cepat puluhan ribu orang dari seluruh Indonesia memadati dusun tempat tinggal
Ponari di Jombang. Sudah empat orang yang tewas terinjak-injak karena
berdesak-desakan di gang sempit menuju rumah Ponari.5 Wakil Katib Syuriah PWNU Jawa
Timur KH Abdurrahman Nafis menilai peristiwa di Jombang itu membuktikan
bahwa masyarakat masih lemah moral dan ekonomi. Masyarakat diminta tidak lantas
4
Dewi, Rumah Sakit: Mencapai Indonesia Sehat 2010 dengan Pelayanan Kesehatan Yang Optimal Bagi Keluarga Miskin, artikel diakses tanggal 19 Maret 2009 dari www.dewi.pn.com
5
percaya sampai menimbulkan syirik.6 Sementara itu, miftahul Akhyar mengatakan
fenomena ini terjadi akibat mahalnya biaya pengobatan bagi rakyat miskin.
Menurutnya, rakyat miskin kerap kali tidak diorangkan ketika berobat kerumah sakit.
Oleh karena itu, mereka memilih pengobatan yang murah. Seharusnya fenomena ini
menjadi bahan kritik bagi pemerintah agar bisa memberi pelayanan kesehatan yang
terbaik.7
Masalah kemiskinan merupakan isu sentral di Tanah Air, terutama setelah
Indonesia dilanda krisis multidimensional yang memuncak pada periode 1997-1999.
Dari data BPS dan Depsos (2002), jumlah penduduk miskin mencapai 35,7 juta jiwa
dam 15,6 juta jiwa (43 %) diantaranya masuk kategori fakir miskin.8 Krisis ekonomi
di Indonesia menyebabkan jumlah penduduk miskin terus bertambah. Keadaan ini
berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar berkurang, termasuk dalam mengakses pelayanan kesehatan. Tentunya
fenomena banyaknya masyarakat miskin lebih memilih pengobatan alternatif
ketimbang pergi ke rumah sakit adalah hal yang sering terjadi di Negara ini. Hal
tersebut dikarenakan ketidakmampuan masyarakat miskin untuk mengakses
pelayanan kesehatan yang tergolong mahal.
6
Ishomuddin, Fenomena ponari bukti masyarakat lemah moral dan ekonomi, , artikel diakses tanggal 20 februari 2009 dari www.media islam.com
7
Abdurrahman, Pengobatan Ponari Adalah Bentuk Kesyirikan Yang Diharamkan, artikel diakses 20 februari 2009 dari www.hidayatullah.com
8
Pada dasarnya kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia dan sesuai
dengan amanat Undang-Undang Dasar, pemerintah berkewajiban untuk memberikan
akses pelayanan kesehatan yang bermutu kepada seluruh masyarakat Indonesia
terutama kepada keluarga miskin. Kehidupan masyarakat miskin di Indonesia
merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah. Hal ini sesuai dengan
Undang-Undang dasar 1945 pasal 34 menyebutkan, bahwa fakir miskin merupakan tanggung
jawab pemerintah.9 Bagitupun dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia WHO
dalam Departemen Kesehatan RI, Undang Dasar 1945 pasal 28 dan
Undang-Undang nomor 23 tahun 1992, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental
setiap warga. Setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh
perlindungan terhadap kesehatannya, dan Negara bertanggung jawab mengatur agar
masyarakat terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat
miskin dan tidak mampu.10
Oleh karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bertanggung jawab
untuk menyediakan dana bagi masyarakat miskin guna memperoleh pelayanan
kesehatan. Dalam program pembangunan Nasional mengamanatkan agar subsidi
energi dikurangi secara bertahap hingga pada akhir tahun 2004, sehingga tidak ada
lagi subsidi energi dan dana subsidi tersebut dapat dipergunakan untuk membangun
kesejahteraan rakyat secara lebih tepat. Upaya pemerintah tersebut dituangkan dalam
9
Salim Madjid, Program Kesehatan Gratis Sebagai Pilihan, artikel di akses tanggal 1 Maret 2009 dari www.datinkessulsel.wordpress.com
10
bentuk program-program penanggulangan masalah kesehatan bagi keluarga miskin
salah satunya diantaranya adalah program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).11
Jamkesda adalah suatu jaminan kesehatan yang diberikan kepada keluarga
miskin melalui pendekatan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
atau asuransi yang preminya dibayar oleh Pemerintah daerah bagi warga yang tidak
mampu dalam melakukan pengobatan di Rumah Sakit. Hal ini merupakan wujud
nyata dari komitmen Pemerintah untuk memberikan perhatian khusus bagi
masyarakat miskin. Dengan kartu Jamkesda, masyarakat miskin dapat memperoleh
pelayanan kesehatan gratis tanpa dipungut biaya.
Salah satunya Rumah Sakit yang menjadikan rujukan Pemerintah daerah untuk
penggunaan Jamkesda adalah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Rumah
Sakit yang terbesar di Indonesia dan tertua ini tentunya selalu mengupayakan untuk
selalu memberikan kualitas pelayanan kesehatan yang prima untuk pasiennya. Mutu
pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna
kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan.
Menurut Azwar yang dikutip Yudarnaso Dawud pelayanan yang bermutu
merupakan salah satu tolak ukur kepuasan yang berefek pada keinginan pasien untuk
kembali kepada institusi yang memberikan pelayanan kesehatan yang efektif. Namun
bentuk pelayanan yang efektif seringkali berbeda persepsi antara pasien dengan
11
pemberi pelayanan (provider).12 Pasien mengartikan pelayanan yang bermutu dan
efektif jika pelayanannya nyaman, menyenangkan dan petugasnya ramah yang mana
secara keseluruhan memberikan kesan kepuasan terhadap pasien. Sedangkan pemberi
pelayanan (provider) mengartikan pelayanan yang bermutu dan efektif jika pelayanan
sesuai dengan standar Pemerintah. Adanya perbedaan persepsi antara petugas
kesehatan dengan pasien dalam hal pelayanan kesehatan yang efektif masih sering
memunculkan kesalah pahaman terhadap pelayanan terutama bagi masyarakat
miskin.
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka peneliti sangat tertarik
untuk meneliti tentang “Persepsi Masyarakat Miskin Terhadap Pelayanan
Kesehatan Untuk Masyarakat Miskin di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) Jakarta”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran
yang sangat strategis dalam upaya mempercepat derajat kesehatan masyarakat
Indonesia. Pemerintah bersungguh-sungguh dan terus-menerus berupaya untuk
meningkatkan mutu pelayanan baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitasi.
12
RSCM adalah salah satu Rumah Sakit rujukan dan terbesar di Indonesia.
Rumah Sakit yang terletak di Jalan Diponegoro No.71 Jakarta Pusat, sangat proaktif
dan senantiasa memberikan pelayanan kesehatan berkualitas dan terjangkau oleh
semua lapisan masyarakat terutama masyarakat miskin. Berdasarkan pengamatan
awal yang dilakukan oleh peneliti, saat ini 70% pasien yang berobat ke RSCM adalah
masyarakat miskin yang menggunakan JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat) yang diselenggarakan oleh Pemerintah salah satunya adalah Jamkesda
(Jaminan Kesehatan Daerah).
Berdasarkan hal di atas, peneliti membatasi penelitian ini pada persoalan
persepsi masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan pihak
RSCM untuk masyarakat miskin. Adapun pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah
proses pengobatan pasien rawat jalan pengguna Jamkesda mulai dari penerimaan
pelayanan administrasi hingga penerimaan pelayanan medis oleh petugas medis yaitu
dokter. Alasannya, masyarakat miskin yang tidak mampu untuk mengakses
pelayanan kesehatan seringkali didiskriminasikan dalam penerimaan pelayanan di
rumah sakit. Hal ini dikarenakan masyarakat miskin secara penuh ditanggung oleh
Pemerintah tanpa mengeluarkan biaya apapun.
Dalam merealisasikan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka
penulis mencoba merumuskan permasalahannya untuk memudahkan pembahasan
selanjutnya. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah persepsi masyarakat miskin dalam melakukan pelayanan
b. Bagaimanakah bentuk dan upaya Rumah Sakit dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin dalam penggunaan Jamkesda
di rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta?
C. Tujuan dan manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan menganalisis tingkat persepsi masyarakat miskin
terhadap pelayanan kesehatan Pemerintah untuk masyarakat miskin.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk dan upaya Rumah Sakit dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin dalam
penggunaan Jamkesda di Rumah sakit Cipto Mangunkosumo (RSCM)
Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
a. Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan
pengetahuan khususnya tentang persepsi masyarakat miskin terhadap
pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin dalam penggunaan jaminan
kesehatan daerah (Jamkesda) yang diselenggarakan oleh Pemerintah di
Rumah Sakit.
b. Dapat dijadikan acuan untuk memberikan informasi kepada pengambil
kebijakan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo terhadap pelayanan
kesehatan yang diberikan RSCM sebagai upaya untuk peningkatan mutu
c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam bidang
studi dakwah dan komunikasi serta merancang kegiatan penyuluhan kepada
mahasiswa bimbingan dan penyuluhan di masyarakat.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini, sebelumnya telah ada beberapa karya ilmiah
mengenai persepsi terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit yang penulis
temukan, yang pembahasannya hampir atau menyerupai dengan judul penelitian yang
penulis angkat.
Oleh karena itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti
‘menduplikat’ hasil karya orang lain, maka penulis sangat perlu untuk mempertegas
perbedaan antara masing-masing judul dan masalah yang dibahas dari beberapa
penelitian yang telah dibuat sebelumnya, yaitu sebagai berikut :
• Adapun tesis yang pembahasannya hampir atau menyerupai dengan judul
penelitian yang penulis angkat salah satunya adalah tesis yang berjudul “Persepsi
Pasien Terhadap Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit PT Caltex Pasific
Indonesia Rumbai Pekanbaru” yang ditulis oleh Maria Soedarmono (2002).
Universitas Indonesia program studi Sosiologi. Dalam tesis tersebut dijelakan
bahwa tentang persepsi pasien yaitu karyawan PT Caltex Pasific Indonesia
terhadap pelayanan kesehatan rumah sakit perusahaan tersebut secara
kuratif (pengobatan) dan juga rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan
dirumah sakit disediakan oleh perusahaan secara cuma-cuma untuk meningkatkan
kesejateraan para karyawan dalam kesehatan agar tetap produktif dan sehat
sehingga operasional perusahaan tetap berlangsung dengan baik.
• Tesis yang berjudul “Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ruang Rawat inap Kelas
I RSUP Dr. M Djamil Padang Dengan menggunakan Metode Seryqual” yang
ditulis oleh Muhammad Rommy Krisna (2002). Universitas Indonesia program
studi teknik Industri. Dalam penelitian ini lebih menfokuskan penelitian terhadap
harapan dan persepsi serta kepuasan pasien RSUP Dr M Djamil Padang
berdasarkan pengalaman pasien yang pernah dirawat inap kelas I dalam menerima
pelayanan kesehatan dirumah sakit tersebut. Mulai dari faktor-faktor meliputi
ketanggapan, kemampuan, keramahan, kerendahan hati dan kesungguhan para
petugas rumah sakit dalam melayani pasien-pasiennya.
Dari kedua judul tesis diatas, penulis tegaskan bahwa dalam skripsi ini sangat
berbeda dengan karya penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun kelebihan atau
kekuatan penelitian dalam skripsi ini dan membuat berbeda dari penelitian
sebelumnya adalah :
Bahwa dalam skripsi ini lebih menekankan pada penelitian persepsi
masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta untuk pasien masyarakat miskin yang menggunakan Jaminan
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dalam penulisan skrispi ini, penulis
membuat sistematika berdasarkan kesamaan dan hubungan yang ada. Skripsi ini
terdiri dari lima bab :
Bab I : Merupakan bab pendahuluan yang mengemukakan tentang
latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
Bab II : Mengemukakan tentang landasan teoritis mengenai persepsi
yang meliputi ; pengertian persepsi masyarakat, faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi masyarakat, proses terbentuknya persepsi masyarakat. Pelayanan kesehatan
yang meliputi ; pengertian pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan di rumah sakit,
mutu pelayanan kesehatan. Kemudian mengenai masyarakat miskin yang meliputi ;
pengertian masyarakat miskin, penyebab masyarakat miskin dan penanggulangan
masyarakat miskin.
Bab III : Menjelaskan tentang metodologi penelitian yang terdiri dari,
lokasi dan waktu penelitian, model dan desain penelitian, subyek penelitian, teknik
pengambilan data, fokus penelitian, definisi operasional, indikator, asumsi penelitian,
Bab IV : Merupakan temuan dan analisa data, yang menjelaskan
tentang gambaran umum Rumah Sakit Cipto Mangunkuskumo yang meliputi, latar
belakang berdirinya RSCM Jakarta, visi-misi RSCM Jakarta, kemudian tentang hasil
penemuan.
Bab V : Merupakan bab terakhir yang menguraikan tentang
kesimpulan penelitian ini dan saran-saran yang ditujukan kepada pihak-pihak terkalt
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Persepsi Masyarakat
1. Pengertian Persepsi Masyarakat
Bagi hampir semua orang, sangatlah mudah kiranya melakukan perbuatan
melihat, mendengar, membau, merasakan, dan menyentuh, yakni proses-proses yang
sudah semestinya ada. Namun informasi yang datang dari organ-organ indera kiranya
perlu terlebih dahulu diorganisasikan dan dinterpretasikan sebelum dapat dimengerti,
dan proses ini dinamakan persepsi (perception).1
Kata persepsi berasal dari kata “perception” yang berarti kesadaran,
pengaturan data pancaindera ke dalam pola-pola pengalaman.2 Menurut Bimo
Walgito persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan,
yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau
juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak begitu saja, melainkan situmulus
tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi.3
Sedangkan menurut Desiderato yang dijelaskan oleh Jalaluddin Rakhmat
persepsi adalah :
1
Malcom Hardy dan Steve Heyes, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Erlangga, 1988), Cet Ke-2, h. 83
2
Philip L. Harriman, Istilah Psikologi, (Jakarta: Restu Agung, 1995), Cet Ke-2, h. 182
3
“Pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga antesi, ekspektasi, motivasi, dan memori”.4
Sedangkan Young seperti yang dijelaskan oleh Nanadt admin persepsi
merupakan aktivitas mengindera, mengintegrasikan dan memberikan penilaian pada
obyek-obyek fisik maupun obyek sosial, dan penginderaan tersebut tergantung pada
stimulus fisik dan stimulus sosial yang ada di lingkungannya. Sensasi-sensasi dari
lingkungan akan diolah bersama-sama dengan hal-hal yang telah dipelajari
sebelumnya baik hal itu berupa harapan-harapan, nilai-nilai, sikap, ingatan dan
lain-lain.5
Dalam bahasa Inggris masyarakat disebut society, asal katanya socius yang
berarti “kawan”. Kata masyarakat berasal dari bahasa Arab ‘musyaraka’ yang berarti
ikut serta atau berpartisipasi.6
Dalam Kamus Bahasa Indonesia masyarakat adalah sejumlah manusia dalam
arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap.7
Sedangkan menurut Edi Suharto masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki
perasaan yang sama atau menyatu satu sama lain karena mereka saling berbagi
4
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), Cet Ke-21, h. 51
5
Nanath Admin, Persepsi, artikel diakses pada tanggal 19 Maret 2009 dari http://kuliahkomunikasi.com/?p=174
6
Nasrul Effendy, Perawatan Kesehatan Masyarakat, (Jakarta: Buku Kedokteran, 1995), Cet Ke-1, h. 223
7
indentitas, kepentingan-kepentingan yang sama, perasaan memiliki yang sama, dan
biasanya satu tempat yang sama.8
Menurut The Expert Committee Report tentang perawatan kesehatan
masyarakat dari WHO (1974) masyarakat merupakan kelompok sosial yang
ditentukan oleh keterikatan atau nilai-nilai umum dan kepentingan. Para anggotanya
mengetahui interaksi dengan yang lain. Fungsi-fungsi dalam struktur sosial
memperlihatkan dan menciptakan norma-norma nilai-nilai dan berbagai institusi.9
Masyarakat tidak hanya dipandang sebagai kumpulan individu atau
penjumlahan dari individu–individu akan tetapi masyarakat merupakan suatu
pergaulan hidup karena manusia itu hidup secara bersama. Setiap manusia dalam
masyarakat tersebut masing–masing mempunyai persepsi yang berbeda-beda dalam
menanggapi suatu obyek. Namun tidak menutup kemungkinan ada sejumlah individu
yang mempunyai persepsi yang sama terhadap suatu obyek, keseluruhan persepsi
tersebut termasuk ke dalam persepsi masyarakat.
Persepsi masyarakat adalah keseluruhan atau rata–rata persepsi individu
terhadap suatu obyek yang kurang lebih mempunyai persepsi yang sama. Kesamaan–
kesamaan tersebut biasanya diwujudkan ke dalam pengakuan bersama terhadap suatu
8
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), Cet Ke-1, h. 47
9
obyek, misalnya memakai simbol, tanda–tanda, dan bahasa–bahasa verbal dan non
verbal yang sama.10
Persepsi masyarakat terhadap suatu obyek merupakan landasan pokok bagi
timbulnya perilaku dari masing–masing individu dalam setiap kegiatan. Makna
positif dan negatif sebagai hasil persepsi masyarakat terhadap suatu obyek sangat
tergantung dari bentuk dan proses interaksinya. Masing–masing individu mempunyai
persepsi yang berbeda dalam menanggapi suatu obyek. Kemudian masing–masing
individu akan melakukan proses pertukaran persepsi di antara masing–masing
individu. Proses pertukaran persepsi tersebut dapat berlangsung antara individu yang
tergabung dalam komunitas tertentu.
Dari berbagai pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa persepsi
masyarakat timbul karena adanya persepsi dari masing–masing individu di mana
persepsi dari masing–masing individu tersebut terhadap suatu obyek dikumpulkan
menjadi satu sehingga timbullah suatu persepsi masyarakat. Persepsi masyarakat
merupakan proses mengamati obyek melalui indera kemudian diorganisasikan dan
diinterpretasikan melalui bentuk–bentuk rangsangan suatu obyek atau peristiwa
berdasarkan latar belakang masing–masing individu sehingga akan muncul tanggapan
atau reaksi yang diwujudkan dalam bentuk kemampuan membeda-bedakan,
mengelompokkan, menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan serta
terwujudnya komunikasi antara manusia dengan obyek.
10
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat
Makna persepsi seseorang adalah proses yang berhubungan dengan
penginderaan, seperti melihat, membau, mendengar, merasakan, menanggapi,
menyentuh, menerima dan lain-lain. Pernyataan ini menyiratkan bahwa persepsi itu
dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor dari dalam (interen individu) dan faktor luar
(ekstren individu).
Menurut Bimo Walgito bahwa faktor-faktor yang mempangaruhi persepsi
yaitu:
1. Faktor individu, yang meliputi : (1) Perhatian, baik perhatian spontan maupun perhatian tidak spontan; dinamis atau statis; (2) Sifat struktural individu; simpati atau antipati; (3) Sifat temporer individu; emosional atau stabil; (4) Aktivitas yang sedang berjalan pada individu.
2. Faktor stimulus (rangsangan). Stimulus akan dapat disadari oleh individu, bila stimulus itu cukup kuat. Bagaimanapun besarnya perhatian dari individu, tetapi bila stimulus tidak cukup kuat, maka stimulus itu tidak akan dipersepsi tidak akan dipersepsi oleh individu yang bersangkutan, dan ini bergantung pada : (1) intensitas (kekuatan) stimulus; (2) ukuran stimulus; (3) perubahan stimulus; (4) ulangan dari stimulus (5) pertentangan atau kontras dari stimulus.11
Muhyadi juga menerangkan persepsi dipengaruhi oleh tiga faktor, pertama
orang yang membentuk persepsi itu sendiri, khususnya kondisi intern (kebutuhan,
kelelahan, sikap, minat, motivasi, harapan, pengalaman masa lalu dan kepribadian),
kedua, stimulus yang berupa obyek maupun peristiwa tertentu (benda, orang, proses
11
dan lain-lain) dan ketiga, stimulus dimana pembentukan persepsi itu terjadi baik
tempat, waktu, suasana (sedih, gembira dan lain-lain).12
Sedangkan Jalaluddin Rakhmat mengemukakan bahwa persepsi ditentukan
oleh dua faktor, yaitu faktor-faktor fungsional bersifat personal berasal dari
kebutuhan, pengalaman masa lalu, proses belajar dan motif dan faktor-faktor
struktural berasal dari luar individu antara lain lingkungan keluarga, hukum yang
berlaku dan nilai-nilai dalam masyarakat.13 Oleh karena itu, setiap individu dalam
masyarakat mempunyai persepsi yang berbeda–beda dalam menanggapi suatu obyek.
Hal ini dipengaruhi oleh adanya perbedaan pengalaman atau lingkungan, maka
persepsi dapat berubah–ubah sesuai dengan suasana hati, cara belajar, dan keadaan
jiwa. Jadi persepsi itu tergantung pada proses berpikir atau kognitif seseorang,
sehingga persepsi akan selalu berubah setiap saat. Perubahan itu tergantung pada
kemampuan selektivitas informasi yang diterima setelah diolah ternyata bermakna
positif maka seseorang mendukung informasi yang diterima, tetapi bila negatif maka
yang terjadi sebaliknya.
3. Proses Terjadinya Persepsi Masyarakat.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa persepsi itu merupakan
proses yang didahului oleh penginderaan. Penginderaan adalah proses diterimanya
stimulus melalui alat indera atau reseptor. Stimulus kemudian diteruskan ke otak dan
12
Hidayat, Pengertian Persepsi, artikel di akses tanggal 19 Maret 2009 dari http://www.infoskripsi.com/Article/Pengertian-Persepsi.htm
13
proses selanjutnya adalah proses persepsi. Lebih rinci lagi mengenai proses terjadinya
persepsi menurut Bimo Walgito adalah sebagai berikut :
“Objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kelaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini yang disebut sebagai proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba. Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran yang disebut sebagai proses psikologis. Proses terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang misalnya apa yang dilihat, diraba, didengar, yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera.”14
Sedangkan pembentukan persepsi yang dijelaskan menurut Feigi yang dikutip
oleh Irwanto yaitu :
“Sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan “interpretation”, begitu juga berinteraksi dengan “closure”. Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksi pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh.15
Mencermati proses terbentuknya persepsi masyarakat dapat dikemukakan
bahwa seseorang diawali oleh adanya rangsangan atau stimulus yang diterima oleh
alat indera atau reseptor, kemudian melalui proses persepsi sesuatu yang diindera
tersebut menjadi sesuatu yang berarti setelah diorganisasikan dan diinterpretasikan.
14
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), Cet Ke-4, h. 90
15
Dengan merujuk pada pengertian persepsi masyarakat, faktor-faktor yang
mempengaruhi dan proses terjadinya persepsi masyarakat yang telah di paparkan di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya persepsi masyarakat adalah
proses mengamati obyek melalui indera kemudian diorganisasikan dan
diinterpretasikan melalui bentuk–bentuk rangsangan suatu obyek atau peristiwa
berdasarkan latar belakang masing–masing individu sehingga akan muncul tanggapan
atau reaksi yang diwujudkan dalam bentuk kemampuan membeda-bedakan,
mengelompokkan, menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dalam
penelitian ini peneliti mengangkat tentang persepsi masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan untuk masyakarat miskin yang umumnya masyarakat miskin mengalami
masalah ketidakadilan dalam penerimaan pelayanan kesehatan.
Sebagaimana dikatakan Bhirawa seringkali diskriminasi terjadi pada kehidupan
masyarakat miskin atau kurang mampu. Akses untuk mendapatkan pelayanan
khususnya pelayanan kesehatan, masih sering menimbulkan diskriminasi, terutama
kepada golongan masyarakat miskin, dan menimbulkan ketidakadilan. Hal tersebut,
antara lain, disebabkan rendahnya kepedulian sosial penyelenggara rumah sakit.16
Maka dengan adanya persepsi masyarakat tentunya sebagai wadah bagi pihak RSCM
untuk dapat mengoptimalkan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin.
Sejalan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat dalam
teori di atas, maka penelitian ini peneliti ingin melihat faktor-faktor persepsi
16
masyarakat dalam menilai atas penerimaan pelayanan kesehatan yang diberikan
RSCM sehingga masyarakat dapat menyimpulkan dan mengintrepretasikan dalam
sebuah keputusan.
Begitupun dengan proses terjadinya persepsi masyarakat yang telah di
ungkapkan sebelumnya, adapun proses terbentuknya persepsi masyarakat miskin di
awali dengan penerimaan stimulus yang kemudian masyarakat dapat
menginterpretasikan secara selektif terhadap pelayanan kesehatan yang di berikan
pihak RSCM sehingga masyarakat dapat menyeleksi pesan dan informasi untuk
kelangsungan dalam berobat.
B. Pelayanan Kesehatan
1. Pengertian dan Syarat Pelayanan Kesehatan
Pengertian “pelayanan”, yang berarti “usaha melayani kebutuhan orang lain”
atau dari pengertian “melayani” yang berari “membantu menyiapkan (mengurus) apa
yang diperlukan seseorang”.17 Sedangkan pengertian kesehatan menurut
Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 1 ayat 1 adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang produktif secara sosial ekonomi.
Jadi pengertian kesehatan cakupannya sangat luas, mencakup sehat fisik maupun non
fisik (jiwa, sosial ekonomi).18
17
Marcia Stahhope dan Jeanette Lancaster, Perawatan Kesehatan Masyarakat, h. 28-29
18
Adapun pengertian pelayanan kesehatan menurut Levey dan Loomba yang
dikutip Azwar adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara individu atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok dan masyarakat.19 Pelayanan oleh Moenir dirumuskan setiap
kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan
orang banyak.20
Menurut Ascobat Gani bahwa pelayanan kesehatan dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat berupa tindakan penyembuhan, pengobatan, dan pemulihan
fungsi organ tubuh seperti sedia kala.21
Dari berbagai pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pelayanan
kesehatan adalah upaya baik individu maupun melalui institusi dalam rangka untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan yang ada dimasyarakat melalui pemberian
bantuan dalam rangka untuk meningkatkan mutu kesehatan yang ada di masyarakat
baik dalam bidang preventif (upaya pencegahan), kuratif (pengobatan) maupun
rehabilitasi (pemulihan kesehatan) ialah agar setiap warga masyarakat dapat
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik jasmani, rohani maupun
sosialnya serta diharapkan berumur panjang.
19
Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, (Jakarta : Binarupa Aksara, 1996), Cet Ke-1, h. 35
20
Moenir, Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), h. 55
21
Berdasarkan rumusan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa bentuk dan
jenis pelayanan kesehatan tergantung dari beberapa faktor yakni :
1. Pengorganisasian pelayanan ; pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan secara
sendiri atau bersama-sama sebagai anggota dalam suatu organisasi.
2. Tujuan atau ruang lingkup kegiatan ; pencegahan penyakit, memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan, penyembuhan / pengobatan dan pemulihan
kesehatan.
3. Sasaran pelayanan ; perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.22
Sedangkan untuk dapat disebut sebagai bentuk pelayanan kesehatan, baik dari
jenis pelayanan kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan kesehatan
masyarakat harus memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud
adalah :
a. Tersedianya dan berkesinambungan, yakni syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan.
b. Dapat diterima dan wajar, syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar artinya pelayanan kesehatab tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
c. Mudah dicapai, syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dicapai oleh masyarakat ( di sudut lokasi).
d. Mudah dijangkau, syarat pokok ke empat pelayanan kesehatan yang baik adalah modal di jangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini termasuk dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
22
e. Bermutu ; Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah mutu. Pengertian yang dimaksud disini adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.23
2. Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit
Rumah sakit adalah sebuah intitusi perawatan kesehatan professional yang
pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat dan tenaga ahli kesehatan lainnya.
Istilah hospital (rumah sakit) berasal dari kata Latin, hospes (tuan rumah), yang juga
menjadi akar kata hotel dan hospitality (keramahan). Rumah sakit merupakan
komponen sistem pelayanan kesehatan yang paling menarik perhatian. Pada
umumnya rumah sakit berusaha untuk melaksanakan empat pelayanan utama yaitu,
pelayanan kepada pasien, pendidikan para pemberi jasa, riset dan pelayanan kepada
masyarakat.24 Sedangkan Rumah sakit menurut American Hospital Association yang
dikutip Azwar adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis professional yang
terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan
kedokteran, asuhan perawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan
yang diderita oleh pasien.25
Rumah sakit adalah suatu lembaga dalam mata rantai sistem kesehatan
nasional yang mengembang tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat dan
mempunyai fungsi utama menyelenggarakan kesehatan bersifat penyembuhan dan
23
Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, h. 38-39
24
Marcia Stahhope dan Jeanette Lancaster, Perawatan Kesehatan Masyarakat, , h. 34
25
pemulihan penderita serta memberikan pelayanan yang tidak terbatas pada perawatan
di luar rumah sakit.26
Batasan pengertian rumah sakit di atas, menunjukkan bahwa fungsi kegiatan
rumah sakit sangat bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman. Artinya rumah
sakit tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit, tempat
pengasuhan, tempat pelayanan, pendidikan dan penelitian sederhana, dan bersifat
sosial. Dewasa ini, rumah sakit fungsinya berkembang sesuai dengan tuntunan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Antara lain ; sebagai penyumbang
pendidikan dan penelitian, spesialistik / subspesialistik, dan mencari keuntungan.
Implikasinya adalah rumah sakit dituntut untuk senantiasa meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan pasiennya dalam semua aspek pelayanan, baik yang
bersifat fisik maupun non fisik agar pelayanan kesehatan dapat terwujudkan dengan
baik. Disamping itu rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
cepat, akurat dan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran sehingga dapat
berfungsi sebagai rujukan rumah sakit sesuai dengan tingkat rumah sakitnya.27
Dalam upaya pelayanan dirumah sakit, maka pasienlah yang memperoleh jasa
pelayanan memiliki harapan tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya dapat
memenuhi bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dalam waktu ke waktu tumbuh
26
Dalmy Iskandar, Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan dan Pasien, (Jakarta : Sinar Grafika, 1998), Cet KE-1, h. 6
27
pemikiran dalam diri pasien bahwa inilah suatu jasa pelayanan rumah sakit yang
efektif dan memiliki mutu.
Jenis-jenis disiplin pelayanan di rumah sakit yang bisa diterima oleh
masyarakat menurut surat keputusan 436/menkes/SK/VI/1993 diantaranya ;28
• Administrasi dan manajemen • Pelayanan medis
• Pelayanan gawat darurat • Kamar operasi
• Pelayanan intensif
• Pelayanan perinatal resiko tinggi • Pelayanan keperawatan
• Pengendalian infeksi di rumah sakit • Pelayanan sterilisasi sentral
• Keselamatan kebakaran dan kewaspadaan bencana • Pemeliharaan sarana
• Pelayanan lain • Perpustakaan.
Adapun yang peneliti maksud dengan pelayanan kesehatan dalam penelitian
ini, bahwa pelayanan kesehatan adalah upaya yang dilakukan dalam rangka untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan yang ada dimasyarakat baik dalam bidang
preventif (upaya pencegahan), kuratif (pengobatan) maupun rehabilitasi (pemulihan
kesehatan) agar setiap warga masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang
28
setinggi-tingginya. Kemudian dengan memberikan pelayanan prima yang diberikan
pihak RSCM untuk masyarakat menjadikan masyarakat dapat merasakan nyaman
untuk melakukan pengobatan di rumah sakit tersebut.
3. Mutu Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit
Konsep mutu merupakan konsep multi dimensi. Konsep ini merupakan
pengembangan teori yang terpijak pada prinsip-prinsip efesiensi pelayanan, yakni ;
costumer focus, process improvement, dan total improvement. Mutu pelayanan lebih
mengacu pada costumer focus, dimana mutu pelayanan merupakan penilaian terhadap
kepuasan pelanggan (pasien) yang harus dipenuhi setiap saat, baik pelanggan internal
maupun pelanggan eksternal.
Ada beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang mutu, baik
dilihat dari produk maupun dari segi pelayanannya. Salah satu pendapat tersebut
yakni;29
1. Menurut Winston Distionary mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang di amati,
2. Menurut Donabedian Mutu adalah sifat yang memiliki oleh sesuatu program, 3. Menurut DIN ISO Mutu adalah totalitas dari wujud serta cirri dari suatu
barang atau jasa, yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna,
4. Menurut Crosby Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.
Sedangkan pengertian mutu dalam pelayanan kesehatan menurut Djoko
Wijono adalah faktor keputusan mendasar dari pasien. Mutu adalah penentuan
29
pelanggan, bukan ketetapan insinyur, pasar atau ketetapan manajemen, ia berdasarkan
atas pengalaman nyata pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya,
mengharapkannya, dijanjikan atau tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional
teknik atau subjektif sama sekali dan selalu menggambarkan target yang gerak dalam
pasar kompetitif.30
Mutu pelayanan kesehatan menurut WHO yang dikutip oleh Samsi Jacobalis
adalah penampilan yang pantas atau sesuai yang berhubungan dengan standar-standar
dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada
masyarakat yang bersangkutan yang telah mempunyai kemampuan untuk
menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan, dan kekurangan
gizi.31
Mutu pelayanan kesehatan dalam bentuk pemberian dan pengobatan pasien
bila semua pihak terkait dan mendukung kegiatan ini tidak berada dalam posisi
sebagai “unit dalam suatu system” menuju tercapainya yang telah disepakati.
Mengacu pada pengelolaan rumah sakit yang senantiasa berusaha memberi pelayanan
dan pengobatan sabaik-baiknya dapat secara operasional di definisikan jalur
komunikasi untuk membentuk perilaku institusi guna tercapainya efektifitas serta
mutu pelayanan yang optimal.
Untuk mencapai tujuan yang optimal jalur komunikasi peranan yang sangat
penting dimana hal ini tidak terlepas dari factor petugas pelayanan, sehingga menurut
30
Djoko Wijono, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol 1, h. 33
31
Yudarnaso Dawud mengemukakan seorang petugas kesehatan ideal adalah mereka
yang memiliki ability (kemampuan), performance (kinerja), personality
(kepribadian), credibility ( kepercayaan) dan maturity (kematangan).
Dari beberapa unsur diatas, dapat di definisikan sebagai berikut :
1. Ability : Petugas kesehatan memiliki kemampuan teori dan
pengalaman lapangan sehingga pada pelaksanaan tugasnya,
petugas kesehatan yang dimaksud mampu menunjukkan
prestasi
2. Performance : Membina dan memelihara kinerja dari petugas dan institusi
yang diwakilinya merupakan kewajiban petugas yang ideal.
3. Personality : Seorang petugas kesehatan sangat erat hubunganya dengan
rasa tanggung jawab sebagai petugas kesehatan serta
memelihara tugas-tugas dibidang kesehatan yang berkaitan
dengan keselamatan jiwa orang lain yang menjadikan
kepribadian yang sangat penting.
4.Credibility : Merupakan batu ujian bagi petugas kesehatan yang berusaha
mendukung upaya kesehatannya tanpa memiliki rasa ragu
5. Maturnity : mampu mengendalikan kondisi, dalam hal ini kemampuan
jiwa yang dewasa dan cukup matang untuk mengendalikan diri
orang lain.32
Rumah sakit di Indonesia yang semula adalah bersifat sosial, dalam proses
selanjutnya mengalami perubahan menjadi badan usaha yang bersifat sosial ekonomi,
sebagai suatu badan usaha rumah sakit harus menciptakan dan memperhatikan para
pelanggannya. Dengan memahami pelanggannya maka organisasi akan bertahap
hidup dan meningkat keuntungannya. Hampir semua aktifitas dalam rumah sakit di
Indonesia sekarang ini banyak diarahkan kepada program-program untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan.33
Dari yang telah diuraikan suatu penilaian yang dapat dilihat bahwa persepsi
tentang mutu pelayanan dilahirkan suatu penilaian yang menyeluruh (global
judgment) berdasarkan pengalaman yang diperoleh pasien, antara lain pengalaman
dalam kontak jasa melalui services encounters (moment of truth) the evidence of
service, image and price. Kemudian dibandingkan dengan pelayanan yang
diterimanya. Pengalaman tersebut menjadi pembanding yang pada akhirnya
menentukan tingkat afektifitas dari pelayanan.
32
Yudarnaso Dawud, Peran Proses Manajemen dalam Pengembangan Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Jurnal Manajemen dan Adminitrasi Rumah Sakit, edisi Volume 1Tahun 1999, h. 40
33
Menurut Lori Di Prete Brown dalam bukunya Quality Assurance of
Health Care in Developing Countries dimensi mutu dalam pelayanan kesehatan di
rumah sakit sebagai berikut :
1. Kompetensi teknis, yakni berhubung dengan bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal: dapat dipertanggung jawabkan atau diandalkan (dependability), ketepatan (accuracy), ketahanan uji (reliability) dan konsistensi (consistency).
2. Akses terhadap pelayanan, yakni akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, budaya, organisasi atau hambatan bahasa.
3. efektifitas, yakni kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas yang menyangkut norma dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada.
4. hubungan antar manusia, yakni hubungan antar manusia yang baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara : menghargai, menjaga rahasia, menghormati, responsif, dan memberikan perhatian. Hubungan antar manusia yang kurang baik, akan mengurangi efektifitas dari kompetensi teknis pelayanan kesehatan.
5. efisiensi yakni pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal daripada memaksimalkan pelayanan yang terbaik dengan sumber daya yang dimiliki. Pelayanan kurang baik karena norma yang tidak efektif atau pelayanan yang salah harus dikurangi atau dihilangkan. Dengan cara ini, kualitas dapat ditingkatkan sambil menekan biaya.
6. Kelangsungan pelayanan, yakni berarti klien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk rujukan) tanpa interupsi, berhenti atau mengulangi prosedur diagnosa dan terapi yang tidak perlu. Klien harus mempunyai akses terhadap pelayanan rutin dan preventif yang diberikan oleh petugas kesehatan yang mengetahui riwayat penyakitnya. Klien juga mempunyai akses rujukan untuk pelayanan yang spesialistis dan menyelesaikan pelayanan lanjutan yang diperlukan.
7. keamanan, berarti mengurangi risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan.
8. kenyamanan dan kenikmatan, berarti dalam keramahan/kenikmatan berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan efektifitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedianya untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya.34
34
C. Masyarakat Miskin
1. Pengertian Masyarakat Miskin
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa
lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi
miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan
modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan
kesehatan, dan kemudah-mudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.35
Masalah kemiskinan melibatkan seluruh aspek kehidupan manusia. Bagi
mereka yang tergolong miskin, kemiskinan merupakan sesuatu yang nyata dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Mereka merasakan dan menjalani sendiri bagaimana
hidup dalam kemiskinan. Walaupun demikian, mereka belum tentu menyadari
kemiskinan yang mereka alami. Kesadaran akan kemiskinan baru terasa pada waktu
mereka membandingkan kehidupan yang mereka jalani dengan kehidupan
masyarakat lain yang mempunyai tingkat kehidupan sosial dan ekonomi yang lebih
tinggi. Selain itu masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha
dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari
masyarakat lainnya yang mempunyai potensi tinggi.
Adapun yang menjadi batasan masyarakat miskin menurut Biro pusat statistik
yang dikutip Saefuddin adalah sebagai kondisi dimana seseorang hanya dapat
memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori per kapita per hari. Senada
dengan BKKBN yang dikutip Saefuddin, masyarakat miskin adalah keluarga miskin
35
prasejahtera yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu
makan 2 kali sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja dan
berpergian, bagian terluas rumah berlantai tanah dan tidak mampu membawa anggota
keluarga ke sarana kesehatan.36
Menurut Sajogyo pengertian miskin tidak sebatas hanya dicerminkan oleh
rendahnya tingkat pendapatan dan pengeluaran. Sayogyo memandang miskin secara
lebih kompleks dan mendalam dengan ukuran delapan jalur pemeretaan yaitu
rendahnya peluang berusaha dan bekerja, tingkat pemenuhan pangan, sandang dan
perumahan, tingkat pendidikan dan kesehatan, kesenjangan desa dan kota, peran serta
masyarakat, pemerataan, kesamaan dan kepastian hukum dan pola keterkaitan dari
beberapa jalur tersebut.37
Menurut Bappenas, miskin adalah suatu situasi dan kondisi yang dialami
seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya
sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.38
Jadi yang dimaksud dengan masyarakat miskin kesatuan hidup manusia yang
saling berinteraksi bersifat kontinyu dan terikat serta tidak mempunyai kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan meliputi kebutuhan
akan makanan, pakaian, perumahan, perawatan kesehatan, dan pendidikan.
36
Syaefudin dkk, Menuju Masyarakat Mandiri, (Jakarta: PT Gramedia Utama, 2003), hal. 213
37
Sayogyo, Masalah Kemiskinan di Indonesia, Antara Teori dan Praktek, (Bogor: Institut Pertanian Bogor, 1988), hal. 52
38