• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit 2.1.1. Definisi Rumah Sakit - Analisis Pemilihan Provider Pelayanan Kesehatan oleh Perusahaan untuk Meningkatkan Bed Occupancy Rate (BOR) Rumah Sakit Martha Friska Multatuli Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit 2.1.1. Definisi Rumah Sakit - Analisis Pemilihan Provider Pelayanan Kesehatan oleh Perusahaan untuk Meningkatkan Bed Occupancy Rate (BOR) Rumah Sakit Martha Friska Multatuli Medan Tahun 2014"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

2.1.1. Definisi Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan

pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan

pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan

pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medis. Berdasarkan

Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No.44Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap,rawat jalan, dan gawat darurat.

2.1.2. Fungsi Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang

bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat

kesehatan. Konsep fungsi rumah sakit yang tradisional yaitu sebagai tempat

pengobatan penderitaan diluar tempat tinggal pasien (Taurany, 1985). Sedangkan

fungsi rumah sakit yang ideal saat ini adalah tempat dimana bukan saja orang sakit

yang mencari dan menerima perawatan, namun juga tempat dimana pendidikan klinis

(2)

kesehatan. Sedangkan menurut UU No. 44 tahun 2009, fungsi rumah sakit adalah: (a)

penyelenggara pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar

pelayanan rumah sakit. (b) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan

melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai

kebutuhan medis. (c) Penyelenggara pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. (d)

Penyelenggaraan dan pengembangan serta penapisanteknologi bidang kesehatan

dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu

pengetahuan bidang kesehatan.

Rumah sakit adalah salah satu sistem kesehatan yang paling kompleks dan

paling efektif di dunia (Rowland,1984). Hal ini disebabkan karena rumah sakit

merupakan lembaga padat modal, padat karya, padat teknologi dan padat masalah

yang dihadapi (Aditama, 2000) sehingga ilmu pengelolaan sebuah rumah sakit juga

kompleks dengan disiplin ilmu, Antara lain ilmu kedokteran, keperawatan, teknik,

ekonomi, hukum maupun hubungan masyarakat (Adikoesomo, 1997).

2.1.3. Indikator Pelayanan Rumah Sakit

Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah:

a. Bed OccupancyRate (BOR): angka penggunaan tempat tidur.

BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah

sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas

(3)

menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu

pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.

Jumlah Hari Perawatan

BOR = ——————————————- X 100 % Jumlah Tempat Tidur X Periode

BOR = Bed Occupancy Rate atau Tingkat Hunian RS (dalam bentuk persentase)

Hari Perawatan (HP) = Banyaknya pasien yang dirawat dalam 1 hari periode.

Jumlah Tempat Tidur = Banyaknya tempat tidur yang ada/yang beroperasional di RS (Rumah Sakit) .

Jadi data HP ini diambil dari jumlah pasien yang dirawat setiap hari dan

diakumulasikan dalam periode tertentu, misalnya : Mingguan, Bulanan, Triwulan

atau Tahunan. BOR optimal adalah berkisar antara 65 % sampai 85%.

b. Average Length of Stay (AvLOS): rata-rata lamanya pasien dirawat

AvLOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping

memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu

pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu

pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AvLOS yang ideal antara 6-9 hari.

c. Bed Turn Over (BTO): angka perputaran tempat tidur

BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali

tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun,

(4)

d. Turn Over Interval (TOI): tenggang perputaran

TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi

hingga saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi

penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3

hari.

e. Net Death Rate ( NDR ) : angka kematian netto.

NDR adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap – tiap 1000

penderita keluar, digunakan untuk mengetahui mutu pelayanan/perawatan rumah

sakit. Semakin rendah NDR suatu rumah sakit berarti bahwa mutu pelayanan rumah

sakit tersebut semakin baik. Nilai NDR yang masih dapat ditolerir adalah kurang dari

25 per 1000 pasien keluar.

f. Gross Death Rate ( GDR ) : angka kematian brutto.

GDR adalah angka kermatian umum untuk setiap 1000 penderita keluar,

digunakan untuk mengetahui mutu pelayanan/ perawatan rumah sakit. Semakin

rendah GDR berarti mutu pelayanan rumah sakit semakin baik. Nilai GDR

seyogianya tidak lebih dari 45 per 1000 pasien keluar.

2.1.4. Mutu Pelayanan

Sebagai bentuk produk yang tak berwujud (intangibles), jasa (service) memiliki kharakteristik tersendiri, antara lain dalam proses penyampaian produk,

dimana pada umumnya produsen lebih banyak harus berhadapan langsung dengan

para konsumen maupunpenggunanya. Demikian halnya dengan bentuk jasa pelayanan

(5)

berkualitas kepada para konsumen, sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas

yang dimiliki para tenaga medis, paramedis, maupun tenaga non medis lainnya,

dalam melayani kebutuhan pasien ataupun keluarga pasien sebagai konsumen

ataupun pengguna jasanya tadi.

Anggreni (2011) yang mengutip pernyataan Crosby, bahwa mutu adalah

kepatuhan terhadap standar yang telah ditentukan. Dengan demikian mutu pelayanan

kesehatansebagai produk jasa adalah totalitas dari wujud serta ciri dari pelayanan

kesehatan yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau

pemenuhan kebutuhan para pengguna jasa.

Batasan mutu pelayanan yang dipandang cukup penting menurut Azwar

(1996) adalah:

1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang

diamati.

2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.

3) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau dihasilkan, yang

didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman atau

terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan

tersebut.

4) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Mutu pelayanan

dapat diketahui apabilatelah dilakukan penelitian sebelumnya, baik terhadap

tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud serta ciri dan kepatuhan

(6)

penilaian ini tidak lah mudah mengingat mutu pelayanan bersifat multi

dimensional. Setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan,pasti

mempunyai pandangan yan berbeda tentang unsur yang penting dalam mutu

layanan kesehatan. Perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh terdapatnya

perbedaan dalam latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaaan,

pengalaman, lingkungan, dan kepentingan. Dimensi mutu dari pemakai jasa

pelayanan berbeda dengan dimensi mutu yang dianut penyelenggara pelayanan

kesehatan dan berbeda pula dengan dimensi mutu dari penyandang dana

pelayanan kesehatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert dan Prevos yang dikutip Azwar

(2005) membuktikan adanya perbedaan dimensi mutu pelayanan kesehatan:

1) Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait

pada dimensi tanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran

komunikasi petugas dengan pasien, keprihatinan dan keramahtamahan petugas

dalam melayani pasien dan atau kesembuhan penyakit yang diderita pasien.

2) Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait

pada dimensi kesesuaian pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan

perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan atau otonomi profesi dalam

menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien.

3) Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih

terkait pada dimensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan,

(7)

Beberapa dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml (1998)

yang dikutip oleh Tjiptono (2004) mengemukakan bahwa ada 5 (lima) dimensi yang

digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu sebagai berikut:

1) Bukti fisik (tangible), berkenaan dengan bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan

dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan

sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa

yang meliputi fasilitas fisik (gedung, kamar, ruang operasi dan lain sebagainya),

perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi),serta penampilan

pegawainya.

2) Kehandalan (reliability), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus

sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu pelayanan yang

sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan

akurasi yang tinggi.

3) Daya tanggap (responsiveness), yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu

tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negative dalam

kualitas pelayanan. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir

(8)

4) Jaminan (assurance), berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan staf dalam menangani setiap pelanggan yang diberikan sehingga mampu

menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman pada pelanggan. Assurance adalah dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan prilaku

front-line staf dan menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya.

5) Empati (emphaty), yaitu memberikan perhatian yang tulus yang bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya

memahami keinginan konsumen. Suatu perusahaan diharapkan memilki

pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan

secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi

pelanggan. Pelanggan kelompok menengah keatas mempunai harapan yang tinggi

agar perusahaan penyedia jasa mengenal mereka secara pribadi.

Menurut Suryani (2008) yang mengutip pendapat Parasuraman, Zeihaml, dan

Berry, merumuskan sebuah model mutu jasa yang menggarisbawahi ketentuan

penting yang perlu dipatuhi pemberi jasa supaya bisa melayani jasa sesuai dengan

pengharapan konsumen. Model ini mengidentifikasikan lima kesenjangan yang

menyebabkan gagalnya pelayanan jasa sebagai berikut :

1) Kesenjangan pengharapan konsumen dengan persepsi manajemen. Manajemen

tidak selalu memahami dengan tepat apa yang diinginkan konsumen.

2) Kesenjangan persepsi manajemen dengan spesifikasi mutu jasa. Manajemen

(9)

3) Kesenjangan spesifikasi mutu jasa dengan pemberian jasa. Ada banyak faktor

yang mempengaruhi pemberi jasa. Tenaga yang belum cukup terlatih, beban

kerja yang terlalu berat, Moril personal yang masih rendah, kemungkinan adanya

alat yang rusak.

4) Kesenjangan penyerahan jasa dengan komunikasi eksternal. Pengharapan

konsumen dipengaruhi oleh janji yang diutarakan oleh pemberi jasa melalui

media komunikasi, misalnya brosur rumah sakit yang menunjukan gambar kamar

yang sangat menawan tetapi pasien mendapatkan kamar yang kecil dan tak

terawat, maka kekeliruannya terletak pada pengharapan – pengharapan yang

diciptakan oleh komunikasi eksternal tersebut.

5) Kesenjangan jasa yang dinikmati konsumen dengan jasa yang diharapkan

konsumen. Kesenjangan ini timbul bila satu atau lebih kesenjangan –

kesenjangan yang telah disebutkan diatas terjadi.

Para peneliti tadi juga menyusun daftar kriteria utama yang menjadi penentu

mutu jasa. Kriteria-kriteria ini adalah sebagai berikut :

1) Akses, Jasa harus mudah dijangkau dalam lokasi yang mudah dicapai pada saat

yang tidak merepotkan dan cepat.

2) Komunikasi, Jasa harus diuraikan dengan jelas dalam Bahasa yang mudah

dimengerti oleh konsumen.

3) Kompetensi, Karyawan harus memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang

dibutuhkan.

(10)

5) Kredibilitas, Perusahaan dan karyawan harus bisa dipercayai dan memahami

keinginan utama yang diharapkan konsumen.

6) Reliabilitas, Jasa harus dilaksanakan dengan konsisten dan cermat.

7) Cepat-tanggap, Karyawan harus memberikan tangapan dengan cepat dan kreatif

atas permintaan dan masalah konsumen.

8) Kepastian, Jasa harus bebas dari bahaya, resiko, atau hal – hal yang meragukan.

9) Hal – hal yang berwujud, Hal – hal yang berwujud pada sebuah jasa harus

dengan tepat memproyeksikan mutu jasa yang akan diberikan.

10) Memahami / mengenali konsumen, Karyawan harus berusaha memahami kebutuhan – kebutuhan konsumen dan memberikan perhatian secara individu.

Menurut Anjaryani (2009) yang mengutip pernyataan Jacobalis, bahwa

kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit dapat diuraikan atas

beberapa aspek, diantaranya adalah :

a. Penampilan keprofesian atau aspek klinis

Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku dokter dan perawat dan

tenaga profesi lainnya.

b. Efisiensi dan efektivitas

Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar dapat

berdaya guna dan berhasil guna.

c. Keselamatan pasien

(11)

d. Kepuasan pasien

Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental dan sosial pasien terhadap

lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan,

keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.

Menurut Anjaryani (2009) yang mengutip pernyataan Muslihuddin, mutu

asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik, apabila :

a. Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit.

b. Menyediakan pelayanan yang benar-benar profesional dari setiap strata pengelola

rumah sakit.

Pelayanan bermula sejak masuknya pasien ke rumah sakit sampai pulangnya

pasien. Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut :

a. Petugas menerima pasien dan dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus

mampu melayani dengan cepat karena mungkin pasien memerlukan penanganan

segera.

b. Penanganan pertama dari perawat harus mampu membuat kepercayaan bahwa

pengobatan yang diterima dimulai secara benar.

c. Penanganan oleh para dokter dan perawat yang profesional akan menimbulkan

kepercayaan pasien bahwa mereka tidak salah memilih rumah sakit.

d. Ruangan yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah sakit.

e. Peralatan yang memadai dengan operator yang professional.

(12)

Tenaga medis merupakan unsur yang memberikan pengaruh paling besar

dalam menentukan kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada pasien di rumah

sakit. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan

mutu sebaik-baiknya, menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran

dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan kepada pasien dari rumah

sakit. Menurut Anjaryani (2009) yang mengutip pernyataan Donabedian, menyatakan

bahwa perilaku dokter dalam aspek manajemen, manajemen lingkungan sosial,

manajemen psikologi dan manajemen terpadu, manajemen kontinuitas dan koordinasi

kesehatan dan penyakit harus mencakup beberapa hal, yaitu :

a. Ketepatan diagnosis

b. Ketepatan dan kecukupan terapi

c. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap.

d. Koordinasi perawatan secara kontiniuitas bagi semua anggota keluarga.

2.2. Perusahaan

2.2.1. Definisi Perusahaan

Perusahaan adalah organisasi yang didirikan oleh seseorang atau sekelompok

orang atau badan lain yang kegiatannya melakukan produksi dan distribusi guna

memenuhi kebutuhan ekonomis manusia. Kegiatan produksi dan distribusi dilakukan

dengan menggabungkan berbagai faktor produksi, yaitu manusia, alam dan modal.

Kegiatan produksi dan distribusi umumnya dilakukan untuk memperoleh laba

(13)

mencari laba. Seperti yayasan sosial, keagamaan, dll. Hasil suatu produksi dapat

berupa barang dan jasa.

Secara garis besar perusahaan dapat digolongkan menjadi:

1. Perusahaan Jasa (service firm) yaitu perusahaan yang kegiatannya menjual jasa. Contohnya adalah kantor akuntan, kantor pengacara, Salon dll.

2. Perusahaan Dagang (merchandising firm) yaitu perusahaan yang kegiatannya membeli barang jadi dan menjualnya kembali tanpa melakukan pengolahan

terhadap barang tersebut.Contohnya dealer, Toserba, toko kelontong, dll.

3. Perusahaan Manufaktur / Pabrik / Industri (manufacturing firm) yaitu perusahaan yang kegiatannya mengolah bahan baku menjadi barang jadi dan kemudian

menjual barang jadi tersebut.Contohnya adalah pabrik sepatu, pabrik roti, dll.

2.2.2. Definisi Dokter Perusahaan

Dokter perusahaan adalah setiap dokter yang ditunjuk atau bekerja di

perusahaan yang bertugas dan atau bertanggung jawab atas hygiene

perusahaan,kesehatan,dan keselamatan kerja (hiperkes). Dokter perusahaan ditunjuk

oleh perusahaan untuk membantu pimpinan perusahaan dalam melindungi kesehatan

para pekerja. Dokter perusahaan adalah bagian dari manajemen perusahaan, untuk

mencegah terjadinya kerugian sebagai akibat cedera karena kecelakaan atau penyakit

sebagai akibat lingkungan kerja dan lain-lainnya. Dokter perusahaan bekerja di

perusahaan dalam memelihara kesehatan tenaga kerja guna meningkatnya

produktivitas kerja. Tidak hanya kuratif tetapi juga promotif dan preventif

(14)

2.3. Pemasaran

2.3.1. Definisi Pemasaran

Kotler (1996) menyatakan pemasaran adalah proses sosial yang dilakukan

oleh individu atau organisasi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan dengan cara

menciptakan, menawarkan dan melakukan pertukaran nilai barang dan jasa satu

dengan lainnya sedangkan proses manajemen pemasaran adalah sebagai berikut: 1.

Menganalisis kesempatan pasar. 2. Memilih pasar sasaran. 3. Mengembangkan

bauran pemasaran : produk, price, place, promotion. 4. Mengelola usaha pemasaran.

Pemasaran adalah sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh manusia yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran

(Christopher L,2011).

Fungsi pemasaran menurut Payne (2000) dalam the essence of service marketing 2000 terdiri dari 3 komponen kunci:

1. Bauran pemasaran unsur-unsur atau elemen-elemen internal penting yang

mermbentuk program pemasaran sebuah organisasi.

2. Kekuatan pasar: Peluang dan ancaman eksternal dimana operasi-operasi

pemasaran sebuah organisasi berinteraksi.

3. Proses pernyelarasan: Proses strategis dan manajerial untuk memastikan bahwa

bauran pemasaran dan kebijakan internal baik bagi kekuatan pasar.

Menurut Yazid (2003), bauran pemasaran merupakan satu dari sekian konsep

yang paling universal yang telah dikembangkan dalam pemasaran, Bauran pemasaran

(15)

antara lain :produk, system, kegiatan distribusi, promosi, personel, fasilitas fisik dan

proses manajemen.

Adapun penjelasan dari masing- masing unsurnya adalah :

1. Produk (product), adalah segala sesuatu yang dapat memenuhi minat dan kebutuhan konsumen serta dapat memberikan kepuasan pada konsumen yang

mempergunakannya. Produk ini dapat berupa barang, jasa, gagasan

ataupunkeahlian.

2. Harga (Price), adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen untuk mendapatkan suatu produk. Dalam penetapan harga harus diperhatikan kedua

belah pihak. Kedua belah pihak tersebut adalah perusahaan dan konsumen.

3. Distribusi (placement), adalah kegiatan menyalurkan, menyebarkan , mengirimkan serta menyampaikan barang yang dipasarkan pada konsumen.

Dalam kegiatan distribusi dilakukan suatu proses untuk menentukan saluran

distribusi yang akan digunakan untuk memastikan produk yang dikirimkan dapat

sampai ke tangan konsumen tepat pada waktunya. Dalam hal ini perusahaan

harus memilih saluran distribusi yang efektif.

4. Promosi (Promotion), adalah kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk memberitahukan dan mempengaruhi pembeli agar mau

mengenal, senang dan akhirnya mau membeli produk, misalnya promosi melalui

(16)

5. Personel (people), merupakan si pemberi jasa, personel dalam suatu perusahaan adalah kunci utama dalam menyampaikan jasa pada konsumen karena si pemberi

jasa ini menjadi petunjuk dalam menentukan karakteristik dan kualitas jasa.

6. Fasilitas fisik (Physical Facility), meliputi fasilitas penunjang yang dimiliki perusahaan yang mendukung pelayanan jasa yang diberikan pada konsumen.

7. Proses Manajemen (Manegement Process), adalah suatu proses yang dilakukan oleh manajemen untuk meyakinkan konsumen bahwa jasa yang diterima adalah

yang terbaik, dengan suatu penyampaian jasa yang lebih cepat dan lebih unggul.

Manajemen pemasaran pelayanan kesehatan adalah proses dari pemahaman

kebutuhan dan keinginan pasar sasaran yang bertujuan untuk menyatukan berbagai

pandangan mengenai analisis, perencanaan, implementasi organisasi dan pengawasan

system distribusi/penampaian pelayanan kesehatan (Cooper, 1979).

Menurut Djojodibroto (1997) pada awalnya rumah sakit menggunakan upaya

pemasaran hanya untuk mencari dana dan meningkatkan komunikasi dengan

masyarakat. Perkembangan selanjutnya rumah sakit melakukan analisis pemasaran

yang lebih luas untuk mengetahui perilaku masyarakat pengguna jasa, pengembanan

antar pelayanan baru, penarifan, mengidentifikasi pelanggan, memperbaiki

komunikasi antara staf dan karyawan, antara pengguna jasa dan rumah sakit serta

menyusun strategi pemasaran yang lebih efisien.

Rumah sakit mempunyai perbedaan dalam hal pemasaran bila dibandingkan

industri yang lainnya. Menurut Aditama (2002) ada tiga ciri khas rumah sakit yang

(17)

1. Dalam industri rumah sakit, sejogianya tujuan utamanya adalah melayani

kebutuhan manusia, bukan semata-mata menghasilkan produk dengan proses dan

biaya yang seefisien mungkin. Unsur manusia perlu mendapatkan perhatian dan

tanggung jawab pengelola rumah sakit. Perbedaan ini mempunyai dampak

penting dalam manajemen, khususnya menyangkut pertimbangan etika dan nilai

kehidupan manusia.

2. Kenyataannya dalam industri rumah sakit yang disebut pelanggan (customer)

tidak selalu mereka yang menerima pelayanan. Pasien adalah mereka yang

diobati di rumah sakit. Akan tetapi, kadang-kadang bukan mereka sendiri yang

menentukan di rumah sakit mana mereka harus dirawat. Di luar negeri pihak

asuransilah yang menentukan rumah sakit mana yang boleh didatangi pasien.

Jadi jelasnya, kendati pasien adalah mereka yang memang diobati di suatu rumah

sakit, tetapi keputusan menggunakan jasa rumah sakit belum tentu ada di tangan

pasien itu. Artinya, kalau ada upaya pemasaran seperti bisnis lain pada

umumnya, maka target pemasaran itu menjadi amat luas, bisa pasien, tempat

kerjan, para dokter yang praktek di sekitar rumah sakit, dan juga bisa pihak

asuransi. Selain itu, jenis tindakan medis yang akan dilakukan dan pengobatan

yang diberikan juga tidak tergantung pada pasiennya, tapi tergantung dari dokter

yang merawatnya.

3. Kenyataan menunjukkan bahwa pentingnya peran para profesional, termasuk

(18)

Oleh karena itu, pemasaran rumah sakit sangat diperlukan untuk

meningkatkan harapan dan keinginan dari pasien akan kenyamanan dalam hal

mendapatkan pelayanan yang baik serta harapan untuk mendapatkan pelayanan yang

nyaman.

2.3.2. Kebijakan Pemasaran Rumah Sakit

Menurut Sujana dan Nurwandi (2009), dalam pemasaran rumah sakit di

Indonesia, Departemen Kesehatan RI mengeluarkan beberapa kebijakan yang harus

diperhatikan :

a) Pemasaran rumah sakit dapat dilaksanakan agar utilisasi rumah sakit menjadi lebih

tinggi sehingga akhirnya dapat meningkatkan rujukan medik dan meluaskan

cakupan yang selanjutnya memberikan kontribusi terhadap peningkatan derajat

kesehatan penduduk.

b) Pemasaran rumah sakit hendaknya tidak dilepaskan dari tujuan pembanguan

kesehatan yakni antara lain: meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan agar

derajat kesehatan penduduk menjadi lebih baik.

c) Pemasaran tidak boleh lepas juga dari dasar – dasar etik kedokteran dan etika

rumah sakit serta ketentuan hukum yang berlaku.

d) Promosi rumah sakit harus senantiasa penuh kejujuran. Konsumen dalam

pelayanan rumah sakit selalu mempunyai pilihan yang sangat sempit dan sangat

tergantung kepada rumah sakit dan dokter. Sifat hakiki ini harus dihayati.

(19)

1. Internal: (a) Meningkatkan pelayanan kesehatan. (b). Kuesioner kepada

masyarakat. (c) Mobilisasi dokter, perawat dan seluruh karyawan rumah

sakit.(d). Brosur/leaflet/bulletin

2. Eksternal: (a). Infomasi tentang pelayanan RS yang tidak melanggar kode

etik. (b). Menggunakan media massa. (c). Informasi tarif harus jelas. (d).

Meningkatkan hubungan dengan perusahaan/badan diluar RS. (e).

Menyelenggarakan seminar – seminar di rumah sakit. (f). Pengabdian

masyarakat.

2.4. Perusahaan sebagai Konsumen Rumah Sakit 2.4.1. Konsumen

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Menurut tujuan pembeliannya, konsumen dapat dikelompokan menjadi

konsumen akhir ( individual) yaitu yang terdiri atas individu dan rumah tangga yang

tujuan pembeliannya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk

dikonsumsi. Sedangkan kelompok lain adalah konsumen organisasional yang terdiri

atas organisasi, pemakai industri, pedagang dan lembaga non profit yang tujuan

pembeliannya adalah untuk memperoleh laba atau kesejahteraan anggotanya.

Keputusan pembelian barang / jasa seringkali melibatkan dua pihak atau lebih.

(20)

a. Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali menyarankan ide untuk membeli suatu barang/jasa.

b. Pembawa pengaruh (influencer) yaitu orang yang memiliki pandangan atau nasehat yang mempengaruhi keputusan pembelian.

c. Pengambil keputusan (decider), yaitu orang yang menentukan keputusan pembelian.

d. Pembeli (buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian secara nyata.

e. Pemakai (user), yaitu orang yang mengkonsumsi dan menggunakan barang / jasa yang dibeli.

Dilihat dari proses pengambilan keputusan, proses keputusan pembelian

sangat bervariasi. Ada yang sederhana dan ada pula yang yang kompleks. Menurut

Suryani (2008) yang mengutip Assael,membagi dalam dua dimensi yaitu tingkat

pengambilan keputusan dan derajat keterlibatan saat membeli.

Pada dimensi pertama, konsumen dibedakan berdasarkan tingkat pengambilan

keputusan. Konsumen sering melakukan pencarian informasi dan evaluasi terhadap

merek yang lain sebelum keputusan diambil. Dilain pihak ada pula konsumen yang

jarang mencari infomasi tambahan, karena konsumen ini telah terbiasa membeli

merek tersebut. Pada dimensi kedua, konsumen dibedakan berdasarkan tingkat

keterlibatan pemilihan sesuatu merek. Pada saat itu konsumen tidak jarang terlibat

terlalu dalam, hal ini dapat terjadi karena :1. Produk amat penting bagi konsumen

(21)

dengan konsumen. 3. Mengandung resiko yang cukup tinggi. 4. Pertimbangan

emosional. 4. Pengaruh dari norma group.

Keterlibatan yang tinggi ini digolongkan sebagai high involvement purchase decision, sedangkan keterlibatan rendah digolongkan low involvement purchase decision. Dari kedua dimensi tersebut, proses pembelian konsumen dapat dibedakan menjadi empat tipe. Tipe pertama disebut complex decision making, dimana keterlibatannya tinggi dan adanya pengambilan keputusan. Bila konsumen puas pada

pembelian pertama, maka pada pembelian berikutnya dilakukan berulang – ulang

pada satu merek, pengambilan keputusan tidak lagi diperlukan karena konsumen telah

mengenali secara mendalam mengenai merek tersebut. Proses tersebut disebut

kesetiaan merek ( brand loyalty ). Proses ketiga disebut limited decision making. Pada proses ini keterlibatan konsumen pada saat pembelian satu merek kecil sekali tetapi

masih memerlukan pengambilan keputusan. Konsumen ini dengan mudah dapat

berpindah dari merek yang satu ke merek yang lain. Biasanya pengambilan keputusan

konsumen dilakukan saat pembelian. Kemudian proses terakhir adalah inertia. Proses ini terjadi ketika proses ketiga dilakukan berulang – ulang dan konsumen membeli

suatu merek bukan karena setia pada merek tersebut akan tetapi telah menjadi

kebiasaan membeli merek tersebut. Pengambilan keputusan sebagai proses penting

yang mempengaruhi prilaku konsumen adalah sangat penting untuk dipahami pasar

(22)

2.4.2. Konsumen Rumah Sakit

Pelayanan kesehatan memiliki 5 jenis konsumen yaitu pasien, dokter, pemilik

perusahaan dan serikat buruh, pemerintah dan pembuat kebijakan, serta pekerja

(Rowland dan Beatrice, 1984).

1. Pasien saat ini lebih sensitive pada pelayanan yang diberikan dan akibatnya bagi

mereka untuk itu dibutuhkan pendidikan produk pelayanan kesehatan yang akan

diberikan pada pasien dan strategi pemasaran yang baik untuk memenangkan

persaingan. Pemasar dianjurkan untuk melihat pelanggan potensial, memelihara

hubungan dengan pasien yang berasal dari kelompok yang sering menggunakan

jasa rumah sakit dan mempertahankan dengan baik agar dapat meningkatkan

pangsa pasar.

2. Dokter adalah sumber daya utama rumah sakit yang memiliki akses terkuat

dengan pasien sehingga dalam membuat program pemasaran rumah sakit,

masukan dan sarannya menjadi sesuatu hal yang penting.

3. Pemilik perusahaan dan serikat buruh, Pemasar rumah sakit harus mewaspadai

berdirinya fasilitas pelayanan kesehatan di industri (klinik dokter jaga dalam

kawasan industri) yang sebelumnya menjadi pelanggan potensial rumah sakit.

4. Pemerintah dan pembuat kebijakan, dalam kegiatannya rumah sakit tidak terlepas

dari peraturan dan kebijakan pemerintah sehingga dalam membuat program

pemasarannya harus memperhatikan hal tersebut.

(23)

Sulastomo (2000) mengemukakan bahwa dalam manajemen pelayanan

kesehatan ada 3 kelompok yang terlibat dalam proses kegiatan layanan kesehatan:

1. Kelompok penyelenggara kesehatan ( health provider, misalnya dokter, perawat )

Health provider akan selalu didesak untuk menggunakan kemampuan, teknologi, maupun obat - obatan mutakhir, hal ini untuk memberikan rasa aman bagi

tanggung jawab moralnya dalam menyembuhkan pasien.

2. Kelompok penerima jasa kesehatan ( pasien )

Menghendaki pelayanan sebaik mungkin sesuai kebutuhannya.

3. Kelompok pihak ketiga yang secara tidak langsung terlibat, misalnya para

administrator baik kalangan perusahaan maupun pemerintahan dan asuransi dll.

Kelompok ini memperhatikan pertimbangan biaya, efisiensi dan keefektifan

pelayanan kesehatan yang diberikan.

Kotler (1996), Perusahaan yang menjual barang ke organisasi misalnya

pabrik, grosir, pengecer atau kantor, pemerintah harus memahami benar

kebutuhan-kebutuhan, sumber daya, kebijakan, dan prosedur pembelian organisasi. Mereka

harus memperhitungkan beberapa pertimbangan yang biasanya tidak dapat dijumpai

dalam pemasaran barang konsumsi untuk perorangan berupa:

1. Organisasi membeli barang dan jasa dengan maksud untuk mencari untung,

mengurangi biaya, melayani kebutuhan konsumen internal dan melayani

kewajiban sosial dan hukum.

2. Dalam keputusan pembelian organisasi, lebih banyak orang yang cenderung

(24)

keputusan biasanya mempunyai tanggung jawab yang berbeda dalam

organisasinya dan memakai kriteria yan berbeda pula dalam keputusan

pembelian.

3. Agen penjualan harus mematuhi kebijakan, batasan – batasan, syarat-syarat resmi

yang ditetapkan oleh organisasinya.

4. Metode-metode pembelian misalnya, permintaan untuk penawaran harga, usulan,

kontrak pembelian menambah dimensi pembelian lain yang biasanya tidak ada

dalam pembelian lainnya.

2.4.3. Faktor - faktor yang Memengaruhi Konsumen Organisasi

Pada saat melakukan proses pengambilan keputusan yan ditempuh oganisasi

resmi untuk menentukan kebutuhan akan produk dan jasa yang dibeli. Dari sekian

banyaknya produk yang ditawarkan oleh pemasok ataupun yang terdapat dipasar,

perlu kiranya sebuah oganisasi memilih secara selektif produk yang dibutuhkan.

Sehingga organisasi tersebut akan melakukan identifikasi, evaluasi serta memilih

merek – merek alternatif dari produk tersebut (Kotler, 1996).

Kotler (1996) menyatakan bahwa setiap organisasi pembelian mempunyai

tujuan, kebijakan, prosedur, struktur organisasi dan sistem tersendiri, yang mana

pemasar industri harus berusaha mengetahuinya. Muncul pertanyaan:

1. Berapa orang yang terlibat dalam keputusan pembelian?

2. Siapa saja?

(25)

4. Kebijakan dan kendala perusahaan apa saja yang berhubungan dengan agen

pembelian?

Para pembeli industri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan saat ini

maupun saat mendatang, misalnya tingkat permintaan awal, pandangan organisasi

dan kondisi persaingan lingkungannya. Pemasar industri harus memantau dan

menentukan bagaimana mereka akan mempengaruhi pembeli dan mencoba untuk

mengubah masalah tersebut menjadi kesempatan.

Pangsa pasar biasanya mengikutsertakan beberapa peserta dengan status

wewenang, ketegasan dan keyakinan berbeda. Para pemasar industri agaknya harus

tahu kelompok dinamika apa saja yang akan terjadi selama proses pembelian. Mereka

bisa menemukan informasi apapun mengenai kepribadian dan faktor – faktor antar

pribadi yang akan berguna. Setiap peserta dalam proses pengambilan keputusan

mengenai pembelian menyertakan motivasi, persepsi dan pilihan pribadinya,

pendidikan, posisi pekerjaan, kepribadian dan sikap terhadap resiko. Agen pembelian

memperlihatkan gaya pembelian yang berbeda. Contohnya beberapa agen pembelian

yang lebih muda dan berpendidikan tinggi merupakan orang yang “ gila komputer “

dan membuat analisis yang ketat terhadap usulan dari para pemasok yang saling

bersaing sebelum memilih salah satu pemasok ( Kotler,1996 ).

Davis dan Freeman (1996) mengemukakan perusahaan yang bertindak

sebagai penjamin karyawan dalam menggunakan layanan kesehatan tertarik untuk

memaksimalkan rasio antara nilai jasa yang disajikan dan biaya atas jasa tersebut.

(26)

jasa yang dapat ditoleransi.Untuk memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut penyedia

layanan kesehatan dianjurkan untuk meningkatkan nilai yang terkait dengan persepsi

perusahaan terhadap layanan mereka dan menyajikan informasi mengenai kualitas

dan kuantitas jasa serta kontrol biaya yang optimal.

2.4.4. Kepuasan Konsumen

Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen setelah

membandingkan antara apa yang diterima dengan apa yang diharapkan. Ada dua hal

yang mempengaruhi kepuasan konsumen yaitu mutu dan pelayanan.(Umar, 2005).

Westbrook & Reilly dalam Tjiptono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan

konsumen merupakan respon emosional terhadap pengalaman yang berkaitan dengan

produk atau jasa yang dibeli. Nasution, (2005) yang mengutip pendapat Gasper

mengatakan bahwa kepuasan konsumen sangat bergantung kepada persepsi dan

harapan konsumen. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan

konsumen antara lain :

(a) Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal – hal yang dirasakan

konsumen ketika sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen produk.

(b) Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun

pesaing – pesaingnya.

(c) Pengalaman dari teman – teman.

Kepuasan pasien adalah hasil penilaian pasien berdasarkan perasaannya,

terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan di rumah sakit yang telah menjadi

(27)

dinyatakan sebagai cara pasien mengevaluasi sampai seberapa besar tingkat kualitas

pelayanan di rumah sakit, sehingga dapat menimbulkan tingkat rasa kepuasan

(Utama, 2003). Pasien yang puas merupakan asset yang sangat berharga karena

apabila pasien puas, mereka akan terus melakukan pemakaian jasa pelayanan

kesehatan pilihannya. Akan tetapi jika pasien merasa tidak puas maka mereka akan

memberitahukan pengalaman buruknya dua kali lebih hebat kepada orang lain. Untuk

menciptakan kepuasan pasien, rumah sakit harus mengelola suatu sistem agar dapat

memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan

pasiennya yaitu dengan meningkatkan kualitas pelayanan.

Tjiptono (2005) menyatakan ada beberapa aspek yang mempengaruhi

kepuasan yaitu:

(a) Aspek kenyamanan, meliputi lokasi rumah sakit, kebersihan rumah sakit,

kenyamanan ruangan yang akan digunakan pasien, makanan yang dimakan

pasien, dan peralatan yang tersedia dalam ruangan .

(b) Aspek hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, meliputi keramahan

petugas rumah sakit, Informasi yang diberikan oleh petugas rumah sakit,

komunikatif, responatif, suportif, dan cekatan dalam melayani pasien.

(c) Aspek kompetensi teknik petugas, meliputi keberanian bertindak, pengalaman,

gelar, dan terkenal.

(d) Aspek biaya, meliputi mahalnya pelayanan, terjangkau tidaknya oleh pasien, dan

(28)

2.5. Harga

Harga merupakan sesuatu yang diserahkan dalam pertukaran untuk

mendapatkan sesuatu barang atau jasa (Lamb,dk.2001). Menurut Kotler dan

Amstrong (2001), Harga adalah jumlah uang yang dibebankan atas produk / jasa,atau

jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat – manfaat karena memiliki atau

menggunakan produk/jasa tersebut. Harga sering dijadikan sebagai indikator kualitas

oleh konsumen. Apabila harga lebih tinggi, orang cenderung beranggapan bahwa

kualitasnya juga lebih baik. Konsumen sering pula menggunakan harga tinggi sebagai

kriteria utama dalam menentukan nilainya. Barang dengan harga tinggi sering

dianggap superior dan barang yang mempunyai harga rendah dianggap inferior

(rendah tingkatannya) menurut Supriyanto ( 2012 ) yang mengutip pendapat Basu

Swastha.

Penetapan harga jasa penting karena terkait dengan revenue, citra, kualitas, distribusi dan lain-lain. Keputusan penetapan harga juga sedemikian penting dalam

menentukan seberapa jauh sebuah layanan jasa dinilai konsumen, dan juga dalam

proses membangun citra. Penetapan harga juga memberikan persepsitertentu dalam

hal kualitas seperti dikutip Supriyanto (2012) dari Lupiyoadi.

Berdasarkan pendapat Tjiptono (2005), dapat disimpulkan bahwa ada 4 hal

yang menjadi tujuan penetapan harga, yaitu:

1. Tujuan berorientasi pada laba, yang mengatakan bahwa setiap perusahaan selalu

(29)

2. Tujuan berorientasikan volume, yang mana harga ditetapkan sedemikian rupa

agar dapat mencapai volume penjualan, nilai penjualan, ataupun unuk menguasai

pangsa pasar.

3. Tujuan berorientasi pada citra. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk

membentuk atau mempertahankan citra perusahaan. Sebaliknya, harga rendah

dapat dipergunakan untuk membentuk citra nilai tertentu.

4. Tujuan stabilisasi harga, dilakukan dengan jalan penetapan harga untuk

mempertahankan hubungan yang stabil antara satu perusahaan dan harga

pemimpin industri.

5. Tujuan lainnya misalnya untuk mencegah masuknya pesaing, mempertahankan

loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur

tangan pemerintah.

Perusahaan dalam menetapkan harga suatu produk atau jasa, ada dua fakor

yang harus dipertimbangkan. Menurut Kotler & Amstrong (2001) yang

mempengaruhi keputusan penetapan harga antara lain faktor internal perusahaan yaitu

faktor yang berasal dari dalam perusahaan yang meliputi: sasaran pemasaran, strategi

pembauran pemasaran, biaya dan pertimbangan organisasi dan faktor eksternal

perusahaan yaitu merupakan faktor yang berasal dari luar perusahaan yakni: sifat

pasar dan permintaan, biaya harga dan tawaran pesaing serta faktor – faktor eksternal

lainnya.

Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting adalah kualitas

(30)

elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin

mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar,

Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi menetapkan harga yang lebih

murah, akan memberi nilai yang lebih tinggi kepada pasien.

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pemasaran rumah sakit telah dilakukan oleh beberapa

peneliti sebelumnya yaitu :

1. Analisis Segmentasi Pasar Pelayanan Kesehatan di RSIA SITI FATIMAH

Makassar tahun 2011 yang dilakukan oleh S. Rahmadani

2. Analisis Strategi Pemasaran Dalam Memasarkan Produk Jasa, Studi Kasus Pada

Rumah Sakit Karya Bhakti yang dilakukan oleh Sujana dan Mohd Nurwandi

pada tahun 2009.

3. Pengaruh Penerapan Bauran Pemasaran Terhadap Tingkat Kepuasan Konsumen

Dalam Jasa Pelayanan Di RSU Surya Husada yang dilakukan Anggreni pada

tahun 2011.

4. Analisis Faktor Penyebab Perusahaan Yang Menjalin Kerja Sama Melakukan

dan Tidak Melakukan Pengiriman Pasien Ke Rumah Sakit Pertamina Di Cirebon

yang dilakukan oleh Devi Desianti Pritasari pada tahin 2002.

Penelitian tersebut diatas mempunyai banyak perbedaan dengan

(31)

2.7. Landasan Teori

Salah satu indikator pelayanan di rumah sakit adalah BOR. BOR digunakan

untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur di rumah sakit. BOR optimal

adalah diantara 65% sampai dengan 85%. Untuk meningkatkan BOR, rumah sakit

perlu memperhatikan mutu rumah sakit.

Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditentukan. Dengan

demikian mutu pelayanan kesehatan sebagai produk jasa adalah totalitas dari wujud

serta ciri dari pelayanan kesehatan yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian

rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna jasa. (Anggreni, 2011). Rumah

sakit mengandalkan mutu pelayanan kesehatan yang baik dalam pemasaran rumah

sakit.

Pemasaran adalah sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh manusia yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran

(Christopher L, 2011).Teori terbaru dari sistem pemasaran adalah bauran pemasaran.

Bauran pemasaran jasa pada intinya adalah kombinasi dari tujuh unsur

penting dari inti pemasaran jasa antara lain : produk, sistem harga, kegiatan distribusi,

promosi, personel, fasilitas fisik dan proses manajemen (Yazid,2003).

Manajemen pemasaran pelayanan kesehatan adalah proses dari pemahaman

kebutuhan dan keinginan pasar sasaran yang bertujuan untuk menyatukan berbagai

pandangan mengenai analisis, perencanaan, implementasi organisasi dan pengawasan

(32)

Dalam pemasaran rumah sakit di Indonesia, Departemen Kesehatan RI

mengeluarkan beberapa kebijakan yang harus diperhatikan :

1. Pemasaran rumah sakit dapat dilaksanakan agar utilisasi rumah sakit menjadi

lebih tinggi sehingga akhirnya dapat meningkatkan rujukan medik dan

meluaskan cakupan yang selanjutnya memberikan kontribusi terhadap

peningkatan derajat kesehatan penduduk.

2. Pemasaran rumah sakit hendaknya tidak dilepaskan dari tujuan pembanguan

kesehatan.

3. Pemasaran tidak boleh lepas juga dari dasar - dasar etik kedokteran dan etika

rumah sakit serta ketentuan hukum yang berlaku.

4. Promosi rumah sakit harus senantiasa penuh kejujuran.

5. Cara pemasaran yang diperbolehkan.

Pelayanan kesehatan memiliki 5 jenis konsumen yaitu pasien, dokter, pemilik

perusahaan dan serikat buruh, pemerintah dan pembuat kebijakan, serta pekerja

(Rowland dan Beatrice, 1984).

Kepuasan pasien adalah hasil penilaian pasien berdasarkan perasaannya,

terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan di rumah sakit yang telah menjadi

bagian dari pengalaman atau yang dirasakan pasien rumah sakit, atau dapat

dinyatakan sebagai cara pasien mengevaluasi sampai seberapa besar tingkat kualitas

pelayanan di rumah sakit, sehingga dapat menimbulkan tingkat rasa kepuasan

(33)

Keputusan pembelian barang / jasa seringkali melibatkan dua pihak atau lebih.

Umumnya ada lima peranan yang terlibat. Kelima peran tersebut meliputi :

Pemrakarsa (initiator), Pembawa pengaruh (influencer), Pengambil keputusan (decider), Pembeli (buyer), Pemakai (user).

Assel membagi dalam dua dimensi dalam keputusan pembelian barang yaitu

tingkat pengambilan keputusan dan derajat keterlibatan saat membeli. Pada dimensi

pertama, konsumen dibedakan berdasarkan tingkat pengambilan keputusan. Pada

dimensi kedua, konsumen dibedakan berdasarkan tingkat keterlibatan pemilihan

sesuatu merek. Pada saat itu konsumen tidak jarang terlibat terlalu dalam, keterlibatan

yang tinggi ini digolongkan sebagai high involvement purchase decision, sedangkan keterlibatan rendah digolongkan low involvement purchase decision. Dari kedua dimensi tersebut, proses pembelian konsumen dapat dibedakan menjadi empat tipe.

Yaitu tipe complex decision making, tipe kesetiaan merek ( brand loyalty ). tipe

limited decision makingdantipeinertia.Pengambilan keputusan sebagai proses penting yang mempengaruhi prilaku konsumen adalah sangat penting untuk dipahami pasar

(Suryani.T, 2008).

Menurut Kotler dan Amstrong (2001), Harga adalah jumlah uang yang

dibebankan atas produk / jasa,atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas

(34)

2.8. Kerangka Pemikiran

BOR RS.MarthaFriskaMultatuli yang masih 37% menyebabkan perlunya

kerja sama dengan perusahaan. Untuk itulah rumah sakit perlu memperhatikan hal-

hal yang dapat mempengaruhi kerjasamadengan perusahaan. Dari peneliti terdahulu

dan berdasarkan teori, maka dibuat kerangka pemikiransebagai berikut:

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

PERNYATAAN Apakah anda memperkenalkan diri pada pasien baru dengan kesan yang baik senyum Apakah anda mengortientasikan ruangan dan pelayanan kepada setiap pasien baru Apakah

b) Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara yang mempunyai fasilitas pengolahan limbah dengan kandungan logam berat tinggi. Bila tidak memungkinkan, limbah

Ketidakpuasan pasien akan pelayanan rumah sakit, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan administrasi akan menyebabkan pasien pulang paksa atau enggan menggunakan kembali

Perencanaan dalam pemanfaatan BOR rumah sakit pada tingkat kepala bidang keperawatan rawat inap dan wakil direktur pelayanan yaitu perencanaan kebutuhan tenaga,

44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

3 Hal ini didukung dengan penelitian tentang Tinjauan Sistem Informasi Manajemen Rekam Medis (SIM RM) dalam mendukung kegiatan pencatatan dan pelaporan statistik rumah sakit

Perencanaan dalam pemanfaatan BOR rumah sakit pada tingkat kepala bidang keperawatan rawat inap dan wakil direktur pelayanan yaitu perencanaan kebutuhan tenaga,

Dalam kaitannya dengan besarnya biaya dan mutu pelayanan, maka terdapat berbagai hal penting yang perlu diperhatikan dalam etika bisnis rumah sakit: pelayanan kesehatan yang