• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pemilihan Provider Pelayanan Kesehatan oleh Perusahaan untuk Meningkatkan Bed Occupancy Rate (BOR) Rumah Sakit Martha Friska Multatuli Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pemilihan Provider Pelayanan Kesehatan oleh Perusahaan untuk Meningkatkan Bed Occupancy Rate (BOR) Rumah Sakit Martha Friska Multatuli Medan Tahun 2014"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PEMILIHAN PROVIDER PELAYANAN KESEHATAN OLEH PERUSAHAAN UNTUK MENINGKATKAN BED OCCUPANCY RATE

(BOR) RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MULTATULI MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Oleh

CHANDRA WIDJAJA 127032240/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE ANALYSIS OF HEALTH SERVICE PROVIDER SELECTION BY A COMPANY TO INCREASE BED OCCUPANCY RATIO (BOR) AT

MARTHA FRISKA HOSPITAL MULTATULI MEDAN IN 2014

THESIS

BY

CHANDRA WIDJAJA 127032240/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ANALISIS PEMILIHAN PROVIDER PELAYANAN KESEHATAN OLEH PERUSAHAAN UNTUK MENINGKATKAN BED OCCUPANCY RATE

(BOR) RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MULTATULI MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

CHANDRA WIDJAJA 127032240/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : ANALISIS PEMILIHAN PROVIDER PELAYANAN KESEHATAN OLEH

PERUSAHAAN UNTUK MENINGKATKAN BED OCCUPANCY RATE (BOR)

RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MULTATULI MEDAN TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Chandra Widjaja Nomor Induk Mahasiswa : 127032240

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D) (Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes Ketua Anggota

)

Dekan

( Dr. Drs. Surya Utama, M.S )

(5)

Telah Diuji

pada Tanggal : 1 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D

(6)

PERNYATAAN

ANALISIS PEMILIHAN PROVIDER PELAYANAN KESEHATAN OLEH PERUSAHAAN UNTUK MENINGKATKAN BED OCCUPANCY RATE

(BOR) RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MULTATULI MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau yang diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2014

(7)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh BOR RS. Martha Friska Multatuli Medan masih rendah yaitu 37%, masih jauh dibawah nilai optimal BOR sebuah rumah sakit yaitu 65% sampai 85%. Sehingga perlu cara untuk meningkatkannya . Salah satunya adalah dengan kerja sama dengan perusahaan. Perusahaan adalah target pasar yang cukup besar bagi rumah sakit.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang dapat menyebabkan perusahaan menjalin kerja sama meliputi faktor perusahaan dan faktor rumah sakit.

Jenis penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan mengambil data langsung ke sumber data. Informan penelitian ini adalah senior health officer, general manager, dokter perusahaan, karyawan perusahaan serta pihak marketing dari RS. Martha Friska Multatuli.

Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor – faktor yang menjadi pertimbangan bagi perusahaan dalam menjalin kerja sama adalah harga, komitmen terhadap isi perjanjian kerja sama , akses, pelayanan, fasilitas pelayanan, waktu, serta informasi. Sedangkan Rumah sakit perlu memperhatikan karakteristik perusahaan, siapa pemegang keputusan, kebijakan dan isi perjanjian kerja sama.

Untuk dapat meningkatkan BOR, RS.Martha Friska perlu memperhatikan faktor-faktor tersebut diatas melalui komitmen dan peningkatan mutu pelayanan.

(8)

ABSTRACT

The motivation of this research is the poor bed occupancy rate (BOR) in Martha Friska Mulatuli Medan Hospital. The bed occupancy rate in Martha Friska Multatuli Medan Hospital (37 percent) is significantly lower than the optimal bed occupancy rate (65 to 85 percent), hence a measure needs to be taken to increase it. As factories and companies are major factor of hospitals’ market share, cooperation between the hospital and companies can potentially increase the bed occupancy rate. The objective of this research is to identify and understand factors that allow mutual cooperation between hospitals and companies, eliciting factors from companies and from hospitals.

This research is a qualitative research. Data are collected through interviews and surveys in companies and hospitals. The interviewees are senior health officers, general managers, company doctors, company employees, and marketing department of Martha Friska Multatuli Hospital.

The result of the research concluded several crucial factors that companies consider before cooperating with hospital that are cost, commitment to fulfill contract, access to hospital, service quality, service facility, time, and proper information and education. On the other hand hospitals consider characteristics of the company, person in charge, and the content of the contract.

To increase bed occupancy rate, it is crucial for Martha Friska Hospital to observe the factors discussed to improve commitment and service quality.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmad dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun tesis dengan judul “Analisis Pemilihan Provider Pelayanan Kesehatan oleh Perusahaan untuk Meningkatkan Bed Occupancy Rate (BOR) Rumah Sakit Martha Friska Multatuli Medan Tahun 2014” merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan kemudahan yang diberikan oleh berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

5. Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D, selaku ketua komisi pembimbing dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan kesempatan dalam membimbing dan memberikan arahan, masukan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si dan Drs. Amru Nasution, M.Kes, selaku penguji satu dan dua yang telah memberikan banyak saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

7. Dr. Olivia, Wakil Direktur Medis RS. Martha Friska Multatuli Medan yang telah berkenan memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di RS. Martha Friska Multatuli Medan.

8. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara yang telah membantu hingga terselesainya tesis ini..

9. Seluruh informan yang telah bersedia diwawancarai dan memberikan jawaban yang jelas dan terbuka sehingga mempermudah terselesainya tesis ini.

10.Ibunda Phen Na Tjie yang selalu mendoakan, Suami tercinta dr. Hermawan Willi yang senantiasa mendukung dalam pendidikan S2 ini, Anak-anak tersayang Harley Septian S.Ked dan Hady Januar yang senantiasa memberikan dorongan semangat selama penyusunan tesis ini.

(11)

Rumah Sakit dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran, masukan dan kritik demi perbaikan dikemudian hari. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.

Medan, Agustus 2014

Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Chandra Widjaja, dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1968 di Medan. Anak Keempat dari lima bersaudara, dari pasangan ayahanda Sugeng Widjaja dan ibunda Phen Na Tjie. Menikah dengan dr. Hemawan Willi dan mempunyai dua orang putra bernama Harley Septian, S.Ked dan Hady Januar.

Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar Jenderal Gatot Subroto Medan tamat tahun 1979, Sekolah menengah pertama di St. Thomas 1 Medan tamat tahun 1982, Sekolah Menengah Atas di St. Thomas 1 Medan tamat tahun 1985. Pendidikan S-1 Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara Medan dan tamat tahun 1991. Pada Tahun 2012 melanjutkan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu kesehatan Masyarakat minat studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sampai dengan sekarang.

(13)

DAFTAR ISI

2.1.3. Indikator Pelayanan Rumah Sakit ... 11

2.2. Perusahaan ... 21

2.2.1. Definisi Perusahaan ... 21

2.2.2. Definisi Dokter Perusahaan ... 22

2.3. Pemasaran ... 23

2.3.1. Definisi Pemasaran ... 23

2.3.2. Kebijakan Pemasaran Rumah Sakit ... 27

2.4. Perusahaan Sebagai Konsumen Rumah Sakit ... 28

2.4.1. Konsumen ... 28

2.4.2. Konsumen Rumah Sakit ... 31

2.4.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Konsumen Organisasi 33 2.4.4. Kepuasan Konsumen ... 35

2.5. Harga ... 37

2.6. Penelitian Terdahulu ... 39

(14)

2.8. Kerangka Pemikiran ... 43

4.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Martha Friska Multatuli Medan ... 51

4.1.1. Fasilitas RS. Martha Friska Multatuli ... 52

4.1.1.1 Unit Rawat Inap ... 52

4.1.1.2 Unit Rawat Jalan ... 54

4.1.1.3 Unit Gawat Darurat (UGD) ... 55

4.1.1.4 Unit Penunjang Medis ... 55

4.1.1.5 Sumber Daya Manusia ... 56

4.1.2. Kinerja Pelayanan Kesehatan ... 57

4.1.3. Tarif ... 57

4.2. Hasil Wawancara ... 58

4.2.1 Faktor Perusahaan ... 61

4.2.1.1 Karakteristik Perusahaan ... 61

4.2.1.2 Pengambilan Keputusan ... 66

4.2.1.3 Kebijakan ... 70

4.2.2 Faktor Rumah Sakit ... 73

4.2.2.1 Akses ... 73

4.2.2.2 Pelayanan ... 77

4.2.2.3 Fasilitas Pelayanan ... 81

4.2.2.4 Waktu ... 85

4.2.2.5 Tarif ... 88

4.2.2.6 Informasi ... 90

BAB 5. PEMBAHASAN ... 94

(15)

5.1.1 Karakteristik Perusahaan ... 94

5.1.2 Pengambilan Keputusan ... 98

5.1.3 Kebijakan ... 99

5.1.4 Isi Perjanjian Kerja Sama ... 99

5.2 Faktor Rumah Sakit ... 100

5.2.1 Akses ... 100

5.2.2 Pelayanan Rumah Sakit ... 101

5.2.3 Fasilitas Pelayanan Rumah Sakit ... 104

5.2.4 Waktu ... 105

5.2.5 Tarif ... 105

5.2.6 Informasi ... 107

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

6.1. Kesimpulan... 108

3.2. Saran ... 109

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran ... 43

4.1. Pencapaian Kinerja Pelayanan RS. Martha Friska Multatuli Medan Periode Tahun 2011, 2012, 2013 ... 57

4.2. Tarif Kamar dan Paket Persalinan ... 58

4.3. Angka Pengiriman Pasien ke RS. Rekanan Perusahaan A Tahun 2013 ... 59

4.4. Angka Pengiriman Pasien ke RS. Rekanan Perusahaan B Tahun 2013 ... 60

4.5. Jenis Usaha ... 61

4.6. Angka Kesakitan Rawat Inap Perusahaan Tahun 2013 ... 63

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara Mendalam ... 114

(19)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh BOR RS. Martha Friska Multatuli Medan masih rendah yaitu 37%, masih jauh dibawah nilai optimal BOR sebuah rumah sakit yaitu 65% sampai 85%. Sehingga perlu cara untuk meningkatkannya . Salah satunya adalah dengan kerja sama dengan perusahaan. Perusahaan adalah target pasar yang cukup besar bagi rumah sakit.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang dapat menyebabkan perusahaan menjalin kerja sama meliputi faktor perusahaan dan faktor rumah sakit.

Jenis penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan mengambil data langsung ke sumber data. Informan penelitian ini adalah senior health officer, general manager, dokter perusahaan, karyawan perusahaan serta pihak marketing dari RS. Martha Friska Multatuli.

Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor – faktor yang menjadi pertimbangan bagi perusahaan dalam menjalin kerja sama adalah harga, komitmen terhadap isi perjanjian kerja sama , akses, pelayanan, fasilitas pelayanan, waktu, serta informasi. Sedangkan Rumah sakit perlu memperhatikan karakteristik perusahaan, siapa pemegang keputusan, kebijakan dan isi perjanjian kerja sama.

Untuk dapat meningkatkan BOR, RS.Martha Friska perlu memperhatikan faktor-faktor tersebut diatas melalui komitmen dan peningkatan mutu pelayanan.

(20)

ABSTRACT

The motivation of this research is the poor bed occupancy rate (BOR) in Martha Friska Mulatuli Medan Hospital. The bed occupancy rate in Martha Friska Multatuli Medan Hospital (37 percent) is significantly lower than the optimal bed occupancy rate (65 to 85 percent), hence a measure needs to be taken to increase it. As factories and companies are major factor of hospitals’ market share, cooperation between the hospital and companies can potentially increase the bed occupancy rate. The objective of this research is to identify and understand factors that allow mutual cooperation between hospitals and companies, eliciting factors from companies and from hospitals.

This research is a qualitative research. Data are collected through interviews and surveys in companies and hospitals. The interviewees are senior health officers, general managers, company doctors, company employees, and marketing department of Martha Friska Multatuli Hospital.

The result of the research concluded several crucial factors that companies consider before cooperating with hospital that are cost, commitment to fulfill contract, access to hospital, service quality, service facility, time, and proper information and education. On the other hand hospitals consider characteristics of the company, person in charge, and the content of the contract.

To increase bed occupancy rate, it is crucial for Martha Friska Hospital to observe the factors discussed to improve commitment and service quality.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1LatarBelakang

Bergulirnya era persaingan global berimbas pada sector jasa kesehatan, termasuk industry perumahsakitan. Rumah sakit dituntut mempunyai daya saing tinggi dalam menangkap peluang pasar. Di sisi lain, tuntutan pasien sebagai konsumen rumah sakit juga meningkat, yang harus diimbangi dengan pelayanan yang bermutu yang memberikan dampak sekaligus tantangan bagi rumah sakit untuk tetap hidup. Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk mengembangkan kemampuannya dalam berbagai aspek untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab dan bermutu.

Kualitas pelayanan sangat berhubungan erat dengan pelanggan. Semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan akan mendorong pelanggan untuk menjalin hubungan kerja sama dalam jangka waktu yang panjang. Munculnya rumah sakit swasta bahkan rumah sakit milik pemerintah serta klinik-klinik kesehatan semakin memperketat persaingan dalam menyediakan pelayanan jasa kesehatan.Salah satu strategi yang umum dilakukan oleh rumah sakit adalah dengan memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas.

(22)

dalam penjualan jasa dapat bersaing dengan usaha jasa sejenis dengan memberikan pelayanan yang bermutu serta memenuhi tingkat kepentingan konsumen.

Tingkat kepentingan konsumen terhadap jasa yang akan mereka terima dapat dibentuk berdasarkan pengalaman dan saran yang mereka peroleh. Konsumen memilih pemberi jasa berdasarkan peringkat kepentingan. Setelah menikmati jasa tersebut, konsumen cenderung akan membandingkannya dengan yang mereka harapkan. Konsumen akan merasa puas jika harapan konsumen sama atau melebihi dari apa yang kemudian dirasakan dan sebaliknya, jika konsumen merasa apa yang diharapkan berbeda dengan apa yang kemudian diperoleh. Dengan demikian, keberhasilan perusahaan dalam menjalankan usaha dapat dilihat dari seberapa konsumen merasa puas dengan layanan yang diperoleh. Menciptakan kualitas pelayanan jasa akan menghasilkan kepuasan tersendiri bagi konsumen/pasien. Kepuasan yang dirasakan oleh konsumen dapat memberikan beberapa manfaat bagi rumah sakit.

(23)

Tenaga kerja merupakan aset dari perusahaan yang harus diberi perlindungan terhadap aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3), mengingat ancaman bahaya potensi yang berhubungan dengan kerja.Tenaga kerja yang sehat merupakan salah satu faktor penting untuk mendukung produktivitas perusahaan. Dengan memberikan pelayanan kesehatan sebaik mungkin terhadap tenaga kerja, maka tingkat kesehatan yang optimal akan tercapai sekaligus meningkatkan hasil kinerja yang maksimal untuk kemajuan perusahaan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 tahun 2012 pasal 1 tentang penerapan sistim manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, menyatakan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja yang selanjutnya disingkat dengan K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.Hak perlindungan tenaga kerja lebih dipertegas dalam UU RI No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaaan.

Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, memulihkan kesehatan, perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat seperti yang dikutip Azwar (1996) dari Levey dan Loomba. Suatu pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila memenuhi persyaratan - persyaratan sebagai berikut:

(24)

2. Wajar (appropriate); Pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan.

3. Berkesinambungan (continuous); Pelayanan kesehatan yang memerlukan kelanjutan harus diberikan secara berkesinambungan. Pemeriksaan berkala harus dilakukan secara periodik sehingga keadaan kesehatan karyawan bisa dipantau secara terus-menerus.

4. Dapat diterima (acceptable); Suatu perusahaan memberikan pelayanan yang sesuai dengan kemampuan perusahaan dan dapat diterima oleh karyawan.

5. Dapat dicapai (accesible); Pelayanan kesehatan diharapkan mudah dicapai.

6. Terjangkau (affordable); Perusahaan bisa memilih layanan kesehatan dan harganya terjangkau oleh perusahaan. Sedangkan yang dimaksud dengan Pelayanan kesehatan kerja adalah upaya pelayanan kesehatan yang diberikan pada masyarakat pekerja secara (peningkatan, pencegahan, diberikan pada masyarakat pekerja secara paripurna pengobatan, dan pemulihan) kesehatan pekerja.

(25)

termodern dan sebagai satu-satunya rumah sakit di Bogor yang telah mendapatkan akreditasi penuh tingkat lanjut untuk parameter pelayanan.

Devi Desianti Pritasari (2002) mengemukakan faktor – faktor yang menyebabkan perusahaan melakukan dan tidak melakukan pengiriman pasien ke rumah sakit Pertamina di Cirebon adalah : pelayanan, fasilitas pelayanan, tarif, informasi dan waktu.

Hasil penelitian terdahulu memberikan acuan kepada peneliti dalam hal meneliti faktor apa saja yang dapat menyebabkan perusahaan menjalin kerja sama dengan rumah sakit dan faktor apa saja yang dapat menyebabkan perusahaan tidak mengirimkan pasien setelah terjalin kerja sama.

(26)

kunjungan pasien baik rawat jalan maupun rawat inap , hal ini berarti meningkatkan BOR secara bermakna.

Disamping mendapat konsumen dalam jumlah yang banyak dari perusahaan tersebut, Rumah sakit juga akan mendapat kerja sama tahunan,dalam arti akan ada konsumen tetap setiap tahunnya sesuai dengan perpanjangan kontrak tahunan dengan sebuah perusahaan. Akan tetapi dalam memperoleh kontrak kerja sama dengan sebuah perusahaan adalah tidak mudah, dan sebagaimana diketahui biasanya sebuah perusahaan mempunyai rekanan rumah sakit lebih dari satu, sehingga fungsi manajemen pemasaran adalah penting sekali. Rumah sakit harus senantiasa memperhatikan manajemen pemasarannya agar berjalan dengan baik dan berkesinambungan. Untuk itulah penulis tertarik meneliti faktor apakah yang mendasari keputusan perusahaan dalam menjalin kerja dengan sebuah rumah sakit, juga faktor apa yang menyebabkan perusahaan yang telah menjalin persetujuan kerja sama (PKS) tidak melakukan pengiriman pasien ke rumah sakit rekanan.

(27)

bersedia mengikat kerja sama dengan rumah sakit dan faktor apa yang menyebabkan perusahaan yang telah terikat kerja sama tidak melakukan pengiriman pasien ke rumah sakit rekanan.Hal ini lah yang mendorong rumah sakit berusaha semaksimal mungkin memasarkan rumah sakit mereka kepada perusahaan dan pihak asuransi kesehatan yang kedepannya akan ditangani oleh sistem BPJS ( Badan Pelaksana Jaminan Sosial). Sementara ini BPJS masih sedang dalam tahap permulaan. Prioritas pertama untuk dijalankan mulai 1 Januari 2014, PT. ASKES diamanatkan sebagai BPJS I, dimulai 1 Januari 2015, PT. JAMSOSTEK diamanatkan sebagai BPJS II. Pada masa permulaan ini masih peserta ASKES, JAMSOSTEK, JAMKESMAS, TNI, POLRI, yang terdaftar sebagai peserta, yang mana iurannya ditanggung pemerintah, belum berupa keharusan bagi seluruh lapisan masyarakat, masih berupa himbauan, hal ini masih dilakukan secara bertahap hingga tahun 2019. Dengan demikian perusahaan masih merupakan target pasar yang besar bagi rumah sakit dalam beberapa tahun ini. Akan tetapi, walaupun sistem BPJS telah diharuskan kepada setiap masyarakat Indonesia, manajemen pemasaran rumah sakit tetap merupakan bagian yang sangat penting dalam meningkatkan jumlah kapitasi pasien rumah sakit dalam era BPJS.

(28)

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang dalam penelitian ini, masalah dalam penelitian ini adalah BOR RS Martha Friska Multatuli Medan yang masih rendah yaitu 37 %, dimana BOR optimal adalah 65% sampai 85%. Sehingga perlu adanya peningkatan BOR dengan pemasaran rumah sakit ke perusahaan. 80 % BOR RS. Martha Friska merupakan kontribusi dari rawat inap pasien perusahaan. Dari 73 perusahaan yang telah menjalin kerja sama ternyata hanya 40% yang melakukan pengiriman pasien secara rutin ke rumah sakit Martha Friska.Untuk itulah perlu dikaji faktor apa yang dapat menyebabkan perusahaan menjalin kerja sama dengan sebuah rumah sakit dan faktor apa yang dapat menyebabkan perusahaan yang telah menjalin persetujuan kerja sama (PKS) tidak melakukan pengiriman pasien ke rumah sakit rekanan.

Pada penelitian ini akan diamati yaitu:

1. Perusahaan: Karakteristik perusahaan,angka kesakitan, kebijakan,penilaian terhadap isi PKS dan pengambilan keputusan.

2. Rumah sakit: akses, pelayanan,fasilitas pelayanan,waktu,tarif, dan informasi.

1.3 Tujuan Penelitian

(29)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pimpinan Rumah Sakit

1. Memberi masukan hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi perusahaan dalam menjalin kerja sama dan melakukan serta tidak melakukan pengiriman ke rumah sakit rekanan dalam rangka meningkatkan BOR..

2. Meningkatkan strategi pemasaran rumah sakit kepada perusahaan. 3. Manfaat keilmuan.

1.4.2 Bagi Peneliti

Hasil penelitian menambah pengetahuan dan pengalaman dalam hal menjalin kerjasama dengan perusahaan dan pengembangan strategi pemasaran klinik peneliti kepada perusahaan.

1.4.3 Bagi Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit

1. Memperoleh masukan sejauh mana hasil proses belajar mengajar dapat diterapkan dilapangan.

2. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dan bahan pustaka bagi mahasiswa maupun pihak-pihak lain yang ingin melakukan penelitian dengan obyek yang sama dimasa yang akan datang.

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

2.1.1. Definisi Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medis. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No.44Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,rawat jalan, dan gawat darurat.

2.1.2. Fungsi Rumah Sakit

(31)

kesehatan. Sedangkan menurut UU No. 44 tahun 2009, fungsi rumah sakit adalah: (a) penyelenggara pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. (b) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. (c) Penyelenggara pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. (d) Penyelenggaraan dan pengembangan serta penapisanteknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Rumah sakit adalah salah satu sistem kesehatan yang paling kompleks dan paling efektif di dunia (Rowland,1984). Hal ini disebabkan karena rumah sakit merupakan lembaga padat modal, padat karya, padat teknologi dan padat masalah yang dihadapi (Aditama, 2000) sehingga ilmu pengelolaan sebuah rumah sakit juga kompleks dengan disiplin ilmu, Antara lain ilmu kedokteran, keperawatan, teknik, ekonomi, hukum maupun hubungan masyarakat (Adikoesomo, 1997).

2.1.3. Indikator Pelayanan Rumah Sakit

Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah: a. Bed OccupancyRate (BOR): angka penggunaan tempat tidur.

(32)

menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.

Jumlah Hari Perawatan

BOR = ——————————————- X 100 % Jumlah Tempat Tidur X Periode

BOR = Bed Occupancy Rate atau Tingkat Hunian RS (dalam bentuk persentase)

Hari Perawatan (HP) = Banyaknya pasien yang dirawat dalam 1 hari periode. Jumlah Tempat Tidur = Banyaknya tempat tidur yang ada/yang beroperasional di

RS (Rumah Sakit) .

Jadi data HP ini diambil dari jumlah pasien yang dirawat setiap hari dan diakumulasikan dalam periode tertentu, misalnya : Mingguan, Bulanan, Triwulan atau Tahunan. BOR optimal adalah berkisar antara 65 % sampai 85%.

b. Average Length of Stay (AvLOS): rata-rata lamanya pasien dirawat

AvLOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AvLOS yang ideal antara 6-9 hari. c. Bed Turn Over (BTO): angka perputaran tempat tidur

(33)

d. Turn Over Interval (TOI): tenggang perputaran

TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi hingga saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.

e. Net Death Rate ( NDR ) : angka kematian netto.

NDR adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap – tiap 1000 penderita keluar, digunakan untuk mengetahui mutu pelayanan/perawatan rumah sakit. Semakin rendah NDR suatu rumah sakit berarti bahwa mutu pelayanan rumah sakit tersebut semakin baik. Nilai NDR yang masih dapat ditolerir adalah kurang dari 25 per 1000 pasien keluar.

f. Gross Death Rate ( GDR ) : angka kematian brutto.

GDR adalah angka kermatian umum untuk setiap 1000 penderita keluar, digunakan untuk mengetahui mutu pelayanan/ perawatan rumah sakit. Semakin rendah GDR berarti mutu pelayanan rumah sakit semakin baik. Nilai GDR seyogianya tidak lebih dari 45 per 1000 pasien keluar.

2.1.4. Mutu Pelayanan

(34)

berkualitas kepada para konsumen, sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki para tenaga medis, paramedis, maupun tenaga non medis lainnya, dalam melayani kebutuhan pasien ataupun keluarga pasien sebagai konsumen ataupun pengguna jasanya tadi.

Anggreni (2011) yang mengutip pernyataan Crosby, bahwa mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditentukan. Dengan demikian mutu pelayanan kesehatansebagai produk jasa adalah totalitas dari wujud serta ciri dari pelayanan kesehatan yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna jasa.

Batasan mutu pelayanan yang dipandang cukup penting menurut Azwar (1996) adalah:

1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati.

2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.

3) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau dihasilkan, yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman atau terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut.

(35)

penilaian ini tidak lah mudah mengingat mutu pelayanan bersifat multi dimensional. Setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan,pasti mempunyai pandangan yan berbeda tentang unsur yang penting dalam mutu layanan kesehatan. Perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh terdapatnya perbedaan dalam latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaaan, pengalaman, lingkungan, dan kepentingan. Dimensi mutu dari pemakai jasa pelayanan berbeda dengan dimensi mutu yang dianut penyelenggara pelayanan kesehatan dan berbeda pula dengan dimensi mutu dari penyandang dana pelayanan kesehatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert dan Prevos yang dikutip Azwar (2005) membuktikan adanya perbedaan dimensi mutu pelayanan kesehatan:

1) Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi tanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien, keprihatinan dan keramahtamahan petugas dalam melayani pasien dan atau kesembuhan penyakit yang diderita pasien. 2) Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait

pada dimensi kesesuaian pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien.

(36)

Beberapa dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml (1998) yang dikutip oleh Tjiptono (2004) mengemukakan bahwa ada 5 (lima) dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu sebagai berikut:

1) Bukti fisik (tangible), berkenaan dengan bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi fasilitas fisik (gedung, kamar, ruang operasi dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi),serta penampilan pegawainya.

2) Kehandalan (reliability), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi.

(37)

4) Jaminan (assurance), berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan staf dalam menangani setiap pelanggan yang diberikan sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman pada pelanggan. Assurance adalah dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan prilaku front-line staf dan menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para

pelanggannya.

5) Empati (emphaty), yaitu memberikan perhatian yang tulus yang bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Suatu perusahaan diharapkan memilki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Pelanggan kelompok menengah keatas mempunai harapan yang tinggi agar perusahaan penyedia jasa mengenal mereka secara pribadi.

Menurut Suryani (2008) yang mengutip pendapat Parasuraman, Zeihaml, dan Berry, merumuskan sebuah model mutu jasa yang menggarisbawahi ketentuan penting yang perlu dipatuhi pemberi jasa supaya bisa melayani jasa sesuai dengan pengharapan konsumen. Model ini mengidentifikasikan lima kesenjangan yang menyebabkan gagalnya pelayanan jasa sebagai berikut :

1) Kesenjangan pengharapan konsumen dengan persepsi manajemen. Manajemen tidak selalu memahami dengan tepat apa yang diinginkan konsumen.

(38)

3) Kesenjangan spesifikasi mutu jasa dengan pemberian jasa. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pemberi jasa. Tenaga yang belum cukup terlatih, beban kerja yang terlalu berat, Moril personal yang masih rendah, kemungkinan adanya alat yang rusak.

4) Kesenjangan penyerahan jasa dengan komunikasi eksternal. Pengharapan konsumen dipengaruhi oleh janji yang diutarakan oleh pemberi jasa melalui media komunikasi, misalnya brosur rumah sakit yang menunjukan gambar kamar yang sangat menawan tetapi pasien mendapatkan kamar yang kecil dan tak terawat, maka kekeliruannya terletak pada pengharapan – pengharapan yang diciptakan oleh komunikasi eksternal tersebut.

5) Kesenjangan jasa yang dinikmati konsumen dengan jasa yang diharapkan konsumen. Kesenjangan ini timbul bila satu atau lebih kesenjangan – kesenjangan yang telah disebutkan diatas terjadi.

Para peneliti tadi juga menyusun daftar kriteria utama yang menjadi penentu mutu jasa. Kriteria-kriteria ini adalah sebagai berikut :

1) Akses, Jasa harus mudah dijangkau dalam lokasi yang mudah dicapai pada saat yang tidak merepotkan dan cepat.

2) Komunikasi, Jasa harus diuraikan dengan jelas dalam Bahasa yang mudah dimengerti oleh konsumen.

3) Kompetensi, Karyawan harus memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan.

(39)

5) Kredibilitas, Perusahaan dan karyawan harus bisa dipercayai dan memahami keinginan utama yang diharapkan konsumen.

6) Reliabilitas, Jasa harus dilaksanakan dengan konsisten dan cermat.

7) Cepat-tanggap, Karyawan harus memberikan tangapan dengan cepat dan kreatif atas permintaan dan masalah konsumen.

8) Kepastian, Jasa harus bebas dari bahaya, resiko, atau hal – hal yang meragukan. 9) Hal – hal yang berwujud, Hal – hal yang berwujud pada sebuah jasa harus

dengan tepat memproyeksikan mutu jasa yang akan diberikan.

10) Memahami / mengenali konsumen, Karyawan harus berusaha memahami kebutuhan – kebutuhan konsumen dan memberikan perhatian secara individu.

Menurut Anjaryani (2009) yang mengutip pernyataan Jacobalis, bahwa kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit dapat diuraikan atas beberapa aspek, diantaranya adalah :

a. Penampilan keprofesian atau aspek klinis

Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku dokter dan perawat dan tenaga profesi lainnya.

b. Efisiensi dan efektivitas

Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar dapat berdaya guna dan berhasil guna.

c. Keselamatan pasien

(40)

d. Kepuasan pasien

Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental dan sosial pasien terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.

Menurut Anjaryani (2009) yang mengutip pernyataan Muslihuddin, mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik, apabila :

a. Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit.

b. Menyediakan pelayanan yang benar-benar profesional dari setiap strata pengelola rumah sakit.

Pelayanan bermula sejak masuknya pasien ke rumah sakit sampai pulangnya pasien. Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut :

a. Petugas menerima pasien dan dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus mampu melayani dengan cepat karena mungkin pasien memerlukan penanganan segera.

b. Penanganan pertama dari perawat harus mampu membuat kepercayaan bahwa pengobatan yang diterima dimulai secara benar.

c. Penanganan oleh para dokter dan perawat yang profesional akan menimbulkan kepercayaan pasien bahwa mereka tidak salah memilih rumah sakit.

d. Ruangan yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah sakit. e. Peralatan yang memadai dengan operator yang professional.

(41)

Tenaga medis merupakan unsur yang memberikan pengaruh paling besar dalam menentukan kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada pasien di rumah sakit. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya, menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan kepada pasien dari rumah sakit. Menurut Anjaryani (2009) yang mengutip pernyataan Donabedian, menyatakan bahwa perilaku dokter dalam aspek manajemen, manajemen lingkungan sosial, manajemen psikologi dan manajemen terpadu, manajemen kontinuitas dan koordinasi kesehatan dan penyakit harus mencakup beberapa hal, yaitu :

a. Ketepatan diagnosis

b. Ketepatan dan kecukupan terapi

c. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap.

d. Koordinasi perawatan secara kontiniuitas bagi semua anggota keluarga.

2.2. Perusahaan

2.2.1. Definisi Perusahaan

(42)

mencari laba. Seperti yayasan sosial, keagamaan, dll. Hasil suatu produksi dapat berupa barang dan jasa.

Secara garis besar perusahaan dapat digolongkan menjadi:

1. Perusahaan Jasa (service firm) yaitu perusahaan yang kegiatannya menjual jasa. Contohnya adalah kantor akuntan, kantor pengacara, Salon dll.

2. Perusahaan Dagang (merchandising firm) yaitu perusahaan yang kegiatannya membeli barang jadi dan menjualnya kembali tanpa melakukan pengolahan terhadap barang tersebut.Contohnya dealer, Toserba, toko kelontong, dll.

3. Perusahaan Manufaktur / Pabrik / Industri (manufacturing firm) yaitu perusahaan yang kegiatannya mengolah bahan baku menjadi barang jadi dan kemudian menjual barang jadi tersebut.Contohnya adalah pabrik sepatu, pabrik roti, dll. 2.2.2. Definisi Dokter Perusahaan

(43)

2.3. Pemasaran

2.3.1. Definisi Pemasaran

Kotler (1996) menyatakan pemasaran adalah proses sosial yang dilakukan oleh individu atau organisasi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan dengan cara menciptakan, menawarkan dan melakukan pertukaran nilai barang dan jasa satu dengan lainnya sedangkan proses manajemen pemasaran adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis kesempatan pasar. 2. Memilih pasar sasaran. 3. Mengembangkan bauran pemasaran : produk, price, place, promotion. 4. Mengelola usaha pemasaran.

Pemasaran adalah sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh manusia yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran (Christopher L,2011).

Fungsi pemasaran menurut Payne (2000) dalam the essence of service marketing 2000 terdiri dari 3 komponen kunci:

1. Bauran pemasaran unsur-unsur atau elemen-elemen internal penting yang mermbentuk program pemasaran sebuah organisasi.

2. Kekuatan pasar: Peluang dan ancaman eksternal dimana operasi-operasi pemasaran sebuah organisasi berinteraksi.

3. Proses pernyelarasan: Proses strategis dan manajerial untuk memastikan bahwa bauran pemasaran dan kebijakan internal baik bagi kekuatan pasar.

(44)

antara lain :produk, system, kegiatan distribusi, promosi, personel, fasilitas fisik dan proses manajemen.

Adapun penjelasan dari masing- masing unsurnya adalah :

1. Produk (product), adalah segala sesuatu yang dapat memenuhi minat dan kebutuhan konsumen serta dapat memberikan kepuasan pada konsumen yang mempergunakannya. Produk ini dapat berupa barang, jasa, gagasan ataupunkeahlian.

2. Harga (Price), adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen untuk mendapatkan suatu produk. Dalam penetapan harga harus diperhatikan kedua belah pihak. Kedua belah pihak tersebut adalah perusahaan dan konsumen.

3. Distribusi (placement), adalah kegiatan menyalurkan, menyebarkan , mengirimkan serta menyampaikan barang yang dipasarkan pada konsumen. Dalam kegiatan distribusi dilakukan suatu proses untuk menentukan saluran distribusi yang akan digunakan untuk memastikan produk yang dikirimkan dapat sampai ke tangan konsumen tepat pada waktunya. Dalam hal ini perusahaan harus memilih saluran distribusi yang efektif.

(45)

5. Personel (people), merupakan si pemberi jasa, personel dalam suatu perusahaan adalah kunci utama dalam menyampaikan jasa pada konsumen karena si pemberi jasa ini menjadi petunjuk dalam menentukan karakteristik dan kualitas jasa. 6. Fasilitas fisik (Physical Facility), meliputi fasilitas penunjang yang dimiliki

perusahaan yang mendukung pelayanan jasa yang diberikan pada konsumen. 7. Proses Manajemen (Manegement Process), adalah suatu proses yang dilakukan

oleh manajemen untuk meyakinkan konsumen bahwa jasa yang diterima adalah yang terbaik, dengan suatu penyampaian jasa yang lebih cepat dan lebih unggul.

Manajemen pemasaran pelayanan kesehatan adalah proses dari pemahaman kebutuhan dan keinginan pasar sasaran yang bertujuan untuk menyatukan berbagai pandangan mengenai analisis, perencanaan, implementasi organisasi dan pengawasan system distribusi/penampaian pelayanan kesehatan (Cooper, 1979).

Menurut Djojodibroto (1997) pada awalnya rumah sakit menggunakan upaya pemasaran hanya untuk mencari dana dan meningkatkan komunikasi dengan masyarakat. Perkembangan selanjutnya rumah sakit melakukan analisis pemasaran yang lebih luas untuk mengetahui perilaku masyarakat pengguna jasa, pengembanan antar pelayanan baru, penarifan, mengidentifikasi pelanggan, memperbaiki komunikasi antara staf dan karyawan, antara pengguna jasa dan rumah sakit serta menyusun strategi pemasaran yang lebih efisien.

(46)

1. Dalam industri rumah sakit, sejogianya tujuan utamanya adalah melayani kebutuhan manusia, bukan semata-mata menghasilkan produk dengan proses dan biaya yang seefisien mungkin. Unsur manusia perlu mendapatkan perhatian dan tanggung jawab pengelola rumah sakit. Perbedaan ini mempunyai dampak penting dalam manajemen, khususnya menyangkut pertimbangan etika dan nilai kehidupan manusia.

2. Kenyataannya dalam industri rumah sakit yang disebut pelanggan (customer) tidak selalu mereka yang menerima pelayanan. Pasien adalah mereka yang diobati di rumah sakit. Akan tetapi, kadang-kadang bukan mereka sendiri yang menentukan di rumah sakit mana mereka harus dirawat. Di luar negeri pihak asuransilah yang menentukan rumah sakit mana yang boleh didatangi pasien. Jadi jelasnya, kendati pasien adalah mereka yang memang diobati di suatu rumah sakit, tetapi keputusan menggunakan jasa rumah sakit belum tentu ada di tangan pasien itu. Artinya, kalau ada upaya pemasaran seperti bisnis lain pada umumnya, maka target pemasaran itu menjadi amat luas, bisa pasien, tempat kerjan, para dokter yang praktek di sekitar rumah sakit, dan juga bisa pihak asuransi. Selain itu, jenis tindakan medis yang akan dilakukan dan pengobatan yang diberikan juga tidak tergantung pada pasiennya, tapi tergantung dari dokter yang merawatnya.

(47)

Oleh karena itu, pemasaran rumah sakit sangat diperlukan untuk meningkatkan harapan dan keinginan dari pasien akan kenyamanan dalam hal mendapatkan pelayanan yang baik serta harapan untuk mendapatkan pelayanan yang nyaman.

2.3.2. Kebijakan Pemasaran Rumah Sakit

Menurut Sujana dan Nurwandi (2009), dalam pemasaran rumah sakit di Indonesia, Departemen Kesehatan RI mengeluarkan beberapa kebijakan yang harus diperhatikan :

a) Pemasaran rumah sakit dapat dilaksanakan agar utilisasi rumah sakit menjadi lebih tinggi sehingga akhirnya dapat meningkatkan rujukan medik dan meluaskan cakupan yang selanjutnya memberikan kontribusi terhadap peningkatan derajat kesehatan penduduk.

b) Pemasaran rumah sakit hendaknya tidak dilepaskan dari tujuan pembanguan kesehatan yakni antara lain: meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan agar derajat kesehatan penduduk menjadi lebih baik.

c) Pemasaran tidak boleh lepas juga dari dasar – dasar etik kedokteran dan etika rumah sakit serta ketentuan hukum yang berlaku.

d) Promosi rumah sakit harus senantiasa penuh kejujuran. Konsumen dalam pelayanan rumah sakit selalu mempunyai pilihan yang sangat sempit dan sangat tergantung kepada rumah sakit dan dokter. Sifat hakiki ini harus dihayati.

(48)

1. Internal: (a) Meningkatkan pelayanan kesehatan. (b). Kuesioner kepada masyarakat. (c) Mobilisasi dokter, perawat dan seluruh karyawan rumah sakit.(d). Brosur/leaflet/bulletin

2. Eksternal: (a). Infomasi tentang pelayanan RS yang tidak melanggar kode etik. (b). Menggunakan media massa. (c). Informasi tarif harus jelas. (d). Meningkatkan hubungan dengan perusahaan/badan diluar RS. (e). Menyelenggarakan seminar – seminar di rumah sakit. (f). Pengabdian masyarakat.

2.4. Perusahaan sebagai Konsumen Rumah Sakit 2.4.1. Konsumen

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Menurut tujuan pembeliannya, konsumen dapat dikelompokan menjadi konsumen akhir ( individual) yaitu yang terdiri atas individu dan rumah tangga yang tujuan pembeliannya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk dikonsumsi. Sedangkan kelompok lain adalah konsumen organisasional yang terdiri atas organisasi, pemakai industri, pedagang dan lembaga non profit yang tujuan pembeliannya adalah untuk memperoleh laba atau kesejahteraan anggotanya.

(49)

a. Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali menyarankan ide untuk membeli suatu barang/jasa.

b. Pembawa pengaruh (influencer) yaitu orang yang memiliki pandangan atau nasehat yang mempengaruhi keputusan pembelian.

c. Pengambil keputusan (decider), yaitu orang yang menentukan keputusan pembelian.

d. Pembeli (buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian secara nyata.

e. Pemakai (user), yaitu orang yang mengkonsumsi dan menggunakan barang / jasa yang dibeli.

Dilihat dari proses pengambilan keputusan, proses keputusan pembelian sangat bervariasi. Ada yang sederhana dan ada pula yang yang kompleks. Menurut Suryani (2008) yang mengutip Assael,membagi dalam dua dimensi yaitu tingkat pengambilan keputusan dan derajat keterlibatan saat membeli.

(50)

dengan konsumen. 3. Mengandung resiko yang cukup tinggi. 4. Pertimbangan emosional. 4. Pengaruh dari norma group.

Keterlibatan yang tinggi ini digolongkan sebagai high involvement purchase decision, sedangkan keterlibatan rendah digolongkan low involvement purchase

decision. Dari kedua dimensi tersebut, proses pembelian konsumen dapat dibedakan

(51)

2.4.2. Konsumen Rumah Sakit

Pelayanan kesehatan memiliki 5 jenis konsumen yaitu pasien, dokter, pemilik perusahaan dan serikat buruh, pemerintah dan pembuat kebijakan, serta pekerja (Rowland dan Beatrice, 1984).

1. Pasien saat ini lebih sensitive pada pelayanan yang diberikan dan akibatnya bagi mereka untuk itu dibutuhkan pendidikan produk pelayanan kesehatan yang akan diberikan pada pasien dan strategi pemasaran yang baik untuk memenangkan persaingan. Pemasar dianjurkan untuk melihat pelanggan potensial, memelihara hubungan dengan pasien yang berasal dari kelompok yang sering menggunakan jasa rumah sakit dan mempertahankan dengan baik agar dapat meningkatkan pangsa pasar.

2. Dokter adalah sumber daya utama rumah sakit yang memiliki akses terkuat dengan pasien sehingga dalam membuat program pemasaran rumah sakit, masukan dan sarannya menjadi sesuatu hal yang penting.

3. Pemilik perusahaan dan serikat buruh, Pemasar rumah sakit harus mewaspadai berdirinya fasilitas pelayanan kesehatan di industri (klinik dokter jaga dalam kawasan industri) yang sebelumnya menjadi pelanggan potensial rumah sakit. 4. Pemerintah dan pembuat kebijakan, dalam kegiatannya rumah sakit tidak terlepas

dari peraturan dan kebijakan pemerintah sehingga dalam membuat program pemasarannya harus memperhatikan hal tersebut.

(52)

Sulastomo (2000) mengemukakan bahwa dalam manajemen pelayanan kesehatan ada 3 kelompok yang terlibat dalam proses kegiatan layanan kesehatan: 1. Kelompok penyelenggara kesehatan ( health provider, misalnya dokter, perawat )

Health provider akan selalu didesak untuk menggunakan kemampuan, teknologi,

maupun obat - obatan mutakhir, hal ini untuk memberikan rasa aman bagi tanggung jawab moralnya dalam menyembuhkan pasien.

2. Kelompok penerima jasa kesehatan ( pasien )

Menghendaki pelayanan sebaik mungkin sesuai kebutuhannya.

3. Kelompok pihak ketiga yang secara tidak langsung terlibat, misalnya para administrator baik kalangan perusahaan maupun pemerintahan dan asuransi dll. Kelompok ini memperhatikan pertimbangan biaya, efisiensi dan keefektifan pelayanan kesehatan yang diberikan.

Kotler (1996), Perusahaan yang menjual barang ke organisasi misalnya pabrik, grosir, pengecer atau kantor, pemerintah harus memahami benar kebutuhan-kebutuhan, sumber daya, kebijakan, dan prosedur pembelian organisasi. Mereka harus memperhitungkan beberapa pertimbangan yang biasanya tidak dapat dijumpai dalam pemasaran barang konsumsi untuk perorangan berupa:

1. Organisasi membeli barang dan jasa dengan maksud untuk mencari untung, mengurangi biaya, melayani kebutuhan konsumen internal dan melayani kewajiban sosial dan hukum.

(53)

keputusan biasanya mempunyai tanggung jawab yang berbeda dalam organisasinya dan memakai kriteria yan berbeda pula dalam keputusan pembelian.

3. Agen penjualan harus mematuhi kebijakan, batasan – batasan, syarat-syarat resmi yang ditetapkan oleh organisasinya.

4. Metode-metode pembelian misalnya, permintaan untuk penawaran harga, usulan, kontrak pembelian menambah dimensi pembelian lain yang biasanya tidak ada dalam pembelian lainnya.

2.4.3. Faktor - faktor yang Memengaruhi Konsumen Organisasi

Pada saat melakukan proses pengambilan keputusan yan ditempuh oganisasi resmi untuk menentukan kebutuhan akan produk dan jasa yang dibeli. Dari sekian banyaknya produk yang ditawarkan oleh pemasok ataupun yang terdapat dipasar, perlu kiranya sebuah oganisasi memilih secara selektif produk yang dibutuhkan. Sehingga organisasi tersebut akan melakukan identifikasi, evaluasi serta memilih merek – merek alternatif dari produk tersebut (Kotler, 1996).

Kotler (1996) menyatakan bahwa setiap organisasi pembelian mempunyai tujuan, kebijakan, prosedur, struktur organisasi dan sistem tersendiri, yang mana pemasar industri harus berusaha mengetahuinya. Muncul pertanyaan:

1. Berapa orang yang terlibat dalam keputusan pembelian? 2. Siapa saja?

(54)

4. Kebijakan dan kendala perusahaan apa saja yang berhubungan dengan agen pembelian?

Para pembeli industri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan saat ini maupun saat mendatang, misalnya tingkat permintaan awal, pandangan organisasi dan kondisi persaingan lingkungannya. Pemasar industri harus memantau dan menentukan bagaimana mereka akan mempengaruhi pembeli dan mencoba untuk mengubah masalah tersebut menjadi kesempatan.

Pangsa pasar biasanya mengikutsertakan beberapa peserta dengan status wewenang, ketegasan dan keyakinan berbeda. Para pemasar industri agaknya harus tahu kelompok dinamika apa saja yang akan terjadi selama proses pembelian. Mereka bisa menemukan informasi apapun mengenai kepribadian dan faktor – faktor antar pribadi yang akan berguna. Setiap peserta dalam proses pengambilan keputusan mengenai pembelian menyertakan motivasi, persepsi dan pilihan pribadinya, pendidikan, posisi pekerjaan, kepribadian dan sikap terhadap resiko. Agen pembelian memperlihatkan gaya pembelian yang berbeda. Contohnya beberapa agen pembelian yang lebih muda dan berpendidikan tinggi merupakan orang yang “ gila komputer “ dan membuat analisis yang ketat terhadap usulan dari para pemasok yang saling bersaing sebelum memilih salah satu pemasok ( Kotler,1996 ).

(55)

jasa yang dapat ditoleransi.Untuk memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut penyedia layanan kesehatan dianjurkan untuk meningkatkan nilai yang terkait dengan persepsi perusahaan terhadap layanan mereka dan menyajikan informasi mengenai kualitas dan kuantitas jasa serta kontrol biaya yang optimal.

2.4.4. Kepuasan Konsumen

Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen setelah membandingkan antara apa yang diterima dengan apa yang diharapkan. Ada dua hal yang mempengaruhi kepuasan konsumen yaitu mutu dan pelayanan.(Umar, 2005). Westbrook & Reilly dalam Tjiptono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan konsumen merupakan respon emosional terhadap pengalaman yang berkaitan dengan produk atau jasa yang dibeli. Nasution, (2005) yang mengutip pendapat Gasper mengatakan bahwa kepuasan konsumen sangat bergantung kepada persepsi dan harapan konsumen. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan konsumen antara lain :

(a) Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal – hal yang dirasakan konsumen ketika sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen produk. (b) Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun

pesaing – pesaingnya.

(c) Pengalaman dari teman – teman.

(56)

dinyatakan sebagai cara pasien mengevaluasi sampai seberapa besar tingkat kualitas pelayanan di rumah sakit, sehingga dapat menimbulkan tingkat rasa kepuasan (Utama, 2003). Pasien yang puas merupakan asset yang sangat berharga karena apabila pasien puas, mereka akan terus melakukan pemakaian jasa pelayanan kesehatan pilihannya. Akan tetapi jika pasien merasa tidak puas maka mereka akan memberitahukan pengalaman buruknya dua kali lebih hebat kepada orang lain. Untuk menciptakan kepuasan pasien, rumah sakit harus mengelola suatu sistem agar dapat memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya yaitu dengan meningkatkan kualitas pelayanan.

Tjiptono (2005) menyatakan ada beberapa aspek yang mempengaruhi kepuasan yaitu:

(a) Aspek kenyamanan, meliputi lokasi rumah sakit, kebersihan rumah sakit, kenyamanan ruangan yang akan digunakan pasien, makanan yang dimakan pasien, dan peralatan yang tersedia dalam ruangan .

(b) Aspek hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, meliputi keramahan petugas rumah sakit, Informasi yang diberikan oleh petugas rumah sakit, komunikatif, responatif, suportif, dan cekatan dalam melayani pasien.

(c) Aspek kompetensi teknik petugas, meliputi keberanian bertindak, pengalaman, gelar, dan terkenal.

(57)

2.5. Harga

Harga merupakan sesuatu yang diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan sesuatu barang atau jasa (Lamb,dk.2001). Menurut Kotler dan Amstrong (2001), Harga adalah jumlah uang yang dibebankan atas produk / jasa,atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat – manfaat karena memiliki atau menggunakan produk/jasa tersebut. Harga sering dijadikan sebagai indikator kualitas oleh konsumen. Apabila harga lebih tinggi, orang cenderung beranggapan bahwa kualitasnya juga lebih baik. Konsumen sering pula menggunakan harga tinggi sebagai kriteria utama dalam menentukan nilainya. Barang dengan harga tinggi sering dianggap superior dan barang yang mempunyai harga rendah dianggap inferior (rendah tingkatannya) menurut Supriyanto ( 2012 ) yang mengutip pendapat Basu Swastha.

Penetapan harga jasa penting karena terkait dengan revenue, citra, kualitas, distribusi dan lain-lain. Keputusan penetapan harga juga sedemikian penting dalam menentukan seberapa jauh sebuah layanan jasa dinilai konsumen, dan juga dalam proses membangun citra. Penetapan harga juga memberikan persepsitertentu dalam hal kualitas seperti dikutip Supriyanto (2012) dari Lupiyoadi.

Berdasarkan pendapat Tjiptono (2005), dapat disimpulkan bahwa ada 4 hal yang menjadi tujuan penetapan harga, yaitu:

(58)

2. Tujuan berorientasikan volume, yang mana harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai volume penjualan, nilai penjualan, ataupun unuk menguasai pangsa pasar.

3. Tujuan berorientasi pada citra. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra perusahaan. Sebaliknya, harga rendah dapat dipergunakan untuk membentuk citra nilai tertentu.

4. Tujuan stabilisasi harga, dilakukan dengan jalan penetapan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara satu perusahaan dan harga pemimpin industri.

5. Tujuan lainnya misalnya untuk mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah.

Perusahaan dalam menetapkan harga suatu produk atau jasa, ada dua fakor yang harus dipertimbangkan. Menurut Kotler & Amstrong (2001) yang mempengaruhi keputusan penetapan harga antara lain faktor internal perusahaan yaitu faktor yang berasal dari dalam perusahaan yang meliputi: sasaran pemasaran, strategi pembauran pemasaran, biaya dan pertimbangan organisasi dan faktor eksternal perusahaan yaitu merupakan faktor yang berasal dari luar perusahaan yakni: sifat pasar dan permintaan, biaya harga dan tawaran pesaing serta faktor – faktor eksternal lainnya.

(59)

elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar, Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi menetapkan harga yang lebih murah, akan memberi nilai yang lebih tinggi kepada pasien.

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pemasaran rumah sakit telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya yaitu :

1. Analisis Segmentasi Pasar Pelayanan Kesehatan di RSIA SITI FATIMAH Makassar tahun 2011 yang dilakukan oleh S. Rahmadani

2. Analisis Strategi Pemasaran Dalam Memasarkan Produk Jasa, Studi Kasus Pada Rumah Sakit Karya Bhakti yang dilakukan oleh Sujana dan Mohd Nurwandi pada tahun 2009.

3. Pengaruh Penerapan Bauran Pemasaran Terhadap Tingkat Kepuasan Konsumen Dalam Jasa Pelayanan Di RSU Surya Husada yang dilakukan Anggreni pada tahun 2011.

4. Analisis Faktor Penyebab Perusahaan Yang Menjalin Kerja Sama Melakukan dan Tidak Melakukan Pengiriman Pasien Ke Rumah Sakit Pertamina Di Cirebon yang dilakukan oleh Devi Desianti Pritasari pada tahin 2002.

(60)

2.7. Landasan Teori

Salah satu indikator pelayanan di rumah sakit adalah BOR. BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur di rumah sakit. BOR optimal adalah diantara 65% sampai dengan 85%. Untuk meningkatkan BOR, rumah sakit perlu memperhatikan mutu rumah sakit.

Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditentukan. Dengan demikian mutu pelayanan kesehatan sebagai produk jasa adalah totalitas dari wujud serta ciri dari pelayanan kesehatan yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna jasa. (Anggreni, 2011). Rumah sakit mengandalkan mutu pelayanan kesehatan yang baik dalam pemasaran rumah sakit.

Pemasaran adalah sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh manusia yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran (Christopher L, 2011).Teori terbaru dari sistem pemasaran adalah bauran pemasaran.

Bauran pemasaran jasa pada intinya adalah kombinasi dari tujuh unsur penting dari inti pemasaran jasa antara lain : produk, sistem harga, kegiatan distribusi, promosi, personel, fasilitas fisik dan proses manajemen (Yazid,2003).

(61)

Dalam pemasaran rumah sakit di Indonesia, Departemen Kesehatan RI mengeluarkan beberapa kebijakan yang harus diperhatikan :

1. Pemasaran rumah sakit dapat dilaksanakan agar utilisasi rumah sakit menjadi lebih tinggi sehingga akhirnya dapat meningkatkan rujukan medik dan meluaskan cakupan yang selanjutnya memberikan kontribusi terhadap peningkatan derajat kesehatan penduduk.

2. Pemasaran rumah sakit hendaknya tidak dilepaskan dari tujuan pembanguan kesehatan.

3. Pemasaran tidak boleh lepas juga dari dasar - dasar etik kedokteran dan etika rumah sakit serta ketentuan hukum yang berlaku.

4. Promosi rumah sakit harus senantiasa penuh kejujuran. 5. Cara pemasaran yang diperbolehkan.

Pelayanan kesehatan memiliki 5 jenis konsumen yaitu pasien, dokter, pemilik perusahaan dan serikat buruh, pemerintah dan pembuat kebijakan, serta pekerja (Rowland dan Beatrice, 1984).

(62)

Keputusan pembelian barang / jasa seringkali melibatkan dua pihak atau lebih. Umumnya ada lima peranan yang terlibat. Kelima peran tersebut meliputi : Pemrakarsa (initiator), Pembawa pengaruh (influencer), Pengambil keputusan (decider), Pembeli (buyer), Pemakai (user).

Assel membagi dalam dua dimensi dalam keputusan pembelian barang yaitu tingkat pengambilan keputusan dan derajat keterlibatan saat membeli. Pada dimensi pertama, konsumen dibedakan berdasarkan tingkat pengambilan keputusan. Pada dimensi kedua, konsumen dibedakan berdasarkan tingkat keterlibatan pemilihan sesuatu merek. Pada saat itu konsumen tidak jarang terlibat terlalu dalam, keterlibatan yang tinggi ini digolongkan sebagai high involvement purchase decision, sedangkan keterlibatan rendah digolongkan low involvement purchase decision. Dari kedua dimensi tersebut, proses pembelian konsumen dapat dibedakan menjadi empat tipe. Yaitu tipe complex decision making, tipe kesetiaan merek ( brand loyalty ). tipe limited decision makingdantipeinertia.Pengambilan keputusan sebagai proses penting

yang mempengaruhi prilaku konsumen adalah sangat penting untuk dipahami pasar (Suryani.T, 2008).

(63)

2.8. Kerangka Pemikiran

BOR RS.MarthaFriskaMultatuli yang masih 37% menyebabkan perlunya kerja sama dengan perusahaan. Untuk itulah rumah sakit perlu memperhatikan hal- hal yang dapat mempengaruhi kerjasamadengan perusahaan. Dari peneliti terdahulu dan berdasarkan teori, maka dibuat kerangka pemikiransebagai berikut:

(64)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yang bertujuan untuk menggali informasi mengenai masalah apa saja yang mempengaruhi suatu perusahaan bersedia menjalin kerjasama dengan sebuah rumah sakit, dalam hal ini adalah kerja sama perusahaan yang mempercayakan kesehatan seluruh karyawan beserta keluarganya kepada rumah sakit tersebut. Juga mengenai faktor – faktor yang menyebabkan perusahaan yang telah menjalin kerjasama dengan rumah sakit tidak lagi mengirimkan karyawan beserta keluarganya untuk berobat ke rumahsakit rekanan tersebut.

Menurut Strauss dan Corbin dalam Basnowi dan Suwandi (2008) yang menyatakan bahwa analisa kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur – prosedur statistic atau dengan cara kuantifikasi lainnya. Penilitian kualitatif dapat digunakan untuk meneliti kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, gerakan sosial, atau hubungan kekerabatan.

(65)

Melalui penelitian kualitatif dapat mengenali subjek, merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari .

Sementara itu, Miles dan Huberman (1994) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah conducted through an intense and prolonged contact with a “ field “ or life situation.These situations are typically “banal” or normal ones, reflective of

the everyday life individuals, groups, societies, and organizations.

Berdasarkan ketiga pengertian itu, penelitian kualitatif adalah salah satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berpikir induktif. Melalui penelitian kualitatif, peneliti dapat mengenali subjek, merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari – hari. Dalam penelitian ini, peneliti terlibat dalam situasi dan setting fenomena yang diteliti. Peneliti diharapkan selalu memusatkan perhatian pada kenyataan atau kejadian dalam konteks yan diteliti. Setiap kejadian merupakan sesuatu yang unik, berbeda dengan yang lain, karena perbedaan konteks ( Basnowi dan Suwandi, 2008).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di duaperusahaan yang mempunyai beberapa rekanan rumah sakit dan di rumah sakit Martha Friska Multatuli Medan, dengan pertimbangan bahwa perusahaan merupakan target pasar yang cukup besar dan terjamin bagi terpenuhinya cakupan BOR sebuah rumah sakit.

(66)

3.3. Informan Penelitian

Informan penelitian dalam penelitian ini mengacu pada prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequacy) yang terdiri dari 2 kelompok:

1. Kelompok informan dari pihak perusahaan yang terdiri dari general manager, senior officer health and safety, personalia, dokter perusahaan dan karyawan dari

dua buah perusahaan.

2. Kelompok informan dari pihak rumah sakit Martha Friska Multatuli Medan yaitu manajer pemasaran rumah sakit Martha Friska Multatuli.

3.4. Fokus Penelitian

Menurut Sugiono (2005), penetapan fokus dapat dilakukan berdasarkan permasalahan penelitian. Dengan mengacu pada permasalahan penelitian, maka peneliti mengarahkan fokus penelitian pada masalah penyebab terjadinya kerja samaperusahaan dengan rumah sakit dan penyebab tidak terjadinya pengiriman pasien karyawan ke rumah sakit rekanan tersebut ( pemutusan hubungan kerja sama ).

Pada penelitian ini akan diamati faktor – faktor yaitu:

1). Faktor Perusahaan, pernyataan dari kelompok informan pihak perusahaan mengenai faktor yang memberikan kontribusi terhadap pemilihan provider pelayanan kesehatan berupa:

(67)

b) Pengambilan keputusan, meliputi siapakah key person dalam perusahaan yang memutuskan pemilihan provider pelayanan kesehatan.

c) Kebijakan, meliputi dana yang disediakan untuk pelayanan kesehatan, jumlah anggota keluarga karyawan yang ditanggung dalam pelayanan kesehatan, Kriteria provider pelayanan kesehatan yang memenuhi persyaratan, pelayanan kesehatan apa saja yang ditanggung oleh perusahaan.

d) Isi perjanjian kerja sama, meliputi semua kesepakatan dalam ikatan kerja sama antara perusahaan dengan provider pelayanan kesehatan.

2). Faktor rumah sakit, merupakan pernyataan dari pihak marketing rumah sakit mengenai cara – cara mempromosikan rumah sakit kepada perusahaan agar bersedia mengirimkan pasien yang meliputi:

a) Akses.

b) Pelayanan: konsumsi, komunikasi, kompetensi, kesopanan, kredibilitas, reliabilitas.

c) Fasilitas pelayanan: kelengkapan peralatan, kenyamanan ruangan, jumlah spesialisasi rumah sakit.

d) Waktu : cepat tanggap, respon time .

e) Tarif : keterjangkauan harga dengan daya beli pasien ( perusahaan ) dan kesesuaian antara harga dengan manfaat yang diterima oleh pasien kesesuaian layanan dan kejelasan informasi.

(68)

perawatan. Kualitas pelayanan rawat adalah derajat kesempurnaan pelayanan ruma sakit yang diharapkan oleh pengguna jasa rumah sakit yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan kesehatan.

3.5. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan cara pengambilan data langsung ke sumber data. Adapun keterangannya adalah sebagai berikut:

3.5.1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dengan cara melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan pemegang keputusan kerja sama diperusahaan dan manajer pemasaran rumah sakit rekanan perusahaan serta pasien (karyawan perusahaan) yang sedang dirawat di rumah sakit. Tujuan wawancara mendalam adalah untuk menggali informasi yang lebih mendalam tentang masalah yang menyebabkan sebuah perusahaan bersedia bekerja sama dalam hal pengiriman pasien (karyawannya) ke sebuah rumah sakit.berdasarkan sudut pandang pihak perusahaan, pihak rumah sakit, dan pihak karyawan yang dirawat.

3.5.2. Data Sekunder

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Tabel 4.1menunjukan adanya peningkatan jumlah BOR RS. Martha Friska
Tabel 4.2 Tarif Kamar dan Paket Persalinan
Tabel 4.3 Angka Pengiriman Pasien Ke RS.Rekanan Perusahaan A Tahun 2013
+4

Referensi

Dokumen terkait

zó általános adatok. 1827-ben Károly Lajos főherceg építtetett egy kas- télyt Kneževoban, és áttette ide a birtok igazgatási központját is.. A kamara a jövedelem

Sedangkan untuk variabel independen number of days account payable (NDAP) memiliki nilai terendah sebesar 11,11 atau perusahaan yang memiliki rata-rata umur hutang

Karena Perusahaan tidak dapat mengontrol metode, volume, atau kondisi aktual penggunaan, Perusahaan tidak bertanggung jawab atas bahaya atau kehilangan yang disebabkan dari

Jawa, Bali, NTB, dan NTT, maupun pantai- pantai di sebelah Utara dan Timur dari Indonesia bagian Timur, sebagai akibat subduksi antara lempengan Pasifik dan

Rata-rata bobot badan Sapi PO dengan gigi seri berganti 2 dan Sapi Simpo dengan gigi seri berganti 2 di Kecamatan Terbanggi Besar lebih rendah dibandingkan dengan hasil

“Implementasi Pendekatan Saintifik dan Strategi Pembelajaran Afektif Guru PAI dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa (Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Plumutan dan Madrasah

Bila SSID dari jaringan WLAN yang kita inginkan belum ada di daftar “Preferred Networks”, dapat kita tambahkan dengan klik “Add”, namun bila SSID sudah ada, pilihlah dia dan

memperoleh popularitas yang sangat besar di negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara, hingga sekarang popularitasnya semakin meluas ke Timur Tengah dan beberapa negara