PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA ORGANISASI
TERHADAP KINERJA GURU (Studi Kasus pada SMA PGII 1 Bandung)
The Influence of Principal’s Transformational Leadership and Organizational Culture to the Teacher’s Performance
(Case study on SMA PGII 1 Bandung)
Oleh:
Rd Bagus Satrya Irawan 6110111025
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
i
PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN
BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA GURU
(Studi Kasus Pada SMA PGII 1 Bandung)
The Influence of Principal’s Transformational Leadership and Organizational Culture to the Teacher’s Performance
(Case study on SMA PGII 1 Bandung) Oleh
Rd Bagus Satrya Irawan NPM. 61.101.11.025
T E S I S
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Magister Manajemen
Telah disetujui oleh Pembimbing pada tanggal seperti tertera di bawah ini Bandung, 9 September 2014
Menyetujui,
Pembimbing,
Dr. Ir. Deden A. Wahab Sya'roni, M.Si NIP. 4127.70.002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Manajemen
SURAT KETERANGAN
PERSETUJUAN PUBLIKASI
Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini, penulis dan pihak sekolah tempat
penelitian, menyetujui:
“Untuk memberikan kepada Universitas Komputer Indonesia Hak Bebas Royalty
Noneksklusif atas penelitian ini dan bersedia untuk di-online-kan sesuai ketentuan yang berlaku untuk kepentingan riset dan pendidikan”.
Bandung, 12 September 2014
Penulis,
Rd Bagus Satrya I. NPM. 61.101.11.025
Pihak Sekolah, Wakasek Kurikulum
Dra. Heni Hernawati
Mengetahui, Pembimbing
Dr. Ir. Deden A.Wahab Sya’roni, M.Si. NIP: 4127.34.02.011
Data yang tidak dapat di-online-kan:
Data Pribadi
Nama : Rd Bagus Satrya Irawan Tempat / Tanggal Lahir : Jember, 15 Agustus 1988 Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Bondoyudo no.48 Rt 01/ Rw 03 Kec. Patrang, Kel. Jember Lor, Kab. Jember, Jawa Timur Pendidikan Formal
1. SD Negeri Jember Lor 1 Jember Tahun 1994-2000
2. SMP Negeri 2 Jember Tahun 2000-2003
3. SMA Negeri 3 Jember Tahun 2003-2006
4. Universitas Komputer Indonesia Tahun 2006-2010 5. Pascasarjana Universitas Komputer Indonesia Tahun 2012-2014 6. Youngsan University, Busan – South Korea Tahun 2013-2014
Demikianlah daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.
Bandung, September 2014
ix
DAFTAR ISI
PENGESAHAN ………... i
PERNYATAAN ………... ii
MOTTO ………....……….... iii
ABSTRACT……….... iv
ABSTRAK ……….... v
KATA PENGANTAR ……….. vi
DAFTAR ISI ……… ix
DAFTAR TABEL ……… xiii
DAFTAR GAMBAR ……… xv
DAFTAR LAMPIRAN ………... xvi
BAB I PENDAHULUAN ………... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ………... 1
1.2 Rumusan Masalah ………….……… 11
1.3 Tujuan Penelitian ……….. 11
1.4 Manfaat Penelitian ………….………... 12
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ..……. 14
2.1 Kajian Pustaka ...………. 14
2.1.1 Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah ………. 14
2.1.1.1 Definisi Kepemimpinan …..………. 14
x
2.1.1.3 Definisi Kepala Sekolah …..………..…. 17
2.1.1.4 Fungsi dan Peran Kepala Sekolah ….………. 18
2.1.1.5 Indikator Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah…. 25 2.1.2 Budaya Organisasi ....………...…………. 26
2.1.2.1 Definisi Budaya ...……… 26
2.1.2.2 Definisi Organisasi ...………. 27
2.1.2.3 Pengertian Budaya Organisasi………... 28
2.1.2.4 Fungsi Budaya Organisasi………... 29
2.1.2.5 Indikator Budaya Organisasi …...………. 30
2.1.3 Kinerja…...………... 32
2.1.3.1 Definisi Kinerja...……… 32
2.1.3.2 Kinerja Guru...………....… 33
2.1.3.3 Pejabat Penilai Kinerja...……… 35
2.1.3.4 Indikator Kinerja...……… 39
2.1.4 Keterkaitan Antar Variabel Penelitian ..……….. 40
2.1.4.1 Keterkaitan antara Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru...…...………... 40
2.1.4.2 Keterkaitan Budaya Organisasi dengan Kinerja Guru...…. 41
2.2 Penelitian Terdahulu ………. 42
2.3 Kerangka Pemikiran ………. 43
xi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 45
3.1 Objek dan Metode Penelitian ………... 45
3.1.1 Objek Penelitian ………... 45
3.1.2 Metode Penelitian ………. 46
3.2 Operasionalisasi Variabel ………. 47
3.3 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ……….. 49
3.3.1 Sumber Data ………... 49
3.3.2 Teknik Penentuan Data …...………..……… 50
3.4 Teknik Pengujian Data ………..………... 52
3.4.1 Uji Validitas ……… 52
3.4.2 Uji Reliabilitas ……… 54
3.5 Perancangan Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ………... 55
3.5.1 Rancangan Analisis Data ... 55
3.5.1.1 Analisis Kualitatif (Deskriptif) ………... 56
3.5.1.2 Analisis Kuantitatif (Verifikatif) ……….……… 58
3.5.2 Pengujian Hipotesis ....……….... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 62
4.1 Gambaran Umum Organisasi ……….. 62
4.1.1 Profil Organisasi .………... 62
4.1.2 Visi, Misi, Sasaran dan Tujuan ....……….. 64
xii
4.3 Analisis Kualitatif (Deskriptif) ……… 68
4.3.1 Tanggapan Responden Mengenai Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah .……….... 68
4.3.2 Tanggapan Responden Mengenai Budaya Organisasi ...……… 74
4.3.3 Tanggapan Responden Mengenai Kinerja Guru...………. 80
4.4 Analisis Kuantitatif (Verifikatif) ………. 88
4.4.1 Analisis Regresi Linier Berganda ...……….. 88
4.4.2 Analisis Koefisien Determinasi ...…………. 90
4.5 Pengujian Hipotesis ...………. 93
4.5.1 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F) ...……….. 93
4.5.2 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t) ...………... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 98
5.1 Kesimpulan ……… 98
5.2 Saran ………..103
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Bass, B.M. (1996). A New Paradigm of Leadership: An Inquiry into Transformational Leadership. Alexandria, VA: U.S. Army Research Institute for Behavioral and Social Sciences.
Bernardin, H John. and Russel, Joyce E.A. (1993). Human Resource Management, An Experimental Approach. Singapore: McGraw Hill.
Cahyono, Bambang Tri. (1996), Metodologi Riset Bisnis. Jakarta: IPWI.
Darsono. (2006). Budaya Organisasi. Jakarta: Diadit Media.
Dessler, Gary. (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Prenhallindo.
Gibson, James L., Ivancevich, John M., Donnelly, James H.,Jr. (1996). Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Edisi kedelapan. Tangerang: Binarupa Aksara
Gomes, Faustino Cardoso. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset.
Gunawan, Ary H. (2002). Administrasi Sekolah (Administrasi Pendidikan Mikro). Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Hasibuan, Malayu. (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: BumiAksara.
Hofstede, G. (2005). Cultures and Organizations: Software of the mind. New York: McGraw Hill.
Kemdikbud. (2014). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Online). http://kbbi.web.id/organisasi (diakses: 12 Juli 2014)
Kemdikbud. (2014). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Online). http://kbbi.web.id/budaya (diakses: 12 Juli 2014)
Komariah, Aan dan Triatna, Cepi. (2006). Visionary Leadership; Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Mathis, Robert L. & Jackson, John H. (2006). Human Resources Management, Edisi sepuluh. Yogjakarta : Salemba Empat.
Masrukhin dan Waridin. (2006). Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai. Jurnal Ekonomi & Bisnis, Vol. 7, No. 2.
Mulyasa, E. (2004). Menjadi Kepala Sekolah Profesional : dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Munawaroh. (2011). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional terhadap Kinerja Guru. Jurnal Ekonomi Bisnis, th. 16, No. 2, Juli 2011. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. (Online). http://fe.um.ac.id/2009/10/01/jurnal-ekonomi-bisnis-th-16-no-2-juli-2011/ (diakses: 4 Juli 2014)
Narimawati, Umi. (2007). Riset Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Agung Media.
O’Leary, Elizabeth. (2001). Kepemimpinan. Edisi Pertama. Yogyakarta : Andi
Prawirosentono, Suyadi. (1999). Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta : BPFE
Robbins, Stephen P., Coulter, Mary. (2007). Manajemen, Edisi 8. Jakarta : Indeks Gramedia.
Sarjono, Haryadi dan Julianita, Winda. (2011). SPSS vs LISREL: Sebuah Pengantar Aplikasi untuk Riset. Jakarta: Salemba Empat.
Sarwono, Jonathan. (2007). Analisi Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta: CV. Andi Offset
Schein, Edgar H. (2004). Organizational Culture and Leadership, 3rd Edition. San Francisco: Jossey –Bass Publishers.
Sekaran, Uma. (2010). Research Methods for Business: A Skill Building Approach. New Jersey: John Willey & Son.
Setiawati, Trias., Pratama, Deddy W. (2012). Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Transformasional Dan Komitmen Karyawan Di Pamella
Swalayan Enam Yogyakarta. Jurnal (Online).
Shad, Maratib Ali. (2014). Leadership and Management Trainings–an Effective Paradigm (Online). http://maratibalishad.com/category/the-7-habits-of-highly-effective-people/ (diakses: 8 Juli 2014)
Sugiyono. (1999). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Timpe, A. Dale. (1999). Seri Ilmu dan Seni Manajemen Bisnis “Kinerja”. Jakarta: Gramedia Asri Media
Umar, Husein. (2008). Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan, Seri Desain Penelitian Bisnis – No 1. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Wahab, Abdul Aziz. (2008). Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan. Penerbit: Alfabeta
Wahjosumidjo. (2003). Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Wahjosumidjo. (2002). Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Wahyuddin, M., dan Djumino, A. (2006). Analisis Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kenerja Pegawai pada kantor Kesatuan Bangsa dan
Perlindungan Masyarakat di kabupaten Wonogiri. Jurnal BENEFIT, Vol. 1 No. 2. Surakarta: UMS.
Wear, Ali Sadikin. (2012). Mengawali Penelitian (Online). http://alisadikinwear.wordpress.com/2012/06/25/mengawali-penelitian/ (diakses: 20 Agustus 2014)
Wibowo. (2010). Budaya Organisasi : Sebuah Kebutuhan untuk meningkatkan Kinerja Jangka Panjang. Edisi pertama. Jakarta : Rajawali Pers.
Wirawan. (2007). Budaya dan Iklim Organisasi. Jakarta : Salemba Empat.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha
Pengasih dan Penyayang, atas segala limpahan berkat, rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tesis dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Guru (Studi Kasus pada SMA PGII 1 Bandung)” .
Adapun Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar kelulusan di Program Pascasarjana Magister Manajemen di
Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM). Dalam proses penelitian dan
penyusunan tesis ini penulis mendapatkan banyak dukungan dan masukan yang
sangat membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Sehingga pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan rasa syukur yang
sebesar-besarnya, terutama kepada Allah SWT yang telah Memudahkan dan Melancarkan
segala urusan penulis dalam mengemban tanggung jawab dan menyelesaikan
kewajiban-kewajiban yang harus diselesaikan, juga untuk keluarga besar penulis
yang selalu memberikan dukung baik semangat maupun materi serta senantiasa
mendoakan kebaikan selama penulis menjalani proses penyusunan tesis ini. Serta
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, selaku Rektor Universitas
Komputer Indonesia.
2. Bapak Dr. Ir. Herman S. Soegoto, MBA., selaku Dekan Fakultas
vii
3. Bapak Dr. Ir. Deden A. Wahab Sya’roni, M.Si., selaku Ketua Program
Studi Magister Manajemen Fakultas Pascasarjana Universitas Komputer
Indonesia, sekaligus selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu dan pikiran untuk berdiskusi dalam membimbing penyusunan dan
penulisan laporan tesis ini.
4. Ibu Dr. Rahma Wahdiniwaty, Dra., M.Si., selaku Penguji I yang telah
memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan laporan ini.
5. Bapak Dr. Ir. Herman S. Soegoto, MBA., selaku Penguji II yang telah
memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan laporan ini.
6. Seluruh dosen dan staf di Program Studi Magister Manajemen Fakultas
Pascasarjana Universitas Komputer Indonesia.
7. Sekretariat Program Studi Magister Manajemen Fakultas Pascasarjana
Universitas Komputer Indonesia.
8. Bapak Drs. Lili Asmili selaku Kepala Sekolah SMA PGII 1 Bandung.
9. Ibu Heni Hernawati selaku Wakasek Kurikulum di SMA PGII 1 Bandung
yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan
penelitian, meluangkan waktu untuk melakukan wawancara dan telah
memberikan banyak data terkait penelitian.
10.Seluruh guru dan staf di SMA PGII 1 Bandung yang telah bersedia
menyediakan waktunya untuk menjadi objek penelitian dan responden
viii
11.Teman-teman seperjuangan saya yang sangat luar biasa, Nurjanah, Chitra,
Chandra, Satria, Benazir, Agil, Iffan, Nia, Agnes, Melanie, Jaka, Yuli,
Nisa, Hendri, Utari, Chasty, Farid, Ira, Candra, Rama.
12.Seluruh rekan dan sahabat kelas MM-1 dan MM-2 BU di Universitas
Komputer Indonesia yang telah banyak membantu penulis dalam
menyusun tesis ini.
13.Seluruh teman-teman dan sahabat yang tidak dapat saya sebutkan satu per
satu, yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan kepada penulis
selama penyusunan tesis ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan tesis ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca sekalian, sebagai referensi atau bahan perbandingan bagi
penelitian baik di bidang akademik maupun non akedemik.
Dengan keterbatasan pengalaman, pengetahuan maupun pustaka yang
ditinjau, penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
penyusunan tesis ini dan masih perlu pengembangan lebih lanjut, sehingga penulis
meminta maaf atas segala kekurangan tersebut. Maka untuk memperbaiki segala
kekurangan di masa mendatang, penulis bersedia menerima segala saran dan
kritik yang bersifat membangun secara terbuka. Terima kasih.
Bandung, Agustus 2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Dalam dunia pendidikan, khususnya sekolah, guru merupakan elemen paling penting.
Semua hal yang berkaitan dengan pendidikan, mulai dari kurikulum pendidikan, biaya
pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, serta beberapa hal lain akan menjadi tidak
berarti jika interaksi guru dan peserta didik tidak berjalan dengan baik. Bagaimanapun juga,
interaksi yang baik antara guru dan peserta didik ini merupakan esensi dari sebuah
pendidikan.
Peran dan tugas guru dalam dunia pendidikan sangatlah vital, sehingga
banyak diantara pakar pendidikan yang menilai bahwa perubahan kualitas pendidikan
hanya akan dapat tercapai apabila kualitas gurunya ditingkatkan. Namun sayang, saat
ini masih sangat sulit untuk mengetahui realita tentang seberapa berkualitasnya
kinerja seorang guru.
Untuk mendapatkan data penilaian terkait performa guru di hadapan peserta
didik tidaklah mudah. Bahkan, seorang kepala sekolah dan pengawas yang notebene
kerap melakukan penilaian kinerja pun hampir tidak pernah mendapatkan hasil yang
benar-benar akurat.
Kinerja guru merupakan salah satu penentu tinggi rendahnya kualitas
pendidikan. Pendidikan dinyatakan berkualitas apabila kinerja guru mengacu pada
2 berbagai persoalan dengan mengerakkan seluruh potensi sumber daya yang ada
dalam lembaga pendidikan.
Untuk dapat menggerakkan dan mengarahkan kinerja sumber daya manusia
mencapai visi, misi, tujuan, sasaran dan target dalam suatu organisasi atau institusi,
faktor kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting, dan itu bukan
merupakan hal yang mudah, sebab pemimpin harus mampu memahami perilaku
bawahan yang berbeda-beda. Menurut Timpe (1999:31) identitas yang akurat tentang
penyebab-penyebab seseorang bekerja adalah sesuatu yang fundamental bagi
pengawasan yang baik, serta pembuatan keputusan yang lebih efektif dalam
strategi-strategi perbaikan kinerja. Sehingga dengan adanya informasi yang akurat tersebut,
bawahan dapat diarahkan sesuai dengan identitasnya sedemikian rupa sehingga bisa
memberikan pengabdian dan partisipasinya kepada organisasi secara efektif dan
efisien.
Dengan kata lain, dikatakan bahwa sukses atau tidaknya pencapaian tujuan
organisasi, dalam hal ini institusi sekolah, ditentukan juga dari kualitas
kepemimpinan transformasional kepala sekolah. Covey dalam Shad (2014)
mengatakan bahwa “90 percent of all leadership failures are character failures”.
Sembilan puluh persen dari semua kegagalan kepemimpinan adalah kegagalan pada
karakter. Pemimpin bukan hanya seorang manajer, tetapi juga seorang pembangun
mental, moral, dan spirit dari orang-orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin
3 tindakan, dan keteladanan dalam melakukan agenda transformasi kearah yang lebih
baik.
Gibson, dkk (1996:218) menyatakan kepemimpinan transformasional sebagai
kepemimpinan untuk memberi inspirasi dan motivasi para pengikut untuk mencapai
hasil-hasil yang lebih besar dari pada yang direncanakan secara orisinil dan untuk
imbalan internal. Kepemimpinan tranformasional bukan sekedar mempengaruhi
pengikutnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan, melainkan lebih dari itu
bermaksud ingin merubah sikap dan nilai-nilai dasar para pengikutnya melalui
pemberdayaan.
Mengingat bahwa apa yang digerakkan oleh seorang kepala sekolah adalah
manusia yang mempunyai perasaan dan akal, serta beraneka macam karakter dan
sifatnya, maka masalah kepemimpinan transformasional kepala sekolah untuk
meningkatkan kualitas kinerja guru ini tidak bisa dipandang mudah. Kemauan dan
keteguhan hati seorang kepala sekolah dalam memegang prinsip yang benar
merupakan suatu sarana untuk mencapai prestasi sekolah yang dipimpin. Ini
merupakan tugas bagi seorang pemimpin untuk dapat menilai, memilih,
memanfaatkan dan menempatkan tiap fungsi individu secara tepat. Hal ini berarti
agar tujuan organisasi tersebut dapat tercapai serta berjalan dengan baik, maka para
guru harus diarahkan dengan benar agar kinerjanya dapat meningkat.
Setiap pemimpin pasti memiliki visi dan misi tertentu yang kemudian
disebarkan ke bawahannya lalu menjadi suatu kebiasaan-kebiasaan dan pada akhirnya
4 lain yang mempengaruhi kinerja guru dan menarik untuk diteliti adalah budaya
organisasi, yang merupakan mekanisme pembuat makna dan kendali pembentuk
sikap serta perilaku guru. Budaya organisasi diperlukan untuk menyatukan tiap-tiap
individu dalam organisasi. Tanpa adanya budaya organisasi, seorang guru cenderung
merasa segan untuk melaksanakan suatu tugas secara baik dan berkoordinasi dengan
guru lainnya, karena kurang jelasnya kesepakatan dan tidak ada komitmen yang
tegas.
Perbedaan latar belakang sosial akan diikuti oleh perbedaan nilai-nilai yang
dianut tiap-tiap individu. Tanpa adanya faktor penyatu, maka pemimpin akan
mengalami kesulitan untuk mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan. Budaya
organisasi sebagai pendorong kinerja guru merupakan faktor penting agar dapat
menjalankan tugas secara optimal. Budaya organisasi juga dapat membantu
mengarahkan kinerja guru, karena dapat menciptakan suatu koordinasi dan
membangun kepercayaan antar individu serta tingkat motivasi yang luar biasa bagi
guru untuk mengeluarkan potensi kemampuan terbaiknya dalam melaksanakan tugas
dan kewajiban menangani peserta didiknya.
Dalam rangka mewujudkan budaya organisasi yang cocok diterapkan pada
sebuah organisasi di lembaga pendidikan, maka diperlukan adanya dukungan dan
partisipasi dari semua anggota yang ada dalam lingkup organisasi tersebut. Para guru
membentuk persepsi keseluruhan berdasarkan karakteristik budaya organisasi yang
antara lain meliputi prinsip, nilai-nilai, kemantapan, kepedulian, orientasi hasil,
5 tersebut terdapat dalam sebuah organisasi atau institusi mereka. Persepsi guru
terhadap budaya organisasinya menjadi dasar guru dalam berperilaku dan bersikap.
Dari persepsi tersebut kemudian memunculkan suatu tanggapan berupa dukungan
pada karakteristik budaya organisasi yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja
mereka.
Untuk mengetahui seberapa baik kinerja guru apakah telah sesuai dengan
budaya organisasi maka perlu diadakan penilaian kinerja. Penilaian kinerja menurut
Gary Dessler dalam Sedarmayanti (2007:260) mengemukakan bahwa penilaian
kinerja adalah prosedur apa saja yang meliputi penetapan standar kerja, penilaian
kinerja aktual karyawan dalam hubungan dengan standar kerja, memberi umpan balik
kepada karyawan dengan tujuan memotivasi karyawan untuk menghilangkan
penurunan kinerja atau terus bekerja lebih giat.
Tujuan dari program penilaian kinerja tersebut yaitu mendorong atau
menolong pemimpin untuk mengamati bawahannya secara lebih dekat untuk
melakukan pekerjaan secara lebih baik. Memotivasi para guru dengan memberikan
umpan balik tentang bagaimana cara mereka mengajar. Memberikan dukungan untuk
pembuatan keputusan bagi pimpinan yang berhubungan dengan peningkatan,
pemindahan serta pemecahan masalah.
Sistem penilaian kinerja guru yang baik dapat digunakan sebagai alat untuk
mengungkapkan pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan
budaya organisasi, sehingga dari penilaian tersebut dapat dijadikan dasar
6
Tidak Setuju Ragu-ragu Setuju Sangat Setuju
Adapun penelitian ini diajukan dengan beberapa alasan-alasan. Pertama, dari
survey awal yang dilakukan kepada 30 responden terhadap variabel kinerja guru pada
penelitian ini diukur melalui 8 indikator kinerja. Hasil tanggapan responden dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 1.1
Tanggapan Responden Mengenai Kinerja Guru
No Indikator Sumber: data primer yang diolah
Tanggapan respoden sebagaimana pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa dari
total 8 pernyataan sesuai indikator kinerja, sebanyak 60,8% responden menyatakan
setuju, 19,2% menyatakan sangat
setuju, 17,9% menyatakan ragu-ragu,
dan hanya 2,1% yang menyatakan
tidak setuju.
Dilihat dari cukup besarnya persentase responden yang menyatakan setuju
terhadap pernyataan, mengindikasikan bahwa guru di SMA PGII 1 Bandung sebagian Gambar 1.1
7 besar merasa kinerja mereka sudah baik terkait dengan kualitas kerja, kuantitas kerja,
wawasan, kreatifitas, kerjasama tim, kehandalan, inisiatif, dan kepribadian mereka.
Akan tetapi penilaian kinerja terhadap diri sendiri seringkali kurang obyektif.
Dari hasil wawancara dengan Wakasek Kesiswaan di SMA PGII 1 Bandung,
peneliti menemukan informasi bahwa dalam 3 tahun terakhir terjadi penurunan
jumlah siswa yang lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) atau siswa yang diterima di PTN melalui jalur undangan dan diseleksi
berdasarkan prestasi akademik siswa selama proses belajar di sekolah. Hal ini
mengindikasikan bahwa penilaian kerja guru tadi perlu diteliti lagi lebih lanjut.
Gambar 1.2
Jumlah siswa SMA PGII 1 Bandung yang lolos SNMPTN
Sumber: data primer yang diolah
Kedua, penelitian ini dilakukan di lingkungan SMA PGII (Persatuan Guru
Islam Indonesia) 1 Bandung, menarik untuk diteliti, alasannya karena peneliti
menduga adanya pengaruh gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang
memiliki visi dan obsesi untuk membentuk dan melahirkan siswa yang berkarakter
dan berakhlak mulia (Islami) dalam menghadapi tantangan kehidupan ke depan yang
8 kian dituntut memiliki keteguhan nilai-nilai, ketangguhan mental, karakter unggul
serta pengetahuan dan skill yang mumpuni. Sehingga menuntut para guru untuk
meningkatkan kinerja pendidikan yang ideal dan harus mampu mensinergikan serta
mengembangkan kemampuan IQ, EQ, dan SQ peserta didiknya.
Menurut O’Leary (2001), kepemimpinan transformasional adalah gaya
kepemimpinan yang digunakan oleh seseorang manajer bila ia ingin suatu kelompok
melebarkan batas dan memiliki kinerja melampaui status quo atau mencapai
serangkaian sasaran organisasi yang sepenuhnya baru. Berdasarkan pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional mencakup upaya
perubahan terhadap bawahan agar dapat berpikir lebih positif dan berbuat lebih baik
dari apa yang biasa dikerjakan untuk meningkatkan kinerja.
Dari survey awal yang dilakukan kepada 30 responden terhadap variabel
kepemimpinan transformasional kepala sekolah pada penelitian ini diukur melalui 4
indikator. Hasil tanggapan responden sebagai berikut:
Tabel 1.2
Tanggapan Responden Mengenai
Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah
No Indikator
Tanggapan Responden
STS TS RG S SS
1 2 3 4 5
F % f % F % F % f %
9
Tidak Setuju Ragu-ragu Setuju Sangat Setuju
Tanggapan respoden sebagaimana pada Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa dari
total 4 pernyataan sesuai indikator kepemimpinan transformasional kepala sekolah,
sebanyak 15% responden menyatakan
tidak setuju, 39,2% menyatakan
ragu-ragu, 32,5% menyatakan setuju, dan
13,3% menyatakan sangat setuju.
Hal ini mengindikasikan bahwa guru di SMA PGII 1 Bandung sebagian besar
masih merasa kurang puas dengan gaya kepemimpinan transformasional yang
diterapkan oleh kepala sekolah terkait dengan pengaruh ideal atau karisma, motivasi
inspirasional, stimulasi intelektual, dan perhatian secara personal terhadap tiap
bawahannya.
Ketiga, alasan lain adalah karena peneliti menduga adanya pengaruh budaya
organisasi yang berbasis islami di SMA PGII 1 Bandung terhadap perilaku para guru
dalam kinerjanya untuk mendidik dan mengarahkan peserta didiknya sesuai dengan
minat dan potensinya masing-masing, namun tetap memegang teguh nilai-nilai ajaran
islam dalam interaksi dan kegiatan belajar mengajar sehari-hari.
Dari survey awal yang dilakukan kepada 30 responden terhadap variabel
budaya organisasi pada penelitian ini diukur melalui 4 indikator budaya organisasi.
Hasil tanggapan responden dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 1.3
10
Tanggapan Responden Mengenai Budaya Organisasi
No Indikator Sumber: data primer yang diolah
Tanggapan respoden sebagaimana pada Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa dari
total 4 pernyataan sesuai indikator budaya organisasi, sebanyak 16,7% responden
menyatakan tidak setuju,
35% menyatakan ragu-ragu,
31,6% menyatakan setuju, dan
16,7% menyatakan sangat setuju.
Hal ini mengindikasikan bahwa guru di SMA PGII 1 Bandung belum optimal
dalam menjalankan budaya organisasi yang kondusif di lingkungan sekolah. Dimana
masih adanya beberapa guru yang merasa kurang percaya pada rekan kerja,
kurangnya keteraturan dan integrasi atau kerjasama yang baik antar sesama guru
maupun antar bagian dalam organisasi..
Dari latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan serta
mengidentifikasi dari berbagai faktor, diharapkan diperoleh gambaran tentang hal-hal Gambar 1.4
11 yang berhubungan dengan kinerja guru. Penelitian ini mencoba melakukan kajian
faktor-faktor tersebut yaitu dengan menguji seberapa besar kepemimpinan
transformasional kepala sekolah serta budaya organisasi dapat mempengaruhi
peningkatan kinerja guru. Oleh sebab itu, peneliti memilih judul “Pengaruh
Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Guru studi kasus di SMA PGII 1 Bandung”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebelumnya maka dapat ditarik suatu
permasalahan yaitu:
1. Bagaimana tanggapan responden terhadap Kepemimpinan Transformasional
Kepala Sekolah, Budaya Organisasi dan Kinerja Guru di SMA PGII 1 Bandung.
2. Bagaimana pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan
Budaya Organisasi terhadap Kinerja Guru SMA PGII 1 Bandung secara parsial
dan simultan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah,
12 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Kepemimpinan Transformasional
Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Guru SMA PGII 1
Bandung secara parsial dan simultan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Institusi
Memberikan kontribusi informasi kepada SMA PGII 1 Bandung yaitu berkaitan
tentang kepemimpinan transformasional kepala sekolah, budaya organisasi, dan
kinerja guru.
2. Bagi Akademisi
Memberikan manfaat teoritis dan tambahan kontribusi informasi sebagai
referensi untuk penelitian lanjutan dibidang sumber daya manusia.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penulis melakukan penelitian di SMA PGII 1 Bandung, yang berlokasi di Jl.
Panatayuda No. 2, Rt.08 Rw.07 Kel. Lebak Gede, Kec. Coblong, Bandung Jawa
Barat.
Adapun waktu yang ditempuh dalam melakukan penelitian ini adalah dari
April 2014 sampai dengan Agustus 2014, waktu penelitian dapat dilihat pada table
waktu pelaksanaan kegiatan pelaksanaan, mulai dari pembuatan proposal hingga
13 Tabel 1.4
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Penelitian
Tahap Prosedur 2014
Apr Mei Juni Juli Agst
I Menentukan tempat penelitian Pembuatan Proposal Tesis
II
Pengajuan Judul Tesis Revisi Judul Tesis
Melanjutkan Penelitian di Perusahaan Penyebaran Kuesioner
Bimbingan Penyusunan Tesis
III
Pendaftaran Sidang Tesis Menyiapkan Draft Tesis Sidang Akhir
14 BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1.1 Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah 2.1.1.1 Definisi Kepemimpinan
Makna kata “kepemimpinan” erat kaitannya dengan kata “memimpin”.
Menurut Wahab (2008:82) istilah kepemimpinan merupakan terjemahan dari kata “leadership” yang berasal dari leader yang artinya pemimpin, ketua, kepala. Terdapat
beberapa definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para pakar sesuai dengan
perspektif individu masing-masing dari aspek yang berbeda dan menarik. Beberapa
pengertian kepemimpinan yang dikutip dari jurnal Setiawati dan Pratama (2012:4)
adalah sebagai berikut:
a. Kepemimpinan adalah sikap pribadi yang memimpin pelaksanaan aktivitasnya
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Hemhill & Coons, 1957:7)
b. Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi, kepemimpinan adalah
pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses
komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu. (Tannenbaum,
1961:24)
c. Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang
diatur untuk mencapai tujuan bersama. (Rauch d& Behling, 1984:46)
d. Kepemimpinan merupakan salah satu fungsi manajemen sumber daya
15 mempertahankan semangat kerja dan memotivasi bawahan. (Dessler,
1997:249)
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
(leadership) adalah suatu proses kegiatan seseorang yang memiliki seni
berkomunikasi atau kemampuan dan sifat kepribadian untuk mempengaruhi,
mengarahkan, mengkoordinasi, dan menggerakkan individu-individu tanpa ada
paksaan dari pihak manapun agar dapat bekerja sama secara teratur dalam upaya
untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan atau dirumuskan.
Kepemimpinan dalam dunia pendidikan adalah suatu kemampuan dan proses,
membimbing, mengkoordinir dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya
dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan serta
pengajaran, agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efektif dan efisien
dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran.
2.1.1.2 Kepemimpinan Transformasional
Burns (1978) dalam Komariah dan Triatna (2006:77) menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses yang pada dasarnya “para
pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi”. Para pemimpin adalah yang sadar akan prinsip perkembangan
organisasi dan kinerja manusia sehingga ia berupaya mengembangkan segi
kepemimpinannya secara utuh melalui pemotivasian terhadap staf dan meyerukan
16 kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan,
kecemburuan, atau kebencian.
Karakteristik pemimpin trasformasional, menurut Komariah dan Triatna
(2006:78) adalah sebagai berikut : (1) Pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke
depan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan organisasi bukan untuk saat
ini tetapi di masa datang. Dan oleh karena itu pemimpin ini dapat dikatakan
pemimpin visioner. (2) Pemimpin sebagai agen perubahan dan bertindak sebagai
katalisator, yaitu yang memberi peran mengubah sistem ke arah yang lebih baik.
Katalisator adalah sebutan lain untuk pemimpin transformasional karena ia berperan
meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada. Berusaha memberikan reaksi
yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat semaksimal mungkin, selalu
tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan.
Berdasarkan karakteristik tersebut, seorang pemimpin transformasional
mempunyai tujuan dan visi misi yang jelas, serta memiliki gambaran yang
menyeluruh terhadap organisasinya di masa depan. Pemimpin dalam hal ini berani
mengambil langkah-langkah yang tegas tetapi tetap mengacu pada tujuan yang telah
ditentukan guna keberhasilan organisasinya, misalnya saja dalam menerapkan metode
dan prosedur kerja, pengembangan staf secara menyeluruh, menjalin kemitraan
dengan berbagai pihak, juga termasuk di dalamnya berani menjamin kesejahteraan
bagi para stafnya. Di samping itu, hubungan kerjasama dan komunikasi dengan
bawahan selalu diperhatikan, memperhatikan perbedaan individual bawahan
17 mencapai produktivitas tertentu. Pemimpin berani mengambil kebijakan yang
berhubungan dengan peningkatan motivasi bawahan dengan pemberian imbalan dan
penghargaan sesuai dengan taraf kesanggupan bawahan dalam menyelesaikan suatu
tugas yang dibebankan kepadanya.
Komariah dan Triatna (2006:78) juga menyebutkan, seorang pemimpin
transformasional memandang nilai-nilai organisasi sebagai nilai-nilai luhur yang
perlu dirancang dan ditetapkan oleh seluruh staf sehingga para staf mempunyai rasa
memiliki dan komitmen dalam pelaksanaannya.
2.1.1.3 Definisi Kepala Sekolah
Kata “kepala sekolah” tersusun dari dua kata yaitu “kepala” yang dapat
diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga, dan “sekolah” yaitu sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi
pelajaran. Secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seseorang
tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana
diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadinya interaksi
antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Kepala sekolah dapat digambarkan sebagai orang yang memiliki harapan
tinggi bagi para guru, staf dan para siswa. Kepala sekolah adalah seseorang yang
banyak mengetahui tentang tugas-tugas mereka. Kepala sekolah yang berhasil adalah
seseorang yang mampu menentukan titik pusat dan irama di dalam suatu sekolah.
18 unik, serta mampu melaksanakan perannya dalam memimpin sekolah untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
2.1.1.3 Fungsi dan Peran Kepala Sekolah
Kepala sekolah memiliki peranan yang sangat vital dalam menggerakkan
kehidupan sekolah untuk mencapai tujuan. Fungsi kepala sekolah adalah
menanamkan pengaruh kepada guru agar mereka melakukan tugasnya dengan
sepenuh hati dan antusias. Menurut Mulyasa (2004:98-120) kepala sekolah
mempunyai peranan multi fungsi, oleh karena itu kepala sekolah dituntut
menjalankan perannya sebagai berikut:
1. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin (Leader)
Kepala sekolah sebagai seorang leader harus mampu memberikan
petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemampuan tenaga pendidikan,
membuka komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Menurut
Wahjosumidjo (2003:83), kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seorang
tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di
mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi
interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima
pelajaran. Kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang
mencakup kepribadian serta pengetahuan administrasi dan pengawasan.
Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai pemimpin
19 visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan
berkomunikasi. Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan
kepribadiannya, dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin menurut
Mulyasa (2004:98) akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai berikut : (1) jujur;
(2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan
keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan.
Kepemimpinan merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi
sekelompok individu untuk mencapai suatu tujuan.
Gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang dapat
menumbuhkan kreativitas sekaligus dapat mendorong peningkatan
kompetensi guru dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua
gaya kepemimpinan, yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan
kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan
kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya
kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan yang ada. Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif,
seorang kepala sekolah harus dapat mempengaruhi seluruh warga sekolah
yang dipimpinnya melalui cara-cara yang positif untuk mencapai tujuan
pendidikan di sekolah.
2. Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk
20 pekerjaan mereka secara efektif. Fungsi pengawasan atau supervisi dalam
pendidikan bukan hanya sekedar kontrol melihat apakah segala kegiatan telah
dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah digariskan,
tetapi lebih dari itu.
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan
pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan
supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk
mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan
dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan
sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat
penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan
solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki
kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam
melaksanakan pembelajaran.
Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan
tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktifitas sekolah
bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Oleh karena
itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor yaitu,
mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Jika
21 berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga
kependidikan.
Menurut Mulyasa (2003:112) kepala sekolah sebagai supervisi harus
diwujudkan dalam kemampuan menyusun, dan melaksanakan program
supervisi pendidikan serta memanfaatkan hasilnya.
Lebih rinci, tugas-tugas supervisor menurut Gunawan (2002:198)
adalah :
a. Membina guru-guru untuk lebih memahami tujuan umum pendidikan.
Dengan demikian agar menghilangkan anggapan tentang adanya mata
pelajaran/bidang studi, sehingga setiap guru mata pelajaran dapat
mengajar dan mencapai prestasi maksimal bagi siswa-siswanya
b. Membina guru-guru guna mengatasi problem-problem siswa demi
kemajuan prestasi belajarnya
c. Membina guru dalam mempersiapkan siswa-siswanya untuk menjadi
anggota masyarakat yang produktif, kreatif, etis serta religius
d. Membina guru-guru dalam meningkatkan kemampuan mengevaluasi,
mendiagnosa kesulitan belajar dan seterusnya
e. Membina guru-guru dalam memperbesar kesadaran tentang tata kerja
yang demokratis, kooperatif serta kegotong-royong.
f. Mengembangkan sikap kesetiakawanan dan ketemansejawatan dari
seluruh tenaga pendidikan.
22 Menurut Wahjosumidjo (2002:122) pendidik adalah orang yang
mendidik. Sedangkan mendidik diartikan memberikan latihan (ajaran,
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran sehingga pendidikan
dapat diartikan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan.
Setiap kepala sekolah sebagai seorang pendidik, ada dua hal pokok
yang perlu diperhatikan yaitu, sasaran atau kepada siapa perilaku sebagai
pendidik itu diarahkan. Sedangkan yang kedua adalah bagaimana peranan
sebagai pendidik itu dilaksanakan.
Dalam melakukan fungsinya sebagai edukator, kepala sekolah harus
mempunyai strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga
kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah kondusif, memberi
nasehat kepada warga sekolah, memberi dorongan kepada seluruh tenaga
kependidikan, serta merancang program pembelajaran yang menarik seperti
mengadakan program akselarasi bagi peserta yang cerdas diatas normal.
4. Kepala Sekolah sebagai Manajer
Keberadaan seorang manajer pada suatu organisasi sangat diperlukan,
sebab organisasi sebagai alat mencapai tujuan organisasi didalamnya
berkembang berbagai macam pengetahuan serta organisasi yang menjadi
23 Menurut Mulyasa (2004:103) dalam rangka melakukan perannya
sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk
memberdayakan kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi
kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya
dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai
kegiatan yang menunjang program sekolah.
5. Kepala Sekolah sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat
erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat
pencatatan, penyusunan, dan pendokumenan seluruh program sekolah.
Secara umum, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk
mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan
prasarana, mengelola administrasi kearsipan dan mengelola administrasi
keuangan.
6. Kepala Sekolah sebagai Motivator
Sebagai motivator kepala sekolah harus mampu memiliki strategi yang
tepat untuk memberikan motivasi kepada tenaga pendidik dalam melakukan
berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui:
a. Pengaturan lingkungan fisik
Lingkungan yang kondusif akan menimbulkan motivasi tenaga
24 sekolah harus mampu membangkitkan motivasi tenaga kependidikan agar
dapat melaksanakan tugas secara optimal.
b. Pengaturan suasana kerja
Kepala sekolah harus mampu menciptakan hubungan kerja yang
harmonis dengan para tenaga pendidikan, serta menciptakan lingkungan
sekolah yang aman dan menyenangkan.
c. Disiplin
Profesionalisme tenaga pendidikan di sekolah perlu ditingkatkan,
untuk itu kepala sekolah harus berusaha menanamkan disiplin kepada
semua bawahannya. Melalui disiplin ini diharapkan dapat tercapai tujuan,
serta dapat meningkatkan produktivitas sekolah.
d. Dorongan / Motivasi
Setiap tenaga kependidikan memiliki karakteristik khusus yang
berbeda satu sama yang lain, sehingga memerlukan perhatian dan
perlakuan khusus pula dari pemimpinnya, agar mereka dapat
memanfaatkan waktu untuk meningkatkan profesionalismenya.
e. Penghargaan secara efektif
Penghargaan ini sangat penting untuk meningkatkan profesionalisme
tenaga kependidikan dan untuk mengurangi kegiatan yang kurang
produktif melalui penghargaan ini para tenaga kependidikan dapat
dirangsang untuk meningkatkan profesionalisme kerjanya secara positif
25 2.1.1.4 Indikator Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah
Kehidupan dan tata kelola sekolah sangat bergantung sekali dengan seorang
pemimpin atau kepala sekolah. Kepemimpinan seringkali terkait dengan manajemen,
karena memang seorang kepala sekolah seharusnya adalah orang yang mengerti akan
konsep dan fungsi manajemen. Para ahli manajemen pun banyak yang menyimpulkan
bahwa inti dari manajemen adalah kepemimpinan, dan inti dari kepemimpinan adalah
pengambilan keputusan. Dari hal ini bisa pahami bahwa kepemimpinan seseorang
dalam sebuah lembaga atau organisasi sangat erat kaitannya dengan manajemen dan
kedua-duanya tidak bisa dipisahkan.
Menurut Bass (1996) dalam Yukl (2008:278), terdapat 4 indikator
kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang mengacu pada perilaku gaya
kepemimpinan transformasional sebagai berikut:
1. Idealized Influence (Pengaruh Ideal/Karisma)
Pemimpin menampilkan keyakinan, menekankan kepercayaan, mengambil
isu-isu yang sulit, menyajikan nilai-nilai mereka yang paling penting, dan
menekankan pentingnya tujuan, komitmen, dan konsekuensi etis dari
keputusan. Pemimpin seperti dikagumi sebagai pembangkit panutan
kebanggaan, loyalitas, kepercayaan, dan keselarasan sekitar tujuan bersama.
2. Intellectual Stimulation (Stimulasi Intelektual)
Pemimpin mempertanyakan cara lama, tradisi, dan keyakinan, merangsang
perspektif baru dan cara melakukan sesuatu, dan mendorong ekspresi ide dari
26 3. Inspirasional Motivation (Motivasi Inspirasional)
Pemimpin mengartikulasikan visi menarik dari masa depan, menantang
pengikut dengan standar yang tinggi, berbicara optimis dengan antusias, dan
memberikan dorongan dan makna untuk apa yang perlu dilakukan.
4. Individualized Consideration (Pertimbangan Individual)
Pemimpin berhubungan dengan orang lain (bawahan) secara personal,
mempertimbangkan kebutuhan mereka, kemampuan, dan aspirasi,
mendengarkan dengan penuh perhatian, pengembangan lebih lanjut mereka,
menasihati, mengajar dan melatih.
2.1.2 Budaya dan Organisasi 2.1.2.1 Definisi Budaya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online (2014), kata budaya
diartikan sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat. Secara tata bahasa, pengertian
kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir
manusia. Kebudayaan sendiri diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan akal
atau pikiran manusia, sehingga dapat menunjuk pada pola pikir, perilaku serta karya
fisik sekelompok manusia.
Secara terminologi, budaya artinya suatu hasil dari budi dan atau daya, cipta,
karya, karsa, pikiran dan adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat
diterima sebagai suatu perilaku yang beradab. Dikatakan membudaya apabila hal
27 Menurut Schein dalam Wibowo (2010:15), menyatakan budaya adalah suatu
pola asumsi dasar yang ditemukan dan dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu
karena mempelajari dan menguasai masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal
yang telah bekerja dengan cukup baik untuk dipertimbangkan secara layak dan karena
itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang dipersepsikan, berpikir, dan
dirasakan dengan benar dalam hubungan dengan masalah tersebut.
Menurut Cartwright dalam Wibowo (2010:15), menyatakan budaya adalah
sebuah kumpulan orang yang terorganisasi yang berbagi tujuan, keyakinan dan
nilai-nilai yang sama dan dapat diukur dalam bentuk pengaruhnya pada motivasi.
2.1.2.2 Definisi Organisasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online (2014), organisasi
adalah kesatuan (susunan) yang terdiri atas bagian bagian orang dalam perkumpulan
untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi terkadang juga menggunakan terminologi
firm, company, corporation, atau organization. Bahkan juga menggunakan
istilah-istilah tersebut secara bergantian dan bersamaan.
Menurut Robbins & Coulter (2007:18), organisasi adalah pengaturan yang
tersusun terhadap sejumlah orang untuk mencapai tujuan tertentu. Dan Bernard dalam
Robbins & Coulter (2007:34) mendefinsikan organisasi adalah suatu sistem mengenai
28 2.1.2.3 Pengertian Budaya Organisasi
Menurut Wibowo (2010:19), budaya organisasi adalah filosofi dasar
organisasi yang memuat keyakinan, norma-norma, dan nilai bersama yang menjadi
karakteristik inti tentang bagaimana cara melakukan sesuatu dalam organisasi.
Menurut Umar (2008:207), budaya organisasi adalah suatu sistem nilai dan
keyakinan bersama yang diambil dari pola kebiasaan dan falsafah dasar pendiriannya
yang kemudian berinteraksi menjadi norma, dimana norma tersebut dipakai sebagai
pedoman cara berpikir dan bertindak dalam upaya mencapai tujuan bersama.
Pengertian budaya organisasi menurut Wirawan (2007:10), adalah
norma-norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya
yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota
organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan
dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku
organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai
tujuan organisasi.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, pada hakikatnya yang dimaksud
dengan budaya organisasi adalah budaya yang menjadi acuan di dalam suatu
organisasi dimana terdapat sekelompok orang yang melakukan interaksi, yang berisi
sekumpulan keyakinan, nilai maupun kebiasaan bersikap yang dipegang bersama oleh
29 2.1.2.4 Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi budaya organisasi menunjukan peranan atau kegunaan dari budaya
organisasi. Menurut Jerald Greenberg dan Robert A.Baron dalam Wibowo (2010:51),
fungsi budaya organisasi adalah:
1. Budaya memberikan rasa identitas
Semakin jelas persepsi dan nilai-nilai bersama organisasi didefinisikan,
semakin kuat orang dapat disatukan dengan misi organisasi dan merasa menjadi
bagian penting darinya.
2. Budaya membangkitkan komitmen pada misi organisasi
Kadang-kadang sulit bagi orang untuk berpikir di luar kepentingannya sendiri,
seberapa besar akan memengaruhi dirinya. Tetapi apabila terdapat strong
culture, orang akan merasa bahwa mereka menjadi bagian dari yang besar, dan
terlibat dalam keseluruhan kerja organisasi. Lebih besar dari setiap kepentingan
individu, budaya mengingatkan orang tentang apa makna sebenarnya dari
organisasi itu.
3. Budaya memperjelas dan memperkuat standar perilaku
Budaya membimbing kata dan perbuatan pekerja, membuat jelas apa yang
harus dilakukan dalam situasi tertentu. Budaya mengusahakan stabilitas bagi
perilaku, keduanya dengan harapan apa yang harus dilakukan pada waktu yang
berbeda dan juga apa yang harus dilakukan individu yang berbeda disaat yang
30 2.1.2.5 Indikator Budaya Organisasi
Merujuk pada Hofstede (2005:102) dimensi budaya organisasi yang dijadikan
dasar pengukuran diturunkan menjadi 6 (enam) indikator budaya organisasi, yaitu:
1. Profesionalisme, merupakan ukuran kecakapan atau keahlian yang dimiliki oleh pekerja dalam organisasi. Suatu jabatan yang ditempati oleh seorang pekerja
yang profesional atau suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja yang
profesional akan membuahkan hasil yang optimal. Dalam organisasi yang
menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme semua pekerjaan akan
mencurahkan perhatiannya pada pekerjaan sebagi bentuk dari tanggung jawab
yang harus ditunaikan. Seorang pekerja yang profesional akan menyelesaikan
tugas yang diberikan kepadanya tanpa banyak mengeluh, karena ia yakin bahwa
ia dapat menyelesaikannya walaupun di bawah tekanan (under pressure), seperti
harus memenuhi deadline yang ketat. Untuk keyakinan dan kemampuannya
menyelesaikan tugas, seorang profesional cenderung akan menuntut penghasilan
yang lebih baik atau reward yang berbeda dari pekerja lainnya.
2. Kepemimpinan, yaitu tingkat keterlibatan atasan terhadap masalah-masalah di luar pekerjaan yang dialami oleh bawahan. Hubungan antarpribadi yang terbina
baik akan memungkinkan terciptanya iklim kerja yang cerah. Adanya hubungan
antarpribadi juga dapat mempengaruhi penilaian terhadap pekerja. Dalam hal
melakukan promosi, atau mempertahankan orang-orang yang dinilai baik bagi
suatu divisi juga melibatkan hubungan antarpribadi. Seorang atasan mungkin
31 penilainnya bertipe loyal dan mudah dibina walaupun mungkin potensinya belum
tentu lebih baik dari pekerja lainnya.
3. Kepercayaan kepada rekan kerja, yaitu interaksi yang terbina antar sesama pekerja dalam organisasi. Sikap yang terbuka, ramah dalam pergaulan dan
perilaku yang menunjukkan rasa persaudaraan yang tinggi diantara sesama
pekerja, karena merasa senasib dan seperjuangan akan menumbuhkan
kepercayaan dan perilaku yang positif. Dengan adanya rasa percaya kepada rekan
sekerja yang tertanam dengan baik, masalah-masalah pekerjaan ataupun masalah
pribadi akan dapat diatasi dengan perhatian dari rekan-rekan sekerja yang rela
membantu memberikan saran.
4. Keteraturan, yaitu kondisi lingkungan kerja yang menunjukkan adanya aturan-aturan atau ketentuan yang harus dipatuhi oleh anggota organisasi. Tujuannya
adalah untuk menjamin keseragaman dalam pelaksanaan, memudahkan
koordinasi dan pengawasan. Adanya aturan yang ditetapkan oleh organisasi
harus berlaku sama untuk semua orang atau departemen dalam organisasi,
sehingga mencerminkan adanya rasa keadilan.
5. Konflik, yaitu adanya pertentangan dan ketidakharmonisan dalam suatu organisasi yang menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja. Ini berpotensi
pada penurunan motivasi kerja dan berdampak negatif terhadap perilaku pekerja.
Kompetisi yang tidak sehat antar departemen dalam suatu organisasi, dimana
orang-orang mungkin saling merasa curiga yang menyebabkan terhambatnya
32 karyawan baru mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk beradaptasi,
diterima sebagai anggota organisasi dan merasa nyaman bekerja pada lingkungan
barunya tersebut.
6. Integrasi, yaitu iklim yang terbentuk dalam organisasi dimana pekerja merasa memiliki ikatan yang kuat dengan organisasi. Dalam kondisi seperti ini, pekerja
akan menunjukkan loyalitas kepada organisasi. Pekerja akan merasa bangga
karena menjadi bagian dari organisasi dan merasa aman dengan pekerjaannya
karena merasa dihargai dan dipenuhi kebutuhan hidupnya. Lingkungan kerja
yang menyenangkan ini juga didukung oleh kerja sama yang terjalin baik di
antara sesama pekerja atau sesama departemen.
Untuk mengukur variabel budaya organisasi pada SMA PGII 1 Bandung,
peneliti hanya akan mengambil 4 indikator dari Hofstede. Hal ini dikarenakan adanya
fenomena yang sesuai dengan objek penelitian.
2.1.3 Kinerja
2.1.3.1 Definisi Kinerja
Kinerja merupakan kegiatan yang dijalankan oleh tiap-tiap individu dalam
kaitannya untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Berkaitan dengan hal
tersebut terdapat beberapa definisi mengenai kinerja. Smith dalam Mulyasa
(2004:136) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil atau keluaran dari suatu proses.
33 sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil-hasil kerja atau
unjuk kerja.
Menurut Prawirosentono (1999:2) “Performance” adalah hasil kerja yang
dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya
mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum
dan sesuai dengan moral ataupun etika. Hasibuan (2001:34) menyatakan, kinerja
(prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman
dan kesungguhan serta waktu.
Dari beberapa pengertian tentang kinerja tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa kinerja adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh seseorang. Kinerja atau
prestasi kerja merupakan hasil akhir dari suatu aktifitas yang telah dilakukan
seseorang untuk meraih suatu tujuan. Pencapaian hasil kerja ini juga sebagai bentuk
perbandingan hasil kerja seseorang dengan standar yang telah ditetapkan. Apabila
hasil kerja yang dilakukan oleh seseorang sesuai dengan standar kerja atau bahkan
melebihi standar maka dapat dikatakan kinerja itu mencapai prestasi yang baik.
2.1.3.2 Kinerja Guru
Kinerja guru mempunyai spesifikasi tertentu. Kinerja guru dapat dilihat dan
34 setiap guru. Berkaitan dengan kinerja guru, wujud perilaku yang dimaksud adalah
kegiatan guru dalam proses pembelajaran.
UU No. 14 Tahun 2005 Bab IV Pasal 20 (a) tentang Guru dan Dosen
menyatakan bahwa standar prestasi kerja guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya, guru berkewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran. Tugas pokok guru tersebut yang diwujudkan dalam kegiatan belajar
mengajar merupakan bentuk kinerja guru.
Sedangkan berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar
Proses untuk Satuan Pendidikan Menengah dijabarkan beban kerja guru mencakup
kegiatan pokok: (1) merencanakan pembelajaran; (2) melaksanakan pembelajaran; (3)
menilai hasil pembelajaran; (4) membimbing dan melatih peserta didik; (5)
melaksanakan tugas tambahan.
Proses belajar mengajar tidak sesederhana seperti yang terlihat pada saat guru
menyampaikan materi pelajaran di kelas, tetapi dalam melaksanakan pembelajaran
yang baik seorang guru harus mengadakan persiapan yang baik agar pada saat
melaksanakan pembelajaran dapat terarah sesuai tujuan pembelajaran yang terdapat
pada indikator keberhasilan pembelajaran.
Dari beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan definisi konsep
kinerja guru merupakan hasil pekerjaan atau prestasi kerja yang dilakukan oleh
35 meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
pembelajaran dan membina hubungan antar pribadi (interpersonal) dengan siswanya.
2.1.3.3 Pejabat Penilai Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson (2006:387) Penilaian kinerja dapat dilakukan
oleh siapapun yang mengetahui dengan baik kinerja dari karyawan secara individual.
Kemungkinannya adalah sebagai berikut:
1. Para Supervisor yang Menilai Karyawan Mereka
Penilaian secara tradisional atas karyawan oleh supervisor didasarkan pada
asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk
mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil. Untuk mencapai tujuan ini,
beberapa supervisor menyimpan catatan kinerja mengenai pencapaian karyawan
mereka. Catatan ini menyediakan contoh spesifik untuk digunakan ketika menilai
kinerja.
2. Para Karyawan yang Menilai Atasan Mereka
Sejumlah organisasi dimasa sekarang meminta para karyawan atau anggota
kelompok untuk memberi nilai pada kinerja supervisor dan manajer. Satu contoh
utama dari penilaian jenis ini terjadi diperguruan tinggi dan universitas, dimana para
guru dapat memberikan penilaian terhadap kepala sekolahnya, siswa/mahasiswa
mengevaluasi kinerja para pengajarnya. Industri juga menggunakan penilaian
karyawan menilai manajer untuk tujuan pengembangan manajemen. Praktek terbaru
36 Dengan karyawan menilai para manajer dapat memberikan tiga keuntungan
utama. Pertama, dalam hubungan manajer karyawan yang bersifat kritis, penilaian
karyawan dapat sangat berguna dalam mengidentifikasi manajer yang kompeten.
Penilaian terhadap para pemimpin oleh para tentara tempur adalah salah satu
contohnya. Kedua, program penilaian jenis ini membantu manajer agar lebih
responsif terhadap karyawan, meskipun keuntungan ini dapat dengan cepat berubah
menjadi kerugian jika manajer lebih berfokus untuk bersikap baik daripada
menjalankan tugasnya. Orang-orang yang baik tanpa memiliki kualifikasi lainnya
tidak dapat menjadi manajer yang baik dalam banyak situasi. Ketiga, penilaian
karyawan memberi kontribusi pada perkembangan karier manajer.
Kerugian utama dari menerima penilaian karyawan adalah reaksi negatif yang
ditunjukkan oleh banyak atasan karena harus dievaluasi oleh karyawan. Disamping
itu ketakutan akan adanya pembalasan semakin besar disaat karyawan memberikan
penilaian yang realistis.
3. Anggota Tim yang Menilai Sesamanya
Penggunaan rekan kerja dan anggota tim sebagai penilai adalah jenis penilaian
lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun sebaliknya. Sebagai contoh,
ketika kelompok dari tenaga penjualan mengadakan pertemuan sebagai komite untuk
membicarakan mengenai nilai satu sama lain, mereka dapat mencari ide-ide yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja dari individu-individu yang memiliki
nilai lebih rendah. Namun kemungkinan lainnya, kritik yang ada dapat