TAHUN 2013)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Ahmad Pakhrusy Syauqi
1110044100063
K O N S E N T R A S I P E R A D I L AN A G A M A
PRODI HUKUM KELUARGA (AL-AKHWAL SYAKHSIYYAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmatnyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sebagai kelengkapan tugas dan memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Syariah pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan, terutama disebabkan karena keterbatasan penulis sebagai manusia biasa. Tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak tidaklah mungkin skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak/Ibu:
1. Dr. Asep Saepuddin Jahar, M.A Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Kamarusdiana, S.Ag, MH. dan Sri Hidayati, S.Ag, M.Ag. Selaku Ketua dan Sekretaris Program studi Ahwal Al-Syakhsiyah.
3. Dr. H. Umar Al Haddad, MA. Selaku Dosen pembimbing skripsi I.
4. Segenap bapak dan ibu dosen prodi Ahwal Syakhsiyah, khususnya pada konsentrasi Peradilan Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada penulis baik langsung maupun tidak langsung.
5. Segenap jajaran karyawan akademik fakultas dan universitas berikut jajaran karyawan perspustakaan fakultas dan universitas.
6. Umi dan Abiku, Hj. Tihamdah Binti Muslih dan H. Daswati Yahya bin H. Yahya yang dicintai yang tak perlu jemu mendoakan dan senantiasa memberikan didikan, kasih sayang, semangat, perhatian, dorongan serta bantuan keuangan dalam menyelesaikan proses penulisan ini.
7. Para staf di Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang memberikan kerjasama yang amat memuaskan kepada penulis.
8. Kakakku, Syahri Fajriyah beserta suami, Maftuh Hafidz dan Pamanku H. Damanhuri beserta isteri, Sukardi beserta Isteri, dan Adik-adikku Faidah Sofwatunnida, Yasa Nabilah, Fajril Wahdi, Salsa, dan Karin yang selalu
memberikan motifasi dan do’a dalam menyelesaikan skripsi ini.
Saw yang selalu memberi semangat dan mendo’akan agar skripsi ini
dengan mudah terselesaikan.
Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusun skripsi ini, dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, penulis berharap semoga hasil karya ini bisa bermanfaat bagi semua pihak baik berbagai kalangan.
Akhirnya semoga skripsi ini dapat menjadi langkah awal untuk melakukan studi lanjutan dimasa yang akan datang khususnya berkaitan dengan perkembangan Peradilan Agama. Amin
Jakarta, 17 April 2015
Penulis
POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN (STUDI PUTUSAN DI
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN TAHUN 2013). Skripsi Program Studi
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah, Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah Jakarta 2015 M/1436 H.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui berapa banyak izin poligami yang dikeluarkan
Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada Tahun 2013, untuk mengetahui motif penyebab
terjadinya pemohon melakukan izin poligami, dan untuk mengetahui alasan majelis hakim
dalam memberikan izin poligami.
Penelitian ini menggunakan kualitatif yaitu deskripsi berupa kata-kata, ungkapan,
norma-norma, atau aturan-aturan dari kasus yang diteliti, oleh karena itu penulis berupaya
mencermati mengenai alasan pemberian izin poligami di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Dilihat dari segi tujuan dalam penelitian termasuk penelitian yang bersifat deskriftif analisis.
Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa seyogyanya hakim tidak terlalu mudah
memberikan izin poligami kepada pemohon, karena mungkin saja si isteri mendapat tekanan
dari suami atau terdapat pemalsuan izin supaya suami dapat melakukan poligami.
Kata Kunci : Alasan Pemberian Izin Poligami
Pembimbing : Dr. H. Umar Al Haddad, MA.
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING...ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...iii
KATA PENGANTAR...iv
ABSTRAK...vi
DAFTAR ISI...vii
BAB I : PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...9
D. Studi Review Terdahulu...10
E. Kerangka Teori...11
F. Metode Penelitian...15
G. Sistematika Penulisan...17
BAB II : LANDASAN TEORITIS TENTANG POLIGAMI...19
A. Pengertian Poligami...19
B. Dasar Hukum Poligami...20
C. Syarat-Syarat Poligami...24
A. Pendapat Ulama Tentang Poligami...28
B. Poligami Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan...29
C. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan...32
D. Poligami Menurut Kompilasi Hukum Islam...34
BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI...37
A. Deskripsi Putusan Izin Poligami di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Pada Tahun 2013...37
B. Jumlah Permohonan Izin Poligami Pada Tahun 2013 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan...43
C. Motif Penyebab Terjadinya Pemohon Melakukan Izin Poligami...49
D. Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Izin Poligami...54
E. Analisis Penulis Tentang Alasan Pemberian Izin Poligami...63
BAB V PENUTUP...71
A. Kesimpulan...71
B. Saran-Saran...73
2. Surat Tanda Terima Perihal Permohonan Data dan Wawancara Pengadilan
Agama Jakarta Selatan
3. Surat Keterangan Pengadilan Agama Jakarta Selatan
4. Laporan Tahunan 2013 Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tentang
Perkara Yang Diterima
5. Laporan Tahunan 2013 Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tentang
Perkara Yang Diputus
6. Laporan Perkara Khusus PP. 10 Tahun 1983 JO. PP. NO. 45 Tahun 1990
Bulan Januari sampai dengan Desember 2013
7. Salinan Putusan Tentang Perkara Izin Poligami DiPengadilan Agama
Jakarta Selatan :
a. 0097/Pdt.G/2013/PA JS
b. 0515/Pdt.G/2013/PA JS
c. 1061/Pdt.G/2013/PA JS
d. 1114/Pdt.G/2013/PA JS
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan masalah yang esensial bagi kehidupan
manusia, karena disamping perkawinan sebagai sarana untuk membentuk
keluarga, perkawinan juga merupakan kodrati manusia untuk memenuhi
kebutuhan seksualnya, sebenarnya sebuah perkawinan tidak hanya
mengandung unsur hubungan manusia dengan manusia yaitu sebagai
hubungan keperdataan tetapi disisi lain perkawinan juga memuat unsur
sakralitas yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya. Hal ini terbukti bahwa
semua agama mengatur tentang pelaksanaan perkawinan dengan peraturannya
masing-masing.1
Prinsip perkawinan menurut undang-undang perkawinan tahun 1974
adalah monogami, sedangkan poligami merupakan pengecualian. Poligami
merupakan salah satu bentuk perkawinan yang sering diperbincangkan dalam
masyarakat, karena mengundang pandangan yang kontroversial. Poligami
adalah ikatan perkawinan dalam hal mana suami mengawini lebih dari satu
1
isteri dalam waktu yang sama. Laki-laki yang melakukan perkawinan seperti
itu dikatakan bersifat poligami.2
Ada beberapa pandangan laki-laki dalam melakukan perkawinan
poligami, poligami dikampanyekan karena memiliki sandaran-sandaran
normatif yang tegas dan dipandang menjadi salah satu alternatif untuk
menyelesaikan fenomena selingkuh dan prostitusi. Tetapi di sisi lain poligami
di tolak dengan beberapa argumentasi, baik yang bersifat normatif,
psikologis, dan ketidakadilan jender.
Dalam syariat Islam, poligami disebabkan oleh beberapa hal yang
wajar, yaitu:
1. Terhalangnya reproduksi generatif, misalnya kemandulan
2. Istri tidak berfungsi sebagai istri
3. Suami yang hiperseks sehingga membutuhkan penyaluran yang
lebih dari seorang istri
4. Jumlah perempuan melebihi laki-laki, dan
5. Istri yang menyuruh suaminya untuk berpoligami Jumlah terkecil
di dunia.3
2
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, (Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama, 2004), Cet ke 1, hal 43.
3
Jika ditelusuri alasan dan kepentingan masyarakat Islam Indonesia
melakukan poligami, setidaknya ada tiga faktor besar mengapa mereka
melakukan poligami:
1. Kuatnya budaya patriarkis yang kental dalam masyarakat
Indonesia. Dalam budaya patriarkis, laki-laki mendominasi
seluruh lini kehidupan, dan perempuan hanya merupakan
sub-ordinasi dari laki-laki. Dalam posisi seperti ini perempuan
seolah-olah “terkunci” dan tidak bisa melakukan apa-apa yang
bisa merubah nasibnya.
2. Pemahaman agama yang salah dalam poligami. Interpretasi
agama yang memosisikan isteri hanya sebagai obyek seksual,
tidak memiliki kemandirian sebagai manusia utuh. Ada
sebagian masyarakat yang menilai bahwa poligami itu
merupakan sunnah Rasulullah, bahkan menganggap sebagai
sunnah muakad karena Rasulullah sendiri juga berpoligami.
3. Lumpuhnya sistem hukum di Indonesia sehingga terjadi sikap
dualisme terhadap UU Perkawinan dan perturan-peraturan yang
lainnya.4
Dapat difahami mengapa data yang ada di Pengadilan Agama sedikit
sekali yang melakukan ijin poligami. Sebut saja di Pengadilan Agama Jakarta
4
Selatan Tahun 2013 tentang perizinan poligami terdapat 10 perkara yang
diterima, dan terdapat 6 perkara yang diputus.
Alasan pemohon terhadap izin poligami dan tidak sedikit dari mereka
memiliki alasan dan bertentangan dengan undang-undang nomor 1 tahun
1974 pasal 4 tentang perkawinan, yang dijadikan alasan pemohon poligami di
tahun 2013 adalah antara lain:
a. Termohon tidak bisa lagi melayani pemohon dalam hal
hubungan suami isteri/biologis pasca melahirkan 10 tahun yang
lalu, sementara pemohon masih muda dan memerlukan
kebutuhan itu.
b. Pemohon ingin memiliki putra (anak laki-laki) yang selama ini
didambakan oleh pemohon.
c. Termohon tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri
tidak dapat melahirkan banyak keturunan.
d. Pemohon ingin mempunyai keturunan
e. Termohon sudah tidak mampu lagi memberikan nafkah batin
kepada pemohon, dan calon isteri kedua pemohon mengatakan
pernah melakukan hubungan suami isteri sebelumnya.
Alasan yang umum dijadikan pemohon dalam melakukan izin
poligami yaitu “pemohon sangat khawatir apabila antara pemohon dengan
calon isteri pemohon tidak segera melangsungkan pernikahan akan terjadi
Pada faktanya, masih terdapat beberapa putusan yang dianggap di luar
ketentuan syarat pasal 4 ayat 2 UU no.1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Seharusnya salah satu dari ketentuan pasal 4 ayat 2 itu harus ada untuk dapat
mengajukan permohonan poligami.
Dalam hal ini isteri sudah memberikan izin kepada suami untuk
berpoligami dan si suami memberikan pernyataan akan menjamin berlaku
adil dengan melihat penghasilan yang dimilikinya. Kemudian pembuktian
yang hanya berdasarkan kesaksian kepada para saksi saja, padahal pernikahan
tersebut (pemohon & termohon) telah hidup rukun sebagaimana layaknya
suami isteri dan ingin memiliki keturunan laki-laki sedangkan pasangan ini
hanya dikaruniai keturunan perempuan. Dan ada juga yang hidup rukun tetapi
isteri merasa trauma apabila melakukan hubungan intim dan merasa trauma
apabila melahirkan.
Oleh sebab itu maka seyogyanya hakim tidak terlalu mudah
memberikan izin poligami kepada pemohon, karena mungkin saja si isteri
mendapat tekanan dari suami atau terdapat pemalsuan izin supaya suami
dapat melakukan poligami.
Didalam prosesnya pengadilan harus melakukan pemeriksaan sejak
diterimanya surat permohonan beserta lampiran-lampiranya. Pengadilan juga
harus memanggil dan medengarkan alasan-alasan isteri mengizinkan
suaminya melakukan poligami. Apakah itu alasan-alasan isteri sudah
maka pengadilan harus meneliti apakah ada atau tidaknya syarat-syarat
tertentu secara kumulatif.
Ada dua hal yang harus diberikan penegasan yakni:
1. Poligami hanya bisa dilakukan apabila memperoleh izin dari
pengadilan.
2. Pengadilan hanya akan mengeluarkan izin apabila poligami itu
dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutann ( isteri
pertama, isteri kedua dan atau seterusnya, dan suami ).
Adapun persyaratan yang harus dilengkapi oleh orang yang
mengajukan dispensasi poligami adalah cukup alasan. Alasan tersebut seperti
yang tercantum dalam pasal 4 ayat 2 undang-undang tentang perkawinan
adalah:
1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.
2. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Dalam pasal 5 ayat 1 diperjelas lagi untuk dapat mengajukan
permohonan kepada pengadilan, sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat 1 UU
ini, harus dipenuhi syarat-syarat berikut:
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin
keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap
isteri-isteri dan anak-anak mereka.5
Untuk membedakan persyaratan yang ada dalam pasal 4 dan 5 adalah,
pada pasal 4 disebut dengan persyaratan alternatif yang artinya salah satu
harus harus ada untuk dapat mengajukan permohonan poligami. Sedangkan
pasal 5 adalah persyaratan kumulatif dimana seluruhnya harus dapat dipenuhi
suami yang akan melakukan poligami.6
Untuk menjawab hal tersebut penulis menuangkan dalam sebuah
skripsi yang berjudul “ ALASAN PEMBERIAN IZIN POLIGAMI
DIPENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN (STUDI PUTUSAN DIPENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN PADA TAHUN 2013).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak meluas dan menimbulkan
interpretasi yang berbeda dari tujuan penulisan skripsi, maka penulis
membatasi masalah dalam skripsi ini pada persoalan berapa banyak izin
5
Yayan Sopyan, ISLAM NEGARA Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta: Pt Wahana Semesta Intermedia, 2012), Cet Ke 2, hal 162-163.
6
poligami pada tahun 2013 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, motif
penyebab terjadinya pemohon melakukan izin poligami, dan alasan majelis
hakim dalam memberikan izin poligami.
2. Perumusan Masalah
Seperti yang tercantum dalam pasal 4 ayat 2 undang-undang tentang
perkawinan adalah Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
isteri, Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan, Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal tersebut merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
apabila seorang suami ingin melakukan poligami, Tetapi dalam hal ini tidak
ada penjelasan atau alasan yang signifikan dengan pasal 4 ayat 2
undang-undang tentang perkawinan. seperti karena isteri trauma dalam melakukan
hubungan intim dan melahirkan, dan isteri tidak bisa memiliki keturunan
laki-laki, padahal mereka sudah memiliki anak perempuan dan hidup rukun seperti
keluarga rukun pada umumnya.
Untuk memudahkan arah pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis
merinci masalah tersebut dalam bentuk pertanyaan, yaitu:
1. Berapa banyak izin poligami yang dikeluarkan Pengadilan
Agama Jakarta Selatan pada Tahun 2013?
2. Apa yang menjadi motif penyebab terjadinya pemohon
melakukan izin poligami?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan proposal skripsi ini adalah:
a. Untuk mengetahui berapa banyak izin poligami yang
dikeluarkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada Tahun
2013.
b. Untuk mengetahui motif penyebab terjadinya pemohon
melakukan izin poligami.
c. Untuk mengetahui alasan majelis hakim dalam memberikan
izin poligami.
2. Manfaat penelitian
a. Secara akademik, menambah ilmu pengetahuan dibidang
hukum perdata serta mengembangkan ilmu di bidang syariah,
khususnya dalam bidang perkwainan dan mengetahui dasar
hukum dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara
pemberian izin poligami.
b. Secara praktis, agar masyarakat mengetahui gambaran
pengaturan poligami dalam hukum islam dan
D. Studi Review Terdahulu
Beberapa penelitian yang penulis temukan yang membahas tentang
kajian yang terkait dengan penelitian ini antara lain adalah :
No Nama Penulis/Judul/Tahun Subtansi Pembeda
1. Anita Harun Tagun. Analisis
yuridis penetapan pengadilan
agama jakarta timur tentang
permohonan izin poligami.
Perkara
2. Awaludin. Urgensi
undang-undang no.1 tahun 1974
terhadap perilaku izin
poligami (studi kasus di
pengadilan agama Jakarta
Barat). Fakultas syari‟ah dan
hukum. 2007 dalam
Kata poligami, secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu
polus yang berarti banyak dan gamos yang berarti perkawinan. Bila
pengertian kata ini digabungkan, maka poligami akan berarti suatu
perkawinan yang banyak atau lebih dari seorang. Pengertian poligami,
menurut bahasa Indonesia, adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak
memiliki/mengawini beberapa lawan jenisnya di waktu yang bersamaan.7
Poligami tidak lagi merupakan tindakan semata-mata urusan pribadi,
tetapi juga menjadi urusan kekuasaan negara yakni mesti ada izin Pengadilan
7
Agama. Tanpa izin Pengadilan Agama perkawinan itu dianggap poligami liar,
tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat walaupun dilakukan
dihadapan pegawai pencatat nikah.8
Islam membolehkan laki-laki tertentu melaksanakan poligami sebagai
alternatif ataupun jalan keluar untuk mengatasi penyaluran kebutuhan seks
laki-laki atau sebab-sebab lain yang mengganggu ketenangan batinnya agar
tidak sampai jatuh ke lembah perzinaan maupun pelajaran yang jelas-jelas
diaharamkan agama. Oleh sebab itu, tujuan poligami adalah menghindari agar
suami tidak terjerumus ke jurang maksiat yang dilarang islam dengan mencari
jalan yang halal, yaitu boleh beristri lagi (poligami) dengan syarat bisa
berlaku adil.9
Orang-orang menganggap poligami adalah suatu dosa, kenapa?
Karena banyak orang yang celaka dalam mempraktekkan poligami, dimana
dia hanya mengambil hukum Allah akan bolehnya poligami, dan
meninggalkan hukum Allah tentang kewajiban berlaku adil, sedangkan sistem
Ilahiyah harus diambil secara menyeluruh. Mengapa seorang istri tidak suka
dipoligami? Karena dia menyaksikan bahwa sang suami jika melakukan
poligami, maka suaminya akan meninggalkannya dengan segala kebaikan,
8
Tihami & Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), Cet ke-1, hal 369.
9
perhatian, dan kelembutannya untuk istri barunya. Maka menjadi suatu yang
logis jika seorang wanita membenci dipoligami dengan wanita lain.10
Dasar pokok yang membolehkan poligami adalah firman Allah Swt
“ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Salah satu syarat dalam poligami yaitu bisa berlaku adil, adil disini
meliputi semua aspek diantaranya ialah: aspek ekonomi, aspek jatah giliran,
aspek kasih sayang, aspek perlindungan, dan yang terpenting para istri
mempunyai hak yang sama “mempunyai suami”.11
Adapun penjelasan dalam pasal 4 dan 5 UU perkawinan dan juga
disebutkan beberapa aspek yang meliputi syarat poligami haruslah terpenuhi.
10
Karam Hilmi Farhat, POLIGAMI dalam pandangan islam, Nasrani, dan Yahudi, (Jakarta: Darul Haq, 2007), Cet ke-I, hal 38.
11
Bila syarat dan aspek tersebut terpenuhi dapat memungkinkan perizinan
dalam melakukan poligami.
Dan apabila perkawinan poligami itu tidak dilaksanakan sebagaimana
ketentuan UU Perkawinan, maka perkawinan poligami itu harus dinyatakan
tidak sah, dinyatakan batal demi hukum, dan dianggap tidak terjadi.12
Untuk bolehnya seseorang berpoligami, sebagai tambahan dari
syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam agama islam, tidak diperbolehkan
seseorang berpoligami, kecuali jika memang benar-benar ada motif yang
baik, yang mendorong dia untuk berpoligami. Dan ada tidaknya motif itu
diserahkan kepada penilaian dan pengawasan hakim. Jadi, jika ada orang
yang ingin berpoligami, maka ia diharuskan untuk menghadap Hakim di meja
hijau, untuk mengemukakan alasan-alasan, apa sebabnya ia ingin
berpoligami, dan bahwa alasan-alasanya itu merupakan motif yang benar
menurut agama, dan sesuai dengan syari‟at Islam.
Kemudian, menilai alasan-alasan yang dikemukakan orang yang ingin
berpoligami itu termasuk dalam wewenang Hakim. Jika Hakim merasa yakin
bahwa alasan yang dikemukakan oleh orang itu adalah benar, maka hakim
berhak untuk memberi izin kepada orang itu untuk berpoligami. Sebaliknya,
jika Hakim tidak percaya tentang alasan yang dikemukakannya itu, maka
Hakim berhak untuk menolak permintaannya untuk berpolgami. Dan
12
akibatnya orang itu dilarang berpoligami, berupa larangan menurut
Undang-Undang Negara.13
F. Metode Penelitian 1. Jenis Data
Dilihat dari segi datanya, penelitian ini merupakan kualitatif yaitu
deskripsi berupa kata-kata, ungkapan, norma-norma, atau aturan-aturan dari
kasus yang diteliti, oleh karena itu penulis berupaya mencermati mengenai
alasan pemberian izin poligami di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Dilihat
dari segi tujuan dalam penelitian termasuk penelitian yang bersifat deskriftif
analisis yaitu penelitian lapangan yang menggambarkan data-data dan
informasi di lapangan berdasarkan fakta yang diperoleh secara mendalam.
2. Sumber Data
Secara umum data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari
data primer dan data sekunder. Data primer sebagai data utama dalam
penelitian ini adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan
wawancara terhadap pihak yang terkait dengan permasalahan yang penulis
bahas. Sedangkan data sekunder adalah putusan atau berkas perkara poligami
Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun 2013 dan beberapa
dokumentasi hukum yang terkait dengan permasalahan izin poligami.
13
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapunpengumpulan data yang penulis gunakan dalam menghimpun
seluruh data dan fakta yang menunjang permasalahan adalah sebagai berikut :
a. Studi Putusan Yurisprudensi
Studi putusan yurisprudensi yaitu teknik pengumpulan
putusan yang sistematis dari keputusan Mahkamah Agung dan
keputusan Pengadilan tinggi yang diikiuti oleh hakim lain
dalam memberikan keputusan sosial yang sama.14 Dalam hal
ini, studi putusan yurisprudensi yang dilakukan adalah studi
putusan tentang izin poligami di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan pada tahun 2013.
b. Studi Kepustakaan (Library Research)
Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh
landasan teoritis berupa konsep dari beberapa literatul yang
terkait dengan materi pokok permasalahan yang akan penulis
bahas, baik dari buku-buku karangan ilmiah, Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Kompilasi Hukum Islam serta peraturan
lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas.
c. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan analisis yurisprudensi yang
14
dilakukan yaitu studi putusan tentang izin poligami di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun 2013, sehingga
didapatkan suatu kesimpulan yang objektif, logis, konsisten,
dan sistematis sesuai dengan tujuan yng dikehendaki penulis
dalam penulisan proposal skripsi ini.
d. Pedoman Penulisan Skripsi
Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada “buku
pedoman penulisan skripsi tahun 2012” yang diterbitkan oleh
fakultas Syariah dah hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah
BAB perbab, dimana antara BAB yang satu dengan BAB yang lainnya
mempunyai keterkaitan. Sistematika yang dimaksudkan adalah sebagai
berikut:
BAB I merupakan bab pendahuluan yang memuat beberapa sub-bab, diantaranya adalah: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi review terdahulu, kerangka
teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II didalamnya mengurai landasan teoritis mengenai poligami yang menyangkut tentang: Pengertian poligami, dasar hukum poligami,
BAB III mengurai tentang: pendapat ulama tentang poligami, poligami menurut Undang-Undang no.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No.9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dan poligami menurut
Kompilasi Hukum Islam.
BAB IV menjelaskan tentang alasan pemberian izin poligami di pengadilan agama jakarta selatan yang didalamnya terdiri dari: deskripsi putusan
pengadilan agama jakarta selatan, berapa banyak izin poligami pada Tahun
2013 di pengadilan agama jakarta selatan, motif penyebab terjadinya
pemohon melakukan izin poligami, alasan majelis hakim dalam memberikan
izin poligami, dan analisis penulis tentang alasan pemberian izin poligami.
BAB V adalah penutup yang merupkan kesimpulan dari keseluruhan bab terdahulu yang mana didalamnya juga dikemukakan saran-saran sebagai jalan
pemikiran penulis dalam rangka membantu mengemukakan jalan keluar dari
BAB II
LANDASAN TEORITIS TENTANG POLIGAMI
A. Pengertian Poligami
Poligami berasal dari bahasa Yunani. Kata ini merupakan penggalan
dari dua kata yakni “poli” atau “polus” yang artinya banyak, dan kata
“gamein” atau “gamos” yang artinya kawin atau perkawinan. Jika
digabungkan akan berarti suatu perkawinan yang banyak. Kalau dipahami
dari definisi ini, maka sah untuk mengatakan bahwa arti poligami adalah
perkawinan banyak, dan bisa jadi dalam jumlah yang tidak terbatas. Dari
uraian di atas dapat disimpulkan poligami adalah suatu sistem perkawinan di
mana seorang pria mengawini lebih dari seorang istri dalam waktu yang
bersamaan.15
Menurut Sayyid Sabiq, poligami adalah satu ajaran Islam yang sesuai
dengan fitrah kaum laki-laki. Laki-laki adalah makhluk Allah yang memiliki
kecenderungan seksual lebih besar dibandingkan dengan kaum perempuan,
dengan adanya poligami dapat menghindarkan kaum laki-laki melakukan
perzinaan, melatih menjadi pemimpin yang adil dalam kehidupan dan
pengelolaan keluarga dan rumah tangganya. Keadilan terhadap istri-istri
adalah barometer pertama pemimpin yang akan berlaku adil atas rakyat yang
dipimpinnya.16
15
Yayan Sopyan, ISLAM NEGARA Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta: Pt Wahana Semesta Intermedia, 2012), Cet Ke 2, hal 139-140.
16
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa
pengertian poligami adalah “Ikatan perkawinan yang salah satu pihak
memiliki atau mengawini beberapa lawan jenis dalam waktu yang
bersamaan.”17
Poligami merupakan salah satu bentuk pernikahan yang diatur dalam
hukum islam. Mengacu pada hukum islam (fiqih), poligami merupakan
bentuk pernikahan yang diperbolehkan. Mayoritas ulama memperbolehkan
pernikahan poligami, dan pandangan kebolehan pernikahan poligami ini
didasarkan pada ayat al-Quran yang menyatakan bahwa sorang muslim
laki-laki boleh melakukan pernikahan dengan satu, dua, tiga, dan empat wanita
yang baik, seperti tercantum dalam ayat keempat surat an-Nisa ayat 3. Ayat
tersebut kemudian dipahami sebagai sebuah dasar pembolehan praktik
pernikahan poligami secara umum. Dengan penekanan pada kalimat
berikutnya yang menyinggung tentang keadilan yang harus dipenuhi suami.18
B. Dasar Hukum Poligami
Poligami adalah sistem yang cukup dominan sebelum datangnya Islam,
kemudian datanglah Islam dengan membolehkan poligami ketika poligami itu
merupakan sistem yang sangat kuat di dalam kehidupan masyarakat Arab,
yang merupakan konsekuensi dari tabiat biologis dan realita sosial mereka.
Islam yang lurus tidak melarang poligami, tetapi juga tidak membiarkannya
tanpa aturan, akan tetapi islam mengaturnya dengan syarat-syarat Imaniyah
17
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 18.
18
yang jelas disebutkan dalam hukum-hukum Al-Qur‟an. Maka Islam
membatasi poligami hanya sampai empat orang, dimana di zaman jahiliyah
dulu tanpa batas.perhatikan Firman Allah Swt, dalam surat An-nisa Ayat 3,
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja,
atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya.”
Di antara keagungan ayat ini tampak jelas bahwa bolehnya
poligami dan pembatasannya dengan empat orang, datang dibarengi
kekhawatiran berlaku zhalim kepada perempuan yatim.19
Dan di dalam Al-Qur‟an surat An-nisa ayat 129 menyebutkan:
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara
isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu
janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga
kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan
perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ayat tersebut menegaskan bahwa keadilan tidak mungkin dapat
dicapai jika berkaitan dengan perasaan atau hati dan emosi cinta. Keadilan
yang harus dicapai adalah keadilan materiil semata-mata, sehingga seorang
suami yang poligami harus menjamin kesejahteraan isteri-isterinya dan
mengatur waktu gilir secara adil. Sayyid Sabiq (1987 : 172).20
Nabi Shallallahu „alaihi Wassalam menjelaskan hal ini dengan
sabda beliau:
ادبأ
َّ
دع
تْ ب
َّ
سر
تْ ب
ع تْجت
ل
َّ
ْ
،
ا ارح
حأ
ل
لاح
ُمّرحأ ُتْسل ىّنإو
“Sungguh aku tidak mengharamkan yang halal atau mengharamkan yang
halal, akan tetapi demi Allah, tidak akan berkumpul putri Rasul Allah dan
anak perempuan musuh Allah pada seorang laki-laki selamanya.” [HR.
Bukhari dan Muslim]”.
20
Mengomentari hadits di atas Ibnu At-Tîn berkata: “Pendapat paling
tepat dalam menafsirkan kisah ini adalah, bahwasanya Nabi Shallallahu
„alaihi Wassalam mengharamkan Ali mengumpulkan putri beliau dengan
anak perempuan Abu Jahal karena akan menyakiti beliau, dan menyakiti Nabi
hukumnya haram, berdasarkan ijma‟. Adapun sabda Nabi Shallallahu „alaihi
Wassalam: “Aku tidak mengharamkan perkara yang halal‟, maksudnya, dia
(anak perempuan Abu Jahal) itu halal dinikahi oleh Ali jika saja Fatimah
bukan istrinya. Adapun mengumpulkan keduanya akan menyakiti Nabi
Shallallahu „alaihi Wassalam karena merasa tersakitinya Fathimah, maka hal
itu tidak dibolehkan.”Pelarangan bukan karena “tersakitinya” Fathimah ra,
melainkan tersakitinya Nabi Shallallahu „alaihi Wassalam lantaran
tersakitinya Fatimah, dan umat sepakat tentang keharaman menyakiti Nabi
Shallallahu „alaihi Wassalam.21
َنْمَلْسَأَف ِةيِلِاَجْلا يِف ٍةَوْسِن ُرْشَع َُلَو َمَلْسَأ يِفَق ثلا َةَمَلَس َنْب َن ََْيَغ نَأ َرَمُع ِنْبا ْنَع
َُعَم
(
يديمرت اور
)
ََ
ّنُهْ ِم اًعَ بْرَأ
َر يَخَتَ ي ْنَأ َملَسَو ِْيَلَع ُللا ىلَص يِب لا َُرَمَأَف
"Dari ibnu Umar, bahwa Ghailan bin Salamah Ats-Tsaqafi masuk Islam,
sedangkan ia mempunyai sepuluh orang istri pada zaman Jahiliyah, lalu
mereka juga masuk Islam bersamanya, kemudian Nabi SAW memerintahkan
21
Ghailan untuk memilih (mempertahankan) empat diantara mereka. (HR.
Tirmidzi)."
Hadits tersebut di atas, membicarakan tentang Ghailan Ats-Tsaqafi
yang mana sebelum masuk Islam mempunyai sepuluh orang istri. Ketika ia
masuk Islam ke sepuluh orang istrinya itu turut masuk Islam bersamanya.
Oleh karena dalam Islam seorang laki-laki tidak boleh beristri lebih dari
empat, maka Nabi menyampaikan hadits di atas. Yakni, menyuruh atau
memerintah mempertahankan empat diantara mereka dan menceraikan yang
lainnya.22
C. Syarat-syarat Poligami
Meskipun poligami menurut undang-undang diperbolehkan, beratnya
persyaratan yang harus ditempuh mengisyaratkan bahwa pelaksanaan
poligami di Pengadilan Agama menganut prinsip menutup pintu terbuka,
artinya poligami itu tidak dibuka, kalau memang tidak diperlukan dan hanya
dalam hal atau keadaan tertentu pintu dibuka (Rahmat Hakim, 2000: 121).23
Pasal-pasal dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1974 yang
berkaitan langsung dengan poligami adalah dalam pasal 4 dan pasal 5. Dalam
pasal 4 yang terdiri dari 2 ayat berisi sebagai berikut:
22
Journeylife-harun.blogspot.com,”poligami dalam perspektif hadits”, Artikel diakses pada 9 Februari 2015 dari http://journeylife-harun.blogspot.com/2009/11/poligami-dalam-perspektif-hadits.html
23
1. Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang
sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini,
maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan daerah
tempat tinggalnya.
2. Pengadilan dimaksud ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin
kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang
apabila;
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Di dalam pasal 5 dijelaskan bahwa untuk dapat mengajukan
permohonan ke pengadilan, sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat (1)
undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Adanya persetujuan dari istri-istri
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin
keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri
dan anak-anak mereka.24
24
Poligami merupakan pintu darurat [emergency exit] yang hanya
bisa dibuka dalam keadaan darurat saja.25
Jadi, jika ada orang yang ingin berpoligami, maka ia ditugaskan untuk
bersiap-siap menghadap pak hakim di meja hijau, untuk mengemukakan
alasan-alasan, apa sebabnya ia berpoligami, dan bahwa alasan-alasannya itu
merupakan motif yang benar menurut agama, dan sesuai dengan syari‟at
Islam.26
D. HIKMAH POLIGAMI
Sayyid Sabiq yang menerangkan hikmah berpoligami cukup panjang,
dan disini dikemukakan ringkasanya sebagai berikut:
1. Sebagai karunia dan rahmat Allah, dan menjadi diperlukan
untuk kemakmuran dan kemaslahatan.
2. Memperbesar jumlah umat karena “ Keagungan itu
hanyalah bagi yang berjumlah banyak.”
3. Mengurangi jumlah janda sambil menyantuni mereka.
4. Mengantisipasi kenyataan bahwa jumlah wanita berlebih
dibandingkan pria.
5. Mengisi tenggang waktu yang lowong berhubungan secara
kodrati pria itu lebih panjang masa membutuhkan
berhubungan seks baik karena dalam usia lanjut yang
25
Yayan Sopyan, ISLAM NEGARA Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta: Pt Wahana Semesta Intermedia, 2012), Cet Ke 2, hal 159.
26Abdul Nasir Taufiq Al „Athar, Polygami Di Tinjau Dari Segi Agama, Sosial, dan
wanita sudah tidak membutuhkan sementara pria tetap saja,
ataupun karena tenggang waktu sebab haid dan nifas.
6. Dapat mengatasi kalau istri (pertama) mandul, dan
7. Sebaliknya di tempat yang menganut pemaksaan monogami
terlahir banyak kefasikan, banyak wanita tuna susila, dan
banyak pula anak di luar nikah.27
Peraturan tentang poligami dan praktiknya di dunia Islam mempunyai
manfaat besar yang membersihkan masyarakat dan akhlak yang tercela dan
menghindarkan penyakit masyarakat yang banyak timbul di negara-negara
yang tidak mengenal poligami.28
27
Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta : PT RajaGrafindo, 1995), Cet ke I , hal 166.
28
BAB III
POLIGAMI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DI INDONESIA
A. Pendapat Ulama Tentang Poligami
Imam Syafi‟i, Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa seorang
suami boleh memiliki istri lebih dari satu, karena dalam agama Islam
seseorang laki-laki dibolehkan mengawini lebih dari satu tetapi dibatasi hanya
sampai empat orang istri. Akan tetapi kebolehannya tersebut memiliki syarat
yaitu berlaku adil antara perempuan-perempuan itu, baik dari nafkah atau
gilirannya. Para Imam di atas juga memberikan saran, apabila tidak bisa
berlaku adil, hendaknya beristri satu saja itu jauh lebih baik. Para Ulama Ahli
Sunnah juga telah sepakat, bahwa apabila seorang suami mempunyai istri
lebih dari empat maka hukumnya haram. Dan perkawinan yang kelima dan
seterusnya dianggap batal dan tidak sah, kecuali suami telah menceraikan
salah seorang istri yang empat itu dan telah habis pula masa iddah-nya.
Dalam masalah membatasi istri empat orang saja, Imam Syafi‟i berpendapat
bahwa hal tersebut telah ditunjukkan oleh Sunnah Rasulullah saw sebagai
penjelasan dari firman Allah, bahwa selain Rasulullah tidak ada seorangpun
yang dibenarkan nikah lebih dari empat perempuan.29
29 Rahmat Yudistiawan, “hukum poligami jumlah istri dan syarat adil dalam poligami”,
Artikel diakses pada 9 Februari 2015 dari
Perlu diketahui, poligami tersebut hanya dibolehkan dengan syarat,
yaitu bila suami yang melakukan poligami tersebut bisa berlaku adil terhadap
isteri-isterinya.30
B. Poligami Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Poligami di Indonesia juga disahkan Sesuai Ketentuan Pasal 3 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yaitu :
“Ayat 1 Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh
mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang
suami.”
Ketentuan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan tersebut di atas membuka kemungkinan seorang suami
dapat melakukan poligami apabila dikehendaki oleh istri pertama tentunya
dengan ijin pengadilan.
“Ayat 2a Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk
beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang
bersangkutan.”
“Ayat 2b. Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak
diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin
dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian,
atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2
30
(dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian
dari Hakim Pengadilan.”
Adapun syarat utama yang harus dipenuhi adalah suami mampu
berlaku adil terhadap istri istrinya dan anak-anaknya, akan tetapi jika
si suami tidak bisa memenuhi maka suami dilarang beristri lebih dari satu.
Disamping itu si suami harus terlebih dahulu mendapat ijin dari pengadilan
agama, jika tanpa ijin dari pengadilan agama maka perkawinan tersebut
tidak mempunyai kekuatan hukum. Apabila seorang suami bermaksud untuk
beristeri lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara
tertulis kepada Pengadilan, sesuai yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu:
“Ayat 1 : Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang,
sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat 2 Undang-undang ini, maka ia
wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat
tinggalnya.”
Pengadilan agama, baru dapat memberikan ijin kepada suami untuk
berpoligami apabila ada alasan yang tercantum sesuai dengan
persyaratan-persyaratan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan yaitu:
“Ayat 2 : Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin
kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :
b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak
dapat disembuhkan.
c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.”
Untuk mendapatkan ijin dari pengadilan, suami harus pula memenuhi
syarat-syarat tertentu disertai dengan alasan yang dapat dibenarkan.
Tentang alasan yang dapat dibenarkan ini lebih lanjut diatur dalam Pasal
5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang
menentukan:
“Ayat 1 : Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri.
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin
keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak
mereka.
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap
isteri-isteri dan anak-anak mereka.”
“Ayat 2 : Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak
diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin
dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian,
(dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat
penilaian dari Hakim Pengadilan.” 31
C. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Dalam PP No. 9 Tahun 1975 mengatur lebih terperinci tentang
Pelaksanaan poligami atas UUP no 1 tahun 1974 tentang Pelaksanaan beristri
lebih dari seorang. Yaitu :
Pasal 40
Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang
maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan.
Pasal 41
Pengadilan kemudian memeriksa mengenai:
1. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami
kawin lagi, ialah:
a. Bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai isteri.
b. Bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang
tidak dapat disembuhkan.
c. Bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
2. Ada atau tidaknya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan
maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan
lisan, persetujuan itu harus diucapkan didepan sidang
pengadilan.
3. Ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin
keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak, dengan
memperlihatkan:
31Manfiroceanscienceoflaw, “
a. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang
ditanda-tangani oleh bendahara tempat bekerja atau.
b. Surat keterangan pajak penghasilan atau.
c. Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh
Pengadilan.
4. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil
terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan
atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan
untuk itu.
Pasal 42
1. Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada Pasal 40 dan
41, Pengadilan harus memanggil dan mendengar isteri yang
bersangkutan.
2. Pemeriksaan Pengadilan untuk itu dilakukan oleh Hakim
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya, surat permohonan
beserta lampiran-lampirannya.
Pasal 43
Apabila Pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon
untuk beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan memberikan putusannya
yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang.
Pasal 44
Pegawai Pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan
seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum adanya izin
Pengadilan seperti yang dimaksud dalam Pasal 43. 32
32Manfiroceanscienceoflaw, “
D. Poligami Menurut Kompilasi Hukum Islam
Ketentuan pasal-pasal tentang poligami, sebagaimana diatur pada bab
IX KHI, ternyata syarat-syarat yang diberikan tidak hanya bersifat substansial
tetapi juga syarat-syarat formal.
Pertama, pasal 55 yang memuat syarat substansial dari pendapat
poligami yang melekat pada seorang suami yaitu terpenuhinya keadilan yang
telah ditetapkan, bunyi dalam pasal 55:
1. Beristeri lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya
sampai empat isteri.
2. Syarat utaama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku
adil terhadap ister-isteri dan anak-anaknya.
3. Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin
dipenuhi, suami dilarang beristeri dari seorang.
Syarat ini adalah inti dari poligami, sebab dari sinilah munculnya
ketidak sepakatan dalam hukum akan adanya poligami. Dan dipertegas pula
didalamnya bahwa apabila keadilan tidak dapat dipenuhi maka seorang suami
dilarang berpoligami.
Kedua, pasal 56 yang berbunyi:
1. Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin
dari Pengadilan Agama.
2. Pengajuan permohonan Izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut
pada tata cara sebagaimana diatur dalam Bab.VIII Peraturan Pemeritah
No.9 Tahun 1975.
3. Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat
tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 56 diatas merupakan syarat-syarat formal poligami yang harus
dijalani seorang suami. Peraturan ini dibuat sebagai perlindungan hukum bagi
pelaku poligami karena di Indonesia adalah negara hukum sehingga segala
urusan hubungan manusia maka pelaksanaannya harus diketahui oleh instansi
yang berwenang yaitu Pengadilan Agama (PA).
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang
akan beristeri lebih dari seorang apabila :
a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri.
b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 57 diatas merupakan syarat-syarat substansial yang melekat pada
seorang isteri yaitu kondisi-kondisi nyata yang melingkupinya sehingga
menjadi alasan logis bagi seorang suami untuk berpoligami.
Keempat, pasal 58 yang berbunyi:
1. Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk
memperoleh izin Pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat
yang ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yaitu :
a. Adanya pesetujuan isteri.
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup
ister-isteri dan anak-anak mereka.
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap
isteri-isteri dan anak-anak mereka.
2. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan
Pemerintah No. 9 Tahun 1975, persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat
diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada
persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan
isteri pada sidang Pengadilan Agama.
3. Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi
seorang suami apabila isteri atau isteri-isterinya tidak mungkin
dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam
perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari isteri atau isteri-isterinya
sekurang-kurangnya 2 tahun atau karena sebab lain yang perlu
mendapat penilaian Hakim.
Pasal 58 diatas merupakan syarat-syarat formal yang diperankan
yang melibatkan instansi yang berwenang. Aturan-aturan ini sebagai
antisipasi untuk menjaga hubungan baik dalam keluarga setelah berjalannya
keluarga poligami.
Kelima, pasal 59 yang berbunyi:
Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan
izin untuk beristeri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan
yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat
menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri
yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap
penetapan ini isteri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.
Bunyi pasal 59 diatas menjelaskan sikap Pengadilan Agama untuk
bertindak dalam menghadapi perkara poligami dari isteri yang saling
mempertahankan pendapatnya. Dengan demikian ketentuan poligami dalam
KHI tidak bertentangan dengan ruh nash.33
33pe adaris a.wordpress.co ,
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI
A. Deskripsi Putusan Izin Poligami Dipengadilan Agama Jakarta Selatan Pada Tahun 2013
Dari perkara-perkara tersebut penyusun akan mendeskripsikan 5 (lima)
putusan yang bisa mewakili dari 7 (Tujuh) putusan sesuai dengan variasi
alasan suami mengajukan izin poligami, Namun karena beberapa kendala,
penyusun hanya mampu menemukan 7 putusan.34 sedangkan perinciannya
sebagai berikut:
1. Putusan Nomor : 0097/Pdt.G/2013/PA JS
Perkara ini didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama
Jakarta Selatan pada tanggal 11 Januari 2013, perubahannya pada
tanggal 31 Januari 2013, dan telah diputus pada tanggal 7 Februari
2013 dengan putusan mengabulkan permohonan pemohon yaitu
izin melakukan poligami. adapun perinciannya adalah:
Pemohon : Mz. Muttaqin, AMD bin Umar Hamid, umur 37
tahun, agama Islam, pekerjaan karyawan swasta, tempat tinggal di
jalan keuangan I No. 20B Komp. Keuangan Cilandak Jakarta
Selatan.
34
Termohon : Nurul Badriyah binti kusnan, umur 35 tahun,
agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, tempat tinggal di jalan
keuangan I No. 20B Komp. Keuangan Cilandak Jakarta Selatan.
Calon isteri kedua pemohon : Apridina Kurniawaty, SH.
Karyawan, Islam, Sarjana Hukum, palembang/29 april1976,
tempat tinggal jl. Tebet Barat Dalam IX D/ 18 RT 002/006 kel.
Tebet Barat Kec.Tebet Jakarta Selatan.
Pada tanggal 3 Maret 2002 pemohon dan termohon
melangsungkan pernikahan, pemohon dan termohon telah hidup
sebagaimana layaknya suami dan isteri dan telah lahir seorang
anak perempuan. Sejalan dengan pernikahan pihak isteri sudah 10
tahun tidak melayani suami dalam hal hubungan suami isteri
karena trauma setelah melahirkan. Termohon menyatakan rela dan
tidak keberatan apabila pemohon menikah lagi dengan calon isteri
kedua pemohon tersebut.
2. Putusan Nomor : 0515/Pdt.G/2013/PA JS
Perkara ini didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama
Jakarta Selatan pada tanggal 26 Februari 2013, dengan putusan
mengabulkan permohonan pemohon yaitu izin melakukan
poligami. adapun perinciannya adalah:
Pemohon : Umur 36 tahun, agama Islam, pekerjaan
008 RW 007 no. 88 Kelurahan Jagakarsa Kecamatan Jagakarsa,
JakartaSelatan.
Termohon : Susan Setiawati binti Adi Miharja, umur 37
tahun, agama Islam, pekerjaan Mengurus rumah tangga, tempat
tinggal di jalan sirsak Gg. Mangga RT 008 RW 007 no. 88
Kelurahan Jagakarsa Kecamatan Jagakarsa, JakartaSelatan.
Calon isteri kedua pemohon : Pedih Priyatin binti Sumarjo,
umur 22 tahun, agama islam, pekerjaan karyawati, tempat tinggal
Pengadegan RT 002 RW 012, desa Pengadegan, Kecamatan
Wangon, Kota Banyumas, Jawa Tengah.
Pada tanggal 11 Juni 2000 Pemohon dan Termohon
melangsungkan pernikahan, pemohon dengan termohon hidup
rukun dan telah bergaul sebagaimana layaknya suami isteri dan
telah dikaruniai 5(lima) orang anak perempuan. Pemohon hendak
berpoligami karena beralasan ingin memiliki putra (anak laki-laki)
yang selama ini didambakan oleh pemohon. Termohon
menyatakan rela dan tidak berkeberatan serta ikhlas apabila
pemohon menikah lagi dengan calon isteri kedua pemohon.
3. Putusan Nomor : 1061/Pdt.G/2013/PA JS
Perkara ini didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama
mengabulkan permohonan pemohon yaitu izin melakukan
poligami. adapun perinciannya adalah:
Pemohon : Abu Haerah Bin Alwi, Umur 41 tahun, agama
Islam, pekerjaan Wiraswasta, tempat tinggal di Pejaten Timur
Jalan Angsana I Rt.004 Rw.006 No.27 Kecamatan Pasar Minggu
Jakarta Selatan.
Termohon : Holilah binti Syd Husein Ali, Umur 42 tahun,
agama Islam, pekeerjaan Wiraswasta, tempat tinggal di Pejaten
Timur Jalan Angsana I Rt.004 Rw.006 No.27 Kecamatan Pasar
Minggu Jakarta Selatan.
Calon Isteri Kedua Pemohon : Chairunnisa binti Syd Saleh
Ahmad, Umur 42 tahun, agama Islam, pekerjaan Mahasiswi,
tempat kediaman di jalan kebon nanas utara Rt 011 Rw 004 Desa
Cipinang cempedak Kecamatan Jatinegara.
Pada tanggal 11 Oktober 1997 Pemohon dan Termohon
melangsungkan pernikahan, pemohon dengan termohon hidup
rukun dan telah bergaul sebagaimana layaknya suami isteri dan
telah dikaruniai 1 orang anak perempuan. Pemohon hendak
berpoligami karena beralasan isteri tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai isteri tidak dapat banyak melahirkan
keturunan, oleh karenanya pemohon sangat khawatir akan
melakukan perbuatan yang dilarang oleh norma agama apabila
4. Putusan Nomor : 1114/Pdt.G/2013/PA JS
Perkara ini didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama
Jakarta Selatan pada tanggal 29 April 2013, dengan putusan
mengabulkan permohonan pemohon yaitu izin melakukan
poligami. adapun perinciannya adalah:
Pemohon : Sarijo bin Wongso Karyo, umur 38 Tahun,
agama Islam, pekerjaan Wirswasta, tempat kediaman di Kebagusan
Besar No. 34 RT011 RW006, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta
Selatan.
Termohon : Fitiah binti Untung, umur 31 tahun, agama
Islam pekerjaan Ibu Rumah Tangga, tempat kediaman di
Kebagusan Besar No. 34 RT011 RW006, Kecamatan Pasar
Minggu, Jakarta Selatan.
Calon Isteri Kedua Pemohon : Mesra Elita binti T. Khatio
Kayo, Umur 34 tahun, agama Islam, pekerjaan Wirswasta, tempat
kediaman Jl. Deperdag I RT 003 RW 002 Radio Dalam,
Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pada tanggal 10 Februari 2004 Pemohon dan Termohon
melangsungkan pernikahan, pemohon dengan termohon hidup
rukun dan telah bergaul sebagaimana layaknya suami isteri namun
5. Putusan Nomor : 1164/Pdt.G/2013/PA JS
Perkara ini didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama
Jakarta Selatan pada tanggal 30 April 2013, dengan putusan
mengabulkan permohonan pemohon yaitu izin melakukan
poligami. adapun perinciannya adalah:
Pemohon : Nugroho bin Tohari, Umur 52 tahun, agama
Islam, pekerjaan Karyawan Swasta, beralamat di Gang Mushallah,
RT 012, RW 001, Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan
Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Termohon : Hartati Kamar binti Kamaruzzaman, umur 42
tahun, agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di
Gang Mushallah, RT 012, RW 001, Kelurahan Lenteng Agung,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Calon Istri Kedua Pemohon : Shinta Rahayu, pekerjaan
Swasta, agama Islam, Pendidikan Sarjana, tempat/tanggal lahir
Jayapura/ 31 Mei 1975, alamat Gang Mushallah Rt 012 RW 001
No.06 Kelurahan Lenteng Agung Jagakarsa Jakarta Selatan.
Pada tanggal 24 Agustus 1986 Pemohon dan Termohon
melangsungkan pernikahan, pemohon dengan termohon hidup
rukun dan telah bergaul sebagaimana layaknya suami isteri, telah
melahirkan empat orang anak, namun perjalanan rumah tangga dan
hubungan pemohon dan termohon menurut pemohon tidak atau
jaminan batin/hubungan biologis, sehingga pemohon atas
kesepakatan dan seizin termohon mau menikah lagi atau poligami.
B. Jumlah Permohonan Izin Poligami Pada Tahun 2013 Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Pada Tahun 2013 Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah menerima
3458 perkara masuk dan 5387 telah berhasil diputus. Diantara 3458 perkara
tersebut yang tebanyak adalah perkara cerai gugat dengan jumlah 2144,
sedangkan perkara permohonan izin poligami sejumlah 10 perkara. Dari 10
perkara tersebut 6 di antaranya sudah diputus. Namun karena beberapa
kendala, penyusun hanya mampu menemukan 7 putusan dengan perincian
sebagai berikut35 :
Tabel 1
No NOMOR PERKARA ALASAN KETERANGAN
1 0097/Pdt.G/2013/PA JS Termohon tidak bisa lagi
melayani pemohon
dalam hal hubungan
suami isteri/biologis
pasca melahirkan 10
tahun lalu.
Dikabulkan
35
2 0515/Pdt.G/2013/PA JS Pemohon ingin punya
anak laki-laki sedangkan
termohon sudah disteril
sehingga tidk mungkin
dapat melahirkan anak
laki-laki sedangkan
pemohon masih
menginginkanya.
Dikabulkan
3 1061/Pdt.G/2013/PA JS Selama 14 tahun
pernikahan pemohon
dengan termohon hanya
mempunyai satu orang
anak/keturunan,
meskipun pemohon dan
termohon telah berusaha
berobat namun belum
juga berhasil dan
maksud pemohon
berpoligami adalah
untuk menambah
keturunan.
Dikabulkan
4 1114/Pdt.G/2013/PA JS Termohon sampai saat
ini belum mampu
memberikan keturunan
untuk pemohon padahal
pemohon dan termohon
telah menikah selama
lebih kurang 9 tahun
lamanya.
5 1164/Pdt.G/2013/PA JS Pemohon merasa tidak
dapat terlayani secara
sempurna dari termohon
terutama dalam hal
pelayan nafkah batin
atau pelayanan
kebutuhan biologis.
Dikabulkan
6 3011/Pdt.G/2013/PA JS Termohon sudah tidak
mampu lagi memberikan
nafkah batin kepada
pemohon.
Dikabulkan
7 0526/Pdt.G/2013/PA JS Pemohon dinyatakan
terdapat cacat formal
dan tidak memenuhi
syarat formil sebuah
permohonan oleh
karenanya permohonan
tersebut tidak dapat
diterima.
SUMBER :PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN36
Dari perkara permohonan izin poligami yang masuk di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan, alasan yang diajukan suami bervariatif. Diantara
alasannya adalah ingin memiliki anak lebih dari satu atau dengan alasan takut
terjerumus di lembah perzinaan. Hal ini menunjukan adanya kecenderungan
kemerosotan moral yang terjadi di masyarakat yaitu dengan beralasan takut
melakukan hubungan seksual yang diharamkan (zina), apabila tidak
melakukan poligami.
36
Tabel 2
Laporan Tahunan Tahun 2013 Tentang Perkara Yang Diterima
SUMBER :PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN37
37
Tabel 3
Laporan Tahunan Tahun 2013 Tentang Perkara Yang Diputus
SUMBER :PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN38
38
Tabel 4
Data Perkara Izin Poligami Tahun 2013
No Bulan Diterima Diputus
1. Januari 1 -
2. Februari 3 1
3. Maret 1 -
4. April 2 1
5. Mei 2 2
6. Juni - 1
7. Juli - 1
8. Agustus - -
9. September - -
10. Oktober - -
11. November - -
12. Desember 1 -
Jumlah 10 6
SUMBER :PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN39
C. Motif Penyebab Terjadinya Pemohon Melakukan Izin Poligami
Dari beberapa putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan tahun 2013
yang telah dijabarkan penyusun, motif-motif suami mengajukan izin poligami
di Pengadilan Agama Jakarta Selatan tahun 2013 adalah :
39
1. Isteri tidak bisa lagi melayani suami dalam hal hubungan suami
isteri/biologis pasca melahirkan 10 tahun lalu.
Alasan permohonan izin suami untuk berpoligami bahwa
isteri tidak bisa lagi melayani pemohon dalam hal hubungan suami
isteri/biologis pasca melahirkan 10 tahun lalu, tidak melayani
suami dalam hal hubungan suami isteri karena trauma setelah
melahirkan. Sementara suami masih muda dan memerlukan
kebutuhan itu, lagi pula suami telah menjalin hubungan dengan
calon isteri pemohon dan takut terjerumus keperbuatan zina.
majelis hakim berpendapat bahwa permohonan pemohon
telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud oleh pasal 5
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan jo. Pasal
41 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo. Pasal 57
Kompilasi Hukum Islam ; a). Isteri tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai isteri, b). Isteri mendapat cacat badan atau
penyakit yang tidak dapat disembuhkan, c). Isteri tidak dapat
melahirkan keturunan.40
Dalam kasus ini isteri sudah bisa melahirkan anak, hanya
saja setelah melahirkan, isteri tidak melayani suami dalam hal
hubungan suami isteri karena trauma setelah melahirkan 10 tahun
lalu. Dengan demikian apabila poligami sudah menjadi keinginan
semua pihak, hal ini bisa dikabulkan.
40