• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN KB OLEH BIDAN DENGAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG (MKJP) PADA AKSEPTOR KB BARU DI KABUPATEN BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN KB OLEH BIDAN DENGAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG (MKJP) PADA AKSEPTOR KB BARU DI KABUPATEN BOGOR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN KB OLEH BIDAN DENGAN

PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG (MKJP) PADA

AKSEPTOR KB BARU DI KABUPATEN BOGOR

Sinta Nuryati

Poltekkes Kemenkes Bandung

Alamat Korespondensi: sintanuryati21@gmail.com/087770708060

ABSTRAK

Penggunaan Non MKJP pada umumnya memiliki tingkat keberlangsungan (countinuation rate) yang rendah dibandingkan dengan MKJP. Tingginya fenomena pemakaian Non Metode Kontrasepsi jangka Panjang (MKJP) di Indonesia baik pada akseptor KB aktif dan akseptor KB baru dikhawatirkan akan mengakibatkan angka putus pakai yang tinggi. Bila angka angka putus pakai tinggi maka dikhawatirkan lebih banyak terjadi drop out. Hal tersebut akan berkontribusi pada permasalahan yang terjadi di Indonesia saat ini yaitu: tingginya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP), angka Total Fertility Rate (TFR) dan Angka Kematian Ibu. Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan kualitas pelayanan KB oleh bidan dengan pemilihan MKJP. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan potong lintang (Cross sectional). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor pada periode bulan Febuari sampai Maret 2015, Populasi target adalah seluruh akseptor KB baru di wilayah Kabupaten Bogor dengan jumlah sampel sebanyak 170 orang. Pemilihan sampel dengan tekhnik multistage random sampling dilanjutkan dengan pemilihan responden secara acak. Variabel independen dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan KB oleh bidan yang meliputi pengkajian kebutuhan, pilihan metode, pemberian informasi, hubungan interpersonal dan asuhan berkelanjutan, dengan variabel dependen Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Uji statistik dilakukan dengan chi kuadrat dan regresi logistic ganda. Dari hasil penelitian diketahui terdapat hubungan kualitas pelayanan KB oleh bidan dengan pemilihan MKJP dengan nilai p=>0.05. Pemberian informasi dalam kualitas pelayanan KB merupakan indikator yang paling dominan berhubungan dengan pemilihan MKJP. Kesimpulan Pemberian pelayanan KB pada peserta KB baru yang mencakup pemberian informasi, pemilihan metode dan asuhan berkelanjutan sudah dilakukan dengan baik oleh bidan pada peserta KB. Sebaliknya pemberian informasi, pemilihan metode dan asuhan berkelanjutan pada peserta KB baru Non MKJP belum dilakukan dengan baik oleh bidan

Kata kunci: Kualitas Pelayanan KB, Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

PENDAHULUAN

Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) dan Angka Kelahiran Total atau Total Fertility Rate(TFR) yang tinggi. Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 237,6 juta jiwa. Angka tersebut menempatkan Indonesia di urutan keempat jumlah penduduk terbesar didunia. Saat ini LPP Indonesia adalah sebesar 1,49 persen, sedangkan TFR sebesar 2.6 per Wanita Usia Subur. Apabila laju pertumbuhan penduduk ini tidak dikendalikan, dapat terjadi ledakan penduduk (baby boom).(BPS, 2010, BKKBN, 2012)

Selain masalah LPP dan TFR yang tinggi, Indonesia juga masih menghadapi masalah Angka Kematian Ibu (AKI). Berdasarkan SDKI 2012 Angka Kematian Ibu justru meningkat

yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup bila dibandingkan dengan SDKI 2007 yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. (BKKBN, 2012) Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk serta percepatan penurunan Angka Kematian Ibu adalah dengan penguatan pelayanan program Keluarga Berencana (KB) melalui penggunaan kontrasepsi. United Nation Family Planning Association (UNFPA), menyatakan bahwa satu (1) dari tiga(3) kematian yang berhubungan dengan kehamilan atau melahirkan bisa dihindari jika semua wanita memiliki akses terhadap layanan kontrasepsi. (BKKBN, 2013, Ahmed, 2012)

(2)

maka program KB di Indonesia lebih diarahkan kepada pemakaian MKJP. Penggunaan MKJP sangat tepat diterapkan pada kondisi Indonesia yang sedang mengalami masalah pertumbuhan penduduk. (Nasution, 2011, WHO, 2008)

Saat ini pola penggunaan kontrasepsi peserta KB aktif di Indonesia didominasi oleh pengguna Non MKJP. Kecenderungan pola pemakaian Non MKJP juga terjadi pada peserta KB baru. Peserta KB baru yang menggunakan Non MKJP yaitu sebesar 82,48 persen dan yang menggunakan MKJP hanya sebesar 17,52 persen. (BKKBN, 2012)

Tingkat keberlangsungan (countinuation rate)yang rendah dari Non MKJP bisa dilihat dari data tingkat putus pakai atau drop out.

Pada tahun 2012, tingkat putus pakai atau

drop out Non MKJP cukup tinggi yaitu 40,7 persen pada pengguna pil dan 24,7 persen pada pengguna suntik. Berbeda dengan MKJP, tingkat putus pakai atau drop out nya lebih rendah, yaitu sebesar 7,9 persen pada pengguna implant dan 5,7 persen pengguna IUD. Tingginya tingkat putus pakai Non MKJP mempunyai kontribusi pada tingginya LPP dan TFR serta akhirnya berdampak pada masih tingginya Angka Kematian Ibu di Indonesia. (BKKBN, 2012)

Rendahnya pemakaian MKJP di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya faktor individu (karakteristik sosiodemografi), faktor lingkungan (keluarga, masyarakat, petugas) dan faktor program yang berkaitan dengan kualitas pelayanan. (Asih, 2009, Crell LC, 2012)

Menurut Hong Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa kualitas pelayanan dan konseling yang tepat bisa meningkatkan penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan KB diantaranya adalah: pengkajian kebutuhan, pilihan metode, pemberian informasi, hubungan interpersonal dan asuhan berkelanjutan.(Hong, 2006)

Pada tahun 2012, penggunaan Non MKJP di Jawa Barat ternyata lebih dari 80 persen, demikian juga dengan Kabupaten Bogor yang memiliki peserta KB aktif terbanyak di Propinsi Jawa Barat (692.16 peserta), pola penggunaan kontrasepsinya justru didominasi oleh pengguna Non MKJP yaitu sebesar 87,7 persen dan hanya 12,3 persen saja yang menggunakan MKJP. Angka penggunaan MKJP Kabupaten Bogor menempati posisi terendah di Propinsi Jawa Barat.Sebagian besar peserta KB baru, sebanyak 92.7 persen memilih menggunakan Non MKJP, hanya 7.3 persen yang menggunakan MKJP. Jumlah

pengguna MKJP pada peserta KB baru ini yang menempatkan Kabupaten Bogor sebagai urutan kedua terendah setelah Kabupaten Indramayu.(Dinkes Kab Bogorr, 2013, Dinkes Jabar, 2013)

Dengan melihat pola kecenderungan tingginya penggunaan Non MKJP dan rendahnya penggunaan MKJP pada peserta KB baru di Kabupaten Bogor, maka perlu dilakukan analisis sejauh mana kualitas pelayanan KB yang dilakukan oleh bidan terhadap peserta KB baru di Kabupaten Bogor.

BAHAN DAN METODE Lokasi, Populasi dan Sampel

Penelitian ini merupakan studi analitik yang menjelaskan pola kausalitas atau fungsi sebab akibat dari variabel terhadap variabel lain. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan potong lintang (Cross sectional).

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor pada periode bulan Februari- Maret 2015, Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh akseptor KB baru. Kemudian yang menjadi populasi target dalam penelitian ini dalam penelitian ini adalah seluruh akseptor KB baru di wilayah Kabupaten Bogor.

Berdasarkan rumus diperoleh sampel sebesar 166 orang dan dibulatkan menjadi 170 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan tekhnik Multistagerandom sampling di 3 wilayah pembangunan Kabupaten Bogor. Selanjutnya memilih Puskesmas yang memenuhi kriteria puskesmas dengan fasilitas pelayanan KB lengkap dan memiliki jumlah akseptor KB Baru terbanyak. Berikutnya membagi jumlah sampel secara proposional di puskesmas terpilih. Sampel dipilih secara acak dengan kriteria inklusi: wanita yang berstatus menikah, peserta KB Baru dan membaca dan mengerti bahasa Indonesia serta kriteria eksklusi:pegawai puskesmas

Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara kepada subjek yang memenuhi kriteria penelitian sesuai dengan pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner.Peneliti mengisi jawaban responden sesuai dengan jawaban responden dan mengisinya pada kuesioner sesuai dengan pilihan yang ada dalam jawaban kuesioner.

Pengolahan data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan tahap sebagai berikut:

1) Mengumpulkan dan mengkode data

(3)

Langkah ini dilakukan untuk pengecekan kelengkapan data, kesinambungan data, dan keseragaman data. Kuesioner yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapannya. Selanjutnya peneliti melakukan pengkodean data.

2) Masukan data (data entry)

Data yang telah terkumpul, selanjutnya dimasukan kedalam tabel sesuai dengan pilihan-pilihan responden berdasarkan skor atau kode yang telah ditentukan. 3) Tabulasi data

Tabulasi data dilakukan dengan mengelompokan data sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti. Hal ini dilakukan untuk mengetahui skor setiap dimensi sehingga memudahkan dalam melakukan analisis.

Analisis Data

1) Analisis univariabel

Analisis univariabel dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Ukuran statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah distribusi frekuensi dan presentase masing-masing variabel yang diteliti.

2) Analisis bivariabel

Analisis bivariabel dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara setiap variabel terikat dan variabel bebas. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji chi kuadrat dengan nilai p<0.05 3) Analisis multivariabel

Analisis Multivariabel dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor yang paling dominan pada setiap hubungan variabel

terikat dan variabel bebas. Analisis dilakukan dengan dengan regresi logistik ganda

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik

Metode

Jumlah (n=170) Nilai p* Non

MKJP (n=101)

MKJP (n=69) Usia (tahun)

< 30 53 25 78

0,090

31-45 47 42 89

>46 1 2 3

Pendidikan Tidak

Sekolah 1 0 1

0,145

Dasar (SD) 66 38 104

Menengah

(SMP, SMA) 26 30 59

Tinggi 5 1 6

Status Bekerja

Bekerja 13 17 30

0,736 Tidak

Bekerja 84 56 140

Jumlah anak

1-2 70 41 111 0,184

>3 31 28 59

Dari tabel 1 diketahui karakteristik pada kedua kelompok akseptor KB berdasarkan usia, pendidikan dan status bekerja tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p>0,05). Dengan homogenitas karakteristik ini maka data karakteristik tidak akan dijadikan variabel perancu untuk analisis lebih lanjut.

Tabel 2 Perbandingan Skor Kualitas Pelayanan KB Pada Kedua Kelompok

Variabel Non MKJP Metode Nilai p**

(N=101) (N=69) MKJP

1. Skor Pengkajian (0-4) 3* (2-5) 4 <0,001

2. Skor Pemberian

informasi (0-7) 1 (2-8) 6 <0,001

3. Skor Pemilihan

Metode (1-5) 3 (3-0) 6 <0,001

4. Skor Hubungan

Interpersonal (2-7) 5 (4-8) 7 <0,001

5. Skor Asuhan

Berkelanjutan (0-5) 2 (1-5) 5 <0,001

6. Skor Kualitas

Pelayanan (6-22) 14 (21-30) 26 <0,001

Ket: *) Nilai Median dan rentang **) Berdasarkan Uji Mann-Whitney

(4)

Tabel 3 Hubungan Antara Kualitas Pelayanan KB oleh Bidan dengan Pemilihan Metode MKJP Subvariabel Kualitas

Pelayanan

Metode

Nilai p RP (IK 95%) Non MKJP

(n=101) MKJP (n=69) 1. Skor Pengkajian

<0,001 44,86 (16,76-120,08)

≤ Median (≤ 3) 95 18

> Median (>3) 6 51

2. Skor Pemberian informasi

<0,001 259,04 (33,95-1976,29)

≤ Median (≤ 3) 80 1

> Median (>3) 21 68

3. Skor Pemilihan Metode

<0,001 336(43,60-2589,14)

≤ Median (≤ 3) 84 1

> Median (>3) 17 68

4. Skor Hubungan

Interpersonal <0,001 29,68(11,34-77,71)

≤ Median (≤ 6) 95 24

> Median (>6) 6 45

5. Skor Asuhan Berkelanjutan

<0,001 68,14 (25,58-181,48)

≤ Median (≤ 3) 92 9

> Median (>3) 9 60

Skor Kualitas Pelayanan

<0,001 35,5 (9,05-139,18)

≤ Median (≤ 20) 99 0

> Median (>20) 2 69

Dari tabel 2x2 Diatas terdapat hubungan yang sangat erat antara kualitas pelayanan KB oleh bidan dengan pemilihan alat kontrasepsi dengan rasio prevalen yang paling tinggi adalah skor pemilihan metode dengan rasio prevalen yang paling tinggi sebesar 336 dan rasio prevalen yang paling rendah adalah skor hubungan interpersonal yaitu sebesar 29,68

Tabel 4 Hasil Analisis Multivariabel Hubungan Berbagai Variabel dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

Variabel Koef B SE (B) Nilai P Pemberian

Informasi 33,88 2846,66 0,000 Asuhan

Berkelanjutan 32,65 2891,43 0,002 Pemilihan

Metode 50,70 3495,43 0,000 Konstanta -250,389 16738,205 Keterangan: Akurasi Model=99.4%

Dari tabel 4 didapatkan tiga subvariabel kualitas pelayanan yaitu:pemberian informasi, asuhan berkelanjutan, pemilihan metode yang bermakna secara multivariabel.

PEMBAHASAN

1) Karakteristik

Dalam penelitian ini faktor karakteristik seperti usia, pendidikan, status bekerja,

jumlah anak yang dimiliki dan tujuan menggunakan alat kontrasepsi tidak mempengaruhi calon peserta KB dalam memilih kontrasepsi. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nasution, bahwa karakteristik demografi seperti usia, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak, dan tujuan menggunakan alat kontrasepsi dapat mempengaruhi seorang wanita untuk memilih suatu alat kontrasepsi. (Nasution, 2011)

(5)

yang tidak memungkinkan untuk menggunakan Non MKJP.

Didapatkan temuan tingginya penggunaan Non MKJP pada kelompok responden usia 31-45 tahun (47,5 persen), pada kelompok responden yang memiliki anak lebih dari tiga (30,7 persen), pada kelompok responden yang tidak ingin memiliki anak lagi (46,5 persen) dan menjarangkan kehamilan lebih dari 2 tahun (50,5 persen). Hasil penelitian ini sejalan dengan mini survei yang dilakukan oleh BKKBN pada peserta KB aktif dan hasil studi tentang kualitas pelayanan KB, mengungkap bahwa cukup banyak peserta KB yang menggunakan cara KB dengan tidak rasional (tidak sesuai usia ibu dan jumlah anak). (Asih, 2009)

Dari hasil observasi beberapa responden pengguna Non MKJP tidak mau menggunakan MKJP beralasan takut, tidak diijinkan suami, malu apabila harus dipasang IUD, dan bidan tidak pernah menawarkan atau menjelaskan mengenai implant, IUD atau MOW dan MOP. Alasan tersebut yang mungkin menjadi faktor yang menyebabkan akseptor KB tidak memilih MKJP.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sumini (2009) bahwa 78 persen alat kontrasepsi yang dipakai oleh seorang wanita didasarkan persetujuan suami atau pasangannya. Demikian juga dari hasil analisis lanjut SDKI 2007 tentang faktor yang memengaruhi pemakaian kontrasepsi jangka panjang (MKJP) oleh Asih (2009), bahwa peranan pasangan memengaruhi seseorang dalam memilih alat kontrasepsi. Dalam budaya masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa suami adalah pengambil keputusan utama dalam keluarga, sehingga anggota keluarga cenderung untuk mengikuti keputusan yang telah ditetapkan oleh suami. Dengan demikian dalam memberikan pelayanan KB perlu melibatkan partisipasi pria, sehingga pria dapat mendorong pasangannya untuk memakai alat kontrasepsi yang rasional, effektif, efisien dan sesuai dengan perencanaan keluarga 2) Hubungan Antara Kualitas Pelayanan KB

oleh Bidan Dengan Pemilihan MKJP Pada Peserta KB Baru

Pada penelitian ini sebagian besar kelompok responden MKJP mendapat kualitas pelayanan yang baik, berbeda dengan kelompok responden Non MKJP sebagian besar ( 98 persen) mendapatkan pelayanan KB yang kurang baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

akseptor KB Non MKJP tidak mendapatkan pelayanan KB yang berkualitas. Akseptor KB tidak mendapatkan informasi yang lengkap mengenai kontrasepsi dan pilihan-pilihan kontrasepsi yang tepat dan rasional sesuai dengan kebutuhannya.

Hal tersebut didukung dari hasil observasi lapangan, beberapa respoden pengguna Non MKJP menyatakan bahwa pada saat pertama kali mereka datang ke bidan untuk ber KB, bidan tidak menjelaskan atau menawarkan pilihan kontrasepsi. bidan hanya mengukur tekanan darah dan berat badan kemudian memberikan suntikan KB atau sesuai dengan permintaan pasien. Dengan demikian calon akseptor KB tidak memilih MKJP dikarenakan tidak diberikan informasi yang lengkap mengenai berbagai macam alat kontrasepsi oleh bidan

Berikut pembahasan sub variabel kualitas pelayanan:

a. Pengkajian kebutuhan klien

Pengkajian kebutuhan KB harus dilakukan oleh bidan pada calon akseptor KB baru. Menurut ramaRao (2003), pengkajian kebutuhan klien penting dalam memberikan pilihan metode kontrasepsi. Menurut Kim petugas harus memahami kebutuhan kontrasepsi klien, sehingga pilihan kontrasepsi yang diberikan dan kontrasepsi yang dipilih klien sesuai dengan kebutuhan klien. Menurut Bruce (1990), dalam menawarkan pilihan metode kepada klien harus sesuai dengan kebutuhan klien, berdasarkan usia, status laktasi, status kesehatan, dan tujuan kontrasepsi meliputi menjarangkan kehamilan atau membatasi kehamilan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengkajian kebutuhan kontrasepsi akseptor penting dilakukan oleh bidan. Dengan melakukan pengkajian diharapkan bidan dapat menyimpulkan pilihan kontrasepsi yang terbaik untuk calon akseptor KB sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.penggunaan alat kontrasepsi yang tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan calon akseptor dikhawatirkan akan menimbulkan tingkat keberlangsungan yang rendah dan tingkat putus pakai atau drop out yang tinggi. b. Pemberian Informasi

(6)

yang baik akan dapat memilih metode kontrasepsi yang tepat dan rasional. Klien mungkin mengharapkan informasi tentang prosedur, risiko, dan efek samping dari suatu metode kontrasepsi.

Dalam sebuah penelitian di Afrika ditemukan 80 persen peserta KB baru hanya mendapatkan informasi cara pemakaian suatu metode kontrasepsi akan tetapi mereka tidak diberitahu mengenai kemungkinan efek samping dari suatu metode terutama metode yang digunakan dan bagaimana mengelola efek samping, termasuk kemungkinan jika ingin beralih metode . Hal tersebut selain disebabkan oleh keterampilan petugas juga disebabkan oleh kegagalan menyampaikan informasi karena sebagian fasilitas pelayanan tidak memiliki alat bantu konseling, padahal alat bantu seperti brosur, pamflet dapat membantu petugas dalam mengkomunikasikan suatu informasi. (RamaRao, 2003)

Pemberian informasi merupakan indikator penting dalam memberikan pelayanan KB yang berkualitas. Hasil penelitian di Iran yang menyatakan bahwa pemberian informasi dan konseling merupakan indikator kualitas pelayanan KB yang penting.48Menurut Saifudin, apabila

peserta KB telah diberikan informasi mengenai gangguan efek samping, komplikasi bahkan kegagalan dari alat kontrasepsi yang dipakainya dan klien akan

segera mendatangi petugas

kesehatan.(Saifudin,2003)

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian informasi merupakan indikator yang penting dalam kualitas pelayanan KB. Calon akseptor KB yang diberikan informasi tentang KB secara lengkap dimungkinkan akan dapat memilih metode kontrasepsi yang tepat, efektif, efisien, dan rasional termasuk meningkatkan penggunaan MKJP. Indikator pemberian informasi juga penting untuk dapat mengurangi kekhawatiran-kekhawatiran klien yang mengalami efek samping.

c. Pemilihan metode kontrasepsi

Kualitas pelayanan KB tidak hanya menyangkut kedekatan dan jarak tempuh ke tempat layanan semata, tetapi juga menyangkut ekonomi, psikologi, kesadaran dan persepsi klien terhadap metode kontrasepsi yang dibutuhkannya. Klien membutuhkan penjelasan yang cukup dan tepat untuk mentukan pilihan.Menurut saifudin dalam memilih kontrasepsi klien harus didasari pengetahuan yang cukup

setelah mendapat informasi yang lengkap dari petugas. proses untuk memahami kontrasepsi yang akan dipakainya.(Bruce, 1990, Saifudin, 2003)

Salah satu cara pemenuhan kualitas pelayanan KB adalah dengan pemberian pilihan metode yang lengkap dan jelas tentang jenis alat kontrasepsi yang rasional, aman dan efektif bagi klien sehingga dapat memberikan keleluasaan klien dalam memutuskan untuk memilih kontrasepsi (informed choice). Apabila bidan memberikan gambaran keuntungan dan kerugian dari suatu metode kontrasepsi, maka bidan dapat membantu klien membuat pilihan metode kontrasepsi yang sesuai berdasarkan informasi yang diberikan. (BKKBN,2011, Saifudin, 2003) Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemilihan metode sangat penting dilakukan oleh bidan dalam memberikan pelayan KB. Dengan pemberian pilihan metode diharapkan bidan dapat memberikan pilihan alternatif alat kontrasepsi, mempertimbangkan kebutuhan dan pilihan klien dalam memberikan jenis kontrasepi dan memberikan jenis alat kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan individu maupun pasangan.

d. Hubungan Interpersonal

Membina hubungan interpersonal penting dilakukan oleh bidan. Apabila bidan membina hubungan interpersonal diharapkan klien mungkin lebih cenderung untuk melanjutkan memilih suatu metode kontrasepsi jika dia merasa nyaman saat berinteraksi dengan petugas. Interaksi Bidan dengan klien ditunjukan oleh bidan dengan meningkatkan komunikasi atau membuat klien merasa nyaman. (MAQ, 2001)

Hubungan klien dan bidan tercermin dalam hubungan yang efektif antar bidan dan klien atau calon klien.Interaksi klien dan bidan digambarkan bagaimana bidan menunjukkan rasa hormat, sopan, santun, ramah, menjaga privasi dan empati. Menurut saifudin (2003), sikap petugas dalam berinteraksi dengan klien yaitu dengan bersikap sabar, menghargai klien, dan mendorong klien untuk percaya diri sehingga klien mau berbicara terbuka, petugas juga harus dapat meyakinkan klien bahwa petugas akan menjaga rahasia klien.

(7)

memberikan pelayanan KB. Tujuan membina hubungan interpersonal adalah untuk menjalin kedekatan antara klien dengan bidan dan memberikan kenyamanan serta kepuasan terhadap pelayanan bidan. Dengan membina hunbungan interpersonal diharapkan dapat membuat calon akseptor KB untuk lebih percaya diri dan berbicara terbuka mengenai kebutuhan alat kontrasepsinya sehingga dapat membantu memberikan informasi dan pilihan metode yang tepat untuk calon akseptor KB.

e. Asuhan berkelanjutan

Dalam asuhan berkelanjutan bidan harus mendiskusikan dengan klien mengenai harus kunjungan ulang.Indikator ini sangat penting karena untuk mengevaluasi tanda- tanda komplikasi atau klien mungkin perlu kembali ke klinik untuk mengganti kontrasepsi baru. Dalam asuhan berkelanjutan ini klien juga harus diberitahu tentang efek samping yang berbahaya bagi kesehatan mereka sehingga mereka akan

tahu kapan untuk mencari

bantuan.(RamaRao,2003)

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa asuhan berkelanjutan penting dilakukan oleh bidan dalam memberikan pelayanan KB. Asuhan berkelanjutan ini bertujuan agar calon akseptor KB yakin dengan pilihannya, apabila calon akseptor KB merasakan ketidaknyamanan atau efeksamping bahkan komplikasi, klien bisa segera datang ke bidan dan bisa segera berganti metode. Asuhan berkelanjutan ini memungkinkan untuk menghilangkan kekhawatiran-kekhawatiran terhadap efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi bila memilih suatu metode kontrasepsi.

3) Indikator Kualitas Pelayanan KB yang Paling Dominan Berhubungan dengan Pemilihan MKJP Pada Peserta KB Baru Variabel yang bersama sama memengaruhi pemilihan MKJP pada peserta KB baru, yaitu pemberian informasi, pemilihan metode dan asuhan berkelanjutan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian informasi, pemilihan metode dan asuhan berkelanjutan merupakan indikator yang sangat penting dilakukan oleh bidan dalam memberikan pelayanan KB yang berkualitas.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Crell LC (2002), bahwa cara untuk meningkatkan kualitas pelayanan KB adalah dengan pemberian informasi yang lengkap dan jelas tentang jenis alat

kontrasepsi yang rasional, aman dan efektif bagi klien, dan memberikan pilihan-pilihan metode kontrasepsi yang tepat untuk klien, sehingga dapat memberikan keleluasaan klien dalam memutuskan untuk memilih kontrasepsi yang tepat, efektif, terjangkau, aman dan cocok.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian informasi, pemilihan metode dan asuhan berkelanjutan penting dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan KB. Seorang bidan tidak hanya harus kompeten dalam memberikan atau memasang alat kontrasepsi, akan tetapi seorang bidan harus mampu memberikan konseling, informasi lengkap mengenai alat kontasepsi, memberikan pilihan yang terbaik untuk calon akseptor. Bila hal tersebut dilakukan diharapkan calon akseptor dapat memilih kontrasepsi yang tepat sesuai usi, jumlah anak dan tujuan menggunakan alat kontrasepsi, serta dapat meningkatkan penggunaan kontrasepsi yang rasinal, efektif dan efisien diantaranya yaitu MKJP.

KESIMPULAN

1. Terdapat hubungan kualitas pelayanan KB oleh bidan dengan pemilihan MKJP. 2. Pemberian informasi dalam kualitas

pelayanan KB merupakan indikator yang paling dominan berhubungan dengan pemilihan MKJP.

3. Pemberian pelayanan KB pada peserta KB baru yang mencakup pemberian informasi, pemilihan metode dan asuhan berkelanjutan sudah dilakukan dengan baik oleh bidan pada peserta KB baru MKJP. Sebaliknya pemberian informasi, pemilihan metode dan asuhan berkelanjutan pada peserta KB baru Non MKJP belum dilakukan dengan baik oleh bidan.

4. Pola kecenderungan penggunaan Non MKJP didominasi oleh kelompok berpendidikan rendah dan tidak bekerja. 5. Masih tingginya penggunaan kontrasepsi

yang tidak sesuai usia, jumlah anak dan tujuan menggunakan alat kontrasepsi. 6. Masih tingginya penggunaan Non MKJP

menunjukkan masih rendahnya kualitas pelayanan KB oleh bidan, terutama dalam pemberian informasi pada calon peserta KB

SARAN

Penelitian selanjutnya

(8)

kualitas pelayanan KB dilakukan secara observasi langsung terhadap bidan, sehingga dapat dinilai kualitas pelayanan KB yang dilakukan oleh bidan sehingga lebih akurat.

2) Melakukan penelitian kualitatif agar dapat diketahui permasalahan yang lebih dalam mengenai kualitas pelayanan KB yang dilakukan oleh bidan, serta alasan lain yang mengakibatkan terjadinya fenomena tingginya penggunaan Non MKJP dan menurunnya penggunaan MKJP.

Bidan

1) Bagi Bidan agar meningkatkan kualitas pelayanan KB pada calon akseptor KB dengan memberikan informasi yang lengkap tentang berbagai alat kontrasepsi, memberikan pilihan-pilihan metode kontrasepsi yang tepat sesuai

dengan kebutuhan ibu dan memberikan asuhan berkelanjutan untuk memfasilitasi klien apabila mendapat efek samping atau komplikasi.

2) Bidan memfasilitasi ibu berdiskusi atau bertukar pengalaman dengan akseptor lain yang telah menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP).

Dinas Kesehatan

1) Meningkatkan monitoring dilapangan dalam pelaksanaan pemberian pelayanan KB

2) Memberikan pelatihan kepada bidan tidak hanya tekhnis pemasangan alat kontrasepsi saja, tetapi keterampilan

memberikan konseling guna

meningkatkan kompetensi bidan dalam memberikan pelayanan KB yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S, Li Q. Liu L, Tsui. A. 2012. Maternal deaths averted by contraceptive use: An analysis of 172 countries: Lancet

Asih L, Oesman H. 2009. Analisis Lanjut SDKI 2007: Faktor yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Jakarta: BKKBN

Badan Pusat Statistik.2010. Data kependudukan Indonesia tahun 2010. Jakarta

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasonal. 2011 Pemantauan pasangan usia subur melalui mini survey. Jakarta: BKKBN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasonal. 2012. Pedomanan pelaksanaan pembinaan peserta KB aktif. Jakarta: BKKBN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasonal. 2012. Survei demografi dan kependudukan Indonesia. Jakarta: BKKBN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasonal. 2013. Rencana aksi nasional pelayanan keluarga berencana tahun 2014-2015. Jakarta: BKKBN;

Bertand, June. 1980. Audience ReasearcheFor Improving Family Planing Communication Program. Chicago: The Commuity and Family Study Center

Becker D, Koenig MA, Kim YM, Cardona K, Sanenstein FL. 2007. The quality of family planning service in the United States; Finding from a literature review. Vol 39.No 4. Perspectives on Sexual and Reproductive Health. hlm. 206-15.

Bruce J. 1990. Fundamental elements of the quality of care: a simpel Frame work. Stud Fam Plann. hlm. 61-91.

Creel LC, Sass JV, Yinger NV.2012. Client-centered quality: clients’ perspectives and barriers to receiving care. Pop Council and PRB

Creel LC, Sass JV, Yinger NV. 2002. Overview of quality of care in reproductive health, Definitions and measurements of quality. Pop Council and PRB.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Bogor 2012. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.

(9)

Direktorat Pelaporan dan Statistik BKKBN. 2012. Laporan umpan balik, hasil pelaksanaan sub sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi. Jakarta: BKKBN

From COPE Handbook. 2013. A Process for Improving Quality in Health Services: 2003. EngenderHealth

Hong R, Montana L, Mishra V. 2006. Family planning services quality as a determinant of use of IUD in Egypt. BMC

Jain AK. 1989. Fertility Reduction and the quality of family planning services. Stud Fam Plann.

Measure Evaluation Project and the Monitoring and Evaluation Subcommittee of the Maximizing Acces and Quality (MAQ) Initiative.2001. Quick Investigation of Quality (QIQ): A User’s Guide for Monitoring Quality of Care in Family Planning. Carolina Population Center

Nasution SL. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan MKJP di Enam Wilayah Di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan KB: BKKBN

Neukom JCJ, Mkandawire J, Mbewe RK, Hubacher D.2011. Dedicated providers of long-acting reversible contraception: new approach in Zambia. Contraception

RamaRao S, Manoham R. 2003. The quality of family planning program, concepts, measurements, interventions, and effect. Vol 34. No 4. Stud fam plann ;2003. hlm. 227-48.

RamaRao S, Costello M. 2003. The link between quality of care and contraceptive use. Int Fam Plann Perspect. hlm. 76–83.

Saifudin AB. 2003. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Sumini.2009. Konstribusi Pemakaian Alat Kontrasepsi Terhadap Fertilitas. Jakarta: BKKBN

Gambar

Tabel 1.  Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 4 Hasil Analisis Multivariabel Hubungan Berbagai Variabel dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

Referensi

Dokumen terkait

Latar belakang penelitian ini adalah bahwa dalam pendidikan secara operasional menjadi kewajiban umat Islam untuk selalu menjaga dan memelihara Al- Qur’an, salah satunya

Tujuan dari LTA adalah memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif pada ibu hamil, bersalin, nifas, BBL, neonatus dan KB dengan menggunakan pendekatan

Bahan hukum sekunder, adalah bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer, misalnya rancangan perundang-undang, hasil karya ilmiah para sarjana,

Penerapan Kompetensi Dasar Regulasi Penggunaan Bahan Tambahan Makanan (Food Additive) Pada Pengolahan Pangan Di SMK Negeri

Leverage diukur dengan debt to equity ratio, profitabilitas diukur dengan return on asset , ukuran perusahaan diukur dengan Size (Ln Total Aktiva) dan ketepatan

Subjek dalam penelitian ini adalah 87 siswa dari kelas X dan XI IPS sedangkan objeknya adalah faktor personal dan faktor institusional terhadap minat baca siswa

Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan

Berdasarkan uraian ringkas dalam latar belakang ini, maka rumusan masalah sebagai berikut : Apakah Ada Efek Konseling Gizi Terhadap Tingkat Kecukupan Zat Gizi dan