• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Keluhan Muskuloskletal pada Pekerja Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Keluhan Muskuloskletal pada Pekerja Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA PEMBUAT TAS DI JALAN BAJAK V KECAMATAN

MEDAN AMPLAS TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh :

HOTMIAN A.M. SITUMORANG NIM. 101000424

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA PEMBUAT TAS DI JALAN BAJAK V KECAMATAN

MEDAN AMPLAS TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

HOTMIAN A.M. SITUMORANG NIM. 101000424

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian terhadap pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat tas. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif. Populasi adalah seluruh pekerja pembuat tas sejumlah 30 orang. Sampel adalah seluruh jumlah populasi (total sampling). Data dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini melakukan pemetaan keluhan muskuloskeletal dengan mengunakan Nordic Body Map.

Hasil penelitian diperoleh dari 30 pekerja pembuat tas, keluhan muskuloskletal yang paling banyak dirasakan pekerja dengan kategori “agak sakit” adalah pada bagian leher atas sebanyak 22 orang (73,3%), leher bawah sebanyak 19 orang (63,3%), lengan atas kanan sebanyak 17 orang (56,7%), lengan bawah kiri sebanyak 23 orang (76,7%), lengan bawah kanan sebanyak 24 orang (80%), pergelangan tangan kiri sebanyak 19 orang (63,3%), pergelangan tangan kanan sebanyak 16 orang (53,3%), jari-jari tangan kanan sebanyak 22 orang (73,3%), lutut kiri sebanyak 16 orang (53,3%). Keluhan muskuloskletal yang paling banyak dirasakan dengan kategori “sakit” adalah pada bagian bahu kiri sebanyak 18 orang (60%), bahu kanan sebanyak 20 orang (66,7%), pinggang sebanyak 19 orang (63,3%), bokong sebanyak 18 orang (60%), pantat sebanyak 19 orang (63,3%). Bagian tubuh yang paling banyak responden tidak merasakan adanya keluhan adalah pada bagian lengan atas kiri sebanyak 19 orang (63,3%), siku kiri sebanyak 26 orang (86,7%), siku kanan sebanyak 27 orang (90%), paha kiri sebanyak 18 orang (60%), betis kiri sebanyak 18 orang (60%), pergelangan kaki kiri sebanyak 28 orang (93,3%), pergelangan kaki kanan sebanyak 28 orang (93,3%), jari kaki kiri dan jari kaki kanan masing-masing sebanyak 30 orang (100%).

Pembuat tas disarankan untuk melakukan relaksasi tangan dan kaki dengan menggerak-gerakkan tangan selama 5 menit. Sedangkan pada leher, relaksasi yang dapat dilakukan seperti mengerakkan leher dari bawah ke atas secara pelahan-lahan atau dengan menggerakkan leher ke bawah, ke atas, dan ke samping secara bergantian.

(5)

ABSTRACT

Has conducted research on bag maker workers in Bajak V street sub-district Medan Amplas Year 2013. The purpose of this study is to describe musculoskeletal complaints in bag maker workers. The research is descriptive. Worker population as many as 30 peoples. Sample is the total population (total sampling). Data were analyzed descriptively. This study mapped the musculoskeletal complaints using the Nordic Body Map.

The results obtained from 30 bag maker workers, muskuloskletal complaints that most workers perceived by category "a little sore" is on the upper neck as many as 22 people (73.3%), neck down as many as 19 people (63.3%), right arm on as many as 17 people (56.7%), forearm left as many as 23 people (76.7%), right forearm as many as 24 people (80%), left wrist as many as 19 people (63.3%), ankle right hand as many as 16 people (53.3%), fingers of the right hand were 22 men (73.3%), the left knee as many as 16 people (53.3%). Muskuloskletal complaints most widely perceived by category "pain" is on the left shoulder as many as 18 people calf about 18 people (60%), the left ankle by 28 people (93.3%), right ankle as many as 28 people (93.3%), and the left toes toes right respectively of 30 people (100%).

Bag maker workers are advised to do relaxation with the hands and feet waving his hands for 5 minutes. While on the neck, relaxation do like neck mobilizing from the bottom up as slowly or by moving the neck down, up, and sideways in turn.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hotmian Asi Magdalena Situmorang

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 26 April 1986

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Katholik

Anak ke : 6 dari 6 bersaudara

Status Perkawinan : Belum menikah

Alamat Rumah : JL. Bilal dalam Gg. Landasan No. 106 Polonia VI Medan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1993-1999 : Lulus dari SD ST. Petrus Medan

Tahun 1999-2001 : Lulus dari SMP ST. Petrus Medan

Tahun 2001-2004 : Lulus dari SMU Cahaya Medan

Tahun 2004-2007 : Lulus dari Akademi Keperawatan ST. Elisabeth Medan

Tahun 2010-2013 : Lulus dari Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

Riwayat Pekerjaan

Tahun 2007-2009 : Staf Perawat di RS. ST. Elisabeth Medan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Gambaran Keluhan Muskuloskletal pada Pekerja Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013”.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Arfah Mardiana Lubis, M.Psi, selaku Dosen Pembimbing Akademik. 3. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku ketua Departemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja.

4. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Ibu Umi Salmah, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

7. Bapak Akhiruddin Koto, selaku Pimpinan pembuatan tas di Jalan Bajak V kecamatan Medan Amplas yang telah banyak membantu penyelesaian skripsi. 8. Teristimewa kedua orang tuaku tercinta, Parluhutan Situmorang (Bapak)

(8)

9. Kepada abang Gringo Situmorang dan Budi Situmorang, tidak lupa juga kakak Martha Elisa Situmorang, trimakasih buat doa, semangat, nasihat, dukungan kalian kepadaku.

10.Buat seseorang yang jauh di sana, terimakasih buat perhatian, dukungan dan doanya selama ini, God bless us.

11.Sahabat-sahabat di FKM USU (Dino, Duma, Henokh, Abdi, Henry, Novtalin, Florentina, Debi, Rofirma, Kak Theodora dll.), trimakasih buat dukungannya. 12.Sahabat-sahabat alumni Akper ST. Elisabeth Medan angkatan 13 yang

namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, trimakasih buat doa dan dukungan kalian.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, 11 September 2013

(9)

DAFTAR ISI

2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi ... 8

2.1.3. Tujuan Ergonomi ... 9

2.5. Gangguan Muskuloskeletal ... 14

2.5.1. Definisi Gangguan Muskuloskeletal ... 14

2.5.2. Faktor Resiko Keluhan Muskuloskeletal ... 17

2.6. Nordic Body Map ... 22

2.7. Industri Informal ... 24

2.8. Kerangka Konsep ... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 28

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 28

3.2.2. Waktu Penelitian... 28

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

(10)

3.3.2. Sampel Penelitian ... 28

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 29

3.4.1. Data Primer ... 29

3.4.2. Data Sekunder... 29

3.5. Defenisi Operasional ... 29

3.6. Analisa Data ... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 30

4.2. Jumlah Tenaga Kerja... 31

4.3. Waktu Kerja ... 31

4.4. Gambaran Proses Kerja Pembuatan Tas ... 32

4.5. Gambaran Hasil Penelitian ... 33

4.5.1. Karakteristik Pekerja. ... 33

4.5.1.1. Umur ... 33

4.5.1.2. Jenis Kelamin ... 34

4.4.1.3. Masa Kerja. ... 34

4.4.1.4. Sikap Kerja ... 35

4.5.2. Gambaran Keluhan Muskuloskletal ... 35

4.5.2.1. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Lanti ... 35

4.5.2.2. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Lantai ... 37

4.5.2.3. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Kursi ... 38

4.5.2.4. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Kursi ... 39

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Pekerja Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 41

5.1.1. Umur ... 41

5.1.2. Jenis Kelamin ... 41

5.1.3. Masa Kerja ... 42

5.2. Keluhan Muskuloskletal Pada Pekerja Pembuat Tas ... 42

5.2.1. Keluhan Muskuloskletal Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Lantai ... 42

(11)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 47 6.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Umur pada tahun 2013 ... 33

Tabel 4.2. Distribusi Pekerja Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Jenis Kelamin pada tahun 2013. ... 34

Tabel 4.3. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amlas Berdasarkan Masa Kerja pada tahun 2013 ... 34

Tabel 4.4. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amlas Berdasarkan Sikap Kerja pada tahun 2013 ... 35

Tabel 4.5. Keluhan Muskuloskletal Sebelum bekerja dengan sikap kerja duduk di Lantai pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan

Amplas Tahun 2013 ... 36

Tabel 4.6. Keluhan Muskuloskletal Setelah bekerja dengan sikap kerja duduk di Lantai pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan

Amplas Tahun 2013 ... 37

Tabel 4.7. Keluhan Muskuloskletal Sebelum bekerja dengan sikap kerja duduk di Kursi pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 38

Tabel 4.8. Keluhan Muskuloskletal Setelah bekerja dengan sikap kerja duduk di Kursi pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian Lampiran 3. Kuesioner

Lampiran 4. Master Data

(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian terhadap pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat tas. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif. Populasi adalah seluruh pekerja pembuat tas sejumlah 30 orang. Sampel adalah seluruh jumlah populasi (total sampling). Data dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini melakukan pemetaan keluhan muskuloskeletal dengan mengunakan Nordic Body Map.

Hasil penelitian diperoleh dari 30 pekerja pembuat tas, keluhan muskuloskletal yang paling banyak dirasakan pekerja dengan kategori “agak sakit” adalah pada bagian leher atas sebanyak 22 orang (73,3%), leher bawah sebanyak 19 orang (63,3%), lengan atas kanan sebanyak 17 orang (56,7%), lengan bawah kiri sebanyak 23 orang (76,7%), lengan bawah kanan sebanyak 24 orang (80%), pergelangan tangan kiri sebanyak 19 orang (63,3%), pergelangan tangan kanan sebanyak 16 orang (53,3%), jari-jari tangan kanan sebanyak 22 orang (73,3%), lutut kiri sebanyak 16 orang (53,3%). Keluhan muskuloskletal yang paling banyak dirasakan dengan kategori “sakit” adalah pada bagian bahu kiri sebanyak 18 orang (60%), bahu kanan sebanyak 20 orang (66,7%), pinggang sebanyak 19 orang (63,3%), bokong sebanyak 18 orang (60%), pantat sebanyak 19 orang (63,3%). Bagian tubuh yang paling banyak responden tidak merasakan adanya keluhan adalah pada bagian lengan atas kiri sebanyak 19 orang (63,3%), siku kiri sebanyak 26 orang (86,7%), siku kanan sebanyak 27 orang (90%), paha kiri sebanyak 18 orang (60%), betis kiri sebanyak 18 orang (60%), pergelangan kaki kiri sebanyak 28 orang (93,3%), pergelangan kaki kanan sebanyak 28 orang (93,3%), jari kaki kiri dan jari kaki kanan masing-masing sebanyak 30 orang (100%).

Pembuat tas disarankan untuk melakukan relaksasi tangan dan kaki dengan menggerak-gerakkan tangan selama 5 menit. Sedangkan pada leher, relaksasi yang dapat dilakukan seperti mengerakkan leher dari bawah ke atas secara pelahan-lahan atau dengan menggerakkan leher ke bawah, ke atas, dan ke samping secara bergantian.

(15)

ABSTRACT

Has conducted research on bag maker workers in Bajak V street sub-district Medan Amplas Year 2013. The purpose of this study is to describe musculoskeletal complaints in bag maker workers. The research is descriptive. Worker population as many as 30 peoples. Sample is the total population (total sampling). Data were analyzed descriptively. This study mapped the musculoskeletal complaints using the Nordic Body Map.

The results obtained from 30 bag maker workers, muskuloskletal complaints that most workers perceived by category "a little sore" is on the upper neck as many as 22 people (73.3%), neck down as many as 19 people (63.3%), right arm on as many as 17 people (56.7%), forearm left as many as 23 people (76.7%), right forearm as many as 24 people (80%), left wrist as many as 19 people (63.3%), ankle right hand as many as 16 people (53.3%), fingers of the right hand were 22 men (73.3%), the left knee as many as 16 people (53.3%). Muskuloskletal complaints most widely perceived by category "pain" is on the left shoulder as many as 18 people calf about 18 people (60%), the left ankle by 28 people (93.3%), right ankle as many as 28 people (93.3%), and the left toes toes right respectively of 30 people (100%).

Bag maker workers are advised to do relaxation with the hands and feet waving his hands for 5 minutes. While on the neck, relaxation do like neck mobilizing from the bottom up as slowly or by moving the neck down, up, and sideways in turn.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Saat ini pembangunan industri menjadi salah satu andalan dalam

pembangunan nasional Indonesia dan sangat berpengaruh dalam penyerapan tenaga

kerja, peningkatan pendapatan dan pemerataan pembangunan. Namun, kegiatan

industri tersebut dalam proses kegiatannya tidak lepas dari faktor-faktor yang

mengandung risiko bahaya yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja

maupun penyakit akibat kerja. Kondisi ini tentunya mengharuskan kesiapan tenaga

kerja sebagai pelaku industri dalam berbagai aspek baik dari segi pengetahuan,

keterampilan, kesehatan, keselamatan maupun perlindungan secara menyeluruh

terhadap dampak negatif yang ditimbulkan dari faktor pekerjaan dan lingkungan

kerjanya (Harrianto, 2010).

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bagian dari aspek perlindungan

tenaga kerja sekaligus upaya dalam peningkatan produktivitas kerja. Hal ini sangat

jelas tertuang dalam UU No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja dimana tenaga

kerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dalam

melakukan pekerjaan dan setiap orang lain yang berada di tempat kerja juga perlu

terjamin keselamatannya.

Untuk mencapai keselamatan dan kesehatan kerja tentu tidak lepas dari peran

ergonomi, dimana ergonomi berkaitan dengan para pekerja dalam rangka efektifitas

(17)

pekerjaan dapat menghasilkan rasa nyaman saat bekerja, terhindar dari kelelahan,

serta dapat menghindari gerakan yang tidak perlu saat bekerja serta upaya dalam

melaksanakan pekerjaaan menjadi sekecil-kecilnya dengan hasil yang

sebesar-besarnya (Surya, 2008).

Salah satu penyakit akibat kerja adalah keluhan muskuloskeletal yang sering

juga disebut dengan istilah musculoskeletal disorder (MSDs). Menurut Grandjen &

Lemaster (1993), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot

rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat

sakit, apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama

akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon

(Tarwaka, 2010).

Lahan pekerjaan sebagai sumber ekonomi masyarakat saat ini, terutama di

kota-kota besar dipenuhi berbagai sektor industri baik sektor formal maupun sektor

informal dimana pertumbuhan industri sektor informal ini mengalami pertumbuhan

yang sangat pesat dibandingkan dengan industri sektor formal sehingga menjadi salah

satu penopang perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data, jumlah keseluruhan

tenaga kerja Indonesia sebesar 116 juta orang pada tahun 2010, tercatat lebih dari 73

juta orang terserap dalam industri sektor informal (BPS, 2010).

Keberadaan industri sektor informal ini tentu sangat membantu mengurangi

beban negara dalam upaya mengurangi pertumbuhan pengangguran di Indonesia.

Namun, di samping itu semua industri sektor informal ini memiliki standar

kesejahteraan pekerja yang masih jauh dari memuaskan. Pada umumnya pekerja di

(18)

sektor informal pada umumnya kurang memperhatikan kaidah keamanan dan

kesejahtraan kerja. Situasi ini tentunya menunjukkan buruknya status kesehatan

pekerja di industri sektor informal (ICOHIS, 2009).

ICOHIS (2006), menyatakan bahwa dari hasil penelitian menunjukkan ada

berbagai gangguan kesehatan akibat kerja yang ditemukan pada industri sektor

informal. Salah satunya adalah gangguan otot dan sendi dimana gangguan otot dan

sendi ini banyak dijumpai pada perajin batu bata sebanyak 74,7%, nelayan sebanyak

41,6%, dan perajin kulit sebanyak 21,0% ( Depkes RI, 2008).

Usaha pembuatan tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas ini

merupakan salah satu industri di sektor informal. Pembuatan tas ini menghasilkan

berbagai macam tas yang akan dipasarkan ke pedagang-pedagang tas atau memenuhi

pesanan-pesanan untuk seminar, hotel, sekolah, dan lain-lain.

Berdasarkan survei pendahuluan diketahui bahwa usaha pembuatan tas yang

terletak di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas merupakan salah satu industri

sektor informal yang sudah ada sejak tahun 1980an. Usaha pembuatan tas ini

menghasilkan berbagai jenis tas, mulai dari hand bag, travel bag, tas laptop, tas

gunung, tas ransel, bahkan tas untuk acara-acara seminar. Proses pembuatan tas-tas

tersebut dilakukan secara sederhana dengan alat-alat yang cukup sederhana pula.

Adapun proses pembuatan tas tersebut adalah pembuatan pola,

pemotongan/pengguntingan, penjipklakan, pengeleman/pelipatan, penjahitan,

pemasangan aksesoris, selanjutnya tahap akhir finishing.

(19)

mengerjakan proses kerja pembuatan pola, pemotongan/pengguntingan, penjipklakan,

pengeleman/pelipatan, pemasangan aksesoris, dan finishing duduk di lantai sambil

membungkuk dan posisi kepala sering menunduk dan ini dilakukan dalam waktu

yang lama. Sementara itu, pekerja yang mengerjakan proses penjahitan bekerja

dengan posisi duduk di kursi dimana kursi yang digunakan pada saat menjahit tidak

mempunyai sandaran dan pekerja sering membungkuk. Sikap kerja yang tidak

alamiah ini jika terjadi dalam kurun waktu lama maka akan terjadi akumulasi keluhan

yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya cedera otot (Suma’mur, 1996).

Pekerja mulai bekerja dari pukul 08.00-17.00 WIB dengan waktu istirahat yang tidak

tentu demi mengejar target pesanan tas dari pelanggan. Jika jumlah pesanan tas

sedikit, maka pekerja dapat bekerja lebih santai dan memiliki waktu untuk istirahat.

Namun, jika pesanan tas sangat banyak biasanya pekerja tidak akan sempat istirahat,

hanya sempat untuk makan siang saja. Pekerja pembuat tas bekerja setiap hari

dikarenakan jumlah pesanan yang relatif stabil sehingga mereka harus bekerja setiap

hari untuk memenuhi pesanan. Berdasarkan wawancara singkat yang dilakukan

diketahui bahwa pekerja sering mengalami keluhan muskuloskletal seperti di daerah

leher, pinggang, punggung, dan bagian tubuh lainnya.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas maka perumusan masalah yang akan

diteliti adalah “Bagaimana gambaran keluhan muskuloskletal pada pekerja pembuat

(20)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat

tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas pada tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V

Kecamatan Medan Amplas pada tahun 2013.

2. Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat tas di Jalan

Bajak V Kecamatan Medan Amplas pada tahun 2013.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi para pekerja tentang keluhan muskuloskletal sehingga

mendorong untuk melakukan pencegahan dan pengendaliannya.

2. Sebagai masukan bagi pimpinan home industri pembuatan tas di Jalan Bajak

V Kecamatan Medan Amplas tentang keluhan muskuloskletal dan upaya

pencegahan dan pengendaliannya.

3. Dapat menjadi bahan referensi bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan baik

dari kalangan akademis, masyarakat dan peneliti.

4. Sebagai pengembangan wawasan keilmuan bagi peneliti tentang gangguan

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ergonomi

2.1.1. Definisi Ergonomi

Ergonomi adalah suatu ilmu dimana dalam penerapannya berusaha untuk

menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya, yang

bertujuan demi tercapainya produktivitas kerja dan efisiensi yang setinggi-tingginya

melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ergonomi adalah

komponen kegiatan dalam ruang lingkup hiperkes yang antara lain meliputi

penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbale balik untuk efisiensi dan

kenyamanan kerj (Suma’mur,1989).

Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja, baik sektor modern, maupun

pada sektor tradisional dan informal. Pada sektor modern penerapan ergonomi dalam

bentuk pengaturan sikap, tata cara kerja dan perencanaan kerja yang tepat adalah

syarat penting bagi efisiensi dan produktivitas kerja yang tinggi. Pada sektor

tradisional pada umumnya dilakukan dengan tangan dan memakai peralatan serta

dalam sikap-sikap badan dan cara-cara kerja yang secara ergonomi dapat diperbaiki

(Suma’mur, 1989).

Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya

dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi adalah manusia pada saat

bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi adalah

penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia yang ditujukan untuk

(22)

ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu,

cahaya dan kelembaban sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia (Departemen

Kesehatan RI, 2007).

Menurut International Ergonomic Association (IEA), ergonomi berasal dari

bahasa Yunani, yaitu ergon yang artinya kerja dan nomos yang artinya hukum alam,

sehingga ergonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara

manusia dengan dan elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan pekerjaan yang

mengaplikasikan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang suatu sistem yang

optimal, dilihat dari sisi manusia dan kinerjanya (Nurmianto, 2008).

Ergonomi adalah praktek dalam mendisain peralatan dan rincian pekerjaan

sesuai dengan kapasitas pekerja dengan tujuan untuk mencegah cidera pada pekerja

(OSHA, 2010). Ergonomi juga didefinisikan sebagai suatu penerapan ilmu

pengetahuan yang lebih menitik-beratkan rancangan fasilitas peralatan, perkakas

sesuai dengan karakteristik anatomi, fisiologi, biomekanik, persepsi serta sikap

kebiasaan manusia (NIOSH, 2007).

Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas

maupun istirahat dengan segala kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia

secara fisik maupun mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan

(23)

2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi

Ruang lingkup ergonomi tidak hanya sebatas bagaiman cara mengatur posisi

kerja yang baik, namun juga mencakup tehnik, antropometri, dan disain. Pusat

Kesehatan dan Keselamatan Kerja Departemen Kesehatan RI (2008), menyatakan

bahwa ruang lingkup ergonomi mencakup beberapa aspek keilmuan yaitu:

1. Tehnik, yaitu cara-cara melakukan pekerjaan dengan baik sehingga dapat

mengurangi resiko cedera akibat ergonomi yang tidak baik.

2. Fisik, yaitu dimana penampilan seseorang mencerminkan keseimbangan

antara kemampuan tubuhnya dengan tuntutan tugas. Apabila tuntutan tugas

lebih besar daripada kemampuan tubuh maka akan terjadi ketidaknyamanan,

kelelahan, kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit, serta menurunya

produktivitas. Sebaliknya, apabila tuntutan tugas lebih kecil dari kemampuan

tubuh, akan terjadi understress, seperti kejenuhan, kebosanan, kelesuhan,

kurang produktif dan sakit.

3. Anatomi, yaitu berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan

persendian.

4. Antropometri, yaitu suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan

karakteristik fisik tubuh manusia yang meliputi ukuran, bentuk dan kekuatan

yang nantinya berfungsi untuk mendisain tempat kerja seseorang.

5. Fisiologi, yaitu berhubungan dengan fungsi-fungsi dan kerja tubuh, seperti

temperature tubuh, oksigen yang didapat saat bekerja, aktifitas otot dan

(24)

6. Disain, yaitu berupa perancangan tempat kerja yang sesuai dengan pekerja

supaya dapat bekerja secara layak, aman dan nyaman.

2.1.3. Tujuan Ergonomi

Tujuan penerapan perilaku ergonomi yang baik adalah untuk meningkatkan

produktivitas tenaga kerja di suatu instansi, organisasi ataupun tempat-tempat

manusia melakukan aktivitasnya. Menurut Santoso (2004), ada empat tujuan utama

ergonomi, yaitu memaksimalkan efisiensi karyawan, memperbaiki kesehatan dan

keselamatan kerja, menganjurkan agar bekerja aman, nyaman dan bersemangat, dan

memaksimalkan bentuk kerja yang meyakinkan.

Menurut Tarwaka (2004), ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari

penerapan ergonomi, antara lain sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan

cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,

mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial

dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna meningkatkan jaminan sosial

baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan

antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas

(25)

2.2. Sikap Kerja

Sikap kerja adalah sikap tubuh yang menggambarkan bagaimana posisi badan,

kepala badan, tangan dan kaki baik dalam hubungan antar bagian-bagian tersebut

maupun letak pusat gravitasinya. Faktor-faktor yang paling berpengaruh meliputi

sudut persendian, inklinasi vertical badan, kepala, tangan dan kaki serta derajat

penambahan atau penguranngan bentuk kurva tulang belakang.

Sikap tubuh saat bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang

dilakukan, dimana setiap posisi kerja memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap

tubuh. Menurut Suma’mur (1996), dalam pekerja, sikap tubuh sangat dipengaruhi

oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan seperti macam gerak, arah dan

kekuatan.

2.2.1. Sikap Kerja Duduk

Menurut Grandjean (2000), bekerja dengan posisi duduk mempunyai

keuntungan antara lain : pembebanan pada kaki, pemakaian energi dan keperluan

untuk sirkulasi darah dapat dikurangi. Namun demikian sikap duduk yang terlalu

lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung

sehingga mempercepat kelelahan.

Pada saat posisi duduk, otot rangka (muskuloskletal) dan tulang belakang

terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari

rasa nyeri dan cepat lelah. Jika posisi duduk tidak benar maka tekanan pada tulang

(26)

Sanders & McCormick (1982) memberikan pedoman untuk mengatur

ketinggian landasan kerja pada posisi duduk sebagai berikut :

1. Jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat diukur turun dan naik.

2. Landasan kerja memungkinkan lengan menggantung pada posisi rileks dari bahu,

dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau sedikit menurun (shoping

down slightly).

3. Ketinggian landasan kerja tidak memerlukan fleksi tulang belakang yang

berlebihan.

Pekerjaan sejauh mungkin sebaiknya dilakukan sambil duduk. Keuntungan

bekerja sambil duduk adalah mengurangi kelelahan pada kaki, terhindar dari

sikap-sikap yang tidak alamiah, berkurangnya pemakaian energi, berkurangnya tingkat

keperluan sirkulasi darah (Suma’mur,1989)

2.2.2. Sikap Kerja Berdiri

Menurut Sutalaksana (2001), sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik,

maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti.

Pada dasarnya berdiri itu sendiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang

dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk.

Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pekerja yang berdiri adalah sikap

kepala. Dimana keadaan kepala harus member kemudahan saat bekerja. Leher yang

berada dalam keadaan fleksi atau ekstensi secara terus menerus dapat mengakibatkan

kelelahan. Sudut penglihatan yang baik untuk sikap berdiri adalah antara 23°-27° kea

(27)

Manuaba (1983), Sanders & McCormick (1982), Grandjean (1993)

memberikan rekomendasi ergonomis tentang ketinggian landasan kerja posisi berdiri

didasarkan pada ketinggian siku berdiri sebagai berikut ini :

1. Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian dengan maksud untuk mengurangi

pembebanan statis pada otot bagian belakang, ketinggian landasan kerja adalah

5-10 cm di atas tinggi siku berdiri.

2. Selama kerja manual, di mana pekerja sering memerlukan ruangan untuk

peralatan, material dan kontainer dengan berbagai jenis, ketinggian landasan kerja

adalah 10-15 cm di bawah tinggi siku berdiri.

3. Untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan yang kuat, ketinggian landasan

kerja adalah 15-40 cm di bawah tinggi siku berdiri.

Sikap kerja yang monoton dengan posisi yang sama baik duduk maupun

berdiri dapat mengakibatkan ketidaknyamanan. Orang yang bekerja berdiri dalam

waktu yang lama akan berusaha untuk menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga

mengakibatkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki

sehingga akan berakibat aliran darah akan mengumpul pada anggota tubuh bagian

(28)

2.3. Sikap Tubuh Alamiah

Baird dalam Merulalia (2010), mengemukakan bahwa sikap tubuh yang

alamiah merupakan sikap atau postur tubuh yang sesuai dengan anatomi tubuh selama

proses kerja, sehingga tidak ada pergeseran maupun penekanan pada bagian-bagian

penting organ tubuh yang akhirnya tercapai suatu keadaan tubuh yang rileks tanpa

adanya keluhan muskuloskletal ataupun keluhan lainnya.

Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis selama

melakukan pekerjaan dalam kurun waktu yang cukup lama dan dilakukan terus

menerus akan mengakibatkan berbagai gangguan pada pekerja antara lain:

1. Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan

seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang, leher, dan lain-lain.

2. Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.

3. Gangguan gerakan pada bagian tubuh tertentu, misalnya kesulitan menggerakkan

kaki, tangan maupun leher/kepala.

4. Jika berkepanjangan, dapat mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk tubuh

(tulang miring, bongkok).

2.4.Mekanika Tubuh

Mekanika tubuh adalah suatu usaha mengkoordinasikan sistem

muskuloskletal dan sistem saraf dalam mempertahankan keseimbangan, postur, dan

kesejajaran tubuh selama mengangkat, membungkuk, bergerak, dan melakukan

aktifitas sehari-hari. Penggunaan mekanika tubuh yang tepat dapat mengurangi resiko

(29)

mendukung pergerakan tubuh yang memungkinkan mobilisasi fisik tanpa terjadi

ketegangan otot dan penggunaan energi otot yang berlebihan (Potter & Perry, 2006).

Mekanika tubuh meliputi kesejajaran tubuh, keseimbangan tubuh, dan

koordinasi gerakan tubuh. Kesejajaran tubuh (postur tubuh) mengacu pada posisi

sendi, tendon, ligamen dan otot selama berdiri, duduk dan berbaring, dimana jika

dilakukan dengan benar dapat mengurangi ketegangan pada struktur muskuloskletal,

mempertahankan tonus otot secara adekuat dan menunjang keseimbangan.

Keseimbangan tubuh diperlukan untuk mempertahankan posisi, memperoleh

kestabilan selama bergerak dari satu posisi ke posisi lain, dan melakukan aktifitas

sehari-hari. Koordinasi gerakan tubuh merupakan fungsi yang terinteraksi dari sistem

skletal, otot skelet, dan sistem saraf (Potter & Perry, 2006).

2.5. Gangguan Muskuloskeletal

2.5.1. Definisi Gangguan Muskuloskeletal

Gangguan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka

(skletal) yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai

sangat sakit, apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang

lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan

tendon (Tarwaka, 2004). Keluhan inilah yang yang disebut dengan istilah keluhan

muskuloskletal atau Muskuloskletal Disorders (MSDs) atau cidera pada sistem

(30)

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot

menerima beban statis, namun kemudian keluhan itu akan segera hilang

apabila pemberian beban dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang yang bersifat menetap .

walaupun pemberian beban kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot

terus berlanjut.

Pada umumnya keluhan otot skletal terjadi karena kontraksi otot yang

berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan waktu lama dan

bersifat monoton. Kemungkinan adanya keluhan otot ini dapat dihindari apabila

kontraksi otot berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun jika

kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah dari otot akan berkurang sesuai

tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Hal ini

mengakibatkan suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat juga

terhambat dan akhirnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan

timbulnya rasa nyeri pada otot (Suma’mur,1989).

Harianto (2010), mengatakan bahwa rasa nyeri di daerah leher, bagian atas

punggung, bahu, lengan atau tangan merupakan gejala yang sering dirasakan oleh

pekerja. Biasanya dimulai dari suatu tempat tertentu yang dapat menyebar ke seluruh

anggota tubuh bagian atas dan kadang-kadang diikuti oleh gangguan sensibilitas.

Dijelaskan juga bahwa kerja otot dinamis selalu diikuti oleh relaksasi otot sesaat.

(31)

memberikan peluang aliran darah segar memasuki otot. Dengan demikian suplai

darah menjadi 10-20 kali lebih besar dari keadaan normal. Otot akan penuh dengan

darah yang banyak mengandung sari makanan dan O2. Sementara itu metabolit yang

dihasilkan dapat dibersihkan dan dibuang tanpa menimbulkan kelelahan otot. Pada

kerja otot statis, peredaran darah terhambat karena pembuluh darah otot terjepit oleh

tekanan internal jaringan otot, sehingga kerja otot hanya mengandalkan cadangan sari

makanan di otot dan sebagian besar tenaga dihasilkan dari proses anaerob. Akibatnya

metabolisme (asam laktat) terakumulasi di sel-sel otot, sehingga kelelahan otot terjadi

dengan cepat.

Menurut Suma’mur (1996), gejala-gejala Musculoscletal Disorders (MSDs)

yang biasa dirasakan oleh seseorang adalah:

1. Leher dan punggung terasa kaku.

2. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas.

3. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.

4. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.

5. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri disertai

bengkak.

6. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.

7. Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan serta

kehilangan kepekaan.

8. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi rasa

(32)

Gambaran gejala Muskuloskletal Disorders (MSDs) dapat diperoleh dengan

menggunakan Nordic Body Map (NBM) dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak

nyaman (sedikit sakit), sakit hingga sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis

peta tubuh (NBM) maka dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan otot skelektal

yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana, namun kurang teliti karena

mengandung nilai subjektifitas yang tinggi (Kuorinka et al, 1997).

2.5.2. Faktor Resiko Keluhan Muskuloskeletal

Hubungan sebab akibat faktor penyebab timbulnya MSDs sulit untuk

dijelaskan secara pasti. Namun ada beberapa faktor risiko tertentu yang selalu ada dan

berhubungan atau turut berperan dalam menimbulkan MSDs. Faktor-faktor risiko

tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan

manusia atau pekerja (Pheasant, 1991; Oborne, 1995) dan ditambah lagi dengan

faktor psikososial (Susan Stock, et al, 2005).

1. Faktor Pekerjaan

a. Postur Kerja

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian

tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh

dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap

kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan

kemampuan pekerja (Grandjen, 1993).

Berdasarkan hasil penilitian Hendra dan Raharjo (2008), diperoleh

(33)

pada leher dan punggung bawah. Adapun postur-postur janggal adalah sebagai

berikut :

Berdiri.

Duduk tanpa dukungan lumbar.

Duduk tanpa footrest (tumpuan kaki) yang baik dengan ketinggian yang

sesuai.

Duduk dengan mengistirahatkan bahu pada permukaan alat kerja yang

terlalu tinggi.

Tangan bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas vertikal.

Kepala mendongak.

Posisi membungkuk, punggung yang mengarah ke depan.

Membawa beban berat dengan cara memanggul atau memikul.

Semua posisi tegang.

Posisi ekstrim yang terus menerus pada setiap sendi.

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh

pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pergerakan tenaga yang besar dan

apabila terjadi secara terus menerus, dapat meningkatkan terjadinya keluhan

otot bahkan dapat menyebabkan cedera otot skletal.

b. Tekanan.

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, sebagai contoh

(34)

akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering

terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.

c. Getaran.

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah.

Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan

asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Suma’mur, 1989).

d. Mikrolimat.

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan,

dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak

yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Beda suhu lingkungan dengan

suhu tubuh yang terlalu besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam

tubuh akan terpakai oleh tubuh untuk beradaptasi terhadap lingkungan tersebut.

Apabila tidak diimbangi dengan pemasukan energi yang cukup, maka akan

terjadi kekurangan energi otot dan akan berakibat peredaran darah kurang

lancar, suplai oksigen ke otot menurun sehingga metabolisme karbohidrat

terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa

nyeeri otot (Astrand & Rohl, 1977).

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti

pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut, dsb. Keluhan otot

terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus

(35)

3. Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang mengakibatkan pergerakan

posisi bagian-bagian tubuh menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan

terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dsb. Semakin jauh

posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko

terjadinya keluhan muskuloskletal.

4. Penyebab kombinasi

Risiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila disaat

bekerja, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor risiko dalam waktu yang

bersamaan, misalnya pekerjaan yang harus melakukan aktivitas angkat angkut di

bawah tekanan panas matahari seperti yang dilakukan pekerja bangunan.

Disamping ke-empat faktor penyebab terjadinya keluhan sistem

muskuloskeletal tersebut di atas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu

seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan

ukuran tubuh dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal (Tarwaka,

2004).

a. Umur.

Chaffin (1979) dan Guo et al.(1995) menyatakan bahwa pada umumnya

keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 26-65 tahun.

Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan

(36)

b. Jenis kelamin.

Secara fisiologis kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada pria.

Hasil penelitian Bettie at.al (1989) menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot

wanita kurang lebih hanya 60 % kekuatan otot pria, khususnya untuk otot

lengan, punggung dan kaki.

c. Kebiasaan merokok.

Bouishen at.al (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan

merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang

memerlukan pengerahan otot.

d. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam

aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat.

Sebaliknya, apabila dalam pekerjaan tenaga yang diperlukan pekerja tersebut

besar tetapi waktu untuk istirahatnya tidak cukup maka akan sering mengalami

keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko

terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan

bertambahnya aktivitas fisik.

e. Kekuatan fisik.

Chaffin and Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan adanya

peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas

(37)

f. Ukuran tubuh (antropometri).

Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh

merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem

muskuloskeletal. Vessy at.al (1990) menyatakan bahwa wanita gemuk memiliki

resiko 3 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita kurus.

2.6. Nordic Body Map

Nordic Body Map merupakan salah satu dari metode pengukuran subyektif

untuk mengukur rasa sakit otot pada pekerja (Wilson and Corlett, 1995). Untuk

mengetahui letak rasa sakit atau ketidaknyamanan pada tubuh pekerja dapat

digunakan kuesioner Nordic Body Map sebagai salah satu bentuk kuesioner checlist

ergonomi yang sudah terstandarisasi.

Joanne O. Crawford dalam Jurnal Oxford (2007), mengemukakan bahwa

Nordic Body Map dapat digunakan sebagai kuesioner atau sebagai wawancara

terstruktur. Namun, frekuensi jauh lebih tinggi dari masalah muskuloskeletal yang

dilaporkan saat kuesioner diberikan sebagai bagian dari studi difokuskan pada isu-isu

muskuloskeletal dan faktor kerja dibandingkan bila diberikan sebagai bagian dari

pemeriksaan kesehatan berkala secara umum.

Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi

menjadi 9 bagian utama, yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung

bagian bawah, pergelangan tangan/tangan, pinggang/pantat, lutut dan tumit/kaki

(38)
(39)

2.7. Industri Informal

Industri informal adalah unit usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi

dan/atau distribusi barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja dan

penghasilan bagi mereka yang terlibat unit tersebut, bekerja dengan keterbatasan,

baik modal, fisik, tenaga maupun keahlian (KBBI, 2010).

Menurut Notoatmodjo (1989) dalam Departemen Kesehatan RI (1994)

menjelaskan bahwa sektor informal berasal dari terminologi ekonomi, yang dikenal

sebagai sektor kegiatan ekonomi marginal atau kegiatan ekonomi kecil-kecilan.

Biasanya dikaitkan dengan usaha kerajinan tangan dagang, atau usaha lain secara

kecil-kecilan.

Menurut Simanjuntak (1985) dalam Depkes RI (1994), sektor informal adalah

kegiatan ekonomi tradisional, yaitu usaha-usaha ekonomi di luar sektor modern atau

sektor formal seperti perusahaan, pabrik dan sebagainya, yang mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

1. Kegiatan usaha biasanya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama banyak

orang bahkan kadang-kadang usaha perorangan dan sistem pembagian kerja

yang tidak ketat.

2. Skala usaha relatif kecil, biasanya dimulai dengan modal dan usaha-usaha

kecil-kecilan.

3. Biasanya tidak mempunyai izin usaha seperti halnya Firma, Perseroan

Terbatas atau CV.

4. Sebagai akibat yang pertama, kedua dan ketiga membuka usaha disektor

(40)

Timbulnya sektor informal adalah akibat dari meluapnya atau

membengkaknya angkatan kerja disatu pihak dan menyempitnya lapangan kerja

dipihak yang lain. Hal ini berarti bahwa lapangan kerja yang tersedia tidak cukup

menampung angkatan kerja yang ada. Permasalahan ini menimbulkan banyaknya

penganggur dan setengan penganggur. Oleh karenanya, secara naluri masyarakat ini

berusaha kecil-kecilan sesuai dengan kebiasaan mereka. Inilah yang memunculkan

usaha sektor informal (Depkes RI, 1994).

Dalam kelompok masyarakat desa dan kota terdapat perbedaan tantangan

hidup. Oleh karenanya sektor informal dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu (Depkes

RI, 1994):

1. Kelompok sektor informal desa

Kegiatan atau usaha-usaha sektor informal di desa pada umumnya meliputi

bidang pertanian/perikanan, perkebunan dan kerajinan tangan seperti

anyaman, menyulam, pembuatan tempe/tahu, keramik dan sebagainya.

2. Kelompok sektor informal kota

Kegiatan atau usaha-usaha sektor informal di kota pada umumnya meliputi

bidang-bidang perdagangan (pedagang baso, warung nasi, jamu gendong,

pedagang es, tukang koran dan pedagang bermacam-macam minuman dan

makanan baik keliling maupun disuatu tempat), kerajinan tangan (tukang

jahit, tukang bordir, pembuat dan penjaja mainan anak-anak, pemahat, dan

sebagainya), bidang jasa seperti tukang tambal ban, tukang jam, tukang becak,

(41)

tukang membungan uang atau “rentenir”. Disamping itu sekarang ini

pemulung juga diperhitungan sebagai usaha sektor informal di kota.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan

ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun

penerimaanya.

2. Pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang diterapkan

oleh pemerintah.

3. Modal, peraturan dan perlengkapan maupun pemasukan biasanya kecil dan

diusahakan atas dasar hitungan harian.

4. Pada umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan tidak

terpisah dengan tempat tinggal.

5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar.

6. Pada umumnya dilakukan oleh golongan masyarakat yang berpendapatan

rendah.

7. Tidak selalu membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga

secara luwes dapat menyerap tenaga kerja dengan bermacam-macam tingkat

pendidikan.

Menurut ICHOIS (1997), gambaran umum industri sektor informal

mempunyai mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Timbulnya resiko bahaya pekerjaan yang tinggi.

2. Keterbatasan sumber daya dalam mengubah lingkungan kerja dan

(42)

3. Rendahnya kesadaran terhadap faktor-faktor resiko kesehatan kerja.

4. Kondisi pekerjaan yang tidak ergonomis, kerja fisik yang berat dan jam kerja

yang panjang.

5. Pembagian kerja di struktur yang beraneka ragam dan rendahnya pengawasan

manajemen serta pencegahan bahaya-bahaya pekerjaan.

6. Anggota keluarga sering kali terpajan bahaya-bahaya akibat kerja.

7. Masalah perlindungan lingkungan tidak terpecahkan dengan baik.

8. Kurangnya pemeliharaan kesehatan, jaminan keamanan, social (asuransi

kesehatan) dan fasilitas kesejahteraan.

2.8. Kerangka Konsep

Pekerja Pembuat tas

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk

mengetahui gambaran keluhan muskuloskletal pada pekerja pembuat tas di Jalan

Bajak V Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas pada tahun 2013.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di pusat pembuatan tas di Jalan Bajak V Kecamatan

Medan Amplas. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian didasarkan karena belum

pernah dilakukan penelitian tentang keluhan muskuloskletal pada pekerja pembuat tas

di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari tahun 2013 sampai Juli 2013.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pekerja pembuat tas di Jalan Bajak

V Kecamatan Medan Amplas yang berjumlah 30 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh anggota populasi (total sampling)

yaitu berjumlah 30 orang, yang terdiri dari 25 orang dengan sikap kerja duduk di

(44)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara mengadakan observasi terhadap sikap

kerja para pekerja pembuat tas selama proses pembuatan tas berlangsung serta

melakukan pemetaan terhadap keluhan muskuloskletal dengan menggunakan

kuesioner nordic body map.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder, yaitu mengenai jumlah pekerja dan gambaran umum pusat

pembuatan tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas.

3.5. Definisi Operasional

1. Pekerja pembuat tas adalah pekerja yang mengerjakan aktifitas membuat tas.

2. Keluhan muskuloskletal adalah keluhan-keluhan subjektif yang dirasakan

pekerja pembuat tas pada bagian otot rangka, terutama pada daerah bahu,

pinggang, punggung, leher, pergelangan tangan dan bagian tubuh lainnya.

3.6. Analisa Data

Data yang diperoleh dari pengisian kuesioner nordic body map akan diolah

dan disajikan kedalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa

secara deskriptif untuk menjelaskan keluhan muskuloskletal pada pekerja pembuat tas

(45)

BAB IV Hasil Penelitian

4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Usaha informal pembuatan tas terletak di jalan Bajak V Kecamatan Medan

Amplas. Batas-batas wilayah :

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor

- Sebelah Timur berbatasan dengan Tanjung Morawa

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Patumbak

Letak administrasi : Kecamatan Medan Amplas

Letak Geografis : Dataran rendah

Letak Strategis : Perbatasan Kabupaten

Usaha informal pembuatan tas di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas

merupakan industri rumah tangga yang dimiliki secara perorangan. Pada umumnya

mereka sudah memproduksi tas sejak puluhan tahun silam. Mereka belajar membuat

tas secara otodidak dan turun-temurun. Mesin yang digunakan terdiri atas mesin jahit

manual dan mesin elektrik yang digunakan pada proses penjahitan tas. Sedangkan

pada proses lainnya umumnya dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan.

Tas yang mereka produksi dikumpulkan kepada seorang agen yang kemudian

(46)

4.2. Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja yang bekerja di industri pembuatan tas ini adalah 30

orang yang tersebar di 12 rumah tangga. Satu rumah tangga ditanggungjawabkan oleh

satu orang yang biasanya adalah suaminya yang memiliki anggota 2 sampai 3 orang

yang terdiri dari istri dan anaknya. Seluruh rumah tangga pembuatan tas tersebut

dipimpin oleh seorang pengusaha yang memberikan perintah untuk membuat jumlah

orderan tas. Tugas yang dilakukan suami sebagai penanggungjawab adalah biasanya

membuat pola, menjahit pola, sedangkan istrinya bertugas memasang aksesoris pada

tas dan anaknya bertugas menggunting dan menempelkan pola yang telah dibuat.

4.3. Waktu Kerja

Pembuatan tas ini sudah memiliki distributor tetap untuk hasil produksi tas

mereka, tetapi industri pembuatan tas ini sering juga menerima orderan untuk

acara-acara seminar yang memberikan tas-tas tangan untuk seminar. Industri pembuatan tas

ini sudah sering menerima orderan untuk acara-acara besar sekalipun dan hasil

produksinya juga sampai diekspor ke lokal maupun mancanegara.

Waktu kerja pada pembuatan ini tidak dibatasi karena jika orderan yang

diterima banyak maka pekerja akan bekerja sampai malam hari. Waktu untuk

pembuatan satu tas tidak dapat ditentukan karena disesuaikan dengan model tas.

Waktu istirahat juga tidak ada patokannya, pekerja pun sering terlambat makan

karena kesibukan membuat tas ini hingga lupa waktu. Biasanya setiap minggu

(47)

4.4. Gambaran Proses Kerja Pembuatan Tas

Adapun proses kerja pembuatan tas adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan pola,

Proses pembuatan tas diawali dengan pembuatan pola. Bahan yang digunakan

sebagai pola digambar terlebih dahulu sesuai dengan bentuk yang diinginkan

kemudian dipotong. Selanjutnya pola tersebut akan digunakan untuk media

penjiplakan bahan. Dalam pembuatan pola ini harus digambarkan secara jelas

agar ketika proses pemotongan sesuai dengan ukuran yang diharapkan.

Pengukuran panjang, lebar dan tinggi ketika pembuatan pola ini harus dilakukan

secara hati-hati dan teliti agar pola yang dibuat nanti dapat membentuk tas yang

sesuai.

2. Penjiplakan,

Proses selanjutnya adalah membuat pola pada bahan yang akan dibuat tas dengan

metode penjiplakan. Media penjiplak dirapatkan pada bahan kemudian digaris

mengikuti lekukan pola dengan menggunakan pensil. Proses ini harus dilakukan

dengan teliti agar pola pada bahan terbentuk menyerupai media penjiplakan.

3. Pemotongan/pengguntingan,

Bahan yang telah digambar polanya kemudian digunting/dipotong dengan

menggunakan gunting. Proses ini juga butuh keterampilan karena bahan yang

digunakan sedikit susah untuk digunting.

4. Pengeleman/pelipatan,

Setelah bahan digunting/dipotong, bahan pinggiran bahan direkatkan dengan

(48)

5. Penjahitan

Tahap selanjutnya adalah menyatukan bagian-bagian tas yang telah menempel

yang meliputi bagian depan, belakang, kanan dan kiri tas. Penyatuan ini

dilakukan dengan menjahit keempat bagian tersebut hingga membentuk kotak

dengan menggunakan mesin jahit.

6. Pemasangan aksesoris,

Setelah potongan-potongan bahan dijahit menjadi sebuah tas, maka proses

selanjutnya adalah pemasangan aksesoris. Aksesoris dipasang untuk

memperindah tampilan tas sehingga terlihat lebih menarik.

7. Finishing

Finishing merupakan proses akhir pembuatan tas dimana pada tahap ini tas yang

sudah jadi diperiksa untuk mengetahui apakah ada kecacatan atau tidak.

Selanjutnya tas dibersihkan agar terlihat lebih menarik.

4.5. Gambaran Hasil Penelitian 4.5.1. Karakteristik Pekerja 4.5.1.1. Umur

Adapun distribusi responden berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Umur pada tahun 2013.

No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persen (%)

1 ≤42 16 53,3

2 >42 14 46,7

(49)

Berdasarkan tabel 4.1. dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi berada pada

kelompok umur ≤ 42 tahun yaitu sebanyak 16 orang (53,3%) dan terendah berada

pada kelompok umur > 42 tahun yaitu sebanyak 14 orang (46,7%).

4.5.1.2. Jenis Kelamin

Adapun distribusi responden pembuat tas berdasarkan jenis kelamin dapat

dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Jenis Kelamin pada tahun 2013.

No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persen (%)

1 Laki-laki 19 63,3

2 Perempuan 11 36,7

Total 30 100

Dari tabel 4.2. dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi terletak pada jenis

kelamin laki-laki yaitu sebanyak 19 orang (63,3%) dan terendah terletak pada jenis

kelamin perempuan yaitu sebanyak 11 orang (36,7%).

4.5.1.3. Masa Kerja

Adapun distribusi responden berdasarkan masa kerja dapat dilihat pada tabel

dibawah ini.

Tabel 4.3. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Masa Kerja pada tahun 2013.

No Masa Kerja (Tahun) Jumlah (Orang) Persen (%)

1 ≤21 17 56,7

2 >21 13 43,3

(50)

Berdasarkan tabel 4.3. dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi terletak pada

masa kerja ≤ 21 tahun yaitu sebanyak 17 orang (56,7%) dan terendah terletak pada

masa kerja > 21 tahun yaitu sebanyak 13 orang (43,3%).

4.5.1.4. Sikap Kerja

Adapun distribusi responden berdasarkan sikap kerja kerja dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Sikap Kerja pada tahun 2013.

No Sikap Kerja Jumlah (Orang) Persen (%)

1 Duduk di lantai 25 83,3

2 Duduk di kursi 5 16,7

Total 30 100

Dari tabel 4.4. dapat dilihat bahwa frekuensi sikap kerja tertinggi terletak pada

sikap kerja duduk di lantai sebanyak 25 orang (83,3%) dan terendah terletak pada

sikap kerja duduk di kursi sebanyak 5 orang (16,7%).

4.5.2. Gambaran Keluhan Muskuloskletal

4.5.2.1. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di lantai.

Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dialami pekerja pembuat tas

di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013, digunakan Nordic body

map yang ditanyakan sesaat sebelum bekerja. Hasil dari pemetaan keluhan

(51)

Tabel 4.5. Keluhan Muskuloskletal Sebelum bekerja dengan sikap kerja duduk Di Lantai pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013.

No Bagian Tubuh Keluhan Muskuloskletal Total %

Tidak

besar mengalami keluhan sakit pada daearah bahu kiri yaitu sebanyak 4 orang (16%),

2 orang (8%) mengeluh sakit pada daerah bokong, 1 orang (4%) mengeluh sakit pada

(52)

4.5.2.2.Gambaran Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di lantai.

Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dialami pekerja pembuat tas di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013, digunakan Nordic body map yang ditanyakan sesaat setelah bekerja. Hasil dari pemetaan keluhan muskuloskletal yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.6. Keluhan Muskuloskletal Setelah bekerja dengan Sikap Kerja Duduk Di Lantai pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013

N No Bagian Tubuh Keluhan Muskuloskletal Total %

(53)

Berdasarkan tabel 4.6. dapat dilihat bahwa dari 25 orang pekerja, sebagian

besar mengalami keluhan muskuloskletal dengan kategori “sakit” yaitu pada daerah

leher bawah (8%), bahu kiri (60%), bahu kanan (64%), bokong (60%), pantat (68%),

dan pergelangan tangan kanan (36%).

4.5.2.3. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Kursi.

Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dialami pekerja pembuat tas

di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013, digunakan Nordic body

map yang ditanyakan sesaat sebelum bekerja. Hasil dari pemetaan keluhan

muskuloskletal yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7. Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja dengan Sikap Kerja Duduk Di Kursi pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013.

No Bagian Tubuh Keluhan Muskuloskletal Total %

(54)

20 Paha Kanan 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

21 Lutut Kiri 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

22 Lutut Kanan 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

23 Betis Kiri 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

24 Betis Kanan 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

25 Pergelangan Kaki Kiri 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

26 Pergelangan Kaki Kanan 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

27 Jari Kaki Kiri 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

28 Jari Kaki Kanan 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

Berdasarkan tabel 4.7. dapat dilihat bahwa dari 5 orang pekerja, sebagian

besar mereka tidak mengalami keluhan sakit. Sebagian pekerja hanya mengalami

keluhan agak sakit yaitu pada daerah leher atas, leher bawah, punggung, dan lengan

bawah kanan masing-masing 40%, dan 20% mengeluh agak sakit pada daerah bahu

kiri dan kanan, lengan atas kiri dan kanan, bokong, pantat, siku kiri dan kanan,

pergelangan tangan kiri dan kanan, jari tangan kiri dan kanan, lutut kiri dan kanan,

dan betis kiri.

4.5.2.4. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Kursi.

Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dialami pekerja pembuat tas

di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013, digunakan Nordic body

map yang ditanyakan sesaat setelah bekerja. Hasil dari pemetaan keluhan

(55)

Tabel 4.8. Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja dengan Sikap Kerja Duduk Di Kursi pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013.

No Bagian Tubuh Keluhan Muskuloskletal Tot

(56)

Berdasarkan tabel 4.8. dapat dilihat bahwa dari 5 orang pekerja, sebagian

besar pekerja mengalami keluhan muskuloskletal kategori “sakit” yaitu pada daerah

bahu kanan, pinggang dan pergelangan tangan kanan masing-masing 80% , sakit pada

daerah bahu kiri, bokong, lengan bawah kiri, masing-masing 60%, dan sebagian lagi

mereka (40%) mengalami keluhan sakit pada daerah leher bawah, lengan atas kiri,

Gambar

Gambar 1. Nordic Body Map
Tabel 4.1.  Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Umur pada tahun 2013
Tabel 4.3. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Masa Kerja pada tahun 2013
Tabel 4.4. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Sikap Kerja pada tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Memberikan masukan pada pekerja tentang sikap duduk yang benar pada saat bekerja serta faktor- faktor yang berpengaruh terhadap keluhan nyeri punggung bawah sehingga

PENGARUH SIKAP KERJA DUDUK TERHADAP KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PEKERJA BAGIAN PELINTINGAN.. ROKOK

dengan sikap (p=0,036) orangtua tentang penanganan darurat trauma avulsi gigi. permanen anak di Kecamatan Medan Amplas dan

dengan sikap orangtua tentang penanganan darurat trauma avulsi gigi permanen anak. di Kecamatan Medan Baru dan

Tujuan: Untuk mengetahui dan menganalisis adanya hubungan antara hubungan antara sikap kerja dan masa kerja dengan keluhan Low Back Pain miogenik (akut) pada Pekerja Pembuat

Bagaimana perawatan kasus trauma gigi sulung yang dilakukan oleh dokter gigi dalam satu tahun terakhir di kecamatan Medan Baru, Medan Kota, Medan Selayang dan Medan Amplas

KESIMPULAN Terdapat hubungan antara sikap kerja duduk, durasi bekerja dengan risiko keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja kerajinan sarung tenun samarinda, dan tidak terdapat

HUBUNGAN SIKAP KERJA DUDUK, MASA KERJA, DAN DURASI BEKERJA DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA KERAJINAN SARUNG TENUN SAMARINDA SKRIPSI DIAJUKAN OLEH AGIL