GAMBARAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA PEMBUAT TAS DI JALAN BAJAK V KECAMATAN
MEDAN AMPLAS TAHUN 2013
SKRIPSI
Oleh :
HOTMIAN A.M. SITUMORANG NIM. 101000424
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA PEMBUAT TAS DI JALAN BAJAK V KECAMATAN
MEDAN AMPLAS TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
HOTMIAN A.M. SITUMORANG NIM. 101000424
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian terhadap pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat tas. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif. Populasi adalah seluruh pekerja pembuat tas sejumlah 30 orang. Sampel adalah seluruh jumlah populasi (total sampling). Data dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini melakukan pemetaan keluhan muskuloskeletal dengan mengunakan Nordic Body Map.
Hasil penelitian diperoleh dari 30 pekerja pembuat tas, keluhan muskuloskletal yang paling banyak dirasakan pekerja dengan kategori “agak sakit” adalah pada bagian leher atas sebanyak 22 orang (73,3%), leher bawah sebanyak 19 orang (63,3%), lengan atas kanan sebanyak 17 orang (56,7%), lengan bawah kiri sebanyak 23 orang (76,7%), lengan bawah kanan sebanyak 24 orang (80%), pergelangan tangan kiri sebanyak 19 orang (63,3%), pergelangan tangan kanan sebanyak 16 orang (53,3%), jari-jari tangan kanan sebanyak 22 orang (73,3%), lutut kiri sebanyak 16 orang (53,3%). Keluhan muskuloskletal yang paling banyak dirasakan dengan kategori “sakit” adalah pada bagian bahu kiri sebanyak 18 orang (60%), bahu kanan sebanyak 20 orang (66,7%), pinggang sebanyak 19 orang (63,3%), bokong sebanyak 18 orang (60%), pantat sebanyak 19 orang (63,3%). Bagian tubuh yang paling banyak responden tidak merasakan adanya keluhan adalah pada bagian lengan atas kiri sebanyak 19 orang (63,3%), siku kiri sebanyak 26 orang (86,7%), siku kanan sebanyak 27 orang (90%), paha kiri sebanyak 18 orang (60%), betis kiri sebanyak 18 orang (60%), pergelangan kaki kiri sebanyak 28 orang (93,3%), pergelangan kaki kanan sebanyak 28 orang (93,3%), jari kaki kiri dan jari kaki kanan masing-masing sebanyak 30 orang (100%).
Pembuat tas disarankan untuk melakukan relaksasi tangan dan kaki dengan menggerak-gerakkan tangan selama 5 menit. Sedangkan pada leher, relaksasi yang dapat dilakukan seperti mengerakkan leher dari bawah ke atas secara pelahan-lahan atau dengan menggerakkan leher ke bawah, ke atas, dan ke samping secara bergantian.
ABSTRACT
Has conducted research on bag maker workers in Bajak V street sub-district Medan Amplas Year 2013. The purpose of this study is to describe musculoskeletal complaints in bag maker workers. The research is descriptive. Worker population as many as 30 peoples. Sample is the total population (total sampling). Data were analyzed descriptively. This study mapped the musculoskeletal complaints using the Nordic Body Map.
The results obtained from 30 bag maker workers, muskuloskletal complaints that most workers perceived by category "a little sore" is on the upper neck as many as 22 people (73.3%), neck down as many as 19 people (63.3%), right arm on as many as 17 people (56.7%), forearm left as many as 23 people (76.7%), right forearm as many as 24 people (80%), left wrist as many as 19 people (63.3%), ankle right hand as many as 16 people (53.3%), fingers of the right hand were 22 men (73.3%), the left knee as many as 16 people (53.3%). Muskuloskletal complaints most widely perceived by category "pain" is on the left shoulder as many as 18 people calf about 18 people (60%), the left ankle by 28 people (93.3%), right ankle as many as 28 people (93.3%), and the left toes toes right respectively of 30 people (100%).
Bag maker workers are advised to do relaxation with the hands and feet waving his hands for 5 minutes. While on the neck, relaxation do like neck mobilizing from the bottom up as slowly or by moving the neck down, up, and sideways in turn.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Hotmian Asi Magdalena Situmorang
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 26 April 1986
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Katholik
Anak ke : 6 dari 6 bersaudara
Status Perkawinan : Belum menikah
Alamat Rumah : JL. Bilal dalam Gg. Landasan No. 106 Polonia VI Medan
Riwayat Pendidikan
Tahun 1993-1999 : Lulus dari SD ST. Petrus Medan
Tahun 1999-2001 : Lulus dari SMP ST. Petrus Medan
Tahun 2001-2004 : Lulus dari SMU Cahaya Medan
Tahun 2004-2007 : Lulus dari Akademi Keperawatan ST. Elisabeth Medan
Tahun 2010-2013 : Lulus dari Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
Riwayat Pekerjaan
Tahun 2007-2009 : Staf Perawat di RS. ST. Elisabeth Medan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Gambaran Keluhan Muskuloskletal pada Pekerja Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013”.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Arfah Mardiana Lubis, M.Psi, selaku Dosen Pembimbing Akademik. 3. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku ketua Departemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
4. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Ibu Umi Salmah, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
7. Bapak Akhiruddin Koto, selaku Pimpinan pembuatan tas di Jalan Bajak V kecamatan Medan Amplas yang telah banyak membantu penyelesaian skripsi. 8. Teristimewa kedua orang tuaku tercinta, Parluhutan Situmorang (Bapak)
9. Kepada abang Gringo Situmorang dan Budi Situmorang, tidak lupa juga kakak Martha Elisa Situmorang, trimakasih buat doa, semangat, nasihat, dukungan kalian kepadaku.
10.Buat seseorang yang jauh di sana, terimakasih buat perhatian, dukungan dan doanya selama ini, God bless us.
11.Sahabat-sahabat di FKM USU (Dino, Duma, Henokh, Abdi, Henry, Novtalin, Florentina, Debi, Rofirma, Kak Theodora dll.), trimakasih buat dukungannya. 12.Sahabat-sahabat alumni Akper ST. Elisabeth Medan angkatan 13 yang
namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, trimakasih buat doa dan dukungan kalian.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, 11 September 2013
DAFTAR ISI
2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi ... 8
2.1.3. Tujuan Ergonomi ... 9
2.5. Gangguan Muskuloskeletal ... 14
2.5.1. Definisi Gangguan Muskuloskeletal ... 14
2.5.2. Faktor Resiko Keluhan Muskuloskeletal ... 17
2.6. Nordic Body Map ... 22
2.7. Industri Informal ... 24
2.8. Kerangka Konsep ... 27
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 28
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 28
3.2.2. Waktu Penelitian... 28
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28
3.3.2. Sampel Penelitian ... 28
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 29
3.4.1. Data Primer ... 29
3.4.2. Data Sekunder... 29
3.5. Defenisi Operasional ... 29
3.6. Analisa Data ... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 30
4.2. Jumlah Tenaga Kerja... 31
4.3. Waktu Kerja ... 31
4.4. Gambaran Proses Kerja Pembuatan Tas ... 32
4.5. Gambaran Hasil Penelitian ... 33
4.5.1. Karakteristik Pekerja. ... 33
4.5.1.1. Umur ... 33
4.5.1.2. Jenis Kelamin ... 34
4.4.1.3. Masa Kerja. ... 34
4.4.1.4. Sikap Kerja ... 35
4.5.2. Gambaran Keluhan Muskuloskletal ... 35
4.5.2.1. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Lanti ... 35
4.5.2.2. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Lantai ... 37
4.5.2.3. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Kursi ... 38
4.5.2.4. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Kursi ... 39
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Pekerja Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 41
5.1.1. Umur ... 41
5.1.2. Jenis Kelamin ... 41
5.1.3. Masa Kerja ... 42
5.2. Keluhan Muskuloskletal Pada Pekerja Pembuat Tas ... 42
5.2.1. Keluhan Muskuloskletal Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Lantai ... 42
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 47 6.2. Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 50
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Umur pada tahun 2013 ... 33
Tabel 4.2. Distribusi Pekerja Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Jenis Kelamin pada tahun 2013. ... 34
Tabel 4.3. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amlas Berdasarkan Masa Kerja pada tahun 2013 ... 34
Tabel 4.4. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amlas Berdasarkan Sikap Kerja pada tahun 2013 ... 35
Tabel 4.5. Keluhan Muskuloskletal Sebelum bekerja dengan sikap kerja duduk di Lantai pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan
Amplas Tahun 2013 ... 36
Tabel 4.6. Keluhan Muskuloskletal Setelah bekerja dengan sikap kerja duduk di Lantai pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan
Amplas Tahun 2013 ... 37
Tabel 4.7. Keluhan Muskuloskletal Sebelum bekerja dengan sikap kerja duduk di Kursi pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 38
Tabel 4.8. Keluhan Muskuloskletal Setelah bekerja dengan sikap kerja duduk di Kursi pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian
Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian Lampiran 3. Kuesioner
Lampiran 4. Master Data
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian terhadap pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat tas. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif. Populasi adalah seluruh pekerja pembuat tas sejumlah 30 orang. Sampel adalah seluruh jumlah populasi (total sampling). Data dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini melakukan pemetaan keluhan muskuloskeletal dengan mengunakan Nordic Body Map.
Hasil penelitian diperoleh dari 30 pekerja pembuat tas, keluhan muskuloskletal yang paling banyak dirasakan pekerja dengan kategori “agak sakit” adalah pada bagian leher atas sebanyak 22 orang (73,3%), leher bawah sebanyak 19 orang (63,3%), lengan atas kanan sebanyak 17 orang (56,7%), lengan bawah kiri sebanyak 23 orang (76,7%), lengan bawah kanan sebanyak 24 orang (80%), pergelangan tangan kiri sebanyak 19 orang (63,3%), pergelangan tangan kanan sebanyak 16 orang (53,3%), jari-jari tangan kanan sebanyak 22 orang (73,3%), lutut kiri sebanyak 16 orang (53,3%). Keluhan muskuloskletal yang paling banyak dirasakan dengan kategori “sakit” adalah pada bagian bahu kiri sebanyak 18 orang (60%), bahu kanan sebanyak 20 orang (66,7%), pinggang sebanyak 19 orang (63,3%), bokong sebanyak 18 orang (60%), pantat sebanyak 19 orang (63,3%). Bagian tubuh yang paling banyak responden tidak merasakan adanya keluhan adalah pada bagian lengan atas kiri sebanyak 19 orang (63,3%), siku kiri sebanyak 26 orang (86,7%), siku kanan sebanyak 27 orang (90%), paha kiri sebanyak 18 orang (60%), betis kiri sebanyak 18 orang (60%), pergelangan kaki kiri sebanyak 28 orang (93,3%), pergelangan kaki kanan sebanyak 28 orang (93,3%), jari kaki kiri dan jari kaki kanan masing-masing sebanyak 30 orang (100%).
Pembuat tas disarankan untuk melakukan relaksasi tangan dan kaki dengan menggerak-gerakkan tangan selama 5 menit. Sedangkan pada leher, relaksasi yang dapat dilakukan seperti mengerakkan leher dari bawah ke atas secara pelahan-lahan atau dengan menggerakkan leher ke bawah, ke atas, dan ke samping secara bergantian.
ABSTRACT
Has conducted research on bag maker workers in Bajak V street sub-district Medan Amplas Year 2013. The purpose of this study is to describe musculoskeletal complaints in bag maker workers. The research is descriptive. Worker population as many as 30 peoples. Sample is the total population (total sampling). Data were analyzed descriptively. This study mapped the musculoskeletal complaints using the Nordic Body Map.
The results obtained from 30 bag maker workers, muskuloskletal complaints that most workers perceived by category "a little sore" is on the upper neck as many as 22 people (73.3%), neck down as many as 19 people (63.3%), right arm on as many as 17 people (56.7%), forearm left as many as 23 people (76.7%), right forearm as many as 24 people (80%), left wrist as many as 19 people (63.3%), ankle right hand as many as 16 people (53.3%), fingers of the right hand were 22 men (73.3%), the left knee as many as 16 people (53.3%). Muskuloskletal complaints most widely perceived by category "pain" is on the left shoulder as many as 18 people calf about 18 people (60%), the left ankle by 28 people (93.3%), right ankle as many as 28 people (93.3%), and the left toes toes right respectively of 30 people (100%).
Bag maker workers are advised to do relaxation with the hands and feet waving his hands for 5 minutes. While on the neck, relaxation do like neck mobilizing from the bottom up as slowly or by moving the neck down, up, and sideways in turn.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Saat ini pembangunan industri menjadi salah satu andalan dalam
pembangunan nasional Indonesia dan sangat berpengaruh dalam penyerapan tenaga
kerja, peningkatan pendapatan dan pemerataan pembangunan. Namun, kegiatan
industri tersebut dalam proses kegiatannya tidak lepas dari faktor-faktor yang
mengandung risiko bahaya yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja
maupun penyakit akibat kerja. Kondisi ini tentunya mengharuskan kesiapan tenaga
kerja sebagai pelaku industri dalam berbagai aspek baik dari segi pengetahuan,
keterampilan, kesehatan, keselamatan maupun perlindungan secara menyeluruh
terhadap dampak negatif yang ditimbulkan dari faktor pekerjaan dan lingkungan
kerjanya (Harrianto, 2010).
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bagian dari aspek perlindungan
tenaga kerja sekaligus upaya dalam peningkatan produktivitas kerja. Hal ini sangat
jelas tertuang dalam UU No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja dimana tenaga
kerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dalam
melakukan pekerjaan dan setiap orang lain yang berada di tempat kerja juga perlu
terjamin keselamatannya.
Untuk mencapai keselamatan dan kesehatan kerja tentu tidak lepas dari peran
ergonomi, dimana ergonomi berkaitan dengan para pekerja dalam rangka efektifitas
pekerjaan dapat menghasilkan rasa nyaman saat bekerja, terhindar dari kelelahan,
serta dapat menghindari gerakan yang tidak perlu saat bekerja serta upaya dalam
melaksanakan pekerjaaan menjadi sekecil-kecilnya dengan hasil yang
sebesar-besarnya (Surya, 2008).
Salah satu penyakit akibat kerja adalah keluhan muskuloskeletal yang sering
juga disebut dengan istilah musculoskeletal disorder (MSDs). Menurut Grandjen &
Lemaster (1993), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot
rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat
sakit, apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama
akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon
(Tarwaka, 2010).
Lahan pekerjaan sebagai sumber ekonomi masyarakat saat ini, terutama di
kota-kota besar dipenuhi berbagai sektor industri baik sektor formal maupun sektor
informal dimana pertumbuhan industri sektor informal ini mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat dibandingkan dengan industri sektor formal sehingga menjadi salah
satu penopang perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data, jumlah keseluruhan
tenaga kerja Indonesia sebesar 116 juta orang pada tahun 2010, tercatat lebih dari 73
juta orang terserap dalam industri sektor informal (BPS, 2010).
Keberadaan industri sektor informal ini tentu sangat membantu mengurangi
beban negara dalam upaya mengurangi pertumbuhan pengangguran di Indonesia.
Namun, di samping itu semua industri sektor informal ini memiliki standar
kesejahteraan pekerja yang masih jauh dari memuaskan. Pada umumnya pekerja di
sektor informal pada umumnya kurang memperhatikan kaidah keamanan dan
kesejahtraan kerja. Situasi ini tentunya menunjukkan buruknya status kesehatan
pekerja di industri sektor informal (ICOHIS, 2009).
ICOHIS (2006), menyatakan bahwa dari hasil penelitian menunjukkan ada
berbagai gangguan kesehatan akibat kerja yang ditemukan pada industri sektor
informal. Salah satunya adalah gangguan otot dan sendi dimana gangguan otot dan
sendi ini banyak dijumpai pada perajin batu bata sebanyak 74,7%, nelayan sebanyak
41,6%, dan perajin kulit sebanyak 21,0% ( Depkes RI, 2008).
Usaha pembuatan tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas ini
merupakan salah satu industri di sektor informal. Pembuatan tas ini menghasilkan
berbagai macam tas yang akan dipasarkan ke pedagang-pedagang tas atau memenuhi
pesanan-pesanan untuk seminar, hotel, sekolah, dan lain-lain.
Berdasarkan survei pendahuluan diketahui bahwa usaha pembuatan tas yang
terletak di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas merupakan salah satu industri
sektor informal yang sudah ada sejak tahun 1980an. Usaha pembuatan tas ini
menghasilkan berbagai jenis tas, mulai dari hand bag, travel bag, tas laptop, tas
gunung, tas ransel, bahkan tas untuk acara-acara seminar. Proses pembuatan tas-tas
tersebut dilakukan secara sederhana dengan alat-alat yang cukup sederhana pula.
Adapun proses pembuatan tas tersebut adalah pembuatan pola,
pemotongan/pengguntingan, penjipklakan, pengeleman/pelipatan, penjahitan,
pemasangan aksesoris, selanjutnya tahap akhir finishing.
mengerjakan proses kerja pembuatan pola, pemotongan/pengguntingan, penjipklakan,
pengeleman/pelipatan, pemasangan aksesoris, dan finishing duduk di lantai sambil
membungkuk dan posisi kepala sering menunduk dan ini dilakukan dalam waktu
yang lama. Sementara itu, pekerja yang mengerjakan proses penjahitan bekerja
dengan posisi duduk di kursi dimana kursi yang digunakan pada saat menjahit tidak
mempunyai sandaran dan pekerja sering membungkuk. Sikap kerja yang tidak
alamiah ini jika terjadi dalam kurun waktu lama maka akan terjadi akumulasi keluhan
yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya cedera otot (Suma’mur, 1996).
Pekerja mulai bekerja dari pukul 08.00-17.00 WIB dengan waktu istirahat yang tidak
tentu demi mengejar target pesanan tas dari pelanggan. Jika jumlah pesanan tas
sedikit, maka pekerja dapat bekerja lebih santai dan memiliki waktu untuk istirahat.
Namun, jika pesanan tas sangat banyak biasanya pekerja tidak akan sempat istirahat,
hanya sempat untuk makan siang saja. Pekerja pembuat tas bekerja setiap hari
dikarenakan jumlah pesanan yang relatif stabil sehingga mereka harus bekerja setiap
hari untuk memenuhi pesanan. Berdasarkan wawancara singkat yang dilakukan
diketahui bahwa pekerja sering mengalami keluhan muskuloskletal seperti di daerah
leher, pinggang, punggung, dan bagian tubuh lainnya.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas maka perumusan masalah yang akan
diteliti adalah “Bagaimana gambaran keluhan muskuloskletal pada pekerja pembuat
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat
tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas pada tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V
Kecamatan Medan Amplas pada tahun 2013.
2. Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat tas di Jalan
Bajak V Kecamatan Medan Amplas pada tahun 2013.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi para pekerja tentang keluhan muskuloskletal sehingga
mendorong untuk melakukan pencegahan dan pengendaliannya.
2. Sebagai masukan bagi pimpinan home industri pembuatan tas di Jalan Bajak
V Kecamatan Medan Amplas tentang keluhan muskuloskletal dan upaya
pencegahan dan pengendaliannya.
3. Dapat menjadi bahan referensi bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan baik
dari kalangan akademis, masyarakat dan peneliti.
4. Sebagai pengembangan wawasan keilmuan bagi peneliti tentang gangguan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ergonomi
2.1.1. Definisi Ergonomi
Ergonomi adalah suatu ilmu dimana dalam penerapannya berusaha untuk
menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya, yang
bertujuan demi tercapainya produktivitas kerja dan efisiensi yang setinggi-tingginya
melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ergonomi adalah
komponen kegiatan dalam ruang lingkup hiperkes yang antara lain meliputi
penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbale balik untuk efisiensi dan
kenyamanan kerj (Suma’mur,1989).
Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja, baik sektor modern, maupun
pada sektor tradisional dan informal. Pada sektor modern penerapan ergonomi dalam
bentuk pengaturan sikap, tata cara kerja dan perencanaan kerja yang tepat adalah
syarat penting bagi efisiensi dan produktivitas kerja yang tinggi. Pada sektor
tradisional pada umumnya dilakukan dengan tangan dan memakai peralatan serta
dalam sikap-sikap badan dan cara-cara kerja yang secara ergonomi dapat diperbaiki
(Suma’mur, 1989).
Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya
dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi adalah manusia pada saat
bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi adalah
penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia yang ditujukan untuk
ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu,
cahaya dan kelembaban sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia (Departemen
Kesehatan RI, 2007).
Menurut International Ergonomic Association (IEA), ergonomi berasal dari
bahasa Yunani, yaitu ergon yang artinya kerja dan nomos yang artinya hukum alam,
sehingga ergonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara
manusia dengan dan elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan pekerjaan yang
mengaplikasikan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang suatu sistem yang
optimal, dilihat dari sisi manusia dan kinerjanya (Nurmianto, 2008).
Ergonomi adalah praktek dalam mendisain peralatan dan rincian pekerjaan
sesuai dengan kapasitas pekerja dengan tujuan untuk mencegah cidera pada pekerja
(OSHA, 2010). Ergonomi juga didefinisikan sebagai suatu penerapan ilmu
pengetahuan yang lebih menitik-beratkan rancangan fasilitas peralatan, perkakas
sesuai dengan karakteristik anatomi, fisiologi, biomekanik, persepsi serta sikap
kebiasaan manusia (NIOSH, 2007).
Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau
menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas
maupun istirahat dengan segala kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia
secara fisik maupun mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan
2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi
Ruang lingkup ergonomi tidak hanya sebatas bagaiman cara mengatur posisi
kerja yang baik, namun juga mencakup tehnik, antropometri, dan disain. Pusat
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Departemen Kesehatan RI (2008), menyatakan
bahwa ruang lingkup ergonomi mencakup beberapa aspek keilmuan yaitu:
1. Tehnik, yaitu cara-cara melakukan pekerjaan dengan baik sehingga dapat
mengurangi resiko cedera akibat ergonomi yang tidak baik.
2. Fisik, yaitu dimana penampilan seseorang mencerminkan keseimbangan
antara kemampuan tubuhnya dengan tuntutan tugas. Apabila tuntutan tugas
lebih besar daripada kemampuan tubuh maka akan terjadi ketidaknyamanan,
kelelahan, kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit, serta menurunya
produktivitas. Sebaliknya, apabila tuntutan tugas lebih kecil dari kemampuan
tubuh, akan terjadi understress, seperti kejenuhan, kebosanan, kelesuhan,
kurang produktif dan sakit.
3. Anatomi, yaitu berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan
persendian.
4. Antropometri, yaitu suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik fisik tubuh manusia yang meliputi ukuran, bentuk dan kekuatan
yang nantinya berfungsi untuk mendisain tempat kerja seseorang.
5. Fisiologi, yaitu berhubungan dengan fungsi-fungsi dan kerja tubuh, seperti
temperature tubuh, oksigen yang didapat saat bekerja, aktifitas otot dan
6. Disain, yaitu berupa perancangan tempat kerja yang sesuai dengan pekerja
supaya dapat bekerja secara layak, aman dan nyaman.
2.1.3. Tujuan Ergonomi
Tujuan penerapan perilaku ergonomi yang baik adalah untuk meningkatkan
produktivitas tenaga kerja di suatu instansi, organisasi ataupun tempat-tempat
manusia melakukan aktivitasnya. Menurut Santoso (2004), ada empat tujuan utama
ergonomi, yaitu memaksimalkan efisiensi karyawan, memperbaiki kesehatan dan
keselamatan kerja, menganjurkan agar bekerja aman, nyaman dan bersemangat, dan
memaksimalkan bentuk kerja yang meyakinkan.
Menurut Tarwaka (2004), ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari
penerapan ergonomi, antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial
dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna meningkatkan jaminan sosial
baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan
antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas
2.2. Sikap Kerja
Sikap kerja adalah sikap tubuh yang menggambarkan bagaimana posisi badan,
kepala badan, tangan dan kaki baik dalam hubungan antar bagian-bagian tersebut
maupun letak pusat gravitasinya. Faktor-faktor yang paling berpengaruh meliputi
sudut persendian, inklinasi vertical badan, kepala, tangan dan kaki serta derajat
penambahan atau penguranngan bentuk kurva tulang belakang.
Sikap tubuh saat bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang
dilakukan, dimana setiap posisi kerja memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap
tubuh. Menurut Suma’mur (1996), dalam pekerja, sikap tubuh sangat dipengaruhi
oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan seperti macam gerak, arah dan
kekuatan.
2.2.1. Sikap Kerja Duduk
Menurut Grandjean (2000), bekerja dengan posisi duduk mempunyai
keuntungan antara lain : pembebanan pada kaki, pemakaian energi dan keperluan
untuk sirkulasi darah dapat dikurangi. Namun demikian sikap duduk yang terlalu
lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung
sehingga mempercepat kelelahan.
Pada saat posisi duduk, otot rangka (muskuloskletal) dan tulang belakang
terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari
rasa nyeri dan cepat lelah. Jika posisi duduk tidak benar maka tekanan pada tulang
Sanders & McCormick (1982) memberikan pedoman untuk mengatur
ketinggian landasan kerja pada posisi duduk sebagai berikut :
1. Jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat diukur turun dan naik.
2. Landasan kerja memungkinkan lengan menggantung pada posisi rileks dari bahu,
dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau sedikit menurun (shoping
down slightly).
3. Ketinggian landasan kerja tidak memerlukan fleksi tulang belakang yang
berlebihan.
Pekerjaan sejauh mungkin sebaiknya dilakukan sambil duduk. Keuntungan
bekerja sambil duduk adalah mengurangi kelelahan pada kaki, terhindar dari
sikap-sikap yang tidak alamiah, berkurangnya pemakaian energi, berkurangnya tingkat
keperluan sirkulasi darah (Suma’mur,1989)
2.2.2. Sikap Kerja Berdiri
Menurut Sutalaksana (2001), sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik,
maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti.
Pada dasarnya berdiri itu sendiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang
dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk.
Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pekerja yang berdiri adalah sikap
kepala. Dimana keadaan kepala harus member kemudahan saat bekerja. Leher yang
berada dalam keadaan fleksi atau ekstensi secara terus menerus dapat mengakibatkan
kelelahan. Sudut penglihatan yang baik untuk sikap berdiri adalah antara 23°-27° kea
Manuaba (1983), Sanders & McCormick (1982), Grandjean (1993)
memberikan rekomendasi ergonomis tentang ketinggian landasan kerja posisi berdiri
didasarkan pada ketinggian siku berdiri sebagai berikut ini :
1. Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian dengan maksud untuk mengurangi
pembebanan statis pada otot bagian belakang, ketinggian landasan kerja adalah
5-10 cm di atas tinggi siku berdiri.
2. Selama kerja manual, di mana pekerja sering memerlukan ruangan untuk
peralatan, material dan kontainer dengan berbagai jenis, ketinggian landasan kerja
adalah 10-15 cm di bawah tinggi siku berdiri.
3. Untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan yang kuat, ketinggian landasan
kerja adalah 15-40 cm di bawah tinggi siku berdiri.
Sikap kerja yang monoton dengan posisi yang sama baik duduk maupun
berdiri dapat mengakibatkan ketidaknyamanan. Orang yang bekerja berdiri dalam
waktu yang lama akan berusaha untuk menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga
mengakibatkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki
sehingga akan berakibat aliran darah akan mengumpul pada anggota tubuh bagian
2.3. Sikap Tubuh Alamiah
Baird dalam Merulalia (2010), mengemukakan bahwa sikap tubuh yang
alamiah merupakan sikap atau postur tubuh yang sesuai dengan anatomi tubuh selama
proses kerja, sehingga tidak ada pergeseran maupun penekanan pada bagian-bagian
penting organ tubuh yang akhirnya tercapai suatu keadaan tubuh yang rileks tanpa
adanya keluhan muskuloskletal ataupun keluhan lainnya.
Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis selama
melakukan pekerjaan dalam kurun waktu yang cukup lama dan dilakukan terus
menerus akan mengakibatkan berbagai gangguan pada pekerja antara lain:
1. Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan
seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang, leher, dan lain-lain.
2. Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.
3. Gangguan gerakan pada bagian tubuh tertentu, misalnya kesulitan menggerakkan
kaki, tangan maupun leher/kepala.
4. Jika berkepanjangan, dapat mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk tubuh
(tulang miring, bongkok).
2.4.Mekanika Tubuh
Mekanika tubuh adalah suatu usaha mengkoordinasikan sistem
muskuloskletal dan sistem saraf dalam mempertahankan keseimbangan, postur, dan
kesejajaran tubuh selama mengangkat, membungkuk, bergerak, dan melakukan
aktifitas sehari-hari. Penggunaan mekanika tubuh yang tepat dapat mengurangi resiko
mendukung pergerakan tubuh yang memungkinkan mobilisasi fisik tanpa terjadi
ketegangan otot dan penggunaan energi otot yang berlebihan (Potter & Perry, 2006).
Mekanika tubuh meliputi kesejajaran tubuh, keseimbangan tubuh, dan
koordinasi gerakan tubuh. Kesejajaran tubuh (postur tubuh) mengacu pada posisi
sendi, tendon, ligamen dan otot selama berdiri, duduk dan berbaring, dimana jika
dilakukan dengan benar dapat mengurangi ketegangan pada struktur muskuloskletal,
mempertahankan tonus otot secara adekuat dan menunjang keseimbangan.
Keseimbangan tubuh diperlukan untuk mempertahankan posisi, memperoleh
kestabilan selama bergerak dari satu posisi ke posisi lain, dan melakukan aktifitas
sehari-hari. Koordinasi gerakan tubuh merupakan fungsi yang terinteraksi dari sistem
skletal, otot skelet, dan sistem saraf (Potter & Perry, 2006).
2.5. Gangguan Muskuloskeletal
2.5.1. Definisi Gangguan Muskuloskeletal
Gangguan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka
(skletal) yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai
sangat sakit, apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang
lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan
tendon (Tarwaka, 2004). Keluhan inilah yang yang disebut dengan istilah keluhan
muskuloskletal atau Muskuloskletal Disorders (MSDs) atau cidera pada sistem
Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun kemudian keluhan itu akan segera hilang
apabila pemberian beban dihentikan.
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang yang bersifat menetap .
walaupun pemberian beban kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
terus berlanjut.
Pada umumnya keluhan otot skletal terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan waktu lama dan
bersifat monoton. Kemungkinan adanya keluhan otot ini dapat dihindari apabila
kontraksi otot berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun jika
kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah dari otot akan berkurang sesuai
tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Hal ini
mengakibatkan suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat juga
terhambat dan akhirnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan
timbulnya rasa nyeri pada otot (Suma’mur,1989).
Harianto (2010), mengatakan bahwa rasa nyeri di daerah leher, bagian atas
punggung, bahu, lengan atau tangan merupakan gejala yang sering dirasakan oleh
pekerja. Biasanya dimulai dari suatu tempat tertentu yang dapat menyebar ke seluruh
anggota tubuh bagian atas dan kadang-kadang diikuti oleh gangguan sensibilitas.
Dijelaskan juga bahwa kerja otot dinamis selalu diikuti oleh relaksasi otot sesaat.
memberikan peluang aliran darah segar memasuki otot. Dengan demikian suplai
darah menjadi 10-20 kali lebih besar dari keadaan normal. Otot akan penuh dengan
darah yang banyak mengandung sari makanan dan O2. Sementara itu metabolit yang
dihasilkan dapat dibersihkan dan dibuang tanpa menimbulkan kelelahan otot. Pada
kerja otot statis, peredaran darah terhambat karena pembuluh darah otot terjepit oleh
tekanan internal jaringan otot, sehingga kerja otot hanya mengandalkan cadangan sari
makanan di otot dan sebagian besar tenaga dihasilkan dari proses anaerob. Akibatnya
metabolisme (asam laktat) terakumulasi di sel-sel otot, sehingga kelelahan otot terjadi
dengan cepat.
Menurut Suma’mur (1996), gejala-gejala Musculoscletal Disorders (MSDs)
yang biasa dirasakan oleh seseorang adalah:
1. Leher dan punggung terasa kaku.
2. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas.
3. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.
4. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.
5. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri disertai
bengkak.
6. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.
7. Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan serta
kehilangan kepekaan.
8. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi rasa
Gambaran gejala Muskuloskletal Disorders (MSDs) dapat diperoleh dengan
menggunakan Nordic Body Map (NBM) dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak
nyaman (sedikit sakit), sakit hingga sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis
peta tubuh (NBM) maka dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan otot skelektal
yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana, namun kurang teliti karena
mengandung nilai subjektifitas yang tinggi (Kuorinka et al, 1997).
2.5.2. Faktor Resiko Keluhan Muskuloskeletal
Hubungan sebab akibat faktor penyebab timbulnya MSDs sulit untuk
dijelaskan secara pasti. Namun ada beberapa faktor risiko tertentu yang selalu ada dan
berhubungan atau turut berperan dalam menimbulkan MSDs. Faktor-faktor risiko
tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan
manusia atau pekerja (Pheasant, 1991; Oborne, 1995) dan ditambah lagi dengan
faktor psikososial (Susan Stock, et al, 2005).
1. Faktor Pekerjaan
a. Postur Kerja
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian
tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh
dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap
kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan
kemampuan pekerja (Grandjen, 1993).
Berdasarkan hasil penilitian Hendra dan Raharjo (2008), diperoleh
pada leher dan punggung bawah. Adapun postur-postur janggal adalah sebagai
berikut :
Berdiri.
Duduk tanpa dukungan lumbar.
Duduk tanpa footrest (tumpuan kaki) yang baik dengan ketinggian yang
sesuai.
Duduk dengan mengistirahatkan bahu pada permukaan alat kerja yang
terlalu tinggi.
Tangan bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas vertikal.
Kepala mendongak.
Posisi membungkuk, punggung yang mengarah ke depan.
Membawa beban berat dengan cara memanggul atau memikul.
Semua posisi tegang.
Posisi ekstrim yang terus menerus pada setiap sendi.
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh
pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pergerakan tenaga yang besar dan
apabila terjadi secara terus menerus, dapat meningkatkan terjadinya keluhan
otot bahkan dapat menyebabkan cedera otot skletal.
b. Tekanan.
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, sebagai contoh
akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering
terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.
c. Getaran.
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah.
Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan
asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Suma’mur, 1989).
d. Mikrolimat.
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan,
dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak
yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Beda suhu lingkungan dengan
suhu tubuh yang terlalu besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam
tubuh akan terpakai oleh tubuh untuk beradaptasi terhadap lingkungan tersebut.
Apabila tidak diimbangi dengan pemasukan energi yang cukup, maka akan
terjadi kekurangan energi otot dan akan berakibat peredaran darah kurang
lancar, suplai oksigen ke otot menurun sehingga metabolisme karbohidrat
terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa
nyeeri otot (Astrand & Rohl, 1977).
2. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti
pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut, dsb. Keluhan otot
terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus
3. Sikap kerja tidak alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang mengakibatkan pergerakan
posisi bagian-bagian tubuh menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan
terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dsb. Semakin jauh
posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko
terjadinya keluhan muskuloskletal.
4. Penyebab kombinasi
Risiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila disaat
bekerja, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor risiko dalam waktu yang
bersamaan, misalnya pekerjaan yang harus melakukan aktivitas angkat angkut di
bawah tekanan panas matahari seperti yang dilakukan pekerja bangunan.
Disamping ke-empat faktor penyebab terjadinya keluhan sistem
muskuloskeletal tersebut di atas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu
seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan
ukuran tubuh dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal (Tarwaka,
2004).
a. Umur.
Chaffin (1979) dan Guo et al.(1995) menyatakan bahwa pada umumnya
keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 26-65 tahun.
Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan
b. Jenis kelamin.
Secara fisiologis kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada pria.
Hasil penelitian Bettie at.al (1989) menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot
wanita kurang lebih hanya 60 % kekuatan otot pria, khususnya untuk otot
lengan, punggung dan kaki.
c. Kebiasaan merokok.
Bouishen at.al (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan
merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang
memerlukan pengerahan otot.
d. Kesegaran Jasmani
Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam
aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat.
Sebaliknya, apabila dalam pekerjaan tenaga yang diperlukan pekerja tersebut
besar tetapi waktu untuk istirahatnya tidak cukup maka akan sering mengalami
keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko
terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan
bertambahnya aktivitas fisik.
e. Kekuatan fisik.
Chaffin and Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan adanya
peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas
f. Ukuran tubuh (antropometri).
Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh
merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem
muskuloskeletal. Vessy at.al (1990) menyatakan bahwa wanita gemuk memiliki
resiko 3 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita kurus.
2.6. Nordic Body Map
Nordic Body Map merupakan salah satu dari metode pengukuran subyektif
untuk mengukur rasa sakit otot pada pekerja (Wilson and Corlett, 1995). Untuk
mengetahui letak rasa sakit atau ketidaknyamanan pada tubuh pekerja dapat
digunakan kuesioner Nordic Body Map sebagai salah satu bentuk kuesioner checlist
ergonomi yang sudah terstandarisasi.
Joanne O. Crawford dalam Jurnal Oxford (2007), mengemukakan bahwa
Nordic Body Map dapat digunakan sebagai kuesioner atau sebagai wawancara
terstruktur. Namun, frekuensi jauh lebih tinggi dari masalah muskuloskeletal yang
dilaporkan saat kuesioner diberikan sebagai bagian dari studi difokuskan pada isu-isu
muskuloskeletal dan faktor kerja dibandingkan bila diberikan sebagai bagian dari
pemeriksaan kesehatan berkala secara umum.
Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi
menjadi 9 bagian utama, yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung
bagian bawah, pergelangan tangan/tangan, pinggang/pantat, lutut dan tumit/kaki
2.7. Industri Informal
Industri informal adalah unit usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi
dan/atau distribusi barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja dan
penghasilan bagi mereka yang terlibat unit tersebut, bekerja dengan keterbatasan,
baik modal, fisik, tenaga maupun keahlian (KBBI, 2010).
Menurut Notoatmodjo (1989) dalam Departemen Kesehatan RI (1994)
menjelaskan bahwa sektor informal berasal dari terminologi ekonomi, yang dikenal
sebagai sektor kegiatan ekonomi marginal atau kegiatan ekonomi kecil-kecilan.
Biasanya dikaitkan dengan usaha kerajinan tangan dagang, atau usaha lain secara
kecil-kecilan.
Menurut Simanjuntak (1985) dalam Depkes RI (1994), sektor informal adalah
kegiatan ekonomi tradisional, yaitu usaha-usaha ekonomi di luar sektor modern atau
sektor formal seperti perusahaan, pabrik dan sebagainya, yang mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Kegiatan usaha biasanya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama banyak
orang bahkan kadang-kadang usaha perorangan dan sistem pembagian kerja
yang tidak ketat.
2. Skala usaha relatif kecil, biasanya dimulai dengan modal dan usaha-usaha
kecil-kecilan.
3. Biasanya tidak mempunyai izin usaha seperti halnya Firma, Perseroan
Terbatas atau CV.
4. Sebagai akibat yang pertama, kedua dan ketiga membuka usaha disektor
Timbulnya sektor informal adalah akibat dari meluapnya atau
membengkaknya angkatan kerja disatu pihak dan menyempitnya lapangan kerja
dipihak yang lain. Hal ini berarti bahwa lapangan kerja yang tersedia tidak cukup
menampung angkatan kerja yang ada. Permasalahan ini menimbulkan banyaknya
penganggur dan setengan penganggur. Oleh karenanya, secara naluri masyarakat ini
berusaha kecil-kecilan sesuai dengan kebiasaan mereka. Inilah yang memunculkan
usaha sektor informal (Depkes RI, 1994).
Dalam kelompok masyarakat desa dan kota terdapat perbedaan tantangan
hidup. Oleh karenanya sektor informal dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu (Depkes
RI, 1994):
1. Kelompok sektor informal desa
Kegiatan atau usaha-usaha sektor informal di desa pada umumnya meliputi
bidang pertanian/perikanan, perkebunan dan kerajinan tangan seperti
anyaman, menyulam, pembuatan tempe/tahu, keramik dan sebagainya.
2. Kelompok sektor informal kota
Kegiatan atau usaha-usaha sektor informal di kota pada umumnya meliputi
bidang-bidang perdagangan (pedagang baso, warung nasi, jamu gendong,
pedagang es, tukang koran dan pedagang bermacam-macam minuman dan
makanan baik keliling maupun disuatu tempat), kerajinan tangan (tukang
jahit, tukang bordir, pembuat dan penjaja mainan anak-anak, pemahat, dan
sebagainya), bidang jasa seperti tukang tambal ban, tukang jam, tukang becak,
tukang membungan uang atau “rentenir”. Disamping itu sekarang ini
pemulung juga diperhitungan sebagai usaha sektor informal di kota.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan
ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun
penerimaanya.
2. Pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang diterapkan
oleh pemerintah.
3. Modal, peraturan dan perlengkapan maupun pemasukan biasanya kecil dan
diusahakan atas dasar hitungan harian.
4. Pada umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan tidak
terpisah dengan tempat tinggal.
5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar.
6. Pada umumnya dilakukan oleh golongan masyarakat yang berpendapatan
rendah.
7. Tidak selalu membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga
secara luwes dapat menyerap tenaga kerja dengan bermacam-macam tingkat
pendidikan.
Menurut ICHOIS (1997), gambaran umum industri sektor informal
mempunyai mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Timbulnya resiko bahaya pekerjaan yang tinggi.
2. Keterbatasan sumber daya dalam mengubah lingkungan kerja dan
3. Rendahnya kesadaran terhadap faktor-faktor resiko kesehatan kerja.
4. Kondisi pekerjaan yang tidak ergonomis, kerja fisik yang berat dan jam kerja
yang panjang.
5. Pembagian kerja di struktur yang beraneka ragam dan rendahnya pengawasan
manajemen serta pencegahan bahaya-bahaya pekerjaan.
6. Anggota keluarga sering kali terpajan bahaya-bahaya akibat kerja.
7. Masalah perlindungan lingkungan tidak terpecahkan dengan baik.
8. Kurangnya pemeliharaan kesehatan, jaminan keamanan, social (asuransi
kesehatan) dan fasilitas kesejahteraan.
2.8. Kerangka Konsep
Pekerja Pembuat tas
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mengetahui gambaran keluhan muskuloskletal pada pekerja pembuat tas di Jalan
Bajak V Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas pada tahun 2013.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di pusat pembuatan tas di Jalan Bajak V Kecamatan
Medan Amplas. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian didasarkan karena belum
pernah dilakukan penelitian tentang keluhan muskuloskletal pada pekerja pembuat tas
di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari tahun 2013 sampai Juli 2013.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pekerja pembuat tas di Jalan Bajak
V Kecamatan Medan Amplas yang berjumlah 30 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh anggota populasi (total sampling)
yaitu berjumlah 30 orang, yang terdiri dari 25 orang dengan sikap kerja duduk di
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan cara mengadakan observasi terhadap sikap
kerja para pekerja pembuat tas selama proses pembuatan tas berlangsung serta
melakukan pemetaan terhadap keluhan muskuloskletal dengan menggunakan
kuesioner nordic body map.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder, yaitu mengenai jumlah pekerja dan gambaran umum pusat
pembuatan tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas.
3.5. Definisi Operasional
1. Pekerja pembuat tas adalah pekerja yang mengerjakan aktifitas membuat tas.
2. Keluhan muskuloskletal adalah keluhan-keluhan subjektif yang dirasakan
pekerja pembuat tas pada bagian otot rangka, terutama pada daerah bahu,
pinggang, punggung, leher, pergelangan tangan dan bagian tubuh lainnya.
3.6. Analisa Data
Data yang diperoleh dari pengisian kuesioner nordic body map akan diolah
dan disajikan kedalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa
secara deskriptif untuk menjelaskan keluhan muskuloskletal pada pekerja pembuat tas
BAB IV Hasil Penelitian
4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Usaha informal pembuatan tas terletak di jalan Bajak V Kecamatan Medan
Amplas. Batas-batas wilayah :
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor
- Sebelah Timur berbatasan dengan Tanjung Morawa
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Patumbak
Letak administrasi : Kecamatan Medan Amplas
Letak Geografis : Dataran rendah
Letak Strategis : Perbatasan Kabupaten
Usaha informal pembuatan tas di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas
merupakan industri rumah tangga yang dimiliki secara perorangan. Pada umumnya
mereka sudah memproduksi tas sejak puluhan tahun silam. Mereka belajar membuat
tas secara otodidak dan turun-temurun. Mesin yang digunakan terdiri atas mesin jahit
manual dan mesin elektrik yang digunakan pada proses penjahitan tas. Sedangkan
pada proses lainnya umumnya dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan.
Tas yang mereka produksi dikumpulkan kepada seorang agen yang kemudian
4.2. Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja yang bekerja di industri pembuatan tas ini adalah 30
orang yang tersebar di 12 rumah tangga. Satu rumah tangga ditanggungjawabkan oleh
satu orang yang biasanya adalah suaminya yang memiliki anggota 2 sampai 3 orang
yang terdiri dari istri dan anaknya. Seluruh rumah tangga pembuatan tas tersebut
dipimpin oleh seorang pengusaha yang memberikan perintah untuk membuat jumlah
orderan tas. Tugas yang dilakukan suami sebagai penanggungjawab adalah biasanya
membuat pola, menjahit pola, sedangkan istrinya bertugas memasang aksesoris pada
tas dan anaknya bertugas menggunting dan menempelkan pola yang telah dibuat.
4.3. Waktu Kerja
Pembuatan tas ini sudah memiliki distributor tetap untuk hasil produksi tas
mereka, tetapi industri pembuatan tas ini sering juga menerima orderan untuk
acara-acara seminar yang memberikan tas-tas tangan untuk seminar. Industri pembuatan tas
ini sudah sering menerima orderan untuk acara-acara besar sekalipun dan hasil
produksinya juga sampai diekspor ke lokal maupun mancanegara.
Waktu kerja pada pembuatan ini tidak dibatasi karena jika orderan yang
diterima banyak maka pekerja akan bekerja sampai malam hari. Waktu untuk
pembuatan satu tas tidak dapat ditentukan karena disesuaikan dengan model tas.
Waktu istirahat juga tidak ada patokannya, pekerja pun sering terlambat makan
karena kesibukan membuat tas ini hingga lupa waktu. Biasanya setiap minggu
4.4. Gambaran Proses Kerja Pembuatan Tas
Adapun proses kerja pembuatan tas adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan pola,
Proses pembuatan tas diawali dengan pembuatan pola. Bahan yang digunakan
sebagai pola digambar terlebih dahulu sesuai dengan bentuk yang diinginkan
kemudian dipotong. Selanjutnya pola tersebut akan digunakan untuk media
penjiplakan bahan. Dalam pembuatan pola ini harus digambarkan secara jelas
agar ketika proses pemotongan sesuai dengan ukuran yang diharapkan.
Pengukuran panjang, lebar dan tinggi ketika pembuatan pola ini harus dilakukan
secara hati-hati dan teliti agar pola yang dibuat nanti dapat membentuk tas yang
sesuai.
2. Penjiplakan,
Proses selanjutnya adalah membuat pola pada bahan yang akan dibuat tas dengan
metode penjiplakan. Media penjiplak dirapatkan pada bahan kemudian digaris
mengikuti lekukan pola dengan menggunakan pensil. Proses ini harus dilakukan
dengan teliti agar pola pada bahan terbentuk menyerupai media penjiplakan.
3. Pemotongan/pengguntingan,
Bahan yang telah digambar polanya kemudian digunting/dipotong dengan
menggunakan gunting. Proses ini juga butuh keterampilan karena bahan yang
digunakan sedikit susah untuk digunting.
4. Pengeleman/pelipatan,
Setelah bahan digunting/dipotong, bahan pinggiran bahan direkatkan dengan
5. Penjahitan
Tahap selanjutnya adalah menyatukan bagian-bagian tas yang telah menempel
yang meliputi bagian depan, belakang, kanan dan kiri tas. Penyatuan ini
dilakukan dengan menjahit keempat bagian tersebut hingga membentuk kotak
dengan menggunakan mesin jahit.
6. Pemasangan aksesoris,
Setelah potongan-potongan bahan dijahit menjadi sebuah tas, maka proses
selanjutnya adalah pemasangan aksesoris. Aksesoris dipasang untuk
memperindah tampilan tas sehingga terlihat lebih menarik.
7. Finishing
Finishing merupakan proses akhir pembuatan tas dimana pada tahap ini tas yang
sudah jadi diperiksa untuk mengetahui apakah ada kecacatan atau tidak.
Selanjutnya tas dibersihkan agar terlihat lebih menarik.
4.5. Gambaran Hasil Penelitian 4.5.1. Karakteristik Pekerja 4.5.1.1. Umur
Adapun distribusi responden berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 4.1. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Umur pada tahun 2013.
No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persen (%)
1 ≤42 16 53,3
2 >42 14 46,7
Berdasarkan tabel 4.1. dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi berada pada
kelompok umur ≤ 42 tahun yaitu sebanyak 16 orang (53,3%) dan terendah berada
pada kelompok umur > 42 tahun yaitu sebanyak 14 orang (46,7%).
4.5.1.2. Jenis Kelamin
Adapun distribusi responden pembuat tas berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.2. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Jenis Kelamin pada tahun 2013.
No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persen (%)
1 Laki-laki 19 63,3
2 Perempuan 11 36,7
Total 30 100
Dari tabel 4.2. dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi terletak pada jenis
kelamin laki-laki yaitu sebanyak 19 orang (63,3%) dan terendah terletak pada jenis
kelamin perempuan yaitu sebanyak 11 orang (36,7%).
4.5.1.3. Masa Kerja
Adapun distribusi responden berdasarkan masa kerja dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 4.3. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Masa Kerja pada tahun 2013.
No Masa Kerja (Tahun) Jumlah (Orang) Persen (%)
1 ≤21 17 56,7
2 >21 13 43,3
Berdasarkan tabel 4.3. dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi terletak pada
masa kerja ≤ 21 tahun yaitu sebanyak 17 orang (56,7%) dan terendah terletak pada
masa kerja > 21 tahun yaitu sebanyak 13 orang (43,3%).
4.5.1.4. Sikap Kerja
Adapun distribusi responden berdasarkan sikap kerja kerja dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 4.4. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Sikap Kerja pada tahun 2013.
No Sikap Kerja Jumlah (Orang) Persen (%)
1 Duduk di lantai 25 83,3
2 Duduk di kursi 5 16,7
Total 30 100
Dari tabel 4.4. dapat dilihat bahwa frekuensi sikap kerja tertinggi terletak pada
sikap kerja duduk di lantai sebanyak 25 orang (83,3%) dan terendah terletak pada
sikap kerja duduk di kursi sebanyak 5 orang (16,7%).
4.5.2. Gambaran Keluhan Muskuloskletal
4.5.2.1. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di lantai.
Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dialami pekerja pembuat tas
di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013, digunakan Nordic body
map yang ditanyakan sesaat sebelum bekerja. Hasil dari pemetaan keluhan
Tabel 4.5. Keluhan Muskuloskletal Sebelum bekerja dengan sikap kerja duduk Di Lantai pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013.
No Bagian Tubuh Keluhan Muskuloskletal Total %
Tidak
besar mengalami keluhan sakit pada daearah bahu kiri yaitu sebanyak 4 orang (16%),
2 orang (8%) mengeluh sakit pada daerah bokong, 1 orang (4%) mengeluh sakit pada
4.5.2.2.Gambaran Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di lantai.
Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dialami pekerja pembuat tas di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013, digunakan Nordic body map yang ditanyakan sesaat setelah bekerja. Hasil dari pemetaan keluhan muskuloskletal yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.6. Keluhan Muskuloskletal Setelah bekerja dengan Sikap Kerja Duduk Di Lantai pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013
N No Bagian Tubuh Keluhan Muskuloskletal Total %
Berdasarkan tabel 4.6. dapat dilihat bahwa dari 25 orang pekerja, sebagian
besar mengalami keluhan muskuloskletal dengan kategori “sakit” yaitu pada daerah
leher bawah (8%), bahu kiri (60%), bahu kanan (64%), bokong (60%), pantat (68%),
dan pergelangan tangan kanan (36%).
4.5.2.3. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Kursi.
Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dialami pekerja pembuat tas
di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013, digunakan Nordic body
map yang ditanyakan sesaat sebelum bekerja. Hasil dari pemetaan keluhan
muskuloskletal yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7. Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja dengan Sikap Kerja Duduk Di Kursi pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013.
No Bagian Tubuh Keluhan Muskuloskletal Total %
20 Paha Kanan 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100
21 Lutut Kiri 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100
22 Lutut Kanan 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100
23 Betis Kiri 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100
24 Betis Kanan 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100
25 Pergelangan Kaki Kiri 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100
26 Pergelangan Kaki Kanan 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100
27 Jari Kaki Kiri 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100
28 Jari Kaki Kanan 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100
Berdasarkan tabel 4.7. dapat dilihat bahwa dari 5 orang pekerja, sebagian
besar mereka tidak mengalami keluhan sakit. Sebagian pekerja hanya mengalami
keluhan agak sakit yaitu pada daerah leher atas, leher bawah, punggung, dan lengan
bawah kanan masing-masing 40%, dan 20% mengeluh agak sakit pada daerah bahu
kiri dan kanan, lengan atas kiri dan kanan, bokong, pantat, siku kiri dan kanan,
pergelangan tangan kiri dan kanan, jari tangan kiri dan kanan, lutut kiri dan kanan,
dan betis kiri.
4.5.2.4. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Kursi.
Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dialami pekerja pembuat tas
di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013, digunakan Nordic body
map yang ditanyakan sesaat setelah bekerja. Hasil dari pemetaan keluhan
Tabel 4.8. Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja dengan Sikap Kerja Duduk Di Kursi pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013.
No Bagian Tubuh Keluhan Muskuloskletal Tot
Berdasarkan tabel 4.8. dapat dilihat bahwa dari 5 orang pekerja, sebagian
besar pekerja mengalami keluhan muskuloskletal kategori “sakit” yaitu pada daerah
bahu kanan, pinggang dan pergelangan tangan kanan masing-masing 80% , sakit pada
daerah bahu kiri, bokong, lengan bawah kiri, masing-masing 60%, dan sebagian lagi
mereka (40%) mengalami keluhan sakit pada daerah leher bawah, lengan atas kiri,