• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Roti Kering (Bagelen) Pegagan (Centella asiatica) sebagai Pangan Fungsional untuk Lansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Roti Kering (Bagelen) Pegagan (Centella asiatica) sebagai Pangan Fungsional untuk Lansia"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

ANNISA RIZKI ARSYAF. Processing of Dried Bread (Bagelen) Mixed with Pegagan as A Functional Food for Elderly. Supervised by Sri Anna Marliyati

Pegagan (Centella asiatca) is a herbal plant that can be used to reduce symptoms of dementia. The objective of this study was to develop dried bread (bagelen) mixed with pegagan (Centella asiatica) as a functional food for erlderly. Formula of this dried bread (bagelen) product was determined based on the type and the level of pegagan added. The type of pegagan were in the form of powder and microcapsule. The level of pegagan added were 0%, 5%, 10%, 15%, and 20%. The best product was chosen by organoleptic test. The chosen product was dried bread (bagelen) with 5% of pegagan (Centella asiatica) added in microcapsule form. The dried bread (bagelen) pegagan contained of 2,60% water, 8,28% protein, 33,01% fat, 54,69% carbohydrate, 549 kcal, and 79,67 ppm asiatic acid.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Usia harapan hidup yang terus meningkat juga akan meningkatkan jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun. Populasi penduduk lansia di Indonesia meningkat dari 4.48% tahun 1971 (5.3 juta) menjadi 9.77% pada tahun 2010 (23.9 juta). Menurut Sunusi (2006) dalam Fatmah (2010) pada tahun 2020 diprediksi akan terjadi ledakan jumlah penduduk lansia sebesar 11.34% atau sekitar 28.8 juta. Jumlah lansia yang cukup tinggi ini yang menjadikan lansia sebagai kelompok penduduk yang memerlukan perhatian yang lebih, terutama kesehatan fisik dan mentalnya.

Menurut Arisman (2004), lansia dibagi menjadi dua kategori yaitu young elderly (65-74) dan older elderly (lebih dari 75 tahun). Seorang yang termasuk dalam kategori lansia baik young elderly maupun older elderly akan banyak mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun mental (Wirakusumah 2002). Perubahan fisik yang dialami oleh lansia dapat ditandai dengan terjadinya gangguan kesehatan akibat proses degeneratif. Menurut Nugroho (1995) penyakit yang diderita oleh lansia di Indonesia meliputi sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, penyakit pencernaan makanan, penyakit gangguan metabolik dan endokrin, penyakit persendian dan tulang serta penyakit kepikunan.

Pikun adalah gangguan berupa penurunan fungsi di bidang kognitif (kesadaran) seperti daya ingat dan daya pikir lainnya. Kondisi ini menyebabkan penderitanya sulit untuk mempelajari hal baru, menyebut nama, benda, mencari kata-kata untuk diucapkan, kemampuan mengenali ruang, waktu, benda/orang, hitung menghitung (kalkulasi), dan kemampuan membuat perencanaan. Kemunduran fungsi kognitif (perasaan, pikiran, dan ingatan) atau kepikunan ini lazimnya dimulai pada usia antara 40 tahun hingga 90 tahun (Tapan 2005). Masalah kepikunan terjadi akibat faktor organik seperti kekurangan vitamin, infeksi, keracunan obat, cedera/trauma kepala atau depresi (Yani 2010).

(3)

pangan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya ingat adalah pegagan.

Menurut Lasmadiwati et al. (2004), pegagan berasa manis, bersifat mendinginkan, berfungsi membersihkan darah, melancarkan peredaran darah, peluruh kencing (diuretika), penurun panas (antipiretika), menghentikan pendarahan (hemostatika), meningkatkan syaraf memori, antibakteri, tonik, antiplasma, antiinflamasi, hipotensif, insektisida, antialergi dan simultan. Kandungan triterpen sebagai salah satu kandungan utama dalam pegagan diyakini dapat meningkatkan fungsi kognitif. Rao et al. (2007) menyatakan bahwa penggunaan Centella asiatica dapat meningkatkan fungsi kognitif.

Pegagan akhir-akhir ini telah banyak diteliti dan dikembangkan kedalam berbagai produk dengan berbagai keunggulan. Mengingat salah satu khasiat dari pegagan ini adalah meningkatkan daya ingat maka peneliti ingin mengembangkan produk roti bagelen pegagan sebagai pangan fungsional yang dapat meningkatkan daya ingat pada lansia.

Roti bagelen merupakan produk olahan roti yang berupa roti kering yang banyak disukai. Roti bagelen pegagan ini lah yang diharapkan mampu menjadi pangan fungsional yang mudah dikonsumsi dan berfungsi sebagai peningkat daya ingat pada lansia.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pembuatan roti bagelen pegagan (Centella asiatica) sebagai pangan fungsional untuk lansia. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mengkaji kandungan zat gizi daun dan serbuk pegagan, meliputi kadar air, karbohidrat, protein, lemak, kadar abu, asiatic acid, vitamin (β -karoten, dan C), dan mineral (Fe, Ca, dan Se).

2. Mempelajari proses pembuatan mikrokapsul ekstrak pegagan dengan metode spray drying dan menganalisis kadar air, kelarutan dalam air, kadar asam asiatik mikrokapsul serta struktur mikrokapsul dengan Scanning Electron Microscope (SEM).

(4)

4. Mengkaji pengaruh serbuk dan mikrokapsul pegagan terhadap mutu organoleptik dan daya terima formula roti bagelen.

5. Mengkaji kadar asiatic acid, kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat roti bagelen terpilih.

Kegunaan Penelitian

(5)

TINJAUAN PUSTAKA

Pegagan

Pegagan (Centella asiatika) termasuk salah satu tumbuhan yang paling banyak dipakai sebagai bahan ramuan obat tradisional. Cantella asiatika berasal dari daerah Asia tropik dan tumbuh bear di berbagai Negara seperti Filipina, Cina, India, Sri Langka, Madagaskar, Afrika, dan Indonesia. Di Indonesia tumbuhan ini dikenal dengan berbagai macam nama sesuai dengan daerah tempat tumbuhnya. Di Jakarta misalnya tumbuhan ini disebut pegagan, di Sunda antanan, di Sumatra daun kaki kuda, di Madura tikusan, di Jawa gagan-gagan dan di Bali piduh (Santa dan Prajogo 1992). Gambar 1 menunjukkan gambar tanaman pegagan.

Gambar 1 Tanaman Pegagan

Pegagan termasuk tanaman tahunan daerah tropis yang berbunga sepanjang tahun. Tanaman ini tumbuh menjalar di atas permukaan tanah. Bentuk daunnya seperti ginjal, bertangkai panjang dan tepinya bergerigi. Pegagan menyukai tanah yang lembab dan cukup sinar matahari atau tempat teduh (Sa’adah 2007). Menurut Januwati dan Yusron (2005), pegagan tumbuh dengan baik yang ditandai dengan daunnya yang besar dan tebal karena ditanam pada tempat yang intensitas cahayanya 30-40%.

(6)

Mutu hasil panen pegagan dapat ditentukan berdasarkan derajat kematangan pada waktu pemanenan. Pemanenan pegagan dapat dilakukan setelah pegagan berumur 3-4 bulan dengan cara memangkas bagian batang daun dan batang daunnya (Dalimartha 1999).

Kandungan Gizi Pegagan

Pegagan mengandung berbagai zat kimia yang bermanfaat bagi manusia. Berbagai kandungan kimia yang sudah diketahui antara lain asiaticoside, thankuside, isothankuside, madecassiside, brahmaside, brahmic acid, modasiatic

acid, meso-inosetol, centellose, carotenoids, garam K, Na, Ca, Fe, vellarine,

tannin, mucilage, resin, pectin, gula, protein, fosfor, dan vitamin B. Pegagan juga

mengandung sedikit vitamin C dan sedikit minyak atsiri (Winarto & Surbakti 2005). Tabel 1 menunjukkan kandungan gizi yang terdapat dalam 100 gram pegagan.

Tabel 1 Kandungan zat gizi pegagan dalam 100 gram

Zat gizi Jumlah

Proksimat (per 100 g berat segar):

Energi (Kal) 34

Kadar air (g) 89,3

Protein (g) 1,6

Lemak (g) 0,6

Serat (g) 2,0

Kadar abu (g) 1,6

Karbohidrat (g) 6,9

Sumber: Pramono (1992)

(7)

Mikroenkapsulasi

Yoshizawa (2002) dalam Wawensyah (2006) menyatakan bahwa mikroenkapsulasi adalah tekhnik yang digunakan untuk membungkus suatu senyawa dengan menggunakan bahan penyalut dengan ukuran yang sangat kecil dengan diameter rata-rata 15-20 mikron atau kurang dari setengah diameter rambut manusia. Menurut Rosenberg et al. (1990) mikroenkapsulasi adalah proses penyalutan atau pembungkusan suatu bahan baik itu padatan atau cair dengan menggunakan suatu bahan pengkapsul khusus yang membuat partikel-partikel inti mempunyai sifat kimia dan fisika seperti yang dikehendaki. Bahan yang disalut tersebut umunya disebut sebagai bahan-bahan inti atau bahan aktif, sedangkan struktur yang menyelimuti bahan inti disebut dinding yang berguna melindungi inti dari kerusakan dan pelepasan inti dari penyalut (Young et al. 1993).

King (1995) menyatakan bahwa apabila ukuran partikel >5000 µm disebut makrokapsul, untuk ukuran partikel antara 0,2 sampai 5000 µm disebut mikrokapsul, sedangkan bila ukuran partikel <0,2 µm disebut nanokapsul. Struktur dan ukuran mikrokapsul yang dihasilkan tergantung kepada teknik pembuatannya, jenis bahan inti dan polimer (bahan penyalut) yang digunakan (Jackson & Lee 1991).

Kegunaan dari menggunakan teknik ini antara lain untuk mengendalikan pelepasan senyawa, membuat senyawa aktif menjadi lebih mudah dan aman untuk digunakan, melindungi senyawa yang peka terhadap lingkungan dan mengubah senyawa dari cair menjadi padat (Yoshizawa 2002 dalam Wawensyah 2006). Menurut Koswara (1995) keuntungan yang dapat diperoleh dengan proses mikroenkapsulasi ini antara lain adalah mudah dalam pengolahan lanjutan, mudah digunakan dalam pencampuran produk, bebas dari mikroba dan serangga, berkadar air rendah, flavor terlindungi dari perubahan destruktif (penguapan) dalam masa penyimpanan yang lama, serta dapat menghasilkan produk dengan kualitas flavor yang distandarisasi. Mikroenkapsulasi dilakukan diantaranya untuk melindungi inti dari degradasi dengan mengurangi reaksi inti dengan lingkungan luar, mengurangi laju evaporasi atau laju transfer inti ke lingkungan luar serta karakteristik bahan asal dapat dimodifikasi dan menjadi bahan yang mudah ditangani.

(8)

banyak digunakan untuk mempertahankan flavor, asam, lipid, enzim, mikroorganisme, pemanis buatan, vitamin, mineral, air, bahan pengembang, pewarna dan garam.

Bakan (1973) dalam Desmawarni (2007) menyatakan bahwa keberhasilan suatu mikroenkapsulasi dari sifat mikrokapsul yang dihasilkan dipengaruhi oleh parameter penting, yakni:

a) Bahan inti yang disalut, yaitu berwujud padat atau cair b) Bahan pengkapsul yang digunakan

c) Prinsip proses mikroenkapsulasi yang digunakan (fisika atau kimia) d) Tahapan proses mikroenkapsulasi

e) Struktur dinding mikrokapsul.

Tahapan mikroenkapsulasi secara umum melalui tiga tahap (Bakan 1973 diacu dalam Desmawarni 2007), yaitu:

a) Bentuk tiga fase kimia yang belum dicampur, yaitu fase pembawa (air), fase material inti yang akan dilapisi dan fase pengkapsul.

b) Penempelan bahan pengkapsul pada permukaan bahan inti. Umumnya tahapan ini terjadi karena bahan pengkapsul diadsorbsikan diantara permukaan yang berbentuk yaitu materi inti dan bahan cair.

c) Pemadatan pelapis untuk membentuk mikroenkapsul yang biasanya terjadi akibat adanya panas.

Metode-metode mikroenkapsulasi yang sudah dievaluasi dan dikomersilkan untuk penggunaan pada bahan makanan yaitu metode spray drying, penyalutan dengan suspense udara, extrusion, dan spray cooling/spray chilling (Dzizeak 1988).

Sejumlah metode dilakukan untuk proses mikroenkapsulasi. Beberapa teknik enkapsulasi yang telah dilakukan yaitu koaservasi, kokristalisasi, spray dring, fluid bed drying, ekstrusi dan inklusi molekuler. Spray drying merupakan

metode yang paling umum digunakan karena teknik ini ekonomis, fleksibel, peralatan mudah tersedia dan menghasilkan produk berkualitas tinggi (Madene et al. 2006).

Mikroenkapsulasi dengan metode spray drying terdiri dari tiga tahap yaitu, persiapan bahan emulsi, homogenisasi, dan penyemprotan emulsi ke dalam chamber (atomisasi massa pada tempat pengeringan) (Dziezak 1988).

(9)

dengan kandungan air yang cocok untuk stabilitas produk mikrokapsul. Ketika suhu udara inlet rendah, kemampuan evaporasi tidak cukup untuk membentuk membran kapsul yang baik. Produk yang dihasilkan memiliki kandungan air yang tinggi dan memiliki fluiditas rendah sehingga mudah lengket. Sebaliknya, ketika suhu inlet tinggi, evaporasi yang tinggi dapat menyebabkan keretakkan dalam membran maupun kehilangan komponen flavour melalui penguapan dan terdekomposisinya komponen sensitif panas dan suhu inlet tinggi (Liu et al. 2001).

Suhu udara outlet memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar air produk dan struktur mikrokapsul. Suhu udara inlet dan outlet harus dikontrol. Suhu udara outlet tinggi akan membentuk suatu kesatuan dan struktur dinding yang padat serta meningkatkan pengaruh pengeringan. Apabila suhu udara outlet terlalu tinggi, produk akan retak karena overheating (Liu et al. 2001). Scanning Electron Microscope

Scanning Electron Microscope (SEM) bekerja berdasarkan prinsip scan

sinar electron pada permukaan sampel, selanjutnya informasi yang diperoleh diubah menjadi gambar. Cara terbentuknya gambar SEM dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut discan dengan sinar electron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi, kemudian sinyalnya diperkuat, bersar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap terang pada layar monitor CTR (cathode ray tube) (Utami 2007). SEM dapat digunakan untuk melihat mikrostruktur pada mikrokapsul. Hal hal yang diperhatikan pada mikrostrustur mikrokapsul adalah ada tidaknya keretakan, bentuk serta ukuran dari mikrokapsul tersebut.

Pangan Fungsional

(10)

Hartoyo (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional yaitu: (1) harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet atau bubuk) yang berasal dari bahan alami mengandung senyawa bioaktif tertentu, (2) dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari, (3) mempunyai fungsi tertentu setelah dikonsumsi.

Roti Bagelen

Roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (SNI 01-3840-1995). Produk roti merupakan makanan yang dihasilkan dari proses pengadonan, fermentasi, dan pemanggangan dari tepung terigu yang ditambah air, yeast, gula, garam, dan mentega atau shortening (Matz 1972 dalam Hidayanti 2003).

Menurut Ahza (1983) dalam Hidayanti (2003), secara garis besar proses pembuatan roti meliputi proses pencampuran (mixing), pengadonan (kneading), fermentasi, pencetakan (rounding), dan pemanggangan (roasting). Menurut Charley (1982), tahap pencampuran dan pengadonan, adonan akan menjadi kuat dan elastic karena adanya penekanan-penekanan pada adonan. Waktu pencampuran bervariasi dengan jenis tepung, suhu adonan, konsistensi adonan dan alat pencampur. Kelebihan waktu pencampuran dapat mengakibatkan berkurangnya elastisitas dan ekstensibilitas adonan (Pomeranz & Shellenberger 1971).

Roti bagelen adalah produk olahan roti yang berupa roti kering yang banyak disukai. Roti bagelen didapatkan dengan cara memanggang kembali roti yang sudah jadi sehingga tercipta roti yang kering seperti yang diinginkan.

Bahan Pembuat Roti

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan roti terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yang diperlukan terdiri dari tepung terigu, air, ragi roti (yeast), dan garam. Bahan tambahan yang digunakan antara lain gula, susu skim, shortening, kuning telur, dan bread improver.

a. Tepung Terigu

(11)

tepung terigu adalah membentuk jaringan dan kerangka roti karena adanya pembentukan gluten (Paran 2009).

b. Air

Air merupakan bahan yang berperan penting dalam pembuatan roti, antara lain gluten dengan adanya air. Banyaknya air yang digunakan akan menentukan mutu roti yang dihasilkan. Air juga berfungsi sebagai pelarut bahan seperti garam, gula, susu dan mineral sehingga bahan tersebut dapat terdispersi secara merata dalam adonan (Subarna 1992).

c. Ragi

Ragi roti atau yeast adalah mikroorganisme (Saccharomyces cerevisiae) yang memfermentasi adonan untuk menghasilkan gas karbondioksida yang dapat mengembangkan adonan.

Proses fermentasi yang tekendali akan menghasilkan roti dengan volume dan tekstur yang baik, serta cita rasa dan aroma yang lezat. Selain itu ragi roti juga berfungsi memperlunak gluten dengan asam yang dihasilkan (Paran 2009). d. Garam

Garam dalam pembuatan roti berperan menambah rasa gurih pada makanan. Garam dapat menghambat fermentasi, tetapi hal ini bisa diimbangi dengan penambahan ragi (Paran 2009). Garam juga berfungsi membangkitkan rasa bahan-bahan lainnya, mengontrol waktu fermentasi, menambah keliatan gluten (menguatkan gluten/mengenyalkan adonan), mengatur warna kulit roti agar tidak pucat, membantu mengahindari pertumbuhan bakteri-bakteri dalam adonan, menjadikan adonan roti tidak lengket, dan menjadikan roti tidak mudah 9emps setelah dipanggang.

e. Gula

(12)

f. Lemak

Lemak merupakan bahan pelengkap dalam pembuatan roti. Lemak dalam pembuatan roti berfungsi sebagai pengempuk produk. Penggunaan lemak juga dapat menjaga kelembaban roti karena mampu menahan air, membantu menahan gas hasil fermentasi, memperbaiki remah roti dan teksturnya. Selain itu, penggunaan lemak juga dapat mempermudah pengirisan produk. Lemak yang dapat digunakan untuk membuat roti antara lain mentega, lemak hewani, minyak nabati yang telah mengalami proses hidrogenasi (margarin, mentega putih), campuran lemak hewan dan lemak nabati, minyak mentega dan minyak nabati (Muchtadi 1992).

g. Bread Improver

Bread improver merupakan campuran bahan yang dapat memodifikasi sifat gluten sehingga terjadi perubahan sifat adonan dan memperbaiki mutu roti. Selain itu, juga bisa mempercepat kematangan (maturating) adonan roti. Bahan ini sangat efektif pada konsentrasi rendah. Bread improver bisa digunakan dengan cara mencampurkannya bersama bahan pengisi. Bread improver bermanfaat untuk menguatkan jaringan gluten sehingga roti yang dihasilkan memiliki volume lebih besar, tekstur roti lebih halus dan putih, serta tetap empuk dalam waktu lebih lama (Chan 2008).

h. Susu

Susu yang digunakan dalam pembuatan roti dapat berupa susu bubuk dan atau susu cair. Penggunaan susu dalam pembuatan roti dapat meningkatkan nilai gizi produk. Susu juga berperan dalam memperbaiki rasa, warna kulit, dan remah roti, meningkatkan rendemen produk, masa simpan serta volume roti (Muchtadi 1992).

i. Telur

Penggunaan telur dalam pembuatan roti dapat meningkatkan volume, memperbaiki penampakan dan sebagai sumber lesitin (emulsifier). Telur yang digunakan dalam pembuatan roti harus baik dari citarasa dan aromanya (Muchtadi 1992).

Metode Conventional Straight Dough

(13)

1) Semua bahan ditimbang dengan tepat sesuai formula

2) Semua bahan kering dicampur dalam alat pengaduk dengan kecepatan rendah

3) Air ditambahkan dan kecepatan pengadukan tetap rendah

4) Lemak ditambahkan dan pengadukan dilakukan pada kecepatan sedang. Menurut Muchtadi (1992) metode ini memberikan kelebihan sebagai berikut:

1) Waktu fermentasi relatif singkat 2) Lebih sedikit tenaga kerja

3) Volume produksi lebih banyak karena waktu fermentasi singkat 4) Lebih sedikit memerlukan tempat untuk fermentasi.

Adapula kelemahan pada metode ini adalah 1) Toleransi waktu lebih singkat

2) Sifat pengolahannya jelek

3) Sulit dilakukan koreksi jika terjadi kesalahan 4) Cita rasa roti yang dihasilkan kurang memuaskan

Lansia (Lanjut Usia)

Lanjut usia (lansia) menurut Depkes (2000) adalah individu yang berusia di atas 60 tahun. Departemen Kesehatan (1991) membuat pengelompokkan usia lanjut menjadi:

1. Kelompok pertengahan umur ialah kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut, yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun).

2. Kelompok usia lanjut dini ialah kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).

3. Kelompok usia lanjut ialah kelompok dalam masa senium (65 tahun ke atas).

Batasan umur lansia berdasarkan kronologisnya menurut Bumside (1979) adalah sebagai berikut: (a) young-old (60-69 tahun), (b) middle age old (70-79 tahun), old-old (80-89 tahun), dan very old-old (lebih atau sama dengan 90 tahun.

(14)

yang terjadi adalah kekuatan otot, jumlah total air tubuh, penciuman, perasa, produksi asam lambung dan enzim pencernaan, lapisan otot halus, fungsi hati, sistem kekebalan, kerja jantung, fungsi paru-paru, dan penurunan kemampuan otak.

(15)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian Roti Bagelen Berbasis Pegagan (Centella asiatica) sebagai Pangan Fungsional Untuk Menurunkan Gejala Pikun Pada Lansia dilaksanakan pada bulan April 2011 hingga Desember 2011. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan di Laboratorium Balai Besar Pascapanen Pertanian Karawang dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu, Bogor. Penelitian utama dilakukan di laboratorium kimia, analisis pangan, bangsal tepung dan organoleptik Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegagan segar (Centella asiatica) dari daerah Manoko, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat diketinggian 1200m dpl yang diambil bagian daun dan tangkai daunnya, alkohol, maltodekstrin, natrium kaseinat, akuades, terigu, susu bubuk, susu cair, telur, mentega, ragi, garam, dan bakerin.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven listik, oven blower yang dilengkapi dengan FIR, pengaduk, kain saring, vortex, freezer, desikator, gelas takar, neraca analitis, tabung reaksi, labu Kjedahl, perangkat Soxhlet, gelas ukur, gelas kimia, labu takar, Erlenmeyer, sentrifuge, spektrofotometer, HPLC, AAS, hammermill, ayakan mesh 40, homogenizer, spray dryer, chromamometer, CT3 Texture Analyzer dan Scanning Electron

Microscope (SEM).

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan merupakan tahapan persiapan bahan dalam pembuatan roti bagelen pegagan yang meliputi: (1) analisis kandungan zat gizi dan bahan aktif daun pegagan segar, (2) pembuatan serbuk, ekstrak pegagan, dan mikrokapsul ekstrak pegagan, (3) menganalisis kandungan gizi serbuk pegagan dan bahan aktif mikrokapsul ekstrak pegagan.

(16)

organoleptik roti bagelen, dan (3) analisis kandungan zat gizi, bahan aktif, dan sifat fisik roti bagelen terpilih. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir penelitian Penelitian Pendahuluan

1. Analisis kandungan zat gizi daun pegagan segar

Daun pegagan sebagai bahan utama penelitian ini dianalisis kandungan gizinya meliputi analisis proksimat dan analisis kadar asiatic acid, vitamin serta mineral. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi: (1) kadar air metode oven (AOAC 1995), (2) kadar abu metode pengabuan kering, (3) kadar lemak metode Soxhlet (AOAC 1995), (4) kadar protein metode Mikro-Kjedahl (AOAC 1995), dan kadar karbohidrat by difference. Metode analisis proksimat selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kadar asiatic acid dan β-karoten dianalisis menggunakan HPLC sedangkan vitamin C dianalisis menggunakan metode titrasi. Mineral dianalisis dengan menggunakan AAS meliputi: (1) analisis Fe, (2) analisis Ca, dan (3)

Pegagan

Analisis kandungan zat

Pembuatan mikrokapsul ekstrak pegagan

Analisis kimia dan fisik mikrokapsul ekstrak pegagan dan serbuk pegagan

Proses pembuatan dan formulasi roti bagelen

Formula roti bagelen terpilih

Uji organoleptik roti bagelen pegagan

Analisis kandungan zat gizi dan bahan aktif

Analisis sifat fisik roti bagelen pegagan Pembuatan serbuk

(17)

analisis Se. Metode analisa kadar asiatic acid, vitamin dan mineral selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Pembuatan serbuk pegagan, ekstrak, dan mikrokapsul ekstrak pegagan a. Pembuatan serbuk pegagan oven blower

Pembuatan serbuk pegagan diawali dengan pencucian daun pegagan segar. Daun yang telah dicuci kemudian ditiriskan, selanjutnya daun pegagan dikeringkan menggunakan alat oven blower dengan suhu 45, 50, dan 550C selama tiga jam. Penggunaan oven blower bertujuan agar dapat mempertahankan warna hijau pada daun. Daun pegagan selanjutnya digiling dengan hammermill menggunakan ayakan mesh 40 untuk mendapatkan serbuk pegagan yang kasar. Serbuk kering daun pegagan siap digunakan sebagai bahan ekstraksi dan bahan pembuat roti bagelen. b. Pembuatan ekstrak pegagan

Ekstraksi pegagan dilakukan dengan metode maserasi (Nasrullah 2010). Pegagan yang telah dikeringkan menggunakan sinar matahari di rumah kaca selama kurang lebih tiga hari kemudian digiling menggunakan hammermil menggunakan ayakan mesh 40. Serbuk pegagan dicampur

dengan alkohol food grade 70% dalam wadah stainless steel dengan perbandingan pegagan:etanol (1:6), setelah itu diaduk selama dua jam kemudian didiamkan selama 24 jam. Proses selanjutnya adalah penyaringan menggunakan kain saring dan kertas saring. Pegagan kemudian diekstraksi kembali menggunakan alkohol dengan perbandingan 1:2. Hasil penyaringan tersebut kemudian dievaporasi pada suhu 40-500C hingga pelarut menguap dan diperoleh ekstrak pegagan yang berbentuk kental. Ekstrak pegagan ditampung dalam botol kaca dan disimpan dalam lemari es.

c. Pembuatan mikrokapsul ekstrak pegagan

(18)

selama sekitar 20 menit. Campuran selanjutnya dikeringkan dengan spray dryer pada suhu inlet 170ºC dan suhu outlet 100 ºC. Bubuk yang dihasilkan

merupakan mikrokapsul pegagan. Pembuatan mikrokapsul dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir mikroenkapsulasi ekstrak pegagan dengan spray drying 3. Analisis kimia serbuk pegagan, mikrokapsul ekstrak pegagan dan analisis fisik

mikrokapsul ekstrak pegagan

Serbuk pegagan dianalisis secara kimia meliputi: (1) kadar air dengan metode oven, (2) kadar abu dengan metode pengabuan kering, (3) kadar lemak dengan metode Soxhlet, (4) kadar protein dengan metode Mikro-Kjeldahl, (5) Kadar vitamin C dengan metode titrasi, (6) Kadar β-karoten menggunakan HPLC, (7) kadar mineral (Fe, Se, dan Ca) menggunakan metode AAS, dan (8) bahan aktif yaitu asam asiatik (asiatic acid) menggunakan HPLC. Metode analisis kandungan serbuk pegagan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Mikrokapsul dianalisis secara kimia dan fisik meliputi: (1) kadar air, (2) kadar asiatic acid, (3) kelarutan dalam air, (4) warna mikrokapsul menggunakan Chromameter dan (5) struktur mikrokapsul menggunakan

Maltodekstrin: Na-kaseinat (80:20)

Homogenisasi Akuades

Suspensi

Homogenisasi (11000 rpm, 30 menit)

Emulsi

Spray drying

(suhu inlet 170ºC, suhu outlet 100 ºC)

Bubuk kapsul

Ekstrak pegagan 10%,15%,20%,25%,

(19)

Scanning Electron Microscope (SEM). Metode analisis kimia dan fisik

mikrokapsul selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian Utama

1. Formulasi roti bagelen pegagan

Bubuk kapsul ekstrak pegagan dan serbuk pegagan masing-masing ditambahkan pada formula bagelen, konsentrasi yang ditambahkan kedalam formula mulai dari 0% (kontrol), 5%, 10%, 15%, dan 20%. Sebagai basis bagelen akan dibuat dari campuran terigu, susu bubuk, susu cair, telur, mentega, ragi, gula, garam, bakerin dan air. Gambar 4 adalah gambar diagram alir pembuatan roti bagelen

+

Gambar 4 Diagram alir pembuatan roti kering pegagan Terigu, gula, ragi, bakerin,

susu bubuk, susu cair, telur, air es, mentega,

garam.

1) Mikrokapsul (0%, 5%, 10%, 15%, 20%) 2) Serbuk Pegagan (0%, 5%, 10%, 15%, 20%)

Mixing (15 menit)

Fermentasi (20 menit)

Rounding (10 menit)

Proofing (40 menit)

Pemanggangan (oven) (15 menit, 160-1800C)

Pendinginan roti dan pengirisan

Pemanggangan (oven) (100 menit, 100-1200C)

(20)

2. Uji organoleptik roti bagelen pegagan

Penilaian organoleptik dilakukan dengan uji hedonik dan mutu hedonik. Parameter yang diuji meliputi rasa, aroma, warna, tekstur, dan keseluruhan produk. Panelis yang digunakan sebanyak 30 orang. Panelis yang digunakan adalah panelis agak terlatih yang berasal dari Balai Besar Penelitian Pascapanen. Penilaian uji hedonik menggunakan skala garis dengan nilai terendah 1 (amat sangat tidak suka) dan nilai tertinggi 9 (amat sangat suka).

Skala yang digunakan untuk uji mutu hedonik terdiri atas penilaian untuk rasa, aroma, warna dan tekstur. Skala penilaian rasa mulai dari amat sangat pahit (1) sampai amat sangat manis (9). Skala penilaian aroma mulai dari amat sangat langu (1) sampai amat sangat harum (9). Skala penilaian warna mulai dari amat sangat gelap (1) sampai amat sangat cerah (9). Sementara penilaian skala tekstur memiliki skala dari amat sangat keras (1) sampai amat sangat renyah (9). Penilaian organoleptik bagelen pegagan terpilih dilakukan pada perkumpulan ibu-ibu berusia 54 tahun ke atas di daerah Babakan Raya 4, Kecamatan Dramaga, Bogor. Uji penerimaan ini dilakukan terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur bagelen pegagan dengan menggunakan kategori sebagai berikut, sangat tidak suka, tidak suka, agak suka, suka, dan sangat suka.

3. Analisis kandungan zat gizi, sifat fisik dan sifat fungsional roti bagelen pegagan

Analisis kandungan zat gizi yang diteliti dari roti bagelen meliputi kadar, protein, lemak, karbohidrat, asam asiatik, dan kadar air. Analisis sifat fisik juga dilakukan terhadap roti bagelen meliputi volume pengembangan, kehilangan berat, warna dan kekerasan. Metode analisis kandungan zat gizi, sifat fisik roti bagelen dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 1.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL-F) dengan dua faktor perlakuan yaitu jenis serbuk dan konsentrasi serbuk. Jenis serbuk yang digunakan terdiri dari dua taraf yaitu serbuk daun pegagan dan mikrokapsul pegagan. Konsentrasi yang diberikan terdiri dari lima taraf yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Secara sistematis, bentuk umum dari rancangan tersebut adalah:

(21)

Keterangan:

Yijk : peubah respon karena pengaruh jenis serbuk pada taraf ke-i dan

konsentrasi yang diberikan pada taraf ke j µ : nilai rata-rata pengamatan

Ai = pengaruh konsentrasi mikrokapsul pegagan pada tarafke-i (i = 1; jenis serbuk daun pegagan kering, i = 2; jenis serbuk mikrokapsul pegagan) Bj = pengaruh konsentrasi yang diberikan pada taraf ke-j

(j =1; 0%, j = 2; 5%, j = 3; 10%, j = 4; 15%, j = 5; 20%)

ABij = pengaruh taraf ke-i pada jenis serbuk dan taraf ke-j pada konsentrasi yang diberikan

εijk = kesalahan penelitian karena pengaruh unit eksperimen ke-k dalam kombinasi i perlakuan (ij)

Pengolahan dan Analisis Data

(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Gizi Pegagan Segar

Pegagan (Centella asiatica) segar sebagai bahan tambahan utama roti bagelen dianalisis terlebih dahulu kandungan gizinya meliputi kadar air, protein, lemak, abu, vitamin C, β-karoten, Fe, Se, Ca, dan asam asiatik. Kandungan gizi daun pegagan segar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2 Kandungan gizi per 100 gram daun pegagan segar Kandungan Gizi (%b/b) (%b/k) Literatur (%b/k)

Air 79,63 89,3 (%b/b)

Protein 4,58 22,5 14,95

Lemak 1,29 6,3 5,61

Abu 2,45 12,0 14,95

Karbohidrat 12,05 59,2 64,49

Asam asiatik 0,66 3,2 -

Vitamin C (mg) 79,14 388,5 -

β-karoten (ppm) 88,76 435,7 -

Fe (mg) 43,26 212,4 -

Ca (mg) 1994,28 9.790,3 -

Se (mcg) 4,55 22,3 -

Sumber: Pramono (1992)

Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kandungan gizi hasil analisis dengan kandungan gizi dari literatur. Perbedaan kandungan gizi hasil analisis dengan literatur dapat dipengaruhi oleh perbedaan metode analisis yang digunakan, jenis pegagan, dan tempat pengambilan pegagan. Menurut Hidayati (2009), ketinggian optimum untuk menanam pegagan adalah 200-800 m dpl, di atas 1000 m dpl produksi dan mutunya menjadi rendah, sebaliknya kandungan asiatikosida diduga lebih tinggi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat kandungan asam asiatik pada daun pegagan segar sebesar 3,2 g/100g. Ling (2004) menyatakan dalam Hashim et al. (2011) bahwa pegagan (Centella asiatica) mengandung beberapa senyawa

triterpene yaitu asiatic acid (asam asiatik), madecassic acid, asiaticoside dan madecassoside. Menurut Hashim et al. (2011), kandungan triterpene yang terdapat pada ekstrak pegagan diduga sebagai zat aktif yang potensial untuk dikembangkan dalam industri makanan dan pengobatan.

(23)

Proses Pembuatan Serbuk Pegagan

Pengeringan adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengawetkan bahan pangan. Pengeringan dilakukan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian kadar air pada suatu bahan pangan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya (Winarno & Fardiaz 1974). Kandungan air yang tinggi khususnya pada sayuran dapat menyebabkan sayuran tersebut cepat layu atau busuk. Pada penelitian ini pengeringan dilakukan untuk mendapatkan intermediate produk berupa serbuk pegagan sehingga memudahkan aplikasinya pada pengolahan lebih lanjut.

Metode pengeringan yang umum dilakukan untuk pangan dan non-pangan antara lain adalah pengeringan matahari, rumah kaca (greenhouse), oven, iradiasi surya (solar drying), pengeringan beku (freeze drying), dan pengeringan menggunakan sinar infra merah. Metode pengeringan pada pembuatan serbuk pegagan pada penelitian ini adalah pengeringan dengan menggunakan alat oven blower.

Serbuk pegagan adalah daun pegagan yang dikeringkan. Menurut Aziz et al. (2007) daun adalah bagian pegagan yang memiliki kandungan asam asiatik

tertinggi. Daun pegagan yang akan dikeringkan dicuci menggunakan air terlebih dahulu kemudian dilakukan sortasi. Pencucian dilakukan terlebih dahulu untuk meminimalisasi zat gizi yang hilang sebelum mencapai tahap pengolahan selanjutnya, sedangkan sortasi dilakukan untuk memisahkan daun, batang dan akarnya. Daun yang telah disortasi selanjutnya dikeringkan menggunakan alat oven blower yang dilengkapi dengan Far Infra Red (FIR) milik Laboratorium Balai

Penelitian Pascapanen, Karawang. Gambar oven blower yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Oven blower

(24)

200gram daun pegagan segar sehingga total kapasitas oven blower hanya satu kilogram. Jumlah daun pegagan pada loyang diusahakan tidak terlalu banyak agar daun cepat kering. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan satu kilogram daun pegagan segar sehingga diperoleh daun yang mudah dipatahkan dan tidak liat adalah tiga jam. Setelah kering, daun dihancurkan dengan alat Hammermill ayakan 40 mesh sehingga didapat serbuk pegagan kering.

Penggunaan mesh 40 bertujuan untuk mendapatkan tektur serbuk pegagan yang tidak terlalu halus agar muncul kesan herbal pada roti bagelen.

Pada pengeringan daun pegagan menggunakan oven blower diberikan tiga perlakuan suhu. Suhu yang digunakan yaitu 450C, 500C,dan 550C. Perlakuan ini dilakukan untuk menetukan suhu pengeringan yang tepat agar didapatkan warna daun kering yang cerah dan berwana hijau. Warna daun kering yang hijau dan cerah ini diharapkan mampu memberi kesan herbal pada roti bagelen yang dibuat.

Pembuatan Mikrokapsul Pegagan

Mikroenkapsulasi adalah proses penyalutan atau pembungkusan suatu bahan baik itu padatan atau cair dengan menggunakan suatu bahan pengkapsul khusus yang membuat partikel-partikel inti mempunyai sifat kimia dan fisika seperti yang dikehendaki (Rosenberg et al. 1990). Pembuatan mikrokapsul pada penelitian ini adalah untuk melindungi bahan-bahan aktif yang terdapat pada pegagan salah satunya adalah asam asiatik. Asam asiatik merupakan kandungan sapogenin dari asiatikosida yang terdapat dalam pegagan. Asiatikosida adalah senyawa golongan glikosida triterpenoid, yang mengandung molekul gula yang terdiri dari satu molekul ramnosa dan dua molekul glukosa (Pramono 1992).

Pengeringan Pegagan

(25)

Pegagan diletakkan di atas terpal dengan luas yang sesuai dengan jumlah pegagan yang akan dikeringkan di rumah kaca. Pengeringan pegagan dilakukan selama tiga hari hingga kering dan tidak liat dengan kapasitas lebih dari lima puluh kilogram (50kg). Pengeringan pegagan di rumah kaca bertujuan untuk mengefisienkan waktu dan biaya pengeringan dalam pembuatan ekstrak pegagan.

Proses yang dilakukan dalam pengeringan di rumah kaca pegagan hampir sama dengan pengeringan menggunakan oven blower, dimulai dengan pemetikan, pencucian, dan sortasi bagian pegagan. Perbedaannya terletak pada pemilihan bagian pegagan yang digunakan, yaitu batang dan daun. Pengeringan di rumah kaca menggunakan bagian batang bertujuan untuk memanfaatkan asam asiatik yang terdapat didalamnya serta menghemat biaya produksi.

Pembuatan Ekstrak

Ekstraksi adalah suatu cara pemisahan komponen tertentu dari suatu bahan sehingga didapatkan zat yang terpisah secara kimiawi maupun fisik. Ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen aktif. Metode ekstraksi berbeda-beda untuk masing-masing bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode ekstraksi adalah tekstur, kandungan bahan, dan jenis senyawa yang ingin didapat (Nielsen 2003).

Metode yang digunakan pada ekstraksi pegagan adalah metode maserasi (Nasrullah 2010). Pegagan yang digunakan adalah pegagan hasil pengeringan rumah kaca, sedangkan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi pegagan adalah etanol 70%. Pemilihan etanol untuk ekstraksi didasarkan pada penelitian Widha (2010) dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) etanol merupakan pelarut yang paling efektif dan cocok untuk mengekstrak seluruh bagian pegagan; (2) proses pembuatan produk ini melewati tahap maserasi dan pengeringan sehingga untuk meminimalisasi turunnya antioksidan, etanol dipilih sebagai pelarutnya; (3) dalam proses pengeringan etanol akan habis menguap sehingga residu etanol dalam produk dapat ditekan seminimal mungkin; (4) pada level industri, etanol lazim digunakan sebagai bahan pelarut.

(26)

Ekstrak pegagan adalah bahan inti dalam proses mikroeknapsulasi. Sebelum dienkapsulasi, ekstrak pegagan dianalisis kadar asam asiatiknya. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar asam asiatik ekstrak pegagan adalah 13,34%.

Spray drying

Proses enkapsulasi bahan aktif dalam bahan pangan dapat menggunakan bermacam-macam cara antara lain spray dring, spray cooling, spray chilling, spinning disc dan centrifugal co-extrusion, extrusion, fluidized bed

coating dan coacervation (Zuidam & Nevodic 2010). Penelitian ini menggunakan

metode spray drying yang mengacu pada penelitian Desmawarni (2007) dan Nasrullah (2010). Menurut Rosenberg et al. (1990) dan Reineccius (1988), spray drying adalah metode yang paling umum digunakan dalam mikroenkapsulasi

pada industri pangan karena biayanya yang rendah dan peralatannya telah tersedia. Keuntungan penggunaan metode spray drying adalah mampu memproduksi mikrokapsul dalam jumlah banyak, bahan pengkapsul yang cocok untuk spray drying juga layak sebagai bahan makanan, dan bahan pengkapsul yang digunakan larut dalam air sehingga dapat melepaskan bahan inti tanpa adanya bahan pengapsul yang mengendap (Thies 1996).

Bahan penyalut (pengisi) yang digunakan pada penelitian ini adalah maltodekstrin:natrium kaseinat (80:20). Maltodekstrin adalah bahan yang larut dalam air, apabila digunakan sebagai bahan penyalut maka bahan ini dapat menjaga bahan inti tetap tersalut dari oksidasi. Maltodekstrin juga dapat mengurangi masalah penebalan dan penggumpalan selama penyimpanan, dengan kata lain dapat meningkatkan kestabilan produk (Gabas et al. 2007).

Bahan penyalut yang telah ditambahkan akuades awalnya dihomogenisasi terlebih dahulu sebelum dicampurkan dengan ekstrak pegagan. Konsentrasi ekstrak pegagan yang digunakan untuk pembuatan mikrokapsul adalah 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%.

Sifat Fisik dan Kimia Pegagan Kering

(27)

Analisis kimia yang dilakukan pada kedua jenis pegagan kering (kering oven blower dan kering di rumah kaca) yaitu kadar air, protein, lemak, abu, asam

asiatik, vitamin C, β-karoten, kalsium, zat besi, dan selenium. Metode analisis yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada pegagan kering oven blower, analisis kimia hanya dilakukan pada pegagan dengan suhu pengeringan terpilih. pegagan kering oven blower selanjutnya disebut serbuk pegagan.

Rendemen

Perlakuan suhu pengeringan menggunakan oven blower yaitu 450C, 500C, dan 550C. Nilai rendemen didapat dari perbandingan produk akhir dengan bahan baku utama. Data nilai rata-rata rendemen pengeringan daun menggunakan oven blower dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rendemen berkisar antara 15,95% hingga 17,25%. Nilai rata-rata rendemen terendah dimiliki oleh suhu pengeringan 550C, sedangkan nilai rata-rata rendemen tertinggi dimiliki oleh suhu pengeringan 500C.

Tabel 3 Nilai rata-rata rendemen pengeringan oven blower Suhu (0C) Rendemen (%)

45 17,25

50 23,50

55 15,95

Warna Daun Pegagan Kering Oven Blower

(28)

Tabel 4 Hasil pengukuran warna daun kering

Penggunaan Suhu L a b b/a Hue

450C 54,92 -2,37 12,79 -5,40 178,61

500C 54,18 -3,08 12,90 -4,19 178,66

550C 53,96 -3,76 11,04 -2,94 178,76

Tabel 4 menunjukan bahwa pengeringan menggunakan oven blower dengan suhu 550C memiliki nilai negatif a yang lebih tinggi dibandingkan pada suhu 450C dan 500C. Nilai a yang negatif menunjukkan bahwa warna daun kering 550C cenderung berwarna hijau. Warna hijau yang dimiliki oleh suhu 550C dapat dilihat dari nilai 0Hue pada tabel 5 yaitu 178,86. Suhu 550C memiliki nilai 0Hue lebih tinggi dibandingkan kedua suhu lainnya yaitu 450C dan 500C. Menurut Hunting (1999) nilai 0Hue untuk warna hijau berkisar antara 162 hingga 198.

Suhu oven blower terpilih adalah suhu pengeringan dengan nilai warna yang paling menunjukkan warna hijau. Berdasarkan Tabel 4, nilai hijau paling tinggi dimiliki oleh suhu 550C. Meskipun suhu pengeringan 550C memiliki nilai rendemen terkecil tetapi warna hijaunya paling tinggi dibandingkan dua suhu lainnya. Suhu pengeringan 550C juga digunakan dalam penelitian Maenah (2003) untuk mengeringkan daun kangkung dan katuk pada roti manis yang dibuatnya. Kandungan Gizi dan Bahan Aktif Daun Pegagan Kering

Perbedaan cara pengeringan, baik suhu maupun alat pengeringnya dapat mempengaruhi kandungan gizi dan bahan aktif yang terdapat dalam suatu bahan pangan, dalam hal ini pegagan. Data kandungan gizi daun pegagan kering dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan perbedaan nilai kandungan zat gizi pada pegagan yang dikeringkan menggunakan oven blower dengan yang dikeringkan di rumah kaca.

Tabel 5 Kandungan gizi daun pegagan kering Kandungan Gizi Oven blower 55

0

C Pengeringan rumah kaca

%b/b %b/k %b/b %b/k

Air (g) 7,31 6,39

Protein (g) 20,11 21,70 26,76 28,59

Lemak (g) 4,39 4,74 0,96 1,03

Abu (g) 14,25 15,37 16,75 17,89

Karbohidrat 53,94 58,19 49,14 52,49

Asam asiatik (%) 5,59 6,03 1,03 1,10

Vitamin C (mg) 245,27 264,61 65,14 69,59 β-karoten (ppm) 317,56 342,60 439,33 469,32

Fe (mg) 37,99 40,99 37,47 40,03

Ca (mg) 2191,01 2.363,80 2.697,99 2.882,16

(29)

Kadar air

Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Tingginya kadar air dalam bahan pangan dapat mempercepat tumbuhnya mikroba sehingga bahan pangan menjadi mudah layu atau busuk. Fardiaz (1989) menyatakan bahwa batas minimum kadar air pertumbuhan mikroba adalah 14-15%. Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengurangi kadar air dalam bahan pangan sehingga dapat menghambat aktifitas enzim dan pertumbuhan mikroba.

Menurut Ayodele et al. (2011) perlakuan pengeringan yang berbeda memberikan nilai kadar air yang berbeda. Kadar air pegagan kering pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai kadar air pegagan kering menggunakan oven blower menghasilkan kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan nilai kadar air pegagan yang dikeringkan di rumah kaca. Namun nilai kadar air pegagan kering kedua perlakuan berada di bawah batas minimum pertumbuhan mikroba (14-15%) yaitu 7,31% untuk pengeringan menggunakan oven blower dan 6,39% untuk pengeringan di rumah kaca.

Kadar protein

Protein merupakan salah satu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein sebagai senyawa organik dapat mengalami denaturasi akibat panas, pH, bahan kimia, makanik dan sebagainya (Winarno 2008).

Pegagan yang dikeringkan menggunakan oven blower memiliki kadar protein (21,70%) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan dirumah kaca (28,59%). Hal ini sesuai dengan penelitian Ayodele et al. (2011), yang menyatakan bahwa pengeringan dengan menggunakan oven memiliki kadar protein yang lebih rendah daripada pengeringan menggunakan sinar matahari. Menurut Ayanwale et al. (2007), tingginya kadar protein berbanding terbalik dengan kadar airnya. Semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan maka semakin rendah kadar proteinnya.

Kadar lemak

(30)

udara dapat menyebabkan lemak kehilangan atom hidrogen dan digantikan oleh atom oksigen. Perubahan ini menyebabkan ketidakstabilan senyawa lemak sehingga lemak dengan cepat berubah menjadi tengik. Selain itu, ketengikan juga dapat dipercepat oleh panas dan sinar matahari.

Kadar abu

Kadar abu dalam suatu bahan pangan dapat digunakan untuk menentukan banyaknya mineral dalam bahan pangan tersebut (Sandjaja 2006). Semakin tinggi kadar abu maka semakin banyak pula kandungan mineralnya. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pembakaran. Selama proses pembakaran senyawa-senyawa organik terbakar sedangkan senyawa anorganiknya tidak terbakar maka dari itu disebut abu.

Kadar abu pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (15,37%) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan dirumah kaca (17,89%). Menurut Herniawan (2010), pengeringan menggunakan oven menghasilkan kadar abu yang lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan yang menggunakan sinar matahari. Perbedaan kadar abu kedua perlakuan diduga akibat adanya kontaminasi dari komponen pengotor. Pengering oven bersifat tertutup sehingga sangat kecil kemungkinan terjadi kontaminasi oleh komponen pengotor.

Kadar karbohidrat (by difference)

Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relatif murah (Almatsier 2006). Berdasarkan Tabel 6, kadar karbohidrat pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (58,19%) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (52,49%). Hal ini sesuai dengan penelitian Herniawan (2010), kandungan karbohidrat pada tepung kasava yang dikeringkan menggunakan oven lebih tinggi daripada yang dikeringkan di rumah kaca.

Kadar Asam asiatik

(31)

cahaya. Kadar asam asiatik pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (6,03%) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (1,10%). Perbedaan kadar asam asiatik diduga akibat adanya pengaruh suhu dan cahaya.

Kadar vitamin C

Vitamin C adalah salah satu vitamin yang tergolong larut dalam air. Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Selain sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi. Faktor-faktor yang dapat mempercepat terjadinya oksidasi adalah panas, sinar, alkali enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi (Winarno 2008).

Kadar vitamin C pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (264,61 mg/100g) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (69,59 mg/100g). Pengeringan di rumah kaca menyebabkan pegagan lebih banyak teroksidasi oleh faktor sinar dan udara. Menurut Almatsier (2006), vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Selain itu, lamanya waktu pengeringan di rumah kaca juga menyebabkan vitamin C yang terdapat pada pegagan lebih banyak teroksidasi. Oleh karena itu, vitamin C pada pegagan yang dikeringkan di rumah kaca memiliki kadar vitamin C yang lebih rendah.

Kadar β-karoten

β-karoten merupakan provitamin A yang terdapat dalam tanaman hijau. β -karoten adalah bentuk provitamin A yang paling aktif, yang terdiri dua molekul retinol yang saling berkaitan (Almatsier 2006). Karoten stabil dalam pH netral dan basa, namun sensitif terhadap asam, oksigen, cahaya dan panas (Gregory 1996) yang dapat menyebabkan perubahan (rearrangement) pada ikatan rangkap dan isomerisasi cis-trans. Di alam karotenoid bersifat stabil namun isolatnya mudah mengalami perubahan molekul, isomerisasi cis-trans, degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace element, dan asam.

(32)

adalah 550C sedangkan suhu pemanasan pada pengeringan di rumah kaca adalah 330C.

Kadar kalsium (Ca)

Kalsium merupakan mineral makro, yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100mg sehari. Sumber kalsium terbaik adalah susu dan turunannya, seperti keju, es krim, yoghurt, ikan yang dimakan bersama tulang-tulangnya, kacang-kacangan, dan produk olahannya, buah dan sayur seperti brokoli, kangkung, caisin, dan lain-lain. Sayuran merupakan sumber kalsium yang baik namun bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Almatsier 2006).

Kadar kalsium pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (2.363,80 mg/100g) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (2.882,16 mg/100g). Gaman & Sherrington (1992) menjelaskan bahwa pemanasan kecil saja pengaruhnya terhadap mineral, dalam hal ini kalsium. Menurut Wardlaw & Smith (2009) mineral yang berasal dari tumbuhan bisa hilang secara signifikan karena prosessing, berupa pemotongan dan pencucian. Perbedaan kadar kalsium dapat diakibatkan oleh kesalahan pada saat analisis atau prossesing yang berlebihan.

Kadar zat besi (Fe)

Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat didalam tubuh manusia dan hewan. Besi dalam bahan pangan hewani terdapat dalam bentuk besi-hem sedangkan dalam bahan pangan nabati berbentuk besi-nonhem (Almatsier 2006). Kadar zat besi pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (40,99 mg/100g) hampir sama dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (40,03 mg/100g). Gaman dan Sherrington (1992) menyatakan bahwa zat besi tidak mudah rusak oleh pemanasan namun jumlahnya dapat meningkat dalam bahan pangan apabila terkena kontaminan dari perkakas yang berbahan dasar besi.

Kadar selenium (Se)

Selenium dapat ditemukan dalam bentuk anorganik maupun organik. Dalam bentuk anorganik ditemukan sebagai selenat (SeO42-), selenit (SeO32-),

dan selenium oksida (SeO2) (Dilaga 1992), sedangkan dalam bentuk organik, Se

(33)

daging. Kandungan Se dalam kacang-kacangan, serelia, dan biji-bijian bergantung pada kondisi tanah tempat tumbuh bahan pangan tersebut. Selenium terekstraksi dari tumbuhan dengan tiga cara, yaitu pemanasan, mikrobial, dan asam (Hutzinger 1982).

Kadar selenium pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (36,06 mcg) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (31,03 mcg). Kadar selenium pada bahan pangan yang berasal dari tumbuhan bergantung pada kadar selenium dalam tanah tempat tumbuhnya (Groff dan Gropper 1999). Perbedaan kadar selenium diduga akibat perbedaan kadar selenium dalam tanah, perbedaan usia panen, ataupun kesalahan pada saat analisis.

Sifat Fisik dan Kimia Mikrokapsul Pegagan

Mikrokapsul pegagan dianalisis sifat fisiknya meliputi rendeman mikrokapsul, warna, Scanning Electron Microscope (SEM), kadar air dan kelarutan dalam air, sedangkan sifat kimia yang dianalisis dari mikrokapsul pegagan adalah asam asiatik.

Hasil Rendemen Mikrokapsul Pegagan

Data rendemen mikroenkapsulasi pegagan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai rendemen mikrokapsul pegagan berkisar antara 33,39% hingga 52,54%. Nilai rendemen mikrokapsul terendah dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak 10%, sedangkan nilai rendemen mikrokapsul tertinggi dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi 20%.

Tabel 6 Rendemen mikrokapsul pegagan Konsentrasi Ekstrak (%) Rendemen (%)

10 33,39

15 38,73

20 52,54

25 46,85

30 43,54

(34)

bahan tertinggal di selang spray dryer, adanya produk yang melekat di tabung pengering, dan hilang saat membersihkan nozzle spray dryer karena adanya bahan yang menyumbatnya.

Warna Mikrokapsul Pegagan

Analisis warna mikrokapsul pegagan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-300. Hasil analisis warna mikrokapsul dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis warna mikrokapsul pegagan

Bahan L a b b/a 0Hue

Mikrokapsul 10% 95,03 -3,67 12,96 -3,53 178,70 Mikrokapsul 15% 91,10 -3,50 14,37 -4,11 178,67 Mikrokapsul 20% 87,48 -3,57 14,74 -4,13 178,67 Mikrokapsul 25% 85,72 -4,34 17,46 -4,03 178,67 Mikrokapsul 30% 84,30 -3,58 16,26 -4,55 178,65

Tabel diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka semakin menurun kecerahan warna (L) mikrokapsul yang dihasilkan atau semakin gelap. Derajat warna (0Hue) mikrokapsul berkisar antara 178,65 hingga 178,70. Hal ini menandakan bahwa mikrokapsul pegagan berwarna kehijauan (0Hue = 162 hingga 198). Nilai 0Hue digunakan untuk mengetahui warna sesungguhnya dari suatu bahan.

Warna mikrokapsul pegagan yang paling baik adalah warna mikrokapsul pegagan 10% karena memiliki nilai kecerahan dan nilai 0Hue tertinggi diantara mikrokapsul lainnya. Namun warna mikrokapsul pegagan pada penelitian ini tidak menjadi kriteria pemilihan mikrokapsul yang digunakan untuk roti bagelen. Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) Mikrokapsul Pegagan

Scanning electron microscope (SEM) digunakan untuk mengetahui kualitas mikrokapsul secara mikrostruktur. SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar electron pada permukaan sampel, selanjutnya informasi yang diperoleh diubah menjadi gambar (Utami 2007). Analisis morfologi dengan SEM mampu menunjukkan ukuran, bentuk, dan aspek umum lainnya terhadap mikrokapsul secara lebih detail. Morfologi mikrokapsul mempengaruhi sifat mikrokapsul lainnya seperti laju pelepasan bahan inti, surface oil, kelarutan, stabilitas mikrokapsul, dan lain-lain (Nasrullah 2010).

(35)
[image:35.595.109.505.99.667.2]

Lampiran 1. Gambar hasil pengujian SEM terhadap mikrokapsul pegagan dengan perbesaran 300 kali dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Hasil SEM mikrokapsul pegagan berbagai perlakuan dengan perbesaran 300 kali

Hasil analisis SEM pada Gambar 6 menunjukkan bahwa mikrokapsul pegagan berbentuk bulat utuh dan berkeriput dengan diameter 20µm. Bentuk mikrokapsul yang bulat utuh menandakan mikrokapsul telah terbentuk sempurna dan berisi bahan aktif, sedangkan bentuk mikrokapsul yang berkeriput menandakan mikrokapsul yang terbentuk tidak sempurna atau partikel bahan

Mikrokapsul ekstrak 10% Mikrokapsul ekstrak 15%

Mikrokapsul ekstrak 20%

(36)

pengkapsul tidak berisi bahan aktif didalamnya. Gambar mikrokapsul 10% dan 15% memiliki bentuk bulat utuh yang lebih banyak daripada mikrokapsul 20%, 25% dan 30%.

Mikrokapsul pegagan terpilih adalah mikrokapsul yang memiliki mikrostruktur yang baik. Mikrokapsul 10% dan 15% memiliki mikrostruktur yang baik berdasarkan Gambar 6. Namun mikrokapsul yang terpilih adalah mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak pegagan 15% karena mikrokapsul tersebut mampu menyelimuti lebih banyak ekstrak.

Kadar Air Mikrokapsul Pegagan

Kadar air merupakan salah satu parameter utama yang menentukan kualitas produk mikrokapsul yang bersifat kering. Kadar air yang rendah dapat mencegah tumbuhnya mikroba yang dapat merusak produk. Hasil pengukuran kadar air mikrokapsul pegagan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel tersebut menunjukkan bahwa kadar air mikrokapsul berkisar antara 3,79% hingga 4,84%. Kadar air mikrokapsul pegagan hampir sama dengan hasil kadar air mikrokapsul oleoresin lada hitam dengan bahan penyalut maltodekstrin:susu skim yaitu dibawah 5% (Nasrullah 2010).

Tabel 8 Kadar air mikrokapsul pegagan Mikrokapsul (%) Rata-rata (%)

10 3.79

15 4.84

20 4.44

25 4.74

30 3.84

Kelarutan Mikrokapsul Pegagan Dalam Air

(37)

Sebaliknya, Singh (1995) menyatakan bahwa natrium kaseinat tidak memiliki nilai kelarutan yang tinggi. Nilai kelarutan akan menjadi lebih tinggi apabila natrium kaseinat dikombinasikan dengan maltodekstrin yang dapat larut sempurna di dalam air.

Tabel 9 Data kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air Konsentrasi ekstrak Kelarutan dalam air (%)

10% 97.66

15% 98.34

20% 97.76

25% 97.98

30% 98.77

Kandungan Asam Asiatik Mikrokapsul Pegagan

Data hasil analisis kandungan asam asiatik mikrokapsul pegagan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Kandungan asam asiatik mikrokapsul pegagan Ekstrak (%) Asam asiatik (%)

10 0,06

15 0,08

20 0,10

25 0,13

30 0,15

Tabel diatas menunjukkan bahwa kandungan asam asiatik pada mikrokapsul berkisar antara 0,06% hingga 0,16%. Kandungan asam asiatik tertinggi dimiliki oleh mikrokapsul dengan ekstrak pegagan 30%, sedangkan kandungan asam asiatik terendah dimiliki oleh mikrokapsul dengan ekstrak pegagan 10%. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak pegagan maka semakin tinggi pula kandungan asam asiatik pada mikrokapsul.

Formulasi Bagelen Pegagan Penentuan formula

Penentuan formula dasar bagelen pegagan dilakukan secara trial and error untuk mendapatkan komposisi adonan yang optimal serta hasil bagelen

yang renyah. Trial and error formula dasar dilakukan terhadap bagelen kontrol. Setelah mendapatkan komposisi adonan bagelen kontrol optimal selanjutnya dilakukan penambahan dua jenis pegagan ke dalam adonan bagelen.

(38)

kuning telur, air es, dan mentega. Adonan ini setelah menjadi roti kemudian dipotong, diberi olesan kemudian dipanggang kembali. Metode yang digunakan dalam membuat adonan roti bagelen pegagan adalah metode Conventional Straight Dough. Pada metode ini semua bahan dicampur secara bersama menjadi sebuah adonan, kemudian dilakukan fermentasi. Menurut Muchtadi (1992), kelebihan metode ini adalah tidak memerlukan peralatan yang berlebihan, waktu fermentasi lebih singkat, dan lebih sedikit tenaga kerja. Namun kekurangan dari metode ini adalah proses fermentasi sulit untuk dikontrol, struktur roti lebih kasar dan aroma roti kurang menarik (Aini 2011).

Bagelen pegagan diberikan dua perlakuan yaitu jenis pegagan dan konsentrasi, masing-masing perlakuan memiliki taraf yang berbeda. Perlakuan jenis pegagan memiliki dua taraf yaitu serbuk pegagan dan mikrokapsul sedangkan konsentrasi memiliki lima taraf yaitu kontrol (0%), 5%, 10%, 15%, dan 20% dari berat total terigu. Formula bagelen pegagan terpilih disajikan pada Tabel 11, formula ini adalah modifikasi dari resep bagelen Utomo (2005).

Tabel 11 Formula Bagelen Pegagan

Mikrokapsul Serbuk

Formula 0% 5% 10% 15% 20% 0% 5% 10% 15% 20% Tepung terigu

(g) 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500

Ragi (g) 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11

Gula (g) 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70

Bread Improver

(g) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Susu bubuk (g) 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14

Susu cair (g) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Kuning telur (g) 57 57 57 57 57 57 57 57 57 57

Mentega (g) 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70

Air es (g) 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150

Pegagan (g) 0 25 50 75 100 0 25 50 75 100

Hasil Uji Organoleptik Bagelen

(39)

parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur yang menggunakan skala garis dari selang satu hingga sembilan.

Hasil Uji Hedonik

Uji hedonik atau kesukaan merupakan uji yang paling dikenal untuk melihat status kesukaan atau status afektif dari suatu produk (Adawiyah & Waysima 2009). Pada penelitian ini beberapa sampel disajikan sekaligus kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian tentang kesukaan atau penerimaan terhadap masing-masing sampel, tanpa harus membandingkan satu dengan yang lain. Adapun atribut sensori produk pangan (parameter) yang dinilai adalah kenampakan warna, aroma, tekstur, dan rasa.

Data hasil uji organoleptik yang telah didapat diuji secara statistik untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan yang diberikan. Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan jenis pegagan, konsentrasi dan interaksi keduanya memiliki pengaruh yang nyata terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur bagelen pegagan pada p<0,05 (Lampiran 6). Hasil uji lanjut Duncan untuk uji hedonik masing-masing parameter disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Data rata-rata hasil uji hedonik bagelen pegagan Konsentrasi

pegagan

Nilai rata-rata

Warna Aroma Rasa Tekstur

0% (kontrol) 7,08d 7,10e 7,41e 7,41d

5% 6,92d 6,59d 6,89d 6,79c

10% 5,86c 5,89c 5,85c 6,55bc

15% 5,05b 5,33b 5,15b 6,14b

20% 3,86a 4,62a 4,49a 5,36a

Jenis pegagan

Nilai rata-rata

Warna Aroma Rasa Tekstur

Serbuk pegagan

5,40b 5,30b 5,36b 6,08b

Mikrokapsul 6,11a 6,51a 6,55a 6,82a

Keterangan: huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05), semakin tinggi angka semakin besar tingkat kesukaan panelis terhadap sampel.

Warna. Nilai rata-rata penilaian panelis untuk warna bagelen pegagan berada pada kisaran tidak disukai (3,86) untuk konsentrasi 20% hingga disukai (7,08) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan uji lanjut Duncan, warna bagelen pada konsentrasi pegagan 5% tidak berbeda nyata pada p<0,05 dengan warna bagelen kontrol, sedangkan warna bagelen dengan konsentrasi 10%, 15% dan 20% berbeda nyata dengan warna kontrol dan 5%.

(40)

Nilai rata-rata penilaian panelis untuk warna bagelen mikrokapsul pegagan lebih tinggi daripada warna bagelen serbuk pegagan.

Aroma. Data rata-rata hasil uji hedonik untuk parameter aroma bagelen pegagan berada pada kisaran agak tidak disukai (4,62) untuk bagelen konsentrasi 20% hingga disukai (7,10) untuk bagelen kontrol. Kesukaan panelis terhadap aroma bagelen pegagan semakin berkurang setiap kenaikan 5% konsentrasi pegagan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, aroma bagelen pegagan setiap konsentrasi berbeda nyata pada p<0,05.

Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya perbedaan nyata pada p<0,05 antara aroma bagelen serbuk pegagan dengan aroma bagelen mikrokapsul pegagan. Nilai rata-rata hasil uji hedonik untuk aroma bagelen mikrokapsul pegagan lebih lebih tinggi yaitu 6,51 (agak suka) dari pada aroma begelen serbuk pegagan.

Rasa. Nilai rata-rata penilaian panelis untuk parameter rasa bagelen pegagan berada pada kisaran agak tidak disukai (4,49) untuk konsentrasi 20% hingga disukai (7,41) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan uji lanjut Duncan, rasa bagelen pegagan setiap konsentrasi menunjukkan perbedaan yang nyata pada p<0,05. Kesukaan panelis terhadap rasa bagelen pegagan semakin menurun setiap peningkatan konsentrasi 5%.

Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa rasa bagelen mikrokapsul pegagan berbeda nyata pada p<0,05 dengan rasa bagelen serbuk pegagan. Nilai rata-rata kesukaan terhadap rasa lebih tinggi pada bagelen mikrokapsul pegagan dari pada bagelen serbuk pegagan.

Tekstur. Data nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap parameter tekstur bagelen pegagan berada pada kisaran nilai 5,36 (suka tidak, tidak suka tidak) untuk konsentrasi 20% hingga 7,41 (suka) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, tekstur bagelen kontrol berbeda nyata dengan bagelen yang ditambahkan 20% pegagan, sedangkan tekstur bagelen pegagan kontrol, bagelen yang ditambahkan 5% pegagan, 10% pegagan, dan 15% pegagan tidak berbeda nyata satu sama lain pada p<0,05.

(41)

Hasil Uji Mutu Hedonik

Uji mutu hedonik digunakan untuk mendapat gambaran suatu atribut sensori tertentu yang bervariasi dari sejumlah sampel (Adawiyah & Waysima). Adapun atribut sensori produk pangan (parameter) yang dinilai adalah kenampakan warna, aroma, tekstur, dan rasa. Skala penilaian yang digunakan pada uji mutu hedonik adalah skala 1 sampai 9.

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 6), perlakuan jenis pegagan, konsentrasi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur pada uji mutu hedonik roti bagelen pegagan pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Data rata-rata hasil uji mutu hedonik bagelen pegagan Konsentrasi

pegagan

Nilai rata-rata mutu hedonik bagelen pegagan

Warna Aroma Rasa Tekstur

0% (kontrol) 7,45e 7,63e 7,52e 7,81d

5% 6,80d 6,48d 6,45d 6,94c

10% 5,48c 5,51c 5,76c 6,46bc

15% 4,82b 4,94b 5,21b 6,08ab

20% 3,20a 4,28a 4,65a 5,56a

Jenis pegagan

Nilai rata-rata mutu hedonik bagelen pegagan

Warna Aroma Rasa Tekstur

Serbuk pegagan

5,08b 5,15b 5,39b 6,27b

Mikrokapsul 6,02a 6,39a 6,44a 6,87a

Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05), semakin tinggi angka semakin besar skor mutu sampel.

Warna. Nilai rata-rata penilaian mutu warna bagelen pegagan berada pada kisaran 3,20 (gelap) untuk konsentrasi 20% hingga 7,45 (cerah) untuk bagelen kontrol. Bagelen dengan konsentrasi 5% memiliki nilai rata-rata penilaian mutu warna paling tinggi (6,80) bila dibandingkan dengan bagelen konsentrasi 10%, 15%, dan 20%. Berdasarkan uji lanjut Duncan, mutu warna bagelen pegagan setiap perlakuan konsentrasi pegagan berbeda nyata satu sama lain pada p<0,05. Warna bagelen pegagan menjadi semakin gelap setiap konsentrasi pegagannya dinaikkan 5%. Hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya nilai rata-rata penilaian panelis terhadap mutu warna bagelen pegagan.

(42)

Aroma. Nilai rata-rata penilaian terhadap mutu aroma bagelen pegagan berada pada kisaran 4,28 (agak beraroma langu) untuk konsentrasi 20% hingga 7,63 (beraroma harum) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada p<0,05, mutu aroma bagelen pegagan setiap perlakuan konsentrasi berbeda secara nyata satu sama lain. Nilai rata-rata penilaian panelis terhadap mutu aroma bagelen pegagan semakin rendah dengan setiap penambahan konsentrasi pegagan 5%, menandakan bahwa aroma bagelen pegagan semakin langu.

Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa mutu aroma bagelen mikrokapsul pegagan berbeda nyata dengan bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Bagelen mikrokapsul pegagan memiliki nilai rata-rata penilaian mutu aroma yang lebih tinggi (6,39) dengan kategori agak harum dibandingkan dengan bagelen serbuk pegagan yang termasuk dalam kategori biasa (5,13).

Rasa. Hasil rata-rata penilaian panelis terhadap mutu rasa begelen pegagan berkisar antara 4,65 (agak pahit) untuk konsentrasi 20% hingga 7,52 (manis) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil rata-rata penilaian mutu, bagelen konsentrasi pegagan 5% memiliki nilai mutu rasa yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi pegagan 10%, 15% dan 20%. Rasa bagelen menjadi semakin pahit setiap konsentrasi pegagan dinaikkan 5%, hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya nilai rata-rata penilaian mutu aroma bagelen pegagan saat konsentrasi pegagan dinaikkan 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, terdapat perbedaan yang nyata antara mutu rasa bagelen masing-masing perlakuan pada p<0,05.

Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara mutu rasa bagelen mikrokapsul pegagan dengan mutu rasa bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Berdasarkan nilai rata-rata penilaian mutu rasa, bagelen mikrokapsul pegagan memiliki mutu rasa yang agak manis sedangkan bagelen s

Gambar

Gambar 1 Tanaman Pegagan
Gambar 2 Diagram alir penelitian
Gambar 3 Diagram alir mikroenkapsulasi ekstrak pegagan dengan spray drying
Gambar 4 Diagram alir pembuatan roti kering pegagan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akhirnya, beberapa masyarakat yang dikembangkan (terutama AS) datang untuk didefinisikan lebih oleh konsumsi dari production.While ini adalah perubahan yang dramatis, beberapa

Proses pemutihan merupakan suatu proses penghilangan warna dari serat akibat masih tersisanya lignin pada pulp menggunakan bahan kimia. Dalam proses pulping tidak

Penelitian ini dilakukan pada dua yaitu Propinsi NTB dan NTT (KPP PUD 422) khususnya di Waduk Batu Jai dan Sungai Kambaniru seperti halnya data standing

Hasil analisis data pada Gambar 1 menunjukkan, bahwa keberhasilan proses aklimatisasi tanaman hasil eksplorasi di Taman Hutan Raya Nipa-Nipa Sulawesi Tenggara

The rock types are relatively similar to those the basaltic to andesitic lavas around the Quaternary age Merapi volcano, and the pumice breccia of the Tertiary

Meskipun dalam kedua teks tersebut tidak ditemukan waktu penyalinannya, tetapi dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Roosiati (1983) disebutkan

[r]

Perubahan dimensi tebal selama proses pengeringan terhadap kadar air basis kering dapat dilihat pada Gambar 4 temulawak bentuk silinder berat bahan setelah mengalami