• Tidak ada hasil yang ditemukan

Impact Of Import Policy And External Factor On Shallot Producers And Consumers Welfare In Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Impact Of Import Policy And External Factor On Shallot Producers And Consumers Welfare In Indonesia"

Copied!
375
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KEBIJAKAN IMPOR DAN FAKTOR EKSTERNAL

TERHADAP KESEJAHTERAAN PRODUSEN DAN

KONSUMEN BAWANG MERAH

DI INDONESIA

AYU FITRIANA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Dampak Kebijakan Impor dan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Bawang Merah di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

(3)

1 MERAH DI INDONESIA

IMPACT OF IMPORT POLICY AND EXTERNAL FACTOR ON SHALLOT PRODUCERS AND CONSUMERS WELFARE IN INDONESIA

Fitriana, Ayu 1), Bonar M. Sinaga 2), Nia Kurniawati Hidayat 3) 1) Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

NRP: H44080050; Semester : 9

2) Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Gelar: Prof, Dr, Ir, MA. 3) Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Gelar: SP, MSi.

Abstract

Shallots are the main priority in the development of commodity vegetable lowland Indonesia. The demand of shallots increase steadily and it can’t filled by nation product. So that, to fulfill the demand of shallots (especially on out of harvest) is needed to import the shallots. Other problem in shallots trade is changing of import policy. Import policy used in research are tariff barrier and non tariff barrier (import quota). Therefore, the researcher investigated how the impact of import policy and the external factor of shallot producers and consumers welfare in Indonesia. The objectives of this research are (1) to identify the factors in which able to influence the production, demand, import, and price of shallots; (2) to analyze the effect of import tariff, import quota, and external factor faced in offering, demand, and price of shallots; and (3) to analyze the effect of import tariff, import quota, and external factors which influence the welfare of producers and consumers of shallot in Indonesia. The estimation of model used time series data 1990 to 2010 by 2SLS method. The application of shallots import tariff can increase the welfare of producers and government revenues, however it gives the impact of decrease consumer welfare. Whereas, the abolition of shallot import tariff can increase the welfare of consumers, but resulted in a decrease producers welfare. Therefore, to anticipate decrease shallot price of world (12 percent) and to increase of shallot producers welfare in Indonesia, the government needs arrange import tariff (more than nine percent) or decrease import quota.

(4)

RINGKASAN

AYU FITRIANA. Dampak Kebijakan Impor dan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Bawang Merah di Indonesia. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA dan NIA KURNIAWATI HIDAYAT.

Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat Indonesia. Subsektor pertanian tersebut salah satunya adalah hortikultura. Berdasarkan nilai PDB hortikultura Indonesia pada tahun 2010, sayuran menyumbangkan sebesar Rp 31 244 Milyar (Dirjen Hortikultura, 2012). Bawang merah merupakan komoditas utama dalam prioritas pengembangan sayuran dataran rendah Indonesia (Rukmana, 1994). Komoditas ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan peluang pasar yang besar sebagai bumbu untuk konsumsi rumahtangga, bahan baku industri pengolahan, serta untuk memenuhi kebutuhan ekspor.

Produksi bawang merah di Indonesia mulai tahun 2005 sampai dengan 2010 mengalami peningkatan, namun jumlah produksi tidak berkelanjutan karena bersifat musiman dan mudah rusak. Permintaan bawang merah yang terus meningkat dan berkelanjutan belum mampu dipenuhi oleh produksi Indonesia sehingga untuk memenuhi kebutuhan bawang merah khususnya di luar musim panen perlu dilakukan impor bawang merah. Selain itu, permasalahan dalam perdagangan bawang merah adalah adanya perubahan kebijakan impor bawang merah dari waktu ke waktu diduga menyebabkan semakin melimpahnya pasokan bawang merah impor ke pasar domestik, sehingga harga bawang merah domestik terus berfluktuasi setiap tahunnya. Oleh karena itu, menjadi penting untuk mengkaji bagaimana dampak kebijakan impor dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia.

Tujuan dari penelitian adalah: (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan, impor, dan harga bawang merah; (2) Menganalisis dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap penawaran, permintaan, dan harga bawang merah; (3) menganalisis dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia. Model analisis yang digunakan dalam penelitian adalah model persamaan simultan ekonometrika. Model diestimasi dengan metode Two-Stages Least Squares (2SLS) menggunakan program SAS/ETS versi 9.1.

(5)

tingkat produsen dipengaruhi oleh harga riil bawang merah di tingkat konsumen dan harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya.

Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan, simulasi kebijakan yang berdampak meningkatkan produksi bawang merah dan harga bawang merah domestik adalah penerapan tarif impor bawang merah sebesar 20 persen, 12.5 persen, 40 persen, penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen. Kebijakan yang berdampak meningkatkan impor bawang merah dan permintaan bawang merah total adalah penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen.

Simulasi penerapan tarif impor bawang merah sebesar 40 persen merupakan simulasi yang meningkatkan kesejahteraan nasional terbesar. Meskipun kebijakan tersebut menurunkan surplus konsumen akibat tingginya harga bawang merah di tingkat konsumen, namun dapat dikompensasi dengan besarnya peningkatan penerimaan pemerintah. Simulasi kebijakan yang meningkatkan surplus konsumen terbesar adalah simulasi kombinasi penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen.

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat dikemukakan adalah: (1) Guna mengantisipasi penurunan harga riil bawang merah dunia (12 persen) dan meningkatkan kesejahteraan produsen bawang merah di Indonesia maka pemerintah disarankan melakukan pembatasan impor bawang merah dengan menerapkan kebijakan tarif impor (lebih besar dari sembilan persen) atau penurunan kuota impor bawang merah (50 persen); (2) agar kesejahteraan konsumen bawang merah di Indonesia tidak menurun dengan penerapan tarif impor bawang merah, maka pemerintah disarankan memberikan kompensasi dengan melakukan transfer dari penerimaan pemerintah kepada konsumen bawang merah; (3) kebijakan penghapusan tarif impor bawang merah sebagai realisasi perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China, menurunkan kesejahteraan produsen bawang merah domestik sehingga pemerintah disarankan melakukan negosiasi tarif impor bawang merah dalam perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China.

(6)

DAMPAK KEBIJAKAN IMPOR DAN FAKTOR EKSTERNAL

TERHADAP KESEJAHTERAAN PRODUSEN DAN

KONSUMEN BAWANG MERAH

DI INDONESIA

AYU FITRIANA H44080050

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Dampak Kebijakan Impor dan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Bawang Merah di Indonesia

Nama Mahasiswa : Ayu Fitriana

NRP : H44080050

Disetujui, Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA NIP. 19481130 197412 1 002

Pembimbing II

Nia Kurniawati Hidayat, SP, MSi

Diketahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan dan juga dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Ayahanda Suryanto dan Ibunda Yuhana tercinta, yang senantiasa memberikan doa, perhatian, kasih sayang dan motivasi yang tak pernah putus kepada penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA dan Nia Kurniawati Hidayat, SP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan dan kesabarannya membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Novindra, SP, MSi selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran bagi kesempurnaan skripsi ini.

4. Hastuti, SP, MP, MSi selaku dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan kritik dan saran bagi kesempurnaan skripsi ini.

5. Dr. Ir. Eka Intan K. Putri dan Nuva, SP, MP selaku dosen pembimbing akademik, atas bimbingan dan perhatiannya selama penulis menjalani kuliah. 6. Dosen dan staf sekretariat Depatemen ESL yang telah membantu penulis

selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

(9)

8. Keluarga besar Paguyuban Angling Dharma Bojonegoro (Mbak Dita, Fatim, Abdul Kafi, Affan Iqbal, dan Agung) yang telah banyak memberikan motivasi, masukan dan bantuan kepada penulis selama penyusunan skripsi. 9. Teman sebimbingan Sausan Basmah, Dea Tri, Welda Yunita, Indri Hapsari,

Agung Prasetyo, Kak Rena (EPN 2010) yang banyak memberikan masukan dan bantuan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

10. Diani Kurniawati , Hayu Windi, Singgih Widhosari, Yuli, Alya, Ninis, Bang Ferry Albert, Firdaus Albarqoni, dan seluruh teman ESL 45 atas kebersamaannya selama ini.

11. Semua pihak yang selama ini telah membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW atas berkat rahmatnya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Kebijakan Impor dan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Bawang εerah di Indonesia”. Skripsi ini merupakan

salah satu syarat kelulusan Sarjana Ekonomi dan Manajemen pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan, impor, dan harga bawang merah serta menganalisis dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap penawaran, permintaan, harga, kesejahteraan produsen dan kesejahteraan konsumen bawang merah di Indonesia.

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap komoditas bawang merah, terutama pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak keterbatasan dan jauh dari sempurna. Akan tetapi, penulis berharap semoga keterbatasan tersebut tidak mengurangi manfaat dari skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengharapkan adanya penelitian lanjutan yang berusaha mengakomodir keterbatasan penelitian ini.

Bogor, Desember 2012

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL . ... xiv

DAFTAR GAMBAR . ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah ... 11

2.2. Penelitian Terdahulu ... 12

2.2.1. Penelitian tentang Bawang Merah ... 12

2.2.2. Penelitian tentang Kebijakan Perdagangan Komoditas Pertanian ... 13

2.2.3. Penelitian tentang Pengaruh Kebijakan terhadap Kesejahteraan ... 13

2.3. Kebaruan Penelitian ... 18

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 19

3.1.1. Fungsi Produksi ... 19

3.1.2. Fungsi Permintaan ... 22

3.1.3. Harga ... 24

3.1.4. Teori Perdagangan Internasional ... 25

3.1.5. Permintaan Impor ... 27

3.1.6. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen ... 27

3.1.7. Dampak Tarif terhadap Kesejahteraan ... 29

3.1.8. Dampak Kuota Impor terhadap Kesejahteraan ... 31

(12)

IV. METODE PENELITIAN ... 35

4.1. Jenis dan Sumber Data ... 35

4.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 35

4.3. Spesifikasi Model ... 37

4.3.1. Luas Areal Panen Bawang Merah ... 37

4.3.2. Produksi Bawang Merah ... 38

4.3.3. Penawaran Bawang Merah ... 39

4.3.4. Permintaan Bawang Merah ... 40

4.3.4.1. Permintaan Bawang Merah Rumahtangga ... 40

4.3.4.2. Permintaan Bawang Merah Non Rumahtangga ... 41

4.3.4.3. Permintaan Bawang Merah Total ... 41

4.3.5. Impor Bawang Merah ... 42

4.3.6. Harga Riil Bawang Merah Impor ... 43

4.3.7. Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Konsumen ... 43

4.3.8. Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Produsen ... 44

4.4. Identifikasi Model ... 45

4.5. Metode Estimasi Model ... 48

4.5.1. Uji Kesesuaian Model ... 48

4.5.2. Uji Estimasi Variabel Secara Individu ... 49

4.5.3. Uji Autocorrelation ... 50

4.5.4. Uji Multicollinearity ... 51

4.5.5. Uji Heteroscedasticity ... 52

4.5.6. Konsep Elastisitas ... 53

4.6. Validasi Model ... 54

4.7. Simulasi Model Kebijakan ... 55

4.8. Analisis Surplus Produsen dan Konsumen ... 56

V. GAMBARAN UMUM KERGAAN BAWANG MERAH ... 58

5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia ... 58

5.2. Perkembangan Konsumsi Bawang Merah di Indonesia ... 60

5.3. Perkembangan Impor Bawang Merah ke Indonesia ... 62

(13)

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH

DI INDONESIA ... 66

(14)

7.2.7. Kombinasi Penerapan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar Sembilan Persen dan Penurunan Harga Riil

Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen ... 97

7.2.8. Kombinasi Penghapusan Tarif Impor Bawang Merah dan Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen ... 98

7.2.9. Ringkasan Dampak Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Kuota Impor, dan Faktor Eksternal terhadap Penawaran, Permintaan, dan Harga Bawang Merah ... 99

7.3. Dampak Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Kuota Impor, dan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Bawang Merah ... 102

VIII. SIMPULAN DAN SARAN ... 108

8.1. Simpulan... 108

8.2 Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112

LAMPIRAN ... 115

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produk Domestik Bruto Subsektor Hortikultura di Indonesia

Tahun 2006-2010 ... 1

2. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Bawang Merah Indonesia Tahun 2001-2010 ... 6

13. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu ... 14

14. Perubahan Kesejahteraan sebagai Akibat Pemberlakuan Tarif ... 31

15. Perubahan Kesejahteraan sebagai Akibat Pemberlakuan Kuota ... 32

16. Hasil Identifikasi Model dari Masing-masing Persamaan ... 47

17. Range Statistik Durbin Watson ... 50

18. Perkembangan Produksi Bawang Merah di 10 Sentra Produksi Tahun 2006-2010 ... 58

19. Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia Tahun 2001-2010 ... 59

10. Perkembangan Permintaan Bawang Merah di Indonesia Tahun 2001-2010 ... 61

11. Perkembangan Neraca Perdagangan Bawang Merah Indonesia Tahun 2001-2011 ... 62

12. Perkembangan Impor Bawang Merah ke Indonesia Berdasarkan Negara Asal Tahun 2006-2010 ... 63

13. Perkembangan Harga Bawang Merah di Tingkat Konsumen di Indonesia Tahun 2005-2009 ... 64

14. Hasil Estimasi Parameter Luas Areal Panen Bawang Merah ... 69

15. Hasil Estimasi Parameter Produksi Bawang Merah ... 72

16. Hasil Estimasi Parameter Permintaan Bawang Merah Rumahtangga ... 76

17. Hasil Estimasi Parameter Permintaan Bawang Merah Non Rumahtangga ... 78

18. Hasil Estimasi Parameter Impor Bawang Merah ... 80

19. Hasil Estimasi Parameter Harga Riil Bawang Merah Impor ... 82

(16)

23. Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah

Sebesar 20 Persen ... 90 24. Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah

Sebesar 12.5 Persen ... 91 25. Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah

Sebesar 40 Persen ... 92 26. Hasil Simulasi Penghapusan Tarif Impor Bawang Merah ... 94 27. Hasil Simulasi Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia

Sebesar 12 Persen ... 95 28. Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Penurunan Kuota Impor

Bawang Merah Sebesar 50 Persen ... 96 29. Hasil Simulasi Kombinasi Penerapan Tarif Impor Bawang

Merah Sebesar Sembilan Persen, dan Penurunan Harga Riil

Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen ... 97 30. Hasil Simulasi Kombinasi Penghapusan Tarif Impor dan Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia Sebesar 12

Persen ... 98 31. Ringkasan Hasil Simulasi Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Kuota Impor, dan Faktor Eksternal terhadap Penawaran, Permintaan, dan

Harga Bawang Merah ... 100 32. Dampak Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Kuota Impor, dan

Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perkembangan Luas Areal Panen dan Produksi Bawang Merah

di Indonesia Tahun 2001-2010 ... 2

2. Perkembangan Ekspor-Impor Bawang Merah di Indonesia Tahun 2001-2011 ... 3

3. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional ... 26

4. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen pada Kondisi Keseimbangan Pasar ... 28

5. Dampak Pemberlakuan Tarif Impor ... 30

6. Dampak Pemberlakuan Kuota Impor ... 31

7. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 34

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peraturan Pemerintah Terkait Penerapan Tarif Impor Bawang

Merah Sebesar 20 Persen Mulai Tahun 2011 ... 116 2. Schedule Perjanjian Perdagangan Indonesia dalam AANZFTA ... 118 3. Schedule Perjanjian Perdagangan Indonesia dalam Forum WTO... 119 4. Peraturan Pemerintah Terkait Penerapan Tarif Impor Bawang

Merah Menanggapi Perjanjian Perdagangan ACFTA ... 120

15. Sumber Data Awal yang Digunakan ... 123 16. Variabel Data yang Digunakan untuk Estimasi Model ... 124

17. Program Estimasi Parameter Model Perdagangan Bawang Merah

di Indonesia dengan Menggunakan Metode 2SLS ... 129 18. Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Bawang Merah di

Indonesia dengan Menggunakan Metode 2SLS ... 133 19. Program Uji Multicollinearity Model Perdagangan Bawang Merah

di Indonesia dengan Menggunakan Nilai VIF ... 141 10. Hasil Uji Multicollinearity Model Perdagangan Bawang Merah

di Indonesia dengan Menggunakan Nilai VIF ... 145 11. Program Uji Heteroscedasticity Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia dengan Menggunakan Metode Park ... 149 12. Hasil Uji Heteroscedasticity Model Perdagangan Bawang Merah

di Indonesia dengan Menggunakan Metode Park ... 153 13. Program Validasi Model Perdagangan Bawang Merah di

Indonesia ... 161 14. Hasil Validasi Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia… 166 15. Program Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang

Merah Sebesar 20 Persen ... 169 16. Contoh Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat Indonesia. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama kedua yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi setelah sektor industri pengolahan. Sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar Rp 985 143.60 Milyar dari total PDB Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2012). Subsektor pertanian tersebut salah satunya adalah hortikultura. Berdasarkan nilai PDB hortikultura Indonesia pada tahun 2010, sayuran menyumbangkan sebesar Rp 31 244 Milyar. Peranan sayuran ini jauh lebih besar dibandingkan dengan biofarmaka dan tanaman hias (Tabel 1). Besarnya peran sayuran bagi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi negara, maka diperlukan upaya untuk mengembangkan dan melindungi tingkat harga sayuran di Indonesia.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Subsektor Hortikultura di Indonesia Tahun 2006-2010

(Milyar Rp)

No. Komoditas Nilai PDB hortikultura

2006 2007 2008 2009 2010

1. Buah 24 694 42 362 47 060 48 437 45 482

2. Sayur 35 447 25 587 28 205 30 506 31 244

3. Tanaman Hias 3 762 4 741 5 085 5 494 6 174

4. Biofarmaka 4 734 4 105 3 853 3 897 3 665

Total 68 637 76 795 84 202 88 334 85 958

Sumber: Dirjen Hortikultura (2012)

(20)

tinggi ± 1 100 meter di atas permukaan air laut (Rukmana, 1994). Komoditas ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan peluang pasar yang besar sebagai bumbu untuk konsumsi rumahtangga, bahan baku industri pengolahan, serta untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Sesuai perannya tersebut maka bawang merah sudah dapat digolongkan sebagai salah satu kebutuhan pokok utama masyarakat Indonesia.

Sumber : Kementerian Pertanian (2011) diolah

Gambar 1. Perkembangan Luas Areal Panen dan Produksi Bawang Merah di Indonesia Tahun 2001-2010

Produksi bawang merah di Indonesia dari tahun 2005 hingga 2010 mengalami peningkatan dari sebesar 732 610 Ton menjadi sebesar 1 048 934 Ton (Gambar 1). Hal ini dikarenakan sejak tahun 2008 pemerintah mulai menerapkan enam pilar program pengembangan hortikultura. Program tersebut salah satunya adalah pengembangan Kawasan Hortikultura Pendampingan Intensif (KHPI). KHPI bawang merah dilakukan pada salah satu kawasan yang meliputi Kabupaten Brebes, Tegal, Cirebon, Kuningan, dan Majalengka. Tujuan program ini adalah meningkatkan daya saing bawang merah yang ditandai dengan meningkatnya produktivitas lebih dari 15 Ton/Ha, serta terpenuhinya kebutuhan bawang merah

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000

Juml

ah

Tahun

(21)

-200000 -150000 -100000 -50000 0 50000 100000 150000 200000

Juml

ah

(t

on)

Tahun

Impor Ekspor X-M

dalam negeri secara berkelanjutan baik untuk konsumsi maupun industri (Dirjen Hortikultura, 2009).

Konsumsi bawang merah masyarakat Indonesia untuk kebutuhan rumahtangga selalu meningkat setiap tiga tahun sekali yaitu sebesar 430 450.89 Ton pada tahun 2002, sebesar 447 177.59 Ton pada tahun 2005, dan sebesar 576 975.63 Ton pada tahun 2008 (Badan Pusat Statistik, 2008). Peningkatan ini dipengaruhi oleh semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dan meningkatnya daya beli masyarakat.

Produksi bawang merah di Indonesia masih bersifat musiman seperti hasil pertanian pada umumnya. Hal ini menyebabkan di luar musim panen kebutuhan bawang merah belum dapat terpenuhi, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bawang merah masyarakat Indonesia di luar musim panen perlu adanya impor bawang merah. Pemerintah melakukan impor bawang merah untuk menjaga ketersediaan bawang merah dalam negeri serta menjaga kestabilan harga pasar.

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012) diolah

(22)

Indonesia merupakan negara net importir bawang merah. Gambar 2 menunjukkan bahwa setiap tahun Indonesia melakukan kegiatan ekspor dan impor bawang merah, tetapi jumlah ekspor tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah impor bawang merah ke Indonesia. Impor bawang merah ke Indonesia berfluktuasi dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2011. Pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2008 impor bawang merah mengalami peningkatan hingga mencapai nilai sebesar 128 015 Ton. Selanjutnya turun cukup drastis pada tahun 2009 menjadi sebesar 67 330 Ton dan meningkat kembali pada tahun 2011 dengan nilai sebesar 156 381 Ton. Penurunan impor bawang merah pada tahun 2009 diduga karena terjadinya krisis ekonomi dunia di Eropa, sehingga berpengaruh terhadap perdagangan Indonesia termasuk bawang merah. Menurut Stato (2007) masuknya bawang merah impor yang cukup besar menyebabkan fluktuasi harga bawang merah domestik. Hal ini disebabkan melimpahnya pasokan bawang merah di pasar domestik dan harga bawang merah impor yang cenderung lebih murah.

Pemerintah membatasi masuknya bawang merah impor dengan beberapa upaya seperti hambatan tarif impor dan hambatan non tarif. Kebijakan tarif impor bawang merah di Indonesia selalu mengalami perubahan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan perdagangan internasional, sehingga besarnya pasokan bawang merah impor di pasar domestik belum dapat dihindari.

(23)

pendapatan petani semakin menurun dan mengalami kerugian. Pendapatan bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, namun semakin rendah pendapatan petani dalam usahatani bawang merah menyebabkan tidak adanya insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi bawang merah, sehingga produksi bawang merah dalam negeri akan semakin rendah. Oleh sebab itu, penting untuk mengkaji bagaimana dampak kebijakan impor dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

(24)

Tabel 2. Perkembangan Produksi dan Permintaan Bawang Merah Indonesia Tahun 2001-2010

(Ton)

Tahun Produksi Permintaan Permintaan-Produksi

2001 861 150 903 104 41 954

2002 766 572 792 685 26 113

2003 762 795 799 401 36 606

2004 757 399 801 689 44 290

2005 732 610 781 422 48 812

2006 794 931 857 692 62 761

2007 802 810 901 102 98 292

2008 853 615 969 316 115 701

2009 965 164 1 019 735 54 571

2010 1 048 934 1 116 275 67 341

Sumber: Kementerian Pertanian (2011) dan Badan Pusat Statistik (2010) diolah

Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 memperburuk perekonomian bawang merah Indonesia. Ketidakmampuan pemerintah dalam melaksanakan program-program pembangunan sektor pertanian yang telah disusun dalam rangka menghadapi liberalisasi produk pertanian menyebabkan bangsa Indonesia harus meliberalisasi produk pertaniannya jauh lebih cepat daripada yang seharusnya. Meskipun komitmen tarif produk pertanian Indonesia dalam forum WTO masih cukup tinggi, namun Indonesia selama kurun waktu 1998-2004 menurunkan tarif impor bawang merah dari yang sebelumnya sebesar 10 persen menjadi sebesar lima persen untuk menjaga ketersediaan bawang merah dalam negeri. Penurunan tarif impor sebesar lima persen menyebabkan neraca perdagangan bawang merah di Indonesia semakin negatif.

(25)

dikenakan tarif sebesar 25 persen pada tahun 2005-2010 dan turun menjadi 20 persen mulai tahun 2011 (Kementerian Keuangan, 2012).

Mayoritas bawang merah impor yang masuk berasal dari negara yang telah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia seperti Thailand, Vietnam, Philipina, dan China. Impor bawang merah yang berasal dari ASEAN dan China pada tahun 2010 adalah sebesar 54 903 Ton dan sisanya sebesar 15 669 Ton berasal dari negara-negara di luar anggota ASEAN dan China. Berdasarkan Permenkeu Nomor 28/PMK.010/2005, Permenkeu Nomor 355/KMK.01/2004 dan beberapa peraturan lainnya, tarif impor bawang merah yang berasal dari Cina dan ASEAN adalah sebesar nol persen pada tahun 2006 (Kementerian Keuangan, 2012).

Berdasarkan keterangan Dirjen Hortikultura (2012), bawang merah impor ternyata masuk ke daerah-daerah yang merupakan sentra produksi bawang merah di Indonesia, seperti Brebes, Tegal dan Cirebon.1 Rendahnya harga bawang merah impor menyebabkan bawang merah lokal tidak dapat bersaing di pasar domestik dan harganya menjadi turun. Pada kondisi pasar tersebut, pedagang membebankan penurunan harga kepada petani dengan membeli bawang merah dibawah harga pasar dan dibawah biaya produksi yang dikeluarkan petani.

Impor bawang merah diduga akan menurunkan harga domestik, sehingga perlu dikaji apakah perubahan kebijakan impor yang diterapkan oleh pemerintah telah efektif dalam menjaga stabilitas harga dan pasokan bawang merah, meningkatkan produksi bawang merah, serta mengurangi ketergantungan impor. Selain itu, perlu dikaji faktor-faktor lain yang mempengaruhi produksi,

(26)

permintaan, dan impor bawang merah di Indonesia agar pemerintah dapat mengantisipasi adanya kecenderungan faktor-faktor tersebut ke depannya.

Kecenderungan impor bawang merah Indonesia ke depannya perlu diperhatikan. Hal tersebut terkait dengan tingkat kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia akibat fluktuasi harga bawang merah domestik. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian terkait dampak perubahan kebijakan impor dan faktor eksternal terhadap penawaran, permintaan, harga bawang merah serta kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia.

Sehubungan dengan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan masalah-masalah penelitian sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi, permintaan, impor, dan harga bawang merah ?

2. Bagaimana dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap penawaran, permintaan, dan harga bawang merah ? 3. Bagaimana dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor

eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian adalah:

(27)

2. Menganalisis dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap penawaran, permintaan, dan harga bawang merah. 3. Menganalisis dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor

eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai dampak kebijakan impor dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia kepada beberapa pihak diantaranya: 1. Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan

informasi bagi pemerintah dalam merumuskan suatu kebijakan yang dapat melindungi kesejahteraan masyarakat, khususnya petani terkait pertanian bawang merah serta mengurangi ketergantungan impor bawang merah di Indonesia.

2. Akademisi dan peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan studi litelatur bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup kajian yang digunakan dalam penelitian meliputi:

1. Bawang merah yang dianalisis adalah bawang merah konsumsi dengan kode HS 0703102900.

2. Harga internasional bawang merah menggunakan FOB New Zealand sebagai negara pengekspor bawang merah terbesar di dunia.

(28)

4. Data yang digunakan merupakan data resmi pemerintah dan tidak mencakup data bawang merah yang tidak resmi dan tidak tercatat.

5. Kebijakan impor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hambatan tarif impor dan hambatan non tarif (kuota impor).

6. Faktor eksternal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penurunan harga riil bawang merah dunia.

7. Jumlah penawaran dan permintaan bawang merah diasumsikan sama. 8. Konsumen bawang merah rumahtangga merupakan konsumen yang

menggunakan bawang merah untuk konsumsi akhir (final demand).

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah

Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan berupa tarif impor maupun non tarif harus dikurangi hingga akhirnya dihapuskan. Hal yang paling diperhatikan dalam perjanjian pertanian WTO adalah larangan pemberian subsidi bagi petani baik subsidi domestik maupun subsidi ekspor, namun di beberapa negara maju masih sarat dengan pemberian subsidi yang mendistorsi pasar. Dengan adanya subsidi, surplus mereka dapat dijual dengan harga murah yang menyebabkan harga pasar dunia menjadi sangat rendah (Saptana dan Hadi, 2008).

Indonesia saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998 kurang mampu melaksanakan program-program pembangunan sektor pertanian yang telah disusun dalam rangka menghadapi liberalisasi produk pertanian yang telah disepakati dalam WTO. Kondisi tersebut memaksa Indonesia untuk meliberalisasi produk pertaniannya jauh lebih cepat daripada yang seharusnya. Meskipun komitmen tarif produk pertanian Indonesia dalam forum WTO masih cukup tinggi yaitu maksimal sebesar 40 persen untuk bawang merah konsumsi, namun selama kurun waktu 1998-2004 Indonesia menerapkan tarif impor sebesar lima persen untuk bawang merah konsumsi (Kementerian Keuangan, 2012).

(30)

kecuali negara yang memiliki perjanjian khusus dengan Indonesia seperti ASEAN

Free Trade Area (AFTA), ASEAN China Free Trade Area (AC-FTA), dan ASEAN Korea Free Trade Area (AK-FTA). Keputusan pemerintah tentang harmonisasi tarif diterbitkan dalam Permenkeu Nomor 591/PMK.010/2004 tanggal 21 Desember 2004. Tarif impor yang dikenakan untuk bawang merah konsumsi adalah sebesar 25 persen pada tahun 2005-2010. Berdasarkan Permenkeu Nomor 90/PMK.011/2011 tarif impor tersebut turun menjadi sebesar 20 persen mulai tahun 2011 (Kementerian Keuangan, 2012).

Tarif impor bawang merah yang berasal dari negara anggota ASEAN dan China pada tahun 2006 telah dihapuskan atau nol persen. Keputusan tersebut tertulis dalam Permenkeu Nomor 28/PMK.010/2005 serta Kepmenkeu Nomor 355/KMK.01/2004 dan 356/KMK.01/2004. Kemudian pemerintah menanggapi adanya AK-FTA dengan menerbitkan Permenkeu Nomor 236/PMK.011/2008 tanggal 23 Desember 2008. Peraturan tersebut mengemukakan bahwa tarif impor bawang merah dari Korea tahun 2009-2011 adalah sebesar lima persen dan akan turun menjadi nol persen pada tahun 2012 (Kementerian Keuangan, 2012).

2.2. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang dapat dijadikan referensi antara lain penelitian Tentamia (2002), Tandipayuk (2010), Nainggolan (2006), Saptana dan Hadi (2008), dan Hidayat (2012). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

2.2.1. Penelitian tentang Bawang Merah

(31)

mempengaruhi produksi, penawaran, konsumsi, serta fluktuasi harga bawang merah di Indonesia (Tabel 3).

2.2.2. Penelitian tentang Kebijakan Perdagangan Komoditas Pertanian

Penelitian terdahulu mengenai perdagangan komoditas pertanian juga telah banyak dilakukan diantaranya oleh Saptana dan Hadi (2008) serta Arsyad, Sinaga, dan Yusuf (2011). Penelitian tersebut melihat dampak adanya suatu kebijakan perdagangan (ekspor atau impor) terhadap faktor-faktor yang dipengaruhinya dengan menggunakan dua alat analisis yang berbeda. Penelitian Saptana dan Hadi (2008) menggunakan pendekatan Partial Equilibrium Model, sedangkan Arsyad, Sinaga, dan Yusuf (2011) menggunakan model persamaan simultan dengan metode pendugaan Two-Stages Least Squares (Tabel 3).

2.2.3. Penelitian tentang Pengaruh Kebijakan terhadap Kesejahteraan

(32)

Tabel 3. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu

No. Peneliti dan Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil

(33)

Tabel 3. Lanjutan

No. Peneliti dan Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

2. Sri Tandipayuk (2010),

Produksi bawang merah Indonesia masih berfluktuasi dan tidak responsif terhadap harga bawang merah domestik dalam jangka pendek. Luas areal panen ini dipengaruhi oleh harga bawang merah domestik tahun sebelumnya, harga pupuk tahun sebelumnya, harga cabe merah tahun sebelumnya, trend waktu, dan harga tenaga kerja tahun sebelumnya. Produktivitas dipengaruhi oleh harga bawang merah domestik. Semua faktor endogen tersebut tidak responsif terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya tersebut. Konsumsi bawang merah domestik terus meningkat dan sangat responsif terhadap perubahan jumlah penduduk dalam jangka pendek. Harga bawang merah domestik terus

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor yang secara potensial mempengaruhi ekspor kakao Indonesia adalah harga ekspor kakao Indonesia, pertumbuhan produksi kakao, nilai tukar rupiah, dan

(34)

Tabel 3. Lanjutan

No. Peneliti dan Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Indonesia Pasca Putaran Uruguay

(35)

Tabel 3. Lanjutan

No. Peneliti dan Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

5. Nia Kurniawati

(36)

2.3. Kebaruan Penelitian

Penelitian ini memiliki persamaan dan kebaruan dibandingkan penelitian Tentamia (2002), Tandipayuk (2010), dan Saptana dan Hadi (2008). Persamaan penelitian ini dengan Tentamia (2002) dan Tandipayuk (2010) yaitu menggunakan model persamaan simultan dengan metode pendugaan Two-Stages Least Squares

untuk analsis perdagangan bawang merah di Indonesia, sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini lebih fokus membahas tentang dampak kebijakan tarif impor terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia.

Persaman penelitian ini dengan penelitian Saptana dan Hadi (2008) adalah menganalisis dampak adanya kebijakan terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia. Perbedaannya alat analisis yang digunakan dalam penelitian Saptana dan Hadi (2008) adalah Partial Equilibrium Model yang menggunakan data cross section saat proteksi tersebut dilakukan, sedangkan penelitian ini menganalisis dampak perubahan kebijakan tarif secara

(37)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Komponen utama perdagangan bawang merah di Indonesia mencakup kegiatan produksi, konsumsi, dan impor. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi produksi, fungsi permintaan, harga, teori perdagangan internasional, permintaan impor, surplus produsen dan surplus konsumen, dampak tarif terhadap kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

3.1.1. Fungsi Produksi

Produksi adalah suatu proses mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan suatu output yang diinginkan. Fungsi produksi merupakan hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan (Lipsey, et al., 1987). Proses produksi mengasumsikan bahwa produsen bertindak rasional yaitu selalu memaksimumkan keuntungan. Fungsi produksi bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut:

QBε = f (ABε, δBε, ζBε) ………..………..…………(γ.1) dimana:

QBM = Produksi bawang merah (Ton) ABM = Luas areal bawang merah (Ha) LBM = Tenaga kerja (HOK)

NBM = Input produksi lainnya (Unit)

Sehingga persamaan biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut:

(38)

Keuntungan didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan dan biaya produksi, jika PBM adalah harga bawang merah maka fungsi keuntungan petani bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut:

π = PBM*QBM – C

π = PBM * f (ABM, LBM, NBM) – (C0 + Pa * ABM + Pl * LBM

+ Pn*NBM)……….(3.3)

Fungsi keuntungan maksimum akan tercapai apabila turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol, maka diperoleh:

π/ ABε = PBM*MPABM– Pa = 0 maka PBM* MPABM = Pa ……..(3.4) π/ δBε = PBM* MPLBM– Pl = 0 maka PBM* MPLBM= Pl …….. (3.5) π/ ζBε = PBM* MPNBM– Pm = 0 maka PBM* MPNBM = Pn ..….(3.6) Berdasarkan syarat order pertama, keuntungan petani akan maksimum jika pada suatu tingkat produksi tertentu diperoleh nilai produk marjinal masing-masing input sama dengan harga yang harus dibayarkan untuk memperoleh input tersebut. Selanjutnya fungsi (3.4), (3.5), dan (3.6) dapat dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:

MPABM= Pa/PBε ……….………(3.7) MPLBM= Pl/PBε ……….……….….(3.8)

MPNBM = Pn/PBε ……….………(3.9)

Berdasarkan fungsi (3.7), (3.8), dan (3.9) dapat diperoleh fungsi permintaan masing-masing inputnya, yaitu berturut-turut ABMd, LBMd, NBMd adalah permintaan terhadap lahan, tenaga kerja, dan input lain.

(39)

Substitusi fungsi permintaan input ke dalam fungsi produksi (3.1) dapat menghasilkan fungsi produksi bawang merah sebagai berikut:

QBM = f (PBε, Pa, Pl, Pn) ………..………...……….(γ.1γ) Persamaan (3.13) menunjukkan bahwa jumlah produksi bawang merah merupakan fungsi dari harga bawang merah (PBM) dan harga input seperti lahan, tenaga kerja dan input lainnya. Harga lahan tidak tersedia dalam kurun waktu penelitian, sehingga harga lahan tidak diperhitungkan.

Produksi bawang merah pada suatu periode waktu merupakan perkalian antara luas areal panen dengan hasil produksi per satuan luas (produktivitas). Fungsi produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

QBM = ABM * YBM ………..……….……..(γ.14)

dimana :

QBM = Produksi bawang merah (Ton) ABM = Luas areal panen bawang merah (Ha) YBM = Produktivitas bawang merah (Ton/Ha)

(40)

sama dengan bawang merah. Fungsi luas areal panen dapat dirumuskan sebagai berikut:

ABMt = a (PBMt, Plt, PPt, PCMt) ………..………...…….…(γ.15) dimana:

ABMt = Luas areal panen bawang merah pada tahun ke-t (Ha) PBMt = Harga bawang merah pada tahun ke-t (Rp/Kg)

Plt = Upah tenaga kerja pada tahun ke-t (Rp/HOK) PPt = Harga pupuk pada tahun ke-t (Rp/Kg)

PCMt = Harga cabe merah pada tahun ke-t (Rp/Kg) 3.1.2. Fungsi Permintaan

Permintaan adalah jumlah barang yang sanggup dibeli oleh para pembeli pada tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Fungsi permintaan merupakan sebuah representasi yang menyatakan bahwa kuantitas yang diminta tergantung pada harga, pendapatan, dan preferensi (Nicholson, 2002). Menurut Koutsoyiannis (1979) fungsi permintaan diturunkan dari fungsi utilitas konsumen yang dimaksimumkan dengan kendala tingkat pendapatan tertentu. Fungsi utilitas konsumen dapat dirumuskan sebagai berikut:

U = u (Q, R) ………..………...(γ.16) dimana:

U = Total utilitas mengkonsumsi bawang merah Q = Jumlah konsumsi bawang merah (Ton)

R = Jumlah konsumsi komoditas lain (substitusi/komplementer) (Unit)

(41)

tingkat pendapatan tertentu. Tingkat pendapatan merupakan kendala dalam memaksimumkan fungsi utilitas yang dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

Y = PBε * QBε + PR * R …………...………(γ.17) dimana:

Y = Tingkat pendapatan konsumen (Rp) PBM = Harga bawang merah per unit (Rp/Kg) PR = Harga komoditas lain per unit (Rp/Unit)

Dari persamaan (3.17) dan (3.18) dapat dirumuskan fungsi kepuasan yang akan dimaksimumkan dengan kendala pendapatan sebagai berikut:

Z = U (Q, R) + λ (Y – PBM*QBM –PR*R) ………...………...(γ.18) Dimana λ adalah lagrangian multiplier. Untuk memaksimumkan fungsi Z, maka turunan dari fungsi tersebut sama dengan nol. Dengan memasukkan syarat tersebut maka:

Z/ QBε = U/ QBε –λ PBM = 0 atau MUQBM= λ PBε ….…..(3.19) Z/ R = U/ R –λ PR = 0 atau MUR= λ PR ………..…..(γ.β0) Z/ λ = Y – PBM*QBM –PR*R = 0 ………..…..(γ.β1) Dengan menyelesaikan persamaan (3.20) dan (3.21) maka diperoleh nilai:

λ = MUQBM/PBM = MUR /PR atau MUQBM/MUR= PBε/PR ……... (3.22) dimana MUQBM dan MUR masing-masing adalah utilitas marjinal komoditas QBM dan R.

(42)

QBMd= d (PBε, PR, Y) ……….………(γ.βγ) Bawang merah merupakan salah satu komoditas yang berfungsi sebagai bumbu utama yang tidak dapat digantikan sehingga bawang merah tidak memiliki komoditas substitusi. Oleh karena itu, harga komoditas substitusi tidak termasuk sebagai salah satu faktor yang menentukan jumlah permintaan bawang merah. Menurut Lipsey, et al. (1987) selain dipengaruhi oleh harga komoditas tersebut dan pendapatan, permintaan suatu komoditas dipengaruhi oleh selera, distribusi pendapatan di antara rumahtangga, dan besarnya populasi.

3.1.3. Harga

Harga merupakan sejumlah uang yang harus dikeluarkan untuk memperoleh satu unit komoditas. Teori harga secara sederhana dikembangkan dalam konteks harga konstan (Lipsey, et al., 1987). Menurut Nicholson (2002) harga barang yang diperdagangkan baik di pasar input maupun output ditentukan oleh penawaran dan permintaan. PerpoTongan kurva permintaan dengan kurva penawaran suatu barang dalam suatu pasar menentukan harga pasar (harga keseimbangan) untuk barang tersebut. Pada kondisi tersebut, kuantitas barang yang diminta oleh pembeli adalah sama dengan kuantitas yang ditawarkan oleh penjual.

(43)

mempengaruhi harga secara negatif, dimana jika penawaran meningkat maka harga akan cenderung turun. Hal ini disebabkan kuantitas barang yang ditawarkan produsen lebih besar daripada yang dibutuhkan atau yang diinginkan oleh konsumen

3.1.4. Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai pertukaran barang dan jasa yang terjadi melampaui batas-batas antar negara (Lipsey, et al., 1987). Meningkatnya taraf hidup dan kebutuhan masyarakat, kemajuan teknologi dan komunikasi, serta terjadinya perubahan politik di dunia menyebabkan tidak ada satu negara atau kelompok manapun yang terisolasi dari negara lain. Perdagangan internasional diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang dimungkinkan karena adanya spesialisasi produksi.

Menurut Lipsey, et al. (1987) perdagangan internasional memberikan dua sumber manfaat bagi negara-negara yang melakukan perdagangan. Sumber manfaat tersebut antara lain adalah:

1. Perbedaan dalam hal iklim dan kekayaan alam yang dimiliki masing-masing negara di dunia mengakibatkan adanya keunggulan dalam memproduksi barang-barang tertentu dan kelemahan dalam memproduksi barang yang lain.

2. Penurunan biaya produksi di masing-masing negara yang disebabkan oleh meningkatnya skala produksi karena adanya spesialisasi.

(44)

P

P2= PW

permintaan serta biaya produksi di dalam negeri relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Teori perdagangan internasional menunjukkan bahwa suatu negara akan memperoleh suatu tingkat kehidupan yang lebih baik dengan melakukan spesialisasi terhadap barang yang memiliki keunggulan komparatif dan mengimpor barang yang mempunyai kerugian komparatif.

Negara pengimpor Hubungan perdagangan Negara pengekspor Internasional

Sumber: Lindert dan Kindleberger (1993)

Gambar 3. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional

(45)

menyebabkan besarnya komoditas yang diperdagangkan di pasar internasional sama dengan besarnya komoditas yang ditawarkan negara pengekspor dan besarnya komoditas yang diminta negara pengimpor.

3.1.5. Permintaan Impor

Impor merupakan aktifitas perdagangan dimana suatu negara membeli barang dari luar negeri. Pembelian barang ini disebabkan oleh produksi barang dalam negeri tidak mencukupi untuk kebutuhan konsumsi, suatu negara tidak dapat memproduksi dengan baik akibat adanya keterbatasan teknologi dan iklim, barang tersebut sangat penting dalam proses kehidupan sehingga terpaksa harus diimpor, serta suatu negara mempunyai teknologi tapi tidak mempunyai bahan baku untuk produksi dan diekspor kembali. Permintaaan impor merupakan kelebihan permintaan domestik di negera pengimpor (excess demand). Menurut Lindert dan Kindleberger (1993) kurva permintaan impor oleh suatu negara di pasar internasional adalah selisih antara permintaan dan penawaran akan komoditas bersangkutan di negara tersebut. Permintaan impor bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut:

Mt = Qd –Qb ………...(3.24)

dimana:

Mt = Impor bawang merah (Ton) Qd = Permintaan bawang merah (Ton)

Qb = Produksi bawang merah domestik (Ton)

3.1.6. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen

(46)

Qe E SK

SP

Pe

P1

0

S

D

Jumlah P2

Harga

merupakan suatu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam melindungi produsen maupun konsumen domestik. Dampak yang ditimbulkan dari adanya kebijakan tersebut dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan teori ekonomi kesejahteraan (welfare economic) yaitu dengan konsep pengukuran surplus konsumen dan surplus produsen. Surplus konsumen dapat didefinisikan sebagai sejumlah uang yang bersedia dibayarkan oleh pembeli dari mengkonsumsi suatu barang dikurangi dengan sejumlah uang yang sebenarnya dibayarkan. Surplus produsen adalah sejumlah uang yang diterima oleh produsen dari suatu produk yang dihasilkannya dikurangi dengan biaya yang digunakan untuk memproduksi barang itu (Mankiw, 2001).

Sumber: Mankiw (2001)

Gambar 4. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen pada Kondisi Keseimbangan Pasar

(47)

surplus produsen dan konsumen diukur dengan mengintergralkan fungsi penawaran dan fungsi permintaan sebagai berikut (Chiang, 1984 dalam Hidayat, 2012):

……….………...(γ.β5)

……….………(γ.β6)

dimana:

Qd = Fungsi Permintaan Qs = Fungsi Penawaran

SK = Nilai surplus konsumen (Rp) SP = Nilai surplus produsen (Rp) Pe = Harga keseimbangan (Rp)

P2 = Harga pada perpotongan kurva permintaan dengan sumbu harga (Rp/Unit) P1 = Harga pada perpotongan kurva penawaran dengan sumbu harga (Rp/Unit) 3.1.7. Dampak Tarif terhadap Kesejahteraan

(48)

Permintaan dalam negeri

Gambar 5 memperlihatkan situasi pasar bawang merah di Indonesia. Jika perdagangan bebas dimungkinkan, maka harga domestik akan sama dengan harga dunia. Penerapan tarif akan memperbesar harga bawang merah impor melebihi harga dunia dan kelebihannya itu sama dengan besaran tarif yang diterapkan. Petani bawang merah dengan adanya tarif dapat menjual bawang merah dengan harga yang sama dengan harga dunia plus tarif ke pasar domestik, sehingga penjual domestik diuntungkan sedangkan pembeli mengalami kerugian.

Perubahan harga ini tentu saja mempengaruhi perilaku penjual dan pembeli domestik. Tarif menyebabkan kuantitas permintaan bawang merah domestik turun dari Qd1 menjadi Qd2, sedangkan kuantitas penawaran domestik naik dari QS1 menjadi QS2. Dengan demikian, penerapan tarif menurunkan kuantitas impor dan mendorong pasar domestik mendekati kondisi equilibrium

tanpa perdagangan. Guna mengetahui berapa besar dampak adanya kebijakan tarif, maka perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

(49)

Keseimbangan tanpa perdagangan

Keseimbangan setelah adanya kuota

Tabel 4. Perubahan Kesejahteraan sebagai Akibat Pemberlakuan Tarif Uraian Sebelum tarif Setelah tarif Perubahan Surplus konsumen A + B + C + D + E + F A + B -(C + D + E + F)

Kuota impor (import quota) adalah pembatasan jumlah barang-barang yang berasal dari luar negeri untuk dijual di dalam negeri (Mankiw, 2010). Kebijakan kuota impor digunakan oleh negara pengimpor untuk menetapkan jumlah maksimum komoditas tertentu yang boleh diimpor setiap tahun.

Sumber: Mankiw (2001)

Gambar 6. Dampak Pemberlakuan Kuota Impor

(50)

dengan harga dunia setelah adanya kuota impor, sehingga penjual domestik diuntungkan sedangkan pembeli mengalami kerugian.

Perubahan harga ini tentu saja mempengaruhi perilaku penjual dan pembeli domestik. Kuota impor menyebabkan jumlah permintaan bawang merah domestik turun dari Qd1 menjadi Qd2, sedangkan kuantitas penawaran domestik naik dari QS1 menjadi QS2. Dengan demikian, penerapan kuota impor menurunkan jumlah impor dan mendorong pasar domestik mendekati kondisi equilibrium

tanpa perdagangan. Guna mengetahui berapa besar dampak adanya kebijakan kuota impor, maka perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perubahan Kesejahteraan sebagai Akibat Pemberlakuan Kuota Uraian Sebelum kuota Setelah kuota Perubahan Surplus konsumen A + B + C + D + E‟ + E‟‟ + F A + B -(C + D + E‟ +

E‟‟ + F)

Surplus produsen G C + G + C

Penerimaan kuota Tidak ada D + E‟ + (D + E‟)

Total surplus A + B + C + D + E‟ + E‟‟ + F + G

A + B + C + E„ +

E‟‟ + G -(E‟‟ + F)

Sumber : Mankiw (2001)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian mengenai dampak kebijakan impor dan faktor eksternal bawang merah di Indonesia berangkat dari pemahaman bahwa bawang merah merupakan komoditas utama dalam prioritas pengembangan sayuran dataran rendah Indonesia. Bawang merah merupakan sayuran rempah yang digunakan dalam rumahtangga sebagai bumbu/penyedap masakan sehari-hari. Usahatani bawang merah memiliki peluang pasar yang cukup luas, baik sebagai konsumsi rumahtangga dan industri pengolahan, baik pasar domestik maupun ekspor.

(51)

sehingga belum mampu memenuhi permintaan bawang merah nasional. Oleh karena itu, untuk menjaga ketersediaan bawang merah dalam negeri perlu dilakukan impor.

Liberalisasi perdagangan menyebabkan perekonomian bawang merah Indonesia semakin buruk. Penerapan hambatan tarif impor terhadap komoditas bawang merah yang selalu mengalami perubahan dari tahun ke tahun diduga memberikan dampak terhadap tingginya impor bawang merah yang masuk ke Indonesia. Dampak tingginya impor bawang merah terhadap harga domestik dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani bawang merah menjadi perhatian utama pemerintah.

(52)

Gambar 7. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional Impor bawang merah

meningkat

Simulasi historis dengan menggunakan skenario kebijakan impor dan faktor

eksternal Pengaruh terhadap

penawaran, permintaan, harga, surplus produsen dan surplus konsumen

bawang merah

Rekomendasi kebijakan perdagangan bawang merah di Indonesia Produksi bawang

merah bersifat

musiman Faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi, permintaan, dan impor bawang

merah (metode 2SLS) Permintaan

(53)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series

tahunan dengan rentang waktu dari tahun 1990 sampai 2010. Data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian (Kementan), Food Agricultural Organization

(FAO), World Bank, dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Selain itu, penelitian ini juga akan didukung oleh beberapa bahan referensi data yang akan diperoleh dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), Direktorat Jenderal Hortikultura, dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).

4.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data

(54)

Keterangan :

Variabel eksogen Variabel endogen

(55)

4.3. Spesifikasi Model

Model adalah sesuatu yang menggambarkan fenomena yang sebenarnya seperti suatu metode atau proses aktual (Intriligator, et al., 1996). Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika. Menurut Koutsoyiannis (1977) dalam membangun model ekonometrika terdapat empat tahap utama yang harus dilalui yaitu spesifikasi model, estimasi model, validasi model, dan penerapan model.

Spesifikasi model merupakan langkah pertama dan paling penting, karena pada tahap ini peneliti harus menspesifikasi model yang didasarkan pada teori ekonomi dan informasi yang berhubungan dengan fenomena yang diteliti. Hal ini merupakan hipotesis penelitian yang digambarkan dalam bentuk persamaan struktural yang mencakup variabel eksogen dan endogen. Beberapa model yang dibangun dalam penelitian dampak kebijakan tarif impor bawang merah adalah:

4.3.1. Luas Areal Panen Bawang Merah

(56)

Luas areal panen bawang merah dipengaruhi oleh harga bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya, harga cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya, harga pupuk urea, pertumbuhan upah tenaga kerja sektor pertanian, serta luas areal panen tahun sebelumnya. Persamaan struktural dari luas areal panen bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut:

ABMt = a0 + a1 PPBMRt-1 + a2 PPCMRt-1 + a3 PPURt + a4 TUTKRt + a5 ABMt-1 + 1………...…………(4.1) dimana:

ABMt = Luas areal panen bawang merah pada tahun ke-t (Ha)

PPBMRt-1 = Harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)

PPCMRt-1 = Harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg) PPURt = Harga riil pupuk urea pada tahun ke-t (Rp/Kg)

TUTKRt = Pertumbuhan upah riil tenaga kerja sektor pertanian (%) ABMt-1 = Luas areal panen bawang merah pada tahun sebelumnya (Ha) a0 = Intersep

ai = Parameter yang diduga (i= 1, 2, 3, 4, …, n) 1 = Variabel pengganggu

Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: a1 > 0; a2, a3, a4 < 0; dan 0 < a5 < 1.

4.3.2. Produksi Bawang Merah

(57)

merah tahun sebelumnya. Persamaan produksi bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut:

QBMt = b0 + b1 PPBMRt + b2 ABMt + b3 DCIRt + b4 CHt + b5 T + b6 QBMt-1+ 2 ….………...…(4.β) dimana:

QBMt = Produksi bawang merah pada tahun ke-t (Ton)

PPBMRt = Harga riil bawang merah di tingkat produsen pada tahun ke-t (Rp/Kg)

ABMt = Luas areal panen bawang merah pada tahun ke-t (Ha)

DCIRt = Perubahan tingkat suku bunga kredit bank persero pada tahun ke-t (%)

CHt = Curah hujan pada tahun ke-t (mm/Thn) T = Tren waktu (Thn)

QBMt-1 = Produksi bawang merah pada tahun sebelumnya (Ton) b0 = Intersep

bi = Parameter yang diduga (i= 1, β, γ, 4, …, n) 2 = Variabel pengganggu

Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: b1, b2, b5 > 0; b3,b4 < 0; dan 0 < b6 < 1.

4.3.3. Penawaran Bawang Merah

Penawaran bawang merah merupakan persamaan identitas dari produksi bawang merah ditambah dengan impor bawang merah dikurangi ekspor bawang merah, dengan asumsi bawang merah impor dan ekspor homogen. Persamaan penawaran bawang merah Indonesia tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

(58)

dimana:

QSBMt = Penawaran bawang merah pada tahun ke-t (Ton) QBMt = Produksi bawang merah pada tahun ke-t (Ton) MBMt = Impor bawang merah pada tahun ke-t (Ton)

XBMt = Volume ekspor bawang merah pada tahun ke-t (Ton) 4.3.4. Permintaan Bawang Merah

1. Permintaan Bawang Merah Rumahtangga

Permintaan bawang merah rumahtangga secara struktural dipengaruhi oleh harga riil bawang merah di tingkat konsumen, pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen, jumlah penduduk, dan pertumbuhan GDP per kapita. Persamaan struktural permintaan bawang merah rumahtangga dapat dinyatakan sebagai berikut:

QDRTt = c0 + c1 PKBMRt + c2 TPKBPRt + c3 POPt + c4 TGDPkapt + 3………..(4.4) dimana:

QDRTt = Permintaan bawang merah rumahtangga pada tahun ke-t (Ton) PKBMRt = Harga riil bawang merah di tingkat konsumen pada tahun ke-t

(Rp/Kg)

TPKBPRt = Pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen pada tahun ke-t (%)

POPt = Jumlah penduduk Indonesia pada tahun ke-t (Jiwa) TGDPkapt = Pertumbuhan GDP riil per kapita pada tahun ke-t (%) c0 = Intersep

(59)

Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: c1, c2 < 0 dan c3, c4 > 0. 4.3.4.2.Permintaan Bawang Merah Non Rumahtangga

Permintaan bawang merah non rumahtangga secara struktural dipengaruhi oleh pertumbuhan harga riil bawang merah di tingkat konsumen, harga riil mie instan, pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen, dan GDP riil. Persamaan permintaan bawang merah non rumahtangga tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

QDNRTt = d0 + d1 TPKBMRt + d2 PKMIRt + d3 TPKBPRt + d4 GDPt + 4……….……….(4.5) dimana:

QDNRTt = Permintaan bawang merah non rumahtangga pada tahun ke-t (Ton) TPKBMRt = Pertumbuhan harga riil bawang merah di tingkat konsumen pada

tahun ke-t (%)

PKMIRt = Harga riil mie instan (Rp/Bungkus)

TPKBPRt = Pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen pada tahun ke-t (%)

GDP = GDP riil pada tahun ke-t (000 Rp) d0 = Intersep

di = Parameter yang diduga (i= 1, β, γ, 4, …, n) 4 = Variabel pengganggu

Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: d1, d3 < 0 dan d2, d4 > 0. 4.3.4.3.Permintaan Bawang Merah Total

(60)

merah non rumahtangga. Persamaan permintaan bawang merah total tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

QDBMt = QDRTt + QDNRTt ……….…...(4.6) dimana:

QDBMt = Permintaan bawang merah total pada tahun ke-t (Ton)

QDRTt = Permintaan bawang merah rumahtangga pada tahun ke-t (Ton) QDNRTt = Permintaan bawang merah non rumahtangga pada tahun ke-t (Ton) 4.3.5. Impor Bawang Merah

Impor bawang merah Indonesia utamanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri diluar musim panen. Impor bawang merah terjadi karena adanya sinyal harga yang memberikan insentif ekonomi bagi aktivitas perdagangan. Persamaan impor bawang merah Indonesia dirumuskan sebagai berikut:

MBMt = e0 + e1 PMBMRt + e2 PKBMRt + e3 QBMt + e4 QDRTt + e5 MBMt-1+ 5………...(4.7) dimana:

MBMt = Impor bawang merah pada tahun ke-t (Ton)

PMBMRt = Harga riil bawang merah impor pada tahun ke-t (Rp/Kg) PKBMRt = Harga riil bawang merah di tingkat konsumen pada tahun ke-t

(Rp/Kg)

QBMt = Produksi bawang merah pada tahun ke-t (Ton)

QDRTt = Permintaan bawang merah rumahtangga pada tahun ke-t (Ton) MBMt-1 = Impor bawang merah pada tahun sebelumnya (Ton)

e0 = Intersep

(61)

5 = Variabel pengganggu

Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: e1, e3 < 0; e2, e4 > 0; dan 0< e5< 1.

4.3.6. Harga Riil Bawang Merah Impor

Harga riil bawang merah impor dipengaruhi oleh harga riil bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah. Persamaan harga bawang merah impor dapat dirumuskan sebagai berikut:

PMBMRt = f0 + f1 PWBMRt + f2 TRFt+ 6………..…...(4.8) dimana:

PMBMRt = Harga riil bawang merah impor pada tahun ke-t (Rp/Kg) PWBMRt = Harga riil bawang merah dunia pada tahun ke-t (Rp/Kg) TRFt = Tarif impor bawang merah tahun sebelumnya (%) f0 = Intersep

fi = Parameter yang diduga (i= 1, β, γ, 4, …, n) 6 = Variabel pengganggu

Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: f1, f2 > 0. 4.3.7. Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Konsumen

Harga riil bawang merah di tingkat konsumen dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti rasio penawaran bawang merah dengan permintaan bawang merah rumahtangga dan harga bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya. Persamaan harga konsumen bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut:

(62)

dimana:

PKBMRt = Harga riil bawang merah di tingkat konsumen pada tahun ke-t (Rp/Kg)

QSBMt = Penawaran bawang merah pada tahun ke-t (Ton)

QDRTt = Permintaan bawang merah rumahtangga pada tahun ke-t (Ton) PKBMRt-1 = Harga riil bawang merah di tingkat konsumen pada tahun

sebelumnya (Rp/Kg) g0 = Intersep

gi = Parameter yang diduga (i= 1, β, γ, 4, …, n) 7 = Variabel pengganggu

Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: g1 < 0 dan 0 < g2 < 1. 4.3.8. Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Produsen

Harga riil bawang merah di tingkat produsen dipengaruhi oleh harga riil bawang merah di tingkat konsumen dan harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya. Persamaan harga bawang merah di tingkat produsen dapat dirumuskan sebagai berikut:

PPBMRt = h0 + h1 PKBMRt + h2 PPBMRt-1+ 8………(4.10) dimana:

PPBMRt = Harga riil bawang merah di tingkat produsen pada tahun ke-t (Rp/Kg)

PKBMRt = Harga riil bawang merah di tingkat konsumen pada tahun ke-t (Rp/Kg)

(63)

h0 = Intersep

hi = Parameter yang diduga (i= 1, 2, 3, 4, …, n) 8 = Variabel pengganggu

Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: h1 > 0 dan 0 < h2 < 1. 4.4. Identifikasi Model

Masalah identifikasi terjadi karena kumpulan koefisien struktural yang berbeda kemungkinan cocok dengan sekumpulan data yang sama. Menurut Koutsoyiannis (1977) masalah identifikasi muncul hanya untuk persamaan yang di dalamnya terdapat koefisien-koefisien yang harus diestimasi secara statistik. Masalah identifikasi tidak muncul dalam persamaan definisi, identitas atau dalam pernyataan tentang kondisi equilibrium karena dalam hubungan-hubungan tersebut tidak memerlukan pengukuran.

Dalam teori ekonometrika, terdapat dua kemungkinan situasi dalam suatu identifikasi, yaitu Koutsoyiannis (1977):

1. Persamaan Underidentified

Suatu persamaan disebut underidentified apabila bentuk statistiknya tidak tunggal. Selain itu, persamaan tersebut tidak dapat diduga menggunakan seluruh parameter yang ada dengan teknik ekonometrik manapun.

2. Persamaan Identified

Suatu persamaan dinyatakan dapat diidentifikasi (identified) apabila memiliki bentuk statistik tunggal. Pada persamaan identified, koefisien yang terdapat didalamnya secara umum dapat diduga secara statistik. Jika persamaan

Gambar

Tabel 3. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
Tabel 3. Lanjutan
Tabel 3. Lanjutan
Tabel 3. Lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi akumulasi human capital, produktivitas

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan luas areal, produktivitas, dan konsumsi serta harga di pasar domestik dari