• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Persen Lemak Tubuh dengan Sindrom Pramenstruasi pada Remaja Putri di SMA Bina Insani Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Persen Lemak Tubuh dengan Sindrom Pramenstruasi pada Remaja Putri di SMA Bina Insani Bogor"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN PERSEN LEMAK

TUBUH DENGAN SINDROM PRAMENSTRUASI PADA

REMAJA PUTRI DI SMA BINA INSANI BOGOR

NIKEN RIZKI AMALIA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ―Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Persen Lemak Tubuh dengan Sindrom Pramenstruasi pada Remaja Putri di SMA Bina Insani Bogor‖ adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Niken Rizki Amalia NIM I14090049

________________________

(4)

ABSTRAK

NIKEN RIZKI AMALIA. Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Persen Lemak Tubuh dengan Sindrom Pramenstruasi pada Remaja Putri di SMA Bina Insani Bogor. Dibimbing oleh IKEU EKAYANTI dan NAUFAL MUHARAM NURDIN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan persen lemak tubuh dengan kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja putri di SMA Bina Insani Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan subjek penelitian yang digunakan sebanyak 59 orang remaja putri. Subjek diambil secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek memiliki IMT/U normal dan persen lemak tubuh lebih, serta memiliki keluhan PMS kategori sedang. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara konsumsi protein dengan tingkat keluhan PMS (p=0.04, r=-0.226) dan konsumsi lemak dengan tingkat keluhan PMS (p=0.043, r=-0.263), namun IMT/U dan persen lemak tubuh tidak berhubungan dengan keluhan PMS.

Kata kunci: IMT/U, keluhan PMS, persen lemak tubuh ABSTRACT

NIKEN RIZKI AMALIA. The Correlation between Body Mass Index and Body Fat Percentage with Premenstrual Syndrome (PMS) Complaints of Adolescent School Girls at Bina Insani High School, Bogor. Supervised by IKEU EKAYANTI and NAUFAL MUHARAM NURDIN

This study aimed to analyze correlation between Body Mass Index for Age and body fat percentage with Premenstrual Syndrome (PMS) complaints of adolescent school girls at Bina Insani High School. A cross sectional study of 59 girls was conducted and data collected. The sample was determined purposive sampling. The study showed that most of the subjects were having normal IMT/U, but over body fat percentage and moderate PMS complaints. Correlation test showed there was significant correlation between protein consumption to PMS complaints level (p=0.04, r=-0.226) and fat consumption to PMS complaints level (p=0.043, r=-0.263), but was no correlation between IMT/U and body fat percentage to PMS complaints.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN PERSEN LEMAK

TUBUH DENGAN SINDROM PRAMENSTRUASI PADA

REMAJA PUTRI DI SMA BINA INSANI BOGOR

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(6)
(7)

Judul : Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Persen Lemak Tubuh dengan Sindrom Pramenstruasi pada Remaja Putri di SMA Bina Insani Bogor Nama : Niken Rizki Amalia

NIM : I1409049

Disetujui oleh

Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes. Pembimbing I

dr. Naufal Muharam Nurdin, S.Ked. Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir.Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Assalamu’alaikum Warahmatullaahi wabarakaatuh.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan cinta-Nya, sehingga skripsi yang berjudul ―Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Persen Lemak Tubuh dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi Pada Remaja Putri di SMA Bina Insani Bogor‖ dapat diselesaikan dengan baik. Selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen pembimbing 1 skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, kritik, dan saran, serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

2. dr. Naufal Muharam Nurdin, S.Ked selaku dosen pembimbing skripsi 2 sekaligus dosen pembimbing PKL yang telah memberikan banyak bimbingan, saran dan kritik, serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. 3. Drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD. selaku dosen penguji pada sidang

skripsi.

4. Seluruh guru, siswi, dan satpam SMA Bina Insani atas keramahan, kesediaan dan kerjasama dalam membantu kelancaran penelitian.

5. Bapak, Mama, Adikku (Ilham), Mbah putri, Alm. Mbah kakung tercinta atas kasih sayang, motivasi, dan doa yang tak penah lepas dari sholatnya.

6. Primeiro Dima Mufti atas semangat, doa dan motivasinya serta tempat berbagi dan pelajaran-pelajaran berharganya.

7. Teman satu tim penelitian: Diah & Dira atas kebersamaan dan kerjasamanya. 8. Teman-teman FOSMA ESQ IPB, HIMAGIZI, DoYouLead, PASMAD, dan

teman se liqo’ atas ilmu, doa dan semangatnya.

9. Teman-teman sekelompok KKP: Yandra, Pras, Ila, Denti, Riza dan Tiwi atas keceriaan, kebersamaan, kekeluargaan dan semangatnya.

10.Teman-teman seperjuangan ID di RSCM: Estu, Dyta, Anis dan Liza atas kebersamaan dan kesabarannya.

11.Teman-teman yang telah membantu dalam penelitian: Fithri, Ilya, Dyta, Icha, Yunita, Dian, dan yang lainnya.

12.Keluarga Gizi Masyarakat angkatan 46 (Coconuters) untuk kebersamaannya selama 3 tahun ini.

13.Keluarga Pondok Diastin: Dek Putri, Poppy, Uci, Dyah, Ovin dan Arum untuk keceriaan dan kebersamaannya.

14.Keluarga Gizi Masyarakat 45, 46, dan 47, serta seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu kalancaran penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat 2

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE PENELITIAN 5

Desain, Tempat dan Waktu 5

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek Penelitian 5

Jenis dan Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Gambaran Umum Sekolah 11

Karakteristik Subjek Penelitian 11

Status Gizi 13

Konsumsi Zat Gizi 15

Karakteristik Menstruasi Subjek Penelitian 20

Sindrom Pramenstruasi 22

Analisis Variabel yang Berhubungan dengan Sindrom Pramenstruasi 26 Hubungan Karakteristik Menstruasi dengan Keluhan PMS 28

Hubungan Konsumsi Zat Gizi dengan Keluhan PMS 28

Hubungan Status Gizi dengan Keluhan PMS 30

Hubungan IMT/U dan Persen Lemak Tubuh terhadap Karakteristik Menstruasi 32

SIMPULAN DAN SARAN 33

Simpulan 33

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34

(10)

RIWAYAT HIDUP 47

DAFTAR TABEL

1. Jenis dan cara pengumpulan data 6

2. Kategori dan variabel data yang digunakan dalam penelitian 7

3. Kategori status gizi remaja berdasarkan IMT/U 8

4. Tingkat keluhan menstruasi 9

5. Klasifikasi tingkat keluhan PMS berdasarkan skor 9 6. Sebaran subjek penelitian berdasarkan karakteristik 12 7. Sebaran status gizi subjek penelitian berdasarkan kategori IMT/U 14 8. Sebaran status gizi subjek penelitian berdasarkan kategori persen lemak

tubuh 15

9. Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi subjek penelitian dalam

sehari 15

10. Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase tingkat kecukupan

energi 16

11. Sebaran subjek penelitian berdasarkan presentase tingkat kecukupan

protein 17

12. Sebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat kecukupan zat besi 19 13. Sebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A 19 14. Sebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C 20 15. Sebaran subjek penelitian berdasarkan usia awal menstruasi 20 16. Sebaran subjek penelitian berdasarkan lama menstruasi 21 17. Sebaran subjek penelitian berdasarkan panjang siklus menstruasi 22 18. Sebaran subjek penelitian berdasarkan keteraturan menstruasi 22 19. Sebaran subjek penelitian berdasarkan gangguan keluhan menstruasi

terhadap aktivitas 23

20. Sebaran subjek penelitian berdasarkan jenis keluhan menstruasi 23 21. Sebaran subjek penelitian berdasarkan klasifikasi jenis keluhan sindrom

pramenstruasi 24

22. Sebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat keluhan PMS 25 23. Sebaran subjek penelitian berdasarkan cara mengatasi keluhan PMS 25 24. Sebaran subjek penelitian berdasarkan konsumsi suplemen 25 25. Hasil uji hubungan antar variabel dengan jenis keluhan PMS 26 26. Hasil uji hubungan antar variabel dengan tingkat keluhan PMS 26

DAFTAR GAMBAR

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner penelitian 39

2. Hasil pengolahan Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov Test 45

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial. Salah satu perubahan yang tampak pada periode ini adalah terjadinya maturasi seksual. Maturasi seksual yang terjadi pada anak perempuan biasanya ditandai oleh terjadinya menarche (menstruasi pertama kali) (Batubara 2010). Menstruasi merupakan perdarahan uterus yang terjadi secara siklik pada wanita usia reproduktif karena degenerasi korpus luteum (Pearce 2010).

Peristiwa menstruasi sering disertai gangguan fisik dan mental yang biasanya disebut sebagai Sindrom Pramenstruasi atau Premenstrual Syndrome (PMS). Sindrom Pramenstruasi atau Premenstrual Syndrome (PMS) adalah suatu gejala yang timbul pada fase sekretori dari siklus menstruasi dan akan hilang pada akhir masa menstruasi (Mason 2007).

Pada remaja awal usia 13 – 15 tahun, gejala-gejala PMS masih kurang begitu nampak dibandingkan dengan remaja akhir (16 – 18 tahun) (Mason 2007). Menurut Dickerson et al (2005), sebanyak 85% remaja putri yang mendapatkan siklus menstruasi, mengalami satu atau lebih gejala sindrom pramenstruasi. Sekitar 53% remaja putri di suatu perguruan tinggi di Peshawar mengalami PMS (Tabassum, et al 2005). Gejala fisik PMS yang paling umum menurut Tim Sarasvati (2010) adalah perut kembung, sakit kepala,pembengkakan payudara, ngidam makanan tertentu, mudah merasa lelah, depresi, memar kulit, jerawat, mudah tersinggung, cemas, gampang marah, sulit tidur, nafsu makan berkurang, sulit berkonsentrasi, dan lain-lain.

Etiologi dan patofisiologi dari PMS masih belum diketahui. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa faktor penyebab PMS diantaranya gangguan neurotransmitter dan neuropeptida, menurunnya kadar serotonin dalam otak (Daley 2009), kebiasaan makan, asupan makanan yang berasal dari karbohidrat sederhana dan alkohol (Mortolla 1992), genetik dan aktivitas fisik (Halbreich 2003). Selain itu selama lebih dari 20 tahun, para peneliti meneliti tentang PMS yang disebabkan oleh defisiensi progesteron atau kelebihan progesteron (Ismail &

O’Brien 2006).

(14)

2

reproduksi sehingga dapat terjadi ketidakseimbangan hormon yang dapat mengakibatkan terjadinya sindrom pra menstruasi (Waryana 2010).

Status gizi menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2010). Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh menggunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier 2001).

Secara umum, status gizi yang dilihat menurut Indeks Massa Tubuh (IMT) dan persen lemak tubuh yang normal diduga dapat menurunkan keluhan-keluhan sindrom premenstruasi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara status gizi dan persen lemak tubuh terhadap kejadian sindrom pramenstruasi remaja putri.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah menjelaskan hubungan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan persen lemak tubuh dengan kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja putri di SMA Bina Insani Bogor.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini, antara lain:

1. Mengetahui karakteristik subjek meliputi usia, uang saku, tingkat pendidikan orang tua, dan pengetahuan gizi.

2. Mengetahui konsumsi zat gizi, usia menarche, lama menstruasi, dan siklus menstruasi subjek.

3. Mengetahui status gizi berdasarkan IMT/U dan persen lemak tubuh subjek. 4. Mengetahui sindrom pramenstruasi yang dialami subjek penelitian.

5. Menganalisis hubungan karakteristik subjek penelitian, konsumsi pangan, usia menarche, lama menstruasi, panjang siklus menstruasi, IMT/U dan persen lemak tubuh dengan sindrom pramenstruasisubjek penelitian.

Manfaat

Manfaat penelitian ini, antara lain:

1. Bagi masyarakat: penelitian ini sebagai informasi tentang hubungan antara Indeks Massa Tubuh menurut umur dan persen lemak tubuh dengan kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja puteri.

2. Bagi pemerintah: penelitian ini sebagai bahan informasi dan referensi dalam memberikan pendidikan kesehatan dan gizi kepada siswi sekolah.

(15)

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Masa remaja adalah masa puncak pertumbuhan seseorang. Pada usia ini, aktivitas fisik cenderung tergolong tinggi, sehingga remaja memerlukan kondisi kesehatan fisik dan emosional yang maksimal agar mampu melakukan aktivitas yang padat. Terutama pada remaja puteri yang harus memerlukan perhatian lebih karena setiap bulannya kehilangan darah melalui proses menstruasi, sehingga rentan terjadi gangguan akibat kekurangan zat gizi apabila asupan zat gizi dan kesehatannya tidak dijaga.

Sindrom pramenstruasi (PMS) banyak terjadi pada wanita. Menurut Dickerson et al (2005), sebanyak 85% remaja putri yang masih mendapatkan siklus menstruasi, mengalami satu atau lebih gejala sindrom pramenstruasi. Gejala-gejala PMS ini apabila tidak dicegah atau diatasi akan mengganggu aktivitas remaja sehari-hari. Keluhan saat PMS juga dikhawatirkan dapat mengganggu proses belajar dan perkembangan remaja.

Etiologi dan patofisiologi sindrom pramenstruasi masih belum diketahui secara pasti, namun beberapa menyatakan antara lain disebabkan karena faktor

hormonal (Ismail & O’Brien 2006). Hormon yang berpengaruh terhadap terjadinya PMS adalah estrogen dan progesterone. Estrogen berfungsi mengatur siklus menstruasi, sedangkan progesterone berpengaruh pada uterus yaitu dapat mengurangi kontraksi selama siklus haid. Agar menarche tidak menimbulkan keluhan-keluhan, sebaiknya status gizinya baik. Status gizi dikatakan baik, apabila asupan zat gizi yang diperlukan baik protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air digunakan oleh tubuh sesuai kebutuhan (Paath 2005). Sumber pembuatan estrogen adalah lemak tubuh terutama lemak dijaringan perifer yang dapat diprediksi dengan pengukuran indeks massa tubuh dan persen lemak tubuh keseluruhan.

Upaya untuk meminimalkan gangguan atau keluhan menstruasi dari segi makanan adalah dengan memenuhi kebutuhan zat gizi makro seperti energi dan protein. Selain itu wanita yang terbiasa mengonsumsi makanan rendah kandungan vitamin, mineral besi, kalsium, dan magnesium memiliki resiko terkena sindrom pramenstruasi lebih tinggi dibandingkan yang mengkonsumsi cukup (London 1991).

Karyadi (2005) juga menyebutkan bahwa faktor konsumsi zat gizi yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan tersebut yaitu kekurangan zat-zat gizi seperti protein hewani, vitamin dan mineral, diantaranya yaitu vitamin B6, vitamin C, vitamin E, magnesium, kalsium dan asam lemak linoleat.

Pengatahuan gizi merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi sindrom pra menstruasi.Usia dan tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang dimana semakin tinggi jenjang pendidikannya maka semakin luas ilmu pengetahuan yang dimiliki. Tingkat pengetahuan seseorang akan mempengaruhi segala kegiatan maupun pola pikir seseorang baik dalam beraktivitas maupun dalam menjaga kesehatannya (Notoatmodjo 2003).

(16)

4

mempengaruhi mestruasi-menatruasi berikutnya. Kondisi keteraturan dan kesehatan tubuh saat menstruasi juga sangat mempengaruhi terjadinya PMS.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.

Keterangan:

: variabel yang diteliti : hubungan yang diteliti : variabel yang tidak diteliti :hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran: Hubungan Indeks Massa Tubuh dan persen lemak tubuh terhadap kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja putri

Status gizi

-Indeks massa tubuh -Persen lemak tubuh

Sindrom Pramenstruasi Konsumsi pangan: - Energi

- Protein - Lemak - Karbohidrat - Vitamin A - Vitamin C - Zat besi

-Aktivitas -Fisik dan -Olahraga

Karakteristik subjek penelitian

- Usia - Pendidikan

orang tua - Pengetahuan

gizi Karakteristik Menstruasi

- Usia menarche - Siklus menstruasi - Lama menstruasi

(17)

5

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu desain penelitian yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan indeks massa tubuh dan persen lemak tubuh dengan kejadian pramenstruasi subjek penelitian dengan mengamati secara serentak pada individu dari suatu populasi pada satu waktu. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan kuesioner dan pengukuran langsung. Penelitian ini dilakukan di SMA Bina Insani Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan April sampai Mei 2013.

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah remaja putri berusia 15-18 tahun yang didapatkan dari siswi kelas 10 dan 11. Subjek penelitian diambil secara purposive sampling. Artinya setiap kelas terwakili sesuai proporsinya. Perhitungan subjek penelitian didapatkan dari rumus sebagai berikut :

n = N Z2 pq = N Z2 p(1-p) N d2 + Z2pq N d2 + Z2 p(1-p) (Lemeshow S & David WH 1997)

Keterangan :

n = jumlah subjek penelitian minimal yang diperlukan N = jumlah populasi siswi kelas 10 dan kelas 11 (83 siswa) Z1-α/2 = 1,96

p = proporsi remaja putri yang mengalami sindrom premenstruasi (85%)

q = 1-p

d = galat (0,05)

Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan jumlah subjek penelitian minimal yang diperlukan adalah 58 orang, namun yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 59 orangdari siswi kelas XI dan XII.

Jenis dan Pengumpulan Data

(18)

6

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Cara Pengumpulan

Data Alat Ukur

Data Primer

1. Karakteristik Responden :

- Umur

- Pengetahuan Gizi

Wawancara Kuesioner

2. Karakteristik Menstruasi :

- Usia menarche - Siklus menstruasi - Lama menstruasi

Wawancara Kuesioner

3. Keluhan Menstruasi Wawancara Kuesioner

4. Status Gizi

5. Persen Lemak Tubuh Pengukuran langsung Body fat analizer (Omron- BHF 306) 6. Konsumsi Pangan Wawancara Recall 2 x 24 jam

Data Sekunder

7. Profil sekolah - Buku profil SMA Bina

Insani Bogor

Data pengetahuan gizi dikumpulkan melalui kuesioner yang berisi pertanyaan yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan. Data mengenai menstruasi diperoleh melalui wawancara. Data menstruasi meliputi usia menarche, lama, keteraturan, dan keluhan menstruasi. Penentuan status gizi subjek penelitian menggunakan rumus Z-score berdasarkan IMT/U untuk usia 5-19 tahun, selanjutnya pengukuran berat badan subjek penelitian menggunakan timbangan digital body fat scale, tinggi badan menggunakan microtise, dan lemak tubuh diukur secara tidak langsung (indirect) menggunakan metode BIA (Bioelectrical Impedance Analysis) dengan alat Body fat analizer (Omron- BHF 306).

Pengukuran konsumsi pangan dilakukan dengan cara kuantitatif untuk mengetahui jumlah bahan makanan yang dikonsumsi seluruhnya dalam satu hari dengan metode recall 2x 24 jam, agar responden dapat mengungkapkan jenis bahan makanan dan perkiraan jumlah bahan makanan yang dikonsumsinya

beberapa hari yang lalu (Kusharto & Sa’diyyah 2006).

(19)

7 Pengolahan dan Analisis Data

Tahap pengolahan data dilakukan dengan kegiatan-kegiatan seperti, pemberian kode, pengeditan data, entri data, skoring data, dan cleaning data. Data-data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia. Penyimpanan data menggunakan sistem komputerisasi Microsoft Excel, sedangkan analisis data menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16 for Windows.

Tabel 2 Kategori dan variabel data yang digunakan dalam penelitian

No Variabel Kategori 2. Status gizi (Kemenkes 2010)

IMT/U

3. Konsumsi pangan 1.Defisit tingkat berat (< 70% kebutuhan) 2.Defisit tingkat sedang (70-79%

4. Standar persen lemak tubuh pada perempuan (Gibson 2005) 5. Jenis keluhan menstruasi

Tingkat keluhan menstruasi

(20)

8

lemak tubuh dengan kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja putri. Hubungan antar variabel di uji menggunakan uji korelasi yang tergantung dengan jenis data hasil penelitian.

Data status gizi menggunakan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). Berdasarkan Kemenkes (2010), pengukuran status gizi pada anak usia 5-18 tahun menggunakan IMT/U. kategori IMT/U dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3 Kategori status gizi remaja berdasarkan IMT/U

Kategori Ambang Batas Z-score

Sangat kurus <-3 SD gizi, tingkat konsumsi dari masing-masing jenis pangan dengan menggunakan rumus menurut Hardinsyah & Briawan (1994) sebagai berikut:

KGij = (Bij/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan:

KGij = Konsumsi zat gizi i dari bahan makanan j dengan berat B gram Bj = Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (gram)

Gij = Kandungan zat gizi I dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan (%BDD)

Data kandungan zat gizi bahan makanan dapat dilihat di dalam daftar komposisi zat gizi makanan atau daftar komposisi bahan makanan (DKBM). DKBM memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah dapat digunakan sebagai alat untuk mengubah data konsumsi makanan menjadi konsumsi gizi atau sebaliknya. Kekurangan DKBM yang ada sekarang adalah tidak tercantumnya semua zat gizi secara lengkap yang diperlukan untuk menetapkan angka kecukupan gizi dan pelabelan makanan yang dikemas. Pada penelitian ini dipakai DKBM tahun 2007.

Tingkat kecukupan gizi (TKG) subjek penelitian dihitung berdasarkan konsumsi harian subjek penelitian yang diperoleh berdasarkan hasil Food Recall 2 x 24 jam. Sebelum menentukan tingkat kecukupan gizi subjek penelitian terlebih dahulu menghitung konsumsi zat gizi subjek penelitian. Setelah konsumsi zat gizi dihitung kemudian Angka Kecukupan Gizi (AKG) dapat dihitung pula dengan rumus:

AKG =

Keterangan:

BBi = berat badan subjek penelitian BBj = berat badan standar

Nilai AKG yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung Tingkat Kecukupan Gizi (TKG). Rumus yang digunakan untuk menghitung TKG adalah:

TKG =

(21)

9 Menurut Khomsan 2004, data pengetahuan gizi diberi skor 1 jika jawaban pertanyaan benar dan skor 0 jika jawaban pertanyaan salah, sehingga total skor adalah 20 pertanyaan yang terdiri dari 10 pertanyaan seputar gizi umum dan 10 pertanyaan seputar sindrom pra menstruasi. Pengetahuan gizi subjek penelitian dikategorikan rendah jika kurang dari 60% jawaban benar, sedang jika antara 60-80% jawaban benar dan dikategorikan tinggi apabila jawaban benar lebih dari 80%.

Keluhan sebelum menstruasi dapat digolongkan menjadi keluhan berat diberi skor 3 (kram di bawah perut, sakit kepala, mual, dan muntah), keluhan sedang diberi skor 2 (sakit pada payudara, sakit pinggang, dan lesu) dan keluhan ringan diberi skor 1 (jerawat, lebih emosional, dan keluhan lainnya). Total skor keluhan menstruasi sebesar 21 baik menjelang maupun saat menstruasi (Jones,et al 1996). Skor keluhan menstruasi ditunjukkan pada tabel 4.

Tabel 4 Skor keluhan menstruasi

No Jenis Keluhan Skor

1. Sakit kram di bawah perut 3

2. Sakit kepala/pusing 3

3. Mual 3

4. Muntah 3

5. Sakit pada payudara 2

6. Sakit pinggang 2

7. Lesu 2

8. Jerawat 1

9. Lebih emosional 1

10. Lain-lain 1

Total 21

Tingkat keluhan didapatkan dengan cara menjumlahkan skor keluhan berdasarkan jenis keluhan yang dirasakan oleh subjek penelitian. Skor nol (0) diberikan kepada subjek penelitian yang tidak memiliki keluhan, kategori tingkat keluhan ringan diberikan kepada subjek penelitian dengan skor keluhan menstruasi 1 sampai 4, kategori tingkat keluhan sedang diberikan kepada subjek penelitian dengan skor keluhan 5 sampai 12 dan kategori tingkat berat diberikan kepada subjek penelitian dengan skor keluhan lebih besar dari 12 (Anggraeni 2010). Kategori skor keluhan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Klasifikasi tingkat keluhan PMS berdasarkan skor

Total skor Kategori tingkat keluhan

0 Tidak ada keluhan

1-4 Ringan

6-12 Sedang

(22)

10

Definisi Operasional

Asupan Gizi adalah jumlah asupan energi, protein, vitamin A, vitamin C, dan zat besi, yang diukur dengan Food Recall 2 x 24 jam dan Food Record

Food Recall 2 x 24 jam adalah mengingat kembali, dan mencatat jumlah serta

jenis pangan dan minuman yang telah dikonsumsi selama 24 jam. Dilakukan selama 3 hari, yaitu hari libur dan hari sekolah.

IMT/U adalah indeks massa tubuh yang diukur menurut umur menurut umur 5-18 tahun dengan kategori sangat kurus (<-3 SD), kurus (-3 SD s/d <-2 SD), normal (-2 SD s/d 1 SD), gemuk (>1 SD s/d 2 SD) dan obesitas (>2 SD) Jenis keluhan PMS adalah derajat keparahan keluhan PMS yang dilihat

berdasarkan banyaknya jenis keluhan yang dirasakan subjek penelitian. Lama menstruasi adalah jumlah hari menstruasi pada satu periode.

Lama siklus menstruasi yaitu jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya (hari). Panjang siklus menstruasi normal yaitu 24 sampai 35 hari.

Menarche adalah usia responden ketika pertama kali mengalami menstruasi. Menstruasi merupakan perdarahan uterus yang terjadi secara siklik dan dialami

oleh sebagian besar wanita usia reproduktif (Pearce 2010). Pada penelitian ini, definisi menstruasi adalah perdarahan uterus yang terjadi secara siklik dan dialami oleh responden.

Pengetahuan gizi adalah pengetahuan tentang peran makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit, cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang, serta bagaimana cara hidup yang sehat (Notoatmojo 2003). Pada penelitian ini, pengetahuan gizi diartikan sebagai tingkat pengetahuan responden yang diketahui melalui 20 pertanyaan mengenai gizi dan kesehatan reproduksi secara umum.

Persen lemak tubuh adalah perbandingan seluruh jumlah lemak yang ada di dalam tubuh terhadap berat badan secara keseluruhan.

Subjek penelitian adalah remaja putri berusia (14-18 tahun), kelas 10 dan 11 di SMA Bina Insani Bogor sudah menstruasi dan bersedia mengikuti penelitian.

Sindrom Pramenstruasi (PMS) adalah gejala yang timbul pada fase folikular (5-10 hari) pada siklus menstruasi yang diukur pada fase pramenstruasi (6 hari sebelum menstruasi) (Connoly 2007). Pada penelitian ini keluhan menstruasi dilihat dari sejak menjelang menstruasi hingga menstruasi berlangsung.

(23)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sekolah

SMA Bina Insani sebagai salah satu unit pendidikan di Bina Insani School yang berdiri tahun 1995 dan berada di bawah naungan Yayasan Bina Insani yang berkantor pusat di Jakarta. Saat ini, SMA Bina Insani berada di bawah naungan Yayasan Bosowa Bina Insani dengan Ketua Dewan Pembina Bapak H. Aksa Mahmud. Sebagai salah satu SMA unggulan di Kota Bogor, SMA Bina Insani telah banyak menorehkan berbagai prestasi, baik dalam bidang akademik maupun non akademik.

Sekolah ini berada di lokasi yang cukup strategis dan sangat kondusif untuk proses pembelajaran siswa, SMA Bina Insani telah member bukti konsep pengembangan pendidikan yang mencerdaskan secara intelektual, emosional, dan spiritual. Ditunjang dengan tenaga-tenaga pendidik yang professional dalam bidangnya turut mempercepat optimalisasi konsep pengembangan pendidikan tersebut.

Saat ini, SMA Bina Insani dipercaya oleh pemerintah menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN) dengan model Sekolah Pusat Sumber Belajar (PSB) yang tampil dengan berbagai karakteristik dan bukti keunggulan yang dijalankan. Jumlah siswa di masing-masing kelas rata-rata sebanyak 25 siswa. Masing-masing tingkatan kelas terdapat 4 kelas paralel. Sekolah ini memiliki sistem fullday school dengan program 5 hari belajar (Senin-Jumat). Waktu sekolah dalam satu hari dimulai dari pukul 07.00-16.00 WIB.

Peningkatan mutu kualitas akademik bagi siswa dilakukan melalui program matrikulasi, remedical teaching and test, enrichment, konsultasi mata pelajaran dan Program Peningkatan Prestasi Akademik (P3A). Peningkatan mutu kualitas non akademik bagi siswa dilakukan dengan ekstrakurikuler wajib dan pilihan, baik keilmuan, seni, olahraga maupun kreativitas.

Peningkatan mutu kualitas berbahasa Inggris bagi siswa dilakukan program English club sebagai ekstrakurikuler wajib, English day and English area, English competititon, dan bilingual sebagai bahasa pengantar mata pelajaran MIPA. Pembinaan spiritual yang terpadu dengan program belajar siswa, seperti pembiasaan tadarrus Al-Quran dan sholat berjamaah, sholat Dhuha, malam bina Iman dan Taqwa, pesantren Ramadhan, bimbingan tartil dan tahfidz Al-Quran serta kajian islam.

Karakteristik Subjek Penelitian

(24)

12

Tabel 6 Sebaran subjek penelitian berdasarkan karakteristik

Variabel Frekuensi Persen (%)

Usia (tahun)

(25)

13 Uang Saku

Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian, mingguan atau bulanan (Engel 1994). Uang saku sering diberikan orang tua kepada anak untuk memenuhi kebutuhan, seperti membeli makanan di sekolah, transportasi, pendidikan, dan hiburan (Napitu 1994). Berdasarkan tabel sebaran uang saku dapat dilihat bahwa persentase terbesar uang saku subjek penelitian (47.5%) berkisar lebih dari Rp 25.000,00.

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan pengetahuan tentang peran makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit, cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang, serta bagaimana cara hidup yang sehat (Notoatmodjo 2003).

Berdasarkan sebaran subjek penelitian menurut pengetahuan gizinya, sebagian besar pengetahuan gizi subjek penelitian adalah sedang (63.3%). Menurut Harper, Deaton, & Driskel (1988), pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor penentu kemungkinan kejadian kekurangan gizi selain masalah kemiskinan dan ketersediaan pangan. Orang yang memiliki pengetahuan gizi dan pendidikan yang tinggi cenderung untuk memilih bahan makanan yang baik daripada mereka yang berpendidikan rendah. Pengetahuan gizi menjadi landasan yang menentukan konsumsi pangan (Khomsan 2000).

Tingkat Pendidikan Orang Tua

Penyerapan informasi yang beragam dan berbeda dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Pendidikan akan berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan manusia baik pikiran, perasaan maupun sikapnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula kemampuan dasar yang dimiliki seseorang (Notoadmodjo 2003). Sedangkan menurut Hardinsyah (2004), orang yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung untuk memilih bahan makanan yang baik daripada mereka yang berpendidikan rendah. Pengetahuan gizi menjadi landasan yang menentukan konsumsi pangan.

Tabel di atas menunjukkan bahwa presentase terbesar pendidikan ayah dari subjek berada pada kategori sarjana (S1) (59.32%) dan sebagian besar pendidikan ibu subjek berada pada kategori yang sama dengan ayah yaitu sarjana (S1) (47.46%).

Status Gizi

Indeks Massa Tubuh

(26)

14

2010). Sebaran subjek penelitian berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran status gizi subjek penelitian berdasarkan kategori IMT/U

Kategori Status Gizi (IMT/U)

Frekuensi Persen (%)

Tabel 7 menunjukkan sebagian besar status gizi subjekberdasarkan IMT/U termasuk dalam kategori normal, yaitu sebanyak 38 orang (64.4%). Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2010).

Status gizi perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap usia menarche dan keadaan menstruasi remaja putri. Status gizi yang kurang dapat mengakibatkan menstruasi lebih lambat dari seharusnya. Remaja putri yang memiliki status gizi baik mempunyai kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi pada masa pubertas dibanding dengan remaja putri yang kurang gizi (Riyadi 2003). Selain itu Waryana (2010) mengungkapkan bahwa status gizi yang baik akan berpengaruh terhadap kesehatan. Kekurangan atau kelebihan gizi dalam jangka waktu yang panjang akan berakibat buruk terhadap kesehatan.

Persen Lemak Tubuh

Status gizi yang juga berpengaruh terhadap usia pubertas (menarche) adalah lemak tubuh. Penelitian Labayen et al. (2009) menunjukkan bahwa kematangan seksual yang lebih awal dihubungkan dengan meningkatnya IMT dan lemak tubuh Metode antropometri sering digunakan untuk mengukur komposisi tubuh yang terdiri atas dua kompartemen, yaitu massa lemak (fat) dan lemak bebas (fat-free mass). Hasil pengukuran massa lemak dan lemak bebas tersebut dapat menentukan jumlah dan proporsi serta sebagai indikator untuk menentukan status gizi. Komponen lemak tubuh masing-masing individu berbeda tergantung pada jenis kelamin, tinggi, dan berat badan (Gibson 2005).

Menurut Shepard (2005) terjadinya menarche pada anak perempuan dipicu oleh massa tubuh dan persentase lemak (17%), selanjutnya 22% lemak tubuh diperlukan untuk memperbaiki menstruasi. Fungsi lemak tubuh dalam fase menstruasi adalah meningkatkan fase luteal. Fase luteal yaitu fase setelah ovulasi, di bawah pengaruh progesteron yang meningkat dan terus diproduksinya estrogen oleh korpus luteum dan endometrium menebal (Waryana 2010).

(27)

15

Tabel 8 Sebaran status gizi subjek penelitian berdasarkan kategori persen lemak tubuh

Kategori Frekuensi Persen (%)

Kurang 0 0.0

Normal 7 11.7

Resiko rendah terhadap obesitas 20 33.9

Lebih 13 22.0

Obesitas 19 32.3

Total 59 100.0

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar persen lemak tubuh subjek penelitian berada pada kategori resiko rendah terhadap obesitas (33.3%). Dapat diartikan bahwa sebagian besar subjek penelitian memiliki persen lemak tubuh yang lebih dari nilai normalnya.

Selama lebih dari 20 tahun, para peneliti meneliti tentang PMS yang disebabkan oleh defisiensi progesteron, ketidakseimbangan progesteron atau kelebihan progesteron (Ismail & O’Brien 2006). Kemungkinan lain penyebab PMS berhubungan dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi serotonin yang dialami penderita (Karyadi 2005). Kadar estrogen yang tinggi juga dapat memicu aktivitas sel-sel otak yang berlebihan dan terjadinya retensi cairan tubuh seperti di payudara, tungkai, dan otak (Baziad 2002).

Konsumsi Zat Gizi

Konsumsi pangan subjek penelitian diperoleh melalui wawancara dengan metode Food Recall 2x24 jam, yaitu pada saat hari sekolah dan hari libur. Hasil wawancara tersebut dianggap dapat menentukan tingkat kecukupan gizi subjek penelitian dalam sehari. Tabel 9 berikut menunjukkan jumlah rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan gizi subjek penelitian dalam sehari. Dari tabel di bawah ini dapat dilihat bahwa secara umum tingkat kecukupan zat gizi rata-rata subjek penelitian masih kurang dari yang dianjurkan kecuali karbohidrat.

Tabel 9 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi subjek penelitian dalam sehari

Zat Gizi Asupan TKG (%)

Energi (kkal) 1360.0 66.0

Protein (g) 38.0 66.7

Lemak (g) 45.1 63,5

Karbohidrat (g) 260.9 89.3

Besi (mg) 8.6 33.2

Vitamin A (mg) 460.4 76,7

(28)

16

Rendahnya tingkat konsumsi yang menyebabkan rendahnya pula tingkat kecukupan gizi disebabkan oleh adanya persepsi subjek penelitian mengenai body imagenegatif yang umumnya terjadi pada masa remaja awal (Widyastuti et al. 2009). Remaja yang mempunyai body image negatif merasa kelebihan berat badan, sehingga akan mengurangi konsumsi pangannya. Santrock (2003) juga menyatakan bahwa remaja putri lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki citra negatif karena terjadi penambahan lemak tubuh pada masa tersebut Energi

Energididefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kegiatan. Energi dapat diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein dalam makanan. Kebutuhan energi diartikan sebagai jumlah energi yang dikonsumsi untuk menjaga keseimbangan dalam tubuh sesuai dengan usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik, dan keadaan fisiologi (Forum Kesehatan Perempuan 2002). Kebutuhan energi menurut FAO-WHO (2001) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang, dan yang memungkinkan pemeliharaan fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi.

Angka Kecukupan Energi (AKE) berdasarkan Hardinsyah dkk. (2012) untuk remaja putri berusia 13-15 dan 16-18 tahun sebesar 2.125 kkal. Rata-rata konsumsi energi subjek penelitian yaitu 1.360 kkal. Perbandingan rata-rata konsumsi energi dengan AKG yang dianjurkan adalah 66.0%, sehingga masih tergolong pada defisit berat. Berikut adalah sebaran subjek penelitian berdasarkan kategori tingkat kecukupan energinya.

Tabel 10 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase tingkat kecukupan energi

Kategori Frekuensi Persen (%)

Defisit Berat 37 62.7

Defisit Sedang 0 0.0

Defisit Ringan 0 0.0

Normal 0 0.0

Lebih 22 37.3

Total 59 100.0

Berdasarkan data di atas, kategori defisit berat memiliki persentase paling besar yaitu 62.7% dan selebihnya termasuk dalam kategori lebih (37.3%).

Protein

(29)

17 Konsumsi rata-rata protein didapatkan dari hasil Recall 2x24 jam (hari sekolah dan hari libur). Rata-rata konsumsi protein subjek penelitian yaitu 38 gram atau 66.7% dari AKG yang dianjurkan, sehingga masih tergolong pada defisit berat. Angka Kecukupan Protein (AKP) berdasarkan Hardinsyah dkk. (2012) untuk remaja putri berusia 13-15 tahun sebesar 69 gram dan usia 16-18 tahun sebesar 59 gram perhari. Berikut adalah sebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat kecukupan tingkat protein.

Tabel 11 Sebaran subjek penelitian berdasarkan presentase tingkat kecukupan protein

Kategori Frekuensi Persen (%)

Defisit Berat 36 61.0

Defisit Sedang 0 0.0

Defisit Ringan 0 0.0

Normal 0 0.0

Lebih 23 39.0

Total 59 100.0

Berdasarkan data tingkat kecukupan protein di atas, sebagian besar subjek penelitian penelitian termasuk dalam kategori defisit berat (61%), dan sisanya termasuk dalam kategori lebih (39%).

Pentingnya konsumsi protein pada masa reproduksi perempuan antara lain untuk memproduksi hormon dan enzim yang berfungsi mengontrol semua rekasi dan proses yang ada dalam tubuh, antara lain FSH (Follicle Stimulating Hormon), yaitu hormon yang merangsang kelenjar untuk memproduksi estrogen yang membantu pertumbuhan payudara dan alat genital lain. Adanya FSH dalam pembuluh darah dapat menyebabkan feed back atau umpan balik pada kelenjar hypothalamus untuk mengeluarkan LH (Luteinizing Hormon). Fungsi LH ini adalah untuk merangsang produksi hormon progesteron yang menyiapkan dinding uterus untuk menerima sel telur yang telah dibuahi. Jika sel telur tidak dibuahi maka dinding uterus akan luruh dan inilah yang disebut menstruasi (Forum Kesehatan Perempuan 2002).

Lemak

Lemak merupakan zat gizi kedua yang digunakan tubuh sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi. Selain sumber energi, lemak juga berperan dalam membentuk komponen struktural membran sel. Kelompok lemak tubuh mencakup pula hormon steroid dan vitamin larut lemak. Sebagai organ endokrin, jaringan lemak menghasilkan lebih dari 10 jenis hormon, seperti leptin, resistin, dan adiponektin (Almatsier 2001).

(30)

18

Kontribusi energi dari lemak sebaiknya sekitar 30% pada usia 4-18 tahun. Perbaikan menu dengan komposisi energi asam lemak ini sangat penting agar upaya pencegahan penyakit kronik degeneratif sedini mungkin dapat tercapai (Hardinsyah, dkk. 2012).

Angka Kecukupan Lemak (AKL) berdasarkan Hardinsyah dkk. (2012) untuk remaja putri berusia 13-15 dan 16-18 tahun sebesar 71 gram perhari. Rata-rata konsumsi lemak subjek penelitian adalah 45.1 gram. Jika dibandingkan dengan AKG yang dianjurkan, maka tingkat kecukupan lemak rata-rata hasil penelitian adalah sebesar 63.5%. Nilai tersebut masih berada di bawah angka kecukupan yang dianjurkan.

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makro. Karbohidrat ada yang dapat dicerna oleh tubuh sehingga menghasilkan glukosa dan energi, dan ada pula karbohidrat yang tidak dapat dicerna yang berguna sebagai serat makanan. Fungsi utama karbohidrat yang dapat dicerna bagi manusia adalah untuk menyediakan energi bagi sel, termasuk sel-sel otak yang kerjanya tergantung pada suplai karbohidrat berupa glukosa. Kekurangan glukosa darah (hipoglikemia) bisa menyebakan pingsan atau fatal; sementara bila kelebihan glukosa darah menimbulkan hiperglikemia yang bila berlangsung terus meningkatkan risiko penyakit diabetes atau kencing manis (Mahan & Stump 2008).

Kecukupan energi, kecukupan karbohidrat seseorang dipengaruhi oleh ukuran tubuh (berat badan), usia atau tahap pertumbuhan dan perkembangan, dan aktifitas fisik. Ukuran tubuh dalam arti masa otot yang semakin besar dan aktifitas fisik yang semakin tinggi berimplikasi pada kecukupan karbohidrat yang semakin tinggi (Hardinsyah, dkk 2012).

Angka Kecukupan Karbohidrat (AKK) berdasarkan Hardinsyah dkk. (2012) untuk remaja putri berusia 13-15 dan 16-18 tahun sebesar 292 gram perhari. Rata-rata konsumsi karbohidrat subjek penelitian adalah 260.9 gram. Jika dibandingkan dengan AKG yang dianjurkan, maka tingkat kecukupan karbohidrat rata-rata hasil penelitian adalah sebesar 89.3%. Nilai tersebut masih tergolong dalam kategori defisit tingkat sedang.

Zat Besi

Zat besi merupakan salah satu mineral mikro yang memiliki peran penting dalam tubuh, diantaranya sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, mengangkut elektron di dalam sel, dan membantu reaksi enzim dalam jaringan tubuh. Penyerapan zat besi sangat dibantu oleh keasaman cairan lambung dan vitamin C. Penyerapan terbanyak terjadi di duodenum bagian atas dan dikontrol oleh mukosa intestin. Defisiensi besi akan menimbulkan penurunan kadar hemoglobin darah atau anemia gizi besi (Poedjiadi 2007).

(31)

19 Tabel 12 Sebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat kecukupan zat besi

Kategori Frekuensi Persen %

Cukup 2 3.4

Kurang 57 96.6

Total 59 100.0

Rata-rata jumlah zat besi yang dikonsumsi subjek sebagian besar (96.6%) berada dalam kategori tingkat kecukupan kurang dari yang danjurkan. Zat besi merupakan salah satu mineral yang sangat berperan penting pada masa PMS. Zat besi bersama dengan zink, mangan dan magnesium dibutuhkan untuk menstabilkan kadar gula darah serta esensial untuk metabolisme sel dan sistem imun. Kadar gula darah yang tidak stabil dapat menyebabkan perubahan suasana hati, sakit kepala, dan kecanduan terhadap gula. Mineral-mineral tersebut dapat mengurangi kecanduan terhadap gula dan junk food, memperbaiki kulit dan rambut, serta mengurangi kelelahan (Cabot 1994) dalam (Lutfiah 2007).

Vitamin A

Vitamin A dalam tubuh dapat berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimia aktif, yaitu retinol (bentuk alkohol), retinal (aldehida), dan asam retinoat (bentuk asam). Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, kehilangan nafsu makan, dan rendahnya daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi. Selain itu, defisiensi vitamin A juga dapat menghambat mobilisasi zat besi dan menurunkan respon imun sehingga dapat menyebabkan anemia dan infeksi selanjutnya meningkatkan morbiditas (Gibson 2005).

Vitamin A berfungsi dalam penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, dan reproduksi. Selain itu, vitamin A juga berperan dalam pembentukan sel darah merah, kemungkinan melalui interaksi dengan zat besi (Fe). Gangguan pembentukan sel darah merah dapat menyebabkan gangguan proses menstruasi (Almatsier 2002). Jumlah vitamin A yang diperlukan untuk remaja putri usia 16-18 tahun adalah 600 RE (WNPG 2004). Rata-rata konsumsi vitamin A pada subjek penelitian adalah sebesar 460.4 RE. Perbandingan rata-rata jumlah vitamin A yang dikonsumsi dengan angka kecukupan yang dianjurkan adalah sebesar 76.7%. Tabel 13 berikut adalah sebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A yang dikonsumsi perhari.

Tabel 13 Sebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A

Kategori Frekuensi Persen %

Cukup 19 32.2

Kurang 40 67.8

Total 59 100.0

Vitamin C

(32)

20

dalam sistem pertahanan tubuh.Akan tetapi, konsumsi vitamin C yang berlebihan dapat meningkatkan pembentukan oksalat dan mengakibatkan batu kemih (Almatsier 2002).

Jumlah vitamin C yang dibutuhkan untuk remaja putri usia usia 16-18 tahun 75 mg (WNPG 2004). Rata-rata konsumsi vitamin C pada subjek penelitian adalah sebesar 20.8 mg. Perbandingan rata-rata jumlah vitamin C yang dikonsumsi dengan angka kecukupan yang dianjurkan adalah sebesar 30.5%. Tabel 14 berikut adalah sebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C yang dikonsumsi perhari.

Selain fungsi di atas,vitamin C juga berfungsi untuk mensintesis serotonin, noradrenalin, absorpsi kalsium, mencegah infeksi, mencegah kanker dan penyakit jantung (Almatsier 2002). Serotonin dan noradrenalin berperan penting dalam mengontrol emosi dan nafsu makan saat terjadinya sindrom pramenstruasi (Menkes et al 1994).

Tabel 14 Sebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C

Kategori Frekuensi Persen %

Cukup 3 5.1

Kurang 56 94.9

Total 59 100.0

Karakteristik Menstruasi Subjek Penelitian

Usia Awal Menstruasi (menarche)

Menarche adalah menstruasi yang terjadi pertama kali yang umumnya terjadi pada usia 10-11 tahun sebagai tahap akhir proses pubertas dan tanda awal masuknya seorang perempuan dalam masa reproduksi (Steingraber 2007). Berdasarkan Tabel 15menunjukkan bahwa sebagian besar subjek mengalami menstruasipertama pada usia 11.9 sampai 13.3 tahun yaitu sebanyak 27 orang (45.8%), dengan rata-rata usia menarche adalah 11.9±1.4 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Riyadi (2003) yang mengungkapkan bahwa usia gadis remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid (menarche) bervariasi lebar, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-ratanya 12.5 tahun.

Tabel 15 Sebaran subjek penelitian berdasarkan usia awal menstruasi Usia Awal Menstruasi (tahun) Frekuensi Persen (%)

<10.5 7 11.6

10.5-11.9 18 31.1

11.9-13.3 27 45.8

>13.3 7 11.5

Total 59 100.0

X±SD 11.9±1.4

(33)

21 produktif. Penyebab menarche adalah meningkatnya frekuensi pengeluaran Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) yang mempengaruhi hipotalamus. Hormon lain yang juga berperan dalam masa pertumbuhan anak perempuan dan usia menarche adalah leptin yang dihasilkan oleh jaringan lemak untuk mengatur kebiasaan makan serta berperan dalam mengatur masa awal pubertas (Batubara 2010). Hasi penelitian Lassek dan Gaulin (2007), level hormon leptin berhubungan terbalik dengan masa pubertas dan usia menarche, peningkatan level leptin yang signifikan (28%) selama 6 bulan merupakan pemicu terjadinya menarche. Hasil statistik menunjukkan bahwa usia menarche dipengaruhi oleh faktor keturunan, kesehatan wanita, keadaan gizi (konsumsi dan status gizi) dan kesehatan umum (Riyadi 2003).

Lama Menstruasi

Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar subjek penelitian biasanya mengalami menstruasi antara 3 hingga 9, yaitu sebanyak 57 orang (95%) dan sisanya lebih dari 9 hari. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian serupa sebelumnya yang menemukan bahwa rata-rata lama menstruasi 3-5 hari dianggap normal dan lebih dari 9 hari dianggap tidak normal (Affandi 1999). Menurut Manuaba et al. (2009) perdarahan saat menstruasi berlangsung 3-7 hari. Sedangkan menurut Wiknjosastro (2009), lamanya menstruasi biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasanya lama menstruasi itu tetap. Sebaran subjek penelitian berdasarkan lama menstruasi dapat dilihat pada tabel 16 berikut.

Tabel 16 Sebaran subjek penelitian berdasarkan lama menstruasi Lama Menstruasi (hari) Frekuensi Persen(%)

<3 0 0.0

3-9 57 96.6

>9 2 3.4

Total 59 100

Menurut Simanjuntak (2007), subjek penelitian yang memiliki lama menstruasi di atas normal diduga mengalami hipermenorea (menoragia), yaitu perdarahan menstruasi yang lebih banyak atau lebih lama dari waktu normalnya. Panjang Siklus dan Keteraturan Menstruasi

(34)

22

Tabel 17 Sebaran subjek penelitian berdasarkan panjang siklus menstruasi Panjang siklus menstruasi (hari) Frekuensi Persen (%)

<25 7 11.9

25-30 40 67.8

>30 12 20.3

Total 59 100.0

Berdasarkan tabel di atas, periode menstruasi sebagian besar subjek penelitian termasuk dalam kategori normal, yaitu antara 25-30 hari (67.8%). Hal tersebut sesuai dengan Ganong (2005) dan Price & Wilson yang menyatakan biasanya panjang siklus menstruasi berkisar 15 sampai 45 hari dengan rata-rata 28 hari. Apabila seseorang memiliki periode menstruasi melebihi 35 hari dan mengalami haid yang tidak teratur dan haid yang sedikit sekali, hal tersebut menandakan bahwa seseorang mengalami oligomenore. Penyebabnya yaitu karena stres, penyakit kronik, tumor yang memproduksi estrogen, asupan gizi yang kurang, dan gangguan pola makan (anoreksia nervosa dan bulimia) (Waryana 2010).

Affandi & Danukusumo (1990) mengungkapkan bahwa siklus menstruasi yang irregular (tidak teratur) merupakan sesuatu hal yang sering dijumpai. Sebagian besar subjek penelitian (88.1%) menyatakan bahwa menstruasi mereka datang sering tidak teratur setiap bulannya dan hanya 11.9% yang menyatakan menstruasinya datang teratur.

Tabel 18 Sebaran subjek penelitian berdasarkan keteraturan menstruasi Keteraturan menstruasi Frekuensi Persen (%)

Teratur 7 11.9

Tidak teratur 52 88.1

Total 59 100.0

Ketidakteraturan siklus menstruasi adalah suatu proses fisiologis wanita yang menyangkut organ, hormon, dan susunan syaraf pusat (Affandi & Danukusumo 1999).

Sindrom Pramenstruasi

Keluhan Menstruasi

Sindrom pramenstruasi adalah manifestasi fisik dan psikologis menandai terjadinya menstruasi setiap bulan. PMS dapat bervariasi dari ringan sampai parah, dan mulai dalam hitungan jam atau sampai dengan 2 minggu sebelum terjadinya menstruasi. Gejala biasanya muncul seiring dengan timbulnya menstruasi. Gangguan ini pernah dianggap psikosomatik, dan hanya baru-baru ini telah diakui sebagai gangguan signifikan yang menyebabkan gangguan pada kualitas hidup seseorang yang menderita PMS (Hurst 2008).

(35)

23 hilang pada akhir menstruasi. Dari 57 subjek penelitian yang menyatakan mempunyai keluhan saat menstruasi, sebagian besar (42.4%) mengungkapkan bahwa keluhan tersebut mengganggu aktivitasnya, 42.4% menyatakan kadang-kadang mengganggu, sedangkan sisanya menyatakan tidak mengganggu.

Tabel 19 Sebaran subjek penelitian berdasarkan gangguan keluhan menstruasi terhadap aktivitas

Gangguan keluhan menstruasi terhadap aktivitas Frekuensi Persen (%)

Ya 25 42.4

Tidak 9 15.3

Kadang-kadang 25 42.4

Total 57 100.0

Jones et al. (1996) mengungkapkan bahwa hampir separuh wanita yang mengalami gangguan menstruasi menyatakan tidak merasa terganggu dengan keluhan mestruasinya. Hampir sepertiga wanita yang mengalami keluhan mestruasi menyatakan aktivitasnya terganggu dan 1 dari 5 wanita yang mengalami keluhan menstruasi menyatakan keluhan tersebuh amat mengganggu aktvitasnya sehari-hari.

Jenis Keluhan Sindrom Pramenstruasi

Terdapat lebih dari 200 gejala yang berhubungan dengan PMS, namun gejala yang sering timbul adalah mudah marah, depresi, payudara membengkak, sakit punggung, dan perubahan nafsu makan (Mason 2007). Menurut Jones, et al. (1996), keluhan menstruasi dibagi menjadi 10 jenis yaitu sakit kram di bawah perut, sakit kepala atau pusing, mual, muntah, sakit pada payudara, sakit pinggang, lesu, jerawat, lebih emosional dan lain-lain. Berikut adalah sebaran subjek penelitian berdasarkan jenis keluhan menstruasi yang biasa dialami.

Tabel 20 Sebaran subjek penelitian berdasarkan jenis keluhan menstruasi No Jenis Keluhan Menstruasi Frekuensi

/59 Subjek

(36)

24

yang paling umum diantaranya adalah perut kembung, mudah tersinggung (emosional), depresi, jerawat, sulit tidur dan nafsu makan berkurang.

Demikian pula dengan hasil penelitian Lutfiah (2007) yang menyatakan bahwa keluhan menstruasi yang banyak dialami adalah kram di bawah perut dan lebih emosional. Keluhan menstruasi disebabkan oleh kelainan atau gangguan biologik dan psikologik. Selain itu, faktor keturunan juga dapat menyebabkan keluhan menstruasi yang sulit untuk dikendalikan (Shreeve 1989).

Penyebab sakit kram di bawah perut bervariasi, bisa diakibatkan oleh faktor internal maupun ekternal. Faktor internal penyebab nyeri atau kram perut diantaranya adalah pengaruh status gizi, hormon, stress dan fisiologis tubuh. Sedangkan faktor eksternal diantaranya adalah pola makan, gaya hidup, dan aktivitas fisik. Selama menstruasi, otot-otot uterus berkontraksi di bawah pengaruh senyawa kimia yang disebut prostaglandin, yang bertanggung jawab atas terjadinya rasa pegal dan sakit keram bawah perut yang biasa dialami oleh setiap wanita pada awal menstruasi (Wirakusumah 2003).

Kategori Keluhan Sindrom Pramenstruasi

Setiap subjek penelitian mempunyai jenis dan jumlah keluhan PMS yang berbeda-beda. Tabel di bawah ini memaparkan sebaran subjek penelitian berdasarkan banyak jenis keluhan PMS yang dialaminya. Sebaran dikategorikan dalam empat klasifikasi yaitu tidak ada keluhan, keluhan ringan, keluhan sedang, dan keluhan berat. Berdasarkan tabel di bawah ini dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian berada dalam kategori keluhan sedang yaitu sebanyak 38 orang (64.4%).

Tabel 21 Sebaran subjek penelitian berdasarkan klasifikasi jenis keluhan sindrom pramenstruasi

Klasifikasi Frekuensi Persen (%)

Tidak ada keluhan 0 0.0

Ringan 19 32.2

Sedang 38 64.4

Berat 2 3.4

Total 59 100

(37)

25 Tabel 22 Sebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat keluhan PMS

Klasifikasi Frekuensi Persen (%)

Tidak ada keluhan 0 0.0

Ringan 16 27.1

Sedang 39 66.1

Berat 4 6.8

Total 59 100.0

Cara Mengatasi Keluhan PMS

Keluhan PMS yang dianggap sebagian besar subjek penelitian terkadang mengganggu dapat diatasi dengan beberapa cara. Berikut adalah sebaran subjek dalam memilih cara mengatasi keluhan PMS.

Tabel 23 Sebaran subjek penelitian berdasarkan cara mengatasi keluhan PMS Cara mengatasi keluhan Frekuensi

/59 Subjek

Persen (%) /100% subjek

Istirahat/berbaring 35 59.32

Mengompres perut 8 13.56

Minum obat 5 8.33

Mengonsumsi suplemen 4 6.78

Mengatur makanan 2 3.39

Lain-lain 6 10.00

Tabel 23 menunjukkan cara utama mengatasi keluhan PMS pada sebagian besar subjek penelitian (59.3%) adalah dengan istirahat/berbaring. Hal ini mendukung hasil penelitian Lusiana (2008) yang menyatakan bahwa sebagian besar subjek penelitian mengatasi keluhan menstruasi dengan beristirahat. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan menstruasi, antara lain mengompres perut bagian bawah yang terasa nyeri dengan air panas, beristirahat atau berbaring, meminum obat pereda nyeri (anti peradangan non steroid), olahraga teratur dan memperbanyak aktivitas fisik (Sallika 2010).

Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi keluhan saat PMS adalah mengonsumsi suplemen. Persentase subjek penelitian yang mengonsumsi suplemen untuk mengatasi keluhan PMS adalah sebesar 22%. Jenis suplemen yang biasa dikonsumsi oleh subjek penelitian adalah berupa vitamin dan multivitamin mineral komersil yang dijual dipasaran. Contok merk dagang suplemen yang biasa dikonsumsi diantaranya adalah Sangobion, Enervon-C, dan You C 1000.

Tabel 24 Sebaran subjek penelitian berdasarkan konsumsi suplemen

Konsumsi Suplemen Frekuensi Persen (n)

Ya 13 22.0

Tidak 46 79.0

(38)

26

Analisis Variabel yang Berhubungan dengan Sindrom Pramenstruasi

Variabel yang diduga berhubungan dengan sindrom pramenstruasi yang diukur dengan jenis keluhan dan tingkat keluhan menstruasi diantaranya adalah tingkat pendidikan, pengetahuan gizi, konsumsi pangan, usia menarche, lama menstruasi, panjang siklus mestruasi, IMT/U, dan persen lemak tubuh. Data dari variabel yang menyebar normal adalah skor keluhan PMS, IMT/Umur, persen lemak tubuh, usia menarche, konsumsi energi, konsumsi protein, konsumsi lemak, dan konsumsi Fe, sedangkan data jenis keluhan dan variabel sisanya tidak menyebar normal. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk menguji hubungan dari data yang menyebar normal, dan data yang tidak menyebar normal diuji dengan korelasi Spearman.

Berdasarkan uji hubungan variabel-variabel dengan jenis keluhan PMS, didapatkan hasil analisis yang dapat dilihat pada tabel 25 di bawah ini.

Tabel 25 Hasil uji hubungan antar variabel dengan jenis keluhan PMS

Variabel p r

Panjang siklus menstruasi 0.828 -0.029

Lama menstruasi 0.868 -0.022

Dari beberapa variabel yang diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson atau Spearman dengan jenis keluhan PMS, tidak ada variabel yang berhubungan signifikan dengan jenis keluahan PMS. Berikut adalah tabel hasil uji hubungan antar variabel dengan tingkat keluhan PMS.

Tabel 26 Hasil uji hubungan antar variabel dengan tingkat keluhan PMS

Variabel p r

Karakteristik subjek penelitian:

Tingkat pendidikan ayah 0.172 -0.179

Tingkat pendidikan ibu 0.079 -0.229

(39)

27

Variabel p r

Karakteristik menstruasi:

Usia menarche 0.084 -0.225

Panjang siklus menstruasi 0.990 -0.002

Lama menstruasi 0.822 -0.030

Berdasarkan uji korelasi Pearson atau Spearman dengan tingkat keluhan PMS, dari beberapa variabel yang diuji terdapat dua variabel yang berhubungan signifikan dengan tingkat keluhan PMS yaitu konsumsi protein dan lemak, sedangkan variabel lainnya tidak berhubungan signifikan.

Hubungan Karakteristik Responden dengan Keluhan PMS

Tingkat Pendidikan Orang Tua

Hardinsyah (2004) menyatakan bahwa orang yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung untuk memilih bahan makanan yang baik daripada mereka yang berpendidikan rendah. Akan tetapi hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, tidak ada hubungan nyata antara pendidikan ayah maupun ibu terhadap jenis maupun tingkat keluhan PMS (p>0.05).

Hal tersebut mendukung pendapat Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa pendidikan menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat, tapi peningkatan pengetahuan saja belum cukup berpengaruh

langsung terhadap perilaku sebab pendidikan merupakan ‖behavioral investment‖ jangka panjang, tidak segera dan jelas memperlihatkan hasil.

Pengetahuan Gizi

(40)

28

tinggi pengetahuan subjek maka subjek semakin mengerti apa saja gejala dari sindrom pramenstruasi yang dialaminya.

Hubungan Karakteristik Menstruasi dengan Keluhan PMS

Usia Menarche

Ehrenthal, Hoffman, & Hillard (2006) mengungkapkan adanya hubungan antara usia menarche terhadap kejadian nyeri saat PMS, dikarenakan saat menarche terjadi lebih awal dari normal maka alat reproduksi belum siap untuk mengalami perubahan dan masih terjadi penyempitan pada leher rahim, maka akan timbul rasa sakit saat menstruasi.

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak ada hubungan nyata (p>0.05) antara usia menarche dengan tingkat keluhan PMS begitu juga dengan hasil uji korelasi Spearman antara usia menarche dengan jenis keluhan PMS (p>0.05). Hal ini diperkuat oleh penelitian Shabinaya (2012) bahwa setelah menstruasi pertama (menarche), remaja masih terus berkembang dan perkembangannya dipengaruhi oleh faktor-faktor internal maupun eksternal. Keluhan-keluhan PMS yang terjadi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut, diantaranya adalah faktor status gizi, konsumsi pangan, dan aktivitas.

Lama Menstruasi dan Panjang Siklus Menstruasi

Hasil uji korelasi Spearman antara lama menstruasi dan panjang siklus menstruasi dengan jenis dan tingkat keluhan PMS menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata (p>0.05). Hal tersebut diduga karena sindrom pramenstruasi adalah manifestasi dari keadaan fisik dan psikologis seseorang yang mempengaruhi dalam jangka panjang, tidak hanya saat datangnya menstruasi (Hurst 2008).

Hubungan Konsumsi Zat Gizi dengan Keluhan PMS

Konsumsi Energi

Energi dapat diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein dalam makanan. Kebutuhan energi diartikan sebagai jumlah energi yang dikonsumsi untuk menjaga keseimbangan dalam tubuh sesuai dengan usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik, dan keadaan fisiologi(Forum Kesehatan Perempuan 2002).

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata antara konsumsi energi dengan jenis dan tingkat keluhan PMS (p>0.05). Hal ini diduga karena rata-rata jumlah konsumsi energi subjek penelitian termasuk ke dalam kategori defisit berat, sehingga jumlah energi yang dibutuhkan belum tercukupi.

Konsumsi Protein

(41)

29 tinggi konsumsi protein maka tingkat keluhan PMS akan berkurang. Hal ini didukung oleh Cabot (1994) dalam Lutfiah (2007) yang menyatakan bahwa cara meminimalkan PMS dapat dilakukan dengan memperbaiki diet. Salah satu diet yang dianjurkan untuk meminimalkan keluhan PMS adalah meningkatkan konsumsi protein. Konsumsi protein dapat menstabilkan kadar gula darah dan meningkatkan cadangan energi.

Protein yang terdiri dari asam-asam amino terutama tryptophan adalah prekursor serotonin dalam otak. Menurunnya kadar serotonin otak dapat memicu adanya stress, depresi, emosi dan gejala PMS lainnya (Menkes et al 1994). Penelitian Wurtman (1989) menunjukkan bahwa konsumsi tinggi karbohidrat danrendah protein pada makan malam selama fase luteal akhir meningkatkan depresi, ketegangan, emosi, kebingungan, kesedihan, kelelahan, kecemasan pada pasien dengan sindrom pramenstruasi, dan meningkatkan konsumsi protein serta mengurangi karbohidrat dapat meningkatkan mood dan nafsu makan. Fischer (2002) menyatakan bahwa konsumsi makanan yang kaya protein secara signifikan meningkatkan glukagon dalam darah.

Reid & Van Vugt (2007) menyatakan bahwa protein adalah pembentuk hormon-hormon yang berpengaruh penting pada saat menstruasi, diantaranya adalah FSH dan LH yang berperan pada fase luteal. Jika pada ini terjadi ketidakseimbangan hormon, maka akan timbul gejala PMS. Selain itu juga terdapat beberapa mineral atau zat gizi mikro yang terikat dengan protein, diantaranya adalah kalsium yang terikat dalam bentuk albumin atau globulin, serta zat besi (Fe) yang terikat dalam bentuk hemoglobin (Almatsier 2002). Mineral tersebut sangat penting dalam proses menstruasi. Fungsi kalsium yang paling penting adalah menjaga kontraktilitas otot, struktur sel, serta respon terhadap hormon dan neurotransmitter (Mahan & Stump 2008). Sedangkan Fe berperan penting dalam pembentukan sel darah merah.Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) (Moehji 1992).

Konsumsi Lemak

Hasil korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata negatif antara konsumsi lemak dengan tingkat keluhan PMS (p<0.05), tetapi tidak berhubungan nyata dengan jenis keluhan PMS (p>0.05). Artinya semakin tinggi konsumsi lemak maka tingkat keluhan PMS akan berkurang. Hal ini mendukung pendapat Waryana (2010) bahwa apabila komposisi lemak dalam tubuh seseorang kurang maka dapat mempengaruhi kadar estrogen dalam sistem reproduksi sehingga dapat terjadi ketidakseimbangan hormon yang dapat mengakibatkan terjadinya sindrom pra menstruasi. Abraham (1981) juga mengungkapkan bahwa meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung asam lemak esensial dapat menurunkan keluhan saat PMS.

Gambar

gambar 1 di bawah ini.
Tabel 2  Kategori dan variabel data yang digunakan dalam penelitian
Tabel 5  Klasifikasi tingkat keluhan PMS berdasarkan skor
Tabel 6  Sebaran subjek penelitian berdasarkan karakteristik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari penggunaan model Project Based Learning (PjBL) terhadap keterampilan

Dari hasil karakterisasi dengan FTIR terhadap sampel fotokatalis ZnO pada zeolit, diketahui bahwa keberadaan ZnO dalam fotokatalis hasil sintesis dibuktikan dengan terbentuknya

Menyatakan bahwa “SKRIPSI ” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan –persyaratan kelulusan pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN)

Tujuan dari penelian ini adalah untuk mengkaji pengaruh ekstrak buah nanas dalam pakan buatan terhadap tingkat pemanfaatan protein pakan, dan pertumbuhan ikan mas,

Hal ini diperkuat oleh Manurung dan Numisye (2018), ragi roti dapat meningkatkan nafsu makan ikan sehingga pengambilan pakan meningkat. Hal ini membuat ikan cenderung makan

materiil memiliki pengaruh positif terhadap motivasi kerja karyawan yang berarti. bahwa dengan meningkatnya insentif non materiil yang diterima

Pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Metana Cair dari Sampah Organik dengan kapasitas bahan baku sampah organik sebanyak 600.000 kg/hari, dengan kapasitas per

Sedangkan hara- pan masyarakat dengan adanya otonomi daerah akan meningkatkan kualitas informasi publik di Indonesia ternyata masih jauh dari menjadi ke- nyataan, yang