• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Permintaan Rekreasi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Spiritual di Taman Nasional Ujung Kulon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Permintaan Rekreasi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Spiritual di Taman Nasional Ujung Kulon"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERMINTAAN REKREASI DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN EKOWISATA SPIRITUAL

DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PRIYONO EKA PRATIEKTO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Permintaan Rekreasi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Spiritual di Taman Nasional Ujung Kulon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Priyono Eka Pratiekto

(4)

ABSTRAK

PRIYONO EKA PRATIEKTO. Studi Permintaan Rekreasi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Spiritual di Taman Nasional Ujung Kulon. Dibimbing oleh RICKY AVENZORA dan TUTUT SUNARMINTO.

Wisata spiritual merupakan fenomena wisata yang tengah berkembang di Taman Nasional Ujung Kulon. Identifikasi terhadap permintaan rekreasi dan potensi dampaknya menjadi penting untuk menentukan strategi pengembangan ekowisata spiritual pada taman nasional yang memiliki sensitifitas ekologis tinggi tersebut. Studi terhadap pengunjung obyek ziarah menunjukkan bahwa mereka memiliki motivasi kunjungan dominan untuk mengenal leluhur, mengenal sejarah dan meminta bantuan untuk kelancaran rezeki/usaha/karir; serta memiliki preferensi kebutuhan terhadap fasilitas dan wisata yang minimal. Sementara studi terhadap masyarakat sekitar dan pengelola taman nasional menunjukkan bahwa kegiatan wisata spiritual dipersepsikan berdampak agak baik terhadap aspek ekonomi, sosial dan budaya masyarakat lokal serta terhadap hubungan dengan taman nasional. Berdasarkan hasil studi ini, konsep eco-geo-spiritual-tourism

diusulkan untuk memberikan keseimbangan yang optimal antara kebutuhan pengunjung, manfaat bagi masyarakat setempat dan kelestarian taman nasional. Kata kunci : ekowisata spiritual, permintaaan rekreasi, strategi pengembangan

wisata, Taman Nasional Ujung Kulon, ziarah ABSTRACT

PRIYONO EKA PRATIEKTO. Study of Recreation Demand and Eco-Spiritual Tourism Development Strategy at Ujung Kulon National Park. Supervised by RICKY AVENZORA and TUTUT SUNARMINTO.

Spiritual tourism is a growing tourism phenomenon at Ujung Kulon National Park. Identification of demand and its potential impacts become important to define eco-spiritual tourism development strategy for the ecologically high-sensitive national park. Study on pilgrimage site visitors within the park shows that they were motivated to know history, know ancestors, and seek help for career and business excellence; and also have minimum concern on tourism facilities and services. While, study on local people and park manager shows that spiritual tourism activities are tought to have moderate impact on economical and socio-cultural aspect of local people, as well as its relation on park management policy. The concept of eco-geo-spiritual-tourism is proposed from the study to maintain optimum balanced point between visitor needs, benefit for local society and the park sustainability.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

STUDI PERMINTAAN REKREASI DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN EKOWISATA SPIRITUAL

DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PRIYONO EKA PRATIEKTO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Studi Permintaan Rekreasi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Spiritual di Taman Nasional Ujung Kulon

Nama : Priyono Eka Pratiekto NIM : E34090009

Disetujui oleh

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF Pembimbing I

Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah berjudul Studi Permintaan Rekreasi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Spiritual di Taman Nasional Ujung Kulon berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ricky Avenzora, MScF dan Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak masukan selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada segenap staf Balai Taman Nasional Ujung Kulon, masyarakat Desa Tamanjaya dan Kramatjaya, serta rekan-rekan dari Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Darma Ayu (IKADA) Bogor yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan sahabat tercinta, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Obyek dan Alat Penelitian 3

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4

Sumberdaya Wisata Spiritual di TNUK 4

Permintaan Wisata Spiritual 9

Dampak Wisata Spiritual 16

Strategi Pengembangan Ekowisata Spiritual 19

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

(11)

DAFTAR TABEL

1 Data primer yang dikumpulkan 3

2 Kondisi jalur wisata menuju obyek ziarah di TNUK 8 3 Infrastruktur dan fasilitas wisata pada obyek ziarah di TNUK 8 4 Matriks SWOT pengembangan wisata spiritual di TNUK tahun 2013 20 5 Spektrum kesempatan rekreasi obyek ziarah di TNUK 22

DAFTAR GAMBAR

1 Obyek ziarah Gua Sanghyang Sirah 5

2 Obyek ziarah Makam Cimahi 5

3 Obyek ziarah Makam Gunung Tilu 6

4 Obyek ziarah Makam Kuta Karang 6

5 Obyek ziarah Arca Ganesha 7

6 Rute perjalanan wisata spiritual di TNUK 9

7 Fluktuasi kunjungan ke obyek ziarah di TNUK tahun 2012 10 8 Nilai motivasi pengunjung obyek ziarah di TNUK 11 9 Distribusi pengeluaran pengunjung obyek ziarah di TNUK 12 10 Persepsi pengunjung terhadap keunikan obyek ziarah di TNUK 13 11 Persepsi pengunjung terhadap keindahan obyek ziarah di TNUK 13 12 Nilai kepuasan pengunjung obyek ziarah di TNUK 14 13 Nilai kepuasan pengunjung terhadap infrastruktur dan fasilitas wisata

spiritual di TNUK 14

14 Intensitas kunjungan peziarah terhadap obyek-obyek keramat di

TNUK 15

15 Persepsi pengunjung terhadap kebutuhan perbaikan dan peningkatan

pelayanan wisata spiritual di TNUK 15

16 Persepsi pengunjung terhadap kebutuhan perbaikan infrastruktur dan

fasilitas pada obyek ziarah di TNUK 16

17 Dampak ekonomi kegiatan wisata spiritual di TNUK 16 18 Dampak sosial kegiatan wisata spiritual di TNUK 17 19 Dampak budaya kegiatan wisata spiritual di TNUK 18 20 Dampak wisata spiritual di TNUK terkait hubungan dengan taman

nasional 19

DAFTAR LAMPIRAN

(12)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berbagai kepercayaan atau keyakinan terhadap eksistensi dari sumber-sumber kekuatan atau kekuasaan yang maha tinggi (supreme power or authority) telah sejak lama memotivasi manusia untuk melakukan perjalanan menuju tempat-tempat yang dianggap keramat atau suci dalam rangka memenuhi kebutuhan spiritual mereka. Timothy dan Olsen (2006a) menjelaskan sumber kekuatan atau kekuasaan yang maha tinggi tersebut meliputi Pencipta, Tuhan, Roh Kudus, Dewa-dewi, bumi, matahari, bulan, nabi, juru selamat (savior), ataupun segala sesuatu sumber kekuatan yang bersifat infinite dan intangible. Adapun berbagai bentuk perjalanannya oleh kalangan akademis dan praktisi diistilahkan dengan terminologi pilgrimage tourism, religious tourism, spiritual tourism dan tourism pilgrimage (Vukonic 1996; Santos 2003; Timothy dan Olsen 2006b).

Meskipun bukan merupakan hal yang mutlak, namun dapat terlihat bahwa kebanyakan tempat-tempat yang dianggap keramat cenderung lebih terlindungi dari kerusakan akibat faktor manusia sekalipun tidak berstatus sebagai suatu kawasan yang dilindungi (protected area). Dalam konteks perlindungan kawasan, keunikan karakteristik tersebut dikenal dengan konsep situs keramat alami (sacred natural sites) yang berpotensi menguntungkan bagi efektifitas pengelolaan suatu kawasan perlindungan (IUCN 2008). Peran positif situs keramat alami di dalam menunjang pengelolaan kawasan perlindungan telah ditunjukkan, di antaranya, melalui penelitian Nurlinda (2012) pada Cagar Alam Nusa Gede Panjalu serta Kosmaryandi (2012) pada Taman Nasional Kayan Mentarang dan Wasur.

Fenomena kegiatan kunjungan terhadap tempat-tempat keramat di dalam kawasan perlindungan juga dapat dijumpai pada Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Pada taman nasional berstatus World Heritage Site tersebut, kegiatan kunjungan terhadap tempat-tempat keramat telah lama menjadi bagian dari budaya masyarakat lokal yang disebut zarah (ziarah), serta saat ini tergolong ke dalam kategori jenis kunjungan yang dominan (BTNUK 1994; BTNUK 2012).

(13)

2

Perumusan Masalah

Taman Nasional Ujung Kulon sebagai kawasan perlindungan keanekaragaman hayati memiliki beberapa sumber daya wisata yang memiliki nilai keramat. Keberadaan sumber daya wisata tersebut telah menarik orang untuk melakukan kunjungan yang bermotifkan spiritual. Adanya permintaan wisata spiritual dalam kawasan TNUK tentunya harus diatur melalui perencanaan pengembangan yang efektif agar fungsi dan tujuan pengelolaan taman nasional dapat berjalan optimal.

Konsep dasar perencanaan pariwisata oleh Cooper et al. (1998) menyatakan bahwa pariwisata harusnya terlihat sebagai suatu hubungan antar sistem dari faktor permintaan dan penawaran. Dalam konteks perencanaan pariwisata, pengetahuan tentang rekreasi dapat disimplifikasikan melalui pengertian yang baik tentang permintaan rekreasi dan penawaran rekreasi (Avenzora 2003). Avenzora (2003) menyatakan bahwa berbicara tentang permintaan rekreasiadalah berbicara tentang: (1) siapa yang meminta, (2) apa dan berapa banyak yang diminta dan (3) kapan diminta. Mengacu pada uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apa daya tarik wisata spiritual di TNUK yang diminati?

2. Seperti apa karakteristik dan motivasi pengunjung wisata spiritual di TNUK?

3. Seperti apa pola permintaan wisata spiritual di TNUK?

4. Bagaimana persepsi masyarakat sekitar terhadap dampak permintaan wisata spiritual di TNUK?

5. Seperti apa konsep dan strategi pengembangan wisata spiritual di TNUK yang sesuai dengan prinsip ekowisata?

Tujuan

1. Mengidentifikasi daya tarik wisata spiritual di TNUK

2. Mengidentifikasi karakteristik dan motivasi pengunjung serta biaya kunjungan wisata spiritual di TNUK

3. Mengidentifikasi rentang dan pola permintaan wisata spiritual di TNUK 4. Mengidentifikasi dampak permintaan wisata spiritual di TNUK

5. Merumuskan konsep dan strategi pengembangan ekowisata spiritual di TNUK

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

(14)

3

Kecamatan Cimanggu, Pandeglang Banten. Data penelitian dikumpulkan selama bulan Februari sampai April 2013.

Obyek dan Alat Penelitian

Obyek penelitian utama adalah pengunjung pada lima obyek ziarah (Gua Sanghyang Sirah, Makam Cimahi, Makam Gunung Tilu, Makam Kuta Karang dan Arca Ganesha), masyarakat lokal, serta pengelola. Alat yang digunakan adalah alat tulis, kuesioner, kamera, dan perekam suara.

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan terdiri dari dua kelompok data yang dimaknai sebagai variabel esensial, yang kemudian diperinci dalam beberapa elemen (Tabel 1). Adapun data sekunder yang dikumpulkan adalah berupa berbagai dokumentasi data tentang kewilayahan, kepariwisataan dan kependudukan pada unit-unit administratif lokasi penelitian berada.

Tabel 1 Data primer yang dikumpulkan

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner berpola tertutup (close ended). Skala skoring yang digunakan untuk kuesioner tersebut adalah skala Likert yang telah dimodifikasi sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia, yaitu menjadi skala 1 sampai dengan 7 (Avenzora 2008a).

Analisis Data Pemetaan Skor dan Analisis Gap

Pemetaan skor (score mapping) dan analisis gap (gap analysis) merupakan dua proses kunci dalam menganalisis data primer yang telah dikumpulkan.

Variabel Elemen Sumber Data Metode

Pengumpulan

(15)

4

Menurut Sunarminto (2012), berbagai skor persepsi yang terdata melalui sistem skoring adalah menunjukkan tata-nilai responden terhadap kondisi saat itu (given condition) dari setiap elemen yang terdapat dalam suatu aspek yang sedang dievaluasi. Proses pemetaan skor tersebut kemudian dilanjutkan dengan analisis gap, yaitu serangkaian penelaahan mengenai kesenjangan posisi skor terhadap kondisi ideal yang diinginkan (yang dalam konteks skor tergambar pada posisi skor 1 sampai dengan 7).

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti 2001). Analisis ini digunakan untuk memperoleh hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal dalam pengembangan ekowisata spiritual di TNUK. Faktor internal meliputi kekuatan dan kelemahan. Faktor eksternal meliputi peluang dan ancaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Taman Nasional Ujung Kulon terletak di ujung barat daya Pulau Jawa dengan luas 122.956 hektar yang terdiri atas 78.619 hektar daratan dan 44.337 hektar perairan laut. Secara administratif TNUK terletak di Kecamatan Sumur dan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten, sedangkan secara geografis

terletak antara 102°02'32”-105°37'37” BT dan 06°30'43”-06°52'17” LS.

Kawasan TNUK meliputi Semenanjung Ujung Kulon, Gunung Honje, Pulau Panaitan, Pulau Peucang, dan Kepulauan Handeuleum. Kawasan TNUK juga dikelilingi 19 Desa dengan luas 29.850 ha yang merupakan daerah penyangga, di antaranya adalah Desa Tamanjaya dan Desa Kramatjaya. Berdasarkan SK Dirjen PHKA Nomor : SK.100/IV-SET/2011, terdapat 8 zonasi kawasan di TNUK yaitu zona inti, yang terdiri dari daratan dan lautan, zona rimba, zona perlindungan bahari, zona pemanfaatan darat dan laut, zona tradisional, rehabilitasi, zona religi, dan zona khusus.

Sumberdaya Wisata Spiritual di TNUK Obyek Daya Tarik Wisata

Lima obyek ziarah di dalam kawasan TNUK, yaitu Gua Sanghyang Sirah, Makam Gunung Tilu, Makam Kuta Karang, Makam Cimahi, dan Arca Ganesha merupakan daya tarik utama bagi aktivitas wisata spiritual. Masing-masing obyek tersebut memiliki keistimewaan tertentu yang menjadikannya sebagai orientasi utama bagi pengunjung yang datang berziarah.

(16)

5

Gambar 1 Obyek ziarah Gua Sanghyang Sirah: (a) Mulut gua, tampak dari luar (b) Mulut gua, tampak dari dalam (c) Batu kukus

(d) Batu Qur’an dan Kolam Cikawedukan

Makam Cimahi (Gambar 2) adalah komplek pemakaman kuno yang terdiri atas lima kuburan para tokoh leluhur masyarakat setempat. Kelima tokoh tersebut diyakini bernama Uyut Ider Alam, Syeh Dahlan, Syeh Naliyudin, Uyut Santika, dan Uyut Santani.

Gambar 2 Obyek ziarah Makam Cimahi: (a) kuburan dan shelter (b) kuburan Makam Gunung Tilu atau Makam Uyut Ukur (Gambar 3) merupakan kuburan Raden Summadikara bin Surya Dinata, seorang bangsawan dari Priangan yang menjadi pejabat pengukur lahan pada jaman kolonial Belanda. Beliau bertugas daerah Malimping (Kabupaten Lebak), namun di masa tuanya menetap

(a) (b)

(a) (b)

(17)

6

di Gunung Tilu hingga meninggal dan dikuburkan di tempat tersebut. Makam Uyut Ukur berstatus sebagai makam keluarga serta memiliki seorang juru pelihara khusus yang ditunjuk oleh pihak keluarga/ahli warisnya.

Gambar 3 Obyek ziarah Makam Gunung Tilu: (a) bagian depan komplek makam (b) kuburan Raden Summadikara

Makam Kuta Karang (Gambar 4), diyakini bukanlah kuburan melainkan hanya tapak/petilasan dari tokoh legenda setempat bernama Eyang Gentar Bumi. Semula tempat ini tidak termasuk sebagai obyek ziarah, namun kemudian menjadi ramai dikunjungi setelah ada seorang kuncen yang mendapat wangsit untuk menjadikannya sebagai tempat ziarah sebelum ke Gua Sanghyang Sirah.

Gambar 4 Obyek ziarah Makam Kuta Karang: (a) areal makam dikelilingi batu karang setinggi 2 m (b) bangunan makam

Arca Ganesha di Puncak Gunung Raksa, Pulau Panaitan (Gambar 5) adalah salah satu situs religi Hindu tertua di Nusantara. Arca Ganesha biasanya diletakkan di bangunan suci dan di tempat-tempat penting lain (Sedyawati 1994). Arca Ganesha dengan penggambaran secara plastis seperti di Panaitan menunjukkan kuatnya ciri Hindu yang berasal dari jaman sebelum Kerajaan Pajajaran (Widyastuti 2004). Dengan demikian, sangat mungkin arca tersebut merupakan peninggalan kerajaan Salakanagara yang merupakan kerajaan pertama di Jawa bagian barat (Iskandar 1997). Dugaan tersebut dapat diterima mengingat Kerajaan Salakanegara yang berpusat di daerah Teluk Lada, Pandeglang memiliki wilayah kekuasaan hingga meliputi Pulau Panaitan dan sekitarnya.

(a) (b)

(18)

7

Kredit foto: Quinn, Daniel

Gambar 5 Obyek ziarah Arca Ganesha: (a) pilar bekas bangunan pelindung arca (b) arca tampak dari depan

Daya tarik lain bagi kegiatan wisata spiritual di TNUK adalah mitos mengenai keberadaan hoe tunggal serta penyelenggaraan acara rembug tahunan pada obyek ziarah yang dikenal dengan istilah haul. Hoe tunggal merupakan rotan langka yang tumbuh secara tunggal (tidak berumpun sebagaimana umumnya rotan) sehingga diyakini memiliki kekuatan magis tertentu. Adapun kegiatan haul

umumnya diselenggarakan di bulan Syawal maupun Muharram dengan diorganisir oleh pihak ahli waris obyek maupun juru kunci obyek ziarah. Bentuk kegiatan haul secara umum adalah berupa berdoa dan makan bersama pada obyek-obyek ziarah.

Aksesibilitas dan Jalur Wisata

Akses ke obyek ziarah dalam TNUK dapat dilakukan melalui jalur laut menuju Pulau Panaitan dan Semenanjung Ujung Kulon, atau melalui jalur darat menuju titik akses masuk utama yaitu Desa Tamanjaya di Kecamatan Sumur dan Desa Kramatjaya di Kecamatan Cimanggu (Gambar 7). Selain Arca Ganesha di Pulau Panaitan, seluruh obyek ziarah di TNUK dapat ditempuh dengan jalur darat. Sarana angkutan umum berupa minibus dengan rute Serang/Labuan– Tamanjaya tersedia pada jalur yang menuju desa-desa di Kecamatan Sumur. Adapun sarana transportasi laut utama adalah kapal sewaan berkapasitas maksimal 20 orang. Harga sewa per kapal pada Juli 2013 adalah Rp 2,5-3,5 juta. Keberangkatan kapal dilakukan dari Desa Kertajaya dan Desa Tamanjaya.

Jalan setapak/jalur wisata menuju tiap-tiap obyek ziarah di TNUK tidak hanya menyajikan sensasi pemandangan yang menarik, namun juga tantangan fisik bagi para peziarah. Salah satu contohnya adalah pada jalur ziarah menuju Gua Sanghyang Sirah yang melintasi hutan belantara di Semenanjung Ujung Kulon yang penuh dengan risiko serangan binatang buas (banteng, ular berbisa, buaya). Peziarah juga harus rela bermalam di hutan dengan memanfaatkan gubuk-gubuk rumbia bekas nelayan pencari lobster atau pos-pos jaga petugas yang seringkali ditinggalkan kosong. Secara lebih lengkap kondisi setiap jalur wisata dijelaskan dalam Tabel 2.

(19)

8

Tabel 2 Kondisi jalur wisata menuju obyek ziarah di TNUK Obyek

Jalan datar dan mudah dilalui. Melewati hutan pantai.

kemudian menanjak cukup tajam melewati hutan lebat.

Jalan setapak dengan beberapa tanjakan dan turunan sedang, melewati kebun dan sawah. Jalan dapat dilalui kendaraan roda dua jika tidak berlumpur akibat hujan. Kp. Pasir Ranji-Gn. Tilu

Jalan melalui lantai hutan, pasir pantai, dan batuan karang. Dua kali mendaki bukit dengan ketinggian ±150 m dpl.

Legon

Pakis- Cibandawoh-Cibunar-Sanghyang Sirah [45 km; 36 jam]

Jalan datar hingga menanjak tajam. Melintasi empat muara sungai besar, padang penggembalaan, dan puncak

Jalan melalui lantai hutan kemudian mendaki dengan tanjakan dan turunan yang tajam.

Keberadaan Infrastruktur dan Fasilitas Wisata

Infrastruktur dan fasilitas wisata pada setiap tapak ziarah di TNUK tergolong masih sangat terbatas (Tabel 3). Sebagian besar fasilitas yang kini telah ada hanya dibangun melalui inisiatif masyarakat dan pengunjung secara sukarela.

Secara keseluruhan, Makam Gunung Tilu adalah yang memiliki ketersediaan infrastuktur dan fasilitas penunjang wisata yang paling lengkap. Pada makam ini terdapat bangunan mushola dan bangunan komplek makam yang berukuran cukup luas dengan sifat bangunan semi permanen. Infrastruktur listrik juga telah tersedia dengan memanfaatkan teknologi panel tenaga surya.

(20)

9

Tabel 3 Infrastruktur dan fasilitas wisata pada obyek ziarah di TNUK (lanjutan) Infrastruktur dan

Fasilitas

Sanghyang Sirah

Makam Kuta Karang

Makam Cimahi

Makam Gunung Tilu

Arca Ganesha

Tempat sampah - - - √ -

Toilet - - - √ -

Dapur √ - √ √ -

a

Keterangan: √ = terdapat; - = tidak terdapat

Gambar 6 Rute perjalanan wisata spiritual di TNUK Permintaan Wisata Spiritual

Jumlah Pengunjung dan Waktu Kunjungan

Pendugaan jumlah peziarah berdasarkan catatan kunjungan pada kelima obyek ziarah memperoleh hasil bahwa setidaknya terdapat 5.025 pengunjung pada tahun 2011 dan 4.137 pengunjung pada tahun 2012, atau rata-rata 4.581 pengunjung per tahun datang ke TNUK untuk berziarah. Artinya berdasarkan data tersebut dapat dipastikan selama dua tahun terakhir aktivitas kunjungan ke TNUK sebetulnya lebih banyak didominasi oleh kunjungan-kunjungan yang bermotifkan spiritual.

(21)

10

Gambar 7 Fluktuasi kunjungan ke obyek ziarah di TNUK tahun 2012 Gambar 7 menunjukkan pengunjung obyek ziarah terkonsentrasi secara signifikan pada bulan-bulan yang bertepatan dengan tiga bulan pada sistem penanggalan Hijriyah yang memiliki nilai khusus dalam budaya umat Islam, yaitu bulan Muharram (Maulid/Suro), Syawal, dan Dzulhijjah (haji). Lonjakan pengunjung secara temporer juga terjadi pada saat masyarakat setempat mengadakan acara haul di tempat ziarah. Dalam konteks ekowisata, jumlah pengunjung yang sangat fluktuatif tersebut adalah dapat dijadikan sebagai indikator tentang terpicunya tekanan lingkungan, yang akan berujung pada turunnya kepuasan pengunjung pada periode kunjungan tersebut (Sunarminto 2012).

Karakteristik Demografis Pengunjung

Karakteristik demografis responden pengunjung disajikan pada Lampiran 1. Berdasarkan data tersebut, kebanyakan diantara mereka adalah para kepala keluarga dari kalangan ekonomi menengah ke bawah dengan latar belakang pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan tetap. Dari segi pendidikan, mereka kebanyakan berasal dari tingkat pendidikan menengah (SMA dan SMP), sedangkan dari segi agama yang dianut, seluruh responden beragama Islam. Berdasarkan asal daerahnya, pengunjung obyek ziarah di TNUK mayoritas berasal dari lingkup regional Jawa bagian barat (Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat). Data sebaran daerah asal pengunjung tersebut dirangkum pada Lampiran 2.

Motivasi Kunjungan

Pengunjung pada obyek-obyek ziarah di TNUK memiliki niat dan tujuan yang mantap untuk berziarah. Hal tersebut tercermin dari nilai motivasi kunjungan mereka dimana motivasi ziarah sangat dominan daripada kunjungan lainnya (Gambar 8a). Adapun motivasi khusus ziarah yang utama pada kelima obyek ziarah di TNUK adalah meminta kelancaran rezeki, usaha, karir; mengenal sejarah; mengenal leluhur; dan berdoa untuk leluhur (gambar 8b).

(22)

11

ber-munajat dan obyek-obyek ziarah/maqam merupakan tempat yang mustajabah

atau tempat yang cocok untuk mengajukan berbagai keinginan/hajat kepada Yang Maha Mengabulkan. Dalam ajaran Islam, kegiatan berdoa/memohon hajat melalui perantara dikenal dengan istilah tawassul.

(a) (b)

Keterangan : A=Ziarah; B=Rekreasi; C=Piknik; D=Foto-foto; E=Kumpul-kumpul; F=Kontak sosial;G=Mengenal sejarah; H=Mengenal leluhur; I=Berdoa untuk leluhur; J=Berkomunikasi dengan alam ghaib; K=Meminta kelancaran rezeki/usaha/karir; L=Menuntut ilmu pada alam ghaib; M=Mencari ketenangan dan inspirasi; N=Mencari benda keramat; O=Memenuhi nazar; P=Meminta kesembuhan; Q=Melakukan tirakat/riyadhoh.

1=sangat rendah; 2=rendah; 3=agak rendah; 4=biasa saja; 5=agak tinggi; 6=tinggi; 7=sangat tinggi.

Gambar 8 Nilai motivasi pengunjung obyek ziarah di TNUK: (a) motivasi kunjungan (b) motivasi khusus berziarah

Tokoh-tokoh leluhur yang menjadi orientasi utama untuk ber-tawassul di TNUK adalah tokoh yang memiliki tempat khusus dalam kebudayaan masyarakat di Jawa bagian barat, terutama berkaitan dengan sejarah penyebaran agama Islam di wilayah tersebut, diantaranya Prabu Tajimalela, Raden Kian Santang, Prabu Siliwangi, Sultan Maulana Hasanudin, hingga Sunan Gunung Jati (BTNUK 1994; Iskandar 1997; Kasim 2012). Oleh karenanya wajar jika sebagian besar peziarah berasal dari Jawa bagian barat.

Pola Perjalanan

Sejumlah 24% responden pengunjung melakukan kunjungan singkat (tidak menginap) dan 76% diantaranya menginap. Rata-rata kunjungan tidak menginap adalah selama 3.5 jam, sedangkan rata-rata kunjungan menginap adalah 5 hari.

Dari segi kedatangan, sejumlah 39% dari responden pengunjung melakukan kunjungan dalam rombongan khusus ziarah, 38% bersama teman, 16% sendirian, dan 7% bersama keluarga. Hal tersebut sejalan dengan persepsi mereka terhadap keefektifan sumber informasi tentang obyek-obyek spiritual di TNUK dimana nilai keektifan tertinggi adalah informasi yang bersifat mulut ke mulut dari teman/keluarga/saudara dan komunitas spiritual

Biaya Perjalanan

(23)

12

Meskipun demikian besarnya pengeluaran tersebut ternyata tidak terdistribusi secara proporsional. Gambar 9 menunjukkan lebih dari separuh total pengeluaran mereka terpakai untuk membayar biaya transportasi, sedangkan biaya untuk komponen-komponen wisata lainnya tergolong kecil. Dalam konteks ekowisata, kondisi tersebut adalah tidak menguntungkan mengingat manfaat ekonomi wisata seharusnya dapat terdistribusi secara merata/berimbang.

Gambar 9 Distribusi pengeluaran pengunjung obyek ziarah di TNUK Penyebab utama besarnya biaya transportasi adalah ketiadaan angkutan umum reguler untuk mengakses obyek ziarah di TNUK, sehingga para pengunjung harus menggunakan ojek atau menyewa kapal laut yang biayanya cukup mahal. Mahalnya biaya sewa kapal dan waktu perjalanan kapal yang sangat tergantung pada kondisi cuaca kemudian membuat sebagian pengunjung memilih berjalan kaki, terutama untuk menuju ke Gua Sanghyang Sirah.

Perjalanan melalui Gua Sanghyang Sirah melalui jalan setapak sebetulnya sangat berisiko bagi keselamatan pengunjung maupun dampak ekologis yang ditimbulkan. Telah banyak peziarah yang celaka bahkan sampai meninggal dunia dalam perjalanan ke Gua Sanghyang Sirah akibat tersesat, kehabisan bekal, kelelahan fisik dan serangan binatang buas (Dede 8 April 2013, komunikasi pribadi). Penulis sempat melihat bukti kuburan peziarah di samping Pos Resort Cibunar dan salah satu rekan penulis pernah menjumpai langsung sesosok mayat peziarah tengah dievakuasi oleh peziarah yang lain di sekitar Resort Karang Ranjang (Laura B 16 April 2013, komunikasi pribadi)

Tipologi Wisatawan

Berdasarkan motivasi dan pola perjalanannya, secara garis besar terdapat dua tipe pengunjung obyek ziarah di TNUK. Tipe pertama dan paling umum adalah peziarah biasa. Motivasi berziarah mereka biasanya seputar meminta kelancaran rezeki/usaha/karir, mengenal sejarah/leluhur dan berdoa untuk leluhur. Mereka seringkali datang secara berkelompok (bersama keluarga, teman atau rombongan ziarah), serta ditemani oleh pemandu ziarah yang disebut kuncen (juru kunci).

Pengunjung tipe kedua adalah mereka yang dalam istilah setempat disebut dengan musyafir atau lelana (bahasa Sunda, artinya pengelana). Mereka berkunjung untuk kepentingan khusus seperti melakukan tirakat/riyadhoh

(24)

13

bekal/persiapan perjalanan yang minim. Tidak ada batasan waktu bagi mereka untuk berkunjung, beberapa musyafir ada yang tinggal selama berbulan-bulan, bahkan hingga bertahun-tahun dalam kawasan TNUK (Saepudin A 22 Februari 2013, komunikasi pribadi).

Merujuk pada klasifikasi dan karakteristik wisatawan yang dibuat oleh Plog (1987) diacu dalam Lowyck et al. (1993), seluruh pengunjung obyek ziarah TNUK adalah tergolong wisatawan berorientasi orang (people orientation tourist),

wisatawan maskulin (masculinity tourist) serta wisatawan mandiri (self-confidence tourist). Dengan tipologi tersebut, diduga mereka hanya tertarik pada tata nilai dan kepercayaan yang menjadi orientasi ziarah; sedangkan kualitas rekreasi, baik infrastruktur, fasilitas maupun program rekreasi belum menjadi perhatian dan permintaan utama.

Persepsi Pengunjung

Persepsi pengunjung terhadap aspek keunikan kelima obyek ziarah secara rata-rata berada pada tingkatan biasa saja, kecuali Gua Sanghyang Sirah dan Arca Ganesha yang dipersepsikan pada tingkatan tinggi (Gambar 10). Adapun persepsi terhadap keindahan obyek ziarah secara rata-rata berada pada tingkatan agak indah, kecuali Gua Sanghyang Sirah yang tergolong indah (Gambar 11).

Keterangan: A= Material obyek; B= Lokasi obyek; C= Kepercayaan dan tata nilai; D=Tata cara dan prosesi ritual; E=Dinamika komunikasi dan interaksi antar pelaku wisata spiritual; F= Peralatan dan aksesoris/pakaian pelaku wisata spiritual dalam menjalankan ritual; G= Keunikan bukti fisik dari tata nilai dan kepercayaan. 1=sangat rendah; 2=rendah; 3=agak rendah; 4=biasa saja; 5=agak tinggi; 6=tinggi; 7=sangat tinggi.

Gambar 10 Persepsi pengunjung terhadap keunikan obyek ziarah di TNUK

Keterangan : A= Fisik obyek; B=Tata nilai kepercayaan; C=Poses ritual; D=Elemen dan aksesoris yang digunakan; E=Lokasi obyek wisata; F=Kepuasan psikologi yang ditimbulkan; G=Kepuasan afirmatif yang didapatkan.

1=sangat rendah; 2=rendah; 3=agak rendah; 4=biasa saja; 5=agak tinggi; 6=tinggi; 7=sangat tinggi.

(25)

14

Sekalipun karakteristik pengunjung obyek ziarah di TNUK adalah tergolong bukan yang berorientasi pada kualitas rekreasi dan fasilitasnya, namun tampaknya berbagai kondisi yang ada turut mengurangi tingkat kepuasan terhadap motivasi kunjungan mereka. Gambar 12 memperlihatkan bahwa nilai kepuasan kunjungan tertinggi terdapat pada kegiatan ziarah dengan skor 5 (agak tinggi); sebanding dengan nilai kepuasan rata-rata terhadap motivasi khusus mereka berziarah yang juga hanya dipersepsikan pada skor 5 (agak tinggi).

(a) (b)

Keterangan : A=Ziarah; B=Rekreasi; C=Piknik; D=Foto-foto; E=Kumpul-kumpul; F=Kontak sosial; G=Mengenal sejarah; H=Mengenal leluhur; I=Berdoa untuk leluhur; J=Berkomunikasi dengan alam ghaib; K=Meminta kelancaran rezeki/usaha/karir; L=Menuntut ilmu pada alam ghaib; M=Mencari ketenangan dan inspirasi; N=Mencari benda keramat; O=Memenuhi nazar; P=Meminta kesembuhan; Q=Melakukan tirakat/riyadhoh.

1=sangat rendah; 2=rendah; 3=agak rendah; 4=biasa saja; 5=agak tinggi; 6=tinggi; 7=sangat tinggi.

Gambar 12 Nilai kepuasan pengunjung obyek ziarah di TNUK: (a) kepuasan kunjungan (b) kepuasan berziarah

Apabila aspek kepuasan berziarah dipersepsikan agak tinggi, berbeda halnya dengan persepsi kepuasan terhadap aspek kuantitas dan kualitas berbagai infrastruktur dan fasilitas penunjang wisata yang tergolong rendah. Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai kepuasan tersebut berada pada tingkatan agak rendah.

(a) (b)

Keterangan : A=listrik, B=air bersih, C=telekomunikasi, D=jalan setapak, E=rambu-rambu penunjuk jalan, F=pusat informasi dan pelayanan, G=shelter/pos jaga, H=penginapan, I=papan interpretasi, J=tempat berdoa, K=musholla, L=MCK, M=dapur umum, N=tempat sampah.

1=sangat rendah; 2=rendah; 3=agak rendah; 4=biasa saja; 5=agak tinggi; 6=tinggi; 7=sangat tinggi.

(26)

15

Hal yang sangat menarik terkait dengan tipologi wisatawan yang telah dijelaskan sebelumnya adalah bahwa relatif rendahnya nilai kepuasan terhadap kondisi infrastruktur dan fasilitas wisata terbukti tidak terlalu mempengaruhi intensitas kunjungan mereka ke obyek keramat TNUK. Sebagian besar pengunjung ternyata telah berkunjung ke obyek tersebut lebih dari sekali (Gambar 14). Bahkan terdapat kecenderungan mereka yang sudah pernah berkunjung akan datang kembali sebagai pemandu bagi teman/keluarganya yang belum pernah berkunjung.

Gambar 14 Intensitas kunjungan peziarah di TNUK Harapan Pengunjung

Hal-hal yang menjadi perhatian khusus dari para pengunjung berkaitan dengan berbagai kekurangan yang ada pada berbagai obyek ziarah yang terdapat pada TNUK adalah mencakup kebutuhan akan kebersihan, penataan obyek wisata, dan ketersediaan insfrastruktur dan fasilitas wisata yang lebih baik. Secara lengkap persepsi responden terhadap berbagai perbaikan dan peningkatan pelayanan yang perlu dilakukan oleh pengelola obyek wisata spiritual di TNUK tersebut ditunjukkan pada Gambar 15.

Keterangan : A=meningkatkan pemasaran obyek wisata; B=meningkatkan kebersihan obyek wisata; C=penataan obyek wisata; D=meningkatkan keamanan kawasan obyek wisata; E= meningkatkan kualitas pemandu/interpreter wisata; F=memperbaiki infrastruktur dan fasilitas wisata.

1=sangat tidak butuh; 2=tidak butuh; 3=agak tidak butuh; 4=biasa saja; 5=agak butuh; 6=butuh; 7=sangat butuh.

Gambar 15 Persepsi pengunjung terhadap kebutuhan perbaikan dan peningkatan pelayanan wisata spiritual di TNUK

(27)

16

dibahas sebelumnya, maka dapat terlihat bahwa sebagian besar infrastruktur dan fasilitas yang mereka butuhkan adalah yang bersifat kebutuhan fisik mendasar selama fase perjalanan dan berkegiatan pada tiap-tiap obyek wisata spiritual.

Keterangan : A=listrik, B=air bersih, C=telekomunikasi, D=jalan setapak, E=rambu-rambu penunjuk jalan, F=pusat informasi dan pelayanan, G=shelter/pos jaga, H=penginapan, I=papan interpretasi, J=tempat berdoa, K=musholla, L=MCK, M=dapur umum, N=tempat sampah.

1=sangat tidak butuh; 2=tidak butuh; 3=agak tidak butuh; 4=biasa saja; 5=agak butuh; 6=butuh; 7=sangat butuh.

Gambar 16 Persepsi pengunjung terhadap kebutuhan perbaikan infrastruktur dan fasilitas pada obyek ziarah di TNUK

Dampak Wisata Spiritual Dampak Ekonomi

Adanya aktivitas wisata spiritual telah membuat masyarakat lokal menyediakan berbagai layanan untuk memenuhi kebutuhan peziarah meliputi jasa pemanduan ziarah (dari kalangan kuncen dan pemuka agama), porter, penyediaan konsumsi dan penyediaan sesajen/logistik khusus ziarah (dari sekedar bunga dan kemenyan hingga kambing potong). Mekanisme penyediaan layanan tersebut pada umumnya dikoordinasikan melalui para pemandu ziarah. Dengan demikian tidak dipungkiri bahwa aktivitas wisata spiritual di TNUK telah memberikan manfaat-manfaat ekonomi, terutama berupa tumbuhnya lapangan usaha dan kenaikan tingkat penghasilan bagi masyarakat sekitar (Gambar 17).

Keterangan : A=ragam lapangan pekerjaan, B=ragam lapangan usaha, C= stabilitas harga, D=tingkat kelancaran ekonomi, E=tingkat penghasilan, F=kesetaraan penghasilan, G=harga kebutuhan primer.

1=sangat buruk; 2=buruk; 3=agak buruk; 4=biasa saja; 5=agak baik; 6=baik; 7=sangat baik.

(28)

17

Meskipun memiliki potensi sebagai penggerak perekonomian, namun sampai saat ini harus diakui bahwa manfaat ekonomi kegiatan wisata spiritual di TNUK bagi masyarakat sekitar adalah belum terlalu besar dari segi volumenya serta masih terbatas pada kalangan tertentu. Kondisi ini tidak hanya diakibatkan oleh relatif masih sedikitnya jumlah kunjungan ziarah di kawasan tersebut, melainkan lebih dari itu adalah akibat pola perilaku peziarah yang kurang mengkonsumsi fasilitas akomodasi serta layanan-layanan lain disamping yang menjadi kebutuhan pokoknya dalam berziarah terkait dengan tipologi peziarah yang telah dijelaskan pada bab terdahulu. Pada sisi yang lain, masyarakat juga tampaknya tidak terlalu berkeinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang lebih besar melalui pelayanan kegiatan wisata spiritual karena adanya anggapan bahwa komodifikasi yang berlebihan akan berakibat buruk pada kehidupan mereka (takut kualat).

Dampak Sosial

Dalam konteks hubungan sosial, terdapat cara pandang dan pemahaman yang berbeda di kalangan masyarakat setempat tentang aktivitas wisata spiritual di TNUK. Perbedaan tersebut pada umumnya dilatarbelakangi oleh masalah akidah/keyakinan dalam agama yang menjadi salah satu faktor dominan dalam hubungan sosial masyarakat desa.

Terlepas dari adanya potensi konflik laten tersebut, masyarakat sekitar tetap menunjukkan sikap yang kooperatif terhadap setiap aspek aktivitas wisata spiritual. Hal tersebut dapat tercermin dari persepsi masyarakat yang berada pada tingkatan agak baik (Gambar 18).

Aktivitas wisata spiritual yang telah berlangsung dalam waktu yang lama diduga menjadi alasan sikap kooperatif masyarakat tersebut. Selain itu, sikap kooperatif masyarakat juga tidak dipungkiri disebabkan karena wisata spiritual telah memberikan manfaat ekonomi bagi sebagian kalangan masyarakat.

Keterangan : A=kesetaraan kehidupan sosial, B=tingkat pendidikan, C=stabilitas keamanan, D =pengetahuan masyarakat, E=tanggungjawab sosial, F=ketahanan sosial, G=kesetiakawanan sosial.

1=sangat buruk; 2=buruk; 3=agak buruk; 4=biasa saja; 5=agak baik; 6=baik; 7=sangat baik

Gambar 18 Dampak sosial kegiatan wisata spiritual di TNUK Dampak Budaya

(29)

18

menjadi bagian dari aktivitas wisata spiritual di TNUK meskipun tidak seluruhnya menjadi daya tarik atau orientasi utama wisata.

Elemen budaya yang dipersepsikan mengalami dampak paling baik akibat adanya kegiatan wisata spiritual adalah mitos dan pantangan setempat. Seperti diketahui, masyarakat sekitar TNUK memiliki pantangan khusus ketika memasuki kawasan hutan di Ujung Kulon. Pantangan tersebut diantaranya tidak boleh makan sambil berjalan, tidak duduk di lantai hutan tanpa alas, tidak boleh bersiul, jangan pernah menyebut nama harimau dan buaya, tidak boleh memetik daun atau memotong dahan tanpa pisau atau golok, tidak boleh buang air kecil sambil berdiri, tidak boleh berjalan waktu sore hari menjelang maghrib, dan tidak boleh menyebut nama sesuatu benda bergerak yang belum jelas wujudnya. Apabila diresapi lebih dalam, pantangan-pantangan tersebut sebetulnya adalah tatanan etika/tata-krama yang membedakan perilaku manusia dengan hewan di hutan.

(a) (b)

Keterangan : A = peralatan kerja, B = peralatan makan, C = benda pusaka, D = tempat keramat, E = arsitektur bangunan, F = pakaian adat, G = makanan tradisional, H=adat istiadat, I=etos kerja masyarakat, J=bahasa daerah, K=mitos dan pantangan setempat, L=nilai-nilai berkesenian lokal, M=nilai-nilai kearifan lokal, N=Ajaran leluhur. 1=sangat buruk; 2=buruk; 3=agak buruk; 4=biasa saja; 5=agak baik; 6=baik; 7=sangat baik

Gambar 19 Dampak budaya kegiatan wisata spiritual di TNUK: (a) aspek budaya material dan (b) aspek budaya immaterial Dampak Hubungan dengan Taman Nasional

Dampak wisata spiritual yang terkait hubungan dengan taman nasional berada pada tingkatan skor agak baik (Gambar 20). Masyarakat bersepsi bahwa dengan dikembangkannya wisata spiritual di TNUK akan berdampak positif terutama pada peningkatan intensitas komunikasi dan kerja sama dengan taman nasional.

(30)

19

Keterangan: A=pemanfaatan lahan, B=kepemilikan lahan, C=pemanfaatan tumbuhan, D=pemanfaatan satwa, E=intensitas komunikasi, F=intensitas kerja sama

1=sangat buruk; 2=buruk; 3=agak buruk; 4=biasa saja; 5=agak baik; 6=baik; 7=sangat baik

Gambar 20 Dampak wisata spiritual di TNUK terkait hubungan dengan taman nasional

Momentum awal pengembangan kegiatan wisata spiritual di TNUK sebetulnya adalah pada saat disahkannya revisi zonasi TNUK tahun 2011, dimana lokasi kelima obyek ziarah digolongkan sebagai zona religi. Pada tahun yang sama memang kemudian dilakukan acara sosialisasi dan pelatihan bagi para

kuncen ziarah di Kantor SPTNW III Sumur dan pembangunan shelter untuk peziarah di kawasan Makam Gunung Tilu, namun setelah kedua hal tersebut praktis hampir tidak ada lagi campur tangan langsung yang dilakukan pengelola TNUK terhadap pengembangan kegiatan wisata spiritual.

Strategi Pengembangan Ekowisata Spiritual

Sebagai langkah awal dalam perumusan strategi pengembangan wisata spiritual di TNUK maka dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor strategis yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal yang kemudian digolongkan sebagai kekuatan, kelemahan, peluang serta tantangan (SWOT). Berdasarkan matriks SWOT dapat disusun beberapa alternatif strategi pengembangan yang terdiri dari strategi SO, WO, ST dan WT (Tabel 4).

Mempertimbangkan status TNUK sebagai kawasan konservasi dengan sensitifitas ekologi tinggi maka pengembangan yang dilakukan haruslah kurang ambisius, tetapi lebih fokus dan fleksibel dengan menekankan pada upaya menjadikan pembangunan wisata lebih berkelanjutan. Basuni dan Kosmaryandi (2008), menyebut strategi ini sebagai pengembangan berbasis gradien melalui perencanaan yang cermat dengan menerapkan prinsip kehati-hatian.

(31)

20

(32)

21 1. Gejala alam (potensi

letusan Gn. Krakatau

(33)

22

Dalam konsep eco-geo-spiritual-tourism, inti dari pengembangan pariwisata adalah melalui apresiasi dan penciptaan nilai tambah terhadap berbagai sumber daya lingkungan dan budaya spiritualitas masyarakat sekitar TNUK. Dengan demikian, dimensi pembangunan pariwisata menjadi lebih utuh, tidak hanya berfokus pada upaya peningkatan jumlah pengunjung. Selain itu, diharapkan masyarakat juga dapat bersikap lebih partisipatif sehingga tanggung-jawab pembangunan tidak lagi hanya akan bertumpu pada pengelola taman nasional (seperti halnya pada kasus pengembangan wisata alam di TNUK) melainkan juga bertumpu pada kinerja masyarakat lokal secara keseluruhan.

Konsep pengembangan eco-geo-spiritual-tourism kemudian dapat diturunkan menjadi beberapa program dan kegiatan yang bersifat implementatif-teknis. Program dan kegiatan tersebut meliputi:

Pengaturan Ruang Penggunaan Wisata Spiritual

Dasar berfikir untuk pengaturan ruang yang sesuai untuk penggunaan

kegiatan wisata spiritual adalah mengaju pada hasil penelitian Ba’diah (2004) yang telah menggunakan spektrum kesempatan rekreasi (recreation opportunity spectrum) untuk menentukan berbagai setting zona rekreasi dalam kawasan TNUK. Mengacu pada Canada National park Service (1997) spektrum kesempatan rekreasi ditentukan melalui tujuh kriteria, yaitu: akses, keterpencilan, kealamian, manajemen kawasan, pengelolaan pengunjung, perjumpaan sosial, dampak pengunjung. Spektrum kesempatan rekreasi tiap-tiap obyek ziarah di TNUK dijelaskan dalam Tabel 5 berikut:

Tabel 5 Spektrum kesempatan rekreasi obyek ziarah di TNUK Obyek Ziarah

Lingkungan yang didominasi oleh tampilan alami yang sedang hingga luas

Konsentrasi pengguna rendah (1-3

perjumpaan/hari), tapi terlihat tanda-tanda kehadiran pengguna lain.

Dapat dicapai dengan 1-3 jam berjalan kaki dari jalan raya terdekat

Terdapat trails, jalan tanah, shelter , dan jembatan.

Terdapat jalan tanah, jaringan listrik atau

infrastruktur lain untuk memberi orientasi kepada pengunjung

Kontrol dan pembatasan kunjungan secara minimum ada namun tidak kentara

Gua

Lingkungan alami yang tidak termodifikasi berukuran luas

(34)

23

Tabel 5 Spektrum kesempatan rekreasi obyek ziarah di TNUK (lanjutan) Obyek Ziarah

Berjarak lebih dari satu hari jalan kaki dan berkapal motor dari jalan terdekat (>8 jam) Tidak ada tanda-tanda kehadiran manusia yang terlihat kecuali trail yang tua dan liar, dan obyek ziarah

Bebas dari tanda-tanda adanya kontrol dan pembatasan manusia

aSumber: dimodifikasi dari Ba’diah (2004)

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa Makam Kuta Karang, Makam Gunung Tilu dan Makam Cimahi, sebagai daerah belakang dengan akses mudah, secara tepat difungsikan sebagai ruang wisata intensif dimana aktivitas spiritual dapat dikonsentrasikan untuk mengoptimalkan pelayanan yang dapat diberikan sekaligus meminimalkan dampak ekologis yang ditimbulkan. Pengelolaan ketiga obyek ziarah tersebut dapat dilakukan secara intensif dengan mengadakan event-event spiritual secara terpusat dan mengoptimalkan pembangunan fasilitas rekreasi serta edukasi spiritual pada obyek ziarah; serta secara ekstensif dengan membangun fasilitas amenitas pada ruang-ruang milik publik di sekitar obyek ziarah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Hartanti (2008), Suciyanto (2008) dan Shodiq (2009) bahwa desa-desa sekitar TNUK, khususnya Desa Tamanjaya adalah sangat berpotensi dikembangkan sebagai desa wisata. Dengan demikian

output dari pengembangan ruang wisata spiritual intensif adalah diarahkan pada peningkatan jumlah masa tinggal (length of stay) serta peningkatan jumlah konsumsi barang dan jasa terkait wisata (amount of expenses).

Gua Sanghyang Sirah dan Arca Ganesha yang tergolong daerah belantara dapat difungsikan sebagai ruang wisata spiritual terbatas untuk tujuan-tujuan spiritual khusus. Pada kedua obyek ziarah tersebut pengembangan yang dilakukan haruslah berorientasi mempertahankan otentisitas dan kesan kealamiahan dari sumber daya wisata sehingga dapat meningkatkan kualitas kunjungan. Terhadap berbagai fasilitas yang telah dibangun pada kedua obyek ziarah tersebut maka perlu dilakukan peningkatan kualitas sehingga mampu memenuhi standar fungsional dan estetika namun tidak mengurangi otentisitasnya. Pembangunan fasilitas-fasilitas baru secara ekstensif seharusnya tidak dilakukan.

Pengembangan Interpretasi Sumber Daya Wisata

Mengingat bahwa sifat inheren kedatangan pengunjung adalah selalu menginginkan pengalaman yang berkesan untuk memuaskan circle of curiosity

(35)

24

adanya beberapa lokasi ziarah di Taman Nasional Ujung Kulon, maka kawasan tersebut telah lama menjadi tempat pemenuhan kebutuhan spiritual manusia. Keberadaan lokasi ziarah tersebut memperkuat kepercayaan bahwa Ujung Kulon memiliki kekuatan magis serta mampu menjauhkan masyarakat setempat dari merusak kelestarian kawasan”. Pesan interpretasi tersebut dipilih karena dinilai merepresentasikan arti penting obyek ziarah dalam perspektif fungsi sosial oleh masyarakat sekaligus penunjang kelestarian kawasan taman nasional.

Interpretasi wisata spiritual di TNUK, dalam hal ini tidak boleh dipandang sebagai proses terpisah yang hanya dilakukan pada tahap pemanduan wisata saja. Lebih dari itu, interpretasi seharusnya dapat menjiwai setiap fase kegiatan wisata spiritual, mulai dari perencanaan hingga tahap rekoleksi perjalanan.

Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Petugas Taman Nasional dan Masyarakat Lokal

Memperhatikan kondisi aktual di lapangan, jelas terlihat bahwa peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu kebutuhan terpenting bagi pengembangan wisata spiritual di TNUK mengingat SDM yang berkualitas merupakan faktor penentu sekaligus aset utama dalam keberhasilan pengelolaan pariwisata. Peningkatan kualitas SDM petugas taman nasional dapat dilakukan melalui peningkatan pendidikan formal hingga tahap pasca-sarjana dalam bidang keilmuan pariwisata yang tidak hanya sebatas berfokus pada travel and hospitality management, tetapi juga pada tourism resources management

(dalam hal ini sumber daya wisata utama adalah berupa kawasan konservasi). Adapun peningkatan kapasitas SDM masyarakat dapat dilakukan melalui pembentukan dan pelatihan kelompok wisata spiritual pada tingkat desa serta kecamatan dan pelaksanaan pelatihan-pelatihan secara rutin dan berjenjang. Materi pelatihan yang dapat diberikan bagi masyarakat diantaranya adalah: manajemen perjalanan dan keramahtamahan, interpretasi sumber daya wisata, kreasi cinderamata berbasis sumber daya lokal dan manajemen usaha.

Pengembangan Infrastruktur dan Fasilitas Wisata

Sejalan dengan paradigma pembangunan pariwisata yang berbasiskan masyarakat, maka pembangunan infrastruktur dan fasilitas wisata spiritual di TNUK hendaknya dilakukan dengan menerapkan community oriented development (Avenzora 2008b). Kondisi tersebut berarti pembangunan dan peningkatan kualitas infrastruktur dan fasilitas kehidupan yang bertujuan utama untuk pemenuhan dan penghidupan masyarakat setempat yang digubah sehingga bisa dimultifungsikan untuk juga menyuplai kebutuhan pariwisata.

Perbaikan aksesibilitas dan amenitas transportasi merupakan kebutuhan utama bagi pengembangan pariwisata di TNUK. Diantara cara untuk mengurangi tingginya biaya transportasi adalah mengupayakan kemudahan penyediaan pasok BBM untuk kebutuhan penggunaan di sekitar kawasan TN dan mengupayakan tersedianya sarana transportasi umum reguler.

(36)

25

tersebut diharapkan akan tumbuh apresiasi terhadap obyek ziarah baik oleh masyarakat lokal maupun pengunjung.

Peningkatan Pemasaran Obyek Daya Tarik Wisata

Memperhatikan profil wisatawan yang terdata selama studi, maka segmen pasar utama bagi wisata spiritual di TN Ujung Kulon adalah wisatawan lokal dan regional (Jawa bagian barat) yang tergolong wisatawan keluarga dan kelompok/komunitas spiritual (jam’iyyah, pengajian, padepokan dll.). Dengan demikian pengembangan pemasaran harus dilakukan dengan mengakomodasi preferensi serta ekspektasi setiap segmen pasar tersebut.

Agar dapat meningkatkan manfaat kegiatan wisata, maka karakteristik sosial-ekonomi pasar wisata spiritual di TNUK harus dirubah secara bertahap dari yang kini masih didominasi kelompok sosial menengah ke bawah menjadi menjadi menengah ke atas. Hal ini akan dapat dilakukan dengan pola peningkatan kualitas infrastruktur dan fasilitas serta pelayanan jasa wisata yang ditawarkan.

Persepsi pengunjung menunjukkan bahwa sumber informasi obyek ziarah yang paling efektif adalah melalui promosi mulut ke mulut (word of mouth). Atas hal tersebut maka upaya promosi utama yang dilakukan adalah bersifat ke dalam dengan cara meningkatkan kualitas fisik dan pelayanan obyek wisata spiritual sehingga meningkatkan kepuasan kunjungan yang berujung pada penularan informasi akan kepuasan yang didapatkan.

Promosi yang bersifat keluar dapat dilakukan dengan mengintegrasikan program wisata spiritual dalam promosi pariwisata alam terpadu yang dilakukan oleh Balai TNUK maupun Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung. Penulis juga mengusulkan bentuk promosi melalui tayangan-tayangan reality show yang berbasis spiritualitas di berbagai stasiun televisi swasta. Promosi melalui tayangan televisi memiliki keunggulan berupa jangkauan informasi yang luas serta adanya pemasukan dari acara yang dapat digunakan untuk mengembangkan kegiatan pariwisata.

Penyelenggaraan Kegiatan Operasional Berdampak Minimal

Penyelenggaraan kegiatan operasional wisata spiritual berdampak minimal setidaknya meliputi tiga kegiatan utama, yaitu: pengamanan sumber daya hutan dan ekosistemnya (SDHE), pengelolaan pengunjung dan penanganan limbah/kebersihan. Upaya tersebut dilakukan untuk mengatasi kendala sensitifitas pada daya tarik wisata spiritual.

Pengamanan SDHE dilakukan secara fisik dan non-fisik mengingat tekanan masyarakat terhadap kawasan TN Ujung Kulon tergolong masih tinggi. Pengamanan fisik dapat dilakukan dengan pengoptimalan peranan pos jaga petugas (kantor resort) yang terletak pada ruang-ruang wisata spiritual. Pos jaga juga dapat dimulti-fungsikan sebagai pusat informasi dan tempat istirahat sementara pengunjung (shelter). Adapun pengamanan secara non-fisik dikembangkan bersama masyarakat melalui penyuluhan dan pengembangan produk interpretasi. Masyarakat yang akan dilibatkan dalam skema ini terutama yang berasal dari kelompok wisata spiritual yang telah dibentuk.

(37)

26

satu caranya adalah dengan melakukan pembatasan kunjungan yang dapat diterapkan melalui mekanisme pengaturan jalur dan waktu kunjungan.

Kondisi cuaca di perairan setempat yang dapat membahayakan pelayaran pada bulan Desember-Mei (musim barat laut dan transisinya) sejatinya berperan sebagai mekanisme alami untuk membatasi kunjungan ke Gua Sanghyang Sirah dan Arca Ganesha yang tergolong ruang wisata spiritual terbatas. Namun demikian pada Gua Sanghyang Sirah, biasanya sebagian besar peziarah tetap dapat melakukan kunjungan melintasi jalan setapak. Perjalanan melalui trail

tersebut harus diatur dengan baik mengingat risiko yang cukup besar terkait keamanan dan keselamatan pengunjung serta keberadaan areal ekologis penting yang dilalui trail. Atas hal tersebut, pengelola sebaiknya juga menetapkan regulasi/pra-syarat bagi mereka yang akan melakukan kunjungan ke Gua Sanghyang Sirah melalui jalan setapak. Regulasi tersebut dapat berupa kewajiban bagi pengunjung untuk membawa perlengkapan perjalanan yang memadai dan membawa pulang kembali sampah yang dihasilkan dalam perjalanan.

Penyelenggaraan event-event spiritual secara tematis dan tentatif pada kelima obyek ziarah ketika musim-musim padat kunjungan juga dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan lingkungan akibat konsentrasi pengunjung. Disamping itu pengelola juga dapat menerapkan kebijakan akses terdaftar (booked access)

untuk menggantikan pola akses terbuka. Hal tersebut nampaknya mudah dilakukan mengingat mayoritas kunjungan ziarah dilakukan dengan menggunakan jasa pemanduan kuncen; sehingga kuncen dapat diberdayakan selaku tour organizer yang mendukung penerapan skema booked access.

Penanganan limbah dan kebersihan obyek wisata merupakan suatu keharusan yang mendasar. Disamping dengan menyediakan fasilitas kebersihan yang memadai, kegiatan ini juga dialihkan kepada masyarakat sebagai satu unit kegiatan usaha pengelolaan kebersihan dan perawatan area obyek wisata spiritual. Peningkatan Kolaborasi dalam Kelembagaan dan Kemitraan

Kolaborasi dalam kelembagaan dan kemitraan merupakan keniscayaan dalam meningkatkan kualitas pengelolaan sumber daya wisata spiritual sekaligus menanggulangi isu-isu negatif terkait perkembangan pariwisata. Kolaborasi bukan hanya ditujukan untuk memetakan serta memaknai berbagai potensi yang ada, melainkan juga harus ditujukan untuk membangun pemahaman serta memperkecil perbedaan pandangan yang sering terjadi. Beberapa bentuk kemitraan yang diusulkan bagi pengelola taman nasional di antaranya adalah:

a) Pengelolaan makam, gua dan arca dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pandeglang dan Museum Nasional

b) Mitigasi dan penanggulangan potensi bencana alam letusan Gunung Krakatau dan gelombang tinggi Samudera Hinda dengan BMKG dan BASARNAS

c) Pengaturan akses darat pengunjung yang melalui Semenanjung Ujung Kulon dengan pengelola JRSCA

d) Penguatan budaya spiritualitas dengan lembaga keagamaan/kerohanian masyarakat setempat

(38)

27

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. TNUK memiliki daya tarik wisata spiritual berupa lima obyek ziarah di dalam kawasan taman nasional; acara khusus tahunan di situs ziarah yang dikenal dengan istilah haul; dan mitos/legenda mengenai keberadaan hoe tunggal yang memiliki kekuatan magis. Serangkaian daya tarik tersebut telah menjadikan kunjungan bermotifkan spritual (ziarah) sebagai salah satu jenis kunjungan paling dominan di TNUK.

2. Mayoritas pengunjung obyek ziarah di TNUK adalah kalangan masyarakat ekonomi kelas menengah ke-bawah yang berasal dari Jawa bagian barat dengan motivasi kunjungan utama untuk mengenal leluhur, mengenal sejarah dan meminta bantuan untuk kelancaran rezeki/usaha/karir. Biaya yang mereka keluarkan untuk melakukan kegiatan wisata spiritual adalah sebesar Rp 453.936/orang/kunjungan.

3. Rentang permintaan wisata spiritual di TNUK saat ini adalah meliputi wisatawan berorientasi orang (people orientation tourist), wisatawan maskulin (masculinity tourist), serta wisatawan mandiri (self-confidence tourist). Pada dinamika tersebut, maka kualitas rekreasi, baik meliputi infrastruktur, fasilitas maupun program rekreasi masih belum menjadi perhatian dan permintaan utama dari pengunjung.

4. Dampak kegiatan wisata spiritual di TNUK terhadap aspek ekonomi, sosial, budaya dan hubungan dengan taman nasional dipersepsikan pada level agak baik. Hal tersebut merupakan modal awal yang positif bagi keberlanjutan wisata, serta menandakan sangat terbukanya peluang pengembangan untuk mengatasi serangkaian gap yang masih ada.

5. Konsep utama pengembangan wisata spiritual di TN Ujung Kulon yang diusulkan adalah konsep eco-geo-spiritual-tourism dengan gagasan berupa terwujudnya kegiatan wisata spiritual di TNUK yang berbasiskan integrasi antara ruang alamiah dan ruang kehidupan sosial-budaya masyarakat. Konsep tersebut dapat diwujudkan dengan menerapkan strategi-strategi pengembangan yang meliputi: a) pengaturan ruang penggunaan wisata spiritual; b) pengembangan interpretasi sumber daya wisata; c) peningkatan kapasitas sumber daya manusia petugas taman nasional dan masyarakat lokal; d) pengembangan infrastruktur dan fasilitas yang memadai dan berkualitas; e) peningkatan pemasaran obyek daya tarik wisata; f) penyelenggaraan kegiatan operasional berdampak minimal; dan g) peningkatan kolaborasi dalam kelembagaan dan kemitraan.

Saran

(39)

28

DAFTAR PUSTAKA

Avenzora R. 2008a. Penilaian Potensi dan Obyek Wisata: Aspek dan Indikator Penilaian. Di dalam: Avenzora R, editor. Ekoturisme: Teori dan Praktek. NAD-Nias (ID): BRR.

Avenzora R. 2008b. Tinjauan Aspek Politik dalam Pengembangan Wisata Alam di Indonesia: Suatu Kebutuhan yang Terabaikan. Di dalam: Avenzora R, editor. Ekoturisme: Teori dan Praktek. NAD-Nias (ID): BRR.

Avenzora, R. 2003. Integrated and Ecological Planning of Sustainable Tourism Development in Rural Area in Indonesia : the case study of Tana Toraja, Sulawesi [disertasi]. Goettingen (DE): Georg-August Universitaet.

Badi’ah. 2004. Kajian Pengelolaan Wisata di Kawasan Konservasi (Studi Kasus di TNUK Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Basuni S, Kosmaryandi N. 2008. Membangun Ekowisata di Hutan Konservasi. Di dalam: Avenzora R, editor. Ekoturisme: Teori dan Praktek. NAD-Nias (ID): BRR.

Cooper C, Fletcher J, Gilbert D, Wanhill S. 1998. Tourism Principles and Practice. New York (US): Addison Wesley Longman Publishing.

[BTNUK] Balai Taman Nasional Ujung Kulon. 1994. Laporan Hasil Penelitian Sejarah, Budaya, Hikayat dan Legenda Taman Nasional Ujung Kulon. Pandeglang (ID): BTNUK.

[BTNUK] Balai Taman Nasional Ujung Kulon. 2012. Statistik Taman Nasional Ujung Kulon 2012. Pandeglang (ID): BTNUK.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2008. Sacred Natural Sites : Guides for Protected Area Managers. Wild R, McLeod C, editor.

Kasim S. 2012. Budaya Dermayu: Nilai-nilai Historis, Estetis dan Transendental. Yogyakarta (ID):Poestakadjati.

Kosmaryandi N. 2012. Pengembangan Zonasi Taman Nasional: Sintesis Kepentingan Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Kehidupan Masyarakat Adat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Lowyck E, Langenhove LV, Bollaert L. 1993. Typologies of tourist role. Di dalam: Johnson P, Thomas B, editor. Choice and Demand in Tourism. London (UK): Mansell Publishing Ltd.

Nelson JM. 2009. Psychology, Religion, and Spirituality. New York (US): Springer.

Nurlinda R. 2012. Peran Situs Keramat Alami Terhadap Efektivitas Pengelolaan Cagar Alam Nusa Gede Panjalu, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(40)

29

Santos MGMP .2003. Religious tourism: contribution towards a clarification of concepts. Di dalam: Fernandes C, McGettigan F, Edwards J, editor.

Religious Tourism and Pilgrimage. Fatima (PO): Tourism Board of Leiria. Sedyawati E. 1994. Pengarcaan Ganeça Masa Kadiri dan Singasari: Sebuah

Tinjauan Sejarah Kesenian. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Shodiq J. 2009. Perencanaan Kampung Berbasis Lingkungan (Ecovillage) di Kawasan Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suciyanto N. 2008. Evaluasi Desa Model di Taman Nasional Ujung Kulon (Studi Kasus Desa Tamanjaya) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sunarminto T. 2012. Pengembangan Kapasitas Para Pihak (Stakeholders) Bagi

Pembangunan Ekowisata di Kawasan Cibodas, Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Timothy DJ, Olsen DH. 2006a. Whither religious tourism?. Di dalam: Timothy DJ, Olsen DH, editor. Tourism, Religion and Spiritual Journeys. New York (US): Routledge. hlm 271-278.

Timothy DJ, Olsen DH. 2006b. Tourism and Religious Journeys. Di dalam: Timothy DJ, Olsen DH, editor. Tourism, Religion and Spiritual Journeys. New York (US): Routledge. hlm 1-21.

Vukonic B. 1996. Tourism and Religion. Oxford (EN): Elsevier.

Widyastuti E. 2004. Variasi Bentuk Ganesha dan Perkembangan Religi di Jawa Bagian Barat.. Di dalam: Kresno Y, editor. Tradisi, Makna, dan Budaya Materi. Bandung (ID): Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komda Jawa Barat

(41)

30

Lampiran 1 Karakteristik umum pengunjung obyek ziarah di TNUK

No. Karakteristik Kategori Jumlah Persentase

1. Jenis Kelamin Laki-laki 62 89%

Perempuan 8 11%

2. Status Pernikahan Lajang 5 7%

Menikah 65 93%

3. Rentang Usia 10 - 20 tahun 0 0%

21 - 30 tahun 7 10%

31 - 40 tahun 25 36%

41 - 50 tahun 25 36%

51 - 60 tahun 10 14%

> 60 tahun 3 4%

4. Tingkat Pendidikan SD 4 6%

SMP 22 31%

SMA 35 50%

Diploma 5 7%

Sarjana 4 6%

5. Jenis Pekerjaan PNS 4 6%

Pegawai swasta 6 9%

Petani 20 29%

Nelayan 2 3%

Pedagang 12 17%

Lain-lain 26 37%

6. Pendapatan bulanan 0 – 1 juta 12 17%

1 – 2 juta 16 23%

2 – 3 juta 20 29%

3 – 4 juta 14 20%

4 – 5 juta 3 4%

> 5 juta 5 7%

7. Agama Islam 70 100%

(42)

31

Lampiran 2 Sebaran daerah asal wisatawan spiritual di TNUK No. Daerah

Asal

∑ Pengunjunga (orang)

Persentase (%)

∑ Pendudukb (orang)

Kunjungan per 1.000 penduduk (orang)

1. Pandeglang 3.734 41 1.190.168 3,14

2. Lebak 999 11 1.050.591 0,95

3. Tangerang 657 7 5.340.494 0,12

4. Bogor 569 6 4.292.085 0,13

5. Sukabumi 498 5 2.192.819 0,23

6. Serang 420 5 1.972.253 0,21

7. Bekasi 383 4 4.480.127 0,09

8. Indramayu 331 4 1.868.579 0,18

9. Subang 251 3 1.583.848 0,16

10. Jakarta 218 2 9.603.417 0,02

11. Sumedang 210 2 1.037.795 0,20

12. Bandung 123 1 3.064.366 0,04

13. Cirebon 98 1 2.487.137 0,04

14. Lampung 91 1 9.586.492 0,01

15. Daerah lain 574 5 - -

Jumlah 9157 100

a

(43)

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 7 Juni 1992 dari pasangan Nono Haryono, SPd dan Patikah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh jenjang pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Krangkeng pada tahun 2006-2009. Pada tahun 2009, penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan yaitu International Forestry Students Association Local Committee Institut Pertanian Bogor (IFSA LC-IPB) sebagai wakil direktur (2011/2012) dan anggota Badan Pengawas Organisasi IFSA LC-IPB (2012/2013); Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Darma Ayu (IKADA) Bogor sebagai wakil ketua (2009/2010), sekretaris umum (2010/2011), dan anggota Badan Pengawas Organisasi IKADA Bogor (2011/2013); serta Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Burung (KPB) Perenjak. Bersama Himakova, penulis mengikuti kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Kerinci Seblat (2011). Selain itu penulis pernah menjadi koordinator bidang sponsorship pada kegiatan SURILI di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (2012).

Gambar

Gambar 1  Obyek ziarah Gua Sanghyang Sirah: (a) Mulut gua, tampak
Gambar 3 Obyek ziarah Makam Gunung Tilu: (a) bagian depan
Gambar 5  Obyek ziarah Arca Ganesha: (a) pilar bekas bangunan
Tabel 2 Kondisi jalur wisata menuju obyek ziarah di TNUK
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alternatif strategi pengembangan ekowisata JRSCA, yaitu mengembangkan produk ekowisata JRSCA dengan memanfaatkan sumberdaya pemandangan dan atraksi lingkungan, budaya

Lampiran 1 Peta Zonasi Kawasan Taman Nasional Karimunjawa...L1 Lampiran 2 peta sarana prasarana taman Nasional Karimunjawa………..L2 Lampiran 3 Lembar Kuisioner

Proyek Kajian Terapan Desain Tapak Pulau Peucang TNUK ini merupakan proses pengkajian penerapan desain sarana dan prasarana yang sesuai untuk pengembangan kegiatan wisata alam

Memanfaatkan kesesuaian visi dan misi dengan kondisi kepariwisataan, sebagai landasan untuk menambah daya tarik wisata melalui kondisi ekonomi, sosial budaya yang

Sungai Cibiuk terletak diantara perbatasan antara Resort Legon Pakis yang merupakan Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II dengan Resort Taman Jaya di

Pengembangan potensi wisata di Taman Narmada sebagai satu daya tarik wisata spiritual memiliki peluang untuk dikembangkan, karena di lokasi tersebut banyak daya tarik wisata yang

Jika pada saat ini tiket masuk melalui pengurusan SIMAKSI di BTNKJ hanya sebesar Rp5.000/orang untuk semua jenis kegiatan wisata di TNKJ berdasarkan APPD Taman Nasional

Kawasan Wisata Alam Sangkima merupakan salah satu obyek wisata yang terletak di Taman Nasional Kutai yang memiliki kekayaan dan daya tarik yang beranekaragam sehingga prospektif