• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku altruisme pada mahasiswa jurusan pendidikan Ilmu Pengetauan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku altruisme pada mahasiswa jurusan pendidikan Ilmu Pengetauan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta"

Copied!
229
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh: Lilian Paramita NIM: 1110015000040

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

1110015000040, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah lulus dari ujian Munaqasah, pada Tanggal 24 Maret 2015 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan IPS.

Jakarta,24 Maret 2015

Panitia Ui ianlMunaqasah Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi) Dr.Iwan Purwanto, M.Pd

NIP. 19730424 200801

|

012

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)

Drs. Syaripulloh. M.Si NrP. 19670909 200701 1 033

Penguji I

Dr. Muhamad Arif. M.Pd NIP. 19700606 1997021

I002

Penguji II

Cut Dhien Nourwahida, MA NIP. 19791 221 200801 2 016

-/

b

tf,iiltr

44{

--/'t

\r-4

4::2!:/

|:>t-9et*t%:'+

\

(3)
(4)

Nama

NIM Jurusan

Angkatan Tahun

Alamat

Lilian Paramita

1110015000040

Pendidikan IPS/Ekonomi 2010

J1n kota bambu utara II RT 006 RW 009 No 6, kecamatan Palmerah, kelurahan Kota Bambu Utara, Jakarta barat.

MENYATATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa Skripsi yang berjudul "Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan

Perilaku Altruisme Pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FITK

UIN Syarif Hidayatullah JAKARTA" adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama : Maila Dinia Husni Rahim, MA, Dosen

Jurusan

: Pendidikan IPS

Demikian surat pertanyaan

ini

saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap

menerima segala konsekuensi apabila terbukti skripsi

ini bukan

hasil karya sendiri.

Iakarta,25 Februari 201 5

Yang Menyatakan

(5)

i

Strata 1 (S1). Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2015

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kecerdasan emosional dapat mempengaruhi perilaku altruisme pada mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu peneliti mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan mendalam penelitian dengan cara mendeskripsikan secara naratif data, fakta, dan informasi yang terkait.

Sampel penelitian ini adalah delapan orang mahasiswa, yang terdiri dari tiga KM (Ketua Mahasiswa) yang mewakili masing-masing konsentrasi studi yaitu satu KM ekonomi, satu KM sosiologi, satu KM geografi, dan lima orang mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK yang dipilih dari hasil observasi terfokus yang dilakukan oleh peneliti. Adapun aspek yang diteliti adalah: aspek kecerdasan emosional dan aspek perilaku altruisme. Pada Observasinya, peneliti mengamati perilaku altruisme dan kecerdasan emosional pada mahasiswa. Observasi tersebut menjadi salah satu data utama penelitian selain wawancara semi terstruktur. Sebagai tambahan infomasi, peneliti juga menggunakan analisa dokumen berupa surat kelakuan baik dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

(6)
(7)

iii

Bachelor of Education (S1) of Social Studies Education, Faculty of Education and

Teachers’ Training, State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

The purpose of this research is to know how emotional quotient influencing altruistic behavior of Social Studies Education Students at Faculty of

Education and Teachers’ Training, State Islamic University (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta. The method of inquiry is descriptive qualitative study. In this research, researcher will use narrative in explaining facts and information.

The are eight participants involved. Three of them are the chiefs of the three classes (Economy, Sociology, and Geography). The rest are students of

Social Studies Education Department who are chosen after researcher’s

observation. The researcher observed emotional quotient aspects and altruistic behavior aspects in order to decide who would be the research participants. The primary data is acquired from a semi-structured inteview. While the secondary data is coming from the document analysis of the Students’ Behavior Rapport from the Faculty.

The research concludes that: (1) all participants are having good emotional quotient. They are able to understand their emotion, able to motivate themselves to help others, and they know how to respect others’ emotion and they have empathy to others. (2) Six out of eight are having outstanding altruistic behavior. One out of eight is showing average altruistic behavior. One out of eight is less showing altruistic behavior. The altruistic behavior that is observed are empathy, motivation to help others, and helping other without expecting rewards. (3) The main research question is how emotional quotien influence altruistic behavior. The researcher concludes that students who are emotionally intelligent they are also altruistic. Since this is a qualitative research, this research should not be generalized others students or the same students but in different situation.

(8)

iv

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT penulis persembahkan sebagai ungkapam rasa syukur, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Perilaku

Altruisme Pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.

Penulis dalam penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi dari keseluruhan kegiatan perkuliahan yang telah dicanangkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai bentuk pertanggung jawaban penulis menjadi Mahasiswa UIN Syrif Hidayatullah Jakarta serta untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa keterbatasan kemampuan, kurangnya pengalaman, banyaknya hambatan serta kesulitan senantiasa penulis temui dalam penyusunan skripsi ini. Dengan terselesaikannya skripsi ini, tak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan, bimbingan serta dorongan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.

2. Bapak Dr.Iwan Purwanto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Bapak Syaripulloh, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

(9)

v

melaksanakan studi.

7. Kepada Ibunda (Zuriefiyenti) yang amat kucinta dan ku hormati, yang telah membesarkan penulis serta senantiasa memberikan semangat, doa dan bimbingan. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmatNya kepadamu. 8. Kepada Papa (Zulfadjri) dan Mama (Zurifentina) yang selalu memberikan

dukungan, bimbingan, bantuan serta doa. Dan juga selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil.

9. Kepada Mami (Arnayututi) yang selalu memberikan semangat serta nasehat untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Untuk Kakakku tersayang (Sindy Vetrisia) yang selalu memotivasi, memberikan dukungan dan selalu membantu dalam penyelesaian skripsi ini terima kasih kakakku yang amad aku sayangi.

11.Untuk semua Abangku (Remond, Rio, Rendra, Ari, Reynold) yang selalu memberi motivasi dan penyemangat dan selalu memberikan nasihat dalam penyelesaian skripsi ini.

12.Sahabat-sahabatku seperjuangan keluarga besar “OTSE” Dini Halimah, Gina Rosdianti, Desdemonawita, Cindy Febry Kostantia, Nurfadillah, Frisca Fauzia Khairunnissa, Chentauri Galih Kismarety yang selalu menyemangati, memberikan keceriaan dan selalu menemani dalam menjalani kegiatan sehari-hari selama empat tahun ini.

13.Teman-teman seperjuangan dan sejursan IPS ekonomi 2010 yang telah memberikan warna serta pengalaman dalam menjalani perkuliahan selama ini. 14.Temen-teman seperjuangan selama bimbingan, Ajeng Trinovitasari, Ayu

Yuningsih.

(10)

vi

Jakarta, Februari 2015

(11)

vii

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 6

C.Pembatasan Masalah ... 6

D.Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Masalah ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7

2. Manfaat Praktis ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A.Kerangka Teori ... 9

1. Kecerdasan Emosional.. ... 9

a. Definisi Kecerdasan Emosional ... 9

b. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional ... 12

c. Faktor-Faktor Kecerdasan Emosional ... 14

2. Altruisme ... 15

a. Definisi Altruisme ... 15

b. Aspek-Aspek Altruisme ... 19

(12)

viii

A.Metode Penelitian... 25

B.Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

C.Sampel Sumber Data Penelitian ... 27

D.Teknik Pengumpulan Data ... 28

E. Instrumen Penelitian... 30

F. Teknik Analisis Data ... 30

G.Rencana Penguji Keabsahan Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN A.Pendahuluan ... 33

B.Profil UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 33

C.Informasi Partisipan ... 35

D.Paparan Hasil Penelitian ... 41

a) Hasil Observasi Untuk Mencari Partisipan ... 41

b)Hasil Wawancara ... 47

c) Dokumentasi ... 59

E. Hasil Penelitian ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 60

B.Saran ... 63

(13)
[image:13.595.112.515.204.584.2]
(14)

x

Lampiran 3 Lembar Observasi

Lampiran 4 Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan Lampiran 5 Transkip Wawancara Pembuka

Lampiran 6 Transkip Wawancara Inti Lampiran 7 Member Check

Lampiran 8 Lembar Uji Referensi

Lampiran 9 Surat Kelakuan Baik Partisipan Dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Partisipan

(15)

1 A.Latar Belakang

Pada dasarnya manusia tidak mampu hidup sendiri tanpa bergantung dengan orang lain, adanya rasa ketergantungan inilah yang kemudian menjadikan manusia mendapat label sebagai makhluk sosial. Dalam surat An-Nisa ayat 28:

Artinya:

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah”. (QS An-Nisa: 28)

Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk yang lemah, seseorang tentu membutuhkan orang lain untuk meringankan sebagian beban yang dialami. Tetapi sebagai makhluk yang dianugerahi kelebihan, kita pun mempunyai kuasa dan kewajiban sosial untuk membantu meringankan beban hidup yang dialami orang lain tanpa ada motif-motif tertentu yang dilakukan secara sukarela. Dalam ilmu psikologi, perilaku menolong orang lain yang dilakukan dengan sukarela di sebut dengan istilah altruisme.

Dalam Islam perilaku altruisme lebih dikenal dengan perbuatan yang akan dilihat oleh Allah adalah perbuatan yang dilakukan secara ikhlas.1 Bagi agama Islam, perilaku altruisme merupakan perilaku yang sangat dihargai dan wajib dilakukan oleh para penganutnya.

Institusi Pendidikan yang bercirikan Islam memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya penanaman nilai-nilai sosial dalam diri mahasiswa, yang diharapkan dapat berimbas pada pengembangan pribadi yang peka terhadap persoalan-persoalan kemanusian khususnya dalam pengembangan perilaku

1

(16)

altruisme pada diri mahasiswa. Karena materi pembelajaran pada institusi

pendidikan yang bercirikan Islam akan diserap oleh mahasiswa sebagai pelajaran, pengalaman bahkan sebagai pedoman hidupnya yang berguna dalam mengatasi berbagai permasalahan hidupnya sehari-hari. Selain itu juga, dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari tolong menolong.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai institusi pendidikan yang bercirikan Islam yang memiliki motto Knowledge, Piety, Integrity. Dimana Knowledge mengandung arti bahwa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki

komitmen menciptakan sumber daya insani yang cerdas, kreatif, dan inovatif dan Piety mangandung pengertian bahwa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki komitmen mengembangkan inner quality dalam bentuk kesalehan di kalangan civitas akademika, sedangkan Integrity mengandung pengertian bahwa civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan pribadi yang menjadikan nilai-nilai etis sebagai basis dalam pengambilan keputusan dan perilaku sehari-hari. Integrity juga mengandung pengertian bahwa sivitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki kepercayaan diri sekaligus menghargai kelompok-kelompok lain. Dalam motto knowledge, piety, integrity terkandung sebuah spirit untuk mewujudkan kampus madani, sebuah kampus yang berkeadaban, dan menghasilkan alumni yang memiliki kedalaman dan keluasaan ilmu, ketulusan hati, dan kepribadian kokoh.2 Untuk itu peneliti memfokuskan penelitian ini pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang merupakan salah satu lembaga formal yang bercirikan Islam, dengan berbagai program yang telah dibuat dan dijalankan, diharapkan dapat mengarahkan mahasiswa-mahasiswi untuk menunjukan perilaku altruisme.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terus berupaya menyiapkan peserta didiknya menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan keagamaan dan ilmu-ilmu terkait lainnya dalam arti yang seluas-luasnya. Oleh karena itu mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya

2

(17)

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan diharapkan sebagai penerus bangsa memiliki dan menunjukan perilaku yang tinggi dalam hal budi pekerti, berakhlak mulia dan moral yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diantaranya perbuataan terpuji, ikhlas dalam membantu orang lain, bertutur kata sopan, ramah terhadap orang lain, dan masih banyak lagi. Sebab pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan nantinya akan mencetak lulusan guru-guru yang professional dan dapat dicontoh oleh generasi penerus bangsa selanjutnya. Dengan demikian mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dituntut untuk berperilaku positif, tolong menolong, tidak anarkis dan tidak melakukan kekerasan terhadap mahasiswa lain maupun masyarakat di sekitar Universitas.

Seiring dengan kemajuan teknologi dan komunikasi pada saat ini semakin banyak individu yang mementingkan dirinya sendiri atau berkurangnya rasa tolong menolong antara sesama. Maka hal ini akan mendorong munculnya perilaku tidak peduli dengan orang lain, baik dalam keadaan senang maupun susah bahkan dalam kondisi kritis sekalipun. Akibatnya seseorang lebih memilih berpura-pura tidak tahu ketika menjumpai situasi yang membutuhkan pertolongan sebagai reaksi yang dilakukan agar terbebas dari resiko dan tanggung jawab jika menolong dengan segera.

(18)

mahasiswa melakukan aksi membakar ban bekas di depan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, demo ini akhirnya berhenti setelah polisi meminta mahasiswa untuk berdemo dengan damai tanpa merugikan orang lain dan merusak fasilitas yang ada di sekitar.3

Fenomena lainnya yang terjadi pada mahasiswa seperti yang diberitakan oleh tempo online berita pada tanggal 24 April 2012 mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang bernama Izzun Nahdiyah dibunuh oleh kekasihnya sendiri hanya karena meminta laptopnya dikembalikan yang telah dipinjam oleh kekasihnya, sebelum dibunuh Izzun di perkosa oleh empat dari enam pelaku secara bergantian, setelah itu korban langsung dibunuh dengan menggorok lehernya lalu mayat Izzun di buang ke Jalan Pemda DKI, Desa Ciangir, Legok, Kabupaten Tangerang. Keesokan harinya, warga Ciangir digemparkan oleh penemuan mayat Izzun. Pembunuhan mahasiswi semester 12 jurusan Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Ciputat ini dilatarbelakangi oleh peminjaman laptop oleh pacar korban.4

Kasus yang cukup memprihatinkan juga terjadi, seperti yang diberitakan detik news online berita pada tanggal 05 Maret 2012 alumni mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bernama Pepi Fernando menjadi otak atau dalang aksi teror bom di Indonesia, Pepi dihukum 18 tahun penjara, perbuatan terdakwa merupakan yang menimbulkan ketakutan massal secara meluas dan merugikan orang lain.5

Berdasarkan kasus di atas dapat kita lihat bahwa mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mereka memiliki pemahaman tentang perilaku altruisme yang berbeda. Seperti kasus pertama yang diberitakan oleh republika online berita

3

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/17/nf6vy3-demo-tolak-kenaikan-harga-bbm-mahasiswa-uin-syarif-hidayatullah-bakar-ban.Demo Tolak Kenaikan BBM, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bakar Ban. Artikel ini diakses pada tanggal 20 November 2014.

4

http://www.tempo.co/read/news/2012/04/25/064399560/Kronologis-Pembunuhan-Mahasiswi-UIN. Mahasiswa UIN Dibunuh Gara-gara Laptop. Artikel ini diakses pada tanggal 7 Februari 2015.

5

(19)

mahasiswa melakukan demonstrasi di depan Universitas karena para mahasiswa merasa empati kepada masyarakat menengah ke bawah, mahasiswa berpendapat bahwa dengan kenaikan harga BBM akan menyulitkan masyarakat Indonesia terutama masyarakat menengah ke bawah. Tetapi sayangnya aksi demonstrasi ternodai dengan aksi kekerasan berupa pembakaran ban di jalan yang menyebabkan kemacetkan lalu lintas. Pada kasus kedua yang diberitakan oleh Tempo online berita mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bernama Izzun Nahdiyah menunjukkan sikap senang menolong yaitu dia bersedia meminjamkan laptopnya kepada kekasihnya, tetapi menjadi salah dan berbahaya karena mahasiswi tersebut, baru saling mengenal kurang lebih tiga bulan dengan kekasihnya, sehingga kekasihnya menyalahgunakan kebaikannya. Pada kasus ketiga alumni mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bernama Pepi Fernando menunjukkan sikap solidaritas dan rela membela agama dengan cara melakukan teror bom namun sikap ini tidak tepat karena dapat merugikan orang lain dan menimbulkan ketakutan massal secara meluas. Sehingga pengetahuan tentang perilaku altruisme pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sendiri perlu ditingkatkan lagi. Sikap mudah percaya dengan orang lain juga dapat berbahaya untuk diri sendiri dan rasa empati yang tidak tepat juga dapat merugikan orang lain.

Dipilihnya kecerdasan emosional dalam penelitian ini peneliti beranggapan bahwa aspek-aspek dalam kecerdasan emosional dimungkinkan dapat mengakomodir potensi yang ada pada mahasiswa pada tujuan yang diinginkan. Dengan jalan demikian ada harapan bahwa mahasiswa akan menjadi lebih peka terhadap reaksi orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, sehingga kemudian dapat memahami orang lain dan dapat memotivasinya untuk melakukan perilaku altruisme dan hal positif lainnya.

Berdasarkan hal di atas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul “Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Perilaku Altruisme Pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

(20)

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, maka kondisi yang ada pada saat ini adalah:

1. Kecerdasan emosi untuk keadaan sekarang menjadi sangat penting untuk dimiliki, mengingat telah muncul tekanan moral yang mendesak.

2. Pada kasus yang disebutkan pada latar belakang bahwa mahasiswa menunjukan sikap peduli dan senang menolong orang lain tetapi banyak yang menyalahartikan oleh orang lain.

3. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai instansi Islam diharapkan mahasiswanya memiliki kecerdasan emosional dan perilaku altruisme yang baik tetapi faktanya belum semua mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki kecerdasan emosional dan perilaku altruisme yang baik.

C.Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk lebih memfokuskan permasalahan yang akan dibahas. Masalah pada penelitian ini dibatasi hanya membahas hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku altruisme pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

D.Perumusan Masalah

“Bagaimana kecerdasan emosional mempengaruhi perilaku altruisme pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?”

E.Tujuan Penelitian

(21)

F.Manfaat Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan mampu bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambahkan sumbangan informasi bagi bidang psikologi sosial dan pendidikan. Memberikan sumbangan bagi bahasan yang menyangkut tentang hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku altruisme pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna: a. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pentingnya kecerdasan emosional dan perilaku altruisme agar mempermudah menjalin hubungan sosial dengan lingkungan sekitar agar lebih baik dan mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan oleh orang lain.

b. Bagi Institusi (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan atau sebagai informasi mengenai kecerdasan emosional yang mempengaruhi perilaku altruisme pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sehingga perguruan tinggi tidak hanya menitik beratkan pendidikan pada kecerdasan intelektual saja tetapi juga pada kecerdasan emosional pada mahasiswa.

c. Bagi Pendidik

(22)

gejala kejiwaan anak, baik yang menyangkut kecerdasan emosional secara individu maupun kelompok.

d. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Pemerintah agar mampu meningkatkan dan mengembangan kecerdasan emosional dan perilaku altruisme dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang dapat mengasah kecerdasan emosional dan perilaku altruisme agar lebih baik lagi.

e. Bagi Mahasiswa

(23)

9 A.Kerangka Teori

1. Kecerdasan Emosional

a. Definisi Kecerdasan Emosional

Dalam kamus bahasa Indonesia (KBBI) “Emosi adalah sebuah luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat”.1 Campos dan Saarni berpendapat bahwa emosi adalah sebagian perasaan yang timbul ketika seseorang berada dalam suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting olehnya, terutama untuk dirinya. Emosi diwakili dengan perilaku yang mengekspresikan kenyamanan atau ketidaknyamanan terhadap suatu keadaan atau interaksi yang sedang dialami. Emosi juga bisa berbentuk sesuatu yang spesifik seperti rasa senang, takut, marah, dan seterusnya, tergantung dari interaksi yang dialami2. Sedangkan menurut

Segel yang dialih bahasakan oleh Bahar mengemukakan “emosi adalah

pengalaman yang dapat dirasakan secara fisik”.3

Daniel Goleman mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.4

Istilah kecerdasan emosional pertama kali dikemukan pada tahun 1990-an oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan individu.5

1

KBBI, Emosi, 25 September 2014, 15.14 wib. (http://kbbi.web.id/emosi).

2

John W. Santrock, Perkembangan Anak, jilid II, (Jakarta: Erlangga, 2007), Ed. 11, h. 6-7.

3

Rohiat, Kecerdasan Emosional Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Bandung: PT Refika Aditama, 2008), h. 51.

4

Mohammad Ali, Muhammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h. 62.

5

(24)

Salovey dan Mayer mendefinisikan:

Kecerdasan emosional sebagai suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memantau baik emosi dirinya maupun emosi orang lain, dan juga kemampuannya dalam membedakan emosi dirinya dengan emosi orang lain, dimana kemampuan ini digunakannya untuk mengarahkan pola pikir dan perilakunya.6

Kecerdasan emosi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur suasana hati. Dengan kecerdasan emosi tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilih kepuasan, dan mengatur suasana hati.7

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kecerdasan emosional diartikan “sebagai kecerdasan yang berkenaan dengan hati dan kepedulian terhadap orang lain dan lingkungan sekitar”.8

Ary Ginanjar Agustin tahun 2005 menyebutkan “kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk merasa. Kunci dari kecerdasan emosi adalah kejujuran pada suara hati dan suasana hati dimana harusnya dijadikan pusat prinsip yang mampu memberi rasa aman, pedoman, kekuatan serta kebijaksanaan”.9

Menurut Mubayidh kecerdasan emosional merupakan “kemampuan untuk menyikapi pengetahuan-pengetahuan emosional dalam bentuk menerima, memahami, dan mengelolanya”.10 Sedangkan menurut David

Wechsler dalam buku yang sama juga menyebutkan “kecerdasan emosional

adalah kemampuan sempurna (komprehensif) seseorang untuk berperilaku

6

Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak, (Pustaka AL-Kautsar, 2006), h. 15.

7

Daniel Goleman, Emotional Intelligence, Mengapa EI lebih penting daripada IQ (Alih Bahasa: T. Hermaya), (PT Gramedia Pustaka Utama, Cetakan 2014) h. 45.

8

KBBI, Cerdas, 25 September 2014, 16.24 wib. (http://kbbi.web.kbbi.web.id/cerdas).

9

Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient, (Penerbit Arga, 2005), h.42.

10

(25)

terarah, berpikir logis, dan berinteraksi secara baik dengan

lingkungannya”.11

Patton memberikan definisi yang lebih sederhana, bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mencapai tujuan, membangun hubungan produktif dan meraih keberhasilan. Kecerdasan emosional memberikan kesensitifan dan kemampuan mengetahui bagaimana mempengaruhi diri sendiri dan orang lain.12

Sawaf menyebutkan “kecerdasan emosional adalah sebagai kemampuan mengindra, memahami dan menerapkan secara efektif kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energi, informasi dan pengaruh”.13

Sri Wahyuni mengutip Hapsariyanti tahun 2006, kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang dalam memahami, merasakan dan mengenali perasaan dirinya dan orang lain sehingga individu tersebut dapat mengendalikan perasaan yang ada dalam dirinya dan dapat memahami serta menjaga perasaan orang lain. Individu tersebut juga dapat memotivasi diri sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik dalam kehidupan yang dijalani.14

Di saat membahas tentang dimensi kecerdasan yang sangat kompleks, kita mengenal suatu kecerdasan yang dikenal dengan kecerdasan emosional yang berkaitan dengan dimensi rohani (spiritual) dan imani. Dimensi rohani ini oleh sebagian kalangan disebut sebagai kecerdasan spiritual (spiritual intelligence atau SQ). SQ tidak sepenuhnya terpisah dari IQ dan EQ.

Sebaliknya, ketiga dimensi kecerdasan ini saling berkaitan satu sama lain.15 Saat kita sedang membaca Al-Qur’an dan merenungkan maknanya, maka

11

Makmun Mubayidh, op. cit., h. 13

12

Patton P, EQ: Landasan Untuk Meraih Sukses Pribadi dan karier (terj.), (Jakarta: Mitra Media, 2000), h. 47.

13

Robert K. Cooper dan Ayaman Sawaf, Executif EQ, Alih Bahasa: Widodo, ATK, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 54.

14 Sri Wahyuni, “Hubungan Antara Attachment Orangtua dan Teman Sebaya dengan

Kecerdasan Emosi Pada Siswa di SMA Negeri 1 Baso”, Skripsi Pada Universitas Negeri Padang,

Padang, 2012, h. 15, tidak dipubliskan.

15

(26)

akan menjumpai banyak kosakata yang menyinggung masalah emosi. Barangkali kosakata-kosakata tersebut merefleksikan karakter kejiwaan manusia yang menjadi sasaran wahyu Tuhan, serta kehidupan mereka yang penuh dengan warna emosi dan perasaan.16

Ibadah yang dilakukan umat Islam, seperti shalat dan puasa, sangat bermanfaat dalam meningkatkan beberapa unsur kecerdasan emosional (EQ), terutama kemampuan untuk bersabar, kemampuan untuk menunda menerima penghargaan demi mencapai kebahagian akhirat.17

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional terdiri dari dua hal yaitu kemampuan intrapersonal kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi-emosi secara tepat dalam menghadapi situasi-situasi yang mempengaruhi dirinya yang muncul dari dalam diri seperti memotivasi diri sendiri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, menunda kepuasaan, mengatur suasana hati serta kemampuan interpersonal yaitu kemampuan seseorang untuk berinteraksi dan berempati terhadap orang lain, menjalin hubungan sosial yang baik sehingga dapat menunjukan perilaku yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Jadi orang yang cerdas secara emosional cenderung memiliki sikap tegas, memandang dirinya sendiri secara positif, dapat menyesuaikan diri dengan pergaulan sehingga mudah menerima orang-orang baru dan cukup nyaman dengan dirinya sendiri sehingga selalu ceria.

b.Aspek-aspek kecerdasan emosional

Sampai saat ini belum ditemukan adanya alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kecerdasan emosi seseorang. Walaupun demikian, ada beberapa ciri-ciri yang mengindikasi seseorang memiliki kecerdasan emosional. Menurut Salovey dalam buku Goleman secara umum mempunyai ciri-ciri seseorang yang memiliki kecerdasan emosi adalah

16

Ibid., h. 194.

17

(27)

mampu memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan berfikir serta berempati dan berdoa. Salovey menjelaskan lebih lanjut dan merinci lagi aspek-aspek kecerdasan emosi secara khusus sebagai berikut: (1) mengenali emosi diri, merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. (2) mengelola emosi, mengelola perasaan secara tepat merupakan kemampuan yang diperlukan untuk mengendalikan diri. Orang-orang yang kurang dalam kemampuan ini terus menerus berada dalam perasaan menderita, sedangkan mereka yang dapat mengatasinya dapat merasa segar kembali jauh dari kemunduran dan gangguan dalam kehidupan. (3) memotivasi diri sendiri yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur emosi, memotivasi diri dan menguasai diri serta mengembangkan kreativitas. Biasanya orang yang dapat memotivasi diri sendiri cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam upaya apapun yang dikerjakannya, dan memiliki kekuatan berfikir positif dan optimis. (4) mengenali emosi orang lain, kemampuan ini disebut juga empati yaitu kemampuan yang bergantung pada kesadaran diri emosional, kemampuan ini untuk menangkap sinyal-sinyal sosial tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan orang atau yang diinginkan orang lain. (5) membina hubungan, seni membina hubungan, sebagai besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Orang-orang yang unggul dalam keterampilan ini dapat melakukan segala seseuatu dengan baik. Mereka dapat melakukan interaksi dengan orang lain lancar dalam pergaulan sosial.18

18

(28)

Dari penjelasan aspek-aspek kecerdasan emosional di atas, penulis dapat simpulkan bahwa orang yang memiliki kecerdasan emosional memiliki kemampuan untuk mengenali emosi diri yaitu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi, mengelola emosi kemampuan menghibur diri sendiri, melepas kecemasan dan kemampuan penguasaan diri, memotivasi diri sendiri dimana orang yang memiliki kemampuan ini cenderung lebih produktif dalam mengerjakan sesuatu dan selalu berpikir positif, mengenali emosi orang lain atau empati kemampuan ini untuk menangkap isyarat-isyarat sosial yang mengindikasikan apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh orang lain, bersikap ramah dan memiliki sikap hormat, dan yang terakhir membina hubungan sosial seseorang yang memiliki kemampuan ini dapat melakukan interaksi dengan orang lain. Jadi kecerdasan emosional mampu menjadi alat untuk mengendalikan diri, sehingga seseorang tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain dan mempermudah seseorang dalam beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

c. Faktor-faktor mempengaruhi kecerdasan emosional

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi tidak ditentukan sejak kita lahir tetapi dapat dilakukan melalui proses pembelajaran. Goleman membagi faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi menjadi dua faktor yaitu:

(29)

Kedua, faktor lingkungan non keluarga yaitu masyarakat dan lingkungan penduduk, kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental anak dan melatih anak untuk mengerti keadaan orang lain. Pergaulan dengan teman sebaya, guru, dan masyarakat luas.19

Dari penjelasan di atas, maka penulis simpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional tidak hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga saja, tetapi yang tidak kalah pentingnya juga yaitu faktor lingkungan non keluarga. Lingkungan keluarga di dapat dari orang tua sedangkan non keluarga di dapat dari masyarakat dan lingkungan penduduk. Jadi kecerdasan emosional itu bukan sekedar bawaan lahir tetapi di dapat dari proses pembelajaran yang didapat dari kedua faktor tersebut.

2. Altruisme

a. Definisi altruisme

Secara umum altruisme diartikan sebagai aktifitas menolong orang lain, yang dikelompokan ke dalam perilaku prososial. Dikatakan perilaku prososial karena memiliki dampak positif terhadap orang lain atau masyarakat luas. Altruisme berasal dari kata alter yang artinya orang lain. Secara bahasa altruisme adalah perbuatan yang berorientasi pada kebaikan orang lain.20

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “altruisme adalah sikap yang ada pada manusia, yang mungkin bersifat naluri berupa dorongan untuk berbuat jasa kepada manusia lain”.21 Sedangkan pendapat Walster dan Piliavin dalam buku Empati pendekatan psikologi sosial menjelaskan bahwa perilaku altruisme adalah perilaku menolong yang muncul bukan adanya tekanan atau kewajiban, melainkan bersifat sukarela dan tidak berdasarkan norma-norma tertentu, tindakan tersebut adakalanya merugikan penolong,

19

Daniel Goleman, op. cit., h. 61.

20

Taufik, Empati Pendekatan Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 131.

21

(30)

karena meminta pengorbanan darinya, seperti waktu, usaha, uang dan tidak ada imbalan dari semua pengorbanannya itu.22

Menurut Batson tahun 2008 “altruisme yaitu sebagai motivasi dasar dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain”.23 Sedangkan Myers dalam buku Sarwono tahun 2002 mengartikan altruisme sebagai hasrat untuk menolong orang lain tanpa harus memikirkan kepentingan sendiri.24

Baron dan Byrne tahun 2005 dalam buku psikologi sosial mengidentifikasikan altruisme sebagai tingkah laku yang merefleksikan pertimbangan untuk tidak mementingkan diri sendiri demi kebaikan orang lain. Sedangkan menurut Schroeder, Penner, Dovidio, dan Piliavin dalam buku yang sama, “altruisme dimaknai sebagai sejenis perilaku menolong dalam hal ini sipenolong memberikan bantuan pada orang lain tanpa

mengharapkan keuntungan”.25

Beberapa ahli psikologi memberikan arti yang sama mengenai perilaku altruisme dalam kaitannya dengan perilaku prososial sehingga dalam penjelesan kedua istilah tersebut sering digunakan secara bergantian. Ada beberapa ahli psikologi yang secara tegas membedakan antara perilaku altruisme dengan perilaku prososial. Menurut Reven dan Rubin dalam Hafni, terdapat dua hal yang membedakan pengertian perilaku altruisme dengan perilaku prososial.

Pertama, perilaku altruisme merupakan bagaian dari perilaku prososial. Kedua ada tujuan tertentu dari si pelaku pada perilaku prososial sedangakan perilaku altruisme dilakukan tanpa mengharapakan keuntungan

peribadi atau imbalan jasa. Menurut David O. Sears “altruisme adalah

22

Taufik, op. cit., h.133.

23

Sarlito W, Sarwono. Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2014), h.125.

24

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial, Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarrta: Balai Pustaka, 2002), h. 328.

25

(31)

tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau kelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan apapun balasan kecuali mungkin

perasaan melakukan kebaikan”.26

Selanjutnya Aronson, Wilson, dan Akert mengatakan altruisme adalah pertolongan yang diberikan secara murni, tulus, tanpa mengharapkan balasan (manfaat) apa pun dari orang lain dan tidak memberikan manfaat apa pun untuk dirinya.27

Tingkah laku menolong adalah tindakan individu yang ditunjukan untuk menolong orang lain tanpa adanya keuntungan langsung bagi si penolong. Contoh menolong yang murni adalah altruisme, yaitu menolong untuk kesejahteraan orang lain semata (selfless), tanpa motivasi untuk kepentingan diri sendiri (selfish).28 Sedangkan menurut Batson, “altruisme adalah ketika seseorang melihat penderitaan orang lain, maka akan muncul

perasaan empati sehingga tergerak untuk meberikan pertolongan”.29

Dalam istilah Islam perilaku altruisme dikenal dengan perbuatan yang akan dilihat oleh Allah adalah perbuatan yang dilakukan secara ikhlas dan tidak menyisihi syariat. Begitu pula dengan motivasi pemberian pertolongan harus diniatkan semata-mata memperoleh oleh ridho Allah, bukan didasarkan pada tujuan-tujuan jangka pendek, seperti mengharapkan sesuatu dari yang ditolong. Oleh karenanya dalam bahasa sehari-hari altruisme sama dengan pertolongan yang diberikan secara ikhlas. Ikhlas adalah perilaku yang berorientasi kepada Allah SWT.30

Bahkan dalam al-Qur’an sendiri ada satu surat yang diberi nama Al-Ikhlas. Di dalam surat ini tidak ada kata tersurat tentang apa yang dimaksud dengan keihklasan. Namun surat ini memiliki makna yang dalam yang mengajarkan tentang prinsip ikhlas bagi orang yang membacanya, sehingga

26

Fuad Nashori, Psikologi Sosial Islami, (Jakarta: PT Refika Aditama, 2008), h. 45.

27

Taufik, op. cit., h.132.

28

Sarlito W. Sarwono. Eko A. Meinarno, op. cit., h. 141.

29

Ibid., h. 128.

30

(32)

dia menjauhi kesyirikan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Fakhrur Rozi dalam tafsirnya, ketika beliau menyebutkan alasan penamaaan surat al-Ikhlas,

نم ص اخ نا ك ي ل ع تام نم نأو ،ها ن ي ي ف اص ل م نا ك ق ت عا نم نأو

را لا

Artinya:

“Karena orang yang menyakininya akan menjadi ikhlas dalam menjalankan

agama Allah, dan karena orang yang mati dengan ikhlas, dia akan bersih

(dijauhkan) dari neraka.” (Tafsir ar-Razi, 17/293).31

Kita lihat bahwa ikhlas adalah satu hal yang dimuliakan dan ditekankan dalam Islam. Ikhlas dalam menyakinin adanya Allah yang Esa (sebagaimana dalam surat Al-Ikhlas) dan juga ikhlas dalam berinteraksi dan saling tolong menolong dengan manusia dan makhluk lainnya.

Dari beberapa definisi tentang altruisme yang penulis kutip dari berbagai sumber di atas, maka penulis dapat disimpulkan bahwa altruisme merupakan tingkah laku menolong yang lebih mementingkan kesejahteraan hidup orang lain dari pada kepentingan dirinya sendiri yang diberikan secara murni, dan tulus. Serta memberikan manfaat secara positif bagi orang yang ditolong. Tindakan ini dilakukan tanpa mengharapkan satu imbalan apa pun dari orang yang ditolong, selain kepuasan batin setelah memberikan pertolongan. Dilakukan secara sukarela tanpa paksaan. Altruisme adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri. Bagi agama Islam, perilaku menolong merupakan perilaku yang sangat dihargai dan wajib dilakukan oleh penganutnya. Altruisme bagi orang Islam memiliki motivasi jangka panjang, si penolong tidak akan mengharapkan imbalan apapun dari yang ditolong karena motivasinya menolong semata-mata hanya mengharapkan ridho Allah SWT.

31

(33)

b.Aspek-aspek perilaku altruisme

Aspek-aspek perilaku altruisme menurut Cohen yang terdapat di buku Fuad Nashori mengatakkan bahwa perilaku altruisme terdiri dari tiga komponen yaitu: pertama, empati yaitu kemampuan untuk ikut merasakan perasaan orang lain dan dorongan untuk menolong, kedua keinginan untuk memberi yaitu untuk memenuhi kebutuhan orang lain, ketiga secara suka rela yaitu bahwa apa yang diberikan semata-mata untuk orang lain dan tidak ada kemungkinan untuk memperoleh imbalan.32

Leeds menjelaskan bahwa suatu tindakan pertolongan dapat dikatakan altruisme jika memenuhi tiga kriteria altruis, yaitu: Yang pertama tindakan tersebut bukan untuk kepentingan sendiri pada saat pelaku melakukan tindakan altruistik, mungkin saja ia mengambil resiko yang berat namun ia tidak mengharap imbalan materi, nama, kepercayaan dan tidak pula untuk menghindari kecaman orang lain, kedua tindakan tersebut dilakukan secara sukarela, tidak ada keinginan untuk memperoleh apapun karena kepuasan yang diperoleh dari tindakan sukarela ini adalah semata-mata dilihat dari sejauh mana keberhasilan tindakan tersebut, ketiga hasilnya baik untuk si penolong maupun yang menolong, tindakan altruistik tersebut sesuai dengan kebutuhan orang yang ditolong dan pelaku memperoleh internal reward atas tindakannya.33

Dari penjelasan aspek-aspek altruisme di atas terdapat tiga komponen yang dapat penulis simpulkan bahwa perilaku altruisme berani mengambil resiko yang berat ketika dia membantu orang lain, dan tindakan tersebut dilakukan secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan apapun karena seseorang yang melakukan perilaku altruisme tidak akan mengharapkan pujian atau reward yang diberikan oleh si penolong atau lingkungan tetapi seseorang melakukan altruisme murni karena mereka ingin membantu orang

32

Fuad Nashori, op.cit., h. 36.

33

(34)

lain dan tindakannya tersebut dapat berdampak positif terhadap orang yang ditolong.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku altruisme

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku altruisme terbagi menjadi tiga antara lain: yang pertama pengaruh faktor situasional, kedua pengaruh faktor dari dalam diri dan yang ketiga karakter orang yang ditolong.

Faktor situasional turut mempengaruhi apakah suatu tingkah laku menolong akan diberikan atau tidak. Faktor-faktor tersebut adalah satu bystander, orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian dimana dia

berperan sangat besar dalam mempengaruhi seseorang untuk memutuskan antara menolong atau tidak saat dihadapkan dalam kondisi darurat. Kedua daya tarik akan mempengaruhi kesediaan orang untuk memberikan bantuan. Seseorang lebih suka menolong orang yang disukainya, memiliki kesamaan dengan dirinya dan membutuhkan pertolongan. Ketiga artibusi terhadap korban, seseorang akan bersedia memberi pertolongan kepada orang yang cacat dan tua dari pada orang yang sehat dan muda. Keempat adanya model yang melakukan tingkah laku menolong dapat mendorong seseorang untuk memberikan pertolongan pada orang lain. Kelima desakan waktu, menurut Sarwono tahun 2002 orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung tidak menolong, sedangkan orang yang memiliki banyak waktu luang lebih besar kemungkinannya untuk memberikan pertolongan kepada yang memerlukannya. Keenam sifat kebutuhan korban, kesediaan seseorang untuk menolong dipengaruhi oleh kejelasan bahwa korban benar-benar membutuhkan pertolongan, sehingga orang yang meminta pertolongan akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk ditolong daripada orang yang tidak meminta pertolongan. 34

34

(35)

Selain faktor situasional, faktor dari dalam diri juga dapat mempengaruhi tingkah laku menolong seperti: (1) suasana hati atau mood, suasana hati yang positif dapat mempengaruhi seseorang dalam perilaku menolong, (2) sifat, menurut Karremans, dkk tahun 2005 orang yang memiliki sifat pemaaf cenderung mudah untuk memberikan pertolongan, (3) jenis kelamin, peranan gender juga memiliki pengaruh untuk seseorang melakukan perilaku menolong, misalnya laki-laki lebih cenderung melakukan pertolongan dalam kondisi yang darurat atau berbahaya, sementara perempuan lebih tampil menolong pada situasi yang bersifat memberi dukungan emosi, merawat dan mengasuh, (4) tempat tinggal, seseorang yang tinggal di daerah pedesaan cenderung lebih penolong dari pada orang yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan kesibukan orang yang tinggal di perkotaan yang membuat mereka cenderung lebih mementingkan diri sendiri, (5) pola asuh yang bersifat demokratis secara signifikan memfasilitasi adanya kecenderungan anak untuk tumbuh menjadi seorang yang menolong, yaitu melalui peran orang tua dalam menetapkan contoh-contoh tingkah laku menolong.35

Karakter orang yang ditolong juga dapat mempengaruhi seseorang untuk mengambil keputusan akan memberikan pertolongan atau tidak seperti: (1) Jenis kelamin, menurut Sarlito, bahwa kaum wanita lebih banyak ditolong daripada laki-laki. Apalagi, jika penolongnya laki-laki, wanita lebih banyak ditolong, (2) kesamaan, adanya kesamaan antara penolong dengan yang ditolong, maka akan meningkatkan perilaku menolong pada seseorang, (3) menarik, faktor pada diri yang ditolong juga berpengaruh terhadap perilaku menolong yaitu seberapa besar rasa tertarik penolong terhadap orang yang ditolong.36

35

Ibid., h. 134-136.

36

(36)

Dari penjelasan di atas maka penulis simpulkan kapan orang akan menolong orang lain dapat di lihat dari faktor yang menyebabkan seseorang berperilaku menolong tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri saja, akan tetapi yang tidak kalah pentingnya juga faktor dari luar dirinya yaitu lingkungan dimana individu berada, apabila individu itu hidup di lingkungan dengan budaya individualisme dia akan cenderung berperilaku sama seperti orang yang ada di lingkungannya. Selain itu situasi dan karakter orang yang ditolong juga sangat mempengaruhi tumbuhnya perilaku menolong. Manusia memiliki kecenderungan kepada kebaikan dan kebenaran, karena pada dasarnya manusia memiliki sifat dasar baik dan tinggal bagaimana lingkungan membentuk sifat dasar itu sendiri, jika dasar itu mendapat dukungan baik dari lingkungan sekitar maka manusia akan tumbuh menjadi makhluk yang patuh terhadap tuhan, menebarkan kasih sayang terhadap sesama, mengatur kehidupan dengan berorientasi pada kesejahteraan bersama.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Sebelum peneliti melakukan penelitian tentang hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku altruisme pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terlebih dahulu peneliti melakukan kajian terhadap penelitian yang relevan yaitu :

(37)

relawan di N.A.D mempunyai kecerdasan emosi pada taraf sedang dan kepercayaan diri bertaraf normal.37

2. Penelitian yang dilakukan oleh Riani Kurniawan tahun 2009 dengan judul Skripsi Perbedaan Kecerdasan Emosi Antara Siswa Yang Berpuasa Sunah Senin Kamis Dan Yang Tidak Berpuasa Pada SMA Negeri 87 Jakarta. Penelitian ini dilakukan di SMAN 87 Jakarta. Penelitian ini difokuskan pada kecerdasan emosi siswa yang berpuasa sunah senin kamis dan yang tidak berpuasa, dan hasilnya tidak terdapat perbadaan kecerdasan emosi pada siswa SMA yang melakukan puasa sunah senin-kamis dan siswa SMA yang tidak berpuasa.38

3. Penelitian yang dilakukan oleh M Sabig Nadhim tahun 2013 dengan judul Skripsi Hubungan Kecerdasan Emosional Dan Perilaku Altruisme Pada Remaja (Di MAN Pakem Sleman Yogyakarta). Penelitian ini dilakukan pada remaja di MAN Pakem Sleman Yogyakarta. Penelitian tersebut difokuskan pada hubungan kecerdasan emosional dan perilaku altruisme, dan hasil dari penelitian ini adalah adanya hubungan positif yang kuat serta signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku altruisme pada remaja di MAN Pakem Sleman Yogyakarta, dengan hipotesis yang diangkat dalam penelitian ini diterima atau terbukti, yang artinya semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin besar pula tingkat perilaku altruisme pada remaja di MAN Pakem Sleman Yogyakarta dan sebaliknya jika semakin rendah kecerdasan emosionalnya maka semakin rendah pula perilaku altruisme pada remaja MAN Pakem Sleman.39

37 Alisa Puri Hanum, “Kecerdasan Emosional dan Kepercayaan Diri Relawan N.A.D

Yang Berstatus Mahasiswa”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2006, h. 98-100, tidak dipublikasikan.

38Riani Kurniawati, ” Perbedaan Kecerdasan Emosi Antara Siswa Yang Berpuasa Sunah

Senin Kamis Dan Yang Tidak Berpuasa Pada SMA Negeri 87 Jakarta”, Skripsi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2009, h. 99-100, tidak dipublikasikan.

39 M Sabig Nadhim, “Hubungan Kecerdasan Emosional Dan Perilaku Altruisme Pada

Remaja (Di MAN Pakem Sleman Yogyakarta)”, Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

(38)

Kecerdasan Emosional

Perilaku Altruisme C.Kerangka Konseptual

[image:38.595.110.514.133.596.2]

Gambar 1

Bagaimana kecerdasan Emosional dapat mempengaruhi perilaku altruisme pada mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif

(39)

25 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dimana peneliti berusaha untuk menguraikan temuan hasil penelitian dengan menggunakan kata-kata atau kalimat dalam suatu struktur yang logik, serta menjelaskan konsep-konsep dalam hubungan yang satu dengan lainnya. Pendekatan kualitatif dipilih karena dapat mempresentasikan karakteristik penelitian secara baik, dan data yang didapatkan lebih lengkap, lebih mendalam, dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai. Pendekatan kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah.1 Karena itu, sifat penelitian ini adalah naturalistik dan mendasar atau bersifat kealamiahan. Penelitian ini dilakukan untuk mengungkapkan dua hal yaitu kecerdasan emosional dengan perilaku altruisme pada mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu Pengetauan Sosial FITK

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian yang akan dilakukan adalah di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berlokasi Jl. Ir. H Juanda No 95 Ciputat, Tangerang Selatan.

Sedangkan waktu pelakasanaan penelitian ini dimulai dari tanggal 23 Juli 2014 sampai dengan 25 Februari 2015, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table 1.

1

(40)

Waktu Pelaksanaan Penelitian

No Kegiatan Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Februari

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1.

Penyerahan

proposal pada

Dosen

Pembimbing

X

2. Konsultasi BAB

I-III X x X X x x x x x

x

3. Penyusunan

Instrumen x x x

4.

Pengumpulan data

wawancara dan

observasi

x x

5. Membuat Transkip

Wawancara x x

6.

Konsultasi hasil

transkip

wawancara dan

analisis data Bab

IV

x x

7. Pembuatan Bab

[image:40.842.105.725.92.487.2]
(41)

C. Sampel sumber data penelitian 1. Sumber Data

Sumber data yang didapatkan untuk melakukan penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder:

Pada penelitian ini sumber data primer adalah hasil dari pengumpulan informasi-infromasi yang dilakukan secara langsung melalui wawancara dengan mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengumpulan data primer dengan teknik wawancara bertujuan guna memperoleh infromasi mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku altruisme pada mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sedangkan sumber data sekunder adalah data yang berupa arsip-arsip sebagai data penunjang berlangsungnya penelitian, diperoleh secara langsung dari pihak-pihak yang berkaitan dengan objek kajian penulisan skripsi ini. adapun data dalam penelitian ini berupa, surat kelakuan baik yang di dapat dari pihak Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan serta lembar observasi yang berisi lima aspek dari kecerdasan emosional yang terdiri dari: mengenali emosi, mengelola emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain, serta tiga aspek perilaku altruisme terdiri dari: empati, motivasi menolong orang lain, dan suka rela.

2. Sampel

Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah individu, yaitu mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengambilan sumber data penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. 2 Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang ingin peneliti tanyakan kepada partisipan.

2

(42)

Subjek penelitian yang diambil berjumlah delapan orang, terdiri dari tiga KM (Ketua Mahasiswa) yang mewakili masing-masing konsentrasi studi yaitu satu KM ekonomi, satu KM sosiologi, satu KM geografi, dan lima orang mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK yang dipilih dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah awal yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung maupun tidak tentang hal-hal yang diamati dan mencatatnya pada alat observasi.3 Observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mencari partisipan yang akan diwawancari oleh peneliti yang memiliki lima aspek dari delapan aspek yang telah ditentukan oleh peneliti. Delapan aspek tersebut yaitu lima aspek kecerdasan emosional terdiri dari: mengenali emosi, mengelola emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain, serta tiga aspek perilaku altruisme terdiri dari: empati, motivasi menolong orang lain, dan suka rela.

2. Wawancara

Wawancara adalah “Percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interview) sebagai pengaju atau pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai sebagai pemberi jawaban atas

3

(43)

pertanyaan itu”.4 Wawancara ini dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali yaitu wawancara pembuka, wawancara inti dan terakhir member check yang dilakukan dengan cara mendiskusikan kembali hasil penelitian kepada sumber-sumber data yang telah memberikan data.5 Wawancara pembuka yaitu dimulai dengan perkenalan profil partisipan, wawancara ini dilakukan selama 5-10 menit, lalu peneliti dan partisipan membuat kesepakatan mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara ketahap selanjutnya yaitu wawancara inti dimana wawancara ini dilakukan untuk menemukan jawaban atau hasil dari perumusan masalah yang telah ditentukan, wawancara ini dilakukan selama kurang lebih 20-40 menit. Setelah itu peneliti menyusun hasil wawancara yang telah dilakukan oleh narasumber dalam bentuk transkip wawancara. Selanjutnya, tahan terakhir member check dimana peneliti mendiskusikan kembali hasil wawancara

yang berupa transkip wawancara untuk disepakati oleh peneliti dan nara sumber agar data tersebut valid sehingga data semakin dipercaya.

Dalam penelitian ini sampel yang akan diwawancarai berjumlah delapan orang yaitu, terdiri dari tiga KM (ketua Mahasiswa) yang mewakili masing-masing konsentrasi studi yaitu satu KM ekonomi, satu KM sosiologi, satu KM geografi, dan lima orang mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK yang dipilih dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti.

3. Dokumentasi

Dokumen digunakan untuk mendukung dan menambah bukti yang diperoleh dari sumber yang lain misalnya kebenaran data hasil wawancara.6 Dokumen yang digunakan pada penelitian ini berupa surat kelakuan baik partisipan dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4

Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),.

h. 2. 5

Sugiyono, op.cit., h.129.

6

(44)

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri.7 Namun setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang dapat mempertajam serta melengkapi data hasil pengamatan dan wawancara. Terdapat dua instrumen yang dibuat, yaitu instrumen kecerdasan emosional, dan perilaku altruisme. Instrumen teknis yang dipakai peneliti adalah dengan pedoman wawancara yang digunakan sebagai acuan dalam proses wawancara. Peneliti akan terjun langsung kelapangan untuk melakukan pengumpulan data, analisis data dan membuat kesimpulan.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah di fahami oleh diri sendiri maupun orang lain.8 Proses analisis data dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Reduksi Data, kegiatan peneliti menyeleksi memilah-milah data serta memberi kode, menentukan fokus pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu.9 Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

2. Menyajikan Data, setelah data direduksi, peneliti menyajikan data. dalam penlitian kualitatif, display data ini dapat dilakukan dalam grafik dan sejenisnya.10 Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan

7

Ibid., h. 59.

8

Sugiyono, op.cit., h. 89.

9

Ibid., h. 92 10

(45)

untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Menyimpulkan Data dan Verifikasi, dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verfikasi. Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan data-data yang telah ada. 11 Kesimpulan ini dibuktikan dengan cara menafsirkan berdasarkan kategori yang ada sehingga dapat diketahui hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku altruisme pada mahasiswa.

G. Rencana Penguji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian, sering hanya di tekankan pada uji validitas dan reliabilitas.12 Pada penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Teknik pemeriksaan keabsahan data pada penelitian ini meliputi triangulasi dan meningkatkan ketekunan. 13 Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Triangulasi

Triangulasi dilakukan dengan cara triangulasi teknik dan sumber data. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara menanyakan hal yang sama dengan teknik yang berbeda, yaitu dengan wawancara, observasi. Triangulasi sumber, dilakukan dengan cara menanyakan hal yang sama melalui sumber yang berbeda.14

Triangulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah triangulasi sumber. Hal ini bertujuan untuk membandingkan dan mengecek informasi yang diperoleh dengan wawancara dan observasi. Pada proses wawancara, peneliti memberikan pertanyaan yang serupa kepada para subjek penelitian. Hal tersebut memberikan gambaran suatu proses yang dipahami masing-masing subjek. Peneliti juga melakukan observasi,

11

Ibid., h. 99.

12

Ibid., h. 117.

13 Ibid., 14

(46)

observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mencari partisipan yang akan diwawancarai oleh peneliti. Pernyataan yang diperoleh dari partisipan dicocokan dengan kondisi lapangan.

2. Meningkatkan ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.15 Pengujian keabsahan data dengan meningkatkan ketekunan ini dilakukan dengan cara peneliti membaca seluruh catatan hasil penelitian secara cermat, sehingga dapat diketahui kesalahan dan kekurangannya. Dengan demikian peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.

3. Member Check

Pengujian keabsahan data dengan member check, dilakukan dengan cara mendiskusikan kembali hasil penelitian kepada sumber-sumber data yang telah memberikan data,16 yaitu delapan mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu, tiga orang KM (Ketua Mahasiswa) yang mewakili masing-masing konsentrasi: satu KM konsentrasi ekonomi, satu KM konsentrasi geografi dan satu KM konsentrasi sosiologi, dan lima orang mahasiswa dengan jurusan yang sama yang dipilih dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti. Melalui diskusi ini peneliti dan nara sumber membuat kesepakatan agar data tersebut valid sehingga data semakin dipercaya.

15

Ibid., h. 124.

16

(47)

33 A.Pendahuluan

Bab ini akan membahas hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap delapan orang nara sumber yang peneliti sebut sebagai partisipan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari hasil wawancara, sedangkan data sekunder berasal dari lembar observasi dan surat kelakukan baik dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Partisipan yang diminta oleh peneliti untuk menjadi nara sumber adalah mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada bab ini pembaca dapat mengetahui bagaimana deskripsi hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku altruisme pada mahasiswa. Selain membahas hasil wawancara, bab ini juga membahas hasil obervasi yang dilakukan peneliti untuk mencari partisipan yang akan di wawancarai, observasi ini dilakukan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, dan juga membahas tentang informasi partisipan.

B. Profil UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pada 1 Juni 2007 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merayakan "golden anniversary". Selama setengah abad, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah

(48)

periode, yaitu periode perintisan, periode fakultas IAIN al-Jami’ah, periode IAIN Syarif Hidayatullah, dan periode UIN Syarif Hidayatullah.

Sebagai bentuk reintegrasi ilmu, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sejak tahun akademik 2002/2003 menetapkan nama-nama fakultas sebagai berikut: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Fakultas Adab dan Humaniora, Fakultas

Ushuluddin, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Fakultas Dirasat Islamiyah, Fakultas Psikologi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Sekolah Pascasarjana.

Hingga tahun 2008 wisuda ke-85 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah menghasilkan alumni lebih dari 50.000 orang, baik lulusan Sarjana Strata Satu (S1) maupun Sarjana Magister (S2) dan Sarjana Doktor (S3). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terus berupaya menyiapkan peserta didiknya menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan keagamaan dan ilmu-ilmu terkait lainnya dalam arti yang seluas-luasnya.1

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan salah satu dari dua fakultas yang berdiri pertama kali sejak bergabungnya ADIA Jakarta dan PTAIN Yogyakarta menjadi IAIN Al-Jamiah al-Islamiyah al-Hukumiyah pada tahun 1960.

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) sebagai salah satu fakultas di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sejak awal pendirian hingga kini telah membuka berbagai jurusan atau program studi (Pendidikan Agama Islam, Bahasa Arab, dan Tadris) yang memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa untuk menjadi pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional baik pada tingkat pendidikan dasar maupun menengah bahkan beberapa di antaranya mampu menjadi asisten atau dosen pada beberapa perguruan tinggi. Keberhasilan ini tentu harus disyukuri dengan terus berusaha memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran dan memperluas jaringan

1

(49)

kerja (networking) baik secara individual dengan para pakar atau tokoh pendidikan maupun secara kelembagaan dengan beberapa perguruan tinggi lokal dan regional.

Salah satu jurusan yang ada di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang secara historis didirikan pada tahun 1980. Pada saat itu, jurusan pendidikan IPS masuk dalam kelompok Jurusan Tadris, yang secara keseluruhan terdiri dari bidang Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Matematika, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Jurusan Tadris Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial ini pernah mengalami stagnasi penerimaan mahasiswa, sampai kemudian diaktifkan kembali pada tahun 2001 berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI, Nomor E/47A/2001 tentang Penyelenggaraan Program Studi Pada Institut Agama Is

Gambar

Tabel 1       Waktu Penelitian ......................................................
Bagaimana kecerdasan Emosional dapat mempengaruhi perilaku Gambar 1 altruisme pada
Table 1 Waktu Pelaksanaan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakukan khusus untuk memperoleh

Pada window properties ini dapat diubah beberapa hal seperti : Designator (kode komponen di PCB jadi nanti), Comment (untuk di skematik, tidak muncul di PCB jadi) , tampilan

Dari berbagai uraian sebelumnya terlihat bahwa, bagi sebuah komponen yang memiliki fungsi laju kegagalan yang semakin meningkat, perawatan preventif secara periodik

 Dari sisi supplai, sumber utama pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2013 dihasilkan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan andil 1,31 persen dan diikuti

Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan Pemerintah Kota dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksud untuk pembinaan,

Dari Badan Usaha dimana pemegang saham adalah pribadi atau perorangan dan pemegang saham adalah berbentuk Badan Usaha atau (PT), maka disini menimbulkan usaha untuk

Hal dari evaluasi yang dilakukan oleh pelatih adalah para siswa mengalami peningkatan pada proses gerak, pukulan 5DSD¶L dan dalam penghayatan yang diajarkan oleh