• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penganrh Salep Ekstrak I)aun Binahong (Anredera cordifulia (Tenore) Steenis) terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Luka Bakar Tikus Sprngue dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penganrh Salep Ekstrak I)aun Binahong (Anredera cordifulia (Tenore) Steenis) terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Luka Bakar Tikus Sprngue dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBENTUKAN JARINGAN GRANULASI PADA

LUKA BAKAR TIKUS Sprague dawley

(Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan

Plat Besi)

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

SYIFA QURROTU AINI

NIM : 1111103000071

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum wr.wb.

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW

beserta keluarga dan sahabatnya.

Untuk menyelesaikan penelitian ini saya mendapat bantuan dan bimbingan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih

kepada :

1. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi., Sp.GK. selaku Kepala Program Studi

Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh

dosen di program studi ini yang selalu membimbing serta memberikan

ilmu kepada saya selama menjalani masa pendidikan di Program Studi

Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Rr. Ayu Fitri Hapsari M.Biomed. dan dr. Dyah Ayu Woro M. Biomed.

selaku dosen pembimbing yang telah membantu, menyediakan waktu,

tenaga, dan pikiran untuk membimbing saya dari awal hingga akhir

penelitian ini.

4. Kedua orang tua tercinta, H. Dahlan SH dan Hj. Saidah S. Ag, yang selalu

memberikan semangat, motivasi, dan cinta kasihnya sepanjang hidup saya.

Juga adik – adik saya, Laily Amalia Nikmah, Sabila Nur Azkiyah dan

Khalida Syilla Fasiha serta seluruh keluarga besar H. Nian yang senantiasa

membuat saya bersemangat dalam menjalani pendidikan di Program Studi

Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. dr. Nurul Hiedayati Ph. D selaku penanggungjawab (PJ) laboratorium

farmakologi, Ibu Zeti Haryyati, M. Biomed. selaku penanggungjawab (PJ)

(6)

v

Biomed., Ph. D selaku penanggungjawab (PJ) Animal House, serta Ibu Rr.

Ayu Fitri Hapsari M. Biomed selaku penanggungjawab laboratorium

histologi yang telah memberikan izin atas penggunaan laboratorium dalam

penelitian ini.

6. Teman-teman seperjuangan saya, yaitu Kelompok Belimbing, Asmi

Utami Asfar, Audi Fikri Aulia, Farah Nabilla Rahma, dan Seflan Syahrir

Ahliadi, serta seluruh laboran yang terlibat, antara lain : Mas Rachmadi,

Mba Suryani, dan Mba Din, serta Mas Harris dan Mas Panji yang telah

membantu dalam proses penelitian ini.

7. Pihak LIPI dan BALITRO yang telah membatu peneliti dalam pembuatan

ekstrak.

8. Ka Bayu dan Ka Zata, Program Studi Kesehatan Masyarakat 2010, yang

telah membantu saya dalam mengolah data.

9. Teman-teman PSPD 2010, 2011, 2012, dan 2013 yang selalu memberi

dukungan kepada saya.

10.Bapak-bapak Satpam dan OB FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

senantiasa membuka pagar dan menunggu peneliti saat penelitian di hari

libur.

Saya menyadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua

pihak agar laporan penelitian ini dapat menjadi lebih baik.

Demikian laporan penelitian ini saya tulis. Semoga dapat bermanfaat bagi

para pembaca umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Wassalamu‟alaikum wr.wb.

Ciputat, 11 Agustus 2014

(7)

vi

PENGARUH SALEP EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia

(Tenore) Steenis) TERHADAP PEMBENTUKAN JARINGAN GRANULASI PADA LUKA BAKAR TIKUS Sprague dawley

(Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi)

(ABSTRAK)

Syifa Qurrotu Aini

Pendahuluan: Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) sering digunakan untuk membantu penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh salep ekstrak daun Binahong terhadap pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar derajat III dan untuk mengetahui perbedaan efektivitas salep ekstrak daun Binahong terhadap pembentukan jaringan granulasi dengan konsentrasi 10%, 20%, dan 40%. Parameter pembentukan jaringan granulasi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu : kepadatan deposit kolagen, jumlah sel fibroblas, dan neovaskularisasi. Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental. Subjek penelitian berupa tikus strain Sprague dawley berjumlah 25 ekor yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan yaitu kontrol positif, kontrol negatif, salep ekstrak daun Binahong 10%, salep ekstrak daun Binahong 20%, dan salep ekstrak daun Binahong 40% dengan membuat luka bakar dengan lama paparan luka bakar 30 detik pada kulit bagian dorsal tikus menggunakan besi panas yang berukuran 4 x 2 cm. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan deposit kolagen pada kelompok kontrol positif paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lain dan jumlah sel fibroblas paling banyak terdapat pada kelompok perlakuan P2 (konsentrasi ekstrak 20%) dengan perbedaan yang signifikan. Kepadatan deposit kolagen pada kelompok perlakuan yang diberikan salep ekstrak daun Binahong lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Jumlah neovaskularisasi pada kelompok perlakuan P3 (konsentrasi ekstrak 40%) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain namun perbedaannya tidak signifikan. Kesimpulan: Salep ekstrak daun Binahong memiliki efektivitas pada kepadatan deposit kolagen dan jumlah sel fibroblas namun tidak memiliki efektifitas pada neovaskularisasi dalam pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley.

(8)

vii

EFFECT OF BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) LEAF EXTRACT OINTMENT ON THE FORMING OF GRANULATION

TISSUE IN BURN WOUND Sprague dawley RAT

(The Study Advance for Exposure Time During 30 seconds with A Metal Plate)

(ABSTRACT)

Syifa Qurrotu Aini

Introduction : Binahong leaf (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) can be used to improve wound healing activity. The aims of this research were to study the effectivity of Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis), and to study the differences effectivity of Binahong leaf extract ointment (Anredera cordifolia

(Tenore) Steenis) on the forming of granulation tissue with concentration 10%, 20%, and 40%. The parameter that used in this research were density of collagen deposition, number of fibroblast cells, and number of neovascularization.

Methode: This research using laboratory experimental method. The subject in this research were 25 rats which divided into 5 groups, namely positive control, negative control, and treatment group with concentration 10%, 20%, and 40% of Binahong leaf extract ointment. Rat‟s back skin were wounded by hot plate (4 x 2 cm) to make burn wound. Result: Research result shows that the density of collagen deposition in positive control and the number of fibroblast cell in group P2 (extract concentration 20%) is the most among others with significantly differences. The number of neovascularization in group P3 (extract concentration 40%) is more than the other group that is applied by Binahong leaf extract ointment,but not significantly differences. Conclusion: Binahong leaf extract ointment possess effectivity to the density of collagen deposition and the number of fibroblast cell but not to the number of neovascularization on the forming of granulation tissue in burn wound Sprague dawley rat.

(9)

viii

2.1.6 Pemberian topikal ekstrak daun Binahong ……….. 2.1.7 Tikus Sprague dawley ...

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian ... 3.2 Waktu dan tempat penelitian ... 3.3 Bahan yang diuji ………...

3.4 Populasi dan sampel penelitian ……….

(10)

ix 3.9.1 Pembuatan luka bakar pada tikus ..………... 3.9.2 Pembuatan ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia

(Tenore) Steenis) …………..………...

3.9.3 Pembuatan salep ekstrak daun Binahong ………....

3.9.4 Perlakuan hewan coba ……….

3.9.5 Persiapan eksisi luka ……….…………..

3.9.6 Pembuatan preparat histopatologi kulit ………..……….

3.9.7 Pengamatan histopatologi ...……….

3.10Analisis data ………... 3.11 Etika penelitian ...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kepadatan deposit kolagen ... 4.2 Jumlah sel fibroblas ... 4.3 Neovaskularisasi ... 4.4 Keterbatasan penelitian ...

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Respon sistemik terhadap luka bakar ………... Tabel 4.1 Rerata kepadatan deposit kolagen…………... Tabel 4.2 Hasil analisis data pengaruh ekstrak daun Binahong terhadap

kepadatan deposit kolagen ... Tabel 4.3 Rerata jumlah sel fibroblas ... Tabel 4.4 Hasil analisis data pengaruh ekstrak daun Binahong terhadap

jumlah sel fibroblas ... Tabel 4.5 Rerata jumlah pembuluh darah ... Tabel 4.6 Hasil analisis data pengaruh ekstrak daun Binahong terhadap

neovaskularisasi ...

27 53

54 56

57 59

(12)

xi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Rerata Kepadatan Deposit Kolagen ... Grafik 4.2 Rerata Jumlah Sel Fibroblas ... Grafik 4.3 Rerata Jumlah Pembuluh Darah ...

53 56 59

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Daun binahong ...

Gambar 2.2 Komponen Sistem Integumen ……….. Gambar 2.3 Struktur epidermis ……… Gambar 2.4 Gambaran histologis jaringan granulasi ……….…..

Gambar 2.5 Tahap penyembuhan luka primer dan sekunder ………... Gambar 2.6 Langkah –langkah proses angiogenesis ……….. Gambar 2.7 Frekuensi Mortalitas Akibat Luka Bakar karena Api per

100.000 anak -anak di daerah WHO berdasarkan Tingkat

Pendapatan Negara ……….………..

Gambar 2.8 Ilustrasi Kedalaman Luka Bakar dan Hubungannya dengan

Lapisan Kulit ……….

Gambar 2.9 Rules of nine Wallace………...

Gambar 2.10 Bentuk sediaan obat topikal ………...

Gambar 3.1 Hasil tes homogenitas salep ekstrak daun binahong ………….... Gambar 3.2 Contoh Hasil Pengolahan Foto dengan Menggunakan Program

Adobe Photoshop 6.0 ………

Gambar 3.3 Hasil penilaian kepadatan deposit kolagen dengan menggunakan

histogram format RGB Blue……….

Gambar 3.4 Pengaturan Grid Line pada Program Adobe PhotshopCS3 …….

Gambar 3.5 Pengaturan Guides, Grid & Slices pada Program Adobe Photoshop CS3 ... Gambar 3.6 Grid line yang muncul pada Program Adobe Photoshop CS3 ….

Gambar 4.1 Gambaran makroskopik luka bakar pada tikus Sprague dawley

pada hari pertama setelah pembuatan luka ... Gambar 4.2 Gambaran makroskopik luka bakar pada tikus Sprague dawley

pada hari ke – 5 setelah pembuatan luka ... Gambar 4.3 Deposit kolagen pada jaringan granulasi luka bakar ... Gambar 4.4 Sel fibroblas pada jaringan granulasi luka bakar ... Gambar 4.5 Neovaskularisasi pada jaringan granulasi luka bakar ... Gambar 6.1 Aklimatisasi sampel penelitian ... Gamabr 6.2 Proses pencukuran sampel penelitian ... Gambar 6.3 Proses pembuatan besi panas untuk membuat luka bakar ... Gambar 6.4 Proses pembuatan luka bakar pada sampel penelitian ... Gambar 6.5 Kondisi luka bakar pada sampel penelitian ... Gambar 6.6 Proses pemberian salep ekstrak daun Binahong ... Gambar 6.7 Proses sacrifice sampel penelitian ... Gambar 6.8 Proses pengambilan organ kulit ... Gambar 6.9 Fiksasi organ kulit dalam larutan formalin ... Gambar 6.10 Proses pembuatan preparat ... Gambar 6.11 Proses pewarnaan preparat ... Gambar 6.12 Proses pengambilan foto preparat ...

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil identifikasi tanaman ... Lampiran 2 Hasil ekstraksi tanaman ... Lampiran 3 Surat keterangan tikus sehat ………....

Lampiran 4 Surat persetujuan etik ………... Lampiran 5 Gambar proses penelitian ... Lampiran 6 Riwayat hidup penulis ...

(15)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1. 1Latar Belakang

Luka bakar merupakan luka yang ditimbulkan akibat trauma termal.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, prevalensi luka bakar di

Indonesia sebesar 0,7%. Prevalensi tertinggi terjadi pada usia 1 – 4 tahun sebesar

1,5%.1 Frekuensi kematian akibat luka bakar di negara dengan pendapatan rendah dan menengah sebelas kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara dengan

pendapatan tinggi. Kebanyakan kematian luka bakar juga terjadi di daerah Afrika,

Asia Tenggara dan Timur Tengah.2

Luka bakar dapat menimbulkan komplikasi beberapa infeksi, antara lain:

infeksi respirasi (24%), infeksi ginjal (15%), infeksi kardiovaskular (16%), infeksi

hematologi (1%), dan infeksi neurologi(1%). Luka bakar memiliki klasifikasi

berdasarkan kedalaman luka dan luas luka, antara lain : luka bakar derajat I,

derajat II, dan derajat III. Luka bakar derajat III merupakan luka yang paling luas

dan merusak seluruh lapisan kulit. Salah satu faktor yang mempengaruhi

mortalitas pada luka bakar adalah luas luka bakar yaitu ≥ 50% Total Body Surface Area (TBSA).3

Salah satu komponen dari penyembuhan luka bakar adalah pembentukan

jaringan granulasi. Pembentukan jaringan granulasi didahului oleh adanya respon

inflamasi pada luka tersebut. Komponen jaringan granulasi terdiri atas sel leukosit

(makrofag dan neutrofil), fibroblas, dan angiogenesis. Jaringan granulasi akan

terbentuk dari awal terjadinya luka hingga minggu ke - 4 setelah timbulnya luka.4 Pembentukan jaringan granulasi juga dapat mempengaruhi waktu penyembuhan

luka.

Masyarakat Indonesia masih sering menggunakan obat – obatan herbal

sebagai media penyembuhan luka. Salah satu bahan herbal yang sering digunakan

adalah daun binahong. Binahong (Anredera cordifolia(Tenore)Steenis) adalah

tanaman yang berasal dari negara Amerika Selatan. Penyebaran tanaman ini

(16)

Utara.5 Binahong memiliki penyebaran yang cukup luas di Indonesia. Di Indonesia, tanaman ini sering dikenal sebagai penghias gapura yang melingkar di

atas jalan taman.6 Selain itu, masyarakat juga sering menggunakan tumbukan daun Binahong sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan luka. Tanaman ini

sering dijadikan sebagai makanan di beberapa negara, seperti Vietnam dan

Taiwan. Masyarakat Cina, Korea, dan Taiwan juga sering mengkonsumsi tanaman

ini karena dipercaya dapat membantu penyembuhan dari suatu penyakit.7

Hampir seluruh bagian tanaman Binahong dapat digunakan untuk terapi

herbal.8 Namun, masyarakat lebih sering menggunakan daun Binahong untuk langsung dimanfaatkan. Daun Binahong memiliki banyak manfaat, antara lain

sebagai antiinflamasi, antioksidan, antibakteri, dan analgesik.5 Binahong juga dipercaya dapat menyembuhkan penyakit diabetes, wasir, penyakit jantung, tifus,

stroke, reumatik, pemulihan pasca operasi, menyembuhkan luka dalam dan luka

khitanan, sesak napas, keputihan, hepatomegali dan asam urat.6

Binahong memiliki zat aktif, antara lain: flavonoid yang berkhasiat

sebagai antibakteri, asam oleanolat yang berkhasiat sebagai antiinflamasi dan

mengurangi nyeri pada luka bakar, dan ancordin yang berkhasiat untuk

menstimulasi pembentukan antibodi dan menstimulasi pembentukan nitric oxide.

Nitric oxide dapat meningkatkan sirkulasi darah yang membawa nutrien ke sel,

merangsang produksi hormon pertumbuhan, dan mengganti sel yang rusak dengan

sel yang baru.7 Penelitian yang dilakukan oleh Chotimah (2013) menunjukkan pemberian ekstrak daun Binahong dapat meningkatkan sel fibroblas pada

penyembuhan luka akibat ekstraksi gigi.9 Beberapa studi menyebutkan bahwa ekstrak daun Binahong memiliki kemampuan antibakteri, baik bakteri gram

positif maupun bakteri gram negatif. Selain itu, binahong juga dapat digunakan

sebagai obat untuk penyakit menular seksual.10

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Persada et al (2014) tingkat

kesembuhan luka bakar derajat II dengan pemberian Binahong lebih tinggi

dibandingkan dengan hidrogel secara mikroskopik, namun secara mikroskopik

tidak terdapat perbedaan yang signifikan.11

Penelitian – penelitian mengenai pengaruh ekstrak daun Binahong

(17)

insisi. Namun, penelitian mengenai pengaruh ekstrak daun Binahong terhadap

pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar masih jarang dilakukan.

Berdasarkan hal diatas, penelitian ini bertujuan ini untuk mengetahui

pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong terhadap pembentukan jaringan

granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley dengan studi pendahuluan lama

paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi. Penelitian ini meliputi uji

histopatologi jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley yang

diberikan ekstrak daun Binahong dengan konsentrasi yang berbeda dengan lama

paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi.

1.2 Rumusan Masalah

- Apakah terdapat pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong

(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap pembentukan jaringan

granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley dengan lama paparan luka

bakar 30 detik dengan plat besi?

- Bagaimana pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong (Anredera

cordifolia(Tenore)Steenis) dengan konsentrasi ekstrak daun Binahong

sebesar 10%, 20%, dan 40% terhadap pembentukan jaringan granulasi

(sel fibroblas, deposit kolagen, dan neovaskularisasi) pada luka bakar tikus

Sprague dawley dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat

besi?

1.3 Hipotesis

- Terdapat pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong (Anredera

cordifolia (Tenore) Steenis) dengan konsentrasi ekstrak daun Binahong

sebesar 10%, 20%, dan 40% terhadap pembentukan jaringan granulasi

pada luka bakar tikus Sprague dawley dengan lama paparan luka bakar 30

detik dengan plat besi.

- Terdapat peningkatan kepadatan deposit kolagen, peningkatan jumlah sel

fibroblas, dan peningkatan jumlah neovaskularisasi pada pembentukan

jaringan granulasi luka bakar tikus Sprague dawley. Semakin tinggi

konsentrasi ekstrak daun binahong maka kepadatan deposit kolagen,

(18)

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian salep ekstrak daun

Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) dengan

konsentrasi ekstrak daun Binahong sebesar 10%, 20%, dan 40%

terhadap pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar tikus

Sprague dawley dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan

plat besi.

1.4.2 Tujuan Khusus

 Untuk mengetahui perbedaan kepadatan deposit kolagen dalam jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley

dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi yang

diberikan salep ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia

(Tenore)Steenis) dengan konsentrasi ekstrak daun Binahong

sebesar 10%, 20%, dan 40%.

 Untuk mengetahui perbedaan jumlah sel fibroblas dalam jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley

dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi yang

diberikan salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia

(Tenore)Steenis) dengan konsentrasi ekstrak daun Binahong

sebesar 10%, 20%, dan 40%.

 Untuk mengetahui perbedaan jumlah neovaskularisasi dalam jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley

dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi yang

diberikan salep ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia

(Tenore)Steenis) dengan konsentrasi ekstrak daun Binahong

sebesar 10%, 20%, dan 40%.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

- Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama

menempuh pendidikan di program studi pendidikan dokter UIN

(19)

- Menambah pengetahuan peneliti terhadap penerapan beberapa ilmu

kedokteran terhadap perkembangan dunia kesehatan.

b. Bagi Institusi

- Menambah informasi dan literatur mengenai bidang keilmuan

histopatologi.

- Memajukan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan

mempublikasikan penelitian ini.

c. Bagi Keilmuan

- Dapat memberikan informasi mengenai pengaruh salep ekstrak daun

Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap

pembentukan jaringan granulasi luka bakar tikus Sprague dawley

dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi.

- Sebagai sumber referensi bagi praktisi yang tertarik dalam penelitian

histopatologi.

d. Bagi Masyarakat

- Menambah pengetahuan masyarakat mengenai bahan alam yang

efektif untuk penyembuhan luka bakar.

- Sebagai rujukan untuk pemanfaatan ekstrak daun binahong dalam

upaya peningkatan kesehatan masyarakat.

1.6 Kerangka Teori

(20)

1.7Kerangka Konsep

Bagan 1.2 Kerangka Konsep Salep ekstrak etanol

daun binahong dengan konsentrasi

ekstrak sebesar 10%, 20%, dan 40%

Luka bakar pada tikus

Sprague dowley dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan

plat besi

Peningkatan Kepadatan Deposit Kolagen

Peningkatan Jumlah Sel Fibroblas

Peningkatan Jumlah Neovaskularisasi Pembentukan Jaringan

(21)

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis)

2.1.1.1 Morfologi dan Klasifikasi Tanaman

Binahong adalah tumbuhan merambat dan berumur panjang (perennial) dan panjangnya dapat mencapai 5 meter. Tanaman ini memiliki batang yang

lunak, berbentuk silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid,

permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun

dengan bentuk tidak beraturan dan bertekstur kasar. Bunga majemuk berbentuk

tandan , bertangkai panjang, muncul di ketiak daun. Mahkota bunga berwarna

krem keputihan berjumlah lima helai dan tidak berlekatan, panjang helaian

mahkota 0,5 – 1 cm, dan berbau harum. Akar binahong berbentuk rimpang dan

lunak.6 Berikut adalah deskripsi daun binahong :

 Warna : Hijau

 Bentuk : Tunggal, berbentuk jantung, bertangkai pendek, tersusun

berselang – seling, panjang daun 5 – 10 cm, lebar 3 - 7 cm, helaian daun

tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk, tepi rata, dan permukaan

licin.6,12

Berdasarkan ilmu taksonomi, berikut adalah klasifikasi dari tanaman

binahong :13

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisio : Spermatophyta

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Caryophyllidae

Ordo : Caryophyllales

Familia : Basellaceae

Genus : Anredera

(22)

Gambar 2.1 Daun Binahong

Tanaman Binahong tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini

juga dapat tumbuh pada ketinggian 3000 meter di atas permukaan laut dengan

suhu 200C -300C pada bulan Januari dan 100C – 300C pada bulan Juli serta dengan curah hujan 500 – 2000 mm per tahun. Tanaman ini tumbuh pada beberapa

vegetasi, seperti hutan, lahan pertanian dan lahan yang berumput. Pada tanah

lembab yang subur, tanaman ini dapat tumbuh secara agresif setinggi 40 meter

dan membentuk pohon kanopi. Kecepatan pertumbuhan binahong 1 meter per

bulan, dan lebih dari 1 meter pada musim panas. Binahong lebih cepat tumbuh di

daerah yang memiliki banyak cahaya.13 Oleh karena itu, tanaman binahong dapat tumbuh dengan mudah di Indonesia karena Indonesia merupakan negera tropis

yang mendapat intensitas sinar matahari yang tinggi.

Perbanyakan tanaman binahong dapat dilakukan secara vegetatif dengan

menggunakan akar rimpang dan secara generatif dengan menggunakan biji.

Sampai saat ini, umumnya perbanyakan tanaman secara vegetatif karena lebih

cepat pertumbuhannya dan sifatnya sama seperti induknya. Perbanyakan dari akar

dengan mencabut atau memisahkan rimpang dari pohon induk.13,6 Rimpang yang dipilih adalah rimpang yang paling tua. Selanjutnya, rimpang ditanam pada media

tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang 1 : 1. Rimpang yang telah

ditanam diberikan pelindung sampai 50%. Perbanyakan secara generatif dapat

menggunakan biji yang telah matang. Biji yang disemai saat pembibitan harus

memiliki 4 – 6 daun, dan setelah berumur 1 bulan dapat dipindahkan ke

(23)

Tanaman Binahong merupakan tanaman asli dari kawasan Amerika

Selatan dan penyebaran cukup luas hingga ke beberapa negara. Hampir diseluruh

benua terdapat tanaman ini, kecuali di benua Antartika, antara lain : Amerika

Selatan (Bolivia, Ekuador, Paraguay, Peru), Mesoamerika (Costa rica, Honduras,

Elsavador), Amerika Utara (bagian selatan Amerika Serikat), Asia (China), Eropa

(Perancis), Afrika (Malawi, Senegal) dan Australia.6

2.1.1.2 Kandungan Kimiawi dan Manfaat Daun Binahong

Daun binahong mengandung senyawa fenol yang tinggi, asam askorbat

dan antioksidan. Senyawa tersebut juga dapat digunakan sebagai antibakteri.

Asam oleanolat yang terdapat di dalam daun binahong dapat berfungsi sebagai

antiinflamasi. Rimpang binahong mengandung protein ancordin yang dapat

menstimulasi nitrit oksida sehingga sirkulasi aliran darah menuju menjadi lebih

baik serta dapat juga menstimulasi tubuh menghasilkan hormon pertumbuhan dan

merangsang pergantian sel yang rusak dengan sel yang baru.7

Saponin dapat ditemukan pada bagian daun, batang, akar tanaman

binahong. Kadar saponin dalam daun sebesar 28.14±0.22 mg/g, batang sebesar

3.65±0.11 mg/g, dan dalam rimpang sebesar 43.15±0.10 mg/g. Saponin dapat

diklasifikasikan menjadi triterpenoid, steroid, dan alkaloid. Saponin dapat

berfungsi sebagai antibakteri, antiviral, antitumor, penurun kolesterol dan dapat

menstimulasi pembentukan kolagen yang memiliki peran penting dalam proses

penyembuhan luka. Saponin juga berperan sebagai hormon steroid yang berperan

sebagai zat analgesik dan antiinflamasi. Saponin dapat berpotensi sebagai “salep

hidrokarbon” untuk pembentukan kolagen tipe 1.7

Daun Binahong juga mengandung zat aktif lain, yaitu flavonoid. Jenis

flavonoid yang terkandung di dalam ekstrak Binahong adalah flavonol.15 Flavonoid berperan sebagai antioksidan dan antimikroba. Flavonoid memiliki

gugus hidroksil yang dapat menetralisir radikal bebas. Flavonoid juga dapat

menghambat enzim yang membantu pembentukan radikal bebas dan

meningkatkan proteksi antioksidan lain. Proses peroksidasi lipid dapat

menimbulkan radikal bebas. Flavonoid melindungi lipid agar tidak mengalami

(24)

Flavonoid dapat menghambat enzim DNA gyrase sehingga pertumbuhan

bakteri akan terhambat. Flavonoid juga dapat berperan sebagai antiinflamasi.

Flavonoid dapat mengganggu transduksi sinyal dan aktivasi sel imun dengan cara

menghambat enzim kinase dan fosfodiesterase.18

Binahong juga mengandung vitamin C yang berfungsi sebagai kofaktor

hidroksilasi prolin dalam pembentukan kolagen. Vitamin C dapat menstimulasi

angiogenesis.Terdapat perbedaan kadar vitamin C pada daun binahong segar dan

ekstrak daun binahong. Kadar vitamin C pada daun binahong segar sebesar

13.05±0.64mg/100gr dan pada ekstrak daun binahong sebesar 6.76±0.77

mg/100gr.16,17

2.1.2 Kulit

Kulit merupakan organ terbesar tubuh.19 Proporsi kulit sebesar 16% dari berat tubuh total. Luas area kulit tubuh sebesar 1,5 – 2 m2. Kulit merupakan pertahanan tubuh pertama yang melawan organisme patogen dari luar.20 Kulit memiliki dua komponen utama yaitu :

1. Membran kutaneus, yang terdiri atas 2 komponen yaitu : epidermis (epitel

superfisial) dan dermis (jaringan ikat yang terletak dibawah epidermis)

2. Struktur tambahan, antara lain : rambut, kuku, dan kelenjar eksokrin

multiseluler. Struktur – struktur tersebut terletak di dermis dan menonjol

ke permukaan kulit melalui epidermis.

Terdapat lapisan hipodermis atau lapisan subkutan yang terletak di bawah

lapisan dermis. Lapisan hipodermis memisahkan antara fasia dalam organ yaitu

otot dan tulang dengan sistem integumen.20 Fungsi kulit dan hipodermis, antara lain :

1. Proteksi jaringan yang terdapat dibawahnya dan organ terhadap aberasi,

kehilangan cairan dan zat kimia

2. Ekskresi garam, air, dan zat sisa organik oleh kelenjer integumen

3. Mempertahankan suhu tubuh normal melalui insulasi maupun pendinginan

(25)

4. Produksi melanin yang melindungi jaringan dari radiasi ultraviolet

5. Sintesis vitamin D

6. Tempat penyimpanan lipid di dalam adiposit pada lapisan dermis dan

dalam jaringan adiposa di lapisan subkutan.

7. Mendeteksi rangsangan sentuhan, tekanan, nyeri dan suhu dan

menyampaikan informasi rangsangan tersebut ke sistem saraf pusat.

Gambar 2.2 Komponen Sistem Integumen

Sumber : Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF, 2012

2.1.2.1Epidermis

Lapisan epidermis tersusun atas sel epitel skuamosa berlapis dan

berkeratin. Epitel ini berperan sebagai proteksi mekanik dan menjaga agar

mikroorganisme tetap di luar tubuh. Epidermis bersifat avaskular. Sel – sel yang

terletak di lapisan epidermis mendapat nutrisi dan oksigen dari kapiler dermis

melalui difusi. Epidermis di dominasi oleh keratinosit yang menghasilkan

(26)

Gambar 2.3 Struktur Epidermis

Sumber : Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF, 2012

Keratinosit yang terdapat di dalam epidermis tersusun berlapis –

lapis. Lapisan epidermis disebut stratum. Lapisan – lapisan tersebut dari membran

basal ke permukaan antara lain : stratum basalis, stratum spinosum, stratum

granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum. Pada kulit yang tipis,

terdapat 4 lapisan keratinosit dengan ketebalan 0.08 mm dan tidak terdapat

stratum lusidum sedangkan pada kulit yang tebal terdapat 5 lapisan keratinosit

dengan ketebalan 0.5 mm dan terdapat stratum lusidum. Kulit tebal terletak pada

telapak tangan dan telapak kaki.20

Stratum basalis merupakan lapisan paling dalam epidermis. Sel

yang terletak pada lapisan ini memiliki hemidesmosom yang menempel pada

membran basalis yang memisahkan epidermis dengan jaringan ikat longgar yang

berdekatan dengan dermis. Stratum basalis membentuk lekukan epidermis

(epidermal ridge) yang meluas hingga ke bagian dermis dan dekat dengan papila

dermis yang meluas hingga ke bagian epidermis. Pola lekukan epidermis setiap

orang berbeda – beda dan tidak pernah berubah. Pola – pola lekukan epidermis

pada ujung jari membentuk sidik jari dan sering digunakan unutk proses

identifikasi.20

Sel yang terdapat di stratum basalis merupakan stem cell dan

memiliki daya regenerasi yang tinggi. Selain itu, pada bagian permukaan kulit

yang memiliki sedikit rambut, terdapat sel Merkel di stratum basalis. Terdapat sel

taktil yang berfungsi untuk menghantarkan rangsangan sentuhan dan sel melanosit

(27)

Stratum spinosum tersusun atas 8 – 10 lapis keratinosit. Lapisan ini

terletak di bagian atas stratum basalis. Keratinosit pada lapisan ini mengalami

proses kimiawi. Sitoplasma sel mengkerut namun menyisakan komponen

sitoskeleton dan desmosom yang masih intak. Selain itu juga terdapat sel

Langerhans (sel dendritik) yang berperan untuk respon imun.20

Stratum granulosum terdiri atas 3 -5 lapis keratinosit yang

merupakan derivat dari stratum spinosum yang terletak dibawahnya. Keratinosit

pada lapisan ini mulai berhenti membelah dan menghasilkan keratin dan

keratohialin yang banyak. Ketika keratin yang dihasilkan semakin banyak maka

keratinosit akan semakin tipis dan datar. Membran sel akan menebal dan

permeabilitasnya berkurang. Keratohialin membentuk granula sitoplasmik yang

menyebabkan sel dehidrasi. Akibat dehidrasi tersebut, nukleus dan organel sel

mengalami disintegrasi sehingga sel menjadi mati.20

Stratum lusidum terletak pada telapak tangan dan telapak kaki. Sel

pada lapisan ini berbentuk datar, tanpa organel dan terisi oleh keratin.20

Stratum korneum terletak pada bagian epidermis yang paling luar.

Lapisan ini tersusun atas 15 – 30 lapis keratinosit. Pada keadaan normal, stratum

korneum bersifat kering dan water resistent. Air yang berasal cairan interstitial

dapat berpenetrasi ke permukaan kulit dan mengalami evaporasi. Proses tersebut

dinamakan perspirasi. Perspirasi ada yang dapat dilihat dan dirasakan secara sadar

(Sensible Perspiration) dan ada juga yang tidak dapat dilihat dan dirasakan

(Insensible Perspiration). Jika terjadi kerusakan pada stratum korneum yang

mengganggu efektifitasnya sebagai penahan air, maka frekuensi insensible

perspiration akan meningkat dan tubuh akan kehilangan lebih banyak cairan. Pada

luka bakar yang parah dapat menyebabkan terjadinya kulit kering yang berlebihan

(xerosis).20

2.1.2.2Dermis

Dermis terletak di antara epidermis dan hipodermis. Lapisan ini

banyak mengandung jaringan ikat, kelenjar, dan pembuluh darah.27 Dermis memiliki dua komponen utama yaitu :

(28)

2. Lapisan retikular (pada bagian dalam)

Lapisan papilar merupakan papila dermis yang berproyeksi

diantara lekukan epidermal. Lapisan ini tersusun atas jaringan ikat longgar yang

mengandung kapiler, pembuluh limfatik, dan neuron sensori yang menyuplai

permukaan kulit.20 Jaringan ikat longgar yang menyusun lapisan ini terdiri atas serat kolagen tipe III dan serat kolagen. Sel – sel yang terdapat pada lapisan ini,

antara lain : sel fibroblas, makrofag, sel plasma, dan sel mast. Pada beberapa

bagian papilla dermis terdapat korpuskel Meissner. Korpuskel Meissner

merupakan mekanoreseptor yang berespon terhadap deformasi ringan epidermis.

Reseptor ini banyak terdapat di daerah yang peka terhadap rangsangan taktil,

seperti bibir, genitalia eksterna, dan puting susu. Mekanoreseptor lain yang

terletak pada papilla dermis adalah bulbus akhir Krause (Krause end bulb). Fungsi

dari mekanoreseptor ini adalah untuk merespon rangsangan dingin.45

Lapisan retikular tersusun atas anyaman jaringan ikat yang tidak

beraturan yang mengandung serat kolagen dan serat elastin. Serat kolagen terletak

pada bagian superfisial lapisan retikular dan masuk kedalam lapisan papilar,

sehingga batas antara lapisan papilar dan lapisan retikular tidak dapat dibedakan.20 Pada bagian intersitisial lapisan retikular terdapat proteoglikan yang banyak

mengandung dermatan sulfat. Sel yang terdapat pada lapisan ini, antara lain: sel

fibroblas, sel mast, limfosit, makrofag dan sel lemak pada bagian dalam lapisan

retikular. Pada lapisan ini terdapat 2 mekanoreseptor, yaitu korpuskel pacini dan

korpuskel ruffini. Korpuskel pacini berfungsi untuk merespon rangsangan tekanan

dan getaran sedangkan korpuskel ruffini berfungsi untuk merespon regangan. 45

 Sel Fibroblas

Fibroblas merupakan sel terbanyak yang terdapat di jaringan ikat.

Sel ini berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi. Fibroblas dapat

berada dalam keadaan aktif maupun inaktif. Fibroblas yang aktif memiliki bentuk

memanjang dengan sitoplasma lebih pucat dan biasanya sulit dibedakan dengan

serat kolagen pada pewarnaan hematoxylin eosin. Bagian sel yang dapat terlihat

dengan jelas adalah nukleus yang berbentuk oval, lebih gelap, besar dan

(29)

menonjol dan retikulum endoplasma kasar lebih banyak terutama saat sel sedang

aktif memproduksi matriks seperti pada penyembuhan luka.45

Sel fibroblas yang tidak aktif memiliki bentuk lebih kecil dan lebih

oval. Nukleusnya lebih kecil dan memanjang. Pada mikroskop elektron akan

terlihat retikulum endoplasma yang jarang namun banyak terdapat ribosom bebas.

Sel fibroblas yang tidak aktif disebut juga sel fibrosit. Pembelahan sel fibroblas

jarang terlihat pada jaringan normal. Namun, saat terjadi luka, sel tersebut akan

berproliferasi dan menjadi lebih aktif untuk memproduksi matriks ekstraseluler.

Saat penyembuhan luka, sel menjadi lebih besar dan bersifat basofilik. 45

 Kolagen

Serat kolagen terletak pada seluruh jaringan ikat. Pada potongan

histologi, serat kolagen yang bersifat asidofilik akan berwarna merah muda pada

pewarnaan eosin, berwarna biru pada pewarnaan Mallory trichrome, dan berwarna

hijau pada pewarnaan Masson’s trichrome. Serat kolagen tersusun atas subunit tropokolagen yang memiliki sekuens asam amino rantai alfa. Serat kolagen

menyusun 20% protein tubuh dan merupakan serat yang fleksibel dan memiliki

kekuatan regangan yang besar.45

Serat kolagen dibentuk dari agregat serat tipis yang berdiameter 10

sampai 300 nm. Serat tipis tersebut merupakan molekul tropokolagen dengan

panjang 280 nm dan berdiameter 1,5 nm. Molekul tropokolagen tersusun atas 3

rantai polipeptida yang disebut rantai alfa yang saling berpilin dan membentuk

konfigurasi triple helical. Setiap rantai alfa memiliki 1000 asam amino. Setiap 3

asam amino terdapat asam amino glisin. Asam amino lain yang menyusun rantai

alfa adalah prolin, hidroksiprolin, dan hidroksilisin. Ikatan hidrogen yang terdapat

pada hidroksiprolin menjaga agar ketiga rantai alfa tetap bersama sedangkan

hidroksilisin memberikan bentuk serat karena dapat saling mengikat molekul

kolagen.45

Setiap rantai alfa dikode oleh mRNA (messanger Ribonucleic

Acid) yang berbeda. Sekuens asam amino pada rantai alfa tersebut membagi

kolagen menjadi 15 tipe kolagen yang berbeda, yaitu: 45 a. Kolagen Tipe 1

(30)

- Membentuk serat yang tebal

- Terdapat di dermis, tendon, ligamen, kapsula organ, tulang, dentin, dan

sementum

- Dapat disintesis oleh sel fibroblas, osteoblas, odontoblas, dan

cementoblas

- Fungsi : menahan tekanan

b. Kolagen Tipe II

- Membentuk serat yang ramping

- Hanya ditemukan pada matriks kartilago hialin dan elastin

- Fungsi : menahan tekanan

- Dapat diproduksi oleh sel kondroblas

c. Kolagen Tipe III (serat retikular)

- Merupakan kolagen yang terglikosilasi tinggi

- Membentuk serat tipis dengan diameter 0,5 – 2,0

- Serat kolagen ini banyak terdapat di sistem limfatik, limpa, hati, sistem

kardiovaskular, paru, dan kulit.

- Membentuk struktur rangka limpa, otot polos, jaringan adiposa, hati, dan

nodus limfatik

- Dapat diproduksi oleh sel fibroblas, sel retikular, sel otot polos, dan

hepatosit

d. Kolagen Tipe IV

- Tidak membentuk serat, namun membentuk anyaman molekul

prokolagen yang melapisi lamina basalis

- Diproduksi oleh sel epitel, sel otot, dan sel Schwann

e. Kolagen Tipe V

- Membentuk serat yang sangat tpis

- Terdapat di dermis, ligamen, tendon, kapsul organ, tulang, plasenta, dan

sementum

- Berasosiasi dengan kolagen tipe 1 dan matriks dasar plasenta

- Diproduksi oleh sel fibroblas dan mesenkim

f. Kolagen Tipe VII

(31)

- Terletak pada pertemuan antara epidermis dan dermis

- Diproduksi oleh sel epidermis

 Sintesis Kolagen

Sintesis kolagen terjadi di retikulum endoplasma kasar dalam

bentuk rantai preprokolagen. Molekul preprokolagen yang telah disintesis masuk

ke dalam sisterna retikulum endoplasma kasar. Di dalam sisterna RE kasar,

molekul tersebut dimodifikasi. Asam amino prolin dan lisin akan terhidroksilasi

oleh enzim peptidil prolin hidroksilase dan peptidil lisin hidroksilase untuk

membentuk hidroksiprolin dan hidroksilisin. Proses ini disebut modifikasi post

translasi. Beberapa hidroksilisin mengalami glikosilasi dengan penambahan gugus

glukosa dan galaktosa.45

Tiga molekul preprokolagen membentuk konfigurasi heliks yang

disebut molekul prokolagen. Terdapat propeptida yang menjaga ikatan kolagen

tersebut dan mencegah agregasi spontan serat kolagen di dalam sel. Molekul

prokolagen meninggalkan RE kasar melalui vesikel transfer yang memindahkan

molekul tersebut ke apparatus golgi. Di apparatus golgi, molekul tersebut

dimodifikasi dengan penambahan oligosakarida. Molekul prokolagen yang telah

dimodifikasi kemudian dikemas di dalam jaringan trans golgi dan langsung

dikeluarkan dari sel.45

Saat prokolagen masuk ke dalam lingkungan ekstraseluler, enzim

prokolagen peptidase akan memecah ikatan antara propeptida dengan kolagen.

Molekul kolagen akan terbentuk lebih kecil dan disebut molekul tropokolagen.

Ikatan kovalen yang dibentuk oleh lisin dan hidroksilisin molekul tropokolagen

akan membentuk struktur serat. Pada kolagen tipe IV, propeptida yang terdapat

pada prokolagen tidak dihilangkan sehingga struktur kolagennya tidak

membentuk serat. 45

2.1.2.3Hipodermis

Hipodermis terletak dibawah lapisan retikular dermis. Namun,

secara umum antara lapisan retikular dengan hipodermis tidak dapat dibedakan

dengan jelas karena jaringan ikat pada kedua lapisan saling bertautan. Fungsi

(32)

dibawahnya yaitu otot dan tulang.28 Hipodermis tersusun atas jaringan ikat longgar dan jaringan adiposa. Pada bagian superfisial terdapat pembuluh darah

arteri dan vena yang besar.20,27

2.1.3 Jaringan Granulasi

2.1.3.1 Definisi Jaringan Granulasi

Jaringan vaskular yang baru terbentuk secara normal pada proses

penyembuhan luka jaringan lunak dan membentuk sikatrik, terdiri atas masa yang

kecil, translusen, merah dan bernodul.19 Jaringan granulasi merupakan salah satu komponen dari proses penyembuhan luka. Jika suatu luka mengenai area yang

luas atau luka tersebut mengenai daerah yang dilapisi dengan kulit yang tipis,

perbaikan jaringan terjadi pada bagian dermis dan epitel.

Pembelahan fibroblas dan sel mesenkim menghasilkan sel yang mobile

yang masuk ke dalam area luka. Sel endotel pembuluh darah yang rusak mulai

membelah, membentuk kapiler baru yang memperlancar sirkulasi. Kombinasi

bekuan darah, fibroblas, dan jaringan kapiler yang luas disebut sebagai jaringan

granulasi.21

Secara makroskopis, jaringan granulasi berwarna merah, lembut, dan

bergranul, seperti yang terlihat di bawah keropeng pada kulit luka. Secara

histologi ditandai dengan proliferasi sel fibroblas dan kapiler baru yang halus dan

(33)

Gambar 2.4 Gambaran Histologis Jaringan Granulasi

A. Jaringan granulasi yang menunjukkan banyak pembuluh darah, edema,

dan suatu ekstraseluler matriks yang longgar yang kadang mengandung sel

radang. Hasil pewarnaan trikrom yang mewarnai biru kolagen.

B. Pewarnaan trikrom jaringan parut matur, kolagen padat, hanya disertai

saluran vaskular yang tersebar.

Sumber : Kumar et al, 2007

2.1.3.2 Proses Penyembuhan Luka

Proses perbaikan jaringan akibat luka sangat penting untuk

mempertahankan kehidupan. Setiap jaringan yang rusak dapat mengalami

perbaikan, namun kemampuannya sangat bervariasi. Proses penyembuhan luka

merupakan proses yang kompleks, namun terjadi secara teratur. Proses tersebut

terdiri atas serangkaian proses berikut :21 1. Induksi respon peradangan akut

2. Regenerasi sel parenkim

3. Migrasi dan proliferasi sel parenkim dan sel jaringan ikat

4. Sintesis protein ekstraseluler

5. Remodeling unsur parenkim untuk mengembalikan fungsi jaringan

6. Remodeling jaringan ikat untuk memperkuat luka.

Secara umum, proses penyembuhan luka juga dapat

diklasifikasikan menjadi 3 fase, yaitu: fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase

(34)

Gambar 2.5 Tahap Penyembuhan Luka Primer (kiri) dan Sekunder (kanan).

Sumber : Kumar et al, 2007

Penyembuhan primer terjadi pada luka fokal pada kontinuitas

membran basalis epitel dan menyebabkan kematian sel dalam jumlah yang sedikit

sedangkan penyembuhan sekunder terjadi pada luka yang menyebabkan

kehilangan sel atau jaringan luas sehingga merangsang pertumbuhan jaringan

granulasi dan menyebabkan pertumbuhan jaringan parut.21

Perbedaan antara penyembuhan primer dan penyembuhan

sekunder, antara lain: secara intrinsik, jika terjadi kerusakan jaringan yang luas

maka jumlah debris jaringan nekrosis dan fibrin lebih banyak sehingga reaksi

radang menjadi lebih hebat dan berpotensi besar mengalami cedera sekunder

akibat radang, jaringan granulasi yang terbentuk lebih besar sehingga jaringan

parut yang terbentuk juga lebih besar, dan penyembuhan sekunder menunjukkan

adanya kontraksi luka.21

a. Fase Inflamasi

Fase inflamasi merupakan fase awal proses penyembuhan luka. Fase ini

terdiri atas 2 komponen, yaitu respon vaskular dan hemostasis, serta respon

(35)

darah. Hemostasis terdiri atas 2 proses, yaitu pembentukan bekuan fibrin dan

koagulasi. Trombosit memiliki peran yang sangat penting dalam proses

hemostasis tersebut. Trombosit diaktivasi oleh matriks ekstraseluler di dinding

pembuluh darah sehingga membentuk agregat dan pada saat yang bersamaan

mengeluarkan mediator (serotonin, adenosine difosfat, dan tromboksan A2) dan

protein pengikat (fibrinogen, fibronektin, trombospodin, dan Von Willebrand

Factor VIII ). Dalam proses ini, terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin oleh

trombin sehingga akan terbentuk bekuan fibrin.22

Respon seluler dari fase inflamasi ditandai dengan datangnya

leukosit, neutrofil dan monosit ke tempat luka. Sel – sel tersebut mengeluarkan zat

sitokin yang merupakan faktor kemotaksis untuk memanggil sel – sel leukosit lain

dan mengeluarkan faktor pertumbuhan sedangkan monosit akan berubah menjadi

makrofag dan memfagositosis sisa – sisa kotoran di tempat luka tersebut. Proses

ini berlangsung dalam waktu 24 jam setelah terjadinya luka.21, 22

b. Fase Proliferasi

Dalam fase proliferasi akan terjadi proses reepitelisasi, migrasi

keratinosit, proliferasi keratinosit, pembentukan Basement Membrane Zone

(BMZ), rekonstitusi dermis, fibroplasia, dan angiogenesis. Reepitelisasi

merupakan proses pengembalian epidermis intak setelah terjadi luka. Proses ini

dapat terjadi karena adanya migrasi sel keratinosit ke daerah luka, diferensiasi

neoepitel menjadi stratum epidermis, restorasi BMZ yang intak yang

menghubungkan dermis dan epidermis di bawahnya. Keratinosit bermigrasi dalam

waktu 24 jam setelah terjadi luka. Faktor yang mempengaruhi migrasi keratinosit

antara lain: matriks ekstraseluler, reseptor integrin, metalloprotease (MMP), dan

faktor pertumbuhan.22

Rekonstitusi dermis terjadi pada hari ke 3 – 4 setelah terjadinya

luka. Proses ini dicirikan dengan terbentuknya jaringan granulasi, yang terdiri atas

pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi) dan akumulasi fibroblas

dan bahan dasar matriks. Pada hari ke-4, fibroblas mulai berploriferasi dan

bermigrasi ke dalam bekuan fibrin serta menghasilkan kolagen baru dan protein

matriks lainnya. Molekul struktural matriks ekstraseluler, fibronektin dan kolagen

(36)

berikatan dengan matriks ekstraseluler dan menyediakan tempat adhesi saat

migrasi sel. Fibronektin juga berperan sebagai penyangga serat kolagen dan

memediasi kontraksi luka. Migrasi fibroblas dapat distimulasi oleh PDGF dan

TGF-beta yang dihasilkan oleh makrofag.22 Jumlah fibroblas mencapai puncaknya pada minggu ke 1-2 setelah terbentuknya luka. 28

Proses pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi)

melalui dua proses, yaitu: vaskulogenesis, yang jaringannya berasal dari angioblas

(prekursor sel endotel) selama perkembangan embrionik dan angiogenesis atau

neovaskularisasi yaitu pembuluh darah yang telah ada mengeluarkan tunas kapiler

untuk menghasilkan pembuluh darah baru. Berikut tahapan – tahapan umum

perkembangan pembuluh kapiler yang baru :21

1. Terjadi degradasi proteolitik pada membran basal pembuluh darah induk

dan degradasi matriks ekstraseluler di sekitar pembuluh darah induk

Gambar 2.6 Langkah – langkah Proses Angiogenesis

Sumber : Kumar et al, 2007

2. Migrasi sel endotel dari kapiler induk ke arah rangsangan angiogenik

3. Proliferasi sel endotel

4. Maturasi sel endotel untuk menyokong pembuluh endotel berupa

rekrutmen dan proliferasi sel perisit (untuk kapiler) dan sel otot polos

(untuk pembuluh darah yang lebih besar).

Pembuluh darah baru tidak membentuk interendothelial junction

dan meningkatnya transitosis sehingga mudah mengalami kebocoran dan

menyebabkan jaringan granulasi mengalami edema. Faktor yang menginduksi

angiogenesis, antara lain : FGF (Fibroblast Growth Factor) dan VEGF (Vascular

Endothelial Growth Factor). Kedua zat tersebut disekresikan oleh sel stroma.

(37)

endotel untuk menyekresi proteinase untuk mendegradasi membran basalis,

meningkatkan migrasi sel endotel, dan mengarahkan pembentukan pembuluh

darah baru.21

Kontraksi luka terjadi pada puncak minggu kedua. Selama pembentukan

jaringan granulasi fibroblas secara bertahap bermodulasi menjadi miofibroblas

yang memiliki berkas mikrofilamen aktin. Pseudopodia miofibroblas memanjang

dan aktin sitoplasma berikatan dengan fibronektin ekstraseluler, menempel pada

serat kolagen dan retraksi, menghubungkan serat kolagen dengan sel sehingga

membentuk kontraksi luka. Kontraksi miofibroblas dipengaruhi oleh PGF1,

5-hidroksitriptamin, angiotensin, vasopressin, bradikinin, epinefrin, dan

norepinefrin.22

c. Fase Remodeling

Perubahan jaringan granulasi menjadi jaringan parut melibatkan

perubahan dalam komposisi matriks ekstraseluler. Pada dermis orang dewasa

normal, komposisi kolagen tipe I sebesar 80% sedangkan komposisi kolagen tipe

III sebesar 10%. Sedangkan pada fase penyembuhan luka, kolagen tipe III lebih

dominan. Muncul pada hari ke 2 – 3 setelah luka, dan bertahan hingga hari ke 7 –

8. Perubahan tersebut terjadi untuk mencapai keseimbangan antara sintesis dan

degradasi matriks ekstraseluler.21,22

Degradasi matriks ekstraseluler dan kolagen dilakukan oleh

kelompok metalloproteinase (bergantung pada ion Zn). Metaloproteinase terdiri

atas kolagenase interstitial yang memecah kolagen fibril tipe I, II, dan III,

gelatinase (kolagenase tipe IV), yang memecah kolagen amorf dan fibronektin,

dan stromelisin yang mengatabolisasi proteoglikan, laminin, fibronektin, dan

kolagen amorf. Enzim dalam bentuk tidak aktif dan dapat diaktifkan oleh zat – zat

yang muncul pada daerah luka. Metaloproteinase yang aktif dapat dihambat

dengan TIMP (Tissue Inhibitor Metalloproteinase) yang dihasilkan oleh sel

mesenkim untuk mencegah terjadinya kerusakan. Aktivasi kolagenase dan

inhibitornya diatur secara spasial dan temporal dan sangat penting untuk

(38)

2.1.4 Luka Bakar

2.1.4.1 Epidemiologi Luka Bakar

Berdasarkan WHO Global Burden Disease, pada tahun 2004

diperkirakan 310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia

kurang dari 20 tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke-11

pada anak berusia 1 – 9 tahun. Anak – anak berisiko tinggi terhadap kematian

akibat luka bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi. Luka

bakar dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup.2 Di Amerika Serikat, luka bakar menyebabkan 5000 kematian per tahun dan mengakibatkan lebih dari

50.000 pasien di rawat inap.21 Di Indonesia, menurut RISKESDAS (2013) prevalensi luka bakar di Indonesia sebesar 0,7%.1

Secara global, 96.000 anak – anak yang berusia di bawah usia 20 tahun

mengalami kematian akibat luka bakar pada tahun 2004. Frekuensi kematian lebih

tinggi sebelas kali di negara dengan pendapatan rendah dan menengah

dibandingkan dengan negara dengan pendapatan tinggi sebesar 4,3 per 100.000

orang dan 0,4 per 100.000 orang.2

Kebanyakan kematian terjadi pada daerah yang miskin, seperti Afrika,

Asia Tenggara, dan daerah Timur Tengah. Frekuensi kematian terendah terjadi

pada daerah dengan pendapatan tinggi , seperti Eropa dan Pasifik Barat.2

Gambar 2.7 Frekuensi Mortalitas Akibat Luka Bakar karena Api per 100.000 anak

-anak di daerah WHO berdasarkan Tingkat Pendapatan Negara, 2004

(39)

2.1.4.2 Klasifikasi Luka Bakar

Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, antara lain:

penyebab, luasnya luka, dan keparahan luka bakar.

a. Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme dan Penyebab

Luka bakar termal

Luka bakar yang biasanya mengenai kulit. Luka bakar ini bisa

disebabkan oleh cairan panas,berkontak dengan benda padat

panas, terkena lilin atau rokok, terkena zat kimia, dan terkena

aliran listrik.

Luka bakar inhalasi

Luka bakar yang disebabkan oleh terhirupnya gas yang panas,

cairan panas atau produk berbahaya dari proses pembakaran

yang tidak sempurna. Luka bakar ini penyebab kematian

terbesar pada pasien luka bakar.2

b. Klasifikasi Berdasarkan Derajat dan Kedalaman Luka Bakar

 Derajat I atau Luka bakar superfisial

Luka bakar hanya mengenai epidermis dan menimbulkan respon

inflamasi sederhana. Biasanya disebabkan oleh paparan terhadap

radiasi sinar matahari atau kontak terhadap benda padat. Luka

bakar tipe ini dapat sembuh dalam seminggu dan tidak

menimbulkan perubahan permanen pada warna, tekstur, dan

ketebalan kulit.

Gambar. 2.8 Ilustrasi Kedalaman Luka Bakar dan Hubungannya dengan Lapisan

Kulit

(40)

 Derajat II atau Luka bakar parsial/dalam

Pada luka bakar derajat II, kerusakan jaringan meliputi

epidermis dan dermis. Luka bakar derajat II dibagi menjadi 2,

yaitu luka bakar derajat II superfisial dan luka bakar derajat II

dalam. Pada luka bakar derajat II superfisial, kerusakan terjadi

pada bagian epidermis dan permukaan dermis namun struktur

tambahan kulit masih utuh sedangkan pada luka bakar derajat II

dalam terjadi kerusakan pada seluruh epidermis dan dermis serta

struktur tambahan kulit. Luka bakar derajat II superfisial dapat

sembuh dalam waktu kurang dari 3 minggu, sedangkan luka

bakar derajat II dalam sembuh dalam waktu lebih dari 3 minggu.

 Derajat III atau Luka bakar penuh

Pada luka bakar ini, kerusakan terjadi pada seluruh lapisan

epidermal, meliputi epidermis, dermis dan jaringan subkutan

serta folikel rambut yang dalam. Luka bakar jenis ini

menimbulkan kerusakan pada lapisan kulit yang luas.2 c. Klasifikasi Berdasarkan Luas Luka

Luas luka bakar ditentukan berdasarkan area permukaan tubuh

total (Total Body Surface Area/TBSA). Metode yang digunakan

adalah Rule of Nine Wallace. Metode ini digunakan untuk orang

dewasa dan anak – anak berusia lebih dari 10 tahun, sedangkan

Grafik Lund dan Browder digunakan untuk anak berusia kurang dari

10 tahun. Pada metode rule of nine, proporsi bagian kepala dan

daerah leher sebesar 9%, setiap bagian lengan termasuk tangan

sebesar 9%, setiap bagian tungkai dan kaki sebesar 18% , bagian

batang tubuh (punggung, toraks, dan abdomen) pada satu sisi sebesar

(41)

Gambar. 2.9 Rules of Nine Wallace

Sumber: Senarath-Yapa K & Enoch S, 2009

2.1.4.3 Patofisiologi Luka Termal

Respon inflamasi secara dapat terjadi secara lokal maupun sistemik

akibat luka termal. Proses tersebut terjadi secara kompleks. Respon

inflamasi terjadi segera setelah terjadinya luka, sedangkan respons

sistemik bersifat progresif dan mencapai puncaknya pada hari ke 5 – 7

setelah terjadinya luka.23

Respon Sistemik Terhadap Luka Bakar

Tabel 2.1 Respon Sistemik terhadap Luka Bakar

Sumber: Cakir B & Yegen C, 2004

2.1.5 Penanganan Luka Bakar

Luka bakar dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan

(42)

dilakukan penanganan secara primer maupun sekunder ( lanjutan ). Pada

penanganan luka bakar perlu dilakukan penilaian terhadap hal – hal berikut :29,30 1. Jalan Nafas (Airway)

Luka bakar yang luas dapat menimbulkan edema massif dan

menimbulkan obstruksi pada saluran nafas. Tanda – tanda obstruksi

saluran nafas, yaitu : perubahan suara, penggunaan otot – otot

pernafasan, dan kecemasan yang tinggi. Selain itu, terdapat beberapa

kondisi pada pasien luka bakar yang meningkatkan resiko terjadinya

obstruksi saluran pernafasan, antara lain : luka bakar yang luas, semua

pasien dengan luka bakar jenis deep burn (>35%-40% TBSA sebaiknya

dipasang endotracheal tube (ETT)).30 Pemasangan ETT dapat dilakukan lebih awal jika pasien mengalami obstruksi saluran nafas. Selain itu,

ETT juga dapat dipasang jika memerlukan waktu yang cukup lama untuk

merujuk pasien. Trakeostomi tidak dibutuhkan pada penanganan

resusitasi.30

2. Pernapasan (Breathing)

Periksa frekuensi pernafasan. Hati – hati pada pernafasan yang cepat

atau lambat.29

3. Sirkulasi (Circulation)

Luka bakar dapat menyebabkan hilangnya cairan yang cukup banyak

bergantung pada luas luka dan kedalamannya. Oleh karena itu, perlu

cairan pengganti berupa larutan Ringer Laktat yang diberikan secara

intravena. Perlu dilakukan pemasangan foley kateter untuk memonitor

respon fisiologis tubuh terhadap cairan yang diberikan. Target urine

output pada orang dewasa sebesar 0.5 ml/kg/jam, sedangkan pada anak –

anak sebesar 1 ml/kg/jam.30 4. Kecacatan (Disability)

Nilai apakah ada compartment syndrome atau tidak.29 5. Paparan (Exposure)

Persentase area yang terkena luka bakar 29

Morbiditas dan mortalitas luka bakar bergantung pada luas permukaan luka

(43)

seiring bertambahnya usia. Luka bakar yang kecil pada lansia dapat

menimbulkan kematian.29

2.1.5.1 Pertolongan Pertama (First aid) Perawatan Luka

Pada 6 jam pertama luka bakar merupakan fase kritis. Rujuk segera pasien yang mengalami luka bakar parah ke rumah sakit. Berikut

langkah – langkah yang dilakukan untuk pertolongan pertama pada luka

bakar, antara lain:29

a. Jika pasien belum mendapatkan pertolongan pertama, alirkan

air dingin pada luka bakar pasien untuk mencegah kerusakan

lebih jauh dan melepaskan pakaian yang terbakar.

b. Jika luka bakar terbatas, kompres dengan air dingin selama

30 menit untuk mengurangi nyeri dan edema dan

meminimalisasi kerusakan jaringan.

c. Jika luka bakar luas, setelah dialirkan air dingin, pasang

pembalut yang bersih pada daerah luka untuk mencegah

hipotermia.

2.1.5.2Initial Treatment Wound Care

a. Luka bakar harus steril b. Pemberian profilaksis tetanus

c. Bersihkan semua bulla, kecuali pada luka bakar yang sangat

kecil. Eksisi dan lakukan debridement pada jaringan nekrosis

yang menempel.

d. Setelah di-debridement, bersihkan luka bakar dengan larutan

chlorhexidine 0.25% (2.5g/liter), 0.1% (1g/liter) larutan

cetrimide, atau antiseptik lain yang berbahan dasar air.30 e. Jangan menggunakan larutan berbahan dasar alkohol

f. Gosok dengan hati – hati jaringan nekrotik yang longgar.

Berikan lapisan tipis krim antibiotik (silver sulfadiazine)

g. Balutkan kain kasa pada luka. Gunakan kasa kering yang tebal

untuk mencegah terjadinya kebocoran pada lapisan luar.

(44)

a. Ganti balutan kasa setiap hari (dua kali sehari jika

memungkinkan) atau sesering mungkin untuk mencegah

terjadinya kebocoran cairan.

b. Inspeksi luka, ada perubahan warna atau tidak yang

mengindikasikan adanya infeksi

c. Demam dapat muncul hingga luka tertutup

d. Adanya selulitis mengindikasikan adanya infeksi

e. Berikan antibiotik sistemik jika mengalami infeksi

Streptococcus hemolyticus

f. Infeksi Pseudomonas aeruginosa sering menimbulkan

septicemia dan kematian. Berikan aminoglikosida sistemik.

g. Pemberian antibiotik topikal setiap hari. Jenis antibiotik

topikal yang dapat diberikan antara lain :

- Nitrat silver (0.5% aqueous), paling murah, diaplikasikan

pada balutan kassa oklusif namun tidak dapat penetrasi ke

dalam jaringan parut. Obat ini dapat menyebabkan deplesi

elektrolit dan menyebabkan noda.

- Silver sulfadiazine (1% ointment), diaplikasikan pada

selapis balutan kasa, memiliki kemampuan penetrasi ke

dalam jaringan parut yang terbatas, dan dapat menyebabkan

neutropenia.

- Mafenide acetate (11 % ointment), diaplikasikan tanpa

balutan kasa, memiliki kemampuan penetrasi ke dalam

jaringan parut yang lebih baik, dapat menyebabkan asidosis.29

2.1.5.4. Antibiotik Topikal Silver Sulfadiazine

Silver sulfadiazine merupakan antibiotik topikal pilihan untuk

luka bakar. Komponen aktif silver sulfadiazine terdiri atas silver nitrat

dan sodium sulfadiazine. Atom silver menggantikan atom hidrogen pada

molekul sulfadiazine. Obat ini sering digunakan pada luka bakar

permukaan (superficial burn) dan dalam (deep burn). Silver sulfadiazine

memiliki spektrum antimikroba yang luas (Gram +, Gram -, dan ragi )

(45)

Komponen silver akan berikatan dengan DNA bakteri

sehingga akan menghambat proses sintesis protein bakteri dan

menyebabkan pertumbuhan bakteri terhambat. Silver sulfadiazine

memiliki kemampuan disosiasi sedang sehingga dapat berperan sebagai

reservoir silver yang sangat mudah berdisosiasi jika dalam berbentuk

garam.32. Ion silver dapat berikatan dengan enzim yang terdapat di dalam bakteri sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan metabolisme

bakteri. Selain itu, ion silver juga dapat terdeposit dinding sel dan

membran plasma bakteri sehingga menyebabkan struktur luar bakteri

tersebut menjadi abnormal.42

Sulfadiazine merupakan antibiotik golongan sulfonamide.

Sulfadiazine dapat menghambat sintesis asam folat bakteri dengan cara

menghambat enzim dihydropteroat sintase sehingga pembentukan asam

dihidrofolik dari PABA (p-aminobenzoic acid) akan menurun. Penurunan

pembentukan asam dihidrofolik akan menghambat pembentukan purin

dan DNA bakteri sehingga pertumbuhan bakteri akan berkurang.43

Pemberian silver sulfadiazine kontraindikasi untuk penderita alergi

sulfa daan ibu hamil. Pada ibu hamil, komponen sulfonamide

menyebabkan kernikterik pada bayi. Selain itu, obat ini tidak boleh

diberikan pada luka bakar di daerah wajah karena dapat menimbulkan

iritasi mata. Efek samping obat ini adalah dapat menyebabkan leukopenia

pada hari ke 3 dan ke 5 setelah terjadi luka bakar. Namun, beberapa

dokter menyakini bahwa leukopeni tersebut terjadi karena penurunan

migrasi leukosit ke daerah luka dan tidak disebabkan oleh supresi pada

sumsum tulang.31

2.1.6 Pemberian Topikal Ekstrak Daun Binahong

Cara pemberian obat untuk luka bakar dapat melalui topikal

maupun sistemik bergantung jenis obatnya dan efek terapi yang diinginkan. Cara

pemberian obat juga bergantung pada pembawa zat aktif obat tersebut. Salah satu

cara pemberian obat luka bakar pada kulit adalah dengan pemberian obat topikal.

(46)

larutan, hidrogel, lotion dan salep. Bentuk obat tersebut bergantung pada sifat

kelarutan zat aktif dan zat pembawa yang digunakan.25

Pada bentuk obat topikal kulit salep, zat pembawa yang digunakan

adalah vaselin album dan adeps lanae. Kedua zat tersebut bersifat lipofilik. Oleh

karena itu, kedua zat tersebut dapat menahan uap air sehingga keringat tidak dapat

menembus kulit dan tertahan pada kulit sehingga menimbulkan hidrasi pada kulit

di bawah pembawa. Pembawa yang bersifat lipofilik umumnya cenderung baik

bagi absorpsi obat.26

Gambar 2.10 Bentuk Sediaan Obat Topikal

Sumber : Lullman H., et al, 2000

2.1.7 Tikus Sprague dawley

Tikus Sprague dawley adalah salah satu jenis tikus putih (Rattus

novergicus) yang sering digunakan untuk penelitian. Hampir 20% penelitian

menggunakan hewan ini untuk kepentingan ilmiah. Berat tikus Sprague dawley

saat lahir sebesar 5 gr dan sangat aktif. Hewan ini dapat tumbuh dengan cepat

hingga minggu ke – 3. Berat tikus jantan dewasa sebesar 400 – 500 gr. Tikus ini

dapat bertahan hidup hingga usia 2 tahun dan merupakan hewan yang jinak.

Penelitian mengenai struktur anatomi tikus telah banyak dilakukan.

Lambung tikus memiliki bagian aglandular yang lebih besar yaitu 1/3 bagian dari

Gambar

Tabel 2.1 Respon sistemik terhadap luka bakar ……………………………...
Grafik 4.1 Rerata Kepadatan Deposit Kolagen ...............................................
Gambar 2.1 Daun Binahong
Gambar 2.2 Komponen Sistem Integumen
+7

Referensi

Dokumen terkait

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore.) Steenis) TERHADAP PENURUNAN KADAR LDL(Low Density Lipoprotein)PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

Efekti fi tas salep ekstrak daun binahong terhadap gambaran makroskopis penyem- buhan luka bakar derajad II termal tikus Walaupun kelima sampel ini tidak memiliki perbedaan

Pemberian ekstrak etanol daun Binahong dalam bentuk sediaan salep dapat berpengaruh terhadap jumlah fibroblas pada penyembuhan luka bakar kulit tikus. Pemberian ekstrak

Pemberian salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) secara lokal dengan konsentrasi 20% dan 40% dapat menurunkan jumlah sel makrofag dan

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemanfaatan zat bioaktif dalam ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) yang dibuat dalam sediaan salep

Efekti fi tas salep ekstrak daun binahong terhadap gambaran makroskopis penyem- buhan luka bakar derajad II termal tikus Walaupun kelima sampel ini tidak memiliki perbedaan

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bukti ilmiah bahwa ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) yang dibuat dalam bentuk sediaan salep dengan

Salep ekstrak etanolik daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dengan berbagai macam basis salep (hidrokarbon, absorpsi, dan larut air) memiliki perbedaan