PEMBENTUKAN JARINGAN GRANULASI PADA
LUKA BAKAR TIKUS Sprague dawley
(Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan
Plat Besi)
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
SYIFA QURROTU AINI
NIM : 1111103000071
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum wr.wb.
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabatnya.
Untuk menyelesaikan penelitian ini saya mendapat bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi., Sp.GK. selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh
dosen di program studi ini yang selalu membimbing serta memberikan
ilmu kepada saya selama menjalani masa pendidikan di Program Studi
Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Rr. Ayu Fitri Hapsari M.Biomed. dan dr. Dyah Ayu Woro M. Biomed.
selaku dosen pembimbing yang telah membantu, menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk membimbing saya dari awal hingga akhir
penelitian ini.
4. Kedua orang tua tercinta, H. Dahlan SH dan Hj. Saidah S. Ag, yang selalu
memberikan semangat, motivasi, dan cinta kasihnya sepanjang hidup saya.
Juga adik – adik saya, Laily Amalia Nikmah, Sabila Nur Azkiyah dan
Khalida Syilla Fasiha serta seluruh keluarga besar H. Nian yang senantiasa
membuat saya bersemangat dalam menjalani pendidikan di Program Studi
Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. dr. Nurul Hiedayati Ph. D selaku penanggungjawab (PJ) laboratorium
farmakologi, Ibu Zeti Haryyati, M. Biomed. selaku penanggungjawab (PJ)
v
Biomed., Ph. D selaku penanggungjawab (PJ) Animal House, serta Ibu Rr.
Ayu Fitri Hapsari M. Biomed selaku penanggungjawab laboratorium
histologi yang telah memberikan izin atas penggunaan laboratorium dalam
penelitian ini.
6. Teman-teman seperjuangan saya, yaitu Kelompok Belimbing, Asmi
Utami Asfar, Audi Fikri Aulia, Farah Nabilla Rahma, dan Seflan Syahrir
Ahliadi, serta seluruh laboran yang terlibat, antara lain : Mas Rachmadi,
Mba Suryani, dan Mba Din, serta Mas Harris dan Mas Panji yang telah
membantu dalam proses penelitian ini.
7. Pihak LIPI dan BALITRO yang telah membatu peneliti dalam pembuatan
ekstrak.
8. Ka Bayu dan Ka Zata, Program Studi Kesehatan Masyarakat 2010, yang
telah membantu saya dalam mengolah data.
9. Teman-teman PSPD 2010, 2011, 2012, dan 2013 yang selalu memberi
dukungan kepada saya.
10.Bapak-bapak Satpam dan OB FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
senantiasa membuka pagar dan menunggu peneliti saat penelitian di hari
libur.
Saya menyadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak agar laporan penelitian ini dapat menjadi lebih baik.
Demikian laporan penelitian ini saya tulis. Semoga dapat bermanfaat bagi
para pembaca umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Wassalamu‟alaikum wr.wb.
Ciputat, 11 Agustus 2014
vi
PENGARUH SALEP EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia
(Tenore) Steenis) TERHADAP PEMBENTUKAN JARINGAN GRANULASI PADA LUKA BAKAR TIKUS Sprague dawley
(Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi)
(ABSTRAK)
Syifa Qurrotu Aini
Pendahuluan: Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) sering digunakan untuk membantu penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh salep ekstrak daun Binahong terhadap pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar derajat III dan untuk mengetahui perbedaan efektivitas salep ekstrak daun Binahong terhadap pembentukan jaringan granulasi dengan konsentrasi 10%, 20%, dan 40%. Parameter pembentukan jaringan granulasi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu : kepadatan deposit kolagen, jumlah sel fibroblas, dan neovaskularisasi. Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental. Subjek penelitian berupa tikus strain Sprague dawley berjumlah 25 ekor yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan yaitu kontrol positif, kontrol negatif, salep ekstrak daun Binahong 10%, salep ekstrak daun Binahong 20%, dan salep ekstrak daun Binahong 40% dengan membuat luka bakar dengan lama paparan luka bakar 30 detik pada kulit bagian dorsal tikus menggunakan besi panas yang berukuran 4 x 2 cm. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan deposit kolagen pada kelompok kontrol positif paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lain dan jumlah sel fibroblas paling banyak terdapat pada kelompok perlakuan P2 (konsentrasi ekstrak 20%) dengan perbedaan yang signifikan. Kepadatan deposit kolagen pada kelompok perlakuan yang diberikan salep ekstrak daun Binahong lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Jumlah neovaskularisasi pada kelompok perlakuan P3 (konsentrasi ekstrak 40%) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain namun perbedaannya tidak signifikan. Kesimpulan: Salep ekstrak daun Binahong memiliki efektivitas pada kepadatan deposit kolagen dan jumlah sel fibroblas namun tidak memiliki efektifitas pada neovaskularisasi dalam pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley.
vii
EFFECT OF BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) LEAF EXTRACT OINTMENT ON THE FORMING OF GRANULATION
TISSUE IN BURN WOUND Sprague dawley RAT
(The Study Advance for Exposure Time During 30 seconds with A Metal Plate)
(ABSTRACT)
Syifa Qurrotu Aini
Introduction : Binahong leaf (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) can be used to improve wound healing activity. The aims of this research were to study the effectivity of Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis), and to study the differences effectivity of Binahong leaf extract ointment (Anredera cordifolia
(Tenore) Steenis) on the forming of granulation tissue with concentration 10%, 20%, and 40%. The parameter that used in this research were density of collagen deposition, number of fibroblast cells, and number of neovascularization.
Methode: This research using laboratory experimental method. The subject in this research were 25 rats which divided into 5 groups, namely positive control, negative control, and treatment group with concentration 10%, 20%, and 40% of Binahong leaf extract ointment. Rat‟s back skin were wounded by hot plate (4 x 2 cm) to make burn wound. Result: Research result shows that the density of collagen deposition in positive control and the number of fibroblast cell in group P2 (extract concentration 20%) is the most among others with significantly differences. The number of neovascularization in group P3 (extract concentration 40%) is more than the other group that is applied by Binahong leaf extract ointment,but not significantly differences. Conclusion: Binahong leaf extract ointment possess effectivity to the density of collagen deposition and the number of fibroblast cell but not to the number of neovascularization on the forming of granulation tissue in burn wound Sprague dawley rat.
viii
2.1.6 Pemberian topikal ekstrak daun Binahong ……….. 2.1.7 Tikus Sprague dawley ...
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian ... 3.2 Waktu dan tempat penelitian ... 3.3 Bahan yang diuji ………...
3.4 Populasi dan sampel penelitian ……….
ix 3.9.1 Pembuatan luka bakar pada tikus ..………... 3.9.2 Pembuatan ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia
(Tenore) Steenis) …………..………...
3.9.3 Pembuatan salep ekstrak daun Binahong ………....
3.9.4 Perlakuan hewan coba ……….
3.9.5 Persiapan eksisi luka ……….…………..
3.9.6 Pembuatan preparat histopatologi kulit ………..……….
3.9.7 Pengamatan histopatologi ...……….
3.10Analisis data ………... 3.11 Etika penelitian ...
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kepadatan deposit kolagen ... 4.2 Jumlah sel fibroblas ... 4.3 Neovaskularisasi ... 4.4 Keterbatasan penelitian ...
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Respon sistemik terhadap luka bakar ………... Tabel 4.1 Rerata kepadatan deposit kolagen…………... Tabel 4.2 Hasil analisis data pengaruh ekstrak daun Binahong terhadap
kepadatan deposit kolagen ... Tabel 4.3 Rerata jumlah sel fibroblas ... Tabel 4.4 Hasil analisis data pengaruh ekstrak daun Binahong terhadap
jumlah sel fibroblas ... Tabel 4.5 Rerata jumlah pembuluh darah ... Tabel 4.6 Hasil analisis data pengaruh ekstrak daun Binahong terhadap
neovaskularisasi ...
27 53
54 56
57 59
xi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Rerata Kepadatan Deposit Kolagen ... Grafik 4.2 Rerata Jumlah Sel Fibroblas ... Grafik 4.3 Rerata Jumlah Pembuluh Darah ...
53 56 59
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Daun binahong ...
Gambar 2.2 Komponen Sistem Integumen ……….. Gambar 2.3 Struktur epidermis ……… Gambar 2.4 Gambaran histologis jaringan granulasi ……….…..
Gambar 2.5 Tahap penyembuhan luka primer dan sekunder ………... Gambar 2.6 Langkah –langkah proses angiogenesis ……….. Gambar 2.7 Frekuensi Mortalitas Akibat Luka Bakar karena Api per
100.000 anak -anak di daerah WHO berdasarkan Tingkat
Pendapatan Negara ……….………..
Gambar 2.8 Ilustrasi Kedalaman Luka Bakar dan Hubungannya dengan
Lapisan Kulit ……….
Gambar 2.9 Rules of nine Wallace………...
Gambar 2.10 Bentuk sediaan obat topikal ………...
Gambar 3.1 Hasil tes homogenitas salep ekstrak daun binahong ………….... Gambar 3.2 Contoh Hasil Pengolahan Foto dengan Menggunakan Program
Adobe Photoshop 6.0 ………
Gambar 3.3 Hasil penilaian kepadatan deposit kolagen dengan menggunakan
histogram format RGB Blue……….
Gambar 3.4 Pengaturan Grid Line pada Program Adobe PhotshopCS3 …….
Gambar 3.5 Pengaturan Guides, Grid & Slices pada Program Adobe Photoshop CS3 ... Gambar 3.6 Grid line yang muncul pada Program Adobe Photoshop CS3 ….
Gambar 4.1 Gambaran makroskopik luka bakar pada tikus Sprague dawley
pada hari pertama setelah pembuatan luka ... Gambar 4.2 Gambaran makroskopik luka bakar pada tikus Sprague dawley
pada hari ke – 5 setelah pembuatan luka ... Gambar 4.3 Deposit kolagen pada jaringan granulasi luka bakar ... Gambar 4.4 Sel fibroblas pada jaringan granulasi luka bakar ... Gambar 4.5 Neovaskularisasi pada jaringan granulasi luka bakar ... Gambar 6.1 Aklimatisasi sampel penelitian ... Gamabr 6.2 Proses pencukuran sampel penelitian ... Gambar 6.3 Proses pembuatan besi panas untuk membuat luka bakar ... Gambar 6.4 Proses pembuatan luka bakar pada sampel penelitian ... Gambar 6.5 Kondisi luka bakar pada sampel penelitian ... Gambar 6.6 Proses pemberian salep ekstrak daun Binahong ... Gambar 6.7 Proses sacrifice sampel penelitian ... Gambar 6.8 Proses pengambilan organ kulit ... Gambar 6.9 Fiksasi organ kulit dalam larutan formalin ... Gambar 6.10 Proses pembuatan preparat ... Gambar 6.11 Proses pewarnaan preparat ... Gambar 6.12 Proses pengambilan foto preparat ...
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil identifikasi tanaman ... Lampiran 2 Hasil ekstraksi tanaman ... Lampiran 3 Surat keterangan tikus sehat ………....
Lampiran 4 Surat persetujuan etik ………... Lampiran 5 Gambar proses penelitian ... Lampiran 6 Riwayat hidup penulis ...
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1Latar Belakang
Luka bakar merupakan luka yang ditimbulkan akibat trauma termal.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, prevalensi luka bakar di
Indonesia sebesar 0,7%. Prevalensi tertinggi terjadi pada usia 1 – 4 tahun sebesar
1,5%.1 Frekuensi kematian akibat luka bakar di negara dengan pendapatan rendah dan menengah sebelas kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara dengan
pendapatan tinggi. Kebanyakan kematian luka bakar juga terjadi di daerah Afrika,
Asia Tenggara dan Timur Tengah.2
Luka bakar dapat menimbulkan komplikasi beberapa infeksi, antara lain:
infeksi respirasi (24%), infeksi ginjal (15%), infeksi kardiovaskular (16%), infeksi
hematologi (1%), dan infeksi neurologi(1%). Luka bakar memiliki klasifikasi
berdasarkan kedalaman luka dan luas luka, antara lain : luka bakar derajat I,
derajat II, dan derajat III. Luka bakar derajat III merupakan luka yang paling luas
dan merusak seluruh lapisan kulit. Salah satu faktor yang mempengaruhi
mortalitas pada luka bakar adalah luas luka bakar yaitu ≥ 50% Total Body Surface Area (TBSA).3
Salah satu komponen dari penyembuhan luka bakar adalah pembentukan
jaringan granulasi. Pembentukan jaringan granulasi didahului oleh adanya respon
inflamasi pada luka tersebut. Komponen jaringan granulasi terdiri atas sel leukosit
(makrofag dan neutrofil), fibroblas, dan angiogenesis. Jaringan granulasi akan
terbentuk dari awal terjadinya luka hingga minggu ke - 4 setelah timbulnya luka.4 Pembentukan jaringan granulasi juga dapat mempengaruhi waktu penyembuhan
luka.
Masyarakat Indonesia masih sering menggunakan obat – obatan herbal
sebagai media penyembuhan luka. Salah satu bahan herbal yang sering digunakan
adalah daun binahong. Binahong (Anredera cordifolia(Tenore)Steenis) adalah
tanaman yang berasal dari negara Amerika Selatan. Penyebaran tanaman ini
Utara.5 Binahong memiliki penyebaran yang cukup luas di Indonesia. Di Indonesia, tanaman ini sering dikenal sebagai penghias gapura yang melingkar di
atas jalan taman.6 Selain itu, masyarakat juga sering menggunakan tumbukan daun Binahong sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan luka. Tanaman ini
sering dijadikan sebagai makanan di beberapa negara, seperti Vietnam dan
Taiwan. Masyarakat Cina, Korea, dan Taiwan juga sering mengkonsumsi tanaman
ini karena dipercaya dapat membantu penyembuhan dari suatu penyakit.7
Hampir seluruh bagian tanaman Binahong dapat digunakan untuk terapi
herbal.8 Namun, masyarakat lebih sering menggunakan daun Binahong untuk langsung dimanfaatkan. Daun Binahong memiliki banyak manfaat, antara lain
sebagai antiinflamasi, antioksidan, antibakteri, dan analgesik.5 Binahong juga dipercaya dapat menyembuhkan penyakit diabetes, wasir, penyakit jantung, tifus,
stroke, reumatik, pemulihan pasca operasi, menyembuhkan luka dalam dan luka
khitanan, sesak napas, keputihan, hepatomegali dan asam urat.6
Binahong memiliki zat aktif, antara lain: flavonoid yang berkhasiat
sebagai antibakteri, asam oleanolat yang berkhasiat sebagai antiinflamasi dan
mengurangi nyeri pada luka bakar, dan ancordin yang berkhasiat untuk
menstimulasi pembentukan antibodi dan menstimulasi pembentukan nitric oxide.
Nitric oxide dapat meningkatkan sirkulasi darah yang membawa nutrien ke sel,
merangsang produksi hormon pertumbuhan, dan mengganti sel yang rusak dengan
sel yang baru.7 Penelitian yang dilakukan oleh Chotimah (2013) menunjukkan pemberian ekstrak daun Binahong dapat meningkatkan sel fibroblas pada
penyembuhan luka akibat ekstraksi gigi.9 Beberapa studi menyebutkan bahwa ekstrak daun Binahong memiliki kemampuan antibakteri, baik bakteri gram
positif maupun bakteri gram negatif. Selain itu, binahong juga dapat digunakan
sebagai obat untuk penyakit menular seksual.10
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Persada et al (2014) tingkat
kesembuhan luka bakar derajat II dengan pemberian Binahong lebih tinggi
dibandingkan dengan hidrogel secara mikroskopik, namun secara mikroskopik
tidak terdapat perbedaan yang signifikan.11
Penelitian – penelitian mengenai pengaruh ekstrak daun Binahong
insisi. Namun, penelitian mengenai pengaruh ekstrak daun Binahong terhadap
pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar masih jarang dilakukan.
Berdasarkan hal diatas, penelitian ini bertujuan ini untuk mengetahui
pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong terhadap pembentukan jaringan
granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley dengan studi pendahuluan lama
paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi. Penelitian ini meliputi uji
histopatologi jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley yang
diberikan ekstrak daun Binahong dengan konsentrasi yang berbeda dengan lama
paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi.
1.2 Rumusan Masalah
- Apakah terdapat pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong
(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap pembentukan jaringan
granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley dengan lama paparan luka
bakar 30 detik dengan plat besi?
- Bagaimana pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong (Anredera
cordifolia(Tenore)Steenis) dengan konsentrasi ekstrak daun Binahong
sebesar 10%, 20%, dan 40% terhadap pembentukan jaringan granulasi
(sel fibroblas, deposit kolagen, dan neovaskularisasi) pada luka bakar tikus
Sprague dawley dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat
besi?
1.3 Hipotesis
- Terdapat pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong (Anredera
cordifolia (Tenore) Steenis) dengan konsentrasi ekstrak daun Binahong
sebesar 10%, 20%, dan 40% terhadap pembentukan jaringan granulasi
pada luka bakar tikus Sprague dawley dengan lama paparan luka bakar 30
detik dengan plat besi.
- Terdapat peningkatan kepadatan deposit kolagen, peningkatan jumlah sel
fibroblas, dan peningkatan jumlah neovaskularisasi pada pembentukan
jaringan granulasi luka bakar tikus Sprague dawley. Semakin tinggi
konsentrasi ekstrak daun binahong maka kepadatan deposit kolagen,
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian salep ekstrak daun
Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) dengan
konsentrasi ekstrak daun Binahong sebesar 10%, 20%, dan 40%
terhadap pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar tikus
Sprague dawley dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan
plat besi.
1.4.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui perbedaan kepadatan deposit kolagen dalam jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley
dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi yang
diberikan salep ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia
(Tenore)Steenis) dengan konsentrasi ekstrak daun Binahong
sebesar 10%, 20%, dan 40%.
Untuk mengetahui perbedaan jumlah sel fibroblas dalam jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley
dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi yang
diberikan salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia
(Tenore)Steenis) dengan konsentrasi ekstrak daun Binahong
sebesar 10%, 20%, dan 40%.
Untuk mengetahui perbedaan jumlah neovaskularisasi dalam jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley
dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi yang
diberikan salep ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia
(Tenore)Steenis) dengan konsentrasi ekstrak daun Binahong
sebesar 10%, 20%, dan 40%.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
- Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama
menempuh pendidikan di program studi pendidikan dokter UIN
- Menambah pengetahuan peneliti terhadap penerapan beberapa ilmu
kedokteran terhadap perkembangan dunia kesehatan.
b. Bagi Institusi
- Menambah informasi dan literatur mengenai bidang keilmuan
histopatologi.
- Memajukan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
mempublikasikan penelitian ini.
c. Bagi Keilmuan
- Dapat memberikan informasi mengenai pengaruh salep ekstrak daun
Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap
pembentukan jaringan granulasi luka bakar tikus Sprague dawley
dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi.
- Sebagai sumber referensi bagi praktisi yang tertarik dalam penelitian
histopatologi.
d. Bagi Masyarakat
- Menambah pengetahuan masyarakat mengenai bahan alam yang
efektif untuk penyembuhan luka bakar.
- Sebagai rujukan untuk pemanfaatan ekstrak daun binahong dalam
upaya peningkatan kesehatan masyarakat.
1.6 Kerangka Teori
1.7Kerangka Konsep
Bagan 1.2 Kerangka Konsep Salep ekstrak etanol
daun binahong dengan konsentrasi
ekstrak sebesar 10%, 20%, dan 40%
Luka bakar pada tikus
Sprague dowley dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan
plat besi
Peningkatan Kepadatan Deposit Kolagen
Peningkatan Jumlah Sel Fibroblas
Peningkatan Jumlah Neovaskularisasi Pembentukan Jaringan
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis)
2.1.1.1 Morfologi dan Klasifikasi Tanaman
Binahong adalah tumbuhan merambat dan berumur panjang (perennial) dan panjangnya dapat mencapai 5 meter. Tanaman ini memiliki batang yang
lunak, berbentuk silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid,
permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun
dengan bentuk tidak beraturan dan bertekstur kasar. Bunga majemuk berbentuk
tandan , bertangkai panjang, muncul di ketiak daun. Mahkota bunga berwarna
krem keputihan berjumlah lima helai dan tidak berlekatan, panjang helaian
mahkota 0,5 – 1 cm, dan berbau harum. Akar binahong berbentuk rimpang dan
lunak.6 Berikut adalah deskripsi daun binahong :
Warna : Hijau
Bentuk : Tunggal, berbentuk jantung, bertangkai pendek, tersusun
berselang – seling, panjang daun 5 – 10 cm, lebar 3 - 7 cm, helaian daun
tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk, tepi rata, dan permukaan
licin.6,12
Berdasarkan ilmu taksonomi, berikut adalah klasifikasi dari tanaman
binahong :13
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Caryophyllidae
Ordo : Caryophyllales
Familia : Basellaceae
Genus : Anredera
Gambar 2.1 Daun Binahong
Tanaman Binahong tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini
juga dapat tumbuh pada ketinggian 3000 meter di atas permukaan laut dengan
suhu 200C -300C pada bulan Januari dan 100C – 300C pada bulan Juli serta dengan curah hujan 500 – 2000 mm per tahun. Tanaman ini tumbuh pada beberapa
vegetasi, seperti hutan, lahan pertanian dan lahan yang berumput. Pada tanah
lembab yang subur, tanaman ini dapat tumbuh secara agresif setinggi 40 meter
dan membentuk pohon kanopi. Kecepatan pertumbuhan binahong 1 meter per
bulan, dan lebih dari 1 meter pada musim panas. Binahong lebih cepat tumbuh di
daerah yang memiliki banyak cahaya.13 Oleh karena itu, tanaman binahong dapat tumbuh dengan mudah di Indonesia karena Indonesia merupakan negera tropis
yang mendapat intensitas sinar matahari yang tinggi.
Perbanyakan tanaman binahong dapat dilakukan secara vegetatif dengan
menggunakan akar rimpang dan secara generatif dengan menggunakan biji.
Sampai saat ini, umumnya perbanyakan tanaman secara vegetatif karena lebih
cepat pertumbuhannya dan sifatnya sama seperti induknya. Perbanyakan dari akar
dengan mencabut atau memisahkan rimpang dari pohon induk.13,6 Rimpang yang dipilih adalah rimpang yang paling tua. Selanjutnya, rimpang ditanam pada media
tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang 1 : 1. Rimpang yang telah
ditanam diberikan pelindung sampai 50%. Perbanyakan secara generatif dapat
menggunakan biji yang telah matang. Biji yang disemai saat pembibitan harus
memiliki 4 – 6 daun, dan setelah berumur 1 bulan dapat dipindahkan ke
Tanaman Binahong merupakan tanaman asli dari kawasan Amerika
Selatan dan penyebaran cukup luas hingga ke beberapa negara. Hampir diseluruh
benua terdapat tanaman ini, kecuali di benua Antartika, antara lain : Amerika
Selatan (Bolivia, Ekuador, Paraguay, Peru), Mesoamerika (Costa rica, Honduras,
Elsavador), Amerika Utara (bagian selatan Amerika Serikat), Asia (China), Eropa
(Perancis), Afrika (Malawi, Senegal) dan Australia.6
2.1.1.2 Kandungan Kimiawi dan Manfaat Daun Binahong
Daun binahong mengandung senyawa fenol yang tinggi, asam askorbat
dan antioksidan. Senyawa tersebut juga dapat digunakan sebagai antibakteri.
Asam oleanolat yang terdapat di dalam daun binahong dapat berfungsi sebagai
antiinflamasi. Rimpang binahong mengandung protein ancordin yang dapat
menstimulasi nitrit oksida sehingga sirkulasi aliran darah menuju menjadi lebih
baik serta dapat juga menstimulasi tubuh menghasilkan hormon pertumbuhan dan
merangsang pergantian sel yang rusak dengan sel yang baru.7
Saponin dapat ditemukan pada bagian daun, batang, akar tanaman
binahong. Kadar saponin dalam daun sebesar 28.14±0.22 mg/g, batang sebesar
3.65±0.11 mg/g, dan dalam rimpang sebesar 43.15±0.10 mg/g. Saponin dapat
diklasifikasikan menjadi triterpenoid, steroid, dan alkaloid. Saponin dapat
berfungsi sebagai antibakteri, antiviral, antitumor, penurun kolesterol dan dapat
menstimulasi pembentukan kolagen yang memiliki peran penting dalam proses
penyembuhan luka. Saponin juga berperan sebagai hormon steroid yang berperan
sebagai zat analgesik dan antiinflamasi. Saponin dapat berpotensi sebagai “salep
hidrokarbon” untuk pembentukan kolagen tipe 1.7
Daun Binahong juga mengandung zat aktif lain, yaitu flavonoid. Jenis
flavonoid yang terkandung di dalam ekstrak Binahong adalah flavonol.15 Flavonoid berperan sebagai antioksidan dan antimikroba. Flavonoid memiliki
gugus hidroksil yang dapat menetralisir radikal bebas. Flavonoid juga dapat
menghambat enzim yang membantu pembentukan radikal bebas dan
meningkatkan proteksi antioksidan lain. Proses peroksidasi lipid dapat
menimbulkan radikal bebas. Flavonoid melindungi lipid agar tidak mengalami
Flavonoid dapat menghambat enzim DNA gyrase sehingga pertumbuhan
bakteri akan terhambat. Flavonoid juga dapat berperan sebagai antiinflamasi.
Flavonoid dapat mengganggu transduksi sinyal dan aktivasi sel imun dengan cara
menghambat enzim kinase dan fosfodiesterase.18
Binahong juga mengandung vitamin C yang berfungsi sebagai kofaktor
hidroksilasi prolin dalam pembentukan kolagen. Vitamin C dapat menstimulasi
angiogenesis.Terdapat perbedaan kadar vitamin C pada daun binahong segar dan
ekstrak daun binahong. Kadar vitamin C pada daun binahong segar sebesar
13.05±0.64mg/100gr dan pada ekstrak daun binahong sebesar 6.76±0.77
mg/100gr.16,17
2.1.2 Kulit
Kulit merupakan organ terbesar tubuh.19 Proporsi kulit sebesar 16% dari berat tubuh total. Luas area kulit tubuh sebesar 1,5 – 2 m2. Kulit merupakan pertahanan tubuh pertama yang melawan organisme patogen dari luar.20 Kulit memiliki dua komponen utama yaitu :
1. Membran kutaneus, yang terdiri atas 2 komponen yaitu : epidermis (epitel
superfisial) dan dermis (jaringan ikat yang terletak dibawah epidermis)
2. Struktur tambahan, antara lain : rambut, kuku, dan kelenjar eksokrin
multiseluler. Struktur – struktur tersebut terletak di dermis dan menonjol
ke permukaan kulit melalui epidermis.
Terdapat lapisan hipodermis atau lapisan subkutan yang terletak di bawah
lapisan dermis. Lapisan hipodermis memisahkan antara fasia dalam organ yaitu
otot dan tulang dengan sistem integumen.20 Fungsi kulit dan hipodermis, antara lain :
1. Proteksi jaringan yang terdapat dibawahnya dan organ terhadap aberasi,
kehilangan cairan dan zat kimia
2. Ekskresi garam, air, dan zat sisa organik oleh kelenjer integumen
3. Mempertahankan suhu tubuh normal melalui insulasi maupun pendinginan
4. Produksi melanin yang melindungi jaringan dari radiasi ultraviolet
5. Sintesis vitamin D
6. Tempat penyimpanan lipid di dalam adiposit pada lapisan dermis dan
dalam jaringan adiposa di lapisan subkutan.
7. Mendeteksi rangsangan sentuhan, tekanan, nyeri dan suhu dan
menyampaikan informasi rangsangan tersebut ke sistem saraf pusat.
Gambar 2.2 Komponen Sistem Integumen
Sumber : Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF, 2012
2.1.2.1Epidermis
Lapisan epidermis tersusun atas sel epitel skuamosa berlapis dan
berkeratin. Epitel ini berperan sebagai proteksi mekanik dan menjaga agar
mikroorganisme tetap di luar tubuh. Epidermis bersifat avaskular. Sel – sel yang
terletak di lapisan epidermis mendapat nutrisi dan oksigen dari kapiler dermis
melalui difusi. Epidermis di dominasi oleh keratinosit yang menghasilkan
Gambar 2.3 Struktur Epidermis
Sumber : Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF, 2012
Keratinosit yang terdapat di dalam epidermis tersusun berlapis –
lapis. Lapisan epidermis disebut stratum. Lapisan – lapisan tersebut dari membran
basal ke permukaan antara lain : stratum basalis, stratum spinosum, stratum
granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum. Pada kulit yang tipis,
terdapat 4 lapisan keratinosit dengan ketebalan 0.08 mm dan tidak terdapat
stratum lusidum sedangkan pada kulit yang tebal terdapat 5 lapisan keratinosit
dengan ketebalan 0.5 mm dan terdapat stratum lusidum. Kulit tebal terletak pada
telapak tangan dan telapak kaki.20
Stratum basalis merupakan lapisan paling dalam epidermis. Sel
yang terletak pada lapisan ini memiliki hemidesmosom yang menempel pada
membran basalis yang memisahkan epidermis dengan jaringan ikat longgar yang
berdekatan dengan dermis. Stratum basalis membentuk lekukan epidermis
(epidermal ridge) yang meluas hingga ke bagian dermis dan dekat dengan papila
dermis yang meluas hingga ke bagian epidermis. Pola lekukan epidermis setiap
orang berbeda – beda dan tidak pernah berubah. Pola – pola lekukan epidermis
pada ujung jari membentuk sidik jari dan sering digunakan unutk proses
identifikasi.20
Sel yang terdapat di stratum basalis merupakan stem cell dan
memiliki daya regenerasi yang tinggi. Selain itu, pada bagian permukaan kulit
yang memiliki sedikit rambut, terdapat sel Merkel di stratum basalis. Terdapat sel
taktil yang berfungsi untuk menghantarkan rangsangan sentuhan dan sel melanosit
Stratum spinosum tersusun atas 8 – 10 lapis keratinosit. Lapisan ini
terletak di bagian atas stratum basalis. Keratinosit pada lapisan ini mengalami
proses kimiawi. Sitoplasma sel mengkerut namun menyisakan komponen
sitoskeleton dan desmosom yang masih intak. Selain itu juga terdapat sel
Langerhans (sel dendritik) yang berperan untuk respon imun.20
Stratum granulosum terdiri atas 3 -5 lapis keratinosit yang
merupakan derivat dari stratum spinosum yang terletak dibawahnya. Keratinosit
pada lapisan ini mulai berhenti membelah dan menghasilkan keratin dan
keratohialin yang banyak. Ketika keratin yang dihasilkan semakin banyak maka
keratinosit akan semakin tipis dan datar. Membran sel akan menebal dan
permeabilitasnya berkurang. Keratohialin membentuk granula sitoplasmik yang
menyebabkan sel dehidrasi. Akibat dehidrasi tersebut, nukleus dan organel sel
mengalami disintegrasi sehingga sel menjadi mati.20
Stratum lusidum terletak pada telapak tangan dan telapak kaki. Sel
pada lapisan ini berbentuk datar, tanpa organel dan terisi oleh keratin.20
Stratum korneum terletak pada bagian epidermis yang paling luar.
Lapisan ini tersusun atas 15 – 30 lapis keratinosit. Pada keadaan normal, stratum
korneum bersifat kering dan water resistent. Air yang berasal cairan interstitial
dapat berpenetrasi ke permukaan kulit dan mengalami evaporasi. Proses tersebut
dinamakan perspirasi. Perspirasi ada yang dapat dilihat dan dirasakan secara sadar
(Sensible Perspiration) dan ada juga yang tidak dapat dilihat dan dirasakan
(Insensible Perspiration). Jika terjadi kerusakan pada stratum korneum yang
mengganggu efektifitasnya sebagai penahan air, maka frekuensi insensible
perspiration akan meningkat dan tubuh akan kehilangan lebih banyak cairan. Pada
luka bakar yang parah dapat menyebabkan terjadinya kulit kering yang berlebihan
(xerosis).20
2.1.2.2Dermis
Dermis terletak di antara epidermis dan hipodermis. Lapisan ini
banyak mengandung jaringan ikat, kelenjar, dan pembuluh darah.27 Dermis memiliki dua komponen utama yaitu :
2. Lapisan retikular (pada bagian dalam)
Lapisan papilar merupakan papila dermis yang berproyeksi
diantara lekukan epidermal. Lapisan ini tersusun atas jaringan ikat longgar yang
mengandung kapiler, pembuluh limfatik, dan neuron sensori yang menyuplai
permukaan kulit.20 Jaringan ikat longgar yang menyusun lapisan ini terdiri atas serat kolagen tipe III dan serat kolagen. Sel – sel yang terdapat pada lapisan ini,
antara lain : sel fibroblas, makrofag, sel plasma, dan sel mast. Pada beberapa
bagian papilla dermis terdapat korpuskel Meissner. Korpuskel Meissner
merupakan mekanoreseptor yang berespon terhadap deformasi ringan epidermis.
Reseptor ini banyak terdapat di daerah yang peka terhadap rangsangan taktil,
seperti bibir, genitalia eksterna, dan puting susu. Mekanoreseptor lain yang
terletak pada papilla dermis adalah bulbus akhir Krause (Krause end bulb). Fungsi
dari mekanoreseptor ini adalah untuk merespon rangsangan dingin.45
Lapisan retikular tersusun atas anyaman jaringan ikat yang tidak
beraturan yang mengandung serat kolagen dan serat elastin. Serat kolagen terletak
pada bagian superfisial lapisan retikular dan masuk kedalam lapisan papilar,
sehingga batas antara lapisan papilar dan lapisan retikular tidak dapat dibedakan.20 Pada bagian intersitisial lapisan retikular terdapat proteoglikan yang banyak
mengandung dermatan sulfat. Sel yang terdapat pada lapisan ini, antara lain: sel
fibroblas, sel mast, limfosit, makrofag dan sel lemak pada bagian dalam lapisan
retikular. Pada lapisan ini terdapat 2 mekanoreseptor, yaitu korpuskel pacini dan
korpuskel ruffini. Korpuskel pacini berfungsi untuk merespon rangsangan tekanan
dan getaran sedangkan korpuskel ruffini berfungsi untuk merespon regangan. 45
Sel Fibroblas
Fibroblas merupakan sel terbanyak yang terdapat di jaringan ikat.
Sel ini berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi. Fibroblas dapat
berada dalam keadaan aktif maupun inaktif. Fibroblas yang aktif memiliki bentuk
memanjang dengan sitoplasma lebih pucat dan biasanya sulit dibedakan dengan
serat kolagen pada pewarnaan hematoxylin eosin. Bagian sel yang dapat terlihat
dengan jelas adalah nukleus yang berbentuk oval, lebih gelap, besar dan
menonjol dan retikulum endoplasma kasar lebih banyak terutama saat sel sedang
aktif memproduksi matriks seperti pada penyembuhan luka.45
Sel fibroblas yang tidak aktif memiliki bentuk lebih kecil dan lebih
oval. Nukleusnya lebih kecil dan memanjang. Pada mikroskop elektron akan
terlihat retikulum endoplasma yang jarang namun banyak terdapat ribosom bebas.
Sel fibroblas yang tidak aktif disebut juga sel fibrosit. Pembelahan sel fibroblas
jarang terlihat pada jaringan normal. Namun, saat terjadi luka, sel tersebut akan
berproliferasi dan menjadi lebih aktif untuk memproduksi matriks ekstraseluler.
Saat penyembuhan luka, sel menjadi lebih besar dan bersifat basofilik. 45
Kolagen
Serat kolagen terletak pada seluruh jaringan ikat. Pada potongan
histologi, serat kolagen yang bersifat asidofilik akan berwarna merah muda pada
pewarnaan eosin, berwarna biru pada pewarnaan Mallory trichrome, dan berwarna
hijau pada pewarnaan Masson’s trichrome. Serat kolagen tersusun atas subunit tropokolagen yang memiliki sekuens asam amino rantai alfa. Serat kolagen
menyusun 20% protein tubuh dan merupakan serat yang fleksibel dan memiliki
kekuatan regangan yang besar.45
Serat kolagen dibentuk dari agregat serat tipis yang berdiameter 10
sampai 300 nm. Serat tipis tersebut merupakan molekul tropokolagen dengan
panjang 280 nm dan berdiameter 1,5 nm. Molekul tropokolagen tersusun atas 3
rantai polipeptida yang disebut rantai alfa yang saling berpilin dan membentuk
konfigurasi triple helical. Setiap rantai alfa memiliki 1000 asam amino. Setiap 3
asam amino terdapat asam amino glisin. Asam amino lain yang menyusun rantai
alfa adalah prolin, hidroksiprolin, dan hidroksilisin. Ikatan hidrogen yang terdapat
pada hidroksiprolin menjaga agar ketiga rantai alfa tetap bersama sedangkan
hidroksilisin memberikan bentuk serat karena dapat saling mengikat molekul
kolagen.45
Setiap rantai alfa dikode oleh mRNA (messanger Ribonucleic
Acid) yang berbeda. Sekuens asam amino pada rantai alfa tersebut membagi
kolagen menjadi 15 tipe kolagen yang berbeda, yaitu: 45 a. Kolagen Tipe 1
- Membentuk serat yang tebal
- Terdapat di dermis, tendon, ligamen, kapsula organ, tulang, dentin, dan
sementum
- Dapat disintesis oleh sel fibroblas, osteoblas, odontoblas, dan
cementoblas
- Fungsi : menahan tekanan
b. Kolagen Tipe II
- Membentuk serat yang ramping
- Hanya ditemukan pada matriks kartilago hialin dan elastin
- Fungsi : menahan tekanan
- Dapat diproduksi oleh sel kondroblas
c. Kolagen Tipe III (serat retikular)
- Merupakan kolagen yang terglikosilasi tinggi
- Membentuk serat tipis dengan diameter 0,5 – 2,0
- Serat kolagen ini banyak terdapat di sistem limfatik, limpa, hati, sistem
kardiovaskular, paru, dan kulit.
- Membentuk struktur rangka limpa, otot polos, jaringan adiposa, hati, dan
nodus limfatik
- Dapat diproduksi oleh sel fibroblas, sel retikular, sel otot polos, dan
hepatosit
d. Kolagen Tipe IV
- Tidak membentuk serat, namun membentuk anyaman molekul
prokolagen yang melapisi lamina basalis
- Diproduksi oleh sel epitel, sel otot, dan sel Schwann
e. Kolagen Tipe V
- Membentuk serat yang sangat tpis
- Terdapat di dermis, ligamen, tendon, kapsul organ, tulang, plasenta, dan
sementum
- Berasosiasi dengan kolagen tipe 1 dan matriks dasar plasenta
- Diproduksi oleh sel fibroblas dan mesenkim
f. Kolagen Tipe VII
- Terletak pada pertemuan antara epidermis dan dermis
- Diproduksi oleh sel epidermis
Sintesis Kolagen
Sintesis kolagen terjadi di retikulum endoplasma kasar dalam
bentuk rantai preprokolagen. Molekul preprokolagen yang telah disintesis masuk
ke dalam sisterna retikulum endoplasma kasar. Di dalam sisterna RE kasar,
molekul tersebut dimodifikasi. Asam amino prolin dan lisin akan terhidroksilasi
oleh enzim peptidil prolin hidroksilase dan peptidil lisin hidroksilase untuk
membentuk hidroksiprolin dan hidroksilisin. Proses ini disebut modifikasi post
translasi. Beberapa hidroksilisin mengalami glikosilasi dengan penambahan gugus
glukosa dan galaktosa.45
Tiga molekul preprokolagen membentuk konfigurasi heliks yang
disebut molekul prokolagen. Terdapat propeptida yang menjaga ikatan kolagen
tersebut dan mencegah agregasi spontan serat kolagen di dalam sel. Molekul
prokolagen meninggalkan RE kasar melalui vesikel transfer yang memindahkan
molekul tersebut ke apparatus golgi. Di apparatus golgi, molekul tersebut
dimodifikasi dengan penambahan oligosakarida. Molekul prokolagen yang telah
dimodifikasi kemudian dikemas di dalam jaringan trans golgi dan langsung
dikeluarkan dari sel.45
Saat prokolagen masuk ke dalam lingkungan ekstraseluler, enzim
prokolagen peptidase akan memecah ikatan antara propeptida dengan kolagen.
Molekul kolagen akan terbentuk lebih kecil dan disebut molekul tropokolagen.
Ikatan kovalen yang dibentuk oleh lisin dan hidroksilisin molekul tropokolagen
akan membentuk struktur serat. Pada kolagen tipe IV, propeptida yang terdapat
pada prokolagen tidak dihilangkan sehingga struktur kolagennya tidak
membentuk serat. 45
2.1.2.3Hipodermis
Hipodermis terletak dibawah lapisan retikular dermis. Namun,
secara umum antara lapisan retikular dengan hipodermis tidak dapat dibedakan
dengan jelas karena jaringan ikat pada kedua lapisan saling bertautan. Fungsi
dibawahnya yaitu otot dan tulang.28 Hipodermis tersusun atas jaringan ikat longgar dan jaringan adiposa. Pada bagian superfisial terdapat pembuluh darah
arteri dan vena yang besar.20,27
2.1.3 Jaringan Granulasi
2.1.3.1 Definisi Jaringan Granulasi
Jaringan vaskular yang baru terbentuk secara normal pada proses
penyembuhan luka jaringan lunak dan membentuk sikatrik, terdiri atas masa yang
kecil, translusen, merah dan bernodul.19 Jaringan granulasi merupakan salah satu komponen dari proses penyembuhan luka. Jika suatu luka mengenai area yang
luas atau luka tersebut mengenai daerah yang dilapisi dengan kulit yang tipis,
perbaikan jaringan terjadi pada bagian dermis dan epitel.
Pembelahan fibroblas dan sel mesenkim menghasilkan sel yang mobile
yang masuk ke dalam area luka. Sel endotel pembuluh darah yang rusak mulai
membelah, membentuk kapiler baru yang memperlancar sirkulasi. Kombinasi
bekuan darah, fibroblas, dan jaringan kapiler yang luas disebut sebagai jaringan
granulasi.21
Secara makroskopis, jaringan granulasi berwarna merah, lembut, dan
bergranul, seperti yang terlihat di bawah keropeng pada kulit luka. Secara
histologi ditandai dengan proliferasi sel fibroblas dan kapiler baru yang halus dan
Gambar 2.4 Gambaran Histologis Jaringan Granulasi
A. Jaringan granulasi yang menunjukkan banyak pembuluh darah, edema,
dan suatu ekstraseluler matriks yang longgar yang kadang mengandung sel
radang. Hasil pewarnaan trikrom yang mewarnai biru kolagen.
B. Pewarnaan trikrom jaringan parut matur, kolagen padat, hanya disertai
saluran vaskular yang tersebar.
Sumber : Kumar et al, 2007
2.1.3.2 Proses Penyembuhan Luka
Proses perbaikan jaringan akibat luka sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan. Setiap jaringan yang rusak dapat mengalami
perbaikan, namun kemampuannya sangat bervariasi. Proses penyembuhan luka
merupakan proses yang kompleks, namun terjadi secara teratur. Proses tersebut
terdiri atas serangkaian proses berikut :21 1. Induksi respon peradangan akut
2. Regenerasi sel parenkim
3. Migrasi dan proliferasi sel parenkim dan sel jaringan ikat
4. Sintesis protein ekstraseluler
5. Remodeling unsur parenkim untuk mengembalikan fungsi jaringan
6. Remodeling jaringan ikat untuk memperkuat luka.
Secara umum, proses penyembuhan luka juga dapat
diklasifikasikan menjadi 3 fase, yaitu: fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase
Gambar 2.5 Tahap Penyembuhan Luka Primer (kiri) dan Sekunder (kanan).
Sumber : Kumar et al, 2007
Penyembuhan primer terjadi pada luka fokal pada kontinuitas
membran basalis epitel dan menyebabkan kematian sel dalam jumlah yang sedikit
sedangkan penyembuhan sekunder terjadi pada luka yang menyebabkan
kehilangan sel atau jaringan luas sehingga merangsang pertumbuhan jaringan
granulasi dan menyebabkan pertumbuhan jaringan parut.21
Perbedaan antara penyembuhan primer dan penyembuhan
sekunder, antara lain: secara intrinsik, jika terjadi kerusakan jaringan yang luas
maka jumlah debris jaringan nekrosis dan fibrin lebih banyak sehingga reaksi
radang menjadi lebih hebat dan berpotensi besar mengalami cedera sekunder
akibat radang, jaringan granulasi yang terbentuk lebih besar sehingga jaringan
parut yang terbentuk juga lebih besar, dan penyembuhan sekunder menunjukkan
adanya kontraksi luka.21
a. Fase Inflamasi
Fase inflamasi merupakan fase awal proses penyembuhan luka. Fase ini
terdiri atas 2 komponen, yaitu respon vaskular dan hemostasis, serta respon
darah. Hemostasis terdiri atas 2 proses, yaitu pembentukan bekuan fibrin dan
koagulasi. Trombosit memiliki peran yang sangat penting dalam proses
hemostasis tersebut. Trombosit diaktivasi oleh matriks ekstraseluler di dinding
pembuluh darah sehingga membentuk agregat dan pada saat yang bersamaan
mengeluarkan mediator (serotonin, adenosine difosfat, dan tromboksan A2) dan
protein pengikat (fibrinogen, fibronektin, trombospodin, dan Von Willebrand
Factor VIII ). Dalam proses ini, terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin oleh
trombin sehingga akan terbentuk bekuan fibrin.22
Respon seluler dari fase inflamasi ditandai dengan datangnya
leukosit, neutrofil dan monosit ke tempat luka. Sel – sel tersebut mengeluarkan zat
sitokin yang merupakan faktor kemotaksis untuk memanggil sel – sel leukosit lain
dan mengeluarkan faktor pertumbuhan sedangkan monosit akan berubah menjadi
makrofag dan memfagositosis sisa – sisa kotoran di tempat luka tersebut. Proses
ini berlangsung dalam waktu 24 jam setelah terjadinya luka.21, 22
b. Fase Proliferasi
Dalam fase proliferasi akan terjadi proses reepitelisasi, migrasi
keratinosit, proliferasi keratinosit, pembentukan Basement Membrane Zone
(BMZ), rekonstitusi dermis, fibroplasia, dan angiogenesis. Reepitelisasi
merupakan proses pengembalian epidermis intak setelah terjadi luka. Proses ini
dapat terjadi karena adanya migrasi sel keratinosit ke daerah luka, diferensiasi
neoepitel menjadi stratum epidermis, restorasi BMZ yang intak yang
menghubungkan dermis dan epidermis di bawahnya. Keratinosit bermigrasi dalam
waktu 24 jam setelah terjadi luka. Faktor yang mempengaruhi migrasi keratinosit
antara lain: matriks ekstraseluler, reseptor integrin, metalloprotease (MMP), dan
faktor pertumbuhan.22
Rekonstitusi dermis terjadi pada hari ke 3 – 4 setelah terjadinya
luka. Proses ini dicirikan dengan terbentuknya jaringan granulasi, yang terdiri atas
pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi) dan akumulasi fibroblas
dan bahan dasar matriks. Pada hari ke-4, fibroblas mulai berploriferasi dan
bermigrasi ke dalam bekuan fibrin serta menghasilkan kolagen baru dan protein
matriks lainnya. Molekul struktural matriks ekstraseluler, fibronektin dan kolagen
berikatan dengan matriks ekstraseluler dan menyediakan tempat adhesi saat
migrasi sel. Fibronektin juga berperan sebagai penyangga serat kolagen dan
memediasi kontraksi luka. Migrasi fibroblas dapat distimulasi oleh PDGF dan
TGF-beta yang dihasilkan oleh makrofag.22 Jumlah fibroblas mencapai puncaknya pada minggu ke 1-2 setelah terbentuknya luka. 28
Proses pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi)
melalui dua proses, yaitu: vaskulogenesis, yang jaringannya berasal dari angioblas
(prekursor sel endotel) selama perkembangan embrionik dan angiogenesis atau
neovaskularisasi yaitu pembuluh darah yang telah ada mengeluarkan tunas kapiler
untuk menghasilkan pembuluh darah baru. Berikut tahapan – tahapan umum
perkembangan pembuluh kapiler yang baru :21
1. Terjadi degradasi proteolitik pada membran basal pembuluh darah induk
dan degradasi matriks ekstraseluler di sekitar pembuluh darah induk
Gambar 2.6 Langkah – langkah Proses Angiogenesis
Sumber : Kumar et al, 2007
2. Migrasi sel endotel dari kapiler induk ke arah rangsangan angiogenik
3. Proliferasi sel endotel
4. Maturasi sel endotel untuk menyokong pembuluh endotel berupa
rekrutmen dan proliferasi sel perisit (untuk kapiler) dan sel otot polos
(untuk pembuluh darah yang lebih besar).
Pembuluh darah baru tidak membentuk interendothelial junction
dan meningkatnya transitosis sehingga mudah mengalami kebocoran dan
menyebabkan jaringan granulasi mengalami edema. Faktor yang menginduksi
angiogenesis, antara lain : FGF (Fibroblast Growth Factor) dan VEGF (Vascular
Endothelial Growth Factor). Kedua zat tersebut disekresikan oleh sel stroma.
endotel untuk menyekresi proteinase untuk mendegradasi membran basalis,
meningkatkan migrasi sel endotel, dan mengarahkan pembentukan pembuluh
darah baru.21
Kontraksi luka terjadi pada puncak minggu kedua. Selama pembentukan
jaringan granulasi fibroblas secara bertahap bermodulasi menjadi miofibroblas
yang memiliki berkas mikrofilamen aktin. Pseudopodia miofibroblas memanjang
dan aktin sitoplasma berikatan dengan fibronektin ekstraseluler, menempel pada
serat kolagen dan retraksi, menghubungkan serat kolagen dengan sel sehingga
membentuk kontraksi luka. Kontraksi miofibroblas dipengaruhi oleh PGF1,
5-hidroksitriptamin, angiotensin, vasopressin, bradikinin, epinefrin, dan
norepinefrin.22
c. Fase Remodeling
Perubahan jaringan granulasi menjadi jaringan parut melibatkan
perubahan dalam komposisi matriks ekstraseluler. Pada dermis orang dewasa
normal, komposisi kolagen tipe I sebesar 80% sedangkan komposisi kolagen tipe
III sebesar 10%. Sedangkan pada fase penyembuhan luka, kolagen tipe III lebih
dominan. Muncul pada hari ke 2 – 3 setelah luka, dan bertahan hingga hari ke 7 –
8. Perubahan tersebut terjadi untuk mencapai keseimbangan antara sintesis dan
degradasi matriks ekstraseluler.21,22
Degradasi matriks ekstraseluler dan kolagen dilakukan oleh
kelompok metalloproteinase (bergantung pada ion Zn). Metaloproteinase terdiri
atas kolagenase interstitial yang memecah kolagen fibril tipe I, II, dan III,
gelatinase (kolagenase tipe IV), yang memecah kolagen amorf dan fibronektin,
dan stromelisin yang mengatabolisasi proteoglikan, laminin, fibronektin, dan
kolagen amorf. Enzim dalam bentuk tidak aktif dan dapat diaktifkan oleh zat – zat
yang muncul pada daerah luka. Metaloproteinase yang aktif dapat dihambat
dengan TIMP (Tissue Inhibitor Metalloproteinase) yang dihasilkan oleh sel
mesenkim untuk mencegah terjadinya kerusakan. Aktivasi kolagenase dan
inhibitornya diatur secara spasial dan temporal dan sangat penting untuk
2.1.4 Luka Bakar
2.1.4.1 Epidemiologi Luka Bakar
Berdasarkan WHO Global Burden Disease, pada tahun 2004
diperkirakan 310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia
kurang dari 20 tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke-11
pada anak berusia 1 – 9 tahun. Anak – anak berisiko tinggi terhadap kematian
akibat luka bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi. Luka
bakar dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup.2 Di Amerika Serikat, luka bakar menyebabkan 5000 kematian per tahun dan mengakibatkan lebih dari
50.000 pasien di rawat inap.21 Di Indonesia, menurut RISKESDAS (2013) prevalensi luka bakar di Indonesia sebesar 0,7%.1
Secara global, 96.000 anak – anak yang berusia di bawah usia 20 tahun
mengalami kematian akibat luka bakar pada tahun 2004. Frekuensi kematian lebih
tinggi sebelas kali di negara dengan pendapatan rendah dan menengah
dibandingkan dengan negara dengan pendapatan tinggi sebesar 4,3 per 100.000
orang dan 0,4 per 100.000 orang.2
Kebanyakan kematian terjadi pada daerah yang miskin, seperti Afrika,
Asia Tenggara, dan daerah Timur Tengah. Frekuensi kematian terendah terjadi
pada daerah dengan pendapatan tinggi , seperti Eropa dan Pasifik Barat.2
Gambar 2.7 Frekuensi Mortalitas Akibat Luka Bakar karena Api per 100.000 anak
-anak di daerah WHO berdasarkan Tingkat Pendapatan Negara, 2004
2.1.4.2 Klasifikasi Luka Bakar
Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, antara lain:
penyebab, luasnya luka, dan keparahan luka bakar.
a. Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme dan Penyebab
Luka bakar termal
Luka bakar yang biasanya mengenai kulit. Luka bakar ini bisa
disebabkan oleh cairan panas,berkontak dengan benda padat
panas, terkena lilin atau rokok, terkena zat kimia, dan terkena
aliran listrik.
Luka bakar inhalasi
Luka bakar yang disebabkan oleh terhirupnya gas yang panas,
cairan panas atau produk berbahaya dari proses pembakaran
yang tidak sempurna. Luka bakar ini penyebab kematian
terbesar pada pasien luka bakar.2
b. Klasifikasi Berdasarkan Derajat dan Kedalaman Luka Bakar
Derajat I atau Luka bakar superfisial
Luka bakar hanya mengenai epidermis dan menimbulkan respon
inflamasi sederhana. Biasanya disebabkan oleh paparan terhadap
radiasi sinar matahari atau kontak terhadap benda padat. Luka
bakar tipe ini dapat sembuh dalam seminggu dan tidak
menimbulkan perubahan permanen pada warna, tekstur, dan
ketebalan kulit.
Gambar. 2.8 Ilustrasi Kedalaman Luka Bakar dan Hubungannya dengan Lapisan
Kulit
Derajat II atau Luka bakar parsial/dalam
Pada luka bakar derajat II, kerusakan jaringan meliputi
epidermis dan dermis. Luka bakar derajat II dibagi menjadi 2,
yaitu luka bakar derajat II superfisial dan luka bakar derajat II
dalam. Pada luka bakar derajat II superfisial, kerusakan terjadi
pada bagian epidermis dan permukaan dermis namun struktur
tambahan kulit masih utuh sedangkan pada luka bakar derajat II
dalam terjadi kerusakan pada seluruh epidermis dan dermis serta
struktur tambahan kulit. Luka bakar derajat II superfisial dapat
sembuh dalam waktu kurang dari 3 minggu, sedangkan luka
bakar derajat II dalam sembuh dalam waktu lebih dari 3 minggu.
Derajat III atau Luka bakar penuh
Pada luka bakar ini, kerusakan terjadi pada seluruh lapisan
epidermal, meliputi epidermis, dermis dan jaringan subkutan
serta folikel rambut yang dalam. Luka bakar jenis ini
menimbulkan kerusakan pada lapisan kulit yang luas.2 c. Klasifikasi Berdasarkan Luas Luka
Luas luka bakar ditentukan berdasarkan area permukaan tubuh
total (Total Body Surface Area/TBSA). Metode yang digunakan
adalah Rule of Nine Wallace. Metode ini digunakan untuk orang
dewasa dan anak – anak berusia lebih dari 10 tahun, sedangkan
Grafik Lund dan Browder digunakan untuk anak berusia kurang dari
10 tahun. Pada metode rule of nine, proporsi bagian kepala dan
daerah leher sebesar 9%, setiap bagian lengan termasuk tangan
sebesar 9%, setiap bagian tungkai dan kaki sebesar 18% , bagian
batang tubuh (punggung, toraks, dan abdomen) pada satu sisi sebesar
Gambar. 2.9 Rules of Nine Wallace
Sumber: Senarath-Yapa K & Enoch S, 2009
2.1.4.3 Patofisiologi Luka Termal
Respon inflamasi secara dapat terjadi secara lokal maupun sistemik
akibat luka termal. Proses tersebut terjadi secara kompleks. Respon
inflamasi terjadi segera setelah terjadinya luka, sedangkan respons
sistemik bersifat progresif dan mencapai puncaknya pada hari ke 5 – 7
setelah terjadinya luka.23
Respon Sistemik Terhadap Luka Bakar
Tabel 2.1 Respon Sistemik terhadap Luka Bakar
Sumber: Cakir B & Yegen C, 2004
2.1.5 Penanganan Luka Bakar
Luka bakar dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan
dilakukan penanganan secara primer maupun sekunder ( lanjutan ). Pada
penanganan luka bakar perlu dilakukan penilaian terhadap hal – hal berikut :29,30 1. Jalan Nafas (Airway)
Luka bakar yang luas dapat menimbulkan edema massif dan
menimbulkan obstruksi pada saluran nafas. Tanda – tanda obstruksi
saluran nafas, yaitu : perubahan suara, penggunaan otot – otot
pernafasan, dan kecemasan yang tinggi. Selain itu, terdapat beberapa
kondisi pada pasien luka bakar yang meningkatkan resiko terjadinya
obstruksi saluran pernafasan, antara lain : luka bakar yang luas, semua
pasien dengan luka bakar jenis deep burn (>35%-40% TBSA sebaiknya
dipasang endotracheal tube (ETT)).30 Pemasangan ETT dapat dilakukan lebih awal jika pasien mengalami obstruksi saluran nafas. Selain itu,
ETT juga dapat dipasang jika memerlukan waktu yang cukup lama untuk
merujuk pasien. Trakeostomi tidak dibutuhkan pada penanganan
resusitasi.30
2. Pernapasan (Breathing)
Periksa frekuensi pernafasan. Hati – hati pada pernafasan yang cepat
atau lambat.29
3. Sirkulasi (Circulation)
Luka bakar dapat menyebabkan hilangnya cairan yang cukup banyak
bergantung pada luas luka dan kedalamannya. Oleh karena itu, perlu
cairan pengganti berupa larutan Ringer Laktat yang diberikan secara
intravena. Perlu dilakukan pemasangan foley kateter untuk memonitor
respon fisiologis tubuh terhadap cairan yang diberikan. Target urine
output pada orang dewasa sebesar 0.5 ml/kg/jam, sedangkan pada anak –
anak sebesar 1 ml/kg/jam.30 4. Kecacatan (Disability)
Nilai apakah ada compartment syndrome atau tidak.29 5. Paparan (Exposure)
Persentase area yang terkena luka bakar 29
Morbiditas dan mortalitas luka bakar bergantung pada luas permukaan luka
seiring bertambahnya usia. Luka bakar yang kecil pada lansia dapat
menimbulkan kematian.29
2.1.5.1 Pertolongan Pertama (First aid) Perawatan Luka
Pada 6 jam pertama luka bakar merupakan fase kritis. Rujuk segera pasien yang mengalami luka bakar parah ke rumah sakit. Berikut
langkah – langkah yang dilakukan untuk pertolongan pertama pada luka
bakar, antara lain:29
a. Jika pasien belum mendapatkan pertolongan pertama, alirkan
air dingin pada luka bakar pasien untuk mencegah kerusakan
lebih jauh dan melepaskan pakaian yang terbakar.
b. Jika luka bakar terbatas, kompres dengan air dingin selama
30 menit untuk mengurangi nyeri dan edema dan
meminimalisasi kerusakan jaringan.
c. Jika luka bakar luas, setelah dialirkan air dingin, pasang
pembalut yang bersih pada daerah luka untuk mencegah
hipotermia.
2.1.5.2Initial Treatment Wound Care
a. Luka bakar harus steril b. Pemberian profilaksis tetanus
c. Bersihkan semua bulla, kecuali pada luka bakar yang sangat
kecil. Eksisi dan lakukan debridement pada jaringan nekrosis
yang menempel.
d. Setelah di-debridement, bersihkan luka bakar dengan larutan
chlorhexidine 0.25% (2.5g/liter), 0.1% (1g/liter) larutan
cetrimide, atau antiseptik lain yang berbahan dasar air.30 e. Jangan menggunakan larutan berbahan dasar alkohol
f. Gosok dengan hati – hati jaringan nekrotik yang longgar.
Berikan lapisan tipis krim antibiotik (silver sulfadiazine)
g. Balutkan kain kasa pada luka. Gunakan kasa kering yang tebal
untuk mencegah terjadinya kebocoran pada lapisan luar.
a. Ganti balutan kasa setiap hari (dua kali sehari jika
memungkinkan) atau sesering mungkin untuk mencegah
terjadinya kebocoran cairan.
b. Inspeksi luka, ada perubahan warna atau tidak yang
mengindikasikan adanya infeksi
c. Demam dapat muncul hingga luka tertutup
d. Adanya selulitis mengindikasikan adanya infeksi
e. Berikan antibiotik sistemik jika mengalami infeksi
Streptococcus hemolyticus
f. Infeksi Pseudomonas aeruginosa sering menimbulkan
septicemia dan kematian. Berikan aminoglikosida sistemik.
g. Pemberian antibiotik topikal setiap hari. Jenis antibiotik
topikal yang dapat diberikan antara lain :
- Nitrat silver (0.5% aqueous), paling murah, diaplikasikan
pada balutan kassa oklusif namun tidak dapat penetrasi ke
dalam jaringan parut. Obat ini dapat menyebabkan deplesi
elektrolit dan menyebabkan noda.
- Silver sulfadiazine (1% ointment), diaplikasikan pada
selapis balutan kasa, memiliki kemampuan penetrasi ke
dalam jaringan parut yang terbatas, dan dapat menyebabkan
neutropenia.
- Mafenide acetate (11 % ointment), diaplikasikan tanpa
balutan kasa, memiliki kemampuan penetrasi ke dalam
jaringan parut yang lebih baik, dapat menyebabkan asidosis.29
2.1.5.4. Antibiotik Topikal Silver Sulfadiazine
Silver sulfadiazine merupakan antibiotik topikal pilihan untuk
luka bakar. Komponen aktif silver sulfadiazine terdiri atas silver nitrat
dan sodium sulfadiazine. Atom silver menggantikan atom hidrogen pada
molekul sulfadiazine. Obat ini sering digunakan pada luka bakar
permukaan (superficial burn) dan dalam (deep burn). Silver sulfadiazine
memiliki spektrum antimikroba yang luas (Gram +, Gram -, dan ragi )
Komponen silver akan berikatan dengan DNA bakteri
sehingga akan menghambat proses sintesis protein bakteri dan
menyebabkan pertumbuhan bakteri terhambat. Silver sulfadiazine
memiliki kemampuan disosiasi sedang sehingga dapat berperan sebagai
reservoir silver yang sangat mudah berdisosiasi jika dalam berbentuk
garam.32. Ion silver dapat berikatan dengan enzim yang terdapat di dalam bakteri sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan metabolisme
bakteri. Selain itu, ion silver juga dapat terdeposit dinding sel dan
membran plasma bakteri sehingga menyebabkan struktur luar bakteri
tersebut menjadi abnormal.42
Sulfadiazine merupakan antibiotik golongan sulfonamide.
Sulfadiazine dapat menghambat sintesis asam folat bakteri dengan cara
menghambat enzim dihydropteroat sintase sehingga pembentukan asam
dihidrofolik dari PABA (p-aminobenzoic acid) akan menurun. Penurunan
pembentukan asam dihidrofolik akan menghambat pembentukan purin
dan DNA bakteri sehingga pertumbuhan bakteri akan berkurang.43
Pemberian silver sulfadiazine kontraindikasi untuk penderita alergi
sulfa daan ibu hamil. Pada ibu hamil, komponen sulfonamide
menyebabkan kernikterik pada bayi. Selain itu, obat ini tidak boleh
diberikan pada luka bakar di daerah wajah karena dapat menimbulkan
iritasi mata. Efek samping obat ini adalah dapat menyebabkan leukopenia
pada hari ke 3 dan ke 5 setelah terjadi luka bakar. Namun, beberapa
dokter menyakini bahwa leukopeni tersebut terjadi karena penurunan
migrasi leukosit ke daerah luka dan tidak disebabkan oleh supresi pada
sumsum tulang.31
2.1.6 Pemberian Topikal Ekstrak Daun Binahong
Cara pemberian obat untuk luka bakar dapat melalui topikal
maupun sistemik bergantung jenis obatnya dan efek terapi yang diinginkan. Cara
pemberian obat juga bergantung pada pembawa zat aktif obat tersebut. Salah satu
cara pemberian obat luka bakar pada kulit adalah dengan pemberian obat topikal.
larutan, hidrogel, lotion dan salep. Bentuk obat tersebut bergantung pada sifat
kelarutan zat aktif dan zat pembawa yang digunakan.25
Pada bentuk obat topikal kulit salep, zat pembawa yang digunakan
adalah vaselin album dan adeps lanae. Kedua zat tersebut bersifat lipofilik. Oleh
karena itu, kedua zat tersebut dapat menahan uap air sehingga keringat tidak dapat
menembus kulit dan tertahan pada kulit sehingga menimbulkan hidrasi pada kulit
di bawah pembawa. Pembawa yang bersifat lipofilik umumnya cenderung baik
bagi absorpsi obat.26
Gambar 2.10 Bentuk Sediaan Obat Topikal
Sumber : Lullman H., et al, 2000
2.1.7 Tikus Sprague dawley
Tikus Sprague dawley adalah salah satu jenis tikus putih (Rattus
novergicus) yang sering digunakan untuk penelitian. Hampir 20% penelitian
menggunakan hewan ini untuk kepentingan ilmiah. Berat tikus Sprague dawley
saat lahir sebesar 5 gr dan sangat aktif. Hewan ini dapat tumbuh dengan cepat
hingga minggu ke – 3. Berat tikus jantan dewasa sebesar 400 – 500 gr. Tikus ini
dapat bertahan hidup hingga usia 2 tahun dan merupakan hewan yang jinak.
Penelitian mengenai struktur anatomi tikus telah banyak dilakukan.
Lambung tikus memiliki bagian aglandular yang lebih besar yaitu 1/3 bagian dari