• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TELAGA NGEBEL UNTUK PELESTARIAN OBJEK WISATA ALAM DI KOTA PONOROGO Pendekatan Contingent Valuation Method

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TELAGA NGEBEL UNTUK PELESTARIAN OBJEK WISATA ALAM DI KOTA PONOROGO Pendekatan Contingent Valuation Method"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUNJUNG TELAGA NGEBEL UNTUK PELESTARIAN OBJEK WISATA ALAM DI KOTA PONOROGO

Pendekatan Contingent Valuation Method

THE FACTORS THAT INFLUENCE THE WILLINGNESS TO PAY OF NGEBEL LAKE VISITORS FOR THE NATURAL TOURISM

PRESERVATION IN PONOROGO Contingent Valuation Method Approach

Oleh

PUTRI IMANNUR RIAHAYU 20130430259

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)

PENGUNJUNG TELAGA NGEBEL UNTUK PELESTARIAN OBJEK WISATA ALAM DI KOTA PONOROGO

Pendekatan Contingent Valuation Method

THE FACTORS THAT INFLUENCE THE WILLINGNESS TO PAY OF NGEBEL LAKE VISITORS FOR THE NATURAL TOURISM

PRESERVATION IN PONOROGO Contingent Valuation Method Approach

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

PUTRI IMANNUR RIAHAYU 20130430259

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017

(3)
(4)
(5)
(6)

Kebenaran selalu berakar pada fakta-fakta

Namun, tidak semua fakta selalu benar

Tidak ada batasan dari perjuangan

Jika kesempatan tidak pernah datang, buatlah!

Jangan menunggu hari esok karena itu masih misteri

Usaha yang dilakukan setengah hati hanya akan menghancurkan mimpi

(7)

Persembahan

• Untuk kedua orang tua ku tercinta Ibu Sri Asih dan Ayahanda Edy Bina

Budi yang senantiasa memberikan support, dan menghantarkan sampai di

titik ini dengan penuh do’a dan perjuangan.

• Adekku tersayang, Dinna Margiana yang cerewet selalu ngomel-ngomel

tidak jelas.

• Dan untuk Mu yang telah setia menemani dari putih abu-abu sampai

sekarang. Meskipun aku hanya selalu membuat kamu kesusahan untuk

memahami keinginan-keinginan yang tak masuk akal.

• Untuk Dosen pembimbingku dan para Dosen yang telah mengajariku dari

awal kuliahku sampai akhir masa kuliah hingga terselesaikannya skripsi

ini, semoga kelak di akhirat menjadi amal jariyah atas ilmu yang diberikan

kepada kami dengan setulus hati.

• Sahabat-sahabat seperjuangan Arum Indah Nur Fitriana dan Sari Kwartika

Anwar yang telah membantu, memberi semangat dan menemani penulis

dari awal kuliah sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

• Untuk teman-teman semua yang telah membantu untuk terselesainya

skripsi.

• Dan Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

(8)

Sektor pariwisata dapat membantu negara dalam memperkenalkan budaya bangsa di tanah air, serta dapat membantu masyarakat yang berada disekitar tempat wisata dalam membuka lapangan pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur willingness to pay pengunjung pada obyek wisata alam Telaga Ngebel dalam upaya pelestarian alam dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi willingness to pay. Penelitian ini dilakukan di Kota Ponorogo tepatnya di lokasi wisata alam Telaga Ngebel. Objek pada penelitian ini yaitu para pengunjung objek wisata alam Telaga Ngebel dengan metode Contingen Valuation Method (CVM). Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer.

Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 120 responden yang diambil dari pengunjung wisata Telaga Ngebel. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan cara random sampling. Total willingness to pay dari 120 responden dalam upaya pelestarian objek wisata alam adalah sebesar Rp1.135.000,00 dengan nilai rata-rata Rp9.458,33. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan dan positif terhadap besarnya WTP pengunjung Telaga Ngebel dalam upaya pelestarian obyek wisata alam di Kota Ponorogo yaitu penghasilan, biaya rekreasi, dan lama pendidikan. Sedangkan variabel frekuensi tidak berpengaruh positif signifikan.

Kata Kunci: Pariwisata. Contingen Valuation Method, Faktor yang Mempengaruhi WTP.

.

(9)

The tourism sector can help the country in introducing the culture of the nation in the ground water, as well as can help the communities around tourist areas in open field work. This study aims to measure the Willingness to Pay of visitors on the natural attractions Lake Ngebel in the effort to preserve nature and to determine the factors that influence Willingness to Pay. This research was conducted in the Town of Ponorogo precisely at the location of the nature tourism Lake Ngebel. The object of this research is the visitors of the natural attractions Lake Ngebel by the method of Contingen Valuation Method (CVM). The data used are secondary data and primary data.

This study used a sample of 120 respondents was taken from the visitors tourist Lake Ngebel. The sample selection was done using random sampling. The total Willingness to Pay of the 120 respondents in the preservation of the natural attraction is the Rp1.135.000,00 with the average value of Rp9.458,33. The factors that have a significant and positive impact on the magnitude of the Willingness to Pay of visitors Lake Ngebel in the preservation of the natural attractions in the Town of Ponorogo namely the income, cost of recreation, and long education. While the frequency variabel is not significant positive effect.

Keywords: Tourism. Contingen Valuation Method, Factors that effect the WTP.

(10)

Segala puja dan puji syukur dilimpahkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan kesehatan dan kesempatan serta kemudahan dalam penulisan skripsi

dengan judul "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Willingness to Pay Pengunjung

Telaga Ngebel untuk Pelestarian Objek Wisata Alam di Kota Ponorogo".

Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Adapun alasan penulis mengambil topik

ini dengan harapan dapat memberikan masukan bagi masyarakat dan pemerintah

dalam mengukur willingness to pay dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi willingness to pay pengunjung pada obyek wisata alam Telaga

Ngebel dalam upaya pelestarian alam.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan berbagai

pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

sebanyak-banyaknya kepeda:

1. Bapak Dr. Ir. Gunawan Budianto MP selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta, yang memimpin seluruh aktivitas civitas

akademik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Nano Prawoto, S.E.,M.Si., Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Bapak Imamudin Yuliadi S.E.,M.Si., Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

(11)

4. Bapak Dr. Rizal Yaya, Wakil Dekan 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

5. Ibu Lilies Setyartiti., dosen pembimbing yang dengan penuh perhatian,

kesabaran, dan keikhlasan dalam meluangkan waktu, memberikan nasihat,

masukan, dan bimbingan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta yang telah berjasa dalam mengembangkan keilmuan peneliti.

7. Seluruh staf TU Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

8. Seluruh rekan Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

serta semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu

terimakasih atas dukungan dan bantuannya.

Akhirnya dengan segala upaya dan kemampuan yang ada, penulis

berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, khususnya

mahasiswa Ilmu Ekonomi dan Studi Pmbangunan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta. Apabila ada kesalahan dalam penulisan kata atau nama, mohon maaf

atas segala kekurangan.

Yogyakarta, 17 Maret 2017

Penulis

(12)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A.Landasan Teori ... 13

B.Hasil Penelitian Terdahulu ... 24

(13)

C.Hipotesis ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN A.Obyek Penelitian ... 32

B.Lokasi Penelitian ... 32

C.Jenis Data ... 32

D.Teknik Pengambilan Sampel... 33

E. Metode Pengumpulan Data ... 34

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 35

G.Alat Anlisis ... 36

H.Model Penelitian ... 39

I. Uji Validasi dan Realibilitas ... 40

J. Pengujian Asumsi Klasik ... 42

K.Uji Hipotesis ... 44

BAB IV. GAMBARAN UMUM A.Kondisi Fisik ... 47

BAB V. HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN A.Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 63

1. Uji Validitas ... 63

2. Uji Reliabilitas ... 63

(14)

C.Faktor yang Mempengaruhi Willingness to Pay ... 65

1. Pengujian asumsi klasik ... 65

1) Uji Multikolinieritas ... 65

2) Uji Heteroskedastisitas ... 66

2. Hasil Estimasi Regresi ... 67

3. Uji t ... 68

4. Uji F ... 74

5. Uji R2 ... 75

6. Pembahasan ... 76

7. Karakteristik Responden ... 79

8. Persepsi Responden Pengunjung Telaga Ngebel ... 85

9. Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ... 85

BAB VI. KESIMPULAN & SARAN A.Kesimpulan ... 88

B.Saran ... 90

C.Keterbatasan Penelitian ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

(15)

1.1 Jumlah Wisatawan Objek Wisata di Kota Ponorogo ... 4

1.2 Objek Wisata dan Jumlah Wisatawan di Kota Ponorogo ... 5

4.1 Kepadatan Penduduk ... 51

4.2 Jarak Antar Kelurahan/Desa di Kecamatan Ngebel ... 52

4.3 Banyaknya Penduduk Menurut Pemeluk Agama ... 53

4.4 Anggaran Pendapatan Desa ... 54

4.5 Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Ngebel ... 55

4.6 Produksi Buah-buahan ... 56

4.7 Populasi Ternak di Kecamatan Ngebel... 57

4.8 Banyaknya Pengusaha Penggalian dan Pertambangan ... 58

4.9 Jumlah Sarana Perdagangan ... 60

4.10 Usaha Pracangan menurut Desa ... 61

5.1 Hasil Uji Validitas ... 63

5.2 Hasil Uji Realibilitas... 64

5.3 Hasil Nilai Tolerance dan VIF ... 65

5.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 66

5.5 Hasil Estimasi Regresi ... 67

5.6 Hasil Uji R ... 75

5.7 Jumlah Responden berdasarkan Rentang Usia ... 80

5.8 Jumlah Responden yang Telah Menikah ... 81

5.9 Jumlah Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 81

5.10 Jumlah Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 82

5.11 Jumlah Responden berdasarkan Tingkat Penghasilan ... 83

5.12 Jumlah Responden berdasarkan Frekuensi Kunjungan ... 83

5.13 Jumlah Responden berdasarkan Biaya Rekreasi ... 84

5.14 Deskripsi Statistik Variabel ... 86

(16)

1.1 Kondisi Tepi Telaga yang terdapat Sampah ... 8

1.2 Diagram Respon Pengunjung saat ini ... 9

2.1 Surplus Konsumen ... 23

4.1 Peta Kecamatan Ngebel ... 48

4.2 Diagram Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin. ... 49

4.3 Diagram Jumlah Usaha dan Tenaga Kerja Industri ... 59

5.1 Distribusi t: LnInc terhadap WTP... 69

5.2 Distribusi t: LnBR terhadap WTP ... 70

5.3 Distribusi t: LnEDU terhadap WTP ... 72

5.4 Distribusi t: Frek terhadap WTP ... 73

5.5 Distribusi F: LnInc, LnBR, LnEdu terhadap WTP ... 75

(17)
(18)

Sektor pariwisata dapat membantu negara dalam memperkenalkan budaya bangsa di tanah air, serta dapat membantu masyarakat yang berada disekitar tempat wisata dalam membuka lapangan pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur willingness to pay pengunjung pada obyek wisata alam Telaga Ngebel dalam upaya pelestarian alam dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi willingness to pay. Penelitian ini dilakukan di Kota Ponorogo tepatnya di lokasi wisata alam Telaga Ngebel. Objek pada penelitian ini yaitu para pengunjung objek wisata alam Telaga Ngebel dengan metode Contingen Valuation Method (CVM). Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer.

Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 120 responden yang diambil dari pengunjung wisata Telaga Ngebel. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan cara random sampling. Total willingness to pay dari 120 responden dalam upaya pelestarian objek wisata alam adalah sebesar Rp1.135.000,00 dengan nilai rata-rata Rp9.458,33. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan dan positif terhadap besarnya WTP pengunjung Telaga Ngebel dalam upaya pelestarian obyek wisata alam di Kota Ponorogo yaitu penghasilan, biaya rekreasi, dan lama pendidikan. Sedangkan variabel frekuensi tidak berpengaruh positif signifikan.

Kata Kunci: Pariwisata. Contingen Valuation Method, Faktor yang Mempengaruhi WTP

(19)

ABSTRACT

The tourism sector can help the country in introducing the culture of the nation in the ground water, as well as can help the communities around tourist areas in open field work. This study aims to measure the Willingness to Pay of visitors on the natural attractions Lake Ngebel in the effort to preserve nature and to determine the factors that influence Willingness to Pay. This research was conducted in the Town of Ponorogo precisely at the location of the nature tourism Lake Ngebel. The object of this research is the visitors of the natural attractions Lake Ngebel by the method of Contingen Valuation Method (CVM). The data used are secondary data and primary data.

This study used a sample of 120 respondents was taken from the visitors tourist Lake Ngebel. The sample selection was done using random sampling. The total Willingness to Pay of the 120 respondents in the preservation of the natural attraction is the Rp1.135.000,00 with the average value of Rp9.458,33. The factors that have a significant and positive impact on the magnitude of the Willingness to Pay of visitors Lake Ngebel in the preservation of the natural attractions in the Town of Ponorogo namely the income, cost of recreation, and long education. While the frequency variabel is not significant positive effect.

Keywords: Tourism. Contingen Valuation Method, Factors that effect the WTP.

(20)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang dapat berperan dalam

pertumbuhan ekonomi pada suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Pariwisata

juga tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia terlebih lagi dari kehidupan

ekonomi dan sosial. Menurut definisi pada Undang-undang no 10 tahun 2009

tentang kepariwisataan, pariwisata adalah terjadinya berbagai macam kegiatan

wisata dan didukung fasilitas serta layanan yang sudah disediakan masyarakat

setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah maupun pengusaha.

Sedangkan menurut Kodyat (1983) dalam Dyah Ayu (2014), suatu perjalanan dari

tempat asal ke tempat lain yang bersifat sementara dan dilakukan secara sendiri

maupun berkelompok, sebagai bentuk usaha mencari keseimbangan atau

keserasian dan kebahagiaan dalam lingkungan hidup dalam dimensi sosial,

budaya, alam, dan ilmu. Bahkan sektor pariwisata dapat menjadi kekuatan suatu

bangsa yang akan membuat masyarakatnya lebih produktif dan perkembang

dalam berbagai bidang.

Sektor pariwisata dapat membantu negara dalam memperkenalkan budaya

bangsa di tanah air, serta dapat membantu masyarakat yang berada disekitar

tempat wisata dalam membuka lapangan pekerjaan. Pada daerah tempat tujuan

wisata, dapat membantu masyarakat dalam mencari pendapatan dan juga bisa

menjadi tempat mata pencaharian tetap bagi masyarakat sekitar dengan menjual

(21)

barang dan jasa seperti hotel, restoran, biro perjalanan, pramuwisata, dan

pernak-pernik souvenir khas daerah yang merupakan hasil kerajinan tangan masyarakat

sekitar. Berbagai macam objek pariwisata serta seni kebudayaan dapat menjadi

peluang yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian melalui

pertunjukkan ke daerah-daerah lain maupun ke luar negeri.

Pada setiap daerah di Indonesia memiliki kebudayaan dan sejarah

berbeda-beda yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Kebudayaan di masa lalu

setiap daerah dapat terlihat dari peninggalan yang ada pada setiap daerah, seperti

rumah khas, tarian, pakaian adat dan acara adat yang rutin dilakukan oleh

sebagian masyarakat. Dengan bertambahnya pengetahuan akan adanya manfaat

wisata saat ini, pemerintah mulai tergerak dan menyadari akan keberadaan sektor

pariwisata yang dapat memberikan keuntungan dalam jangka panjang, apabila

sektor pariwisata dapat di kelola dan di pelihara dengan baik oleh pemerintah

dengan melakukan kesadaraan akan pentingnya pelestarian di sektor pariwisata.

Sebagai bentuk upaya untuk mencapai kondisi tersebut, diperlukan adanya kerja

sama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang dapat berkoordinasi

dalam menangani kelestarian sumber daya alam. Dan dengan adanya kebijakan

otonomi daerah yang memberi kewenangan pada pemerintah daerah untuk dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dengan mengelola sumber daya alam

yang ada.

Kota Ponorogo sebagai Ibu kota Kabupaten Ponorogo yang terletak di

bagian Barat Daya Propinsi Daerah Tingkat 1 Jawa Timur jaraknya kurang lebih

(22)

1.371,78 km² dengan ketinggian 92 meter sampai 2563 meter di atas permukaan

laut, dilihat dari keadaan geografisnya Kabupaten Ponorogo memiliki 2 sub area,

yang pertama sub area dataran tinggi dan sub area dataran rendah. Kabupaten

Ponorogo memiliki 21 kecamatan yang terbagi menjadi 26 kelurahan. Kabupaten

ini berbatasan langsung dengan beberapa kabupaten di sekitar nya seperti sebelah

Utara berbatasan dengan Kabupaten Madiun, Magetan, dan Nganjuk, sebelah

Timur berbatasan dengan Kabupaten Tulungagung dan Trenggalek, sebelah

Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pacitan, sebelah Barat berbatasan dengan

Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah). Adapun sungai yang melewati Kabupaten

Ponorogo terdapat 14 sungai dengan panjang 4 Km sampai dengan 58 Km,

sungai-sungai ini berfungsi sebagai sumber irigasi bagi lahan pertanian dengan

produksi padi maupun hortikultura.

Pada saat ini Kota Ponorogo menjadi salah satu kota tujuan rekreasi dan

tujuan wisata di Jawa Timur yang diminati wisatawan, terutama wisatawan

domestik dan saat ini mulai di lirik oleh wisatawan mancanegara. Hal ini sesuai

dengan visi Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga di Kabupaten

Ponorogo yang ingin mewujudkan masyarakat Ponorogo yang berbudaya serta

mewujudkan Kabupaten Ponorogo sebagai daerah tujuan wisata unggulan di Jawa

Timur. Mengacu dari visi diatas, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata membangun

misi yang akan mendukung tercapainya visi tersebut, yaitu yang pertama

mewujudkan masyarakat Kabupaten Ponorogo yang berbudaya dalam rangka

memperkuat jati diri dan kepribadian masyarakat dan bangsa, yang kedua

(23)

secara sistematis, berkesinambungan, berwawasan budaya dan lingkungan dalam

rangka peningkatan pembangunan ekomoni masyarakat, yang ketiga

meningkatkan profesionalisme pengelolaan pariwisata dan kebudayaan melalui

peningkatan kualitas kelembagaan, manajemen, dan sumber daya manusia.

Pertumbuhan jumlah wisatawan yang masuk dalam Kota Ponorogo terus

meningkat dari tahun ke tahun, meningkatnya jumlah wisatwan ini dapat dilihat

dalam tabel berikut.

Tabel 1.1

Jumlah Wisatawan Objek Wisata di Kota Ponorogo Tahun 2011-2015

Tahun

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Ponorogo

Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa kenaikan jumlah wisatawan terjadi

setiap tahun dengan rata-rata 2% tiap tahun terutama jumlah wisatawan nusantara.

Namun terdapat penurunan jumlah wisatawan nusantara pada tahun 2013 dan

penurunan jumlah wisatawan mancanegara pada tahun 2014, hal ini dikarenakan

kurangnya promosi dari Pemerintah Daerah Ponorogo dengan adanya

kegiatan-kegiatan besar seperti acara Grebeg Suro yang di adakan setiap tahun sekali.

Adanya peningkatan jumlah wisatawan di kota Ponorogo, akan menguntungkan

(24)

mampu meningkatkan pendapatan daerah yang merupakan salah satu dampak

positif dari adanya perkembangan industri pariwisata (Silvia Amanda, 2009 dalam

Damar Yoga, 2015).

Kota Ponorogo memiliki beberapa objek wisata yang unik dan menarik

sehingga mampu untuk dikembangkan, beberapa pariwisata yang terdapat di

Ponorogo meliputi objek wisata budaya, objek wisata industri, objek wisata alam,

dan objek wisata religius. Terdapat banyak obyek wisata di Kota Ponorogo namun

tidak semua obyek wisata keberadaannya diakui oleh Pemerintah daerah. Terlihat

dalam tabel 1.2 beberapa objek dan daya tarik wisata yang terletak di Ponorogo

yaitu terdiri dari Tirto Menggolo, Makam Batoro Katong, Telaga Ngebel, Taman

Wisata Ngembag, Masjid Tegalsari, Air Terjun Peletuk, Reog Mini, Grebeg Suro.

Objek wisata yang ada di Ponorogo tersebut dapat menarik wisatawan domestik

maupun mancanegara, tetapi tidak semua objek wisata dapat membuat jumlah

wisatawan bertambah sigifikan.

Tabel 1.2

Objek Wisata dan Jumlah Wisatawan di Kota Ponorogo Tahun 2015

No Objek Wisata 2015

(25)

Salah satu sektor pariwisata di Ponorogo yang berpotensi untuk

dikembangkan yaitu pada objek wisata alam, karena alam yang ada di Ponorogo

masih alami dan belum banyak yang berubah. Dan obyek wisata alam yang di

gemari masyarakat sekitar Ponorogo yaitu Telaga Ngebel dapat dilihat dari tabel

1.2 jumlah wisatawan pada Telaga Ngebel dengan jumlah pengunjung wisatawan

nusantara paling banyak 172541 orang dari pada objek wisata lain di Ponorogo.

Telaga Ngebel adalah sebuah danau alami tepatnya terletak pada

Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo sekitar 30 km dari pusat kota Ponorogo.

Kecamatan Ngebel sendiri terletak di kaki gunung Wilis. Telaga Ngebel memiliki

keliling sekitar 5 KM, dengan suhu antara 20-26 derajat celcius. Suhu yang dingin

dan sejuk membuat para pengunjung semakin nyaman mengunjungi Telaga ini.

Telaga Ngebel termasuk dalam kategori objek wisata alam yang cukup

populer di Ponorogo (khususnya). Wisata alam yang terdapat pada telaga ini lah

yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun wisatawan

mancanegara karena panorama alam yang sangat menarik serta keadaan cuaca

yang sejuk. Selain menikmati alam yang terdapat pada sekitar telaga pengunjung

juga dapat menikmati beberapa obyek wisata lain seperti wisata agribisnis (durian,

manggis, dll) dan air terjun. Pada acara ulang tahun hari jadi kota Ponorogo telaga

ini biasanya di gunakan untuk acara larungan, dan setiap dua bulan sekali terdapat

acara Gebyar Reyog Telaga Ngebel.

Meningkatnya aktivitas pada suatu objek wisata terkadang tidak selalu

berdampak positif, terlebih lagi jika pada objek wisata terdapat suatu event atau

(26)

juga pada peningkatan jumlah wisatawan di Telaga Ngebel, para pengunjung

meninggalkan sampah yang mereka bawa dengan membuang tidak pada

tempatnya bahkan membuang sampah di pinggirian telaga. Kurangnya kesadaraan

para pengunjung untuk tidak membuang sampah pada tempatnya akan

mengakibatkan dampak sendiri buat lingkungan sekitar telaga, terlebih jika

sampah di buang pada pinggiran telaga, hal ini akan mengganggu kehidupan

hewan yang ada di dalamnya. Jika kondisi tersebut tidak segera di atasi maka akan

berdampak buruk untuk keberlangsungan kegiatan wisata di Telaga Ngebel,

bukan tidak mungkin jika masyarakat enggan lagi mengunjungi tempat wisata

karena banyaknya sampah yang tidak di atasi oleh pengelola. Padahal dari

pemerintah daerah sendiri telah memberikan dana untuk biaya perbaikan fasilitas

dan biaya untuk menjaga lingkungan yang diambil dari APBD. Namun biaya

tersebut dirasa kurang untuk biaya perbaikan serta menjaga lingkungan.

Sedangkan biaya masuk yang di berlakukan untuk pengunjung sebesar saat ini

Rp6000,00 per orang dengan biaya parkir sepeda motor Rp1000,00 per motor dan

mobil Rp2000,00 per mobil. Uang hasil penjualan tiket masuk nantinya akan

masuk ke kas daerah, dan uang hasil parkir masuk ke Dinas Perhubungan tanpa

ada uang sisa hasil penjualan yang dipergunakan untuk biaya perbaikan serta

menjaga lingkungan. Kurang baiknya pengelolaan ini membuat keindahan dari

wisata berkurang seperti banyaknya sampah-sampah yang disekitar telaga dan

(27)

Sumber : dokumentasi pribadi

Gambar 1.1

Kondisi Tepi Telaga yang terdapat Sampah

Wisata telaga ini masuk dalam kategori wisata alam yang siapa saja boleh

masuk ke dalamnya tanpa ada pengecualian. Apabila kondisi sudah seperti itu

maka upaya pelestarian harus mulai dilakukan mulai saat ini sebelum kondisinya

menjadi semakin buruk. Pelaksanaan pelestarian memang jelas membutuhkan

biaya yang tidak sedikit, maka dari itu semua pihak harus ikut melaksanakan

pelestarian terlebih lagi bagi para pengunjung obyek wisata alam Telaga Ngebel.

Oleh karena itu kesedian untuk membayar bagi para pengunjung perlu diketahui

supaya kedepannya obyek wisata Telaga Ngebel menjadi lebih baik lagi serta

akan diketahui tarif yang diharapkan para pengunjung untuk biaya perbaikan

(28)

Sumber: penulis

Gambar 1.2

Diagram Respon Pengunjung tentang Pemberlakuan Retribusi Masuk Wisata Alam Telaga Ngebel saat ini.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan penulis dengan mengambil 30

responden secara acak. Pada diagram 1.1 menyatakan bahwa dari 30 responden

awal, 5 responden atau 17 persen setuju dengan pemberlakuan tiket masuk Wisata

Alam Telaga Ngebel saat ini. Sedangkan 25 responden atau 83 persen tidak setuju

dengan pemberlakuan tiket masuk saat ini. Hal ini terjadi karena pengelolaan di

dalam wisata kurang maksimal dilakukan oleh penyedia, seperti keberadaan toilet

yang kurang memadai, sampah-sampah yang berserakan ditepi telaga dan sampah

yang dibuang sembarang di lapangan hingga tepi jalan. Keberadaan sampah

tersebut sangat mengganggu kenyamanan wisatawan yang berwisata.

Setelah diketahui respon dari pengunjung, kemudian dilanjutkan dengan

mengetahui jumlah kesediaan membayar para pengunjung Telaga Ngebel. Metode

yang digunakan untuk mengetahui kesediaan membayar dari pengunjung untuk

biaya perbaikan fasilitas dan menjaga lingkungan adalah metode Contingent

17%

83%

(29)

Valuation Method (CVM). Dengan menggunakan metode CVM akan diperoleh

besarnya kesediaan membayar dari masyarakat untuk biaya retribusi masuk wisata

dan akan membantu untuk mengembangkan dan melestarikan wisata Alam Telaga

Ngebel. Dari masalah diatas perlu diketahui juga faktor apa saja yang

mempengaruhi besarnya kesediaan untuk membayar pengunjung wisata Alam

Telaga Ngebel. Maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang “Faktor

yang Mempengaruhi Willingness to Pay Pengunjung Telaga Ngebel untuk

Pelestarian Objek Wisata Alam di Kota Ponorogo”.

B. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan diteliti dibatasi hanya

dilakukan di Kabupaten Ponorogo, tepatnya pada Objek Wisata Alam Telaga

Ngebel.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini

untuk melestarikan wisata alam yang ada pada Telaga Ngebel supaya dapat

dinikmati oleh semua orang, yaitu :

1. Berapakah willingness to pay pengunjung obyek wisata alam Telaga

Ngebel dalam upaya pelestarian alam?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya nilai kesediaan

membayar (willingness to pay) pengunjung dalam upaya pelestarian

(30)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengukur (willingness to pay) pengunjung obyek wisata alam

Telaga Ngebel dalam upaya pelestarian alam.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai

kesediaan membayar (willingness to pay) pengunjung dalam upaya

pelestarian obyek wisata alam di Kota Ponorogo.

E. Manfaat Penelitian

Diharapakan penelitian ini mempunyai manfaat :

a. Bagi Penulis

Dapat menambah pengetahuan wawasan serta dapat mensosialisasikan

teori yang telah diperoleh selama menempuh perkuliahan.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi wadah

pengetahuan dalam menganalisis willingness to pay (WTP) pada wisata

alam Telaga Ngebel bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk

meneliti tentang willingness to pay secara mendalam.

c. Bagi Dinas Pariwisata

Dinas Pariwisata Kabupaten Ponorogo, penelitian ini diharapkan bisa

menjadi bahan masukan serta informasi dalam mengambil suatu

kebijakan pengembangan pada pariwisata khususnya objek Wisata

(31)

d. Bagi Masyarakat

Dengan penelitian ini, masyarakat dapat mengetahui informasi tentang

(32)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Pariwisata

Menurut beberapa ahli pengertian Pariwisata, yaitu:

(a) Pariwisata yaitu suatu proses berpergian yang mengakibatkan

terjadinya suatu interaksi dan hubungan-hubungan yang saling

mengerti perasaan, persepsi motivasi, tekanan, kepuasaan, kenikmatan

dan lain-lain antar sesama individu maupun antar kelompok (Salah

Wahab 1998).

(b) Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata

dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh

masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

(c) Pariwisata yaitu suatu perjalanan dari tempat kita berada ke tempat

lain yang menurut kita senang, dengan tujuan untuk mencari sesuatu

hal yang baru, meringankan beban pikiran, memperbaiki kesehatan,

menikmati suasana baru, namun perjalanan itu bersifat sementara dan

dapat dilakukan sendiri maupun berkelompok (Rahmawati, 2014).

(d) Sedangkan Menurut James J. Spillane (1985) dalam Dyah Ayu 2014,

suatu perjalanan dianggap sebagai perjalanan wisata apabila

memenuhi tiga syarat yaitu bersifat sementara, bersifat sukarela

(33)

(voluntary) bukan karena paksaan, dan tidak bekerja yang sifatnya

menghasilkan upah ataupun bayaran.

(e) Pariwisata merupakan suatu aktivitas perubahan tempat tinggal

sementara seseorang, keluar tempat tinggalnya sehari-hari yang

bersifat sementara dengan suatu alasan apa pun kecuali melakukan

kegiatan yang bisa menghasilkan upah atau gaji (A.J Muljadi dan

Andri Warman 2016).

2. Permintaan Pariwisata

Adapun faktor utama dan faktor lain yang mempengaruhi tingkat

permintaan pariwisata menurut Medlik dalam Rahmawati (2014):

1. Harga

Permintaan dalam pariwisata yang pertama biasanya dari harga,

harga yang tinggi pada suatu daerah tujuan wisata akan

memberikan imbas atau timbal balik pada wisatawan yang akan

bepergian atau calon wisata, sehingga permintaan wisatapun akan

berkurang begitupula sebaliknya.

2. Pendapatan

Permintaan dalam pariwisata yang berikutnya yaitu pendapatan.

Apabila pendapatan seseorang tinggi, maka kecenderungan untuk

memilih daerah tujuan wisata sebagai tempat berlibur akan semakin

(34)

kecenderungan untuk memilih daerah tujuan wisata semakin

rendah.

3. Sosial budaya

Dengan adanya sosial budaya yang unik dan bercirikan atau dengan

kata lain berbeda dari apa yang ada di negara calon wisata berasal,

maka peningkatan permintaan terhadap wisata akan tinggi hal ini

akan membuat sebuah keingintahuan dan penggalian pengetahuan

sebagai khasanah kekayaan pola pikir budaya mereka.

4. Sosial politik (Sospol)

Dampak sosial politik dapat terlihat apabila keadaan daerah tujuan

wisata tidak dalam keadaan aman dan tenteram, apabila keadaan

sosial politik suatu daerah dalam keadaan aman dan tenteram tidak

akan terasa pengaruhnya dalam terjadinya permintaan pariwisata.

5. Intensitas keluarga

Banyak sedikitnya keluarga juga berperan serta dalam permintaan

wisata hal ini dapat diratifikasi bahwa jumlah keluarga yang

banyak maka keinginan untuk berlibur dari salah satu keluarga

tersebut akan semakin besar, hal ini dapat dilihat dari kepentingan

wisata itu sendiri.

6. Harga barang substitusi

Harga barang pengganti juga termasuk dalam aspek permintaan,

dimana barang-barang pengganti dimisalkan sebagai pengganti

(35)

seperti : Bali sebagai tujuan wisata utama di Indonesia, akibat suatu

dan lain hal Bali tidak dapat memberikan kemampuan dalam

memenuhi syarat-syarat daerah tujuan wisata sehingga secara tidak

langsung wisatawan akan mengubah tujuannya kedaerah terdekat

seperti Yogyakarta.

7. Harga barang komplementer

Merupakan sebuah barang yang saling membantu atau dengan kata

lain barang komplementer adalah barang yang saling melengkapi,

dimana apabila dikaitkan dengan pariwisata barang komplementer

ini sebagai obyek wisata yang saling melengkapi dengan obyek

wisata lainnya.

3. Jenis Pariwisata

Beberapa jenis pariwisata yang sedang di minati para wisatawan

pada saat ini seperti Pariwisata untuk Menikmati Perjalanan, Pariwisata

untuk Rekreasi, Pariwisata untuk Kebudayaan, Pariwisata untuk Olahraga

(Spillane (1985). Hal ini bergantung pada keinginan serta motif yang

berbeda antar sesama manusia.

a. Pariwisata untuk Menikmati Perjalanan (Pleasure Tourism).

Jenis pariwisata untuk menikmati perjalanan dilakukan oleh

orang-orang yang meninggalkan tempat tinggalnya dengan tujuan untuk

berlibur, untuk mencari udara segar yang baru, untuk memenuhi rasa

(36)

hal yang baru, untuk menikmati keindahan wisata alam dan

sejarah-sejarah yang ada di kota tersebut, untuk mendapatkan ketenangan

ataupun ikut merayakan keramaian pusat wisata.

b. Pariwisata untuk Rekreasi (Recreation Tourism)

Pada jenis pariwisata untuk rekreasi dilakukan oleh orang yang

menginginkan waktu libur nya untuk beristirahat, untuk memulihkan

kembali kesegaran jasmani dan rohani, untuk menyegarkan kembali

fisik yang telah lelah.

c. Pariwisata untuk Kebudayaan (Cultural Tourism)

Pariwisata untuk kebudayaan dilakukan oleh orang-orang yang ingin

belajar pada pusat pembelajaran dan riset, untuk mempelajari

adat-istiadat, kelembagaan, dan tata cara hidup masyarakat suatu daerah

atau untuk mengunjungi monumen bersejarah, peninggalan peradaban

masa lalu maupun sebaliknya penemuan-penemuan masa kini,

pusat-pusat kesenian, keagamaan dan lain-lain

d. Pariwisata untuk Olahraga (Sport Tourism)

Jenis pariwisata untuk olah raga dilakukan oleh orang-orang pada saat

ada acara olah raga besar seperti Olympiade Games, Piala Dunia dan

lomba-lomba lainnya yang menarik perhatian tidak hanya pada

olahragawannya namun juga bisa menarik penonton atau

penggemarnya.

Jika dilihat dari jenis pariwisata, maka objek wisata alam Telaga

(37)

alam Telaga Ngebel merupakan objek wisata yang bisa digunakan oleh

orang-orang yang ingin berlibur, untuk mencari udara segar serta

menikmati keindahan alam dan sejarah-sejarah yang ada, dan untuk

mendapatkan ketenangan ataupun ikut merayakan keramaian pusat

wisata. Karena dengan menikmati udara segar serta pemandangan alam

yang indah dan tenang dipercaya dapat mengembalikan kesegaran

tubuh dan ketegangan pikiran.

4. Bentuk Pariwisata

Pariwisata tidak hanya mempelajari dari motivasi serta tujuan suatu

perjalan, namun dapat dilihat dari kinerja lain seperti bentuk-bentuk

pariwisata. Bentuk pariwisata terbagi menjadi lima kategori dalam

bukunya menurut Pendit (1999).

a. Menurut Asal Wisatawan

Bentuk pariwisata menurut asal wisatawan terbagi lagi menjadi dua,

yaitu wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara. Wisatawan

domestik yaitu wisatawan yang berpergiannya tidak berpindah tempat

dari negara asalnya, jika wisatawan mancanegara yaitu wisatawan yang

datang dari luar negeri.

b. Menurut Akibatnya Terhadap Neraca Pembayaran

Apabila suatu negara kedatangan wisatawan dari luar negeri maka

para wisatawan tersebut akan membawa mata uang asing. Dimana

(38)

pembayaran luar negeri suatu negara yang dikunjungi wisatawan, hal ini

disebut pariwisata aktif. Sedangkan perjalanan seorang warga negara ke

luar negeri akan berdampak negatif terhadap neraca pembayaran luar

negeri negaranya dinamakan pariwisata pasif.

c. Menurut Jangka Waktu

Menurut jangka waktu dari kedatangan wisatawan di suatu daerah

ataupun negara juga diperhitungkan menurut lama tinggal para wisatawan

di suatu daerah atau negara yang di kunjungi. Sehingga dapat disebut

dengan pariwisata jangka pendek dan pariwisata jangka panjang, dari

kedua istilah ini disesuaikan pada ketentuan yang berlaku disuatu negara

tersebut untuk mengukur panjang atau pendeknya waktu yang dimaksud.

d. Menurut Jumlah Wisatawan

Bentuk pariwisata ini dibedakan berdasarkan jumlah wisatawan yang

datang, apakah wisatawan itu datang sendiri atau bersama rombongan.

Sehingga muncul istilah yang disebut pariwisata tunggal dan pariwisata

rombongan.

e. Menurut alat angkut yang digunakan

Bentuk pariwisata menurut alat angkut yang digunakan juga terbagi

lagi menjadi empat yaitu pariwisata udara, pariwisata laut, pariwisata

kereta api dan mobil, tergantung keinginan wisatawan menggunakan

(39)

5. Daerah Tujuan Wisata

Terdapat 5 unsur daerah tujuan yang dikunjungi wisatawan

meliputi perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pengembangannya

(Nugroho, 2012).

a) Obyek dan daya tarik wisata

Daya tarik wisata menjadi suatu pendorong wisatawan untuk

mengunjungi suatu daerah tempat tujuan wisata.

b) Prasarana wisata

Diperlukan adanya pembangunan prasarana yang baik dan

disesuaikan dengan lokasi serta kondisi obyek wisata untuk

menunjang kesiapan obyek-obyek wisata yang akan dikunjungi

para wisatawan. Prasarana wisata seperti akses jalan yang baik,

adanya ketersediaan listrik, adanya ketersediaan air bersih, adanya

telekomunikasi, adanya terminal, jembatan, dan lain sebagainya.

Pembangunan prasarana juga akan meningkatkan aksesibilitas

suatu obyek wisata yang dapat meningkatkan daya tarik objek

wisata itu sendiri.

c) Sarana Wisata

Pengadaan sarana wisata dapat disesuaikan dengan kebutuhan

masyarakat dan tidak semua obyek wisata memerlukan sarana yang

lengkap atau sama. Berbagai sarana wisata yang selayaknya

(40)

perjalanan, terjangkaunya alat transportasi dengan mudah, adanya

restoran dan rumah makan serta sarana pendukung lainnya.

d) Infrastruktur

Infrastruktur merupakan hal yang penting dalam suatu obyek

wisata, karena infrastruktur yang mendukung berfungsinya sarana

dan prasarana dalam sebuah wisata, baik yang berupa sistem

pengaturan maupun bangunan fisik di atas permukaan tanah dan di

bawah tanah.

e) Masyarakat atau Lingkungan

• Masyarakat

Masyarakat tempat tujuan wisatalah yang pertama kali akan

menerima kedatangan dan memberikan pelayanan kepada

wisatawan. Oleh karena itu masyarakat sekitar perlu

mengetahui jenis dan kualitas yang dibutuhkan oleh

wisatawan, dengan cara membentuk komunitas masyarakat

yang sadar wisata. Sebab dengan adanya komunitas tersebut

akan membawa dampak positif bagi masyarakat karena

mereka akan mendapat keuntungan dari para wisatawan

yang membelanjakan uangnya.

• Lingkungan

Lingkungan alam sekitar obyek wisata juga harus tetap

diperhatikan dan terjaga supaya tidak rusak dan tercemari

(41)

tahun ke tahun akan merusak ekosistem flora dan fauna

disekitar obyek wisata. Oleh karena itu diperlukan adanya

upaya menjaga kelestarian lingkungan melalui perarutan

dalam pengelolaan obyek wisata alam.

6. Konsep Willingness to Pay

Secara umum konsep Willingness to Pay merupakan jumlah

maksimum yang rela dibayarkan oleh seseorang untuk memperoleh

kualitas pelayanan yang baik. Pengukuran jumlah maksimum seseorang

ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa

lainnya disebut dengan nilai ekonomi. Konsep ini disebut dengan

willingness to pay seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan

oleh sumber daya alam dan lingkungan. Menurut Fembrianty Erry P dkk,

2011 dalam Nugroho, 2012 memberikan penjelasan bahwa Willingness to

Pay disebut juga sebagai harga maksimum yang konsumen rela bayarkan

terhadap barang dan jasa serta mengukur nilai yang ingin konsumen

bayarkan terhadap barang dan jasa, dengan kata lain dapat diartikan untuk

mengukur manfaat marjinal dari konsumen.

Secara grafis, willingness to pay terletak pada area dibawah kurva

permintaan. Surplus konsumen adalah perbedaan antara jumlah yang

dibayarkan oleh konsumen untuk barang dan jasa dengan kesediaan untuk

(42)

kelebihan dari yang dibayarkan dan kelebihan ini berakar pada hukum

utilitas marjinal yang semakin menurun.

Sumber : Djijono, 2002 dalam Dyah Ayu, 2014 (dimodifikasi) Gambar 2.1

Surplus Konsumen

Keterangan :

0Q0EP adalah Willingness to Pay

0EP adalah manfaat sosial bersih

P0EP adalah surplus konsumen

0EP0 adalah surplus produsen

Surplus produsen adalah jumlah yang dibayarkan oleh produsen

dikurangi biaya produksi. Surplus produsen terlibat dipasar dan supply

pasar menggambarkan menggambarkan biaya marjinal untuk

memproduksi barang dan jasa, sedangkan permintaan pasar

menggambarkan marginal benefit dari mengkonsumsi barang dan jasa. P0

Surplus Konsumen

Q0 E

D 0

P

(43)

7. Metode Valuasi Kontingensi Contingent Valuation Methode (CVM).

Pendekatan Contingent Valuation Method dalam Dyah Ayu 2014

merupakan suatu metodologi yang berbasis survei untuk mengestimasi

seberapa besar penilaian masyarakat terhadap barang, jasa, serta

kenyamanan. Metode CVM ini bertujuan mengetahui tingkat maksimum

kerelaan membayar (willingness to pay) dari masyarakat dan keinginan

menerima (Willingness to Accept), dengan cara memberikan informasi

yang jelas tentang barang atau jasa tersebut kepada penerima manfaat.

Adapun tujuan dari metode CVM (Amanda, 2009) yaitu untuk

mengetahui keinginan membayar (Willingness to pay) dari masyarakat,

serta mengetahui keinginan menerima (Willingness to accept) kerusakan

suatu lingkungan.

B. Penelitian Terdahulu

Berikut adalah penelitian terdahulu yang dijadikan rujukan:

1. Berdasarkan penelitian Bayu Windiharto (2014), dengan judul Analisis

Willingness to Pay Pendaki terhadap Pelestarian Jalur Pendakian Cemoro

Kandang” yang dilakukan di Jawa Tengah. Objek penelitian ini adalah di

Wana Wisata Puncak Lawu, Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan

metode Contingent Valuation Method (CVM), variabel pada penelitian ini

yaitu variabel nilai penawaran, pendapatan, biaya kunjungan, dan persepsi.

Hasil penelitian menunjukkan perhitungan Willingness to Pay

(44)

Wana Wisata Puncak Lawu dengan regresi logistik binner menghasilkan

nilai rataan WTP sebesar Rp 9.354,29 dan nilai total WTP sebesar Rp 66

686 733.41/tahun, sedangkan perhitungan dengan metode Turnbull

menghasilkan nilai rataan WTP sebesar Rp 9.125 dan nilai total WTP

sebesar Rp 65.025.125/tahun. Nilai WTP tersebut juga menunjukkan

non-use value dari Wana Wisata Puncak Lawu yaitu nilai keberadaan

(existence value), nilai warisan (bequest value), dan nilai kebahagiaan

(enjoyment value) dari pendaki. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan

terhadap Willingness to Pay (WTP) maksimum pendaki terhadap

pelestarian jalur pendakian Cemoro Kandang di Wana Wisata Puncak

Lawu adalah nilai penawaran, pendapatan, biaya kunjungan dan persepsi

kualitas lingkungan.

2. Pada penelitian Cintami Rahmawati (2014), dengan judul “Analisis

Willingness to Pay” Wisata Air Sungai Pleret” yang dilakukan di Kota

Semarang. Objek penelitian ini adalah di Sungai Pleret Kota Semarang.

Penelitian ini menggunakan metode Contingent Valuation Method (CVM),

variabel pada penelitian ini variabel persepsi keindahan alam, variabel

pendapatan, variabel pendidikan, variabel jarak, variabel frekuensi variabel

pengetahuan lingkungan sungai.

Hasil penelitian ini besarnya nilai rata-rata yang bersedia

dibayarkan pengunjung adalah sebesar Rp 2.900,00. Nilai tersebut dapat

(45)

digunakan sebagai dana untuk melakukan upaya pelestarian lingkungan

wisata air Sungai Pleret Kota Semarang. Variabel persepsi keindahan

alam, pendapatan, pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

besarnya nilai yang bersedia dibayarkan pengunjung wisata air Sungai

Pleret Kota Semarang pada α=5 persen. Variabel jarak, frekuensi

berpengaruh negatif signifikan terhadap besarnya nilai yang bersedia

dibayarkan pengunjung wisata air Sungai Pleret Kota Semarang. Variabel

pengetahuan lingkungan sungai tidak berpengaruh signifikan terhadap

besarnya nilai yang bersedia dibayarkan pengunjung.

3. Berdasarkan penelitian Edwina Firdhatarie Minaputri (2014), dengan judul

Kajian Ekonomi Pelestarian Penyu Sebagai Obyek Wisata Berbasis Jasa

Lingkungan yang dilakukan di Bali. Studi Kasus Turtle Conservation and

Education Center (TCEC), Pulau Serangan, Bali. Penelitian ini

menggunakan metode Travel Cost Method (TCM), Contingent Valuation

Method (CVM), Cost Benefit Analysis (CBA), variabel pada penelitian ini

yaitu variabel usia, variabel pendapatan, variabel tingkat pendidikan,

variabel jumlah tanggungan, variabel frekuensi kunjungan.

Hasil penelitian ini menunjukkan nilai ekonomi jasa wisata dari

TCEC adalah sebebsar Rp 518.656.568.627,00. Nilai tersebut

menunjukkan bahwa TCEC memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Oleh

karena itu, keberadaan TCEC harus dijaga keberlangsungannya sebagai

(46)

Nilai rataan WTP responden wisatawan nusantara adalah Rp 10.661,76 per

kunjungan dan nilai rataan WTP responden wisatawan mancanegara

adalah Rp 55.333,33 per kunjungan. Hal ini untuk membantu menjaga dan

melestariakan penyu di TCEC. Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP

wisatawan nusantara di TCEC adalah umur, frekuensi kunjungan, dan

tingkat pendidikan dengan masing-masing pada taraf nyata 1%, 5%, dan

10% secara berturut-turut. Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP

wisatawan mancanegara di TCEC adalah jumlah tanggungan dan frekuensi

kunjungan dengan masing-masing pada taraf nyata 1% dan 5% secara

berturut-turut. Berdasarkan analisis kriteria investasi NPV, Net B/C dan

IRR, bahwa secara finansial kegiatan pelestarian penyu sebagai obyek

wisata usaha ini belum dapat menjamin keberlangsungan aktivitas

pelestarian penyu dan dikhawatirkan akan mendapat kerugian kedepannya,

dengan demikian diperlukan adanya perbaikan dalam pengelolaan

finansial TCEC.

4. Pada penelitian Hardiyani Puspitasari (2015), dengan judul “Analisis

Willingness to Pay Perbaikan Kualitas Kereta Api Ekonomi Jarak Jauh di

Yogyakarta”. Objek penelitian ini dilakukan di Kota Yogyakarta tepatnya

di Stasiun Lempuyangan. Penelitian ini menggunakan metode Contingent

Valuation Method (CVM), variabel pada penelitian ini variabel usia,

variabel tingkat pendapatan, variabel jumlah tanggungan anak, variabel

(47)

Hasil penelitian ini yaitu berdasarkan data primer yang diperoleh

dengan wawancara langsung kepada 146 pengguna Kereta Api jarak jauh

Jogja-Jakarta, total Willingness to Pay 146 responden dalam upaya

perbaikan fasilitas adalah sebesar Rp 11.514.500 dengan nilai rata-rata

Rp.78.866. Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi willingness to

pay membayar tarif kereta api ekonomi jarak jauh Jogja-Jakarta adalah

usia, pendidikan, pendapatan dan maksud perjalanan. Dari ke empat

variabel tersebut variabel maksud perjalanan yang sangat mempengaruhi

willingness to pay kereta api ekonomi jarak jauh Jogja-Jakarta.

5. Pada penelitian M. Fadhli Diana (2013), dengan judul “Analisis

Willingness to Pay Pengunjung Terhadap Objek Wisata Kandis

Sawahlunto Sumatera Barat”. Objek penelitian ini dilakukan di

Kecamatan Muaro Kalaban, Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan

metode Contingent Valuation Method (CVM), variabel pada penelitian ini

variabel waktu yang dihabiskan di lokasi, variabel tingkat pendidikan,

variabel usia, variabel tingkat pendapatan, variabel jenis kelamin.

Hasil penelitian ini yaitu berdasarkan data primer yang diperoleh dengan

wawancara langsung kepada 98 pengunjung Objek Wisata Kandis

Sawahlunto, nilai rata-rata WTP untuk wahana 4 dimensi sebesar Rp

20585.11 dengan nilai total WTP (TWTP) sebesar Rp 3.700.194.108,

sedangkan nilai rata-rata WTP untuk wahana flying fox sebesar Rp

(48)

Nilai rata-rata WTP responden yang di peroleh untuk ke dua wahana

tersebut lebih tinggi dari rencana harga tiket yang akan ditetapkan oleh

pihak pengelola yaitu Rp 20.000 untuk wahana 4 dimensi, dan Rp 15.000

untuk wahana flying fox.

Dari hasil wawancara dengan 98 responden diperoleh 94 orang

responden bersedia membayar untuk tambahan wahana 4 Dimensi dan

flying fox sedangkan sisanya 4 orang responden tidak bersedia membayar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesedian membayar (WTP) untuk

wahana 4 dimensi adalah waktu yang dihabiskan di lokasi, tingkat

pendidikan, usia, dan tingkat pendapatan, sedangkan faktor-faktor yang

mempengaruhi untuk wahana flying fox adalah jenis kelamin, waktu yang

dihabiskan di lokasi, dan tingkat pendapatan. Variabel biaya perjalanan

tidak berpengaruh nyata untuk kedua wahana tersebut.

6. Pada penelitian Valentina Godis Lovekaristy (2014), dengan judul

“Analisis Willingness to Pay Pengunjung Domestik Warisan Hidup Candi

Borobudur Dalam Upaya Pemeliharaan”. Penelitian ini menggunakan

metode Contingent Valuation Method (CVM), dengan rumusan masalah

karakteristik ekonomi, persepsi pengunjung, dan faktor

sosial-ekonomi.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data primer dengan

menggunakan metode accidental sampling, dengan jumlah sample

(49)

sebagian besar adalah wanita, dengan status belum menikah, dan berusia

antara 21 tahun hingga 30 tahun.Sebagian besar pengunjung berpendidikan

sarjana dengan rata-rata penghasilan perbulan Rp 2.700.000,00. Secara

umum publik bangga dan senang adanya warisan nenek moyang yang ada

sampai saat ini, bahkan para pengunjung memberikan nilai yang tinggi

terhadap warisan nenek moyang yang ada. Dan untuk Candi Borobudur

sebagai salah satu warisan yang ada, mereka bersedia untuk berkontribusi

dalam melestarikan warisan hidup secara berkelanjutan. Dari hasil analisis

faktor-faktor yangberpengaruh secara signifikan terhadap kemauan

seseorang untuk membayar adalah faktor pendapatan, pendidikan dan

umur seseorang. Dan dari analisis nilai EWTP diperoleh sebesar Rp

35.000,00 yang mampu dibayarkan untuk pemeliharaan lebih lanjut, pada

nilai ini diketahui bahwa faktor yang secara signifikan berpengaruh adalah

faktor jenis kelamin dan pendapatan.

7. Pada penelitian Novia Anisa Sasmi (2016), dengan judul “Faktor-faktor

yang mempengaruhi Willingness to Pay Pengunjung Objek Wisata Pantai

Goa Cemara”. Objek penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bantul

tepatnya pada Pantai Goa Cemara. Penelitian ini menggunakan metode

Contingent Valuation Method (CVM), variabel pada penelitian ini variabel

usia, variabel pendidikan, variabel pendapatan, variabel biaya perjalanan.

Hasil penelitian ini yaitu berdasarkan data primer yang diperoleh

(50)

Goa Cemara, total willingness to pay 146 responden obyek wisata Pantai

Goa Cemara adalah sebesar Rp1.413.000,00 dengan nilai rata-rata sebesar

Rp9.678,00. Hasil analisis penelitian menunjukan variabel usia

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Willingness to Pay (WTP),

variabel pendidikan terakhir berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

Willingness To Pay (WTP), dan variabel tingkat pendapatan berpengaruh

positif dan signifikan terhadap Willingness To Pay (WTP) pengunjung

obyek wisata Pantai Goa Cemara.

C. Hipotesis

1. Variabel tingkat penghasilan diduga berpengaruh positif terhadap

besarnya nilai WTP dalam upaya pelestarian objek wisata alam di kota

Ponorogo.

2. Variabel lama pendidikan diduga berpengaruh positif terhadap besarnya

nilai WTP dalam upaya pelestarian objek wisata alam di kota Ponorogo.

3. Variabel biaya rekreasi diduga berpengaruh negatif terhadap besarnya

nilai WTP dalam upaya pelestarian objek wisata alam di kota Ponorogo.

4. Variabel frekuensi kunjungan diduga berpengaruh positif terhadap

besarnya nilai WTP dalam upaya pelestarian objek wisata alam di kota

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek /Subjek Penelitian

Objek pada penelitian ini yaitu para pengunjung objek wisata alam Telaga

Ngebel.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Ponorogo tepatnya di lokasi wisata alam

Telaga Ngebel.

C. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data

primer. Data Sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait yaitu Badan

Pusat Statistik Provinsi Ponorogo, Dinas Pariwisata Ponorogo dan pengelola

objek wisata terkait. Data primer adalah data yang diperoleh dengan interaksi

langsung kepada responden, seperti wawancara dan dibantu dengan

menggunakan kuesioner. Dalam hal ini, data primer diperoleh melalui

wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada responden yang berada di

objek wisata Telaga Ngebel.

(52)

D. Teknik Pengambilan Sampel

Penentuan atau pengambilan keseluruhan objek penelitian dilakukan

dengan cara random sampling. Beberapa kelebihan dari random sampling

adalah prosedur pemilihan sampel yang sangat mudah, unit pemilihan sampel

hanya satu macam, kesalahan klasifikasi dapat dihindarkan, cukup dengan

gambaran garis besar dari populasi dan merupakan desain sampel yang paling

sederhana dan mudah. Setiap elemen dalam populasi mempunyai kesempatan

yang sama untuk dipilih atau teknik pengambilan sampel berdasarkan siapa

saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan bersedia untuk

dijadikan responden.

Penentuan sampelnya dicari dengan memakai rumus Slovin yaitu:

� = �

1 +��

Keterangan:

n : Jumlah sampel yang akan diteliti

N : jumlah populasi (Pengunjung Obyek Wisata Telaga Ngebel

tahun 2015)

e :persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan

sampel yang masih di tolerir (ditetapkan 10%)

� = �

1 +��

�= 172541

1 + 172541(10%)

(53)

Hasil dari rumusan Slovin tersebut diperoleh jumlah responden yang

nantinya akan digunakan sejumlah 100 responden sebagai jumlah responden

minimum yang akan digunakan. Namun peneliti mengambil sampel sebanyak

120 responden yang merupakan pengunjung objek wisata Telaga Ngebel.

Dipilih secara acak dari jumlah pengunjung yang merupakan wisatawan

nusantara. Pertimbangannya karena relatif lebih mudah, cepat, serta

menghemat biaya.

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah:

1) Metode Dokumentasi.

Mencari serta mengumpulkan data yang sudah ada, baik yang ada

dibuku, majalah dan Koran, oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, BPS

ataupun data yang tersedia pada internet dan sumber lainnya.

2) Metode Studi Kepustakaan.

Suatu cara untuk memperoleh suatu data dengan membaca

literature atau jurnal-jurnal terdahulu yang masih berkaitan dengan

permasalahan yang sedang diteliti.

3) Metode Kuisioner/ angket .

Suatu metode dengan pengambilan data secara langsung dengan

mewawancarai responden yang akan dijadikan sampel untuk memperoleh

(54)

tertulis yang telah dipersiapkan sebelumnya dan pertanyaan tersebut akan

dijawab oleh responden.

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1) Willingness to Pay

Willingness to Pay merupakan jumlah maksimum yang rela

dibayarkan oleh seseorang untuk memperoleh kualitas pelayanan yang

baik (Akhmad Fauzi, 2004 dalam Dyah Ayu 2014). Konsep willingness to

pay sebenarnya adalah harga di tingkat konsumen dimana merefleksikan

nilai barang atau jasa serta pengorbanan untuk mendapatkannya

(Simonson dan Drolet, 2003 dalam Nugroho, 2012).

2) Tingkat penghasilan

Tingkat penghasilan pada penelitian ini adalah jumlah penghasilan

per bulan yang diperoleh wisatawan atau responden yang telah bekerja dan

berpenghasilan. Pada penelitian ini, untuk responden pelajar dan

mahasiswa tingkat penghasilan mereka adalah uang saku yang diterima per

bulan. Besar kecilnya penghasilan seseorang akan mempengaruhi jumlah

pengeluarannya.

3) Lama pendidikan

Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lama

pendidikan formal yang telah dicapai oleh pengunjung objek wisata

(55)

4) Biaya Rekreasi

Biaya rekreasi yang dimaksud disini yaitu total biaya yang

dikeluarkan oleh wisatawan terkait kegiatan wisata yang dilakukan di

lokasi wisata tidak termasuk biaya tiket masuk. Biaya rekreasi mencakup

biaya transportasi, biaya konsumsi, akomodasi, dokumentasi dan lain-lain.

5) Frekuensi Kunjungan

Frekuensi kunjungan adalah seberapa sering wisatawan

mengunjungi lokasi wisata atau sudah berapa kali wisatawan mengunjungi

lokasi wisata tersebut dalam waktu satu tahun terakhir

G. Alat Analisis

Metode yang sering digunakan dalam menghitung nilai willingness to pay

(WTP) adalah analisis regresi berganda dan contingen valuation method

(CVM) dengan melakukan survey secara lagsung terhadap responden.

Contingent Valuation Method (CVM) yaitu metode survei secara langsung

bertanya kepada pengunjung tentang kerelaan untuk membayar (willingness to

pay) untuk memelihara alam sekitar Telaga Ngebel. Contingent Valuation

Method mampu mengukur nilai suatu barang yang tidak memiliki pasar seperti

barang lingkungan. Metode ini dapat mengetahui tingkat maksimum kerelaan

membayar dan cukup memberikan informasi yang jelas mengenai barang

tersebut kepada penerima manfaat.

Willingness to pay dapat diperkirakan melalui hasil jawaban dari

(56)

secara langsung manfaat pengguna fasilitas adalah pengunjung obyek wisata

alam Telaga Ngebel. Dari hasil tersebut akan diperoleh rata-rata penjumlahan

keseluruhan willingness to pay yang kemudian akan dibagi dengan jumlah

responden. Berikut adalah langkah yang digunakan dalam menghitung

willingness to pay:

1. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP

Penawaran besarnya nilai WTP dapat dilakukan dengan menggunakan

kuesioner. Hal ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan tatap

muka, perantara telepon, atau dengan menggunkan surat. Terdapat

beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperoleh nilai WTP

(Fauzi, 2006 dalam Rahmawati 2014), yaitu :

a. Bidding Game, yaitu metode tawar-menawar dimana responden

ditawarkan sebuah nilai tawaran yang dimulai dari nilai terkecil

hingga nilai terbesar hingga mencapai nilai WTP maksimum yang

sanggup dibayarkan oleh responden.

b. Closed-ended Referendum, yaitu metode dengan memberikan

sebuah nilai tawaran tunggal kepada responden, baik responden

setuju ataupun responden tidak setuju dengan nilai tersebut.

c. Payment Card, yaitu suatu nilai tawaran disajikan dalam bentuk

kisaran nilai yang dituangkan dalam sebuah kartu yang mungkin

mengindikasikan tipe pengeluaran responden terhadap barang/

(57)

d. Open-ended Question, yaitu suatu metode pertanyaan terbuka

tentang WTP maksimum yang sanggup mereka berikan dengan

tidak adanya nilai tawaran sebelumnya. Namun, metode ini

biasanya responden mengalami kesulitan untuk menjawab,

khusunya bagi yang belum memiliki pengalaman sebelumnya

mengenai nilai perdagangan komoditas yang dipertanyakan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan metode

pertanyaan terbuka untuk memeperoleh besarnya nilai penawaran,

karena peniliti ingin mengetahui seberapa besar masyarakat peduli

dengan kebersihaan dan perlunya menjaga kelestarian obyek wisata

alam.

2. Memperkirakan Nilai Rata-rata Willingness to Pay

Nilai rata-rata yang akan dikeluarkan oleh responden yang bersedia

membayar data dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini

(Hasiani dkk,2013 dalam Hardiyani 2015):

����

=

��

� �=

Keterangan:

EWTP : Rata-rata nilai WTP pengunjung

Wi : Besar WTP yang bersedia dibayarkan

i : Responden yang bersedia membayar

n : Jumlah responden

3. Setelah menduga nilai tengah dari WTP selanjutnya menduga nilai

(58)

Setelah menduga nilai tengah WTP maka selanjutnya diduga nilai

total WTP dari responden dengan menggunakan rumus (Hasiani

dkk,2013 dalam Hardiyani 2015):

����

=

� ����

�=

��

� �

Keterangan :

ƩTWTP : Total WTP

WTPi : WTP individu sampel ke-i

Ni : Jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar

WTP

N : Jumlah sampel

H. Model Penelitian

Berdasarkan studi empiris maka model regresi dalam penelitian ini sebagai

berikut :

WTP = f (Inc, Edu, BR, Vis) ... (1)

Kemudian fungsi tersebut dinyatakan dalam bentuk hubungan WTP dan Inc,

Edu, BR, Vis maka,

WTP = β0 + β1Inc + β2Edu + β3BR + β4Frek + e ... (2)

Persamaan di atas diubah ke dalam bentuk linier berganda sehingga menjadi,

LnWTP = β0+ β1LnInc+ β2LnEdu+ β3LnBR+ β4Frek+ e ... (3)

(59)

WTP = Willingness to Pay (Rp)

β0 = Intersep

β1,…,β4 = Koefisien regresi

Inc = Tingkat Penghasilan (Rp per bulan)

Edu = Lama Pendidikan

BR = Biaya Rekreasi (Rp)

Frek = Frekuensi Kunjungan (kali)

e =Error term

I. Uji Validasi dan Reabilitas

a) Uji Validitas

Uji validitas merupakan alat yang digunakan untuk mengukur sah

atau valid tidaknya suatu kuisioner atau angket (Widyaningtyas, 2010

dalam Hardiyani 2015). Kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan

pada kuisioner mampu menjawab sesuatu yang akan diukur oleh

kuisioner.

Untuk menguji tingkat validitas instrument penelitian yang

menggunakan korelasi, maka harus diketahui total skor untuk tiap-tiap

responden. Menurut Sudarmanto, 2005 dalam Rahmawati, 2014 untuk

menguji tingkat validitas instrumen atau yang menggunakan teknik

korelasi product moment dari Pearson dengan angka kasar maka

rumusnya dapat dinyatakan sebagai berikut :

= � −( )( )

(60)

Keterangan:

� : Koefisien validitas item yang dicari

X : Skor responden untuk tiap item

Y : Total skor tiap responden dari seluruh item

ƩX : Jumlah skor dalam distribusi X

ƩY : Jumlah skor dalam distribusi Y

ƩX2 : Jumlah kuadrat masing-masing skor

X ƩY2

: Jumlah kuadrat masing-masing skor Y

N : Jumlah subyek

b) Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrument menggambarkan pada kemantapan dan

keajegan alat ukur yang digunakan. Suatu alat ukur dikatakan memiliki

reliabilitas atau keajegan yang tinggi atau dapat dipercaya, apabila alat

ukur tersebut stabil (ajeg) sehingga dapat diandalkan (dependability)

dan dapat digunakan untuk meramalkan (predictability) (Sudarmanto,

2005 dalam Rahmawati, 2014).

�=� �

r : Reliabilitas instrument

k : Banyak butir pertanyaan

� : Jumlah varians butir

(61)

J. Pengujian Asumsi Klasik

1. Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah pada model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi

korelasi, berarti terdapat problem multikolinearitas. Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Cara

mendeteksi ada atau tidaknya multikolineritas dalam model regresi adalah:

a. R2 cukup tinggi (0,7 – 0,1), tetapi uji-t untuk masing-masing

koefisien regresi nya tidak signifikan.

b. Tingginya R2 merupakan syarat yang cukup (sufficent) akan tetapi

bukan syarat yang perlu (necessary) untuk terjadinya

multikolinearitas. sebab pada R2 yang rendah < 0,5 bisa juga terjadi

multikolineraritas.

c. Meregresikan variabel independen X dengan variabel-variabel

independen yang lain, kemudian di hitung R2 nya dengan uji F;

Jika F* > F tabel berarti H0 di tolak, ada multikolinearitas

Jika F* < F tabel berarti H0 di terima, tidak ada

multikolinearitas

Masalah multikolinearitas juga dapat dilihat pada nilai tolerance dan

nilai Variance Inflation Factor (VIF) dalam analisis regresi pada program

spss. Apabila nilai tolerance lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF kurang dari

(62)

2. Heterokedastisitas

Heterokedastisitas merupakan keadaan dimana dalam fungsi regresi

terdapat gangguan yang memiliki varian yang tidak sama. Asumsi penting

pada model regresi linear variance masing-masing disturbance adalah

sama dengan s2. Asumsi ini disebut dengan homokedastisitas. Secara

simbolis dinyatakan sebagai berikut:

E ( ) = ϭ2 i = 1, 2,…,n

Kenyataannya variance tidak selalu sama pada masing-masing i. Hal

ini disebut dengan heterokedastisitas. Penyebab adanya heterokedastisitas

adalah error learning model, perbaikan dalam pengumpulan data dan

kesalahan spesifikasi model. Akibat dari adanya heteroskedastisitas pada

hasil regresi, adalah sebagai berikut :

a. Varians tidak lagi minimum.

b. Pengujian dari koefisien regresi menjadi kurang kuat.

c. Koefisien penaksir menjadi bias.

d. Kesimpulan yang diambil menjadi salah.

Masalah heterokedastisitas dapat dideteksi dengan menggunakan Uji

White pada program eviews, dengan cara melihat nilai probabilitas Obs*R

Square. Deteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan

melihat nilai probabilitas Obs*R Square yang dihasilkan lebih besar dari 5

persen. Jika nilai probabilitas Obs*R Square lebih besar dari 5 persen

maka dapat dikatakan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam

Gambar

Gambar 2.1
Gambar 4.1 Peta Kecamatan Ngebel
Gambar 4.2 Diagram Jumlah Penduduk Kecamatan Ngebel menurut Jenis
Tabel 4.1 Kepadatan Penduduk Per Desa/Kelurahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul TINJAUAN TENTANG PEMBUKTIAN DAKWAAN DENGAN SAKSI- SAKSI YANG DIBACAKAN OLEH PENUNTUT UMUM

Does the Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Library current structure design can resist the blast loading that come from vehicle

Nilai koefisien regresi variabel tenaga dengan hasil penelitian yapg dilakukan olehJannah kerja adalah sebesar 158,667 yang berarti setiap (2008), bahwa tenaga kt4a

Untuk variabel akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas sumber daya keuangan partai politik kepada publik, yang dalam penelitian ini diukur dengan tingkat

Peserta yang lolos dalam seleksi berkas untuk mengikuti program Short Course Bidang Vocational Education Tahun 2017 sebanyak 13 (tiga belas) orang dan telah diseleksi

Metode Forward Chaining dan Dempster Shafer digunakan oleh (Janna,2011) pada Perancangan Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Penyakit Lambung Dengan Metode Demster Shafer.. Metode

Hasil pengembalian ekuitas atau return on equity (ROE) atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri

Dari penelitian yang telah dilakukan, gas buang hasil pembakaran bahan bakar dimanfaatkan kembali sebagai media preheating air umpan masuk boiler dengan menggunakan