• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW)"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

PADA SALAK PONDOH (

Salacca edulis

REINW)

SKRIPSI

Oleh : Dena Anisa 20120210127

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

(2)

ii

KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA PADA SALAK PONDOH

(Salacca edulis REINW)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh : Dena Anisa 20120210127

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKAR TA YOGYAKARTA

(3)
(4)

vii

MOTTO

“Pertolongan Allah akan datang pada waktunya”

(Gatot Supangkat)

“Tidak ada Gabah tanpa Padi Tidak ada Keberhasilan tanpa Perjuangan”

(Agus Nugroho Setiawan)

“Tak ada rahasia untuk menggapai sukses. Sukses dapat terjadi karena persiapan, kerja keras, dan mau belajar dari

kegagalan”

(General Powell)

“Percaya bahwa semua perjuangan akan tiba pada waktu yang tepat, menangis untuk sekedar meringankan beban, manusia bisa berencana tetapi “Ia”

mengabulkan di waktu yang tepat menurutnya-Nya bukan waktu yang tepat

menurut kita”

(5)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan kepada:

1. Ibu dan Ayahku tercinta. 2. Adiku tersayang .

3. Sahabat tercintaku odongkers (Bong, Benu, Riskun, Ringrong, Ika, Mami Jea dan Septi).

4. Kakak Seperguruan Susi Kurniasih. 5. Keluarga besar Agroteknologi C 2012.

6. Semua teman-teman dan pihak yang telah membantu penelitian ini. 7. Keluarga besar Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

(6)

ix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...4

C. Tujuan Penelitian ...4

II. TINJAUAN PUSTAKA...5

A. Salak Pondoh (Salacca zalacca) ...5

B. Penyerbukan pada Salak Pondoh ...8

C. Auksin ...10

D. Hipotesis...14

III. TATA CARA PENELITIAN ...15

A. Tempat dan Waktu Penelitian ...15

B. Bahan dan Alat Penelitian...15

C. Metode Penelitian ...15

D. Cara Penelitian ...16

E. Variabel Pengamatan ...17

F. Analisis Data ...19

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...20

A. Pengamatan Buah per Tandan...20

B. Pengamatan per Buah...31

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...40

A. Kesimpulan ...40

B. Saran...40

DAFTAR PUSTAKA ...42

(7)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

(8)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

I. Layout Penelitian ...45

II. Perhitungan konsentrasi zat pengatur tumbuh 2, 4 D ...47

III. Dokumentasi Kegiatan ...48

(9)
(10)

xii

ABSTRACT

A research Males flowers substitution concentration study with 2, 4 D plant growth regulator application and appropriate time on the pondoh sallaca (Salacca edulis Reinw). This research aimes to study and obtained the auxin concentation and appropriate time to pondoh sallaca. This research conducted on April until July 2016 in Laboratory of Kultur in vitro and Pambregan village, Turi, Sleman, Yogyakarta.

The research used experimental method the single factor that organized Randomized Complete Block Design (RCBD) of 3 replications. The examined factors were auxin concentration consist of Three levels are 50 ppm, 100 ppm and 150 ppm when the sheath bunches opened about 25%, 50% and 75%. There were obtained nine combination of treatments with a conventional pollination as comparing. Variables observed in this research were amount per cluster, weight per cluster, volume per cluster, volume per fruit, amount per fruit, weigh per fruit, seed amount per fruit and seed weigh per fruit.

The resulted of this research revealed that 2, 4 D could substitute males flowers on pondoh sallaca and the best concentation around of 2, 4 D is 150 ppm and appropriate time to pondoh pollination is 75%.

(11)

1

A. Latar Belakang

Salak (Salacca zallaca) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini termasuk dalam keluarga Palmae yang diduga dari Pulau Jawa (Widyastuti, 1996). Di Indonesia banyak sekali varietas salak yang berkembang, salak pondoh yang paling banyak diminati masyarakat karena memiliki beberapa keunggulan seperti yang dikatakan Santoso (1990) bahwa terdapat banyak varietas salak yang berkembang di Indonesia, akan tetapi salak pondoh (Salacca edulis Reinw) yang paling banyak diminati karena memiliki keunggulan seperti memiliki rasa manis, empuk dan tidak sepat pada saat dipetik pada umur belum panen. Selain itu, salak pondoh memiliki kandungan air yang cukup dan memiliki harga jual relatif lebih tinggi (Purnomo, 2001). Buah ini juga memiliki kandungan gizi yang baik karena memiliki 77 Kalori, 0,4 gram Protein, 20,9 gram Karbohidrat, 28 mg Kalsium, 18 mg Fosfor, 4,20 mg zat besi, 0,04 mg Vitamin B, 0,04 mg Vitamin C, 2 mg Air (Rukmana,1999).

(12)

805.879, 862.465, 829.014, 749.876, 1.082.125, dan 1.035.407 ton (Badan Pusat Statistik, 2014). Menurut Ardyan (2012), untuk kegiatan ekspor salak, Badan Pusat Statistik mencatat selama 2007 hingga September tahun 2012, ekspor salak mencapai 949,5 ton, atau senilai USD 1,04 juta. Pencapaian tersebut meningkat 37,7% dibandingkan periode tahun sebelumnya. Begitu juga dengan salak pondoh yang pada tahun 2012, Pemerintah Sleman mengekspor salak pondoh sebanyak 320,79 ton dan pada tahun 2013 Sleman kembali mengekspor salak sebesar 199,96 ton (Slemankab, 2015). Permintaan salak pondoh tersebut terus meningkat seiring dengan terkenalnya salak pondoh dan pertumbuhan penduduk.

Berdasarkan data permintaan dan produksi salak pondoh maka buah ini banyak dibudidayakan dan dikembangkan di Indonesia sebagai salah satu komoditas buah yang permintaannya tinggi. Dalam budidaya salak pondoh sering ditemukan beberapa kendala diantaranya yaitu ketersediaan bunga jantan pada waktu tertentu terbatas sehingga penyerbukan bunga betina pun terbatas yang mengakibatkan produksi salak menjadi rendah. Nur (1991) menyatakan pada Bulan Februari hingga Maret ketersediaan bunga jantan terbatas, 1 bunga jantan hanya dapat menyerbuki 10 bunga betina tidak seperti pada umumnya 1 bunga jantan dapat menyerbuki 20 bunga betina.

(13)

teknologi lain yang dapat menggantikan ketersediaan bunga jantan tersebut guna membantu meningkatkan produksi salak pondoh, salah satunya dengan mensubstisusi atau mengganti peran bunga jantan dengan auksin.

Auksin merupakan salah satu jenis zat pengatur tumbuh yang dapat mempengaruhi proses fisiologis suatu tanaman yang dapat merangsang pembungaan (Nuryanah dalam Nurnasari dan Djumali, 2012). Golongan ZPT seperti auksin juga berperan dalam pembelahan sel, peningkatan plastisitas dan elastisitas dinding sel, mengatur pembungaan dan terjadinya buah (Erlen dkk., 2013) sehingga ZPT ini dapat menstimulir atau menggantikan peran bunga jantan salak pondoh.

(14)

banyak konsentrasi auksin yang dibutuhkan atau mundurnya saat aplikasi maka konsentrasi auksin yang dibutuhkan semakin tinggi.

Pada saat pemberian auksin tidak semua memberikan respon positif karena keberhasilan aplikasi auksin untuk penyerbukan ditentukan oleh dua faktor yaitu konsentrasi dan saat pemberian auksin maka perlu adanya kajian mengenai konsentrasi dan waktu aplikasi auksin yang tepat untuk meningkatkan dan mendorong terjadinya pembuahan melalui penyerbukan.

B. Rumusan Masalah

1. Dapatkah auksin menggantikan peran bunga jantan salak pondoh?

2. Kapan dan berapa waktu aplikasi auksin yang tepat dalam mensubstitusi bunga jantan salak pondoh?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji substitusi bunga salak jantan salak pondoh dengan auksin.

(15)

5

A. Salak Pondoh (Salacca zalacca)

Salak pondoh (Gambar 1) merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan dibeberapa tempat di Jawa yang tumbuh subur di daerah tropika basah pada tanah berpasir. Nama “pondoh” semula diberikan kepada salak hitam yang berkembang di Dusun Soka, Desa Merdikerto, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman dan di Dusun Candi, Desa Bangunkerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta (Anonim, 1997). Tanaman ini dan dideskripsikan pada tahun 1825 dengan nama ilmiah Salacca edulis Reinw. Nama tersebut kemudian dikoreksi dengan nama Salacca zalacca (Gardner) Voss (Schuiling dan Mogea, 1992).

Tanaman salak pondoh memerlukan curah hujan rata-rata 200-400 mm per bulan. Tanaman ini tidak menyukai penyinaran penuh, intensitas sinar yang dibutuhkan berkisar 50-70%, sehingga perlu tumbuhan penaung. Salak tumbuh dengan baik pada tempat beriklim basah dengan pH sekitar 6,5, berupa tanahpasir atau lempung yang kaya bahan organik, dapat menyimpan air dan tidak tergenang, karena sistem perakarannya dangkal (Santoso, 1990). Temperatur optimal 20-30 oC, apabila kurang dari 20 oC perbungaan akan lambat, bila terlalu tinggi akan menyebabkan buah dan biji membusuk. Salak tumbuh baik dari dataran rendah sampai ketinggian sekitar 700 m dpl dan dapat berbuah sepanjang tahun, khususnya pada Bulan Oktober dan Januari (Sastroprodjo, 1980).

(16)

Gambar 1. Habitus Tanaman Salak Pondoh (Anonim, 2014)

Berikut merupakan klasifikasi tanaman salak pondoh menurut Tjitrosoepomo (1988):

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Principes

Familia : Palmae

Genus : Salacca Spesies : Salacca zalacca (Gaert.) Voss. Sinonim : Salacca edulis Reinw.

Salak pondoh memiliki buah sejati tunggal bertipe buah batu berbentuk bulat sampai telur terbalik, berukuran panjang 4,5-7 cm dengan diameter 4-6 cm, tiap dompol terdapat 10-40 butir salak. Kulit salak terdiri atas sisik yang tersusun seperti genting menyatu, warna kuning-coklat sampai hitam. Setiap sisik berujung sebuah onak yang mudah putus setelah buah masak.

(17)

sisi melengkung tebal 2-4 mm dan bagian tepi samping yang menyudut dengan tebal 7-12 mm. Inti biji (isi) berwarna coklat sampai hitam.

Berdasarkan bentuk, ukuran, warna kulit dan tempat budidayanya dikenal beberapa jenis salak pondoh seperti salak pondoh hitam, salak pondoh cokelat kemerahan, salak pondoh hitam kemerahan salak nglumut, salak Lawu, salak Lumajang dan salak Tasik super (Harsoyo, 2006).

Tanaman salak tumbuh secara berumpun dengan tinggi tanamannya dapat mencapai 7 m, akan tetapi rata-rata hanya sekitar 4,5 m. Tanaman ini termasuk tanaman berumah dua yaitu antara bunga jantan (stamen) dan betina (allogamie) terpisah atau dalam satu tanaman hanya tedapat salah satu bunga saja, memiliki batang berduri yang hampir tidak terlihat karena tertutupi oleh pelepah daun yang tumbuh rapat. Daun tersusun berbentuk roset dengan panjang antara 2,5 – 7 m.

(18)

7-10 cm dan bunga mekar selama 1-3 hari. Bunga salak siap diserbuki yaitu pada hari ke -2 mekar dengan ciri mengeluarkan aroma harum.

Tanaman salak berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Pada umur 2 tahun salak pondoh berbunga untuk bibit dari tunas anakan dan 3 tahun untuk bibit dari biji. Masa pembungaan yang paling baik adalah pada Bulan Agustus sampai Oktober dan akan mengasilkan buah pada Bulan Januari sampai April. Buah yang dihasilkan ini dipengaruhi oleh jumlah bunga, masa reseptif, dan persarian yang tepat (Allard Bradshaw, 1964) selain itu Akihima dan Omura (1986) menyatakan bahwa pembentukan buah juga dipengaruhi dua faktor yaitu faktor dalam (genetis) dan luar seperti lingkungan, hara, dan air, termasuk proses persarian.

Seleksi tanaman jantan dan betina dapat dilakukan saat tanaman berumur 4-5 tahun jika bibit diperoleh dari biji. Jika bibitnya diperoleh dari anakan (tunas), maka tidak perlu seleksi karena secara otomatis anakan yang dihasilkan sesuai dengan pohon asal. Bibit salak yang berasal dari biji biasanya hanya 40% betina dari yang ditanam, tanaman jantan akan menghasilkan bunga jantan, sedangkan tanaman betina akan menghasilkan bunga betina. Tanaman salak yang ditanam dari biji akan berbunga setelah berumur 4 tahun, dan sebaliknya, tanaman salak akan berbunga 2–3 tahun jika ditanam dari tunasnya (Kaputra dan Harahap, 2004).

B. Penyerbukan pada Salak Pondoh

(19)

terpenuhi. Dalam hal ini akan terjadi peleburan gamet jantan dan betina yang nantinya akan terbentuk biji sebagai bakal buah dan individu baru. Pola variasi genetik di alam sangat ditentukan oleh mekanisme penyerbukan pada tanaman (Bawa dan Hadley, 1990 dan Griffin dan Sedgley, 1989). Terdapat dua macam penyerbukan alami yaitu penyerbukan tertutup (Kleistogami) dan penyerbukan terbuka (kasmogami). Kleistogami terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang sama yang dapat disebabkan oleh Putik dan serbuk sari masak sebelum terjadinya anthesis (bunga mekar) dan konstruksi bunga menghalangi terjadinya penyerbukan silang (dari luar). Sedangkan kasmogami Terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang berbeda yang terjadi jika putik dan serbuk sari masak setelah terjadinya anthesis (bunga mekar). Penyerbukan buatan dilakukan pada tanaman berkelamin satu (unisexualis) atau berumah dua (dioecious) tanaman bersifat dikogami atau herkogami. Teknik penyerbukan ini dilakukan pada umumnya melalui beberapa tahap yaitu persiapan, isolasi kuncup terpilih, krasasi, pengumpulan serbuk sari dan melakukan penyerbukan.

(20)

jumlah buah terbentuk. Selain itu pemberian auksin pada saat fase berbunga dapat meningkatkan fruit set cabai sebesar 33,20%.

C. Auksin

(21)

termasuk kedalam salah satu kelompok zat pengatur tumbuh atau yang lebih dikenal sebagai ZPT.

Zat pengatur tumbuh dapat diartikan sebagai senyawa yang mempengaruhi proses fisiologis tanaman yang dapat mendorong dan menghambat proses fisiologis tanaman, seperti pengguguan daun, absisik daun dan buah, pembungaan, pertumbuhan bagian bunga dan dapat meningkatkan bunga betina pada tanaman

Dioecious melalui etilen (Nuryanah dalam Nurnasari dan Djumali, 2012). Selain itu auksin juga mempengaruhi fototropisme dan geotropism (Intan, 2008).

Istilah auksin (Gambar 2) diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Beberapa auksin dihasikan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (indoleacetic acid), PAA (Phenylacetic acid), 4-chloroIAA (4-chloroindole acetic acid) dan IBA (indolebutyric acid) dan beberapa lainnya seperti NAA (napthalene acetic acid), 2,4-D (2,4 dichlorophenoxyacetic acid) dan MCPA (2-methyl-4 chlorophenoxyacetic acid) .

Gambar 2. Cincin Indole-3acetid acid (IAA) (Volker dan Biserka, 1999).

(22)

Berdasarkan zat kimianya yang 2, 4 D (Gambar 3) tergolong kedalam kelompok auksin yang paling banyak digunakan (96%) dalam berbagai penelitian sebagai alternatif zat komersial yang termasuk ke dalam golongan auksin. 2, 4 D merupakan salah satu auksin sintetis yang paling aktif dari golongan asam clhorophenoxy dan termasuk kedalam golongan herbisida. 2, 4 D ini diketahui paling lama dibandingkan dengan golongan auksin sintetis jenis lain serta paling selektif dan efektif dalam mempengaruhi suatu spesies.

Pada konsentrasi yang sama untuk pada konsentrasi IAA 2, 4 D paling aktif pada bioassay auksin dan paling banyak digunakan sebagai pengganti IAA. Bioassay merupakan analisis atau pengukuran dari suatu zat untuk menentukan keberadaan dan dampaknya (Suanryono, 2003). Hal ini dikarenakan 2, 4 D tidak cepat hilang yang diakibatkan oleh sistem oksidasi. 2, 4 D berpoteni tinngi menjadi herbisisda keika dalam konsentrasi yang memadai (konsentrasi tinggi).

(23)

tersebut menunjukan pemberian 2, 4 D pada konsentrasi 100, 200 dan 300 ppm menghasilkan persentase pembentukan buah salak yang sama yakni sebesar 75%. Penelitian Sutana et al., (2006) menunjukan bahwa pemberian auksin 100 ppm dapat meningkatkan jumlah cabang per tanaman, panjang buah dan lebar buah pada tanaman cabai. Erlen dkk (2013) menunjukan bahwa pemberian NAA pada konsentrasi 150 ppm dan 200 ppm dapat meningkatkan jumlah buah terbentuk, pemberian IAA 200 ppm dapat meningkatkan 7, 84% diameter buah cabai. Sedangkan Sridhar et al., (2009) dalam penelitiaanya menunjukan bahwa pemberian NAA 100 ppm yang diberikan pada 45 dan 65 hari setelah transpalanting dapat meningkatkan hasil tanaman cabai 134, 26 gram per tanaman dan 3.324 kg/ha. Hal tersebut diakibatkan oleh karena auksin ini dapat merangsang dan mendorong beberapa proses fisiologi dalam tanaman seperti perkembangan buah dan biji. Krisnamoorthy (1981) menginformasikan perkembangan bakal buah distimulasi oleh suatu substantsi pertumbuhan yang dikenal dengan auksin yang merupakan hasil penyerbukan. Weaver (1972) aplikasi auksin sintetik dapat merangsang perkembangan buah tanpa penyerbukan buah tanpa biji.

(24)

auksin. Hal ini didukung oleh pernyataan Krinamoorthy (1982) yang menyatakan bahwa aplikasi auksin dapat merubah sex ratio pada tanaman.

D. Hipotesis

(25)

III. TATA CARA PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini, objek penelitian tanaman salak pondoh yang diamati berada di Dusun Pambregan, Kecamatan Turi Sleman, Yogyakarta pada waktu pengamatan mulai dari Bulan April hingga Bulan Juli 2016. Persiapan alat dan bahan untuk penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan terdiri dari serbuk 2,4-D, aquades, KOH 1 M dan bunga salak pondoh yang berasal dari tanaman berumur 5-10 tahun. Alat-alat yang digunakan dapat dilihat pada lampiran III.1 terdiri dari 3 botol mineral 150 ml, kain kelambu, platik, steples, spidol, label, saringan, pisau, cawan, sendok, sorong, penyaring, pengaduk, beakerglass, erlemeyer, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 250 ml, timbangan analitik, dan speyer.

C. Metode Penelitian

(26)

menggunakan bunga jantan sebagai pembanding. Setiap ulangan terdiri atas tiga sampel, sehingga total unit percobaan yang diuji sebanyak 90 unit.

D. Cara Penelitian

1. Persiapan Alat Dan Bahan (Lampiran III.1)

Persiapan alat dan bahan meliputi penyediaan komponen-komponen yang dibutuhkan seperti sintetis 2,4-D, aquades, KOH 1 M dan bunga salak pondoh, botol mineral 150 ml, kain kelambu, platik, steples, spidol, label, saringan, pisau, cawan, sendok, sorong, penyaring, pengaduk, beakerglass, erlenmeyer, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 250 ml, timbangan analitik, dan sprayer.

2. Pemilihan Bunga Betina Salak Pondoh

Bunga salak pondoh yang digunakan berasal dari tanaman yang sehat (lampiran III.2), varietas yang sama, pemeliharaan yang sama dan berumur 5-10 tahun.

3. Pembungkusan Bunga sebelum Penyemprotan

Pembungkusan bunga sebelum penyemprotan dilakukan menggunakan kain kelambu dengan menangkupkan pada bunga betina agar tidak diserbuki oleh poliator lain kemudian ditutup dengan setengah botol mineral.

4. Pembuatan Larutan 2, 4 D (Lampiran III.4)

(27)

5. Aplikasi 2, 4 D

Apikasi 2, 4 D dilakukan pada bunga betina yang telah mekar (Lampiran III.5) sesuai perlakuan (25%, 50% dan 75%) dan waktu aplikasi auksin kecuali kontrol yang diserbuki dengan bunga salak jantan dengan cara ditaburkan dan diolesi.

6. Pembungkusan Bunga Betina

Setelah aplikasi, bunga betina dibungkus menggunakan kain kelambu dan setengah botol mineral (Lampiran III. 3 dan III.6) agar tidak diserbuki oleh bunga salak jantan.

E. Variabel Pengamatan

1. Pengamatan per Tandan a. Jumlah Buah

Pengamatan jumlah buah per tandan dilakukan dengan menghitung jumlah buah secara keseluruhan dari satu tandan (Lampiran III.7) yang dilakukan secara manual dengan satuan buah. Pengamatan ini dilakukan pada akhir penelitian yaitu pada Bulan Juli 2016.

b. Bobot Buah

(28)

c. Volume Buah

Pengamatan volume buah per tandan dilakukan dengan memasukan tandan kedalam wadah ukur yang berisi 1000 ml air (Lampiran III.10) kemudian dilihat pertambahan atau kenaikan airnya (volume akhir - volume awal) sebagai hasil volume buah per tandan dengan satuan cm3. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu pada Bulan Juli 2016.

2. Pengamatan per Buah a. Volume Buah

Pengamatan volume buah dilakukan dengan cara memasukan buah kedalam 20 ml air (Volume awal) kemudian lihat kenaikan atau pertambahan air (volume akhir) mengukur volume akhir air dikurangi volume awal air sebagai hasil dari pengkuran volume buah dengan satuan cm3. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu Bulan Juli 2016 (Koshita, 1999).

b. Jumlah Anak Buah

Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung anak buah (tanpa biji) secara manual kemudian mencatanya. Pengamatan ini dilakukan di akhir pengamatan yaitu pada Bulan Juli 2016.

c. Bobot Anak Buah

(29)

tertera sebagai hasil dengan satuan gram. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu Bulan Juli 2016.

d. Jumlah Biji

Pengamatan jumlah biji per buah dilakukan dengan menghitung biji salak secara manual dari setiap buah yang tumbuh hasil dari penyerbukan 2, 4 D yang dilakukan pada akhir pengamatan yaitu Bulan Juli 2016. e. Bobot Biji

Pengamatan bobot biji dilakukan dengan meletakan biji salak pada timbangan analitik (Lampiran III. 11) dan mencatat hasil yang diperoleh sebagai data yang diamati dengan satuan gram. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu Bulan Juli 2016.

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam atau Analysis of Varian

(30)

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Pengamatan Buah per Tandan

[image:30.595.116.525.331.558.2]

Salah satu ciri perkembangan pada buah yang baik yaitu ditentukan bertambahnya volume dan biomassa selama proses tersebut berlangsung. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah, bobot buah dan volume buah.

Tabel 1. Rerata pengamatan buah per tandan 3 bulan setelah aplikasi

Perlakuan Jumlah Buah per tandan (buah) Bobot Buah per tandan (gram) Volume Buah per tandan (cm3) Auksin 50 ppm+seludang terbuka 25%. 3,000 a 8,820 b 19,000 b Auksin 50 ppm+seludang terbuka 50%. 2,000 a 5,300 b 16,000 b Auksin 50 ppm+seludang terbuka 75%. 4,000 a 6,270 b 6,500 b Auksin 100 ppm+seludang terbuk 25%. 4,667 a 11,770 b 8,333 b Auksin 100 ppm+seludang terbuka 50%. 4,000 a 5,690 b 6,000 b Auksin 100 ppm+seludang terbuka 75%. 10,000 a 11,860 b 12,000 b Auksin 150 ppm+seludang terbuka 25%. 5,000 a 7,635 b 7,500 b Auksin 150 ppm+seludang terbuka 50%. 2,000 a 6,900 b 7,000 b Auksin 150 ppm+seludang terbuka 75%. 7,000 a 17,545 b 19,000 b Penyerbukan dengan bunga jantan. 9,333 a 41,363 a 39,000 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak ada pengaruh beda nyata berdasarkan hasil sidik ragam dan angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukan berengaruh beda nyata berdasarkan uji DMRT taraf α 5%.

(31)

1. Jumlah buah per tandan

Buah per tandan menyatakan jumlah buah yang tumbuh dalam satu kelompok bunga. Satu tandan salak dapat terdiri dari beberapa bunga salak baik jantan maupun betina yang dapat menghasilkan 15-20 buah salak bahkan lebih. Jumlah buah per tandan menunjukkan keberhasilan penyerbukan suatu tanaman (Buana et al., 1994).

Hasil sidik ragam (Lampiran IV) jumlah buah per tandan menunjukan bahwa semua perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah buah per tandan. Artinya semua perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang sama atau berpengaruh tidak signifikan terhadap parameter jumlah buah per tandan. Jumlah buah yang dihasilkan dari penyerbukan menggunakan auksin rata-rata di bawah 10 buah. Jumlah tersebut menunjukan bahwa penyerbukan menggunakan auksin cenderung masih rendah dibandingkan dengan menggunakan bunga jantan. Penyerbukan menggunakan bunga jantan menghasilkan buah sebanyak 9,333 buah (Tabel 1). Akan tetapi, pada penyerbukan menggunakan auksin 100 ppm yang diaplikasikan ketika seludang membuka 75% menghasilkan buah sebanyak 10 buah. Hal tersebut menunjukan bahwa pembentukan buah dengan auksin cenderung lebih baik dibandingkan penyerbukan dengan bunga jantan karena meningkatkan jumlah buah per tandan.

(32)
[image:32.595.122.491.277.598.2]

yang dinyatakan dalam jumlah buah per tandan. Terlihat pada pemberian auksin 50 ppm dengan seludang membuka 25%, auksin 50 ppm dengan seludang membuka 50% dan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 75% menunjukkan hasil cenderung rendah, walaupun auksin diberikan pada pembukaan seludang bunga yang berbeda hasilnya tetap cenderung lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi lain.

Gambar 4. Jumlah buah per tandan Keterangan :

A = Auksin

50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm) S = Seludang Membuka

25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka

Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kondisi fisologis bunga yang berkaitan dengan kematangan stigma. Kematangan stigma akan berpengaruh pada fertilisasi dan hasil buah terbentuk. Alfin dkk (2008) mengatakan jumlah buah yang tinggi dapat dicapai jika saat bunga mekar, terdapat serbuk sari yang viable dalam jumlah cukup karena semua bunga dapat

(33)
[image:33.595.149.434.168.333.2]

diserbuki. Hal tersebut menunjukan bahwa pembuahan pada salak menunjukan dipengaruhi oleh konsentrasi auksin.

Gambar 5. Perbandingan jumlah buah per tandan

(34)

kematangan bunga Corbesier et.,al (2006) menyatakan bahwa terdapat faktor eksogen dan endogen yang mempengaruhi pembungaan.

Faktor eksogen merupakan faktor yang mempengaruhi yang berasal luar individu seperti suhu, curah hujan serta ada tidaknya penyakit yang menginfeksi bunga (Alfin dkk, 2008). Faktor eksogen pertama yang mempengaruhi yaitu suhu. Bunga akan berkembang baik setelah penyerbukan yaitu pada suhu 20-300 C jika suhu terlalu tinggi maka akan maka akan menyebakan serbuk sari mati dan tidak dapat membuahi bunga betina, sebaliknya jika suhu terlalu rendah maka serbuk saritidak akan berkembang. Menurut Anonim (2013) suhu yang ada di lahan penelitian yaitu berkisar 20° - 33° C pada suhu rendah perkembangan serbuk sariberlangsung dengan baik sehingga perkembangan serbuk sariberlangsung dengan baik yang mengakibatkan pembentukan buah meningkat dan menghasilkan jumlah buah yang tinggi.

(35)

Keaddan lahan yang bersih mengakibatkan tidak adanya gangguan berupa hama dan penyakit yang mengganggu penyerbukan serta curah hujan rendah ketika penelitian dilakukan mendukung terjadinya pembentukan buah dengan baik. Rai

et al., (2010) rendahnya curah hujan dan hari hujan yang menyebabkan proses metabolisme dalam bunga berjalan dengan baik.

2. Bobot buah per tandan

Pengukuran bobot buah per tandan dilakukan untuk mengetahui produksi biomassa tanaman yang berasal dari fotosintesis, serapan unsur hara dan air yang diolah dalam proses biosintesis yang diikuti dengan penambahan berat dan pertambahan ukuran. Semakin tinggi nilai bobot buah maka semakin bagus metabolisme yang dilakukan oleh tanaman tersebut.

(36)

Tabel 2. Tabel bobot buah per tandan per tandan

Perlakuan Bobot Buah

Pertanda (gram)

Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 25% 8,820 b Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 50% 5,300 b Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 75% 6,270 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 25% 11,770 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 50% 5,690 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 75% 11,860 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 25% 7,635 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 50% 6,900 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 75% 17,545 b Penyerbukan dengan bunga jantan 41,363 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf α 5%.

(37)

3. Volume Buah

Pengukuran volume buah dilakukan untuk mengetahui ukuran buah serta kapasitas isi yang diakibatkan oleh produksi biomassa. Pada umumnya volume ini berkaitan dengan besar ruang pada buah. Pada analisis volume buah per tandan diketahui bahwa antar perlakuan tidak menunjukan adanya beda nyata, akan tetapi perlakuan berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 3 ).

Tabel 3. Volume buah per tandan

Perlakuan Volume Buah per

tandan (cm3) Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 25% 19,000 b Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 50% 16,000 b Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 75% 6,500 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 25% 8,333 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 50% 6,000 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 75% 12,000 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 25% 7,500 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 50% 7,000 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 75% 19,000 b Penyerbukan dengan bunga jantan 39,000 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf α 5%.

(38)

dengan auksin. Keadaan tersebut disebabkan oleh respon bunga terhadap suatu keaadaan yang berbeda.

Pada bunga yang diserbuki dengan bunga jantan perkembangan buah berjalan normal dari awal serbuk sari jatuh ke kepala putik, penyerapan nutrient pada kepala putik, mencapai mikropil, peleburan sel sperma dan sel telur hingga menjadi zigot, embrio dan berkembang menjadi bakal buah. Sedangkan perkembangan buah yang didorong dengan auksin (tanpa melalui penyerbukan) perkembangan buah tidak berjalan sama dengan menggunakan bunga jantan.

Pada proses pembentukan buah yang didorong dengan auksin, bunga tidak mengalami peleburan sel sperma dan sel betina sehingga tidak terjadi perkembangan embrio. Pada proses ini auksin mendorong perkembangan benang sari yang semula tidak berkembang menjadi berkembang yang akhirnya membuahi putik. Rangkaian tersebut menyebakan terjadinya perubahan fisiologis bunga sehingga walaupun bunga berkembang dan menghasilkan buah, buah tidak berkembang secara normal, waluapun pada proses tersebut juga dipengaruhi oleh molekul-molekul atau senyawa- senyawa yang mendukung metabolisme seperti sukrosa.

(39)

mendorong perkembangan buah yang dibuktikan dengan nilai bobot buah per tandan yang rendah.

Faktor lain yang menyebabkan nilai bobot buah per tandan auksin lebih rendah dibandingkan dengan bunga jantan yaitu viabilitas dan kematangan polen. viabilitas dan kematangan serbuk sari ditandai dengan perkecambahan serbuk sari yang masih tinggi sehingga volume buah per tandan menjadi tinggi. Bhojwani dan Bahtnagar (1999) mengatakan semakin tinggi tingkat kematangan serbuk sari semakin tinggi pula persentase berkecambah. Persentase kematangan serbuk sari ditandai dengan kadar air yang rendah. Livingston dan Ching, (1966) menyatakan bahwa kandungan air yang sedikit dapat meningkatkan keterjaminan serbuk sari dalam membuahi bunga. Serbuk sari yang digunakan pada penelitian ini berasal dari bunga yang telah matang ditandai dengan, keringnya bunga, berwarna cokelat dan kuningnya warna serbuk sari.

Kematangan stigma dan serbuk sari juga menjadi faktor berikutnya yang menyebabkan perbedaan volume buah per tandan pada penyerbukan menggunakan serbuk sari lebih tinggi dibandingkan dengan semua perlakuan yang mengandung auksin. Kematangan stigma terjadi dalam waktu yang berbeda, sehingga stigma ada yang telah mencapai resesif dan ada yang belum mencapai resesif.

(40)
(41)
[image:41.595.118.514.170.644.2]

B. Pengamatan per Buah

Tabel 4 . Rerata volume buah, jumlah anak , bobot anak , jumlah biji dan bobot biji.

Perlakuan

Volume Buah (cm3)

Jumlah Anak Buah (buah) Bobot Anak buah (gram) Jumlah Biji (biji) Bobot Biji (gram) Auksin 50 ppm+

seludang tandan membuka 25%

3,330 a 2,000 a 0,250 a 1,000 a 0,060 a Auksin 50 ppm+

seludang tandan membuka 50%

0,370 a 1,500 a 0,170 a 1,000 a 0,170 a Auksin 50 ppm+

seludang tandan membuka 75%

1,915 a 3,000 a 0,240 a 0,000 a 0,000 a Auksin 100 ppm+

seludang tandan membuka 25%

1,760 a 2,667 a 0,260 a 0,500 a 0,037 a Auksin 100 ppm+

seludang tandan membuka 50%

1,500 a 3,000 a 0,460 a 3,000 a 0,060 a Auksin 100 ppm+

seludang tandan membuka 75%

1,200 a 2,500 a 0,410 a 0,000 a 0,000 a Auksin 150 ppm+

seludang tandan membuka 25%

1,500 a 3,000 a 0,150 a 0,000 a 0,000 a Auksin 150 ppm+

seludang tandan membuka 50%

3,500 a 3,000 a 0,750 a 1,000 a 0,360 a Auksin 150 ppm+

seludang tandan membuka 75%

4,000 a 3,000 a 0,470 a 1,250 a 0,045 a Penyerbukan

dengan bunga jantan

4,860 a 3,000 a 1,167 a 2,1667 a 1,527 a Keterangan : Angka yang ada pada tabel menunjukkan tidak ada beda nyata

berdasarkan sidik ragam 5 %.

(42)

biji buah. Hal tersebut menunjukan bahwa auksin yang diberikan untuk menggantikan peran bunga salak jantan memberikan pengaruh yang sama.

[image:42.595.114.477.177.493.2]

1. Volume Buah per Buah

Gambar 6. Volume Buah per Buah Keterangan :

A = Auksin

50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm) S = Seludang Membuka

25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka

Berdasarkan Gambar 3 penyerbukan menggunakan bunga jantan masih memberikan nilai paling tinggi dibandingkan penyerbukan menggunakan auksin. Pertambahan volume buah terus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi auksin. Pada konsentrasi 150 ppm, volume buah per buah terus meningkat dengan semakin tingginya seludang tandan membuka, bahkan pada konsentrasi 150 ppm dengan waktu aplikasi ketika seludang membuka 75% nilai volume buah per buah mendekati penyerbukan menggunakan bunga jantan. Pada pemberian konsentrasi 50 dan 100 ppm tidak menunjukan peningkatan volume buah yang signifikan.

0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000

V

olum

e B

ua

h

(cm

3 )

(43)

Pada kedua konsentrasi tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi seludang membuka maka semakin menurun nilai volume buah per buah. Walaupun sempat terjadi kenaikan volume buah per buah ketika seludang membuka 75% pada konsentrasi auksin 50 ppm. Hal tersebut menunjukan bahwa konsentrasi auksin tinggi dan semakin meningktanya seludang tandan membuka menentukan pertambahan volume buah per buah. Keadaan tersebut disebabkan oleh kondisi fisioligis (internal) yang menyebabkan tidak berhasilnya bunga berkembang menjadi buah ketika penyerbukan, seperti kandungan hormon auksin pada bunga (auksin endogen) rendah menyebabkan bunga mudah gugur sehingga walaupun pembukaan seludang meningkat tidak mampu menghasilkan volume buah yang tinggi. Hal ini ditandai dengan mengeringnya bunga setelah beberapa hari pemberian auksin dilakukan.

(44)

Volume buah per buah ini juga berkaitan dengan volume buah per tandan jika volume buah per tandan tinggi maka volume buah per buah pun tinggi. Akan tetapi hal tersebut tidak terjadi pada penelitian ini. Pada volume buah per tandan nilai yang paling tinggi yaitu ditunjukan pada perlakuan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 25% dan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 75%, akan tetapi pada pengamatan volume buah per buah perlakuan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 25% lebih kecil dari pada perlakuan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 75% (Gambar 6). Hal tersebut menunjukan bahwa volume buah dipengaruhi oleh ukuran buah per buahnya. Ukuran buah besar belum tentu menghasilkan volume yang besar pula begitupun sebaliknya karena volume ini juga berkaitan dengan bobot buah itu sendiri dimana pada bobot yang tinggi akan menghasilkan volume yang tinggi begitupun sebaliknya.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa pemberian auksin 50 dan 100 ppm pada bunga yang pembukaan seludangnya berbeda cenderung menghasilkan volume buah yang hampir sama. Peningkatan volume buah baru terjadi ketika pemberian auksin pada konsentrasi 150 ppm dengan semakin tingginya pembukaan seludang tandan, hal tersebut menunjukan bahwa volume buah per buah dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi auksin dan tingginya pembukaan seludang tandan.

2. Jumlah Anak Buah

(45)
[image:45.595.125.498.167.363.2]

buah. Jumlah anak buah ini menunjukan besarnya respon auksin yang diberikan terhadap perkembangan buah.

Gambar 7. Jumlah Anak buah Buah per Buah Keterangan :

A = Auksin

50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm) S = Seludang Membuka

25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka

Berdasarkan Tabel 4 diatas menunjukan bahwa setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anak buah terbentuk. Artinya auksin yang diberikan memberikan pengaruh yang sama atau tidak signifikan. Rata-rata jumlah anak buah yang terbentuk pada setiap perlakuan adalah 3. Pada konsentrasi 150 ppm walaupun diaplikasikan pada bunga yang pembukaan seludangnya berbeda tetap memperlihatkan hasil yang sama bahkan hal tersebut sama dengan penyerbukan menggunakan bunga jantan (Gambar 7) mempunyai nilai 3 begitupun pada perlakuan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 75 dan auksin 100 ppm dengan seludang membuka 50% jumlah anak buah yang dihasilkan 3. Pada perlakuan lainnya menunjukan bahwa peningkatan dan

(46)

penurunan jumlah anak buah tidak terjadi secara signifikan. Berdasarkan hal tersebut maka konsentrasi auksin dan saat membukanya seludang bunga tidak memberikan pengaruh terhadap pembentukan jumlah anak buah.

(47)

3. Bobot Anak Buah

[image:47.595.139.483.195.390.2]

Bobot anak buah diamati untuk menunjukan berat anak buah pada setiap buah. Bobot buah ini dinyatakan dalam gram.

Gambar 8. Bobot Anak Buah per Buah Keterangan :

A = Auksin

50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm) S = Seludang Membuka

25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka

Berdasarkan Gambar 8 bobot anak buah pada setiap perlakuan yang mengandung konsentrasi auksin lebih rendah dibandingkan dengan penyerbukan dengan bunga jantan. Pemberian auksin 150 ppm memberikan pengaruh yang baik terhadap bobot anak buah. Hal ini terlihat pada nilai bobot anak buah 0,75 gram dan 0,47 gram. Peningkatan bobot anak buah sejalan dengan konsentrasi auksin yang diberikan pada konsentrasi 50 ppm bobot anak buah hanya berkisar 0, 170 sampai 0,250 gram, sedangkan pada konsentrasi 100 ppm bobot anak buah berturut-turut yaitu 0,260, 0,410 dan 0,460 gram begitupun pada konsentrasi 150 ppm yang menunjukan bahwa bobot buah mencapai 0,470 dan 0,750 gram

(48)

walaupun terdapat bobot anak buah rendah pada perlakuan 150 ppm auksin dengan seludang membuka 25% yaitu 0,150 gram.

Pada pembukaan seludang bobot anak buah tertinggi diperoleh ketika tandan 50% yang diikuti ketika seludang tandan membuka 75%, dan 25%. Semakin awal seludang membuka maka semakin sedikit bobot anak buah yang diperoleh hal tersebut sejalan dengan semakin mundur seludang membuka maka bobot anak buah diperoleh juga kecil. Maka berdasarkan pemaparan diatas waktu yang paling baik untuk meningkatkan bobot anak buah yaitu ketika bunga seludang membuka 50% dengan konsentrasi auksin 150 ppm.

4. Jumlah Biji

Secara biologis biji merupakan bakal biji yang masak dan telah dibuahi dimana pertumbuhan, perkembangannya dengan atau tanpa diawali amphimixis

(pollinasi serta fertilisasi). Jumlah biji menunjukan jumlah biji dalam satu buah. Pengamatan jumlah biji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh auksin terhadap pembentukan biji pada bauh salak.

(49)
[image:49.595.123.485.100.404.2]

Gambar 9. Jumlah Biji per Buah Keterangan :

A = Auksin

50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin S = Seludang Membuka

25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka

Hal tersebut menandakan bahwa penyerbukan menggunakan auksin masih mampu membentuk biji. Buah yang terbentuk hasil penyerbukan buatan memiliki jumlah biji yang lebih banyak dibandingkan dengan buah hasil penyerbukan alami. Pada beberapa perlakuan menunjukan belum terbentuknya biji (Gambar 9) yaitu pada perlakuan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 75%, auksin 100 ppm dengan seludang membuka 75% dan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 25%. Hal tersebut menunjukan bahwa setiap auksin mampu menghambat pembentukan biji dengan waktu aplikasi ketika seludang membuka 75%. Gardner et al., (1991) menyatakan pembentukan buah dan biji merupakan interaksi dari pengaruh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal (genetik dan fitohormon). Faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu suhu dan penyinaran matahari seperti yang dikatakan (1992) perkembangan buah

(50)

dan biji sangat dipengaruhi oleh suhu dan lingkungan penyinaran matahari dan panjang hari. Panjang hari <12 jam dan rata-rata temperatur udara >180C kurang mendukung terjadinya inisiasi pembungaan. Untuk terjadinya inisiasi pembungaan diperlukan temperatur rendah 9-120C dan fotoperiodesitas panjang >12 jam. Curah hujan yang tinggi >200 mm/bulan juga dapat menggagalkan pembungaan dan pembentukan biji (Sumarni et al., 2012). Selain itu jumlah biji juga dipengaruhi oleh jumlah bunga yang dihasilkan, persentase bunga yang mengalami pembuahan, persentase buah muda yang dapat terus tumbuh hingga menjadi buah masak dan umur buah.

5. Bobot Biji

(51)
[image:51.595.117.479.246.540.2]

bobot biji berkaitan dengan dengan produksi glukosa oleh buah karena berkaitan erat dengan kegiatan fisologis tanaman seperti fotosintasis yang ditranslokasi dari daun ke organ yang membutuhkan seperti batang, buah, akar, bunga dan jaringan meristem yang diangkut oleh suatu protein yang dinamakan sucrose transporter / SUT (Ward, 2000).

Gambar 10. Bobot Biji per Buah Keterangan :

A = Auksin

50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm) S = Seludang Membuka

25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka

Akan tetapi, hal tersebut tidak terjadi pada penelitian ini. Jumlah biji yang tinggi tidak mengakibatkan bobot biji juga tinggi. Pada penelitian ini jumlah buah tertinggi diperoleh perlakuan auksin 100 ppm dengan seludang membuka 50%, sedangkan bobot biji tertinggi diperoleh perlakuan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 50%. Hal tersebut menunjukan bahwa bobot biji dipengaruhi oleh konsentrasi auksin. Hal tersebut bertentangan dengan pernyataan Eva et al.,

2009 yang menyetakan bahwa pada penyerbukan menggunakan auksin dapat membentuk buah tanpa biji (partenokarp) yang disebabkan manipulasi pada

(52)
(53)

40

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Auksin dapat menggantikan peran bunga jantan salak pondoh.

2. Zat pengatur tumbuh 2, 4 D dengan konsentrasi150 ppm yang diaplikasikan saat seludang membuka 75% cenderung lebih baik dalam menggantikan peran bunga jantan.

B. Saran

1. Perlu adanya kajian lebih mendalam mengenai peran auksin dalam menggantikan peran bunga jantan.

(54)

42

Anonim. 1997. Benarkah Salak Pondoh Super = Salak Nglumut?. Turubus XXVIII(337): 22-33.

Anonim. 2013. Kementerian Pertanian RI Kunjungi Petani Salak Sleman Untuk Sharing Penyusunan Program. Sekjen kementerian pertanian kunjungi kebun salak sleman. http://www.slemankab.go.id/4824/sekjen-kementerian-pertanian-kunjungi-kebun-salak-sleman.slm. Diakses 11 September 2015.

Anonim. 2014. Sallaca edulis.

https://www.flickr.com/photos/swallowtailgardenseeds/15158540438/. Diakses Tanggal 3 September 2016.

Akihima. T. And N. Omura. 1986. Preservation of Fruit Tree Pollen. In Y.P.S. Bajaj (Ed.). Biotechnology in Agriculture and Forestry. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, New York. 1:101-112p.

Allard, R.W. and A.D. Bradshaw. 1964. Implication of genottype enveromental interaction in applied plant breeding. Crop Sci. 4 : 503-508.

Alfin., W dan Endah., R., P. 2008. Viabilitas Serbuk Sari dan Pengaruhnya terhadap Keberhasilan Pembentukan Buah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Biodiversitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 1: 9 (35-38).

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. 350h.

Bawa, K.S. and M. Hadley. 1990. Reproductive ecology of tropical forest plants. Man an the Biosphere Series. The Parthenon Publishing Group, Paris. 7: 285-289

Best Budidaya. Menanamnya dengan Baik. http://www.bestbudidaya tanaman.com/search?q=salak&x=0&y=0. Diakses tanggal 5 April 2015. Buana, L., T. Hutomo, dan M. Chairani. 1994. Faktor penentu viabilitas benih

kelapa sawit. Bulletin PPKS 2 (2): 71-76.

(55)

Donzella, G., A. Spena, and G. L. Rotino. 2000. Trangenic partenocarpic eggplant: Superior gemplasm for increase winter production. Mol. Breed. 6: 79-86.

Edy, B., M., S. 2002. Proses-Proses Awal Ekspresi Gen Pada Tanaman. Fakultas Pertanian Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Medan.

Erlen, A., M. Nawawi dan Koesriharti. 2013. Pengaruh Waktu Aplikasi dan Konsentrasi NAA (Napthalene Acetic Acid) Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Cabai Besar (Capsicum annuum L.) Varietas Jet Set. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Gatot, S. 2006. Kajian Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh Pada Pembentukan Buah Salak Pondoh Tanpa Biji. Agronomy UMY 7(2): 27-34.

Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. 280h.

Garwood, N. C. and C. C. Horvits. 1985. Factors Limiting Fruits and Seed Production of a Temperate Shrub, Staphylea Trifolia L. (Staphyleaceae). Amer. J. Scien. 50: 91-96.

Graciosa, C. N. 2009. Skripsi Pengaruh Perlakuan Panjang Hari dan Suhu Terhadap Pembungaan Gomphrenaleontopiodes dan Ptilotus axillaris. Institut Pertanian Bogor.

Griffin, A.R. & Sedgley, M. 1989. Sexual reproduction of tree crops. Academic Press Inc. Harcourt Brace Jovanovich Publishers. San Diego. 350p.

Harsoyo. P.,2006. Budidaya Salak Pondoh. Aneka Ilmu. Semarang. 74 hal.

Heslop-Harrison, J. and Y. Heslop-Harrison.1970. Evaluation of Pollen Viability by Enzymatically Induced Fluorescence; Intracellular Hydrolysis of Florescein Diacetate. Stain Technology. 45 (1) : 115-120 Heddy. S. 1991. Budidaya Salak Pondoh, Penanaman, Pemeliharaandan Propek

Bisnis menggunakan Zat Pengatur Tumbuh. Rajawali Pers. Jakarta. 284h. Intan, R.D. A. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman.

Universitas Padjadjaran Bandung. 254h.

Kaputra, I dan Harahap, A. 2004. Salak Sidempuan Kelat Rasanya. Yayasan BITRA Indonesia. Jakarta.70h.

(56)

formation of Satsuma Mandarin(Citrus unshiu Marc.). Scientia Horticulturae 79:185-194.

Lemoine R., 2000. Sucrose Transporter in Plant : Update on Function and Structure. Biochimeca et Biophysica Acta 1465 : 246-262.

Nazarudin dan R. Kristiawati, 1992. 18 Varietas Salak. Penebar Swadaya. Jakarta. 84h.

Nurnasari E dan Djumali. 2012. Respon Tanaman Jarak Pagar (Tatropacurcas L)

Terhadap Lima Dosis Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Asam Naftalen Asetat (NAA). Agrovigor 5 (1) : 26 – 33.

Nur. T. 1991. Bertanam Salak. Kanisius. Yogyakarta. 60h.

Oktafianti, K.S. 2008. Studi Budidaya Dan Penanganan Pasca Panen Salak Pondoh (Salacca zalacca Gaertner Voss.) I Wilayah Kabupaten Sleman. Institut Pertanian Bogor.

Purnomo, H. 2001. Budidaya Salak Pondoh. Aneka Ilmu. Semarang. 70h. Rukmana, R. 1999. Salak. Kanisius, Yogyakarta. 97h.

Santoso, H.B.1990. Salak Pondoh. Kanisius. Yogyakarta. 54h.

Sastroprodjo, S. 1980. Fruits. IBPGR Scretariat Home.Sofro, A.S.M. 1994. Keanekaragaman Genetik.Yogyakarta: Andi Offset.

Schuiling, D. I., and J. P. Mogea.1992. Salacca zalacca (Gaertner) Voss. In Plant resources South-East Asia No. 2 edible fruits and nuts, ed. E. W. M. Verheji and R. E. Coronel, 181 – 248. Bogor, Indonesia. Prosea Foundation.

Sedgley, M. and Griffin, A. R. 1989.”Sexula reproduction of three crops

Akademic press. London. UK.

Sridhar, G., R. V. Koti, M. B. Chetti and S. M. Hiremath. 2009. Effect of Naphthalene Acetic Acid and Mepiquat Chloride on Physiological Component of Yield in Bell Paper (Capsicum annum L.). Scientist. National Research Centre For Medical and Aromatic Plants. University of Agricultural Sciences. Department of Crop Physiology.

Sulastri, S. 1986. Studi Kromosom Buah Salak, Laporan Penelitian. Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Yogyakarta.

(57)

Sultana, W., Q. A. Fattah and M. S. Islam. 2011. Yield and Seed Quality of Chili (Capsicum annum L.) As Affected Different Growth Regulators. Bangladesh. Agricultural Research Institute Joydebyur. Bangladesh. 35 (2): 195-197.

Soepadmo, E. 1989. Contribution of Reproductive Biological Studies Towards the Conservation and Development of Malaysian Plant Genetic Resources. dalam A.H. zakri (ed.) Genetic Resources of Underutilized Plants in Malaysia. Proceeding of The National Workshop on Plant Genetic Resources. Subang Jaya, Malaysia 23 Nov. 1988. Malaysia National Committee on Plant Genetic Resources. Malaysia. p: 1-41. Syafira, H. 2009. Efek zat Perangsang Tumbuh Sintetik dan Produksi Rumput

Lokal Kumpai (Hymenachne amplexicaulis (Rudge) Nees). Jurnal Akta Agrosia. 7 (1) : 45-49.

Tim Karya Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Buah Salak. CV Nuansa Aulia. Bandung. 60h.

Tim Penulis PS. 1992. 18 Varietas Salak. Penebar Swadaya. Jakarta. 114h. Tjahjadi, N.1989. Bertanam Salak. Kanisius. Yogyakarta. 60h.

Tjitrosoepomo, G. 1988. Taksonomi TumbuhanSpermatophyta. Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress

Valker. M dan B., K., Prodic. 1999. Auxin Strucuture and Activity. Special Issue

“Plant Physiology”. Phyton (Austria). 3 (39): 19-23.

Ward J. M. 2000. The Role of Sucrose Transporter in Assimilate partitioning and Phloem Function. Plant Physiology, Center for Plant Molecular Biology, University of Tuebingen, Auf der Morgentelle 1, 72076 Tuebingen, Germany

Widyastuti, Y.E. 1996. Mengenal Buah Unggul Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta. 258h.

Wikipedia. Pengertian Bioassay. https://id.wikipedia.org/wiki/Bioassay. Diakses 30 Agustus 2016.

(58)

45

LAMPIRAN

Lampiran I. Layout Penelitian

BLOK 1

H /2

G /2

J /1

G /3

E /2

A /2

H /1

E /3

I /2

C /3

C /2

A /3

D /2

B /2

B/1

A / 1

J /2

E /2

I /3

KS3

C /1

E /1

I /1

F /1

G /1

F /2

D /3

H /3

F /3

B /3

BLOK 2

A /1

D /1

E /1

E /3

C /3

F /3

J /2

F /2

A /2

G /1

D /3

E /2

I /3

G /3

H /3

I /1

E /3

H /2

C /2

H /1

D /2

J /3

F /1

C /1

B /2

E /1

G /2

(59)

BLOK 3

H /3

E /3

C /3

E/ 1

H /1

E /3

KS2

C /2

D /3

G /1

F /2

E /2

KS1

E /1

D /2

I /1

I /2

F /3

E /1

G /3

A /2

H /2

G /2

I /3

F /1

A /1

A /3

C /1

E /2

KS3

Keterangan:

(60)

Lampiran II. Perhitungan konsentrasi zat pengatur tumbuh 2, 4 D

1. 50 ppm = 50 mg 2, 4 D = 0,05 g 2,4 D 1000 ml aquades 1000 ml aquades

2. 100 ppm = 100 mg 2, 4 D = 0,1 g 2,4 D 1000 ml aquades 1000 ml aquades

(61)

Lampiran III. Dokumentasi Kegiatan

1. Persiapan alat dan bahan 2. Pemilihan bunga betina salak

3. Penyungkupan bunga 4. Pembuatan larutan 2,4 D

5. Aplikasi 6. Penutupan setelah aplikasi

(62)

7. Pengambilan buah per tandan 8. Perhitungan jumlah buah

9. Penimbangan bobot buah 10. Pengukuran volume buah

11. Penimbangan anak buah 12. perhitungan dan penimbangan biji

(63)

Lampiran IV. Hasil Analisi Sidik Ragam (Analysis of Variance) 1. Jumlah Buah per tandan

Sumber db Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung Prob. Model 11 4.64379316 0.42216301 1.36 0.3869 ns Perlakuan 9 4.38871961 0.48763551 1.57 0.3212 ns Blok 2 0.25507355 0.12753678 0.41 0.6831 Galat 5 1.54915978 0.30983196 Total 16 6.19295294

Keterangan : Huruf s menunjukkan berbeda nyata (significant) pada taraf α 5%.

2. Bobot Buah per tandan

Sumber db Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung Prob. Model 11 2915.564261 265.051296 9.89 0.0102 s Perlakuan 9 2682.642257 298.071362 11.12 0.0081 s Blok 2 232.922004 116.461002 4.35 0.0806 Galat 5 133.969563 26.793913 4.35

Total 16 3049.533824

Koefisien

Determinasi Koefisien Varian Akar KTG Nilai rata-rata 0.956069 33.73206 5.176284 15.34529

Keterangan : Huruf s menunjukkan berbeda nyata (significant) pada taraf α 5%.

3. Volume Buah per tandan

Sumber db Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung Prob. Model 11 2413.084186 219.37129 8.85 0.013 s Perlakuan 9 2321.322981 257.924776 10.4 0.0095 s

Blok 2 83.692029 41.846014 1.69 0.2754 Galat 5 123.974638 24.794928 1.67

Total 16 2537.058824

Koefisien

Determinasi Koefisien Varian Akar KTG Nilai rata-rata Koefisien

(64)

0.951135 32.68365 4.979451 15.23529 Keterangan : Huruf s menunjukkan berbeda nyata (significant) pada taraf α 5%.

4. Volume Buah

Sumber db Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung Prob. Model 11 2.88278252 0.26207114 3,14 0.1082 ns Perlakuan 9 2.67856078 0.10211087 3.57 0.0874 ns Blok 2 0.20422174 0.10211087 1.22 0.3691 Galat 5 0.41691159 0.08338232

Total 16 3.29969412

Koefisien

Determinasi Koefisien Varian Akar KTG Nilai rata-rata 0.873651 16.88074 0.28876 1.710588

Keterangan : Huruf s menunjukkan berbeda nyata (significant) pada taraf α 5%.

5. Jumlah Anak

Sumber db Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung Prob. Model 11 6.8679902 0.62436275 2.84 0.1292 ns Perlakuan 9 6.63075686 0.73675076 3.36 0.0979 ns Blok 2 0.23723333 0.11861667 0.54 0.6132 Galat 5 1.09783333 0.21956667

Total 16 7.96582353

Koefisien

Determinasi Koefisien Varian Akar KTG Nilai rata-rata 0.862182 77.41351 0.468579 0.605294 Keterangan : Huruf s menunjukkan berbeda nyata (significant) pada taraf α 5%.

6. Bobot Anak

Sumber db Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung Prob. Model 11 1.16447519 0.10586138 3.41 0.0933 ns Perlakuan 9 1.1270049 0.12522277 4.03 0.0695 ns Blok 2 0.03747029 0.01873514 0.60 0.5826 Galat 5 0.15531304 0.03106261

Total 16 1.31978824

Koefisien

(65)

Keterangan : Huruf s menunjukkan berbeda nyata (significant) pada taraf α 5%. 7. Jumlah Biji

Sumber db Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung Prob. Model 11 2.82174416 0.2565222 3.52 0.088 ns Perlakuan 9 2.32458039 0.25828671 3.54 0.0887 ns

Blok 2 0.49716377 0.24858188 3.41 0.1165 Galat 5 0.3647029 0.07294058

Total 16 3.18644706

Koefisien

Determinasi Koefisien Varian Akar KTG Nilai rata-rata 0.885546 23.86319 0.270075 1.131765 Keterangan : Huruf s menunjukkan berbeda nyata (significant) pada taraf α 5%.

8. Bobot Biji

Sumber db Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung Prob. Model 11 1.14813655 0.10437605 1.09 0.4973 ns Perlakuan 9 0.90306373 0.10034041 1.04 0.5097 ns Blok 2 0.24507283 0.12253641 1.27 0.3570 Galat 5 0.48071051 0.0961421

Total 16 1.62884706

Koefisien

Determinasi Koefisien Varian Akar KTG Nilai rata-rata 0.704877 36.403 0.310068 0.851765

(66)

KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT PENGATUR

TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA PADA SALAK PONDOH

(

Salacca edulis

REINW)

Dena Anisa 20120210127

Dr. Ir. Gatot Supangkat, MP dan Ir. Agus Nugroho Setiawan, MP

ABSTRACT

A research Males flowers substitution concentration study with 2, 4 D plant growth regulator application and appropriate time on the pondoh sallaca (Salacca edulis Reinw). This research aimes to study and obtained the auxin concentation and appropriate time to pondoh sallaca. This research conducted on April until July 2016 in Laboratory of Kultur in vitro and Pambregan village, Turi, Sleman, Yogyakarta.

The research used experimental method the single factor that organized Randomized Complete Block Design (RCBD) of 3 replications. The examined factors were auxin concentration consist of Three levels are 50 ppm, 100 ppm and 150 ppm when the sheath bunches opened about 25%, 50% and 75%. There were obtained nine combination of treatments with a conventional pollination as comparing. Variables observed in this research were amount per cluster, weight per cluster, volume per cluster, volume per fruit, amount per fruit, weigh per fruit, seed amount per fruit and seed weigh per fruit.

The resulted of this research revealed that 2, 4 D could substitute males flowers on pondoh sallaca and the best concentation around of 2, 4 D is 150 ppm and appropriate time to pondoh pollination is 75%.

Keywords: pondoh Sallaca, Substitution, auxin, concentration, time of application

PENDAHULUAN

(67)

internasional. Persentase pemenuhan untuk pasar lokal sekitar 30%. Tercatat mulai dari tahun 2007 sampai 2012 produksi salak berturut-turut yaitu 805.879, 862.465, 829.014, 749.876, 1.082.125, dan 1.035.407 ton

Berdasarkan data permintaan tersebut banyak masyarakat yang membudidayakannya. Dalam budidaya salak pondoh sering ditemukan beberapa kendala diantarnya ketersediaan bunga salak jantan. Nur (1991) menyatakan pada bulan Februari hingga Maret ketersediaan Bunga jantan terbatas, 1 bunga jantan hanya dapat menyerbuki 10 bunga betina tidak seperti biasanya 1 bunga jantan dapat menyerbuki 20 bunga betina. Maka perlu adanya solusi atau teknologi lain yang dapat menggantikan ketersediaan bunga jantan tersebut guna membantu meningkatkan produksi salak pondoh, salah satunya yaitu dengan mensubstisusi bunga jantan dengan auksin. Auksin merupakan salah satu jenis zat pengatur tumbuh yang dapat mempengaruhi proses fisiologis suatu tanaman yang dapat merangsang pembungaan (Nuryanah dalam Nurnasari dan Djumali, 2012). Salah satu faktor keberhasilan aplikasi auxin terhadap penyerbukan yaitu konsentrasi dan tingkat kematangan atau kesiapan bunga betina menerima bunga jantan untuk dibuahi (antesis). Pada saat pemberian auxin tidak semua memberikan respon positif karena keberhasilan aplikasi auxin untuk penyerbukan ditentukan oleh dua faktor yaitu konsentrasi dan saat pemberian auxin maka perlu adanya kajian mengenai konsentrasi dan waktu aplikasi auxin yang tepat untuk meningkatkan dan mendorong terjadinya pembuahan melalui penyerbukan. Penelitian ini bertujuan Mengkaji substitusi bunga salak jantan salak pondoh dengan auksin. Dan menentukan konsentrasi dan waktu aplikasi auksin yang tepat dalam substitusi bunga jantan salak pondoh.

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk pembuatan larutan 2, 4 D yang diaplikasikan di kebun salak pondoh di Dusun Pambregan, Kecamatan Turi Sleman, Yogyakarta pada Bulan April – Juli 2016.

Bahan dan alat yang digunakan yaitu serbuk 2,4-D, aquades, KOH 1 M dan bunga salak pondoh yang berasal dari tanaman berumur 5-10 tahun, 3 botol mineral 150 ml, kain kelambu, platik, steples, spidol, label, saringan, pisau, cawan, sendok, sorong, penyaring, pengaduk,

(68)

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode eksperimental dengan rancangan perlakuan faktor tunggal yang disusun dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 3 blok sebagai ulangan. Faktor yang diujikan yaitu konsentrasi 2,4 D yang terdiri dari tiga aras yaitu 50 ppm, 100 ppm dan 150 ppm yang pemberiannya dilakukan ketika seludang tandan membuka 25%, 50% dan 75% sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan ditambah 1 tanpa perlakuan sebagai pembanding. Setiap ulangan terdiri atas 3 sampel, sehingga total unit percobaan yang diuji sebanyak 90 unit.

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam atau Analysis of Varian (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95%. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan uji Jarak Ganda Duncan atau Duncan Multiple Range Test (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

[image:68.612.88.553.396.624.2]

A. Pengamatan Pertandan

Tabel 1. Rerata pengamatan buah pertandan 73 hari setelah aplikasi

Perlakuan Jumlah Buah Pertandan (buah) Bobot Buah Pertandan (buah) Volume Buah Pertandan

(cm3) Auksin 50 ppm+membukany seludang tandan 25% 3,000 a 8,820 b 19,000 b Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 50% 2,000 a 5,300 b 16,000 b Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 75% 4,000 a 6,270 b 6,500 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 25% 4,667 a 11,770 b 8,333 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 50% 4,000 a 5,690 b 6,000 b Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 75% 10,000 a 11,860 b 12,000 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 25% 5,000 a 7,635 b 7,500 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 50% 2,000 a 6,900 b 7,000 b Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 75% 7,000 a 17,545 b 19,000 b Penyerbukan dengan bunga jantan 9,333 a 41,363 a 39,000 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak ada

(69)

1. Jumlah buah per tandan

Berdasarkan Tabel 1 diketahui perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per tandan, akan tetapi berpengatuh nyata terhadap bobot dan volume buah per tandan. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor seperti faktor luar (eksogen) dan faktor dalam (endogen). Faktor eksogen pertama yang mempengaruhi yaitu suhu. Bunga akan berkembang baik setelah penyerbukan yaitu pada suhu 20-300 C jika suhu terlalu tinggi maka akan menyebakan polen mati dan tidak dapat mebuahi bunga betina, sebaliknya jika suhu terlalu rendah maka polen tidak akan berkembang. Suhu yang ada di lahan penelitian yaitu berkisar 20° - 33° C sehingga perkembangan polen berlangsung dengan baik yang mengakibatkan pembentukan buah meningkat dan menghasilkan jumlah buah yang tinggi. Faktor eksogen yang kedua yaitu curah hujan, Curah hujan yang rendah mengakibatkan serbuk sari dapat membuahi sel telur dengan baik sehingga terbentuk zigot yang berkembang menjadi embrio yang akan berkembang menjadi buah. Rai et al., (2010) rendahnya curah hujan dan hari hujan yang menyebabkan proses metabolisme dalam bunga berjalan dengan baik sehingga perkembangan buah berlangsung dengan baik.

2. Bobot buah per tandan

(70)

3. Volume buah per tandan

Pada pengamatan volume buah per tandan diketahui bahwa penyerbukan dengan bunga jantan memberikan bengaruh yang nyata dibandingkan semua perlakuan yang mengandung auksin (Tabel 1). Hal ini menunjukan bunga jantan berpengaruh signifikan dibandingkan semua perlakuan yang mengandung auksin. Hal ini terlihat dari nilai volume buah per tandan (Tabel 1) dimana penyerbukan dengan bunga jantan menunjukan nilai paling tinggi dibanding dengan auksin. Keadaan tersebut disebabkan oleh respon bunga terhadap suatu keaadaan yang berbeda. Pada bunga yang diserbuki dengan bunga jantan perkembangan buah berjalan normal. Sedangkan Pada proses pembentukan buah yang didorong dengan auksin, bunga tidak mengalami peleburan sel sperma dan sel betina sehingga tidak terjadi perkembangan embrio. Rangkaian tersebut menyebakan terjadinya perubahan fisiologis bunga sehingga walaupun bunga berkembang dan menghasilkan buah, buah tidak berkembang secara normal.

B. Pengamatan per buah

[image:70.612.75.476.399.720.2]

1. Volume buah

Gambar 1. Volume buah Keterangan :

A = Auksin

50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm) S = Seludang Membuka

25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka

(71)

Berdasarkan Gambar 1 penyerbukan menggunakan bunga jantan masih memberikan nilai paling tinggi dibandingkan penyerbukan menggunakan auksin. Pertambahan volume buah terus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi auksin. Pada konsentrasi 150 ppm, volume buah per buah terus meningkat dengan semakin tingginya seludang tandan membuka, bahkan pada konsentrasi 150 ppm dengan waktu aplikasi ketika seludang membuka 75% nilai volume buah per buah mendekati penyerbukan menggunakan bunga jantan. Pada pemberian konsentrasi 50 dan 100 ppm tidak menunjukan peningkatan volume buah yang signifikan. Keadaan tersebut disebabkan oleh kondisi fisioligis (internal) yang menyebabkan tidak berhasilnya bunga berkembang menjadi buah ketika penyerbukan, seperti kandungan hormon auksin pada bunga (auksin endogen) rendah menyebabkan bunga mudah gugur sehingga walaupun pembukaan seludang meningkat tidak m

Gambar

Gambar 1. Habitus Tanaman Salak Pondoh ( Anonim, 2014)
Gambar 2. Cincin Indole-3acetid acid (IAA) (Volker dan Biserka, 1999).
Tabel 1. Rerata pengamatan buah  per tandan 3 bulan setelah aplikasi
Gambar 4. Jumlah buah per tandan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahasa Indonesia yang digunakan oleh pegawai pasar modern yang hadir sebagai orang ketiga dalam pembicaraan tersebut memberikan pengaruh terhadap perilaku berbahasa

data menggunakan regresi berganda dengan sebelumnya melakukan uji asumsi klasik dan uji normalitas data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Kepemilikan

Alhamdulillahirrobbil’alamin, atas karunia dan rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektivitas ekstrak etanol kulit manggis ( Garcinia mangostana

Guru memberikan penugasan kepada siswa untuk membuat kliping berikan contoh sikap dan perilaku yang harus diterapkan saat berlalu lintas dan berikan contoh

Bab ini berisikan tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Prosedur Pemeriksaan Korban KDRT dalam proses Peradilan pidana, Aturan di dalam Undang-Undang

Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui analisa stabilitas pelimpah Embung Penggung terhadap geser dan guling, menganalisa kemampuan Embung untuk memenuhi

13) Dapat dipercaya : diantaranya adalah siswa jujur, mampu mengikuti komitmen, mencoba melakukan tugas yang diberikan, menjadi teman yang baik dan membantu orang

The objective of this research is to find out whether there is any significant difference between the reading comprehensions of narrative text of the tenth graders of SMA PGRI 1