• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI PEMBACAAN CERITA PENDEK MELALUI MODEL BERPIKIR INDUKTIF DENGAN MEDIA FILM PENDEK PADA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA N 2 UNGARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI PEMBACAAN CERITA PENDEK MELALUI MODEL BERPIKIR INDUKTIF DENGAN MEDIA FILM PENDEK PADA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA N 2 UNGARAN"

Copied!
248
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI PEMBACAAN CERITA PENDEK

MELALUI MODEL BERPIKIR INDUKTIF

DENGAN MEDIA FILM PENDEK PADA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA N 2 UNGARAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Olgatiar Rezky Griandani NIM. 2101411083

BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia Ujian Skripsi.

Semarang, 14 September 2015

Pembimbing I, Pembimbing II,

(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan sidang panitia ujian skripsi jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.

Pada hari : Selasa

Tanggal : 22 September 2015

Panitia ujian skripsi

Prof. Dr. Agus Nuryatin, M. Hum. (196008031989011001) Ketua

Ahmad Syaifudin, S.S., M.Pd. (198405022008121005) Sekertaris

Suseno, S.Pd., M.A. (197805142003121002) Penguji 1

U‟um Qomariyah, S. Pd., M. Hum. (198202122006042002) Penguji II/Pembimbing II

(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 14 September 2015 Penulis,

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

1. Bekerja bukan untuk mencari penghargaan. Namun penghargaan adalah ukuran bahwa telah terjadinya perubahan. (Ridwan Kamil)

2. Tidak ada yang selalu benar, sekalipun kebenaran selalu diusahakan. (Pramoedya Ananta Toer)

3. Orang yang berkualitas akan diuji dengan hal atau masalah yang berkualitas pula. (Bapak dan Ibu)

Persembahan

Skripsi ini penulis persembahkan kepada, 1. Kedua orangtua penulis Bapak Sujarno dan

Ibu Netty Irwanti, serta Mas Ari, tak lupa Mbah Uti yang selalu menjadi motivasi, dan senantiasa memberi semangat

(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Peningkatan Kemampuan Memahami Pembacaan Cerita pendek pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA N 2 Ungaran”dapat penulis selesaikan. Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih kepada 1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk menyusun skripsi;

2. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kebijakan kepada penulis selama kuliah;

3. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk menyusun skripsi;

4. Sumartini, S.S., M.A. (pembimbing I) dan U‟um Qomariyah, S. Pd., M. Hum. (pembimbing II) yang telah membimbing dengan sabar dan memotivasi sehingga proses penyusunan skripsi ini berjalan lancar;

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan ;

6. Drs. Maikal Soedijarto, Kepala SMA N 2 Ungaran yang telah memberikan izin penelitian;

(7)

vii

8. Siswa kelas XI IPS 1 SMA N 2 Ungaran yang telah bersedia menjadi responden bagi penelitian yang peneliti laksanakan;

9. Keluarga Besar Lab Teater Usmar Ismail yang selalu memberikan dukungan ; 10. Keluarga besar BSI UNNES;

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi, dan doa dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga bantuan dan doa dari semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini mendapat karunia dan kemuliaan dari Allah Swt. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Semarang, 14 September 2015

(8)

viii SARI

Griandani, Olgatiar Rezky. 2015. Peningkatan Kemampuan Memahami Pembacaan Cerita pendek Melalui Model Pembelajaran Berpikir Induktif dengan Media Film Penek pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 2 Ungaran Kabupaten Semarang. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Sumartini, S.S., M.A. dan Pembimbing II: Uum Qomariyah, S.Pd., M.Hum.

Kata kunci: kemampuan memahami pembacaan cerita pendek, model pembelajaran berpikir induktif, media film pendek

Kemampuan memahami pembacaan cerita pendek siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 2 Ungaran masih rendah. Hal tersebut disebabkan siswa kurang berminat mempelajari kompetensi memahami pembacaan cerita pendek. Selain itu, penggunaan model pembelajaran dan media yang kurang menarik semakin mengurangi minat siswa.

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: (1) bagaimana proses pembelajaran memahami pembacaan cerita pendek siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 2 Ungaran selama menggunakan model berpikir induktif dan media film pendek; (2) Bagaimana peningkatan memahami cerita pendek siswa kelas XI IPS 1 SMA N 2 setelah mengikuti pembelajaran memahami cerita pendek melalui model berpikir induktif dengan media film pendek; dan (3) Bagaimana perubahan perilaku siswa kelas XI IPS 1 SMA N 2 Ungaran selama mengikuti pembelajaran memahami cerita pendek melalui model berpikir induktif dengan media film pendek. .

Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas, yaitu siklus I dan siklus II. Tiap siklus terdiri atas perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah kemampuan memahami pembacaan cerita pendek kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Ungaran. Sumber data yang digunakan adalah siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Ungaran dengan jumlah 34 siswa. Dua variabel yang digunakan yaitu kemampuan memahami pembacaan cerita pendek dan variabel model pembelajaran berpikir induktif dengan media film pendek. Pengumpulan data menggunakan teknik tes dan nontes. Tes dilaksanakan dalam tes kemampuan siswa mengapresiasi cerita pendek berupa tes tertulis, sedangkan teknik nontes diterapkan melalui observasi, wawancara, jurnal guru dan siswa, serta dokumentasi foto. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis secara kuantitatif dan kualitatif.

(9)

ix

soal. Kegiatan diskusi tidak dilaksanakan dengan baik pada kegiatan presentasi masih banyak siswa yang tidak memperhatikan teman yang sedang presentasi. Permasalahan tersebut dapat diatasi pada pembelajaran siklus II. Siswa sudah serius dalam memahami pembacaan cerita pendek sehingga siswa tidak lagi menyontek jawaban teman. Siswa juga sudah melaksanakan presentasi dan diskusi dengan baik.

Pada siklus I nilai rata-rata siswa sebesar 67,58 dalam kategori kurang. Nilai rata-rata pada siklus I belum mencapai batas ketuntasan yang telah ditetapkan yaitu 75 pada masing-masing siswa sehingga dilakukan siklus II. Setelah dilaksanakan tindakan siklus II, nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan sebesar 85,5 dalam kategori baik.

Perilaku siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 2 Ungaran dalam pembelajaran memahamami pembacaan cerita pendek melalui model pembelajaran berpikir induktif dengan media film pendek mengalami perubahan ke arah positif. Berdasarkan data hasil nontes siklus I diketahui siswa belum serius memperhatikan penjelasan guru dan memahami pembacaan cerita pendek sehingga siswa kesulitan dalam menjawab soal tentang unsur intrinsik cerita pendek. Pada siklus II siswa mengalami perubahan ke arah yang lebih positif. Siswa menjadi serius dalam memperhatikan penjelasan guru dan menyimak cerita pendek sehingga siswa dapat mengerjakan soal dengan mudah.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran memahami pembacaan cerita pendek melalui model pembelajaran berpikir induktif dengan media film pendek telah dilaksanakan dengan baik sehingga dapat meningkatkan kemampuan memahami pembacaan cerita pendek siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Ungaran dan mengubah perilaku siswa ke arah positif.

(10)

x DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

SARI ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTARTABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR BAGAN ... xxii

DAFTAR DIAGRAM ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Pembatasan Masalah ... 6

1.4 Rumusan Masalah ... 7

(11)

xi

1.6 Manfaat Penelitian ... 8

1.6.1 Manfaat Teoretis ... 8

1.6.2 Manfaat Praktis ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS 2.1 Kajian Pustaka ... 14

2.2 Landasan Teori ... 19

2.2.1 Hakikat Menyimak ... 20

2.2.1.1 Pengertian Menyimak ... 20

2.2.1.2 Tujuan Menyimak ... 21

2.2.1.3 Jenis-Jenis Menyimak ... 22

2.2.1.3.1 Menyimak Ekstensif ... 22

2.2.1.3.2 Menyimak Intensif ... 23

2.2.1.3.3 Menyimak Sosial ... 23

2.2.1.3.4 Menyimak Sekunder ... 24

2.2.1.3.5 Menyimak Estetik/Apresiasi ... 24

2.2.1.3.6 Menyimak Kritis ... 24

2.2.2 Hakikat Cerita Pendek ... 25

2.2.2.1 Pengertian Cerita Pendek ... 25

2.2.2.2 Ciri-Ciri Cerita Pendek ... 27

2.2.2.3 Unsur-Unsur Pembangun Cerita Pendek ... 28

2.2.2.3.1 Tema ... 28

2.2.2.3.2 Alur ... 29

2.2.2.3.3 Tokoh dan Penokohan ... 36

2.2.2.3.4 Latar (Setting) ... 38

2.2.2.3.5 Gaya Bahasa ... 40

2.2.2.3.6 Sudut Pandang ... 41

2.2.2.3.7 Amanat ... 42

(12)

xii

2.2.3.1 Pengertian Menyimak Cerita Pendek ... 42

2.2.3.2 Tahapan Menyimak Cerita Pendek ... 43

2.2.3.3 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menyimak Cerita Pendek .. 44

2.2.4 Hakikat Pembelajaran Menyimak Cerita Pendek ... 45

2.2.4.1 Tujuan Pembelajaran Menyimak Cerita Pendek ... 45

2.2.4.2 Pemilihan Materi Pembelajaran Menyimak Cerita Pendek ... 46

2.2.4.3 Penilaian Pembelajaran Menyimak Cerita Pendek ... 48

2.2.4.3.1 Tes Kemampuan Menyimak Tingkat Ingatan ... 49

2.2.4.3.2 Tes Kemampuan Menyimak Tingkat Pemahaman ... 49

2.2.4.3.3 Tes Kemampuan Menyimak Tingkat Penerapan ... 49

2.2.4.3.4 Tes Kemampuan Menyimak Tingkat Analisis ... 50

2.2.5 Hakikat Model Berpikir Induktif ... 50

2.2.5.1 Pengertian Model Berpikir Induktif ... 50

2.2.5.2 Ciri-Ciri Pembelajaran Model Berpikir Induktif ... 55

2.2.5.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Berpikir Induktif ... 55

2.2.6 Hakikat Media Pembelajaran ... 56

2.2.6.1 Pengertian Media Pembelajaran ... 56

2.2.6.2 Jenis-Jenis Media Pembelajaran ... 57

2.2.6.3 Manfaat Media Pembelajaran ... 59

2.2.6.4 Fungsi Media Pembelajaran ... 61

2.2.7 Film... 63

2.2.7.1 Pengertian Film ... 63

2.2.7.2 Manfaat Film ... 65

2.2.8 Hakikat Film Pendek ... 66

2.2.9 Penerapan Model Berpikir Induktif dengan Media Film Pendek dalam Pembelajaran Memahami Cerita Pendek ... 68

2.2.10 Kerangka Berpikir ... 71

(13)

xiii BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ... 73

3.1.1 Desain Tindakan Siklus I... 75

3.1.1.1 Perencanaan Siklus I... 75

3.1.1.2 Tindakan Siklus I ... 76

3.1.1.3 Observasi Siklus I ... 77

3.1.1.4 Refleksi Siklus I ... 79

3.1.2 Proses Tindakan Siklus II ... 79

3.1.2.1 Perencanaan Siklus II ... 80

3.1.2.2 Tindakan Siklus II ... 80

3.1.2.3 Observasi Siklus II ... 83

3.1.2.4 Refleksi Siklus II ... 84

3.2 Subjek Penelitian ... 84

3.3 Variabel Penelitian ... 85

3.3.1 Variabel Terikat ... 85

3.3.2 Variabel Bebas... 86

3.4 Indikator Kinerja ... 87

3.4.1 Indikator Kuantitatif ... 87

3.4.2 Indikator Kualitatif ... 88

3.5 Instrumen Penelitian ... 89

3.5.1 Instrumen Tes ... 89

3.5.2 Instrumen Nontes... 96

3.5.1.2 Lembar Observasi ... 98

3.5.2.2 Pedoman Wawancara ... 99

3.5.2.3 Pedoman Jurnal ... 100

3.5.2.4 Pedoman Dokumentasi Foto... 101

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 101

3.6.1 Teknik Tes ... 101

(14)

xiv

3.6.2.1 Observasi ... 102

3.6.2.2 Wawancara ... 103

3.6.2.3 Jurnal ... 103

3.6.2.4 Dokumentasi Foto ... 104

3.7 Teknik Analisis Data ... 104

3.7.1 Teknik Kuantitatif ... 105

3.7.2 Teknik Kualitatif ... 106

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 107

4.1.1 Hasil Penelitian Siklus I ... 107

4.1.1.1 Proses Pembelajaran Memahami Pembacaan Cerita Pendek Melalui Model Berpikir Induktif dengan Media Film Pendek... 108

4.1.1.1.1 Proses Penumbuhan Antusias Siswa untuk Memperhatikan Penjelasan Guru dan Memahami Pembacaan Cerita Pendek Siklus I ... 110

4.1.1.1.2 Proses Memahami Pembacaan Cerita Pendek sehingga Siswa Mampu Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Cerpen dengan Baik Siklus I ... 112

4.1.1.1.3 Kondusifnya Proses Diskusi untuk Menentukan Unsur Intrinsik Sikus I ... 114

4.1.1.1.4 Kondusifnya Kondisi Siswa Saat Memaparkan Hasil Diskusi Memahami Pembacaan Cerita Pendek di Depan Teman Satu Kelas dan Guru Siklus I ... 115

4.1.1.1.5 Kondusifnya Suasana Saat Kegiatan Refleksi pada Akhir Pembelajaran Siklus I ... 116

(15)

xv

4.1.1.2.1 Hasil Tes Aspek Jenis Latar Cerita Pendek Siklus I ... 120

4.1.1.2.2 Hasil Tes Aspek Tokoh Utama Cerita Pendek Siklus I ... 121

4.1.1.2.3 Hasil Tes Aspek Watak Tokoh Utama Siklus I ... 122

4.1.1.2.4 Hasil Tes Aspek Cara Penggambaran Tokoh Utama Siklus I ... 123

4.1.1.2.5 Hasil Tes Aspek Jenis Alur Siklus I ... 124

4.1.1.2.6 Hasil Tes Aspek Konflik Cerita Pendek Siklus I ... 126

4.1.1.2.7 Hasil Tes Aspek Klimaks Cerita Pendek Siklus I ... 127

4.1.1.3 Hasil perubahan Perilaku Siswa dalam Pembelajaran Memahami Cerita Pendek melalui Model Berpikir Induktif dengan Media Film Pendek Siklus I ... 128

4.1.1.3.1 Keantusiasan Siswa Saat Mengikuti Proses Pembelajaran Siklus I . 129 4.1.1.3.2 Keaktifan Siswa dalam Merespon, Bertanya, dan Menjawab Pertanyaan yang Disampaikan oleh Guru Siklus I ... 131

4.1.1.3.3 Kedisiplinan Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran dan terhadap Tugas yang Diberikan oleh Guru Siklus I ... 133

4.1.1.3.4 Kemampuan Bekerja sama dan Berbagi dalam Kegiatan Kelompok maupun dengan Peneliti Siklus I ... 134

4.1.1.3.5 Keberanian dan Kepercayaan Diri Siswa untuk Mendemonstrasikan Hasil Diskusi Kelompok mengenai Memahami Cerita Pendek di Depan Temen Satu Kelas Siklus I ... 135

4.1.1.4 Refleksi Siklus I ... 136

4.1.2 Hasil Penelitian Siklus II ... 143

4.1.2.1 Hasil Proses Pembelajaran Memahami Pembacaan Cerita Pendek melalui Model Pembelajaran Berpikir Induktif dengan Mdia Film Pendek Siklus 2 ... 145

(16)

xvi

4.1.2.1.2 Proses Memahami Pembacaan Cerita Pendek sehingga

Siswa Mampu Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Cerita Pendek

dengan Baik Siklus II ... 149

4.1.2.1.3 Kondusifnya Proses Diskusi dalam Menenetukan Unsur Intrinsik Siklus II ... 150

4.1.2.1.4 Kondusifnya Kondisi Siswa saat Memaparkan Hasil Diskusi Memahami Pembacaan Cerita Pendek di Depan Teman Satu Kelas dan Guru ... 152

4.1.2.1.5 Kondusifnya Suasana Saat Kegiatan Refleksi pada Akhir Pembelajaran Siklus II ... 153

4.1.2.2 Hasil Peningkatan Kemampuan Memahami Pembacaan Cerita Pendek melalui Model Pembelajaran Berpikir Induktif dengan Media Film Pendek ... 155

4.1.2.2.1 Hasil Tes Aspek Jenis Latar Cerita Pendek Siklus II ... 159

4.1.2.2.2 Hasil Tes Aspek Tokoh Utama Cerita Pendek Siklus II ... 160

4.1.2.2.3 Hasil Tes Aspek Watak Tokoh Utama Siklus II ... 161

4.1.2.2.4 Hasil Tes Aspek Cara Penggambaran Tokoh Utama Siklus II... 162

4.1.2.2.5 Hasil Tes Aspek Jenis Alur Siklus II ... 163

4.1.2.2.6 Hasil Tes Aspek Konflik Cerita Pendek Siklus II ... 165

4.1.2.2.7 Hasil Tes Aspek Klimaks Cerita Pendek Siklus II ... 166

4.1.2.3 Hasil Perubahan Perilaku Siswa dalam Pembelajaran Memahami Pembacaan Cerita Pendek melalui Model Berpikir Induktif dengan Media Film Pendek ... 167

4.1.2.3.1 Keantusiasan Siswa Saat Mengikuti Proses Pembelajaran ... 168

4.1.2.3.2 Keaktifan Siswa dalam Merespon, Bertanya, dan Menjawab Pertanyaan yang Disampaikan oleh Guru ... 170

(17)

xvii

4.1.2.3.4 Kemampuan Bekerja sama dan Berbagi dalam

Kegiatan Diskusi Kelompok maupun dengan Peneliti ... 174 4.1.2.3.5 Keberanian dan Kepercayaan Diri Siswa untuk

Mendemonstrasikan Hasil Diskusi Kelompok mengenai Memahami Pembacaan Cerita Pendek di Depan Teman

Satu Kelas ... 175 4.1.2.4 Refleksi Hasil Siklus II ... 176 4.2 Pembahasan ... 177 4.2.1 Proses Pembelajaran Memahami Pembacaan Cerita Pendek

melalui Model Berpikir Induktif dengan Media Film Pendek ... 180 4.2.1.1 Proses Penumbuhan Antusias Siswa untuk Memperhatikan

Penjelasan Guru ... 183 4.2.1.2 Proses Memahami Pembacaan Cerita Pendek sehingga Siswa

Mampu menentukan Unsur Intrinsik Cerita Pendek dengan Baik ... 186 4.2.1.3 Kondusifnya Proses Diskusi untuk Menentukan Unsur Intrinsik

Cerita Pendek... 188 4.2.1.4 Kondusifnya Kondisi Siswa Saat Memaparkan Hasil

Diskusi Memahami Pembacaan Cerita Pendek di Depan Teman

Satu Kelas ... 190 4.2.1.5 Kondusifnya Suasana Saat Kegiatan Refleksi pada Akhir

Pembelajaran ... 191 4.2.2 Peningkatan Kemampuan Memahami Pembacaan Cerita

Pendek melalui Model Berpikir Induktif dengan Media Film

Pendek Siklus I dan Siklus II... 193 4.2.3 Perubahan Perilaku Siswa dalam Pembelajaran Memahami

Pembacaan Cerita Pendek melalui Model Berpikir Induktif

(18)

xviii

4.2.3.2 Keaktifan Siwa dalam Merespon, Bertanya, dan Menjawab

Pertanyaan yang Disampaikan oleh Guru ... 200

4.2.3.3 Kedisiplinan Siswa dalam Pembelajaran dan terhadap Tugas yang Diberikan oleh Guru ... 202

4.2.3.4 Kemampuan Bekerja Sama dan Berbagi dalam Kegiatan Diskusi Kelompok maupun dengan Peneliti ... 204

4.2.3.5 Keberanian dan Kepercayaan Diri Siswa untuk Mendemonstrasikan Hasil Diskusi Kelompok mengenai Memahami Pembacaan Cerita Pendek di Depan Teman Satu Kelas ... 206

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 209

5.2 Saran ... 211

DAFTAR PUSTAKA ... 212

(19)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahapan Model Berpikir Induktif ... 52

Tabel 2.2 Langkah-langkah Penerapan Pembelajaran Memahami Pembacaan Cerita Pendek melalui Model Berpikir Induktif dengan Media Film Pendek ... 69

Tabel 3.1 Parameter Tingkat Keberhasilan Siswa ... 88

Tabel 3.2 Pedoman Penilaian ... 90

Tabel 3.3 Rubrik penilaian Memahami Pembacaan Cerita Pendek ... 91

Tabel 3.4 Kategori Penilaian Tes Kemampuan Memahami Pembacaan Cerita Pendek ... 96

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Instrumen Nontes ... 97

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Proses Pemebelajaran Memahami Pembacaan Cerita Pendek Siklus I ... 107

Tabel 4.2 Hasil Tes Kemampuan Memahami Pembacaan Cerita Pendek Siklus I ... 116

Tabel 4.3 Nilai Rata-Rata Siswa Tiap Aspek dalam Tes Memahami Pembacaan Cerita Pendek Siklus I ... 118

Tabel 4.4 Hasil Tes Memahami Pembacaan Cerita Pendek Aspek Latar Cerita Pendek Siklus I ... 119

Tabel 4.5 Hasil Tes Memahami Pembacaan Cerita Pendek Aspek Tokoh Utama Siklus I ... 120

Tabel 4.6 Hasil Tes Memahami Pembacaan Cerita Pendek Aspek Watak Tokoh Utama Siklus I ... 121

Tabel 4.7 Hasil Tes Memahami Pembacaan Cerita Pendek Aspek Cara Penggam Tokoh Utama Siklus I ... 121

(20)

xx

Tabel 4.9 Hasil Tes Memahami Cerita Pendek Aspek Konflik Cerita

Pendek Siklus I ... 124 Tabel 4.10 Hasil Tes Memahami Pembacaan Cerita Pendek Aspek

Klimaks Cerita Pendek Siklus ... 126 Tabel 4.11 Hasil Observasi Perubahan Perilaku Siswa Siklus I... 127 Tabel 4.12 Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran Memahami Pembacaan

Cerita Pendek Siklus I ... 144 Tabel 4.13 Hasil Tes Kemampuan Memahami Cerita Pendek Siklus II ... 154 Tabel 4.14 Nilai Rata-Rata Siswa tiap Aspek dalam Tes Memahami

Pembacaan Cerita Pendek Siklus II ... 156 Tabel 4.15 Hasil Teks Kemampuan Memahami Pembacaan Cerita Pendek

Aspek Jenis Latar Siklus II ... 157 Tabel 4.16 Hasil Teks Memahami Pembacaaan Cerita Pendek Aspek

Tokoh utama Siklus II ... 158 Tabel 4.17 Hasil Tes Memahami Pembacaan Cerita Pendek Aspek

Watak Tokoh Utama Siklus II ... 159 Tabel 4.18 Hasil Tes Memahami Pembacaan Cerita Pendek Aspek

Cara Penggambaran Tokoh Utama Siklus II ... 160 Tabel 4.19 Hasil Tes Memahami Pembacaan Cerita Pendek Aspek

Jenis Alur Siklus II ... 162 Tabel 4.20 Hasil Tes Memahami Cerita Pendek Aspek Konflik

Cerita Pendek Siklus II ... 163 Tabel 4.21 Hasil Tes Memahami Pembacaan Cerita Pendek Aspek

Klimaks Cerita Pendek Siklus II ... 164 Tabel 4.22 Hasil Observasi Perubahan Perilaku Siswa Siklus II ... 165 Tabel 4.23 Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran Memahami Pembacaan

Cerita Pendek Siklus I dan Siklus II ... 178 Tabel 4.24 Hasil Tes Kemampuan Memahami Pembacaan Cerita Pendek

(21)

xxi

Tabel 4.25 Perubahan Perilaku Siswa dalam Pembelajaran Memahami

(22)

xxii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Proses Penumbuhan Antusias Siswa untuk Memperhatikan Penjalasan Guru dan Memahami Pembacaan Cerita Pendek

Siklus I ... 110 Gambar 4.2 Proses Memahami Pembacaan Cerita Pendek sehingga Siswa

Mampu Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Cerita Pendek

dengan Baik Siklus I ... 112 Gambar 4.3 Proses Diskusi Menentukan Unsur Intrinsik Cerita Pendek

Siklus I ... 113 Gambar 4.4 Kondisi Siswa Saat Memaparkan Hasil Diskusi Memahami

Pembacaan Cerita Pendek di Depan Teman Satu Kelas dan

Guru Siklus I... 114 Gambar 4.5 Suasana Saat Kegiatan Refleksi Siklus I ... 115 Gambar 4.6 Keantusiasan Siswa Saat Mengikuti Proses Pembelajaran

Siklus I ... 129 Gambar 4.7 Keaktifan Siswa dalam Merespon, Bertanya, dan Menjawab

Pertanyaan yang disampaikan Guru Siklus I ... 130 Gambar 4.8 Kedisiplinan Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran dan terhadap

Tugas yang Diberikan oleh Guru Siklus I ... 132 Gambar 4.9 Kemampuan Bekerja Sama dan Berbagi dalam

Kegiatan Diskusi Kelompok maupun dengan Peneliti Siklus I... 133 Gambar 4.10 Keberanian dan Kepercayaan Diri Siswa untuk

Mendemonstrasikan Hasil Diskusi Kelompok mengenai Memahami Cerita Pendek di Depan Temen Satu Kelas

(23)

xxiii

Gambar 4.12 Proses Memahami Pembacaan Cerita Pendek sehingga Siswa Mampu Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Cerita Pendek

dengan Baik Siklus II ... 149 Gambar 4.13 Proses Diskusi Menentukan Unsur Intrinsik Cerita Pendek

Siklus II ... 150 Gambar 4.14 Proses Memaparkan Hasil Diskusi Siklus II ... 151 Gambar 4.15 Kegiatan Refleksi Pembelajaran Siklus II ... 153 Gambar 4.16 Keantusiasan Siswa saat Mengikuti Proses Pembelajaran

Siklus II ... 168 Gambar 4.17 Keaktifan Siswa dalam Merespon, Bertanya, dan Menjawab

Pertanyaan yang disampaikan Guru Siklus II ... 169 Gambar 4.18 Kedisiplinan Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran dan terhadap

Tugas yang Diberikan oleh Guru Siklus II ... 171 Gambar 4.19 Kemampuan Bekerja Sama dan Berbagi dalam Kegiatan Diskusi

Kelompok maupun dengan Peneliti Siklus II ... 172 Gambar 4.20 Keberanian dan Kepercayaan Diri Siswa untuk

Mendemonstrasikan Hasil Diskusi Kelompok mengenai Memahami Cerita Pendek di Depan Temen Satu Kelas

Siklus II ... 174 Gambar 4.21 Proses Penumbuhan Antusias Siswa untuk Memperhatikan

Penjalasan Guru dan Memahami Pembacaan Cerita Pendek

Siklus I dan Siklus II ... 183 Gambar 4.22 Proses Memahami Pembacaan Cerita Pendek sehingga Siswa

Mampu Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Cerita Pendek

dengan Baik Siklus I dan Siklus II ... 185 Gambar 4.23 Proses Diskusi Menentukan Unsur Intrinsik Cerita Pendek

(24)

xxiv

Gambar 4.24 Kondisi Siswa Saat Memaparkan Hasil Diskusi Memahami Pembacaan Cerita Pendek di Depan Teman Satu Kelas dan

Guru Siklus I dan Siklus II ... 189 Gambar 4.25 Suasana Saat Kegiatan Refleksi Siklus I ... 191 Gambar 4.26 Keantusiasan Siswa saat Mengikuti Proses Pembelajaran

Siklus I dan Siklus II ... 198 Gambar 4.27 Keaktifan Siswa dalam Merespon, Bertanya, dan Menjawab

Pertanyaan yang disampaikan Guru Siklus I dan Siklus II ... 200 Gambar 4.28 Kedisiplinan Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran dan terhadap Tugas yang Diberikan oleh Guru Siklus I dan Siklus II ... 202 Gambar 4.29 Kemampuan Bekerja Sama dan Berbagi dalam

Kegiatan Diskusi Kelompok maupun dengan Peneliti Siklus I dan Siklus II ... 203 Gambar 4.30 Keberanian dan Kepercayaan Diri Siswa untuk

Mendemonstrasikan Hasil Diskusi Kelompok mengenai Memahami Cerita Pendek di Depan Temen Satu Kelas

(25)

xxv

DAFTAR BAGAN

(26)

xxvi

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1 Hasil Tes Memahami Pembacaan Cerpen Siklus I ... 118 Diagram 2 Hasil Tes Memahami Pembacaan Cerpen Siklus II ... 157 Diagram 3 Peningkatan Proses Pembelajaran Memahami

Pembacaan Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 182 Diagram 4 Peningkatan Rata-Rata Kemampuan Memahami Pembacaan

Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 195 Diagram 5 Perubahan Perilaku Siswa pada Pembelajaran Memahami

(27)

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN

(28)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Kompetensi memahami pembacaan cerita pendekdi SMA merupakan salah satu kegiatan mengapresiasi karya sastra secara sungguh-sungguh dan menyeluruh. Hal tersebut bertujuan agar siswa dapat mengasah daya kreatif, konsentrasi, dan keakuratan penilaian siswa terhadap karya sastra. Pembelajaran sastra mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi watak, kepribadian, memperluas wawasan kehidupan serta meningkatkan pengetahuan kemampuan siswa dalam bidang sastra. Dengan pembelajaran sastra, maka siswa dapat mengenal dan menikmati sastra. Mengikutsertakan pembelajaran sastra ke dalam kurikulum berarti membantu siswa berlatih ketrampilan membaca, menyimak, menulis, dan berbicara yang masing-masing mempunyai hubungan sangat erat.

(29)

mendengarkan. Mendengarkan memiliki unsur makna mendengar karena orang mendengarkan menggunakan alat yang sama dengan mendengarkan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Perbedaannya terdapat pada tingkat kesadaran seseorang melakukan kegiatan atau perbuatan. Jika kegiatan mendengar dilakukan dengan tidak sengaja, maka kegiatan mendengarkan dilakukan dengan sengaja atau terencana.

Menurut Suharianto (2005:4) dalam pembelajaran sastra kita harus memahami salah satu ciri khas dari sebuah karya sastra itu sendiri yaitu karya sastra bersifat imajinatif, maksudnya karya sastra itu mampu menimbulkan citra atau bayangan-bayangan tertentu di dalam benak penikmatnya. Apresiasi karya sastra merupakan kompetensi yang bermula dari latihan menyimak.

Menyimak memiliki kandungan makna yang lebih spesifik lagi apabila dibandingkan dengan kedua istilah sebelumnya. Pada umumnya, kegiatan menyimak dapat dilakukan oleh seseorang dengan bunyi bahasa sasarannya, sedangkan mendengar dan mendengarkan sasaran yang dapat didengar bunyinya. Itulah salah satu ciri khas yang ada dalam kegiatan menyimak. Selain hal tersebut, kegiatan menyimak dilakukan dengan sengaja dan usaha untuk memahami atau menikmati apa yang disimak. Tarigan (1990) menyatakan bahwa hakikat menyimak adalah mendengarkan dan memahami isi bahan simakan. Kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan kemampuan memahami siswa secara keseluruhan.

(30)

koridor pembelajaran berbahasa di sekolah, khususnya pembelajaran keterampilan menyimak. Dalam kurikulum 2006, kemampuan memahami pembacaan cerita pendektercantum secara implisit pada kegiatan-kegiatan pembelajaran.

Desain kurikulum 2006 menjadikan kompetensi memahami menjadi sangat penting dan strategis. Pada jenjang SMA kelas XI terdapat Standar Kompetensi memahami pembacaan cerita pendek. Standar kompetensi tersebut dijabarkan dalam kompetensi dasar 13.1, yaitu mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerita pendek yang dibacakan. Kompetensi 13.1 tersebut yang akan menjadi objek kajian penelitian. Hal tersebut disebabkan pada kenyataan dalam pelaksanaan pembelajaran kemampuan memahami pembacaan cerita pendekmasih terdapat kendala. Kendala tersebut antara lain kurangnya inovasi pembelajaran, tidak ada ketertarikan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya memahami cerita pendek, dan kurangnya pemahaman siswa dalam memahami pembacaan cerita pendek.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru mata pelajaran bahasa Indonesia kelas XI di SMA N 2 Ungaran, kemampuan memahami pembacaan cerita pendek siswa kelas XI SMA N 2 Ungaran masih memiliki kesulitan sehingga nilai siswa belum optimal. Terbukti dari 34 siswa, hanya delapan siswa yang mampu mencapai kriteria ketuntasan minimal dengan skor 75. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi siswa dalam memahami pembacaan cerita pendek belum optimal.

(31)

yaitu (1) mengembangkan keterampilan berfikir siswa; (2) siswa akan bebas terlibat dalam sebuah karya sastra; 3) siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran; (4) dapat menguasai topik-topik yang dibicarakan karena adanya tukar pendapat antara siswa sehingga terdapat kesimpulan akhir; (5) tercipta suasana kelas yang hidup.

Media yang tepat untuk mendukung proses memahami pembacaan cerita pendekakan lebih mudah dengan alat bantu berupa media film pendek. Media film pendek merupakan media yang inovatif dan menarik dalam pembelajaran khususnya kompetensi memahami pembacaan cerita pendek. Oleh sebab itu, setelah siswa mamahami sebuah cerita pendek yang ditayangkan, siswa juga mengulas kembali isi cerita pendek untuk menemukan alur, penokohan, dan latar dengan acuan sebuah tayangan film pendek. Melalui media film pendek, siswa akan diajak berpikir bahwa memahami pembacaan cerita pendek adalah kegiatan yang menyenangkan dan akan memberikan pengalaman yang lebih menarik.

(32)

positif kepada siswa sehingga siswa lebih tertarik dan lebih teliti dalam proses pembelajaran memahami cerita pendek.

1.2Identifikasi Masalah

Ulangan harian pertama adalah ulangan yang diselenggarakan untuk mengukur tingkat kelulusan siswa dalam menguasai materi pembelajaran. Hasil ulangan ini menunjukkan bahwa kemampuan memahami pembacaan cerita pendek siswa kelas XI SMA N 2 Ungaran belum optimal. Terbukti dari 34 siswa, hanya delapan siswa yang mampu mencapai kriteria ketuntasan minimal dengan skor 75. Hal ini disebabkan oleh faktor siswa dan guru.

Kurangnya kemampuan memahami pembacaan cerita pendekyang berasal dari siswa antara lain; 1) siswa belum konsentrasi saat memahami sebuah cerita pendek yang dibacakan guru, 2) siswa belum mampu mengidentifikasi pokok-pokok cerita pendek, 3) siswa cepat merasa jenuh dengan cerita pendek yang panjang, 4) setelah memahami cerita pendek, siswa sulit menyimpulkan cerita pendek, 5) siswa masih kurang teliti dalam mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerita pendek.

(33)

1.3Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan dapat dijadikan sebagai dasar pembatasan masalah pada siswa dan guru dalam proses pembelajaran memahami pembacaan cerita pendek di kelas yang meliputi; 1) siswa belum konsentrasi saat memahami sebuah cerita pendek, 2) siswa belum mampu mengidentifikasi pokok-pokok cerita pendek, 3) siswa cepat merasa jenuh dengan cerita pendek, 4) setelah memahami isi cerita pendek, siswa sulit menyimpulkan cerita pendek, 5) siswa masih kurang teliti dalam mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerita pendek. Untuk mengatasi permasalahan yang dialami siswa dalam proses pembelajaran, peneliti memfokuskan pada peneraan model erpiir induktif dan penggunaan media film pendek agar siwa tidak mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran memahmi pembacan cerita pendek.

(34)

1.4Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah yang diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana proses pembelajaran memahami pembacaan cerita pendekpada siswa kelas XI IPS 1 SMA N 2 Ungaran selama menggunakan model berpikir induktif dengan media film pendek?

2. Bagaimana peningkatan memahami pembacaan cerita pendeksiswa kelas XI IPS 1 SMA N 2 setelah mengikuti pembelajaran memahami pembacaan cerita pendekmelalui model berpikir induktif dengan media film pendek?

3. Bagaimana perubahan perilaku siswa kelas XI IPS 1 SMA N 2 Ungaran selama mengikuti pembelajaran memahami pembacaan cerita pendekmelalui model berpikir induktif dengan media film pendek ?

1.5Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang dapat dicapai melalui penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut.

1. Memaparkan proses pembelajaran pada siswa kelas XI IPS 1 SMA N 2 Ungaran selama mengikuti pembelajaran memahami pembacaan cerita pendekmelalui model berpikir induktif dengan media film pendek.

(35)

memahami pembacaan cerita pendek melalui model berpikir induktif dengan media film pendek.

3. Mendeskripsikan perubahan perilaku pada siswa kelas XI SMA N 2 Ungaran selama mengikuti pembelajaran memahami pembacaan cerita pendekmelalui model berpikir induktif dengan media film pendek .

1.6Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas yang menerangkan model berpikir induktif dan media film pendek pada siswa kelas XI SMA N 2 Ungaran ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoretis maupun praktis.

1.6.1 Manfaat Teoretis

(36)

1.6.2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi guru, siswa, dan sekolah. Bagi seorang guru, penelitian ini bermanfaat untuk menambah informasi mengenai pembelajaran inovatif dalam keterampilan memahami cerita pendek. Terutama mengenai pemanfaatan model dan media pembelajaran yang mampu menunjang kegiatan belajar mengajar. melalui model berpikir induktif dan media film pendek guru akan lebih mudah dalam menyampaikan materi serta mampu memberi stimulus kepada siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan antusias.

Bagi siswa, penelitian ini akan memberikan solusi serta mempermudah pembelajaran memahami pembacaan cerita pendekyang sebelumnya dirasakan sulit. Secara spesifik penelitian ini diharapkan mampu 1) mengarahkan siswa agar mempunyai kemampuan yg lebih baik dalam memahami cerita pendek; 2) memudahkan siswa dalam menemukan alur, penokohan, dan latar dari cerita pendek; 3) membuat siswa lebih merasa senang dalam pembelajaran kemampuan memahami cerita pendek; dan 4) memudahkan siswa dalam penyusunan simpulan dari cerita pendek yang dipahami. Dengan demikian, pembelajaran memahami pembacaan cerita pendekakan lebih menyenangkan dan dapat mencapai kompetensi yang diharapkan.

(37)
(38)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS 2.1 Kajian Pustaka

Keterampilan memahami banyak dilakukan dengan memanfaatkan teknik, metode, strategi, model, maupun media yang bermacam-macam sebagai upaya meningkatkan kemampuan memahami cerita pendek siswa. Berbagai penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain: Kasper (1997), Erkaya (2005), Nisaa‟ (2010), Haryoko (2010), dan Ratnaningsih (2013),

Kasper (1997) dalam penelitiannya berjudul “Teaching the Short Story "Flowers for Algernon," to College-Level ESL Students” menggunakan pendekatan berbasis multimedia kelas yang teruji mampu meningkatkan pembelajaran cerita pendek yang berjudul “Flowers for Algernon” oleh Daniel

Keyes. Penelitian tersebut menggunakan media audiovisual, yaitu kaset dan video untuk membantu pembelajaran dengan membuat materi pelajaran lebih konkret untuk peserta didik, sehingga memfasilitasi pemahaman peserta didik terhadap pembelajaran. Melalui pendekatan tersebut, dihasilkan perilaku yang sangat positif pada peserta didik. Pendekatan berbasis multimedia melatih peserta didik untuk menggunakan bahasa Inggris dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka serta untuk memperluas pengetahuan tentang kosakata bahasa Inggris.Peserta didik termotivasi tidak hanya dalam kegiatan menulis, tetapi juga dalam berbicara di kelas karena mereka telah berlatih kosakata yang mereka butuhkan untuk mengekspresikan ide-ide mereka.

(39)

digunakan. Kasper (1997) dan peneliti meneliti tentang pembelajaran cerita pendek menggunakan media audiovisual berupa film pendek, sedangkan perbedaannya adalah teknik dan model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian. Kasper (1997) meneliti pembelajaran cerita pendek menggunakan pendekatan berbasis multimedia kelas pada peserta didik ESL yaitu mahapeserta didik The City University dengan perbaikan program English, sedangkan penelitian peneliti meneliti peningkatan keterampilan menyimak cerita pendek menggunakan model berpikir induktif pada peserta didik kelas XI SMA Negeri 2 Ungaran Kabupaten Semarang.

Erkaya (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Benefits of Using Short Stories in the EFL Context menunjukkan bahwa para peneliti menganjurkan untuk menggunakan cerita pendek dalam pengajaran bahasa. Guru-guru telah menyadari bahwa sastra dapat digunakan untuk peningkatan keterampilan berbahasa dan juga sebagai pelengkap dalam mengajar. Scher (dalam Erkaya 2005:2) menyatakan bahwa siswa pada level awal dan menengah, guru dapat menggunakan teks sastra dalam “belajar bahasa, keterampilan berbahasa, dan mungkin juga dalam pengertian keindahan”.

(40)

Relevansi penelitian Erkaya dengan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti peningkatan keterampilan berbahasa mengenai cerita pendek dalam pengajaran bahasa. Pada penelitian ini yang ditingkatkan yaitu keterampilan menyimak, keterampilan menyimak lebih efektif digunakan dalam pembelajaran terutama memahami cerita pendek karena memberikan motivasi yang tertanam dalam cerita pendek. Selain itu, dengan cerita pendek, guru dapat mengajar sastra, budaya, dan pola berpikir tingkat tinggi agar dapat meningkatkan kemampuan memahami cerita pendek yang dilakukan siswa.

Salah satu penelitian yang menginspirasi penggunaan media dalam peningkatan kemampuan memahami pembacaan cerita pendek pada penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Nisaa‟ (2010) dengan judul “Peningkatan Keterampilan Menyimak Cerpen Melalui Media Audiovisual dengan Teknik Dengar Catat dan Pendekatan Game Simulasion pada Peserta didik Kelas VII A SMP NU Kajen Kabupaten Pekalongan”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa

keterampilan menyimak cerpen pada peserta didik kelas VII A SMP NU Kajen mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut terjadi pada pratindakan, siklus I, dan siklus II setelah diterapkan pembelajaran dengan media audiovisual dengan teknik dengar catat dan pendekatan game simulasion yang diberikan guru sehingga peserta didik termotivasi untuk menyimak cerpen.

(41)

catat dan pendekatan game simulasion ini juga diikuti oleh perubahan perilaku peserta didik VII A SMP NU Kajen Kabupaten Pekalongan setelah mengikuti pembelajaran menggunakan teknik dengar catat dan pendekatan game simulasion. Hal ini dapat dilihat pada siklus II, peserta didik lebih bersemangat dan tampak bergairah dalam mengikuti pembelajaran.

Relevansi penelitian Nisaa‟ (2010) dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah terletak pada media pembelajaran dan kompetensi yang digunakan, yaitu media audiovisual untuk kompetensi menyimak cerita pendek. Perbedaan penelitian yang dilakukan Nisaa‟ (2010) dengan penelitian ini adalah teknik pembelajaran, dan pendekatan yang diterapkan. Pada penelitian ini berupaya untuk meningkatkan keterampilan memahami pembacaan cerpen melalui model berpikir induktif, sedangkan penelitian Nisaa‟ (2010) berupaya untuk memadukan teknik dengar catat dan pendekatan game simulasion untuk meningkatkan keterampilan menyimak cerpen.

Selanjutnya, Retnaningsih (2013) dalam penelitiannya berjudul Peningkatan Keterampilan Menyimak Dongeng Menggunakan Media Audio

dengan Strategi Membangkitkan Rasa Ingin Tahu pada Siswa Kelas VIIA SMP N

(42)

siklus II terdapat peningkatan sebesar 18%. Peningkatan nilai rata-rata pada tes siklus II juga diikuti dengan perubahan perilaku negatif siswa menjadi perilaku positif. Pada siklus II siswa lebih tertarik dan merasa senang dengan pembelajaran menyimak dongeng melalui media audio dan strategi membangkitkan rasa ingin tahu.

Relevansi penelitian Retnaningsih (2013) dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah terletak pada keterampilan berbahasa yang diteliti yaitu menyimak dan media pembelajaran yang digunakan yaitu media audiovisual. Perbedaan penelitian Retnaniningsih (2013) dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada keterampilan yang akan ditingkatkan yaitu Retnaningsih (2013) berusaha meningkatkan keterampilan menyimak dongeng dan peneliti berusaha meningkatkan keterampilan menyimak cerita pendek.

(43)

Hasil penelitian Haryoko ini menjadi salah satu acuan pemilihan bentuk film pendek yang termasuk media audio-visual, sebagai media yang akan digunakan dalam kompetensi memahami cerita pendek.

Setelah membaca dan menelaah beberapa penelitian tersebut, dapat ditarik simpulan bahwa penelitian yang menggunakan model berpikir induktif dengan media film pendek belum pernah dilakukan. Pada penelitian ini, penerapan model berpikir induktif dalam pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

memahami cerita pendek pada siswa. Selain itu, media audio visual, khususnya film pendek sangat cocok apabila diaplikasikan untuk pembelajaran memahami cerita pendek. Hal tersebut disebabkan media film pendek merupakan salah satu media audio-visual yang terbukti dapat memberi stimulus positif terhadap siswa dalam pemahaman dan pembelajaran.

2.2 Landasan Teori

(44)

2.2.1 Hakikat Menyimak

Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengertian menyimak, tujuan menyimak, dan jenis-jenis menyimak.

2.2.1.1 Pengertian Menyimak

Keterampilan menyimak merupakan salah satu kemampuan memahami pesan yang disampaikan melalui bahasa lisan. Kegiatan menyimak dilakukan secara sengaja atau terencana serta ada usaha untuk memahami cerita pendek. Senada dengan pendapat Tarigan (dalam Saddhono dan Slamet, 2012:11) bahwa hakikat menyimak adalah kegiatan memahami isi bahan simakan.

Pengertian keterampilan menyimak juga dikemukakan Henry Guntur Tarigan (1983: 19) menjelaskan menyimak merupakan suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang tidak disampaikan oleh pembicara melalui ujian atau bahasa lisan. Jadi, kegiatan menyimak merupakan kegiatan yang disengaja, direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu yang menimbulkan aktivitas berpikir dalam menyimak.

(45)

(1) latar belakang pengetahuan penyimak; (2) susunan informasi yang kurang kronologis; (3) kelengkapan dan kejelasan informasi; (4) pembicaraan dalam cerita pendek yang menggunakan kata ganti lebih sulit dipahami daripada menggunakan kata benda; (5) sesuatu yang dideskripsikan dalam cerita pendek yang disimak mengandung hubungan statis ataukah hubungan dinamis.

Dari uraian tersebut dapat ditarik simpulan bahwa menyimak adalah kegiatan mendengarkan lambang-lambang bunyi bahasa yang dilakukan dengan sengaja dan penuh perhatian disertai pemahaman dan apresiasi untuk memperoleh pesan, informasi, menangkap isi, dan merespon makna yang terkandung di dalamnya.

2.2.1.2 Tujuan Menyimak

(46)

(7) menyimak untuk memecahkan masalah, (8) menyimak untuk meyakinkan pemikiran terhadap suatu masalah.

Senada dengan pendapat tersebut, Gary T. Hunt (dalam Saddhono dan Slamet, 2012:13-14) menyebutkan tujuan menyimak sebagai berikut: (a) untuk memperoleh informasi yang bersangkut paut dengan pekerjaan, (b) agar menjadi lebih efektif dalam hubungan antarpribadi dalam kehidupan sehari-hari, (c) untuk mengumpulkan data agar dapat membuat kesimpulan yang masuk akal, dan (d) agar dapat memberikan respon yang tepat terhadap bahan simakan.

Berdasarkan uraian tujuan menyimak tersebut, maka dapat ditarik simpulan, tujuan menyimak adalah proses untuk memperoleh informasi, menangkap isi serta memahami makna komunikasi yang disampaikan oleh pembicara melalaui ujaran.

2.2.1.3Jenis–Jenis Menyimak

Pengelompokan kegiatan menyimak dapat menjadi acuan penggunaan jenis menyimak yang sesuai dengan tujuan kegiatan menyimak. Misalnya menyimak intensif untuk kegiatan belajar atau penilaian dan menyimak ekstensif untuk kepentingan hiburan. Tarigan (1987:23-33) mengklasifikasikan jenis menyimak sebagai berikut.

2.2.1.3.1 Menyimak Ekstensif

(47)

diketahui dalam suatu lingkungan baru dengan cara yang baru. Menyimak ekstensif memberi kesempatan dan kebebasan bagi para siswa untuk mendengar dan menyimak butir-butir kosa kata dan struktur-struktur yang masih asing atau baru baginya yang terdapat dalam arus ujaran yang berada dalam jangkauan dan kapasitas untuk menanganinya.

2.2.1.3.2 Menyimak Intensif

Menyimak intensif diarahkan pada suatu kegiatan yang jauh lebih diawasi, dikontrol terhadap suatu hal tertentu. Salah satu cara yang sangat sederhana utnuk melatih jenis menyimak ini adalah menyuruh siswa menyimak tanpa teks tulis, dengan cara sekali atau dua kali, kemudian memberikan kepada mereka suatu bagian yang mengandung beberapa penghubung kalimat dan memberikan kepada mereka teks-teks tertulis dengan mengosongkan tempat penghubung-penghubung kalimat itu berada. Tugas mereka adalah mengisinya tanpa menyimak pada pita rekaman lagi.

2.2.1.3.3 Menyimak Sosial

(48)

2.2.1.3.4 Menyimak Sekunder

Menyimak sekunder (secondary listening) adalah menyimak secara kebetulan dan secara ekstensif, misalnya menyimak musik yang mengiringi ritme atau tarian rakyat, menikmati musik sementara ikut berpartisipasi dalam kegiatan tertentu misalnya melukis, membuat sketsa, dll.

2.2.1.3.5 Menyimak Estetik/ Apresiatif

Menyimak estetik (aestetic listening) ataupun yang disebut juga menyimak apresiatif (appreciational listening) adalah menyimak sebuah karya misalnya menyimak musik, puisi, atau drama yang dibacakan.

2.2.1.3.6 Menyimak Kritis

Menyimak kritis (critical listening) adalah menyimak yang di dalamnya terlihat kekurangannya serta ketidaktelitiannya yang akan diamati, misalnya menyimak untuk memahami makna petunjuk konteks, menyimak kebiasaan ujaran yang tepat, kata, pemakaian kata dan unsur kalimat lainnya, dll.

(49)

2.2.2 Hakikat Cerita Pendek

Pada bagian ini akan dibahas pengertian cerita pendek, ciri-ciri cerita pendek, dan unsur intrinsik cerita pendek.

2.2.2.1 Pengertian Cerita Pendek

Kosasih (2012:34) menyatakan bahwa cerita pendek pada umumnya bertema sederhana, jumlah tokohnya terbatas, jalan ceritanya sederhana dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas.

Sehubungan dengan pendapat Kosasih, Suharianto (2005:28) menambahkan cerita yang pendek atau singkat belum tentu dapat digolongkan ke dalam jenis cerita pendek, jika ruang lingkup permasalahan yang diungkapkannya tidak memenuhi persyaratan yang dituntut oleh cerita pendek. Cerita pendek bukan ditentukan oleh banyaknya halaman untuk mewujudkan cerita tersebut atau sedikitnya tokoh yang terdapat di dalam cerita itu, melainkan disebabkan oleh ruang lingkup permasalahan yang ingin disampaikan oleh bentuk karya sastra tersebut.

Salah satu bentuk fiksi yang terkenal dewasa ini adalah cerita pendek. Baribin (1985:48) menyatakan pada masa pendudukan Jepang hingga sekarang yang paling populer dan banyak dibuat oleh pengarang ialah cerita pendek. Cerita pendek memuat penceritaan yang memusatkan pada satu peristiwa pokok. Sedangkan peristiwa pokok itu tentu tidak selalu “sendirian” ada peristiwa lain

(50)

Menurut Satyagraha Hoerip (dalam Baribin, 1985:49), cerita pendek adalah karakter yang dijabarkan lewat rentetan kejadian-kejadian daripada kejadian-kejadian itu sendiri satu per satu. Apa yang terjadi di dalamnya merupakan suatu pengalaman atau penjelajahan. Dan reaksi mental itulah yang pada hakikatnya disebut “jiwa cerita pendek”.

Baribin (1985:49) menjelaskan sebuah cerita pendek pada dasarnya menuntut adanya perwatakan jelas tokoh cerita. Sang tokoh merupakan ide sentral cerita; cerita bermula dari sang tokoh dan berakhir pula pada nasib yang menimpa Sang Tokoh. Unsur perwatakan lebih dominan daripada unsur cerita itu sendiri. Membaca sebuah cerita pendek berarti kita memahami manusia, bukan sekedar mengetahui bagaimana jalan ceritanya. Perbedaannya dengan novel ialah bahwa novel kedudukan perwatakan dan jalan cerita seimbang, seperti dua sisi dari sebuah mata uang.

Eri (2008:4) dalam artikelnya yang menyatakan bahwa cerita pendek adalah salah satu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa fiksi yang bentuknya relatif pendek; tidak sepanjang novel. Namun demikian “kependekan” dalam

(51)

Ringkasnya, cerita pendek adalah karangan prosa yang menceritakan beberapa tokoh dengan alur cerita yang singkat. Selain itu cerita pendek memiliki komposisi lebih sedikit dibanding novel bila dilihat dari segi pemusatan tokoh, pemusatan satu konflik, dan pemusatan alur cerita pendek. Untuk memperjelas pemahaman mengenai cerita pendek, berikut akan disebutkan ciri-ciri cerita pendek.

2.2.2.2 Ciri-ciri Cerita Pendek

Ciri-ciri cerita pendek menurut Burhan Nurgiyantoro (2010:35), sebagai berikut:

1)cerita pendek merupakan cerita pendek yang dapat dibaca sekali duduk kirakira bekisar antara setengah hingga dua jam.

2) cerita pendek menuntut penceritaan yang serba ringkas tidak sampai pada detail-detail khusus yang kurang penting yang lebih bersifat memperpanjang cerita.

3)plot cerita pendek pada umumnya tunggal, hanya terdiri dari satu urutan cerita yang diikuti sampai cerita berakhir (bukan selesai). Karena berplot tunggal konflik yanga kan dibangun dan klimaks biasanya bersifat tunggal pila.

4)cerita pendek hanya berisi satu tema, hal ini berkaitan dengan plot yang juga tunggal dan pelaku yang terbatas.

(52)

6)cerita pendek tidak memerlukan detail-detail khusus tentang keadaan latar, misalnya yang meyangkut keadaan tempat dan latar sosial. Cerita pendek hanya memerlukan pelukisan secara garis besar saja asal telah mampu memberikan suasana tertentu.

7)dunia imajiner yang ditampilkan cerita pendek hanya menyangkut salah satu sisi kecil pengalaman kehidupan saja.

Dengan demikian, ciri-ciri cerita pendek yaitu cerita yang ringkas, pendek baik dari segi unsur pembangunnya maupun dari segi penceritaanya.

2.2.2.3Unsur-Unsur Pembangun Cerita Pendek

Selain ciri-ciri cerita pendek, cerita pendek juga tersusun atas unsur– unsur pembangun cerita pendek yang saling berkaitan. Keterkaitan unsur-unsur pembangun tersebut membentuk kesatuan yang utuh. Berikut akan dipaparkan pengertian masing-masing unsur pembangun cerita pendek.

2.2.2.3.1 Tema

(53)

berbeda. Topik dalam suatu karya adalah pokok pembicaraan, sedangkan tema merupakan gagasan sentral, yakni suatu yang hendak diperjuangkan dalam dan melalui karya fiksi. Wujud tema dalam fiksi biasaya berpangkal pada alasan tindak atau motif tokoh.

Tema sering disebut juga dengan dasar cerita, yaitu pokok permasalahan yang mendominasi karya sastra. Tema adalah permasalahan yang merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun cerita atau karya sastra tersebut sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan oleh pengarang dengan karyanya tersebut (Suharianto 2005:17).

Selanjutnya Kosasih (2012:40-41) menjelaskan bahwa tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema suatu cerita menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tema adalah dasar pemikiran yang mendasari sebuah karya sastra dan di dalamnya menerangkan garis besar cerita yang sederhana.

2.2.2.3.2 Alur/Plot

(54)

Adapun Aminudin (2009: 47) menjelaskan alur berhubungan dengan naik-turunnya jalan cerita karena adanya sebab akibat, dapat dikatakan pula plot dan jalan cerita dapat lahir karena adanya konflik. Tingkatan konflik terdiri atas pengenalan konflik, konflik muncul, konflik memuncak (klimaks), konflik mereda, dan penyelesaian.

Selanjutnya, Kosasih (2012: 34-35) berpendapat bahwa alur (plot) merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat. Secara umum, alur terbagi ke dalam bagian-bagian berikut: (a) pengenalan situasi cerita (exposition), bagian ini pengarang memperkenalkan tokoh serta hubungan antartokoh dan menata adegan-adegan cerita, (b) pengungkapan peristiwa (complication), bagian ini menampilkan awal permasalahan atau asal mula permasalahan yang dihadapi tokohnya, (c) menuju pada adanya konflik (rising action), adanya peningkatan permasalahan atau kesukaran dari tokoh, (d) puncak konflik (turning point) atau disebut dengan klimaks yaitu puncak permasalahan yang dihadapi oleh tokoh, pada bagian ini akan diperlihatkan apakah tokoh berhasil memecahkan masalahnya atau gagal, (e) penyelesaian (ending), berisi penjelasan tentang keadaan yang dialami tokohnya setelah melewati peristiwa puncak tersebut. Namun ada pula cerita pendek yang ceritanya itu dibiarkan menggantung tanpa adanya penyelesaian, dengan begitu penyelesaian cerita diserahkan pada daya imajinasi pembaca.

(55)

Alur diibaratkan suatu kerangka karangan yang dijadikan pedoman dalam mengembangkan keseluruhan isi ceritanya (Suharianto 2005 : 18).

Menurut Zulfahnur (1997 : 27) alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang disusun secara logis dan kausalitas. Dilihat dari aspek tokohnya alur dibagi atas dua bagian (1) alur erat, dijumpai pada cerita yang memiliki pelaku yang lebih sedikit sehingga hubungan antarpelaku erat; (2) alur longgar, hubungan antartokoh longgar karena banyak pelaku. Selain itu, hubungan peristwa longgar seolah-olah itu berdiri sendiri.

Sementara Nurgiyantoro (1998 : 153-163) membedakan alur berdasarkan urutan waktu, jumlah, kepadatan, dan kriteria isi sebagai berikut.

a. Alur Berdasarkan Urutan Waktu

Urutan waktu yang dimaksud adalah waktu terjadinya perstiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi yang bersangkutan atau lebih tepatnya urutan pencitraan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan. Berdasarkan urutan waktu alur dibedakan menjadi (1) alur lurus/ maju/ progresif; (2) alur sorot balik/ mundur/ flash-back/ regresif; (3) alur campuran.

Alur lurus/ maju/ progresif pada sebuah karya fiksi jika peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian).

(56)

kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Kerya dengan alur demikian langsung menyuguhkan adegan konflik yang telah meruncing.

Alur campuran pada sebuah karya fiksi jika urutan kejadian yang dikisahkan mungkin progresif tetapi di dalamnya sering terdapat adegan sorot balik, demikian pula sebaliknya. Bahkan boleh dikatakan tak mungkin ada sebuah cerita pun yang mutlak flash-back. Untuk mengetahui secara pasti kelompok peristiwa yang tergolong progresif-kronologis atau sorot balik, kita dapat meneliti secara sintagmatik dan paradigmatik semua peristiwa yang ada.

b. Alur Berdasarkan Jumlah

Alur tunggal dalam karya fiksi biasanya mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama protagonis sebagai hero. Cerita pada umumnya mengikuti perjalanan hidup tokoh tersebut, lengkap dengan permasalahan dan konflik yang dialaminya. Alur tunggal sering digunakan jika pengarang ingin memfokuskan seorang tokoh tertentu sebagai hero atau pahlawan.

Alur sub-subalur dalam karya fiksi biasanya memiliki lebih dari satu alur cerita yang dikisahkan atau terdapat lebih dari seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan, dan konflik yang dihadapinya. Struktur alur yang demikian dalam sebuah karya berupa alur utama dan alur tambahan.

c. Alur Berdasarkan Kepadatan

(57)

mungkin juga sebaliknya. Berdasarkan kepadatannya alur dibedakan atas alur padat/ rapat dan alur longgar/ renggang.

Alur padat atau rapat disajikan peristiwa-peristiwa fungsional terjadi susul-menyusul dengan cepat, hubungan antarperistiwa juga terjalin secara erat, dan pembaca seolah-olah selalu dipaksa untuk terus menerus mengikutinya. Setiap peristiwa yang ditampilkan terasa penting dan berperan menentukan dalam rangkaian cerita itu.

Alur longgar atau renggang disajikan peristiwa-peristiwa dari peristiwa penting berlangsung lambat di samping hubungan antarperistiwa tersebut pun tidaklah erat benar, artinya antara peristiwa penting yang satu dengan yang lain disela oleh peristiwa tambahan atau sebagai pelukisan tertentu seperti penyituasian latar dan suasana yang semuanya itu dapat memperlambat ketegangan cerita.

d. Alur Berdasarkan Kriteria Isi

Alur berdasarkan kriteria isi dimaksudkan sebagai sesuatu, masalah, kecenderungan masalah yang diungkapkan dalam cerita. Alur berdasarkan kriteria isi terbagi atas (1) alur peruntungan; (2) alur tokohan; dan (3) alur pemikiran.

(58)

Alur tokohan mengarah pada sifat tokoh yang menjadi fokus perhatian. Alur penokohan lebih banyak menyoroti keadaan tokoh daripada kejadian yang ada. Alur tokohan dibedakan atas alur pendewasaan, alur pembentukan, alur pengujian, dan alur kemunduran.

Alur pemikiran mengungkapkan sesuatu yang menjadi bahan pemikiran, keinginan, perasaan, berbagai macam obsesi, dan lain hal yang menjadi masalah hidup dan kehidupan manusiaalur pemikiran dibedakan atas alur pendidikan, alur pembukaan rahasia, alur afektif, dan alur kekecewaan.

Aminudin (2009 : 84) membedakan tahapan-tahapan peristiwa dalam suatu cerita atas pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian.

Pengenalan adalah tahap peistiwa dalam suatu cerita rekaan yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Yang dikenalkan dalam tokoh ini misalnya, nama, asal, ciri fisik, dan sifatnya.

Konflik atau tikaian adalah ketegangan atau pertentangan antara dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan. Pertentangan ini dapat terjadi dalam diri tokoh, antara dua tokoh, antara tokoh dan masyarakat atau lingkungannya, antara tokoh dan alam, serta antara tokoh dan Tuhan. Ada konflik batin dan konflik lahir.

(59)

Klimaks adalah bagian alur cerita rekaan yang melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi tanggapan emosional pembaca. Klimaks merupakan puncak rumitan yang diikuti oleh krisis atau titik balik.

Krisis adalah bagian alur yang mengawali penyelesaian. Saat dalam alur yang ditandai oleh perubahan alur cerita menuju selesainya cerita. Karena setiap klimaks diikuti krisis, keduanya sering disamakan.

Peleraian adalah bagian struktur alur yang sesudah mencapai klimaks. Pada tahap ini peristiwa-peristiwa yang terjadi menunjukkan perkembangan ke arah penyelesaian.

Penyelesaian adalah tahap akhir suatu cerita rekaan. Dalam tahap ini semua masalah dapat diuraikan, kesalahpahaman diselesaikan, rahasia dibuka. Ada dua macam penyelesaian yaitu terbuka dan tertutup. Penyelesaian terbuka adalah bentuk penyelesaian cerita yang diserahkan kepada pembaca. Penyelesaian tertutup adalah bentuk penyelesaian cerita yang diberikan oleh sastrawan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Tahapan tersebut yaitu pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian.

(60)

2.2.2.3.3 Tokoh dan Penokohan

Karakter tokoh dapat didefinisikan melalui gambaran tingkah laku dan ucapan-ucapan tokohnya. Selain itu, karakter tokoh juga dapat didefinisikan dari interaksi tokoh dengan tokoh lain artinya rupa (wujud atau keadaan), bentuk (dan sifatnya), macam (dalam arti jenis), sifat dan keadaan badan (perawakan), orang yang terkemuka atau kenamaan. Tokoh cerita pendek hadir sebagai seorang yang dikisahkan perjalanan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur baik sebagai pelaku dalam berbagai peristiwa yang diceritakan.

Suharianto (2005:20-21) memaparkan bahwa penokohan ialah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat-istiadatnya, dan sebagainya. Melukiskan tokoh cerita juga bisa dengan cara langsung dan cara tidak langsung, disebut langsung apabila pengarang langsung menguraikan atau, menggambarkan keadaan tokoh, sebaliknya apabila pengarang secara tersamar, dalam memberitahukan wujud atau keadaan tokoh ceritanya, maka dikatakan pelukisan tokohnya sebagai tak langsung.

(61)

dengannya; (7) melihat bagaimana tokoh lain memberikan reaksi terhadapnya; dan (8) melihat tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya (Aminuddin 2009 : 80-81).

Kosasih (2012: 36-37) juga menambahkan bahwa penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Teknik-teknik penggambaran karakteristik tokoh meliputi teknik analitik atau penggambaran langsung, penggambaran fisik dan perilaku tokoh, penggambaran lingkungan kehidupan tokoh, penggambaran tata kebahasaan tokoh dan pengungkapan jalan pikiran tokoh.

Sudjiman (1991 : 23-24) membagi metode penyajian metode penokohan, yaitu: (1) metode analitis atau metode langsung yaitu pengarang mengisahkan watak tokoh dengan menyisipkan komentar setuju atau tidaknya akan watak tokoh tersebut. Jadi di dalam cerita pengarang tidak hanya memaparkan watak tokohnya tetapi juga menambahkan komentar tentang watak tersebut; (2) metode ragaan atau metode tak langsung atau metode dramatik yaitu pengarang menggambarkan watak tokoh melaui percakapan, pikiran, dan tingkah laku tokoh yang disajikan pengarang, bahkan juga dilihat dari penampilan fisiknya serta gambaran lingkungan tempat tinggal tokoh; (3) metode kontekstual yaitu pengarang menggambarkan watak tokoh melalui bahasa yang digunakan tokoh yaitu dengan bahasa istilah atau kiasan.

(62)

unsur yang penting karena tanpa adanya tokoh tidak akan terjalin sebuah cerita. Berbeda dengan penjelasan mengenai watak tokoh, dari beberapa pendapat bahwa penokohan dapat disimpulkan sebagai gambaran yang jelas tentang seseorang yang berperan dalam sebuah cerita, peran seseorang tersebut dapat berupa keadaan lahiriah atau batiniah. Penokohan tersebut berfungsi sebagai penghidup tokoh dalam cerita.

2.2.2.3.4 Latar (setting)

Latar merupakan tempat atau waktu terjadinya cerita. Sebuah cerita tentunya ada latar yang menyertainya. Kegunaan latar atau setting dalam sebuah cerita adalah sebagai petunjuk kapan dan di mana cerita tersebut berlangsung. Selain itu, latar juga dapat menunjukkan nilai-nilai yang ingin diungkapkan oleh pengarang (Suharianto: 22-23).

Latar dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni latar material adalah alam sekeliling, dan latar sosial adalah tata krama, adat istiadat, serta pandangan hidup. Kegunaan latar dalam cerita biasanya tidak hanya sekadar sebagai petunjuk kapan dan di mana cerita tersebut terjadi, melainkan juga sebagai tempat pengambilan nilai-nilai yang ingin diungkapkan pengarang melalui ceritanya. Tugas latar yang terutama adalah menyokong penokohan dan alur.

(63)

Misalnya, ketika tokoh utama sedang sedih, langit digambarkan sedang mendung penuh awan hitam. Latar kontras kebalikan dari latar sejalan, yakni lingkungan sekitar digambarkan berlawanan dengan situasi yang tengah terjadi. Misalnya, ketika tokoh utama sedang bersedih, alam sekitarnya digambarkan cerah. Dalam sebuah cerita sering terdapat hal-hal yang berhubungan dengan kebiasaan atau nilai-nilai yang berlaku pada daerah atau masyarakat tertentu yang menunjukkan local colour atau biasa disebut warna kedaerahan. Dari local colour dapat diketahui tempat dan waktu terjadinya cerita.

Pendapat lain disampaikan oleh Stanton (2007:35) yang mengatakan bahwa latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa daalam cerita, yaitu dunia cerita sebagai tempat terjadinya peristiwa. Dalam latar inilah segala peristiwa yang menyangkut hubungan antartokoh terjadi. Latar dalam cerita pendek biasanya mempunyai dua tipe, yaitu pertama, latar yang diceritakan secara detail, ini biasanya terjadi jika cerpem fokus pada persoalan latar. Kedua, latar yang diceritakan tidak menjadi fokus utama atau masalah, biasanya latar hanya disebut secara detail.

(64)

2.2.2.3.5 Gaya Bahasa

Pengertian gaya bahasa diungkapkan oleh Wiyanto (2005:77) yang menyatakan bahwa gaya bahasa adalah cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan. Dengan cara yang khas itu kalimat-kalimat yang dihasilkannya menjadi hidup. Pendapat senada juga disampaikan oleh Kusmayadi (2010:27) yang menyatakan bahwa gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah. Artinya seorang pengarang memliki ciri khas tersendiri dalam gaya bahasa dalam penulisan suatu karya sastra.

Selanjutnya Keraf (2006:24) menyatakan bahwa diksi atau gaya bahasa mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau mengungkapkan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.

Adapun Aminuddin (2009:72) menerangkan bahwa gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.

(65)

Pemilihan kata yang dilakukan oleh pengarang bertujuan agar ceritanya lebih menarik.

2.2.2.3.6 Sudut Pandang

Istilah lain dari pusat pengisahan adalah sudut pandang. Keduanya merujuk pada istilah dalam bahasa Inggris point of view. Stanton (2007:53) menyatakan bahwa sudut pandang yaitu pusat kesadaran tempat kita dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita.

Adapun Aminudin (2009:90) berpendapat bahwa sudut pandang atau titik pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya.

Gambar

Tabel 2.1 Tahapan Model Berpikir Induktif
Tabel Pembacaan Cerita Pendek Melalui Model Berpikir Induktif 2.2 Langkah-Langkah Penerapan Pembelajaran Memahami dengan Media Film Pendek
Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Memahami
Tabel 3.1  Parameter Tingkat Keberhasilan Siswa
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah nang dikemukakan maka permasalahan nang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : apakah penerapan

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh partisipasi penyusunan

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh partisipasi

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Seberapa besar Daya yang di

Berkenaan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut maka dalam penelitian ini dibatasi pada masalah yaitu efektivitas pembelajaran matematika dengan

1.3.Pembatasan Masalah Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang dan identifikasi masalah yang cukup banyak, maka penulis membatasi pembahasan