• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Di Kota Sibolga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Di Kota Sibolga"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN DI KOTA SIBOLGA

OLEH

DENNIS ANDERSEN HUTAGALUNG 120501094

PROGRAM STUDI STRATA-1 EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN DI

KOTA SIBOLGA

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Kota Sibolga dengan menggunakan data primer untuk 100 responden yang mewakili seluruh populasi masyarakat nelayan di Kota Sibolga. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar kuisioner. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data yang terkumpul diolah dan disajikan dalam bentuk tabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat nelayan di Kota Sibolga pada umumnya memiliki tingkat kesejahteraan yang tergolong rendah atau miskin. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat pendapatan yang masih rendah dan pengeluaran rumah tangga yang cukup besar serta kondisi perumahan yang belum layak.

(3)

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the level of welfare of coastal communities in the distric of Sibolga city data for 100 respondents representing the entire population of the coastal communities in the District Sibolga city. The data was collected using questionnaires. The analysis method used is descriptive qualitative. The data collcected was processed and presentedin the form of tables.

The results showed that the coastal communities in the district of Sibolga city generally have a relatively low level of prosperity or poverty. This is

indicated by the low levels of income and household spendingsubstansial and living conditions are not feasible.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

berkat-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “ANALISIS

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN DI KOTA SIBOLGA”

Penulis selesaikan. Penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak, baik berupa moril maupun material, sehingga penulis semakin

termotivasi untuk menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang mana

banyak sekali menemukan kendala-kendala yang cukup berarti dalam

penyusunanya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada pihak-pihak yang

telah membantu penulis, diantaranya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta Bapak yang saya cintai Sangma Hutagalung dan

Ibunda Rony Hutabarat yang telah mendidik, merawat dan memberikan saya

cinta, doa, dan kasih sayang yang sangat besar kepada saya.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac., Ak., CA. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo SE., M.Ec., selaku Ketua dan Bapak Syahrir

Hakim Nasution, M.Si., selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan

(5)

4. Bapak Irsyad, SE., M.Soc, Sc., Ph.D., selaku Ketua Program Studi S1 dan

Bapak Paidi Hidayat, SE., M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Rujiman, MA. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan arahan kepada saya selama masa pendidikan.

6. Bapak Kasyful Mahalli, SE., M.Si., selaku dosen penguji I yang telah bersedia

meluangkan waktu dalam memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan

skripsi ini.

7. Bapak Drs. Rakhmat Sumanjaya Hasibuan, M.Si., selaku dosen penguji II yang

telah bersedia meluangkan waktu dalam memberikan saran dan kritik demi

kesempurnaan skripsi ini.

8. Seluruh dosen dan pegawai Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas segala

bimbingan dan bantuannya selama penulis mengikuti perkulihaan.

9. Abang saya Alberto Hans Hutagalung, S.E., Saron Hutagalung, S.Kom., Marco

Hutagalung, S.E., dan Kakak saya Belinda Theresia Hutagalung, S.Ip., Vinessia

Hutagalung, S.E. Terima kasih atas dukungan dan doa sehingga saya dapat

terpacu untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Untuk sahabat terbaik saya serta seluruh mahasiswa Program Studi Ekonomi

Pembangunan stambuk 2012 lainnya. Terima kasih saya sampaikan sebab banyak

(6)

Akhirnya saya berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

dan peneliti lainnya,khususnya mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program

Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. Semoga Tuhan

senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta memberikan balasan yang

berlipat ganda kepada semua pihak yang telah bersedia membantu penyelesaian

skripsi ini.

Medan,

Dennis Andersen Hutagalung

(7)

DAFTARISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ...v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah ...1

1.2Perumusan Masalah ...4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...5

1.3. 1Tujuan Penelitian ...5

1.3. 2 Manfaat Penelitian ...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kesejahteraan ...6

2.2Konsep-konsep Mengenai Kemiskinan ...8

2.3Hubungan Pendekatan Dalam Pengukuran Kemiskinan ...10

2.4Pengertian dan Penggolongan Nelayan ... 12

2.5 Gambaran Kondisi Nelayan ... 13

2.6 Pengertian Pendapatan, Pendidikan, dan Kemiskinan ... 16

2.6.1Pengertian Pendapatan ... 16

2.6.1Pengertian Pendidikan ... 17

2.6.1Pengertian Kesehatan ... 17

2.7 Hubungan Pendapatan, Pendidikan, dan Kesehatan Terhadap Kesejahteran ... 19

2.8 Penelitian Terdahulu ...22

2.9 Kerangka Penelitian ...24

(8)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ... 26

3.2Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

3.3 Populasi dan Sampel ... 27

3.3.1Populasi ... 27

3.3.2Sampel ... 27

3.4 Metode dan Pengumpulan Data ... 28

3.5 Uji Validitas dan Uji Reabilitas ... 29

3.5.1 Uji Validitas ... 29

3.5.2 Uji Reabilitas ...30

3.6 Definisi Operasional ...30

3.7 Analisis Data ... 31

3.8 Pengujian Asumsi Klasik ...32

3.8.1 Uji Multikolonieritas ...32

3.8.2 Uji Heterokedastisitas ...33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Deskripsi Daerah Penelitian ...34

4.2 Hasil Penelitian ...34

4.2.1 Karakteristik Responden...34

4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ...35

4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ...35

4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga ...36

4.3 Indikator Kesejahteraan Masyarakat Nelayan ... 37

4.3.1 Indikator Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Per Bulan ...38

4.3.2 Indikator Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Berdasarkan Tingkat Kesehatan Keluarga ...40

(9)

4.3.4 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan ...43

4.4Analisis Data dan Pembahasan ...44

4.4.1 Uji Validitas dan Reabilitas ...45

4.4.2 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ...46

4.4.3 Uji t (parsial)...47

4.4.4 Uji f-Statistik ...49

4.5 Uji Asumsi Klasik ... 50

4.5.1 Multikolonieritas ...50

4.5.2 Heterokedastisitas ...51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ...52

5.2 Saran ...53

DAFTAR PUSTAKA ...54

(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 35

4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 36

4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga ... 37

4.4 Indikator Tingkat Pendapatan Perbulan ... 38

4.5 Indikator Tingkat Kesehatan Keluarga ... 40

4.6 Indikator Kondisi Perumahan serta Fasilitas yang Dimiliki ... 41

4.7 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan di Kota Sibolga ... 43

4.8 Uji Validitas dan Reabilitas ... 45

4.9 Analisi Linier Berganda ... 46

4.10 Hasil Uji Signifikan Parsial(Uji-t) ... 47

4.11 Hasil Uji Signifikan Simultan (Uji-t) ... 49

4.12 Hasil Uji Multikolonieritas ... 50

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 24

4.1Kondisi Perumahan Nelayan ... 42

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuisoner Penelitian ... 56

2 Output Uji Validitas dan Reabilitas ... 61

3 Output Analisis Linier Berganda ... 62

(13)

ABSTRAK

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN DI

KOTA SIBOLGA

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Kota Sibolga dengan menggunakan data primer untuk 100 responden yang mewakili seluruh populasi masyarakat nelayan di Kota Sibolga. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar kuisioner. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data yang terkumpul diolah dan disajikan dalam bentuk tabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat nelayan di Kota Sibolga pada umumnya memiliki tingkat kesejahteraan yang tergolong rendah atau miskin. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat pendapatan yang masih rendah dan pengeluaran rumah tangga yang cukup besar serta kondisi perumahan yang belum layak.

(14)

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the level of welfare of coastal communities in the distric of Sibolga city data for 100 respondents representing the entire population of the coastal communities in the District Sibolga city. The data was collected using questionnaires. The analysis method used is descriptive qualitative. The data collcected was processed and presentedin the form of tables.

The results showed that the coastal communities in the district of Sibolga city generally have a relatively low level of prosperity or poverty. This is

indicated by the low levels of income and household spendingsubstansial and living conditions are not feasible.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara maritim seperti Indonesia adalah masyarakat nelayannya

merupakan golongan masyarakat paling miskin di Asia bahkan di dunia (Suara

Pembaruan 18 November 2005).Berdasarkan data Survei Sosial dan Ekonomi

Nasional 2013 (Badan Pusat Statistik) yang diolah, diketahui bahwa hanya 2,2

persen rumah tangga di Indonesia yang memiliki kepala rumah tangga berprofesi

sebagai nelayan. Jumlahnya sekitar 1,4 juta kepala rumah tangga nelayan.

Rata-rata jumlah anggota rumah tangga di Indonesia sekitar empat orang.

Maknanya, ada sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang kehidupannya

bergantung kepada kepala rumah tangga yang berprofesi sebagai nelayan.

Sementara secara keseluruhan jumlah nelayan di Indonesia diperkirakan sebanyak

2,17 juta (hanya 0,87 persen tenaga kerja). Ada sekitar 700.000 lebih nelayan

yang berstatus bukan sebagai kepala rumah tangga. Sebagian besar nelayan

tinggal tersebar di 3.216 desa yang terkategori sebagai desa (mayoritas

penduduknya berprofesi sebagai nelayan). Secara geografis, nelayan ada di

seluruh wilayah Indonesia. Hal ini tidak mengherankan mengingat dua per tiga

wilayah Indonesia adalah lautan serta memiliki potensi perikanan sangat besar.

Pada Sumatera Utara jumlah total nelayan sebanyak 251.000 orang, yang

terdiri dari penangkapan ikan di laut dan di perairan umum seperti danau, sungai,

(16)

laut sebanyak 190.000 orang.Padahal negara Indonesia yang mempunyai

kekayaan laut yang melimpah dan luas tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.

Ironisnya, walaupun seafood menjadi salah satu makanan favorit yang

mahal, tingkat kesejahteraan nelayan umumnya lebih rendah dibandingkan

dengan mereka yang berprofesi bukan sebagai nelayan. Rata-rata pengeluaran

nelayan hanya sekitar Rp 561.000 per bulan, lebih rendah dibandingkan dengan

mereka yang bukan nelayan dengan rata-rata pengeluaran sebesar Rp 744.000 per

bulan.

Tingkat upah nelayan juga hanya sekitar Rp 1,1 juta per bulan, sedikit di

bawah pekerja bukan nelayan yang memiliki upah Rp 1,2 juta per bulan. Namun,

ada sedikit kabar menggembirakan, yaitu lebih dari 84 persen rumah tangga

nelayan memiliki rumah sendiri. Bandingkan dengan kenyataan bahwa hanya 79

persen rumah tangga bukan nelayan yang memiliki rumah sendiri. Meskipun

demikian, data ini sesungguhnya tidak menunjukkan bagaimana kualitas rumah

yang dimiliki nelayan. Kenyataan lain, komunikasi bukan menjadi hambatan bagi

para nelayan karena sekitar 83 persen nelayan memiliki telepon seluler.

Para nelayan kurang beruntung ditinjau dari aspek pendidikan, dengan

hampir 70 persen nelayan berpendidikan sekolah dasar ke bawah dan hanya

sekitar 1,3 persen yang berpendidikan tinggi. Pemerintah juga perlu

memperhatikan aspek kesehatan para nelayan.

Survei Sosial dan Ekonomi Nasional 2013 menunjukkan bahwa sekitar 25

persen nelayan mengalami gangguan kesehatan dalam satu bulan terakhir saat

(17)

mengganggu aktivitas mereka mencari nafkah sehingga berdampak pada ekonomi

rumah tangganya. Hanya 54 persen nelayan yang memiliki jaminan kesehatan

sehingga menjadi masalah para nelayan.Rumah tangga nelayan juga cenderung

memiliki anak lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga bukan nelayan.

Program Keluarga Berencana (KB) jelas penting bagi kehidupan para nelayan

guna meningkatkan kesejahteraan mereka dalam jangka panjang.

Secara umum, jumlah tenaga kerja yang memilih pekerjaan sebagai

nelayan kurang dari 1 persen dan mereka memiliki kehidupan yang kurang

menguntungkan dibandingkan dengan para pekerja lainnya secara rata-rata.

Sementara data Food and Agriculture Organization(FAO) tahun 2006

menyebutkan, ada sekitar 6,2 juta penduduk Indonesia terlibat dalam kegiatan

perikanan.Bagaimanapun, jumlah nelayan yang sedikit menunjukkan bahwa

mayoritas penduduk Indonesia tidak berorientasi pada laut sebagai sumber

penghidupan. Menjadi nelayan bukanlah pilihan pekerjaan yang menarik karena

mungkin nelayan identik dengan kemiskinan.Tidak mengherankan apabila jarang

sekali kita mendengar seorang anak bercita-cita menjadi nelayan. Padahal, kita

meyakini bahwa dari laut kita bisa membangun kesejahteraan. Membangun

negara maritim yang tangguh tentunya diawali dengan membangun nelayan yang

sejahtera. Jika menjadi nelayan memberikan jaminan kesejahteraan, profesi ini

dapat menjadi pilihan menarik bagi angkatan kerja di Indonesia yang berlimpah.

Nelayan kita terjebak dalam perangkap kemiskinan. Mereka tidak

memiliki akses yang memadai terhadap pendidikan dan kesehatan. Mereka juga

(18)

bahwa pinjaman bagi nelayan berisiko tinggi (survei Lembaga Demografi di

Sulawesi Utara, 2014).Hanya 2,34 persen Produk Domestik Bruto (PDB)

Indonesia yang berasal dari perikanan laut (BPS,2013). Kontribusi sektor

perikanan terhadap PDB selama periode 2010-2012 bahkan di angka 2,33 persen.

Gambaran tentang kondisi kehidupan penduduk pesisir dapat dilihat dari

rata – rata jumlah kepala keluarga. Jumlah penduduk di Kota Sibolga mencapai

85.271 pada tahun 2012 dan jumlah kepala keluarga yang berprofesi sebagai

nelayan mencapai 8009 kepala keluarga. Kota Sibolga memiliki 5 pulau – pulau

kecil dengan luas keseluruhan 137,08 Ha. Sebagaimana diketahui, dengan panjang

garis pantai pulau-pulau kecil,maka pantai Kota Sibolga memiliki potensi

pengembangan budidaya ikan melalui sistem Keramba Jaring Apung (KJA).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penelitian ini dibatasi pada

hubungan indikator kesejahteraan masyarakat terhadap tingkat kesejahteraan

masyarakat di Kota Sibolga, dalam hal ini pendapatan,pendidikan,kesehatan, dan

kondisi perumahan dan fasilitas yang dimiliki.

Dengan permasalahan tersebut maka dirumuskan permasalahan dalam

penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat pengaruh pendapatan terhadap kesejahteraan masyarakat di

Kota Sibolga?

2. Apakah terdapat pengaruh tingkat pendidikan terhadap kesejahteraan

(19)

3. Apakah terdapat pengaruh kesehatan terhadap kesejahteraan masyarakat di

Kota Sibolga?

4. Apakah terdapat pengaruh kondisi rumah terhadap kesejahteraan masyarakat di

Kota Sibolga?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1.Untuk mengetahui berapa besar pengaruh antara tingkat pendapatan terhadap

kesejahteraan masyarakat di Kota Sibolga.

2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh tingkat pendidikan terhadap

kesejahteraan masyarakat di Kota Sibolga.

3. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh tingkat kesehatan terhadap

kesejahteraan masyarakat di Kota Sibolga.

4. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh antara kondisi rumah terhadap

kesejahteraan masyarakat di Kota Sibolga.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar SarjanaEkonomi di

Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU.

2. Sebagai penambah wawasan bagi peneliti yang berkaitan dengan hubungan

tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, dan kondisi rumah

terhadap kesejahteraan.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesejahteraan

2.1.1 Definisi Kesejahteraan

Istilah kesejahteraan bukanlah hal yang baru, baik dalam wacana global

maupun nasional.Kesejahteraan itu meliputi keamanan, keselamatan, dan

kemakmuran. Di dalam undang-undang RI nomor 6 tahun 1974 tentang

ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial,misalnya, merumuskan

kesejahteraan sosial sebagai:

“Suatu kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan kententraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia dengan Pancasila.”

Kesejahteraan pada intinya mencakup tiga konsepsi, yaitu:

1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya

kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial.

2. Institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan

sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha

kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial.

3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk

mencapai sejahtera.

(21)

segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti

makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan perawatan kesehatan. Pengertian

seperti ini menempatkan kesejahteraan sebagai tujuan dari suatu kegiatan

pembangunan.Misalnya, tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf

kesejahteraan sosial masyarakat. Pemaknaan kesejahteraan sebagai arena

menempatkan kesejahteraan sebagai arena atau wahana atau alat untuk mencapai

tujuan pembangunan (Suharto,2004).

Tentunya ada konsep lain dari kesejahteraan yang melebihi konsep

kemiskinan (poverty), baik diukur melalui dimensi moneter maupun non-moneter.

Contohnya seperti ketimpangan.Ketimpangan menitikberatkan pada distribusi dari

variabel terukur (misalnya pendapatan dan pengeluaran) terhadap seluruh

penduduk.Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa posisi relatif dari individu rumah

tangga dalam masyarakat merupakan aspek penting dari kesejahteraan mereka.

Adapun usaha untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara

menyeluruh mencakup:

1. Peningkatan taraf hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan jaminan

sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok-kelompok masyarakat

yang kurang beruntung dan rentan yang sangat memerlukan perlindungan sosial.

2. Peningkatan keberdayaan melalui penetapan sistem dan kelembagaan ekonomi,

sosial, dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat kemanusiaan.

3. Penyempurnaan kebebasan melalui perluasan aksebilitas dan pilihan-pilihan

(22)

Hal yang perlu dicatat dari bahasan tentang kesejahteraan yaitu kerentanan

(vulberability).Kerentanan didefinisikan sebagai peluang atau fisik menjadi

miskin atau jatuh menjadi lebih miskin pada waktu-waktu mendatang.Kerentanan

merupakan dimensi kunci dari kesejahteraan karena kerentanan berakibat pada

perilaku individu (dalam bentuk investasi, pola produksi, strategipenanggulangan)

dan persepsi dari kondisi mereka sendiri.

Ada beberapa indikator keluarga sejahtera berdasarkan Badan Pusat

Statistik, yaitu:

1. Pendapatan

2.Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga

3. Keadaan tempat tinggal

4.Fasilitas tempat tinggal

5. Kesehatan anggota keluarga

6. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan

7. Kemudahaan memasukkan anak kejenjang pendidikan

8. Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi

2.2 Konsep – Konsep Mengenai Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir

ditengah-tengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang.Menurut Ellis

(dalam Suharto, 2005:133) menyatakan bahwa dimensi kemiskinan menyangkut

aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis.Secara ekonomi, kemiskinan

didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk

(23)

orang.Kemiskinan pada umunya didefinisikan dari segi ekonomi, khususnya

pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan

non-material yang diterima seseorang.Namun demikian, secara luas kemiskinan juga

kerap didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh serba kekurangan:

kekurangan pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, dan kekurangan

transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat (SMERU dalam Suharto et.al.,

2004). Definisi kemiskinan dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar

seperti ini diterapkan oleh Depsos, terutama dalam mendefinisikan fakir miskin.

Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan

dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002:3).Dalam konteks

politik, Friedman mendefinisikan kemiskinan dalam kaitannya dengan

ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuasaan

sosial.Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjukan pada kekurangan jaringan

dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan

peningkatan produktivitas.Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai

kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang

mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan

kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat.Faktor-faktor penghambat tersebut secara

umum meliputi faktor internal dan eksternal.Faktor internal datang dari dalam diri

si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan

budaya.Teori “kemiskinan budaya” (cultural poverty) yang dikemukan oleh Oscar

Lewis, misalnya menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat

(24)

malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dan

sebagainya.Faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang

bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat

menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya.

Kemiskinan model ini seringkali diistilahkan dengan kemiskinan

struktural.Menurut pandangan ini, kemiskinan terjadi bukan dikarenakan

“ketidakmampuan” sistem dan struktur sosial dalam menyediakan

kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja.Dengan demikian

manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan pilihan, akibat adanya

potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya menjadi terhambat.

Kemiskinan juga muncul karena adanya perbedaan kualitas sumber daya manusia,

karena jika kualitas manusianya rendah pasti akan mempengaruhi yang lain,

seperti pendapatan. Tapi itu hanyalah masalah klasik.Sekarang penyabab

kemiskinan adalah karena tidak mempunyai uang.

2.3 Hubungan Pendekatan Dalam Pengukuran Kemiskinan

Strategi suatu kebutuhan dasar (basic needs) sebagaimana dikutip oleh

Thee (1981:29), dipromosikan dan dipopulerkan oleh internasional labor

organization (ILO) pada tahun 1976 dengan judul kesempatan kerja, pertumbuhan

ekonomi, dan kebutuhan dasar: suatu masalah bagi satu dunia. Strategi kebutuhan

dasar memang memberi tekanan pada pendekatan langsung dan bukan cara tidak

langsung seperti melalui effek menetes kebawah (trickledown effect) dari

pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kesulitan umum dalam penentuan indikator

(25)

oleh adat, budaya, daerah, dan kelompok sosial.Di samping itu kesulitan

penentuan secara kuantitatif oleh masing-masing komponen kebutuhan dasar yang

dimiliki oleh komponen itu sendiri.Misalnya selera konsumen terhadap satu jenis

makan atau komoditi lainnya.

Konsep kebutuhan dasar yang dicakup dalam komponen kebutuhan dasar

dan karakteristik kebutuhan dasar serta hubungan dengan garis

kemiskinan.Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) komponen kebutuhan dasar

terdiri dari, pangan dan bukan pangan yang disusun menurut daerah perkotaan dan

pedesaan berdasarkan hasil survey sosial ekonomi nasional

(SUSENAS).Berdasarkan komposisi pengeluaran konsumsi penduduk, dapat

dihitung besarnya kebutuhan minimum untuk masing-masing komponen.

Ukuran kemiskinan pada tingkat makro dapat memberikan gambaran

kemiskinan rumah tangga menurut wilayah regional, provinsi, dan kota-desa.

Untuk menetapkan rumah tangga sebagai kelompok sasaran program, seperti

intervensi dan mengurangi dampak krisis, kriteria-kriteria infrastruktur pelayanan

pemerintah dan fasilitas umum lainnya menurut karakteristik wilayah dan rumah

tangga sangat penting untuk diperhatikan.Beberapa indikator untuk

mengindetifikasikan rumah tangga miskin dapat dikembangkan berdasarkan

rumah tangga, termasuk indikator demografi, sosial ekonomi, dan indikator

lainnya.

Indikator ekonomi yang dapat digunakan untuk mendefinisikan rumah

tangga miskin yaitu dengan ciri-ciri pekerjaan yang dilakukan oleh kepala rumah

(26)

pesisir karakteristik pekerjaan kepala rumah tangga adalah sebagai nelayan.Yang

mana kehidupannya bergantung dengan hasil tangkapan laut.

Dalam Zulfahri (2002), Masri Singarimbum mencirikan kemiskinan

sebagai suatu kondisi yang memenuhi ciri – ciri :

1. Pendapatan rendah

2. Gizi rendah

3. Tingkat pendidikan rendah

4. Keterampilan rendah

5. Harapan hidup pendek

Sedangkan keban (1994) membagi menjadi 3 kelompok faktor penyebab

kemiskinan rumah tangga yaitu:

1. Karakteristik individu kepala rumah tangga

2. Karakteristik pekerjaan kepala rumah tangga

3. Karakteristik lingkungan

2.4 Pengertian dan Penggolongan Nelayan

Menurut Mulyadi (2005:7), nelayan adalah suatu kelompok masyarakat

yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara

melakukan penangkapan atau budi daya. Mereka pada umumnya tinggal di

pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat lokasi kegiatannya

(Imron,2003)

Sesungguhnya,nelayan bukanlah suatu entitas tunggal, mereka terdiri dari

beberapa dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi pemilikan alat tangkap,

(27)

1. Nelayan buruh

2. Nelayan juragan

3. Nelayan perorangan

Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik

orang lain. Sebaliknya, nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat

tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan perorangan adalah

nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya

tidak melibatkan orang lain.

2.5 Gambaran Kondisi Nelayan

Suatu ironi bagi negara maritim seperti Indonesia adalah masyarakat

nelayannya merupakan golongan masyarakat paling miskin di Asia bahkan di

dunia (Suara Pembaruan,18 November 2005). Pemandangan yang sering dijumpai

di perkampungan nelayan adalah lingkungan hidup yang kumuh serta

rumah-rumah yang sangat sederhana.Kalaupun ada beberapa rumah-rumah yang menonjolkan

tanda-tanda kemakmuran (misalnya rumah yang megah dan berantena parabola),

rumah-rumah tersebut umumnya dipunyai oleh pemilik kapal, pemodal, atau

rentenir yang jumlahnya tidak signifikan dan sumbangannya kepada kesejahteraan

komunitas sangat tergantung pada individu yang sangat bersangkutan.

Kemiskinan masyarakat nelayan bersifat multi dimensi dan disebabkan oleh tidak

terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat antara lain kebutuhan akan pangan,

kesehatan, pendidikan, infrastruktur (DKP,2005:10). Di samping itu, kurangnya

(28)

permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi

tawar masyarakat miskin semakin lemah.

Dilihat dari lingkupnya, kemiskinan nelayan tediri atas kemiskinan

prasarana dan kemiskinan keluarga.Kemiskinan prasarana dapat dindikasikan

pada ketersediaan prasarana fisik di desa-desa nelayan, yang pada umumnya

masih sangat minim, seperti tidak tersedianya air bersih, jauh dari pasar, dan tidak

adanya akses untuk mendapatkan bahan bakar yang sesuai dengan harga

standar.Kemiskinan prasarana itu secara tidak langsung juga memiliki andil bagi

munculnya kemiskinan keluarga. Misalnya, tidak tersedianya air bersih akan

memaksa keluarga untuk mengeluarkan uang untuk membeli air bersih, yang

berarti mengurangi pendapatan mereka. Kemiskinan prasarana juga dapat

mengakibatkan keluarga yang berada di garis kemiskinan (need poor) bisa

merosot ke dalam kelompok keluarga miskin.

Sesungguhnya, ada dua hal utama yang terkandung dalam kemiskinan

(Soetrisno,1995), yaitu kerentanan dan ketidakberdayaan. Dengan kerentanaan

yang dialami, orang miskin akan mengalami kesulitan untuk menghadapi situasi

darurat. Ini dapat dilihat pada nelayan perorangan misalnya, mengalami kesulitan

untuk membeli bahan bakar untuk keperluan melaut. Hal ini disebabkan

sebelumnya tidak ada hasil tangkapan yang bisa dijual dan tidak ada dana

cadangan yang dapat digunakan untuk keperluan yang mendesak. Hal yang sama

juga dialami nelayan buruh,mereka merasa tidak berdaya di hadapan para juragan

yang telah memperkerjakannya,meskipun bagi hasil yang diterimanya dirasakan

(29)

Selain itu, nelayan miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi

modern, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil

tangkapannya sangat rendah.Tingkat pendidikan nelayan berbanding lurus dengan

teknologi yang dapat dihasilkan oleh para nelayan, dalam hal ini teknologi di

bidang penangkapan dan pengawetan ikan. Ikan cepat mengalami proses

pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain disebabkan oleh bakteri

dan perubahan kimiawi pada ikan. Oleh karena itu, diperlukan teknologi

pengawetan ikan yang baik. Selama ini, nelayan hanya menggunakan cara yang

tradisional untuk mengawetkan ikan. Hal tersebut salah satunya disebabkan

karena rendahnya tingkat pendidikan dan penguasaan nelayan terhadap teknologi

(Kusnadi,2000).

Dengan demikian, masalah sosial ekonomi yang terdapat pada kehidupan

nelayan antara lain adalah :

a. Rendahnya tingkat pendidikan,

b. Miskin pengetahuan dan teknologi untuk menunjang pekerjaanya,

c. Kurangnya daya kreativitas,

d. Belum adanya perlindungan terhadap nelayan dari jeratan para tengkulak,serta,

e. Kurangnya tersedia wadah pekerjaan informal.

Dengan rendahnya produktivitas,nelayan tetap melakukan operasi

penangkapan ikan yang sesungguhnya tidak lagi efisien secara ekonomis. Nelayan

tetap tinggal pada industri perikanan karena rendahnya opportunity cost (Subade

and Abdullah,1993). Opportunity cost nelayan,menurut definisi, adalah

(30)

diperoleh selain menangkap ikan. Dengan kata lain, opportunity cost adalah

kemungkinan lain yang bisa dikerjakan nelayan bila saja mereka tidak menangkap

ikan. Bila opportunity cost rendah maka nelayan cenderung tetap melaksanakan

usahanya meskipun usaha tersebut tidak lagi menguntungkan dan efisien. Ada

juga argument yang mengatakan bahwa opportunity cost nelayan, khususnya di

negara berkembang, sangat kecil dan cenderung mendekati nihil. Bila demikian

maka nelayan tidak punya pilihan lain sebagai mata pencahariannya. Dengan

demikian apa yang terjadi, nelayan tetap bekerja sebagai nelayan karena itu yang

bisa dikerjakan.

2.6 Pengertian Pendapatan, Pendidikan, dan Kesehatan 2.6.1 Pengertian Pendapatan

Pendapatan merupakan salah satu unsur yang paling utama dari

pembentukan laporan laba rugi dalam suatu perusahaan. Banyak yang masih

bingung dalam penggunaan istilah pendapatan. Hal ini disebabkan pendapatan

dapat diartikan sebagai revenue dan dapat juga diartikan sebagai income. Menurut

Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang

dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees),

bunga, deviden, royalti dan sewa.” Definisi tersebut memberikan pengertian yang

berbeda dimana income memberikan pengertian pendapatan yang lebih luas,

income meliputi pendapatan yang berasal dari kegiatan operasi normal perusahaan

maupun yang berasal dari luar operasi normalnya. Sedangkan revenue merupakan

(31)

transaksi yang terjadi. Tinggi rendahnya pendapatan seseorang tergantung pada

faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, kemampuan, pendidikan dan

pengalaman.

2.6.2 Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu usaha serta upaya yang dilakukan oleh

manusia yang sudah dewasa dalam membimbing manusia yang masih belum

dewasa ke arah kedewasaan. Bimbingan disini dalam arti luas, yaitu memberikan

pengetahuan serta pemahaman kepada anak-anak bagaimana dia harus

bertanggung jawab menyelesaikan tugas-tugasnya, mengajarkan kemandirian,

saling menghormati, rasa tanggung jawab, serta bimbingan lainnya. Selain itu

juga pendidikan bisa diartikan bahwa proses perubahan atau pendewasaan

manusia, berawal dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham

menjadi paham dan sebagainya.

Menurut Michael Todaro (1998:476) bahwa pendidikan memiliki

pengaruh positif terhadap promosi pertumbuhan ekonomi. Bahwasannya

tersedianya tenaga-tenaga kerja terampil dan terdidik sebagai syarat penting

berlangsungnya pembangunan ekonomi secara berkesinambungan sama sekali

tidak perlu diragukan.

2.6.3 Pengertian Kesehatan

Pengertian sehat menurut WHO adalah “Health is a state of complete

physical, mental and social well-being and not merely the absence of diseases or

infirmity”. Sehat adalah kondisi normal seseorang yang merupakan hak hidupnya.

(32)

lingkungan berupa udara segar, sinar matahari, santai, kebersihan serta pikiran,

kebiasaan dan gaya hidup yang baik.Selama beberapa dekade terakhir, pengertian

sehat masih dipertentangkan oleh para ahli dan belum ada kata sepakat dari para

ahli kesehatan maupun tokoh masyarakat dunia.AkhirnyaWorld Health

Organization (WHO)membuat defenisi universal yang menyatakan bahwa

pengertian sehat adalah suatu keadaan kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan

sosial yang merupakan satu kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau

kecacatan.Menurut WHO, ada tiga komponen penting yang merupakan satu

kesatuan dalam defenisi sehat yaitu:

1.Sehat Jasmani

Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya, berupa

sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut tersisir

rapi, berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera makan baik,

tidur nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.

2. Sehat Mental

Sehat mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain dalam pepatah

kuno “Jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat” (Men Sana In Corpore

Sano).

3.Sehat Spritual

Spritual merupakan komponen tambahan pada pengertian sehat oleh WHO dan

memiliki arti penting dalam kahidupan sehari-hari masyarakat. Setiap individu

perlu mendapat pendidikan formal maupun informal, kesempatan untuk berlibur,

(33)

lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak monoton.

2.7 Hubungan Pendapatan, Pendidikan, dan Kesehatan terhadap kesejahteraan

Tingkat penghasilan/pendapatan suatu negara biasanya diukur dari

pendapatan perkapita, yaitu jumlah pendapatan rata-rata penduduk dalam suatu

negara. Angka total pendapatan atau gross national produk(GNP) per kapita

merupakan konsep yang paling sering dipakai tolak ukur tingkat kesejahteraan

ekonomi penduduk di suatu negara. Akan tetapi masih banyak pendapatan per

kapita yang masih rendah misalnya di desa atau di kota yang sedang berkembang.

Hal ini disebabkan oleh :

1. Pendidikan yang masih rendah

2. Besarnya angka ketergantungan

3. Jumlah penduduk yang banyak

4. Produktivitas tenaga kerja (labor productivity) yang masih rendah.

Dampak yang menyebabkan tingkat pendapatan penduduk yang masih

rendah terhadap pembangunan adalah :

1. Tingkat kesejahteraan yang masih rendah yang akan menyebabkan hasil

pembangunan yang akan banyak dinikmati masyarakat kelas sosial menengah ke

atas.

2. Rendahnya daya beli masyarakat sehingga membuat pembangunan bidang

ekonomi kurang berkembang dengan baik.

Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga dapat mendukung

(34)

1. Meningkatkan GNP dengan cara meningkatkan barang dan jasa

2. Memperluas kesempatan kerja

3. Menekan laju pertumbuhan penduduk

4. Menggiatkan usaha kerajinan rumah tangga

5. Merangsang kemauan berwiraswasta.

Permasalahan kualitas penduduk dan dampaknya terhadap pembangunan

adalah sebagai berikut:

Masalah tingkat pendidikan di kota yang berkembang lebih rendah dibandingkan

dengan kota yang maju. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan:

a. Tingkat kesadaran masyarakat untuk bersekolah rendah.

b. Besarnya anak usia sekolah yang tidak seimbang dengan penyediaan sarana

pendidikan.

c. Pendapatan perkapita penduduk di Indonesia rendah

Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya tingkat pendidikan terhadap

pembangunan adalah:

1. Rendahnya penguasaan teknologi maju, sehingga harus mendatangkan tenaga

ahli dari negara maju. Keadaan ini sungguh ironis, di mana keadaan jumlah

penduduk Indonesia besar, tetapi tidak mampu mencukupi kebutuhan tenaga ahli

yang sangat diperlukan dalam pembangunan.

2. Rendahnya tingkat pendidikan mengakibatkan sulitnya masyarakat menerima

hal-hal yang baru. Hal ini nampak dengan ketidakmampuan masyarakat merawat

hasil pembangunan secara benar, sehingga banyak fasilitas umum yang rusak

(35)

seperti ini apabila terus dibiarkan akan menghambat jalannya pembangunan. Oleh

karena itu, pemerintah mengambil beberapa kebijakan yang dapat meningkatkan

mutu pendidikan masyarakat.

Usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan

masyarakat adalah:

1. Pencanangan wajib belajar 9 tahun.

2. Mengadakan proyek belajar jarak jauh seperti SMP Terbuka dan Universitas

Terbuka.

3. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan (gedung sekolah, perpustakaan,

laboratorium, dan lain-lain).

4. Meningkatkan mutu guru melalui penataran-penataran.

5. Menyempurnakan kurikulum sesuai perkembangan zaman.

6. Mencanangkan gerakan orang tua asuh.

7. Memberikan beasiswa bagi siswa yang berprestasi.

Tingkat kesehatan suatu negara umumnya dilihat dari besar kecilnya

angka kematian, karena kematian erat kaitannya dengan kualitas kesehatan.

Kualitas kesehatan yang rendah umumnya disebabkan:

1. Kurangnya sarana dan pelayanan kesehatan.

2. Kurangnya air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

3. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan.

4. Gizi yang rendah.

5. Penyakit menular.

(36)

Dampak rendahnya tingkat kesehatan terhadap pembangunan adalah

terhambatnya pembangunan fisik karena perhatian tercurah pada perbaikan

kesehatan yang lebih utama karena menyangkut jiwa manusia. Selain itu, jika

tingkat kesehatan manusia sebagai objek dan subjek pembangunan rendah, maka

dalam melakukan apa pun khususnya pada saat bekerja, hasilnya pun akan tidak

optimal.

Untuk menanggulangi masalah kesehatan ini, pemerintah mengambil

beberapa tindakan untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat, sehingga

dapat mendukung lancarnya pelaksanaan pembangunan. Upaya-upaya tersebut di

antaranya sebagai berikut:

1. Mengadakan perbaikan gizi masyarakat.

2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular.

3. Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan.

4. Membangun sarana-sarana kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit, dan

lain-lain.

5. Mengadakan program pengadaan dan pengawasan obat dan makanan.

6. Mengadakan penyuluhan tentang kesehatan gizi dan kebersihan lingkungan.

2.8 Penelitian Terdahulu

Analisis tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan selalu menarik

diteliti.Penelitian yang dilakukan oleh Liony Wijayanti dan Ihsannudin dengan

judul Strategi Peningkatan Kesejahteraan Masyarkat Nelayan kecamatan

(37)

kemiskinan dan strategi peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan di

Kecamatan Pademawu.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa didasarkan pada

kriteria World Bank dinyatakan nelayan belum sejahtera.Namun jika didasarkan

pada kriteria BPS propinsi Jawa Timur dinyatakan sudah sejahtera.

Pada penelitian yang kedua oleh Eko Sugiharto dengan judul Tingkat

Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Desa Benua Baru Hilir Berdasarkan Indikator

Badan Pusat Statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Badan Pusat

Statistik indikator bahwa 15% responden diklasifikasikan keluarga dengan tingkat

kesejahteraan yang tinggi dan 85% diklasifikasikan keluarga dengan tingkat

kesejahteraan menengah.

Pada penelitian yang ketiga oleh Eko Sugiharto, Salmani, dan Bambang

Indratno Gunawan dengan judul Studi Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan

di Kampung Gurimbang Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) diketahui bahwa sebanyak 31 orang responden (94%) nelayan

di Kampung berada pada tahap Keluarga Prasejahtera dan sebanyak 2 orang

responden (6%) berada pada tahap Keluarga Sejahtera I.

Pada penelitian yang keempat oleh Qoriah Saleha, SPi, MSi dengan judul

Profil Aktivitas Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan di Desa

Pela, Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa indikator tingkat kesejahteraan di BKKBN menunjukkan

(38)

bahwa 2,17% miskin dan 97,83% tidak miskin. Dan kemudian, indikator Sajogyo

menyatakan bahwa 100% tidak miskin.

2.9 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.10 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2011:70), hipotesis adalah jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena,

jawaban yang diberikan melalui hipotesis baru didasarkan teori, dan belum

menggunakan fakta.Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan

pengamatan, atau pengamatan dengan teori.Hipotesis mengemukakan pernyataan

tentang harapan peneliti mengenai hubungan-hubungan antara variabel-variabel Kesejahteraan

Masyarakat (Y)

Tingkat Pendapatan (X1)

Tingkat Pendidikan (X2)

Tingkat Kesehatan (X3)

[image:38.595.71.522.205.412.2]
(39)

dalam persoalaan.Oleh sebab itu rumusan masalah penelitian ini biasanya disusun

dalam kalimat pernyataan.

Dugaan sementara dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh positif antara tingkat pendapatan terhadap kesejahteraan

masyarakat.

2. Terdapat pengaruh positif antara tingkat pendidikan terhadap kesejahteraan

masyarakat.

3. Terdapat pengaruh positif antara tingkat kesehatan terhadap kesejahteraan

masyarakat.

4. Terdapat pengaruh positif antara kondisi rumah terhadap kesejahteraan

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu dan juga langkah yang

akan dilakukan dalam pengumpulan data secara empiris untuk memecahkan

masalah dan menguji hipotesis penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian tentang Analisi Tingkat Keejahteraan Masyarakat di Kota

Sibolga ini menggunakan metode penelitian Deskriptif Kuantitatif.Penelitian

Deskriptif, yaitu menjelaskan hubungan antar variabel dengan menganalisis data

numerik (angka) menggunakan metode statistik melalui pengujian hipotesa.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kota Sibolga. Tahapan penelitian ini

dilakukan selama 4 bulan.Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini

adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara

observasi di lokasi penelitian dan mengadakan wawancara langsung dengan

responden. Wawancara ini berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disusun

sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Data sekunder adalah data yang

diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-sumber yang telah ada, data sekunder

dalam penelitian ini berfungsi sebagai data pendukung. Data yang dijadikan

referensi diperoleh melalui Badan Pusat Statistik dan Dinas Kelautan Perikanan

(41)

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3. 3. 1 Populasi

Sugiyono (2011:90) mengemukakan populasi adalah wilayah generelisasi

yang terdiri dari atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.Populasi dalam penelitian ini adalah data seluruh penduduk Kota

Sibolga yang bekerja sebagai nelayan.

3. 3. 2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random

sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak

dan dimana tiap unsur yg membentuk populasi diberi kesempatan yg sama untuk

terpilih menjadi sampel. (Sugiyono, 2011:93)

Dalam penarikan sample maka jumlahnya harus representative untuk

nantinya hasil bisa digeneralisasi. Untuk memenuhi persyaratan tersebut diambil

menggunakan rumus Slovin, yaitu:

n = �

1+��2

Keterangan:

n = Besar Sampel

N = Jumlah nelayan di Kota Sibolga

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat

(42)

Dengan menggunakan rumus Slovin tersebut maka :

n = �

1+��2

n = 9008

1+ 9008 (0,1)2

n = 9008

1+9008 (0,01)

n = 100 responden

Dari perhitungan tersebut didapat 100 orang.Dengan demikian sampel

yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 100 responden.

Penentuaan jumlah sampel penelitian menggunakan teknik pengambilan

sampel secara teknik sample random sampling, yaitu suatu tipe sampling

probabilitas. Teknik ini sangat populer dan banyak dianjurkan penggunaannya

dalam proses penelitian. Pada teknik acak ini, secara teoritis, semua anggota

dalam populasi mempunyai probabilitas atau kesempatan yang sama untuk dipilih

menjadi sampel. Teknik ini merupakan teknik yang paling objektif, dibandingkan

dengan teknik-teknik sampling yang lain.

3.4 Metode pengumpulan Data

Dalam melakukan kegiatan selalu ada kegiatan untuk melakukan

pengumpulan data. Metode pengumpulan data primer dalam penelitian ini

menurut Sugiyono (2011:165) yaitu:

1. Observasi

Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik

bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuisioner.Teknik

pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian ini berkenaan

(43)

digunakan untuk mengamati pola kehidupan dan perilaku masyarakat nelayan

secara langsung.

2. Kuisioner

Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk dijawabnya. (Sugiyono, 2011:162).

3.5 Uji Validitas dan Uji Reabilitas 3.5.1 Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2005:78) valid berarti instrument yang digunakan

untuk mendapatkan data yang digunakan untuk mengukur apa seharusnya yang

diukur. Dalam penyelesaian dalam data primer ini diperlukan kecermatan dalam

menentukan alat karena yang akan diukur bersifat abstrak yaitu berupa konsep.

Validitas konstruk (construct validity), validitas ini (content validity), dan

validitas eksternal (external validity).Validitas konstruk adalah validitas yang

mengacu pada konsistensi dari semua komponen kerangka konsep.Validitas isi

adalah suatu alat pengukur ditentukan oleh sejauh mana alat pengukur tersebut

mewakili semua aspek yang dianggap sebagai kerangka konsep.Dan validitas

eksternal adalah validitas yang diperoleh dengan mengorelasikan alat pengukur

(44)

3.5.2 Uji Reabilitas

Uji Reabilitas dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketepatan alat

pengumpul data (instrument) yang digunakan. Pertanyaan yang akan diberikan

pada quisioner ini adalah pertanyaan yang menyangkut fakta dan pendapat

responden. Untuk data primer dalam penelitian ini pengumpulan data yang

dilakukan melalui studi pustaka. Studi pustaka merupakan cara memperoleh

informasi melalui benda-benda tertulis, yang diperoleh dan berbagai sumber

antara lain, jurnal, skripsi, maupun buku-buku yang relevan dalam membantu

penelitian ini, juga termasuk buku-buku terbitan instansi pemerintah. Instansi

yang dimaksud antara lain Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional/Daerah, Dinas Perikanan dan Kelautan. Data-data ini

diharapkan dapat menjadi landasan pemikiran dalam melakukan penelitian.

3.6 Definisi Operasional

1. Kesejahteraan (Ksm) adalah suatu dimana kebutuhan hidup terpenuhi dengan

kebutuhan pangan, sandang, papan sehingga dapat dikatakan masyarakat

sejahtera.

2. Pendapatan (Y) adalah penghasilan yang diperoleh masyarakat setiap bulan

dalam jumlah rupiah atau penghasilan yang didapat seseorang dalam jangka

waktu mereka bekerja.

3. Pendidikan (pend) adalah lamanya masyarakat menuntut ilmu (bersekolah)

dari mulai masuk sampai tamat dalam hitungan tahun.

4. Kesehatan (kes) adalah suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan

(45)

5. Kondisi rumah serta fasilitas yang dimiliki (rum) adalah suatu kelayakan

tempat tinggal yang menggambarkan kesejahteraan masyarakat nelayan.

3.7 Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah metode

regresi linier berganda, dimana data yang dikumpulkan melalui hasil wawancara,

kemudian dianalisis menggunakan indikator yang digunakan. Rumus metodenya,

yaitu:

Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + e

Keterangan:

α = konstanta

β1, β2, β3, β4 = koefisien regresi variabel independen

X1 = Pendapatan

X2 = Pendidikan

X3 = Kesehatan

X4 = Kondisi rumah dan fasilitas

Y = Kesejahteraan Masyarakat

Pengujian hipotesis penelitian secara simultan (serempak) dan parsial yang

dilakukan dengan menggunakan aplikasi software pengolahan data dengan SPSS

dengan analisis tersebut:

1. Uji T (secara parsial)

Uji t dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independen (tingkat

pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan kondisi perumahan serta fasilitas yang

dimiliki) secara pasrsial terhadap variabel independen. Adapun hipotesis statistic

(46)

Ho : β1 = 0 (tidak ada pengaruh tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan

kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki terhadap

kesejahteraan masyarakat).

H1 ≠ β1 = 0 (ada pengaruh tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan kondisi

perumahan serta fasilitas yang dimiliki terhadap kesejahteraan

masyarakat).

2. Uji F (Uji secara simultan)

Uji F dilakukan untuk melihat secara simultan (bersama-sama) apakah ada

pengaruh dari variabel bebas (pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan kondisi

perumahan serta fasilitas yang dimiliki).

Model hipotesis yang dilakukan dalam uji F ini adalah:

Ho : β1 β2 β3 β4 = 0 (artinya pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan kondisi

perumahan serta fasilitas rumah yang dimiliki secara

bersama-sama tidak terpengaruh terhadap kesejahteraan

masyarakat).

H1 :β1 β2β3 β4 ≠ 0(artinya pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan kondisi

perumahan serta fasilitas rumah yang dimiliki secara

bersama-sama berpengaruh terhadap kesejahteraan

masyarakat).

3.8 Pengujian Asumsi Klasik 3.8.1 Uji Multikolonieritas

Multikolonieritas adalah keadaan dimana variabel independen dalam

(47)

multikolonieritas adalah menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi

antar variabel bebas (independent).Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi korelasi diantara variabel bebas (tidak terjadi multikolonieritas). Jika

variabel sering berkorelasi maka variabel ini tidak ortogonal yaitu variabel bebas

yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol.

Dasar pengambilan keputusan uji multikolonieritas:

Jika nilai VIF < 10 atau nilai tolerance > 0,10 maka terjadi multikolonieritas.

Jika nilai VIF > 10 atau nilai tolerance < 0,10 maka tidak terjadi multikolonieritas.

3.8.2 Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.

Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka

disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas model

regresi yang baik adalah Homokedastisitas tidak terjadi Heteroskedastisitas.

Heteroskedastisitas dalam penelitian ini deteksi dengan menggunakan

analisis grafik dan varian tak bersyarat.Analisis grafik, yaitu dengan melihat ada

tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot, dimana sumbu Y adalah Y yang

telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya).Dasar

pengambilan keputusan untuk Heteroskedastisitas dengan analisis grafik, jika

tidak terjadi Heteroskedastisitas.Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang

membentuk pola tertentu yang terbentuk (bergelombang, melebar kemudian

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Kota Sibolga memiliki 5 (lima) pulau-pulau kecil dengan luas keseluruhan

137,08 Ha. Keberadaan pulau-pulau tersebut memberikan peluang dalam

pengembangan wisata bahari dan perikanan budidaya. Sebagaimana diketahui,

dengan panjang garis pantai mencapai 21,84 km termasuk 10,41 km garis pantai

pulau-pulau kecil, maka pantai Kota Sibolga memiliki potensi pengembangan

budidaya ikan melalui sistem Keramba Jaring Apung (KJA).

Jumlah penduduk di Kota Sibolga pada tahun 2012 berjumlah 85.271 jiwa,

kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan berjumlah 8009 kepala keluarga.

4.2 Hasil Penelitian

Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang.Responden

merupakan masyarakat Kota Sibolga yang berprofesi sebagai nelayan.Hasil

penelitian didapatkan melalui pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner

dan observasi lapangan.Data dimaksud meliputi karakteristik responden dan data

indikator tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan.

4.2.1 Data Karakteristik Responden

Dari hasil pengumpulan data melalui kuisioner yang dijawab atau diisi

responden, diperoleh gambaran karakteristik responden meliputi data tentang

(49)

4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 100 responden diperoleh data

distribusi karakteristik responden berdasarkan umur yang akan disajikan pada

[image:49.595.105.517.264.385.2]

tabel berikut ini:

Tabel 4.1

Data Karakteristik Berdasarkan Umur

No Umur Jumlah

Responden

Persentase (%)

1 20 s/d 29 tahun 49 49

2 30 s/d 39 tahun 34 34

3 40 s/d 49 tahun 14 14

4 50 s/d 59 tahun 2 2

5 60 s/d 69 tahun 1 1

Total 100 100

Sumber: Data diolah

Sesuai data pada tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa kelompok umur

responden berumur 20-29 tahun sebanyak 49 orang atau 49% dan berumur 60-69

tahun sebanyak 1 orang atau 1 % ( usia tidak produktif). Hal ini menunjukkan

bahwa pada umumnya masyarakat di daerah Kota Sibolga berada pada usia

berkisar antara 20-29 tahun yaitu sebanyak 49 responden.

4.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Hasil penelitian terhadap 100 responden diperoleh distribusi data

karakteristik responden berdasarkan dat pendidikan yang didapat dilihat pada

(50)
[image:50.595.106.518.167.277.2]

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Data Karakterisitik Berdasarkan Umur

No Pendidikan Jumlah

Responden

Persentase (%)

1 SD/MI 22 22

2 SMP/Sederajat 29 29

3 SMA/Sederajat 49 49

4 D3/S1 0 0

Total 100 100

Sumber: Data diolah

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar

responden berpendidikan SMA/Sederajat sebanyak 49 orang atau 49% dan

diikuiti yang berpendidikan SMP/Sederajat sebanyak 29 orang atau 29%.

Sedangkan yang berpendidikan SD/MI sebanyak 22 orang atau 22% dan yang

berpendidikan D3/S1 tidak ada.Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa

masyarakat di Kota Sibolga masih berada pada tingkat pendidikan yang masih

rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat yang hanya

tamatan SD sampe SMA dan untuk tamatan D3/S1 sama sekali tidak ada.

4.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan dalam keluarga yang harus dibiayai oleh responden

berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel distribusi seperti tertera

(51)
[image:51.595.106.519.155.314.2]

Tabel 4.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga

No Jumlah Tanggungan Jumlah

Responden

Persentase (%)

1 0 orang 42 42

2 1 orang 6 6

3 2 orang 18 18

4 3 orang 16 16

5 4 orang 12 12

6 5 orang 5 5

7 6 orang 1 1

8 >6 orang 0 0

Total 100 100

Sumber: Data diolah

Dengan melihat tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa pada umumnya

responden tidak memiliki tanggungan dalam keluarga sebanyak 42 orang atau

42%. Sementara responden dengan jumlah tanggungan 1 orang sebanyak 6 orang

atau 6%, responden dengan jumlah tanggungan 2 orang sebanyak 18 orang atau

18%, responden dengan jumlah tanggungan 3 orang sebanyak 16 orang atau 16%,

responden dengan jumlah tanggungan 4 orang sebanyak 12 orang atau 12%,

responden dengan jumlah tanggungan 5 orang sebanyak 5 orang atau 5%,

responden dengan jumlah tanggungan 6 orang sebanyak 1 orang. Maka dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar responden tidak mempunyai tanggungan dan

sebagian lagi mempunyai tanggungan yang cukup besar.Jumlah tanggungan

berkisar 2-5 orang yaitu 51 orang.Tentu jumlah ini merupakan jumlah yang cukup

besar.

4.3 Indikator Kesejahteraan Masyarakat Nelayan

Tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Kota Sibolga ditentukan

(52)

diterapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu terdiri dari: (1) Tingkat

Pendapatan (jumlah pendapatan per bulan), (2) Tingkat Pendidikan (lamanya

menjalankan studi dalam jumlah per tahun), (3) Tingkat Kesehatan (mudahnya

memperoleh kesehatan), (4) Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki.

Data indikator kesejahteraan masyarakat Kota Sibolga berdasarkan hasil

penelitian terhadap 100 responden dengan menggunakan kuisioner dan observasi

dengan pihak-pihak terkait.

Untuk lebih jelasnya berikut ini akan disajikan data dengan indikator

kesejahteraan masyarakat nelayan di Kota Sibolga yang disajikan dalam bentuk

tabulasi dan gambar berikut ini:

4.3.1 Indikator Kesejateraan Masyarakat Nelayan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Per Bulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 100 responden diperoleh data

indikator kesejahteraan berdasarkan tingkat pendapatan per bulan yang dapat

[image:52.595.106.522.568.674.2]

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.4

Data Indikator Tingkat Pendapatan Per Bulan No Pendapatan per bulan Jumlah

Responden

Persentase (%)

1 Rendah (<1.000.000) 17 17

2 Sedang ( Rp 1.000.000 s/d Rp 5.000.000)

83 83

3 Tinggi (>5.000.000) 0 0

Total 100 100

Sumber: Data diolah

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya

(53)

5.000.000 dengan kategori “sedang” yaitu 83 responden atau 83% dan diikuti

yang berpendapatan dibawah Rp 1.000.000 dengan kategori “rendah” sebanyak

17 orang, sementara pendapatan per bulan di atas Rp 5.000.000 tidak ada.

Dimana kondisi ekonomi masyarakat nelayan akan membawa pengaruh

terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Kesejahteraan inilah yang

menjadi variabel objek yang sangat penting.Pendapatan merupakan faktor yang

sangat penting untuk dipertimbangkan ketika ingin menentukan tingkat

kesejahteraan masyarakat nelayan.

Nelayan merupakan suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya

tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara menangkap atau

membudidayakannya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai,sebuah

lingkungan pemukiman yang dengan lokasi kegiatannya. Nelayan di Kota Sibolga

terdiri dari nelayan tangkap, nelayan budidaya, nelayan pengelolah, dan nelayan

pedagang.Umumnya kehidupan nelayan di Kota Sibolga hidup dalam

keterbatasan. Keterbatasan ekonomi tampak pada tingkat pendapatan nelayan

yang masih rendah, dimana hal ini didukung oleh hasil penelitian dimana tingkat

kesejahteraan masyarakat nelayan di Kota Sibolga yang masih rendah yaitu

sekitar Rp 1.000.000-Rp 2.000.000 bahkan masih ada nelayan di Kota Sibolga

yang pendapatan per bulannya di bawah Rp 1.000.000. Jika ada kendala yang

dialami nelayan untuk menangkap ikan seperti keadaan cuaca yang tidak

mendukung dan ombak yang begitu besar, maka nelayan tersebut tidak akan

(54)

akan membuat daya beli rendah yang mengakibatkan masyarakat nelayan tetap

berada dalam lingkungan kemiskinan.

4.3.2 Indikator Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Berdasarkan Tingkat Kesehatan Keluarga

Kondisi kesehatan masyarakat nelayan berdasarkan hasil penelitian

terhadap 100 responden diperoleh data sebagaimana dituangkan dalam table

[image:54.595.110.513.349.435.2]

dibawah ini:

Tabel 4.5

Data Indikator Tingkat Kesehatan Keluarga

No Kesehatan Keluarga Jumlah

Responden

Persentase (%)

1 Kurang 15 15

2 Cukup 50 50

3 Baik 35 35

Total 100 100

Sumber: Data diolah

Dari table 4.5 di atas memperhatikan bahwa pada umumnya responden

memiliki tingkat kesehatan dengan kategori cukup sebanyak 50 responden atau

50% dari seluruh jumlah responden dan selebihnya dengan kategori kurang 15

responden atau 15% dan memiliki tingkat kesehatan dengan kategori baik

sebanyak 35 responden atau 35%.

Kualitas hidup suatu masyarakat nelayan pada umumnya dianggap sebagai

komunitas dengan kondisi kesehatan yang masih kurang. Berbagai faktor

penyebabnya antara lain akibat masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran

masyarakat untuk hidup bersih dan sehat serta kondisi sanitasi lingkungan yang

kotor dan kumuh dan sehingga masyarakat sekitarnya sangat rentan menderita

(55)

Dari data hasil penelitian akan tingkat kesehatan masyarakat nelayan di

Kota Sibolga pada umumnya dikategorikan “cukup baik”. Hal ini ditunjukkan

oleh adanya peningkatan kondisi kesehatan keluarga dimana adanya tingkat

kesakitan di kalangan masyarakat nelayan sudah dapat ditekan atau diturunkan

dibandingkan dengan tahun lalu.Hal ini didasarkan pada program yang dibuat

oleh pemerintah seperti penyuluh kesehatan dan meningkatkan pelayanan

kesehatan oleh tenaga kesehatan dan kader-kader puskesmas di Kota Sibolga.

4.3.3 Indikator Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kondisi Perumahan Serta Fasilitas yang Dimiliki

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 100 responden maka diperoleh data

distribusi responden berdasarkan kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki

[image:55.595.105.520.489.574.2]

yang dapat dilihat seperti tertera dalam table dibawah ini:

Tabel 4.6

Data Indikator Kondisi Perumahan Serta Fasilitas yang Dimiliki No Kondisi Perumahan serta

Fasilitas yang Dimiliki

Jumlah Responden

Persentase (%)

1 Non Permanen 80 80

2 Semi Permanen 20 20

3 Permanen 0 0

Total 100 100

Sumber:Data Diolah

Dilihat dari table 4.6 diatas diperoleh data bahwa pada umumnya

responden memiliki tempat tinggal non permanen sebanyak 80 responden atau

80% dari seluruh responden dan hanya beberapa diantaranya yang sudah memiliki

(56)

Untuk melihat kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki masyarakat

nelayan di Kota Sibolga dalam hal ini dievaluasi bentuk bangunan rumah yang

dibagi dalam tiga kategori rumah non permanen, semi permanen, dan

permanen.Data hasil penelitian membuktikan bahwa pada umumnya kondisi

perumahan serta fasilitas yang dimiliki masyarakat nelayan di Kota Sibolga

memiliki bentuk non permanen. Dimana ciri-ciri rumah non permanen antara lain

diketahui dari jenis lantai, jenis dinding, jenis atap, dan keadaan ruangan. Fakta

dilapangan menunjukkan bahwa kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki

masyarakat nelayan pada umumnya berdinding papan dan berlantai papan atau

tanah.Jika melihat dari kondisinya dapat dikategorikan sebagai rumah yang layak

huni. Untuk melihat lebih jelas kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki

masyarakat nelayan yang pada umumnya dikategorikan non permanen dapat

dilihat melalui gambar sebagi berikut:

Gambar 4.1

[image:56.595.214.410.472.661.2]
(57)
[image:57.595.214.409.113.276.2]

Gambar 4.2

Kondisi Perumahan Masyarakat Nelayan

4.3.4 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan

Berdasarkan hasil analisis indikator kesejahteraan masyarakat nelayan

sebagaimana telah diuraikan dan disajikan dalam bentuk tabel dangambar di atas,

maka diperoleh data tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Kota Sibolga

yang diwakili sebanyak 100 responden.

Tabel 4.7

Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan di Kota Sibolga No Tingkat Kesejahteraan Jumlah

Responden

Persentase (%)

1 Rendah 85 85

2 Sedang 15 15

3 Tinggi 0 0

Total 100 100

Sumber: Data diolah

Dengan melihat table 4.7 diatas dapat diketahui bahwa pada umumnya

responden memiliki tingkat kesejahteraan dengan kategori “rendah” yaitu

sebanyak 85 responden atau 85% diikuti oleh responden yang memiliki tingkat

[image:57.595.111.516.525.609.2]
(58)

4.4 Analisis Data dan Pembahasan 4.4.1 Uji Validitas dan Reabilitas

Uji validitas ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesalahan dari

angket dan kuisioner. Kesahihan disini mempunyai arti kuisioner atau angket

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Konseptual
Tabel 4.1 Data Karakteristik Berdasarkan Umur
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan di Desa Dahari Selebar Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara.. Penelitian ini dilakukan di Desa

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah Kota Surakarta mengimplementasikan program yang bertujuan untuk memberikan jaminan kesejahteraan sosial bagi masyarakat

(2.) Daya Dukung fungsi lahan kota Sibolga dalam pengembangan Kota Sibolga termasuk dalam klasifikasi tingkat kesesuaian daya dukung lahan rendah karena kondisi lahan

Analisis Pemanfaatan Program Keluarga Harapan Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Miskin Di Kota Binjai.. Kesehatan

Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Desa Benua Baru Hilir Berdasarkan Indikator Badan Pusat Statistik: Jurnal Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan FPIK Unmul Samarinda Kutai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan nelayan dilihat dari analisis Nilai Tukar Nelayan (NTN) dan pola kebiasaan menabung masyarakat

pembangunan selalu menjadi perhatian, karena kawasan pemukiman masyarakat nelayan dianggap tingkat kesejahteraannya masih rendah. Masyarakat Kelurahan Kota Karang

Gambar 1 : Rumah Nelayan di Lingkungan Pintu Angin, Kelurahan Sibolga Hilir, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga. Gambar 2 : Wawancara dengan