TESIS
Oleh
ROSDIANA SARI MAHARANI
117011078/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ROSDIANA SARI MAHARANI
117011078/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Nama Mahasiswa : ROSDIANA SARI MAHARANI
Nomor Pokok : 117011078
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum
2. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
Nama : ROSDIANA SARI MAHARANI
Nim : 117011078
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PELAKSANAAN EKSEKUSI DIATAS HAK
PENGELOLAAN (HPL) NO. 3 MILIK PT. KAWASAN
INDUSTRI MEDAN (PERSERO) (STUDI KASUS
PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI NO. 94
PK/PDT/2004)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau RBg. Setiap orang yang ingin mengetahui pedoman aturan eksekusi harus merujuk kedalam aturan perundang-undangan dalam HIR atau RBg. Eksekusi baru dapat dijalankan apabila putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau sudah dinyatakan in kracht. Namun adakalanya eksekusi ini tidak dapat dilaksanakan dikarenakan salah satu alasan yaitu eksekusi yang non-eksekutabel.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pertimbangan hakim dalam putusan PK No. 94 PK/PDT/2004 telah sesuai dengan hukum materiil, untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan eksekusi Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004 dilaksanakan diatas Hak Pengelolaan (HPL) NO. 3 milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero), dan untuk mengetahui upaya-upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) terhadap putusan Peninjauan Kembali tersebut. Penelitian yang dilakukan Deskriptif Analitis dan jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan Yuridis Normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.
Kesimpulan yang diperoleh bahwa pertimbangan hukum bagi hakim dalam memutus perkara No. 94 PK/PDT/2004 adalah telah sesuai dengan hukum materiil dan putusan Peninjauan Kembali No. 94 PK/PDT/2004 adalah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, tetapi dalam pelaksanaannya tidak dapat dilaksanakan disebabkan karena pada saat dilakukan konstatering ternyata berbeda dengan yang ada dalam putusan PK tersebut. Perbedaan mengenai letak batas-batas lahan ini disebut dengan eksekusi non-eksekutabel. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) tentang perbedaan letak batas-batas lahan ini adalah dengan mengajukan permohonan penetapan hakim pada Pengadilan Negeri tentang adanya eksekusi yang non-eksekutabel tersebut.
execution is a continual action from the whole process law of civil procedure. Execution is a unity which cannot be separated from the implementation of the rules to litigate found in HIR or RBg. Everybody who wants to know the rules of execution should refer to legal provisions in HIR or RBg. Execution can be performed when the ruling has gotten final and conclusive legal force and has been in kracht. But sometimes this execution cannot be carried out since it is regarded non-executable.
The objective of the research was to know whether judge’s consideration in the ruling of PK No. 94 PK/PDT/2004 has been in line with material law, to know how about the implementation of the execution of the Ruling of PK No. 94 PK/PDT/2004 was carried out on the Supervision Rights (HPL) No. 3, owned by PT Kawasan Industri Medan (Incorporated), and to know what legal remedy done by PT Kawasan Industri Medan (Incorporated) on the Judicial Review. The research used descriptive analytic with judicial normative approach in which the research was conducted by analyzing written laws from literature materials or secondary data which is known as secondary material and legal references.
It is concluded that legal consideration for judges in giving the Ruling No. 94 PK/PDT/2004 has final and conclusive; but, in practice it cannot be carried out because at the time the establishment of the facts is done, it is different from the Ruling of PK. The difference in the land boundary is called non-executable execution. One of the attempts made by PT Kawasan Industri Medan (Incorporated) about the land boundary is by making a request for judge’s decision in the District Court on the non-executable execution.
penulisan tesis yang berjudul : “PELAKSANAAN EKSEKUSI DI ATAS HAK
PENGELOLAAN (HPL) NO. 3 MILIK PT. KAWASAN INDUSTRI MEDAN (Persero)
(STUDI KASUS PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI NO. 94 PK/PDT/2004)”, yang
merupakan hasil penelitian yang telah dilaksanakan untuk kemudian dituliskan dalam
tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn)
pada Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan,
dorongan moril, masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Secara khusus disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat dan amat terpelajar kepada Bapak Komisi Pembimbing, yaitu :
1. Bapak Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana
Fakultas Hukum sekaligus merupakan Ketua Komisi Pembimbing yaitu yang
terhormat dan terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN.
2. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum.
3. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum.
Atas kesediaannya memberikan bimbingan penulisan yang baik juga arahan dan
petunjuk demi kesempurnaan penulisan tesis ini mulai pemilihan judul, kolokium,
seminar hasil hingga ujian tertutup sidang meja hijau, dimana berkat bimbingan yang
diberikan sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga ditujukan kepada Bapak dan Ibu
dosen penguji yang terhormat dan amat terpelajar, yaitu :
1. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang disediakan
bagi kami penulis untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kenotariatan di
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dan juga selaku Pembimbing dalam tesis ini, atas bantuan dan
bimbingannya serta memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister
Kenotariatan (MKn) Sekolah Pascasarjana Universitas sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan (MKn) dan juga selaku Pembimbing dalam tesis ini, atas
bantuan dan bimbingannya dalam memberikan masukan dan saran serta
kesempatan dan fasilitas sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Studi
Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas sumatera Utara.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum selaku Sekretaris pada
Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Universitas Sumatera Utara.
5. Para Guru Besar dan Staf Pengajar di lingkungan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara khususnya para Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Magister
kenotariatan Universitas Sumatera Utara.
6. Para staf administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Sekolah
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terkhusus Ibu Fatimah
yang selalu membantu sepenuh hati, terutama untuk memperlancar urusan
administrasi yang diperlukan.
7. Rekan-rekan dan adik-adikku khususnya angkatan 2011 Group B pada Program
Studi Magister Kenotariatan (MKn) Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum
selalu memberikan semangat dan motovasi dan yang selalu mendo’akan penulis
hingga dapat merampungkan studi ini.
9. Secara tulus ucapan terima kasih kepada Bapak dan Ibu Mertua yang penulis
sayangi yang juga selalu memberikan semangat dan selalu mendo’akan penulis.
Teristimewa ucapan terima kasih yang terdalam kepada suami tercinta Fannils
Amry Nasution, SH, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan yang amat
banyak baik berupa moril, maupun materil, yang selalu siap siaga akan kebutuhan penulis
baik selama dalam masa studi maupun dalam masa penulisan tesis ini, serta ucapan untuk
anak semata wayang yang sangat penulis sayangi Muhammad Farhan Nasution yang
menjadi motivasi, yang selalu memberikan pengertian dan selalu membantu penulis
selama masa studi dan masa penulisan tesis ini. Juga ucapan terima kasih kepada PT.
Kawasan Industri Medan (Persero) melalui Bapak Pangkal Simanjuntak, SH dan Bapak
Fannils amry nasution, SH, yang telah membantu penulis dalam bentuk memberikan
bahan-bahan dan informasi yang penulis butuhkan. Dan kepada sanak saudara penulis
ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas dukungan dan semangat yang diberikan
selama masa studi.
Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima
kasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan serta do’a kepada penulis selama proses
penyelesaian tesis ini. Semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita
semua, Amien.
Medan, Agustus 2013 Penulis.
Tempat/ Tgl Lahir : Medan, 8 Juli 1975
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Marelan V Pasar 2 Barat Gg. Biduk, Kel. Rengas Pulo, Kec. Medan marelan.
II. ORANG TUA
Nama Ayah : Alm.Drs. D.M Chaidir
Nama Ibu : Nurhaidah Bahar
III. PENDIDIKAN
1. SD Darma Patra Pertamina P. Berandan : Lulus Tahun 1988
2. SMP Darma Patra Pertamina P. Berandan : Lulus Tahun 1991
3. SMA Negeri P. Berandan : Lulus Tahun 1994
4. S-1 Fakultas Hukum Univ. Panca Budi : Lulus Tahun 1998
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR ISTILAH... ix
DAFTAR SINGKATAN... x
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 15
C. Tujuan Penelitian ... 15
D. Manfaat Penelitian ... 15
E. Keaslian Penelitian... 16
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 24
1. Kerangka Teori... 24
2. Konsepsi... 26
G. Metode Penelitian... 27
1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 27
2. Bahan Hukum Penelitian... 29
3. Alat Pengumpul Data ... 31
4. Metode Analisis Data... 31
BAB II PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA PADA PUTUSAN PK NO. 94 PK/PDT/2004 ... 33
A. Posisi Kasus ... 33
C. Analisa Kasus... 61
1. Tingkat Pengadilan Negeri... 61
2. Tingkat Pengadilan Tinggi (Banding)... 63
3. Tingkat Kasasi... 63
4. Tingkat Peninjauan Kembali... 63
BAB III PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN PK NO. 94 PK/PDT/2004 ... 67
A. Eksekusi ... 67
1. Asas-asas Eksekusi... 70
2. Jenis-jenis Eksekusi ... 80
B. Kekuatan Eksekutorial Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004... 82
C. Hambatan-Hambatan Eksekusi Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004... 89
BAB IV UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PT. KAWASAN INDUSTRI MEDAN (PERSERO) SELAKU PEMEGANG HAK PENGELOLAAN (HPL) NO. 3 TERHADAP PUTUSAN PK NO. 94/PK/PDT/2004 ... 101
A. Pemberian Hak atas Tanah ... 101
B. Upaya-upaya Hukum Yang Dilakukan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) Selaku Pemegang Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Terhadap Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004 ... 104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 109
A. Kesimpulan ... 109
B. Saran ... 111
DAFTAR PUSTAKA ... 114
- Substantif : Hal yang paling mendasar
- Eksekusi : Pelaksanaan putusan pengadilan
- Konstatering : Pemeriksaan/pengukuran serta pencocokan data di lapangan
- Onrechtmatige daad : Perbuatan melawan hukum
- Gijzeling : Sandera
- Tenuitvoer legging van vonnissen : Tindakan menjalankan putusan
- General rules : Aturan umum
- In kracht van gewijsde : Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
- Non eksekutabel : Tidak dapat dieksekusi
- Wanprestasi : Ingkar janji
- Eigenmachtige verkoop : Kuasa menjual sesuatu
- Aanmaning : Tata cara peringatan
- Executoriale beslag : Sita eksekusi
- PMA : Peraturan Menteri Agama
- Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri
- PK : Peninjauan Kembali
yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau RBg. Setiap orang yang ingin mengetahui pedoman aturan eksekusi harus merujuk kedalam aturan perundang-undangan dalam HIR atau RBg. Eksekusi baru dapat dijalankan apabila putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau sudah dinyatakan in kracht. Namun adakalanya eksekusi ini tidak dapat dilaksanakan dikarenakan salah satu alasan yaitu eksekusi yang non-eksekutabel.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pertimbangan hakim dalam putusan PK No. 94 PK/PDT/2004 telah sesuai dengan hukum materiil, untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan eksekusi Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004 dilaksanakan diatas Hak Pengelolaan (HPL) NO. 3 milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero), dan untuk mengetahui upaya-upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) terhadap putusan Peninjauan Kembali tersebut. Penelitian yang dilakukan Deskriptif Analitis dan jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan Yuridis Normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.
Kesimpulan yang diperoleh bahwa pertimbangan hukum bagi hakim dalam memutus perkara No. 94 PK/PDT/2004 adalah telah sesuai dengan hukum materiil dan putusan Peninjauan Kembali No. 94 PK/PDT/2004 adalah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, tetapi dalam pelaksanaannya tidak dapat dilaksanakan disebabkan karena pada saat dilakukan konstatering ternyata berbeda dengan yang ada dalam putusan PK tersebut. Perbedaan mengenai letak batas-batas lahan ini disebut dengan eksekusi non-eksekutabel. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) tentang perbedaan letak batas-batas lahan ini adalah dengan mengajukan permohonan penetapan hakim pada Pengadilan Negeri tentang adanya eksekusi yang non-eksekutabel tersebut.
execution is a continual action from the whole process law of civil procedure. Execution is a unity which cannot be separated from the implementation of the rules to litigate found in HIR or RBg. Everybody who wants to know the rules of execution should refer to legal provisions in HIR or RBg. Execution can be performed when the ruling has gotten final and conclusive legal force and has been in kracht. But sometimes this execution cannot be carried out since it is regarded non-executable.
The objective of the research was to know whether judge’s consideration in the ruling of PK No. 94 PK/PDT/2004 has been in line with material law, to know how about the implementation of the execution of the Ruling of PK No. 94 PK/PDT/2004 was carried out on the Supervision Rights (HPL) No. 3, owned by PT Kawasan Industri Medan (Incorporated), and to know what legal remedy done by PT Kawasan Industri Medan (Incorporated) on the Judicial Review. The research used descriptive analytic with judicial normative approach in which the research was conducted by analyzing written laws from literature materials or secondary data which is known as secondary material and legal references.
It is concluded that legal consideration for judges in giving the Ruling No. 94 PK/PDT/2004 has final and conclusive; but, in practice it cannot be carried out because at the time the establishment of the facts is done, it is different from the Ruling of PK. The difference in the land boundary is called non-executable execution. One of the attempts made by PT Kawasan Industri Medan (Incorporated) about the land boundary is by making a request for judge’s decision in the District Court on the non-executable execution.
A. Latar Belakang
Dewasa ini dalam masyarakat kita masalah pertanahan cukup mendapat
perhatian, dan boleh dikatakan menjadi salah satu issue nasional yang dapat menjadi
bahan pembicaraan dari berbagai kalangan masyarakat, baik kalangan masyarakat
awam maupun masyarakat intelektual. Perbincangan mengenai masalah pertanahan
ini juga dapat kita lihat dalam berbagai media maupun forum, seperti berbagai
pendapat maupun kasus yang dimuat dalam mass media baik cetak maupun
elektronik, pembicaraan dalam forum diskusi, sambung rasa maupun forum-forum
seminar yang semuanya dimaksudkan untuk menata dan mengatasi permasalahan
yang timbul dalam bidang pertanahan.
Sebagai suatu negara agraris, maka tanah menjadi sentral kegiatan mayoritas
rakyat Indonesia. Oleh karena itu pengaturan dan penataan bidang pertanahan baik
yang menyangkut peraturan-peraturan pokok maupun peraturan teknis adalah sesuatu
yang mutlak yang harus kita wujudkan dan laksanakan. Pengaturan bidang pertanahan
semenjak zaman nenek moyang kita memang sudah ada dan hidup dalam masyarakat,
misalnya melalui ketentuan hukum adat pertanahan dari masing-masing daerah
atau suku-suku yang ada. Keadaan ini membuktikan pada kita bahwa walaupun
dalam kondisi tingkat kehidupan yang masih relatif sederhana pada masa lalu, namun
pranata-pranata hukum yang ada juga telah mencoba menjangkau pengaturan
Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut
permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan disini bukan mengatur tanah dalam
segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam
pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan
dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai
yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan
bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang
baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.1
Tanah bagi kehidupan manusia mengandung makna yang multidimensional.
Pertama, dari sisi ekonomi, tanah merupakan sarana produksi yang dapat
mendatangkan kesejahteraan. Kedua, secara politis, tanah dapat menentukan posisi
seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat. Ketiga, sebagai capital budaya,
dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya. Keempat, tanah
bermakna sakral, karena pada akhir hayat setiap orang akan kembali kepada tanah.2
Seiring dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang
sangat pesat, maka kebutuhan akan tempat tinggal dan tempat untuk melakukan suatu
kegiatan ekonomipun semakin meningkat pula. Adanya keterbatasan lahan untuk
dijadikan tempat tinggal maupun tempat melakukan satu kegiatan ekonomi ini
membuat masyarakat merasa perlu untuk mendapatkan suatu jaminan akan adanya
kepastian hukum terhadap hak kepemilikan atas tanah yang mereka miliki.
1Urip Santoso,HukumAgraria dan Hak-Hak Atas Tanah,(Surabaya, Kencana : 2005), hal.10
2Heru Nugroho, Menggugat Kekuasaan Negara, (Surakarta : Muhammadiyah University
Setiap usaha apapun yang dikembangkan dalam meningkatkan kesejahteraan
dibidang ekonomi, kepastian hukum adalah elemen yang tidak dapat dipisahkan dari
berjalannya usaha tersebut.3 Sehingga wajar kalau investor yang akan menanamkan
modalnya selalu melihat elemen hukum dari bangsa itu. Karena pengusaha tidak mau
berusaha tanpa jaminan hukum dalam melindungi usahanya. Oleh karena itu
pengusaha dengan kepastian hukum adalah dua sejoli yang tidak dapat dipisahkan
dalam mengembangkan usahanya, apalagi usaha itu bergerak dalam pemanfaatan
tanah, maka elemen hukum tanah dalam memberikan kesejukan berusaha adalah yang
paling utama.
Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas
tanah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah diberikan penegasan mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian yang kuat
oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Untuk itu diberikan ketentuan bahwa
selama belum dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan
dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perubahan
hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di pengadilan, sepanjang data tersebut
sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang
bersangkutan dan bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertipikat
atas nama orang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak
dikeluarkannya sertipikat itu dia tidak mengajukan gugatan pada pengadilan,
3Muhammad Yamin Lubis, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, (Medan : Pustaka
sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain tersebut dengan
itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau oleh orang lain atau badan
hukum yang mendapat persetujuannya sebagaimana ketentuan pada pasal 32 ayat (1)
dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.4
Pendaftaran tanah yang diselenggarakan ini merupakan recht kadaster, yang
bertujuan memberikan kepastian hak, yaitu :
1. Untuk memungkinkan orang-orang yang mempunyai tanah dengan mudah
membuktikan bahwa dialah yang berhak atas sebidang tanah, apakah hak
dipunyainya dan luas tanahnya.
2. Untuk memungkinkan pada siapapun guna mengetahui hal-hal yang ingin
diketahui berkenaan dengan sebidang tanah, misalnya calon pembeli, calon
kreditur dan sebagainya.
Pengertian Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik
dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak Milik atas satuan rumah susun serta
hak-hak tertentu yang membebaninya.5
4Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, LN Tahun 1999
No. 52 TLN No. 3746 Penjelasan Umum Alinea Ke-9.
Di samping itu dengan diselenggarakan pendaftaran tanah juga dimaksudkan
terciptanya suatu informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang
berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah didaftar. Terselenggaranya
pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi
di bidang pertanahan.6
Dengan terdaftarnya hak-hak atas tanah atau diberikannya hak-hak atas tanah
kepada semua subyek hak juga diberikan wewenang untuk memanfaatkan tanah
tersebut sesuai dengan peruntukannya. Dengan demikian akan terciptalah jaminan
kepastian hukum bagi subyek hak tersebut dalam kepemilikan dan penggunaan tanah
dimaksud.7
Oleh karena begitu pentingnya arti tanah bagi manusia sehingga sering
menimbulkan permasalahan hukum tentang status tanah dan hak kepemilikan atas
tanah, yang terkadang permasalahan tentang tanah ini harus mendapat penyelesaian
secara hukum melalui lembaga peradilan.
6Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, (Medan : Pustaka Bangsa Pres, 2006),
hal. 164.
7Pasal 19 ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa untuk kepastian hukum dilaksanakan pendaftaran
Masalah sengketa tanah yang diperiksa dan diadili melalui Pengadilan Negeri
cenderung mengalami peningkatan, hal ini mungkin disebabkan nilai dan keperluan
tanah yang semakin hari semakin bertambah yang menyebabkan setiap orang dengan
segala daya upaya bertahan atas tanah yang dianggap sebagai hak miliknya meskipun
sampai berperkara ke pengadilan yang memakan waktu cukup lama.
Upaya untuk mencari penyelesaian sengketa pertanahan, tidak dapat
dilepaskan dari upaya untuk memahami berbagai akar permasalahan pertanahan yang
sedemikian kompleks dimensinya. Akar permasalahan sengketa pertanahan dalam
garis besarnya dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut :8
1. Konflik kepentingan, yang disebabkan karena adanya persaingan kepentingan yang terkait dengan kepentingan substantive (contoh : hak atas sumber daya agrarian termasuk tanah), kepentingan procedural maupun kepentingan psikologis.
2. Konflik struktural, yang disebabkan antara lain karena : pola perilaku atau interaksi yang destruktif; control pemilikan atau bagian sumber daya yang tidak seimbang; kekuasaan dan kewenangan yang tidak seimbang; serta factor geografis, fisik atau lingkungan yang menghambat kerja sama.
3. Konflik nilai, disebabkan karena perbedaan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi gagasan atau perilaku; perbedaan gaya hidup, ideologi atau agama/kepercayaan.
4. Konflik hubungan, yang disebabkan karena emosi yang berlebihan persepsi yang keliru, komunikasi yang buruk atau salah; pengulangan perilaku yang negatif.
5. Konflik data, yang disebabkan karena informasi yang tidak lengkap; informasi yang keliru; pendapat yang berbeda tentang hal-hal yang relevan; interpretasi data yang berbeda; dan perbedaan prosedur penilaian (Moore,1996).
8Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,
Salah satu tujuan pentingnya penyelesaian suatu sengketa adalah untuk
memperoleh jaminan adanya kepastian hukum bagi seluruh pihak yang terlibat dalam
suatu persengketaan. Tujuan akan kepastian hukum itu sendiri akan dapat terpenuhi
bila seluruh perangkat atau system hukum itu dapat berjalan dan mendukung
tercapainya suatu kepastian hukum, khususnya peranan lembaga-lembaga yang diberi
wewenang untuk itu.9
Karena belum terciptanya jaminan kepastian dan perlindungan hukum,
akan timbullah gejala penguasaan dan pengusahaan atas bidang-bidang tanah oleh
pihak-pihak tertentu yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum, seperti pendudukan
atau pengklaiman atas suatu bidang tanah, oleh seseorang/kelompok orang yang
belum tentu berhak atas tanah yang bersangkutan, okupasi liar dan tumpang tindih
hak serta peruntukan hak atas tanah.10
Tentu terhadap permasalahan pertanahan yang muncul dari keadaan yang
disebabkan oleh belum terciptanya kepastian hukum tersebut, maka yang terjadi
adalah benturan kepentingan antara para pihak pengguna dan atau penguasa yang
merasa berhak atas bidang tanah tertentu yang tidak jarang diikuti dengan
kepentingan lain di luar ketentuan hukum, seperti kepentingan politik dan kepentingan
lainnya demi mengejar keamanan sesaat di atas tanah. Sebenarnya bukan tanahnya
9
Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan,
(Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia : 2012), hal. 371.
10Mhd. Yamin Lubis, Abd Rahim Lubis,Hukum Pendaftaran Tanah(Bandung : Mandar Maju : 2010),
yang bermasalah tetapi orang yang diatas tanah tersebutlah yang menciptakan
masalah tanah, sehingga untuk penanganannya bukan tanah yang perlu diamankan
tetapi orangnyalah yang lebih utama diamankan bila diatas tanah mau aman dan
bermakna untuk kehidupan manusia dimuka bumi ini.11
Setelah suatu sengketa tanah selesai diperiksa dan disidangkan melalui
lembaga peradilan dan menyatakan bahwa seseorang sebagai pemilik yang berhak
atas tanah yang menjadi objek sengketa, untuk menyelesaikan agar tanah tersebut
kembali utuh kepada pemiliknya yang sah juga sering mendapat hambatan baik dari
pihak-pihak yang menguasai tanah ataupun dari lembaga pemerintah atau Instansi
yang berwenang mengurus mengenai masalah pertanahan.
Suatu permasalahan atau sengketa tentang tanah yang telah diputus oleh
pengadilan dan juga putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
diperlukan suatu pola atau tata cara penyelesaian yang tersendiri dengan tujuan untuk
menghindari hambatan-hambatan yang akan dihadapi dalam pelaksanaan
penyelesaian sengketa yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada
pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari
proses pemeriksaan. Oleh karena itu eksekusi itu tiada lain daripada tindakan yang
berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum secara perdata.
Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tak terpisah dari pelaksanaan tata
tertib beracara yang terkandung dalam HIR/RBg. Bagi setiap orang ingin mengetahui
pedoman aturan eksekusi, harus merujuk kedalam aturan perundang-undangan yang
diatur dalam HIR/RBg.12
Sering orang berbicara tentang eksekusi, tetapi tidak tahu secara tepat dalam
perundang-undangan mana hal itu diatur, akibatnya terjadilah tindakan cara-cara
eksekusi yang menyimpang, oleh karena pejabat yang melaksanakannya tidak
berpedoman kepada ketentuan perundang-undangan.
Adapun pasal-pasal yang efektif berlaku sebagai pedoman eksekusi adalah
Pasal 195 sampai dengan Pasal 208 dan Pasal 224 HIR/Pasal 206 sampai dengan
Pasal 240 dan Pasal 258 RBg. Namun disamping pasal-pasal tersebut, masih ada lagi
pasal yang mengatur tentang eksekusi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 225
HIR/Pasal 259 RBg. Pasal ini yang mengatur tentang putusan pengadilan yang
menghukum Tergugat untuk melakukan suatu “perbuatan tertentu”.
Bertitik tolak dari ketentuan HIR/RBg, bahwa pengertian eksekusi sama
dengan pengertian “menjalankan putusan”, artinya dalam menjalankan putusan
pengadilan tiada lain dari pada melaksanakan isi putusan pengadilan. Yakni
melaksanakan “secara paksa” putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum
apabila pihak yang kalah (tereksekusi/pihak tergugat) tidak mau menjalankannya
secara sukarela.
M.Yahya Harahap, mengemukakan bahwa :
Eksekusi atau pelaksanaan putusan adalah tindakan yang dilakukan secara paksa terhadap pihak yang kalah dalam perkara. Maka ditinjau dari segi yuridis, eksekusi menurut hukum acara perdata adalah menjalankan pelaksanaannya secara paksa dengan bantuan kekuatan umum, apabila pihak tergugat (pihak yang kalah) tidak memenuhi Putusan secara sukarela. Cara melaksanakan Putusan (eksekusi) diatur dalam pasal 195 HIR/Pasal 206 RBg serta pasal-pasal berikutnya.13
Djazuli Bachtiar, mengemukakan bahwa “salah satu hambatan yang sering dihadapi oleh orang yang dinyatakan sebagai pemilik tanah yang sah berdasarkan adanya Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah pelaksanaan eksekusi pengosongan atas tanah tersebut jika tanah itu dikuasai dan ditempati oleh pihak lain yang dinyatakan tidak berhak atas tanah tersebut”.14
Dalam pelaksanaan eksekusi ini seringkali mendapat perlawanan dari orang
yang menguasai tanah secara melawan hukum tersebut baik perlawanan dengan fisik
maupun perlawanan dengan upaya hukum melalui lembaga peradilan yang
kesemuanya terkadang bertujuan untuk memperlambat dan menghalang-halangi
proses pelaksanaan eksekusi oleh lembaga peradilan.
Ketua Pengadilan harus benar-benar siap dan menguasai masalah-masalah
yang terkandung dalam amar putusan yang akan dieksekusi. Begitu juga menguasai
prosedur yang akan dan sudah dilewati dalam mempersiapkan eksekusi.
Lamanya Putusan akhir dijatuhkan, mungkin dapat mempengaruhi
pelaksanaan eksekusi. Keadaan dilapangan karena sesuatu hal sudah berubah,
sehingga tidak lagi sesuai dengan isi Putusan, demikian juga mengenai orang-orang
yang bersangkutan dalam eksekusi atau pihak-pihak yang berperkara.
13
M.Yahya harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta,
PT. Gramedia, 1991 ), Hal. 5.
14Djazuli Bachtiar, Eksekusi Putusan Perkara Perdata (Segi Hukum dan Penegakan),
Dalam beracara di Pengadilan, ada beberapa aturan pokok yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan
Negeri di tempat yang dahulu memeriksa dan memutuskan perkara pada
tingkat pertama dalam Pasal 195 ayat (1) HIR/Pasal 206 ayat (1) RBg.
Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan Ketua Pengadilan Negeri yang
memeriksa dan memutus perkara tingkat pertama untuk melimpahkan atau
mendelegasikan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri lain, apabila objek
eksekusinya (barang tetap) berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri lain
itu.
2. Kewenangan menjalankan eksekusi atas suatu Putusan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum hanya diberikan kepada Pengadilan Negeri.
Kewenangan ini mengacu sepenuhnya kepada Pasal 195 ayat (1) HIR, dan
merupakan suatu pedoman apakah Putusan yang hendak di eksekusi itu
merupakan Putusan Banding di Pengadilan Tinggi atau hasil Putusan tingkat
Kasasi di Mahkamah Agung.
3. Eksekusi berdasarkan perintah dan dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri.
Ketentuan ini tetap mengacu pada Pasal 195 ayat (1) HIR/Pasal 206 ayat (1)
RBg. Berdasarkan ayat tersebut Ketua Pengadilan Negeri diberi wewenang
untuk : memerintah eksekusi dan memimpin eksekusi.15
PT. Kawasan Industri Medan ( Persero) adalah salah satu contoh pemegang
Hak Pengelolaan (HPL) untuk Kawasan Industri yang menolak adanya eksekusi
diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3. Pada mulanya yaitu pada hari Senin tanggal
2 September 1996, dengan Nomor : 630.1/1920/IX/1996 telah terjadi pelepasan Hak
atas tanah dihadapan Sadji Surjana, Sarjana Hukum, Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Propinsi Sumatera Utara di Medan antara Drs. H. Sofyan Raz,
Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa selaku
Pihak Pertama kepada Drs. Papo Hermawan Direktur Utama PT. Kawasan Industri
Medan (Persero) yang berkedudukan di Jalan Medan -Belawan Km. 10,5 Medan,
selaku Pihak Kedua dimana pihak Pertama melepaskan segala hak yang dipunyai dan
atau dapat dijalankan oleh pihak Pertama atas sebidang tanah seluas 314,7525 Ha,
dibuat dihadapan Notaris Hj. Siti Asni Pohan, Sarjana Hukum dengan Akta Perjanjian
No.1 tanggal 2 September 1996 dan diatas tanah tersebut telah diterbitkan Hak
Pengelolaan (HPL) No. 3 oleh Badan Pertanahan Nasional Pusat pada tahun 1996.
Namun pada tahun 1999, sebahagian dari luas lahan tersebut (+ 46,11 Ha) digugat
oleh 70 orang Kepala Keluarga, untuk selanjutnya disebut 70 KK, melalui
Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan register No. : 67/Pdt.G/1999/PN-LP, dengan
alasan bahwa tanah (± 46,11Ha yang berada diatas HGU No.10/ HPL No. 3) tersebut
adalah milik para penggugat. Namun gugatan para penggugat tidak dikabulkan oleh
Majelis Hakim maka para penggugat melakukan Banding pada Pengadilan Tinggi
Medan dengan register No. 256/PDT/2000/PT-MDN. Namun karena gugatan para
penggugat juga tidak dikabulkan oleh Majelis Hakim maka para penggugat tersebut
memohonkan Kasasi pada Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan register
penggugat tidak dikabulkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Namun
terhadap putusan Kasasi tersebut pihak penggugat yang terdiri dari 70 KK ini
mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu Permohonan Peninjauan Kembali No. 94
PK/PDT/2004 dengan adanya Nouvum berupa Foto copy Nota Dinas No.
Nota/211/IV/1982 tanggal 29 April 1982 dari Aster Laksusda Sumut-Komando Daerah
Militer II Bukit Barisan, Foto Copy Surat Camat Medan Deli No. 429/3-MD/1983
tertanggal 26 Maret 1983, FotoCopy Surat Camat Percut Sei Tuan No. 593/002
tertanggal 13 Maret 2002, Foto Copy Kesaksian Baharuddin Ahmad tertanggal
5 Juli 2001, FotoCopy Surat Penjelasan/Keterangan Mengenai Tanah yang terletak di
Pasar III (ex PTP-IX Saentis) Kelurahan Mabar tertanggal 7 Agustus 1982, kesemua
nouvum ini telah dilegalisir dan aslinya berada ditangan Pemohon Peninjauan
Kembali. Dan disini Mahkamah Agung mengabulkan gugatan para penggugat. Maka
dengan dikabulkannya gugatan para penggugat ini maka secara hukum membatalkan
Putusan Kasasi, Putusan Banding serta Putusan tingkat pertama dan juga menghukum
PT. Kawasan Industri Medan (Persero) dan PT. Perkebunan Nusantara- II (Persero)
untuk menyerahkan atau mengembalikan areal lahan garapan para penggugat 70 KK”.
Putusan Mahkamah Agung ini kemudian menimbulkan masalah hukum.
Hukum dimana objek perkara di tingkat Peninjauan Kembali ternyata berbeda dengan
objek perkara di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan pada tingkat
Kasasi.
Atas putusan Peninjauan Kembali tersebut Para Penggugat (70 Kepala
Keluarga) mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam
yang kemudian melahirkan Penetapan Eksekusi putusan Peninjauan Kembali (PK)
Sebagai tindakan lanjutan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam ini melakukan
Penetapan Eksekusi No. 06/EKS/2009/67/Pdt.G/1999/PN.LP. Sebelum eksekusi
dilakukan, Pengadilan Negeri Lubuk Pakam melakukan konstatering terhadap objek
Putusan PK tersebut dan dilapangan ditolak oleh pihak PT. Kawasan Industri Medan
(Persero) karena konstatering dilakukan diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3
sementara dalam pertimbangan hukum Putusan Peninjauan Kembali tersebut
menjelaskan Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 bukan merupakan objek sengketa dan
batas benteng sungai tidak ditemukan diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3, benteng
sungai yang ada berjarak + 2.000 meter dari batas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3
serta Konstatering dilaksanakan tanpa melibat pihak BPN padahal lahan yang akan
diukur sangat luas dan penunjukan batas-batas hanya dilakukan oleh satu orang dari
70 Kepala Keluarga Pemohon Peninjauan Kembali.
Menurut PT. Kawasan Industri Medan (Persero) pelaksanaan konstatering
pada saat itu gagal dilakukan ataupun ditunda sampai dengan diturutsertakannya
pihak dari Instansi BPN dalam pelaksanaan konstatering dimaksud, namun Pengadilan
Negeri Lubuk Pakam tetap mengeluarkan Berita Acara Pemeriksaan/Pengukuran
(Konstatering) Perkara Nomor : 06/EKS/2009/67/ Pdt.G/1999/PN.LP seakan-akan
Konstatering telah dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu melakukan penelitian tentang
pelaksanaan eksekusi diatas areal lahan Hak Pengelolaan (HPL) N0. 3 milik PT.
Kawasan Industri medan (Persero) yang dituangkan dalam tesis yaitu “ Pelaksanaan
Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan
B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada Putusan PK
No. 94/PK/PDT/2004 telah sesuai dengan hukum materiil?
2. Bagaimana pelaksanaan eksekusi putusan PK N0. 94 PK/PDT/2004?
3. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh PT. Kawasan Industri
Medan (Persero) selaku pemegang Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 terhadap
Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada
Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004 telah sesuai dengan hukum materiil?
2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan eksekusi Putusan PK No. 94
PK/PDT/2004.
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
PT. Kawasan Industri Medan (Persero) selaku pemegang Hak Pengelolaan
(HPL) No. 3 terhadap Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004?
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran
dibidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, terutama
Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94
PK/PDT/2004).
2. Secara Praktis
Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang
akurat terhadap permasalahan yang akan diteliti dan disamping itu hasil
penelitian ini dapat mengungkapkan teori baru serta pengembangan
teori-teori yang sudah ada.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik perpustakaan pusat maupun
yang ada di Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan
judul mengenai Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolan (HPL) No. 3 Milik
PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004).
Ada beberapa tesis atau penelitian dilakukan oleh Mahasiswa Pasca Sarjana tentang
eksekusi antara lain :
1. Problematika Yang Terjadi Dalam Mewujudkan Perlindungan dan Kepastian
Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah (Studi Di Kantor Pertanahan
Kota Batam), oleh : Romelda P. Simamora (087011096), Mahasiswi Magister
Kenotariatan USU.
Permasalahannya :
a. Bagaimana problematika yang terjadi dalam Pendaftaran Tanah di Kota
b. Bagaimana upaya Pemerintah Kota Batam dalam mewujudkan perlindungan
hukum terhadap pemegang hak atas tanahnya?
c. Bagaimana eksistensi PP No. 24 Tahun 1997 untuk mewujudkan kepastian
hukum bagi pemegang hak atas tanah?
Kesimpulannya :
a. Bahwa problematika pertanahan di kota Batam disebabkan oleh kewenangan
hak pengelolaan yang dimiliki Otorita Batam berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 41 Tahun 1993 tentang Daerah Industri Pulau Batam untuk
merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tidak sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Batam yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota
Batam, dimana adanya penerapan prinsip KISS (Koordinasi, Integrasi,
Sinkronisasi dan Simplikasi) dalam penyelenggaraan pemerintahan Kota
Batam serta ketidaksinkronan data dan peraturan-peraturan yang berlaku
antara Otorita batam dengan lembaga pemerintahan Kota Batam yakni
Dinas Kehutanan Kota Batam, BPN Kota Batam dan Pemerintah Kota Batam
akan status lahan yang ada di kota Batam sehingga terjadi tumpang tindih
akibat gesekan dan benturan di lapangan dalam menerapkan kewenangan
masin-masing institusi.
b. Bahwa upaya yang dilakukan pemerintah Kota Batam dalam rangka
mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang
sertifikat berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun
Batam, demikian juga dalam Keputusan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor
9-VIII-1993 tentang Pengelolaan dan Pengurusan Tanah di Daerah Industri Pulau
Rempang, Pulau Galang dan pulau-pulau lain disekitarnya yakni dengan
adanya pemberian ganti rugi dari pemegang hak pengelolan terhadap
masyarakat. Dan persoalan sertifikat yang telah terbit diatas kawasan hutan
lindung, BPN Kota Batam hanya mengeluarkan surat pernyataan yang
menyatakan bahwa sertifikat yang telah diterbitkan tersebut adalah sah dan
bersifat sebagai alat pembuktian yang kuat, dan untuk kedepannya persoalan
ini tidak akan terjadi dengan peningkatan kinerja yang maksimal dengan
melakukan penolakan terhadap persyaratan yang tidak lengkap dan memeriksa
secara mendetail tentang kebenaran materil dan fisik dan data yuridis sampai
kepada penelusuran aspek kesejarahan terhadap objek tersebut untuk
menciptakan kepastian hukum, dengan sasaran untuk mencapai perlindungan
hukum bagi pemegang hak atas tanah sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah
sebagaimana dimaksud dalam UUPA dan PP No. 24 tahun 1997.
c. Bahwa eksistensi sertifikat sebagai alat bukti yang sangat kuat (mutlak)
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 32 ayat 2 PP Nomor 24 Tahun 1997
pada kenyataannya belum terwujud, terdaftarnya bagian tanah tersebut
sebenarnya tidak semata-mata akan terwujudnya jaminan keamanan akan
kepemilikannya dalam menuju kepastian hukum. Disatu sisi pasal ini
mempunyai keinginan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemilik tanah
atas kebenaran data fisik maupun data yuridis yang digunakan untuk
melakukan pendaftaran tanah hingga terbitnya sertifikat. Apabila pasal ini
benar-benar dapat diterapkan dengan catatan masyarakat mengetahui aturan
ini, dan memperoleh sertifikat sebagai alat bukti haknya agar di kemudian hari
tidak diganggu gugat oleh pihak lain maka kepastian akan pendaftaran tanah
di Indonesia aka terwujud dengan baik.
2. Perlindungan Hukum Pembeli Hak Atas Tanah Berdasarkan Alas Hak Yang
Berasal Dari Surat Keterangan Camat (Analisa Kasus PTUN
No.72/G.TUN/2005/PTUN-MDN), oleh : Hafni Cholida Nasution
(107011015).Mahasiswi Magister Kenotariatan USU.
Permasalahannya :
a. Bagaimana kekuatan pembuktian Surat Keterangan Camat sebagai alas hak
kepemilikan atas tanah?
b. Bagaimana keabsahan jual beli tanah yang disertai dengan dokumen yang
lengkap dan memenuhi persyaratan materiil menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan tetapi kemudian terbukti dalam proses pengalihan
haknya dilakukan secara melawan hukum?
c. Bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli hak atas tanah berdasarkan alas
hak yang berasal dari Surat Keterangan Camat?
Kesimpulannya :
a. Kekuatan pembuktian Surat Keterangan Camat sebagai alas kepemilikan atas
tanah bisa saja mengalahkan sertipikat karena dasar dari sertipikat adalah
Surat Keterangan Tanah merupakan alat bukti tertulis dibawah tangan yang
kekuatan pembuktiannya tidak sekuat akta otentik, namun karena Surat
Keterangan Tanah tersebut merupakan surat-surat yang dikategorikan alas hak
atau data yuridis atas tanah yang dijadikan syarat kelengkapan persyaratan
permohonan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam ketentuan
perundang-undangan, maka Surat Keterangan Tanah tersebut merupakan dokumen yang
sangat penting dalam proses penerbitan sertipikat hak atas tanah.
b. Keabsahan jual beli tanah yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum
dalam proses pendaftaran tanah yang terjadi pada pendaftaran tanah pertama
kali atau pendaftaran perubahan data melalui pemindahan hak sebelum sampai
kepada pemegang hak atas tanah yang terakhir karena adanya perbuatan
melawan hukum dalam riwayat kepemilikan tanah yang dijadikan alas hak
dalam proses pendaftaran tanah yang terjadi pada pendaftaran tanah pertama
kali sebelum sampai kepada pemegang hak atas tanah yang terakhir, bukti
kepemilikan sejak adanya perbuatan melawan hukum adalah batal demi
hukum termasuk pendaftaran pemindahan hak atas tanah yang dilakukan
secara sah.
c. Perlindungan hukum bagi pembeli hak atas tanah berdasarkan alas hak yang
berasal dari Surat Keterangan Camat yaitu apabila timbul gugatan dari pihak
ketiga, maka pembeli tanah yang digugat masih berkesempatan untuk
mempertahankan kepemilikannya melalui perlawanan hukum di Pengadilan.
pembatalan dan pencabutan sertipikat hak milik yang mengakibatkan
kerugian, maka pembeli yang beritikad baik tersebut dapat mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri setempat mengenai ganti rugi sehubungan
dengan eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.
3. Hambatan-Hambatan Eksekusi Putusan Pengadilan Dalam Kasus Tanah Berikut
Bangunan Diatasnya (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan), oleh : Tiur Ivo
Hutabarat (017011064) Mahasiswi Magister Kenotariatan USU.
Permasalahannya :
a. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab meningkatnya kasus eksekusi
tanah beserta berikut bangunan diatasnya yang disidangkan di Pengadilan
Negeri Medan?
b. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi Pengadilan Negeri Medan dalam
melaksanakan eksekusi yang telah berkekuatan hukum tetap dalam kasus
tanah dan bangunan?
Kesimpulannya :
a. Faktor-faktor penyebab meningkatnya kasus eksekusi tanah beserta berikut
bangunan diatasnya yang disidangkan di pengadilan negeri Medan, adalah :
- Adanya penyimpangan hukum terhadap penetapan pelaksanaan eksekusi.
- Tidak terjangkaunya biaya eksekusi yang terlalu tinggi (tergantung kualitas
- Adanya campur tangan (intervensi) dari atasan, misalnya kebijakan
pengadilan yang lebih tinggi mempengaruhi adanya penetapan pelaksanaan
putusan yang lebih rendah.
b. Hambatan-hambatan yang dihadapi Pengadilan Negeri Medan dalam
melaksanakan eksekusi tanah beserta bangunan diatasnya terhadap putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap, adalah :
- Adanya penundaan dan keterlambatan dalam pelaksanaan eksekusi.
- Biaya dalam proses pelaksanaan eksekusi terlalu besar yang harus
dikeluarkan oleh eksekutan.
- Tidak adanya koordinasi/kerjasama dalam pelaksanaan eksekusi dilapangan
(Polisi, Militer dan Camat/Kelurahan serta Pemuda setempat/OKP).
- Adanya perbedaan pendapat tentang batas tanah dan bangunan, artinya
ukuran tanah tidak cocok yang tertulis dalam putusan dengan kemyataan
yang ada.
4. Eksekusi Dibawah Tangan Objek Jaminan Fidusia Atas Kredit Macet
Kepemilikan Mobil Di Lembaga Keuangan Non-Bank PT.Batavia Prosperindo
Finance Cabang Medan, oleh Leni Marlina (087011063) Mahasiswa Magister
Kenotariatan USU.
Permasalahannya :
a. Faktor-faktor apa yang menyebabkan eksekusi objek jaminan fidusia pada
b. Hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan dalam penarikan objek jaminan
fidusia atas kredit macet?
c. Bagaimana prosedur eksekusi dibawah tangan objek jaminan fidusia atas
kredit macet kepemilikan mobil?
Kesimpulannya :
a. Faktor-faktor penyebab eksekusi pada jaminan fidusia pada lembaga
pembiayaan adalah adanya cidera janji sebagaimana diatur dalam KUH
Perdata pasal 1234 KUH Perdata unsur-unsurnya antara lain lalai memenuhi
perjanjian, tidak memenuhi prestasi dalam jangka waktu yang telah
ditentukan, dalam perjanjian telah diatur secara rinci mengenai hal-hal yang
berkenaan dengan wanprestasi. Kemudian pada Pasal 11 dalam isi perjanjian
Kredit pada PT. Batavia Prosperindo Finance yang mengatur tentang kelalaian
dan pengakhiran Perjanjian.
b. Adapun hambatan dan upaya yang dilakukan dalam penarikan barang jaminan
yaitu : barang jaminan di jual, barang jaminan di gadai, penerima fasilitas
tidak mampu lagi, pendapatan bulanan penerima jaminan tidak pasti, penerima
fasilitas hanya atas nama, kurangnya pemahaman penerima fasilitas atas
Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Upaya yang dilakukan adalah menawarkan
kebijakan, mendatangi rumah debitur, mengawasi rumah debitur, melibatkan
informan tetap, pelaporan pada pihak kepolisian.
c. Prosedur eksekusi dibawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet
kepemilikan mobil. Prosedur yang dilakukan oleh PT. Batavia Prosperindo
pelaksanaannya tidak mengikuti seluruh ketentuan formal menurut Pasal 29
Undang-undang Jaminan Fidusia terutama dalam hal ini ketentuan mengenai
pengumuman pada surat kabar yang beredar di Medan.
Oleh karena itu, dengan berkeyakinan bahwa judul tesis ini dan permasalahan
yang diajukan belum pernah diteliti dan dibahas, sehingga dapat dikatakan asli.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka teori
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam
membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.
Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas
nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofinya yang
tertinggi.16 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari
hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita
merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.17
Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan.
Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut :18
a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta;
b. Teori sangat berguna dalam klasifikasi fakta ;
c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya.
Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya
mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis
16Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum,(Bandung : PT.Citra Aditya Bakti : 1991), hal. 254. 17Satjipto Raharjo,Op.cit.hal. 253.
yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Adapun kerangka teori
yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kepastian
hukum.
Teori kepastian hukum merupakan salah satu penganut aliran positivisme yang
lebih melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dalam bentuk
peraturan tertulis. Artinya, karena hukum itu otonom sehingga tujuan hukum
semata-mata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban
seseorang. Van Kant berpendapat bahwa tujuan hukum adalah menjaga setiap
kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya.19
Berdasarkan hal tersebut maka kerangka teori dapat diartikan sebagai
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, tesis yang diteliti ini mengenai suatu
kasus atau permasalahan (problem), yang merupakan masukan eksternal dalam
penelitian ini.20
Kerangka teori yang dijadikan sebagai fisio analisis dalam penelitian ini
adalah kepastian hukum, yakni teori yang menjelaskan bahwa suatu pendaftaran tanah
harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat
dipertanggungjawabkan menurut hukum. Tugas kaidah-kaidah hukum tersebut,
masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa bersama akan tertib apabila terwujud
kepastian dalam hubungan antara sesama manusia,21sehingga pada saat muncul suatu
19
Jonatan Sarwono,Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, (Yogyakarta : Graha Ilmu : 2006), hal. 74.
permasalahan hukum yang berujung pada pelaksanaan putusan ekesekusi maka
pelaksanaan ekesekusi tersebut dapat dijalankan tanpa mencederai rasa keadilan bagi
para pihak yang berperkara.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan
kenyataan. Konsepsi diterjemahkan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.22
Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu
fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian,
keadaan, kelompok atau individu tertentu.23
Adapun yang menjadi kerangka konsepsi dalam penelitian ini adalah :
1. Perlindungan Hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek
hukum dalam bentuk perangkat hukum yang bersifat preventif maupun yang
bersifat represif , baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain
perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep
dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, kepastian, ketertiban,
kemanfaatan dan kedamaian.
2. Kawasan Industri adalah Kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang
dilengkapi dengan saran dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan
dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha
kawasan industri.
3. Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang
mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah
tersebut.
4. Eksekusi adalah pelaksanaan putusan yang dilakukan oleh badan peradilan
kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara.
5. Hak Pengelolaan (HPL) adalah Hak menguasai dari negara tersebut diatas
pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada Daerah-daerah Swatantra dan
masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan pemerintah.
6. Alas Hak adalah dasar hak menguasai seseorang terhadap suatu bidang tanah.
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Metode Penelitian adalah suatu metode cara kerja untuk dapat memahami
obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah
yang dipahami.24 Sedangkan penelitian adalah suatu cara yang didasarkan pada
metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk memecahkan suatu
masalah yang bersifat ilmiah.
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka sifat penelitian
yang digunakan adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah menggambarkan semua
gejala dan fakta dilapangan serta mengaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta
tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan
dengan keadaan dilapangan. Dalam hal ini diarahkan menelaah dan menjelaskan serta
menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan dan
peraturan-peraturan lainnya yang berlaku mengenai pemegang hak atas tanah dalam
hal Hak Pengelolaan (HPL) sehingga diharapkan dapat diperoleh penjelasan tentang
Pelaksanaan Eksekusi Di atas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan
Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004).
Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian hukum normatif,
yaitu meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.25
Metode pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normative, yaitu penelitian hukum
doktriner yang mengacu kepada norma-norma hukum,26 yang terdapat hukum
pendaftaran tanah maka penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan
24Soerjono Soekanto,Op.Cit(Jakarta : UI Press : 1986). 25
Mukti Fajar dan yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar : 2010 ), Hal 34.
26Bambang Waluyo,Metode Penelitian Hukum,(Semarang : PT. Ghalia Indonesia : 1996),
sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun teori-teori hukum, disamping
menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat, sehingga ditemukan
suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis
ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dibahas,27
yang dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan
tesis ini, yaitu mengenai Pelaksanaan Eksekusi diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3
milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero). Disamping itu penelitian ini didukung
dengan penelitian hukum sosiologis yang dibutuhkan untuk mengamati bagaimana
reaksi dan interaksi yang terjadi ketika system norma tersebut bekerja dalam
masyarakat,28 yaitu penerapan kaidah-kaidah hukum dalam pelaksanaan eksekusi
di atas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) .
2. Bahan Hukum Penelitian
1) Bahan Hukum Primer
Yaitu bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan
terdiri dari :
a). Undang-undang Dasar 1945
b). KUH Perdata
c). HIR (Herziene Inlandsch Reglement)
d). RBg (Rechtsreglement Voor De Bintengewesten)
27Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada : 1995), hal. 13.
e). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
f). Undang-undang No. 86 Tahun 1958 Tentang Nasionalisasi Perusahaan
Milik Belanda
g). Undang-undang Darurat No. 8 Tahun 1954 Tentang Penyelesaian Soal
Pemakaian Tanah Perkebunan Oleh Rakyat
h). Undang-undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
i). Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1974 jo. Nomor 1 Tahun 1977
tentang Hak Pengelolaan
j). Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 Tentang Kawasan Industri
2).Bahan Hukum Sekunder
Yaitu bahan hukum yang tidak mengikat yang memberikan penjelasan yang
ada hubungannya dengan masalah hukum acara perdata dan bahan yang
mendukung, menunjang bahan hukum primer yang meliputi literature dan
jurnal hukum tentang Pelaksaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL)
No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK
No. 94/PK/PDT/2004).
3). Bahan Hukum Tersier
Yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun pejelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder, misalnya : kamus hukum, Kamus Bahasa
3. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi dokumen yaitu
dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literature yang berkaitan dengan
Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan
Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94/PK/PDT/2004).
4. Metode Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna
untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang akan diteliti. Analisis data
dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan
metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realita atau fenomena sosial yang
bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun
penuh dengan variasi (keragaman).29
Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya
kedalam suatu pola, kategori dan uraian dasar.30 Sedangkan metode kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.31
Dalam penelitian ini analisis data dilakukan secara kualitatif dengan
mengumpulkan data sekunder, selanjutnya dilakukan pengelompokan dan
penyusunan data secara berurutan dan sistematis, kemudian data yang telah disusun
tersebut dianalisis secara kualitatif dengan metode deskriptif analisis sehingga dapat
29
Burhan Bungin,Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologi Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada : 2003), hal. 53.
diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak
Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi kasus
Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004).
Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode
deduktif, yaitu cara berfikir yang dimulai dari hal yang umum untuk selanjutnya
menarik hal-hal yang khusus, untuk menjawab seluruh permasalahan yang telah
BAB II
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PADA PUTUSAN PK NO. 94 PK/PDT/2004
A. Posisi Kasus
Dalam perkara pada tingkat Peninjauan kembali Nomor 94/PK/PDT/2004,
yang menjadi Penggugat adalah Tugimin dan kawan-kawan (70 Kepala Keluarga),
sedangkan yang menjadi Tergugat dalam perkara ini adalah PT. Kawasan Industri
Medan (Persero).
Pada mulanya Tugimin dan kawan-kawan mengkleim bahwa lahan mereka
yang seluas ± 46,11 Ha berada di dalam wilayah areal Hak Pengelolaan (HPL) No. 3
milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero). Yang mana lahan tersebut berasal dari
Perkebunan milik Bangsa Belanda yang telah bangkrut, kemudian lahan tersebut
dibagi-bagi oleh mandornya kepada para mantan buruh perkebunan itu.
Dalam mengajukan gugatan perkara ke Pengadilan Negeri Lubuk pakam
Pihak tergugat terdiri dari 70 Kepala keluarga, yang terdiri dari :
Tugimin, Maisarah, Sanding, Kasdi, Sugiono, Tumini, Mulaseh, Ngadimin
Supono, Samin, Painem, Temon, Poniem, Sudjono, Amat, Parsi, Rajimin, Legiran,
Loso, Kasmin, Tukidi, Abdul Manaf, Kasta Redjo, Tudjo, Pairun, Amin, Ari,
Sumarman, Kamidjan, Rahmat, Senen, Rasidi, Saiman, Bontrak, Ngasimun, Darto,
Homsiah, Saten, Suwono, Minem, Selamet, Paimin, Senen Hadi, Sarijo, Mariman,
Maridi, Tumi, Sami’an, Subartono,S, Sutomario, Sariman Sahib, Paeran, Drs.Sri
Terisno, Kadio, Malem, Kadi, Simin, Trosumito, Kromo Sardi, karso Sentono, Trimo,
Karto. Para tergugat ini kemudian diwakilkan oleh Tugimin.
Namun dalam rangka Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan bangsa Belanda
berdasarkan Undang-Undang No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan
Milik Belanda , Peraturan Pemerintah masing-masing No. 2 Tahun 1959 dan No. 4
Tahun 1959, Pemerintah mengambil alih perusahaan perkebunan Bangsa Belanda.
Kemudian dengan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK. 24/HGU/1965 tanggal
10 Juni 1965 Pemerintah memberikan HGU seluas + 59.000 Ha kepada PTPN II eks
PTP-IX d/h PPN. Tembakau Deli.
Kemudian pada hari Senin tanggal 2 September 1996, dengan Nomor :
630.1/1920/IX/1996 dilakukan pelepasan Hak atas tanah dihadapan Sadji Surjana,
Sarjana Hukum, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi
Sumatera Utara di Medan antara Drs. H. Sofyan Raz, Direktur Utama PT. Perkebunan
Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa selaku Pihak Pertama kepada Drs. Papo
Hermawan Direktur Utama PT. Kawasan Industri Medan (Persero) yang
berkedudukan di Jalan Medan -Belawan Km. 10,5 Medan, selaku Pihak Kedua
dimana pihak Pertama melepaskan segala hak yang dipunyai dan atau dapat
dijalankan oleh pihak Pertama atas sebidang tanah seluas + 314,7525 Ha, dibuat
dihadapan Notaris Hj. Siti Asni Pohan, Sarjana Hukum dengan Akta Perjanjian No.1
tanggal 2 September 1996 dan diatas tanah tersebut telah diterbitkan Hak Pengelolaan
PT. Kawasan Industri Medan (Persero) adalah salah satu perusahaan Badan
Usaha Milik Negara dengan bidang usaha Jasa Pengelolaan Kawasan Industri.
Kawasan ini didirikan pada tanggal 7 Oktober 1988, dengan komposisi saham terdiri
dari :
1. Pemerintah Propinsi Sumatera Utara 30%
2. Pemerintah Kota Medan 10%
3. Pemerintah Pusat Republik Indonesia 60%.
Bersama dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah, kawasan ini tetap
berupaya memajukan roda perekonomian Sumatera Utara, dengan memberi dukungan
sepenuhnya bagi pertumbuhan industri di Sumatera Utara melalui Kawasan Industri
Medan.
Visi perusahaannya yaitu :
- Menjadi kawasan industri yang berwawasan lingkungan dan penyedia sarana dan
prasarana bisnis yang dapat meningkatkan nilai bagi Shareholders dan
Stakeholder lainnya.
Misi perusahaannya yaitu :
a. Menyediakan sarana dan prasarana pendukung yang berwawasan lingkungan.
b. Mengembangkan berbagai fasilitas bisnis yang dibutuhkan dunia usaha dan
investor.
c. Meningkatkan sumber daya manusia yang mampu memberikan layanan prima.
a. Kawasan Industri tahap I luas : 1.140.900,45 M2
b. Kawasan Industri tahap II luas : 4.510.889,69 M2
c. Kawasan industri tahap III luas : 1.000.000,00 M2
d. Kawasan Industri Tahap IV luas: 2.000.000,00 M2
e. Kawasan Industri Tahap V luas : 5.000.000,00 M2
Bidang dan kegiatan usaha yang dijalankan oleh PT. Kawasan Industri Medan
(Persero) adalah sebagai berikut :
a. Pembebasan dan pematangan lahan untuk kaveling industri;
b. Penjualan kaveling industri;
c. Penyewaan bangunan pabrik siap pakai;
d. Penyewaan ruang kantor;
e. Jasa pengelolaan dan pemeliharaan kawasan;
f. Jasa pengelolaan air limbah;
g. Jasa pengelolaan air bersih.
Sarana dan prasarana yang disediakan oleh PT. Kawasan Industri Medan
(Persero) ini ditujukan untuk memberikan fasilitas yang baik dan lengkap demi
terselenggaranya kegiatan dari masing-masing perusahaan yang beroperasi di
Kawasan Industri Medan tersebut.
Kawasan Industri Medan terletak di Propinsi sumatera Utara. Tepatnya