• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kecepatan dan Ketepatan Antara Learning Vector Quantization Dan Kohonen Pada Identifikasi Penyakit Leukemia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Kecepatan dan Ketepatan Antara Learning Vector Quantization Dan Kohonen Pada Identifikasi Penyakit Leukemia"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI PENYAKIT LEUKEMIA

SKRIPSI

AULIA FIZHTA

091401014

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEUKEMIA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Komputer

AULIA FIZHTA 091401014

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PERBANDINGAN KECEPATAN DAN KETEPATAN

ANTARA LEARNING VECTOR QUANTIZATION DAN KOHONEN PADA IDENTIFIKASI PENYAKIT LEUKEMIA

Kategori : SKRIPSI

Nama : AULIA FIZHTA

Nomor Induk Mahasiswa : 091401014

Program Studi : S1 ILMU KOMPUTER

Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan,

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Amer Sharif, S.Si,M.Kom Dr. Poltak Sihombing, M.Kom NIP. - NIP. 196203171991031001

Diketahui/Disetujui oleh

Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN KECEPATAN DAN KETEPATAN ANTARA LEARNING VECTOR QUANTIZATION DAN KOHONEN PADA IDENTIFIKASI

PENYAKIT LEUKEMIA SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, 10 September 2015

(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebaga isyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, pada Program Studi S1 Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Pada pengerjaan skripsi dengan judul Perbandingan Kecepatan dan Ketepatan Antara Learning Vector Quantization Dan Kohonen Pada Identifikasi Penyakit Leukemia ini, penulis menyadari bahwa banyak pihak yang turut membantu dan memotivasi dalam pengerjaannya. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, Msc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Muhammad Zarlis selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Poltak Sihombing, M.Kom selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Program Studi S1 Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Amer Sharif, S.Si, M.Kom selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan motivasi kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini. 5. Ibu Dr. Erna Budhiarti Nababan, M.IT selaku Dosen Penguji I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan masukan-masukan kepada penulis.

6. Bapak Ade Candra, St, M.Kom selaku Dosen Penguji II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan masukan-masukan kepada penulis. 7. Orang tua penulis Yafizham dan Rimta, serta saudara penulis Sofiya Nazara,

Audita Mutia dan Alfi Abdillah yang selalu memberikan kasih sayang yang tulus,dukungan serta pengorbanan yang tak ternilai harganya kepada penulis. 8. Kekasih hati penulis Fanny Difianti, SE., serta teman-teman seperjuangan yang

(6)

9. Semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis ucapkan satu demi satu yang telah membantu penyelesaian laporan ini. Semoga Allah SWT melimpahkan berkah kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena tu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Sehingga dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Medan, Penulis,

(7)

Perbandingan Kecepatan Dan Ketepatan Antara Learning Vector Quantization Dan Kohonen Pada Identifikasi Penyakit Leukemia

ABSTRAK

Identifikasi penyakit dengan pemanfaatan jaringan syaraf tiruan memungkinkan memberikan hasil yang lebih cepat dan tepat. Identifikasi penyakit leukemia ini akan menggunakan dan membandingkan kecepatan dan ketepatan identifikasi metode LVQ dan Kohonen. Pada metode LVQ pelatihan dilakukan pada setiap pola masukan. Hasil pelatihannya akan dibandingkan dengan target. LVQ merupakan jaringan syaraf tiruan dengan dua jenis lapisan, yaitu lapisan kompetitif dan lapisan linier. Sedangkan metode kohonen, pelatihan dilakukan dengan cara mengelompokkan inputan sehingga hasil yang diperoleh merupakan kelas atau cluster. Objek yang diidentifiksi adalah penyakit leukemia dengan empat pembagian jenis umumnya yaitu Leukemia Limfosit Akut, Leukemia Mieloid Akut, Leukemia Limfosit Kronis dan Leukemia Mieloid Kronis.Sistem identifikasi ini dilatih dengan diberi 20 sampel jenis penyakit dengan masing-masing memiliki 20 gejala. Dengan parameter epochs maksimal 1000, dan goal performance 0,0001. Setelah dilatih sistem diberikan pengujian dengan memasukkan gejala sesuai dengan sampel. Berdasarkan hasil uji identifikasi yang dilakukan, diketahui bahwa metode Kohonen dapat mengenali pola lebih cepat daripada metode LVQ dimana rata-rata waktu yang dibutuhkan metode Kohonen adalah 4.20 detik sedangkan metode LVQ 5.80. Dan persentase ketepatan LVQ lebih tinggi dengan 100% sedangkan Kohonen persentase ketepatannya 50%.

Katakunci: Jaringan Syaraf Tiruan, Identifikasi Penyakit, Penyakit Leukemia

(8)

Speed and Accuracy Comparison Between Learning Vector Quantization And Kohonen At Identify Leukemia.

ABSTRACT

Identification of disease with the use of neural network sallow provide results more quickly and precisely. Identification of leukemia will use and compare the identification‘s speedand accuracy of the LVQ and Kohonen method. In training of LVQ method performed on each input pattern. The training results will be compared with the target. LVQ is aneural network with two types of layers, namely the competitive layer and the linear layer. While the Kohonen method, the training is done by classifying the input so that the results obtained are a classor cluster. The object that identified is leukemia with its four general types, namely of acute Lymphocyte Leukemia, acute myeloid leukemia, chronic lymphocytic leukemia and chronic myeloid leukemia. This identification system is trained with a given with 20 samples type of disease and each had 20 symptoms. With a maximum of 1000 epochs, and performance goals 0.0001 parameters. Once the system is trained, its be tested by input ting the symptoms in accor dance with of the sample. Based on the results of the identification test is carried out, it is known that the Kohonen method can recognize patterns faster than LVQ method for which the average time required Kohonen method is 4:20 seconds while LVQ method 5.80. And a higher percentage of LVQ accuracy with 100% accuracy while Kohonen percentage 50%.

(9)

DAFTAR ISI

Daftar Gambar Xii

Bab 1 Pendahuluan 1

2.1 Jaringan Syaraf Tiruan

2.1.1 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan 2.1.4 Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan 10 2.2 Learning Vector Quantization (LVQ) 11

(10)

Hal.

Bab 3 Analisis Dan Perancangan Sistem 18

3.1 Analisis Sistem 18

3.1.1 Analisis Permasalahan 18

3.1.2 Analisis Kebutuhan Sistem 19

3.1.2.1 Kebutuhan Fungsional Sistem 19 3.1.2.2 Kebutuhan Non-Fungsional Sistem 19 3.1.3 Analisis Proses Sistem

3.1.3.1 Analisis Proses Learning Vector Quantization 3.2.2 SequenceDiagram

3.2.2.1 Sequence Diagram Proses Pelatihan 3.6 Perancangan Antarmuka

3.6.1Antarmuka Awal

Bab 4 Implementasi dan Pengujian Sistem 45

(11)

4.2 Pengujian Sistem

4.2.1 Jenis Pengujian 53

4.2.1.1 Kecepatan Pelatihan 53 4.2.1.2 Kecepatan Identifikasi

4.2.1.3 Ketepatan Pelatihan 4.2.1.4 Ketepatan Identifikasi

56 57 58

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 65

5.1 Kesimpulan 65

5.2 Saran 66

Daftar Pustaka 67

Lampiran Listing Program A-1

(12)

DAFTAR TABEL

Hal. 2.1 Beberapa perbedaan antara leukemia limfosit dan mieloid. 15

3.1 Dokumentasi Naratif Use Case LVQ 24

3.2 Dokumentasi Naratif Use Case Kohonen 26 4.1 Perbandingan Waktu Uji Pengenalan Gejala penyakit identifikasi

(13)

DAFTAR GAMBAR

Hal. 1.1Flowchart Sistem

2.1 Fungsi Aktivasi Pada Jaringan Syaraf Sederhana 2.2 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan

2.3Arsitektur Jaringan LVQ 2.4 Arsitektur Jaringan Kohonen 3.1 Ishikawa Diagram

3.2 Use case Diagram Sistem Identifikasi Penyakit Leukemia 3.3 Sequence Diagram Proses Pelatihan

3.4 Sequence Diagram Proses Pengujian 3.5 Activity Diagram Proses Pelatihan LVQ 3.6 Activity Diagram Proses Pelatihan Kohonen

3.7 Activity Diagram Proses Pengujian LVQ dan Kohonen 3.8 Flowchart Sistem

3.9 Flowchart Proses Pelatihan LVQ

3.10 Flowchart Proses Pelatihan Kohonen 3.11 Flowchart Pengujian LVQ dan Kohonen 3.12 Arsitektur Jaringan LVQ

3.13 Arsitektur Jaringan Kohonen 3.14 Tampilan Antarmuka Awal

3.15 Tampilan Antarmuka PelatihanMetode LVQ 3.16 Tampilan Antarmuka Pelatihan Metode Kohonen 3.17 Tampilan Antarmuka Pengujian LVQ

3.18 Tampilan Antarmuka Pengujian Kohonen 3.19 Tampilan Antarmuka Bantuan

3.20 Tampilan Antarmuka Konfirmasi Keluar 4.1 Tampilan Antarmuka Menu Beranda Sistem 4.2 Tampilan Antarmuka Pelatihan LVQ

4.3 Tampilan Antarmuka Berhasil Simpan 4.4.Tampilan Antarmuka Pengujian LVQ

(14)

4.5 Tampilan Antarmuka Pengujian LVQ Setelah Dikenali 4.6 Tampilan Antarmuka Pelatihan Kohonen

4.7 Tampilan Antarmuka Pelatihan Kohonen Setelah Dilakukan Pelatihan 4.8 Tampilan Antarmuka Pengujian Kohonen

4.9 Tampilan Antarmuka Pengujian Kohonen Setelah Dikenali 4.10 Tampilan Antarmuka Bantuan

4.11. Hasil Pelatihan LVQ 4.12. Hasil Pelatihan Kohonen

4.13 Grafik Perbandingan Kecepatan Identifikasi Penyakit Leukemia Antara Metode LVQ dan Kohonen

4.14 Sebelum Uji Identifikasi Metode LVQ 4.15 Setelah Uji Identifikasi Metode LVQ 4.16 Setelah Uji Identifikasi Metode Kohonen 4.17 Setelah Uji Identifikasi Metode Kohonen

48 49 50 51 52 53 54 55

(15)

Perbandingan Kecepatan Dan Ketepatan Antara Learning Vector Quantization Dan Kohonen Pada Identifikasi Penyakit Leukemia

ABSTRAK

Identifikasi penyakit dengan pemanfaatan jaringan syaraf tiruan memungkinkan memberikan hasil yang lebih cepat dan tepat. Identifikasi penyakit leukemia ini akan menggunakan dan membandingkan kecepatan dan ketepatan identifikasi metode LVQ dan Kohonen. Pada metode LVQ pelatihan dilakukan pada setiap pola masukan. Hasil pelatihannya akan dibandingkan dengan target. LVQ merupakan jaringan syaraf tiruan dengan dua jenis lapisan, yaitu lapisan kompetitif dan lapisan linier. Sedangkan metode kohonen, pelatihan dilakukan dengan cara mengelompokkan inputan sehingga hasil yang diperoleh merupakan kelas atau cluster. Objek yang diidentifiksi adalah penyakit leukemia dengan empat pembagian jenis umumnya yaitu Leukemia Limfosit Akut, Leukemia Mieloid Akut, Leukemia Limfosit Kronis dan Leukemia Mieloid Kronis.Sistem identifikasi ini dilatih dengan diberi 20 sampel jenis penyakit dengan masing-masing memiliki 20 gejala. Dengan parameter epochs maksimal 1000, dan goal performance 0,0001. Setelah dilatih sistem diberikan pengujian dengan memasukkan gejala sesuai dengan sampel. Berdasarkan hasil uji identifikasi yang dilakukan, diketahui bahwa metode Kohonen dapat mengenali pola lebih cepat daripada metode LVQ dimana rata-rata waktu yang dibutuhkan metode Kohonen adalah 4.20 detik sedangkan metode LVQ 5.80. Dan persentase ketepatan LVQ lebih tinggi dengan 100% sedangkan Kohonen persentase ketepatannya 50%.

Katakunci: Jaringan Syaraf Tiruan, Identifikasi Penyakit, Penyakit Leukemia

(16)

Speed and Accuracy Comparison Between Learning Vector Quantization And Kohonen At Identify Leukemia.

ABSTRACT

Identification of disease with the use of neural network sallow provide results more quickly and precisely. Identification of leukemia will use and compare the identification‘s speedand accuracy of the LVQ and Kohonen method. In training of LVQ method performed on each input pattern. The training results will be compared with the target. LVQ is aneural network with two types of layers, namely the competitive layer and the linear layer. While the Kohonen method, the training is done by classifying the input so that the results obtained are a classor cluster. The object that identified is leukemia with its four general types, namely of acute Lymphocyte Leukemia, acute myeloid leukemia, chronic lymphocytic leukemia and chronic myeloid leukemia. This identification system is trained with a given with 20 samples type of disease and each had 20 symptoms. With a maximum of 1000 epochs, and performance goals 0.0001 parameters. Once the system is trained, its be tested by input ting the symptoms in accor dance with of the sample. Based on the results of the identification test is carried out, it is known that the Kohonen method can recognize patterns faster than LVQ method for which the average time required Kohonen method is 4:20 seconds while LVQ method 5.80. And a higher percentage of LVQ accuracy with 100% accuracy while Kohonen percentage 50%.

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Network) adalah salah satu cabang ilmu dari bidang ilmu kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dan merupakan alat untuk memecahkan masalah terutama di bidang yang melibatkan pengelompokan dan pengenalan pola (pattern recognition). Beragam algoritma pembelajaran jaringan syaraf tiruan yang ada terkadang menimbulkan kebingungan algoritma pembelajaran apa yang sebaiknya digunakan (Diyah Puspitaningrum, 2006).

Dalam hal ini diperlukan keputusan terbaik dalam memilih algoritma yang terbaik untuk menyelesaikan masalah, dari beberapa algoritma Jaringan Saraf tersebut antara lain Algoritma Jaringan Kohonen, algoritma Jaringan Fractal, algoritma Jaringan Learning Vector Quantization, algoritma Jaringan Cyclic, algoritma Jaringan Alternating Projection, dan sebagainya.

Learning Vector Quantization (LVQ) dan Kohonen merupakan jaringan yang banyak dipakai. Keduanya merupakan jaringan self-organizing yang memiliki neuron-neuron yang dapat menyusun dirinya sendiri berdasarkan input nilai tertentu dalam suatu kelompok yang dikenal dengan istilah cluster. LVQ dan Kohonen juga termasuk dalam jaringan dengan pembelajaran kompetitif dimana setiap neuron akan berkompetisi untuk merespon suatu vektor input.

Dengan hasil yang lebih tepat dan waktu yang relatif lebih cepat, penggunaan bantuan komputer dalam mengambil keputusan. Misalnya di dunia kedokteran, ketepatan hasil serta hasil yang cepat sangat dibutuhkan untuk mengetahui diagnosa penyakit pasien, terlebih lagi jika penyakit tersebut merupakan penyakit mematikan yang membutuhkan penanganan yang cepat seperti penyakit jantung, kanker, dan sebagainya.

(18)

dasarnya ada 4 tipe leukemia yaitu leukemia limfositik akut, leukemia limfositik kronis, leukemia mielositik akut, dan leukemia mielositik kronis. Leukemia pada tahap kronis dapat berlanjut pada tahap akut.(Arthania Retno Praida, 2008)

Pada penelitian oleh Arthania Retno Praida, Departemen Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Untuk mengenali penyakit kanker sel darah putih (leukemia) dewasa ini masih dilakukan proses konvensional yang memakan waktu cukup lama dalam proses pengenalannya.(Arthania Retno Praida, 2008)

Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas maka penulis ingin membuat skripsi dengan judul Perbandingan Kecepatan dan Ketepatan Antara Learning Vector Quantization Dan Kohonen Pada Identifikasi Penyakit Leukemia.

1.2Perumusan Masalah

Adapun masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana mengidentifikasi jenis-jenis penyakit leukemia berdasarkan gejala masing-masing.

2. Bagaimana merancang aplikasi identifikasi penyakit leukimia dengan metode Learning Vector Quantization Dan Kohonen.

1.3Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Pada pembuatan aplikasi perangkat lunak jaringan saraf tiruan menggunakan perbandingan antara metode Learning Vector Quantization dan Kohonen.

2. Objek yang akan dijadikan masukan adalah gejala-gejala pada penyakit leukemia. 3. Jenis penyakit Leukimia yang akan diteliti gejalanya adalah Leukemia Limfositik

Akut, Leukemia Limfositik Kronis, Leukemia Mielositik Akut, dan Leukemia Mielositik Kronis

4. Hal yang akan dibandingkan dari dua metode tersebut adalah kecepatan dan ketepatan pada identifikasi penyakit leukemia.

5. Nilai variabel data yang akan diolah meliputi lama penyakit, penyebab, gejala, dan usia.

(19)

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Membandingkan kecepatan dan ketepatan setiap metode dalam mengidentifikasi penyakit leukimia.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dokter dalam mengidentifikasi penyakit leukemia, dan nantinya dapat digunakan sebagai sistem pengambil keputusan dalam mengidentifikasi penyakit leukemia. Dan kedepannya dapat menjadi bahan referensi untuk pengembangan lebih lanjut.

1.6 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

a. Studi Literatur

Melakukan studi kepustakaan melalui penelitian berupa buku mengenai ilmu penyakit leukemia dan jaringan syaraf tiruan, jurnal dan artikel-artikel yang relevan.

b. Metode Penelitian

Metode ini dilaksanakan dengan melakukan penelitian terhadap obyek yang nantinya akan diteliti mengenai penerapan metode yang dipakai dalam identifikasi penyakit leukemia.

c. Analisis dan perancangan

Metode ini dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dan batasan masalah yang dimiliki dan menggunakan flowchart sebagai gambaran sistem sehingga dapat diperoleh rancangan yang terstruktur dan jelas. d. Implementasi

(20)

e. Pengujian

Metode ini dilaksanakan dengan melakukan pengujian terhadap sistem dengan melakukan proses identifikasi penyakit leukemia dan kemudian pengujian hasil identifikasinya yang telah di implementasikan.

f. Dokumentasi

Metode ini dilaksanakan dengan membuat dokumentasi dalam bentuk laporan tugas akhir.

1.7 Diagram Alir Penelitian

(21)

Mulai

Latihan JST

Pengujian JST

Selesai

Input

Variabel

(22)

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari beberapa bagian utama sebagai berikut:

BAB 1: PENDAHULUAN

Bab ini akan menjelaskan mengenai latar belakang pemilihan judul skripsi ―Perbandingan Kecepatan dan Ketepatan Antara Learning Vector Quantization Dan Kohonen Pada Identifikasi Penyakit Leukemia.‖, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, flowchart penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi dasar teori-teori yang digunakan dalam analisis, perancangan dan implementasi skripsi.

BAB 3: ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab ini berisi analisis terhadap fokus permasalahan penelitian dan perancangan terhadap sistem perbandingan kecepatan dan ketepatan antara learning vector quantization dan kohonen pada identifikasi penyakit leukemia.

BAB 4: IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

Bab ini berisi teknik implementasi dari perancangan yang telah dibuat dan pengujian terhadap implementasi. Pengujian dilakukan untuk membuktikan perangkan lunak dapat berjalan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan di tahapan analisis. BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN

(23)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1.Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) merupakan representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah buatan disini digunakan karena jaringan syaraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran.(Sri Kusumadewi, 2003).

Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi.

JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi dengan asumsi bahwa:

o Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron). o Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui

penghubung-penghubung.

o Penghubung antara neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal.

o Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya bukan fungsi linear) yang dikenakan pada jumlahan input yang diterima. Besarnya output ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang. (Jong Siang Jek, 2005).

JST ditentukan oleh 3 hal :

a. Pola hubungan antar neuron ( yang menjadi arsitekturnya).

b. Metode penentuan bobot dalam koneksi (disebut sebagai proses latihan, pembelajaran, atau Algoritma ).

c. Fungsi aktivasi. (Jong Siang Jek, 2005)

(24)

X1

Gambar 2.1 Fungsi Aktivasi Pada Jaringan Syaraf Sederhana

2.1.1. Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan

Lapisan-lapisan penyusun jaringan syaraf tiruan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Lapisan masukan (input layer)

Merupakan lapisan yang terdiri dari beberapa neuron yang akan menerima sinyal dari luar dan kemudian meneruskan ke neuron-neuron lain dalam jaringan. Lapisan ini diilhami berdasarkan ciri-ciri dan cara kerja sel-sel syaraf sensorikpada jaringan saraf biologi (manusia).

b. Lapisan tersembunyi (hidden layer)

Merupakan tiruan dari dari sel-sel saraf konektur pada jaringan saraf biologi (manusia). Lapisan tersembunyi berfungsi meningkatkan kemampuan jaringan dalam memecahkan masalah. Konsekuensi dari adanya lapisan ini adalah pelatihan menjadi makin sulit atau lama.

c. Lapisan keluaran (output layer)

Lapisan keluaran berfungsi menyalurkan sinyal-sinyal keluaran hasil pemrosesan jaringan. Lapisan ini terdiri dari sejumlah neuron. Lapisan ini jugan tiruan dari sel saraf motorikpada jaringan biologi (manusia). (Antoni Siahaan, 2011)

(25)

Gambar susunan lapisan-lapisan jaringan syaraf tiruan dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Arsitektur jaringan syaraf tiruan

2.1.2. Fungsi Aktivasi

Ada beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam jaringan syaraf tiruan, antara lain:

a. Fungsi Sigmoid Biner

Fungsi ini digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada range 0 sampai 1. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Namun fungsi ini juga digunakan oleh jaringan syaraf yang nilai output-nya 0 atau 1.

Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai:

(26)

b. Fungsi sigmoid bipolar

Fungsi bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1.

Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai: (Ferdinand Sinuhaji, 2009)

dengan

2.1.3. Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan

Sebelum digunakan, JST dilatih untuk mengenal fungsi pemetaan. Pelatihan

merupakan proses belajar JST yang dilakukan dengan menyesuaikan bobot terkoneksi jaringan. Suatu Jaringan Saraf Tiruan belajar dari pengalaman. Proses yang lazim dari pembelajaran meliputi 3 tugas, yaitu :

a. Perhitungan output

b. Membandingkan output dengan target yang diinginkan c. Menyesuaikan bobot dan mengulang prosesnya.

Proses pelatihan atau pembelajaran tersebut merupakan proses bobot antar neuron sehingga sebuah jaringan dapat menyelesaikan sebuah masalah. Proses belajar JST diklasifikasikan menjadi dua:

a. Belajar dengan pengawasan (Supervised learning)

b. Belajar tanpa pengawasan (Unsupervised learning). (Antoni Siahaan, 2011)

2.1.4. Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan

(27)

memilih algoritma yang terbaik untuk menyelesaikan masalah, dari beberapa algoritma Jaringan Saraf tersebut antara lain :

a. Algoritma Kohonen b. Algoritma Fractal

c. Algoritma Learning Vector Quantization d. Algoritma Cyclic

e. Algoritma Alternating Projection f. Algoritma Hamming

g. Algoritma Feedforwad Banyak Lapis. (Antoni Siahaan, 2011)

2.2. Learning Vector Quantization (LVQ)

LVQ merupakan suatu metode untuk melakukan pelatihan terhadap lapisan-lapisan kompetitif yang terawasi. Lapisan kompetitif akan belajar secara otomatis untuk melakukan klasifikasi terhadap vektor input yang diberikan. Apabila beberapa vektor input memiliki jarak yang sangat berdekatan, maka vektor-vektor input tersebut akan dikelompokkan dalam kelas yang sama.

Algoritma:

1. Tetapkan: BobotAwal (W),Maksimum Epoch (MaxEpoch), Error Minimum yang diharapkan (Eps), Learning rate (α).

2. Masukkan : a. Input : x(m,n); b. Target m : T(1,n) 3. Tetapkan kondisi awal:

a. Epoch=0; b. Err =1.

4. Kerjakan jika : (epoch<MaxEpoch) atau (α > Eps) a. Epoch=epoch + 1

b. Kerjakan untuk i=1 sampai n

- Tentukan J sedemikian hingga || W – Wj || minimum (sebut sebagai Cj) - Perbaiki Wj dengan ketentuan:

(28)

5. Selesai. (Antoni Siahaan, 2011)

Gambar 8.3 menjelaskan arsitektur jaringan LVQ. Dimana X1, Xi,...¸ Xn adalah input, W11, Wij,..., Wrm adalah bobot dan Y1, Yj,..., Ym adalah output.

Gambar 2.3 Arsitektur Jaringan LVQ

2.3.Kohonen

Jaringan syaraf self organizing, yang sering disebut juga topology preserving maps, mengansumsikan sebuah struktur topologi antar unit-unit cluster. Jaringan syaraf self organizing ini pertama kali diperkenalkan oleh Tuevo Kohonen dari University of Helsinki pada tahun 1981. Algoritma dari kohonen self organizing map adalah sebagai berikut :

Langkah 1. Inisialisasikan bobot wij. Set parameter-parameter tetangga dan set parameter learning rate(α).

Langkah 2. Selama kondisi berhenti masih bernilai salah, kerjakan langkah- langkah berikut ini :

a. Untuk masing-masing vektor input x, lakukan : b. Untuk masing-masing j, lakukan perhitungan :

c. Tentukan J sampai D(j) bernilai minimum. D(j) adalah jarak bobot ke input.

(29)

e. Perbaiki learning rate.

f. Kurangi radius tetangga pada waktuwaktu tertentu. g. Tes kondisi berhenti. (Asworo, 2010)

Gambar 2.4 merupakan ilustrasi dari arsitektur jaringan kohonen yang menggambarkan mapping pada setiap node.

Gambar 2.4 Arsitektur Jaringan Kohonen

2.4.Darah

Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang primitif sampai manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai: (a) pembawa oksigen (oxygen carrier); (b) mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi; dan (c) mekanisme hemostasis.

Sumsum tulang belakang yang normal merupakan bagian esensial dari hemopoesis. Apabila struktur atau fungsi sumsum tulang terganggu maka dapat menimbulkan kelainan.

Gangguan sumsum tulang menimbulkan berbagai jenis penyakit. Penyakit-penyakit yang mengenai sel induk hemopoetik antara lain adalah:

- Leukemia mieloid akut - Leukemia mieloid kronis

(30)

- Myelofibrosis with myeloid metaplasia - Anemia aplastik

- Cyclic neutropenia (I Made Bakta, 2006)

2.5.Leukemia

Leukemia adalah neoplasma ganas dari prekursor sel-sel darah; sel-sel ganas ini biasanya beredar dalam darah dan menginfiltrasi jaringan. Leukemia merupakan suatu kelainan klonal; yaitu, kelainan ini berasal dari transformasi maligna biasanya dari satu sel.

Terdapat 4 varietas utama leukemia: limfosit akut, mieloid akut, limfosit akut, dan granulositik kronik (mieloid kronik). Istilah akut dan kronik menggambarkan keadaan klinis penderita yang tak mendapatkan terapi; penderita dengan leukemia akut biasanya meninggal dalam beberapa minggu atau bulan dan penderita dengan leukemia kronis biasanya dapat bertahan hidup lebih lama. (N.C Hudges Jones dan N.S. Wickramasinghe, 1994)

2.5.1. Leukemia Akut

Leukemia akut merupakan leukemia dengan perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita rata-rata meninggal dalam 2-4 bulan. Namun, dengan pengobatan yang baik ternyata leukemia akut mengalami kesembuhan lebih banyak dibandingkan dengan leukemia kronik.

Leukemia akut dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi FAB(French American British Group), tetapi dalam praktik sehari-hari cukup dibagi menjadi dua golongan besar:

1. Acute lymphoblastic leukemia (ALL) 2. Acute myeloid leukemia (AML)

Gejala klinik leukemia akut sangat bervariasi, tetapi pada umumnya timbul cepat, dalam beberapa hari sampai minggu. Gejala leukemia akut dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar yaitu:

1. Gejala kegagalan sumsum tulang, yaitu:

(31)

b. Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi rongga mulut, tenggorok, kulit, saluran napas, dan sepsis sampai syok septik.

c. Trombositopenia menimbulkan easy bruising, pendarahan kulit, pendarahan mukosa,seperti pendarahan gusi dan epistaksis.

2. Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh: a. Keheksia (memburuknya kondisi tubuh) b. Keringat malam

c. Hiperurikemia (aktifitas asam yang berlebih) yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal

3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain seperti: a. Nyeri tulang dan nyeri sternum

b. Limfadenopati superfisial

c. Splenomegali atau hepatomegali, biasanya ringan d. Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit

e. Sindrom meningael: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk. 4. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah:

a. Leukostasis terjadi jika leukosit melebihi 50.000/μL. Penderita dengan leukositosis serebral ditandai oleh sakit kepala, confusion, dan gangguan visual. Leukostasis pulmoner ditandai oleh sesak napas, takhipnea, ronchi dan adanya infiltrat pada foto rontgen.

b. Koagulapati dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer.

c. Hiperurikemia yang dapat bermanifestasi sebagai arthritis gout dan batu ginjal.

(32)

Tabel 2.1 Beberapa perbedaan antara leukemia limfosit dan mieloid.(N.C

Hudges Jones, N.S Wickramasinghe, 1994)

Limfosit Mieloid

Nukleolid 1-2 2-5

Jumlah Sitoplasma Biasanya sedikit Moderat Batang Auer Tidak ada Terkadang ada Hitam Sudan Negatif Positif

Peroksidase Negatif Positif PAS

Positif: Granula kasar

Negatif: Granula halus

Kloroasetat esterase Negatif Biasanya positif Terminal

Tanda jalur sel-T atau tanda-tanda jalur sel-B

Tanda-tanda jalur mieloid

2.5.1 Leukemia Kronis

Leukemia kronis ditandai dengan keberadaan jumlah leukosit darah tepi yang sangat tinggi. Sel-sel ini adalah sel matur. Leukemia kronis biasanya memiliki awitan samar dan lagi perkembangan yang sangat lambat. Sebagian pasien mengalami perkembangan yang lambat dan pembesaran organ yang infiltrasi oleh sel-sel leukemia.

a. Leukemia Mieloid Kronik

(33)

Gejala klinis yang dijumpai adalah splenomegali,lemah badan, penurunan berat badan, hepatomegali, keringat malam, cepat kenyang, pendarahan/purpura, nyeri perut (infark limfa), demam. Gejala lain seperti gout, gangguan penglihatan, anemia.

b. Leukemia Limfosit Kronis

LLK adalah suatu keganasan hematologik yang ditandai oleh proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B neoplastik dalam darah, sumsum tulang, limfonodi, limfa dan organ-organ lain. LLK berbeda dari leukemia yang lain yaitu bahwa penyakit ini biasanya berjalan secara indolen (lambat) selama bertahun-tahun. Penyakit ini hampir selalu dijumpai pada orang dewasa berusia lebih dari 40 tahun.

(34)

BAB 3

ANALISIS PERANCANGAN SISTEM

3.1 Analisis Sistem

Analisis sistem merupakan suatu tahap yang dilakukan untuk membantu memahami sesuatu yang menjadi masalah dan apa yang menjadi kebutuhan sistem. Hal ini bertujuan untukmengetahui permasalahannya agar dapat membantu proses perancangan model suatu sistem yang akan dibangun sehingga menjadi tepat guna.

3.1.1 Analisis Masalah

Masalah yang ada pada perancangan sistem ini adalah menentukan kecepatan dan ketepatan antara metode Learning Vector Quantization dan Kohonen dalam mengidentifikasi penyakit leukemia untuk mengetahui metode mana yang lebih tepat digunakan dalam mendiagnosa penyakit tersebut untuk mendapatkan diagnosa yang tepat dan keefesienan waktu dengan alasan sebagai berikut :

1. Leukemia merupakan penyakit yang tergolong cepat penyebarannya di dalam tubuh. Jadi dibutuhkan identifikasi yang cepat guna melakukan tindak lanjut pengobatan. Untuk itu, diperlukan waktu seefisien mungkin untuk mengidentifikasi penyakit leukemia dan dibutuhkan pencatat waktu untuk mencatat dan mengetahui metode mana yang lebih cepat mengidentifikasi penyakit tersebut.

(35)

Material Metode

Manusia Mesin

Menentukan metode tercepat dan dan paling tepat antara LVQ dan Kohonen dalam

mengidentifikasi penyakit leukemia

Diperlukan diagnosa yang tepat untuk dilakukan penanganan lebih lanjut

Diperlukan waktu seefesien mungkin untuk mendiagnosa suatu

penyakit Metode LVQ dan kohonen

yang dapat mengidentifikasi penyakit

leukemia

Belum adanya metode yang membandingkan kedua metode tersebut dalam identifikasi penyakit

ini

Memamfaatkan teknologi informasi untuk membandingkan kedua

metode tersebut

Gambar 3.1 Ishikawa Diagram

3.1.2 Analisis Kebutuhan Sistem

Analisis kebutuhan sistem meliputi kebutuhan fungsional dan non-fungsional sistem.

3.1.2.1Kebutuhan Fungsional Sistem

Kebutuhan fungsional yang dimiliki oleh system identifikasi penyakit leukemia adalah:

1. Sistem dapat mendiagnosa penyakit berdasarkan masukan User. 2. Sistem dapat menampilkan jenis penyakit.

3. Sistem dapat menghitung waktu identifikasi. 4. Sistem dapat menampilkan waktu identifikasi.

5. Sistem dapat menampilkan tindakan medis selanjutnya.

3.1.2.2Kebutuhan Non-Fungsional Sistem

Untuk mendukung kinerja sistem, sistem sebaiknya dapat berfungsi sebagai berikut: 1. User mudah memahami dan mengerti tampilan antarmuka sistem.

2. User dapat dengan mudah mengoperasikan sistem.

3. Data yang terdapat pada sistem berupa data yang relevan, sehingga menghasilkan pengenalan yang tepat.

(36)

5. Kinerja sistem berjalan dengan menguji coba sistem tersebut dengan data yang telah diketahui hasilnya terlebih dahulu.

3.1.3 Analisis Proses Sistem

Pada sistem ini terdapat dua metode yaitu metode Learning Vector Quantizationdan Kohonen yang akan digunakan untuk identifikasi penyakit leukemia dengan melakukan pelatihan sebelumnya. Berikut contoh analisis perhitungan bagaimana metode Learning Vector Quantizationdan Kohonendalam melakukanpelatihan.

3.1.3.1Analisis Proses Learning Vector Quantization

Pada proses LVQ, input data pelatihan ada 20 data dan target yang diinginkan ada empatklasifikasi penyakit yaitu leukemia limfosit akut, leukemia mieloid akut, leukemia limfosit kronis dan leukemia mieloid kronis. Kemudian target yang di-input diubah kedalam vektor. Pada tahap selanjutnya tentukan jumlah neuron yang akan digunakan. Di dalam program jumlah neuron ada 20 neuron. Selanjutnya jaringan yang akan dibangun menggunakannewlvq dan cara untuk menentukan kelas yang diproses digunakan net = newlvq(minmax(P),JumNeuron,(1/Jumkls)*ones(1,Jumkls)) setelah kelas diperoleh berdasarkan nilai jarak maka diinputkan nilai parameter dan pelatihannya. Didalam program nilai-nilai parameternya sebagai berikut :

net.trainParam.epochs = 1000 net.trainParam.goal = 0.001

Pada tahapan selanjutnya dilakukan pelatihan data dengan cara menyimpan data pelatihan untuk dilakukan training dan memanggil data pengujian.Pada saat diproses maka akan muncul grafik yang menggambarkan hubungan epoh dan goalnya. Apabila epoh sudah mencapai 1000 epoh atau apabila learning goa-lnya sudah mencapai 0.001 maka grafik akan berhenti.

(37)

Dua input pertama sebagai inisialisasi bobot, learning rate (α=0,05), dengan pengurangan sebesar 0,1*α, dan maksimum epoh (MaxEpoh=1).

1. Epoh ke-1: Data : (0, 0, 1) Jarak pada :

*bobot ke-1 = = 1,41

*bobot ke-2 = = 1

Jarak terkecil pada bobot ke-2 Target data = 2

Bobot ke-2 baru :

w11 = w1+ α*(x11 – w11) = 0 + 0,05*(0-0) = 0; w12 = w1 + α*(x12 – w12) = 1 + 0,05*(0-1) = 0,05; w11 = w1+ α*(x11 – w11) = 1 + 0,05*(1-1) = 1; jadi w11 = ( 0 0,05 1 )

α = α –0,1*α = 0,05 – 0,1*0,05 = 0,045 sehingga input termasuk dalam kelas 2.

3.1.3.2Analisis Proses Kohonen

Jaringan kohonen dipakai untuk membagi pola masukan kedalam beberapa kelompok (cluster). Misalkan masukan berupa vector yang terdiri dari n komponen (tuple) yang akan dikelompokkan dalam maksimum m buah kelompok (disebut vector contoh). Keluaran jaringan adalah kelompok yang paling dekat atau mirip dengan masukan yang diberikan. Ukuran yang sering dipakai adalah jarak Euclidean yang paling minimum.

(38)

1. Inisialisasi bobot awal

a) Kolom matrik bobot —›jumlah komponen vektor=4 b) Jumlah baris —›jumlah maksimum kelompok=2 c) ࢝= ૙.૛૙.૟૙.૞૙.ૢ૙.ૡ૙.૝૙.ૠ૙.૜

d) Jari =0

e) Laju pemahaman awal=0.6 2. Pelatihan tiap vektor

Vektor x(1)=(1,1,0,0) D(j)= (࢝࢐࢏−࢞࢏)૛࢏

D(1)=(0.2-1)2+(0.6-1)2+(0.5-0)2+(0.9-0)2=1.86 D(2)=(0.8-1)2+(0.4-1)2+(0.7-0)2+(0.3-0)2=0.98

Minimum pada j=2, maka vektor bobot di baris kedua di modifikasi pada baris 2 Wji(baru)= Wji(lama)+α(xi-wji(lama))

W21=0.8 + 0.6(1-0.8)=0.92 W22=0.4 + 0.6(1-0.4)=0.76 W23=0.7+0.6(0-0.7)=0.28 W24=0.3+0.6(0-0.3)=0.12

Sehingga vektor bobotnya menjadi w= 0.20.60.50.90.920.760.280.12

Vektor x(2)=(0,0,0,1)

D(1)=(0.2-0)2+(0.6-0)2+(0.5-0)2+(0.9-1)2=0.66 D(2)=(0.92-0)2+(0.76-0)2+(0.28-0)2+(0.12-1)2=2.20

Minimum pada j=1, maka vektor bobot di baris kesatu di modifikasi pada baris 1 W11=0.2 + 0.6(0-0.2)=0.08

W12=0.6 + 0.6(0-0.6)=0.24 W13=0.5 + 0.6(0-0.5)=0.2 W14=0.9 + 0.6(1-0.9)=0.96

Sehingga vektor bobotnya menjadi ࢝= ૙.૙ૡ૙.૛૝૙.૛૙.ૢ૟૙.ૢ૛૙.ૠ૟૙.૛ૡ૙.૚૛

Vektor x(3)=(1,0,0,0)

D(1)=(0.08-1)2+(0.24-0)2+(0.2-0)2+(0.96-0)2=1.78 D(2)=(0.92-1)2+(0.76-0)2+(0.28-0)2+(0.12-0)2=0.68

(39)

W21=0.92 + 0.6(1-0.92)=0.968 W22=0.76 + 0.6(0-0.76)=0.304 W23=0.28 + 0.6(0-0.28)=0.112 W34=0.12 + 0.6(0-0.12)=0.048

Sehingga vektor bobotnya menjadi w= 0.080.240.20.960.9680.3040.1120.048

Vektor x(4)=(0,0,1,1)

D(1)=(0.08-0)2+(0.24-0)2+(0.2-1)2+(0.96-1)2=0.7056 D(2)=(0.969-0)2+(0.304-0)2+(0.112-1)2+(0.048-1)2=2.724

Minimum pada j=1, maka vektor bobot di baris kedua di modifikasi pada baris 1 W11=0.08 + 0.6(0-0.08)=0.032

W12=0.24 + 0.6(0-0.24)=0.096 W13=0.2 + 0.6(1-0.2)=0.68 W14=0.96 + 0.6(1-0.96)=0.984 Sehingga vektor bobotnya menjadi

࢝= ૙.૙૜૛૙.૙ૢ૟૙.૟ૡ૙.ૢૡ૝૙.ૢ૟ૡ૙.૜૙૝૙.૚૚૛૙.૙૝ૡ

Sebelum melakukan iterasi kedua, dilakukan modifikasi laju pemahaman: α(baru)=0.5 (0.6)=0.3

dengan cara yang sama maka diperoleh bobot: iterasi ke-2 : w= 0.005-0.170.710.990.30.020.086

iterasitersebut akan konvergen ke vektor bobot : w= 000.5110.00

Pengelompokkan vektor Vektor x(1)=(1,1,0,0)

D(1)=(0-1)2+(0-1)2+(0.5-0)2+(1-0)2=3.25 D(2)=(1-1)2+(0.5-1)2+(0-0)2+(0-0)2=0.25 Berarti x(1) masuk dalam kelompok 2 Vektor x(2)…?

(40)

3.2 Pemodelan

Pemodelan pada sistem ini menggunakan UML untuk mendisain dan merancang sistem identifikasi penyakit leukemia. Adapun model- model UML yang digunakan adalah use case diagram, sequence diagram dan activity diagram.

3.2.1 Use Case Diagram

Use case diagram merupakan suatu diagram yang menggambarkan teknik untuk merekam persyaratan fungsional suatu sistem. Use case berfungsi untuk menggambarkan interaksi antara pengguna sistem dengan sistem itu sendiri dan memberi suatu penjelasan bagaimana sistem tersebut digunakan.

Untuk mengetahui aktor dan use case yang akan digunakan, maka dilakukan identifikasi aktor dan identifikasi use case. Setelah mendapatkan aktor dan use case, maka use case diagram dapat digambarkan.

Sistem Identifikasi Penyakit Leukemia

Metode Kohonen

Gambar 3.2Use case Diagram Sistem Identifikasi Penyakit Leukemia

3.2.1.1 Use case Pelatihan

Tabel 3.1 Dokumentasi Naratif Use Case LVQ

Nama Use case Proses Pelatihan

(41)

Deskripsi Use case ini mendeskripsikan proses pelatihan untuk identifikasi penyakit leukemia

Prakondisi Sistem sudah masuk kedalam tampilan antarmuka pelatihan dan sudah siap menerima masukan dari Jaringan Syaraf Tiruan.

Bidang Khas

Aksi Aktor Respon Sistem Langkah 1 : Pengguna

memilih tombol Menu pelatihan

Langkah 2 : Sistem

menunjukkan pilihan menu yang diinginkan LVQ atau Kohonen

Langkah 3 : Pengguna memilih sub-menu Pelatihan LVQ atau Kohonen

Langkah 4 : Sistem menampilkan antarmuka pelatihan yang dipilih. Langkah 5 : Pengguna

memasukkan gejala dengan meng-checklist checkbox yang tersedia dan mengetik nama penyakit di box Hasil.

Langkah 6 : Sistem menunjukkan nilai biner 0 dan 1.

Langkah 8 : Pengguna menyimpan semua gejala.

Langkah 9 : Sistem

menyimpannya ke dalam file (*.xlxs) yang telah

disediakan. Langkah 10 : Pengguna

memilih tombol latih.

Langkah 11 : Sistem melakukan pelatihan dan menampilkan waktu pelatihan.

Bidang Alternatif

Langah 12 : Pengguna akan memilih tombol Reset.

Langkah 13 : Sistem akan menghapus gejala, nama penyakit dan waktu pelatihan. Langkah 14 : Pengguna

akan memilih tombol Keluar.

Langkah 15 : Sistem akan mengakhiri aplikasi.

(42)

3.2.1.2 Use case Pengujian

Tabel 3.2 Dokumentasi Naratif Use Case Kohonen

Nama Use case Proses Pengujian

Aktor Pengguna

Deskripsi Use case ini mendeskripsikan proses Pengujian untuk identifikasi penyakit leukemia.

Prakondisi Sistem sudah masuk kedalam tampilan antarmuka dan sudah siap menerima masukan dari Jaringan Syaraf Tiruan.

Bidang Khas

Aksi Aktor Respon Sistem Langkah 1 : Pengguna

memilih tombol Menu Pengujian.

Langkah 2 : Sistem menunjukkan pilihan sub-menu yang diinginkan LVQ atau Kohonen.

Langkah 3 : Pengguna memilih salah satu sub-menu LVQ atau Kohonen.

Langkah 4 : Sistem menampilkan antarmuka pelatihan yang dipilih Langkah 5 : Pengguna

memasukkan gejala dengan meng-checklist checkbox yang tersedia.

Langkah 6 : Sistem menunjukkan nilai biner 0 dan 1.

Langkah 8 : Pengguna memilih tombol Hasil.

Langkah 9 : Sistem melakukan pengujian dan menampilkan nama penyakit, penanganan dan waktu uji.

Bidang Alternatif

Langah 10 : Pengguna akan memilih tombol Reset.

Langkah 11 : : Sistem akan menghapus gejala, nama penyakit, penanganan dan waktu uji.

Langkah 12 : Pengguna akan memilih tombol Keluar.

Langkah 13 :Sistem akan mengakhiri aplikasi.

Post-Kondisi Sistem akan menampilkan hasil pengujian berupa nama penyakit, penanganan dan waktu uji.

3.2.2 Sequence Diagram

(43)

pesan/message. Sequence Diagram digunakan untuk menggambarkan skenario atau rangkaian langkah-langkah yang dilakukan sebagai sebuah respon dari suatu kejadian/even untuk menghasilkan output tertentu.Berikut ini merupakan gambaran dari sequence diagram dari sistem yang telah dirancang dan dibangun oleh penulis

3.2.2.1 Sequence Diagram Proses Pelatihan

Input Data Latih JST

Latih

Simpan Bobot

Gambar 3.3Sequence Diagram Proses Pelatihan

3.2.2.2 Sequence Diagram Proses Pengujian

Uji JST Input Data

Uji

(44)

Gambar 3.4 Sequence Diagram Proses Pengujian

3.2.3 Activity Diagram

Activity diagram merupakan diagram yang berfungsi untuk menggambarkan logika procedural, jalan kerja suatu sistem. Diagram ini hampir memiliki peran yang sama dengan diagram alir yang mana memungkinkan siapapun yang melaukan proses untuk dapat memilih urutan dalam melakukannya sesuai keinginannya. Berikut ini merupakan activity diagram dari sistem yang telah dirancang dan dibangun oleh penulis.

3.2.3.1 Activity DiagramProses Pelatihan

Sistem menyimpan nilai dari radio button sebagai bahan latih dengan nilai 1 untuk yang

ditandai dan nilai 0 untuk yang tidak Aktor mengisi gejala dengan

Menandai radio button

Aktor menekan tombol simpan

Sistem melakukan pelatihan Aktor mengetik nama penyakit sesuai dengan

gejala yang diisi

Aktor menekan tombol latih

Sistem menyimpan nama penyakit

Sistem menampilkan waktu pengujian

AKTOR SISTEM

(45)

Sistem melakukan pelatihan berdasarkan data penyakit

Aktor menekan tombol pelatihan kohonen

Sistem menyimpan bobot pelatihan

AKTOR SISTEM

Sistem menampilkan waktu pelatihan

Gambar 3.6 Activity DiagramProses Pelatihan Kohonen

3.2.3.2 Activity DiagramProses Pengujian

Sistem menyimpan nilai dari radio button sebagai input dengan nilai 1 untuk yang

ditandai dan 0 untuk yang tidak Aktor mengisi gejala penyakit dengan

Menandai radio button

AKTOR SISTEM

Sistem menampilkan waktu pengujian Aktor menekan tombol hasil

Sistem melakukan pengujian Identifikasi penyakit

Sistem menampilkan hasil diagnosa dan penanganan medis

(46)

3.3. Pseudocode Program

Pseudocode adalah deskripsi dari algoritma pemrograman komputer yang menggunakan struktur sederhana dari beberapa bahasa pemrograman yang hanya ditujukan agar dapat dimengerti manusia

3.3.1Pseudocode Proses Pelatihan Pelatihan LVQ

input Gejala_penyakit

input input’

T ind2vec(target)

kelas size(full(T),1)

neuron 20

net newlvq(minmax(entry),neuron,(1/kelas)*ones(1,kelas));

net train (net,input,target);

net.IW{1,1}

net.LW{2,1}

output sim(net,input)

H vec2ind(output)

Pelatihan Kohonen

input gejala_penyakit

target target’

PR : Matrix nilai minimum dan maksimum vektor masukan

S jumlah neuron target

KLR Laju pemahaman Kohonen

CLR Laju pemahaman Consciece

net newc (PR, S, KLR, CLR)

(47)

3.3.2Pseudocode Proses Pengujian Pengujian LVQ

input Gejala_penyakit

T ind2vec(target)

kelas size (full(T),1)

net newlvq(minmax(entry),neuron,(1/kelas)*ones(1,kelas))

net init(net)

net.IW{1,1}

net.LW{2,1}

data_uji data)uji’

output sim(net,data_uji)

H vec2ind(output)

Pengujian Kohonen

input gejala penyakit

input input'

net newsom(minmax(input),4);

net init(net)

b sim(net,input)

3.4 Perancangaan Flowchart

(48)

3.4.1 Flowchart Sistem

Mulai

Latihan JST

Pengujian JST

Selesai

Input

Variabel

(49)

3.4.2 Flowchart Proses Pelatihan

Start

Input

Hitung Jumlah Kelas

Inisialisasi Beban = 0

Hitung Beban

Epoch<MaxEpoch

α >Eps

Temukan bobot terdekat

Jika kelas input sama

Jauhkan dengan input (Bobot

dikurangi)

Dekatkan dengan input (Bobot

ditambah)

Kurangi nilai α

Output

End Ya

Tidak

Tidak

Ya

(50)

Mulai

Untuk setiap unit j di sektar j modifikasi bobot Wjibaru = Wjilama + a

(xi-Wji lama)

Apakah error semakin sedikit ?

Sudahkah mendapatkan bobot

matrix terbaik ?

Bobot matrix yang lebih baik

Tentukan bobot matrix yang yang bobotnya terbaik

(51)

3.4.3 Flowchart Pengujian

Mulai

Input data pelatihan

Identifikasi penyakit

Hasil identifikasi

penyakit

Selesai

Gambar 3.11 Flowchart Pengujian LVQ dan Kohonen

3.5 Perancangan Data

3.5.1 Perancangan Masukan

Adapun penetapan masukan jaringan syaraf tiruan untuk identifikasi penyakit leukemiaadalah:

1. X1 (Anemia, demam dan selera makan menurun) 2. X2 (Pendarahan kulit dan/atau pembengkakan) 3. X3 (Sindrom meningael)

4. X4(Kejang dan keheksia) 5. X5 (4-10 x 10^9/L Leukosit) 6. X6 (10-50 x 10^9/L Leukosit) 7. X7 (50-400 x 10^9/L Leukosit) 8. X8 (15-300 x 10^9/L Limfosit) 9. X9 (Mieloblas)

10. X10 (Limfoblas) 11. X11 (Mielosit netrofil) 12. X12 (Limfosit)

(52)

14. X14 (Infiltrasilimfoblas dan limfosit)

15. X15 (Infiltrasi hiperplosia netrofil dan eosinofil) 16. X16 (Infiltrasi limfosit)

17. X17 (Pria) 18. X18 (Wanita)

19. X19 (Umur di bawah 20 tahun) 20. X20 (Umur di atas 20 tahun)

3.5.2 Perancangan Keluaran

Adapun penetapan keluaran untuk identifikasi penyakit leukemia adalah sebagai berikut :

1. Y1 (Leukemia limfosit akut) 2. Y2 (Leukemia mieloid akut) 3. Y3 (Leukemia limfosit kronis) 4. Y4 (Leukemia mieloid kronis)

3.5.3 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan

W11

W13

W14 W12

X1 X2 X3 X20

Y1 Y2 Y3 Y4

W22 W21

W24

W23 W31

W32 W33

W34

W201 W204

W202 W203

(53)

X1 X2 X3 X20 INPUT LAYER Wij

Gambar 3.13 Arsitektur Jaringan Kohonen

3.6 Perancangan Antarmuka

Sistem identifikasi penyakit leukemia ini dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman MATLABR2012b. Perancangan antarmuka atau interface ini bertujuan untuk memudahkan interaksi antara manusia dengan komputer sehingga manusia dapat menggunakan sistem dengan baik dan mudah untuk digunakan.

3.6.1 Antarmuka Awal

Antarmuka awal sistem merupakan tampilan utama ketika sistem dijalankan. Rancangan antarmuka awal pada sistem ini dapat dilihat pada Gambar 3.12.

(54)

Keterangan :

1. Menu Beranda

Berfungsi untuk tampilan awal dari sistem identifikasi penyakit leukemia. 2. Menu Pelatihan

Berfungsi untuk menuju antarmuka pelatihan LVQ dan Kohonen. 3. Menu Pengujian

Berfungsi untuk menuju antarmuka pengujian LVQ dan Kohonen. 4. Menu Bantuan

Berfungsi untuk menampilkan halaman berisi informasi bantuan untuk menjalankan sistem.

5. Menu Keluar

Berfungsi untuk keluar langsung dari sistem 6. Textfield Judul

Berfungsi untuk menampilkan judul skripsi 7. Axes Logo

Berfungsi untuk menampilkan gambar logo fakultas pada sistem 8. Textfield Nama

(55)

3.6.2 Antarmuka Pelatihan

Gambar 3.15 Tampilan Antarmuka Pelatihan Metode LVQ

Keterangan:

1. Textfield Judul

Berfungsi menampilkan judul halaman pelatihan 2. Checkbox Gejala

Berfungsi sebagai pilihan untuk diisi menurut dengan gejala penyakit. 3. Tombol Reset

Berfungsi untuk mengembalikan kondisi Checkbox Gejala dan Textfield Hasil ke kondisi awal.

4. Tombol Simpan

Berfungsi untuk menyimpan hasil dari Checkbox Gejala dan Textfield Hasil. 5. Tombol Latih

Berfungsi untuk melatih sistem dengan metode LVQ. 6. Textfield Waktu

Berfungsi untuk menampilkan waktu pelatihan sistem. 7. Textfield Hasil

(56)

Gambar 3.16 Tampilan Antarmuka Pelatihan Metode Kohonen

Keterangan:

1. Textfield Judul

Berfungsi menampilkan judul halaman pelatihan 2. Checkbox Gejala

Berfungsi sebagai pilihan untuk diisi menurut dengan gejala penyakit. 3. Tombol Reset

Berfungsi untuk mengembalikan kondisi Checkbox Gejala dan Textfield Hasil ke kondisi awal.

4. Tombol Simpan

Berfungsi untuk menyimpan hasil dari Checkbox Gejala dan Textfield Hasil. 5. Tombol Latih

Berfungsi untuk melatih sistem dengan metode LVQ. 6. Textfield Waktu

Berfungsi untuk menampilkan waktu pelatihan sistem. 7. Textfield Hasil

(57)

3.6.3 Antarmuka Pengujian

Gambar 3.17 Tampilan Antarmuka PengujianLVQ

Keterangan:

1. Textfield Judul

Berfungsi menampilkan judul halaman pengujian 2. Checkbox Gejala

Berfungsi sebagai pilihan untuk diisi menurut dengan gejala penyakit. 3. Tombol Reset

Berfungsi untuk mengembalikan kondisi Checkbox Gejala dan Textfield Hasil. 4. Tombol Hasil

Berfungsi untuk melakukan pengujian identifikasi. 5. Textfield Waktu

Berfungsi untuk menampilkan waktu pelatihan sistem. 6. Textfield Hasil

Untuk menampilkan hasil identifikasi penyakit. 7. Textfield Penganganan

(58)

Gambar 3.18 Tampilan Antarmuka Pengujian Kohonen

Keterangan:

8. Textfield Judul

Berfungsi menampilkan judul halaman pengujian 9. Checkbox Gejala

Berfungsi sebagai pilihan untuk diisi menurut dengan gejala penyakit. 10.Tombol Reset

Berfungsi untuk mengembalikan kondisi Checkbox Gejala dan Textfield Hasil. 11.Tombol Hasil

Berfungsi untuk melakukan pengujian identifikasi. 12.Textfield Waktu

Berfungsi untuk menampilkan waktu pelatihan sistem. 13.Textfield Hasil

Untuk menampilkan hasil identifikasi penyakit. 14.Textfield Penganganan

(59)

3.6.4 Antarmuka Bantuan

Gambar 3.19 Tampilan Antarmuka Bantuan

Keterangan :

1. Text judul

Berisi judul halaman 2. Textfield Bantuan

(60)

3.6.5 Antarmuka Konfirmasi Keluar

Gambar 3.20 Tampilan Antarmuka Konfirmasi Keluar

Keterangan :

1. Textfield Pertanyaan

Berisi pertanyaan ‗Apakah Anda Ingin Keluar?‘ 2. Tombol Ya

Berfungsi menjawab 'Ya' pada konfirmasi keluar. 2. Tombol Tidak

(61)

BAB 4

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

4.1 Implementasi Sistem

Pada tahap implementasi sistem identifikasi penyakit leukemia, penulis membangun sistem dengan program MATLAB 2012 dan menggunakan Microsoft Excel 2010 sebagai tempat penyimpanan data pelatihan.Terdapat 5 form yang digunakan yang mana terdiri dari form depan, form latih LVQ, form latih Kohonen, form uji LVQ dan form uji Kohonen, dan form bantuan.

4.1.1 Tampilan Antarmuka Sistem

Sistem identifikasi penyakit leukemia diimplementasikan dalam beberapa tampilan antarmuka yang terdiri dari antarmuka menu utama, antarmuka pelatihan dan pengujian LVQ, antarmuka pelatihan dan pengujian Kohonen dan Bantuan.

4.1.1.1 Antarmuka Beranda Sistem

(62)

Gambar 4.1 Tampilan Antarmuka Menu Beranda Sistem

4.1.1.2 Antarmuka Pelatihan LVQ

(63)

Gambar 4.2 Tampilan Antarmuka Pelatihan LVQ

Apabila gejala dan nama penyakit yang akan disimpan berhasil maka keluar pemberitahuan seperti yang diperlihatkan Gambar 4.3. Setelah semua data tersimpan, dan telah dilakukan pelatihan, maka lakukan pengujian dengan metode LVQ.

Gambar 4.3. Tampilan Antarmuka Berhasil Simpan

4.1.1.3 Antarmuka Pengujian LVQ

(64)

Gambar 4.4. Tampilan Antarmuka Pengujian LVQ

(65)

4.1.1.4 Antarmuka Pelatihan Kohonen

Pada Antarmuka pelatihan Kohonen memiliki antamuka yang sama persis dengan antarmuka Pelatihan LVQ.terdapat dua bagian yaitu bagian input gejala penyakit yang terdiri dari 20 checkbox, tombol Reset, tombol simpan, dan tombol latih, dan textfield Hasil untuk memasukkan nama penyakit dan textfield waktu untuk menampilkan waktu pelatihan Tampilan Antarmuka Pelatihan Kohonen diperlihatkan pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Tampilan Antarmuka Pelatihan Kohonen

(66)

Gambar 4.7 Tampilan Antarmuka Pelatihan Kohonen Setelah Dilakukan

(67)

4.1.1.5 Antarmuka Pengujian Kohonen

Antarmuka Pengujian Kohonen sama dengan Pengujian pada LVQ. Tampilan Antarmuka Pengujian Kohonen dapat dilihat pada Gambar 4.8.

(68)

Gambar 4.9 Tampilan Antarmuka Pengujian Kohonen Setelah Dikenali

4.1.1.6 Antarmuka Bantuan

(69)

Gambar 4.10 Tampilan Antarmuka Bantuan

4.2. Pengujian Sistem

Pengujian sistem akan dilakukan untuk mengetahui apakah sistem yang telah dibangun dapat mengidentifikasi penyakit leukemia dengan baik menggunakan metode LVQ dan Kohonen. Hal lain yang ingin diketahui yaitu identifikasi dengan metode mana yang lebih cepat dan lebih tepat identifikasinya.

4.2.1. Jenis Pengujian

Ada 2 jenis Pengujian yang akan dilakukan dalam sistem ini yaitu yang pertama menguji metode mana yang lebih cepat melakukan identifikasi penyakit leukemia kedua metode mana yang lebih tepat identifikasinya.

4.2.1.1. Kecepatan Pelatihan

(70)
(71)

Gambar 4.12. Hasil Pelatihan Kohonen

(72)

Untuk pelatihan menggunakan metode Kohonen, juga menggunakan 20 masukan, tapi metode kohonen hanya memiliki satu lapisan hidden layer dengan 4 neuron dan memiliki 4 target output. Metode kohonen juga menggunakan parameter yang sama untuk pelatihan, yaitu 1000 epochs dan performance 0.0001. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.12.

Tabel 4.1. Perbandingan Waktu Uji Pengenalan Gejala penyakit identifikasi

penyakit Leukemia dengan metode LVQ dan Kohonen

NO. Metode Waktu Pengenalan

1 LVQ 2 detik

2 Kohonen 115 detik

4.2.1.2. Kecepatan Identifikasi

Pada proses pengujian, dilakukan pengujian sebanyak 20 kali sesuai jumlah sampel yang dimiliki. Input berupa gejala yang didapat dari rekam medis rumah sakit. Kemudian dilihat metode mana yang lebih cepat mengidentifikasi penyakit leukemia.

Gambar 4.13. Grafik Perbandingan Kecepatan Identifikasi Penyakit Leukemia

(73)

Pada gambar 4.13 dapat dilihat grafik perbandingan kecepatan identifikasi antara kedua metode.Masing-masing bar mewakili 5 sampel dari tiap penyakit dannilai waktu pengujian yang tertera merupakan rata-rata dari ke-lima sampel tersebut.Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata kecepatan identifikasi metode kohonen lebih cepat daripada metode LVQ, dimana proses identifikasi metode kohonen yang paling lambat adalah 5.12 dengan rata-rata 4.20 sedangkan proses identifikasi metode LVQ yang paling cepat sebesar 5.21 dengan rata-rata 5.80.

4.2.1.3. Ketepatan Pelatihan

Setelah melakukan uji kecepatan dari kedua metode dalam hal pelatihan dan pengujian.Maka dilakukan juga uji ketepatan dalam hal pelatihan dan pengujian.Dalam uji ketepatan dalam pelatihan, hal yang menjadi acuan adalah ketepatan hasil pelatihan dengan target yang ditetapkan.Berikut adalah hasil pelatihan dari kedua metode.

Tabel 4.2.Hasil Pelatihan Menggunakan Metode LVQ

(74)

Pada table 4.2 dapat dilihat 20 sampel penyakit yang akan dibagi menjadi 4 cluster. Masing-masing cluster berisi 5 sampel. Pelatihan diharapkan dapat membagi 20 sampel tersebut menjadi 4 cluster .Hasil pelatihan menggunakan metode LVQ menunjukkan bahwa hasil pelatihannya sesuai dengan target. Jadi, pelatihan menggunakan metode LVQ memiliki ketepatan 100%.

Tabel 4.3.Hasil Pelatihan Menggunakan Metode Kohonen

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 Target

Sama seperti pelatihan dengan LVQ, pelatihan dengan Kohonen juga menggunakan 20 sampel yang akan dibagi menjadi 4 cluster sesuai dengan urutan yang

ada di kolo Target . Namun pada hasil pelatihannya, target tidak terpenuhi. Proses pelatihan hanya dapat membagi 2 cluster secara benar. Oleh karena itu, ketepatan pelatihan menggunakan metode kohonen sebesar 50%.

4.2.1.4. Ketepatan Identifikasi

(75)

Gambar 4.14.Sebelum Uji Identifikasi Metode LVQ

(76)

Gambar 4.16. Setelah Uji Identifikasi Metode Kohonen

(77)

Sebagai contoh pada gambar 4.14 merupakan proses uji identifikasi dengan metode LVQ, input yang dimasukkan sesuai dengan sampel pada proses pelatihan, berupa anemia, demam dan selera makan menurun, terjadi pendarahan dan pembengkakan, sindrom meningeal, kejang dan keheksia, darah tepi 10-50 x 109/L, sel abnormal limfoblas, sum-sum tulang terinfiltrasi limfoblas dan limfosit. Dan pada gambar 4.15 proses menunjukkan yang sesuai yaitu leukemia limfosit akut.

Pada gambar 4.16 menunjukkan proses uji identifikasi dengan metode Kohonen, input yang dimasukkan merupakan gejala penyakit leukemia limfosit kronis berupa anemia, demam dan selera makan menurun, terjadi pendarahan dan/atau pembengkakan, darah tepi 50-400 x 109/L, sel abnormal mielosit netrofil, infiltrasi hiperplosia netrofil dan eosinofil, dan gambar 4.17 menunjukkan hasil yang berbeda dari hasil sebenarnya yang dapat dilihat di kotak hasil.

Tabel 4.4. Hasil Uji Identifikasi Dengan Metode LVQ

Sampel

Nama penyakit

(Target) Hasil Identifikasi

Leukemia Limfosit Akut 1 (11110100010001000101)

Leukemia Limfosit Akut (1000)

Leukemia Limfosit Akut (1000) Leukemia Limfosit Akut 2

(11100100010001001010)

Leukemia Limfosit Akut (1000)

Leukemia Limfosit Akut (1000) Leukemia Limfosit Akut 3

(10110100010001000110)

Leukemia Limfosit Akut (1000)

Leukemia Limfosit Akut (1000) Leukemia Limfosit Akut 4

(11100100010001001010)

Leukemia Limfosit Akut (1000)

Leukemia Limfosit Akut (1000) Leukemia Limfosit Akut 5

(11000100010001001010)

Leukemia Limfosit Akut (1000)

Leukemia Limfosit Akut (1000) Leukemia Mieloid Akut 1

(11111000100010000110)

Leukemia Mieloid Akut (0100)

Leukemia Mieloid Akut (0100) Leukemia Mieloid Akut 2

(11111000100010001001)

Leukemia Mieloid Akut (0100)

Leukemia Mieloid Akut (0100) Leukemia Mieloid Akut 3

(11111000100010000110)

Leukemia Mieloid Akut (0100)

Leukemia Mieloid Akut (0100) Leukemia Mieloid Akut 4

(11111000100010000110)

Leukemia Mieloid Akut (0100)

Leukemia Mieloid Akut (0100) Leukemia Mieloid Akut 5

(11101000100010001001)

Leukemia Mieloid Akut (0100)

Leukemia Mieloid Akut (0100) Leukemia Limfosit Kronis 1

(11010001000100011001)

Leukemia Limfosit Kronis (0010)

(78)

Sampel

Nama penyakit

(Target) Hasil Identifikasi

Leukemia Limfosit Kronis 2 (11010001000100010101)

Leukemia Limfosit Kronis (0010)

Leukemia Limfosit Kronis (0010) Leukemia Limfosit Kronis 3

(11010001000100011001) Leukemia Limfosit Kronis (0010) Leukemia Limfosit Kronis (0010)

Leukemia Limfosit Kronis 4

(11000001000100011001) Leukemia Limfosit Kronis (0010) Leukemia Limfosit Kronis (0010)

Leukemia Limfosit Kronis 5

(11010001000100010101) Leukemia Limfosit Kronis (0010) Leukemia Limfosit Kronis (0010)

Leukemia Mieloid Kronis 1

(11000010001000101010) Leukemia Mieloid Kronis (0001) Leukemia Mieloid Kronis (0001)

Leukemia Mieloid Kronis 2 (11100010001000101010)

Leukemia Mieloid Kronis (0001)

Leukemia Mieloid Kronis (0001) Leukemia Mieloid Kronis 3

(11010010001000100101) Leukemia Mieloid Kronis (0001) Leukemia Mieloid Kronis (0001)

Leukemia Mieloid Kronis 4

(11010010001000100101) Leukemia Mieloid Kronis (0001) Leukemia Mieloid Kronis (0001)

Leukemia Mieloid Kronis 5 (11110010001000100101)

Leukemia Mieloid Kronis (0001)

Leukemia Mieloid Kronis (0001)

Tabel 4.5. Hasil Uji Identifikasi Metode Kohonen

Sampel

Nama penyakit (Kelas

Target) Hasil Identifikasi

Leukemia Limfosit Akut 1

(11110100010001000101) Leukemia Limfosit Akut (1) Leukemia Limfosit Akut (1)

Leukemia Limfosit Akut 2

(11100100010001001010) Leukemia Limfosit Akut (1) Leukemia Limfosit Akut (1)

Leukemia Limfosit Akut 3 (10110100010001000110)

Leukemia Limfosit Akut (1)

Leukemia Limfosit Akut (1) Leukemia Limfosit Akut 4

(11100100010001001010) Leukemia Limfosit Akut (1) Leukemia Limfosit Akut (1)

Leukemia Limfosit Akut 5

(11000100010001001010) Leukemia Limfosit Akut (1) Leukemia Limfosit Akut (1)

Leukemia Mieloid Akut 1 (11111000100010000110)

Leukemia Mieloid Akut (2)

Leukemia Mieloid Akut (2) Leukemia Mieloid Akut 2

Gambar

Tabel 2.1 Beberapa perbedaan antara leukemia limfosit dan mieloid.(N.C
Gambar 3.1 Ishikawa Diagram
Gambar 3.2Use case Diagram Sistem Identifikasi Penyakit Leukemia
Gambar 3.3Sequence Diagram Proses Pelatihan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Table 1 summarises the results of the ®rst three trials which compared measurements of CF, MADF and NDF made using the FibreCap method (F) with the conventional procedures ( C )

PREFEITURA MUNICIPAL DE PORTEIRINHA/MG – Alteração do Aviso de Licitação - Pregão Presencial para Registro de Preços nº.. Motivo: Retificação do

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah

Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa ihu-ihu yang selalu kawatir akan masa depan rumah tangga dan anak, dan kurangmandiri lain cendcrung mempunyai anak dengan keadaan

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan IMT dengan onset usia menarke di SMP Santo Thomas 1 Medan berdasarkan IMT menurut umur dan

Dari latar belakang diatas maka masalah yang akan diteliti lebih lanjut adalah tentang kemampuan siswa dalam mengoprasikan Aplikasi Editing Video, dan perbandingan hasil ketrampilan

Pada Material Aluminium-Magnesium Terhadap Beban Impak Dengan Variasi Sudut Kampuh V 60 o dan 90 o ” ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk

Web ini akan membantu anggota perpustakaan dalam memesan buku, memperpanjang buku serta menampilkan informasi denda yang harus dibayar pada saat mengembalikan buku jika telat. Web