• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemilahan Kayu Afrika Dan Akasia Dengan Menggunakan MPK Panter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemilahan Kayu Afrika Dan Akasia Dengan Menggunakan MPK Panter"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Karya Tulis

PEMILAHAN KAYU AFRIKA DAN AKASIA DENGAN

MENGGUNAKAN MPK PANTER

OLEH:

EVALINA HERAWATI, S.Hut, M.Si

NIP. 132 303 840

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

(2)

PEMILAHAN KAYU AFRIKA DAN AKASIA DENGAN

MENGGUNAKAN MPK PANTER

Evalina Herawati, S.Hut, M.Si Staf Pengajar Departemen Kehutanan

Fakultas Pertanian - USU

PENDAHULUAN

Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan sampai saat ini masih tetap

diminati meskipun banyak alternatif bahan lain yang dapat digunakan. Disamping

berbagai kelebihannya dibandingkan dengan bahan lain, kayu merupakan bahan

yang memiliki keragaman tinggi dalam sifat-sifatnya berkenaan dengan banyak

faktor yang mempengaruhi selama masa pertumbuhannya. Oleh karena

keragaman yang tinggi ini maka dalam penggunaannya untuk bahan bangunan,

kayu perlu dipilah untuk menentukan kekuatannya.

Pemilahan kayu dapat dilakukan secara visual maupun masinal. Pemilahan

secara visual dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap cacat-cacat yang

ada untuk menentukan kekuatan kayu tersebut. Sementara pemilahan masinal

dilakukan dengan mesin atau alat tertentu untuk mengukur kekakuan kayu

kemudian berdasarkan data tersebut kualitas strukturalnya ditentukan. Salah satu

mesin atau alat yang dapat digunakan adalah mesin pemilah kayu (MPK) Panter.

Pemilahan kayu dengan menggunakan MPK Panter pada dasarnya adalah

menguji kekuatan kayu yang didasarkan pada penaksiran kekuatan kayu dengan

mengukur kekakuannya (stiffness) dengan 100% sampling namun tanpa merusak

integritas struktur kekuatan (nondestructive test). Pemilahan ini dianggap akurat

dibandingkan pemilahan visual karena melibatkan cacat kayu yang mungkin tidak

tampak dari luar (Surjokusumo et. al., 2003).

Pemilahan pada penelitian ini dilakukan pada dua jenis kayu, yaitu kayu

afrika dan kayu akasia. Kedua jenis kayu ini termasuk dalam jenis cepat tumbuh

(fast growing species) yang banyak terdapat di hutan tanaman di Indonesia. Kayu

(3)

afrika banyak terdapat di hutan rakyat, sementara kayu akasia merupakan jenis

yang banyak ditanam di hutan tanaman industri (HTI).

GAMBARAN UMUM JENIS KAYU

KAYU AFRIKA

Kayu afrika (Maesopsis eminii Engl.) termasuk ke dalam famili Rhamnaceae, dikenal dengan beberapa nama lokalseperti pohon payung, musizi,

afrika dan manii. Kayu afrika tumbuh alami di Afrika dari Kenya sampai Liberia

antara 8°LU dan 6°LS, kebanyakan ditemukan di hutan tinggi dalam ekozona

antara hutan dan sabana. Pada sebaran alami, jenis ini tumbuh di dataran rendah

sampai hutan sub pegunungan sampai ketinggian 1.800 m dpl. Jenis ini biasanya

ditanam di dataran rendah dan tumbuh baik pada ketinggian 600–900 m dpl

dengan curah hujan 1.200–3.600 mm/tahun dan musim kering sampai 4 bulan.

Jenis ini menyukai solum tanah dalam dengan drainase baik, namun dapat tumbuh

pada solum tipis asalkan terdapat air cukup (Joker 2002).

Pohonnya meranggas dan dapat mencapai tinggi 45 m dengan bebas cabang

2/3 tinggi total (Joker 2002). Batang berwarna keputihan, lurus dan berbentuk

silinder pada hutan tanaman dan didapati tumbuh condong ke arah cahaya

matahari apabila tumbuh bersama spesies pohon lain. Kayu gubalnya berwarna

hampir putih dan kayu terasnya kekuningan apabila masih basah, berubah menjadi

coklat keemasan atau coklat tua setelah lama terbuka. Tekstur kayu agak kasar

dengan serat bersilang, menghasilkan corak pada permukaan papan. Kerapatan

kayu pada kadar air 15% sebesar 0,64–0,72 g/cm3 dari pohon berumur 42 tahun, sedangkan dari pohon berumur 6 tahun sebesar 0,58–0,64 g/cm3 (Ani dan Aminah 2006).

Kayu afrika merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan serba guna.

Kayunya berkekuatan sedang sampai kuat, digunakan untuk konstruksi, kotak dan

tiang. Jenis ini juga banyak ditanam untuk sumber kayu bakar. Daunnya

digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya mencapai 35%

dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pulp dari jenis ini sebanding dengan

(4)

pulp jenis hardwood umumnya. Pada pola agroforestry ditanam sebagai penaung coklat, kopi, kapulaga dan teh, juga ditanam untuk pengendali erosi (Joker 2002).

KAYU AKASIA

Kayu akasia (Acacia mangium Willd.) termasuk dalam famili Leguminosae, sub-famili Mimosoideae. Secara umum dikenal dengan nama brown salwood, black wattle dan hickory wattle (Australia), manggae hutan, tongke hutan, nak, laj, jerri (Indonesia) dan arr (Papua New Guinea). Sementara itu, di Malaysia dikenal dengan nama mangium dan kayu sofada sedangkan di Thailand dikenal

dengan kra thin tepa (Awang dan Taylor 1993).

Secara umum Acacia mangium Willd. dapat mencapai tinggi 25–35 m dengan bebas cabang melebihi setengah dari total tinggi. Diameternya dapat

mencapai lebih dari 60 cm. Pada lahan yang miskin, pohon biasanya lebih kecil,

dengan rata-rata tinggi antara 7 dan 10 m. Pohon yang masih muda berwarna

hijau, kulit kasar dan beralur, berwarna abu-abu atau coklat (Awang dan Taylor,

1993).

Acacia mangium Willd termasuk jenis pohon cepat tumbuh, tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh

jenis tanah. Jenis ini dapat tumbuh pada tanah miskin hara, padang alang-alang,

bekas tebangan, tanah erosi, tanah berbatu dan juga tanah aluvial. Jenis ini juga

dapat beradaptasi dengan tanah asam (pH 4,5–6,5) di dataran tropis yang lembab

Pada tempat tumbuh yang baik, pohon berumur 9 tahun tingginya mencapai 23 m,

dengan rata-rata riap diameter 2–3 cm/th dan produksi kayunya 41,5 m3/ha. Pada areal yang ditumbuhi alang-alang, umur 13 tahun mencapai tinggi 25 m dengan

diameter rata-rata 27 cm serta hasil produksi rata-rata 20 m3/ha/tahun (Awang dan Taylor 1993; Departemen Kehutanan 1994).

Ciri umum kayu akasia adalah teras berwarna coklat pucat sampai coklat

tua dimana batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai

kuning jerami. Corak kayunya polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan

terang bergantian pada bidang radial, tekstur halus sampai agak kasar dan merata

dengan arah serat biasanya lurus dan kadang-kadang berpadu. Permukaan agak

(5)

mengkilap, kesan raba licin dan agak keras sampai keras (Mandang dan Pandit

1997).

Kayu Acacia mangium Willd. memiliki berat jenis rata-rata 0,61 (0,43–0,66), tergolong ke dalam kelas kuat II–III dan kelas awet III.

Kegunaannya antara lain untuk bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka

pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang, pancang,

gerobak dan rodanya, pemeras minyak, gagang alat, alat pertanian, kotak dan

batang korek api, papan partikel, papan serat, vinir dan kayu lapis, pulp dan

kertas, selain itu baik juga untuk kayu bakar dan arang (Mandang dan

Pandit 1997).

PERSIAPAN DAN PEMILAHAN LAMINA

MENGGUNAKAN MPK PANTER

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu afrika yang berasal

dari daerah Cibeureum, Bogor dan kayu akasia yang berasal dari daerah Darmaga

dan Jasinga, Bogor dengan perkiraan umur kedua jenis 7 hingga 10 tahun. Alat

yang digunakan untuk pembuatan papan dan lamina adalah gergaji mesin, mesin

serut dan mesin amplas. Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan papan

dan mesin pemilah kayu (MPK) Panter MPK-5 untuk memilah lamina.

Persiapan lamina

Log berdiameter 20–35 cm dengan panjang berkisar 280 cm dari jenis kayu

afrika dan akasia digergaji dengan pola live sawing menjadi lembaran-lembaran papan dengan ketebalan sekitar 2,6 cm. Papan-papan tersebut kemudian

dikeringkan dalam kilang pengering dengan kondisi suhu dan RH yang diatur

sampai mencapai kadar air ± 12%. Setelah itu papan dikondisikan selama sekitar

7 hari untuk meratakan kadar air di dalam kayu.

Selanjutnya sesuai dengan peruntukannya untuk bahan baku pembuatan

balok laminasi, papan dipotong ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan

beberapa ukuran lebar seperti yang telah ditentukan. Pembelahan dilakukan

secara acak sehingga penampang radial dan tangensial tidak menjadi perhatian

(6)

utama dalam penelitian ini. Selanjutnya tiap lamina diserutdan diamplas sampai

halus.

Ukuran lamina yang dibuat serta jumlahnya untuk kedua jenis kayu adalah:

a. 2 cm x 2 cm x 260 cm sebanyak 40 buah

b. 2 cm x 4 cm x 260 cm sebanyak 60 buah

c. 2 cm x 6 cm x 260 cm sebanyak 120 buah

d. 2 cm x 8 cm x 260 cm sebanyak 50 buah

e. 2 cm x 12 cm x 260 cm sebanyak 30 buah

Setiap lamina diukur dimensinya (panjang, lebar dan tebal) dan ditimbang

untuk menentukan kerapatannya.

Pemilahan Lamina dengan MPK Panter

Tahap selanjutnya adalah memilah masing-masing lamina dengan

menggunakan MPK Panter (Gambar 1), dimana sebelumnya telah dilakukan

kalibrasi mesin untuk mendapatkan faktor koreksi. Prosedur pemilahannya adalah

sebagai berikut (Surjokusumo et. al., 2003):

1. Kayu yang akan dipilah diletakkan di atas tumpuan.

2. Beban A diletakkan di atas kayu tepat di atas jarum penyetara penimbangan.

3. Penyetara penimbangan kasar dan halus diatur sampai mistar Panter

menunjukkan awal pembacaan (ke angka 2 cm).

4. Beban standar B kemudian ditambahkan dan angka mistar yang terjadi dicatat.

5. Beban diturunkan, kayu dibalik dan dipilah ulang seperti sebelumnya

kemudian angka mistar yang terjadi dicatat.

6. Angka mistar yang dipakai adalah yang terendah

Gambar 1 Mesin Pemilah Kayu (MPK) Panter dan pengujian lamina.

(7)

Berdasarkan pemilahan mekanis dengan MPK Panter diperoleh nilai

defleksi dari masing-masing lamina, yang akan digunakan untuk menentukan

besarnya modulus elastisitas (MOE) tiap lamina. Rumus yang digunakan untuk

perhitungannya adalah:

Dimana:

MOE : modulus elastisitas (kg/cm2) P : beban standar (kg)

l : jarak sangga (cm)

∆y : defleksi yang terjadi akibat beban P (cm) b : lebar penampang (cm)

h : tebal penampang (cm)

FK : faktor koreksi kalibrasi alat

HASIL PEMILAHAN LAMINA

Pemilahan lamina dengan MPK Panter menghasilkan nilai modulus

elastisitas (MOE) yang dihitung berdasarkan rumus yang telah ditentukan . MOE

untuk setiap ukuran lebar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan secara umum nilai rataan MOE kayu akasia untuk

semua ukuran lebar lebih tinggi dibandingkan dengan kayu afrika. Nilai rataan

MOE untuk kayu afrika adalah sebesar 6,73 x 104–8,24 x 104kg/cm2 sementara untuk kayu akasia sebesar 7,80 x 104–8,41 kg/cm2. Nilai MOE ini berhubungan dengan kerapatan kedua jenis kayu, disamping adanya cacat seperti mata kayu dan

serat miring. Rataan kerapatan kayu afrika yang didapatkan pada penelitian ini

adalah sebesar 0,44. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan rataan

kerapatan kayu akasia sebesar 0,61. Mata kayu dan serat miring lebih banyak

terdapat pada kayu afrika. Hasil penelitian Alifianto (2007) menunjukkan bahwa

cacat yang dominan pada kayu afrika adalah serat miring (48,4%) dan mata kayu

(40,3%).

(8)

Tabel 1 MOE dan jumlah setiap kelompok lamina pada masing-masing ukuran lebar

Jenis Lebar MOE (x 104 kg/cm2)

Kayu

lamina

(cm) minimal maksimal jangkauan Rataan

2 4,33 13,73 9,40 7,65

Selain cacat tersebut, terdapat juga cacat berupa pingul yaitu adanya kulit

atau tidak sempurnanya sudut-sudut pada pinggir atau sudut-sudut dari sepotong

kayu. Cacat lain yang terdapat pada lamina kedua jenis kayu adalah cacat akibat

proses pengeringan karena adanya perbedaan penyusutan antara arah radial dan

tangensial serta pengaruh internal stress akibat perbedaan distribusi kadar air di dalam kayu (Tsoumis 1991). Cacat-cacat tersebut diantaranya membusur

(bowing), melengkung (crooking), mencawan (cupping) dan memuntir (twisting). Jenis cacat ini tidak mempengaruhi nilai MOE namun cacat ini menjadi hal yang

perlu diperhatikan jika kayu akan digunakan untuk keperluan struktural.

Selanjutnya berdasarkan nilai MOE pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa

nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran lebar lamina tetapi lebih pada kondisi

lamina terutama adanya cacat mata kayu atau serat miring. Pada lamina kayu

afrika ada kecenderungan semakin lebar lamina jangkauan nilai MOE semakin

kecil, namun hal tersebut tidak terlihat pada lamina kayu akasia. Jangkauan nilai

MOE kayu akasia cenderung semakin besar dengan semakin lebarnya lamina

sampai ukuran 8 cm kemudian turun pada lamina ukuran 12 cm. Semakin besar

jangkauan nilai MOE menunjukkan semakin besar variasi nilai MOE yang

didapatkan dan berlaku sebaliknya. Hal ini juga dapat dilihat dari perhitungan

nilai koefisien variasi yang berkisar antara 8,4% (lamina lebar 12 cm) sampai

(9)

30,8% (lamina lebar 2 cm) pada kayu afrika dan 18,8% (lamina lebar 2 dan 4 cm)

sampai 30,5% (lamina lebar 8 cm) pada kayu akasia.

Persentase kelas tegangan serat pada masing-masing lebar lamina dapat

dilihat pada Tabel 2, sementara sebaran masing-masing kelas tegangan serat pada

kedua jenis kayu dapat dilihat pada Tabel 3. Kelas tegangan serat ini didasarkan

pada tabel 2 SKI C-bo-010:1987 .

Tabel 2 Persentase kelas tegangan serat (TS) pada masing-masing lebar lamina

Jenis Lebar Kelas Tegangan Serat (TS) dalam persen

Kayu lamina

Tabel 3 Sebaran kelas tegangan serat (TS) pada kedua jenis kayu

Jenis Kelas Jenis Kelas Jumlah Persen

Kayu TS Jumlah Persen Kayu TS

Berdasarkan kelas tegangan serat (TS) tersebut diketahui bahwa nilai MOE

kayu afrika pada berbagai ukuran lebar lamina masuk ke dalam kelas TS5 – TS15

sementara untuk kayu akasia, nilai MOE-nya masuk ke dalam kelas TS5 – TS20.

(10)

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa lamina yang tidak memenuhi nilai minimal TS5

sebesar 6,5 x 104 kg/cm2 pada kayu afrika (30,7%) lebih besar dibandingkan pada kayu akasia (15,3%). Berdasarkan nilai pada tabel tersebut diketahui bahwa mutu

kayu yang diuji sebagian besar berada pada kelas TS5 – TS10.

PENUTUP

Pemilahan menggunakan MPK Panter cukup mudah dilakukan dan cocok

untuk memilah kayu Indonesia yang sangat beragam karena penggunaannya tidak

didasarkan atas jenis kayu. Berdasarkan pemilahan yang dilakukan, nilai MOE

kayu afrika secara umum lebih rendah dibandingkan dengan kayu akasia. Nilai

MOE yang diperoleh memiliki variabilitas yang tinggi untuk kedua jenis kayu

tersebut. Penggolongan menurut kelas tegangan seratnya, menunjukkan bahwa

kayu yang dipilah sebagian besar berada pada TS5 - TS10.

DAFTAR PUSTAKA

Alifianto, DH. 2007. Risalah cacat serta penentuan sifat mekanis lentur dinamis dan statis contoh kecil kayu afrika (Maesopsis eminii Engl.) [skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Ani, S. and Aminah, H. 2006. Plantation timber of Maesopsis eminii. Journal of Tropical Forest Science 18(2): 87-90.

Awang, K. and Taylor, D. 1993. Acacia mangium Growing and Utilization. Winrock International and the Food and Agriculture Organization of the United Nations. Bangkok.

Departemen Kehutanan. 1994. Acacia mangium. http://air.bappenas.go.id /open PDF.php?fn=doc/pdf/kliping/9,9%20Juta%20Hektare%20Hutan%20Suda h%20Dibangun%20Lagi.pdf&PHPSESSID=4d2e86fdc7d21da2ef9cb8e11 b38f371 [2 Juni 2006].

Joker D. 2002. Informasi singkat benih. http://www.dephut.go.id/ INFORMASI/ RRL/IFSP/Maesopsis_eminii.pdf#search=%22maesopsis%22 [27 Sep 2006].

(11)

10 Mandang, Y.I. dan Pandit, I.K.N. 1997. Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan.

Yayasan Prosea. Bogor.

Surjokusumo, S., Nugroho, N., Priyono, J. dan Suroso, A. 2003. Buku Petunjuk Penggunaan Mesin Pemilah Kayu Panter versi Panter MPK-5. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gambar

Gambar 1 Mesin Pemilah Kayu (MPK) Panter dan pengujian lamina.
Tabel 1 menunjukkan secara umum nilai rataan MOE kayu akasia untuk
Tabel 1 MOE dan jumlah setiap kelompok lamina pada masing-masing ukuran lebar
Tabel 3 Sebaran kelas tegangan serat (TS) pada kedua jenis kayu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil wawancara dengan para informan didapatkan bahwa faktor yang menghambat pelaksanaan proses pengkajian keperawatan antara lain: kurangnya kemampuan perawat mengumpulkan

Agen resmi, distributor Resmi, Reseller, Dropshipper, penyuplai, Sub‐Pabrik dari Cv.Surga Bisnis ﴾Surga Pewangi Laundry﴿.. peroleh Benefit profit bisnis dengan cara bergabung

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-1/W5, 2015 International Conference on Sensors & Models in

A kernel-based fuzzy C-means clustering method based on several kernel functions (i.e. RBF, polynomial and linear) was applied to these features in order to classify

27 tekstur sempurna menghasilkan kokas yang lebih tahan abrasi, tetapi pada CSN 8 dan 9 poros yang terbentuk sangat banyak. Hal tersebut yang menyebabkan kekuatan

Produsen mi instan tidak hanya mementingkan keuntungan hasil penjualannya saja namun juga harus mementingkan dampak dari produk yang dijual yakni dengan melakukan

Quality control yang dilakukan Teh Botol Sosro ditandai dengan adanya suatu departemen quality control yang dibawahi oleh manager quality control yang menangani terhadap

Panitia Pembangunan Gedung satker LPPMPHP yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Loka Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pengolahan Hasil