• Tidak ada hasil yang ditemukan

KADAR LIGNIN DAN TIPE MONOMER PENYUSUN LIGNIN PADA KAYU AKASIA DEWI AGUSTINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KADAR LIGNIN DAN TIPE MONOMER PENYUSUN LIGNIN PADA KAYU AKASIA DEWI AGUSTINA"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR LIGNIN DAN TIPE MONOMER PENYUSUN LIGNIN

PADA KAYU AKASIA

DEWI AGUSTINA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

LIGNIN CONTENT AND THE MONOMER TYPE

OF LIGNIN COMPILER IN ACACIA WOODS

Dewi Agustina1 Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc2

INTRODUCTION AND OBJECTIVE. Lignin is a complex polymer with three

dimensions which is formed of phenylpropana units. Klason Method separates lignin as a part of solid form which is called Klason Lignin but another lignin that is soluble in filtrate called acid soluble lignin. Based on previous research, acid soluble lignin correlated positively with methoxyl content. The methoxy is a substituent of monomer lignin type. Therefore, it is suggested that ratio syringyl-guaiacyl may play an important factor in the formation of acid soluble lignin. This research aimed to determine the content of acid soluble lignin and the ratio of syringyl-guaiacyl lignin and its correlation, also the possibility of its implication to the pulping process was discussed.

MATERIALS AND METHODS. The experiment was conducted to genus

Acacia: Acacia mangium from Indonesia, Malaysia and Papua Guinea, Acacia

auriculiformis and Acacia hybrid from Vietnam, Acacia meransii from Africa.

Klason lignin and acid soluble lignin were determined by Klason lignin procedure. Klason lignin is an insoluble part and acid soluble lignin was determined by the measurement of UV absorption of the filtrate on 205 nm using coeffisien absorpsion 110 L/g.cm. The aromatic ring type of lignin as a syringyl and guaiacyl ratio was determined by the Alkaline Nitrobenzene Oxidation method described by Chen (1992). Ratio of syringyl to guaiacyl was expressed as the ratio of (syringaldehyde+siringic acid)/(vannilin+vanillic acid).

RESULT. Research points out that the same genus to be gotten various klason

lignin content. The difference klason lignin content and acid soluble lignin which sizeable exists among the variable wood type. The diversity of lignin content also happens on the same wood type of different growing location.The trend of lower wood klason lignin content is accompanied by the higher acid soluble lignin and there is a negative relation between klason lignin with the S/G ratio on Acacias wood type. Acid soluble lignin is apparently more connected with the proportion and relative reactivity of the unit monomer type of lignin polymer compiler. The syiringyl-guaiasyl ratio has a positive correlation with acid soluble lignin content which the component of syringyl have the high reactivity. Syringyl with the high metoksil react faster by using cooker solution during delignification process. High reactivity is suspected can increase the efficiency in pulping process because delignification process can take place faster and chemical consumption can be minimised.

keyword : acid soluble lignin, klason lignin , S/G ratio, delignification. 1

Undergraduate student of Department of Forest Product, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University

2

Lecturer of Department of Forest Product, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University

(3)

RINGKASAN

Dewi Agustina. E24050284. Kadar Lignin dan Tipe Monomer Penyusun

Lignin Pada Kayu Akasia. Di bawah bimbingan Ir. Deded Sarip Nawawi M.Sc.

Lignin merupakan polimer kompleks tiga dimensi yang tersusun dari unit phenilpropana. Lignin kayu daun lebar disusun oleh unit siringil dan guaiasil dengan perbandingan tertentu.

Penelitian menggunakan metode klason dengan memisahkan lignin sebagai bagian yang berbentuk padatan disebut lignin klason, sedangkan bagian lignin yang terlarut dalam filtrat disebut dengan lignin terlarut asam. Filtrat diukur dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang 205 nm dan koefisien absorbsi 110 L g-1cm-1, sedangkan untuk menentukan proporsi unit penyusun lignin digunakan metode Alkaline Nitrobenzene Oxidation.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada satu genus yang sama terdapat perbedaan kandungan lignin klason. Perbedaan kandungan lignin klason dan lignin terlarut asam yang cukup besar terdapat antar jenis kayu yang berbeda. Perbedaan kadar lignin terjadi pula pada jenis kayu yang sama dari asal tumbuh yang berbeda. Terdapat kecenderungan kadar lignin klason kayu yang lebih rendah disertai dengan kadar lignin terlarut asam yang lebih tinggi. Lignin terlarut asam kelihatannya lebih berkaitan dengan proporsi dan reaktifitas relatif dari tipe unit monomer penyusun polimer lignin.

Rasio siringil-guiasil mempunyai korelasi positif dengan kandungan lignin terlarut asam dimana komponen siringil diduga memiliki reaktifitas yang tinggi. Siringil dengan kandungan metoksil yang tinggi dapat bereaksi lebih cepat dengan larutan pemasak selama proses delignifikasi berlangsung. Reaktifitas yang tinggi dapat meningkatkan efisiensi dalam proses pulping karena reaksi delignifikasi dapat berlangsung lebih cepat dan pemakaian bahan kimia dapat diminimalkan.

Kata kunci : lignin terlarut asam, lignin klason, rasio siringil-guaiasil, delignifikasi.

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi: Kadar Lignin dan Tipe Monomer Penyusun Lignin pada Kayu Akasia adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

DEWI AGUSTINA NRP E24050284

(5)

KADAR LIGNIN DAN TIPE MONOMER PENYUSUN LIGNIN

PADA KAYU AKASIA

DEWI AGUSTINA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Kadar Lignin dan Tipe Monomer Penyusun Lignin pada Kayu Akasia

Nama : Dewi Agustina NRP : E24050284

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ir Deded Sarip Nawawi, M.Sc NIP : 19660113 199103 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP : 19611126 198601 1 001

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 31 Agustus 1987 yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Almarhum Bapak Jono dan Ibu Supiyah. Pada tahun 2005 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melelui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB setelah menyelesaikan belajar di SMA Negeri I Bojonegoro.

Selama mengikuti perkuliahan penulis, menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Hutan (HIMASILTAN), anggota pengurus Ibadurrahman,mengikuti praktik pengenalan ekosistem hutan jalur Linggarjati Indramayu dan praktik pengolahan hutan di pabrik kertas PT KERTAS LECES (PERSERO) PROBOLINGGO.

Penulis melakukan penelitian dalam rangka menyelesaikan pendidikan Sarjana di Fakultas Kehutanan IPB dengan judul “Kadar Lignin dan Tipe Monomer Penyusun Lignin pada Kayu Akasia” dibawah bimbingan Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis telah dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun tugas akhir dengan judul “Kadar Lignin dan Tipe Monomer Penyusun Lignin pada Kayu Akasia” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan.

Lignin merupakan salah satu komponen struktural penyusun dinding sel kayu. Kandungan lignin dan reaktifitasya dapat berpengaruh pada banyak proses pengolahan dan penggunaan kayu. Misalnya dalam proses pulping, lignin dan karakter kimianya sangat menentukan pada efisiensi proses terkait dengan konsumsi bahan kimia dan laju delignifikasi. Pada penelitian ini dianalisa kandungan lignin yang terdiri dari kadar lignin klason dan lignin terlarut asam, sedangkan rekatifitas lignin didekati melalui komposisi penyusun molekul lignin. Karakter kimia lignin tersebut dikaji dalam hubungan dengan proses pulping kimia.

Selama Penulis melakukan penelitian dan penyusunan karya tulis ini banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc selaku pembimbing skripsi, pemberi motivasi untuk selalu bersemangat, nasehat dengan penuh kesabaran. 2. Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M.Sc, Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS, Dr. Ir.

Ervizal A.M Zuhud, MS selaku dosen penguji ujian komprehensif.

3. Ibu, Almarhum Bapak, adik Wawan, mas Arif Pria Kusuma yang selalu membuat penulis berusaha kuat untuk bertahan dalam kondisi kita.

4. Suami tercinta mas Nurkanto atas segala dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis.

5. Teman-teman yang telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini, teman seperjuangan dalam penelitian, THH angkatan 42, teman Pondok Putri Rahmah dan teman-teman alumni SMA Negeri I Bojonegoro angkatan 2005.

(9)

7. Keluarga besar Paguyuban Angling Darmo Bojonegoro.

8. Semua pihak yang telah membantu yang tak mungkin penulis sebutkan. Semoga segala Silaturahmi akan selalu terjaga. Amin.

Penulis juga menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis akan menerima segala kritik dan saran. Harapan penulis semoga tulisan ini memberikan manfaat untuk kita semua. Amin.

Bogor, Agustus 2009

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 1.3 Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lignin ... 3

2.2 Lignin Terlarut Asam ... 4

2.3 Keragaman Komposisi Monomer Lignin ... 6

2.3 Jenis kayu Penelitian ... 7

III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu danTempat ... 9

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Jenis Kayu ... 9

3.2.2 Bahan Kimia... 9

3.3 Tahapan Analisis Lignin 3.3.1 Persiapan ContohUji ... 9

3.3.2 Ekstraksi Etanol-Benzene ... 10

3.3.3 Penentuan Lignin Klason ... 10

3.3.4 Penentuan Lignin Terlarut Asam ... 10

3.3.5 Penentuan Proporsi Tipe Monomer Penyusun Lignin 11 3.4 Analisis Data ... 11

(11)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hubungan Lignin Klason, Lignin Terlarut Asam dan Lignin

Total ... 12

4.2 Proporsi Jenis Monomer Penyusun Lignin Akasia ... 15

4.3 Hubungan Lignin Terlarut Asam dan Rasio Siringil Guaiasil 17 4.4 Implikasi Rasio Siringil-guaiasil dan Lignin Terlarut Asam terhadap Pulping... 19

V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 22

5.2 Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(12)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Hasil pengujian lignin klason, lignin terlarut asam dan total

lignin pada kayu Akasia……… 12 2. Rasio siringil-guaisil pada kayu Akasia……… 16

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Unit phenilpropana penyusun lignin……….. 6 2. Kecenderungan lignin klason, lignin terlarut asam, lignin total

Jenis kayu Akasia ... 14 3. Korelasi lignin klason, lignin terlarut asam, lignin total dan

Rasio siringil-guaiasil pada kayu Akasia……… 16 4 Korelasi lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil pada kayu

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Lignin klason, lignin terlarut asam dan lignin total pada

Kayu Akasia ... 27 2 Rasio siringil-guaiasil Kayu Akasia ... 28

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kayu merupakan bahan berlignoselulosa yang terdiri dari beberapa komponen kimia meliputi selulosa, hemiselulosa, lignin, zat ekstraktif dan mineral. Sifat kimia kayu merupakan salah satu karakter dasar kayu yang perlu diketahui karena akan mempengaruhi sifat pengolahan dan penggunaan kayu.

Lignin merupakan polimer kompleks tiga dimensi yang tersusun dari unit phenilpropana. Lignin adalah komponen struktural yang memberikan sifat kekakuan dan kekuatan pada kayu sehingga lignin mempunyai peran yang besar terhadap sifat mekanik kayu. Struktur lignin pada kayu daun lebar memiliki komposisi yang lebih kompleks dibandingkan kayu daun jarum. Jenis kayu daun lebar disusun oleh unit siringil dan guaiasil dengan perbandingan tertentu, sedangkan lignin kayu daun jarum didominasi oleh unit guaiasil dengan sedikit tambahan p-hidroksiphenil.

Selama ini metode klason merupakan prosedur penentuan lignin yang paling umum digunakan. Prosedur ini memisahkan lignin sebagai material yang tidak larut dengan depolimerisasi selulosa dan hemiselulosa dalam asam sulfat 72% yang diikuti dengan hidrolisis poliskarida pada asam sulfat 3% yang dipanaskan. Bagian lignin yang berbentuk padatan disebut lignin klason, sedangkan bagian lignin yang terlarut dalam filtrat disebut dengan lignin terlarut asam (Yasuda et al. 2001). Lignin terlarut asam merupakan parameter penting dalam mengetahui kuantitas maupun reaktifitas lignin khususnya pada kayu daun lebar.

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan adanya indikasi korelasi antara pembentukan lignin terlarut asam dengan jenis monomer phenilpropana penyusun lignin, yang ditunjukkan oleh adanya korelasi yang cukup tinggi antara kadar lignin terlarut asam dengan kadar metoksil (Akiyama et al. 2005). Hal ini karena keberadaan gugus metoksil terkait erat dengan tipe phenil propane penyusun lignin. Sementara itu ditemukan pula bahwa tipe phenilpropana penyusun lignin juga merupakan faktor penting dalam reaksi delignifikasi selama proses pulping.

(16)

Suatu jenis kayu dengan proporsi unit siringil yang lebih tinggi menyebabkan laju delignifikasi yang semakin cepat dengan konsumsi bahan kimia yang semakin rendah (Gonzales et al. 1999 dan del Rio et al. 2005), sehingga rasio siringil guaiasil lignin sering dijadikan sebagai parameter penting dalam pendugaan kemudahan kayu untuk diproses pulping.

Berdasarkan hal tersebut diatas memunculkan kemungkinan bahwa lignin terlarut asam bisa menjadi salah satu parameter reaktifitas lignin jika terbukti pembentukan lignin terlarut asam memiliki korelasi yang kuat dengan proporsi siringil penyusun lignin.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kadar lignin klason, lignin terlarut asam, rasio siringil-guaiasil penyusun polimer lignin dan korelasinya serta kemungkinan implikasinya terhadap proses pulping.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkonstribusi terhadap optimalisasi serta efisiensi dalam industri pulp dan kertas. Selain itu pemahaman tentang sifat kimia kayu akasia dapat diimplikasikan sifat pengolahan dan penggunaan kayu.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lignin

Lignin merupakan senyawa aromatik terdiri dari unit phenilpropana, memiliki gugus metoksil dan inti phenol yang saling berikatan dengan ikatan eter atau ikatan karbon dan mempunyai berat molekul tinggi. Polimer lignin cenderung bercabang dan membentuk struktur tiga dimensi (Sjostrom 1995).

Lignin terdapat diantara sel-sel dan dalam dinding sel yang berfungsi sebagai perekat untuk mengikat sel-sel agar tetap bersama. Keberadaan lignin dalam dinding sel sangat erat hubungannya dengan selulosa yang berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel, berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan air kayu dan mengurangi degradasi terhadap selulosa. Lignin merupakan komponen struktural kayu mengisi 20- 25% bagian kayu daun lebar normal, dan lignin dapat meningkatkan sifat-sifat kekuatan mekanik. Konsentrasi lignin tertinggi terdapat dalam lamela tengah dan akan semakin mengecil pada lapisan dinding sekunder (Haygreen dan Bawyer 1982, Sjostrom 1995).

Menurut Fengel dan Wegener (1995), lignin dapat diisolasi dengan berbagai cara yaitu:

1. Lignin sebagai sisa. Lignin dihasilkan sebagai sisa hidrolisis asam polisakarida seperti lignin sulfat (klason) dan lignin asam klorida (lignin Halse) serta lignin hasil oksidasi atau pelarutan polisakarida seperti pada penentuan lignin kuoksam yang menggunakan asam sulfat dan kupramonium hidroksida.

2. Lignin dengan pelarutan. Terjadi reaksi yang cukup besar antara lignin dengan pelarut. Contohnya terjadi pada reaksi dengan getaran atau diekstraksi dioksan-air yang sering disebut lignin kayu yang digiling (MWL) atau lignin Bjorkman. Disamping itu juga ada yang menggunakan perlakuan enzimatik yang disebut lignin enzim selulolitik (CEL).

(18)

3. Lignin terlarut dalam senyawa organik. Pada proses ini lignin direaksikan dengan pelarut organik. Sebagai contoh adalah lignin alkohol yaitu lignin yang diperoleh dari reaksi dengan alkohol/HCl dan lignin phenol (phenol/ HCl).

4. Turunan dengan pereaksi organik. Secara umum, jenis lignin ini menghasilkan lignin teknis yaitu lignin yang dihasilkan dari proses pembuatan pulp seperti lignin alkali (proses soda/NaOH), lignin kraft atau lignin sulfat (NaOH/Na2S).

Lignin dapat diisolasi dari dari kayu bebas ekstraktif sebagai sisa yang tidak terlarut setelah penghilangan polisakarida dengan hidrolisis. Secara kuantitatif, lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi dari kayu atau diubah menjadi turunan yang mudah larut (Casey 1980, Achmadi 1990).

Secara teori proses delignifikasi bertujuan untuk menghilangkan lignin sesempurna mungkin dan diutamakan di lamella tengah,misalnya dalam proses pulping kimia. Namun dalam kenyataannya polisakarida terutama yang terdapat pada dinding sekunder diserang oleh bahan kimia pemasak dan kehilangan polisakarida tidak dapat dicegah (Sjostrom 1995).

2. 2 Lignin Terlarut Asam

Lignin memiliki gugus fungsi yang mengandung oksigen pada posisi benzylic.Gugus tersebut bersifat sensitif terhadap media asam dan memiliki kecenderungan berubah pada saat prosedur penentuan lignin. Lignin klason merupakan prosedur yang memisahkan lignin dengan material selulosa dan hemiselulosa yang terdepolimerisasi dalam asam sulfat 72% kemudian diikuti dengan hidrolisis polisakarida pada asam sulfat 3% yang dipanaskan. Bagian lignin yang terlarut yang dihitung pada filtrat disebut lignin terlarut asam (acid

soluble lignin) (Yasuda et al. 2001).

Prosedur standar untuk mengukur lignin terlarut asam adalah menggunakan TAPPI UM-250. Inti dalam menentukan lignin terlarut asam adalah absorbsi sinar UV pada larutan asam didalam prosedur lignin klason. Ada dua masalah dalam penentuan metode ini: (1) koefisien tertentu yang digunakan sangat bervariasi tergantung tipe lignin dan harus ditentukan untuk tiap tipe lignin.

(19)

Selama ini banyak literatur menetapkan nilai 110 L g-1 cm-1 untuk menentukan nilai lignin terlarut asam, (2) pemilihan absorbsi maksimum yang digunakan untuk analisis (Hatfield dan Fukushima 2005).

Pengukuran absorbsi UV pada hidrolisat untuk menentukan kadar lignin terlarut asam dapat dilakukan pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm. Akan tetapi, hasil degradasi karbohidrat seperti hidroksil metilfurfural dari heksosa, furfural dari pentose dan asam uronik mengganggu proses analisis, khususnya pada panjang gelombang 280 nm dan hasil yang terlalu kecil pada gelombang yang lebih pendek. Oleh karena itu, direkomendasikan agar penentuan lignin terlarut asam dilakukan pada 205 nm walaupun faktor yang lain akan mengganggu pengukuran pada panjang gelombang yang lebih rendah (Swan 1965).

Lebih lanjut berdasarkan hasil penelitian Swan (1965) nilai absorbsi UV untuk lignin terlarut asam pada 205 nm adalah 113 L g-1cm-1 untuk lignin Birch dan 106 nm 113 L g-1cm-1 untuk lignin eukaliptus. Hal ini menunjukkan struktur lignin terlarut asam yang hampir sama, dengan nilai rata-rata sekitar 110 Lg-1cm-1. Perbedaan kecil mungkin disebabkan oleh kemurnian dalam persiapan sampel. Nilai absorbsi yang hampir sama diperoleh pada pengukuran 205 sampai 208 nm. Oleh karena itu, dalam prosedur penentuan lignin terlarut asam digunakan metode pengukuran dengan panjang gelombang 205 nm dan nilai absorbsi 110 L g-1cm-1.

Kandungan lignin terlarut asam yang tinggi terdapat pada kayu daun lebar dengan lignin klason yang kecil dan kandungan metoksil yang tinggi (Dence 1992, Musha dan Goring 1974, Fuji et al. 1974 dalam Akiyama et al. 2005). Lignin kayu daun lebar dengan kandungan metoksil yang tinggi telah ditemukan dapat menghasilkan nilai lignin terlarut asam yang tinggi. Sementara itu, siringil sebagai penyusun lignin memiliki reaktifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan guaiasil pada proses kondensasi dehidratif (Matsushita et al. 2004). Kecenderungan rasio siringil guaiasil dapat dilihat dari kandungan metoksil lignin yang diperoleh dengan metode Klason (Obst dan Ralph 1983 dalam Akiyama et

al. 2005). Oleh karena itu secara umum dapat disimpulkan bahwa kadar lignin

(20)

2.3 KeragamanKomposisi Monomer Lignin

Lignin tersusun dari polimerisasi monolignol sinapil, koniferil dan p-coumarilalkohol. Pada kayu daun lebar lignin tersusun dari sinapil-koniferil alkohol yang disebut juga dengan siringil-guaiasil lignin. Kayu daun jarum

terutama terdiri dari monolignol koniferil alkohol (90%) dan sedikit p-coumarilalkohol, sedangkan pada kayu tekan kayu daun jarum dilaporkan

kandungan monolignol p-coumarilalkohol atau lignin p-hydroksiphenil lebih tinggi dibanding pada kayu normal (Gullichcen dan Paulapuro 2004).

Gambar1 Unit Fenilpropanapenyusun lignin. (1) p-coumarilalkohol,(2)koniferilalkohol, (3) sinapilalkohol (Deacon 1997).

Polimerisasi yang terjadi disebut polimerisasi cara ekor (endwise

polymerization), yaitu pertumbuhan polimer yang terjadi karena satu monomer

bergabung dengan polimer yang sedang tumbuh, radikal penoksi yang bermacam-macam menyebabkan polimer lignin tidak linier melainkan bercabang dan membentuk struktur tiga dimensi (Fengel dan Wegener 1995).

Polimerisasi lignin diawali oleh dehidrogenasi enzimatik monolignol. Monolignol dioksidasi oleh peroksida laccase menjadi bentuk radikal yang memiliki struktur resonansi yang berbeda. Kemudian pasangan radikal phenoxy memproduksi quinonemethides sebagai intermediate yang reaktif (Higuchi 1997). Quinonemethide intermediate distabilkan oleh nucleophilik yang mengalami penambahan oleh air atau grup hidroksil. Reaksi tersebut akan menghasilkan banyak tipe ikatan, namun ikatan yang paling banyak pada kayu yaitu β-O-4, β-5, β-β, β-1, 5-5 dan 5-O-4, dengan ikatan yang paling dominan pada lignin adalah struktur aril gliserol β–arileter (Adler 1977).

(21)

2.3 Jenis Kayu Bahan Penelitian

Acacia auriculiformis A. Cunn. ExBent merupakan tumbuhan endemik

Australia, Papua New Guinea dan Indonesia bagian timur. Diperkenalkan dan dibudidayakan di daerah tropis untuk bahan baku industri pulp dan bahan bakar (Faucon 2005). Jenis kayu ini memiliki karakter mampu melakukan fiksasi oksigen, toleransi yang tinggi terhadap tanah yang tidak subur, asam, basa, sehingga baik untuk ditanam pada lahan rehabilitasi. Kayu teras Acacia

auriculiformis berwarna cokelat muda sampai merah gelap. Kayu ini dapat

digunakan sebagai bahan baku unbleached kraft pulp (bahan tas dan kertas wrapping), proses NSSC untuk corrugating, medium dan grade tinggi untuk pengepak produk. Kerapatan kayu berkisar 500-650 kg/m3 dan energi 4700-4900 kcal/kg sehingga cocok untuk kayu bakar dan arang (Anonim1996).

Acacia mangium Will. adalah tanaman asli yang banyak tumbuh di

wilayah Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku yang kemudian dikembangkan di wilayah Malaysia Timur. Karena pertumbuhan yang baik maka Filipina telah mengembangkan menjadi hutan tanaman. Kayu mangium merupakan jenis favorit untuk ditanam di areal HTI. Pemanfaatan kayu ini awalnya diutamakan untuk pulp dan kertas namun saat ini pemanfaatannya lebih luas baik untuk kayu serat, kayu pertukangan maupun kayu energi (Malik et al. 2000).

Faktor yang mendorong pengembangan jenis mangium selain karena pertumbuhan yang cepat, juga bersifat toleran terhadap berbagai kondisi tempat tumbuh. Acacia mangium dapat tumbuh di lahan yang mengalami erosi, berbatu, tanah alluvial serta tanah dengan pH rendah (4,2), akan tetapi membutuhkan sinar matahari dan tidak dapat hidup dengan baik pada naungan. Jenis pohon ini dapat tumbuh pada ketinggian 30-130 mdpl, dengan curah hujan yang bervariasi 1000-4500 mm/tahun. Pada umur sembilan tahun mangium mampu mencapai tinggi 23 meter dengan hasil produksi rata-rata 43 m3/ha/tahun. Kayu mangium termasuk dalam kelas kuat III-IV, dengan berat jenis 0,56-0,60 dan nilai kalori 4800-4900 k cal/kg (Dinas Pertanian Palembang 2008).

Siagian et al. (1999) menyatakan bahwa kayu mangium baik dijadikan sebagai bahan baku pulp karena memiliki kadar selulosa yang tinggi, lignin

(22)

sedang, dan pentosan rendah. Pembuatan pulp dengan mangium perlu memperhatikan kadar ekstraktif karena kandungan ekstraktifnya tinggi.

Acacia meransii de Will merupakan tanaman asli Australia dengan

sebutan “Black Wattle” biasanya digunakan sebagai kerangka bangunan, sumber tanin, bahan bakar, arang. Kandungan kalor pada keadaan kering 4600 kcal/kg, kadar abu 1.5% dengan BJ 0.75 merupakan penghasil arang dan tanin dengan kualitas tinggi. Mempunyai toleransi yang tinggi dan mampu hidup pada dataran miring. Pertumbuhan jenis kayu ini termasuk cepat dan dalam usia 3 tahun dapat mencapai ketinggian 10 m (Anonim 2009).

Persilangan dari kedua jenis Acacia mangium dan Acacia auriculiformis dinamakan Acacia sp. (hybrid). Acacia sp. (hybrid) memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Volume batang Acacia sp. (hybrid) 2-3 lebih besar dibanding

Acacia mangium dan 3-4 kali lebih besar dibanding Acacia auriculiformis pada

umur yang sama. Berat jenis, sifat fisis dan mekanisnya berada diantara selang berat jenis mangium dan auriculiformis. Namun terdapat hasil cloning dengan berat jenis yang lebih besar dibandingkan induk. Acacia sp. (hybrid) menghasilkan kertas dengan kekuatan mekanis yang lebih tinggi dibandingkan

(23)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2009 sampai dengan Juli 2009 bertempat di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan dan Laboratorium Kimia Bersama IPB.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Jenis Kayu

Kayu yang diteliti terdiri dari jenis Acacia mangium yang berasal dari Indonesia, Malaysia dan Papua Nugini, Acacia sp. (hybrid) dan Acacia

auriculiformis dari Vietnam dan Acacia meransii dari Afrika. Contoh uji dalam

bentuk chips diambil dari campuran bagian kayu gubal dan kayu teras. Contoh uji chips diperoleh dari industri pulp dan kertas Oji Paper Co.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pisau, Willey

mills, oven, timbangan elektrik, soxhlet, gelas ukur, desikator, pemanas air,

autoclave, erlenmeyer, pipet, kertas saring, aluminium foil, corong, pengaduk kaca, spektrofotometer dan gas kromatografi.

3.2.2 Bahan Kimia

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ethanol 95%, benzena (C6H6), asam sulfat (H2SO4), asam asetat (CH3COOH),

aquades.

3.3 Tahapan Analisis Lignin 3.3.1 Penyiapan Contoh Uji

Kayu contoh uji dipotong menjadi ukuran serpih dengan menggunakan pisau kemudian dilanjutkan dengan penggilingan dalam willey mill, dan penyaringan hingga diperoleh serbuk kayu ukuran 40-60 mesh. Serbuk kemudian ditutup dalam wadah atau plastik.

(24)

3.3.2 Ekstraksi Etanol-Benzene (1:2)

Sebelum analisis kimia komponen kayu, contoh uji terlebih dahulu diekstraksi dengan ethanol benzene. Ekstraksi dilakukan dengan metode standar TAPPI T 204 om 88. Serbuk kayu sebanyak 6 gram diekstraksi dengan 300 ml campuran ethanol dan benzene (1:2) selama 6-8 jam. Setelah ekstraksi sampel dicuci dengan ethanol dan diangin-anginkan untuk menghilangkan sisa pelarut.

3.3.3 Penentuan Kadar Lignin Klason (Lignin Tidak Larut Asam)

Pengukuran kadar lignin dilakukan dengan metode klason yang dimodifikasi (Dence 1992). Serbuk kayu sebanyak 500 mg dihidrolisis dengan 5 ml asam sulfat (H2SO4) 72% selama 3 jam pada suhu ruangan. Hidrolisis dilanjutkan pada

konsentrasi asam sulfat 3% pada suhu 1210C selama 30 menit dengan menggunakan autoclave. Padatan lignin disaring dengan kertas saring dan filtrat ditampung. Padatan lignin klason dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105 0C selama 24 jam. % 100 X A B Lignin

B = berat lignin (gram) A = berat serbuk awal (gram)

3.3.4 Penentuan Kadar Lignin Terlarut Asam (Acid Soluble Lignin)

Pengujian kadar lignin terlarut asam dilakukan berdasarkan TAPPI T250. Filtrat dari hasil penentuan lignin klason digenapkan volumenya menjadi 500 ml kemudian diambil 15 ml untuk diuji dengan Spektrofotometer UV. Sebagai larutan standar, sampel blanko dibuat dari 5 ml asam sulfat yang digenapkan volumenya menjadi 500 ml yang juga diambil sampel uji sebanyak 15 ml untuk pengujian dengan Spektofotometer. Pengukuran lignin telarut asam dilakukan dengan menggunakan panjang gelombang 205 nm dan koefisien adsobsi 110 L g-1cm-1. Kadar lignin terlarut asam dihitung dengan menggunakan rumus :

Konsentrasi lignin terlarut asam C AxDf

      110

Kadar lignin terlarut asam 100% 1000XBKT X

CV ASL

(25)

C = konsentrasi filtrat lignin terlarut asam (g/l) V = volume total filtrat (ml)

A = nilai absorban pada panjang gelombang 205 nm Df = faktor pengenceran

ASL = kadar lignin terlarut asam (%) BKT = berat kering tanur serbuk kayu (g)

Pengukuran kadar lignin terlarut asam dilakukan terhadap setiap jenis kayu setelah perlakuan perendaman dalam asam sulfat 3%.

3.3.5 Penentuan Proporsi Tipe Monomer Penyusun Lignin

Pengukuran jenis dan proporsi monomer penyusun polimer lignin dilakukan dengan metode Alkaline Nitrobenzene Oxidation (Chen 1992). Produk utama hasil oksidasi diukur dengan menggunakan alat gas-kromatografi. Produk oksidasi dari unit koniferil alkohol adalah vanilin dan vanilic acid, sedangkan produk oksidasi dari sinapil alkohol adalah siringaldehida dan siringic acid. Rasio siringil-guaiasil lignin dinyatakan sebagai perbandingan (siringaldehida+siringic acid)/(vanilin+vanilic acid) dalam milimol.

3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan terhadap nilai rataan dari dua ulangan dan dianalisis secara deskripstif, tabulasi dan grafik kecenderungan. Korelasi sederhana antar parameter dilakukan dengan menggunakan Microsoft exel.

(26)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lignin Klason, Lignin Terlarut Asam dan Total Lignin

Lignin yang terdapat pada kayu dapat diisolasi dari kayu bebas ekstraktif sebagai sisa yang tidak terlarut setelah penghilangan polisakarida dengan hidrolisis (Sjostrom 1995). Kandungan ekstraktif harus dihilangkan dari kayu dengan tujuan untuk mencegah pembentukan hasil-hasil kondensasi dengan lignin selama proses isolasi (Fengel dan Wegener 1995). Metode penentuan lignin secara kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan metode lignin menurut klason. Konsentrasi asam sulfat yang digunakan untuk tahap hidrolisis pertama 72% kemudian dilanjutkan dengan tahap pengenceran dan untuk menyempurnaan hidrolisis polisakarida digunakan asam sulfat 3%.

Tabel 1 Hasil pengujian lignin klason, lignin terlarut asam dan total lignin pada Kayu Akasia

Jenis Kayu Asal

Lignin Lignin terlarut asam terhadap total lignin (%) Klason (%) Terlarut Asam (%) Total (%)

Acacia meransii Afrika 19.82 2.32 22.14 10.48

Acacia sp. (hybrid) Vietnam 25.04 1.86 26.90 6.91

Acacia auriculiformis Vietnam 26.65 1.89 28.54 6.62

Acacia mangium Papua Nugini 26.79 1.74 28.53 6.10

Acacia mangium Indonesia 27.35 1.43 28.78 4.97

Acacia mangium Malaysia 29.18 1.30 30.48 4.27

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada satu genus yang sama terdapat pula keragaman kandungan lignin klason. Perbedaan kandungan lignin klason dan lignin terlarut asam yang cukup besar terjadi antar jenis kayu yang berbeda, perbedaan kadar lignin antar jenis kayu yang berbeda juga diikuti oleh adanya perbedaan dalam proporsi tipe monomer penyusun struktur lignin (Akiyama et al. 2005). Perbedaan kadar lignin terjadi pula pada jenis kayu yang sama dari asal

(27)

tumbuh yang berbeda. Hal ini karena kayu sebagai produk biologis dipengaruhi bukan saja oleh faktor genetik tetapi juga faktor lingkungan asal tumbuh seperti kondisi tanah, air, dan iklim setempat. Tempat tumbuh memungkinkan adanya variasi dalam pertumbuhan kayu, yang berakibat pada bervariasinya karakter kimia penyusun kayu yang akan berakibat pula pada bervariasinya sifat dasar, pengolahan dan penggunaan kayu.

Penentuan kadar lignin dengan menggunakan metode klason tidak mampu mewakili kandungan lignin sebenarnya yang terdapat pada jenis kayu daun lebar akibat tingginya fraksi lignin yang terlarut dalam asam selama proses hidrolisis. Oleh sebab itu untuk mengetahui kadar lignin total perlu memperhitungkan kadar lignin terlarut asam yang dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV. Kesalahan dalam penentuan lignin dari metode klason disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa dan hasil-hasil reaksi yang tetap tertinggal dalam lignin sisa yang tidak terhidrolisis dan menyebabkan seolah-olah angka lignin tinggi sedangkan pada posisi yang lain sebagian lignin terlarut asam sehingga menghasilkan angka lignin yang lebih rendah (Fengel dan Wegener 1995).

Proses penentuan kandungan lignin terlarut asam menggunakan sampel kayu yang memiliki sifat dan kandungan kimia yang beragam akan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Persiapan bahan baku merupakan faktor awal yang harus diperhatikan. Salah satu gangguan pada prosedur penentuan lignin terlarut asam adalah keberadaan ekstraktif pada kayu. Proses analisa lignin mensyaratkan sampel yang digunakan terbebas dari kandungan zat ekstraktif. Pada kayu yang diekstraksi sebelum penentuan lignin, gangguan pada absorpsi 205 nm oleh kandungan ekstraktif dapat diabaikan. Swan (1965) mengemukakan sumber kesalahan lain yang mungkin adalah gangguan terhadap cahaya dari spektrofotometer seperti pada penyebaran cahaya dari molekul yang besar serta gangguan perpindahan cahaya yang mengganggu absorbsi pada 205 nm.

(28)

Gambar 2 Kecenderungan lignin klason, lignin terlarut asam, lignin total jenis kayu Akasia.

Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa terdapat perbedaan kandungan lignin klason dan lignin terlarut asam pada spesies kayu yang berbeda khsusunya antara jenis kayu daun jarum dan kayu daun lebar (Musa and Goring 1975, Akiyama et al. 2005). Kandungan lignin terlarut asam pada kayu daun lebar memiliki kisaran 8-15% dari total lignin sedangkan pada kayu daun jarum kandungan lignin terlarut asam sebesar 1-2% dari total lignin kayu (Mahmudi 2008). Variasi yang terjadi pada kandungan lignin klason dan lignin terlarut asam pada masing-masing jenis menyebabkan variasi pada kandungan lignin total.

Gambar 2 menunjukkan terdapat kecenderungan bahwa kadar lignin klason kayu yang lebih rendah disertai dengan kadar lignin terlarut asam yang lebih tinggi. Kecenderungan ini sama dengan yang ditemukan pada jenis kayu yang berbeda oleh Akiyama et al. (2005) sehingga hal ini menggugurkan anggapan bahwa lignin terlarut asam sebagai bagian dari kadar lignin kayu jumlahnya sejalan dengan besarnya kadar lignin. Indikasi ini semakin menguatkan dugaan bahwa pembentukan lignin terlarut asam lebih ditentukan oleh kandungan relatif dari unit monomer penyusun polimer lignin dibanding dengan kadar lignin secara kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan kayu dengan kadar lignin total yang sama bisa memiliki proporsi lignin terlarut asam dan lignin klason yang berbeda, dan kalau ini benar maka bisa saja kayu dengan kadar lignin yang sama tetapi memiliki reaktifitas yang berbeda.

(29)

4.2 Proporsi Jenis Monomer Penyusun Lignin Kayu Akasia

Kandungan lignin pada kayu memiliki perbedaan dalam unit penyusunnya. Jenis kayu daun jarum berdasarkan unit monomer penyusunnya disebut lignin guaiasil yang tersusun dari unit koniferil alkohol dan sisanya p-coumaryl alkohol, sedangkan lignin jenis kayu daun lebar disebut lignin guaiasil-siringil yang tersusun dari prazat koniferil alkohol dan sinapil alkohol dengan perbandingan 4:1 sampai 1:2 (Sjostrom 1995).

Struktur kimia lignin jenis kayu akasia memiliki proporsi unit monomer siringil terhadap unit guaiasil yang relatif rendah (Tabel 2). Rasio siringil-guaiasil (rasio S/G) yang rendah ini sejalan dengan rendahnya kadar lignin terlarut asam (Gambar 3). Hal ini menguatkan dugaan sebelumnya bahwa pembentukan lignin terlarut asam selama prosedur lignin klason lebih ditentukan oleh reaktifitas polimer lignin yang berkaitan dengan perbedaan reaktifitas dari unit monomer penyusun lignin. Seperti halnya lignin terlarut asam, rasio S/G pun bisa berbeda walaupun kadar lignin kayu nilainya sama. Dengan kata lain walaupun jenis kayu memiliki kadar lignin yang sama akan tetapi bisa memiliki reaktifitas lignin yang berbeda atau kemudahan dalam proses pulping yang berbeda.

Polimer lignin dengan rasio siringil-guaiasil rendah bisa menyebabkan molekul lignin memiliki tingkat kondensasi yang tinggi. Hal ini disebabkan tingginya proporsi unit monomer guaiasil yang memiliki potensi tapak ikatan (binding site) untuk berkondensasi yang lebih banyak dibanding unit siringil. Kondisi tersebut akan mempengaruhi pada proses pengolahan kayu dalam proses pulping, karena jumlah ikatan dalam polimer lignin yang semakin banyak mengakibatkan kebutuhan bahan kimia pemasak yang semakin banyak dengan waktu proses yang semakin lama.

Keragaman proporsi monomer penyusun lignin kayu bukan saja terjadi antar jenis kayu yang berbeda (Akiyama et al. 2005), tetapi juga pada jenis yang sama dari lokasi yang berbeda seperti ditunjukkan hasil penelitian ini, bahkan bisa berbeda pada posisi bagian kayu dari batang pohon yang sama seperti pada kayu reaksi (Parham et al. 1971, Timell 1986 dan Akiyama et al. 2001). Perbedaan yang sangat besar terjadi antara jenis kayu dari kelompok daun jarum dengan jenis

(30)

kayu dari kelompok kayu daun lebar (Fengel dan Wegener 1984, Akiyama et al. 2005)

Tabel 2 Rasio siringil-guaiasil pada kayu Akasia

Jenis Kayu Asal

Rasio siringil-guaiasil

Acacia mearnsii Afrika 2.01

Acacia sp. (hybrid) Vietnam 1.27

Acacia auriculiformis Vietnam 1.08

Acacia mangium Papua Nugini 1.12

Acacia mangium Indonesia 0.96

Acacia mangium Malaysia 0.87

Keragaman rasio siringil-guaiasil (rasio S/G) mungkin disebabkan pula oleh perbedaan komponen sel penyusun jaringan kayu. Heterogenitas monomer penyusun lignin dipercaya salah satunya berhubungan dengan morfologi dari jaringan kayu. Fergus dan Goring (1970) menemukan bahwa dinding sel fiber dan sel jari-jari mengandung unit siringil yang dominan sedangkan pada dinding sekunder dari vessel dan lamela tengah kandungan utamanya adalah unit guaiasil.

Gambar 3 Korelasi lignin klason, lignin terlarut asam, lignin total dan rasio siringil-guaiasil pada kayu Akasia.

Gambar 3 menunjukan adanya kecenderungan hubungan negatif antara lignin klason dengan rasio siringil-guiasil (rasio S/G) pada jenis kayu Akasia. Unit

(31)

siringil penyusun lignin bernilai rendah pada persentase lignin klason yang bernilai tinggi dan begitu pula sebaliknya. Unit siringil yang tinggi mengakibatkan lignin klason yang tersisa dalam penentuan lignin dengan metode klason menjadi rendah. Hal ini diakibatkan oleh adanya unit siringil lignin yang bereaksi bahkan larut dengan asam pada perlakuan asam sulfat 72% dan dilanjutkan asam sulfat 3% sehingga lignin yang terhitung sebagai sisa perlakuan asam sulfat menjadi lebih rendah. Kelarutan unit siringil yang tinggi diperkirakan bahwa pada awal lignin terpecah pada perlakuan 72% asam sulfat secara serentak terjadi kondensasi intermolekuler, kondesasi dengan karbohidrat, dengradasi, reaksi lain (Yasuda et al. 2001) sehingga siringil banyak yang larut pada awal dan kemudian konstan setelah waktu reaksi cukup.

Unit guaiasil merupakan unit penyusun lignin yang terkondensasi lebih banyak pada lignin klason. Berdasarkan Yasuda et al. (2001) ditemukan bahwa pada kayu daun lebar bagian larut dalam asam sulfat 72% yang dipisahkan dalam gelas filter mengandung 58% siringil lignin, dan sisanya yang tidak terlarut dalam asam sulfat 72% hanya mengandung 19% siringil lignin. Pada Gambar 3 menunjukkan hal yang sama dimana pada lignin klason yang tinggi maka rasio siringil-guaiasil (rasio S/G) rendah, unit guaiasil merupakan unit lignin yang memiliki reaktifitas yang rendah sehingga dalam perlakuan asam sulfat 72% telah mengalami kestabilan akibat kondensasi.

4.3 Korelasi antara Lignin Terlarut Asam dan Rasio Siringil-Guaiasil

Seperti sudah diperkirakan dalam pembahasan diatas, lignin terlarut asam kelihatannya lebih berkaitan dengan proporsi dan reaktifitas relatif dari tipe unit monomer penyusun polimer lignin. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya korelasi antara rasio S/G dengan kadar lignin terlarut asam (Gambar 4). Seperti yang diterangkan oleh Yasuda et al. (2001), dalam larutan asam sulfat unit guaiasil kemungkinan lebih mudah berkondensasi membentuk fraksi yang tidak terlarut, sementara itu unit siringil selain berkondensasi satu sama lain tetapi sebagian tetap dalam bentuk yang terlarut, dan juga kemungkinan bereaksi dengan komponen lain membentuk produk yang terlarut.

(32)

Gambar 4 Korelasi lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil pada kayu Akasia.

Hasil penelitian pada kayu Akasia yang menunjukan bahwa semakin tinggi rasio siringil-guaiasil berkorelasi positif dengan kandungan lignin terlarut asam ini sejalan dengan kemungkinan mekanisme pembentukan lignin terlarut asam dari lignin model yang diusulkan oleh Yasuda et al. (2001). Siringil memiliki reaktifitas yang tinggi selama reaksi kondensasi dengan karbohidrat

dalam 72% asam sulfat, menghasilkan glikosida ikatan carbon-carbon (C-C). Tingginya reaktifitas lignin disebabkan unit siringil memiliki dua unit

metoksil pada posisi C-3 dan C-5 dari cincin aromatik sedangkan unit guaiasil hanya memiliki satu unit metoksil.

Indikasi kemungkinan adanya korelasi antara lignin terlarut asam dengan jenis monomer penyusun lignin, juga dilaporkan oleh Musha dan Goring (1974) yang menemukan adanya korelasi yang erat antara kadar metoksil dengan pembentukan lignin terlarut asam selama prosedur lignin klason. Kadar metoksil yang semakin tinggi dalam kayu akan berhubungan dengan kandungan tipe monomer penyusun lignin. Semakin tinggi kandungan metoksil dalam lignin menunjukkan semakin tinggi proporsi unit siringil yang menyusun polimer lignin, karena unit siringil memiliki kandungan metoksil yang tinggi dibanding unit guaiasil (Musha dan Goring 1974). Lebih tingginya reaktifitas unit siringil dibanding unit guaiasil penyusun lignin dalam kondisi asam juga dilaporkan oleh Yasuda dan Ota (1987).

(33)

Komponen yang terlarut sebagai lignin terlarut asam merupakan hasil kondensasi dari siringil lignin dan monosakarida dalam hemiselulosa yang membentuk ikatan lignin carbohydrate complex (LCC) dengan ikatan benzyl eter, benzyl ester dan ikatan glikosida. Ikatan tersebut tidak stabil pada perlakuan lignin klason 72% asam sulfat. Pada metode klason terjadi reaksi kondensasi pada 72% asam sulfat kemudian akan stabil pada perlakuan 3% asam sulfat (Matsushita

et al. 2004). Terdapat petunjuk bahwa lignin dalam lamela tengah, dinding primer

dan dinding sel terikat dengan polisakarida pektin (galaktan dan arabinan) melalui ikatan eter dalam hal ini gugus alkohol HO-6 dalam galaktosa dan HO-5 dalam unit arabinosa berperan sebagai penghubung (Sjostrom 1995). Hal ini mengindikasikan bahwa siringil memiliki ikatan yang labil pada posisi C-4 pada cincin aromatik. Proporsi siringil yang tinggi memudahkan penghilangan lignin pada pulping kraft, ini mengakibatkan konsumsi alkali yang lebih rendah, degradasi selulosa rendah dan konsekuensinya rendemen pulp tinggi. Perbedaan kandungan lignin klason dan lignin terlarut asam yang signifikan dalam genus akasia yang berbeda jenis.

4.4 Keterkaitan Rasio Siringil-Guaiasil dan Lignin Terlarut Asam dalam Proses Pulping

Pulping merupakan proses yang bertujuan untuk menghilangkan sebanyak mungkin kandungan lignin yang terdapat dalam kayu. Proses penghilangan lignin tersebut disebut dengan istilah delignifikasi. Kayu Akasia yang digunakan dalam penelitian merupakan jenis kayu yang saat ini digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pulp dan kertas.

Komposisi unit penyusun lignin merupakan parameter yang penting dalam delignifikasi. Rasio siringil-guiasil mempunyai korelasi positif dengan kandungan lignin terlarut asam dimana komponen siringil memiliki reaktifitas yang tinggi sesuai literatur yang menyatakan bahwa unit siringil lebih reaktif dibandingkan unit guaiasil pada alkali (Chang dan Sarkanen 1973, Tsutsumi et al. 1995). Siringil dengan kandungan metoksil yang tinggi dapat bereaksi lebih cepat dengan larutan pemasak selama proses delignifikasi berlangsung. Reaktifitas yang tinggi diduga dapat meningkatkan efisiensi dalam proses pulping karena reaksi

(34)

delignifikasi dapat berlangsung lebih cepat dan pemakaian bahan kimia dapat diminimalkan. Penelitian Rahmawati (1999) menyatakan bahwa laju delignifikasi meningkat dengan peningkatan rasio S/V (siringil/vanillin) pada lignin. Kandungan lignin rendah dan reaktifitas lignin yang tinggi pada rasio siringil-guiasil yang tinggi maka akan mengakibatkan pulping dan bleaching yang efisien (Chiang 2006).

Delignifikasi tinggi terjadi pada kayu dengan rasio siringil-guaiasil yang tinggi (Gonzales et al. 1999 dan del Rio et al. 2005). Siringil lignin mudah untuk didelignifikasi dibandingkan dengan guaiasil lignin pada kondisi pulping kraft sehingga rasio S/V memberikan efek yang besar pada karakteristik pulp kayu daun lebar. Unit guaiasil mudah terkondensasi sehingga sulit untuk mengalami depolimerisasi dan susah dalam delignifikasi pulping kraft sehingga lignin residu dari pulping kraft kebanyakan dari struktur yang terkondensasi. Hoerun dan Sugesty (1997) pulp dan kertas akan mempunyai sifat fisik dan kekuatan yang baik apabila mengandung sedikit lignin, sifat lignin yang menolak air (hidrofobik) dan kaku akan menyulitkan dalam proses penggilingan dan berpengaruh pada konsumsi bahan kimia dalam pemasakan dan pemutihan pulp.

Berdasarkan hal tersebut diatas menunjukkan bahwa proprosi unit penyusun lignin kayu daun lebar (rasio siringil-guaiasil) menjadi faktor kunci

dalam reaktifitas lignin dalam proses pulping. Oleh sebab itu rasio siringil-guaiasil banyak digunakan sebagai parameter untuk menduga laju

delignifikasi atau kemudahan suatu bahan baku kayu untuk diproses pulping. Idealnya bila berhubungan dengan reaksi delignifikasi harus memperhatikan bukan hanya kadar lignin akan tetapi juga reaktifitasnya yang bisa diduga dengan nilai rasio siringil-guaiasil. Kadar lignin secara kuantitas akan berpengaruh pada kebutuhan bahan kimia pemasak dalam proses pulping, sedangkan rasio siringil-guaiasil dapat menduga mudah-tidaknya lignin tersebut didegradasi dan dilarutkan.

Akan tetapi umumnya pendugaan kelayakan bahan baku pulp masih menggunakan kadar lignin (khususnya lignin klason), karena prosedurnya mudah dilakukan dengan penggunaan bahan kimia yang relatif murah. Sementara itu pengukuran reaktifitas lignin melalui pengukuran rasio siringil-guaiasil masih

(35)

terkendala dengan prosedur yang kompleks dengan biaya bahan kimia yang tinggi ditambah memerlukan alat Gas-Kromatografi. Oleh karena itu, jika hasil penelitian ini ternyata terbukti setelah dilakukan penelitian dengan jumlah sampel kayu yang lebih banyak dan beragam maka lignin terlarut asam bisa menjadi parameter yang mewakili rasio siringil-guaiasil untuk pendugaan reaktifitas lignin khususnya berkaitan dengan proses pulping. Penentuan lignin terlarut asam dapat dilakukan dengan metode yang sederhana dan dapat dilakukan bersamaan dengan penentian kadar lignin klason. Korelasi positif antara lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil mungkin dapat menjadi parameter pendukung untuk menentukan reaktifitas lignin dengan metode yang lebih sederhana dibandingkan dengan metode penentuan rasio siringil-guaiasil.

(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Kadar lignin klason dan lignin terlarut asam berbeda pada kayu Akasia baik antar jenis kayu yang berbeda maupun pada jenis kayu yang sama tetapi berasal dari tempat tumbuh yang berbeda. Perbedaan kadar lignin tersebut disertai pula oleh perbedaan proprosi unit monomer penyusun polimer ligninnya.

2. Kayu dengan kadar lignin total yang sama bisa memiliki proporsi tipe unit monomer penyusun lignin (rasio siringil-guaiasil) yang berbeda yang bisa mengakibatkan reaktifitasnya juga berbeda.

3. Kadar lignin terlarut asam berkorelasi positif dengan rasio siringil-guaiasil lignin, sehingga lignin terlarut asam bisa menjadi penduga reaktifitas lignin yang berkaitan dengan perbedaan proporsi tipe monomer penyusun lignin sehingga lignin terlarut asam berpotensi untuk digunakan sebagai parameter penduga laju delignifikasi dalam proses pulping.

5.2 Saran

1. Pembuktian korelasi antara lignin terlarut asam dengan rasio siringil-guaisail lignin diperlukan pengujian terhadap sampel jenis kayu yang lebih banyak dan lebih beragam sifatnya.

2. Penelitian lebih lanjut untuk membuktikan dugaan adanya korelasi antara lignin terlarut asam dengan laju delignifikasi dalam proses pulping.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi SS. 1990. Kimia Kayu. Bogor; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB. Bogor.

Adler E. 1977. Lignin chemistry, present and future. Wood Sci. Technol 11: 169-218.

Akiyama T, Goto H, Nawawi D S, Syafii W, Matsumoto Y, Meshiysuka G. 2005. Erythro/threo ratio of -O-4 structures as an important structural characteristics of lignin. Part 4. Variation in the erythro/threo ratio in softwood and hardwood lignins and its relation to syringyl/guaiacyl ratio.

Holzforschung 59:276-281.

Akiyama T, Okuyama T, Matsumoto Y, Meshitsuka G. 2003. Erythro/threo ratio of -O-4 structures as an important structural Characteristics of Lignin. Part 3. Ratio of erythro and threo forms of -O-4 structures in tension wood lignin. Phytochemistry 64: 1157-1162.

Anonim. 1996. Acacia auriculiformis-a Multipurpose Tropical Wattle. http:// www.winrock.org/fnrm/factnet/factnet.htm [21 Desember 2008].

Anonim. 2009. Acacia meransii. http://en.wikipedia.org/wiki/Acacia mearnsii [10 Agustus 2009].

Casey JP. 1980. Pulping Chemistry and Chemical Technology. Volume I. Pulping

and Papermaking. Intercine Publicer Inc. New York.

Chang HM., Sarkanen KV. 1973. Species variation of lignin. Effect of species on The Rate of Kraft Delignification. TAPPI 56:132-134.

Chen CL. 1992. Nitrobenzene and cupric oxide oxidation. in: Lin SY, Dence CW (Eds). Methods in lignin chemistry. Springer-Verlag, Berlin, pp. 301-321. Chiang VL. 2006. Monolignol biosynthesis and genetic engineering of lignin in

trees, a review. environ. Chem. Lett 4:143-146.

Deacon JW. 1997. Modern Mycology. Blackwell Scientific, Oxford. http://www. Biology.ed.ac.uk/research/groups/deacon/microbes/armill.htm[24Agustus 2008].

del Rio JC, Guitierez A, Hernando M, Landin P, Romero J, Martinez AT. 2005. Determining the effluence of Eucalypt lignin composition in paper pulp yield using py-GC/MS. J. Anal. Appl. Pyrolysis 74:110-115.

Dence CW. 1992. Determination of lignin. In; Lin SY, Dence CW (Eds). Method in lignin chemistry. Spinger-Verlag. Berlin Pp.33-61.

(38)

Departemen Kehutanan. 2005. Variasi Morfologi Benih di Kebun Benih Hibrid

Acacia mangium x Acacia auriculiformis di Wonogiri. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Kehutanan.

Dinas Pertanian Palembang. 2008. Akasia Mangium (Acacia mangium Willd). Palembang: Dinas Pertanian Palembang.

Faucon P. 2005. Earleaf Acacia, northern black wattle.http://www.Naturebase .net/ [21 Desember 2008].

Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu; Kimia, Ultrastruktur,reaksi-reaksi. Sastroamijoyo H, penerjemah; Prawirohatmojo S, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Wood Chemistry, Ultrastructure, Reactions.

Fergus BJ, Goring DAI. 1970a. The location of guaiacyl and syringyl lignin in birch xylem tissue. Holzforschung 24:113-117.

Fergus BJ, Goring DAI. 1970b. The distribution of lignin in birch wood as determined by ultraviolet microscopy. Holzforschung. 24:118-124.

Gonzales FJ, Almendros G, del Rio JC, Martin F, Gutierez A, Romero J. 1999. Ease of delignification assessment of wood from different Eucalyptus spesies by pyrolisis (tmah)-gs/ms and cp/mas 13c-nmr spectrometry. J.

Anal. Appl. Pyrolysis 49:295-305.

Gullichsen J, Paulapuro H. 2004. Papermaking Science and Technology: Forest

Product Chemistry, Book 3. Finnish Paper Engieneers’ Assosiation and TAPPI Helsinki.

Hatfield R, Fukushima RS. 2005. Can lignin be accuratelly measured? Crop

Science Society Journal 45:832-838.

Higuchi T. 1997. Biochemistry and molecular biology of wood. Springer, pp 93-262.

Hoerun WK, Sugesty S. 1997. Bahan Baku Pulp: Teknologi Pembuatan Pulp dan

Kertas Tahap II. Kerjasama PT. Kertas Leces (Persero) dengan Balai

Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa. Probolinggo. Kha LD. 1996. Role of Acacia Hybrid in the reforestation program in Vietnam.

research centre for forest tree improvement Forest Science Institute of Vietnam. http://iufro.boku.ac.at/iufro/iufronet/d2/wu20802/nftnews3.htm # Role. [21 Desember 2008].

Mahmudi A. 2008. Keragaman Lignin Terlarut Asam (Acid Soluble Lignin) Pada Empat Jenis Kayu Cepat Tumbuh [Skripsi]. Bogor: Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

(39)

mangium Willd). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan

Perkebunan. Bogor

Matsushita Y, Kakehi A, Miyawaki S, Yasuda S. 2004. Formation and chemical structures of acid soluble lignin ii. reaction of aromatic nuclei model compound with xylan in the presence of a counterpart for condensation, and behavior of lignin model compound with guaiacyl and syringyl nuclei in 72% sulfuric acid. Journal of Wood Science 50:136-141.

Musha Y, Goring DAI. 1974. Klason and acid soluble lignin content of hardwood.

Wood Sci. 7:133-134.

Musha Y, Goring DAI. 1975. Distribution of syringyl and guaiacyl moieties in Hardwood as indicated by ultraviolet microscopy. Wood Sci. Technol 9(1):45-58.

Parham RA, Cote Jr WA. 1971. Distribution of lignin in normal and compression wood of Pinus tadae L. Wood Sci. Technol 5: 49-62.

Rahmawati N. 1999. Struktur Lignin Kayu Daun Lebar dan Pengaruhnya terhadap Laju Delignifikasi [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Siagian RM, Rioliadi H, Prasetya B, Gunadi DH. 1999. Pemanfaatan Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) Sebagai Bahan Baku Pulp Kertas Koran. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 16 (4):57-66.

Sjostrom E. 1995. Kimia Kayu Dasar-dasar dan Penggunaan. Edisi ke-2. Sastroamijoyo H, penerjemah; Prawirohatmojo S, editor, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Wood Chemistry,

Fundamentals and Application. Second edition.

Swan B. 1965. Isolation of acid soluble lignin from the klason lignin determination. svensk papperstidning. 22: 791-795.

Syafii W, Nawawi DS. 2008. Ratio stereosomer erythro dan threo struktur -o-4 dan hubungan dengan cincin aromatik penyusun makromolekul lignin.

Laporan Penelitian Fundamental. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB.

Timell TE. 1986. Compression wood in gymnosperms. Vol I. Springer-Verlag,

Berlin, pp.1-7.

Yasuda S, Fukushima K, Kakehi A. 2001. Formation and chemical structures of acid soluble lignin i: sulfuric acid treatment time and acid soluble lignin content of hardwood. Journal of Wood Science 47: 69-72.

Yasuda S, Ota K. 1987. Chemical structure of sulfuric acid lignin x. reaction of syringylglycerol-β-syringyl ether and condensation of syringyl nucleus with guaiacyl lignin model compounds in sulfuric acid. Holzforschung 41: 59-65.

(40)
(41)

Lampiran 1 Lignin klason, lignin terlarut asam dan lignin total pada Kayu Akasia

Jenis Kayu Asal

Lignin Klason (%) Lignin Terlarut Asam (%) Total Lignin (%)

Acacia auriculiformis Vietnam 26.42 1.87 28.29

26.87 1.91 28.78

Rataan 26.65 1.89 28.54

Acacia meransii Afrika 19.82 2.32 22.14

Acacia sp. (hybrid) Vietnam 25.57 1.72 27.29

24.51 2.00 26.51

Rataan 25.04 1.86 26.90

Acacia mangium Indonesia 27.81 1.39 29.20

26.88 1.47 28.35

Rataan 27.35 1.43 28.78

Acacia mangium Papua Nugini 26.54 1.68 28.22

27.04 1.8 28.84

Rataan 26.79 1.74 28.53

Acacia mangium Malaysia 28.75 1.28 30.03

29.60 1.32 30.92

(42)

Lampiran 2 Rasio siringil-guaiasil Kayu Akasia

Jenis Kayu Asal Rasio Siringil-guaiasil

Acacia auriculiformis Vietnam 1.08

Acacia meransii Afrika 2.01

Acacia sp.(hybrid) Vietnam 1.27

Acacia mangium Indonesia 0.96

Acacia mangium Papua Nugini 1.12

Gambar

Gambar 2  Kecenderungan lignin klason, lignin terlarut asam, lignin total jenis kayu Akasia.
Tabel 2  Rasio siringil-guaiasil pada kayu Akasia  Jenis Kayu                             Asal
Gambar 4   Korelasi lignin terlarut asam dan rasio siringil-guaiasil pada kayu Akasia

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Lampiran 5: Keputusan Direktur Politeknik Kemenkes Kesehatan Kendari Nomor: DL.10.01.1...2017 Tentang Penetapan Nama-Nama Mahasiswa Baru Politeknik Kesehatan Kendari Tahun

diberikan Allah bukanlah suatu hal milik yang berarti hak menggunakan dan menyalahgunakan, melainkan hak memakai tanah ini dalam tanggung jawab terhadap Sang Khalik dan

Pengaruh volatile solid terhadap pembentukan akumulasi volume biogas adalah pada volatile solid yang sama, tetapi kecenderungan dengan komposisi kulit jeruk dan

Menurut Sawyer’s (2009:10), ruang lingkup audit internal adalah sebagai berikut: “Audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan

bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Probolinggo Tahun 2013–2018 telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten

Laju kalor ( ) ketika sebuah benda panas memindahkan kalor ke fluida sekitarnya secara konveksi adalah sebanding dengan luas permukaan benda A yang bersentuhan

1.Kekedapan dengan menggunakan cat alkyd A lebih baik dari pada kekedapan dengan menggunakan cat alkyd B. 2.Semakin tebal lapisan cat maka nilai kekedapan semakin baik,

Menurut persepsi pasien, dokter di balai pengobatan umum masih kurang memberikan informasi yang jelas tentang penyakit yang diderita pasien, hal ini dapat dimengerti