• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latihan Rentang Gerak Sendi Kaki dalam Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Diabetes Mellitus di Ruang RINDU A2 RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Latihan Rentang Gerak Sendi Kaki dalam Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Diabetes Mellitus di Ruang RINDU A2 RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

LATIHAN RENTANG GERAK SENDI KAKI DALAM ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS DI RA2

RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan Mata Ajaran Praktika Senior

PRAKTIKA SENIOR

Oleh

INDAH SARI BEATRIX SIREGAR, S.Kep 101101093

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LATIHAN RENTANG GERAK SENDI KAKI DALAM ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS DI RA2

RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan Mata Ajaran Praktika Senior

PRAKTIKA SENIOR

Oleh

INDAH SARI BEATRIX SIREGAR, S.Kep

101101093

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya Panjatkan Kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dengan judul “Latihan Rentang Gerak Sendi Kaki dalam Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Diabetes Mellitus di Ruang RINDU A2 RSUP Haji Adam Malik Medan” yang merupakan

salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Ners untuk memperoleh gelar Ners pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Yesi Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing KTI yang senantiasa memberikan masukan, arahan dan dukungan dalam penyusunan KTI ini.

4. Seluruh Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik dan mengajarkan penulis selama proses perkuliahan dan juga kepada staf pendidikan, umum dan administrasi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Rida Gulo selaku Kepala Ruangan RA2 RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan Praktika Senior di Ruangan RA2 interna pria.

6. Tn. M dan Tn. E yang telah bersedia menjadi pasien kelolaan di Ruangan RA2 RSUP Haji Adam Malik Medan atas partisipasi dan kerjasamanya.

(8)

pengorbanan serta motivasi yang tulus untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan KTI ini.

8. Sahabat-sahabat tercinta Yanti K.Zega, Kalvin Lombu, Rahmania Waluyo, Nona Triyuni, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya yang selalu memberikan support dan semangat yang tiada habisnya dalam menyelesaikan KTI ini.

Semoga Tuhan selalu melimpahkan berkat, rahmat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Akhirnya penulis berharap semoga KTI ini dapat bermanfaat demi menigkatkan pelayanan keperawatan.

Medan, 15 September 2015 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Judul.... ... i

Halaman Pernyataan Orisinalitas.... ... ii

Lembar Pengesahan.... ... iii

Abstrak ... ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi .... ... viii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Praktika Senior ... 4

3. Manfaat Praktika Senior... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Diabetes Mellitus... ... 7

2.1.1 Defenisi DM.. ... 7

2.1.2 Etiologi DM... 9

2.1.3 Patofisiologi DM. ... 11

2.1.4 Faktor Resiko DM.. ... 11

2.1.5 Klasifikasi DM... ... 18

2.1.6 Manifestasi DM. ... 15

2.1.7 Komplikasi DM... ... 16

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ... 18

2.1.9 Penatalaksaana DM ... 20

2.2. Latihan Rentang Gerak Sendi.. ... .. 22

2.2.1 Pengertian.. ... .. 22

(10)

2.2.3 Gerakan Latihan Rentang Gerak Sendi.. ... .. 24

2.2.4 Evidance Based Nursing.. ... .. 27

2.2.5 Latihan Rentang Gerak Sendi.. ... .. 29

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN ... 33

3.1 Pengkajian Keperawatan ... 33

3.2. Analisa Data ... 45

3.3 Diagnosa Keperawatan ... 47

3.4. Intervensi Keperawatan ... 48

3.5 Implementasi dan Catatan Perkembangan ... 50

BAB 4. ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN ... 82

4.1. Deskripsi Profil Ruangan RA2 ... 82

4.2. Pembahsan Kasus Utama ... 84

4.2.1 Analisis Pengkajian ... 84

4.2.2 Analisis Diagnosa Keperawatan ... 85

4.2.3 Analisis Perencanaan ... 86

4.2.4 AnalisisImplementasi dan Evaluasi... 87

4.2.5 Analisis Praktik Berbasis Pembuktian ... 89

4.3.1 Penelaah Kritis ... 90

4.3.2 Praktek Berdasarkan Pembuktian ... 91

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

5.1 Kesimpulan ... ... 93

5.2 Saran ... ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi saat pankreas tidak memproduksi insulin yang cukup, atau saat tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif (WHO, 2015). Global status report on NCD

World Health Organization (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa Diabetes mellitus menduduki peringkat ke-6 di dunia sebagai penyebab kematian. Sekitar

1,3 juta orang meninggal akibat diabetes dan 4 persen meninggal sebelum usia 70 tahun. Pada Tahun 2030 diperkirakan DM menempati urutan ke-7 penyebab

kematian di dunia.

Di era globalisasi semakin hari semakin mempengaruhi kehidupan setiap manusia dan menimbulkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia

salah satunya yaitu perubahan gaya hidup yang semakin modern serta perubahan perilaku hidup tidak sehat semakin bertambah (Soeroso, 2008). Perubahan gaya

hidup yang terjadi menimbulkan berbagai masalah, salah satunya masalah kesehatan. Saat ini, masalah kesehatan semakin kompleks, baik di perkotaan maupun di pedesaan dan kebanyakan masalah kesehatan yang diderita oleh

masayarakat adalah Penyakit Tidak Menular (PTM) (Lancester & Stanhope, 2004).

Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan

(12)

on NCD World Health Organization (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa 60% penyebab kematian semua umur di dunia adalah karena penyakit tidak menular.

Salah satu penyakit tidak menular yang menyita banyak perhatian adalah DM (DepKes, 2013).

DM ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah yaitu kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl atau glukosa darah dua jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl, dimana gejala khas yang timbul dari DM adalah

poliuri, polidipsi dan polifagi (Soegondo, 2009). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit degeneratif yang tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol

(Smeltzer, 2002).

Indonesia merupakan negara yang menduduki peringkat ke-7 di dunia

dengan populasi penderita DM terbanyak di bawah China, India, USA, Brazil, Rusia dan Mexico (DepKes, 2013). Berdasarkan data IDF Diabetes Atla s, pada tahun 2015 jumlah penderita DM di Indonesia mencapai 8.554.155 orang, dimana

satu dari lima penderita DM masih berumur dibawah 40 tahun, yakni diantara 20 hingga 39 tahun sebanyak 1.671.000 orang, sedangkan usia 40 hingga 59 tahun

sebanyak 4.651.000 orang dan sisanya berusia 60 hingga 79 tahun dewasa. Tahun 2035 jumlah DM diprediksi melonjak hingga ke angka 14,1 juta orang dengan tingkat prevalensi 6,67 persen untuk populasi orang.

DM merupakan ancaman serius bagi pembangunan kesehatan karena dapat menimbulkan kebutaan, gagal ginjal, kaki diabetes (gangren) sehingga harus

(13)

mencegah komplikasi maupun perawatan dirumah sakit sehingga dibutuhkan penatalaksanaan DM (Tan & Raharji, 2002). Tujuan penatalaksanaan DM yaitu

untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM dengan cara menjaga agar kadar glukosa plasma dalam keadaan kisaran normal dan mencegah atau meminimalkan

kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes (Haeria, 2009).

DM mempunyai komplikasi yang sering terjadi adalah penyakit mikrovaskuler dan neuropati. Gangguan kesehatan komplikasi DM antara lain

gangguan mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan pembuluh darah (vaskulopati), dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang sering terjadi

adalah perubahan patologis pada anggota gerak yang bisa menyebabkan luka ulkus, atau luka gangren yang bila tidak ditangani dengan tepat akan

menimbulkan kecacatan bahkan berujung pada amputasi (Iqbal,2008).

Pasien DM mengalami keterbatasan mobilisasi dan tidak mampu melakukan beberapa latihan rentang gerak sendi dengan mandiri. Oleh karena itu pasien perlu

mendapatkan latihan kaki (leg exercise) untuk meningkatkan aliran balik vena (venous return) yang dapat menurunkan edema pada kaki sehingga memfasilitasi

difusi oksigen dan nutrisi pada areal periulkus yang berdampak positif terhadap proses penyembuhan ulkus kaki diabetik. Latihan rentang gerak sendi sebagai salah satu latihan fisik pergerakan sendi baik secara aktif maupun pasif yang

bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kekuatan otot dan persendian, juga untuk merangsang sirkulasi darah. Terlebih lagi latihan rentang gerak sendi

(14)

keluarga secara mandiri setelah memperoleh pendidikan kesehatan sebelumnya (Taufiq, 2011).

Penelitian Suari, dkk (2009) menemukan bahwa ada pengaruh pemberian

active lower ROM terhadap perubahan nilai Ankle Brachial Index pasien DM tipe 2 diwilayah Puskesmas II Denpasar Barat, sehingga diharapkan perawat dapat mengedukasikan kepada pasien untuk melakukan active lower ROM dalam menjaga dan mempertahankan sirkulasi perifer pasien DM tipe 2. Salsich dkk,

(2000) menemukan bahwa ada perubahan latihan rentang gerak sendi dorsofleksi dan plantarfleksi pada pasien DM yang di intervensi dengan latihan rentang gerak

sendi pasif.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Latihan Rentang Gerak Sendi Kaki Dalam Asuhan

Keperawatan Pasien Dengan Diabetes Mellitus Di RA2 RSUP H.Adam Malik

Medan”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas “apakah terdapat

derajat rentang gerak sendi sebelum dan sesudah dilakukan Latihan Rentang Gerak Sendi Kaki Dalam Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Diabetes Mellitus

di RSUP Haji Adam Malik Medan”.

(15)

Tujuan dilakukannya penelitian karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan derajat rentang gerak sendi sebelum dilakukan latihan

rentang gerak sendi pasien DM diruangan RA2 RSUP H.Adam Malik medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengelola asuhan keperawatan secara komprehensif

1.3.2.2 Mengidentifikasi rentang gerak sendi sebelum dilakukan latihan rentang gerak sendi

1.3.2.3 Mengidentifikasi rentang gerak sendi sesudah dilakukan latihan rentang gerak sendi

1.3.2.2 Mengidentifikasi perbedaan rentang gerak sendi sebelum dan sesudah dilakukan latihan rentang gerak sendi.

1.4 Manfaat

1.4.1 Institusi Pendidikan

Manfaat PBLK bagi institusi pendidikan adalah untuk meningkatkan kompetensi lulusan institusi dan menghasilkan tugas akhir dalam bentuk karya tulus ilmiah.

1.4.2 Bagi Peneliti

Hasil penelitian karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa sebagai latihan dan gambaran menjadi perawat

(16)

1.4.3 Bagi Klien dan Keluarga

Untuk menambah pengetahuan dan informasi yang sangat bermanfaat bagi

klien dan keluarga bahwa latihan rentang gerak sendi harus dilakukan dirumah oleh keluarga untuk mempercepat proses penyembuhan pada pasien diabetes

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus 2.1.1 Defenisi DM

DM adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan

kadar gula dalam darah dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi insulin sesuai kebutuhan tubuh (Sunyoto Rg. Acp, 2009). Menurut Perkeni (2011)

dan American Diabetes Association (2012) DM adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

gangguan kerja insulin atau keduanya yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.

DM adalah penyakit kronik progresif yang digambarkan dengan

ketidakmampuan tubuh dalam melakukan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang menyebabkan hiperglikemia (Black & Hawk, 2009).

2.1.2 Etiologi Diabetes Mellitus

Menurut Smeltzer & Bare, 2002 terbagi dua yaitu : a. DM tipe I :

 Faktor genetik

Penderita DM tidak mewarisi DM tipe I itu sendiri : tetapi mewarisi

(18)

Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.

Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana

antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai

jaringan asing, yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

 Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang

menimbulkan destruksi selbeta. b. DM Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin pada DM tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)

 Obesitas

 Riwayat keluarga

Menurut Sukmono RJ (2009), penyebab DM adalah sebagai berikut :  Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai

(19)

 Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain

agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan.

 Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh

autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi dan

mengakibatkan kerusakan sel – sel.

 Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan

jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor. 2.1.3 Patofisiologi

Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel

yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan

makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Jan, 2000). Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan

air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak.

Pada DM semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi

insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Penyakit DM disebabkan oleh karena

gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi

(20)

untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.

Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan

glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum

terus yang disebut polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport

glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga

menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan

keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan.

(21)

2.1.4 Faktor Resiko

Menurut Suyono (2009), DM di Indonesia akan terus meningkat disebabkan

beberapa faktor antara lain :

1. Faktor keturunan (genetik)

2. Faktor kegemukan atau obesitas (IMT > 25 kg/m2)

a. Perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat b. Makan berlebihan

c. Hidup santai, kurang gerak badan 3. Faktor demografi

a. Jumlah penduduk meningkat b. Urbanisasi

c. Penduduk berumur diatas 40 tahun meningkat 4. Kurang gizi

2.1.5 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Menurut WHO (2015) dan PERKENI (2006), terdapat 4 jenis DM yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain dan DM gestasional.

Tabel 2.1 Klasfikasi Diabetes Mellitus menurut Bruneer & suddarth (2002) Klasifikasi Diabetes Mellitus Ciri-ciri Klinis

Tipe I (IDDM) DM Juvenil

a) Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda (<30 tahun)

b) Biasanya bertubuh kurus

c) Etiologi mencakup factor genetic, imunologi atau lingkungan

d) Memiliki antibody sel pulau Langerhans e) Memerlukan insulin untuk

mempertahankan kelangsungan hidup f) Komplikasi akut hiperglikemia;

(22)

Tipe II (NIDDM) DM Dewasa

a) Awitan terjadi pada usia >30 tahun b) Biasanya bertubuh gemuk (obesitas)

c) Etiologi mencakup factor obesitas, herediter atau lingkungan

d) Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar glukosa darahnya melalui penurunan berat badan

e) Memerlukan insulin dalam jangka waktu yang pendek atau panjang untuk mencegah hiperglikemia

f) Ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stress atau menderita infeksi g) Komplikasi akut; sindrom hiperosmolar

nonketotik DM yang berkaitan dengan

keadaan atau sindrom lain (Diabetes Sekunder)

a) Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan penyakit; pankreasitis; kelainan hormonal; obat-obatan seperti glukokortikoid dan preparat yang mengandung estrogen

b) Bergantung pada kemampuan pancreas untuk menghasilkan insulin; pasien mungkin memerlukan obat oral atau insulin DM Gestasional (GDM) a) Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi

pada trimester kedua atau ketiga

b) Disebabkan oleh hormone yang disekresikan plasenta dan menghambat kerja insulin

c) Resiko terjadinya komplikasi perinatal diatas normal, khususnya makrosomia (bayi berukuran besar)

d) Diatasi dengan diet, dan insulin (jika diperlukan) untuk mempertahankan secara ketat kadar gula darah normal

e) Intoleransi glukosa terjadi untuk sementara waktu tetapi dapat kambuh kembali

f) Factor resiko mencakup; obesitas, usia >30 tahun, riwayat diabetes dalam keluarga, pernah melahirkan bayi berukuran besar (>4,5 kg)

1. DM Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

DM jenis ini terjadi akibat kerusakan sel β pakreas. Dahulu, DM tipe 1

(23)

(karena sering menimbulkan ketosis). Onset DM tipe 1 biasanya terjadi sebelum usia 25-30 tahun (tetapi tidak selalu demikian karena orang dewasa dan lansia

yang kurus juga dapat mengalami diabetes jenis ini). Karakteristik DM tipe 1 yaitu terjadinya hiperglikemia yang disebabkan oleh sekresi insulin mengalami

defisiensi (jumlahnya sangat rendah atau tidak ada sama sekali). Dengan demikian, pasien membutuhkan pemberian insulin seumur hidup untuk kelangsungan hidupnya. tanpa pengobatan dengan insulin (pengawasan dilakukan

melalui pemberian insulin bersamaan dengan adaptasi diet), pasien biasanya akan mudah terjerumus ke dalam situasi ketoasidosis diabetik (WHO 2015; Arisman,

2011).

2. DM Tipe II : Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

DM yang tidak tergantung insulin dan terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin). Disebabkan karena turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk

menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan

ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa. Namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain, berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Mansjoer dkk, 2001).

3. DM tipe lain

DM jenis ini dahulu kerap disebut diabetes sekunder, atau DM tipe lain.

Etiologi diabetes jenis ini, meliputi : (a) penyakit pada pankreas yang merusak sel

(24)

yang mengganggu sekresi dan/atau menghambat kerja insulin, seperti akromegali, feokromositoma, dan sindrom Cushing; (c) obat-obat yang menggangu sekresi

insulin (fenitoin [Dilantin]) atau menghambat kerja insulin (estrogen dan glukokortikoid); (d) kondisi tertentu yang jarang terjadi, seperti kelainan pada

reseptor insulin; dan (e) sindrom genetic (Arisman, 2011). 4. DM Gestasional

Merupakan suatu gangguan toleransi karbohidrat yang terjadi atau diketahui

pertama kali saat kehamilan berlangsung (Nursemierva, 2001). Definisi ini juga mencakup pasien yang sebetulnya masih mengidap DM tetapi belum terdeteksi,

dan baru diketahui saat kehamilan berlangsung. Faktor resiko DM Gestasional ialah abortus berulang, riwayat melahirkan anak meninggal tanpa sebab yang

jelas, riwayat pernah melahirkan bayi dengan cacat bawaan, pernah melahirkan bayi lebih dari 4000 gram, pernah pre-eklamsia, Polihidramion. Faktor predisposisi DM Gestasional adalah umur ibu hamil lebih dari 30 tahun, riwayat

DM dalam keluarga, pernah mengalami DM gestasional pada kehamilan sebelumnya, infeksi saluran kemih berulang-ulang selama hamil (PERKENI,

2002).

2.1.6 Manifestasi Klinis DM

American Diabetes Association (ADA) (2015) menyatakan bahwa gejala umum DM, yaitu:

1) Sering berkemih (poliuria)

2) Peningkatan rasa haus (polidipsia)

(25)

4) Kelelahan

5) Penglihatan kabur

6) Luka/memar lambat untuk sembuh

7) Penurunan berat badan, meskipun telah banyak makan (DM tipe 1)

8) Kesemutan, nyeri atau mati rasa pada tangan/kaki (DM tipe 2)

Pada DM tipe 1, gejala biasanya muncul secara mendadak, berat dan perjalanannya sangat progresif; jika tidak diawasi, dapat berkembang menjadi

ketoasidosis dan koma. Ketika diagnosa ditegakkan, pasien biasanya memiliki berat badan yang rendah. Hasil tes deteksi antibodi islet hanya bernilai sekitar

50-80% dan KGD >140 mg/dL (WHO 2015; Arisman, 2011).

Gejala DM tipe 2 muncul perlahan-lahan dan biasanya ringan

(kadang-kadang bahkan belum menampakkan gejala selama bertahun-tahun) serta progresivitas gejala berjalan lambat. Koma hiperosmolar dapat terjadi pada kasus-kasus berat. Namun, ketoasidosis jarang sekali muncul, kecuali pada kasus-kasus yang

disertai stress atau infeksi. Kadar insulin menurun atau bahkan tinggi, atau mungkin juga insulin bekerja tidak efektif (Arisman, 2011).

2.1.7 Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi akut pada DM antara lain (Boedisantoso R, 2007): a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah < 60 mg/dl. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala

(26)

Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat obat hipoglikemia oral golongan sulfonilurea, khususnya klorpropamida dan glibenklamida.

Penyebab tersering lainnya antara lain : makan kurang dari aturan yang ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan dan

lain-lain.

b. Ketoasidosis Diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan akut

dari suatu perjalanan penyakit DM yang ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosi dan ketosis. Timbulnya KAD merupakan ancaman kematian pada

pasien DM.

c. Hiperglikemia Non Ketotik

Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali gangguan neurologis

dengan atau tanpa adanya ketosis.

Akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol dan meninggi terus menerus

yang dikarenakan tidak dikelola dengan baik mengakibatkan adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal. Perubahan dasar itu terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot pembuluh darah maupun pada sel masingeal

ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kematian sel yang akhirnya akan menjadi komplikasi vaskular DM. Struktur pembuluh darah,

(27)

mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama menuju kulit dan saraf. Akibat mekanisme di atas akan menyebabkan

beberapa komplikasi antara lain (WHO, 2015; Waspadji, 2006) : a. Retinopati

Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan kelainan mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan berespon dengan meningkatnya

ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular yang selanjutnya akan terbentuk neovaskularisasi pembuluh darah yang menyebabkan glaukoma.

Hal inilah yang menyebabkan kebutaan. b. Nefropati

Hal-hal yang dapat terjadi antara lain : peningkatan tekanan glomerular dan disertai dengan meningkatnya matriks ektraseluler akan menyebabkan terjadinya penebalan membran basal yang akan menyebabkan berkurangnya

area filtrasi dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya yang mengarah terjadinya glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan timbul dimulai

dengan mikroalbuminuria dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan gagal ginjal.

c. Neuropati

Yang paling sering dan paling penting gejala yang timbul berupa hilangnya

(28)

d. Penyakit Jantung Koroner

Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar

zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6

kali lebih sering terjadi pada penderita DM. Akibat aterosklerosis akan menyebabkan penyumbatan dan kemudian menjadi penyakit jantung koroner.

e. Penyakit Pembuluh Darah Kapiler

Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki

diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling sering pada penyakit pembuluh darah perifer yang dikarenakan penurunan suplai darah di kaki.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Adapun data penunjang yang diperlukan dalam menegakkan diagnose DM adalah:

1) Kadar glukosa darah sewaktu

 Plasma vena : a. <100

b. 100 - 200 = belum pasti DM c. >200 = DM

 Darah kapiler :

a. <80

b. 80 - 100 = belum pasti DM c. > 200 = DM

2) Kadar glukosa darah puasa

(29)

a. <110

b. 110 - 120 = belum pasti DM c. > 120 = DM

 Darah kapiler :

a. <90

b. 90 - 110 = belum pasti DM c. > 110 = DM

Menurut ADA (2011) dalam Taufiq (2011) kriteria diagnostik DM merupakan salah satu dari kondisi berikut :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) 2. Glukosa plasma puasa >126 mg/dl (7,0 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).

2.1.9 Penatalaksanaan DM 1. Edukasi

DM umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan harus

mendampingi penderita dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif

(30)

memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi dan evaluasi (PERKENI, 2006).

2.Terapi Gizi Medis

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang

dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut (PERKENI, 2006):

a. Karbohidrat : 45 – 65% total asupan energi b. Protein : 10 – 20% total asupan energi c. Lemak : 20 – 25 % kebutuhan kalori

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikali

kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktifitas, koreksi

status gizi, dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres akut sesuai dengan kebutuhan. Pada dasarnya kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda dengan non diabetes yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktifitas baik fisik

maupun psikis dan untuk mempertahankan berat badan supaya mendekati ideal (PERKENI, 2006).

3. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam

(31)

Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia 2006. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas

insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti : jalan kaki,

bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat

komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan (PERKENI, 2006).

4. Intervensi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan

latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan suntikan.

a. Obat hipoglikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat hipoglikemik oral dibagi menjadi 5 golongan, yaitu :

1) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): Sulfonilurea dan Glinid 2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan Tiazolidindion 3) Penghambat glukoneogenesis: Metformin

4) Penghambat absorpsi glukosa: Penghambat glukosidase alfa 5) DPP-IV inhibitor

b. Suntikan : Insulin dan Agonis GLP-1 / Incretin mimetic2

(32)

2.2.1 Pengertian

Latihan rentang gerak sendi merupakan terapi latihan untuk memelihara dan

meningkatkan pergerakan dan kontraksi otot dimana dapat memberikan keuntungan dalam meningkatkan fungsi kardiopulmonal dan aliran darah

sehingga mencegah terjadinya kontraktur dan membangun kekuatan massa otot (Kozier, Erb, Berman & Synder dalam Suari, 2004). Latihan rentang gerak sendi merupakan terapi nonfarmakologi yang dapat dipilih sebagai salah satu aktivitas

fisik yang mudah dan aman untuk diterapkan pada tindakan keperawatan bagi pasien DM dengan terganggunya mobilisasi gerakan (Someita, dkk 2009). Latihan

rentang gerak sendi ini meliputi setiap aktivitas tubuh (aktif maupun pasif) yaitu otot, persendian dan dengan pergerakan alamiah seperti abduksi, ekstensi, fleksi, pronasi dan rotasi (Taufiq, 2011). Craven dan Hirnle dalam Taufiq (2011)

menyatakan bahwa latihan kaki (leg exercise) dilakukan untuk mencegah komplikasi setelah amputasi dengan meningkatkan sirkulasi. Latihan yang

dilakukan berupa latihan pompa otot betis (calf pumping exercise) : dorsifleksi dan plantar fleksi.

2.2.2 Jenis Latihan Rentang Gerak Sendi

Potter & Perry (2005) menyatakan latihan rentang gerak sendi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, aktif, dan pasif.

1. Latihan rentang gerak sendi Aktif

Latihan Rentang Gerak Sendi Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh

(33)

motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Kekuatan otot 75

%. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif. Sendi yang digerakkan pada latihan

rentang gerak sendi aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif.

b. Latihan Rentang Gerak Sendi Pasif

Latihan Rentang Gerak Sendi pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan

gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %. Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak

sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008).

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat

mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada latihan rentang gerak pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.

2.2.3 Gerakan Latihan Rentang Gerak Sendi Berdasarkan Bagian Tubuh Menurut Potter & Perry, (2005), Latihan rentang gerak sendi terdiri dari gerakan pada persendian sebaga berikut :

(34)

Gerakan Penjelasan Rentang Fleksi Menggerakan dagu menempel ke dada, rentang 45° Ekstensi Mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45° Hiperektensi Menekuk kepala ke belakang sejauh

mungkin,

rentang 40-45°

Fleksi lateral Memiringkan kepala sejauh mungkin sejauh mungkin kearah setiap bahu,

rentang 40-45°

2. Bahu

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke

Hiperektensi Mengerkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap lurus,

rentang 45-60°

Abduksi Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala,

rentang 180°

Adduksi Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh mungkin,

rentang 320°

Rotasi dalam Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang,

rentang 90°

Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala,

rentang 90°

3. Siku

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu,

rentang 150°

Ektensi Meluruskan siku dengan menurunkan tangan,

rentang 150°

4. Lengan bawah

Gerakan Penjelasan Rentang

Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke atas,

rentang 70-90°

Pronasi Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah,

rentang 70-90°

5. Pergelangan tangan

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah,

(35)

Ekstensi Mengerakan jari tangan sehingga jari-jari, tangan, lengan bawah berada dalam arah yang sama,

rentang 80-90°

Hiperekstensi Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh mungkin,

rentang 89-90°

Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari,

rentang 30°

Adduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari,

rentang 30-50°

6. Jari- jari tangan

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Membuat genggaman, rentang 90°

Ekstensi Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90° Hiperekstensi Menggerakan jari-jari tangan ke belakang

sejauh mungkin,

rentang 30-60°

Abduksi Mereggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain,

rentang 30°

Adduksi Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30°

7. Ibu jari

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Mengerakan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan,

rentang 90°

Ekstensi menggerakan ibu jari lurus menjauh dari tangan,

rentang 90°

Abduksi Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30° Adduksi Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30° Oposisi Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari

tangan pada tangan yang sama. -

8. Pinggul

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Mengerakan tungkai ke depan dan atas, rentang 90-120° Ekstensi Menggerakan kembali ke samping tungkai

yang lain,

rentang 90-120°

Hiperekstensi Mengerakan tungkai ke belakang tubuh, rentang 30-50° Abduksi Menggerakan tungkai ke samping menjauhi

tubuh,

rentang 30-50°

Adduksi Mengerakan tungkai kembali ke posisi

media dan melebihi jika mungkin, rentang 30-50° Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai

lain, rentang 90°

Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai

(36)

9. Lutut

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Mengerakan tumit ke arah belakang paha,

rentang 120-130°

Ekstensi Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130°

10. Mata kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Dorsifleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas,

rentang 20-30°

Plantarfleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke bawah,

rentang 45-50°

11. Kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Inversi Memutar telapak kaki ke samping dalam, rentang 10° Eversi Memutar telapak kaki ke samping luar, rentang 10°

12. Jari-Jari Kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60° Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60° Abduksi Menggerakan jari-jari kaki satu dengan

yang lain,

rentang 15°

Adduksi Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15°

2.2.4 Evidance Based Nursing

Bryant dan Nix (2007) dalam Taufiq (2011) menyatakan bahwa selain adanya gangguan pada pembuluh darah arteri perifer, pasien DM dapat

mengalami ulkus kaki diabetik yang disebabkan oleh bendungan akibat aliran statis vena yang dikarakteristikkan dengan adanya edema. Hal ini juga disampaikan Schapper, Prompers, dan Hujibers (2007) dalam Taufiq yang

(37)

pada kaki tersebut dan akan membentuk edema yang akan mempengaruhi difusi

oksigen dan nutrisi.

Kontraksi yang efektif pada otot-otot betis diperlukan dengan melakukan

gerakan dorsofleksi rutin 90 pada bagian ankle. Pada pasien yang mengalami

penurunan mobilisasi ankle harus dilakukan latihan fisik dengan program latihan isotonik untuk meningkatkan kekuatan otot betis dan meningkatkan pompa otot betis (calf pumping). Calf pumping ini diharapkan akan memfasilitasi venous

return yang akan berdampak positif terhadap proses penyembuhan luka kaki diabetik dengan emnurunkan edema yang terjadi dan memfasilitasi difusi

okesigen dan nutrisi pada areal periulkus. Selain memperbaiki sirkulasi periulkus, latihan rentang gerak sendi ini juga dapat menurunkan tekanan kaki bagian plantar pada pasien diabetes mellitus (DM) yang diakibatkan perubahan anatomi kaki

pasien diabetes mellitus (DM).

Penelitian oleh Glacomozzi, D’Amrogi, Cesinaro, macellari dan Ucoioll

(2008) dalam Taufiq (2011) menyatakan bahwa pasien yang menderita DM yang

lama dan neuropati perifer menunjukkan penurunana biomekanik dan penekanan pada kaki yang abnormal karena penurunan mobilisasi pada ankle. Penelitian

Goldsmith, Lidtke dan Shott (2002) menunjukkan hasil bahwa latihan rentang gerak sendi dapat menurunkan tekanan kaki bagian plantar pada pasien diabetes

mellitus (DM) yang juga berdampak positif terhadap penyembuhan ulkus kaki diabetik. Penelitian Gilette & Fe (1996) menunjukkan hasil bahwa latihan rentang gerak sendi pasif dapat mengurangi kekakuan sendi dan otot bagian plantar pada

(38)

menunjukkan hasil yang maksimal. Departement of Rehabilitation Service The Ohio State University Medical Center (2009) dalam Taufiq (2011) menyatakan

latihan rentang gerak sendi (untuk bagian ankle) sebaiknya dilakukan minimal 3 kali sehari dengan intensitas masing-masing gerakan 10 kali.

2.2.5 Latihan Rentang Gerak Sendi

Latihan rentang gerak sendi sangat dibutuhkan pada pasien yang mengalami

gangguan mobilisasi. Mobilisasi merupakan kemampuan individu secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna mempertahankan kesehatannya (Alimul, 2009). Pemberian terapi rentang gerak

sendi pasif berupa latihan gerakan pada bagian kaki atau pada bagian ekstremitas yang mengalami kontraktur sangat bermanfaat untuk menghindari adanya komplikasi akibat kurang gerak, seperti adanya kekakuan sendi (Irfan, 2010).

Prinsip dasar dari latihan rentang gerak sendi pasif dilakuakn perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien (Suratun, et al, 2008).

a. Fleksi dan ekstensi jari-jari

Cara : 1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

2. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tangan lain memegang kaki.

3. Bengkokkan kaki (tekuk) jari-jari kebawah

4.Luruskan jari-jari kemudian dorong kebelakang

5. Kembalikan keposisi semula

(39)

Gambar 1. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari Sumber. Pubmed, J Phys Ther Sci, 2015

Fleksi Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60° Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60° Abduksi Menggerakan jari-jari kaki satu

dengan yang lain,

rentang 15°

Adduksi Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15°

b. Inversi dan Eversi Kaki

Cara : 1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

2. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang pergelangan kaki dengan tangan satunya

3. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.

4. Kembalikan ke posisi semula

5. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain

6. Kembalikan keposisi semula

(40)

Gambar 2. Inversi dan Eversi Kaki Sumber. Pubmed, J Phys Ther Sci, 2015

Inversi Memutar telapak kaki ke samping dalam,

rentang 10°

Eversi Memutar telapak kaki ke samping luar,

rentang 10°

c. Fleksi dan Ekstensi pergelangan kaki

Cara : 1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

2. Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan tangan satu lagi diatas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rileks

3. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki kearah dada pasien

4. Kembalikan ke posisi semula

5. Tekuk pergelangan tangan kaki menjauh dada pasien

6. Catat perubahan yang terjadi

Gambari 3. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki

(41)

Dorsifleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas,

rentang 20-30°

Plantarfleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke bawah,

(42)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan

I. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab

a. Identitas Klien

Nama : Tn. M

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 77 tahun

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pensiunan TNI

Alamat : Jl. Patumbak

Tanggal Masuk RS : 24 Agustus 2015

No.Register : 00.59.02.36

Ruangan/Kamar : RA2/ II-2

Tanggal Pengkajian : 28 Agustus 2015 Diagnosa Medis : Diabetes Melitus tipe II b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Zuraidah

Umur : 35 Tahun

Hubungan dengan Klien : Anak

Pekerjaan : IRT

(43)

Klien datang kerumah sakit dengan keluhan kaki disebelah kanan tidakbisa digerakkan, lemas. Tn. M mengeluh merasa lemah seperti tidak bertenaga dan terasa berat jika digerakkan. Aktivitas dibantu oleh keluarga sebelum masuk kerumah sakit. Tn. M mengeluh kaki kanannya tiba-tiba membengkak dan berisi cairan nanah.

III. Riwayat Kesehatan Sekarang A. Provocative/Palliative

1. Apa penyebabnya : Luka di kaki kanan (pedis dextra). 2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan : Istirahat

B. Quantity/Quality

1. Bagaimana dirasakan : nyeri terasa tertusuk-tusuk,frekuensi hilang timbul.

2. Bagaimana dilihat : Adanya ulkus pada kaki kanan (pedis dextra). C. Region

1. Dimana lokasinya : Kaki kanan 2. Apakah menyebar : tidak ada

D. Severity (menganggu aktivitas) : iya

E. Time (kapan mulai timbul dan bagaimana terjadinya : Luka mulai timbul sejak 2 bulan terakhir, mulanya karena ikut terapi uap dan akhirnya kaki menjadi merah dan gatal, klien menggaruknya hingga muncul luka berukuran kecil ± 1 x 1 cm.

IV. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

A. Penyakit yang pernah dialami : klien tidak memiliki penyakit lain selain DM tipe II.

B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan : klien selama ini berobat ke RS Bayangkara dimedan.

C. Pernah dirawat/dioperasi : klien pernah sebelumnya dirawat di rumah sakit bayangkara karena operasi katarak mata.

D. Alergi : klien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan ataupun makanan

(44)

A. Orang tua : orang tua Tn. M sudah meninggal dan ibu Tn. M memiliki riwayat penyakit DM

B. Saudara kandung : Saudara kandung Tn. M tidak menderita penyakit DM

C. Penyakit keturunan yang ada : Penyakit keturunan yang dimiliki keluarga Tn. M adalah DM

D. Anggota keluarga yang meninggal : Tidak ada anggota keluarga inti yang meninggal

E. Genogram

Keterangan : : Perempuan

: Laki-laki

: Meninggal

: Tinggal serumah

VI. Riwayat/Keadaan Psikososial

A. Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia

B. Persepsi klien tentang penyakitnya : klien mengatakan bahwa penyakitnya sudah sewajarnya dengan usia klien yang sudah lanjut usia.

(45)

2. Ideal diri : Klien ingin cepat sembuh dan bisa berkumpul bersama keluarga.

3. Harga diri : Harga diri baik.

4. Peran diri : Klien sebagai suami dan ayah dari 5 orang anak 5. Personal identity : Klien sebagai tulang punggung keluarga

D. Keadaan emosi : Stabil, klien terbuka saat berbicara dengan perawat

E. Perhatian terhadap orang lain/lawan bicara : Klien tampak ramah dengan yang lain dan mudah berbagi dengan kondisinya

F. Hubungan dengan orang lain : Klien tampak ramah dengan pasien dan keluarga pasien yang berada dalam satu ruangan dengan klien

G. Hubungan dengan saudara : Klien memiliki hubungan yang baik dengan saudara-saudaranya

H. Kegemaran : Jalan-jalan dan menonton TV

I. Daya Adaptasi : Klien mampu beradaptasi dengan ruangan, pasien dan keluarga pasien yang lain

J. Mekanisme pertahanan diri : selalu berdoa dan berusaha untuk kesembuhan

VII. Pemeriksaan Fisik A. Keadaan Umum

Klien Compos Mentis, tampak lemah dan kesakitan B. Tanda-Tanda Vital

Suhu tubuh: 37 0 C, Nadi:88x/menit, TD :130/70 mmHg, RR: 20x /menit, TB:160 cm, BB: 76 kg

C. Pemeriksaan Kepala dan Leher 1. Kepala dan rambut

Kepala

a. Bentuk : bulat dan simetris b. Ubun-ubun : keras

(46)

Rambut

a. Penyebaran dan keadaan rambut : merata b. Bau : rambut tidak berbau

c. Warna rambut : hitam putih (beruban) Wajah

a. Warna kulit : kuning langsat b. Struktur wajah : oval

2. Mata

a. Kelengkapan dan kesimetrisan : mata kanan-kiri lengkap dan simetris

b. Palpebra : tidak ada peradangan pada palpebra

c. Konjungtiva dan sklera : baik, anemia (-), tidak ada perdarahan pada konjungtiva

d. Pupil : pupil isokor, respon cahaya (+)

e. Cornea dan iris : tidak ada peradangan, iris berwarnahitam, respon cahaya (+)

f. Visus : penglihatan kabur pada kedua mata

g. Tekanan bola mata : tidak ada nyeri saat diberi tekanan pada bola mata, tekanan bola mata sama antara mata kiri dan kanan

3. Hidung

a. Tulang hidung/posisi septum nasi : posisi septum nasi berada di medial

b. Lubang hidung : lubang hidung kanan-kiri simetris,sekret (-), peradangan (-), perdarahan (-)

c. Cuping hidung : tidak terlihat pernafasan cuping hidung 4. Telinga

a. Bentuk telinga : normal, simetris kanan-kiri b. Ukuran telinga : normal

c. Lubang telinga :serumen dalam batas normal, tidak ada peradangan, perdarahan (-)

(47)

5. Mulut dan faring

a. Keadaan bibir : mukosa bibir kering, pucat (+) b. Keadaan gigi dan gusi : gigi bersih, gusi berdarah (-)

c. Keadaan lidah :bersih, tidak ada lesi, berwarna merah jambu d. Orofaring : uvula berada di medial

6. Leher

a. Posisi trakea : berada di tengah

b. Thyroid : pembesaran kelenjar tiroid (-) c. Suara : suara jelas

d. Kelenjar limfe : pembesaran (-)

e. Vena jugularis : tidak ada peningkatan pada vena jugularis f. Denyut nadi karotis : teraba

D. Pemeriksaan Integumen

1. Kebersihan : klien tampak bersih 2. Kehangatan : akral hangat 37 0 C 3. Warna : warna kulit kuning langsat

4. Turgor : turgor kulit baik, CRT< 3”

5. Kelembaban : kulit klien kering

6. Kelainan pada kulit : terdapat ulkus diabetikum pada kaki kanan (pedis dextra)

E. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak

1. Ukuran dan bentuk payudara : normal, simetris kanan-kiri

2. Payudara dan areola : sesuai dengan warna kulit, tidak ada kelainan pada payudara dan putting.

F. Pemeriksaan Thoraks dan Dada 1. Inspeksi thoraks

a. Bentuk thoraks : normal b. Pernafasan

(48)

a. Palpasi getaran suara : fremitus taktil b. Perkusi : sonor

c. Auskultasi

 Suara nafas : vesikuler  Suara ucapan : jelas

 Suara tambahan : tidak ada suara tambahan pada paru 3. Pemeriksaan jantung

a. Inspeksi : tidak terlihat kardiomegali b. Palpasi

 Pulsasi : normal c. Auskultasi

 Bunyi jantung : COR S1 dan S2, gallop (+)  Frekuensi : 88x/menit

G. Pemeriksaan Abdomen 1. Inspeksi

a. Bentuk abdomen : soepel

b. Benjolan/ Massa : tidak ada benjolan c. Bayangan pembuluh darah : (-) 2. Auskultasi

a. Peristaltik usus : 13x/menit b. Suara tambahan : tidak ada 3. Palpasi

a. Tanda nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan pada abdomen b. Benjolan/massa : tidak teraba massa pada abdomen c. Hepar : tidak ada hepatomegali

4. Perkusi

a. Suara abdomen : timpani

b. Pemeriksaan ascites : tidak ada tanda ascites H. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya 1. Genitalia

(49)

2. Anus dan perineum

a. Lubang anus : lubang anus normal b. Kelainan pada anus : tidak ada c. Perineum : tidak ada kelainan

I. Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstermitas 1. Kesimetrisan otot : simetris kanan-kiri

2. Pemeriksaan edema : ada edema pada tungkai kanan 3. Kekuatan otot : kekuatan otot lemah, nilai skor = 3

4. Kelainan pada ektermitas dan kuku: terdapat tanda-tanda infeksi pada kaki kanan, terdapat ulkus pada kaki kanan

J. Pemeriksaan neurologi

1. Tingkat kesadaran : GCS= 15, E= 4 M= 6, V=5 2. Meningeal sign : tidak ada kaku kuduk

3. Status mental

a. Kondisi emosi/perasaan : stabil

b. Orientasi :orientasi waktu, tempat, orang baik c. Proses berpikir : tidak ada masalah

d. Motivasi (kemauan) : ingin cepat sembuh e. Persepsi : klien akan cepat sembuh

f. Bahasa : Bahasa Indonesia 4. Nervus cranialis

a. Nervus olfaktorius : tidak ada gangguan b. Nervus optikus : tidak ada gangguan

c. Nervus okulomotorius, nervus trakialis, nervus abdusen: reaksi pupil terhadap cahaya tidak baik

d. Nervus trigeminus : tidak ada gangguan e. Nervus fasialis : tidak ada gangguan

f. Nervus vestibulocochlearis : klien tidak dapat berdiri tegak g. Nervus glosofaringeus : tidak ada gangguan

(50)

5. Fungsi Motorik

a. Cara Berjalan : klien tidak dapat berjalan b. Romberg Test : klien tidak dapat berdiri tegak 6. Fungsi Sensori

a. Identifikasi sentuhan ringan : klien dapat merasakan sentuhan ringan

b. Test tajam-tumpul : klien masih merasakan tajam-tumpul VIII. Pola Kebiasaan

1. Pola tidur dan kebiasaan a. Waktu tidur : tidak menentu

b. Waktu bangun : tidak menentu

c. Masalah tidur : klien mengatakan sulit tidur dimalam hari selama dirumah sakit

d. Hal-hal yang mempermudah tidur : keadaan yang tenang

e. Hal-hal yang mempermudah bangun : lingkungan yang tidak nyaman

dan tidak tenang. 2. Pola eliminasi

a. BAB

Pola BAB : 1x sehari dengan konsistensi padat Penggunaan laksatif : tidak ada

Karakter feses : normal BAB terakhir : pagi

Riwayat perdarahan : tidak ada Diare : tidak ada

b. BAK

Pola BAK : 3-4x sehari Inkontinensia : tidak ada Karakter urin : kuning jernih Retensi : tidak ada

(51)

Riwayat penyakit ginjal : tidak ada Penggunaan diuretic : tidak ada Upaya mengatasi masalah : tidak ada 3. Pola makan dan minum

a. Gejala (subjektif) :

Diet : klien mengkonsumsi makanan dari rumah sakit dengan diet DM.

Jumlah makan per hari : 3 kali/hari Pola diet : makanan biasa

Kehilangan selera makan : klien mengatakan nafsu makan berkurang karena terasa pahit di lidah

Alergi/intoleransi makanan : tidak ada alergi makanan dan obat-obatan.

b. Tanda (Objektif):

Berat badan biasa : 65 kg tinggi badan : 170 cm

Bentuk tubuh : kurus

c. Waktu pemberian makan : pagi, siang , malam d. Jumlah dan jenis makanan : makanan biasa 1 porsi

e. Waktu pemberian cairan : klien minum kurang lebih 5-6 gelas/hari

f. Masalah makan dan minum : tidak ada Kesulitan mengunyah : tidak ada

Kesulitan menelan : tidak ada

Tidak dapat makan sendiri : klien makan dengan dibantu g. Upaya mengatasi masalah : tidak ada masalah

(52)

b. Pemeliharaan gigi dan mulut : 2x sehari

c. Pemeliharaan kuku : dipotong kuku apabila sudah panjang 5. Pola kegitan/aktivitas

(53)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Rujukan

(54)

Hb-A1c Ginjal Ureum Kreatinin Elektrolit Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (Cl)

Hemostasis PT + INR

Waktu Protombin  Kontrol

 Pasien INR APTT  Kontrol  Pasien

Waktu Trombin  Kontrol

 Pasien

11,20 mg/dl 0,60 mg/dl

133mEq/L 3,0mEq/L 101mEq/L

13,50 20,5 1,62

34,0 36,6

17,5 s 19,4 s

4,8-8,9 <71 0,70-1,20

(55)

3.2 Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS:

- Klien mengatakan kaki

kanan tidak bisa digerakkan DO:

- Klien tampak lemah

- TTV : TD : 130/70mmhg,

HR:88x/menit,

RR:20x/menit, T :37,0 0C

- ADL (activity daily living)

dibantu maksimal oleh keluarga dan perawat.

Diabetes Melitus

Kondisi luka pada kaki yang tidak

mengalami dengan ADL dibantu

(56)

Gangguan integritas kulit

3. DS:

- Klien mengeluhkan nyeri

seperti tertusuk-tusuk, frekuensi hilang timbul. DO:

- Terdapat ulkus diabetikum

pada pedis dextra

- Skala=4

- Wajah meringis - T : 37,0 0 C - HR: 88x/i

- TD:130/70mmHg

RR :20x/i

Defisiensi insulin

Penurunan pengambilan glukosa

Hiperglikemia

arterosklerotik

Macrovaskuler

Ekstremitas/tungkai

Luka diabetikum

Pengaktifan stimulus nyeri: serotonin

Gangguan rasa nyaman: Nyeri

(57)

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan diabetes mellitus, kondisi

luka pada kaki yang tidak mengalami penyembuhan, penurunan kekuatan otot ditandai dengan Tn. M mengeluh kaki kanan tidak bisa digerakkan, klien tampak lemah, TTV: TD: 130/70, HR: 88X/MEIT, RR: 20x/menit, T:

37,0 0C, ADL (activity daily living) dibantu maksimal oleh keluarga dan perawat.

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ulkus diabetikum ditandai dengan klien mengatakan bahwa luka pada kakinya disebabkan klien sering menggaruk kakinya karena kulit merah dan terasa gatal, terdapat

luka ulkus diabetik pada pedis dextra dengan luas luka 7 x 7 cm, eksudat tipe serosa dengan jumlah sedikit, jaringan nekrotik tipe eskar kering keras. 3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan ulkus diabetikum

ditandai dengan klien mengeluhkan nyeri seperti menusuk dan berdenyut pada pedis dextra yang menjalar hingga ke pangkal paha, terdapat ulkus

diabetikum pada pedis dextra, skala nyeri = 4, wajah meringis kesakitan, HR= 88 x/i, TD =130/70 mmHg, RR= 20 x/i, dan T= 37,00C.

(58)

Diagnosa keperawatan

Tujuan/Kriteria

Hasil Intervensi Rasional

Gangguan posisi setiap 2 jam sekali

1. Anjurkan untuk melakukan latihan rentang gerak sendi pada keluarga pasien tentang tujuan

melakukan gerakkan

latihan rentang gerak sendi (ROM)

1. Meningkatkan aliran darah ketubuh

2. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah

3. Memberikan informasi kepada keluarga akibat keadaan pasien yang mengalami kelemahan luka klien baik 2. luka pada kaki

klien tidak bertambah luas 3. tidak terjadi

dekubitus 2. Pertahankan

teknik dressing steril ketika melakukan perawatan luka. 3. Berikan posisi

terhindar dari tekanan

1. Pengkajian awal untuk melihat kondisi luka dan mengevalusi

keberhasilan intervensi

2. Teknik steril akan menghindarkan infeksi pada luka yang dapat memperlama penyem-buhan dan memperluas luka

(59)

4. Anjurkan klien

4. Putih telur banyak mengandung kadar albumin yang dapat memperbaiki jaringan tubuh.

5. Pemberian lotion akan mengurangi kekeringan kulit yang dapat

menimbulkan rasa gatal dan jika digaruk dapat terbentuknya luka baru 3. Gangguan

1. Kaji skala nyeri yang dirasakan dan tenang pada klien, ciptakan suasana yang mendukung klien untuk rileks

3. Ajarkan klien manajemen 4. Kolaborasi dalam

pemberian medikasi pada klien yaitu analgetik

1. Membantu untuk menetapkan intervensi yang tepat untuk dilakukan kepada klien

2. Lingkugan yang nyaman akan meningkatkan ketenangan pada klien sehingga mengurangi nyeri

3. Meningkatkan hormon endorfin pada klien sehingga klien merasa rileks dan nyeri berkurang

(60)

3.5. Implementasi dan Evaluasi Catatan perkembangan Tn. M

No. Diagnosa Implementasi Evaluasi

1. Tanggal 4 Agustus 2015

1. Melakukan anamnesa pada pasien Tn. M

2. Melakukan pengkajian umum tentang kekuatan otot 3. Melakukan vital sign

sebelum dan sesudah dilakukan latihan rentang gerak sendi

4. Melakukan latihan rentang gerak sendi pasif

S:

 klien mengatakan kaki sebelah kanan tidak bisa digerakkan karena kaki kanannya tiba-tiba membengkak dan berisi cairan nanah.

O:

 kesadaran composmentis, pasien tampak lemah.  TTV: TD: 130/90, HR:

92x/I, RR:24x/menit, T: 37,50C, hasil pengkajian kekuatan otot dengan menggunakan goniometri dorsofleksi : 240,

plantarfleksi : 500.

A: Gangguan mobilitas fisik belum teratasi.

P: Intervensi dilanjutkan

 Melakukan latihan rentang gerak sendi pasif dan mengubah posisi pasien. Tanggal 5 Agustus 2015

1. Melakukan pengkajian kekuatan otot

2. Melakukan vital sign sebelum dan sesudah dilakukan terapi latihan rentang gerak sendi

3. Melakukan latihan rentang gerak sendi pasif

4. Memberi penkes pada

keluarga dan pasien tentang manfaat latihan rentang gerak sendi

S:

 klien mengatakan kaki sebelah kanan sudah mulai bisa digerakkan dengan dibantu keluarga. O:

(61)

 TTV: TD: 130/70, HR: 90x/I, RR:22x/menit, T:370C, hasil pengkajian kekuatan otot dengan menggunakan goniometri gerakan dorsofleksi : 260 , plantarfleksi : 500

A: Masalah teratasi sebagian terlihat dari pasien mau berusaha mengangkat kaki kanannya.

P: Intervensi dilanjutkan

 Melakukan latihan rentang gerak sendi pasif dan memberikan penkes pada keluarga dan pasien. Tanggal 7 Agustus 2015

1. Melakukan pengkajian kekuatan otot

2. Melakukan pengkajian sebelum dan sesudah dilakukan terapi latihan rentang gerak sendi

3. Melakukan latihan rentang gerak sendi pasif

S:

 klien mengatakan kaki sebelah kanan sudah bisa digerakkan tetapi masih dibantu oleh keluarga. O:

 Kesadaran composmentis, pasien terlihat sudah tidak lemas, pasien dan keluarga sangat kooperatif.

 TTV: TD: 130/70, HR: 88x/I, RR: 22x/menit, T:37,00C, hasil pengkajian kekuatan otot dengan menggunakan goniometri gerakan dorsofleksi : 280 , plantarfleksi : 520

A: Masalah teratasi sebagian dilihat dari kekuatan otot kaki meningkat 15.

P: Intervensi dilanjutkan

(62)

gerak sendi pasif. Tanggal 8 Agustus 2015

1. Melakukan pengkajian kekauatan otot

2. Melakukan vital sign sebelum dan susudah dilakukan latihan rentang gerak sendi

3. Melakukan latihan rentang gerak sendi

S:

 klien mengatakan kaki sebelah kanan sudah bisa digerakkan tetapi masih dibantu keluarga. O:

 kesadaran composmentis, pasien terlihat sudah tidak lemas, pasien dan keluarga sangat kooperatif.

 TTV: TD: 130/70, HR: 88x/I, RR: 20x/I, T: 37,00C, hasil pengkajian dengan kekuatan otot dengan menggunakan goniometri gerakan dorsofleksi : 280 , plantarfleksi : 550

A: Masalah teratasi sebagian terlihat dari kekuatan otot kaki 15 dan keluarga juga sudah mampu melakukan gerakan latihan rentang gerak sendi. P: Intervensi dilanjutkan

 Memberikan penkes kepada keluarga dan pasien.

2. Tanggal 4 Agustus 2015

1. Melakukan latihan rentang gerak sendi pasif

2. Memberikan posisi kaki terhindar dari tekanan 3. Menganjurkan klien untuk

mengkonsumsi 3 butir putih telur/hari

4. Menganjurkan keluarga untuk menjaga kebrsihan kulit dan kelembapan kulit pasien dengan

menggunakan lotion

S:

 Klien mengatakan luka di kaki kanan (pedis dextra) nyeri seperti ditusuk dan berdenyut dan kulit disekitarnya terasa kering dan gatal.

O:

 Luas luka pada pedis dextra 7x7 cm

(63)

(pelembap). terdapat jaringan nekrotik.  Terdapat pus (eksudat tipe

serosa) dipinggiran luka nekrotik.

 Luka ditutup dengan wound dress (kassa lembap). A: Masalah teratasi sebagian, hal

ini disebabkan luka diabetikum pada bagian nektrotik belum dilakukan tindakan debridement sehingga pertumbuhan jaringan baru tidak maksimal.

P: Intervensi dilanjutkan

 Pantau keadaan umum klien  Anjurkan klien untuk

mengkonsumsi banyak putih telur

 Anjurkan menjaga kelembapan kulit dengan penggunaan lotion.  Lakukan perawtan luka

lembap. Tanggal 5 Agustus 2015

1. Melakukan latihan rentang gerak sendi pasif dan mengajarkan kepada keluarga untuk dapat melakukannya secara mandiri.

2. Memberikan posisi kaki terhindar dari tekanan. 3. Menganjurkan klien untuk

mengkonsumsi 3 butir telur/hari.

4. Menganjurkan keluarga untuk menjaga kebersihan kulit dan kelembapan kulit pasiendengan menggunakan lotion (pelembap).

S:

 Keluargapasien mengatakan sudah mengetahui langkah-langkah latihan rentang gerak sendi yang diajarkan perawat dan akan

membantu ayahnya melakukan disaat perawat tidak ada.

 Pasien mengatakan kaki terasa lebih ringan, nyaman dan mudah digerakkan setelah dilakukan latihan rentang gerak sendi. O:

(64)

 Luas luka pada pedis dextra 7x7 cm.

 Kulit daerah sekitar kering.  Dasar luka kuning dan

terdapat jaringan nekrotik.  Luka ditutup dengan wound

dress (kassa lembap).  Anak pasien memberikan

lotion untuk menghindari kulit pasien bertambah kering.

A: Masalah teratasi sebagian, hal ini disebabkan luka diabetikum pada bagian nekrotik belum dilakukan tindakan debridement, namun dengan tindakan latihan rentang gerak sendi yang dilakukan pasien merasa kakinya terasa lebih ringan dan tidak kaku.

P: Intervensi dilanjutkan

 Pantau keadaan umum klien  Anjurkan klien untuk

mengkonsumsi banyak makan putih telur.  Anjurkan klien

Menggunakan alas kaki yang lembut saat beraktivitas diluar rumah. Tanggal 7 Agustus 2015

1. Melakukan latihan rentang gerak sendi pasif.

2. Memberikan posisi kaki terhindar dari tekanan. 3. Memotivasi klien untuk

mengkonsumsi 3 butir putih telur/hari.

4. Menganjurkan keluarga untuk menjaga kulit dan kelembapan kulit pasien dengan menggunakan lotion (pelembap).

S:

 Klien mengatakan luka diabetikumnya nyeri tetapi nyerinya jauh lebih ringan dari pada sebelumnya. O:

 Pus sudah berkurang namun luka nekrotik masih ada.  Luka ditutup dengan wound

dress (kassa lembap).  Kulit kering dan merah

Gambar

Tabel 2.1 Klasfikasi Diabetes Mellitus menurut Bruneer & suddarth (2002)
Gambar 2. Inversi dan Eversi Kaki

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan pendapat para ahli, disimpulkan bahwa Prinsip pembelajaran adalah landasan berpikir, landasan berpijak, dan sumber motivasi agar proses belajar dan mengajar dapat

Sehingga pada saat mengkayuh sepeda statis maka roda sepeda akan bergerak atau berputar, perputaran roda tersebut dihubungkan dengan rotor generator magnet permanen sehingga

PROGRAM PEMANTAPAN PRESTASI TINGKATAN 5 SPM

Iklan yang seringkali dimasukkan dalam ranah non- seni yang merupakan acara televisi menampilkan seni olah peran yang kompleks yang sebenarnya mampu menjadi metode

Kesimpulan penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara proses pelaksanaan informed consent tindakan pertolongan persalinan dengan tingkat kecemasan ibu inpartu kala I

Bingung?Maksudnya begini.ketika kita (manusia) membaca artikel, kita tahu jelas bedanya antara yang bagus dan jelek.Artikel yang bagus biasanya dibaca dalam waktu lama,

Puncak keemasan Nanggroe Aceh Darussalam tersebut tidak dapat dilepaskan dari pemberlakuan Syariat Islam secara k É ffah sebagai pedoman hidup rakyat Nanggroe