PERUBAHAN KECEMBUNGAN JARINGAN LUNAK
WAJAH PADA MALOKLUSI SKELETAL KLAS II DAN
KLAS III SEBELUM DAN SESUDAH PERAWATAN
PADA PASIEN DI KLINIK PPDGS
ORTODONTI RSGMP FKG USU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
Ahmad Tommy Tantowi
NIM: 100600153
Pembimbing: Erliera, drg, Sp. Ort
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonti
Tahun 2015
Ahmad Tommy Tantowi
Perubahan kecembungan jaringan lunak wajah pada maloklusi skeletal Klas II dan
Klas III sebelum dan sesudah perawatan pada pasien di klinik PPDGS Ortodonti
RSGMP FKG USU.
ix + 37 halaman
Keberhasilan perawatan ortodonti modern sering kali dikaitkan dengan adanya
perbaikan penampilan wajah termasuk profil jaringan lunak. Analisis profil jaringan
lunak kebanyakan mengukur tentang perubahan profil yaitu hidung, bibir, dan dagu.
Jaringan lunak hidung, bibir, dan dagu merupakan faktor penting dalam menentukan
estetik wajah. Relasi antara hidung, bibir dan dagu tersebut sangat berpengaruh
terhadap profil wajah. Analisis Holdaway lebih berani, terperinci, jelas dan luas
pembahasannya tentang profil jaringan lunak.
Penelitian ini menggunakan 40 sampel sefalometri lateral pasien maloklusi skeletal
Klas II dan Klas III di klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU yang terdiri dari
34 orang perempuan dan 6 orang laki-laki. Masing-masing sefalogram kemudian
diukur nilai sudut H dengan analisis Holdaway. Uji-t berpasangan dilakukan untuk
melihat ada atau tidak adanya perubahan kecembungan profil wajah jaringan lunak
sebelum dan sesudah perawatan.
Hasil penelitian menunjukkan rerata sudut H pada pasien maloklusi skeletal Klas II
sebelum perawatan adalah 23,47°, sedangkan setelah perawatan adalah 23,40°. Pada
pasien maloklusi skeletal Klas III rerata nilai sudut H sebelum perawatan adalah
13,85°, sedangkan setelah perawatan adalah 15,10°. Hasil uji-t berpasangan
skeletal Klas III dengan nilai p 0,011 (p<0,05). Pada pasien maloklusi skeletal Klas II
tidak dijumpai perubahan nilai sudut H yang signifikan dengan nilai p 0,905
(p>0,05).
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Laporan hasil penelitian ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji
Medan, 25 Mei 2015
Pembimbing: Tanda Tangan
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal Mei 2015
TIM PENGUJI
KETUA : Erliera, drg, Sp.Ort
ANGGOTA : 1. Muslim Yusuf, drg, Sp.Ort (K)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam karena atas berkat dan anugerahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Ucapan teristimewa penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta Letkol CKM,H. Susanto, drg., M.Kes., dan Hj. Yumna Sari Siregar, drg., M.kes., atas doa, nasihat dan dukungan yang terus menerus sehingga skripsi ini dapat selesai. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, saran, bantuan, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati serta penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort(K), selaku ketua Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Erliera, drg., Sp.Ort, selaku pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, pikiran, motivasi dan saran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini selesai dengan baik.
4. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort (K), selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik maupun saran dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ervina, drg., Sp.Ort, juga selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik maupun saran dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort, selaku koordinator skripsi Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
7. Lisna Yunita Rasyid, drg., M.Kes, selaku pembimbing akademis yang telah membimbing penulis selama pendidikan akademik.
9. Teman-teman terbaik yaitu Stefani Hutagalung, Adli Auzan Rimang, Nandra Irafani, Azrai Sirait, Afla Triana, Vicky Amalia, Martini Amalia, Danil Ibrahim Lubis, Ayu Delrizal, Brian M Winato, Khairullah, Fany Wulandari, Fajri Akbar yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ortodonsia FKG USU khususnya Muslim Ridho Ansyari Tambunan yang telah saling membantu dan memberikan semangat. Serta teman-teman, junior dan senior yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
DAFTAR ISI
2.1.4 Radiografi Sefalometri………. 9
2.1.4.1 Titik-Titik Sefalometri Pada Jaringan Lunak………... 9
2.1.4.2 Analisis Skeletal………... 11
2.1.4.3 Analisis Gigi………... 13
2.1.4.4 Analisis Jaringan Lunak………... 15
2.2 Macam-Macam Perawatan Maloklusi………... 17
2.2.1 Perawatan Maloklusi Skeletal Klas I………... 18
2.2.2 Perawatan Maloklusi Skeletal Klas II... 18
2.3 Kerangka Teori... 22
2.4 Kerangka Konsep... 23
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………... 24
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian………... 24
3.3 Populasi Penelitian... 24
3.4 Sampel Penelitian... 24
3.4.1 Kriteria Inklusi... 25
3.4.2 Kriteria Eksklusi... 25
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Fotometri Frontal dan Lateral... 6
2. Model studi untuk analisis model... 6
3. Titik-titik profil jaringan lunak pada Sefalometri... 10
4. Sudut SNA... 11
5. Sudut SNB... 11
6. Sudut ANB... 12
7. Perpotongan insisivus maksila dengan garis NA... 13
8. Perpotongan sumbu insisivus mandibula dengan garis NB... 14
9. Garis S... 15
10. Analisis profil wajah oleh Ricketts... 16
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rata-rata nilai sudut H sebelum dan sesudah perawatan pada pasien
PPDGS Ortodonti FKG USU... 28
2. Nilai rata-rata Perubahan sudut H pada pasien skeletal Klas II dan Klas III sebelum dan sesudah perawatan ortodonti di klinik
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Analisis data
2. Hasil Analisis data secara komputerisasi
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonti
Tahun 2015
Ahmad Tommy Tantowi
Perubahan kecembungan jaringan lunak wajah pada maloklusi skeletal Klas II dan
Klas III sebelum dan sesudah perawatan pada pasien di klinik PPDGS Ortodonti
RSGMP FKG USU.
ix + 37 halaman
Keberhasilan perawatan ortodonti modern sering kali dikaitkan dengan adanya
perbaikan penampilan wajah termasuk profil jaringan lunak. Analisis profil jaringan
lunak kebanyakan mengukur tentang perubahan profil yaitu hidung, bibir, dan dagu.
Jaringan lunak hidung, bibir, dan dagu merupakan faktor penting dalam menentukan
estetik wajah. Relasi antara hidung, bibir dan dagu tersebut sangat berpengaruh
terhadap profil wajah. Analisis Holdaway lebih berani, terperinci, jelas dan luas
pembahasannya tentang profil jaringan lunak.
Penelitian ini menggunakan 40 sampel sefalometri lateral pasien maloklusi skeletal
Klas II dan Klas III di klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU yang terdiri dari
34 orang perempuan dan 6 orang laki-laki. Masing-masing sefalogram kemudian
diukur nilai sudut H dengan analisis Holdaway. Uji-t berpasangan dilakukan untuk
melihat ada atau tidak adanya perubahan kecembungan profil wajah jaringan lunak
sebelum dan sesudah perawatan.
Hasil penelitian menunjukkan rerata sudut H pada pasien maloklusi skeletal Klas II
sebelum perawatan adalah 23,47°, sedangkan setelah perawatan adalah 23,40°. Pada
pasien maloklusi skeletal Klas III rerata nilai sudut H sebelum perawatan adalah
13,85°, sedangkan setelah perawatan adalah 15,10°. Hasil uji-t berpasangan
skeletal Klas III dengan nilai p 0,011 (p<0,05). Pada pasien maloklusi skeletal Klas II
tidak dijumpai perubahan nilai sudut H yang signifikan dengan nilai p 0,905
(p>0,05).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu tujuan dari perawatan ortodonti modern adalah untuk mendapatkan
keseimbangan antara hubungan oklusi yang fungsional, estetik wajah yang baik dan
stabilitas hasil perawatan (cit. Proffit 2000).1 Keberhasilan perawatan ortodontik
modern sering kali dikaitkan dengan adanya perbaikan penampilan wajah termasuk
profil jaringan lunak (cit. Park dan Burstone 1986). Menurut Harkati, wajah dengan
estetik yang baik adalah wajah yang mempunyai keseimbangan dan keserasian
bentuk, hubungan, serta proporsi komponen wajah yang baik.1
Analisis kecembungan jaringan lunak wajah kebanyakan mengukur tentang
perubahan profil serta variasi komponen profil yaitu hidung, bibir, dan dagu. Jaringan
lunak hidung, bibir, dan dagu merupakan faktor penting dalam menentukan
keindahan wajah dan relasi antara hidung, bibir, dan dagu tersebut sangat
berpengaruh terhadap profil wajah (cit. Spradley dkk., 1981). Ketebalan dan strain
jaringan lunak yang menutupi jaringan tulang berbeda untuk setiap bagian wajah
masing-masing individu sehingga hal tersebut akan mempengaruhi profil wajah
seseorang (cit. Burstone 1958; Hambleton 1964). Analisis wajah dapat dilakukan
dengan beberapa metode yaitu dengan metode langsung pada jaringan lunak,
sefalometri radiografik, dan fotometri (cit. Graber dan Swain 1985).1 Analisis
sefalometri meliputi analisis gigi geligi, skeletal dan jaringan lunak. Analisis
sefalometri sering digunakan oleh dokter gigi khususnya dalam bidang ortodonti
untuk mengetahui pertumbuhan skeletal, diagnosis sefalometri, rencana perawatan,
hasil perawatan dan stabilitas hasil perawatan.2,3Ada banyak analisis sefalometri yang
dikenal di kedokteran gigi. Yaitu analisis Down, analisis Steiner, analisis Holdaway,
Pada analisis Holdaway, garis H digunakan untuk analisis keseimbangan dan
kerhamonisan profil jaringan lunak. Garis H ini diperoleh dengan menarik garis dari
titik Pogonion kulit (Pog') ke Labrale superior (Ls). Holdaway melakukan 11 analisis
pengukuran untuk memperoleh profil jaringan lunak yang seimbang dan harmonis.
Untuk mengukur kecembungan jaringan lunak wajah, menggunakan metode
pengukuran sudut H atau sudut fasial.4
Penampilan wajah secara keseluruhan dapat dipengaruhi oleh kondisi skeletal
dan susunan gigi geligi, sebab susunan gigi geligi dan hubungan rahang dapat
mempengaruhi kedudukan bibir dan otot-otot sekitar mulut.3,5 Kondisi oklusi dari
gigi geligi yang tidak normal disebut maloklusi. Maloklusi adalah penyimpangan dari
oklusi ideal yang dianggap tidak memuaskan secara estetis, sehingga menunjukkan
suatu keadaan yang menyimpang dari ukuran dan posisi relatif gigi, tulang wajah,
serta jaringan lunak.6
Maloklusi skeletal adalah penyimpangan hubungan rahang atas dan rahang
bawah terhadap kranium yang disebabkan oleh disproporsi ukuran, bentuk atau posisi
rahang. Klasifikasi maloklusi skeletal dibagi 3 Klas yaitu, skeletal Klas I adalah relasi
rahang atas dan rahang bawah terhadap kranium normal, skeletal Klas II adalah relasi
rahang atas terhadap kranium lebih ke anterior dari rahang bawah, skeletal Klas III
adalah relasi rahang bawah terhadap kranium lebih ke anterior dari rahang atas (cit.
Moyers 1988).6 Nilai rata-rata untuk SNA adalah 82°± 2°, apabila lebih besar dari 84°
disebut profil wajah cembung (protrusif) dan bila nilai SNA lebih kecil dari 80°
disebut profil wajah cekung (retrusif). Sudut ANB memberikan gambaran umum
tentang perbedaan anteroposterior dari rahang ke apikal basis mandibula. Rata-rata
sudut ANB ini adalah 2°, apabila nilai ANB lebih besar dari 2° maka disebut skeletal
Klas II dan apabila lebih kecil dari 2° disebut skeletal Klas III.7,8
Maloklusi skeletal Klas II dapat disebabkan karena hubungan maksila
terhadap kranium prognati dan mandibula normal, hubungan maksila terhadap
kranium normal dan mandibula retrognati, serta kombinasi keduanya yaitu hubungan
maksila terhadap kranium prognati dan hubungan mandibula terhadap kranium
yang lebih dominan dan hubungan mandibula terhadap kranium prognati dan maksila
normal.6
Penyebab maloklusi skeletal Klas II dan Klas III berbeda-beda, maka
perawatannya juga berbeda-beda tergantung faktor penyebabnya. Salah satu
perawatan maloklusi skeletal Klas II adalah dengan pesawat ortodonti cekat.
Perawatan ortodonti terkadang memerlukan pencabutan gigi untuk merawat susunan
gigi yang tidak teratur. Pada perawatan ortodonti ada dua alasan untuk mencabut gigi,
pertama untuk mendapatkan ruangan guna penyusunan gigi pada kasus gigi berjejal
dengan derajat berat, kedua untuk menggerakkan gigi pada kasus protrusi yang
memerlukan retraksi.Ekstraksi menjadi indikasi perawatan pada profil wajah yang
cembung oleh karena tindakan ekstraksi dapat mengurangi kecembungan skeletal
wajah dan jaringan lunak.9 Sedangkan untuk perawatan untuk maloklusi skeletal
Klas III umum nya dengan cara memprotraksi maksila menggunakan reverse
headgear, pencabutan gigi premolar mandibula atau dengan bedah orthognati.10,11
Penelitian Kilic N dkk., yang membandingkan perubahan kecembungan
jaringan lunak wajah pada pasien Klas III sebelum dan sesudah perawatan dengan
terapi protraksi maksila. Sampel penelitian tersebut adalah 24 wanita dengan kelainan
maloklusi Klas III. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jaringan lunak yang
menutupi maksila mengalami gerakan ke anterior yang signifikan dengan nilai p
0,001 (p<0,05), mandibula serta jaringan lunak yang menutupi mengalami rotasi ke
belakang dan kemunduran yang berarti kecekungan jaringan lunak wajah pada subjek
tersebut terkoreksi.12 Berbagai penelitian tentang perawatan ortodonti pada Maloklusi
Skeletal Klas II dan Klas III diketahui dapat mempengaruhi perubahan profil jaringan
lunak. Tujuan dari perawatan yang baik bisa tercapai apabila diagnosis dan analisis
jaringan lunak tepat sehingga dapat menambah estetika wajah.
Berdasarkan penjelasan di atas penulis ingin melakukan penelitian tentang
perubahan kecembungan jaringan lunak wajah pada pasien maloklusi skeletal Klas II
dan Klas III sebelum dan sesudah perawatan pada pasien PPDGS Ortodonti RSGMP
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah ada perubahan nilai kecembungan jaringan lunak wajah pada
maloklusi skeletal Klas II dan Klas III sebelum dan sesudah perawatan pada pasien di
klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU.
2. Berapakah rerata nilai kecembungan jaringan lunak wajah pada maloklusi
skeletal Klas II dan Klas III sebelum dan sesudah perawatan pada pasien di klinik
PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perubahan nilai kecembungan jaringan lunak wajah pada
maloklusi skeletal Klas II dan Klas III sebelum dan sesudah perawatan ortodonti.
2. Untuk mengetahui rerata nilai kecembungan jaringan lunak wajah pada
maloklusi skeletal Klas II dan Klas III sebelum dan sesudah perawatan.
1.4 Hipotesis Penelitian
Ada perubahan kecembungan jaringan lunak wajah pada maloklusi skeletal
Klas II dan Klas III sebelum dan sesudah perawatan pada pasien di klinik PPDGS
Ortodonti RSGMP FKG USU.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi perubahan
kecembungan jaringan lunak wajah pada pasien maloklusi skeletal Klas II dan Klas
III sebelum dan sesudah perawatan di klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU.
2. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menjadi dasar penelitian lebih
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diagnosis Ortodonti
Analisis wajah dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu dengan metode
langsung pada jaringan lunak, metode langsung pada model gigi, sefalometri
radiografik, dan fotometri. Downs menyatakan bahwa analisis profil muka dengan
metode sefalometri radiografi pada umumnya dilakukan dengan menggunakan
bantuan garis dan bidang referensi intrakranial yang sangat bervariasi, seperti Sela
Tursika-Nasion (SN) dan bidang Frankfurt Horizontal (cit. Bass, 2003). Analisis
menurut Ricketts yaitu evaluasi posisi bibir atas dan bawah terhadap garis estetik
(E line).13 Analisis menurut Steiner yaitu evaluasi posisi bibir atas dan bawah
terhadap S line, sedangkan analisis holdaway mempergunakan garis Harmoni
(garis H) yang ditarik dari titik Pog’ ke titik Labrale Superior (Ls).4
2.1.1 Analisis Fotometri
Analisis fotometri digunakan untuk mengevaluasi konfigurasi wajah, dan
untuk mengevaluasinya diperlukan pedoman bentuk wajah dan profil wajah yang
serasi. Fotometri dapat dilakukan dengan cara pemotretan wajah dari arah frontal
maupun lateral.13,14 Hasil pemotretan wajah dari depan akan didapat gambaran bentuk
wajah, proporsi serta simetri wajah. Sedangkan dari samping akan didapatkan profil
wajah. Dengan fotografi ini dapat diukur proporsi bagian-bagian wajah, sudut-sudut
yang menghubungkan bagian-bagian tersebut, proporsi tinggi dan lebar wajah serta
simetri wajah. Pada foto wajah ini diperlukan tiga ini diperlukan tiga pandangan
yaitu, seluruh wajah dengan bibir rileks, seluruh wajah dengan tersenyum dan profil
Gambar 1. Fotometri Frontal dan Lateral.15
2.1.2 Analisis Model
Analisis model studi adalah penilaian tiga dimensi terhadap gigi geligi pada
rahang atas maupun rahang bawah, serta penilaian terhadap hubungan oklusalnya.
Kedudukan gigi pada rahang maupun hubungannya dengan gigi geligi pada rahang
antagonisnya dinilai dalam arah sagital, transversal, dan vertikal.16
Gambar 2. Model studi untuk analisis model studi harus meliputi seluruh anatomi yang penting, termasuk ketinggian vestibulum yang semaksimal mungkin. A. Tampak depan, B. Tampak kiri, C. Tampak kanan.13
Dalam menegakkan diagnosis ortodonti, model studi harus dipersiapkan
dengan baik dan hasil cetakan harus akurat. Hasil cetakan tidak hanya meliputi
sedalam mungkin yang dapat diperoleh dengan cara menambah ketinggian tepi
sendok cetak hingga dapat mendorong jaringan lunak di daerah tersebut semaksimal
mungkin, sehingga inklinasi mahkota dan akar terlihat (Gambar 2).13 Rencana
perawatan yang lengkap dan akurat akan menetukan keberhasilan pereawatan. Selain
menggunakan model studi, analisis juga menggunakan alat bantu lain, seperti alat
bantu ukur, gambaran radiografis dan tabel perkiraan. Analisis dapat dilakukan secara
manual maupun menggunakan sistem komputerisasi, dengan kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Ada berbagai analisis yang dapat digunakan, namun
analisis mana yang akan dipilih sangat bergantung pada kasus. Macam-macam
analisis pada geligi tetap antara lain untuk melihat hubungan geligi atas dan bawah,
kesimetrisan lengkung gigi dalam arah sagital dan transversal, dan analisis untuk
melihat perbedaan ukuran antara lengkung gigi dengan rahang antara lain analisis
Nance, Lundstrom, Bolton, Howes, Pont, dan diagnostic setup. Analisis untuk geligi
campuran antara lain analisis gambaran radiografis, Moyers, dan Tanaka-Johnston.6
Model studi sebagai salah satu komponen penting dalam perawatan ortodonti
dibuat dengan beberapa tujuan dan kegunaan, yaitu sebagai titik awal dimulainya
perawatan, untuk kepentingan presentasi, dan sebagai data tambahan untuk
mendukung hasil pemeriksaan klinis. Para praktisi menggunakan model studi bukan
hanya untuk merekam keadaan geligi dan mulut pasien sebelum perawatan tetapi juga
untuk menentukan adanya perbedaan ukuran, bentuk, dan kedudukan gigi geligi pada
masing-masing rahang serta hubungan antar gigi geligi rahang atas dengan rahang
bawah. Data yang lengkap mengenai keadaan tersebut lebih memungkinkan jika
dilakukan analisis pada model studi.6
Keakuratan analisis bergantung pada hasil cetakan model studi, alat-alat bantu
yang digunakan saat pengukuran, penguasaan teknik analisis, dan pemilihan teknik
analisis yang tepat untuk setiap kasus. Beberapa hasil analisis dapat dibuat dan
digunakan secara bersamaan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rencana
perawatan.6,16
Analisis model studi secara umum dilakukan dalam tiga dimensi yaitu dalam
arah sagital, transversal, dan vertikal. Penilaian dalam arah sagital antara lain meliputi
Klas II, atau Klas III Angle, ukuran overjet, prognati atau retrognati maksila maupun
mandibula, dan crossbite anterior. Penilaian dalam arah transversal antara lain
meliputi pergeseran garis median, asimetri wajah, asimetri lengkung gigi, dan
crossbite posterior. Penilaian dalam arah vertikal antara lain meliputi ukuran overbite,
deepbite, openbite anterior maupun posterior, dan ketinggian palatum.17
2.1.3 Radiografi Panoramik
Gambaran panoramik adalah teknik untuk menghasilkan gambar tomografi
tunggal struktural wajah, yang meliputi kedua lengkung gigi rahang atas dan rahang
bawah serta struktur pendukungnya. Salah satu kelebihan panoramik adalah dosis
radiasi yang relatif kecil dimana dosis radiasi yang diterima pasien untuk satu kali
foto panoramik hampir sama dengan dosis empat kali foto intra oral.18 Gambar
panoramik secara klinis berguna untuk pasien yang memerlukan gambaran dengan
cakupan yang luas dari rahang, seperti evaluasi trauma, dan kelainan tulang,
mengetahui atau mendeteksi lesi besar, lokasi molar ketiga, evaluasi kehilangan gigi,
perkembangan gigi dan status erupsi, gigi radiks dan ujung akar pada pasien
edentulous, sinus maksilaris dan sendi temporomandibular.19
2.1.4 Radiografi Sefalometri
Ukuran standar deskriptif kepala manusia, dapat di tentukan dengan cara
mengukur berbagai bagian serta mencatat posisi dan bentuk dari struktur kranial dan
wajah. Metode pengukuran deskriptif itu dikenal dengan sefalometri. Sefalometri
lebih banyak digunakan untuk mempelajari tumbuh kembang kompleks kraniofasial
kemudian berkembang sebagai sarana yang sangat berguna untuk mengevaluasi
keadaan klinis misalnya membantu menentukan diagnosis, merencanakan perawatan,
menilai hasil perawatan dalam bidang ortodonti.20
Menganalisis sebuah sefalogram tidak langsung pada metode konvensional,
hal ini dilakukan pada sefalogram tersebut dengan dilakukan tracing terlebih dahulu.
Analisis dilakukan dengan menentukan kontur skeletal dan jaringan lunak wajah
selanjutnya menentukan titik-titik (anatomical landmark) yang diperlukan untuk garis
berpotongan akan menghasilkan sudut.2,21 Besar sudut dipelajari untuk menentukan
struktur anatomi tertentu dalam keadaan normal atau tidak normal contohnya gigi dan
rahang. Pengukuran dilakukan pada hasil penapakan tersebut, kemudian dilakukan
analisis sehingga menghasilkan ukuran-ukuran kraniofasial berupa ukuran linear atau
angular.7
2.1.4.1 Titik-Titik Sefalometri Pada Jaringan Lunak
Dari sefalogram lateral dapat dilakukan analisis jaringan keras dan lunak.
Penggunaan titik-titik jaringan lunak pada sefalometri (Gambar 3) sebagai
berikut: 4,20
a. Nasion kulit (N') : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung
b. Pronasale ( P / Pr ) : titik paling anterior dari hidung.
c. Subnasale (Sn) : titik septum nasal berbatasan dengan bibir atas.
d. Labrale superior (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas.
e. Sulcus Labial Superior (Sls) : titik tercekung di antara Sn dan Ls.
f. Stomion superior( Stms) : titik paling bawah dari vermillion bibir atas. g. Stomion inferior( Stmi) : titik paling atas dari vermillion bibir bawah. h. Labrale Inferior (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah.
i. Inferior Labial Sulcus (Ils) : titik paling cekung di antara Li dan Pogonion.
j. Pogonion kulit (Pog') : titik paling anterior pada jaringan lunak dagu.
Gambar 3. Gambaran Sefalometri Lateral.Titik-titik yang digunakan pada profil jaringan lunak.20
2.1.4.2 Analisis Skeletal
Para antropologi menggunakan garis horizontal Frankfurt untuk
menghubungkan struktur kraniofasial ketika mempelajari skeletal wajah. Namun
pada sefalomteri lateral, titik porion dan orbital tidak mudah untuk diidentifikasi.
Oleh karena itu Steiner menggunakan dasar tengkorak anterior (Sella ke Nasion)
sebagai garis referensi, dimana nantinya akan dikaitkan dengan titik A atau titik
B. Keuntungan dengan menggunakan garis ini adalah garis ini hanya bergerak
dalam jumlah minimal setiap kali profil skeletal akan menyimpang dari posisi
Gambar 4. Sudut SNA (a) Ideal (b) Protusif (c) Retrusif.7
Gambar 5. Sudut SNB (a) Ideal (b) Protrusif (c) Retrusif.7
Titik A dan titik B dianggap sebagai batas anterior dan basis apikal rahang
sudut SNA dan SNB (Gambar 4 dan 5). Nilai rata-rata untuk SNA adalah 82°± 2°,
apabila lebih besar dari 84° disebut profil wajah cembung (protrusif) dan bila nilai
SNA lebih kecil dari 80° disebut profil wajah cekung (retrusif). Begitu pula untuk
penilaian SNB, Nilai rata-rata untuk penilaian SNB adalah 80°± 2°, apabila lebih
besar daripada 82° disebut profil wajah cembung (protrusif) dan bila nilai SNA lebih
kecil dari 78° disebut profil wajah cekung (retrusif). Steiner tidak hanya
memperhatikan nilai SNA dan SNB, karena nilai tersebut hanya menunjukkan apakah
wajah mengalami protrusif dan retrusif, tetapi Steiner juga memperhatikan perbedaan
sudut antara SNA dan SNB atau sudut ANB (Gambar 6). Sudut ANB memberikan
gambaran umum tentang perbedaan anteroposterior dari rahang ke apikal basis
mandibula. Rata-rata sudut ANB ini adalah 2°, apabila nilai ANB lebih besar dari 2°
maka disebut skeletal Klas II dan apabila lebih kecil dari 2° disebut skeletal
Klas III.7,8
2.1.4.3 Analisis Gigi
Salah satu faktor yang selalu dipertimbangkan dalam menetapkan estetika
wajah pasien adalah inklinasi gigi insisivus. Inklinasi gigi insisivus sentral ditetapkan
melalui pengukuran derajat kemiringan/angulasi gigi pada sefalogram lateral melalui
analisis sefalometri (Gambar 7 dan 8).21
Gambar 7. Perpotongan insisivus
Maksila dengan garis NA.7
Untuk posisi gigi insisivus maksila menurut analisis Steiner, garis NA
dihubungkan sedemikian rupa dengan gigi insisivus rahang atas, lalu kecenderungan
aksial gigi dihitung. Maka nilai ideal untuk titik mahkota insisivus paling anterior di
Untuk gigi insisivus bawah, nilai ideal untuk titik mahkota insisivus bawah anterior
di depan garis NB adalah 4 mm dengan kecenderungan aksial gigi ideal adalah 25°.
Daerah dagu juga di evaluasi, karena dagu berkontribusi dengan garis wajah. Idealnya
jarak antara garis NB ke titik terluar dagu adalah 4 mm.7
Gambar 8. Perpotongan sumbu insisivus mandibula dengan garis NB.7
Perpotongan sumbu insisivus atas dan bawah membentuk sudut interinsisal,
besar rata-rata untuk sudut interinsisal adalah 130°, Sudut yang lebih besar
menggambarkan letak insisivus yang lebih tegak (retrusif) dan sudut yang lebih kecil
berarti insisivus lebih maju (protusif).21 Sudut interinsisal berkaitan dengan kontak
insisivus yang dihubungkan dengan kedalaman overbite. Inklinasi gigi insisivus atas
yang retrusif menyebabkan sudut interinsisal menjadi lebih besar. Besarnya sudut
2.1.4.4 Analisis Jaringan Lunak
Analisis jaringan lunak pada dasarnya adalah catatan grafis dari pengamatan
visual yang dilakukan dalam pemeriksaan klinis pasien. Analisis jaringan lunak
mencakup penilaian terhadap adaptasi jaringan lunak dan profil tulang dengan
mempertimbangkan ukuran, bentuk, dan postur bibir seperti terlihat pada sefalometri
lateral.4 Steiner, Ricketts, Holdaway, dan Merrifield mengembangkan kriteria dan
garis referensi untuk keseimbangan profil wajah.5,13 Meskipun tidak ada konsep yang
seragam tentang apa yang merupakan profil ideal, garis Steiner (S-line) adalah acuan
untuk menentukan keseimbangan wajah pada jaringan lunak secara luas digunakan
dalam bidang ortodonti sampai saat ini (Gambar 9). Menurut Steiner, bibir atas dan
bibir bawah harus menyentuh garis yang membentang dari kontur jaringan lunak
dagu ke tengah batas bawah hidung.13
Gambar 9. Garis S (a) Ideal (b) Protrusif (c) Retrusif.7
Bibir pada pasien maloklusi skeletal Klas II biasanya terletak di luar garis ini
dan cenderung menonjol dalam hal gigi dan rahang, rahang dan gigi ini biasanya
posisi bibir di belakang garis ini, profil pasien umumnya ditafsirkan sebagai profil
cekung. Koreksi ortodonti biasanya diperlukan untuk memajukan gigi dalam
lengkung gigi sehinga menyentuh S-line.23
Ricketts menggunakan garis estetika (Esthetic line = E line) yang merupakan
garis yang ditarik dari pogonion (bagian dagu terdepan) ke ujung hidung. Dalam
keadaan normal, bibir atas terletak 2-3 mm, dan bibir bawah 1-2 mm di belakang
garis estetik (Gambar 10).22,24 Ricketts mengambil titik – titik di dagu dan hidung karena bagian ini merupakan faktor penting dalam perkembangan wajah. Garis ini
digunakan untuk meneliti dengan cermat keserasian mulut dan keseimbangan bibir.
Metode ini digunakan untuk menentukan protusi bibir.22
Gambar 10. Analisis profil wajah oleh Ricketts (Esthetic line).13
Holdaway mempergunakan garis H untuk analisis keseimbangan dan
keharmonisan profil jaringan lunak. Garis H ini diperoleh dengan menarik garis dari
Holdaway tidak mempergunakan puncak hidung sebagai titik penentuan analisisnya.
Menurut Jacobson dan Vlachos, analisis Holdaway lebih berani, terperinci, jelas dan
luas dalam pembahasannya tentang analisis profil jaringan lunak sehingga Bishara
mempergunakan analisis Holdaway khusus untuk analisis profil jaringan lunak dalam
tabel normanya.
Holdaway melakukan 11 analisis pengukuran untuk memperoleh profil
jaringan lunak yang seimbang dan harmonis yaitu terdiri dari: Jarak puncak hidung
(Pr), kedalaman sulkus labialis superior, kedalaman sulkus labialis inferior, jarak
bibir bawah ke garis H, tebal bibir atas, kurvatura bibir atas, besar sudut fasial, tebal
dagu, strain bibir atas, besar sudut H dan kecembungan skeletal. Pada analisis
Holdaway, untuk menentukan kecembungan jaringan lunak wajah apakah cembung,
cekung, atau lurus, Holdaway menggunakan besar sudut H untuk penentuannya.4
Sudut H adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis H dengan garis N’-Pog’. Garis H diperoleh dengan menarik garis dari titik Pogonion kulit (Pog’) ke Labrale superior (Ls’). Idealnya besar sudut H yang harmonis dan seimbang adalah sekitar 7° sampai 15°. Ketika besar sudut H lebih kecil dari 7° maka bentuk profil wajah adalah cekung karena letak Pog’ lebih ke posterior atau letak titik Ls’ lebih ke anterior, begitu juga sebaliknya apabila besar sudut H lebih besar dari 15° maka
Gambar 10.
Gambar 11. Analisa jaringan lunak wajah menurut Holdaway (H angle).4
2.2 Macam-Macam Perawatan Maloklusi
Tujuan dari perawatan ortodonti modern adalah untuk mendapatkan
keseimbangan antara hubungan oklusi yang fungsional, estetik wajah yang baik dan
stabilitas hasil perawatan.1 Maloklusi adalah penyimpangan dari oklusi ideal yang
dianggap tidak memuaskan secara estetis, sehingga menunjukkan suatu keadaan yang
menyimpang dari ukuran dan posisi relatif gigi, tulang wajah, serta jaringan lunak.6
Penyebab maloklusi berbeda-beda, maka perawatannya juga berbeda-beda tergantung
faktor penyebabnya. Ada beberapa macam pilihan pesawat ortodonti tergantung dari
cara pesawat itu menghasilkan dan meneruskan kekuatan serta tergantung dari apakah
pesawat tersebut bisa dilepas atau tidak oleh pasien. Umumnya pesawat tersebut
adalah pesawat ortodonti cekat, pesawat ortodonti removable dan pesawat ortodonti
fungsional.25
Penjelasan mengenai macam macam perawatan yang digunakan pada kasus
2.2.1 Perawatan Maloklusi Skeletal Klas I
Relasi rahang pada maloklusi Klas I adalah normal. Hubungan maloklusi
skeletal Klas I harmonis dan biasanya yang menjadi masalah adalah malrelasi gigi.
Maloklusi ini biasanya terdapat masalah sususan gigi geligi yang menyimpang atau
maloklusi dalam bidang vertikal dan transversal. Protusi, proklinasi dan crowded
sering didapati pada maloklusi Klas I. Pilihan alat cekat dan indikasi esktraksi
tergantung dari kasus. Skeletal Klas I yang didiagnosis memiliki diskrepansi panjang
lengkung gigi yang parah bisa dirawat pada masa pra-remaja dengan serial ekstraksi.
Crowded ringan dapat dikoreksi dengan ekspansi lengkung gigi, mengoreksi
proklinasi gigi anterior atau pengasahan gigi bagian proksimal. Proklinasi bimaksiler
dan crowded yang parah kadang membutuhkan tindakan ekstraksi semua gigi
premolar pertama atau kedua tergantung berapa besar ruang yang dibutuhkan dan
kebutuhan penjangkaran.25
2.2.2 Perawatan Maloklusi Skeletal Klas II
Hubungan oklusal Klas II, dalam dua bentuknya yang utama, merupakan
pendorong timbulnya berbagai perawatan pesawat ortodonti. Foster dan Day telah
menentukan bahwa 60% perawatan pesawat ortodonti di Inggris digunakan untuk
memperbaiki oklusi Klas II divisi 1 atau divisi 2. Perawatan Klas II berbeda dengan
Klas I, karena adanya masalah tambahan berupa penyimpangan lengkung gigi
antero-posterior. Salah satu perawatan ortodonti untuk malokusi Klas II skeletal
adalah dengan tindakan pencabutan gigi permanen. Di samping perlunya
menghilangkan susunan yang berjejal, pencabutan gigi seringkali perlu untuk
mendapatkan ruang guna mengoreksi penyimpangan hubungan lengkung.25 Ruang
yang didapatkan dari rahang atas tadi, pada dasarnya untuk mengurangi overjet,
overbite dan gigi berjejal.26 Gigi yang paling sering dicabut dalam perawatan
ortodonti adalah gigi premolar pertama. Karena gigi ini terletak di dekat bagian
tengah setiap kuadran lengkung gigi. Kemudian gigi ini bisa digantikan dengan
premolar kedua, yang mempunyai bentuk sama, dan membentuk hubungan kontak
Selain tindakan pencabutan, perawatan maloklusi skeletal Klas II dapat dikoreksi
dengan memodifikasi pertumbuhan rahang. Karena umumnya maloklusi Klas II
dipersulit dengan keadaan skeletal, seperti maksila yang prognati atau defiensi
pertumbuhan mandibula. Kelainan pola skeletal ini dapat dicegah dengan pesawat
fungsional dan alat ortopedik untuk mengurangi keparahan dari hubungan skeletal.
Maloklusi Klas II oleh karena defisiensi mandibula atau retrognati, biasanya
dirawat selama masa gigi bercampur menggunakan pesawat myofunctional seperti
aktivator. Kelainan maksila yang tumbuh prognati pada maloklusi Klas II bisa
dicegah dengan menggunakan headgear untuk memodifikasi pertumbuhan. Pada
beberapa pasien, kedua kelainan skeletal ini muncul bersamaan baik itu maksila yang
prognati dan defisiensi mandibula. Untuk perawatan pada kasus yang terdapat dua
kelainan skeletal tersebut adalah kombinasi alat fungsional yaitu
Aktivator-Headgear.28
2.2.3 Perawatan Maloklusi Skeletal Klas III
Klas III adalah tipe hubungan rahang yang paling jarang ditemukan pada
beberapa komunitas, dan hanya terjadi kurang dari 5% di Inggris. Oleh karena itu,
jarang ditemukan di praktik ortodonti, tetapi jika ada, bisa menimbulkan masalah
yang sangat sulit dalam perawatannya. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar oklusi
Klas III kurang bisa diperbaiki dengan perawatan ortodonti dibandingkan dengan
oklusi Klas II. Seperti hal nya maloklusi Klas II, Klas III juga mempunyai tiga faktor
yang mempengaruhi hubungan skeletal yaitu, maksila retrognati, mandibula
retrognati atau kombinasi keduanya. Kelainan ini biasanya karena genetik. Sebab lain
juga bisa karena kebiasaan memajukan mandibula pada saat pre maturitas oklusal
atau pembesaran adenoid.27
Penyebab maloklusi Klas III berbeda-beda, maka dari itu dibutuhkan diagnosa
yang tepat. Analisis model dan analisis radiografi sangat dibutuhkan. Maloklusi
skeletal Klas III pada masa pertumbuhan membutuhkan perawatan dini untuk
Macam-macam perawatan ortodonti yang dapat digunakan pada masa
pre-maturitas adalah:
1. Frankel III : pesawat myofucntional dapat digunakan untuk
mencegah maloklusi Klas III yang disebabkan oleh
maksila retrusif.
2. Chin cup with high : mencegah maloklusi Klas III yang disebabkan oleh
pull headgear prognati mandibula.
3. Reverse head gear : pada kasus maloklusi Klas III yang cukup parah
digunakan reverse head gear atau face mask untuk
menarik maksila.
4. 3-D Screw : 3-D Screws dapat mengekspansi maksila dalam tiga
arah. Pesawat yang digunakan adalah alat ortodonti
cekat atau lepasan.
Pada penyimpangan skeletal yang parah, menggerakkan satu segmen anterior
tidak akan menimbulkan cukup gerakkan untuk memperbaiki hubungan insisivus.
Diperlukan usaha untuk menggerakkan gigi atas ke arah depan dan gigi bawah ke
belakang. Gerakan ini bisa diperoleh dengan menggunakan traksi intermaksilaris,
pada kasus ini biasanya disebut sebagai traksi intermaksilaris terbalik atau traksi Klas
III.29 Maloklusi Klas III yang ditandai dengan defisiensi panjang lengkung yang
rendah dan crossbite anterior, dirawat dengan mencabut premolar pertama rahang
bawah dan dipasang pesawat fixed ortodonti. Seringkali untuk retraksi lengkung gigi
bawah dibutuhkan tindakan pencabutan agar memenuhi kebutuhan ruang.27 Fukui dan
Tsuruta pada penelitiannya tentang perawatan kamuflase pada pasien perempuan
maloklusi Klas III dengan crowding parah dan cross-bite mengatakan bahwa tindakan
pencabutan perlu dilakukan dalam rangka mengembalikan hubungan molar I menjadi
Klas I dan memberi ruang untuk reposisi gigi insisivus mandibula.10 Setelah masa
pertumbuhan skeletal berhenti, perawatan yang dilakukan pada maloklusi Klas III
skeletal adalah dengan bedah ortognati. Le Fort I osteotomy merupakan pilihan
prosedur pada kasus defisiensi maksila, sedangkan pada kasus mandibula prognati
2.3 Kerangka Teori
Perubahan Kecembungan Profil Wajah Jaringan Lunak Pada Pasien Pencabutan Maloklusi Klas II dan Klas III
2.4 Kerangka Konsep
Variabel bebas: Variabel tergantung:
Variabel Tak Terkendali :
- Jenis perawatan
- Ras
- Lama waktu perawatan
- Mekanoterapi perawatan
- Usia
- Jenis Kelamin
Sebelum Perawatan
Ortodonti
Sesudah Perawatan
Ortodonti Profil Wajah
Jaringan Lunak Pada Pasien Maloklusi Skeletal Klas II dan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pengambilan data cross sectional untuk mengetahui perubahan kecembungan jaringan lunak wajah pada maloklusi skeletal Klas II dan Klas III sebelum dan sesudah perawatan ortodonti pada pasien PPDGS ortodonti di klinik RSGMP FKG USU.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah di Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang berlokasi di Jl. Alumni No. 2 Kampus Universitas Sumatera Utara, Medan. Waktu penelitian dimulai sejak September 2014 sampai dengan Mei 2015.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah sebanyak 177 orang pasien yang sudah selesai jalankan perawatan ortodonti di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU.
3.4 Sampel Penelitian
Sampel sefalogram lateral pasien PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU yang memenuhi kriteria.
Zα : deviat baku alpha dimana α=0,1→ Zα=1,64
Zβ : deviat baku beta dimana β=0,2→ Zβ=0,842
εo-εa : presisi (tingkat ketepatan), bisa ditetapkan = 1,33 sehingga
n1-n2= 2.2,88 (1,64+0,842)2
(1,33)2
n1-n2= 20,059→ maka sampel minimal yang dibutuhkan adalah 20 orang. Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Pasien yang sudah selesai menjalankan perawatan ortodonti di Klinik
PPDGS Ortodonti FKG USU.
2. Pasien dengan maloklusi skeletal Klas II dan Klas III.
3. Sefalogram dalam keadaan baik.
4. Status pasien dalam keadaan baik
3.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Data sefalogram hilang.
2. Status pasien hilang.
3.5 Variabel-variabel Penelitian
Antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah:
a) Variabel bebas: Klasifikasi maloklusi skeletal Klas II dan Klas III
b) Variabel tergantung: Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah
pada pasien Maloklusi Klas II dan Klas III sebelum dan sesudah perawatan ortodonti
c) Variabel tak terkendali :
Agar semua variabel dapat dinilai dan diamati, maka semua variabel yang diteliti harus didefinisikan sebagai berikut:
1. Titik-titik sefalometri pada jaringan lunak yang digunakan:
- Garis Harmoni (garis H) : garis yang ditarik dari titik Pog’ ke Ls - Jarak puncak hidung : jarak titik Pr’ ke garis H arah horizontal
- Kedalaman sulkus labialis superior : jarak Sls ke garis H arah horizontal
- Tebal bibir atas : jarak dari 2 mm di bawah titik A ke bagian kulit luar labialissuperior arah horizontal.
- Strain bibir atas : jarak perbatasan vermilion superior (Ls) ke permukaan labial insisivus sentralissuperior arah horizontal.
- Kurvatura bibir atas : jarak Sls ke garis yang ditarik dari Ls tegak lurus ke bidang Frankfurt arah horizontal.
- Jarak bibir bawah ke garis H : jarak Li ke garis H arah horizontal.
- Kedalaman sulkus labialis inferior : jarak Sli ke garis H arah horizontal.
- Tebal jaringan lunak dagu : jarak dari Pog ke Pog’ arah horizontal. - Sudut H : sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis N’- Pog’ dengan garis H
- Sudut fasial : dibentuk oleh garis N’- Pog’ dan bidang Frankfurt.
2. Klasifikasi maloklusi skeletal adalah Klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan relasi rahang atas dengan rahang bawah menurut sudut ANB dan terbagi kepada 3 Klas yaitu Klas I, II, dan III skeletal.
Klas I Skeletal: Sudut ANB adalah 2⁰-4⁰.
Klas II Skeletal: Sudut ANB adalah >4⁰
Klas III Skeletal: Sudut ANB adalah <2⁰.
3.7 Alat dan Bahan Penelitian
3.7.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggaris millimeter, tracing box,
kertas tracing, pensil 4H, busur, dan pulpen
3.7.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kertas asetat dan data sekunder berupa sefalogram pasien yang sudah menjalani perawatan di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU.
3.8 Pengumpulan Data dan Alur Penelitian
3.8.1 Pengumpulan Data
1. Pengumpulan data dimulai dengan pengumpulan sefalogram lateral dan status pasien yang sudah dirawat di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU.
2. Setiap sefalogram diperiksa untuk kriteria inklusi dan eksklusi.
3. Klasifikasi skeletal pasien dilihat dari status pasien.
1. Sefalogram lateral yang memenuhi kriteria inklusi dipilih dan diperiksa untuk Klasifikasi maloklusi skeletal menggunakan status pasien, kemudian dicatat data pasien (nama, usia, operator/PPDGS) pada buku logbook menggunakan pinsil atau pulpen.
2. Sefalogram yang terpilih kemudian dilakukan tracing menggunakan kertas asetat dengan menggunakan tracing box.
3. Tandai titik-titik yang akan digunakan pada analisis Holdaway.
4. Pada pengukuran jaringan lunak wajah ukur besar sudut H.
5. Setelah diukur besar sudut H, catat dan klasifikan hasil pengukuran di
logbook.
5. Hasil pengukuran kemudian diolah datanya dan kemudian dianalisis.
3.9 Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data telah dikumpulkan pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi.
3.10 Etika Penelitian
Etika penelitian pada penelitian ini antara lain :
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Klinik PPDGS Ortodonti Departemen
Ortodonsia FKG USU dengan sampel penelitian berjumlah 40 sampel sefalometri
lateral pasien maloklusi skeletal Klas II dan Klas III di klinik PPDGS yang telah
menjalani perawatan ortodonti yang terdiri dari 34 orang perempuan dan 6 orang
laki-laki. Sampel tersebut merupakan data sekunder yang diambil berdasarkan kriteria
inklusi dan eksklusi. Penelitian ini menggunakan 40 sampel data sekunder dan
kemudian dilakukan tracing pada sefalometri lateral yang telah memperoleh
persetujuan medik (informed consent) dan telah memenuhi syarat kode etik
penelitian (ethical clereance). Data hasil yang diperoleh dari pengukuran foto
sefalometri lateral kemudian diolah menggunakan perangkat lunak pengolahan data
statistik. Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan terhadap sampel dapat dilihat
gambaran rata-rata sudut H sebelum dan sesudah perawatan pada pasien PPDGS
Ortodonti FKG USU pada tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata nilai sudut H sebelum dan sesudah perawatan pada pasien PPDGS Ortodonti FKG USU.
Tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata sudut H pada pasien skeletal Klas II dan
Nilai rata-rata sudut H pada pasien skeletal Klas II sebelum perawatan adalah 23,47°;
nilai rata-rata sudut H pada pasien skeletal Klas II sesudah perawatan adalah 23,40°.
Nilai rata-rata sudut H pada pasien skeletal Klas III sebelum perawatan adalah
13,85°; nilai rata-rata sudut H pada pasien skeletal Klas III sesudah perawatan adalah
15,10°.
Setelah penelitian selesai, data diolah menggunakan program komputerisasi.
Hal pertama yang dilakukan adalah analisi statistik deskriptif untuk mengetahui
rata-rata nilai sudut H sebelum dan sesudah perawatan ortodonti. Tetapi sebelum
melakukan uji analitik, harus dilakukan uji normalitas data dengan uji One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test terlebih dahulu untuk mengetahui normalitas data yang
didapat. Hasil dari uji tes normalitas tersebut adalah data penelitian terdistribusi
normal (p>0,05) sehingga dilanjutkan dengan dilakukan uji-t berpasangan untuk
mengetahui adanya perubahan kecembungan profil wajah jaringan lunak (sudut H)
sebelum dan sesudah perawatan ortodonti.
Pada tabel 2, uji statistik diperoleh untuk melihat perubahan sudut H pada
pasien Klas II dan Klas III skeletal sebelum dan sesudah perawatan diperoleh dengan
menggunakan uji-t berpasangan.
Hasil uji-t berpasangan dilakukan untuk melihat nilai sudut H pada pasien
maloklusi skeletal Klas II dan Klas III yang bertujuan untuk mengetahui perubahan
setelah perawatan ortodonti. Diketahui nilai p pada pasien maloklusi skeletal Klas II
adalah 0,905 (p>0,05) dan nilai p pada pasien maloklusi skeletal Klas III adalah 0,011
(p<0,05). Hal ini menunjukkan Hipotesis ditolak pada sampel pasien maloklusi
skeletal Klas II yang berarti tidak ada perubahan yang signifikan antara kecembungan
jaringan lunak wajah (sudut H) sebelum dan sesudah perawatan ortodonti. Sedangkan
hipotesis diterima pada sampel pasien maloklusi skeletal Klas III yang berarti ada
perubahan yang signifikan antara kecembungan jaringan lunak wajah (sudut H)
BAB 5 PEMBAHASAN
Pencapaian estetika wajah salah satu tujuan dari perawatan ortodonti yang
utama, dan masih banyak klinisi yang meragukan tentang perubahan profil wajah
setelah perawatan ortodonti.30,31 Ada kesimpulan umum bahwa perawatan ortodonti
bisa mempengaruhi profil wajah jaringan lunak, namun ada yang masih tidak setuju
pada perubahan profil wajah jaringan lunak yang terjadi.Beberapa studi menujukkan
bahwa ada korelasi antara pergeseran gigi insisivus dengan perubahan profil wajah.
Studi lain menunjukkan perubahan profil wajah ke arah yang lebih baik didapat
dengan pencabutan gigi premolar dahulu sebelum dilakukan perawatan
ortodonti.29,30,32 Hal ini masih menjadi kontroversial, oleh karena itu ilmu ortodonti
terus berkembang seiring waktu. Analisis profil sangat diperlukan dalam diagnosis
dan rencana perawatan ortodonti dengan tujuan menentukan kecembungan jaringan
lunak wajah. Semakin besar nilai kecembungan jaringan lunak wajah, semaking
cembung profil wajah pasien.9
Penelitian ini menggunakan sampel foto sefalometri lateral pasien PPDGS
Ortodonti RSGMP FKG USU yang merupakan data sekunder yang diambil
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian ini bertujuan mengetahui ada atau
tidaknya perubahan kecembungan jaringan lunak wajah pada maloklusi skeletal
Klas II dan Klas III sebelum dan sesudah perawatan ortodonti menggunakan analisis
Holdaway.
Pada analisis Holdaway, untuk menentukan kecembungan jaringan lunak
wajah apakah cembung, cekung, atau lurus, Holdaway menggunakan besar sudut H
untuk penentuannya. Sudut H adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis H dengan garis N’-Pog’. Garis H diperoleh dengan menarik garis dari titik Pogonion
kulit (Pog’) ke Labrale superior (Ls’).4
Idealnya besar sudut H yang harmonis dan seimbang adalah sekitar 7° sampai
karena letak Pog’ lebih ke posterior atau letak titik Ls’ lebih ke anterior, begitu juga sebaliknya apabila besar sudut H lebih besar dari 15° maka bentuk profil wajah
adalah cembung.19 Tabel 1 menunjukkan rerata nilai sudut H pada pasien maloklusi
skeletal Klas II sebelum perawatan adalah 23,47°; nilai rata-rata sudut H pada
kelompok pasien ini sesudah perawatan adalah 23,40°. Sedangkan nilai rata-rata
sudut H pada pasien maloklusi skeletal Klas III sebelum perawatan adalah 13,85°;
nilai rata-rata sudut H pada kelompok pasien ini sesudah perawatan adalah 15,10°.
Pada penelitian ini menunjukkan tidak ada perubahan kecembungan jaringan
lunak wajah (sudut H) yang signifikan pada pasien maloklusi skeletal Klas II
sebelum dan sesudah perawatan. Hal ini disebabkan karena nilai p pada sudut H pada
pasien maloklusi skeletal Klas II sebelum dan sesudah perawatan adalah p = 0,905
(p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang bermakna.
Jansen dkk., dalam penelitiannya pada sampel maloklusi Klas II div. I
menyatakan bahwa kedua kelompok pasien yang dilakukan pencabutan dan yang
tidak dilakukan tindakan pencabutan premolar maksila, menunjukkan adanya
perubahan jaringan lunak. Kedua grup pasien tersebut dirawat dengan perawatan
ortodonti yang sama.30 Yoonji Kim dkk., juga menyatakan hal yang sama bahwa pada
sampel maloklusi Klas II div. I yang dirawat dengan pesawat ortodonti cekat dan
tindakan pencabutan premolar satu maksila, menunjukkan adanya perubahan jaringan
lunak yang signifikan, yaitu jarak Ls ke E line dari 3,5 mm menjadi 1,5 mm dan jarak
Li ke E-Line dari 4,0 mm menjadi 1,5 mm.31
Nilai p pada sudut H pasien maloklusi skeletal Klas III sebelum dan sesudah
perawatan pada penelitian ini adalah p=0,011 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa ada
perubahan yang bermakna. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Kilic N
dkk., yang membandingkan perubahan kecembungan jaringan lunak wajah pada
pasien Klas III sebelum dan sesudah perawatan dengan terapi protraksi maksila.
Sampel penelitian tersebut adalah 24 wanita dengan kelainan maloklusi Klas III.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jaringan lunak yang menutupi maksila
mengalami gerakan ke anterior yang signifikan dengan nilai p 0,001 (p<0,05),
kemunduran yang berarti kecekungan jaringan lunak wajah pada subjek tersebut
terkoreksi.12 Mamun dkk., juga menyatakan bahwa pasien maloklusi Klas III yang
dirawat menggunakan activator yaitu Andersen’s appliance, menunjukkan adanya
perubahan kecembungan jaringan lunak wajah. Sampel penelitian ini adalah 13
laki-laki dan 13 perempuan dengan kelainan maloklusi Klas III. Mamun dkk., menyatakan
dalam hasil penelitian yang dilakukan bahwa terdapat berbagai macam perubahan
jaringan lunak wajah yang baik untuk meningkatkan keseimbangan profil Klas III di
ikuti dengan pergeseran bibir atas kearah depan, pergeseran bibir bawah kearah
belakang dan ketebalan jaringan lunak dagu menurun yang berpengaruh kepada profil
yang lebih cekung.15
Penelitian oleh Bascitfi dkk., yang melihat perbedaan kecembungan jaringan
lunak wajah sebelum dan sesudah perawatan pada pasien maloklusi Klas I dengan
pencabutan gigi premolar dan retraksi gigi insisivus, juga menyatakan hasil yang
diperoleh untuk sudut H mengalami perubahan yang signifikan yaitu 18,25° untuk
sebelum perawatan dan 16,50° untuk sesudah perawatan.32 Penelitian Jamilian dkk.,
juga menyatakan bahwa masing-masing bibir atas dan bibir bawah yang protusi pada
sampel maloklusi Klas I mengalami penurunan yang signifikan setelah dilakukan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Rata-rata nilai sudut H pada pasien maloklusi skeletal Klas II sebelum
perawatan adalah 23.47°, sedangkan rata-rata nilai sudut H sesudah perawatan adalah
23.40° ; rata-rata nilai sudut H pada pasien maloklusi skeletal Klas III sebelum
perawatan adalah 13.85°, sedangkan rata-rata nilai sudut H sesudah perawatan
adalah 15.10°.
6.1.2 Tidak terdapat perubahan kecembungan jaringan lunak wajah (sudut
H) yang signifikan pada pasien maloklusi skeletal Klas II sebelum dan sesudah
perawatan dengan nilai p= 0,905 (p>0,05). Terdapat perubahan kecembungan
jaringan lunak wajah (sudut H) yang signifikan pada pasien maloklusi skeletal Klas
III sebelum dan sesudah perawatan dengan nilai p=0,011 (p<0,05).
6.2 Saran
6.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
banyak untuk mendapatkan validitas yang lebih tinggi.
6.2.2 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan analisis
jaringan lunak lain.
6.2.3 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengendalikan
faktor-faktor jenis perawatan, ras, lama waktu perawatan, mekanoterapi perawatan, usia, dan
jenis kelamin. Karena faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil perawatan dan
DAFTAR PUSTAKA
1.
Zen Y
. Pola hubungan antara konveksitas, posisi gigi insisivus, dan posisi bibir dalam analisa Ricketts. 2005; Vol. 63: 160-7.2. Ludwig M. A cephalometric analysis of the relationship between facial pattern, interincical angulation and anterior overbite changes. Echino, California: Vol. 37, 2004: 195-203.
3. Arnett GW. Facial esthetics, orthodontics and orthognatic surgery. PSCO Bulletin. 2001 Summer : 21-22
4. Rostina T. Analisa jaringan lunak menurut metode Holdaway pada mahasiswa FKG USU Suku Deutro-Melayu. Tesis: Medan: USU, 2009: 2-18.
5. Purwanegara MK. Pengaruh penampilan kelainan dentofasial terhadap harga diri remaja awal. Tesis. Fak. Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta, 1985: 2.
6. Moyers RE. Handbook of Orthodontics. Edisi 4. Medical Publishers, Inc,. 1988: 191,535,539-43.
7. Proffit WR. Contemporary Orthodontics. Ed 4. 2007: 207-18.
8. Staley RN. Cephalometric Analysis In Text Book of Orthodontics. Sauders Company; 2001. 113-31.
9. Erliera, Anggani Haru Setyo. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan indikasi ekstraksi atau non ekstraksi pada perawatan orthodonti. Dentika dental journal 2006; 2(11): 198-201.
10. Fukui T, Tsuruta M. Invisible treatment of Class III female adult patient with severe crowding and cross-bite. Journal Of Orthodontics. 2002; 29: 267-75.
11. Jamilian A., dkk. Changes in facial profile during orthodontic treatment with extraction of four first premolar. Orthodontic waves. 2008;67: 47-49
13. Mahyastuti RD, Christnawati. Perbandingan posisi bibir dan dagu antara laki-laki dan perempuan jawa berdasarkan analisis estetik profil muka menurut Bass. M.I. Kedokteran Gigi 2008; 23: 1-7.
14. Koesoemahardja HD. Pola pertumbuhan jaringan lunak kraniofasial serta kaitannya dengan pola pertumbuhan jaringan keras kraniofasial dan
pertumbuhan umum; Kajian sefalometri-rontgenografik lateral dan fotometrik pada anak usia 6-18 tahun. Majalah Ortodonti. FKG Usakti. 1991; 2: 12-21.
15. Mamun MSA BDS, Hyder MLA BDS, Hossain MZ BDS PhD. Changes in soft tissue profile during the treatment of class III malocclusion treated with Class III activator. Bangladesh Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics. 2012;2: 24-9
16 Proffit, WR, Fields HW, Sarver DV. Contemporary Orthodontic. Edisi III. St. Louis : Mosby, Inc., 2000.163-170.
17. Rakosi, T. Color atlas of dental medicine, Orthodontic-Diagnosis. 1st ed., Germany: Thieme Medical Publishers., 1993: 3-4, 207-235.
18. Kim YH, Lee JS. Reference dose level for dental panoramic In Anyang
City. Korean Journal Of Oral And Maxillofacial Radiology. 2009; 39:
199-203.
19. Jose M, Varghese J. Panoramic radiograph a valuable diagnostic tool in dental practice-report of three cases. International Journal Of Dental Clinics. 2011; 3(4): 47-49.
20. Rakosi T. Cephalometric Radiography. Wolf Medically; 1982: 55-95.
21. Susilowati. Hubungan antara sudut intersisial dengan derajat konveksitas profil jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar. Makassar: Unhas,2009: 125-8.
22. Ricketts RM. Cephalometric Analysis And Synthesis. California. 1961: 141-55.
23. Koesoemahardja HD. Pola pertumbuhan jaringan lunak kemancungan hidung, ketebalab bibir atas, dan ketebalan bibir bawah serta kaitannya dengan
pertumbuhan umum. Jakarta: Universitas Trisakti, 1-14.
15.
25. Sing G. Textbook of Orthodontics. Ed 2., India: Jp Medical Pub: 2009. 613-39.
26. Foster TD. Buku Ajar Ortodonsi. Ed 3., Jakarta: EGC; 1997. 199-267.
27. Bhalajhi SI. Text Book of Orthodontics, Management of Class II Malocclusion. W.B. Saunders Company., 2001. 400-14.
28. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary Orthodontics. Ed 4., Philadelphia; Elvisier; 2007. 201-4.
29. Foster TD. Buku Ajar Ortodonsi. Ed 3., Jakarta: EGC; 1997. 294-5.
30. Janson G., dkk. Soft-tissue treatment changes in Class II division 1 malocclusion with and without extraction of maxillary premolars. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2007;132: 1-8
31. Kim Y, Nahm Dong-Seok. Class II division I malocclusion treated with extraction of upper first premolars: Case report. Orthodontic Waves. 2008; 67: 23-9.
32. Bascitfi FA, Uysal T, Buyukerkmen A, Demir A. The influence of extraction treatment on holdaway soft-tissue measurement. Angle Orthodontist. 2004;74: 167-73.
Lampiran 1
PPDGS
Sebelum Perawatan Sebelum Sesudah
Avena 7 Romy Roslin 5> Klas II 24 21
Ayu M 19 Dini R 5 Klas II 26 24
Astrid M 26 Farida 5,5 Klas II 23 23.5
Dennis 25 Lina hadi 5,5 Klas II 22 22
Dini 12 Yerzi A 8 Klas II 25 24
Eugenia 11 Dini R 6 Klas II 28 24
Evi Fania 20 Eli Susiana 7> Klas II 20,5 22
Egi 12 Martha 7 Klas II 27 28
Fairuz M 21 Eli Susiana 5> Klas II 26 22,5
Ira 19 Romy Roslin 7 Klas II 29 30
Lismin 25 Syarwan 6> Klas II 23 24
Meina ridha 23 Andreas -1 Klas II 10 12
Miftah 19 Farida A 6> Klas II 28 30
Nina 20 Romy Roslin 5> Klas II 22 23
Norawati 23 Dini R 7 Klas II 20,5 21,5
Olivia 23 Martha 6> Klas II 11 19
Qory aulia 24 Farida 6> Klas II 23 22
Riza 11 Cut yuliza 7 Klas II 22 20
Rizky Amalia 18 Dini R 5> Klas II 26 21,3
Rizky Akbar 11 Dini R 8.5 Klas II 23 25
Shuhanasukin 23 Dini R 5 Klas II 20,5 21
Ardhy 26 Frans F -1 Klas III 17 16
Crystal 13 Frans F -3 Klas III 16 15
Christy 24 Reni S -1 Klas III 12 11
Clara Agnesia 16 Amiatun -6 Klas III 1 4
Dana Christina 10 Eli Susiana 0.5 Klas III 17 18
Ema maharani 22 Amiatun -1 Klas III 17 18
Fajar Yulia 15 Cut Yuliza -2 Klas III 22 23
Kurniaty 27 Frans F -1 Klas III 19 21
Jesweny 8 Eli Susiana 2 Klas III 17 18
Keke 17 Martha -8 Klas III 4 7
Laraiba 19 Siti bahirah -3 Klas III 12 18
Meta 19 Yerzi A -2 Klas III 10 8
Mei Frida 21 Eli Susiana -2.5 Klas III 12 13
Nina A 25 Frans F -1 Klas III 16 17
Olivia S 10 T Lusi 2 Klas III 15 16
Rolaiti 23 Syarwan -11 Klas III 18 19
Taufik 17 Lina hadi -15 Klas III 15 17
Yolanda 17 Meity OH -1 Klas III 12 17
Yunisa H 18 Reni S -4 Klas III 15 14
Pasien Umur
ANB
Maloklusi