PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM
PEMBANGUNAN PERTANIAN DI DESA BATUKARANG
KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO
SKRIPSI
Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FRIMA HAJIRIN S. PELAWI
100903089
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh :
Nama
: Frima Hajirin S. Pelawi
NIM
: 100903089
Departemen
: Ilmu Administrasi Negara
Judul
: Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam
Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung
Kabupaten Karo
Medan, April 2014
Dosen Pembimbing
Ketua Departemen
Ilmu Administrasi Negara
Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si
NIP. 195908161986111001
NIP. 196401081991021001
Dekan FISIP USU
Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
KATAPENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
Rahmat dan KaruniaNya sampai saat ini penulis masih diberikan kesehatan dan
semangat yang luar biasa sehingga berhasil menyelesaikan skripsi ini, yang
berjudul “Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan
Pertanian”.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak, maka penyusunan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik. Penulis telah
banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik moriil dan
materiil. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada kesempatan ini,
perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua
Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA selaku dosen pembimbing
Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran kepada
penulis sejak awal hingga selesainya skripsi ini.
5. Bapak Dadang Darmawan, S.Sos, M.Si selaku dosen penguji yang
telah banyak membantu dan memberikan masukan dan saran kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Kepada Kak Mega dan Kak Dian selaku pegawai pendidikan Fisip
USU yang selalu membantu penulis dalam urusan administrasi yang
berhubungan dengan perkuliahan maupun skripsi.
7. Dosen-dosen dan Staf Administrasi Ilmu Administrasi Negara yang
telah banyak membantu dan memberikan saran dalam membantu
kelancaran proses pembuatan skripsi ini.
8. Bapak Dhani Bangun selaku Ketua Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) desa Batukarang yang membantu dan bekerjasama dengan
penulis pada saat melakukan penelitian.
9. Bapak Roin Andreas Bangun selaku Kepala Desa Batukarang yang
membantu dan bekerjasama dengan penulis pada saat melakukan
penelitian.
10. Mayarakat Desa Batukarang yang telah banyak membantu dan
memberikan informasi kepada penulis mengenai skripsi ini.
11. Kedua orang tua ku tercinta, Ibu, Bapak dan Kakak ku juga yang selalu
mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terutama untuk Ibu
yang dengan keikhlasan dan kesabarannya yang telah banyak
memberikan dukungan. (Aku bangga menjadi putra kalian).
12. Sahabat-sahabat ku di luar maupun di Administrasi Negara 2010 dan
juga Kelompok 5 Magang di desa Lau Damak Kecamatan Bahorok
yang telah banyak memberikan dukungan dan saran kepada penulis
dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih karena kalian telah
memberikan masukan kepada penulis sampai selesainya skripsi ini.
Penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam meyelesaikan
skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi isi
maupun tata bahasa yang digunakan, untuk itu penulis memohon maaf atas kurang
kesempurnaannya
membacanya.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Kepada Allah SWT
penulis mohonkan segala bantuan dan kebaikan yang telah penulis terima akan
mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin….
Medan, April 2014
Penulis
Frima Hajirin S. Pelawi
DAFTARISI
Halaman
KATAPENGANTAR……… i
DAFTARISI………... iv
DAFTARGAMBAR………. vii
DAFTARBAGAN………. viii
ABSTRAK……….. ix
BABIPENDAHULUAN……….. 1
1.1 Latar Belakang Masalah………. 1
1.2 Rumusan Masalah……….. 8
1.3 Tujuan Penelitian……… 9
1.4 Manfaat Penelitian……….. 9
1.5 Kerangka Teori……… 10
1.5.1 Pembangunan Desa…….………. 10
1.5.2 Pemerintahan Desa………... 16
1.5.3 Badan Permusyawaratan Desa (BPD)……….. 20
1.5.3.1 Definisi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)……… 20
1.5.3.2 Fungsi, Wewenang dan Hak Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD)………... 22
1.5.5 Pembangunan Pertanian………... 30
1.6 Definisi Konsep………. 33
1.7 Sistematika Penulisan……… 34
BABIIMETODEPENELITIAN……… 36
2.1 Bentuk Penelitian………... 36
2.2 Lokasi Penelitian……… 36
2.3 Informan Penelitian………. 37
2.4 Teknik Pengumpulan Data………. 38
2.5 Teknik Analisis Data………... 39
BABIII DESKRIPSILOKASIPENELITIAN……… 41
3.1 Keadaan Geografis……….. 41
3.2 Keadaan Demografis………... 43
3.3 Keadaan Sosial dan Ekonomi………... 44
3.4 Peta Desa Batukarang………... 49
3.5 Struktur Pemerintahan Desa Batukarang……….. 50
3.6 Struktur Badan Permusyawaratan Desa Batukarang……… 56
BABIVPENYAJIANDATA……….. 61
4.1 Peranan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembangunan Pertanian…. 62 4.1.1 Perancanaan Yang Dilakukan BPD Untuk Pembangunan Pertanian.. 65
4.1.2 Usaha Yang Telah Dilakukan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembangunan Pertanian………... 67
4.1.3 Keadaan Pertanian Di Desa Batukarang Sejak Dibentuknya BPD
Sebagai Badan Legislatif Desa ………... 70
4.2 Kerjasama BPD Dengan Kelompok Tani Dalam Pelaksanaan PembangunanPertanian………... 72
4.3 Keterlibatan Masyarakat Dalam Pembangunan Pertanian……….. 73
BABVANALISISDATA………... 78
5.1 Peranan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembangunan Pertanian………..……… 78
5.2 Kerjasama BPD Dengan Kelompok Tani Dalam Pembangunan Pertanian………. 81
5.3 Keterlibatan Masyarakat Desa Batukarang Dalam Pembangunan Pertanian………..……….. 83
BABVIPENUTUP………..….. 85
6.1 Kesimpulan………. 85
6.2 Saran……….……… 86
DAFTARPUSTAKA……… xi
DAFTARGAMBAR
Halaman
Gambar 1
Gambar 2
: Peta Lokasi Desa Batukarang………. 49
: Pembangunan Irigasi Pertanian Ladang
Panggong Lama……… 75
Gambar 3 : Pembangunan Irigasi Pertanian Ladang
Panggong Mbaru……… 76
DAFTARBAGAN
Halaman
Bagan 1 : Struktur Pemerintahan Desa Batukarang………. 50
Bagan 2 : Struktur Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
ABSTRAK
PERANANBADANPERMUSYAWARATANDESA(BPD)DALAM
PEMBANGUNANPERTANIANDIDESABATUKARANGKECAMATAN
PAYUNGKABUPATENKARO
Nama
Nim
Fakultas
Departemen
:FrimaHajirinS.Pelawi
:100903089
:IlmuSosialdanIlmuPolitik
:IlmuAdministrasiNegara
Pembimbing :Prof.Dr.MarlonSihombing,MA
Dengan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah maka dalam hal ini pemerintah desa memiliki hak untuk mengurus,
mengatur rumah tangganya sendiri yang disebut otonomi desa. Desa tidak lagi
berada dibawah pemerintahan kecamatan seperti sebelumnya. Untuk itulah telah
diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 Tahun 2005 tentang
pemerintahan desa. Dimana inti dari peraturan ini adalah memberikan kesempatan
kepada pemerintahan desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri, dengan persyaratan yang diamanatkan yakni diselenggarakan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan,
keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Dengan peraturan ini, pemerintah desa harus melakukan sendiri aktivitas
perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Untuk itulah pemerintah desa
harus membuat dan menetapkan sendiri peraturan perundang-undangan untuk
lingkup desa masing-masing. Suatu keberhasilan pembangunan terletak pada
pemerintahannya sendiri, dalam hal ini pemerintah desa dalam melaksanakan
pembangunan harus melibatkan lembaga lain yang paling berpengaruh yaitu
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Karena BPD sebagai satu-satunya lembaga
dalam menampung aspirasi masyarakat desa. Dalam melaksanakan pembangunan
pertanian pemerintah desa harus mampu bekerjasama dengan BPD dan juga
mengikut sertakan masyarakat desa.
Sehubungan dengan hal itu maka penulis merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian di desa Batukarang, dengan tujuan untuk mengetahui
sejauh mana peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembangunan
pertanian di desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.
Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Adapun fokus penelitiannya adalah peranan Badan Permusyawaratan
Desa dalam pembangunan pertanian. Dalam pengumpulan data dilaksanakan
melalui wawancara, observasi, dokumentasi, dan penelitian kepustakaan.
Dari hasil penelitian yang didapatkan penulis di lapangan bahwa peranan
Badan Permusyawaratan Desa di desa Batukarang sudah berjalan dengan baik.
Program yang BPD kerjakan juga sudah berjalan, tetapi masyarakat masih kurang
diikutsertakan dalam pembangunan pertanian tersebut. BPD juga masih kurang
dalam melakukan musyawarah-musyawarah desa karena musyawarah atau rapat
dilakukan hanya jika diperlukan saja. Dan perlunya membuat suatu bidang-bidang
khusus dalam keanggotaan BPD agar setiap anggota mampu bertanggung jawab
pada bidangnya masing-masing.
ABSTRAK
PERANANBADANPERMUSYAWARATANDESA(BPD)DALAM
PEMBANGUNANPERTANIANDIDESABATUKARANGKECAMATAN
PAYUNGKABUPATENKARO
Nama
Nim
Fakultas
Departemen
:FrimaHajirinS.Pelawi
:100903089
:IlmuSosialdanIlmuPolitik
:IlmuAdministrasiNegara
Pembimbing :Prof.Dr.MarlonSihombing,MA
Dengan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah maka dalam hal ini pemerintah desa memiliki hak untuk mengurus,
mengatur rumah tangganya sendiri yang disebut otonomi desa. Desa tidak lagi
berada dibawah pemerintahan kecamatan seperti sebelumnya. Untuk itulah telah
diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 Tahun 2005 tentang
pemerintahan desa. Dimana inti dari peraturan ini adalah memberikan kesempatan
kepada pemerintahan desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri, dengan persyaratan yang diamanatkan yakni diselenggarakan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan,
keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Dengan peraturan ini, pemerintah desa harus melakukan sendiri aktivitas
perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Untuk itulah pemerintah desa
harus membuat dan menetapkan sendiri peraturan perundang-undangan untuk
lingkup desa masing-masing. Suatu keberhasilan pembangunan terletak pada
pemerintahannya sendiri, dalam hal ini pemerintah desa dalam melaksanakan
pembangunan harus melibatkan lembaga lain yang paling berpengaruh yaitu
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Karena BPD sebagai satu-satunya lembaga
dalam menampung aspirasi masyarakat desa. Dalam melaksanakan pembangunan
pertanian pemerintah desa harus mampu bekerjasama dengan BPD dan juga
mengikut sertakan masyarakat desa.
Sehubungan dengan hal itu maka penulis merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian di desa Batukarang, dengan tujuan untuk mengetahui
sejauh mana peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembangunan
pertanian di desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.
Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Adapun fokus penelitiannya adalah peranan Badan Permusyawaratan
Desa dalam pembangunan pertanian. Dalam pengumpulan data dilaksanakan
melalui wawancara, observasi, dokumentasi, dan penelitian kepustakaan.
Dari hasil penelitian yang didapatkan penulis di lapangan bahwa peranan
Badan Permusyawaratan Desa di desa Batukarang sudah berjalan dengan baik.
Program yang BPD kerjakan juga sudah berjalan, tetapi masyarakat masih kurang
diikutsertakan dalam pembangunan pertanian tersebut. BPD juga masih kurang
dalam melakukan musyawarah-musyawarah desa karena musyawarah atau rapat
dilakukan hanya jika diperlukan saja. Dan perlunya membuat suatu bidang-bidang
khusus dalam keanggotaan BPD agar setiap anggota mampu bertanggung jawab
pada bidangnya masing-masing.
BABI
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakangMasalah
Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya
hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan
sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk
Indonesia. Sekalipun di berbagai daerah ekosistem wilayahnya ada yang sudah
berubah menjadi daerah perkotaan dan perindustrian, namun pertanian masih tetap
merupakan andalan utama bagi kehidupan masyarakat. Hingga saat ini sektor
pertanian walau secara proporsi menurun selama lima tahun terakhir masih
merupakan sektor penyerap tenaga kerja tertinggi. Pada Februari 2013, tercatat
sebanyak 39,96 juta orang atau 35 persen dari total tenaga kerja yang bekerja
berpenghasilan dengan mengais rezeki di sektor pertanian. (http://ekonomi.
kompasiana.com/agrobisnis/2013//09/26/surveipendapatanrumah-tangga-usahaper
tanian-2013-596021.html).
Sebagai salah satu pilar ekonomi negara dan dasar bagi kelangsungan
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, sektor pertanian diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan penduduk yang masih di bawah garis kemiskinan serta
mampu memberikan pemecahan permasalahan bagi bangsa Indonesia. Karena
sektor pertanian mempunyai 4 fungsi yang sangat fundamental bagi pembangunan
suatu bangsa, yaitu :
1. Mencukupi pangan dalam negeri
2. Penyediaan lapangan kerja
3. Penyediaan bahan baku untuk industri, dan
4. Sebagai penghasil devisa bagi negara
Sebagai sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur
pembangunan perekonomian nasional, sudah seharusnya sektor ini berkembang
dan mendapat perhatian yang lebih serius dari pemerintah. Namun, perjalanan
pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum dapat
menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani
dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Potensi pertanian Indonesia sangat
besar, akan tetapi pada kenyataannya sampai saat ini sebagian besar dari petani
kita masih banyak yang termasuk dalam golongan miskin. (http://www.
paskomnas.com/id/berita/Kondisi-Pertanian-Indonesia-saat-ini-Berdasarkan-Pand
angan-Mahasiswa-Pertanian-Indonesia.php). Bahkan desa yang merupakan
wilayah sentra pertanian di Indonesia justru tidak mengalami perkembangan, baik
dari segi kualitas hidup maupun kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri.
Pembangunan pertanian di masa yang akan datang tidak hanya dihadapkan
untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, namun juga dihadapkan pula pada
tantangan untuk menghadapi perubahan tatanan politik di Indonesia yang
mengarah pada era demokratisasi yakni tuntutan otonomi daerah dan
pemberdayaan petani. Disamping itu, dihadapkan pula pada tantangan untuk
mengantisipasi perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisasi dunia.
menghasilkan produk-produk pertanian yang berdaya saing tinggi namun juga
mampu mengembangkan pertumbuhan daerah serta pemberdayaan masyarakat.
Ketiga tantangan tersebut menjadi sebuah kerja keras bagi kita semua apabila
menginginkan pertanian kita dapat menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan dapat menjadi motor penggerak pembangunan bangsa.
Desa Batukarang merupakan salah satu desa yang memproduksi hasil-hasil
pertanian terutama tanaman holtikultura dalam jumlah yang besar, yang bisa
memenuhi permintaan dari daerah lain. Desa ini termasuk dalam wilayah
administrasi Kecamatan Payung, Kabupaten Karo. Dimana, Kabupaten Karo
merupakan daerah yang terkenal sebagai sentra tanaman holtikultura di Sumatera
Utara.
Desa Batukarang memiliki topografi dataran tinggi dengan ketinggian
antara ± 850 s/d 11.200 meter di atas permukaan laut. Secara umum Desa
Batukarang beriklim tropis dengan udara sejuk yang dipengaruhi oleh iklim
pegunungan dengan tipe-tipe iklim kering. Rata-rata suhu udara sebesar 19,8°C
dengan suhu maksimum 25,8°C dengan suhu minimum 14,3°C. Sepanjang tahun
daerah ini hanya mengalami dua kali pertukaran musim, yaitu musim hujan dan
musim kemarau. Musim hujan berlangsung sepanjang bulan September sampai
bulan Maret pada tahun berikutnya, dan musim kemarau berlangsung dari bulan
April hingga Agustus. Rata-rata curah hujan di daerah ini berkisar 2500 mm
pertahun. Dengan kondisi ini, Desa Batukarang memiliki potensi yang sangat
besar dalam sektor pertanian.
Kondisi alam yang mendukung, membuat penduduk Desa Batukarang
memiliki kemauan dan kerja keras yang kuat dalam bidang pertanian. Penduduk
Desa Batukarang sendiri sebahagian besar bermata pencaharian sebagai petani.
Ada juga penduduk yang bekerja sebagai pegawai negeri, pedagang, wiraswasta,
dan lain sebagainya, namun mereka tetap memiliki lahan pertanian bahkan masih
menyempatkan diri untuk bekerja di ladang. Hal ini kemudian membuat penduduk
Desa Batukarang tidak pernah kekurangan bahan pangan. Bahkan usaha pertanian
di desa ini telah menyediakan pekerjaan bagi orang-orang di luar Kabupaten Karo,
sebagai buruh tani atau lebih dikenal dengan istilah aron.
Luas areal kawasan Desa Batukarang adalah 1370 Ha. Dengan
penggunaan lahan terbesar untuk pertanian. Penggunaan tanah di Desa
Batukarang sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian cabai dan padi baik
pertanian lahan kering maupun pertanian lahan basah / sawah. Kesuburan tanah
menjadikan desa Batukarang sebagai tempat yang ideal dan pertanian menjadi
sumber kehidupan pokok dan utama bagi penduduknya. Pertanian padi adalah
yang utama sehubungan dengan makanan pokok adalah beras. (Proposal
Penelitian Kurnia Putra Bangun, 2008. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap
Partisipasi Politik Masyarakat di Dalam Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2005 di
Kabupaten Karo. Medan : Universitas Sumatera Utara).
Meskipun desa Batukarang memiliki potensi yang besar dalam sektor
pertanian, namun hal ini tidak menjamin bahwa produksi pertanian di desa ini
berkembang. Selain itu, jika dibandingkan dengan desa-desa pertanian lainnya di
sangat tertinggal jauh. Selain dari produksi pertanian itu sendiri, desa-desa
pertanian di Bali telah dikembangkan menuju desa agrowisata. Dimana usaha
pertanian di samping tetap berproduksi, dikembangkan juga menjadi kawasan
wisata alam tanpa meninggalkan fungsi utamanya sebagai lahan pertanian
produktif. Sehingga hal ini bisa lebih meningkatkan pendapatan petani.
Pembangunan pertanian di Bali dilakukan secara sungguh-sungguh dan
terencana dengan baik, dengan melihat peluang-peluang yang ada. Pengembangan
agrowisata di wilayah ini pun dilakukan dengan melihat potensi pariwisata yang
cukup besar dengan objek wisata yang beraneka ragam yang dimilikinya. Dan
upaya ini telah membawa keberhasilan tersendiri bagi Bali. Wisatawan yang
berkunjung ke Bali belakangan ini memiliki kecenderungan tidak sekedar
menikmati keunikan sosial budaya, tetapi juga perhatian akan lingkungan yang
semakin meningkat. (Sudibya, Bagus. 2002. “Pengembangan Ecotourism di Bali:
Kasus Bagus Discovery Group”. Makalah disampaikan pada Ceramah Ecotourism
di Kampus STIM-PPLP Dhyana Pura, Dalung, Kuta pada tanggal 14 Agustus
2002). Bahkan para wisatawan yang datang selalu menyempatkan diri untuk
mengunjungi desa-desa agrowisata di Bali, baik yang datang untuk tujuan dapat
melihat langsung dan mengikuti proses panen serta mengetahui tentang
bagaimana hasil-hasil pertanian itu dipasarkan maupun yang datang hanya untuk
menikmati pemandangan alam dan udara yang segar.
Desa Batukarang sendiri memiliki potensi untuk berkembang seperti desa-
desa pertanian di Bali. Dimana Kabupaten Karo juga memiliki objek-objek wisata
yang banyak dan beraneka ragam. Bahkan Karo sendiri menjadi salah satu tujuan
wisata terbesar di Sumatera Utara, selain Danau Toba yang ada di Samosir.
Namun hingga saat ini pertanian di Desa Batukarang tidak berubah dari keadaan
yang sebelumnya. Dimana pertanian hanya ditujukan untuk sekedar memenuhi
kebutuhan masyarakat dan belum memanfaatkan potensi-potensi yang ada secara
maksimal. Padahal sejak berlakunya otonomi daerah, desa sudah diberi
kewenangan untuk berkreasi dan mengembangkan daerahnya sesuai dengan
potensi yang ada.
Desa memiliki hak untuk mengurus, mengatur rumah tangganya sendiri
yang disebut otonomi desa. Desa tidak lagi berada dibawah pemerintahan
kecamatan seperti sebelumnya. Untuk itulah telah diterbitkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No 72 Tahun 2005 tentang pemerintahan desa.
Dimana inti dari peraturan ini adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat
desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dengan persyaratan
yang diamanatkan yakni diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip
demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta memperhatikan
potensi dan keanekaragaman daerah. (http://repository.unhas.ac.id/handle/1
23456789/253).
Dengan peraturan ini, pemerintah desa harus melakukan sendiri aktivitas
perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Untuk itulah pemerintah desa
harus membuat dan menetapkan sendiri peraturan perundang-undangan untuk
lingkup desa masing-masing. Peraturan inilah yang kemudian dikenal sebagai
peraturan desa. Penetapan peraturan desa sendiri dilakukan oleh Badan
lembaga eksekutif di tingkat desa, sedangkan Badan Permusyawaratan Desa
sebagai lembaga legislatif di ditingkat desa.
Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa tersebut pada dasarnya
merupakan implementasi dari demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa; yang berfungsi dalam pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa. Badan
Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah Badan
Permusyawaratan yang terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat yang ada di Desa
yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD sebagai Badan Permusyawaratan
merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. BPD
berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Desa. BPD mempunyai
fungsi, yaitu: (1) mengayomi yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup
dan berkembang di Desa yang bersangkutan sepanjang menunjang kelangsungan
pembangunan; (2) legislasi yaitu merumuskan dan menetapkan Peraturan Desa
bersama-sama Pemerintah Desa; (3) pengawasan yaitu meliputi pengawasan
terhadap pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
serta Keputusan Kepala Desa; dan (4) menampung aspirasi masyarakat yaitu
menangani dan menyalurkan aspirasi yang diterima dari masyarakat kepada
Pejabat atau Instansi yang berwenang. (http://www.sundul.desa.id/2013/06/bpd-
desa-sundul-tahun-2013-2018.html).
Mencermati fungsi BPD khususnya dalam hal legislasi di desa, maka
dapat dikatakan bahwa BPD memiliki peran yang sangat penting dan strategis
dalam proses pemerintahan di desa. BPD secara langsung dapat mempengaruhi
dinamika kehidupan masyarakat desa dan sangat menentukan kemana arah
pembangunan suatu desa. Untuk itulah, peran BPD sangat menentukan dalam
pembangunan pertanian di Desa Batukarang. Hal ini dikarenakan keberhasilan
pembangunan sektor pertanian tidak hanya bergantung pada seberapa besar
potensi yang dimiliki, tetapi juga peran dari pemerintah.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk
melihat lebih dalam bagaimana sebenarnya peran BPD dalam pembangunan
pertanian. Untuk itu peneliti mengangkat judul “Peranan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pembangunan Pertanian Di Desa
BatukarangKecamatanPayungKabupatenKaro’’.
1.2RumusanMasalah
Untuk mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini
memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data kedalam
penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan
diteliti.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas
maka rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: “
Bagaimana Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan
1.3TujuanPenelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak
dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian dalam penyelenggaraanya.
Dengan demikian adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Peranan Badan Permusyawaratan Desa di desa
Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo dalam Pembangunan
Pertanian.
2. Untuk mengetahui masalah atau kendala yang dihadapi oleh Badan
Permusyawaratan Desa dalam menjalankan Perannya pada Pembangunan
Pertanian di desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.
1.4ManfaatPenelitian
Disamping tujuan yang hendak dicapai, maka suatu penelitian harus
mempunyai manfaat yang jelas. Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini
adalah :
1. Bagi penulis, sebagai suatu tahap untuk melatih dan mengembangkan
kemampuan berfikir ilmiah serta kemampuan untuk menuliskannya ke
dalam bentuk karya tulis ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori yang
diperoleh ilmu administrasi negara FISIP USU khususnya pada
konsentrasi pembangunan.
2. Bagi instansi, sebagai bahan masukan bagi Badan Permusyawaratan Desa
dalam pelaksanaan kegiatannya.
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khasanah
ilmiah dan referensi dalam penelitian ilmu sosial khusunya bagi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan bagi
kalangan penulis lainnya yang tertarik dalam bidang ini.
1.5KerangkaTeori
1.5.1PembangunanDesa
Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua
paradigma besar, modernisasi dan ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin
1994, Kiely 1995 dalam Tikson, 2005). Paradigma modernisasi mencakup
teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan
teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses
perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan
(under-development) ketergantungan (dependent development) dan sistem
dunia (world system theory) sesuai dengan klassifikasi Larrain (1994).
Sedangkan Tikson (2005) membaginya kedalam tiga klassifikasi teori
pembangunan, yaitu modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan. Dari
berbagai paradigma tersebut itulah kemudian muncul berbagai versi tentang
pengertian pembangunan.
Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk
menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga
negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi
Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya
suatu kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema
kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini
dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada
keberagaman dalam seluruh aspek kehidupan. Ada pun mekanismenya
menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang
mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai
aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi
kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai
“Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang
berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan
pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation
building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian
yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang
lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat
pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja
melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi
dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau
pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga
kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya,
kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding
terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi.
Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui
pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti
pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, fasilitas rekreasi, dan partisipasi
dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya
sering dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan
nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut
masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme.
Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari
kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek
kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung
pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting
dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress),
pertumbuhan dan diversifikasi.
Berarti jelaslah bahwa suatu pembangunan tidak lain merupakan suatu
proses pertumbuhan dan perubahan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Berencana dan dilaksanakan secara sadar.
b. Selalu diarahkan pada usaha peningkatan atau menuju kepada keadaan
yang lebih baik.
Taliziduhu Ndraha (1982:71) mengemukakan bahwa: “pembangunan desa
merupakan setiap pembangunan yang di dalam prosesnya masyarakat desa harus
berpartisipasi aktif”. Sementara Soewignjo (1985:24) juga mengemukakan
pendapat mengenai pembangunan desa yaitu: “Pembangunan desa yaitu
perencanaan pembangunan dari, oleh, dan untuk masyarakat desa.”
Dari defenisi di atas mengisyaratkan dengan jelas bahwa keikutsertaan
masyarakat dalam proses penentuan pembangunan di desanya adalah sangat
dominan. Melibatkan mental dan emosi masyarakat desa yang dapat mendorong
mereka untuk menyumbang bagi tercapainya tujuan masyarakat dengan jalan
mendiskusikan, menentukan keinginan, merencanakan dan mengerjakan secara
bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan berbasis partisipasi
masyarakat.
Dalam penjelasannya oleh Syahyuti dari Pusat Analisis Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian, partisipasi adalah proses tumbuhnya kesadaran terhadap
kesalinghubungan di antara stakeholders yang berbeda dalam masyarakat, yaitu
antara kelompok-kelompok sosial dan komunitas dengan pengambil kebijakan
dan lembaga-lembaga jasa lain. Secara sederhana, partisipasi dapat dimaknai
sebagai “the act of taking part or sharing in something” . Dua kata yang dekat
dengan konsep partisipasi adalah “engagement” dan “involvement” .
Partisipasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana seluruh pihak dapat
membentuk dan terlibat dalam seluruh inisitaif pembangunan. Maka,
pembangunan yang partisipatif adalah proses yang melibatkan masyarakat secara
aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan
mereka. Dalam bidang politik dan sosial, partisipasi bermakna sebagai upaya
melawan ketersingkiran. Jadi, dalam partisipasi, siapapun dapat memainkan
peranan secara aktif, memiliki kontrol terhadap kehidupannya sendiri, mengambil
peran dalam masyarakat, serta menjadi lebih terlibat dalam pembangunan. Pada
akhirnya, tujuan partisipasi adalah untuk meningkatkan inisiatif masyarakat
terhadap pengelolaan sumberdaya untuk pembangunan.
Jika dicermati, makna partisipasi berbeda-beda menurut mereka yang
terlibat, misalnya antara pengambil kebijakan, pelaksana di lapangan, dan
masyarakat. Para ahli telah mampu membuat pengklasifikasian partisipasi.
Misalnya, ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya ada tujuh karakteristik
tipologi partisipasi, yang berturut-turut semakin dekat kepada bentuk yang ideal,
yaitu :
1. Partisipasi pasif atau manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi yang
paling lemah. Karakteristiknya adalah masyarakat menerima
pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi. Pengumuman sepihak
oleh pelaksana pembangunan tidak memperhatikan tanggapan
masyarakat sebagai sasaran program. Informasi yang dipertukarkan
terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran belaka.
2. Partisipasi informatif. Masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian untuk pembangunan, namun tidak berkesempatan untuk
terlibat dan mempengaruhi proses penelitian. Akurasi hasil penelitian,
3. Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara
berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, menganalisa
masalah dan pemecahannya. Belum ada peluang untuk pembuatan
keputusan bersama. Para profesional tidak berkewajiban untuk
mengajukan pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk
ditindaklanjuti.
4. Partisipasi insentif. Masyarakat memberikan korbanan dan jasa untuk
memperoleh imbalan insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan
dalam proses pembelajaran atau eksperimen-eksperimen yang
dilakukan. Masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan
kegiatan-kegiatan setelah insentif dihentikan.
5. Partisipasi fungsional. Masyarakat membentuk kelompok sebagai
bagian pelaksana pembangunan, setelah ada keputusan-keputusan
utama yang disepakati. Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada
pihak luar, tetapi secara bertahap menunjukkan kemandiriannya.
6. Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam analisis untuk
perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan.
Cenderung melibatkan metoda interdisipliner yang mencari keragaman
perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis.
Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan
keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam
keseluruhan proses kegiatan.
7. Mandiri (self mobilization). Masyarakat mengambil inisiatif sendiri
secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk merubah sistem
atau nilai-nilai yang mereka junjung. Mereka mengembangkan kontak
dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan
dukungan teknis serta sumber daya yang diperlukan. Masyarakat
memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau
digunakan.
Akhir-akhir ini telah lahir konvergensi antara hasrat pelibatan masyarakat
dalam perumusan kebijakan dan implementasinya dengan terciptanya good
governance. Telah diupayakan mencari berbagai bentuk baru partisipasi yang
bersifat lebih langsung. Intinya adalah bagaimana masyarakat dapat
mempengaruhi pemerintahan desa dan memaksa mereka agar lebih accountable.
1.5.2PemerintahanDesa
Dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi,
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk
dalam sistem Pemerintahan Nasional dan barada di Kabupaten atau Kota.
Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman,
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan
kepada desa melalui pemerintahan desa dapat diberikan penugasan ataupun
pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan
urusan pemerintah tertentu. Sedangkan desa di luar desa geneologis yaitu desa
yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa
ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis,
majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan
untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan desa itu sendiri.
Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun
hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan serta dapat
dituntut dan menuntut di pengadilan. Untuk itu kepala desa dengan persetujuan
BPD mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan mengadakan
perjanjian yang saling menguntungkan.
Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan desa, bantuan
pemerintah dan pemerintah daerah, pendapatan lain-lain yang sah, sumbangan
pihak ketiga dan pinjaman desa. Berdasarkan hak asal-usul desa yang
bersangkutan, kepala desa mempunyai wewenang untuk mendamaikan perkara
atau sengketa dari para warganya. Dalam upaya meningkatkan dan mempercepat
pelayanan kepada masyarakat yang bercirikan perkotaan dibentuk kelurahan
sebagai unit pemerintahan kelurahan yang berada di dalam daerah kabupaten
dan/atau daerah kota.
Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dibentuk Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang
berkembang di desa bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan
dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, seperti dalam pembuatan
dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan
keputusan Kepala Desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan yang
berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintah desa dalam memberdayakan
masyarakat desa.
Kepala Desa pada dasarnya bertanggungjawab kepada rakyat desa yang
dalam tata cara dan prosedur pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati
atau walikota melalui Camat. Kepada Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa
wajib memberikan keterangan laporan pertanggungjawabannya dan kepada rakyat
menyampaikan informasi pokok-pokok pertanggungjawabannya namun tetap
harus memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan Permusyawaratan Desa
untuk menanyakan dan atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal
yang berhubungan dengan pertanggungjawaban tersebut.
Desa tidak lagi merupakan level administrasi, tidak lagi menjadi bawahan
daerah tetapi menjadi independent community, sehingga setiap warga desa dan
masyarakat desanya berhak berbicara atas kepentingannya sendiri dan bukan dari
atas ke bawahan seperti selama ini terjadi. Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau
digabungkan dengan memperhatikan asal- usulnya atas prakarsa masyarakat
Di desa dibentuk pemerintah desa yang terdiri atas kepala desa atau yang
disebut dengan nama lain dan perangkat desa. Perangkat Desa terdiri atas
sekretaris desa dan perangkat desa lainnya seperti perangkat pembantu kepala
desa terdiri dari sekretaris desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan
dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain.
Penyelenggaraan pemerintah desa merupakan subsistem dari sistem
penyelenggaraan pemerintah sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala desa bertanggungjawab pada
BPD dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas tersebut kepada bupati.
Dalam menjalankan Pemerintahan Desa, pemerintah desa menerapkan
prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. Sedangkan dalam menyelenggara-
kan tugas dan fungsinya, kepala desa:
a. Bertanggung jawab kepada rakyat melalui BPD; dan
b. Menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Bupati
tembusan Camat.
Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai penanggungjawab
utama dalam bidang pembangunan Kepala Desa dapat dibantu lembaga
kemasyarakatan yang ada di desa. Sedangkan dalam menjalankan tugas dan
fungsinya, sekretaris desa, kepala seksi, dan kepala dusun berada di bawah serta
tanggungjawab kepada Kepala Desa, sedang kepala urusan berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada sekretaris desa.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 209,
urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa adalah sebagai berikut.
a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.
b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten atau kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa.
c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan atau
pemerintah kabupaten atau kota.
d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan
diserahkan kepada desa.
1.5.3BadanPermusyawaratanDesa(BPD)
1.5.3.1DefinisiBadanPermusyawaratanDesa(BPD)
Badan Permusyawaratan Desa adalah merupakan perwujudan demokrasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat dianggap sebagai
“Parlemen”-nya desa. BPD merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi
daerah di Indonesia. Sedangkan penggunaan nama atau istilah BPD tidak harus
seragam pada seluruh desa di Indonesia dan dapat disebut dengan nama lain.
BPD mempunyai peran yang besar dalam membantu Kepala Desa untuk
menyusun perencanaan desa dan pembangunan desa secara keseluruhan. Dalam
UU No. 32 dijelaskan bahwa pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan
oleh kabupaten/ kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan
pemerintah mendorong terbentuknya Badan Perwakilan Desa (BPD) yang dalam
UU.No.32 tahun 2004 , menjadi Badan Permusyawaratan Desa.
Dalam melaksanakan kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya, Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
sebagai lembaga legeslasi (menetapkan kebijakan desa) dan menampung serta
menyalurkan aspirasi masyarakat bersama Kepala Desa. Lembaga ini pada
hakikatnya adalah mitra kerja pemerintah desa yang memiliki kedudukan sejajar
dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan Desa, pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat. Sebagai lembaga legislasi, Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) memiliki hak untuk menyetujui atau tidak terhadap kebijakan desa
yang dibuat oleh Pemerintah Desa.
Lembaga ini juga dapat membuat rancangan peraturan desa untuk secara
bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan menjadi peraturan desa. Disini terjadi
mekanisme check and balance system dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Desa yang lebih demokratis. Sebagai lembaga pengawasan, Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol
terhadap implementasi kebijakan desa, Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa
(APBDes) serta pelaksanaan keputusan Kepala Desa. Selain itu, dapat juga
dibentuk lembaga kemasyarakatan desa sesuai kebutuhan desa untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan.
Dengan adanya kontrol BPD tersebut membuat pembangunan di desa
semakin terarah dan program-program dalam meningkatkan pembangunan
pertanian di desa akan lebih terawasi dan terlaksana dengan pembentukan BPD.
1.5.3.2Fungsi,WewenangdanHakAnggotaBadanPermusyawaratanDesa
(BPD)
Adanya mekanisme kontrol melalui sebuah lembaga perwakilan, tidak
semata dengan terwujudnya lembaga BPD. Melainkan sangat ditentukan pula dari
proses pembentukannya serta bagaimana kapasitas kerja dari anggota BPD
tersebut sesudahnya. Kesadaran politik masyarakat terutama dalam hal peran
serta, menentukan kebijakan yang akan diambil, sangat dibutuhkan.
Badan Perwakilan Desa (BPD) yang ada selama ini berubah namanya
menjadi Badan Permusyawaratan Desa. BPD merupakan perwujudan demokrasi
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Desa. Dalam pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
Badan Permusyawaratan Desa berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa, serta Dalam pasal 209 UU No 32 tahun 2004 Junto pasal 209
UU No 12 Tahun 2008 Junto Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun
2005 disebutkan bahwa fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa ialah
menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat, oleh karenanya BPD sebagai Badan Permusyawaratan yang
berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan
penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga harus menjalankan
fungsi utamanya, yakni fungsi representasi. Perubahan ini didasarkan pada kondisi
faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah
untuk mufakat”. Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat
dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan
goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat luas.
Keanggotaan BPD seperti yang disebutkan dalam pasal 30 PP No 72 tahun
2005 adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan
wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan
profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan
anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali
masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan
merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. BPD berfungsi
menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat.
Adapun jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditentukan berdasarkan
jumlah penduduk desa yang bersangkutan dengan ketentuan menurut PP nomor
72 tahun 2005 tentang pemerintahan desa, sebagai berikut :
a. Jumlah penduduk desa sampai dengan 1.500 jiwa, jumlah anggota BPD
sebanyak 5 (lima) orang
b. Jumlah penduduk desa antara 1.501 sampai dengan 2.000 jiwa, jumlah
anggota BPD sebanyak 7 (tujuh) orang
c. Jumlah penduduk desa antara 2.001 sampai dengan 2.500 jiwa, jumlah
anggota BPD sebanyak 9 (sembilan) orang
d. Jumlah penduduk desa antara 2.501 sampai dengan 3.000 jiwa, jumlah
anggota BPD sebanyak 11 (sebelas) orang
e. Jumlah penduduk lebih dari 3.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 13
(tiga belas) orang
Dalam Pasal 35 PP No 72 Tahun 2005, dijelaskan BPD mempunyai
wewenang:
a) Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa
b) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan
Peraturan Kepala Desa
c) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa
d) Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
e) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan,dan menyalurkan
aspirasi masyarakat dan menyusun tata tertib BPD.
Dan dalam pasal 37 PP No 72 Tahun 2005, Anggota BPD mempunyai
hak:
a) Mengajukan rancangan Peraturan Desa
b) Mengajukan pertanyaan
c) Menyampaikan usul dan pendapat
d) Memilih dan dipilih
Sedangkan yang dimaksud dengan Peraturan Desa ialah produk hukum
tingkat desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan
Desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa (pasal 55 PP No 72 tahun
2005). Peraturan desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
desa, dengan demikian maka pemerintahan desa harus merupakan penjabaran
lebih lanjut dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi serta harus memperhatikan kondisi sosial
budaya masyarakat desa setempat dalam upaya mencapai tujuan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka
pendek.
1.5.3.3HubunganKerjaKepala DesadenganBadanPermusyawaratanDesa
(BPD)
Hubungan kerja Kepala Desa dengan BPD, dilakukan melalui pengertian
dan kedudukan, tugas dan fungsi serta kemampuan melaksanakan tugas dan
fungsi tersebut. Tugas dan fungsi Kepala Desa dalam UU NO. 32 Tahun 2004
tidak merinci apa saja yang menjadi tugas dan fungsinya tersebut, tetapi
menekankan supaya di atur lebih lanjut oleh Peraturan Daerah Kabupaten atau
Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah. Secara umum dapat dikatakan bahwa
tugas dan fungsi Kepala Desa adalah :
a. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa
b. Membina kehidupan masyarakat desa dalam arti sosial dan ekonomi
c. Memelihara kehidupan yang harmonis di tengah-tengah masyarakat desa
d. Mewakili desa dalam beberapa peristiwa hukum dan atau menunjuk kuasa
hukumnya.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang anggota-anggotanya
merupakan wakil dari penduduk desa yang di tetapkan dengan cara musyawarah
dan mufakat, berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. (Pasal 210 ayat 1 dan Pasal
209 UU No. 32 Tahun 2004).
Kedudukan Kepala Desa dan BPD dapat dikatakan. Pertama, sebagai
pihak yang bermitra kerja dalam proses penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
karena BPD bersama Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa. Di samping itu,
Kepala Desa memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa, BPD secara
institusional mewakili penduduk desa bertindak sebagai pengawas terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Di sisi lain adanya fungsi BPD untuk
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Kedua, Kepala Desa
bertanggung jawab kepada penduduk desa melalui BPD dalam arti kultural dan
etika.
Selanjutnya mengenai kemampuan melaksanakan tugas dan fungsi dapat
dikatakan sebagai pelengkap dalam harmonisasi atau disharmonisasi hubungan
kerja. Hubungan kerja dalam mekanisme kemitraan mengenai penetapan
Peraturan Desa, pada kelaziman umum, tedapat kondisi penyusunan rencana
prinsip rancangan Peraturan Perundang-undangan wajib mendapat persetujuan
dari pihak lain sebagai mitra yang dtentukan. Hal yang sama berlaku dalam
mekanisme peyusunan dan pengesahan Rancangan Peraturan Desa. Rancangan
Peraturan Desa dapat dibuat oleh Kepala Desa atau BPD dan mendapat
pengesahan dari salah satunya.
Dinamika penetapan peraturan desa pada umumnya dapat terlaksana
sesuai harapan walaupun melalui beberapa ketegangan akibat adanya tuntutan
perubahan dan perbaikan naskah atau materi yang diusulkan, dan hal itu adalah
suatu kewajaran. Ketegangan yang sesungguhnya terjadi apabila Peraturan Desa
dilaksanakan dengam Keputusan Kepala Desa.
Hubungan kerja BPD, secara institusional mewakili penduduk desa,
bertindak sebagai pengawas terhadap penyelenggaraan Pemerintah Desa. Obyek-
obyek pengawasan dapat berupa implementasi Peraturan Desa, mekanisme
pelayanan masyarakat, operasionalisasi pemerintahan secara umum dan
pelaksanaan program pembangunan desa. Pekerjaan menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat sesungguhnya merupakan fungsi namun dalam
aplikasi penyaluran aspirasi tersebut diperlukan kerja kemitraan. Kemitraan dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa antara Kepala Desa dan BPD adalah suatu
keniscayaan. Bagaimana mungkin aspirasi masyarakat dapat terwujud jika tidak
dibarengi dengan kesungguhan dan tekad yang tinggi dari semua unsur
penyelenggara Pemerintahan Desa. BPD menjembatani antara aspirasi yang
tumbuh, Kepala Desa operator aspirasi dan BPD secara berkelanjutan memotivasi
tumbuhnya aspirasi, terwujudnya aspirasi menuju peningkatan partisipasi dalam
rangka pemberdayaan masyarakat secara keseluruhan.
Pertanggungjawaban Kepala Desa secara normatif, UU No 32 tahun 2004
tidak mengatur tentang pertanggungjawaban tersebut, tetapi secara etika dan
kultural, pertanggungjawaban Kepala Desa adalah hal pokok terutama dalam
membangun “TRUST’ dan peningkatan pemberdayaan.
Semenjak adanya otoritas formal ditingkat desa dalam bentuk institusi
pemerintahan desa, Kepala Desa selalu lahir sebagai hasil pemilihan langsung
oleh penduduk desa. Oleh karena itu wajar apabila Kepala Desa melaporkan
kinerja yang telah dicapainya kepada penduduk yang memilihnya.
Sebagai pemimpin yang terpilih, tampilan Kepala Desa adalah sosok
kebapakan yang terbuka apalagi dalam lingkungan masyarakat gemeinschaft, rasa
tanggung jawab merupakan hal yang di junjung tinggi, pemimpin lah yang
pertama-tama harus bertanggung jawab terhadap kelompok yang dipimpinnya.
1.5.4Pertanian
Secara umum pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia
yang termasuk di dalamnya yaitu bercocok tanam, peternakan, perikanan dan juga
kehutanan. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Negeri Indonesia
adalah sebagai petani, sehingga sektor pertanian sangat penting untuk
Sejalan dengan peningkatan peradaban manusia, pertanianpun berkembang
menjadi berbagai sistem. Mulai dari sistem yang paling sederhana sampai sistem
yang canggih dan padat modal. Berbagai teknologi pertanian dikembangkan guna
mencapai produktivitas yang diinginkan.
Kemajuan ilmu dan teknologi, peningkatan kebutuhan hidup manusia,
memaksa manusia untuk memacu produktifitas menguras lahan, sementara itu
daya dukung lingkungan mempunyai ambang batas toleransi. Sehingga,
peningkatan produktivitas akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, yang pada
ujungnya akan merugikan manusia juga. Berangkat dari kesadaran itu maka
muncullah tuntutan adanya sistem pertanian berkelanjutan.
Di desa Batukarang sendiri sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani. Tanah yang subur dan iklim yang sesuai disertai
dengan kemauan dan kerja keras membuat penduduk desa Batukarang tidak
pernah kekurangan bahan pangan.
Jenis tanaman yang utama di Desa Batukarang adalah tanaman cabai.
Produksinya di pasarkan pada umumnya kepada penulak atau dengan sebutan di
desa tersebut tokeh baik yang datang maupun yang berdomisili di desa tersebut.
Selain itu, masyarakat juga menjual hasil pertaniannya ke pajak (tiga) di kota
Kabanjahe yang merupakan Ibukota provinsi. Jenis tanaman lainnya yang ditanam
di ladang oleh masyarakat adalah padi, tembakau, jagung, dan sayur-sayuran.
Para perencana dan pelaksana seperti Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) dalam pembangunan pertanian di desa Batukarang sendiri perlu diberikan
wewenang yang lebih luas dalam merencanakan daerahnya. Karena mereka lebih
mengetahui potensi dan kendala daerahnya. Meskipun banyak lembaga-lembaga
masyarakat seperti LKMD, PKK, Karang Taruna, dan perkumpulan-perkumpulan
remaja dan kelompok-kelompok tani di desa Batukarang sendiri yang sifatnya
membangun. Namun, peran dari BPD tersebut sangat besar kepada masyarakat
desa.
Dalam sektor pertanian di desa Batukarang, Badan Permusyawaratan Desa
sebagai penampung aspirasi masyarakat haruslah dapat melakukan pembangunan
yang merata dalam sektor pertanian. BPD dalam meningkatkan sumber daya
manusia pada sektor pertanian tidak hanya diarahkan pada peningkatan
produktifitas petani, namun harus diarahkan pula pada peningkatan partisipasi
petani dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan
mereka.
Pertanian diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien,
dan tangguh. Pengertian maju, efisien dan tangguh dalam Pertanian mencakup
konsep-konsep mikro dan makro yaitu bagi sektor pertanian sendiri maupun
dalam hubungannya dengan sektor-sektor lain di luar pertanian, misalnya industri,
transportasi, dan keuangan. Selanjutnya kegiatan pertanian bertujuan untuk
meningkatkan hasil dan mutu produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup
petani dan memperluas lapangan kerja dan kesempatan kerja.
1.5.5 PembangunanPertanian
Bagi Negara-negara sedang berkembang, pembangunan pertanian pada
abad-21 bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan
juga harus mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan
dibatasi maknanya dalam artian peningkatan produktifitas mereka saja, namun
yang tidak kalah penting adalah untuk meningkatkan kemampuan para petani agar
dapat lebih berperan dalam berbagai proses pembangunan.
Pembangunan pertanian merupakan sebuah program dalam meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia sehingga nantinya masyarakat dapat memiliki
sebuah kemandirian dari sisi ekonomi hingga sosial politik di lingkungannya. Jadi
pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan kalau terjadi pertumbuhan
sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani dari
yang kurang baik menjadi lebih baik (Dr. Soekartawi, 1994;1). Dengan begitupan
proses pembangunan pertanian yang dilakukan Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) akan lebih memberikan pelayanan yang efektif dikarenakan adanya sebuah
partisipasi aktif dari BPD tersebut dengan masyarakat karena adanya suatu
kesadaran untuk berkontribusi dalam memajukan pembangunan daerahnya
khusunya dalam peningkatan produktifitas pertanian masyarakat.
Menurut Suhendra (2004) di banyak negara, sektor pertanian yang berhasil
merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Para perancang
pembangunan Indonesia pada awal masa pemerintahan Orde Baru menyadari
benar hal tersebut, sehingga pembangunan jangka panjang dirancang secara
bertahap. Pada tahap pertama, pembangunan dititikberatkan pada pembangunan
sektor pertanian dan industri penghasil sarana produksi pertanian. Pada tahap
kedua, pembangunan dititikberatkan pada industri pengolahan penunjang
pertanian (agroindustri) yang selanjutnya secara bertahap dialihkan pada
pembangunan industri mesin dan logam.
Kebijakan untuk menetapkan sektor pertanian sebagai titik berat
pembangunan ekonomi sesuai dengan rekomendasi Rostow dalam rangka
persiapan tinggal landas (Simatupang dan Syafa’at, 2000). Lebih lanjut
dinyatakan bahwa revolusi pertanian merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan
upaya menciptakan prakondisi tinggal landas.
Menurut Arifin (2004) tidak berkembangnya sektor pertanian berakar pada
terlalu berpihaknya pemerintah pada sektor industri sejak pertengahan tahun
1980-an. Menyusul periode pertumbuhan tinggi sektor pertanian satu dekade
sebelumnya, pemerintah seolah menganggap pembangunan pertanian dapat
bergulir dengan sendirinya. Asumsi ini membuat pemerintah mengacuhkan
pertanian dalam strategi pembangunannya. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh
paradigma pembangunan saat itu yang menekankan industrialisasi. Pemerintah
mencurahkan perhatiannya pada sektor industri, yang kemudian diterjemahkan
dalam berbagai kebijakan proteksi yang sistematis. Akibatnya, proteksi besar-
besaran ini telah merapuhkan basis pertanian pada tingkat petani.
Definisi pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai suatu proses
perubahan sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan
status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk
mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial,
politik, budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan (improvement),
Dalam literatur klasik pembangunan pertanian karya Arthur Mosher yang
berjudul “Getting Agriculture Moving” dijelaskan secara sederhana dan gambling
tentang syarat pokok dan syarat pelancar dalam pembangunan pertanian.
Syarat pokok pembangunan pertanian meliputi: (1) adanya pasar untuk
hasil-hasil usahatani, (2) teknologi yang senantiasa berkembang, (3) tersedianya
bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal, (3) adanya perangsang produksi
bagi petani, dan (5) tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu. Adapun
syarat pelancar pembangunan pertanian meliputi: (1) pendidikan pembangunan,
(2) kredit produksi, (3) kegiatan gotong royong petani, (4) perbaikan dan
perluasan tanah pertanian, dan (5) perencanaan nasional pembangunan pertanian.
1.6DefinisiKonsep
Konsep merupakan istilah dan definisi yang digunakan untuk
menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau andividu
tertentu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun,1995: 33).
Melalui konsep, peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya
dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu
dengan yang lainnya.
Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang
diteliti atau untuk menghindari interpretasi ganda dari variabel yang diteliti, maka
dalam hal ini penulis mengemukakan definisi konsep pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah merupakan perwujudan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat
dianggap sebagai “Parlemen”-nya desa. BPD merupakan lembaga baru
didesa pada era otonomi daerah di Indonesia. Sedangkan penggunaan
nama atau istilah BPD tidak harus seragam pada seluruh desa di
Indonesia dan dapat disebut dengan nama lain.
2. Pembangunan Pertanian
Pembangunan pertanian merupakan sebuah program dalam
meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia sehingga nantinya
masyarakat dapat memiliki sebuah kemandirian dari sisi ekonomi
hingga sosial politik di lingkungannya. Jadi pembangunan pertanian
yang berhasil dapat diartikan kalau terjadi pertumbuhan sektor
pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani
dari yang kurang baik menjadi lebih baik.
1.7SistematikaPenulisan
Sistematika yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BABI:PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, serta
BABII:METODEPENELITIAN
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan
penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.
BABIII:DESKRIPSILOKASIPENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum dan karakteristik lokasi
penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, dan struktur organisasi
dimana peneliti melakukan penelitian.
BABIV:PENYAJIANDATA
Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari lapangan selama
penelitian berlangsung.
BABV:ANALISISDATA
Bab ini berisikan tentang kajian dan analisis data yang diperoleh saat
penelitian.
BABVI:PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Dan juga
berisikan saran-saran dari penulis untuk memberikan masukan guna
menjawab permasalahan yang ada.