• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

PEMBANGUNAN PERTANIAN DI DESA BATUKARANG

KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FRIMA HAJIRIN S. PELAWI

100903089

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh :

Nama

: Frima Hajirin S. Pelawi

NIM

: 100903089

Departemen

: Ilmu Administrasi Negara

Judul

: Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam

Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung

Kabupaten Karo

Medan, April 2014

Dosen Pembimbing

Ketua Departemen

Ilmu Administrasi Negara

Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si

NIP. 195908161986111001

NIP. 196401081991021001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si

(3)

KATAPENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

Rahmat dan KaruniaNya sampai saat ini penulis masih diberikan kesehatan dan

semangat yang luar biasa sehingga berhasil menyelesaikan skripsi ini, yang

berjudul “Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan

Pertanian”.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak, maka penyusunan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik. Penulis telah

banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik moriil dan

materiil. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada kesempatan ini,

perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua

Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu

Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA selaku dosen pembimbing

Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran kepada

penulis sejak awal hingga selesainya skripsi ini.

5. Bapak Dadang Darmawan, S.Sos, M.Si selaku dosen penguji yang

telah banyak membantu dan memberikan masukan dan saran kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(4)

6. Kepada Kak Mega dan Kak Dian selaku pegawai pendidikan Fisip

USU yang selalu membantu penulis dalam urusan administrasi yang

berhubungan dengan perkuliahan maupun skripsi.

7. Dosen-dosen dan Staf Administrasi Ilmu Administrasi Negara yang

telah banyak membantu dan memberikan saran dalam membantu

kelancaran proses pembuatan skripsi ini.

8. Bapak Dhani Bangun selaku Ketua Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) desa Batukarang yang membantu dan bekerjasama dengan

penulis pada saat melakukan penelitian.

9. Bapak Roin Andreas Bangun selaku Kepala Desa Batukarang yang

membantu dan bekerjasama dengan penulis pada saat melakukan

penelitian.

10. Mayarakat Desa Batukarang yang telah banyak membantu dan

memberikan informasi kepada penulis mengenai skripsi ini.

11. Kedua orang tua ku tercinta, Ibu, Bapak dan Kakak ku juga yang selalu

mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terutama untuk Ibu

yang dengan keikhlasan dan kesabarannya yang telah banyak

memberikan dukungan. (Aku bangga menjadi putra kalian).

12. Sahabat-sahabat ku di luar maupun di Administrasi Negara 2010 dan

juga Kelompok 5 Magang di desa Lau Damak Kecamatan Bahorok

yang telah banyak memberikan dukungan dan saran kepada penulis

dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih karena kalian telah

memberikan masukan kepada penulis sampai selesainya skripsi ini.

Penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam meyelesaikan

skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi isi

maupun tata bahasa yang digunakan, untuk itu penulis memohon maaf atas kurang

kesempurnaannya

membacanya.

(5)

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Kepada Allah SWT

penulis mohonkan segala bantuan dan kebaikan yang telah penulis terima akan

mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin….

Medan, April 2014

Penulis

Frima Hajirin S. Pelawi

(6)

DAFTARISI

Halaman

KATAPENGANTAR……… i

DAFTARISI………... iv

DAFTARGAMBAR………. vii

DAFTARBAGAN………. viii

ABSTRAK……….. ix

BABIPENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah………. 1

1.2 Rumusan Masalah……….. 8

1.3 Tujuan Penelitian……… 9

1.4 Manfaat Penelitian……….. 9

1.5 Kerangka Teori……… 10

1.5.1 Pembangunan Desa…….………. 10

1.5.2 Pemerintahan Desa………... 16

1.5.3 Badan Permusyawaratan Desa (BPD)……….. 20

1.5.3.1 Definisi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)……… 20

1.5.3.2 Fungsi, Wewenang dan Hak Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD)………... 22

(7)

1.5.5 Pembangunan Pertanian………... 30

1.6 Definisi Konsep………. 33

1.7 Sistematika Penulisan……… 34

BABIIMETODEPENELITIAN……… 36

2.1 Bentuk Penelitian………... 36

2.2 Lokasi Penelitian……… 36

2.3 Informan Penelitian………. 37

2.4 Teknik Pengumpulan Data………. 38

2.5 Teknik Analisis Data………... 39

BABIII DESKRIPSILOKASIPENELITIAN……… 41

3.1 Keadaan Geografis……….. 41

3.2 Keadaan Demografis………... 43

3.3 Keadaan Sosial dan Ekonomi………... 44

3.4 Peta Desa Batukarang………... 49

3.5 Struktur Pemerintahan Desa Batukarang……….. 50

3.6 Struktur Badan Permusyawaratan Desa Batukarang……… 56

BABIVPENYAJIANDATA……….. 61

4.1 Peranan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembangunan Pertanian…. 62 4.1.1 Perancanaan Yang Dilakukan BPD Untuk Pembangunan Pertanian.. 65

4.1.2 Usaha Yang Telah Dilakukan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembangunan Pertanian………... 67

4.1.3 Keadaan Pertanian Di Desa Batukarang Sejak Dibentuknya BPD

(8)

Sebagai Badan Legislatif Desa ………... 70

4.2 Kerjasama BPD Dengan Kelompok Tani Dalam Pelaksanaan PembangunanPertanian………... 72

4.3 Keterlibatan Masyarakat Dalam Pembangunan Pertanian……….. 73

BABVANALISISDATA………... 78

5.1 Peranan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembangunan Pertanian………..……… 78

5.2 Kerjasama BPD Dengan Kelompok Tani Dalam Pembangunan Pertanian………. 81

5.3 Keterlibatan Masyarakat Desa Batukarang Dalam Pembangunan Pertanian………..……….. 83

BABVIPENUTUP………..….. 85

6.1 Kesimpulan………. 85

6.2 Saran……….……… 86

DAFTARPUSTAKA……… xi

(9)

DAFTARGAMBAR

Halaman

Gambar 1

Gambar 2

: Peta Lokasi Desa Batukarang………. 49

: Pembangunan Irigasi Pertanian Ladang

Panggong Lama……… 75

Gambar 3 : Pembangunan Irigasi Pertanian Ladang

Panggong Mbaru……… 76

(10)

DAFTARBAGAN

Halaman

Bagan 1 : Struktur Pemerintahan Desa Batukarang………. 50

Bagan 2 : Struktur Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

(11)

ABSTRAK

PERANANBADANPERMUSYAWARATANDESA(BPD)DALAM

PEMBANGUNANPERTANIANDIDESABATUKARANGKECAMATAN

PAYUNGKABUPATENKARO

Nama

Nim

Fakultas

Departemen

:FrimaHajirinS.Pelawi

:100903089

:IlmuSosialdanIlmuPolitik

:IlmuAdministrasiNegara

Pembimbing :Prof.Dr.MarlonSihombing,MA

Dengan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah maka dalam hal ini pemerintah desa memiliki hak untuk mengurus,

mengatur rumah tangganya sendiri yang disebut otonomi desa. Desa tidak lagi

berada dibawah pemerintahan kecamatan seperti sebelumnya. Untuk itulah telah

diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 Tahun 2005 tentang

pemerintahan desa. Dimana inti dari peraturan ini adalah memberikan kesempatan

kepada pemerintahan desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri, dengan persyaratan yang diamanatkan yakni diselenggarakan dengan

memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan,

keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Dengan peraturan ini, pemerintah desa harus melakukan sendiri aktivitas

perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Untuk itulah pemerintah desa

harus membuat dan menetapkan sendiri peraturan perundang-undangan untuk

lingkup desa masing-masing. Suatu keberhasilan pembangunan terletak pada

pemerintahannya sendiri, dalam hal ini pemerintah desa dalam melaksanakan

pembangunan harus melibatkan lembaga lain yang paling berpengaruh yaitu

(12)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Karena BPD sebagai satu-satunya lembaga

dalam menampung aspirasi masyarakat desa. Dalam melaksanakan pembangunan

pertanian pemerintah desa harus mampu bekerjasama dengan BPD dan juga

mengikut sertakan masyarakat desa.

Sehubungan dengan hal itu maka penulis merasa tertarik untuk

mengadakan penelitian di desa Batukarang, dengan tujuan untuk mengetahui

sejauh mana peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembangunan

pertanian di desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Adapun fokus penelitiannya adalah peranan Badan Permusyawaratan

Desa dalam pembangunan pertanian. Dalam pengumpulan data dilaksanakan

melalui wawancara, observasi, dokumentasi, dan penelitian kepustakaan.

Dari hasil penelitian yang didapatkan penulis di lapangan bahwa peranan

Badan Permusyawaratan Desa di desa Batukarang sudah berjalan dengan baik.

Program yang BPD kerjakan juga sudah berjalan, tetapi masyarakat masih kurang

diikutsertakan dalam pembangunan pertanian tersebut. BPD juga masih kurang

dalam melakukan musyawarah-musyawarah desa karena musyawarah atau rapat

dilakukan hanya jika diperlukan saja. Dan perlunya membuat suatu bidang-bidang

khusus dalam keanggotaan BPD agar setiap anggota mampu bertanggung jawab

pada bidangnya masing-masing.

(13)

ABSTRAK

PERANANBADANPERMUSYAWARATANDESA(BPD)DALAM

PEMBANGUNANPERTANIANDIDESABATUKARANGKECAMATAN

PAYUNGKABUPATENKARO

Nama

Nim

Fakultas

Departemen

:FrimaHajirinS.Pelawi

:100903089

:IlmuSosialdanIlmuPolitik

:IlmuAdministrasiNegara

Pembimbing :Prof.Dr.MarlonSihombing,MA

Dengan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah maka dalam hal ini pemerintah desa memiliki hak untuk mengurus,

mengatur rumah tangganya sendiri yang disebut otonomi desa. Desa tidak lagi

berada dibawah pemerintahan kecamatan seperti sebelumnya. Untuk itulah telah

diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 Tahun 2005 tentang

pemerintahan desa. Dimana inti dari peraturan ini adalah memberikan kesempatan

kepada pemerintahan desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri, dengan persyaratan yang diamanatkan yakni diselenggarakan dengan

memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan,

keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Dengan peraturan ini, pemerintah desa harus melakukan sendiri aktivitas

perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Untuk itulah pemerintah desa

harus membuat dan menetapkan sendiri peraturan perundang-undangan untuk

lingkup desa masing-masing. Suatu keberhasilan pembangunan terletak pada

pemerintahannya sendiri, dalam hal ini pemerintah desa dalam melaksanakan

pembangunan harus melibatkan lembaga lain yang paling berpengaruh yaitu

(14)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Karena BPD sebagai satu-satunya lembaga

dalam menampung aspirasi masyarakat desa. Dalam melaksanakan pembangunan

pertanian pemerintah desa harus mampu bekerjasama dengan BPD dan juga

mengikut sertakan masyarakat desa.

Sehubungan dengan hal itu maka penulis merasa tertarik untuk

mengadakan penelitian di desa Batukarang, dengan tujuan untuk mengetahui

sejauh mana peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembangunan

pertanian di desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Adapun fokus penelitiannya adalah peranan Badan Permusyawaratan

Desa dalam pembangunan pertanian. Dalam pengumpulan data dilaksanakan

melalui wawancara, observasi, dokumentasi, dan penelitian kepustakaan.

Dari hasil penelitian yang didapatkan penulis di lapangan bahwa peranan

Badan Permusyawaratan Desa di desa Batukarang sudah berjalan dengan baik.

Program yang BPD kerjakan juga sudah berjalan, tetapi masyarakat masih kurang

diikutsertakan dalam pembangunan pertanian tersebut. BPD juga masih kurang

dalam melakukan musyawarah-musyawarah desa karena musyawarah atau rapat

dilakukan hanya jika diperlukan saja. Dan perlunya membuat suatu bidang-bidang

khusus dalam keanggotaan BPD agar setiap anggota mampu bertanggung jawab

pada bidangnya masing-masing.

(15)

BABI

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakangMasalah

Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya

hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan

sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk

Indonesia. Sekalipun di berbagai daerah ekosistem wilayahnya ada yang sudah

berubah menjadi daerah perkotaan dan perindustrian, namun pertanian masih tetap

merupakan andalan utama bagi kehidupan masyarakat. Hingga saat ini sektor

pertanian walau secara proporsi menurun selama lima tahun terakhir masih

merupakan sektor penyerap tenaga kerja tertinggi. Pada Februari 2013, tercatat

sebanyak 39,96 juta orang atau 35 persen dari total tenaga kerja yang bekerja

berpenghasilan dengan mengais rezeki di sektor pertanian. (http://ekonomi.

kompasiana.com/agrobisnis/2013//09/26/surveipendapatanrumah-tangga-usahaper

tanian-2013-596021.html).

Sebagai salah satu pilar ekonomi negara dan dasar bagi kelangsungan

pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, sektor pertanian diharapkan dapat

meningkatkan pendapatan penduduk yang masih di bawah garis kemiskinan serta

mampu memberikan pemecahan permasalahan bagi bangsa Indonesia. Karena

sektor pertanian mempunyai 4 fungsi yang sangat fundamental bagi pembangunan

suatu bangsa, yaitu :

1. Mencukupi pangan dalam negeri

(16)

2. Penyediaan lapangan kerja

3. Penyediaan bahan baku untuk industri, dan

4. Sebagai penghasil devisa bagi negara

Sebagai sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur

pembangunan perekonomian nasional, sudah seharusnya sektor ini berkembang

dan mendapat perhatian yang lebih serius dari pemerintah. Namun, perjalanan

pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum dapat

menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani

dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Potensi pertanian Indonesia sangat

besar, akan tetapi pada kenyataannya sampai saat ini sebagian besar dari petani

kita masih banyak yang termasuk dalam golongan miskin. (http://www.

paskomnas.com/id/berita/Kondisi-Pertanian-Indonesia-saat-ini-Berdasarkan-Pand

angan-Mahasiswa-Pertanian-Indonesia.php). Bahkan desa yang merupakan

wilayah sentra pertanian di Indonesia justru tidak mengalami perkembangan, baik

dari segi kualitas hidup maupun kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri.

Pembangunan pertanian di masa yang akan datang tidak hanya dihadapkan

untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, namun juga dihadapkan pula pada

tantangan untuk menghadapi perubahan tatanan politik di Indonesia yang

mengarah pada era demokratisasi yakni tuntutan otonomi daerah dan

pemberdayaan petani. Disamping itu, dihadapkan pula pada tantangan untuk

mengantisipasi perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisasi dunia.

(17)

menghasilkan produk-produk pertanian yang berdaya saing tinggi namun juga

mampu mengembangkan pertumbuhan daerah serta pemberdayaan masyarakat.

Ketiga tantangan tersebut menjadi sebuah kerja keras bagi kita semua apabila

menginginkan pertanian kita dapat menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan

masyarakat dan dapat menjadi motor penggerak pembangunan bangsa.

Desa Batukarang merupakan salah satu desa yang memproduksi hasil-hasil

pertanian terutama tanaman holtikultura dalam jumlah yang besar, yang bisa

memenuhi permintaan dari daerah lain. Desa ini termasuk dalam wilayah

administrasi Kecamatan Payung, Kabupaten Karo. Dimana, Kabupaten Karo

merupakan daerah yang terkenal sebagai sentra tanaman holtikultura di Sumatera

Utara.

Desa Batukarang memiliki topografi dataran tinggi dengan ketinggian

antara ± 850 s/d 11.200 meter di atas permukaan laut. Secara umum Desa

Batukarang beriklim tropis dengan udara sejuk yang dipengaruhi oleh iklim

pegunungan dengan tipe-tipe iklim kering. Rata-rata suhu udara sebesar 19,8°C

dengan suhu maksimum 25,8°C dengan suhu minimum 14,3°C. Sepanjang tahun

daerah ini hanya mengalami dua kali pertukaran musim, yaitu musim hujan dan

musim kemarau. Musim hujan berlangsung sepanjang bulan September sampai

bulan Maret pada tahun berikutnya, dan musim kemarau berlangsung dari bulan

April hingga Agustus. Rata-rata curah hujan di daerah ini berkisar 2500 mm

pertahun. Dengan kondisi ini, Desa Batukarang memiliki potensi yang sangat

besar dalam sektor pertanian.

(18)

Kondisi alam yang mendukung, membuat penduduk Desa Batukarang

memiliki kemauan dan kerja keras yang kuat dalam bidang pertanian. Penduduk

Desa Batukarang sendiri sebahagian besar bermata pencaharian sebagai petani.

Ada juga penduduk yang bekerja sebagai pegawai negeri, pedagang, wiraswasta,

dan lain sebagainya, namun mereka tetap memiliki lahan pertanian bahkan masih

menyempatkan diri untuk bekerja di ladang. Hal ini kemudian membuat penduduk

Desa Batukarang tidak pernah kekurangan bahan pangan. Bahkan usaha pertanian

di desa ini telah menyediakan pekerjaan bagi orang-orang di luar Kabupaten Karo,

sebagai buruh tani atau lebih dikenal dengan istilah aron.

Luas areal kawasan Desa Batukarang adalah 1370 Ha. Dengan

penggunaan lahan terbesar untuk pertanian. Penggunaan tanah di Desa

Batukarang sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian cabai dan padi baik

pertanian lahan kering maupun pertanian lahan basah / sawah. Kesuburan tanah

menjadikan desa Batukarang sebagai tempat yang ideal dan pertanian menjadi

sumber kehidupan pokok dan utama bagi penduduknya. Pertanian padi adalah

yang utama sehubungan dengan makanan pokok adalah beras. (Proposal

Penelitian Kurnia Putra Bangun, 2008. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap

Partisipasi Politik Masyarakat di Dalam Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2005 di

Kabupaten Karo. Medan : Universitas Sumatera Utara).

Meskipun desa Batukarang memiliki potensi yang besar dalam sektor

pertanian, namun hal ini tidak menjamin bahwa produksi pertanian di desa ini

berkembang. Selain itu, jika dibandingkan dengan desa-desa pertanian lainnya di

(19)

sangat tertinggal jauh. Selain dari produksi pertanian itu sendiri, desa-desa

pertanian di Bali telah dikembangkan menuju desa agrowisata. Dimana usaha

pertanian di samping tetap berproduksi, dikembangkan juga menjadi kawasan

wisata alam tanpa meninggalkan fungsi utamanya sebagai lahan pertanian

produktif. Sehingga hal ini bisa lebih meningkatkan pendapatan petani.

Pembangunan pertanian di Bali dilakukan secara sungguh-sungguh dan

terencana dengan baik, dengan melihat peluang-peluang yang ada. Pengembangan

agrowisata di wilayah ini pun dilakukan dengan melihat potensi pariwisata yang

cukup besar dengan objek wisata yang beraneka ragam yang dimilikinya. Dan

upaya ini telah membawa keberhasilan tersendiri bagi Bali. Wisatawan yang

berkunjung ke Bali belakangan ini memiliki kecenderungan tidak sekedar

menikmati keunikan sosial budaya, tetapi juga perhatian akan lingkungan yang

semakin meningkat. (Sudibya, Bagus. 2002. “Pengembangan Ecotourism di Bali:

Kasus Bagus Discovery Group”. Makalah disampaikan pada Ceramah Ecotourism

di Kampus STIM-PPLP Dhyana Pura, Dalung, Kuta pada tanggal 14 Agustus

2002). Bahkan para wisatawan yang datang selalu menyempatkan diri untuk

mengunjungi desa-desa agrowisata di Bali, baik yang datang untuk tujuan dapat

melihat langsung dan mengikuti proses panen serta mengetahui tentang

bagaimana hasil-hasil pertanian itu dipasarkan maupun yang datang hanya untuk

menikmati pemandangan alam dan udara yang segar.

Desa Batukarang sendiri memiliki potensi untuk berkembang seperti desa-

desa pertanian di Bali. Dimana Kabupaten Karo juga memiliki objek-objek wisata

yang banyak dan beraneka ragam. Bahkan Karo sendiri menjadi salah satu tujuan

(20)

wisata terbesar di Sumatera Utara, selain Danau Toba yang ada di Samosir.

Namun hingga saat ini pertanian di Desa Batukarang tidak berubah dari keadaan

yang sebelumnya. Dimana pertanian hanya ditujukan untuk sekedar memenuhi

kebutuhan masyarakat dan belum memanfaatkan potensi-potensi yang ada secara

maksimal. Padahal sejak berlakunya otonomi daerah, desa sudah diberi

kewenangan untuk berkreasi dan mengembangkan daerahnya sesuai dengan

potensi yang ada.

Desa memiliki hak untuk mengurus, mengatur rumah tangganya sendiri

yang disebut otonomi desa. Desa tidak lagi berada dibawah pemerintahan

kecamatan seperti sebelumnya. Untuk itulah telah diterbitkan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No 72 Tahun 2005 tentang pemerintahan desa.

Dimana inti dari peraturan ini adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat

desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dengan persyaratan

yang diamanatkan yakni diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip

demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta memperhatikan

potensi dan keanekaragaman daerah. (http://repository.unhas.ac.id/handle/1

23456789/253).

Dengan peraturan ini, pemerintah desa harus melakukan sendiri aktivitas

perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Untuk itulah pemerintah desa

harus membuat dan menetapkan sendiri peraturan perundang-undangan untuk

lingkup desa masing-masing. Peraturan inilah yang kemudian dikenal sebagai

peraturan desa. Penetapan peraturan desa sendiri dilakukan oleh Badan

(21)

lembaga eksekutif di tingkat desa, sedangkan Badan Permusyawaratan Desa

sebagai lembaga legislatif di ditingkat desa.

Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa tersebut pada dasarnya

merupakan implementasi dari demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

desa; yang berfungsi dalam pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa,

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa. Badan

Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah Badan

Permusyawaratan yang terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat yang ada di Desa

yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung

dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD sebagai Badan Permusyawaratan

merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. BPD

berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Desa. BPD mempunyai

fungsi, yaitu: (1) mengayomi yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup

dan berkembang di Desa yang bersangkutan sepanjang menunjang kelangsungan

pembangunan; (2) legislasi yaitu merumuskan dan menetapkan Peraturan Desa

bersama-sama Pemerintah Desa; (3) pengawasan yaitu meliputi pengawasan

terhadap pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

serta Keputusan Kepala Desa; dan (4) menampung aspirasi masyarakat yaitu

menangani dan menyalurkan aspirasi yang diterima dari masyarakat kepada

Pejabat atau Instansi yang berwenang. (http://www.sundul.desa.id/2013/06/bpd-

desa-sundul-tahun-2013-2018.html).

(22)

Mencermati fungsi BPD khususnya dalam hal legislasi di desa, maka

dapat dikatakan bahwa BPD memiliki peran yang sangat penting dan strategis

dalam proses pemerintahan di desa. BPD secara langsung dapat mempengaruhi

dinamika kehidupan masyarakat desa dan sangat menentukan kemana arah

pembangunan suatu desa. Untuk itulah, peran BPD sangat menentukan dalam

pembangunan pertanian di Desa Batukarang. Hal ini dikarenakan keberhasilan

pembangunan sektor pertanian tidak hanya bergantung pada seberapa besar

potensi yang dimiliki, tetapi juga peran dari pemerintah.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk

melihat lebih dalam bagaimana sebenarnya peran BPD dalam pembangunan

pertanian. Untuk itu peneliti mengangkat judul “Peranan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pembangunan Pertanian Di Desa

BatukarangKecamatanPayungKabupatenKaro’’.

1.2RumusanMasalah

Untuk mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini

memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data kedalam

penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan

diteliti.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas

maka rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: “

Bagaimana Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan

(23)

1.3TujuanPenelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak

dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian dalam penyelenggaraanya.

Dengan demikian adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Peranan Badan Permusyawaratan Desa di desa

Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo dalam Pembangunan

Pertanian.

2. Untuk mengetahui masalah atau kendala yang dihadapi oleh Badan

Permusyawaratan Desa dalam menjalankan Perannya pada Pembangunan

Pertanian di desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

1.4ManfaatPenelitian

Disamping tujuan yang hendak dicapai, maka suatu penelitian harus

mempunyai manfaat yang jelas. Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini

adalah :

1. Bagi penulis, sebagai suatu tahap untuk melatih dan mengembangkan

kemampuan berfikir ilmiah serta kemampuan untuk menuliskannya ke

dalam bentuk karya tulis ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori yang

diperoleh ilmu administrasi negara FISIP USU khususnya pada

konsentrasi pembangunan.

2. Bagi instansi, sebagai bahan masukan bagi Badan Permusyawaratan Desa

dalam pelaksanaan kegiatannya.

(24)

3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khasanah

ilmiah dan referensi dalam penelitian ilmu sosial khusunya bagi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan bagi

kalangan penulis lainnya yang tertarik dalam bidang ini.

1.5KerangkaTeori

1.5.1PembangunanDesa

Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua

paradigma besar, modernisasi dan ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin

1994, Kiely 1995 dalam Tikson, 2005). Paradigma modernisasi mencakup

teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan

teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses

perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan

(under-development) ketergantungan (dependent development) dan sistem

dunia (world system theory) sesuai dengan klassifikasi Larrain (1994).

Sedangkan Tikson (2005) membaginya kedalam tiga klassifikasi teori

pembangunan, yaitu modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan. Dari

berbagai paradigma tersebut itulah kemudian muncul berbagai versi tentang

pengertian pembangunan.

Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk

menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga

negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi

(25)

Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya

suatu kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema

kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini

dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada

keberagaman dalam seluruh aspek kehidupan. Ada pun mekanismenya

menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang

mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai

aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi

kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.

Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai

“Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang

berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan

pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation

building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian

yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang

lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.

Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat

pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja

melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi

dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau

pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga

kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya,

kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding

(26)

terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi.

Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui

pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti

pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, fasilitas rekreasi, dan partisipasi

dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya

sering dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan

nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut

masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme.

Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari

kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.

Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek

kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung

pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting

dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress),

pertumbuhan dan diversifikasi.

Berarti jelaslah bahwa suatu pembangunan tidak lain merupakan suatu

proses pertumbuhan dan perubahan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Berencana dan dilaksanakan secara sadar.

b. Selalu diarahkan pada usaha peningkatan atau menuju kepada keadaan

yang lebih baik.

(27)

Taliziduhu Ndraha (1982:71) mengemukakan bahwa: “pembangunan desa

merupakan setiap pembangunan yang di dalam prosesnya masyarakat desa harus

berpartisipasi aktif”. Sementara Soewignjo (1985:24) juga mengemukakan

pendapat mengenai pembangunan desa yaitu: “Pembangunan desa yaitu

perencanaan pembangunan dari, oleh, dan untuk masyarakat desa.”

Dari defenisi di atas mengisyaratkan dengan jelas bahwa keikutsertaan

masyarakat dalam proses penentuan pembangunan di desanya adalah sangat

dominan. Melibatkan mental dan emosi masyarakat desa yang dapat mendorong

mereka untuk menyumbang bagi tercapainya tujuan masyarakat dengan jalan

mendiskusikan, menentukan keinginan, merencanakan dan mengerjakan secara

bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan berbasis partisipasi

masyarakat.

Dalam penjelasannya oleh Syahyuti dari Pusat Analisis Sosial Ekonomi

dan Kebijakan Pertanian, partisipasi adalah proses tumbuhnya kesadaran terhadap

kesalinghubungan di antara stakeholders yang berbeda dalam masyarakat, yaitu

antara kelompok-kelompok sosial dan komunitas dengan pengambil kebijakan

dan lembaga-lembaga jasa lain. Secara sederhana, partisipasi dapat dimaknai

sebagai “the act of taking part or sharing in something” . Dua kata yang dekat

dengan konsep partisipasi adalah “engagement” dan “involvement” .

Partisipasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana seluruh pihak dapat

membentuk dan terlibat dalam seluruh inisitaif pembangunan. Maka,

pembangunan yang partisipatif adalah proses yang melibatkan masyarakat secara

aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan

(28)

mereka. Dalam bidang politik dan sosial, partisipasi bermakna sebagai upaya

melawan ketersingkiran. Jadi, dalam partisipasi, siapapun dapat memainkan

peranan secara aktif, memiliki kontrol terhadap kehidupannya sendiri, mengambil

peran dalam masyarakat, serta menjadi lebih terlibat dalam pembangunan. Pada

akhirnya, tujuan partisipasi adalah untuk meningkatkan inisiatif masyarakat

terhadap pengelolaan sumberdaya untuk pembangunan.

Jika dicermati, makna partisipasi berbeda-beda menurut mereka yang

terlibat, misalnya antara pengambil kebijakan, pelaksana di lapangan, dan

masyarakat. Para ahli telah mampu membuat pengklasifikasian partisipasi.

Misalnya, ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya ada tujuh karakteristik

tipologi partisipasi, yang berturut-turut semakin dekat kepada bentuk yang ideal,

yaitu :

1. Partisipasi pasif atau manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi yang

paling lemah. Karakteristiknya adalah masyarakat menerima

pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi. Pengumuman sepihak

oleh pelaksana pembangunan tidak memperhatikan tanggapan

masyarakat sebagai sasaran program. Informasi yang dipertukarkan

terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran belaka.

2. Partisipasi informatif. Masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan

penelitian untuk pembangunan, namun tidak berkesempatan untuk

terlibat dan mempengaruhi proses penelitian. Akurasi hasil penelitian,

(29)

3. Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara

berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, menganalisa

masalah dan pemecahannya. Belum ada peluang untuk pembuatan

keputusan bersama. Para profesional tidak berkewajiban untuk

mengajukan pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk

ditindaklanjuti.

4. Partisipasi insentif. Masyarakat memberikan korbanan dan jasa untuk

memperoleh imbalan insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan

dalam proses pembelajaran atau eksperimen-eksperimen yang

dilakukan. Masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan

kegiatan-kegiatan setelah insentif dihentikan.

5. Partisipasi fungsional. Masyarakat membentuk kelompok sebagai

bagian pelaksana pembangunan, setelah ada keputusan-keputusan

utama yang disepakati. Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada

pihak luar, tetapi secara bertahap menunjukkan kemandiriannya.

6. Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam analisis untuk

perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan.

Cenderung melibatkan metoda interdisipliner yang mencari keragaman

perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis.

Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan

keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam

keseluruhan proses kegiatan.

(30)

7. Mandiri (self mobilization). Masyarakat mengambil inisiatif sendiri

secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk merubah sistem

atau nilai-nilai yang mereka junjung. Mereka mengembangkan kontak

dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan

dukungan teknis serta sumber daya yang diperlukan. Masyarakat

memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau

digunakan.

Akhir-akhir ini telah lahir konvergensi antara hasrat pelibatan masyarakat

dalam perumusan kebijakan dan implementasinya dengan terciptanya good

governance. Telah diupayakan mencari berbagai bentuk baru partisipasi yang

bersifat lebih langsung. Intinya adalah bagaimana masyarakat dapat

mempengaruhi pemerintahan desa dan memaksa mereka agar lebih accountable.

1.5.2PemerintahanDesa

Dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi,

berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk

dalam sistem Pemerintahan Nasional dan barada di Kabupaten atau Kota.

Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman,

(31)

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan

kepada desa melalui pemerintahan desa dapat diberikan penugasan ataupun

pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan

urusan pemerintah tertentu. Sedangkan desa di luar desa geneologis yaitu desa

yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa

ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis,

majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan

untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan desa itu sendiri.

Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun

hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan serta dapat

dituntut dan menuntut di pengadilan. Untuk itu kepala desa dengan persetujuan

BPD mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan mengadakan

perjanjian yang saling menguntungkan.

Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan desa, bantuan

pemerintah dan pemerintah daerah, pendapatan lain-lain yang sah, sumbangan

pihak ketiga dan pinjaman desa. Berdasarkan hak asal-usul desa yang

bersangkutan, kepala desa mempunyai wewenang untuk mendamaikan perkara

atau sengketa dari para warganya. Dalam upaya meningkatkan dan mempercepat

pelayanan kepada masyarakat yang bercirikan perkotaan dibentuk kelurahan

sebagai unit pemerintahan kelurahan yang berada di dalam daerah kabupaten

dan/atau daerah kota.

(32)

Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dibentuk Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang

berkembang di desa bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan

dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, seperti dalam pembuatan

dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan

keputusan Kepala Desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan yang

berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintah desa dalam memberdayakan

masyarakat desa.

Kepala Desa pada dasarnya bertanggungjawab kepada rakyat desa yang

dalam tata cara dan prosedur pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati

atau walikota melalui Camat. Kepada Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa

wajib memberikan keterangan laporan pertanggungjawabannya dan kepada rakyat

menyampaikan informasi pokok-pokok pertanggungjawabannya namun tetap

harus memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan Permusyawaratan Desa

untuk menanyakan dan atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal

yang berhubungan dengan pertanggungjawaban tersebut.

Desa tidak lagi merupakan level administrasi, tidak lagi menjadi bawahan

daerah tetapi menjadi independent community, sehingga setiap warga desa dan

masyarakat desanya berhak berbicara atas kepentingannya sendiri dan bukan dari

atas ke bawahan seperti selama ini terjadi. Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau

digabungkan dengan memperhatikan asal- usulnya atas prakarsa masyarakat

(33)

Di desa dibentuk pemerintah desa yang terdiri atas kepala desa atau yang

disebut dengan nama lain dan perangkat desa. Perangkat Desa terdiri atas

sekretaris desa dan perangkat desa lainnya seperti perangkat pembantu kepala

desa terdiri dari sekretaris desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan

dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain.

Penyelenggaraan pemerintah desa merupakan subsistem dari sistem

penyelenggaraan pemerintah sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala desa bertanggungjawab pada

BPD dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas tersebut kepada bupati.

Dalam menjalankan Pemerintahan Desa, pemerintah desa menerapkan

prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. Sedangkan dalam menyelenggara-

kan tugas dan fungsinya, kepala desa:

a. Bertanggung jawab kepada rakyat melalui BPD; dan

b. Menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Bupati

tembusan Camat.

Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai penanggungjawab

utama dalam bidang pembangunan Kepala Desa dapat dibantu lembaga

kemasyarakatan yang ada di desa. Sedangkan dalam menjalankan tugas dan

fungsinya, sekretaris desa, kepala seksi, dan kepala dusun berada di bawah serta

tanggungjawab kepada Kepala Desa, sedang kepala urusan berada di bawah dan

bertanggungjawab kepada sekretaris desa.

(34)

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 209,

urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa adalah sebagai berikut.

a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.

b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten atau kota yang

diserahkan pengaturannya kepada desa.

c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan atau

pemerintah kabupaten atau kota.

d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan

diserahkan kepada desa.

1.5.3BadanPermusyawaratanDesa(BPD)

1.5.3.1DefinisiBadanPermusyawaratanDesa(BPD)

Badan Permusyawaratan Desa adalah merupakan perwujudan demokrasi

dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat dianggap sebagai

“Parlemen”-nya desa. BPD merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi

daerah di Indonesia. Sedangkan penggunaan nama atau istilah BPD tidak harus

seragam pada seluruh desa di Indonesia dan dapat disebut dengan nama lain.

BPD mempunyai peran yang besar dalam membantu Kepala Desa untuk

menyusun perencanaan desa dan pembangunan desa secara keseluruhan. Dalam

UU No. 32 dijelaskan bahwa pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan

oleh kabupaten/ kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan

(35)

pemerintah mendorong terbentuknya Badan Perwakilan Desa (BPD) yang dalam

UU.No.32 tahun 2004 , menjadi Badan Permusyawaratan Desa.

Dalam melaksanakan kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakatnya, Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

sebagai lembaga legeslasi (menetapkan kebijakan desa) dan menampung serta

menyalurkan aspirasi masyarakat bersama Kepala Desa. Lembaga ini pada

hakikatnya adalah mitra kerja pemerintah desa yang memiliki kedudukan sejajar

dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan Desa, pembangunan dan

pemberdayaan masyarakat. Sebagai lembaga legislasi, Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) memiliki hak untuk menyetujui atau tidak terhadap kebijakan desa

yang dibuat oleh Pemerintah Desa.

Lembaga ini juga dapat membuat rancangan peraturan desa untuk secara

bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan menjadi peraturan desa. Disini terjadi

mekanisme check and balance system dalam penyelenggaraan Pemerintahan

Desa yang lebih demokratis. Sebagai lembaga pengawasan, Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol

terhadap implementasi kebijakan desa, Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa

(APBDes) serta pelaksanaan keputusan Kepala Desa. Selain itu, dapat juga

dibentuk lembaga kemasyarakatan desa sesuai kebutuhan desa untuk

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan.

Dengan adanya kontrol BPD tersebut membuat pembangunan di desa

semakin terarah dan program-program dalam meningkatkan pembangunan

pertanian di desa akan lebih terawasi dan terlaksana dengan pembentukan BPD.

(36)

1.5.3.2Fungsi,WewenangdanHakAnggotaBadanPermusyawaratanDesa

(BPD)

Adanya mekanisme kontrol melalui sebuah lembaga perwakilan, tidak

semata dengan terwujudnya lembaga BPD. Melainkan sangat ditentukan pula dari

proses pembentukannya serta bagaimana kapasitas kerja dari anggota BPD

tersebut sesudahnya. Kesadaran politik masyarakat terutama dalam hal peran

serta, menentukan kebijakan yang akan diambil, sangat dibutuhkan.

Badan Perwakilan Desa (BPD) yang ada selama ini berubah namanya

menjadi Badan Permusyawaratan Desa. BPD merupakan perwujudan demokrasi

dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara

Pemerintah Desa. Dalam pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005

Badan Permusyawaratan Desa berkedudukan sebagai unsur penyelenggara

Pemerintahan Desa, serta Dalam pasal 209 UU No 32 tahun 2004 Junto pasal 209

UU No 12 Tahun 2008 Junto Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun

2005 disebutkan bahwa fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa ialah

menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan

aspirasi masyarakat, oleh karenanya BPD sebagai Badan Permusyawaratan yang

berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan

penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga harus menjalankan

fungsi utamanya, yakni fungsi representasi. Perubahan ini didasarkan pada kondisi

faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah

untuk mufakat”. Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat

(37)

dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan

goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat luas.

Keanggotaan BPD seperti yang disebutkan dalam pasal 30 PP No 72 tahun

2005 adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan

wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan

profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan

anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali

masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan

merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. BPD berfungsi

menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan

aspirasi masyarakat.

Adapun jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditentukan berdasarkan

jumlah penduduk desa yang bersangkutan dengan ketentuan menurut PP nomor

72 tahun 2005 tentang pemerintahan desa, sebagai berikut :

a. Jumlah penduduk desa sampai dengan 1.500 jiwa, jumlah anggota BPD

sebanyak 5 (lima) orang

b. Jumlah penduduk desa antara 1.501 sampai dengan 2.000 jiwa, jumlah

anggota BPD sebanyak 7 (tujuh) orang

c. Jumlah penduduk desa antara 2.001 sampai dengan 2.500 jiwa, jumlah

anggota BPD sebanyak 9 (sembilan) orang

d. Jumlah penduduk desa antara 2.501 sampai dengan 3.000 jiwa, jumlah

anggota BPD sebanyak 11 (sebelas) orang

(38)

e. Jumlah penduduk lebih dari 3.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 13

(tiga belas) orang

Dalam Pasal 35 PP No 72 Tahun 2005, dijelaskan BPD mempunyai

wewenang:

a) Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa

b) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan

Peraturan Kepala Desa

c) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa

d) Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa

e) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan,dan menyalurkan

aspirasi masyarakat dan menyusun tata tertib BPD.

Dan dalam pasal 37 PP No 72 Tahun 2005, Anggota BPD mempunyai

hak:

a) Mengajukan rancangan Peraturan Desa

b) Mengajukan pertanyaan

c) Menyampaikan usul dan pendapat

d) Memilih dan dipilih

(39)

Sedangkan yang dimaksud dengan Peraturan Desa ialah produk hukum

tingkat desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan

Desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa (pasal 55 PP No 72 tahun

2005). Peraturan desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

desa, dengan demikian maka pemerintahan desa harus merupakan penjabaran

lebih lanjut dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan

tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi serta harus memperhatikan kondisi sosial

budaya masyarakat desa setempat dalam upaya mencapai tujuan pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka

pendek.

1.5.3.3HubunganKerjaKepala DesadenganBadanPermusyawaratanDesa

(BPD)

Hubungan kerja Kepala Desa dengan BPD, dilakukan melalui pengertian

dan kedudukan, tugas dan fungsi serta kemampuan melaksanakan tugas dan

fungsi tersebut. Tugas dan fungsi Kepala Desa dalam UU NO. 32 Tahun 2004

tidak merinci apa saja yang menjadi tugas dan fungsinya tersebut, tetapi

menekankan supaya di atur lebih lanjut oleh Peraturan Daerah Kabupaten atau

Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah. Secara umum dapat dikatakan bahwa

tugas dan fungsi Kepala Desa adalah :

a. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa

b. Membina kehidupan masyarakat desa dalam arti sosial dan ekonomi

(40)

c. Memelihara kehidupan yang harmonis di tengah-tengah masyarakat desa

d. Mewakili desa dalam beberapa peristiwa hukum dan atau menunjuk kuasa

hukumnya.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang anggota-anggotanya

merupakan wakil dari penduduk desa yang di tetapkan dengan cara musyawarah

dan mufakat, berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa,

menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. (Pasal 210 ayat 1 dan Pasal

209 UU No. 32 Tahun 2004).

Kedudukan Kepala Desa dan BPD dapat dikatakan. Pertama, sebagai

pihak yang bermitra kerja dalam proses penyelenggaraan Pemerintahan Desa,

karena BPD bersama Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa. Di samping itu,

Kepala Desa memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa, BPD secara

institusional mewakili penduduk desa bertindak sebagai pengawas terhadap

penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Di sisi lain adanya fungsi BPD untuk

menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Kedua, Kepala Desa

bertanggung jawab kepada penduduk desa melalui BPD dalam arti kultural dan

etika.

Selanjutnya mengenai kemampuan melaksanakan tugas dan fungsi dapat

dikatakan sebagai pelengkap dalam harmonisasi atau disharmonisasi hubungan

kerja. Hubungan kerja dalam mekanisme kemitraan mengenai penetapan

Peraturan Desa, pada kelaziman umum, tedapat kondisi penyusunan rencana

(41)

prinsip rancangan Peraturan Perundang-undangan wajib mendapat persetujuan

dari pihak lain sebagai mitra yang dtentukan. Hal yang sama berlaku dalam

mekanisme peyusunan dan pengesahan Rancangan Peraturan Desa. Rancangan

Peraturan Desa dapat dibuat oleh Kepala Desa atau BPD dan mendapat

pengesahan dari salah satunya.

Dinamika penetapan peraturan desa pada umumnya dapat terlaksana

sesuai harapan walaupun melalui beberapa ketegangan akibat adanya tuntutan

perubahan dan perbaikan naskah atau materi yang diusulkan, dan hal itu adalah

suatu kewajaran. Ketegangan yang sesungguhnya terjadi apabila Peraturan Desa

dilaksanakan dengam Keputusan Kepala Desa.

Hubungan kerja BPD, secara institusional mewakili penduduk desa,

bertindak sebagai pengawas terhadap penyelenggaraan Pemerintah Desa. Obyek-

obyek pengawasan dapat berupa implementasi Peraturan Desa, mekanisme

pelayanan masyarakat, operasionalisasi pemerintahan secara umum dan

pelaksanaan program pembangunan desa. Pekerjaan menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat sesungguhnya merupakan fungsi namun dalam

aplikasi penyaluran aspirasi tersebut diperlukan kerja kemitraan. Kemitraan dalam

penyelenggaraan Pemerintahan Desa antara Kepala Desa dan BPD adalah suatu

keniscayaan. Bagaimana mungkin aspirasi masyarakat dapat terwujud jika tidak

dibarengi dengan kesungguhan dan tekad yang tinggi dari semua unsur

penyelenggara Pemerintahan Desa. BPD menjembatani antara aspirasi yang

tumbuh, Kepala Desa operator aspirasi dan BPD secara berkelanjutan memotivasi

(42)

tumbuhnya aspirasi, terwujudnya aspirasi menuju peningkatan partisipasi dalam

rangka pemberdayaan masyarakat secara keseluruhan.

Pertanggungjawaban Kepala Desa secara normatif, UU No 32 tahun 2004

tidak mengatur tentang pertanggungjawaban tersebut, tetapi secara etika dan

kultural, pertanggungjawaban Kepala Desa adalah hal pokok terutama dalam

membangun “TRUST’ dan peningkatan pemberdayaan.

Semenjak adanya otoritas formal ditingkat desa dalam bentuk institusi

pemerintahan desa, Kepala Desa selalu lahir sebagai hasil pemilihan langsung

oleh penduduk desa. Oleh karena itu wajar apabila Kepala Desa melaporkan

kinerja yang telah dicapainya kepada penduduk yang memilihnya.

Sebagai pemimpin yang terpilih, tampilan Kepala Desa adalah sosok

kebapakan yang terbuka apalagi dalam lingkungan masyarakat gemeinschaft, rasa

tanggung jawab merupakan hal yang di junjung tinggi, pemimpin lah yang

pertama-tama harus bertanggung jawab terhadap kelompok yang dipimpinnya.

1.5.4Pertanian

Secara umum pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia

yang termasuk di dalamnya yaitu bercocok tanam, peternakan, perikanan dan juga

kehutanan. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Negeri Indonesia

adalah sebagai petani, sehingga sektor pertanian sangat penting untuk

(43)

Sejalan dengan peningkatan peradaban manusia, pertanianpun berkembang

menjadi berbagai sistem. Mulai dari sistem yang paling sederhana sampai sistem

yang canggih dan padat modal. Berbagai teknologi pertanian dikembangkan guna

mencapai produktivitas yang diinginkan.

Kemajuan ilmu dan teknologi, peningkatan kebutuhan hidup manusia,

memaksa manusia untuk memacu produktifitas menguras lahan, sementara itu

daya dukung lingkungan mempunyai ambang batas toleransi. Sehingga,

peningkatan produktivitas akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, yang pada

ujungnya akan merugikan manusia juga. Berangkat dari kesadaran itu maka

muncullah tuntutan adanya sistem pertanian berkelanjutan.

Di desa Batukarang sendiri sebagian besar penduduknya bermata

pencaharian sebagai petani. Tanah yang subur dan iklim yang sesuai disertai

dengan kemauan dan kerja keras membuat penduduk desa Batukarang tidak

pernah kekurangan bahan pangan.

Jenis tanaman yang utama di Desa Batukarang adalah tanaman cabai.

Produksinya di pasarkan pada umumnya kepada penulak atau dengan sebutan di

desa tersebut tokeh baik yang datang maupun yang berdomisili di desa tersebut.

Selain itu, masyarakat juga menjual hasil pertaniannya ke pajak (tiga) di kota

Kabanjahe yang merupakan Ibukota provinsi. Jenis tanaman lainnya yang ditanam

di ladang oleh masyarakat adalah padi, tembakau, jagung, dan sayur-sayuran.

Para perencana dan pelaksana seperti Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) dalam pembangunan pertanian di desa Batukarang sendiri perlu diberikan

wewenang yang lebih luas dalam merencanakan daerahnya. Karena mereka lebih

mengetahui potensi dan kendala daerahnya. Meskipun banyak lembaga-lembaga

(44)

masyarakat seperti LKMD, PKK, Karang Taruna, dan perkumpulan-perkumpulan

remaja dan kelompok-kelompok tani di desa Batukarang sendiri yang sifatnya

membangun. Namun, peran dari BPD tersebut sangat besar kepada masyarakat

desa.

Dalam sektor pertanian di desa Batukarang, Badan Permusyawaratan Desa

sebagai penampung aspirasi masyarakat haruslah dapat melakukan pembangunan

yang merata dalam sektor pertanian. BPD dalam meningkatkan sumber daya

manusia pada sektor pertanian tidak hanya diarahkan pada peningkatan

produktifitas petani, namun harus diarahkan pula pada peningkatan partisipasi

petani dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan

mereka.

Pertanian diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien,

dan tangguh. Pengertian maju, efisien dan tangguh dalam Pertanian mencakup

konsep-konsep mikro dan makro yaitu bagi sektor pertanian sendiri maupun

dalam hubungannya dengan sektor-sektor lain di luar pertanian, misalnya industri,

transportasi, dan keuangan. Selanjutnya kegiatan pertanian bertujuan untuk

meningkatkan hasil dan mutu produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup

petani dan memperluas lapangan kerja dan kesempatan kerja.

1.5.5 PembangunanPertanian

Bagi Negara-negara sedang berkembang, pembangunan pertanian pada

abad-21 bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

juga harus mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan

(45)

dibatasi maknanya dalam artian peningkatan produktifitas mereka saja, namun

yang tidak kalah penting adalah untuk meningkatkan kemampuan para petani agar

dapat lebih berperan dalam berbagai proses pembangunan.

Pembangunan pertanian merupakan sebuah program dalam meningkatkan

kemampuan sumberdaya manusia sehingga nantinya masyarakat dapat memiliki

sebuah kemandirian dari sisi ekonomi hingga sosial politik di lingkungannya. Jadi

pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan kalau terjadi pertumbuhan

sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani dari

yang kurang baik menjadi lebih baik (Dr. Soekartawi, 1994;1). Dengan begitupan

proses pembangunan pertanian yang dilakukan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) akan lebih memberikan pelayanan yang efektif dikarenakan adanya sebuah

partisipasi aktif dari BPD tersebut dengan masyarakat karena adanya suatu

kesadaran untuk berkontribusi dalam memajukan pembangunan daerahnya

khusunya dalam peningkatan produktifitas pertanian masyarakat.

Menurut Suhendra (2004) di banyak negara, sektor pertanian yang berhasil

merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Para perancang

pembangunan Indonesia pada awal masa pemerintahan Orde Baru menyadari

benar hal tersebut, sehingga pembangunan jangka panjang dirancang secara

bertahap. Pada tahap pertama, pembangunan dititikberatkan pada pembangunan

sektor pertanian dan industri penghasil sarana produksi pertanian. Pada tahap

kedua, pembangunan dititikberatkan pada industri pengolahan penunjang

pertanian (agroindustri) yang selanjutnya secara bertahap dialihkan pada

pembangunan industri mesin dan logam.

(46)

Kebijakan untuk menetapkan sektor pertanian sebagai titik berat

pembangunan ekonomi sesuai dengan rekomendasi Rostow dalam rangka

persiapan tinggal landas (Simatupang dan Syafa’at, 2000). Lebih lanjut

dinyatakan bahwa revolusi pertanian merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan

upaya menciptakan prakondisi tinggal landas.

Menurut Arifin (2004) tidak berkembangnya sektor pertanian berakar pada

terlalu berpihaknya pemerintah pada sektor industri sejak pertengahan tahun

1980-an. Menyusul periode pertumbuhan tinggi sektor pertanian satu dekade

sebelumnya, pemerintah seolah menganggap pembangunan pertanian dapat

bergulir dengan sendirinya. Asumsi ini membuat pemerintah mengacuhkan

pertanian dalam strategi pembangunannya. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh

paradigma pembangunan saat itu yang menekankan industrialisasi. Pemerintah

mencurahkan perhatiannya pada sektor industri, yang kemudian diterjemahkan

dalam berbagai kebijakan proteksi yang sistematis. Akibatnya, proteksi besar-

besaran ini telah merapuhkan basis pertanian pada tingkat petani.

Definisi pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai suatu proses

perubahan sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan

status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk

mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial,

politik, budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan (improvement),

(47)

Dalam literatur klasik pembangunan pertanian karya Arthur Mosher yang

berjudul “Getting Agriculture Moving” dijelaskan secara sederhana dan gambling

tentang syarat pokok dan syarat pelancar dalam pembangunan pertanian.

Syarat pokok pembangunan pertanian meliputi: (1) adanya pasar untuk

hasil-hasil usahatani, (2) teknologi yang senantiasa berkembang, (3) tersedianya

bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal, (3) adanya perangsang produksi

bagi petani, dan (5) tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu. Adapun

syarat pelancar pembangunan pertanian meliputi: (1) pendidikan pembangunan,

(2) kredit produksi, (3) kegiatan gotong royong petani, (4) perbaikan dan

perluasan tanah pertanian, dan (5) perencanaan nasional pembangunan pertanian.

1.6DefinisiKonsep

Konsep merupakan istilah dan definisi yang digunakan untuk

menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau andividu

tertentu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun,1995: 33).

Melalui konsep, peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya

dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu

dengan yang lainnya.

Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang

diteliti atau untuk menghindari interpretasi ganda dari variabel yang diteliti, maka

dalam hal ini penulis mengemukakan definisi konsep pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

(48)

1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah merupakan perwujudan

demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat

dianggap sebagai “Parlemen”-nya desa. BPD merupakan lembaga baru

didesa pada era otonomi daerah di Indonesia. Sedangkan penggunaan

nama atau istilah BPD tidak harus seragam pada seluruh desa di

Indonesia dan dapat disebut dengan nama lain.

2. Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian merupakan sebuah program dalam

meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia sehingga nantinya

masyarakat dapat memiliki sebuah kemandirian dari sisi ekonomi

hingga sosial politik di lingkungannya. Jadi pembangunan pertanian

yang berhasil dapat diartikan kalau terjadi pertumbuhan sektor

pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani

dari yang kurang baik menjadi lebih baik.

1.7SistematikaPenulisan

Sistematika yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BABI:PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, serta

(49)

BABII:METODEPENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan

penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BABIII:DESKRIPSILOKASIPENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum dan karakteristik lokasi

penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, dan struktur organisasi

dimana peneliti melakukan penelitian.

BABIV:PENYAJIANDATA

Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari lapangan selama

penelitian berlangsung.

BABV:ANALISISDATA

Bab ini berisikan tentang kajian dan analisis data yang diperoleh saat

penelitian.

BABVI:PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Dan juga

berisikan saran-saran dari penulis untuk memberikan masukan guna

menjawab permasalahan yang ada.

Gambar

Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3

Referensi

Dokumen terkait

Ada dua hal yang diatur dalam penulisan huruf di dalam Ejaan yang Disempurnakan (EYD), yaitu aturan penulisan huruf besar atau huruf capital dan aturan penulisan huruf miring..

Satya Karya Surabaya belum pernah melakukan penyelesaian untuk mengurangi waste yang terjadi di area produksi, sehingga dalam hasil identifikasi ditemukan banyak

Seluruh alat dan bahan yang akan digunakan untuk menanam eksplan pada media kultur dimasukkan ke dalam LAF yang sebelumnya telah disemprot dengan alkohol 70%..

Berdasarkan dengan Hasil Evaluasi Dokumen Penawaran (Administrasi, Teknis, Harga dan Kualifikasi) Pekerjaan Pembangunan Unit Pengolahan Limbah Kegiatan Pengadaan Sarana Prasarana

- berasa tidak selesa dan ego dengan pangkat yang ada pada mereka - bergaul dengan golongan yang setaraf dengan mereka sahaja Pelbagai langkah dapat dijalankan dalam menangani

 Hub retransmits incoming signal to all outgoing lines  Only one station can transmit at a time.  With a 10Mbps LAN, total capacity

[r]

Website Niaga Star yang penulis buat ini dibangun dengan menggunakan script PHP, MySQL dan AJAX. Diharapkan web ini dapat membantu dan mempermudah dalam pemesanan komputer