BAB 3
IDENTITAS NASIONAL DAN GLOBALISASI
HAKIKAT DAN DIMENSI IDENTITAS NASIONAL
Identitas adalah ungkapan nilai-nilai budaya yang bersifat khas dan membedakannya dengan bangsa lain. Kekhasan yang melekat pada sebuah bangsa banyak dikaitkan dengan sebutan “identitas nasional”. Proses pembentukkan identitas nasional bukan sesuatu yang suah selesai, tetapi sesuatu yang terus berkembang dan konteksual mengikuti perkembangan zaman. Sifat identitas nasional yang relatif dan konteksual mengharuskan setiap bangsa untuk selalu kritis terhadap identitas nasionalnya serta selalu menyegarkan pemahaman dan pemaknaan terhadap jati dirinya.
Pertanyaan kritis terhadap jargon-jargon identitas nasional yang dianggap statis perlu diupayakan sebagai upaya terus-menerus mengkontekstualisasikan nilai-nilai baru yang terus berkembang di tengah masyarakat. Kehidupan social yang semakin berorientasi materiil, lambat namun pasti telah mempengaruhi pandangan sosial bangsa Indonesia. Tindakan-tindakan anarkis atau perusakan fasilitas umum pada sebagian aksi unjuk rasa menunjukkan semakin menipisnya kesadaran bahwa fasilitas umum dibangun dari uang rakyat.
Menurut para ahli secara umum terdapat beberapa unsur yang menjadi komponen identitas nasional, di antaranya:
1. Pola perilaku, adalah gambaran pola perilaku yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari, misalnya adat istiadat, budaya, dan kebiasaan, ramah tamah, hormat kepada oraagtua, dan sebagainya.
2. Lambang-lambang, adalah sesuatu yang menggambarkan tujuan dan fungsi Negara. 3. Alat-alat perlengkapan, adalah sejumlah perangkat atau alat-alat perlengkapan yang
digunakan untuk mencapai tujuan yang berupa bangunan, peralatan dan teknologi.
4. Tujuan yang ingin dicapai, yang bersumber dari tujuan yang bersifat dinamis dan tidak tetap.
UNSUR-UNSUR PEMBENTUK IDENTITAS NASIONAL INDONESIA
Unsur-unsur pembentuk identitas nasional Indonesia adalah sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama, dan bahasa.
1. Sejarah
Menurut catatan sejarah, sebelum menjadi sebuah negara, bangsa Indonesia pernah mengalami masa kejayaan yang gemilang. Semangat juang bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah telah menjadi ciri khas tersendiri bagi bangsa Indonesia yang kemudian menjadi salah satu unsur pembentuk idenstitas nasionalnya.
Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi tiga unsur, yaitu akal budi, peradaban, dan pengetahuan. Dapat dilihat pada sikap ramah dan santun kepada sesama.
3. Suku Bangsa
Kemajemukan merupakan identitas lain bangsa Indonesia. Tradisi bangsa Indonesia untuk hidup bersama dalam kemajemukan merupakan unsur lain pembentuk identitasnya yang harus terus dikembangkan dan dibudayakan. Kemajemukan alamiah bangsa Indonesia dapat dilihat pada keberadaan ribuan suku, bahasa, dan budaya.
4. Agama
Keanekaragaman adama merupakan identitas lain dari kemajemukan alamiah Indonesia. Mensyukuri nikmat kemajemukan dapat dilakukan dengan sikap dan tindakan untuk tidak memaksakan keyakinan dan tradisi satu golongan atas kelompok lainnya.
5. Bahasa
Bahasa Indonesia adalah salah satu identitas nasional Indonesia yang penting. Sekalipun Indonesia memiliki ribuan bahasa daerah, kedudukan bahasa Indonesia (Bahasa yang digunakan bangsa melayu) sebagai bahasa penghubung (lingua franca). Peristiwa Sumpah Pemuda 1928, yang menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia.
GLOBALISASI DAN KETAHANAN IDENTITAS NASIONAL
1. Globalisasi: Hakikat dan Pengertian
Secara umum globalisasi adalah sebuah gambaran tentang semakin ketergantungan diantara sesama masyarakat dunia baik budaya maupun ekonomi.
Globalisasi adalah fenomena dunia berwajah banyak. Globalisasi sering diidentikkan dengan : 1. Internasionalisasi, yaitu hubungan antar negara, meluasnya arus perdagangan dan penanaman modal; 2. Liberalisasi, yaitu pencabutan pembatasan-pembatasan pemerintah untuk membuka ekonomi tanpa pagar (borderless world) dalam hambatan perdagangan, pembatasan keluar-masuk mata uang, kendali devisa, dan izin masuk suatu negara (visa); 3. Universalisasi, yaitu ragam selera atau gaya hidup seperti pakaian, makanan, kendaraan, diseluruh pelosok penjuru dunia; 4. Westernisasi atau Amerikanisasi, yaitu ragam hidup model budaya barat (Amerika); dan 5. De-teritorialisasi, yaitu perubahan-perubahan geografis sehingga ruang sosial dalam perbatasan, tempat, dan jarak menjadi berubah.
Beberapa pengertian globalisasi :
perubahan dalam pengelolaan tata ruang-waktu, terjadi pula transformasi pengorganisasian hidup.
2. Globalisasi sebagai transformasi lingkup cara pandang. Dengan kata lain, globalisasi menyangkut transformasi cara memandang, berpikir, merasa, dan mendekati persoalan.
3. Globalisasi sebagai transformasi modus tindakan dan praktik. Pada bagian ini, globalisasi menunjuk pada proses kaitan yang makin erat semua aspek kehidupan pada skala mondial.
Terdapat banyak faktor yang mendorong terjadinya globalisasi antara lain pertumbuhan perkapitalisme, maraknya inovasi teknologi komunikasi dan infornasi serta diciptakannya regulasi-regulasi yang meningkatkan persaingan dalam skala besar dan luas seperti hak cipta, standardisasi teknis dan prosedural dalam produk dan sistem produksi serta penghapusan hambatan perdagangan.
2. Ketahanan Sosial
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi tantangan baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri, yang langsung maupun tidak langsung. Peluang dan tantangan bangsa Indonesia dalam era globalisasi dapat dijumpai dalam beberapa unsur yang meliputi bidang politik, bidang ekonomi, dan sosial-budaya.
Bidang politik
a. Demokrasi menjadi sistem politik di Indonesia yang berintikan kebebasan mengemukakan pendapat.
b. Politik luar negeri yang bebas aktif.
c. Melaksanakan sistem pemerintahan yang baik (good governance) dengan prinsip partisipasi, transparansi, rule of law, responsive, efektif, dan efisien.
Bidang ekonomi
a. Menjadi kestabilan ekonomi makro dengan menstabilkan nilai tukar rupiah dan suku bunga.
b. Menyediakan lembaga-lembaga ekonomi yang modern (perbankan, pasar modal, dan lain-lain).
c. Mengeksploitasi sumber daya alam secara proporsional.
Bidang sosial-budaya
a. Meningkatkan sumber daya manusia, yaitu kompetensi dan komitmen melalui demokratisasi pendidikan.
b. Penguasaan ilmu dan teknologi serta mengaplikasikannya dalam kehidupan masyarakat.
c. Menyusun kode etik profesi yang sesuai dengan karakter dan budaya bangsa.
MULTIKULTURALISME:
ANTARA
NASIONALISME
DAN
GLOBALISME
sebenarnya relatif baru. Sekitar 1950-an gerakan multikultural muncul pertama kali di Kanada dan Autralia, kemudian di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan lainnya.
1. Pengertian Multikulturalisme
Istilah multikulturalisme mulai digunakan orang sekitar tahun 1950-an di Kanada untuk menggambarkan masyarakat Kanada di perkotaan yang multikultural dan multilingual. Istilah multikulturalisme tidak lain sebagai sebuah konsep pengakuan (recognition) suatu entitas budaya dominan terhadap keberadaan budaya lain yang minoritas.
Ada beberapa istilah yang secara konseptual tampak mirip dengan terminologi multikulturalisme namun sebenarnya berbeda, misalnya pluralisme, diversitas, heterogenitas, atau yang sering disebut dengan istilah “masyarakat majemuk”. Masyarakat majemuk berbeda dengan keragaman budaya atau multikulturalisme. Masyarakat majemuk lebih menekankan soal etnisitas atau suku yang pada gilirannya membangkitkan gerakan etnosentrisme dan etnososialisme. Sifatnya sangat askriptif dan primordial. Model masyarakat ini sangat rentan dengan konflik. Dengan kata lain, konflik yang mereka miliki dapat terjadi setiap saat.
Konsep multikulturalisme sangat menjunjung perbedaan budaya bahkan menjaganya agar tetap hidup dan berkembang secara dinamis. Perspektif multikulturalisme memandang hakikat kemanusiaan sebagai suatu yang universal. Bagi masyarakat multikultural perbedaan merupakan suatu kesempatan untuk memanifestasikan hakikat sosial manusia dengan dialog dan komunikasi, dan sangat mementingkan dialektika yang kreatif.
Karakter masyarakat multikultural adalah toleran. Dalam perspektif multikulturalisme, naik individu maupun kelompok dari berbagai etnik dan kultur mereka. Sekalipun mereka hidup bersatu dalam ranah sosial, tetapi antar-entitas tetap ada jarak.
2. Multikulturalisme Indonesia
Dalam perjalanan sejarah nasionalisme Indonesia terdapat beberapa tahap yang sudah dan sedang dilalui bangsa Indonesia. Tahap pertama, ditandai dengan tumbuhnya perasaan kebangsaan dan persamaan nasib yang diikuti dengan perlawanan terhadap penjajahan baik sebelum maupun sesudah proklamasi kemerdekaan. Nasionalisme religius dan nasionalisme sekuler muncul bersamaan dengan munculnya gagasan Indonesia merdeka.
Tahap kedua adalah bentuk nasionalisme Indonesia yang merupakan kelanjutan dari semangat revolusioner pada masa perjuangan kemerdekaan, dengan peran pemimpin nasional yang lebih besar. Nasionalisme pada era ini mengandaikan adanya ancaman musuh dari luar terus-menerus terhadap kemerdekaan Indonesia.
Tahap ketiga adalah nasionalisme persatuan dan kesatuan. Di era Orde Baru, misalnya kelompok oposisi atau mereka yang tidak sejalan dengan pemerintah disingkirkan karena akan mengancam persatuan dan stabilitas. Perbedaan diredam bukan dengan menyelesaikan pokok persoalannya tetapi ditindas dan disembunyikan di bawah karpet.
Terdapat lima hal penting dalam melihat hubungan antara Pancasila dan multikulturalisme di Indonesia.
1. Multikulturalisme adalah pandangan kebudayaan yang berorientasi praktis, yakni yang menekankan perwujudan ide menjadi tindakan. Dengan kata lain, multikulturalisme dapat juga disebut sebagai penerjemahan Pancasila ke dalam konteks yang lebih konkret dan praktis.
2. Multikulturalisme harus menjadi strategi budaya masa depan Indonesia, yang dicanangkan dalam program pendidikan sebagai langkah awalnya.
3. Menjadikan multikulturalisme sebagai perwujudan nilai-nilai Pancasila dengan menjadikan unsur kebudayaan tidak sebatas sebagai hal yang bersifat praktikular. Kebudayaan dipandang sebagai suatu faktor penting bahwa utama dalam membangun karakter bangsa, karena proses integrasi bangsa bertumpu pada masalah-masalah kebudayaan.
4. Kalau multikulturalisme didefinisikan sebagai “sejumlah kebudayaan yang hidup berdampingan, dan seyogianya mengembangkan cara pandang yang mengakui dan menghargai keberadaan kebudayaan satu sama lain,” maka secara empiris dapat dipertanyakan apakah kriteria “saling menghargai” itu ada dalam masyarakat yang bersangkutan.
5. Perubahan dari cara berpikir pluralisme ke multikulturalisme dalam emandang Pancasila adalah perubahan kebudayaan yang menyangkut nilai-nilai dasar yang tidak mudah diwujudkan. Diperlukan dua persyaratan: 1. Kita harus memiliki pemahaman yang mendalam mengenai model multikulturalisme yang sesuai kondisi Indonesia; 2. Kebijakan itu harus berjangka panjang, konsisten, dan membutuhkan kondisi politik yang mendukung.