• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mediakom Edisi 34 Februari 2012 - [MAJALAH]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mediakom Edisi 34 Februari 2012 - [MAJALAH]"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

Jampersal

Turunkan Kematian

Ibu dan Anak

Kinerja

Kemenkes 2011

Kembangkan

Kreativitas si Kecil

Mediakom Raih Silver Winner

The Best Government

Inhouse Magazine InMa 2012

Kalimantan Tengah: Memenuhi

Hak Sehat di BelantaraTropis

MEDIA

KOM

Kementerian Kesehatan RI

Info Sehat untuk Semua

ISSN 1978-3523

(2)
(3)

ETALASE

SUSUNAN REDAKSI

PENANGGUNG JAWAB: drg. Murti Utami, MPH,

I

REDAKTUR: Dra. Hikmandari A, M.Ed, Dyah Yuniar Setiawati, SKM, MPS

I

EDITOR/PENYUNTING Mulyadi, SKM, M.Kes, Busroni S.IP, Prawito, SKM, MM, M.Rijadi, SKM, MSc.PH, Mety Setyowati, SKM, Aji Muhawarman, ST, Resti Kiantini, SKM, M.Kes

I

DESAIN GRAFIS dan FOTOGRAFER: Drg. Anitasari S.M, Dewi Indah Sari, SE, MM, Giri Inayah, S.Sos, Sumardiono, SE, Sri Wahyuni, S.Sos, MM, Wayang Mas Jendra, S.Sn, Lu’ay, S.Sos, Dodi Sukmana, S.I.Kom

I

SEKRETARIAT: Waspodo Purwanto, Endang Retnowaty, drg. Ria Purwanti, M.Kes, Dwi Handriyani, S.Sos, Dessyana Fa’as, SE, Sekar Indrawati, S.Sos, Awallokita Mayangsari, SKM, Delta Fitriana, SE, Iriyadi, Zahrudin.

I

ALAMAT REDAKSI: Pusat Komunikasi Publik, Gedung Kementerian Kesehatan RI Blok A, Ruang 109, JL. HR. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 Jakarta 12950

I

TELEPON: 021-5201590; 021-52907416-9

I

FAKS: 021-5223002;

021-52960661

I

EMAIL: info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id

I

CALL CENTER: 021-500567

REDAKSI MENERIMA NASKAH DARI PEMBACA, DAPAT DIKIRIM KE ALAMAT EMAIL kontak@depkes.go.id

ampersal. Program Kemenkes untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), sehingga  dapat mempercepat capaian taget 

Millenium Development Goals (MDGs).

Jampersal menjamin  pembiayaan pemeriksaaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan KB pasca persalinan.

Memang, sebagai program baru, masih perlu penyempurnaan, tapi masyarakat sudah sangat merasakan manfaatnya. Terbukti, rumah sakit daerah dan pusat penuh rujukan Jampersal. Apalagi, rumah sakit tidak boleh menolak, wajar sampai menggunakan lorong-lorong rumah sakit untuk pelayanan Jampersal, sering disebut ‘lorong Jampersal’.  Bila kelak sistem rujukan sudah berjalan dengan baik, Insya Allah peserta Jampersal akan mendapat pelayanan yang lebih baik. Tak ada lagi lorong Jampersal.

Nah, bagaimana pelaksanaan Jampersal dan apa saja masukan sebagai penyempurnaan untuk masa yang  akan datang, kami angkat dalam rubrik Media  Utama.

Selain itu, bagaimana Kinerja  Kemenkes tahun 2011, sebagai upaya  mewujudkan Masyarakat  Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan, kami angkat dalam rubrik Laporan Khusus.

Mediakom juga mengetengahkan berbagai informasi penting dalam kemasan ringan yang mudah dicerna,

termasuk wawancara eksklusif dengan  Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, dalam rubrik Potret.

Masih ada tema lain, di antaranya  Rumah Sakit Tambah Kapasitas Ruang Kelas 3, Anugerah Parahita Ekapraya untuk Menkes, dan  Liputan khas dari daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah dengan adonan renyah  dan enak dibaca.

Rasa gembira atas penghargaan Cover  Mediakom edisi 31 dan 33 berupa Silver Winner The Best Government Inhouse Magazine InMA 2012 pada  ajang bergengsi yang diadakan Serikat Perusahaan Pers (SPS) dalam rangkaian Hari Pers Nasional di Jambi awal Februari. Adapun  kriteria yang dipertandingkan  berupa  karya kreatif sampul muka majalah (cover).

Rasa gembira tersebut mendorong kami untuk menjadikan majalah ini lebih baik lagi dengan melakukan perbaikan tata letak dan perwajahan cover Mediakom untuk 7 edisi 2012. Yang jelas, prestasi ini terus memacu kreativitas  penulis, redaksi,  maupun desainer untuk mendapat gold pada tahun depan. Insya Allah.  Tak lupa  kami mengucapkan berterima kasih kepada para pembaca yang terus memberi masukan untuk perubahan yang lebih baik, bahkan telah mengapresiasi dengan predikat sangat menarik dan menarik pada survei  internal Mediakom akhir 2011 yang lalu. Selamat menikmati. ∞

Redaksi

Lorong

Jampersal

drg. Murti Utami, MPH

Jampersal

Turunkan Kematian

Ibu dan Anak

Kinerja

Kemenkes 2011 Kembangkan Kreativitas si Kecil

Membuat Iklan Kesehatan yang Sehat dan Tidak Menyesatkan Melongok Pelayanan Kesehatan di Kaltim, Kurangnya Tenaga Kesehatan di Daerah Perbatasan

MEDIA

KOM

Kementerian Kesehatan RI Info Sehat untuk Semua

(4)

MENELISIK

PELAYANAN JAMPERSAL

16

07

10

34

Setelah Sehat

Pasti Cantik

Kemenkes Raih

Penghargaan

Anugerah Pahita

Ekapraya

Potret Pelayanan

Kesehatan di Kaltim

Laporan Khusus

KINERJA

DUA TAHUN

KEMENKES

(5)

INFO SEHAT

4 Trik Tetap Oke

Selama Bekerja

Merawat Kesehatan

Kulit Dengan Buah

Setelah Sehat

Pasti Cantik

Kembangkan

Kreativitas Si Kecil

STOP PRESS

Gerakan Pramuka Mitra Untuk

Membangun Bidang Kesehatan

Kemenkes Usung

10 Program Prioritas Tahun 2012

Kemenkes Raih Penghargaan

Anugerah Pahita Eka Praya

Menkes Instruksikan Rumah Sakit

Tambah Kapasitas Kelas III

Wamenkes Resmikan

Desa Stop Bab Sembarangan

Jabar Terapkan

Ktp Berasuransi

MEDIA UTAMA

Angka Kematian Ibu di Indonesia:

Lampu Merah di Lima Provinsi

Menelisik

Pelayanan Jampersal

Jampersal

Di Mata Tenaga Bidan

Bersalin

Di Puskesmas Mergangsang

Rsud Bantul

Menyambut Program Jampersal

Dr. Sarminto; M.Kes:

Jampersal Baiknya Dibatasi

Drg. Maya Sintowati Pandji, Mm:

Menjadikan Puskesmas Pilihan Utama

Jampersal

Di Jawa Barat

Prawito:

Nasionalisme Jampersal?

DAFTAR ISI

6

31

32

34

38

42

67

58

68

69

70

71

7

8

9

10

10

11

12

14

15

16

18

20

22

24

26

28

30

RAGAM

Satu Lagi

Korban Flu Burung Meninggal

Tetap Waspada

Meski Kasus Flu Burung Menurun

32 Kemenkes Siapkan Rumah Sakit

Tangani Kasus Flu Burung

DAERAH

Potret

Pelayanan Kesehatan Di Kaltim

POTRET

Menkes Dr Endang Rahayu

Sedyaningsih, Mph, Dr, Ph: Kita Harus

Bekerja Dengan Bersih

KOLOM

Menuju Iklan Kesehatan

Yang Sehat Dan Tidak Menyesatkan

Keterbukaan

Informasi Publik

LIPUTAN DAERAH

Kalimantan Tengah:

Memenuhi Hak Sehat Di Belantara Tropis

INFO

Mediakom Raih Silver Winer The Best

Government Inhouse Magazine Inma

2011

Media Kuis

LENTERA

Pengendalian Diri

Kembali

(6)

InFo SEhAT

ADA BAIKNYA bila kebiasaan yang kurang baik tersebut di atas ditinggalkan sehingga tidak menganggu kesehatan yang pada akhirnya tidak menutup kemungkinan justru akan menganggu aktivitas dalam bekerja. Di bawah ini ada beberapa tips agar kita bisa melakukan aktivitas bekerja sebagai kegiatan yang menyehatkan:

Berolahraga

Berolahraga merupakan salah satu cara untuk membuat tubuh lebih santai dan tidak stres. Carilah lokasi latihan

gym terdekat dengan kantor Anda. Cari pula waktu yang tepat untuk bisa berolahraga di waktu senggang jam kantor, seperti pagi, siang, atau sore hari.

Trik Tetap Oke

Selama Bekerja

Hindari Stres

Stres bisa berasal dari mana saja. Misal, Anda mendapat tekanan dari atasan atau kesibukan saat rapat. Selain mempengaruhi produktivitas Anda, stres juga bisa menyebabkan keletihan isik. Maka cobalah untuk bersikap tenang dan lawan stres tersebut.

Jauhi Meja Kerja

Sebuah hasil penelitian mengungkapkan bahwa terus-menerus berada di meja Anda tidak hanya menyebabkan stress, tetapi juga berakibat kepada kematian. Usahakan untuk beranjak sebentar dari meja kerja, baik itu hanya untuk sekadar berolahraga ringan atau berjalan-jalan berkeliling kantor.

Simpan Cemilan Sehat

Jaga energi Anda agar tetap it selama jam bekerja. Dengan begitu, perhatian pun tetap fokus sehingga tidak melirik ke cemilan yang tidak sehat yang ada di sekitar kantor Anda. Namun jika ingin tetap ngemil, simpan cemilan sehat dengan banyak kandungan protein dan karbohidrat. ∞

(7)

Merawat Kesehatan

Kulit dengan Buah

Setelah Sehat

Pasti

Cantik

Pisang

Pisang merupakan sumber zat besi, magnesium, dan kalium. Pisang kaya akan vitamin A, B, dan E sehingga berfungsi sebagai agen anti penuaan. Pisang tumbuk yang dioleskan di wajah bisa melakukan ‘keajaiban’ bagi kulit Anda. Kulit pisang juga bisa memberikan efek terhadap kesehatan kulit.

Lemon

Lemon  mengandung vitamin C, baik untuk kesehatan kulit. Segelas air hangat dengan satu sendok madu dan sedikit jus lemon bisa memberikan efek yang bagus pada kulit. Lemon dapat digunakan untuk mencerahkan warna kulit. Lemon juga bisa mengurangi bekas jerawat. Gosok bagian dalam kulit lemon untuk menghilangkan bintik-bintik gelap. Campuran lemon dan madu baik digunakan untuk pemutih alami pada wajah.

Jeruk

Jeruk kaya akan vitamin C yang meningkatkan tekstur kulit. Seperti apel, jeruk juga mengandung kolagen yang memperlambat proses penuaan kulit. Gosok bagian dalam jeruk pada kulit untuk mengencangkan wajah. Jeruk dapat dikeringkan dan ditumbuk untuk digunakan sebagai

scrub alami. Jeruk juga berfungsi untuk menyamarkan noda wajah.

Apel

Apel memiliki manfaat yang tak terbantahkan. Apel mengandung zat antioksidan yang berfungsi mencegah kerusakan sel dan jaringan. Studi yang dilakukan oleh ahli gizi telah menunjukkan bahwa apel banyak mengandung lastin dan kolagen yang membantu menjaga kulit awet muda. Campuran apel tumbuk, madu, air mawar dan oatmeal sebagai masker dapat mengelupas sel-sel kulit mati pada wajah.

Pepaya

Pepaya kaya akan antioksidan dan mengandung enzim khusus yang disebut papain. Papain dapat membunuh sel-sel kulit mati dan mengangkat kotoran wajah. Minum segelas susu pepaya atau menempelkan daging buah pepaya ke wajah membuah kulit makin sehat.

Mangga

Buah lembut ini memiliki efek luar biasa pada kulit. Kaya vitamin A dan kaya antioksidan berfungsi melawan penyebab penuaan kulit. Mangga juga berfungsi meregenerasi kulit dan mengembalikan elastisitas kulit. ∞

Buah sebagai obat terbaik sudah menjadi fakta yang terpercaya.

Makan buah atau minum segelas jus setiap hari bisa membuat kita

tetap sehat. Lebih dari itu, buah juga bagus bagi kesehatan kulit.

Berikut ini, beberapa jenis buah yang baik bagi kesehatan kulit:

PenamPilan bagi sebagian besar perempuan adalah harga mati. artinya, tampil menarik menjadi keharusan. bila saat ini, anda tengah bertransformasi untuk mengubah penampilan anda agar terlihat oke, ada baiknya anda lebih dahulu benahi gaya hidup dengan cara hidup sehat. apa hubungannya? Kaum hawa harus paham bahwa kecantikan dan kesehatan adalah satu paket. Keduanya akan berjalan seiring sejalan. berikut tips sehat nan cantik:

Makanan Sehat

Untuk mengawali gaya hidup sehat, awali dengan memilih mengkonsumsi makanan sehat dengan memperbanyak porsi sayur dan buah, banyak minum air putih, mengurangi makanan berlemak dan

berkolesterol tinggi. Prinsipnya sederhana, “apa yang kamu makan menentukan kesehatanmu “.

Olahraga

gaya hidup sehat tak bisa lepas dari olahraga. maka, perbanyaklah olahraga seperti jalan, di sela-sela bekerja usahakan banyak berjalan, dan olah raga bisa di kursi saat di bekerja Tidak ada alasan untuk tidak berolahraga mengingat olahraga bisa dilakukan di mana saja.

Berpikir Positif

Hal lain yang perlu di atasi adalah stres. Dampak stres sangat buruk bagi kesehatan, kurang tidur mengakibatkan kondisi melemah dan tidak it. Hindari stres dengan berpikir positif, sabar dan tawakal. segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya.

Merawat Tubuh

Tak hanya berolahraga, perawatan secara menyeluruh terhadap tubuh juga perlu dilakukan. Hal ini bisa dilakukan di rumah atau mendatangi tempat-tempat yang sudah dijamin kredibilitasnya.

Cek Kesehatan Secara Rutin

(8)

MENJADI KEWAJIBAN orangtua untuk memfasilitasi dan mengembangkan kreativitas si kecil. Sebagaimana diketahui ciri anak kreatif adalah spontan, rasa ingin tahu, lancar berpikir, detail oriented,

dan orisinalitas ide. Berikut adalah hal-hal yang perlu dipahami orangtua dalam memfasilitasi sekaligus mendorong kemampuan yang dimiliki si kecil sehingga kreativitas si kecil terus berkembang:

Tidak Menuntut Keinginan

Sosok orangtua yang baik bukanlah yang menuntut segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. Contoh: menginginkan si kecil menjadi ahli musik sedangkan bakat si kecil lebih suka menggambar yang menjurus kepada seni rupa. Bila orangtua memaksakan keinginannya, hal

ini tidak akan berhasil mengingat adanya ketidakcocokan minat.

Sebagai orangtua, harus dapat menerima kelebihan dan kekurangan si kecil. Lebih dari itu, orangtua harus dapat memotivasi sekaligus mensugesti bahwa si kecil mampu melakukan kegiatan yang terkait minatnya.

Anak Adalah Unik

Seringkali orangtua membandingkan si kecil dengan anak lain, seolah-olah selalu saja ada kekurangan si kecil. Padahal, setiap anak adalah unik dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dari sisi anak pun, sebagai individu sama halnya dengan orang dewasa, tidak suka dibandingkan dengan orang lain. Alhasil, sikap bijak orang tua diperlukan untuk

InFo SEhAT

Sejatinya, semua anak adalah kreatif. Untuk itu, mereka

selalu ingin tahu segala sesuatu yang bersifat baru mulai

dari apa yang mereka lihat, dengar, hingga apa yang mereka

rasakan. Hanya saja, kreativitas setiap anak berbeda.

Pembedanya adalah adanya pembatasan dari lingkungan

dan rasa antusiasme si kecil yang bervariasi. Di sinilah,

orangtua berkewajiban untuk mengetahui, mengenal, dan

menggali bakat dan minat si kecil sejak dini. Hal ini bukan

pekerjaan yang sulit mengingat kemampuan-kemampuan

yang menonjol dari si kecil akan terlihat dengan sendirinya

secara jelas.

Kembangkan

Kreativitas si Kecil

memahami keunikan setiap anak.

Kreativitas Multidimensi

Wujud kreativitas si kecil bisa saja berbeda-beda. Contoh, setiap pulang dari sekolah, ia mendapatkan hal baru yang ia sukai, maka akan langsung dipamerkan kepada orangtuanya di rumah. Sebaliknya, jika kreativitas tersebut tidak ia sukai dan tidak ada sedikitpun perhatiannya, dengan dipaksapun akan sulit dikembangkan. Contoh: si kecil mendapat cara-cara cepat dalam menyelesaikan pelajaran matematika. Praktis, ia akan memamerkan hal tersebut kepada orangtuanya. Sebaliknya ia tidak akan melakukan hal serupa ketika mendapatkan pelajaran seni tari yang tidak ia sukai. Pendeknya, kreativitas itu mulitidimensional, dan setiap anak memiliki dimensi kreatifnya sendiri-sendiri.

Memberi Contoh

Kita harus memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap apa yang tengah dikerjakan oleh anak-anak kita. Misalnya dengan ikut melakukan aktivitas bersama anak dan memperkenalkan hal baru serta gagasan-gagasan yang berhubungan dengan aktiitas tersebut. Kesempatan tersebut dapat digunakan untuk memberitahu cara yang baik untuk melakukan aktivitas tersebut, resiko, serta keuntungannya. Selanjutnya, biarkan si kecil berikir tentang hobi barunya itu. Yang perlu orangtua lakukan adalah memberikan waktu, tempat, kemudahan, dan bahan-bahan agar si kecil semakin kreatif.

Lakukan dengan Santai

(9)

SToP PRESS

KEMENTERIAN KESEHATAN berkomitmen mendukung pembinaan dan pengembangan Gerakan Pramuka sesuai yang terkandung dalam nilai-nilai Tri Satya dan Dasa Darma Pramuka. Hal ini tak lepas dari peran strategis Gerakan Pramuka turut membangun karakter bangsa menuju yang lebih baik termasuk di bidang kesehatan.

Dukungan tersebut disampaikan oleh Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH melalui pidato yang dibacakan oleh Wamenkes Prof. Ali Gufron pada acara Pelantikan/ Pengukuhan Pimpinan Satuan Karya Pramuka Bakti Husada (Saka Bakti Husada) Tingkat Nasional Masa Bakti Tahun 2011-2016 di Jakarta, (5/1). Menkes menegaskan bahwa Gerakan Pramuka merupakan salah satu mitra potensial yang telah berperan banyak dalam membantu terlaksananya berbagai program pembangunan termasuk di bidang kesehatan.

Masih menurut Menkes, Pramuka baik secara individu sebagai anggota keluarga maupun sebagai kelompok di Gugus Depan dan sekolah berperan besar memberikan kesadaran bagi sesama anggota keluarga, teman, dan masyarakat dengan turut serta

menyadarkan pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). “Untuk itu, kemitraan Kemenkes dan Gerakan Pramuka perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan di masa depan dalam peranannya membina kaum muda bangsa Indonesia terutama dalam bidang kesehatan,” tandas Menkes.

Untuk diketahui, pada tanggal 20 Agustus 2011, Menkes bersama Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka telah menandatangani kesepakatan kerja sama tentang peningkatan kesehatan masyarakat melalui pendidikan kepramukaan. Kerja sama ini memperbaharui ikatan kerja sama yang ditandatangani tahun 1985 lalu.

Saka Bakti Husada yang dibentuk 17 Juli 1985, merupakan wadah Pramuka Penegak dan Pandega di bidang kesehatan. Untuk itu, Kemenkes bertanggung jawab membina dan mengembangkannya sesuai perkembangan masalah kesehatan bangsa. Kemenkes melalui Badan PPSDM Kesehatan telah mewujudkan Revitalisasi Gerakan Pramuka yang telah dicanangkan Presiden RI tahun 2006, dengan membentuk Gudep-Gudep berbasis di Politeknik Kesehatan (Poltekkes) dan Balai Pelatihan Kesehata (Bapelkes) di seluruh Indonesia. ∞

(10)

SToP PRESS

KEMENTERIAN KESEHATAN menetapkan 10 Program Prioritas di tahun 2012. Urutan paling atas adalah upaya promotif dan preventif yang melibatkan inisiatif masyarakat dan Pemda. BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) merupakan salah satu bentuk upaya tersebut.

Pengumuman mengenai 10 Program Prioritas disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH saat jumpa pers mengenai Evaluasi Kinerja 2011 dan Program Prioritas 2012 Kementerian Kesehatan di Kantor Kemenkes Jakarta, Rabu (4/1). Adapun sembilan Program Prioritas lainnya adalah Pencegahan dan pengendalian penyakit, terutama Penyakit Tidak Menular (PTM); Menuju Universal Coverage (penambahan kelas); Penurunan Angka Kematian Ibu (PONED, PONEK, Jampersal, KB); Upaya Perbaikan Gizi terutama masalah stunting, saintiikasi jamu, kemandirian bahan baku obat; Perencanaan Pembangunan Kesehatan Paralel dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI); Reformasi Birokrasi (Tata Manajemen Birokrasi yang Bersih, Akurat, Efektif dan Eisien); Peningkatan Penggunaan Teknologi Informasi di segala Aspek; serta Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC) yang akan dikembangkan di provinsi dan kabupaten/kota. ∞

Kemenkes Usung

Program

Prioritas

di Tahun 2012

10

BERTEPATAN PERINGATAN ke-83 Hari Ibu, Presiden memberikan Penghargaan Anugerah Ekapraya Parahita Madya kepada sejumlah Kementerian/Lembaga, Provinsi, dan Kabupaten/Kotamadia yang telah berhasil melaksanakan strategi pengarusutamaan gender, melaksanakan program pemberdayaan perempuan, serta perlindungan perempuan dan anak. Salah satu penerimanya adalah Kementerian Kesehatan.

Penghargaan diberikan langsung oleh Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono kepada Menkes RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, Kamis (22/12). Secara keseluruhan, Presiden RI memberikan 10 Kementerian/Lembaga, 1 badan, 12 Provinsi, 11 Kabupaten dan 3 Kotamadia. Penerima Prahita Ekapraya antara lain Kementerian PU, Kemendiknas, Bappenas, Kemenhukham, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Riau, Kabupaten Rembang, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Sleman.

Selain memberikan apresiasi, pemberian penghargaan juga ditujukan guna meningkatkan kinerja Pemda dalam melaksanakan pengarusutamaan gender, serta mendorong prakarsa aktif dan menumbuhkan komitmen Pemda dalam penyusunan kebijakan yang responsif gender. Adapun tema Peringatan Hari Ibu adalah “Peran Perempuan dan Laki-laki dalam Membangun Ketahanan Ekonomi Menuju Kesejahteraan Bangsa’. ∞

Kemenkes Raih Penghargaan

(11)

DI INDONESIA, belum semua rumah sakit (RS) memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesmas. Dari 1.870 RS, baru 1.080 RS yang menerima peserta Jamkesmas. Ke depannya, semua RS baik pemerintah maupun swasta diharapkan menerima peserta Jamkesmas. Untuk itu, kapasitas kelas III agar ditambah. Demikian dikatakan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH usai menyaksikan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara RS yang akan menjadi Pemberi Pelayanan Kesehatan Jamkesmas dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, di Bandung, (28/12).

“Saya minta ada tambahan kelas III, bukan hanya di RS swasta, tetapi RS

Menkes Instruksikan

Rumah Sakit Tambah

Kapasitas Kelas III

vertikal dan RS pemerintah daerah. RS swasta harus menambah kelas III dari 10% menjadi 15% atau 20%. Saat ini sedang dalam pembahasan berapa kira-kira bisa disediakan penambahan kelas III ini,” ujar Menkes.

Menkes juga berharap agar ada

komunikasi antar RS sehingga pasien yang tidak bisa tertampung pada satu RS tidak dibiarkan begitu saja, namun dicarikan RS lain yang masih kosong. Ketersediaan tempat tidur, khususnya kelas III agar dipasang di depan RS. “Seperti di tempat parkir dicantumkan berapa tempat yang masih kosong,” paparnya.

Sementara itu di Jabar, menurut Kepala Dinas Kesehatan Jabar, dr, Alma Lucyati,

M.Kes., pada awal 2011 dari 224 RS baru 133 RS atau 54,51% yang melayani Jamkesmas. Dengan demikian, tidak semua masyarakat yang membutuhkan perawatan bisa tertampung karena terbatasnya tempat tidur di RS.

“Kebutuhan tempat tidur 10.000,

sementara yang tersedia di RS pemerintah dan beberapa RS swasta baru 4.000 tempat tidur. Namun dengan RS swasta membuka diri terhadap pelayanan Jamkesmas ada tambahan 6.000 tempat tidur sehingga ada 10.000 tempat tidur bagi peserta Jamkesmas, Jamkesda, dan Jampersal,” papar Kadinkes.

Ditambahkan, dari sekitar 43 juta penduduk Jabar, baru 54,3% yang ter-cover jaminan kesehatan. Dari jumlah tersebut 25% dijamin Jamkesmas dan 16% dijamin Jamkesda. Jumlah penduduk yang belum ter-cover jaminan sekitar 44%.

“Jabar harus menata sarana. Saat ini ada 1.444 Puskesmas, 147 di antaranya Pukesmas perawatan dengan 20 tempat tidur,” tambah dr. Alma.

Sementara itu Sekda Provinsi Jabar, Lex Laksama yang mewakli Gubernur Jabar mengatakan, akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan yang berkualitas masih belum optimal. Penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan yang memadai merupakan respon terhadap dinamika karateristik dan kondisi geograis penduduk Jabar.

“Menyadari pentingnya penanganan yang lebih optimal untuk keberhasilan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Jabar, khususnya masyarakat miskin secara simultan harus dilakukan pembenahan sistem pelayanan kesehatan, peningkatan akses masyarakat termasuk masyarakat miskin ke fasilitas kesehatan, penyusunan standar pelayanan medis dan membenahi sistem rujukan di tingkat kabupaten/kota,” tegasnya.

(12)

KEMENTERIAN KESEHATAN meresmikan 7 Desa Open Defecation Free (ODF) – atau lebih dikenal dengan istilah Stop Buang Air Besar (BAB) sembarang. Kegiatan ini merupakan bagian dari pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan secara keseluruhan yang dikemas dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Ketujuh desa tersebut adalah desa Curuggoong, desa Cisaat (keduanya di Kecamatan Padarincang), desa Kramatwatu, desa Margatani, desa Serdang (ketiganya di Kecamatan Kramatwatu), desa Mekarsari (di Kecamatan Anyer), dan desa Situtarate (di Kecamatan Cikande).

Wamenkes Resmikan

7

DESA

STOP

BAB

Sembarangan

Peresmian ODF dilakukan oleh Wakil Menteri Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc. Ph.D, di Desa Curuggoong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (29/12). Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Direktur Penyehatan Lingkungan, drh. Wilfried Hasiholan Purba, MM, M.Kes, Sekda Provinsi Banten, Ir. H. Muhadi, M.SP, Bupati Kabupaten Serang, H.A. Tauik Nuriman, dan para kepala desa.

Sebagaimana diketahui, Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan ujung tombak keberhasilan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan secara keseluruhan. STBM adalah pilihan pendekatan, strategi dan program untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi

(13)

melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Nah, suatu komunitas berada pada kondisi sanitasi total saat masyarakat tidak buang air besar (BAB) sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar dan mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman. “STBM bukan hanya sebagai pendekatan yang efektif dan eisien, melainkan sebagai strategi dan juga Program Nasional untuk mewujudkan masyarakat sehat melalui proses penurunan penyakit berbasis lingkungan yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku sehat,” ujar Wamenkes.

Merujuk data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), terjadi peningkatan penduduk berperilaku BAB Benar. Pada 2007, persentase penduduk berperilaku BAP Benar sebesar 71,1%, dan pada 2010, persentase penduduk berperilaku BAB Benar mencapai 82,8%. Artinya terjadi peningkatan sebesar 17,7%. Meski demikian, masih ada sebesar 17,2% penduduk yang masih BAB sembarangan dan harus diselesaikan sebelum 2014.

Sementara itu, dari sisi penggunaan air untuk keseluruhan keperluan rumah tangga, sebanyak 27,9% menggunakan sumur gali terlindungi sebesar 22,2%, sumur bor/pompa

22,2%, disusul air leding/PAM sebesar 19,5%. Ditinjau dari segi perilaku, untuk kebiasaan cara mencuci tangan dengan benar tahun 2010 sebesar 35%. Artinya terjadi peningkatan 11,8% dibandingkan 2007 yang berada di angka 23,2%. Hasil penelitian sarana penampungan limbah, terjadi penurunan. Pada 2010, rumah tangga yang tidak mempunyai sarana penampungan air limbah sebesar 18,9% atau menurun 6% dibandingkan 2007 yang mencapai 24,9%. Selain itu, masih banyak rumah tangga yang membuang limbah rumah tangga ke sungai/ parit/got, yakni sebesar 41,3% dan yang menangani sampahnya dengan cara dibakar mencapai 52,1%.

(14)

PROvINSI JAWA BARAT menjadi percontohan pelaksanaan

Universal Coverage Insurance melalui KTP Berasuransi Kesehatan. KTP berasuransi yang rencananya diluncurkan 2012 ini, memberikan kemudahan bagi masyarakat berobat di Puskesmas atau Rumah Sakit yang ditunjuk dengan biaya murah.

Terobosan Jawa Barat sebagai percontohan pelaksanaan

Universal Coverage Insurance, mendapat respon positif dari Menteri Kesehatan RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH. “Saya memberikan penghargaan pada Pemerintah Provinsi Jabar yang sudah berinisiatif meluncurkan program

Universal Coverage Insurance yang pertama di Indonesia,” tutur Endang usai menyaksikan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara RS yang akan menjadi Pemberi Pelayanan Kesehatan Jamkesmas dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, di Bandung (28/12). Harapannya, lanjut Endang, program tersebut dapat disusul provinsi lain.

Menurut Menkes, program Universal Coverage Insurance, sejalan dengan gawe Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yakni meng-cover masyarakat yang tidak mampu baik yang memiliki Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) maupun Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang jumlahnya di Jawa Barat mencapai sekitar 15 juta.

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Jabar, dr. Alma Lucyati, M.Kes., menuturkan bahwa tahap awal KTP berasuransi diperuntukaan bagi warga kurang mampu. “Ke depannya secara bertahap, semua orang di Jawa Barat mempunyai KTP berasuransi sehingga mendapatkan jaminan kesehatan.”

Hingga awal 2011, tercatat baru 133 RS dari 224 RS atau 54,51% yang melayani Jamkesmas. Dampaknya, tidak semua masyarakat yang membutuhkan perawatan bisa tertampung karena terbatasnya tempat tidur di RS. Saat ini, menurut dr. Alma, kebutuhan tempat tidur sebanyak 10.000. Sejauh ini yang tersedia di RS pemerintah dan beberapa RS swasta baru mencapai 4.000 tempat tidur. Nah, dengan RS swasta membuka diri terhadap pelayanan Jamkesmas, maka terdapat tambahan 6.000 tempat tidur. Total, terdapat 10.000 tempat tidur bagi peserta Jamkesmas, Jamkesda, dan Jampersal.

Ditambahkan, Kadinkes, dari sekitar 43 juta penduduk Jabar, baru 54,3% ter-cover jaminan kesehatan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 25% dijamin Jamkesmas dan 16% dijamin Jamkesda. Jadi, jumlah penduduk yang belum ter-cover jaminan kesehatan sekitar 44%. Sebagai konsekuensinya, maka Jabar harus segera menata sarana prasarana untuk keperluan tersebut. ∞

(15)

ingga saat ini tingkat Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi. Ini bisa dilihat dari lima provinsi terbesar penyumbang AKI di Indonesia, dengan total angka 5.767 kematian atau 50% dari 11.767 kematian ibu di Indonesia tahun 2010. Lima provinsi secara berturut-turut, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Banten, dan Jawa Timur. Apabila ke lima provinsi

tersebut dapat diturunkan angka kematian ibu secara signiikan, maka akan berpengaruh besar terhadap penurunan angka kematian ibu secara nasional. Nah bagaimanakah menurunkan angka kematian ibu itu?

Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian bayi, baik program yang terkait langsung maupun yang tidak langsung. Bahkan upaya ini juga dilakukan bekerja sama dengan kementerian/lembaga lain seperti BKKBN, Kemendagri, Kemensos, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan KPA, dan lainnya. Hanya saja, upaya ini masih harus terus ditingkatkan melalui sinkronisasi lintas program dan lintas sektor untuk percepatan capaian penurunan angka kematian ibu menjadi 102/100.000 kelahiran hidup. Sementara data tahun 2007, masih bertengger pada angka 228/100.000 kelahiran hidup.

Untuk menurunkan angka tersebut, telah digulirkan program Jaminan Persalinan (Jampersal). Program ini merupakan jaminan pembiayaan yang digunakan untuk pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir. Program ini bertujuan menjamin akses pelayanan persalinan masyarakat oleh tenaga dokter dan bidan. Dengan jaminan ini dapat dipastikan masyarakat lebih aman dan nyaman dalam menjalani persalinan. Hal ini terlihat dengan berbondong-bondongnya ibu hamil mengunjungi rumah sakit untuk melahirkan, seperti yang terjadi di RSUD Bantul Yogyakarta.

Guna, mewujudkan persalinan ibu hamil oleh tenaga kesehatan terlatih, Kemenkes telah mendistribukan bidan dan dokter terlatih ke seluruh wilayah Indonesia. Pada 2010, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sudah 82,2%. Cakupan tersebut, akan ditingkatkan menjadi 90% pada 2015. Selain itu, persalinan juga harus dilakukan di sarana kesehatan. Hanya saja, setiap persalinan oleh tenaga kesehatan, tidak secara otomatis diselenggarakan di sarana kesehatan. Hal ini tercermin dalam hasil riset kesehatan dasar 2010. Untuk mendorong implementasi Jampersal, telah dilakukan sosialisasi pada 8 provinsi yang terindikasi angka kematian ibu tinggi, yakni: Jawa Barat, Aceh, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Maluku, NTB, NTT, dan Semarang, pada akhir Desember 2011 yang lalu.

Sebagai bukti keseriusan Kemenkes untuk menurunkan AKI, hingga saat ini telah digelontorkan dana APBN tahun 2011 kepada 33 provinsi untuk BOK sebesar Rp 904.555.000.000, Jampersal Rp 922.793.246.000, dan Jamkesmas Dasar Rp 972.921.148.000.

Program Jampersal terus bergulir, meski dalam praktek lapangan banyak kekurangan yang mesti dibenahi di sana-sini. Masukan dari rekan-rekan daerah sangat berharga untuk perbaikan. Beberapa tahun ke depan, jika semua program berjalan lancar, dan angka kematian ibu saat melahirkan di lima provinsi tadi bisa ditekan secara berarti, tentu akan menekan angka kematian ibu secara nasional. Pada akhirnya, kita harapkan, tidak ada lagi ibu yang mati karena melahirkan bayi… ∞

Angka Kematian Ibu di Indonesia:

Lampu Merah

di Lima Provinsi

(16)

MEDIA UTAMA

uswanti (27) duduk di atas tempat tidur ruang rawat persalinan RSUD Panembahan Senopati

Bantul, Yogyakarta. Wajahnya tampak sedih. Ia baru saja mengalami keguguran anak kedua. Ditemani anggota keluarga, ia sedang menanti penyelesaian administrasi kepulangan pasca melahirkan. “Alhamdulillah, pelayanan di sini baik, walau banyak pasiennya”, kata Kuswanti.

Kuswanti sebelumnya melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan. Namun karena ia mengalami keguguran, bidan merujuknya ke rumah sakit. Seluruh biaya persalinan gratis. Kok bisa? Ternyata, Kuswanti mendapat bantuan dari program Jampersal (Jaminan Persalinan). “Memang, harus sabar menunggu, karena pelayanan kesehatan dengan Jampersal banyak memerlukan surat-surat yang harus dilengkapi,” ujar

Kuswanti lirih karena masih menahan rasa sakit.

Jampersal adalah program yang diluncurkan

Kementerian Kesehatan untuk membantu ibu-ibu yang sedang hamil agar bisa melahirkan dengan selamat. Program ini bertujuan menekan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia yang pada 2009 tercatat 228 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.

Saat ini program Jampersal telah mendorong masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kehamilan di Rumah Sakit yang ada di sekitar mereka, terutama di Rumah Sakit yang memiliki program Jampersal. Mereka datang atas dasar kesadaran sendiri, bahkan mereka langsung ke Rumah Sakit, tanpa rujukan dari Puskesmas. “Kalau sudah seperti ini mekanismenya, kami tidak dapat menolaknya. Masa, ibu mau melahirkan diminta ke Puskesmas,” ujar

MENELISIK

PELAYANAN JAMPERSAL

Program Jampersal sudah bergulir di banyak daerah di Indonesia.

Berikut pengalaman RSUD Panembahan Senopati Bantul,

(17)

Pipin perawat RS Bantul.

Menurut Mayani, kepala Puskesmas Benayang, Kota Pontianak, Kalimantan Barat program Jampersal banyak sekali manfaatnya, terutama bagi masyarakat dari kalangan tidak mampu. Kebetulan Puskesmas Benayang saat ini sudah menjadi Puskesmas Poned (Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar), sehingga dengan adanya Jampersal tingkat kunjungan pasien meningkat sampai tiga kali lipat.

“Sebelum ada Jampersal tingkat kunjungan pasien paling tinggi sekitar 20-25 persalinan per bulan. Dengan adanya Jampersal kunjungan paling rendah 58 orang. Setiap hari rata-rata kunjungan ibu hamil dua sampai tiga orang,” ujar Mayani.

Menurut Mayani, dari segi ekonomi adanya Jampersal banyak membantu masyarakat. “Semua free. Akibatnya banyak persalinan yang tidak pernah ke tenaga kesehatan mau datang ke Puskesmas,” cerita Mayani. Malah, tambah Mayani, ada masyarakat

yang sejak hamil tidak pernah diperiksa sama sekali. Dengan adanya Jampersal, mereka mau datang ke Puskesmas untuk diperiksa,

Menurut bidan yang Sarjana Kesehatan Masyarakat ini, pengunjung Puskesmas, awalnya memang sudah terbiasa. Tapi, setelah mendapatkan informasi dan manfaat puskesmas kota Pontianak, banyak dari teman-teman dari puskesmas lain atau bidan praktek swasta mengirim ke Puskesmas Benayang, terutama yang punya kasus emergency dasar. Sebab, kalau resti kemungkinan akan mengalami kasus emergency dasar. Nah, bagaimana dengan masalah besaran gaji yang berbeda dengan standar yang ada selama ini? Berikut penuturan bidan Mayani kepada

Mediakom:

Bagaimana pengalaman Anda melayani program Jampersal?

(18)

Jampersal maupun yang bukan program Jampersal. Sama juga dengan pelayanan kami ketika ada program Jamkesmas.

Bagaimana dengan petugas kesehatannya?

Alhamdulillah tidak ada masalah. Mereka memiliki komitmen yang tinggi, meskipun memang untuk tingkat kota Pontianak, biaya persalinan Rp 350.000 all in itu rasanya kurang. Namun mereka berupaya dapat memberikan yang terbaik dengan memanfaatkan dana yang ada.

Jadi kalau dihitung-hitung, sebelum Jampersal pendapatan lebih besar dibanding setelah ada Jampersal?

Kalau di program Jampersal, sesuai dengan petunjuk, memang 75% untuk jasa pelayanan dan 25 % untuk bahan habis pakai. Insya Allah (ini masih wacana) pada 2012 ini Pemkot Pontianak akan menyumbang.

Berapa kira-kira?

Akan ada tambahan Rp 100.000 atau Rp 200.000. Selama ini dana yang ada dimanfaatkan seefektif mungkin.

Sebelum ada Jampersal, berapa biaya persalinannya?

Perdanya kurang lebih sekitar Rp 500.000.

Rinciannya untuk jasa berapa?

Untuk jasa, kalau untuk pertolongan persalinan Rp 100.000, itu belum perawatan, kurang lebih

separuhnyalah.

Jadi secara umum lebih menguntungkan Perda apa Jampersal?

Kalau terhadap program, jelas lebih menguntungkan dengan program Jampersal. Artinya lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses pelayanan kesehatan. Jadi lebih banyak masyarakat yang tertolong.

Apa saran Anda untuk perbaikan Jampersal ke depan?

Kalau untuk perbaikan Jampersal mungkin yang perlu diperbaiki untuk ATK. Dalam aturannya dijelaskan 75% untuk jasa pelayanan, sementara yang 25% sisanya diatur dengan SK Walikota. Tapi kalau kita lihat, yang 25% itu kecil ya? Mungkin untuk kota Pontianak kalau bisa ditambah, khususnya untuk Jampersal. Jadi kalau misalnya unit cost-nya lebih tinggi, otomatis untuk jasanya lebih tinggi.

Kira-kira berapa tambahannya?

(19)

esimpulan tersebut terekam dari hasil survei yang dilakukan oleh Pusat Komunikasi Publik terhadap 363 bidan di wilayah Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bekasi. Mereka terdistribusi dalam jenis praktek mandiri (55%), mandiri Puskesmas (27%), dan

Puskesmas saja 17 %, dengan lama praktek lebih sepuluh tahun (33%), 6-10 tahun (11%),

3-5 tahun (15%), dan kurang dari 3 tahun (41%).

Sebagian besar tenaga bidan juga sepakat, Jampersal memberikan kemudahan bagi calon ibu yang akan melahirkan. Hanya saja, belum dapat memberikan kemudahan bagi praktek para bidan. Terdapat 54,3 % responden tidak setuju, Jampersal memberi kemudahan bagi praktek bidan. Hal ini mungkin, disebabkan belum lancarnya proses pencairan dana setelah memberikan pertolongan persalinan.

Berkaitan dengan sasaran Jampersal, sebagian besar bidan setuju hanya untuk keluarga miskin dan berkeberatan bila mencakup juga keluarga berkecukupan secara ekonomi. “Rasanya kurang sreg, bila melayani pasien persalinan orang kaya menggunakan Jampersal, apalagi banyak permintaan. Tapi, kalau keluarga miskin masih bisa diterima, hitung-hitung sedekah,” ujar bidan Ina di Bekasi.

Sebagian besar bidan (80%), setuju program Jampersal akan mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Mereka juga setuju, bahwa program Jampersal akan dapat dilaksanakan baik di kota maupun di desa. Mereka juga sependapat, Jampersal dapat memberi rasa aman kepada ibu yang melahirkan, karena ditangani oleh tenaga kesehatan. Dengan asumsi tersebut, program Jampersal akan mendapat dukungan dari tenaga kesehatan, khususnya bidan. Walau ada sebagian tenaga bidan yang tidak setuju, apalagi Jampersal harus digunakan semua ibu di Indonesia.

Menurut bidan yang tidak setuju ini, seharusnya Jampersal khusus untuk para ibu yang tidak mampu. Sedangkan mereka yang mampu tidak perlu mendapat jaminan Jampersal. Sebab, mereka dapat membiayai sendiri sesuai dengan sarana kesehatan yang diinginkan.

Terkait kesan bidan terhadap Jampersal, mereka sebagian besar menyebutnya “bagus” untuk menekan AKI dan AKB, cocok untuk ibu yang kurang mampu. Hanya saja kebijakan Jampersal masih perlu sosialisasi lebih luas dan pelaksanaan belum berjalan secara mulus. Terutama kendala pada prosedur pelaksanaan dan pengajuan klaim yang sulit, masih banyak prosedur yang belum pasti, sehingga masih ada kendala psikologis untuk menangani pasien yang menggunakan fasilitas Jampersal.

Kesan lain, resiko bidan terlalu besar, sementara kompensasi dianggap kecil. Untuk itu, mereka berharap, tahun berikutnya dapat memberi imbalan yang layak sesuai dengan kekuatan ekonomi setiap provinsi, infrastruktur, ketersediaan fasilitas kesehatan, dan tenaga medis, khususnya bidan.

Namun demikian, masih ditemukan 44,9% responden tidak menyarankan pasien mengikuti program Jampersal dan 54,9% responden menyatakan tidak mendorong pasien mengikuti program Jampersal.

Untuk hal ini, masih memerlukan pendekatan khusus kepada organisasi IBI dan bidan, sehingga kelak dapat mendukung program Jampersal sepenuh hati. Di samping meningkatkan sosialisasi dan nominal biaya pelayanan Jampersal.

Khusus sosialisasi memerlukan pendekatan komunikatif, bukan medis seperti mencetak brosur, lealet, lyer, booklet yang berbeda target sasaran. Untuk kemasan sesuaikan dengan target sasaran, seperti untuk ibu yang mampu dan kurang mampu. Skenario pesan sebaiknya berjenjang, serial, dan berkesinambungan. Sedangkan target sosialisasi meliputi tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan masyarakat luas. ∞

Jampersal

di Mata Tenaga Bidan

Program Jampersal jelas lebih menguntungkan, apalagi bagi keluarga

miskin. Lebih banyak publik yang dapat mengakses pelayanan

kesehatan. Banyak masyarakat yang tertolong, termasuk pencatatan

dan pelaporan lebih banyak. “Sasaranya lebih luas,” kata bidan Mayani,

SKM di Puskesmas Benayang, Pontianak. Ternyata, Mayani tidak

(20)

B

ersalin yang nyaman, sangat ditentukan oleh keterampilan tenaga kesehatan yang ada. Selain itu, dipengaruhi juga oleh ketersediaan peralatan bersalinnya. Puskesmas Mergangsang, Bantul, Yogyakarta, salah satu tempat favorit masyarakat Bantul, sebagai tempat bersalin. Selain tidak bayar, juga ada tenaga kesehatan yang profesional.

Ketika program Jaminan Persalinan (Jampersal) mulai digulirkan, memang banyak kebingungan di RS ini. Namun, untunglah hal itu hanya berlangsung enam bulan. Sekarang, untuk pelayanan pasien, secara teknis medis sudah tidak ada kendala.

Tenaga dokter residen obgyn sudah siap melayani, walaupun dari segi analisis kebutuhan tenaga bidan masih kurang, karena baru ada 9 orang, sementara kebutuhannya 13 orang. “Sekalipun demikian, kami tetap mampu memberi pelayanan dengan baik,” kata Puji Astuti, salah satu bidan yang bekerja di Puskesmas Mergangsang

Menurut bidan Astuti, tugas bidan memang merangkap-rangkap. Mulai dari teknis menis, merujuk dan mengantar pasien, serta urusan administrasi. Termasuk mengurus kasus “ sosial”. Cerita bidan Astuti, pernah ada pasien beranak tiga. Karena pasien ini akan melahirkan, maka kami mengurus ibunya yang mau melahirkan dan juga merawat ketiga anaknya. Kebetulan si pasien tidak memiliki saudara, sementara suaminya sudah lama meninggal dunia.

Menanggapi soal biaya, menurut bidan Astuti memang masih nyomplang (tidak seimbang), antara Peraturan Daerah dan Jampersal. Kalau merujuk Perda,

setempat biaya persalinan Rp 568.000 termasuk pelayanan Keluarga Berencana (KB). Sementara biaya Jampersal hanya Rp 350.000 termasuk pelayanan KB. “Bagi kami tidak ada masalah, walau nilai biaya Jampersal lebih rendah dibanding Perda. Sebab, tidak berpengaruh langsung kepada petugas kesehatan, karena mereka menerima gaji. Kami bergaji untuk melayani siapa saja, baik pasien Jampersal, Jamkesmas, Askes, Astek, maupun umum”, ujar Astuti.

Namun, menurut Astuti, sekalipun biaya persalinan berdasarkan Perda lebih besar, kami harus menyetor seluruhnya ke Pemerintah Daerah, baru turun untuk operasional puskesmas, setelah pengajuan pendanaan disetujui.

Ketika program Jampersal mulai berjalan, bulan Juli 2011, kunjungan pasien mulai menurun. Hanya separo dari total persalinan yang dilakukan di Puskesmas, sisanya dirujuk ke rumah sakit.

Karena semua Puskesmas merujuk, maka rumah sakit menjadi penuh, bahkan sampai menggunakan lorong-lorong rumah sakit untuk perawatan. Apalagi, Puskesmas juga tidak boleh melayani persalinan dengan penyulit, kecuali persalinan normal.

Akibatnya, ada pasien yang benar-benar membutuhkan perawatan tidak mendapat tempat. Bidan Astuti menyayangkan hal ini bisa terjadi. Menurut bidan senior ini, walau secara logika, khusus Puskesmas Poned dan mempunyai residen obgyn seperti Puskesmas Mergangsang dapat melakukan persalinan seperti pasien pecah ketuban, tapi karena aturannya tidak membolehkan, ya tetap tidak boleh.

“Kami harus tetap mengikuti aturan,” ujar

bidan senior ini. Tentu ini dapat menjadi masukan untuk menetapkan kebijakan berikutnya.

Puskemas Mergangsang, setiap hari rata-rata melayani tiga pasien kontrol kehamilan dan dua melahirkan. Total satu bulan mampu melayani 60-80 pasien Jampersal. Dengan 9 tenaga bidan, masih dapat menjalankan pelayanan teknis medis dengan baik. Hanya saja untuk urusan administrasi seperti veriikasi data pasien untuk dokumen laporan klaim biaya persalinan sering mundur, karena tidak ada tenaga administrasi khusus.

Menurut Astuti, segala tindakan yang berurusan dengan nyawa ibu hamil dan bayinya sekaligus harus mendapat perhatian lebih, terutama biaya nominal persalinannya. “Untuk kami sebagai PNS memang tidak berpengaruh, karena uang bukan untuk pelaksana. Tapi untuk bidan praktek swasta dan rumah sakit swasta akan sangat berpengaruh,” ujar Astuti.

Saat ini, ada 10 persen dari pasien Jampersal yang tidak mengikuti program KB. Hal ini disebabkan karena faktor medis dan sedikit karena yang bersangkutan belum menerima program KB. Untuk kasus terakhir ini, bidan memang telah menjelaskan secara pelan-pelan. “Tapi pasien mau ber-KB atau tidak bergantung yang bersangkutan,” tambah Astuti.

Astuti melihat, secara teori, program Jampersal akan menurunkan Angka Kematian Ibu. Sebab, program ini mengharuskan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur kepada petugas kesehatan sebelum persalinan. Selain itu, pasien tidak dipungut biaya. Sehingga mengurangi kemungkinan terlambat penanganan persalinan oleh tenaga kesehatan. ∞ (Pra)

Bersalin di Puskesmas

Mergangsang

(21)
(22)

RSUD Bantul

Menyambut Program Jampersal

(23)

S

ejak bergulirnya program Jaminan Persalinan (Jampersal), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati, Bantul, Yogyakarta, telah mempersiapkan diri dengan segala kemampuan yang ada. Mulai dari ruangan, Sumber Daya Manusia, sistem rujukan, sosialisasi teman sejawat, simulasi, mekanisme alur kerja, dan berbagai sarana pendukung lainnya. “Prinsipnya, kami berkeinginan mendukung dan mensukseskan programJampersal,” kata wakil direktur Pelayanan RSUD Bantul dr. Gandung Bambang Hermanto.

Menurut dr. Gandung, sejak berlaku program Jampersal, rumah sakit kebanjiran pasien. Pada saat tertentu, bangsal penuh, bahkan sampai ke lorong-lorong. Kamar bayi juga ikut penuh. Pernah ruang perinatal yang berkapasitas 24 bayi, harus menampung 66 bayi. Terpaksa dilakukan, sebab Rumah Sakit tidak boleh menolak pasien. Apalagi yang datang ibu hamil yang akan melahirkan.

“Ini merupakan masalah yang belum pernah diprediksi. Apakah sarana kesehatan yang tersedia mampu melayani atau tidak. Sekalipun demikian, semua pasien persalinan kami terima, tidak mungkin menolak dengan alasan apapun. Walau kapasitas tidak menampung, tetap diterima, dengan segala keterbatasan yang ada,” ujar dr. Gandung.

Untuk mendukung program Jampersal, RSUD dengan kapasitas 266 kamar tidur ini, memiliki 21 dokter spesialis dalam 4 spesialis besar yakni: bedah, dalam, anak, dan kebidanan dan kandungan. Untuk mendukung pelayanan program Jampersal, RSUD telah menyiapkan 222 perawat dan 30 bidan.

Selain melayani program Jampersal, setiap hari rata-rata rumah sakit melayani sekitar 800 pasien rawat jalan. Dengan jumlah pasien yang demikian besar, maka wajar bila pada jam kunjungan, rumah sakit terlihat penuh, bahkan kursi tunggu pasien pun tak dapat menampung, sehingga ada sebagian yang harus berdiri, karena tak memperoleh tempat duduk.

Mengapa masyarakat berbondong-bondong menuju rumah sakit, menurut dr. Gandung disebabkan karena sosialisasi pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas masih kurang, Akibatnya masyarakat memilih langsung ke rumah sakit. Di samping sosialisasi, ada kemungkinan pelayanan dasar juga belum siap. Ketidaksiapan itu, bisa jadi karena biaya persalinan yang disediakan Jampersal

tergolong kecil (hanya Rp 350.000, padahal di Bantul rata-rata sampai Rp 700.000), sehingga bidan swasta dan pelayanan kesehatan dasar cenderung merujuk ke rumah sakit.

“Berdasarkan pengalaman, karena rumah sakit terbatas daya tampungnya, bila pasien datang dengan persalinan normal, mereka kami rujuk kembali ke Puskesmas setempat. Sebab, masyarakat yang datang ke rumah sakit, tidak semua berdasarkan rujukan. Tapi banyak juga yang kehendak sendiri. Alasan mereka bersalin di rumah sakit, karena mereka merasa lebih nyaman dan tenang,” ujar dr. Gandung.

Menurut dokter kelahiran Yogyakarta ini, dengan program Jampersal, banyak pelajaran yang bisa diperoleh, di antaranya pembelajaran bagi dokter untuk membuat catatan medis setiap kali setelah pemeriksaan. Juga membuat laporan medical record

pasien, sebagai bahan pendukung klaim biaya Jampersal. Sebab, bila tak dilengkapi dokumen medical record, klaim tidak bisa dilakukan. Padahal, sebelumnya, dokter hanya melakukan diagnosa pemeriksaan, selesai.

Sementara, menurut Kabid Pengendalian RSUD Bantul, Siti Suryati, SKM, pembelajaran yang tiada henti bernama sosialisasi. Sebab, masih banyak teman sejawat yang harus terus mendapat pemahaman tentang administrasi. Apalagi dengan adanya perubahan Software

dari INA DRG menjadi INA_CBG’S. Jadi harus terus belajar.

“Pernah, RSUD mengajukan klaim untuk bulan April-Desember 2010, baru bisa cair tahun 2011, tapi untuk bulan November-Desember 2011, akan segera cair. Jadi saat ini keuangan kami surplus,” ujar Siti.

Sejak awal, semua proses harus baik, jelas sebab kalau tidak baik, pasti akan mengganggu ketersediaan dokumen. Bila ketersediaan dokumen terhambat, akan mempengaruhi proses klaim. Bila proses klaim terhambat dalam jangka panjang, akan mempengaruhi pencairan dan perputaran keuangan rumah sakit. Berdasarkan Rekap laporan tahun 2011, rumah sakit setiap bulan rata-rata mencairkan Rp 2 miliar untuk program Jamkesmas dan Jampersal. Hingga luncuran ke 5 tahun 2011, sudah dicairkan lebih dari Rp 24 miliar.

(24)

Bagaimana implementasi program Jampersal selama ini?

Adanya program Jaminan Persalinan (Jampersal), bagi kami sangat menolong kegiatan dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Untuk daerah Yogyakarta, AKI-nya sudah cukup baik, sementara angka persalinan oleh Nakes, sudah hampir 95 ke atas. Nah, Jampersal ini menolong bagi yang tidak mempunyai jaminan. Namun di lain pihak ada beberapa kendala terutama di tingkat bawah karena Jampersal ini ongkosnya hanya Rp 350.000, sedangkan di Yogja tarif bidan saja sudah Rp 500.000. Ada bidan yang tidak mau menangani. Mereka kemudian merujuk ke RS ataupun ke Puskesmas. Itu yang menjadi kendala kami. Kami berharap biaya yang ditanggung Jampersal ada kenaikan, bukan Rp 350,000 tapi sekitar Rp 500.000.

Sama dengan standar yang ada?

Iya. Karena ini program baru sosialisasi juga harus terus dilakukan, sehingga sistem rujukan menjadi lebih optimal. Artinya persalinan normal yang seharusnya bisa ditolong di tingkat dasar misalnya Puskesmas rawat inap, tidak perlu langsung ke Rumah Sakit.

Apa sebenarnya kendalanya?

Pertama, Jampersal program baru. Kedua, mungkin sosialisasi masih kurang pada masyarakat, sehingga masyarakat tidak mengerti bahwa persalinan normal seharusnya cukup di Puskesmas atau di bidan swasta.

Ketiga, untuk yang swasta mungkin tarifnya terlalu rendah. Akhirnya mereka cenderung untuk merujuk saja ke RS, sudah dapat Rp 100.000.

Bidan merujuk ke RS atau Puskesmas?

Sistem rujukan kurang berlaku, masyarakat cenderung langsung rumah sakit.

Kendalanya disebabkan karena belum sosialisasi atau karena memang masyarakat punya keinginan sendiri?

Salah satunya sosialisasi masih kurang. Kedua orang boleh memilih, namun sistemnya juga harusnya berjalan. Artinya dia tidak dapat penggantian. Logikanya kalau masyarakat langsung ke RS seharusnya tidak mendapat penggantian biaya. Tapi kenyataanya tidak seperti itu.

Tetap saja mendapat penggantian?

Iya. Seharusnya, kalau ada rujukan dari Puskesmas baru mendapat penggantian. Ke depan kita butuh adanya suatu Peraturan Gubernur agar sistem rujukan bisa berjalan. Itu yang akan kita susun agar sistem rujukan jalan. Meskipun kita yakin sistem rujukan akan jalan kalau semua masyarakat sudah terasuransi dengan baik. Kalau asuransi berjalan baik, sistem rujukan juga berjalan baik. Kalau Jampersal kan sudah semuanya, untuk orang kaya pun bisa meskipun, ilosoinya hanya untuk orang yang tidak mampu.

Jadi ada efek samping dengan adanya Jampersal.

Ya. Seharusnya untuk Yogja dengan yang AKI dan AKB sudah agak rendah, tidak disamaratakan dengan kebijakan Jampersal. Artinya orang yang mampu tidak dibantu pemerintah. Akibatnya, masyarakat yang dulunya sudah mandiri mau bayar, sekarang kalau anak ke 2 atau ke 3, tidak mau bayar kalau mereka ke RS.

Kejadian serupa terjadi juga di Puskesmas. Di Puskesmas Tegal Rejo, Mergangsang, kondisi rawat inapnya sudah bagus. Artinya orang ke situ pun tidak masalah dengan anak ke 2 atau ke 3. Yang menjadi masalah yang dulunya mandiri, sekarang dibayar pemerintah. Seharusnya kebijakan itu untuk di luar Jawa, di daerah yang masih membutuhkan pelayanan kesehatan yang baik karena pelayanan kesehatannya memang masih kurang. Kalau DIY Nakesnya saat ini sudah 95%, tanpa Jampersal sudah cukup. Sebagai masukan, sebaiknya kebijakan ini dibuat per wilayah.

Lalu dengan adanya Jampersal apakah masih ada peran untuk menurunkan AKI dan AKB?

Saya tidak tahu persis, tapi evaluasi kami AKB/AKI itu

dr. Sarminto, M.Kes:

Jampersal

Sebaiknya Dibatasi

(25)

Yang repot

dalam

pelaksanaannya.

Karena

sosialisasinya

kurang

maksimal,

masyarakat

mendapat

informasi

Jampersal untuk

semua. Nah,

kalau sudah

begini, kalau

tiba-tiba distop

--orang kaya

(26)

dari 43 sekarang menjadi 49. Ada kenaikan. Saya tidak tahu persis ini dampak Jampersal atau bukan. Memang selama 5 tahun AKB/ AKI kita naik turun antara 40-50. tapi kita tidak bisa menarik kesimpulan apakah ini karena Jampersal atau bukan. Lima tahun terakhir ini pernah 48, sebelumnya pernah juga 36 (2007), 41 (2008), 47 (2009), 43 (2010), dan 49 (2011).

Memang menjadi pertanyaan, apakah perubahan tersebut terjadi karena KB yang tidak terkendali. Tidak tahu juga. Kemarin waktu evaluasi ternyata KB tidak berhasil, sehingga banyak bayi yang dilahirkan. Kenyataannya Bantul juga demikian, karena memang di RS jadi pusat rujukan Jampersal. Sehingga RS ini tidak bisa menampung pasien, tapi akhirnya dicukup-cukupi. Di RS Bantul, satu bok standardnya untuk 1 bayi tapi dipakai 2 sampai 3 bayi. Ini karena antusiasnya orang menggunakan Jampersal. Mereka yang sebelumnya mandiri, sekarang berbondong-bondong menggunakan Jampersal. Ini karena Jampersal untuk semua.

Untuk semua hanya untuk tahun 2011?

Yang repot dalam pelaksanaannya. Karena sosialisasinya kurang maksimal, masyarakat mendapat informasi Jampersal untuk semua. Nah, kalau sudah begini, kalau tiba-tiba distop --orang kaya tidak boleh-- bisa jadi masalah. Memang, untuk membuat kebijakan spesiik bagi setiap provinsi cukup merepotkan. Namun, jika tidak demikian, dalam pelaksanaan di lapangan jadi ikut merepotkan juga.

Terkait dengan Jampersal, bagaimana daya dukung sarana kesehatannya?

Masyarakat sekarang berbondong-bondong ke pelayanan kesehatan negeri. Kalau dulu mereka sudah mau ke swasta, itu mengurangi. Sekarang kita malah kebanjiran pasien. Kita sudah menyampaikan ke Ikatan Bidan Indonesia agar bersedia menolong. Sebab mereka selama ini bekerja sama dengan Jamkesmas, maka seharusnya mau kerja sama dengan Jampersal juga. Tapi kenyataan di lapangan berbeda. Mereka lebih suka merujuk ke rumah sakit.

Nanti bisa ditanyakan ke RS Bantul, bagaimana cakupan RS. Mereka naik 300% – 400% kalau tidak salah. Saya tidak tahu persis kenapa. Saya coba cari penyebabnya, apakah kenaikan itu karena Puskesmas pembantu tidak mau melayani atau dari

swasta. Kalau penyebabnya dari swasta, berarti kesalahan kebijakan, yang dulunya sudah mau di swasta, sekarang malah dilempar.

Banyak masyarakat yang langsung datang ke rumah sakit, karena sosialisasinya kepada masyarakat Jampersal di rumah sakit gratis. Kemudian belum semua bidan praktek swasta mau ikut PKS (Perjanjian Kerja Sama). Tarif Jampersal lebih rendah, dibanding tarif bidan praktek swasta. Akibatnya banyak bidan tidak mau menerima pasien yang merujuk ke program Jampersal.

Ada pos biaya untuk merujuk?

Semestinya yang dirujuk itu yang tidak bisa ditangani. Tidak semua dirujuk. Tapi tentu saja tidak mudah. Kalau kita tanya ke Pak Dirjen, beliau akan jawab: itu kesalahan temen-temen Dinas. Mereka sosialisasinya kurang. Bu Sesjen juga pernah mengatakan sosialisasinya kurang bagus.

Memang kita salah, seharusnya kalau normal itu jangan dirujuk. Kenyataan di lapangan temen-temen di RS tidak mungkin menolak, kalau sudah mau lahir tidak mungkin ditolak. Nanti bisa jadi masalah, DPR bisa mara-marah. Jadi tidak mudah. Apalagi ini RS Pemda, pasti akan muncul di DPR jika ada masalah. Ya sama-sama karena ini program baru tentu saja masih berproses. Bagi saya program ini sangat membantu.

Program Jampersal masih menemui beberapa kendala di lapangan, solusi apa yang sudah dilakukan?

Kalau terkait dengan biaya, kita setiap Jumat bertemu dengan profesi IBI (Ikatan Bidan Indonesia) untuk melakukan sosialisasi agar teman-teman bidan tetap mau kerja sama. Kemudian dalam kaitannya dengan rujukan. Ke depan harus mempunyai Pergub atau aturan lainnya yang ada kaitannya dengan sistem rujukan. Antisipasi penumpukan pasien yang dirujuk di RS, salah satu penyelesainya dengan memanfaatkan Puskesmas rawat inap. Berdasarkan evaluasi, Puskesmas rawat inap BOR-nya masih di bawah 50%.

Masukan lain?

Salah satunya, harga dinaikkan. Kedua, rayonisasi. Pertolongan persalinan normal dengan yang dilayani dengan tenaga kesehatan tinggi, itu kebijakannya berbeda. Sehingga nanti terlihat manfaatnya. Kemudian juga harus dibatasi, jangan untuk semua orang. ∞ (Pra, Desy)

(27)

Jampersal, sebagai program baru membutuhkan waktu untuk sosialisasi. Jadi wajar, bila masih ada masyarakat yang belum dapat memahami secara benar maksud dari program tersebut. Ada masyarakat yang ingin langsung bersalin ke rumah sakit, padahal dapat dilayani di Puskesmas terdekat. Kondisi seperti ini masih sering terjadi di Kabupaten Bantul. Walau demikian proses sosialiasi tetap harus terus ditingkatkan. Sambil menambah pemahaman masyarakat tetang rujukan, rumah sakit tidak bisa menolak, bila ada pasien yang datang untuk bersalin. “Mereka harus tetap dilayani, tidak elok untuk menolak mereka, apalagi masuk UGD,” ujar drg. Maya Sintowati Pandji, MM, Kadinkes Kab Bantul Yogyakarta.

Menurut drg. Maya, sebenarnya sosialiasi sudah dilakukan mulai Maret 2011 dengan melibatkan DPRD, Puskesmas, dan tokah agama maupun masyarakat. Media yang digunakan di antaranya Radio Bantul. “Kami mempunyai slot untuk dialog dengan masyarakat secara berkala dengan tema KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), Jamkesmas, dan Jampersal. Memang, tidak selalu berjudul Jampersal, tapi kontennya tetap terkait dengan kesehatan ibu dan anak,” jelas Maya.

Selain Radio Bantul, juga ada radio swasta dengan memanfaatkan program masyarakat sehat (PMS). Sudah ada program secara rutin mengisi siaran setiap harinya. Sosialisasi juga dilakukan melalui media cetak, seperti poster, lealet, dan banyak lagi. Ketika ada sarasehan, juga

mengangkat tentang Jampersal. Begitu juga saat perayaan hari kesehatan nasional. “Semua ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang program Jampersal,” tutur Maya lebih jauh. Malah, pada kegiatan Bantul Ekspo pun, sosialisasi mengenai Jampersal ini dilakukan juga.

Menurut Kadinkes, banyaknya persalinan ibu hamil di rumah sakit, memang sudah pilihan masyarakat dengan berbagai alasannya. Hal ini tidak dapat dipersalahkan atau ditolak. Sebab, melahirkan itu berkaitan dengan

kemantapan hati. Tidak sedikit yang harus sampai mengorbankan nyawa. Maka, masyarakat harus menentukan pilihan tempat melahirkan. “Saya juga pernah melahirkan, harus memilih dengan bidan siapa yang dianggap memberi kemantapan hati,” ujarnya tegas.

Fenomena ini menunjukkan bahwa Puskesmas belum menjadi pilihan. Untuk itu menjadi tantangan, bagaimana mewujudkan Puskesmas menjadi pilihan utamanya. Menjadikan Puskesmas pilihan masyarakat akan menjadi fokus program ke depan. Walau tentu saja ini bukan pekerjaan mudah.

Sebelumnya, sudah berdiskusi dengan drg. Kuncoro (Ketua Forum Komunikasi Kepala Puskesmas), mereka pernah memperoleh sertiikasi ISO 9001: 2088 tentang mutu pelayanan Puskesmas. Kemudian ada Puskesmas akan mendapat bantuan bangunan senilai 1 Miliar lebih. Dengan biaya sebesar itu, pasti akan menjadi sarana Puskesmas rawat inap yang bagus.

Tapi, sayang selama ini ruang rawat inap yang tersedia, tidak diisi secara maksimal, hanya kisaran 25-30% saja.

Untuk itu, dengan biaya yang besar untuk membangun gedung, perlu upaya untuk meningkatkan jumlah pengguna rawat inap di puskesmas ( BOR) tersebut. Untuk antisipasi, kepala Puskesmas diminta untuk menyusun program untuk meningkatkan BOR-nya. Banyak kepala Puskesmas yang beranggapan itu pekerjaan berat. Namun setelah diberi penjelasan akhirnya mereka bisa memahami dan mendukung program tersebut.

Menurut dr. Maya, ia sendiri heran dengan rendahnya BOR Puskesmas tersebut. Sementara ada Puskesmas lain yang masih satu kecematan, BOR-nya tinggi, tapi tempatnya terbatas. Ada wacana untuk menggabung dua Puskesmas tersebut. Sehingga kedua Puskesmas dapat saling melengkapi, baik ruang perawatan, peralatan, maupun SDM-nya.

Kadinkes berharap, paling tidak ada satu Puskesmas yang menjadi pilihan utama masyarakat. Selanjutnya, tinggal mengembangkan Puskesmas lain dengan menduplikasi Puskesmas yang sudah ada menjadi model. Bila ini terwujud, maka pelayanan Jampersal otomatis akan menjadikan Puskesmas sebagai tujuan utama.

Menurut Kadinkes, sebenarnya para bidan itu lebih nyaman memberi pelayanan di Puskesmas dibanding di rumah bidan. ∞

Drg. Maya Sintowati Pandji, MM:

Menjadikan Puskesmas

Pilihan Utama

(28)

Dalam pelaksanaannya, Jampersal memang belum berjalan seperti yang diharapkan. Bahkan ada beberapa daerah yang belum dapat melaksanakan Jampersal seperti Kabupaten Garut, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, dan banyak lagi. Sementara daerah yang sudah melaksanakan Jampersal, tingkat realisasinya belum seperti yang

diharapkan. Hanya beberapa daerah yang tingkat realisasinya tinggi. Salah satunya Kabupaten Subang. Dari 24 Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Subang memimpin cakupan realisasi Jampersal terbesar.

Jampersal:

Lain Ladang Lain Belalang

Implemantasi Jampersal di Provinsi Jawa

Barat, memang berbeda-beda dalam menyikapinya. Ada yang langsung bisa diterima sesuai petunjuk teknis, tapi ada juga yang harus membuat peraturan tertentu, sehingga terkadang memperpanjang pencairan keuangannya.

Menurut dr. Lukman dari Dinas Kesehatan Prov. Jawa Barat, kab/kota sebenarnya sudah mensosialisasikan program Jampersal. Malah mereka sudah membuat peraturan, PKS juga sudah. Yang jadi masalah adalah pelaksanaan di lapangan. Subang menyambut baik, tapi daerah lain menerima apa adanya. Animo masyarakat pun adem-adem saja. Ada juga daerah yang tidak peduli.

Dijelaskan lagi oleh dr. Lukman,

“sebetulnya esensi Jampersal bukan pada gratisnya. Malah KB pasca salin, kita stop. Tahun ini tidak dibatasi jumlah anaknya. Masyarakat kita kalau dengar gratis, senang. Jadi ya, pemahaman kita,

me-Jampersal

di Jawa Barat

manage Jampersal untuk memenuhi agar anak dan ibu sehat”.

Kabupaten Subang, menurut dr Lukman, termasuk daerah yang mempunyai cakupan bagus. Kebetulan baru selesai dimonitor dan dievaluasi. Mereka terbuka, ketika ada kesulitan langsung bertanya. Cakupannya bagus. Jampersal diterima dengan baik. Berbeda dengan yang lain, ada yang menambah dengan peraturan lain. Asumsinya agar aman dalam penggunaan keuangannya.

Sementara itu, dr. H. Susatyo Triwilopo MPH, kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bandung, melihat bahwa dalam pelaksanaan Jamperesal harus dibenahi sistim rujukan/ referal-nya. Harus ada reward dan punishment. Audit medis dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) belum dilaksanakan.

Lebih lanjut dr. Susatyo mengatakan bahwa semua klaim akan segera diselesaikan. Bila ada yang belum dibayarkan maka semua utang yang terjadi akan diselesaikan bila anggaran telah tersedia. Sekadar informasi, Kota Bandung sendiri hanya menyerap 6,2% (Rp 584.000.000) dari dana yang disediakan untuk Jampersal sebesar Rp 9.552.032.000. Bidan Tin Citarik (56 tahun) yang sehari-hari bertugas di Rumah Sakit Ibu dan Anak dan di luar jam kerja bekerja sebagai bidan swasta ikut bekerja sama dalam Jampersal. Berdasarkan pengalaman bidan Tin, dalam satu bulan ia melayani rata-rata 20 pasien Jampersal. Dalam melakukan klaim keuangan selama ini ia tidak mengalami kesulitan selama semua persyaratan lengkap. Dibanding klaim dengan SKM (Surat Keterangan Miskin), klaim melalui Jampersal jauh lebih mudah, jelas bidan Tin.

Menurut bidan Tin, program Jampersal sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan layanan persalinan dengan persyaratan yang sangat sederhana. Cukup dengan menunjukkan Kartu Tanda penduduk (KTP)/identitas diri dari wilayah setempat atau dari wilayah lain di seluruh Indonesia. Dengan KTP tersebut, pasien akan mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kehamilan, melahirkan, dan pasca melahirkan. Dalam sebulan, bidan Tin bisa menolong rata-rata 20 persalinan. Bila dikalikan Rp 350.000, maka ia akan

Proram Jaminan Persalinan (Jampersal) yang diluncurkan

(29)

realisasi Jampersal Dinas Kesehatan Kota bandung

memperoleh penggantian dari Jampersal sebesar Rp 7.000.000. Apakah tarif sebesar Rp 350.000 sudah memadai untuk memberikan standar pelayanan minimal,

bidan Tin menganggap hal itu sudah cukup memadai.

Spektakuler

Lain lagi cerita pelaksanaan program jampersal di RS Hasan Sadikin, Bandung. Menurut Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM Sp.OG, pelaksanaan Jampersal di RS Hasan Sadikin berjalan sangat spektekuler. Di RS ini setiap bulan terjadi peningkatan yang signiikan, semakin hari semakin banyak masyarakat yang menggunakan fasilitas Jampersal sehingga Bed Occupation Rate

> 100 %.

Menurut dr. H. Bayu, RS Hasan Sadikin idealnya menerima pasien derajat kesakitan di atas level 2, operate house.

”Tetapi karena memilih tempat berobat adalah hak asasi manusia, kita tak bisa menolak pasien yang berobat ke kita. Walaupun tanpa rujukan”. Usul dr. H. Bayu, seharusnya sistem referal/sistim rujukan yang ada mengatur puskesmas, pustu, polindes, dsb, untuk program Jampersal, kemudian juga terhadap bidan praktek swasta, klinik bersalin, dokter praktek, dan rumah sakit bersalin baik itu pemerintah maupun swasta yang sudah melakukan PKS dengan pengelola Jamkesmas di Pemda Kabupaten/Kota maupun Provinsi. ”Pada kenyataannya yang datang berobat ke sini adalah pasien patologi, atau yang mempunyai security level di bawah 2. Kadang isiologi, karena satu dan lain hal banyak yang ditolak oleh bidan di Kabupaten/Kota maupun Rumah Sakit, termasuk Rumah Sakit Swasta. Akibatnya RS kami overcapacity, dan overload. Untuk pelayanan Jampersal melebihi kapasitas yang tersedia,” jelas dr. H. Bayu lagi.

Mengapa itu bisa terjadi, dr. H. Bayu melihat hal tersebut akibat sosialisasi Jampersal yang belum menyeluruh, belum secara nasional, sehingga belum dipahami para pihak. Sehingga banyak masyarakat yang belum jelas dengan program Jampersal. Begitu juga bidan, dokter Puskesmas, maupun dokter swasta banyak yang belum paham akan pelaksanaan Jampersal. Akibatnya, bagi masyarakat jika ingin melahirkan mereka langsung ke rumah sakit, karena gratis, tidak bayar. Seharusnya mereka terlebih dahulu ke Puskesmas, apalagi jika persalinan mereka tidak ada masalah. Sebaliknya, pihak Puskesmas maupun bidan dan dokter swasta, kadang langsung melempar pasien ke rumah sakit. Bagi bidan ada yang enggan karena klaim Jampersal mereka anggap terlalu murah, begitu juga bagi dokter swasta.

Bagaimanapun, menurut dr. Bayu program Jampersal adalah program yang bagus untuk menekan AKI dan AKB. Usulan di. Bayu agar memperbaiki manajemen pelaksanaan Jampersal kiranya merupakan masukan berharga untuk suksesnya Jampersal ke depan. ∞

Kab/Kota Alokasi Luncuran 1 Realisasi

% realisasi dari luncuran i

%realisasi dari total

alokasi

Kab. bogor 19.008.062.000 5.702.419.000 2.289.300.000 40.15 12.04 Kab. sukabumi 9;335.402.000 2.800.623.000 220.730.500 7.88 2.36 Kab, Cianjur 8.653.672.000 2.396.102.000 1.044.334.000 40.23 12.07 Kab. bandung 12.668.156.000 3,800.447.000 439.190.000 11.56 3.47 Kab. garut 9.582.420.000 2.874.726.000 0.00 0.00 Kab. Tasikmalaya 6.686.426.000 2.005.928.000 1.713900.017 85.44 25.63 Kab. Ciamis 6.111.041.000 1.833.312.000 1.245.940.000 67.96 20.39 Kab. Kuningan 4.140.479.000 1.242.144.000 0.00 0.00 Kab. Cirebon 8.241.16.000 2.472.347.000 2.650.890.000 107.22 32.17 Kab. majalengka 4.655.965.000 1.396.790.000 165.970.000 11.88 3.56 Kab. sumedang 4.355.034.000 1.306.510.000 1.071.815.000 82.04 24.61 Kab. indramayu 6.638.427.000 1.991.528.000 0.00 0.00 Kab.subang 5.835.678.000 1.750.703.000 2.120.095 121.10 36.33 Kab. Purwakarta 3.198.259.000 1.019478.000 0.00 0.00 Kab. Karawang 8.480.959.000 2.544188.000 1.494.340.000 58.73 17.62 Kab. bekasi 10.493486.000 3.148.042.000 268.100.000 8.52 2.55 Kab. bandung barat 6.040.308.000 1.612.092.000 423.140.000 23.35 7.01 Kota bogor 3.787.343.000 1.136.203.000 0.00 0.00 Kota sukabumi 3.194.175.000 357.253,000 0.00 0.00 Kota bandung 9.552.012.000 2.865610.000 259.100.000 9.04 2.71 Kota Cirebon 1.180.276.000 154.083.000 0.00 0.00 Kota bekasi 9.323.993.000 2.797.198.000 0.00 0.00 Kota Depok 6.929.936.000 2.078.981.000 0.00 0.00 Kota Cimahi 2.159.469.000 647.841.000 13.53 4.06 Kota tasikmalaya 2.531.732.000 759.520.000 56.95 17.08 Kota banjar 699.013.000 209.704.000 30.80 9.24 Provinsi 171,682.899.000 51.504.870.000 31.05 9.31

Rekap Alokasi dan realisasi Jampersal

Provinsi Jawa Barat

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Pasien Jampersal bulan november

di rs Hasan sadikin bandung

bulan

rawat

inap

Darurat

rawat

Jumlah

(30)

idan Handayati, yang juga bekerja di RSUD Bantul ini menjelaskan: pasien sudah pecah ketuban

10 jam yang lalu, setelah diobservasi, ternyata belum ada perkembangan, sehingga harus mendapat induksi. Sementara bidan tidak ada kewenangan untuk menginduksi, maka kami merujuk ke RSUD, jawab sang bidan tangkas.

Indah sekali dialog di atas. Bukti, profesionalisme dan rasa kemanusiaan tenaga bidan melayani persalinan pengguna jampersal. Ketika sang bidan ditanya, dengan kendaraan apa Anda merujuk ? Ia menjawab menyewa mobil. Anggaranya cukup ?, pas jawabnya. Sebuah ungkapan yang tidak mau hitung-hitungan, bisa jadi rugi secara materi menolong persalinan ( waktu, tenaga, pikiran, dll terkuras).

Untuk melayani orang miskin pengguna Jampersal, sebagian besar tenaga bidan siap berkorban, walau hanya mendapat penggantian di bawah standar biaya pada umumnya. Tapi, untuk pasien kaya yang menggunakan jampersal, sebagian besar mereka agak keberatan. Apalagi, pengguna jampersal dari orang yang mampu ini lebih banyak tuntutannya. “Jadi ada kesulitan menumbuhkan motivasi diri dalam pelayanan” kata Bidan Handayati.

Dengan alasan yang sama rasa kesulitan untuk memotivasi bidan, juga dialami oleh Kepala

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara kepada Bapak Resort pemangkuan Hutan (RPH) Suwaji, Tanggal 22 Januari 2015.. Mentalitas para pemilik modal yang mengedepankan aji mumpung, yaitu memberikan modal

[r]

Karakter reaktif dalam diplomasi publik Indonesia terhadap Malaysia ditemukan ketika upaya- upaya yang dilakukan oleh negara dan atau dimensi domestik dalam rangka

telah menjadi anggota komunitas AIMI lebih dari 5 tahun. Sebagai ibu perah, ia mendukung pemberian ASI Eksklusif untuk anak laki- lakinya. Memerah ASI diupayakan oleh Tia

Sejahtera Buana Trada Cabang Pekanbaru (Dealer Suzuki Mobil) Pelaksanaan pelatihan adalah salah satu cara yang ditempuh perusahaan guna meningkatkan kinerja Sumber Daya

Of the remaining Rp 11,209 billion in restructured Corporate, Commercial & Small Business loans in 2Q :.  85.4%

Penilaian PBB perusahaan yang dilakukan oleh Pemda Kabupaten Pasuruan Tahun 2014 untuk SPPT 2015 menggunakan metode harga pasar belum sesuai dengan Standar Penilaian

However, their frequencies are still higher than those of any outer circle varieties besides Singaporean English, allowing a general proposition that neg-raising – or at the