• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Sistem Dinamik untuk Simulasi Model Produksi Biodiesel terhadap Ketahanan Pangan Berbasis Crude Palm Oil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Sistem Dinamik untuk Simulasi Model Produksi Biodiesel terhadap Ketahanan Pangan Berbasis Crude Palm Oil"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI SISTEM DINAMIK UNTUK SIMULASI MODEL

PRODUKSI BIODIESEL TERHADAP KETAHANAN PANGAN

BERBASIS

CRUDE PALM OIL

AHMAD PUTRA AKBAR

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Sistem Dinamik untuk Simulasi Model Produksi Biodiesel terhadap Ketahanan Pangan Berbasis Crude Palm Oil adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

AHMAD PUTRA AKBAR. Aplikasi Sistem Dinamik untuk Simulasi Model Produksi Biodiesel terhadap Ketahanan Pangan Berbasis Crude Palm Oil. Dibimbing oleh YANDRA ARKEMAN dan DHANI SATRIA WIBAWA.

Biodiesel kelapa sawit adalah alternatif potensial untuk dikembangkan di Indonesia sebagai solusi dari masalah keterbatasan Bahan Bakar Minyak yang akan habis seiring dengan pemakaian yang terus menerus. Namun, pengembangan biodiesel kelapa sawit dapat menimbulkan dampak negatif pada ketahanan pangan karena peningkatan permintaan crude palm oil (CPO). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis ketersediaan CPO di Indonesia di masa datang terkait adanya produksi biodiesel, dan memberikan alternatif kebijakan dalam rangka pengembangan biodiesel kelapa sawit di Indonesia. Metode yang digunakan adalah pendekatan sistem dinamik, dilanjutkan dengan simulasi berdasarkan beberapa skenario yang telah ditetapkan. Sistem persediaan CPO ditentukan oleh dua subsistem besar yaitu subsistem penawaran dan subsistem permintaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ketersediaan CPO yang telah dirancang bangun dapat bekerja dengan baik dengan tingkat ketepatan yang baik pula. Dari beberapa skenario yang telah dicoba, dapat disimpulkan bahwa dalam 6 tahun mendatang, pertumbuhan produksi biodiesel akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kemampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan CPO. Hasil simulasi menunjukan produksi CPO dalam negeri masih mampu memenuhi semua kebutuhan termasuk untuk pangan jika pertumbuhan produksi biodiesel hanya sebesar 24,43% per tahun. Namun, saat pertumbuhan produksi biodiesel sebesar 44,43% per tahun, ketersediaan CPO menjadi berkurang. Saran kebijakan yang dapat diusulkan dalam permasalahan ketersediaan CPO adalah melalui peningkatan produktivitas, pengurangan ekspor CPO, implementasi pendekatan Indonesian Sustainable Palm Oil System dan substitusi bahan baku biodiesel. Secara keseluruhan, model yang dirancang telah mampu menganalisis ketersediaan CPO dan implikasinya terhadap alternatif kebijakan yang dapat diambil untuk mendukung produksi biodiesel.

(5)

ABSTRACT

AHMAD PUTRA AKBAR. Dynamic System Application for Model Simulation of Biodiesel Production and Food Security of Crude Palm Oil Based. Supervised by YANDRA ARKEMAN and DHANI SATRIA WIBAWA.

Palm oil biodiesel is a potential alternative to be developed in Indonesia as a solution of limited fossil fuel that will be depleted due to its continuous usage. However, the development of palm oil biodiesel can negatively impact on food security because of increase in demand for crude palm oil (CPO). The main objective of this research is to analyze the availability of CPO in Indonesia in the future related to the production of biodiesel, and provide alternative for palm oil biodiesel development in Indonesia. The method used is the dynamic system approach, followed by a simulation based on some predefined scenarios. CPO inventory system is determined by two major subsystems, namely supply subsystem and demand subsystem. The results showed that the CPO availability model which has been designed can work well with a good degree of accuracy. Based on several scenarios that have been tried, it can be concluded that in the next 6 years, the growth of biodiesel production can gives significant effect on Indonesia's ability to meet the needs of CPO. The simulation results showed CPO production in the country is still able to meet all needs including for food if the biodiesel production growth is only 24,43% per year. However, when the biodiesel production growth is 44,43%, the availability of CPO will be reduced. Policy suggestions that are proposed in the CPO availability problems is through increased productivity, reduced CPO exports, implementation of Indonesian Sustainable Palm Oil approach and substitution biodiesel feedstock. Overall, the model that has been designed is able to analyze the availability of CPO and its implications towards alternative policies that can be taken to support the production of biodiesel.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

APLIKASI SISTEM DINAMIK UNTUK SIMULASI MODEL

PRODUKSI BIODIESEL TERHADAP KETAHANAN PANGAN

BERBASIS

CRUDE PALM OIL

AHMAD PUTRA AKBAR

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Aplikasi Sistem Dinamik untuk Simulasi Model Produksi Biodiesel terhadap Ketahanan Pangan Berbasis Crude Palm Oil

Nama : Ahmad Putra Akbar NIM : F34100049

Disetujui oleh

Dr Ir Yandra Arkeman, MEng Pembimbing I

Dhani Satria Wibawa, STP MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Aplikasi Sistem Dinamik untuk Simulasi Model Produksi Biodiesel terhadap Ketahanan Pangan Berbasis Crude Palm Oil berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Yandra Arkeman, MEng dan Bapak Dhani Satria Wibawa, STP MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, Badan Ketahanan Pangan, Badan Pusat Statistik, dan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi yang telah membantu dalam pengumpulan data, serta kepada Departemen TIN FATETA IPB yang telah memberikan dana bantuan penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Ahmad Suprayogi), ibu (Suwartini), serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Definisi Pendekatan Sistem Dinamik 4

Tahapan Pendekatan Sistem Dinamik 4

Komponen-Komponen Sistem Dinamik 6

METODE 8

Kerangka Pemikiran 8

Pengembangan Model 9

Validasi Model 11

Implementasi Model 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Deskripsi Sistem 11

Konseptualisasi Sistem 12

Formulasi Sistem 13

Skenario dan Hasil Simulasi 19

Validasi Model 22

Saran Kebijakan 23

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

(12)

DAFTAR TABEL

1 Potensi pengembangan biodiesel di Indonesia 1

2 Potensi pengembangan bioetanol di Indonesia 2

3 Jenis dan sumber data yang digunakan 10

4 Pelaku sistem terindentifikasi dan kebutuhannya 12 5 Produktivitas kelapa sawit berdasarkan varietasnya 21

6 Validasi jumlah produksi CPO 23

7 Validasi kebutuhan minyak goreng 23

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan pendekatan sistem dinamik (Suryani 2006) 5

2 Simbol level 6

3 Simbol rate 7

4 Simbol auxiliary 7

5 Simbol constant 8

6 Simbol sumber dan buangan 8

7 Simbol transfer: (a) materi dan (b) informasi 8

8 Kerangka pemikiran 9

9 Diagram input output sistem dinamik ketersediaan CPO 12

10 Diagram sebab akibat model ketersediaan CPO 12

11 Hierarki model ketersediaan CPO 13

12 Diagram kotak panah subsistem penawaran 15

13 Diagram kotak panah subsistem kebutuhan pangan 17

14 Diagram kotak panah subsistem ekspor CPO 18

15 Diagram kotak panah subsistem produksi biodiesel 19

16 Ketersediaan CPO skenario pertama 20

17 Ketersediaan CPO skenario kedua 21

18 Ketersediaan CPO skenario ketiga 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Luas area sawit dan laju pertumbuhannya, produksi CPO, produktivitas,

ekspor dan impor CPO 28

2 Konsumsi minyak goreng dan margarin 29

3 Produksi biodiesel dan penggunaan biosolar 29

4 Formulasi model 30

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bahan Bakar Minyak (BBM) bersifat terbatas dan akan habis seiring dengan pemakaian yang terus menerus. Kemampuan produksi minyak bumi cenderung menurun dan kapasitas kilang BBM pun masih terbatas, namun konsumsi BBM di Indonesia telah mencapai sekitar 1,5 juta barel per hari dan diperkirakan akan terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan energi, sejak tahun 2004 Indonesia telah menjadi net-importer minyak. Total impor BBM saat ini mencapai sekitar 500 ribu barel per hari. Impor BBM yang demikian tinggi telah menjadi salah satu penyebab utama terjadinya defisit pada neraca pembayaran Indonesia yang terjadi sejak tahun 2012 (ESDMa 2014).

Menurut Budiman (2004), upaya peningkatan kapasitas kilang bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan untuk solusi permasalahan ini dalam waktu yang relatif singkat karena kilang merupakan investasi yang bersifat capital intensive atau padat modal. Pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri perlu diarahkan sedemikian rupa menuju kepada diversifikasi sumber energi yaitu peningkatan share penggunaan energi non-minyak bumi. Salah satu solusi dari permasalahan ini adalah pengembangan bahan bakar nabati yang dapat berkontribusi pada pemenuhan kebutuhan energi Indonesia.

Bahan bakar nabati adalah bahan bakar yang dibuat dari bahan dasar berbagai jenis tanaman atau biomassa. Bahan bakar nabati dapat berbentuk padat, cair, dan gas. Dalam bentuk cair, bahan bakar nabati dikenal berupa etanol dan fatty acid metil ester (FAME/biodiesel). Etanol diperoleh dari proses fermentasi gula atau bahan berkarbohidrat lainnya yang menghasilkan alkohol, sedangkan biodiesel diperoleh dari proses transesterifikasi terhadap minyak dengan metanol. Kedua bahan bakar nabati cair ini memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia. Potensi pengembangan biodiesel dan etanol di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

(14)

2

Tabel 2 Potensi pengembangan bioetanol di Indonesia Jenis Dari beberapa jenis tanaman, kelapa sawit adalah tanaman yang memiliki potensi terbesar untuk diolah menjadi bahan bakar nabati di Indonesia, yaitu menjadi biodiesel. Saat ini hasil produksi kelapa sawit berupa Crude Palm Oil (CPO) mencapai sekitar 30 juta ton per tahun tetapi sebagian besar langsung diekspor tanpa proses hilirisasi lebih lanjut. Secara kasar, 1 juta ton CPO per tahun dapat diolah menjadi 20 ribu barel biodesel per hari (ESDMb 2014). Pengembangan biodiesel kelapa sawit mendiversifikasi produk turunan CPO menjadi produk lebih hilir sehingga memberikan nilai tambah yang lebih tinggi.

Adapun untuk mendukung pengembangan bahan bakar nabati dan mengurangi ketergantungan terhadap energi yang bersumber dari minyak bumi, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Permen ESDM RI Nomor 25 Tahun 2013 yang mewajibkan antara lain pemakaian biodiesel sebanyak 10% sebagai campuran bahan bakar minyak pada tahun 2013, dan meningkat menjadi 20% pada tahun 2016.

Pada sisi lain, mengingat bahan baku biodiesel kelapa sawit yang juga merupakan bahan pangan akan meningkat permintaan tidak hanya dari sektor pangan tetapi juga dari sektor non pangan. Banyak pengamat beranggapan bahwa pengembangan biodiesel kelapa sawit dapat menimbulkan dampak negatif yaitu kenaikan harga CPO. Hal ini akan mempengaruhi jumlah produksi atau ketersediaan pangan bagi manusia. Padahal kebutuhan pangan meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk. Jika terjadi penurunan produksi pangan maka akan memperburuk status ketahanan pangan. Perubahan permintaan pada akhirnya dikhawatirkan akan meningkatkan persaingan antara ketahanan pangan dan energi. Padahal, ketersediaan pangan dan energi dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang penting bagi setiap negara.

(15)

3

Perumusan Masalah

Pengembangan biodiesel kelapa sawit sebagai pemenuhan kebutuhan energi di Indonesia dikhawatirkan akan meningkatkan persaingan antara ketahanan pangan dan energi. Berkaitan dengan pengembangan biodiesel di Indonesia, penelitian mengacu pada beberapa permasalahan:

1. Apakah ketersediaan Crude Palm Oil (CPO) dapat memenuhi kebutuhan sebagai bahan baku biodiesel dan bahan pangan di Indonesia pada masa mendatang?

2. Apa saja alternatif kebijakan yang dapat direkomendasikan untuk pengembangan biodiesel kelapa sawit di Indonesia?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis ketersediaan Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan baku biodiesel dan bahan pangan di Indonesia pada masa mendatang dengan menggunakan simulasi model sistem dinamik terhadap kemungkinan beberapa skenario perencanaan produksi biodiesel kelapa sawit.

2. Memberikan saran alternatif kebijakan dalam rangka pengembangan biodiesel kelapa sawit di Indonesia.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi:

1. Bagi penulis, dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapatkan dari perkuliahan dan dapat menerapkannya di lapangan.

2. Bagi masyarakat secara umum, dapat menjadi referensi pembanding dan stimulan bagi penelitian yang terkait dengan biodiesel dari kelapa sawit. 3. Bagi pemerintah, dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam

perencanaan dan pengambilan keputusan kebijakan pengembangan biodiesel dari kelapa sawit.

Ruang Lingkup Penelitian

(16)

4

dinamika pertumbuhan jumlah ekspor CPO. Sedangkan subsistem produksi biodiesel dianalisis berdasarkan dinamika pertumbuhan produksi biodiesel. Aspek kebijakan yang akan dibuat dilakukan terhadap perspektif alokasi bahan baku (CPO) untuk pangan dan biodiesel yang optimal sehingga dapat menjamin terpenuhinya pasokan pangan dan energi.

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Pendekatan Sistem Dinamik

Sistem dinamik didefinisikan sebagai sebuah bidang untuk memahami bagaimana sesuatu berubah menurut waktu (Forester 1999 dalam Purnomo 2012). Sistem dinamik merupakan metode yang dapat menggambarkan proses, perilaku, dan kompleksitas dalam sistem (Hartrisari 2007). Metodologi sistem dinamik ini telah dan sedang dikembangkan sejak diperkenalkan pertama kali oleh Jay W. Forester pada tahun 1950-an sebagai suatu metoda pemecahan masalah-masalah kompleks yang timbul karena ketergantungan sebab akibat dari berbagai macam variabel di dalam sistem. Sistem dinamik dititikberatkan pada penentuan kebijakan dan bagaimana kebijakan tersebut menentukan tingkah laku masalah-masalah yang dapat dimodelkan dengan menggunakan sistem dinamik. Permasalahan dalam sistem dinamik dilihat tidak disebabkan oleh pengaruh dari luar namun dianggap disebabkan oleh struktur internal sistem. Tujuan metodologi sistem dinamik berdasarkan filosofi kausal (sebab akibat) adalah mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang tata cara kerja suatu sistem (Asyiawati 2002).

Mulanya, metode sistem dinamik diterapkan pada permasalahan manajemen seperti fluktuasi inventori, ketidakstabilan tenaga kerja, dan penurunan pangsa pasar suatu perusahaan. Hingga saat ini aplikasi metode sistem dinamik terus berkembang semenjak pemanfaatannya dalam bidang-bidang sosial dan ilmu-ilmu fisik. Sistem dinamik telah banyak diterapkan dalam memecahkan persoalan dinamika industri, bisnis, sosial, formulasi kebijakan, energi, dan lingkungan (Muhammadi et al. 2001).

Tahapan Pendekatan Sistem Dinamik

(17)

5

Gambar 1 Tahapan pendekatan sistem dinamik (Suryani 2006)

Tahap pertama dari pendekatan sistem dinamik adalah pendefinisian masalah. Pendefinisian masalah dilakukan untuk mengetahui permasalahan dengan jelas dan menyeluruh. Pendefinisian masalah merupakan tahap yang penting dilakukan untuk mengetahui dimana sebenarnya pemodelan sistem perlu dilakukan. Pemodelan merupakan alat bantu dalam pengambilan keputusan. Model didefinisikan sebagai suatu penggambaran dari suatu sistem yang telah dibatasi. Sistem yang dibatasi ini merupakan sistem yang meliputi semua konsep dan variabel yang saling berhubungan dengan permasalahan dinamik yang didefinisikan (Richardson dan Pugh 1986).

Tahap selanjutnya adalah menetapkan tujuan dan batas permasalahan dari sistem yang akan dimodelkan. Batas sistem menyatakan komponen-komponen yang termasuk dan tidak termasuk dalam pemodelan sistem. Batas sistem ini meliputi kegiatan-kegiatan di dalam sistem sehingga perilaku yang dipelajari timbul karena interaksi dari komponen-komponen di dalam sistem (Purnomo 2012).

Selanjutnya, konseptualisasi model dilakukan atas dasar permasalahan yang didefinisikan. Ini dimulai dengan identifikasi komponen atau variabel yang terlibat dalam pemodelan. Variabel-variabel tersebut kemudian dicari interrelasinya satu sama lain dengan menggunakan ragam metode seperti diagram sebab akibat (causal loop diagram), dan diagram kotak panah (stock and flow diagram). Konseptualisasi model ini memberikan kemudahan bagi pembaca agar dapat mengikuti pola pikir yang tertuang dalam model sehingga menimbulkan pemahaman yang lebih mendalam atas sistem (Purnomo 2012).

Kemudian pada tahap formulasi (spesifikasi) model dilakukan perumusan makna yang sebenarnya dari setiap relasi yang ada dalam model konseptual, ini dilakukan dengan memasukkan data kuantitatif ke dalam diagram model. Spesifikasi model dilakukan terhadap variabel-variabel yang saling berhubungan dalam diagram. Pemodel dapat menentukan nilai parameter dan melakukan percobaan-percobaan terhadap pengembangan model dengan mengkomunikasikan kepada aktor-aktor yang terlibat. Dalam hal ini, model diformulasikan dengan persamaan matematis (Purnomo 2012). Persamaan umum dibuat dalam bentuk persamaan diferensial. Persamaan diferensial digunakan untuk masalah-masalah biofisik yang diformulasikan sebagai keadaan di masa datang yang tergantung dari keadaan sekarang (Forrester 1999 dalam Purnomo 2012).

(18)

6

pemahaman sistem. Simulasi model dilakukan untuk memahami gejala atau proses sistem, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan (Muhammadi et al. 2001). Menurut Hartrisari (2007), simulasi yang menggunakan model dinamik dapat memberikan penjelasan tentang proses yang terjadi dalam sistem dan prediksi hasil dari berbagai skenario. Berdasarkan hasil simulasi model tersebut diperoleh solusi untuk menunjang pengambilan keputusan sehingga simulasi model dinamik ini dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan pendugaan.

Validasi merupakan tahap yang dilakukan untuk memeriksa model dengan meninjau apakah keluaran model sesuai dengan sistem nyata, dengan melihat konsistensi internal, korespondensi, dan representasi (Simatupang 2000). Menurut Daalen dan Thissen (2001), validasi dalam pemodelan sistem dinamik dapat dilakukan dengan beberapa cara meliputi uji struktur secara langsung (direct structure tests) tanpa me-running model, uji struktur tingkah laku model (structureoriented behaviour test) dengan me-running model, dan pembandingan tingkah laku model dengan sistem nyata (quantitative behaviour pattern comparison). Hasil validasi ini kemudian akan menimbulkan proses perbaikan dan reformulasi model. Akhirnya, analisis kebijakan pada model yang telah valid dilakukan dan ini akan menambah pemahaman terhadap sistem.

Komponen-Komponen Sistem Dinamik

Model sistem dinamik dapat dinyatakan dan dipecahkan secara numerik dalam sebuah bahasa pemrograman. Perangkat lunak khusus untuk sistem dinamik telah banyak tersedia seperti Dynamo, Simile, Powersim, Vensim, I-think dan lain-lain. Powersim banyak dipilih sebagai alat bantu karena kemudahan pengunaan, ketersediaan, dan kecanggihan yang terus berkembang (Utami 2006, Buntuan 2010). Sistem dinamik mempunyai beberapa jenis komponen yang digunakan dalam pemodelan. Jenis komponen penting diketahui secara jelas sehingga konseptualisasi pemodelan sistem dinamika dapat dilakukan dengan tepat (Purnomo 2012). Berikut adalah jenis komponen yang digunakan dalam sistem dinamik, yang digambarkan dengan perangkat lunak Powersim.

a. Level

Level atau disebut juga stok merupakan titik akumulasi atau integrasi dari aliran (flow) materi dalam sebuah sistem. Level adalah variabel yang pertama kali biasanya dibuat dalam pemodelan. Level dipengaruhi oleh variabel rate dan dalam Powersim dinyatakan dengan simbol persegi

(Powersim 2005). Simbol level dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Simbol level

Secara umum pada variabel level, persamaan dapat dirumuskan sebagai berikut.

Level(t+1) = Level(t) + d(Level)dt

(19)

7 d(Level)/dt = AliranMasuk(t) – AliranKeluar(t)

Persamaan menyatakan bahwa keadaan level mengakumulasikan atau menintegrasikan aliran materi. Keadaan level pada t+1 bergantung pada keadaan level pada tahun sebelumnya (t), dimana perubahan level menurut waktu sama dengan jumlah aliran materi masuk dikurangi jumlah materi keluar (Purnomo 2012).

b. Rate

Rate adalah variabel yang digunakan sebagai pembantu dalam menentukan laju alir transfer materi atau nilai bagi variabel lainnya, yang merepresentasikan konsep yang ingin dinyatakan secara eksplisit dalam model. Rate merupakan satu-satunya variabel yang dapat mempengaruhi variabel level. Harga variabel rate dalam suatu interval waktu sering dipengaruhi oleh variabel-variabel level, auxiliary, atau constanta dan tidak dipengaruhi oleh panjangnya waktu (Purnomo 2012). Dalam Powersim, rate dinyatakan dengan kombinasi antara flow dan auxiliary seperti diperlihatkan pada Gambar 3. Simbol ini harus terhubung dengan sebuah variabel level.

Gambar 3 Simbol rate c. Auxiliary

Auxiliary merupakan variabel tambahan untuk menyederhanakan hubungan informasi antara level dan rate. Auxiliary digunakan untuk menggabungkan atau merumuskan informasi. Auxiliary tidak memiliki formulasi/persamaan standar. Persamaan auxiliary merupakan komputasi aljabar dari kombinasi atas level, rate, atau auxiliary lain. Auxiliary digunakan sebagai aliran informasi, bukan aliran materi. Variabel rate dan auxiliary didefinisikan sama secara sifatnya. Namun, variabel rate terhubung dan mempengaruhi secara langsung terhadap flow pada level (Powersim 2005). Simbol auxiliary dinyatakan dengan sebuah lingkaran seperti diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Simbol auxiliary d. Constant

Constant atau konstanta adalah nilai numerik yang menyatakan sebuah karakteristik yang tidak berubah dalam berbagai kondisi selama waktu simulasi. Constant biasanya menyatakan koefisien-koefisien persamaan dalam model. Variabel ini menyatakan nilai parameter dari sistem nyata yang nilainya konstan selama simulasi. Constant merupakan input bagi persamaan rate baik secara langsung atau pun melalui auxiliary, dan dinyatakan dengan simbol berbentuk segiempat seperti diperlihatkan pada Gambar 5.

Rate

(20)

8

Gambar 5 Simbol constant e. Sumber dan Buangan

Sumber (source) dan buangan (sink) menyatakan titik awal dan tujuan atau buangan dari transfer materi. Keduanya menggambarkan sesuatu di luar sistem sehingga apa yang terjadi pada keduanya tidak diperhatikan dalam kegiatan pemodelan. Sumber menyatakan asal aliran, sedangkan buangan menyatakan tujuan dari suatu aliran (Powersim 2005). Simbol sumber dan buangan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Simbol sumber dan buangan f. Transfer Materi dan Informasi

Transfer materi atau flow menunjukan adanya transfer fisik atau materi pada periode waktu tertentu. Transfer materi disimbolkan dengan garis ganda dengan ujung anak panah yang menjelaskan darimana dan kemana transfer materi itu dilakukan. Simbol transfer materi dapat dilihat pada Gambar 7a. Transfer materi selalu dinyatakan dengan unit materinya seperti kilogram, jiwa dan lain-lain serta besaran waktunya seperti hari, bulan, atau tahun. Sedangkan, Transfer informasi atau link menyatakan transfer nilai dari suatu variabel ke variabel lainnya. Transfer informasi disimbolkan dengan garis tunggal dengan ujung anak panah yang menjelaskan darimana dan kemana transfer nilai dilakukan. Simbol transfer informasi dapat dilihat pada Gambar 7b. Berbeda dengan transfer materi, transfer link tidak menyatakan penambahan atau pengurangan dari variabel yang mengalami proses transfer informasi.

Gambar 7 Simbol transfer: (a) materi dan (b) informasi

METODE

Kerangka Pemikiran

Pemikiran utama yang melandasi perlunya penelitian ini adalah bahwa industri biodiesel kelapa sawit di Indonesia dapat mempengaruhi ketahanan pangan. Dengan adanya pengembangan indutri biodiesel, permintaan kelapa sawit

Constant

Sumber Buangan

Level

(21)

9 tidak hanya berasal dari sektor pangan tetapi juga dari sektor non pangan. Dalam penelitian ini dilakukan perancangan model dinamik yang dapat digunakan untuk mensimulasikan beberapa skenario. Model akan dibangun dengan memanfaatkan data time series, informasi, peraturan dan kebijakan pemerintah mengenai kelapa sawit dan produksi biodiesel, serta rujukan tentang berbagai model yang sudah dikembangkan untuk komoditas lain. Secara skematis kerangka konsep pengelolaan industri biodiesel dalam rangka optimalisasi pengadaan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Kerangka pemikiran

Pengembangan Model

(22)

10

dalamnya. Penetapan tujuan dan pembatasan masalah yang relevan diperlukan dalam membangun model untuk memperjelas lingkup permasalahan. Selain itu, analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan dari pelaku sistem (stakeholders). Kebutuhan setiap pelaku sistem berbeda-beda tetapi saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada (Purnomo 2012).

Setelah tujuan, batasan masalah dan analisis kebutuhan ditetapkan, variabel-variabel terkait diidentifikasi, dianalisis dan dibentuk model mental berupa diagram sebab akibat (causal loop diagram). Pada tahap ini hubungan antar variabel sistem tampak jelas. Pada diagram sebab akibat, terdapat tanda panah yang diberi tanda (+) atau (-) tergantung pada hubungan antar variabel. Tanda (+) digunakan untuk menyatakan hubungan yang terjadi antara dua faktor yang berubah dalam arah yang sama. Sedangkan tanda (-) digunakan jika hubungan yang terjadi antara dua faktor tersebut berubah dalam arah yang berlawanan.

Setelah model mental terbentuk, perancangan dan pengembangan diagram kotak panah (stock flow diagram) dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Powersim Studio Expert 2005. Pada tahap ini formulasi dan verifikasi dimensi dilakukan. Formulasi dibuat sesuai data dan informasi historis/masa lalu menjadi persamaan diferensial sehingga menggambarkan permasalahan pada model. Adapun pengambilan data dilakukan melalui data sekunder dari beberapa instansi pemerintahan. Jenis dan sumber data yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3. Verifikasi dimensi dilakukan dengan pemeriksaan satuan ukuran variabel-variabel model meliputi level, rate, auxiliary dan constant terhadap satuan pada data sekunder.

Tabel 3 Jenis dan sumber data yang digunakan

No Jenis Data Tahun Sumber 2 Biodiesel - Produksi biodiesel

- Ekspor biodiesel

(23)

11 skenario diharapkan mampu memperlihatkan kemampuan ketersediaan CPO dalam memenuhi semua kebutuhan akan CPO.

Validasi Model

Validasi model dilakukan dengan membandingkan tingkah laku model terhadap sistem nyata (quantitive behavior pattern comparison) yaitu dengan uji Nilai Tengah Persentase Kesalahan Absolut atau Mean Absolute Percentage Error (MAPE). Uji MAPE adalah salah satu ukuran relatif yang menyangkut kesalahan persentase. Uji ini dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian data hasil simulasi dengan data aktual.

Keterangan:

Xm = data hasil simulasi

Xd = data aktual

n = periode/banyaknya data

Kriteria ketepatan model dengan uji MAPE (Lomauro dan Bakshi 1985 di dalam Somantri et al. 2005) adalah:

MAPE < 5% : sangat tepat 5% < MAPE < 10% : tepat

MAPE > 10 : tidak tepat

Implementasi Model

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap hasil simulasi model sistem dinamik yang telah dibuat. Analisis terhadap setiap skenario dilakukan untuk mengetahui skenario mana yang lebih cocok untuk pengembangan sistem. Hasil tahap ini adalah informasi dan saran untuk mengembangkan kebijakan. Kebijakan yang nantinya akan terbentuk dapat menambah pemahaman terhadap sistem.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Sistem

(24)

12

Tabel 4 Pelaku sistem terindentifikasi dan kebutuhannya

No Pelaku Sistem Kebutuhan

1 Pemerintah CPO tersedia dan mencukupi semua kebutuhan 2 Petani Pengembangan lahan dapat dilakukan, dan

produktivitas tinggi sehingga hasil panen melimpah

3 Produsen Biodiesel Jumlah produksi biodiesel terus meningkat dan CPO sebagai bahan baku biodiesel dapat tersedia

4 Importir CPO Jumlah CPO yang dapat diekspor terus meningkat 5 Masyarakat Kebutuhan pangan terhadap CPO terpenuhi

Gambar 9 Diagram input output sistem dinamik ketersediaan CPO

Konseptualisasi Sistem

Permasalahan ketersediaan CPO untuk memenuhi kebutuhannya merupakan suatu permasalahan sistem yang cukup kompleks dengan melibatkan berbagai komponen variabel yang saling berinteraksi dan terintegrasi. Ketersediaan CPO dapat dipandang sebagai suatu masalah dinamika sistem yang berubah sepanjang waktu dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang juga bersifat dinamik. Sistem ketersediaan CPO digambarkan pada diagram sebab akibat dan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Diagram sebab akibat model ketersediaan CPO

(25)

13 Produksi CPO dipengaruhi oleh luas lahan perkebunan kelapa sawit (ha) dan produktivitasnya (ton CPO/ha lahan). Jika luas lahan perkebunan semakin besar dan produktivitas semakin tinggi, maka produksi CPO akan meningkat dan kemampuan CPO untuk memenuhi permintaan semakin besar. Di sisi lain, semakin besar jumlah ekspor CPO, produksi biodiesel, permintaan margarin dan minyak goreng akan menurunkan ketersediaan CPO. Permintaan margarin dan minyak goreng sendiri dipengaruhi oleh populasi penduduk. Jika populasi penduduk semakin banyak maka permintaan terhadap produk pangan berbasis CPO, margarin dan minyak goreng, akan meningkat.

Model sistem dinamik yang dikembangkan dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan penawaran (produksi) CPO dan permintaan terhadap CPO bagi kebutuhan pangan, ekspor CPO dan produksi biodiesel. Untuk memudahkan pemodelan, sistem ketersedian CPO dibagi menjadi dua subsistem utama yaitu subsistem penawaran dan subsistem permintaan. Subsistem permintaan dibagi kembali menjadi subsistem kebutuhan pangan, subsistem ekspor CPO dan subsistem produksi biodiesel. Secara umum, hierarki model ketersediaan CPO dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Hierarki model ketersediaan CPO

Formulasi Sistem

Formulasi model merupakan perumusan masalah ke dalam bentuk matematis yang dapat mewakili sistem nyata. Formulasi model menghubungkan variabel-variabel yang telah diidentifikasi dalam model konseptual. Beberapa asumsi yang digunakan dalam pemodelan penelitian ini adalah:

1. Kebutuhan akan CPO hanya dihitung berdasarkan kebutuhan pangan, ekspor CPO dan produksi biodiesel. Kebutuhan pangan dihitung berdasarkan kebutuhan per kapita akan produk pangan berbasis CPO yaitu minyak goreng dan margarin. Kebutuhan akan CPO untuk bidang oleokimia tidak masuk dalam pemodelan.

2. Aspek ketahanan pangan yang dibahas dalam pemodelan adalah aspek ketersediaan pangan. Aspek stabilitas harga pangan, akses terhadap pangan, dan pemanfaatan atau konsumsi tidak dibahas dalam pemodelan.

(26)

14

4. Laju pertumbuhan lahan Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) berturut-turut adalah 8,56%; 0,92% dan 5,91% per tahun.

5. Produktivitas PR, PBN dan PBS berturut-turut adalah 2,27 ton/ha; 3,22 ton/ha dan 2,75 ton/ha.

6. Laju pertumbuhan ekspor CPO adalah 10,85% per tahun.

7. Laju pertumbuhan produksi biodiesel adalah 24,43% tahun dan nilai konversi CPO menjadi biodiesel adalah 1 ton biodiesel/1 ton CPO.

8. Laju pertumbuhan penggunaan solar dalam pencampurannya dengan biodiesel 33,1% per tahun dengan pengaruh perlambatan sebesar 48,4% per tahun.

9. Laju pertumbuhan ekspor biodiesel adalah 10% per tahun.

10.Laju pertumbuhan kebutuhan margarin dan minyak goreng per kapita berturut-turut adalah 0,89% per tahun dan 3,31% per tahun, dengan nilai konversi CPO menjadi margarin dan minyak goreng adalah 0,15 ton margarin/1 ton CPO dan 0,57 ton minyak goreng/1 ton CPO.

11.Laju pertumbuhan populasi Indonesia adalah 1,49% per tahun.

12.Periode analisis simulasi dibatasi untuk periode tahun 2014 sampai dengan 2020.

Formulasi dilakukan dalam perangkat lunak Powersim menggunakan diagram kotak panah. Diagram kotak panah lengkap untuk model ketersediaan CPO dapat dilihat pada Lampiran 5, dan formulasi model dapat dilihat pada Lampiran 4. Persamaan matematis tujuan utama pemodelan adalah:

Ketersediaan CPO = Produksi CPO – (CPO Ekspor + Kebutuhan Pangan + CPO untuk biodiesel)

Subsistem Penawaran

Penawaran atau penyediaan CPO di Indonesia diproduksi dari beberapa jenis pengusahaan perkebunan kelapa sawit antara lain Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Masing-masing jenis perkebunan memiliki luas lahan, produktivitas dan laju pertumbuhan lahan yang berbeda. Impor CPO yang juga mempengaruhi ketersediaan CPO tidak masuk ke dalam pemodelan karena nilai impor relatif kecil. Nilai impor CPO dapat dilihat pada Lampiran 1. Diagram kotak panah subsistem penawaran dapat dilihat pada Gambar 12. Subsistem penawaran dirumuskan dalam persamaan matematis berikut:

Produksi CPO = Jumlah Produksi PR + Jumlah Produksi PBN + Jumlah Produksi PBS

(27)

15 690 312 dan 4 977 459 adalah luas lahan awal tahun 2014 masing-masing perkebunan dengan satuan hektar (ha). Nilai pertumbuhan lahan, produktivitas dan luas lahan awal berasal dari pengolahan data luas lahan kelapa sawit dan produksi CPO dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2013) yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Jumlah produksi PR, produksi PBN dan produksi PBS memiliki satuan ton, sehingga produksi CPO memiliki satuan yang sama. Luas lahan PR, lahan PBN dan lahan PBS memiliki satuan hektar (ha). Sedangkan dt merupakan perubahan waktu atau interval waktu simulasi.

Tanaman kelapa sawit secara umum memiliki waktu tumbuh rata-rata 20 sampai 25 tahun. Pada tiga tahun pertama, tanaman disebut sebagai kelapa sawit muda dan pada umur tersebut kelapa sawit belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia empat sampai enam tahun. Pada usia tujuh sampai sepuluh tahun, tanaman disebut sebagai periode matang, dimana pada periode tersebut mulai menghasilkan buah tandan segar. Tanaman kelapa sawit pada usia sebelas sampai dua puluh tahun mulai mengalami penurunan produksi buah tandan segar, terkadang pada usia 20 sampai 25 tahun tanaman kelapa sawit mati (Polem dan Taniputra 1986). Dinamika tumbuh tanaman kelapa sawit ini tidak masuk ke dalam pemodelan dan menjadi keterbatasan model.

(28)

16

Subsistem Kebutuhan Pangan

Kebutuhan pangan berbasis CPO didefinisikan sebagai permintaan terhadap produk pangan berbasis CPO. Menurut Haryadi (2003), sebagian besar CPO dalam hal pangan digunakan untuk pembuatan minyak goreng dan sebagian untuk pembuatan margarin. Karena itu, produk pangan berbasis CPO dibatasi hanya berupa minyak goreng (migor) dan margarin. Kebutuhan pangan berbasis CPO dipengaruhi oleh jumlah populasi Indonesia, masing-masing kebutuhan per kapita per tahun dan laju pertumbuhannya. Diagram kotak panah subsistem kebutuhan pangan dapat dilihat pada Gambar 13. Subsistem kebutuhan pangan dirumuskan dengan persamaan matematis sebagai berikut:

Kebutuhan Pangan = CPO untuk Margarin + CPO untuk Migor

CPO untuk Margarin = Permintaan Margarin * Rendemen Margarin per CPO CPO untuk Migor = Permintaan Migor * Rendemen Migor per CPO Permintaan Margarin = Margarin per kapita * Jumlah Penduduk

Permintaan Migor = Migor per kapita * Jumlah Penduduk

Margarin per Kapita = 0,0000647+ dt*Laju Pertumbuhan Kebutuhan Margarin Migor per Kapita = 0,0092112+ dt*Laju Pertumbuhan Kebutuhan Migor Jumlah Penduduk = ROUND (Populasi Penduduk Indonesia)

Populasi Penduduk Indonesia = 252 124 458 + dt*Laju Pertumbuhan Populasi Populasi penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan mengikuti laju pertumbuhannya. Laju pertumbuhan Indonesia per tahun pada tahun 1990-2000 dan 2000-2010 adalah sebesar 1,49% (BPS, 2012). Sehingga diasumsikan untuk masa yang akan datang laju pertumbuhan Indonesia adalah sama yaitu 1,49%. Nilai 252 124 458 adalah jumlah penduduk awal tahun 2014 yang didapat dari pengolahan data jumlah penduduk dari BPS (2012) dengan satuan orang/people (ppl). Jumlah penduduk dibulatkan menggunakan fungsi Round yang tersedia pada Powersim. Jumlah permintaan margarin dan minyak goreng dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan kebutuhan per kapitanya. Kebutuhan margarin dan minyak goreng per kapita terus mengalami peningkatan sesuai laju pertumbuhannya, yaitu 0,89% untuk margarin dan 3,31% untuk minyak goreng. Nilai 0,0000647 dan 0,0092112 merupakan kebutuhan margarin dan minyak goreng per kapita awal tahun 2014 dengan satuan ton per orang (ton/ppl). Nilai ini didapat dari pengolahan data kebutuhan margarin dan minyak goreng per kapita dari BKP (2013) dan dapat dilihat pada Lampiran 2.

(29)

17 Permintaan margarin dan minyak goreng memiliki satuan ton. Dengan mengkalikannya dengan nilai konversi maka kebutuhan margarin dan minyak goreng memiliki satuan ton kelapa sawit, sehingga kebutuhan pangan berbasis CPO juga memiliki satuan yang sama.

Gambar 13 Diagram kotak panah subsistem kebutuhan pangan

Subsistem Ekspor CPO

Sebagian besar produksi CPO Indonesia digunakan sebagai komoditi ekspor tanpa proses hilirisasi lebih lanjut. Jumlah ekspor CPO dipengaruhi oleh laju pertumbuhannya yaitu 10,85% per tahun dengan nilai awal pada tahun 2014 adalah 7 299 626,15 ton. Nilai laju pertumbuhan dan nilai jumlah ekspor awal didapat dari pengolahan data volume ekspor CPO dari Direktorat Jendral Perkebunan (2013) yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Diagram kotak panah subsistem ekspor CPO dapat dilihat pada Gambar 14. Subsistem ekspor CPO dirumuskan dengan persamaan matematis sebagai berikut:

(30)

18

Gambar 14 Diagram kotak panah subsistem ekspor CPO

Subsistem Produksi Biodiesel

Produksi biodiesel dipengaruhi oleh laju pertumbuhannya yaitu 24,43% per tahun dengan nilai produksi biodiesel awal tahun 2014 adalah 3 490 348 KL. Peningkatan produksi didorong oleh Permen ESDM RI Nomor 25 Tahun 2013 yang memberi mandat untuk meningkatkan campuran biodiesel pada penggunaannya bersama minyak bumi (solar). Di samping itu, produksi biodiesel dibatasi oleh keterbatasan penggunaannya bersama solar. Menurut Nasikin (2004), kelarutan biodiesel yang sempurna dalam solar untuk digunakan adalah pencampuran dengan perbandingan 20:80 yang dikenal dengan B20. B20 telah dilaporkan dapat memberikan performa mesin diesel yang setara dengan penggunaan minyak solar. Penggunaan biodiesel berlebih dalam campuran dapat menyebabkan pembakaran tidak sempurna dan menimbulkan endapan di nosel karena biodiesel memiliki volatilitas rendah dan viskositas yang tinggi. Adanya ikatan rangkap memungkinkan terjadinya polimerisasi dan juga terbentuknya deposit. Pour point dan cloud point yang tinggi menyebabkan biodiesel sulit menyala pada suhu rendah.

Penggunaan solar dalam sektor transportasi bersama dengan biodiesel terus mengalami peningkatan, namun jumlah peningkatan ini terus menurun sepanjang tahun. Laju pertumbuhan penggunaan solar adalah 33,1% per tahun, namun laju dipengaruhi oleh perlambatan sebesar 48,4% per tahun, dengan nilai penggunaan solar pada awal tahun 2014 adalah 16.266.351 KL. Ekspor biodiesel dipengaruhi oleh laju pertumbuhannya yaitu 10% per tahun, dengan nilai awal tahun 2014 adalah 1.932.895 KL. Diagram kotak panah subsistem produksi biodiesel dapat dilihat pada Gambar 15. Subsistem produksi biodiesel dengan pembatasan pencampurannya dapat direpresentasikan dengan persamaan matematis berikut:

CPO untuk biodiesel = Biodiesel * Rendemen Biodiesel per CPO

Biodiesel = IF (Jumlah Biodiesel < Ekspor dan Target Blending; Jumlah Biodiesel; Ekspor dan Target Blending)

Jumlah Biodiesel = 3 490 348 + dt*Laju Pertumbuhan Produksi Biodiesel Ekspor dan Target Blending = Ekspor Biodiesel + [(20/80)*Solar]

Ekspor Biodiesel = 1 932 895 + dt*Laju Pertumbuhan Ekspor Biodiesel Solar = 16 266 351 + dt*Laju Pertumbuhan Solar

(31)

19 12 persen. Komposisi di atas akan menghasilkan biodiesel dari minyak kelapa sawit 86 persen, alkohol empat persen, gliserin sembilan persen dan endapan bahan anorganik satu persen. Secara kasar, 1 juta ton CPO per tahun dapat diolah menjadi 20 ribu barel biodesel per hari (ESDMb 2014). Pada model, biodiesel, solar, ekspor biodiesel dan target blending dinyatakan dalam satuan KL. Dengan mengkalikannya dengan nilai konversi maka akan didapat satuan ton CPO. Nilai awal dan laju pertumbuhan setiap variabel didapat dari pengolahan data jumlah produksi biodiesel dan penggunaan biosolar dari Direktorat ETBKE dan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 15 Diagram kotak panah subsistem produksi biodiesel

Skenario dan Hasil Simulasi

Pada pemodelan sistem dinamik ketersediaan CPO, rancangan model, simulasi dan analisis dilakukan dengan mengacu pada tujuan dan skenario pada model. Beberapa skenario yang digunakan dalam menganalisis ketersediaan CPO beserta hasilnya antara lain:

1. Skenario tanpa perubahan komponen

(32)

20

Gambar 16 Ketersediaan CPO skenario pertama

Hasil simulasi menunjukan bahwa dari tahun 2014 hingga tahun 2020, Produksi CPO masih dapat memenuhi semua kebutuhan meliputi kebutuhan pangan, ekspor CPO, dan produksi pangan. Ketersediaan CPO bernilai positif. Namun produksi biodiesel belum mampu memenuhi target penggunaan biodiesel dengan solar sebesar 20:80 pada tahun 2016. Target tercapai pada tahun 2018. Ketercapaian target ditunjukan oleh adanya perubahan kemiringan garis pada grafik. Perubahan kemiringan disebabkan saat jumlah produksi biodiesel mencapai target pencampuran maka jumlah produksi biodiesel akan disesuaikan dengan penggunaan solar dalam campuran dan jumlah ekspor biodiesel yang nilai pertumbuhannya tidak setinggi nilai pertumbuhan biodiesel.

2. Skenario peningkatan produksi biodiesel

Pada skenario ini, produksi biodiesel akan dipengaruhi oleh laju pertumbuhan produksi yang berbeda dari skenario 1. Laju pertumbuhan produksi biodiesel mengalami peningkatan sebesar 20% menjadi 44,43% per tahun. Hal yang mendasari peningkatan ini adalah Permen ESDM RI Nomor 25 Tahun 2013 yang memberi mandat untuk meningkatkan campuran biodiesel pada penggunaannya bersama minyak bumi, yaitu pada tahun 2016 tercapai penggunaan campuran biodiesel dengan solar sebesar 20:80. Dengan skenario ini maka pola kecenderungan ketersediaan CPO dan produksi biodiesel hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 17.

(33)

21

Gambar 17 Ketersediaan CPO skenario kedua

3. Skenario peningkatan produksi biodiesel, pengurangan ekspor CPO dan penigkatan produktivitas

Pada skenario ini, laju pertumbuhan produksi biodiesel adalah 44,43% per tahun, laju pertumbuhan ekspor CPO ditekan dari 10,85% per tahun menjadi setengahnya yaitu 5,43%, dan produktivitas lahan perkebunan ditingkatkan sebanyak 0,5 ton/ha. Maka produktivitas PR, PBN dan PBS berturut-turut adalah 2,77 ton/ha; 3,72 ton/ha dan 3,25 ton/ha.

Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak dengan produktivitas tertinggi di dunia yaitu sebesar 6 sampai 8 ton minyak/ha/tahun. Namun menurut Direktorat Pangan dan Pertanian (2013), rata-rata produktivitas CPO Indonesia pada tahun 2006 hingga 2011 hanya sebesar 3,98 ton CPO per hektar. Adapun produktivitas kelapa sawit dibatasi oleh produktivitas varietas benihnya. Produktivitas kelapa sawit berdasarkan varietas benihnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 5 Produktivitas kelapa sawit berdasarkan varietasnya

(34)

22

Gambar 18 Ketersediaan CPO skenario ketiga

Dengan skenario ini maka pola kecenderungan ketersediaan CPO dan produksi biodiesel hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 18. Hasil simulasi menunjukan bahwa dari tahun 2014 hingga tahun 2020, produksi CPO dapat memenuhi semua kebutuhan. Nilai ketersediaan mengalami peningkatan apabila dibandingkan baik dengan skenario pertama maupun dengan skenario kedua. Selain itu, pada skenario ketiga, target penggunaan biodiesel dengan solar sebesar 20:80 juga dapat tercapai pada tahun 2016.

Validasi Model

Validasi model dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi dengan data aktual yang diperoleh dari sistem nyata. Validasi model dilakukan terhadap variabel produksi CPO dan kebutuhan minyak goreng per kapita. Validasi dilakukan dengan menurunkan waktu simulasi menjadi waktu awal adalah tahun 2011 dan waktu akhir adalah 2013, sehingga formulasi disesuaikan dengan data pada tahun 2010.

Pada validasi produksi CPO, nilai luas lahan PR, lahan PBN, dan lahan PBS awal tahun 2010 berturut-turut adalah 3 387 257 Ha, 631 520 Ha, dan 4.366.617 Ha. Laju pertumbuhan lahan PR, lahan PBN dan lahan PBS berturut-turut adalah 11,50%; 1,87% dan 6,41% per tahun. Produktivitas PR, PBN dan PBS berturut-turut adalah 2,41 ton/ha; 3,22 ton/ha dan 2,48 ton/ha. Nilai awal, pertumbuhan, dan produktivitas perkebunan didapat dari pengolahan data luas lahan kelapa sawit dan produksi CPO yang dapat dilihat pada Lampiran 1.

(35)

23 Tabel 6 Validasi jumlah produksi CPO

Tahun Jumlah Produksi CPO (ton) Error

Simulasi Nyata

2011 22 819 264 23 096 541 1,20%

2012 24 743 433 26 015 518 4,89%

2013 26 855 497 27 746 125 3,21%

MAPE 3,10%

Tabel 7 Validasi kebutuhan minyak goreng

Tahun Migor per kapita (kg/tahun/orang) Error

Simulasi Nyata

2011 8,26 8,24 0,26 %

2012 8,49 9,33 9,04%

2013 8,72 8,92 2,19%

MAPE 3,83%

Saran Kebijakan

Saran kebijakan yang dapat menjadi pertimbangan dalam usaha penyediaan CPO agar dapat memenuhi kebutuhannya antara lain:

1. Peningkatan produktivitas

Meskipun Indonesia merupakan Negara utama produsen minyak sawit dunia, produktivitasnya dalam bentuk tandan buah segar masih rendah dan berada di peringkat ke tujuh dunia (Direktorat Pangan dan Pertanian 2013). Menurut Direktorat Pengembangan Perkebunan (2004) rata-rata produktivitas tanaman kelapa sawit yaitu sekitar 16,2 ton TBS/ha/tahun. Rendahnya produktivitas ini disebabkan oleh usia tanaman yang relatif masih muda, tidak terpenuhinya baku kultur teknis, pencurian buah, dan pengolahan hasil yang belum efisien. Salah satu upaya strategis pengembangan perkebunan kelapa sawit adalah dengan peningkatan produktivitas melalui peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi dengan menggunakan agroinput yang memadai dan menggunakan benih unggul bersertifikat. Untuk memperoleh tanaman kelapa sawit yang berkualitas, penggunaan benih yang berkualitas dan pembibitan harus dilakukan dengan benar.

2. Pengurangan ekspor CPO

(36)

24

penurunan harga CPO di pasar dunia dengan pengolahan di dalam negeri sehingga harga produk turunan akan lebih tinggi; dan meningkatkan jumlah kelapa sawit rakyat serta memperbaiki mutunya dengan dukungan teknologi perkebunan. Menurut (Direktorat Pangan dan Pertanian 2013), pemerintah perlu merubah konstelasi bea keluar (BK) terhadap ekspor CPO dan produk turunannya. BK terhadap ekspor CPO harus lebih tinggi dibanding BK terhadap ekspor produk-produk turunan CPO. Jika BK ekspor CPO dinaikan, maka investasi pembangunan pabrik pengolahan produk turunan CPO akan menjadi pilihan yang lebih menguntungkan.

3. Implementasi pendekatan Indonesian Sustainable Palm Oil System

Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit telah menjadi perhatian karena timbulnya masalah lingkungan. Menurut (Direktorat Pangan dan Pertanian 2013), untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan dengan pendekatan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil System) sebagai peningkatan kualitas pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar dunia serta berpartisipasi di dalam penurunan gas rumah kaca. Melalui ISPO, sertifikasi produk minyak sawit dilakukan dengan memenuhi standar internasional ISO (International Standart Organization). Standarisasi ini penting untuk mendukung pengusulan kelapa sawit sebagai komoditas ramah lingkungan (environmentally friendly commodity).

4. Substitusi bahan baku biodiesel

(37)

25

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Model sistem dinamik yang dikembangkan telah dapat mendeskripsikan kondisi ketersediaan CPO baik sebagai keperluan pangan, ekpor maupun produksi biodiesel. Hasil simulasi menunjukan bahwa pada tahun 2014 hingga 2020 produksi CPO dapat memenuhi semua kebutuhan. Namun produksi biodiesel belum mampu memenuhi target penggunaan biodiesel dengan solar sebesar 20:80 pada tahun 2016. Target tercapai pada tahun 2018.

Beberapa skenario untuk mengatasi masalah ketersediaan CPO atas adanya produksi biodiesel antara lain: (1) skenario tanpa perubahan komponen, yaitu produktivitas PR, PBN dan PBS berturut-turut adalah 2,27 ton/ha; 3,22 ton/ha dan 2,75 ton/ha, laju pertumbuhan produksi biodiesel adalah 24,43% tahun, dan laju pertumbuhan ekspor CPO adalah 10,85% per tahun; (2) skenario peningkatan produksi biodiesel dengan laju pertumbuhan produksi biodiesel mengalami peningkatan menjadi 44,43% per tahun; (3) skenario peningkatan produksi biodiesel dan pengurangan ekspor CPO yaitu dengan pengurangan laju pertumbuhan ekspor CPO menjadi 5,43% dan peningkatan produktivitas yang ditingkatkan sebanyak 0,5 ton/ha untuk setiap jenis perkebunan.

Dengan adanya peningkatan laju produksi biodiesel dari 24,43% menjadi 44,43%, kebutuhan total CPO menjadi semakin meningkat dan ketersediaan CPO semakin berkurang. Namun dengan adanya peningkatan laju pertumbuhan CPO target penggunaan biodiesel dengan solar sebesar 20:80 dapat dicapai pada tahun 2016. Secara umum, saran kebijakan yang dapat diusulkan dalam permasalahan ketersediaan CPO adalah melalui peningkatan produktivitas, pengurangan ekspor CPO, implementasi pendekatan ISPO dan substitusi bahan baku biodiesel.

Saran

(38)

26

DAFTAR PUSTAKA

Asyiawati Y. 2002. Pendekatan Sistem Dinamik dalam Penataan Ruang Wilayah Pesisir (Studi Kasus Wilayah Pesisir Kabupaten Bantul, Provinsi DIY) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2012. Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2012. Jakarta (ID): Badan Ketahanan Pangan.

[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2013. Konsumsi Rata-rata per Kapita Seminggu Beberapa Bahan Makanan di Indonesia. Jakarta (ID): Badan Ketahanan Pangan.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

Budiman BT. 2004. Penggunaan Biodiesel sebagai Bahan Bakar Alternatif. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Buntuan IF. 2010. Simulasi Model Dinamik Pada Sistem Deteksi Dini untuk Manajemen Krisis Pangan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [CIC] Capricorn Indonesia Consult. 2003. Studi tentang Industri dan Pemasaran

Minyak Goreng (Kelapa Sawit, Kelapa dan nabati lainnya). Jakarta (ID): Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Statistik Perkebunan Indonesia 2012-2014 Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perkebunan.

Direktorat Pangan dan Pertanian. 2013. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019. Jakarta (ID): Direktorat Pangan dan Pertanian, Bappenas.

Direktorat Pengembangan Perkebunan. 2004. Pedoman Pembangunan Agribisnis Kelapa Sawit 1500 Ha Pola Terpadu: Upaya Meningkatkan Pendapatan melalui Optimasi Sumber Daya. Jakarta (ID): Direktorat Pengembangan Perkebunan.

[ESDMa] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2013. Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

[ESDMb] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2014. Peresmian (Launching) Uji Jalan (Road Test) Pemanfaatan Biodiesel (B20) pada Kendaraan Bermotor [Internet]. [diunduh 2014 Juli 22]. Tersedia pada: http://www.esdm.go.id/siaran-pers/55-siaran-pers/6874-peresmian-launching-uji-jalan-road-test-pemanfaatan-biodiesel-b20-pada-kendaraan-bermotor.html. [ESDMc] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2014. Rendeman

(39)

27 [ETBKE] Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi.

2013. Statistik ETBKE 2013. Jakarta (ID): ETBKE, ESDM.

Fatimah R dan Prasetya D. 2013. Pabrik Margarin dari Biji Jangung dengan Proses Wet Rendering dan Hidrogenasi. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh November.

Haryadi P. 2003. Kumpulan Abstrak Hasil Riset Industri Hilir Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Menristek dan Maksi.

Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik: Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan lingkungan. Bogor (ID): SEAMEO BIOTROP.

Muhammadi E, Aminullah, dan B Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamik: Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. Jakarta (ID): UMJ Press. Nasikin M. 2004. Prospek Pengembangan Industri Biodiesel di Indonesia. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Polem M dan B Taniputra. 1986. Penanganan Pasca Panen Tandan sebagai Olahan Pabrik Kelapa Sawit. Medan (ID): BPP

Powersim. 2005. Powersim Studio Profesional 2005: User’s Guide. Powersim Software AS, Copyright 1993-2005.

Purnomo H. 2012. Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Adaptif Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): IPB Press.

Richardson, G.P. and A.L. Pugh. 1986. Introduction to System Dynamics Modelling with Dynamo. London (En): The MIT Press.

Simatupang TM. 2000. Pemodelan Sistem. Klaten (ID): Penerbit Nindika.

Somantri AS, EY Purwani dan Ridwan T. 2005. Simulasi Model Dinamik Ketersediaan Sagu sebagai Sumber Karbohidrat Mendukung Ketahanan Pangan Kasus Papua. Bogor (ID): Balai Besar Pascapanen.

[SBRC] Surfactan and Bioenergy Research Center. 2009. Rangkuman Bahan Simposium Nasional Bioenergi, Institut Pertanian Bogor, 23 November 2009. Bogor: Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Institut Pertanian Bogor. Suryani E. 2006. Pemodelan dan Simulasi. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Utami R. 2006. Simulasi Dinamika Sistem Ketersediaan Ubi Kayu (Studi Kasus di Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(40)

28

Lampiran 1 Luas area sawit dan laju pertumbuhannya, produksi CPO, produktivitas, ekspor dan impor CPO

*nilai tahun 2014 adalah nilai forcasting

(41)

29 Lampiran 2 Konsumsi minyak goreng dan margarin

*nilai tahun 2014 untuk minyak goreng adalah nilai forcasting *nilai tahun 2011-2014 untuk margarin adalah nilai forcasting Sumber: BKP (2012) dan BKP (2013), diolah.

Lampiran 3 Produksi biodiesel dan penggunaan biosolar

Sumber: Direktorat ETBKE, ESDM, diolah.

(42)

30

(43)
(44)

Gambar

Gambar 1 Tahapan pendekatan sistem dinamik (Suryani 2006)
Gambar 8 Kerangka pemikiran
Gambar 10. Ekspor
Gambar 11 Hierarki model ketersediaan CPO
+7

Referensi

Dokumen terkait

Atas dasar pemikiran yang telah dipaparkan tersebut, maka penulis ingin memanfaatkan minyak dari Crude Palm Oil (CPO) yang telah di degumming sebagai bahan baku

Atas dasar pemikiran yang telah dipaparkan tersebut, maka penulis ingin memanfaatkan minyak dari Crude Palm Oil (CPO) yang telah di degumming sebagai bahan baku

Salah satu sumber energi alternatif berbahan baku minyak nabati adalah biodiesel yang berasal dari Crude Palm Oil dan Metanol dengan proses

Salah satu solusi untuk menanggulangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil adalah dengan mendirikan pabrik biodiesel yang berasal dari Crude Palm Oil dan

Dari hasil strategi yang di dapatkan untuk Pengembangan Biofuel berbasis Crude Palm Oil (CPO) dalam mendukung Target Ketahanan Energi Nasional maka menjadi suatu hal

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbandingan kuantitas biodiesel dari bahan baku Crude Palm Oil (CPO) dan Virgin Coconut Oil (VCO) menggunakan variasi

Biodiesel dapat diproduksi dari bahan baku Crude Palm Oil (CPO) melalui tahapan reaksi esterifikasi dengan katalis H 2 SO 4 dan transesterifikasi dengan katalis CaO

Desain model optimasi distribusi untuk memenuhi permintaan pada tiap Industri minyak goreng berdasarkan produksi crude palm oil (cpo) dari daerah asal ialah dengan menggunakan