• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Model Varima Dan Gstarima Untuk Peramalan Inflasi Bulanan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Model Varima Dan Gstarima Untuk Peramalan Inflasi Bulanan."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN MODEL VARIMA DAN GSTARIMA

UNTUK PERAMALAN INFLASI BULANAN

ANDI SETIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Kajian Model VARIMA dan GSTARIMA untuk Peramalan Inflasi Bulanan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

(4)

RINGKASAN

ANDI SETIAWAN. Kajian Model VARIMA dan GSTARIMA untuk Peramalan Inflasi Bulanan. Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan I MADE SUMERTAJAYA.

Pemodelan laju inflasi ibukota provinsi di Pulau Jawa dimaksudkan untuk meramalkan inflasi bulanan yang tidak hanya terkait dengan waktu sebelumnya tetapi juga dengan kota-kota di sekitarnya. Pada tahun 2013, kontribusi PDRB provinsi-provinsi di Pulau Jawa terhadap PDB mencapai 57.99 persen. Inflasi yang rendah dan terkendali menjadi prasyarat utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Antisipasi lonjakan inflasi yang tinggi dengan kebijakan yang tepat dilakukan berdasarkan hasil model peramalan yang akurat.

Model GSTARIMA merupakan pengembangan model deret waktu secara simultan yang memasukkan pembobot lokasi dalam model. Model tersebut digunakan jika pada data deret waktu terdapat unsur otoregresif, pembedaan, dan rataan bergerak. Sedangkan pendekatan model VARIMA dalam hal ini mengabaikan aspek lokasi dengan menganggap inflasi di masing-masing lokasi sebagai peubah-peubah deret waktu.

Penelitian ini mempunyai tiga tujuan utama sebagai berikut: (1) mendeskripsikan laju inflasi bulanan ibukota provinsi di Pulau Jawa; (2)

menduga parameter model inflasi bulanan dengan pendekatan VARIMA dan GSTARIMA; dan (3) memperoleh model yang terbaik untuk meramalkan inflasi bulanan ibukota provinsi di Pulau Jawa. Data yang digunakan adalah laju inflasi bulanan enam ibukota provinsi di Pulau Jawa tahun 2001-2014 yang berasal dari Badan Pusat Statistik

Hasil penelitian menunjukkan penambahan peubah boneka dalam pemodelan terkait dengan penanganan pencilan pada data pengamatan mampu menghasilkan presisi yang lebih baik. Model GSTARIMA(11,21)-I(0) yang

didasarkan orde tertinggi ARIMA masing-masing lokasi tidak layak digunakan sebagai model peramalan karena sisaan berkorelasi. Model GSTAR(11) pembobot

kebalikan jarak terpilih sebagai model terbaik dengan nilai RMSEP terkecil. Model tersebut lebih baik dibandingkan model GSTAR(11) pembobot langkah

ratu dan model VAR(1). Model dengan ordo waktu pendek sesuai digunakan untuk peramalan jangka pendek.

(5)

SUMMARY

ANDI SETIAWAN. A Study of VARIMA and GSTARIMA Models to Forecast Monthly Inflation. Supervised by MUHAMMAD NUR AIDI and I MADE SUMERTAJAYA.

Modelling of inflation rate provincial capitals on Java Island intended to forecast monthly inflation which not only be related with the previous time but also with the around location. In the year 2013, contribution of GDRP from provinces in Java to PDB reach 57.99 percent. Low and controlled inflation become the especial prerequisite to reach the expected economics growth. Anticipation of high inflation shock with the correct policy conducted based on result accurate forecasting model.

GSTARIMA model represent the development time series multivariate model including weighting of location in model. The model used if time series data contained autoregressive, differencing, and moving average elements. While approach VARIMA model in this case disregard the location aspect by assuming inflation in each location as time series variables.

This research have three especial target as follows: (1) description monthly rate inflation provincial capitals on Java Island; (2) estimate parameter of monthly inflation model with the approach of VARIMA and GSTARIMA; and (3) obtaining best model to forecast monthly inflation provincial capitals on Java Island. The data used is rate monthly inflation at six provincial capitals in Java Island in 2001-2014 from BPS-Statistics Indonesia.

Result of the research showed that the addition dummy variables in modelling relation to overcoming outliers on observation, can yield better presision of the forecasting model. GSTARIMA(11,21)-I(0) model that based on

highest order of ARIMA in each location is not proper used as forecasting model because there are correlation on residuals. GSTAR(1) model with inverse distance weighting chosen as the best model with the smallest value of RMSEP. Its model is better than GSTAR(1) with queen contiguity weighting and VAR(1) model. Model with short time order is suitable for short term forecasting.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Statistika Terapan

KAJIAN MODEL VARIMA DAN GSTARIMA

UNTUK PERAMALAN INFLASI BULANAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Kajian Model VARIMA dan GSTARIMA untuk Peramalan Inflasi Bulanan

Nama : Andi Setiawan

NIM : G152130474

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS Ketua

Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Statistika Terapan

Dr Ir Indahwati, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Kajian Model VARIMA dan GSTARIMA untuk Peramalan Inflasi Bulanan”. Keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S. sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan serta saran kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Anik Djuraidah, MS sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Badan Pusat Statistik (BPS) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh jenjang Magister Statistika Terapan. Ungkapan terima kasih terkhusus penulis sampaikan kepada orang tua, istri dan kedua putriku tercinta serta seluruh keluarga besar atas do’a, dukungan dan pengertiannya. Terima kasih pula kepada seluruh staf Program Studi Statistika Terapan, teman-teman Statistika (S2 dan S3) dan Statistika Terapan (S2) khususnya Kelas BPS atas bantuan dan kebersamaannya. Terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan. Semoga penelitian selanjutnya dapat lebih baik dari penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Inflasi 3

Uji Stasioneritas 3

Model Vector Autoregressive Intergrated Moving Average (VARIMA) 4

Identifikasi Vektor Model Deret Waktu 5

Model Generalized Space Time Autoregressive Intergrated Moving

Average (GSTARIMA) 6

Matriks Pembobot Spasial 8

Uj Otokorelasi Spasial 8

Kriteria Pemilihan Model Terbaik 9 Uji Kelayakan Model 10

3 METODE PENELITIAN 11

Data 11

Metode Analisis 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Deskripsi Data 13

Identifikasi Model ARIMA 15

Pemodelan VARIMA 15

Penyusunan Matriks Pembobot Spasial 18

Pemodelan GSTARIMA 19

Pemilihan Model Terbaik 21

Peramalan Jangka Pendek 23

5 SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

(12)

DAFTAR TABEL

3.1 Peubah yang digunakan dalam penelitian 11

4.1 Matriks korelasi laju inflasi bulanan 14

4.2 Model ARIMA terbaik 15

4.3 Pendugaan parameter model VAR(1) pada masing-masing lokasi

dengan penambahan peubah boneka 17

4.4 Matriks pembobot kebalikan jarak 18

4.5 Matriks pembobot langkah ratu 18

4.6 Pendugaan parameter model GSTAR(11) dengan pembobot

kebalikan jarak 19

4.7 Pendugaan parameter model GSTAR(11) dengan pembobot langkah

ratu 20

4.8 Nilai RMSEP berdasarkan model peramalan jangka panjang (%) 22 4.9 Nilai RMSEP berdasarkan model peramalan jangka pendek 23

DAFTAR GAMBAR

3.1 Diagram alir penelitian 12

4.1 Perkembangan laju inflasi tahunan ibukota provinsi di Pulau Jawa dengan rata-rata dibawah inflasi nasional 2001-2014 13 4.2 Perkembangan laju inflasi tahunan ibukota provinsi di Pulau Jawa

dengan rata-rata diatas inflasi nasional 2001-2014 13 4.3 Diagram kotak garis laju inflasi bulanan ibukota provinsi di Pulau

Jawa 2001-2013 14

4.4 Peta sebaran rata-rata laju inflasi bulanan ibukota provinsi di Pulau

Jawa 2014 15

bulanan Kota Jakarta 2001-2013 21

4.10 Plot data aktual dan data ramalan model GSTAR(11) pembobot

kebalikan jarak laju inflasi bulanan Kota Jakarta 2001-2013 22 4.11 Plot data aktual dan data ramalan model GSTAR(11) pembobot

langkah ratu laju inflasi bulanan Kota Jakarta 2001-2013 22 4.12 Plot data aktual, data ramalan model VAR(1), model GSTAR(11)

pembobot kebalikan jarak, dan model GSTAR(11) pembobot

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Plot data aktual dan data ramalan laju inflasi bulanan Kota Bandung (a), Kota Semarang (b), Kota Yogyakarta (c), Kota Surabaya (d), dan

Kota Serang (e) 2001-2013 27

2 Uji stasioneritas data laju inflasi bulanan ibukota provinsi di Pulau

Jawa 2001-2013 32

3 Plot ACF dan PACF laju inflasi bulanan ibukota provinsi di Pulau

Jawa 2001-2013 33

4 Uji kebebasan sisaan model ARIMA 34

5 Uji kebebasan sisaan model terpilih 35

6 Uji kenormalan sisaan 36

7 Plot data aktual, data ramalan model VAR(1), model GSTAR(11)

pembobot kebalikan jarak, dan model GSTAR(11) pembobot langkah

ratu laju inflasi bulanan Kota Bandung (a), Kota Semarang (b), Kota Yogyakarta (c), Kota Surabaya (d), dan Kota Serang (e) tahun 2014 37 8 Pendugaan parameter model GSTARIMA(11,21)-I(0) 39

(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Laju inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter dengan tetap memperhatikan pertumbuhan, perkembangan, dan kebijakan ekonomi. Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, mulai tahun 2005 diberlakukan kerangka kerja penargetan inflasi yang ditandai dengan pengumuman kepada publik tentang target inflasi beberapa waktu (tahun) ke depan. Pembentukan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) sebagai tindak lanjut dari kerangka kerja penargetan inflasi dikarenakan beragamnya tingkat inflasi antar daerah sebagai penyusun inflasi nasional. Tim ini dibentuk untuk mengendalikan inflasi yang berasal dari gangguan sisi penawaran atau inflasi non-inti, sedangkan BI hanya dapat mempengaruhi inflasi inti yaitu inflasi barang dan jasa yang perkembangan harganya sangat ditentukan oleh kinerja perekonomian secara umum, seperti nilai tukar dan keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Gangguan dari sisi penawaran lebih dominan dalam mempengaruhi perkembangan inflasi di Indonesia dibandingkan sisi permintaan (Solikin 2007).

Pentingnya pengendalian inflasi dikarenakan inflasi yang tinggi menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Harga barang dan jasa yang semakin meningkat menyebabkan pendapatan riil masyarakat menurun yang bisa menimbulkan peningkatan kemiskinan, pengangguran, penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hiper inflasi terjadi ketika pergantian pemerintahan dari orde lama ke orde baru pada tahun 1966 dengan laju inflasi sebesar 636 persen. Inflasi berat terjadi ketika pergantian pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi pada tahun 1998 dengan laju inflasi sebesar 77.63 persen.

Indonesia merupakan negara kepulauan terluas di dunia dengan keragaman karakteristik antar daerah, termasuk struktur ekonomi. Hal ini terkait dengan faktor endogen maupun faktor eksogen dari wilayah tersebut. Memiliki sumber daya tertentu yang melimpah di satu sisi dan di sisi lain mengalami keterbatasan sumber daya yang lainnya. Hal tersebut menyebabkan perbedaan tingkat harga yang berdampak pada keragaman tingkat inflasi antar daerah. Meskipun demikian terdapat kedekatan secara spasial dan ekonomi. Penelitian mengenai inflasi regional menyatakan terjadinya keterkaitan inflasi antar provinsi (Wimanda 2006). Dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa, setiap daerah membutuhkan daerah lain di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang tidak dapat disediakan oleh daerah bersangkutan. Sehingga pergerakan inflasi selain terkait dengan waktu sebelumnya, juga memiliki keterkaitan dengan daerah lainnya yang dikenal dengan hubungan spasial.

(15)

2

provinsi di Pulau Jawa diperlukan untuk mengantisipasi lonjakan inflasi yang tinggi serta kebijakan yang tepat untuk mengendalikan inflasi tersebut.

Pada pemodelan data deret waktu, pergerakan data dapat terjadi bersamaan atau mengikuti pergerakan data lainnya. ARIMA merupakan salah satu pemodelan deret waktu peubah tunggal sedangkan VARIMA merupakan salah satu pemodelan deret waktu peubah ganda. Pemodelan inflasi pada beberapa lokasi dapat didekati dengan model VARIMA dengan menganggap lokasi-lokasi tersebut sebagai peubah-peubah data deret waktu.

Analisis data ruang waktu merupakan pengembangan analisis data deret waktu yang tidak hanya memperhatikan keterkaitan waktu sebelumnya tetapi juga memperhatikan keterkaitan lokasinya. GSTAR (Generalized Space-Time Autoregressive) dikenalkan oleh Borovkova et al. (2002). Model tersebut membentuk parameter yang bisa berbeda baik untuk faktor waktu maupun lokasi. Nainggolan (2010) memodelkan data inflasi tiga kota di Jawa Barat dengan pendekatan GSTAR-ARCH. Laily (2013) melakukan pemodelan inflasi Kota Semarang, Yogyakarta, dan Surakarta dengan pendekatan GSTAR. GSTARIMA (Generalized Space-Time Autoregressive Integrated Moving Average) sebagai model umum dari GSTAR dapat digunakan untuk memodelkan inflasi di beberapa lokasi jika pada data deret waktu tersebut terdapat unsur otoregresif, pembedaan, dan rataan bergerak.

Penelitian ini mengkaji apakah pengaruh lokasi pada model GSTARIMA lebih baik dari model VARIMA. Pembobot lokasi yang digunakan yaitu pembobot kebalikan jarak dan pembobot langkah ratu. Penentuan ordo waktu model GSTARIMA didasarkan ordo ARIMA tertinggi dari masing-masing lokasi dan ordo VARIMA dari semua lokasi secara simultan. Kelebihan model GSTARIMA adalah dugaan parameter yang lebih sedikit dibandingkan model VARIMA serta memperhatikan pengaruh spasial dan waktu.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan laju inflasi ibukota provinsi di Pulau Jawa.

2. Menduga parameter model inflasi bulanan dengan pendekatan VARIMA dan GSTARIMA.

(16)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Inflasi

Inflasi adalah seluruh kenaikan harga output dalam perekonomian (Mankiw 2007). Bank Indonesia mengartikan inflasi adalah meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. BPS menggunakan indeks harga-harga konsumen (IHK) sebagai indikator penghitungan inflasi. Inflasi adalah persentase perubahan IHK pada suatu waktu.

Formulasi penghitungan laju inflasi dinayatakan dalam persen sebagai berikut:

Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan salah satu indikator ekonomi yang digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga (inflasi/deflasi) di tingkat konsumen, khususnya di daerah perkotaan. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket komoditas yang dikonsumsi oleh rumah tangga. IHK mencakup tujuh kelompok pengeluaran, yaitu: bahan makanan; makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; sandang; kesehatan; pendidikan, rekreasi, dan olah raga; transport,komunikasi, dan jasa keuangan. Mulai Januari 2014, pengukuran inflasi di Indonesia menggunakan IHK tahun dasar 2012=100. Perubahan mendasar dalam penghitungan IHK baru (2012=100) dibandingkan IHK lama (2007=100). Perubahan cakupan kota menjadi 82 kota dari semula 66 kota, mencakup 859 paket komoditas, dan diagram timbang yang didasarkan pada Survei Biaya Hidup (SBH) 2012 yang dilaksanakan oleh BPS.

Inflasi dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi penawaran seperti tingginya permintaan terhadap barang/jasa namun yang ditawarkan sedikit/langka. Sedangkan faktor yang bersifat kejutan seperti kenaikan harga BBM dan adanya gangguan panen atau bencana alam. Penyebab inflasi antara lain: tarikan permintaan konsumen, desakan biaya produksi, inflasi barang-barang impor, serta ekspektasi pelaku ekonomi (Sukirno 2008). Beberapa teori yang menjelaskan inflasi, yaitu: Teori Kuantitas, Keynesian Model, Mark-up Model, dan Teori Struktural (Atmadja 1999).

Uji Stasioneritas

(17)

4

regression). Suatu data deret waktu dikatakan sudah stasioner jika nilai tengah dan ragamnya konstan serta tidak terdapat pola musiman. Berdasarkan plot data pengamatan terhadap waktu, data dikatakan stasioner jika secara stokastik menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu dengan kecenderungan fluktuasinya di sekitar nilai tengah dengan amplitudo yang relatif tetap.

Uji formal kestasioneran yang didasarkan pada uji akar unit adalah uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Uji ADF telah mempertimbangkan kemungkinan adanya otokorelasi pada galat jika data yang digunakan tidak stasioner. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui persamaan model nilai tengah nol (zero mean) sebagai berikut:

(2)

dengan adalah data pengamatan pada waktu ke-t, adalah koefisien otoregresif dan adalah galat yang bersifat white noise.

Hipotesis berdasarkan akar unit:

(data mengandung akar unit)

(data tidak mengandung akar unit)

Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai statistik ADF dengan statistik uji t sebagai berikut:

̂ ̂ (3)

Hipotesis nol ditolak jika nilai statistik ADF ( ) lebih besar dari nilai kritis Tabel MacKinnon sehingga dapat disimpulkan bahwa data tidak mengandung akar unit atau data sudah stasioner. Jika data tidak stasioner dalam nilai tengah maka dilakukan pembedaan, sedangkan jika data tidak stasioner dalam ragam dilakukan transformasi atau pemodelan ARCH atau GARCH.

Model Vector Autoregressive Integrated Moving Average (VARIMA)

Model VARIMA merupakan model deret waktu peubah ganda pengembangan dari model ARIMA. Model ini menjelaskan keterkaitan antara pengamatan dan galat pada suatu peubah pada waktu tertentu dengan pengamatan dan galat pada peubah itu sendiri dan peubah lain pada waktu sebelumnya. Model VARIMA merupakan model persamaan simultan karena didalamnya dipertimbangkan beberapa peubah endogen secara bersamaan.

(18)

dengan,

: vektor pengamatan dengan berukuran : matriks parameter vektor otoregresif ordo ke-p berukuran : matriks parameter vektor rataan bergerak ordo ke-q berukuran B : operator shift mundur

Identifikasi vektor model deret waktu pada prinsipnya sama halnya dengan identifikasi model deret waktu peubah tunggal. Untuk N pengamatan (Z1, Z2, …,

Zn) maka identifikasi vektor model deret waktu berdasarkan pola matriks fungsi

korelasi silang contoh (Matrix Autocorrelation Function/MACF) dan matriks fungsi korelasi parsial contoh (Matrix Partial Autocorrelation Function/MPACF).

MACF pada lag waktu ke-k dirumuskan sebagai berikut (Wei 2006):

̂ ̂ (7)

dengan ̅ dan ̅ adalah rata-rata sampel dari komponen deret yang bersesuaian. MACF contoh digunakan dalam identifikasi model rataan bergerak. Jika matriks korelasinya bernilai nol setelah lag ke-q maka model yang bersesuaian adalah VMA(q). MPACF pada lag waktu ke-k dirumuskan sebagai berikut (Wei 2006):

( ̂ ̂ dihilangkan. Jika MPACF terpangkas pada lag ke-p maka model yang bersesuaian adalah VAR(p).

(19)

6

Model Generalized Space Time Autoregressive Intergrated Moving Average (GSTARIMA)

Model ruang-waktu merupakan salah satu model yang menggabungkan unsur ketergantungan waktu dan lokasi pada suatu data deret waktu peubah ganda. Model ini merupakan pemodelan dari sejumlah pengamatan Zit yang terdapat pada

tiap N lokasi dalam suatu ruang (i 1,2, …, n) terhadap T periode waktu.

Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh dari pada sesuatu yang jauh (Tobler 1970). Untuk mengakomodasi adanya efek spasial maka pemilihan atau penentuan bobot lokasi yang tepat diperlukan untuk membentuk matriks pembobot spasial yang akan dimasukkan dalam model. Efek waktu dirumuskan sebagai model deret waktu, dan efek lokasi dirumuskan sebagai matriks pembobot spasial.

Model Space Time Autoregressive (STAR) merupakan model regresi diri deret waktu dari Box-Jenkins yang dikembangkan di beberapa lokasi secara simultan dan mempunyai karakteristik adanya keterantungan lokasi dan waktu (Pfeiper & Deutsch 1980). Model STAR sesuai untuk lokasi-lokasi dengan karakteristik homogen, karena model tersebut mengasumsikan parameter otoregresif dan parameter ruang-waktu bernilai sama untuk semua lokasi.

Untuk memudahkan interpretasi model STAR, orde spasial dibatasi pada orde 1. Model STAR dirumuskan sebagai berikut:

∑ ∑ (10)

(20)

: matriks diagonal parameter moving average pada lag waktu ke-k dan lag

spasial ke-l berukuran

: vektor acak white noise dengan berukuran Parameter model persamaan (11) diduga dengan meminimumkan jumlah sisaan kuadrat bersyarat:

Suatu model yang mengandung unsur rataan bergerak maka nonlinier dalam parameter. Pendugaan kuadrat terkecil nonlinier menggunakan teknik pencarian iterasi. Iterasi berhenti jika kriteria konvergensi tercapai. Untuk memperoleh konvergensi yang lebih baik dan cepat dapat menggunakan algoritma Marqurdt yang merupakan kompromi metode Gauss-Newton dan metode turunan tercuram (Draper & Smith 1981).

Penduga parameter otoregresif dengan metode kuadrat terkecil telah diturunkan oleh Borovkova et al. (2008). Notasi baru didefinisikan sebagai

Persamaan (13) dapat dinyatakan untuk semua lokasi secara simultan sebagai model linier:

(14)

dimana ( 1, …, , 1, …, , ( 1,…, ( 1,…, . Penduga kuadrat terkecil ̂ dirumuskan sebagai berikut:

̂

(21)

8

Matriks Pembobot Spasial

Hubungan kedekatan antar lokasi dapat dinyatakan dalam bentuk matriks pembobot spasial. Matriks pembobot spasial kebalikan jarak merupakan salah satu matriks pembobot tipe data spasial titik. Nilai dari bobot kebalikan jarak diperoleh berdasarkan perhitungan jarak sebenarnya antar lokasi yang dalam perhitungannya dapat menggunakan jarak koordinat lintang dan bujur antar titik pusat lokasi yang diamati. Lokasi yang berdekatan mendapatkan nilai bobot yang lebih besar dan demikian pula sebaliknya.

{

Salah satu metode untuk mendefinisikan hubungan kebertetanggaan antar lokasi yang bergerak berdasarkan langkah ratu pada permainan catur adalah queen contiguity (persinggungan sisi-sudut). Nilai 1 diberikan pada lokasi yang berbatasan langsung dengan lokasi pengamatan, sedangkan lokasi lainnya diberikan nilai 0. Matrik pembobot spasial dengan langkah ratu merupakan salah satu matriks pembobot tipe data spasial area yang diperoleh dengan menormalisasi matriks queen contiguity sehingga diperoleh jumlah per baris adalah 1.

Otokorelasi spasial merupakan penilaian korelasi pada suatu peubah antar pengamatan atau lokasi. Adanya pola sistematik suatu peubah dalam ruang menunjukkan korelasi spasial. Indeks Moran merupakan salah satu metode penghitungan otokorelasi spasial yang dirumuskan sebagai berikut (Lee & Wong 2001):

N : banyaknya lokasi pengamatan

Xi : Nilai peubah pada suatu lokasi tertentu

Xj : Nilai peubah pada lokasi yang lain

wij : pembobot spasial yang diterapkan antara lokasi ke-i dan ke-j

Pengujian hipotesis satu arah dilakukan untuk mengetahui adanya otokorelasi spasial. Terdapat dua jenis hipotesis alternatif (H1) yaitu otokorelasi

(22)

Adapun hipotesisnya sebagai berikut: H0 : I = 0 (tidak terdapat otokorelasi spasial)

H1 : I > 0 (terdapat otokorelasi spasial positif)

H1 : I < 0 (terdapat otokorelasi spasial negatif)

Statistik uji diturunkan dari normal baku sebagai berikut:

(19)

Penentuan model berdasarkan skema plot MACF dan MPACF secara teori tidak praktis karena tergantung pada pengalaman peneliti. Salah satu kriteria pemilihan dalam penentuan model terbaik pada data in-sample (data training) adalah AICC (Akaike’s Information Criterion Corrected). Model terbaik adalah model dengan nilai AICC paling kecil. AICC didefinisikan sebagai berikut (SAS 2011):

(| ̂| (20) dengan,

̂ : matriks nilai dugaan kovarian sisaan model dengan penduga kemungkinan maksimum

: banyaknya parameter yang diduga T : banyaknya pengamatan

k : banyaknya peubah respon

Kriteria pemilihan model terbaik berdasarkan kesalahan peramalan untuk data testing digunakan jika tujuan pembentukan model adalah untuk peramalan. Kriteria yang digunakan adalah Root Mean Square Error Prediction (RMSEP) terkecil yang merupakan ukuran perbedaan antara nilai prediksi dari model dengan nilai sebenarnya dari observasi. Untuk model deret waktu peubah ganda dengan lokasi, dan masing-masing merupakan banyaknya data training dan data testing pada masing-masing lokasi, RMSEP gabungan didefinisikan sebagai berikut:

(23)

10

Uji Kelayakan Model

Suatu model sementara dapat dijadikan model peramalan apabila asumsi kebebasan galat terpenuhi. Kebebasan sisaan secara sendiri-sendiri dapat dilihat dari signifikansi uji Ljung-Box. Kebebasan sisaan secara simultan dapat dilihat berdasarkan plot MACF sisaan dengan tanda positif (+), negatif (-), dan titik (·) pada posisi ke-(i,j) dari matriks (Wei 2006 mengacu Tiao & Box 1981). Tanda positif dan negatif menujukkan adanya korelasi sisaan yang signifikan, sedangkan tanda titik menunjukkan tidak terdapat korelasi sisaan. Semakin banyak tanda (.) menunjukkan asumsi kebebasan sisaan terpenuhi.

Ketika membentuk model dugaan, maka sisaan disyaratkan menyebar normal ganda. Hal tersebut bertujuan agar dapat dilakukan uji signifikansi dari dugaan parameter yang dihasilkan. Kenormalan sisaan secara sendiri-sendiri dapat dilihat dari signifikansi uji Shapiro-Wilk W atau uji Kolmogorov-Smirnov. Sedangkan kenormalan sisaan secara simultan dapat dilihat berdasarkan uji normal ganda Mardia. Sisaan yang tidak berkorelasi dan menyebar secara acak mengindikasikan bahwa model telah mampu menjelaskan keragaman peubah respon.

(24)

3 METODE PENELITIAN

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data inflasi bulanan enam kota yang merupakan ibukota provinsi di Pulau Jawa mewakili provinsi tahun 2001-2014 yang berasal dari Badan Pusat Statistik.

Tabel 3.1 Peubah yang digunakan dalam penelitian

Peubah Keterangan Tipe peubah Satuan

Laju inflasi Kota Jakarta Numerik Persen Laju inflasi Kota Bandung Numerik Persen Laju inflasi Kota Semarang Numerik Persen Laju inflasi Kota Yogyakarta Numerik Persen Laju inflasi Kota Surabaya Numerik Persen Laju inflasi Kota Serang Numerik Persen

Metode Analisis

Tahapan analisis pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Eksplorasi Data

Eksplorasi data dilakukan untuk melihat deskripsi laju inflasi bulanan ibukota provinsi di Pulau Jawa meliputi enam kota, yaitu: Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Serang.

2. Mendeteksi adanya otokorelasi spasial antar pengamatan yang saling berdekatan dengan Uji Indeks Moran.

3. Memeriksa kestasioneran masing-masing peubah

Metode yang digunakan adalah uji Augmented Dickey Fuller (ADF).

4. Pembentukan model ARIMA masing-masing lokasi dengan tahapan sebagai berikut:

a. Identifikasi model sementara b. Pendugaan Parameter

Metode untuk mendapatkan parameter menggunakan metode kuadrat terkecil untuk model otoregresif atau metode kemungkinan maksimum jika terdapat unsur rataan bergerak.

c. Overfitting

Model sementara terpilih jika penambahan parameter tidak berbeda nyata. d. Diagnostik model

Model sesuai jika sisaan bersifat white noise dengan uji Ljung-Box. 5. Pembentukan dan pengkajian model VARIMA dengan tahapan sebagai

berikut:

a. Penentuan model

Penentuan model berdasarkan ordo model dengan nilai AICC terkecil. b. Pendugaan Parameter

(25)

12

c. Diagnostik model

Model sesuai jika sisaan bersifat white noise dengan uji Ljung-Box serta melihat plot MACF sisaan. Uji kenormalan sisaan uji Jarque-Bera.

6. Pembentukan dan pengkajian model GSTARIMA dengan tahapan sebagai berikut:

a. Penentuan model

Penentuan ordo model GSTARIMA berdasarkan orde hasil identifikasi model VARIMA dan orde tertinggi model ARIMA.

b. Pendugaan Parameter

Pendugaan parameter menggunakan metode kuadrat terkecil nonlinier dengan algoritma Gauss-Newton atau algoritma Marqurdt berdasarkan pembobot spasial yang dipilih yaitu pembobot kebalikan jarak dan pembobot langkah ratu.

c. Diagnostik model

Model sesuai jika sisaan bersifat white noise dengan uji Ljung-Box. Uji normal ganda sisaan dengan uji Mardia, sedangkan secara individu menggunakan uji Shapiro-Wilk W.

7. Penarikan kesimpulan

Menentukan model terbaik berdasarkan nilai RMSEP terkecil pada data testing. Perangkat lunak yang digunakan dalam pengolahan data adalah SAS 9.3 dan R 3.1.3. Gambar 3.1 menyajikan diagram alir penelitian:

(26)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan laju inflasi tahunan ibukota provinsi di Pulau Jawa

Dalam kurun waktu 2001-2014 menunjukkan tren menurun. Rata-rata laju inflasi tahunan nasional pada periode tersebut adalah 7.5 persen. Inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2005 mencapai 17.29% untuk inflasi nasional. Begitu juga dengan laju inflasi ibukota provinsi di Pulau Jawa mencapai 15 hingga 19 persen (Gambar 4.1 dan Gambar 4.2). Salah satu penyebabnya adalah kenaikan harga BBM yang cukup tinggi pada bulan Oktober 2005 yang menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa lainnya. Inflasi bisa ditekan kurang dari 2 digit pada kurun waktu 2009-2014.

Gambar 4.1 Perkembangan laju inflasi tahunan ibukota provinsi di Pulau Jawa dengan rata-rata dibawah inflasi nasional 2001-2014

Gambar 4.2 Perkembangan laju inflasi ibukota provinsi di Pulau Jawa dengan rata-rata diatas inflasi nasional 2001-2014

Deskripsi Data

(27)

14

keragaman laju inflasi Kota Serang lebih besar dibandingkan kota-kota lainnya. Terdapat pencilan minor maupun pencilan ekstrim pada setiap kota.

Gambar 4.3 Diagram kotak garis laju inflasi bulanan ibukota provinsi di Pulau Jawa 2001-2013

Tabel 4.1 menunjukkan adanya korelasi laju inflasi bulanan antar wilayah cukup tinggi diatas 0.75. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan linier positif laju inflasi bulanan antar wilayah. Laju inflasi pada bulan tertentu di setiap kota cenderung sama. Korelasi tertinggi terjadi antara laju inflasi bulanan Kota Jakarta dan Kota Semarang sedangkan korelasi terendah terjadi antara laju inflasi bulanan Kota Serang dan Kota Surabaya.

Tabel 4.1 Matriks korelasi laju inflasi bulanan

Peubah Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6

Z1 1.00 0.87 0.91 0.86 0.89 0.82 Z2 0.87 1.00 0.87 0.84 0.82 0.83 Z3 0.91 0.87 1.00 0.87 0.90 0.84 Z4 0.86 0.84 0.87 1.00 0.83 0.80 Z5 0.89 0.82 0.90 0.83 1.00 0.78 Z6 0.82 0.83 0.84 0.80 0.78 1.00

(28)

Gambar 4.4 Peta sebaran rata-rata laju inflasi bulanan ibukota provinsi di Pulau Jawa 2014

Identifikasi Model ARIMA

Berdasarkan plot data inflasi bulanan di setiap kota pada Lampiran 1, dapat ditunjukkan bahwa data deret waktu sudah stasioner pada level dan tidak terdapat musiman. Uji ADF dilakukan untuk membuktikan kestasioneran data secara formal. Hasil uji ADF di setiap kota pada Lampiran 2 diperoleh nilai-p kurang dari taraf nyata 5 persen. Hal ini menunjukkan data deret waktu tidak mengandung akar unit atau sudah stasioner pada level.

Identifikasi model ARIMA berdasarkan plot ACF dan PACF pada Lampiran 3. Dapat ditunjukkan bahwa cut off terjadi pada lag 1 baik pada plot ACF maupun PACF. Model tentatif untuk seluruh kota adalah ARIMA(1,0,0), ARIMA(0,0,1), dan ARIMA(1,0,1). Berdasarkan overfitting diperoleh model terbaik untuk masing-masing kota seperti ditunjukkan Tabel 4.2. Hasil uji Ljung-Box menunjukkan sisaan tidak berkorelasi (Lampiran 4).

Tabel 4.2 Model ARIMA terbaik

Lokasi Model RMSE

Jakarta ARIMA(1,0,1) 0.81 Bandung ARIMA(1,0,2) 0.88 Semarang ARIMA(1,0,1) 0.92 Yogyakarta ARIMA(1,0,1) 0.74 Surabaya ARIMA(1,0,1) 0.83 Serang ARIMA(1,0,1) 0.93

Pemodelan VARIMA

(29)

16

diperoleh nilai-p lebih kecil 0.05 yang berarti terdapat korelasi pada sisaan. Terdapat banyak pencilan yang berdampak pada ketidaknormalan sisaan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5. Sebaran sisaan yang tidak berbentuk simetris mengindikasikan sisaan tidak menyebar normal. Hasil uji Jarque-Bera untuk masing-masing lokasi diperoleh nilai-p kurang dari 0.05 yang berarti asumsi sisaan menyebar normal tidak terpenuhi.

Gambar 4.5 Diagram kotak garis sisaan model VAR(1) awal

Secara umum, tingginya laju inflasi pada bulan tertentu terkait dengan kebijakan kenaikan harga bbm (bahan bakar minyak) bersubsidi yaitu bensin premium dan solar. Pada akhir Bulan Juni 2001 terjadi kenaikan harga bbm rata-rata sebesar 38 persen sedangkan pada Bulan Maret 2005 (t=51) terjadi kenaikan harga bbm rata-rata sebesar 30 persen. Pada Bulan Oktober 2005 (t=58) terjadi inflasi diatas 6 persen pada semua kota yang dipicu kenaikan harga bbm bersubsidi diatas 87 persen. Pada Bulan Juni 2008 (t=90) terjadi inflasi diatas 2 persen pada semua kota yang didorong kenaikan harga bbm bersubsidi sekitar 30 persen pada akhir Bulan Mei 2008. Sedangkan pada Bulan Juli 2013 (t=151) terjadi inflasi diatas 2 persen pada semua kota yang didorong kenaikan harga bbm bersubsidi mencapai 44 persen pada akhir Juni 2013. Inflasi pada bulan tersebut juga didorong oleh kenaikan harga pada kelompok bahan makanan dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan.

(30)

Model VARIMA terbaik dengan penambahan peubah boneka setelah dilakukan overfitting adalah VAR(1). Hal ini didasarkan pada nilai AICC tekecil yaitu sebesar -11.13. Hasil pendugaan parameter model VAR(1) dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Pendugaan parameter model VAR(1) pada masing-masing lokasi dengan penambahan peubah boneka

Parameter Dugaan pada masing-masing lokasi

Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6

Parameter nyata pada taraf uji 5%

Model VAR(1) untuk lokasi ke-i adalah sebagai berikut:

∑ 1 (22)

Model VAR(1) untuk Kota Jakarta adalah sebagai berikut:

(31)

18

Penyusunan Matriks Pembobot Spasial

Penyusunan matriks pembobot kebalikan jarak didasarkan pada jarak antar lokasi pengamatan. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai pembobot kebalikan jarak lebih besar untuk lokasi yang berdekatan, dan sebaliknya Hal ini diduga laju inflasi untuk lokasi yang berdekatan memiliki ketertkaitan yang lebih besar dibandingkan lokasi yang lebih jauh.

Tabel 4.4 Matriks pembobot kebalikan jarak

Wij Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6

Pengujian efek spasial diperlukan untuk membuktikan adanya ketergantungan spasial laju inflasi bulanan ibukota provinsi di Pulau Jawa. Berdasarkan penghitungan pengaruh spasial pada rata-rata laju inflasi bulanan tahun 2014 dengan pembobot kebalikan jarak diperoleh nilai Indeks Moran sebesar 0.86. Hal ini menunjukkan terdapat korelasi spasial positif, yaitu rata-rata laju inflasi bulanan pada wilayah yang berdekatan mirip atau cenderung bergerombol. Hasil uji otokorelasi spasial diperoleh Z(I) = 3.17 > Z0.05 sehingga

tolak H0 yang berarti terdapat korelasi spasial positif yang nyata rata-rata laju

inflasi bulanan ibukota provinsi di Pulau Jawa pada taraf nyata 5 persen.

Pemilihan konsep contiguity (persinggungan) didasarkan pada asumsi bahwa laju inflasi bulanan yang terjadi pada ibukota provinsi mewakili laju inflasi bulanan provinsi tersebut. Nilai pembobot pada matriks pembobot spasial dengan langkah ratu hanya terdapat pada lokasi tetangga yang berbatasan langsung dengan lokasi pengamatan seperti ditunjukkan pada Tabel 4.5. Laju inflasi Kota Jakarta merupakan laju inflasi Provinsi DKI Jakarta. Laju inflasi Kota Yogyakarta diasumsikan mewakili laju inflasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan untuk ibukota provinsi lainnya, laju inflasi diasumsikan mewakili laju inflasi provinsi karena laju inflasi provinsi gabungan kota-kota didalamnya mulai dihitung sejak tahun 2007.

Tabel 4.5 Matriks pembobot langkah ratu

Wij Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6

(32)

sebesar 0.85. Hal ini menunjukkan terdapat korelasi spasial positif, yaitu rata-rata laju inflasi bulanan pada wilayah yang berdekatan mirip atau cenderung bergerombol. Hasil uji otokorelasi spasial diperoleh Z(I) = 2.82 > Z0.05 sehingga

tolak H0 yang berarti terdapat korelasi spasial positif yang nyata rata-rata laju

inflasi bulanan ibukota provinsi di Pulau Jawa pada taraf nyata 5 persen.

Pemodelan GSTARIMA

Penentuan ordo model GSTARIMA didasarkan pada ordo spasial dan ordo waktu. Pada penelitian ini, ordo spasial dibatasi pada ordo ke-1, sedangkan ordo waktu diturunkan dari ordo tertinggi model ARIMA atau ordo model VARIMA. Pendugaan parameter untuk persamaan non linier membutuhkan proses iterasi sehingga diperoleh fungsi objektif yang minimum dari metode estimasi. Model GSTARIMA berdasarkan orde tertinggi ARIMA adalah GSTARIMA(11,21)-I(0).

Hasil pendugaan parameter untuk model GSTARIMA(11,21)-I(0) pembobot

kebalikan jarak dengan konvergensi sebesar 0.06 dan model GSTARIMA(11,21

)-I(0) pembobot langkah ratu dengan konvergensi sebesar 0.2 dapat dilihat pada Lampiran 8. Namun demikian, kedua model tersebut tidak layak digunakan sebagai model peramalan karena tidak terpenuhinya asumsi kebebasan galat (dapat dilihat pada Lampiran 9).

Berdasarkan ordo model VARIMA yang terpilih yaitu VAR(1) maka model GSTARIMA yang terpilih adalah GSTAR(11). Hasil pendugaan parameter

model GSTAR(11) dengan pembobot kebalikan jarak dan penambahan tiga

peubah boneka sebagian besar nyata pada taraf uji 5 persen (Tabel 4.6). Hal ini menunjukkan model yang diperoleh cukup baik.

Tabel 4.6 Pendugaan parameter model GSTAR(11) dengan pembobot

kebalikan jarak

Parameter Dugaan Taksiran galat baku t-hitung nilai-p

7.16 0.22 32.12 0.00

Parameter tidak nyata pada taraf uji 5%

(33)

20

Hasil pendugaan parameter model GSTAR(11) dengan pembobot langkah

ratu dan penambahan tiga peubah boneka sebagian besar nyata pada taraf uji 5 persen (Tabel 4.7). Hal ini menunjukkan model yang diperoleh cukup baik. Nilai dugaan parameter otoregresif bertanda negatif menunjukkan laju inflasi suatu kota pada periode sebelumnya berpengaruh negatif terhadap laju inflasi sekarang.

Tabel 4.7 Pendugaan parameter model GSTAR(11) dengan pembobot

langkah ratu

Parameter Dugaan Taksiran galat baku t-hitung nilai-p

7.20 0.23 31.69 0.00

Parameter tidak nyata pada taraf uji 5%

Model GSTAR(11) dengan penambahan peubah boneka untuk lokasi ke-i,

dengan i=1,2,…,6 dan j=1,2,…,6 adalah sebagai berikut:

∑ l 0̂1l l - (23)

Model GSTAR(11) pembobot kebalikan jarak berdasarkan Tabel 4.6 untuk

Kota Jakarta adalah sebagai berikut:

Model GSTAR(11) pembobot kebalikan jarak dan pembobot langkah ratu

(34)

Shapiro-Wilk W diperoleh nilai-p lebih besar dari 0.05 yang berarti sisaan menyebar normal. Sedangkan hasil uji normal ganda Mardia diperoleh nilai-p kurang dari 0.05 yang menunjukkan sisaan tidak menyebar normal ganda.

Peubah/Lag 0 1 2 3 4 5 6 Gambar 4.7 Skema MACF sisaan model GSTAR (11) dengan pembobot

kebalikan jarak Gambar 4.8 Skema MACF sisaan model GSTAR (11) dengan pembobot

langkah ratu

Pemilihan Model Terbaik

Hasil pemodelan data inflasi bulanan Kota Jakarta berdasarkan model VAR(1), model GSTAR(11) pembobot kebalikan jarak, dan model GSTAR(11)

pembobot langkah ratu ditunjukkan pada Gambar 4.9 sampai dengan Gambar 4.11. Plot data ramalan masing-masing model mendekati data aktualnya yang berarti model yang diperoleh cukup baik. Untuk kota-kota lainnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 4.9 Plot data aktual ( ) dan data ramalan model VAR(1) ( ) laju inflasi bulanan Kota Jakarta 2001-2013

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(35)

22

Gambar 4.10 Plot data aktual ( ) dan data ramalan model GSTAR(11)

pembobot kebalikan jarak ( ) laju inflasi bulanan Kota Jakarta 2001-2013

Gambar 4.10 Plot data aktual ( ) dan data ramalan model GSTAR(11)

pembobot langkah ratu ( ) laju inflasi bulanan Kota Jakarta 2001-2013

Model ramalan terbaik dipilih berdasarkan kesalahan peramalan terkecil. Keakuratan peramalan jangka panjang ketiga model cenderung tidak berbeda (Tabel 4.8). Model VAR(1) menghasilkan rata-rata RMSEP terkecil yaitu sebesar 0.6364. Hal yang perlu diperhatikan adalah model dengan ordo waktu pendek lebih cocok digunakan untuk peramalan jangka pendek daripada peramalan jangka panjang.

Tabel 4.8 Nilai RMSEP berdasarkan model peramalan jangka panjang (%) Lokasi

Yogyakarta 0.5177 0.5304 0.5327

Surabaya 0.5868 0.5659 0.5552

Serang 0.8473 0.8703 0.8727

Rata-rata 0.6364 0.6382 0.6373

Simpangan Baku 0.1194 0.1275 0.1281

-2

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

La

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(36)

Peramalan Jangka Pendek

Berdasarkan model peramalan yang diperoleh dengan ordo AR yang pendek, maka peramalan jangka pendek perlu dipertimbangkan untuk digunakan dalam peramalan. Peramalan 1 kedepan (1-step-ahead) yaitu menggunakan data laju inflasi bulanan terakhir (base time) yaitu laju inflasi bulanan pada t = 156 untuk meramalkan laju inflasi pada t = 157 dengan menggunakan model yang sudah diperoleh. Selanjutnya untuk meramalkan laju inflasi bulanan pada t = 158 maka diasumsikan data laju inflasi bulanan pada t = 157 telah ada sehingga base time yang digunakan berubah menjadi t = 157. Gambar 4.12 menunjukkan

GSTAR(11) pembobot langkah ratu ( ) laju inflasi bulanan Kota

Jakarta tahun 2014

Peramalan jangka pendek menghasilkan keakuratan yang lebih baik dibandingkan peramalan jangka panjang. Model GSTAR(11) dengan pembobot

kebalikan jarak merupakan model terbaik diantara ketiga model dengan rata-rata nilai RMSEP sebesar 0.5174 persen seperti ditunjukkan Tabel 4.9. Meskipun demikian, tingkat keakuratan yang dihasilkan memiliki keragaman yang lebih besar dibandingkan model VAR(1).

Tabel 4.9 Nilai RMSEP berdasarkan model peramalan jangka pendek (%) Lokasi

Yogyakarta 0.5267 0.5373 0.5436

Surabaya 0.4935 0.4553 0.4389

Serang 0.6270 0.6356 0.6514

Rata-rata 0.5263 0.5174 0.5181

Simpangan Baku 0.0565 0.0731 0.0804

-1 0 1 2 3

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

(37)

24

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Laju inflasi bulanan memiliki volatilitas yang tinggi ketika terjadi kebijakan kenaikan harga bbm bersubsidi yang signifikan. Kenaikan laju inflasi yang tinggi bisa juga disebakan bencana alam yang menyebabakan kurangnya pasokan produk pertanian atau tingginya permintaan barang dan jasa terkait Hari Raya Idul Fitri atau tahun ajaran baru. Banyaknya pencilan pada data pengamatan menyebabkan presisi model berkurang. Penanganan pencilan dilakukan dengan penambahan peubah boneka yang didasarkan kategori persentase kenaikan harga bbm bersubsidi.

Model VARIMA yang terpilih berdasarkan nilai AICC terkecil adalah VAR(1). Ordo waktu model GSTARIMA ditentukan berdasarkan ordo ARIMA tertinggi pada masing-masing lokasi atau ordo model VARIMA dengan AICC terkecil. Model GSTARIMA berdasarkan ordo waktu ARIMA tertinggi adalah GSTARIMA(11,21)-I(0). Model tersebut tidak layak digunakan karena tidak

terpenuhinya asumsi kebebasan galat. Model GSTARIMA yang terpilih berdasarkan ordo model VARIMA adalah GSTAR(11).

Model dengan ordo waktu pendek cocok digunakan untuk peramalan jangka pendek. Model GSTAR(11) pembobot kebalikan jarak lebih baik

dibandingkan model VAR(1) dan GSTAR(11) pembobot langkah ratu. Model

tersebut menghasilkan rata-rata RMSEP terkecil yaitu sebesar 0.5174. Saran

Berdasarkan plot data ramalan jangka pendek, prediksi pada data training terlambat satu lag. Untuk mereduksi RMSEP perlu dilakukan pergeseran satu periode kebelakang pada hasil data ramalan. Hal tersebut didasarkan pada pengalaman pakar untuk model-model otoregresif.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Anselin L. 2009. Spatial Regression. Fotheringham AS, Rogerson PA, editor, Handbook of Spatial Analysis. London: Sage Publications.

Atmadja AS. 1999. Inflasi di Indonesia: Sumber-sumber Penyebab dan Pengendaliannya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Universitas Kristen Petra (1): 54-67.

Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Indonesia 2015. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

Borovkova S, Ruchjana BN, Lopuhaa H. 2002. Generalized STAR model with experimental weights. Di dalam: M. Stasinopoulos and G. Touloumi. Editor. Proceedings of the 17th International Workshop on Statistical Modeling. 139-147.

Borovkova S, Ruchjana BN, Lopuhaa H. 2008. Consistency and Asymptotic Normality of Least Squares Estimators in Generalized STAR Model. Statistica Neerlandica 62 (4):482-508.

Box GEP, Jenkins GM, Reinsel GC. 2008. Time Series Analysis: Forecasting and Control. Fourth Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Cryer JD. 2008. Time Series Analysis. Second Edition. Boston: PWS-Kent Publishing Company.

Draper N, Smith H. 1981. Applied Regression Analysis. Second Edition. New York: Wiley-Interscience.

Faizah LA, Setiawan. 2013. Pemodelan Inflasi di Kota Semarang, Yogyakarta, dan Surakarta dengan Pendekatan GSTAR. Jurnal Sains dan Seni POM ITS. Lee J, Wong DWS. 2001. Statistical Analysis ARCHView GIS. New York: John

Wiley & Sons, Inc.

Mankiw NG. 2007. Teori Makroekonomi Edisi Keenam. Iman N [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga.

Nainggolan N. 2010. Pengembangan Model GSTAR dengan Galat ARCH dan Penerapannya pada Inflasi [disertasi]. Bandung: Universitas Padjadjaran. Rahmadeni. 2011. Kajian Model Regresi Diri Ruang-Waktu Terampat (Kasus :

Data Hotspot Kebakaran Hutan di Riau) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ruchjana BN. 2002. Pemodelan Kurva Produksi Minyak Bumi Menggunakan Model Generalisasi S-TAR. Bogor: Forum Statistika dan Komputasi, Special Edition, IPB.

SAS Institute Inc. 2011. SAS/E S® 9.3 User’s Guide. Cary, C: SAS Institute

Inc.

Solikin. 2007. Karakteristik Tekanan Inflasi di Indonesia: Pengaruh Dinamis Sisi Permintaan-Penawaran dan Prospek ke Depan. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan (BEMP), Januari. Bank Indonesia.

Subekti A. 2011. Dinamika Inflasi Indonesia pada Tataran Provinsi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sukirno S. 2008. Teori Pengantar Makro Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

(39)

26

Wei W. 2006. Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods. Canada: Addison Wesley Publishing Company, Inc.

Wimanda RE. 2006. Regional Inflation in Indonesia: Characteristic, Convergence, and Determinants. Bank Indonesia Working Papers, No. WP/ 13 / 2006. Wutsqa DU, Suhartono dan Sutijo B. 2010. Generalized Space-Time

(40)

Lampiran 1 Plot data aktual ( ) dan data ramalan ( ) laju inflasi bulanan Kota Bandung (a), Kota Semarang (b), Kota Yogyakarta (c), Kota Surabaya, dan Kota Serang (e) 2001-2013

1. Model VAR(1)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

La

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

La

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(41)

28

(d)

(e)

2. Model GSTAR(11) pembobot kebalikan jarak

(a)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

La

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

La

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(42)

(b)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

La

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

La

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(43)

30

(e) 3. Model GSTAR(11) pembobot langkah ratu

(a)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

La

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

La

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(44)

(c)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

La

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

La

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(45)

32

Lampiran 2 Uji stasioneritas data laju inflasi bulanan ibukota provinsi di Pulau Jawa 2001-2013

Peubah Rho Nilai-p

Z1 -61.23 0.00

Z2 -62.54 0.00

Z3 -65.96 0.00

Z4 -46.17 0.00

Z5 -63.74 0.00

Z6 -66.21 0.00

H0 : = 1 (data mengandung akar unit)

H1 : = 1 (data tidak mengandung akar unit)

(46)

Lampiran 3 Plot ACF dan PACF laju inflasi bulanan ibukota provinsi di Pulau Jawa 2001-2013

(47)

34

Lampiran 4 Uji kebebasan sisaan model ARIMA

(48)

Lampiran 5 Uji kebebasan sisaan model terpilih (a) Model VAR(1)

Lag resZ1 resZ2 resZ3

Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p

1 0.19 0.66 0.93 0.33 0.71 0.40

Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p

1 0.11 0.74 0.03 0.87 0.08 0.78

6 2.00 0.92 6.69 0.35 5.83 0.44

12 9.66 0.65 11.69 0.47 14.05 0.30

18 14.05 0.73 16.90 0.53 18.66 0.41

24 23.32 0.50 21.92 0.58 22.56 0.55

(b) Model GSTAR(11) pembobot kebalikan jarak

Lag resZ1 resZ2 resZ3

Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p

1 0.02 0.88 0.47 0.49 2.45 0.12

Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p

1 0.39 0.53 0.69 0.40 0.25 0.62

6 7.34 0.29 4.83 0.57 5.01 0.54

12 10.39 0.58 7.34 0.83 11.06 0.52

18 14.16 0.72 19.59 0.36 14.43 0.70

24 22.20 0.57 30.78 0.16 19.16 0.74

(c) Model GSTAR(11) pembobot langkah ratu

Lag resZ1 resZ2 resZ3

Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p

1 0.02 0.88 0.08 0.77 1.93 0.17

Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p

1 0.74 0.39 0.40 0.53 0.01 0.92

6 0.80 0.23 5.02 0.54 3.99 0.68

12 11.10 0.52 8.27 0.76 9.28 0.68

18 15.06 0.66 18.58 0.42 12.43 0.82

(49)

36

(b) Model GSTAR(11) pembobot kebalikan jarak

Persamaan Statistik Uji Nilai Nilai-p

(c) Model GSTAR(11) pembobot langkah ratu

(50)

Lampiran 7 Plot data aktual ( ), data ramalan model VAR(1) ( ), model GSTAR(11) pembobot kebalikan jarak ( ), dan model

GSTAR(11) pembobot langkah ratu ( ) laju inflasi bulanan Kota

Bandung (a), Kota Semarang (b), Kota Yogyakarta (c), Kota Surabaya (d), dan Kota Serang (e) tahun 2014

(a)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

La

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

La

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

La

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

(51)

38

(e) -1

0 1 2 3 4

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

La

ju

I

n

fl

a

si

(

%

)

(52)

Lampiran 8 Pendugaan parameter model GSTARIMA(11,21)-I(0)

(a) Pembobot kebalikan jarak

Parameter Dugaan Parameter Dugaan Parameter Dugaan

7.26 -0.14 -0.17

1.68 1.16 -0.69

-1.40 0.20 0.38

0.58 -0.66 0.24

-0.54 -0.70 -0.81

-0.86 0.44 -0.94

0.92 0.42 0.63

0.46 -1.12 -0.36

-0.84 0.00 -0.20

-0.29 -0.06 -0.55

0.99 0.13 -0.42

1.26 0.05 -0.44

-0.55 0.06 -0.22

(b) Pembobot langkah ratu

Parameter Dugaan Parameter Dugaan Parameter Dugaan

7.22 -0.36 -0.15

1.71 1.16 -0.27

-1.35 -0.14 0.27

0.29 -0.45 -1.01

-0.25 0.51 -0.34

0.55 0.16 -0.55

0.64 0.24 0.64

0.64 -1.06 -0.27

-0.79 0.04 -0.19

0.03 -0.07 0.20

0.70 -0.24 -0.18

-0.20 -0.15 -0.33

(53)

40

Lampiran 9 Uji kebebasan model GSTARIMA (11,21)-I(0)

(c) Pembobot kebalikan jarak

Lag resZ1 resZ2 resZ3

Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p

1 9.78 0.00a 1.07 0.30 0.60 0.44

Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p

1 3.94 0.04a 0.96 0.33 1.86 0.17

Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p

1 9.72 0.00a 0.73 0.39 0.61 0.43

Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p Khi-Kuadrat Nilai-p

1 2.91 0.09 0.71 0.40 1.28 0.26

6 3.52 0.74 8.63 0.20 7.48 0.28

12 14.51 0.27 11.89 0.45 12.09 0.44

18 16.36 0.57 16.09 0.59 24.02 0.15

(54)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 31 Oktober 1983, sebagai anak kesembilan dari 9 bersaudara. Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh di SMUN 2 Kuningan Program IPA, lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta dan menyelesaikannya pada tahun 2006. Saat ini penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Badan Pusat Statistik Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu.

Gambar

Tabel MacKinnon sehingga dapat disimpulkan bahwa data tidak mengandung
Tabel 3.1 Peubah yang digunakan dalam penelitian
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian
Tabel 4.1 menunjukkan adanya korelasi laju inflasi bulanan antar wilayah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa data sekunder yang terdiri dari laju inflasi bulanan, data kurs tengah US Dolar bulanan, tingkat suku bunga deposito, dan indeks

Dari 7 kota pantauan IHK di Provinsi Jawa Barat, tercatat sebagian besar kota mengalami inflasi, hanya Cirebon yang mengalami deflasi.. Inflasi tertinggi terjadi di Kota

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dengan menggunakan data inflasi umum dan inflasi tujuh kelompok pengeluaran periode 2001- 2012, menunjukkan bahwa model gabungan antara

Berdasarkan hasil analisis, data inflasi enam kota survei biaya hidup di Jawa Tengah diperoleh kesimpulan model yang sesuai untuk data inflasi enam kota survei biaya hidup

Data sekunder yang digunakan berupa data kunjungan wisatawan Australia ke Bali yang diperoleh dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali, inflasi yang terjadi di

Hasil model prediksi yang paling baik dari percobaan terhadap data inflasi menurut kelompok komoditi dengan menggunakan metode SVR (Support Vector Regression) yaitu model

Dalam penelitian ini akan menggunakan metode Neural Network Backpropagation dan metode Fuzzy Logic Mamdani untuk memprediksi tingkat inflasi bulanan di Indonesia,

Model yang paling sesuai dari inflasi nasional dan tujuh kota di Jawa Timur berdasarkan kriteria RMSE yang terkecil dari model univariat ARIMA, single ANN, ARIMA ensembel,