FORMULA ALTERNATIF DALAM MENINGKATKAN
EFEKTIVITAS PENYALURAN DANA ALOKASI KHUSUS
KELOMPOK PELAYANAN DASAR
INA MARLINA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formula Alternatif
dalam meningkatkan Efektivitas Penyaluran Dana Alokasi Khusus Kelompok
Pelayanan Dasar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Ina Marlina
ABSTRAK
INA MARLINA. Formula Alternatif dalam Meningkatkan Efektivitas Penyaluran
Dana Alokasi Khusus Kelompok Pelayanan Dasar. Dibimbing oleh BAMBANG
JUANDA.
Dana alokasi khusus (DAK) merupakan salah satu instrumen transfer ke
daerah yang dialokasikan untuk membantu mendorong akselerasi pertumbuhan
dan pemerataan pembangunan. Pada pelaksanaannya, penyaluran DAK di
Indonesia belum efektif karena formula saat ini terdapat beberapa masalah salah
satunya tidak menyentuh daerah prioritas. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian
ini adalah menganalisis efektivitas alokasi DAK kedua formula (
existing
dan
alternatif) serta membandingkan korelasinya dengan PDRB per kapita, Indeks
pembangunan Manusia (IPM), dan kemiskinan. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa pengalokasian DAK dengan formula alternatif lebih efektif karena lebih
menyentuh daerah prioritas baik secara teknis maupun kondisi daerah. Hasil
analisis korelasi menunjukkan bahwa formula alternatif memiliki korelasi yang
lebih baik terhadap PDRB per kapita dibandingkan
existing
sedangkan formula
existing
memiliki korelasi yang lebih baik terhadap IPM dan kemiskinan
dibandingkan dengan alternatif.
Kata kunci: Dana Alokasi Khusus, Formula
Existing
dan Alternatif, Korelasi,
Pelayanan Dasar.
ABSTRACT
INA MARLINA. Alternative Formula for Improving Effectivity of Specific Grant
Distribution in Basic Service Field. Supervised by BAMBANG JUANDA
.
Specific Grant (DAK) is one of instrument transfer to region that allocated
to help economic growth acceleration and equalization development. In practice,
the distribution of DAK in Indonesia has not been effective due to the formula
currently formula, there are several issues and one of them does not reachthe
priority areas. Therefore, the purpose of this study is to analyze the allocation
effectiveness of DAK with two formulas (existing and alternative) and comparing
its its correlation with GDP per capita, Human Development Index (HDI), and
poverty. The calculation result shows that the allocation of DAK with altenative
formula is more effective because it is able to reach the priority areas both
technical and local fiscal condition than the existing formula. The result of
correlation analysis shows that alternative formula has a better correlation to GDP
per capita than the existing formula while the existing formula has a better
correlation to HDI and poverty than the alternative formula .
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
FORMULA ALTERNATIF DALAM MENINGKATKAN
EFEKTIVITAS PENYALURAN DANA ALOKASI KHUSUS
KELOMPOK PELAYANAN DASAR
INA MARLINA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJAMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PRAKATA
Alhamdulillah, puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
karena atas segala nikmat dan karunia-Nya skripsi yang merupakan syarat untuk
memperoleh gelar sarjana ekonomi ini berhasil diselesaikan shalawat serta salam
tak lupa penulis haturkan juga kepada Nabi dan Rasul kita Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Judul dari skripsi yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini yaitu
Formula Alternatif dalam Meningkatkan Efektivitas Penyaluran Dana Alokasi
Khusus Kelompok Pelayanan Dasar. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk
menghitung dan menganalisis suatu formula alternatif dalam meningkatkan
efektivitas penyaluran Dana Alokasi Khusus di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr.Ir Bambang Juanda,
M.S. selaku pembimbing, Bapak Prof. Dr.Ir. Sri Hartoyo, M.S. selaku dosen
penguji utama, serta Ibu Heni Hasanah, SE., M.Si. selaku dosen penguji komisi
pendidikan. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang
tua penulis, Bapak Najmudin dan Ibu Ipah, adik-adik tercinta, Iis Sumianti, Andi
Rivandi dan Rahma Nasipah, teman-teman satu bimbingan, Sauqi, Ratih, dan Nia,
teman-teman Ilmu Ekonomi 48 Rahmi, Aulia, Anis Fauziah, Anis Fikriah,
Roziana, Herlin, Hasna, serta saudara-saudara dari PM Al-iffah atas doa dan
motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
DAFTAR SINGKATAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
Otonomi Daerah
5
Desentralisasi Fiskal
5
Dana Alokasi Khusus (DAK)
5
Penelitian Terdahulu
6
METODE
8
Jenis dan Sumber Data
8
Metode Pengolahan dan Analisis Data
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Efektivitas Alokasi DAK Menggunakan Formula Alternatif
13
Hasil Analisis Korelasi DAK
Existing
dan Alternatif terhadap PDRB per
Kapita, IPM, dan Kemiskinan
36
Implikasi Kebijakan dari Hasil Penelitian
41
SIMPULAN DAN SARAN
42
Simpulan
42
Saran
42
DAFTAR PUSTAKA
42
LAMPIRAN
45
DAFTAR TABEL
1
Alokasi DAK sub bidang SD beberapa daerah
3
2
Jenis dan sumber data penelitian
8
3
Penentuan bobot DAK formula alternatif
13
4
Perbandingan jumlah penerima DAK kelompok pelayanan dasar
14
5
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SD
existing
15
6
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SD alternatif
15
7
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK SD
16
8
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMP
existing
16
9
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMP alternatif
17
10
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK
SMP
17
11
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMA
existing
17
12
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMA alternatif
18
13
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK
SMA
18
14
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMK
existing
19
15
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMK alternatif
19
16
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK
SMK
19
17
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang pelayanan dasar
existing
20
18
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang pelayanan dasar
alternatif
20
19
beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK sub
bidang pelayanan dasar
21
20
Sepuluh terbesar daerah penerima DAKsub bidang pelayanan
rujukan
existing
21
21
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang pelayanan
rujukan alternatif
22
22
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAKsub
bidang pelayanan rujukan
22
23
Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang pelayanan rujukan
existing
menurut perhitungan
22
24
Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang pelayanan rujukan
existing
menurut kementerian keuangan
23
25
Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang pelayanan rujukan
alternatif
23
26
Beberapa provinsi yang sebelumnya tidak mendapat alokasi
DAKsub bidang pelayanan rujukan
23
27
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang pelayanan
kefarmasian
existing
24
28
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang pelayanan
kefarmasian alternatif
24
29
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK sub
30
Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang pelayanan
kefarmasian
existing
25
31
Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang pelayanan
kefarmasian alternatif
25
32
Beberapa provinsi yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK
sub bidang pelayanan kefarmasian
26
33
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK bidang infrastruktur irigasi
existing
26
34
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK bidang infrastruktur irigasi
alternatif
27
35
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK
bidang infrastruktur irigasi
27
36
Lima terbesar provinsi penerima DAK bidang infrastruktur irigasi
existing
27
37
Lima terbesar provinsi penerima DAK bidang infrastruktur irigasi
alternatif
28
38
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang air minum
existing
28
39
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang air minum
alternatif
29
40
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK sub
bidang air minum
29
41
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang sanitasi
existing
30
42
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang sanitasi
alternatif
30
43
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK sub
bidang sanitasi
30
44
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang jalan
existing
31
45
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang jalan alternatif
31
46
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK sub
bidang jalan
32
47
Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang jalan
existing
32
48
Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang jalan alternatif
32
49
Beberapa provinsi yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK
sub bidang jalan
33
50
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang transportasi
perdesaan
existing
33
51
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang transportasi
perdesaan alternatif
34
52
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang KTD
existing
34
53
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang KTD alternatif
35
54
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK sub
bidang KTD
35
55
Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang KTD
existing
35
56
Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang KTD alternatif
36
57
Beberapa provinsi yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK
58
Hasil analisis korelasi DAK kabupaten/kota dengan PDRB per
kapita, IPM, dan kemiskinan
37
59
Hasil analisis korelasi DAK provinsi dengan PDRB per kapita, IPM,
dan kemiskinan
38
DAFTAR GAMBAR
1
Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia
1
2
Perkembangan indeks gini Indonesia
1
3
Perkembangan alokasi dana perimbangan dalam APBN
2
4
Kerangka pemikiran penelitian
7
5
Alur penentuan daerah penerima DAK formula alternatif
12
6
Perbandingan total alokasi kelompok pelayanan dasar kab/kota
39
7
Perbandingan total alokasi kelompok pelayanan dasar provinsi
39
8
Perbandingan total alokasi seluruh bidang DAK kab/kota
40
9
Perbandingan total alokasi seluruh bidang DAK provinsi
40
DAFTAR LAMPIRAN
1
Hasil perhitungan alternatif DAK kab/kota kelompok pelayanan
dasar (Rp juta)
45
2
Hasil perhitungan alternatif DAK provinsi kelompok pelayanan
DAFTAR SINGKATAN
AM
: Alokasi Minimal
APBD
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BPS
: Badan Pusat Statistik
DAK
: Dana Alokasi Khusus
DAU
: Dana Alokasi Umum
DBH
: Dana Bagi Hasil
DBH-DR : Dana Bagi Hasil-Dana Reboisasi
DI
: Daerah Istimewa
IFN
: Indeks Fiskal Neto
IFWT
: Indeks Fiskal Wilayah Teknis
IKK
: Indeks Kemahalan Konstruksi
IKW
: Indeks Kewilayahan
IPM
: Indeks Pembangunan Manusia
IT
: Indeks Teknis
K/L
: Kementerian / Lembaga
KAB
: Kabupaten
Kemenkeu : Kementerian Keuangan
KK
: Kriteria Khusus
KKD
: Kemampuan Keuangan Daerah
KT
: Kriteria Teknis
KTD
: Keselamatan Transportasi Darat
KU
: Kriteria Umum
NK RAPBN: Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
PAD
: Pendapatan Asli Daerah
PDRB
: Produk Domestik Regional Bruto
PNSD
: Pegawai Negeri Sipil Daerah
PP
: Peraturan Pemerintah
PU
: Pekerjaan Umum
SPM
: Standar Pelayanan Minimum
TA
: Tahun Anggaran
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Todaro dan Stephen (2006), tujuan utama dari usaha-usaha
pembangunan ekonomi yang selama ini dilakukan oleh pemerintah baik pusat
maupun daerah selain menciptakan pertumbuhan ekonomi yang setinggi mungkin,
juga harus mampu menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan
pendapatan, serta tingkat pengangguran. Ketimpangan pendapatan merupakan
salah satu tolok ukur keberhasilan suatu pembangunan karena bisa menjadi salah
satu indikator pemerataan pembangunan di Indonesia. Oleh karena itu,
pembangunan ekonomi Indonesia jika dilihat dari ke dua indikator tersebut tidak
menunjukkan nilai yang lebih baik, sebaliknya cenderung semakin menurun. Laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia dilihat pada Gambar 1 cenderung semakin
menurun dari tahun ke tahun, dan bahkan sampai tahun 2013 berada di bawah 6%.
Sumber :
World Bank
(2014)
Gambar 1 Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia
Selain pertumbuhan ekonominya, nilai indeks gini Indonesia pada Gambar 2
juga menunjukkan nilai yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal
tersebut mengindikasikan semakin tingginya ketimpangan pendapatan di
Indonesia dan belum tercapainya pemerataan pembangunan di Indonesia.
Sumber : BPS (2014
)
Ketimpangan pendapatan merupakan masalah yang harus segera diatasi
karena akan menjadi kendala dalam akselerasi pembangunan di Indonesia. Oleh
karena itu perlu solusi yang tepat agar peningkatan pertumbuhan di Indonesia
tidak diiringi dengan peningkatan ketimpangan pendapatan. Salah satu upaya
yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi masalah ketimpangan tersebut
adalah dengan mengelurakan kebijakan transfer ke daerah. Kebijakan tersebut
pada tahun 2015 diarahkan diantaranya untuk meningkatkan kapasitas fiskal
daerah, mengurangi ketimpangan sumber pendanaan vertikal dan horizontal,
mengurangi kesenjangan layanan publik antardaerah, dan mendorong
pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur (NK RAPBN 2015).
Kebijakan transfer ke daerah tahun anggaran 2015 adalah Dana Perimbangan
(DAU, DBH, dan DAK), Dana Otonomi Khusus, Dan Keistimewaan DI
Yogyakarta, dan Dana Transfer Lainnya. Dari beberapa jenis instrumen tersebut
dana perimbangan merupakan instrumen yang memiliki porsi terbesar yaitu
sekitar 80.8 % dari total keseluruhan.
Pada pelaksanaannya, kebijakan dari pemerintah pusat kurang efektif
dilaksanakan oleh daerah khususnya di era otonomi daerah seperti saat ini dimana
daerah bebas dalam menentukan alokasi APBDnya sesuai dengan desentralisasi
fiskal. Oleh karena itu, pemerintah pusat tidak berhak mendikte atau mengatur
pola belanja daerah karena sudah jelas kewenangannya berdasarkan PP No. 38
Tahun 2007 tentang pembagian urusan pusat dan daerah. Satu-satunya instrumen
dimana pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk mengatur daerah yaitu
DAK karena sifatnya yang
spesific
yaitu penggunaan dana tersebut sudah jelas
karena sudah ditentukan dan diarahkan oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu.
DAK merupakan satu-satunya instrumen yang dapat digunakan untuk membantu
mewujudkan akselerasi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan di Indonesia.
DAK memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai instrumen untuk
mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketimpangan di
Indonesia. Akselerasi pertumbuhan ekonomi dicapai melalui investasi yaitu
pembangunan yang sifatnya spesifik untuk bidang tertentu yang sesuai dengan
prioritas nasional. Sementara pengurangan ketimpangan dicapai karena DAK
diprioritaskan untuk daerah-daerah miskin yang memiliki kebutuhan yang sangat
tinggi terhadap pembangunan sehingga diharapkan DAK tersebut akan
menghasilkan pemerataan.
Sumber : Kementerian Keuangan (2014)
Gambar 3 menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun alokasi dana
perimbangan baik DBH, DAU, maupun DAK cenderung meningkat. Pada gambar
tersebut dapat dilihat bahwa peningkatan alokasi tertinggi dimiliki oleh DAU,
kemudian DBH, dan terakhir DAK. Jumlah alokasi DAK terhadap total
keseluruhan dana perimbangan relatif kecil sehingga untuk dapat mengatasi
masalah pembangunan Indonesia cenderung kurang efektif. Oleh karena
jumlahnya yang relatif kecil maka pengalokasiannya harus efektif.
Perumusan Masalah
Kebijakan alokasi DAK sudah diterapkan di Indonesia lebih dari satu
dekade namun pemerintah merasa bahwa dalam pelaksanaannya kebijakan
tersebut belum efektif dalam melaksanakan fungsinya yang sesuai dengan UU No.
33 Tahun 2004. Pengalokasian DAK saat ini belum mampu mengatasi masalah
pertumbuhan dan pemerataan pembangunan di Indonesia karena formula yang
digunakan dalam mekanisme pengalokasian DAK saat ini kurang mendukung
terhadap pencapaian prioritas nasional karena tidak menyentuh daerah prioritas
dan tidak mengalokasikan DAK sesuai kebutuhan daerah.
Beberapa daerah yang menjadi daerah prioritas nasional (memiliki indeks
teknis atau kebutuhan yang tinggi) tidak mendapat alokasi DAK karena terhambat
oleh kriteria yang digunakan (kapasitas fiskal tinggi). Misalnya adalah
daerah-daerah prioritas dalam pembangunan irigasi tahun 2015-2019 dalam rangka
membangun swasembada pangan tahun 2017 terdiri dari 11 Provinsi berdasarkan
arahan Kementerian PU dan Kementerian Pertanian. Namun, karena kriteria yang
digunakan saat ini dua provinsi yang menjadi daerah prioritas tersebut tidak
mendapat alokasi DAK di bidang irigasi karena secara fiskal tidak layak yaitu
Jawa Barat dan Kalimantan Timur.
Tabel 1 Alokasi DAK sub bidang SD beberapa daerah
No
Daerah
IFN
IKW
IT
Alokasi DAK
(Rupiah)
1
Kab. Tolikara
Rendah Sekali
2.53
0.06
10,711,090,000
2
Kab. Sumedang
Rendah
2.24
10,698,220,000
3
Kab. Jayawijaya
Rendah
1.33
0.51
10,601,440,000
4
Kab. Maluku Tenggara Barat
Rendah Sekali
2.74
0.94
10,426,000,000
5
Kab. Konawe Kepulauan
Rendah Sekali
0.67
0.36
10,359,370,000
Sumber: Kementerian Keuangan (2014)
Alokasi DAK formula
existing
yang diberikan kepada daerah-daerah
kebutuhannya sangatlah berbeda (IT Kab. Tolikara jauh lebih kecil dibandingkan
dengan Kab. Sumedang).
Oleh karena itu, perlu dilakukan reformulasi terhadap mekanisme
pengalokasian DAK saat ini agar lebih efektif dalam mendorong akselerasi
pertumbuhan dan pemerataan pembangunan Indonesia serta lebih menyentuh
daerah prioritas. Selain faktor-faktor di atas, reformulasi DAK juga merupakan
salah satu arahan Kementerian Keuangan dalam jangka pendek yaitu untuk
menyederhanakan formula alokasi DAK dengan tetap menggunakan kriteria saat
ini. Berdasarkan latar belakang tersebut, perumusan masalah pada penelitian ini
yaitu :
1.
Bagaimana efektivitas pengalokasian DAK menggunakan formula alternatif
serta menghitung korelasinya terhadap PDRB per kapita, IPM, dan kemiskinan
dibandingkan dengan
existing
?
2.
Bagaimana implikasi kebijakan dari hasil penelitian?
Tujuan Penelitian
Adapun beberapa tujuan dari penelitian ini diantaranya yaitu :
1.
Menganalisis efektivitas pengalokasian DAK menggunakan formula alternatif
serta menghitung korelasinya terhadap PDRB per kapita, IPM, dan kemiskinan
dibandingkan dengan
existing
.
2.
Mengkaji implikasi kebijakan dari hasil penelitian.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi penulis, menambah wawasan dan untuk mengaplikasikan ilmu yang
selama ini telah didapatkan.
2.
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan terkait
efektivitas dari formula DAK terhadap pencapaian tujuannya dalam rangka
mendukung prioritas nasional serta dapat dijadikan referensi untuk penelitian
selanjutnya terkait reformulasi DAK.
3.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah
membuat keputusan yang tepat terkait pengalokasian DAK agar lebih efektif
dan efisien.
Ruang Lingkup Penelitian
penentuan daerah penerima DAK karena urutan tersebut lebih sesuai dalam
mendukung pencapaian prioritas nasional karena merupakan formula
output based
(indikator teknis menjadi indikator utama) yang merupakan prioritas K/L. Selain
itu, bidang cakupannya juga dipersempit yaitu yang sesuai dengan rencana kerja
program pemerintah.
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan dalam Nota Keuangan
APBN 2015 bahwa tahun 2015 ini terdapat 14 bidang yang didanai oleh DAK
yang dibagi menjadi dua yaitu kelompok pelayanan dasar dan non-pelayanan
dasar. Pada penelitian ini akan membahas reformulasi DAK bidang pelayanan
dasar sementara bidang lainnya yaitu non-pelayanan dasar dilakukan oleh Muis
(2015).
TINJAUAN PUSTAKA
Otonomi Daerah
Menurut Soesastro
et al
. (2005) pengertian otonomi yang riil dan
seluas-luasnya adalah swasembada yang sebesar-besarnya dan keuangan daerah yang
sebanyak-banyaknya dan merupakan hak daerah yang perlu dituntut dari pusat.
Pengertian otonomi daerah yang dominan baik dalam perundang-undangan yang
berlaku maupun dalam tuntutan-tuntutan daerah adalah pengertian swasembada
untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Maksud dari swasembada tersebut
adalah kebebasan dari setiap daerah otonom untuk mengatur sendiri urusan yang
berkaitan dengan pemerintahan dan masyarakat setempatnya.
Desentralisasi Fiskal
Salah satu konsekuensi dari adanya otonomi daerah dan desentralisasi
tersebut adalah desentralisasi fiskal. Menurut Adisasmita (2011), desentralisasi
fiskal mengandung pengertian bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi
daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, kepala daerah diberikan
kewenangan untuk mendayakan sumber keuangan sendiri dan didukung dengan
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Oleh karena itu, untuk
melengkapi dan menyempurnakan pelaksanaan otonomi daerah maka di bentuklah
UU tentang perimbangan keuangan.
Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK atau
spesific grant
merupakan salah satu bentuk tansfer ke daerah
untuk kegiatan khusus.
Spesific grant
atau
Specific-Purpose Transfers
(SPT)
menurut Shah (2006) terdiri dari dua jenis yaitu
Conditional Transfer
dan
unconditional transfer
. Perbedaan antara ke duanya yaitu Transfer bersyarat
(
Conditional Transfer
) harus menyediakan dana pendamping sementara Transfer
tak bersyarat (
unconditional transfer
) tidak. DAK di Indonesia termasuk ke dalam
33 Tahun 2004 setiap daerah yang menerima DAK wajib menganggarkan dana
pendamping sekurang-kurangnya 10%.
Penelitian Terdahulu
Salah satu penelitian tentang DAK dilakukan oleh Singh dan Thomas
(1998). Mereka mencoba membandingkan efektivitas
matcing grants
dan
block
grants
dalam penyediaan barang-barang publik dengan menggunakan pemodelan
dan analisis kuantitatif.
Matching grants
(DAK yang mensyaratkan dana
pendamping) merupakan input dalam memproduksi barang-barang publik atau
dapat juga dikatakan sebagai subsidi input. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan
matching grants
lebih baik dari pada
block
grants
karena mampu mengkoreksi distorsi output secara langsung. Selain itu,
matching grants
juga lebih dipilih karena jumlahnya yang relatif lebih sedikit.
Matching grants
jumlahnya juga bisa lebih besar jika pemerintah pusat memiliki
preferensi yang kuat
agar barang tersebut tersedia sehingga harus dibantu.
Qibthiyyah
et al
. (2013) dalam penelitiannya terkait kondisi dan strategi
pengelolaan DAK ke depan menyampaikan bahwa berdasarkan hasil kuesioner,
deskripsi data sekunder, serta studi literatur mengenai penerapan kebijakan DAK,
beberapa masalah dalam pengalokasian DAK baik menurut persepsi pemerintah
daerah maupun pemerintah pusat relatif sama. Permasalahan tersebut yaitu belum
jelasnya tujuan alokasi DAK dalam mendukung prioritas nasional. Selain itu, dari
aspek efisiensi terdapat pola yang berbeda antar bidang dan antar wilayah,
termasuk tingkat kepentingan alokasi DAK terhadap pengeluaran pemerintah
daerah di bidang terkait sehingga penyerapan DAK relatif masih rendah.
Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
34 Provinsi dan 505 Kota dan Kabupaten di Indonesia. Hampir semua jenis data
yang digunakan merupakan data pada tahun 2013 kecuali data IKK (2014) pagu
dan alokasi minimal DAK tahun 2015. Adapun jenis dan sumber data yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan sumber data penelitian
Definisi Operasional dari masing-masing variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1)
Kriteria umum atau kriteria fiskal merupakan kemampuan keuangan daerah
(KKD) yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi belanja
Pegawai Negeri Sipil Daerah.
KKD = Penerimaan Umum APBD
–
Belanja PNSD
Penerimaan Umum APBD = PAD + DAU + (DBH - DBHDR)
2)
Indeks Fiskal Netto (IFN), adalah indeks dari kemampuan keuangan daerah
KKD, yaitu KKD suatu Daerah dibandingkan dengan rata-rata KKD Nasional.
3)
Kriteria Khusus, adalah kriteria kewilayahan yang dirumuskan berdasarkan
Peraturan perundang-undangan otonomi khusus Papua dan Papua Barat, serta
karakteristik daerah yang memperhitungkan Daerah Tertinggal, Daerah
Perbatasan, dan Daerah Pesisir atau kepulauan.
4)
Indeks Daerah Tertinggal (IDT), adalah indeks ketertinggalan suatu daerah
dalam kelompok daerah tertinggal, yang dihitung dengan cara membandingkan
nilai ketertinggalan suatu daerah dengan rata-rata nilai ketertinggalan
kelompok daerah tertentu.
5)
Indeks Daerah Perbatasan (IDP), adalalah indeks perbatasan suatu daerah
dalam
kelompok
daerah
perbatasan,
yang
dihitung
dengan
cara
membandingkan nilai perbatasan suatu daerah dengan rata-rata nilai perbatasan
kelompok daerah perbatasan.
Jenis Data
Sumber Data
Pendapatan Asli Daerah
Kementerian Keuangan
Dana Alokasi Umum
Kementerian Keuangan
Dana Bagi Hasil SDA
Kementerian Keuangan
DBH Pajak
Kementerian Keuangan
Belanja PNS Daerah
Kementerian Keuangan
Indeks Daerah Tertinggal
Kementerian Keuangan
Indeks Daerah Perbatasan
Kementerian Keuangan
Indeks Pesisir Kepulauan
Kementerian Keuangan
Indeks Teknis Per Bidang
Kementerian Keuangan
Indeks Kemahalan Konstruksi
Kementerian Keuangan
Pagu dan Alokasi Minimal DAK
Kementerian Keuangan
PDRB Per Kapita
BPS
Indeks Pembangunan Manusia
BPS
6)
Indeks Daerah Pesisir Kepulauan (IDPK), adalah indeks pesisir kepualauan
suatu daerah dalam kelompok Daerah Pesisir Kepulauan, yang dihitung dengan
cara membandingkan nilai pesisir kepulauan suatu daerah dengan rata-rata nilai
pesisir kepulauan kelompok Daerah Pesisir Kepulauan.
7)
Indeks Kewilayahan (IKW), adalah gabungan secara komposit dari IDT, IDP,
dan IDPK suatu daerah, yang dihitung dengan cara membandingkan indeks
wilayah gabungan suatu daerah dengan rata-rata indeks wilayah gabungan dari
kelompok Daerah Tertinggal. Daerah Perbatasan, dan Daerah Pesisir
Kepulauan.
8)
Kriteria Teknis, adalah kriteria kondisi sarana dan prasarana masing-masing
bidang DAK yang disusun dari indikator teknis yang ditetapkan oleh
masing-masing K/L penanggungjawab bidang atau sub bidang DAK.
9)
Indikator Teknis, adalah data, nilai, kondisi dan/atau keadaan tertenu yang
menggambarkan kondisi sarana dan prasarana layanan publik di daerah, yang
ditetapkan oleh masing-masing K/L, untuk diperhitungkan dengan bobot/porsi
tertentu guna membentuk Indeks Teknis.
10)
Indeks Teknis (IT), adalah indeks kondisi sarana dan prasarana bidang DAK
tertentu suatu daerah yag menggambarkan tingkat kebutuhan pembangunan
dan/atau perbaikan sarana prasarana secara relatif dibandingkan dengan
daerah-daerah yang lainnya. Indeks Teknis suatu daerah dihitung dengan cara
membandingkan indikator teknis gabungan suatu daerah dengan rata-rata
indikator teknis gabungan seluruh daerah.
11)
Indeks
Kemahalan
Konstruksi
(IKK),
merupakan
variabel
yang
mencerminkan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat
kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar daerah.
12)
Bobot DAK per Daerah per Bidang (BD), dihitung berdasarkan maksimum IT
dikalikan dengan IKK sesuai dengan kondisi kelayakan dan KKD
masing-masing daerah.
13)
Alokasi DAK per Daerah per Bidang (ADB), adalah hasil perhitungan porsi
BD suatu daerah dengan pagu bidang DAK. Porsi BD suatu daerah adalah
perbandingan antara BD suatu daerah dengan jumlah total BD.
ADB
i
= AM + (
x ( Pagu bidang
–
(N x AM))]
...(i)
N = Jumlah daerah yang mendapat alokasi DAK bidang tertentu
14)
Pagu Bidang DAK, adalah nilai pagu suatu bidang atau sub bidang DAK.
15)
Alokasi Minimal (AM), adalah jumlah aloaksi minimal yang akan
dialokasikan kepada daerah penerima DAK bidang tertentu. AM dimaksud
diambil dari pagu bidang atau sub bidang yang bersangkutan.
16)
Alokasi DAK per Daerah (AD), adalah jumlah alokasi DAK suatu daerah
untuk seluruh bidang.
Penelitian ini akan membahas alokasi DAK bidang pelayanan dasar yang
terdiri dari enam bidang yaitu pendidikan, kesehatan, infrastruktur irigasi,
infrastruktur sanitasi dan air minum, transportasi, dan energi perdesaan. Berikut
merupakan arahan kebijakan dan capaian prioritas nasional dari bidang-bidang
DAK tersebut sesuai dengan Nota Keuangan RAPBN 2015, yaitu:
a)
Bidang Pendidikan
SPM. DAK bidang pendidikan memiliki empat ruang lingkup yaitu SD, SMP,
SMA, dan SMK. Secara umum, alokasi penggunaan DAK bidang ini yaitu untuk
perbaikan sarana dan prasaran fisik seperti rehabilitasi ruang belajar, penyediaan
peralatan pendidikan, dan lain-lain.
b)
Bidang Kesehatan
DAK bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan, dan pelayanan
kefarmasian melalui peningkatan sarana dan prasarana, peralatan, serta
jaringannya. DAK bidang kesehatan terdiri dari tiga ruang lingkup yaitu
pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan, dan kefarmasian.
c)
Bidang Infrastruktur Irigasi
DAK bidang Infrastruktur Irigasi diarahkkan untuk mendukung prioritas
nasional yang terkait dengan ketahanan pangan melalui peningkatan keandalan
pelayanan irigasi. Fokus DAK bidang Irigasi tahun 2015 yaitu: (1)
peningkatan/pembangunan jaringan irigasi dan/atau irigasi rawa kewenangan
Pemerintah Daerah; dan (2) rehabilitasi jaringan irigasi dan/atau irigasi rawa
kewenangan Pemerintah Daerah. Sementara itu untuk biaya operasional dan
pemeliharaan jaringan irigasi/rawa disediakan oleh masing-masing daerah
penerima DAK melalui APBD.
d)
Bidang Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi
1.
Sub Bidang Infrastruktur Air Minum
DAK sub bidang ini diarahkan untuk meningkatkan cakupan air minum
layak dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan dan memenuhi layanan
dasar masyarakat.
2.
Sub Bidang Infrastruktur Sanitasi
DAK sub bidang sanitasi diarahkan untuk meningkatkan cakupan layanan
sanitasi terutama untuk sarana pengelolaan air limbah yang berupa sarana
komunal berbasis masyarakat atau penambahan sambungan rumah terhadap
sistem terpusat untuk kabupaten/kota yang sudah memiliki sistem terpusat skala
kota maupun skala kawasan.
e)
DAK Bidang Transportasi
DAK bidang transportasi dialokasikan untuk mendukung pembangunan
daerah dalam rangka mendanai kegiatan transportasi yang mendukung
aksesibilitas dan pengembangan angkutan wilayah, meningkatkan kualitas
pelayanan transportasi, mendukung peningkatan aksesibilitas, membuka
keterisolasian, dan menyediakan jaringan distribusi barang dan jasa yang
menghubungkan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan dengan pusat-pusat
pertumbuhan, serta menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana
transportasi. DAK bidang transportasi terdiri dari tiga ruang lingkup yaitu
pembangunan jalan, keselamatan transportasi darat, dan transportasi perdesaan.
f)
DAK Bidang Energi Perdesaan
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua
tahapan yaitu penghitungan alokasi DAK TA. 2015 dengan formula
existing
dan
alternatif dan menghitung nilai koefisien korelasi
pearson
untuk melihat
perbedaan pengaruh ke dua formula terhadap PDRB per kapita, IPM, dan
kemiskinan.
Alokasi DAK dengan Formula Alternatif
Perbedaan diantara formula
existing
dan alternatif terdapat pada urutan
kriteria dalam penentuan alokasi DAK. Pada formula
existing
menggunakan
urutan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis, sedangkan pada formula
alternatif menggunakan urutan kriteria teknis, khusus, dan yang terakhir kriteria
umum. Penghitungan alokasi DAK tersebut menggunakan Microsfot Excel 2010.
Selanjutnya, hasil perhitungan DAK formula alternatif tersebut dianalisis dan
dibandingkan dengan hasil DAK
existing
.
Dalam struktur APBN, DAK dibagi menjadi dua bagian yaitu DAK
reguler dan DAK tambahan yang masing-masing memiliki pagu tersendiri dan
prioritas yang berbeda. DAK reguler dialokasikan kepada semua daerah yang
memiliki indeks atau kebutuhan teknis sementara DAK tambahan diberikan
khusus kepada daerah tertinggal dan perbatasan. Oleh karena itu, formula
alternatif yang dimaksud dalam penelitian ini hanya digunakan untuk menghitung
alokasi DAK reguler. Adapun alokasi DAK tambahan formula alokasinya sama
dengan
existing
yaitu diprioritaskan khusus untuk daerah-daerah tertinggal dan
perbatasan.
o
Penentuan Daerah Penerima
Berikut merupakan kriteria kondisi daerah yang layak menerima DAK
berdasarkan formula alternatif, yaitu:
Daerah yang memiliki IT sedang atau tinggi
layak menerima DAK apapun
kondisi wilayahnya kecuali daerah yang memiliki IFN yang tinggi. Daerah
dengan IFN yang tinggi dipastikan tidak akan mendapat alokasi DAK karena
sudah termasuk ke dalam kelompok daerah yang kaya.
1)
IT Rendah
IT
≤ α
2)
IT Sedang
α < IT ≤ β
3)
IT Tinggi
IT > β
Keterangan:
α = Nilai kuartil 1dari
IT seluruh daerah
β = Nilai kuartil 3 dari
IT seluruh daerah
Daerah yang secara teknis tidak layak menjadi layak jika indeks
kewilayahannya tinggi yaitu IKW>1, kecuali daerah yang memiliki IFN tinggi.
Daerah dengan IT rendah dan kondisi wilayah rendah layak menerima DAK
jika memiliki IFN rendah sekali.
1)
IFN Rendah Sekali
IFN ≤ 1
2)
IFN Rendah
1 < IFN ≤ α
1
3)
IFN Sedang
α
1
< IFN ≤ α
2
Keterangan:
α
2
= Median dari dua data, yaitu 1 dan IFN tertinggi
α
1
= Median dari dua data, yaitu1 dan
α
2
Beberapa kondisi daerah yang tidak layak menerima DAK berdasarkan
formula alternatif yaitu:
Daerah dengan IT < 0
Daerah dengan IT sedang atau tinggi dan kondisi IFN tinggi.
Daerah dengan IT rendah, IKW layak, dan IFN tinggi.
Daerah dengan IT rendah, IKW tidak layak, dan IFN tinggi.
Gambar 5 menjelaskan tahapan pengalokasian DAK dalam formula
alternatif. Gambar tersebut merangkum penentuan daerah penerima DAK untuk
formula alternatif dalam jangka pendek.
Sumber : Kemenkeu (2014)
Gambar 5 Alur penentuan daerah penerima DAK formula alternatif
o
Penentuan Besaran Alokasi
Penghitungan besaran alokasi DAK formula alternatif sama dengan
[image:30.595.94.467.216.743.2]telah dihitung berdasarkan rumus pada Tabel 3 selanjutnya dikalikan dengan pagu
masing-masing bidang untuk menghasilkan jumlah alokasi DAK bagi suatu
daerah. Jumlah total alokasi DAK bagi suatu daerah merupakan penjumlahan dari
DAK per bidang yang diperoleh daerah tersebut.
Tabel 3 Penentuan bobot DAK formula alternatif
Kriteria Kelayakan/KKD
Rendah Sekali
Rendah
Sedang
Fiskal & Otsus
=100%ITxIKK
=80%ITxIKK
=60%ITxIKK
Kewilayahan
=100%ITxIKK
=60%ITxIKK
=40%ITxIKK
Teknis
=100%ITxIKK
=40%ITxIKK
=20%ITxIKK
Sumber : Kementerian Keuangan (2014)
Analisis Korelasi Pearson
Analisis hubungan alokasi DAK dengan PDRB per kapita, IPM< dan
kemiskinan dilakukan
dengan menghitung koefisien korelasi
pearson
menggunakan SPSS 20. Untuk menguji signifikansi koefisien korelasi tersebut,
disusun suatu hipotesis sebagai berikut :
H
0
:
= 0 (tidak ada korelasi antara DAK dengan PDRB Per
Kapita/IPM/Kemiskinan)
H
1
:
≠ 0 (terdapat korelasi antara DAK dengan PDRB Per
Kapita/IPM/Kemiskinan)
Menurut Juanda (2009), dalam menentukan signifikasi koefisien
korelasi tersebut secara statistik dilakukan dengan membandingkan statistik
normal bakunya (Z) dengan Z
tabel
.
Statistik Normal Baku (Z) =
√
, dengan kriteria :
Terima H
0
Jika
| |
<
, artinya secara statistik belum dapat dibuktikan bahwa
ada korelasi antara DAK dan PDRB Per kapita/IPM/Kemiskinan.
Tolak H
0
Jika
| |
>
, artinya secara statistik telah dibuktikan bahwa ada
korelasi antara DAK dengan PDRB Per kapita/IPM/Kemiskinan.
Selain dengan statistik normal baku, signifikansi korelasi juga dapat
dilihat dengan membandingkan probabilitasnya dengan nilai taraf nyata. Tolak H
0
Jika probabilitas < taraf naytaa, artinya secara statistik telah dibuktikan bahwa ada
korelasi antara DAK dengan PDRB per kapita/IPM/kemiskinan) dan sebaliknya
Terima H
0
jika probabilitas > taraf nayta, artinya secara statistik belum dapat
dibuktikan
bahwa
ada
korelasi
antara
DAK
dan
PDRB
per
kapita/IPM/kemiskinan).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efektivitas Alokasi DAK Menggunakan Formula Alternatif
Formula
existing
yang saat ini digunakan dalam menentukan alokasi DAK
alternatif yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengubah urutan
penentuan daerah penerima dimana kriteria teknis merupakan indikator utama dan
penentuan besaran alokasi DAK tidak berdasarkan indeks komposit IFWT tapi
maksimum IT dikalikan IKK dan Pagu.
Tabel 4 Perbandingan jumlah penerima DAK kelompok pelayanan dasar
Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
*Total daerah penerima DAK 14 bidang
Tabel 4 menunjukkan perbandingan jumlah daerah penerima DAK
formula alternatif dan formula
existing
. Berdasarkan tabel tersebut, jumlah daerah
penerima DAK alternatif dibandingkan
existing
mengalami peningkatan yang
sangat signifikan. Hal tersebut karena daerah yang pada formula
existing
tidak
mendapat DAK menjadi layak karena IT-nya memenuhi meskipun secara fiskal
dan kewilayahan seharusnya tidak layak. Formula alternatif mengalokasikan DAK
dengan jumlah daerah yang yang lebih banyak karena IT merupakan indikator
utama penentuan alokasi DAK ke daerah. Meskipun secara jumlah daerah lebih
banyak, formula alternatif akan menghasilkan alokasi DAK yang lebih efektif
karena disesuaikan dengan kebutuhan teknis dan KKD masing-masing Daerah.
Secara total keseluruhan daerah, dari 505 Kab/Kota sebanyak 500 daerah
dinyatakan layak mendapatkan alokasi DAK dan 5 daerah yang tidak
mendapatkan DAK merupakan 25% daerah yang memiliki KKD tertinggi yaitu
Kota Medan, Kab. Bengkalis, Kab. Musi Banyuasin, Kota Surabaya, dan Kab.
Kutai Kartanegara. Jumlah penerima DAK untuk provinsi baik
existing
maupun
alternatif memiliki jumlah daerah yang sama yaitu 33 provinsi, satu daerah yang
tidak mendapatkan alokasi adalah Provinsi Jakarta karena KKD nya yang tinggi.
N
o
Bidang/ Sub
Bidang
Jumlah Daerah
Jumlah Total Daerah Penerima
Kab/Kota
Prov.
Kab/Kota
Provinsi
Existing
Alternatif
Existing
Alternatif
1 Pendidikan
SD
505
428
480
SMP
505
436
482
SMA
505
440
494
SMK
502
438
491
2 Kesehatan
Pel. Dasar
490
400
451
Pel. Rujukan
438
34
349
399
25
29
Kefarmasian
496
34
424
476
23
26
3 Irigasi
428
34
376
411
29
30
4 Air Minum
505
445
495
Sanitasi
505
412
487
5 Transportasi
Jalan
505
34
427
488
28
32
Transportasi
Perdesaan
100
92
92
KTD
505
34
422
469
28
32
6 Energi
Perdesaan
134
120
127
No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK (Rp Juta)
1
Kab. Bandung
Rendah
*
6.87
32,078.43
2
Kab. Ciamis
Rendah Sekali
0.55
6.81
28,854.75
3
Kab. Garut
Rendah
0.84
6.49
24,673.05
4
Kab. Wonogiri
Rendah Sekali
0.18
6.51
24,114.77
5
Kab. Sukabumi
Rendah
1.09
5.77
23,430.56
6
Kab. Malang
Rendah
0.91
4.74
21,227.07
7
Kab. Tangerang
Sedang
0.61
4.94
20,853.18
8
Kab. Mamasa
Rendah Sekali
0.39
3.85
20,632.29
9
Kab. Bandung Barat
Rendah
*
4.97
20,224.65
10
Kab. Cianjur
Rendah
0.36
5.84
19,979.08
Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
* tidak memiliki IKW
No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK (Rp Juta)
1
Kab. Ciamis
Rendah Sekali
0.54
6.80
38,828.25
2
Kab. Wonogiri
Rendah Sekali
0.18
6.51
32,582.99
3
Kab. Mamasa
Rendah Sekali
0.38
3.85
26,778.14
4
Kab. Blora
Rendah Sekali
*
4.66
25,453.91
5
Kab. Tanggamus
Rendah Sekali
1.03
3.96
23,860.59
6
Kab. Batang
Rendah Sekali
0.36
4.31
21,353.38
7
Kab. Konawe
Rendah Sekali
0.94
3.23
20,657.42
8
Kab. Banggai
Rendah Sekali
1.40
3.38
20,227.94
9
Kab. Wonosobo
Rendah Sekali
*
3.61
20,177.85
10
Kab. Padang Pariaman
Rendah Sekali
0.78
3.11
19,936.79
Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
* tidak memiliki IKW
1.
Pendidikan
a)
SD
Jumlah daerah penerima DAK sub bidang pendidikan SD dengan formula
alternatif meningkat dari 428 menjadi 480 daerah. Hasil perhitungan alokasi DAK
sub bidang pendidikan SD dengan formula
existing
pada Tabel 5 menunjukkan
[image:33.595.115.514.239.400.2]bahwa berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat sepuluh daerah yang mendapat
alokasi terbesar memiliki indeks teknis (IT) yang tinggi namun secara keuangan,
sebagian besar daerah-daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan daerah
(KKD) yang rendah dan satu daerah dengan KKD sedang yaitu Kab. Tangerang.
Tabel 5 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SD
existing
Hasil perhitungan alokasi DAK sub bidang pendidikan SD dengan formula
alternatif pada Tabel 6 menunjukkan bahwa sepuluh daerah yang mendapat
alokasi terbesar merupakan daerah-daerah prioritas baik secara teknis maupun
kondisi daerahnya. Meskipun secara IT tidak setinggi
existing
akan tetapi jika
dilihat dari keuangannya merupakan daerah dengan KKD yang rendah sekali.
Oleh karena itu, formula alternatif lebih baik karena lebih menyentuh daerah
prioritas.
[image:33.595.106.514.550.706.2]No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK (Rp Juta)
1
Kab. Bekasi
Sedang
0.30
1.55
4,785.47
2
Kota Bekasi
Sedang
*
1.26
4,394.09
3
Kota Bandung
Sedang
*
1.16
4,157.13
Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
* tidak memiliki IKW
No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK (Rp Juta)
1
Kab. Bogor
Sedang
*
8.30
23,972.40
2
Kab. Bekasi
Sedang
0.30
5.15
16,201.61
3
Kab. Bandung
Rendah
*
4.70
15,605.32
4
Kab. Tangerang
Sedang
0.61
4.78
13,857.90
5
Kab. Malang
Rendah
0.91
4.44
13,720.40
6
Kab. Garut
Rendah
0.84
5.05
13,669.27
7
Kota Makassar
Rendah
0.55
4.29
12,786.04
8
Kab. Tasikmalaya Rendah
0.43
4.28
12,631.70
9
Kota Bekasi
Sedang
*
3.86
12,323.83
10
Kota Bandung
Sedang
*
3.92
11,526.65
Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
* tidak memiliki IKW
Tabel 7 menunjukkan beberapa daerah yang pada
existing
tidak mendapat
[image:34.595.83.479.130.513.2]alokasi karena terkendala kondisi fiskal maupun tidak memiliki karakteristik
wilayah akan tetapi pada alternatif layak karena secara teknis termasuk yang
berkebutuhan tinggi.
Tabel 7 Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK SD
b)
SMP
Alokasi DAK sub bidang SMP dengan formula alternatif juga menghasilkan
alokasi DAK yang efektif. Pada
existing
, ke-sepuluh daerah yang mendapatkan
[image:34.595.86.464.348.507.2]alokasi DAK terbesar pada Tabel 8 memiliki IT relatif lebih tingi dibandingkan
dengan alternatif, akan tetapi memiliki KKD yang termasuk rendah dan sedang.
Tabel 8 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMP
existing
Hasil alokasi alternatif sub bidang SMP pada Tabel 9 menunjukkan bahwa
secara teknis, daerah-daerah yang mendapat alokasi DAK terbesar memili IT yang
termsuk juga tinggi meskipun tidak setinggi apda
existing
serta KKD yang rendah
sekali dibandingkan dengan hasil
existing
. Pada
existing
, daerah terbesarnya Kab.
Bogor memiliki IT 8.30 dan KKD yang sedang sedangkan pada alternatif adalah
Kab. Bangkalan memiliki IT 3.48 dan KKD yang rendah sekali. Terdapat satu
daerah pada alternatif yang memiliki KKD yang rendah yaitu Kab. Bandung yang
juga merupakan daerah penerima ke-tiga terbesar pada
existing
. Kabupaten
No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK (Rp Juta)
1
Kab. Bangkalan
Rendah Sekali
1.20
3.48
14,490.16
2
Kab. Sampang
Rendah Sekali
1.42
3.08
13,133.69
3
Kab. Lombok Timur
Rendah Sekali
1.71
3.11
12,941.78
4
Kab. Pamekasan
Rendah Sekali
0.92
2.84
12,926.28
5
Kab. Nias Selatan
Rendah Sekali
1.88
2.46
12,032.09
6
Kab. Gowa
Rendah Sekali
*
2.56
11,264.05
7
Kab. Maluku Tengah
Rendah Sekali
1.82
2.10
10,796.40
8
Kab. Bandung
Rendah
*
4.70
10,076.86
9
Kab. Melawi
Rendah Sekali
0.57
1.19
9,665.82
10
Kab. Pandeglang
Rendah Sekali
1.54
2.25
9,623.83
Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
* tidak memiliki IKW
No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK (Rp Juta)
1
Kab. Kampar
Rendah
*
1.47
4,622.08
2
Kab. Lahat
Rendah
0.26
1.36
4,434.98
3
Kota Tangerang Selatan
Rendah
*
1.75
5,057.49
4
Kab. Mojokerto
Rendah
*
1.36
4,295.77
Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
* tidak memiliki IKW
No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK ( Rp Juta)
1
Kab. Bogor
Sedang
*
4.49
10,396.89
2
Kab. Banyuasin
Rendah
1.21
3.87
9,796.39
3
Kab. Bandung
Rendah
*
3.85
9,681.21
4
Kab. Kubu Raya
Rendah Sekali
0.91
2.74
8,877.09
5
Kab. Sampang
Rendah Sekali
1.42
3.69
8,648.49
6
Kab. Tangerang
Sedang
0.61
3.87
8,465.62
7
Kab. Tolikara
Rendah Sekali
2.53
0.52
8,455.44
8
Kota Tangerang Selatan
Rendah
*
3.53
8,258.50
9
Kab. Deli Serdang
Rendah
0.54
3.38
8,250.72
10
Kab. Puncak
Rendah
1.70
0.44
7,941.46
[image:35.595.104.511.105.258.2]Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
*tidak memiliki IKW
Tabel 9 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMP alternatif
Tabel 10 menunjukkan beberapa daerah yang pada
existing
tidak mendapat
alokasi karena terkendala kondisi fiskal akan tetapi secara teknis termasuk
prioritas (IT sedang atau tinggi).
Tabel 10 Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK SMP
c)
SMA
Hasil alokasi DAK sub bidang SMA formula
existing
pada Tabel 11
[image:35.595.95.533.562.718.2]menghasilkan alokasi yang kurang efektif karena meskipun secara teknis tinggi
daerah-daerah yang mendapat alokasi terbesar tersebut termasuk daerah dengan
KKD yang sedang seperti Kab. Bogor dan Kab. Tangerang.
No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK (Rp Juta)
1
Kab. Kubu Raya
Rendah Sekali
0.91
2.74
11,766.57
2
Kab. Sampang
Rendah Sekali
1.42
3.69
11,471.67
3
Kab. Lampung Selatan
Rendah Sekali
1.03
3.15
9,852.93
4
Kab. Bangkalan
Rendah Sekali
1.20
2.98
9,427.12
5
Kab. Asahan
Rendah Sekali
0.54
2.58
8,700.73
6
Kab. Simalungun
Rendah Sekali
*
2.81
8,634.23
7
Kab. Kupang
Rendah Sekali
2.58
2.81
8,377.99
8
Kab. Serdang Bedagai
Rendah Sekali
1.26
2.48
8,326.28
9
Kab. Lombok Timur
Rendah Sekali
1.70
2.49
7,846.78
10
Kab. Lampung Utara
Rendah Sekali
0.42
2.52
7,791.47
Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
*tidak memiliki IKW
No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK (Rp Juta)
1
Kab. Rokan Hulu
Rendah
*
1.45
2,713.10
2
Kab. Tanjung Jabung Barat
Rendah
0.18
1.50
3,112.95
3
Kab. Muara Enim
Rendah
*
1.58
2,879.59
Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
*tidak memiliki IKW
Ke-sepuluh daerah yang mendapat alokasi DAK SMA terbesar formula
alternatif secara teknis memiliki IT yang relatif cukup tinggi yaitu antara
2.48-3.69 dan KKD yang rendah sekali sedangkan dapat dilihat bahwa pada
existing
memiliki IT antara 0.44-4.49. Meskipun pada
existing
lebih tinggi, Kab. Tolikara
[image:36.595.91.478.210.378.2]dan Kab. Puncak memiliki IT dengan perbedaannya cukup tinggi dibandingkan
delapan daerah lainnya. Hasil alokasi DAK alternatif sub bidang SMK dapat
dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMA alternatif
Beberapa daerah yang secara teknis layak namun pada
existing
tidak
mendapat alokasi karena terkendala fiskal atau juga tidak memiliki indeks
kewilayahan menjadi layak pada alternatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa
dalam jangka pendek penggunaan formula alternatif lebih menyentuh daerah
prioritas dibandingkan dengan
exsiting
. Daerah-daerah tersebut ditunjukan oleh
Tabel 13.
Tabel 13 Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK SMA
d)
SMK
Tabel 14 menunjukkan bahwa ke-sepuluh daerah terbesar yang menerima
alokasi DAK SMK pada
existing
merupakan daerah yang secara teknis tinggi
No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK (Rp Juta)
1
Kab. Rokan Hulu
Rendah
*
1.51
4,494.75
2
Kab. Sleman
Rendah
*
1.55
3,977.71
3
Kota Samarinda
Rendah
*
1.67
4,837.78
[image:37.595.104.489.104.257.2]Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
*tidak memiliki IKW
Tabel 14 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMK
existing
[image:37.595.90.513.401.556.2]Sementara itu, pengalokasian DAK dengan formula alternatif pada Tabel 15
menunjukkan bahwa DAK teralokasikan ke daerah-daerah yang secara teknis
tinggi akan tetapi tetap memprioritaskan daerah-daerah yang secara KKD rendah
sekali seperti misalnya Kab. Deli Serdang yang secara IT tertinggi akan tetapi
memiliki KKD rendah sehingga tetap memprioritaskan daerah dengan KKD
rendah sekali seperti Kab. Pandeglang.
Tabel 15 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMK alternatif
Berdasarkan Tabel 16, Kab. Rokan Hulu, Kab. Sleman, dan Kota Samarinda
tidak mendapat alokasi DAK SMK pada
existing,
akan tetapi secara teknis
termasuk tinggi. Oleh karena itu, formula alternatif juga lebih efektif dalam
mengalokasikan DAK sub bidang SMK ke daerah yang menjadi prioritas.
Tabel 16 Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK SMK
No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK (Rp Juta)
1
Kab. Bekasi
Sedang
0.30
6.40
22,533.46
2
Kab. Bogor
Sedang
*
6.44
22,104.39
3
Kab. Deli Serdang
Rendah
0.54
6.10
21,267.19
4
Kab. Brebes
Rendah
0.48
5.99
18,683.32
5
Kab. Sumedang
Rendah
*
6.11
18,136.49
6
Kab. Sukabumi
Rendah
1.08
5.67
17,821.56
7
Kab. Bandung
Rendah
*
4.73
17,820.08
8
Kab. Garut
Rendah
0.84
5.86
17,452.73
9
Kab. Subang
Rendah
0.36
5.31
17,117.07
10
Kab. Serang
Rendah
0.72
5.28
16,621.99
Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
*tidak memiliki IKW
No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK (Rp Juta)
1
Kab. Pandeglang
Rendah Sekali
1.54
5.04
23,464.64
2
Kab. Sambas
Rendah Sekali
2.18
3.30
17,663.07
3
Kab. Kubu Raya
Rendah Sekali
0.91
2.26
16,375.51
4
Kab. Lombok Timur
Rendah Sekali
1.70
3.16
16,059.23
5
Kab. Pekalongan
Rendah Sekali
0.24
3.12
15,477.91
6
Kab. Lampung Selatan
Rendah Sekali
1.03
2.94
15,336.80
7
Kab. Ciamis
Rendah Sekali
0.54
2.79
14,976.94
8
Kab. Demak
Rendah Sekali
0.42
2.78
14,222.54
9
Kab. Nias Selatan
Rendah Sekali
1.87
2.36
14,094.04
10
Kab. Deli Serdang
Rendah
0.54
6.10
14,035.54
No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK (Rp Juta)
1
Kab. Pegunungan Bintang
Rendah
2.72
1.61
17,970.67
2
Kab. Puncak
Rendah
1.70
1.29
16,770.67
3
Kab. Puncak Jaya
Rendah
1.44
1.12
13,437.71
4
Kab. Tolikara
Rendah Sekali
2.53
1.01
12,916.93
5
Kab. Intan Jaya
Rendah
1.72
0.87
11,905.67
6
Kab. Merauke
Rendah
2.48
1.55
11,210.59
7
Kab. Yalimo
Rendah Sekali
1.63
0.89
11,045.73
8
Kab. Nduga
Rendah Sekali
1.78
0.94
9,768.64
9
Kab. Mamberamo Tengah
Rendah
1.62
0.71
9,646.72
10
Kab. Asmat
Rendah
2.46
1.36
9,464.50
Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK (Rp Juta)
1
Kab. Tolikara
Rendah Sekali
2.53
1.01
11,949.95
2
Kab. Yalimo
Rendah Sekali
1.63
0.89
10,768.49
3
Kab. Nduga
Rendah Sekali
1.78
0.94
9,441.91
4
Kab. Maybrat
Rendah Sekali
0.98
1.51
8,523.71
5
Kab. Nabire
Rendah Sekali
2.04
1.53
8,002.47
6
Kab. Pegunungan Bintang
Rendah
2.72
1.61
7,922.37
7
Kab. Puncak
Rendah
1.70
1.29
7,617.93
8
Kab. Pegunungan Arfak
Rendah Sekali
*
1.18
7,529.24
9
Kab. Paniai
Rendah Sekali
1.28
1.07
7,402.76
10
Kab. Tulungagung
Rendah Sekali
0.42
2.41
7,358.41
Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
*tidak memiliki IKW
2.
Kesehatan
a)
Pelayanan Dasar
Tabel 17 menunjukkan bahwa sepuluh daerah yang menerima alokasi DAK
sub bidang pelayanan dasar terbesar pada
existing
memiliki IT yang cukup tinggi
namun dengan KKD yang sebagin besar rendah. Sementara itu, dilihat secara
teknisnya pada
existing
memiliki IT antara 0.71-1.61.
Tabel 17 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang pelayanan dasar
existing
Formula alternatif menghasilkan alokasi DAK terbesar seperti yang
ditunjukan pada Tabel 18, sebagian besar ke daerah-daerah dengan KKD yang
rendah sekali dan juga IT yang tidak jauh berbeda dengan
existing
. Formula
alternatif lebih baik karena jika dilihat dari sepuluh besar tersebut, daerah yang
memiliki IT terkecil adalah 0.89 yaitu Kab. Nyalimo, yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Kab. Mamberamo Tengah pada
existing.
Dua daerah yang
termasuk sepuluh besar dengan KKD yang rendah merupakan dua daerah terbesar
pada
existing
. Hal tersebut dikarenakan pada alternatif, daerah yang diprioritaskan
tidak hanya secara teknis akan tetapi juga secara kondisi keuangannya. Jadi,
meskipun IT ke dua daerah tersebut tinggi tidak mendapat alokasi terbesar.
[image:38.595.89.484.212.367.2] [image:38.595.84.487.566.724.2]No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK (Rp Juta)
1
Kab. Lahat
Rendah
0.25
1.36
2,324.09
2
Kab. Bojonegoro
Rendah
*
1.48
2,527.35
3
Kab. Nganjuk
Rendah
*
1.60
2,532.68
Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
*tidak memiliki IKW
No
Daerah
Status KKD
IKW
IT
Alokasi DAK
(Rp Juta)
1
Kab. Puncak Jaya
Rendah
1.44
1.40
9,207.87
2
Kab. Mamberamo Tengah
Rendah
1.62
1.04
7,321.65
3
Kab. Pegunungan Bintang
Rendah
2.72
0.80
6,580.30
4
Kab. Merauke
Rendah
2.48
1.43
6,200.04
5
Kab. Kepulauan Talaud
Rendah Sekali