• Tidak ada hasil yang ditemukan

Total Mikroba dan Koliform dalam Daging Itik di Wilayah Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Total Mikroba dan Koliform dalam Daging Itik di Wilayah Kabupaten Bogor"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

TOTAL MIKROBA DAN KOLIFORM DALAM DAGING ITIK

DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR

NINDITYA ANGGIE WIYANI PUTRI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Total Mikroba dan Koliform dalam Daging Itik di Wilayah Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NINDITYA ANGGIE WIYANI PUTRI. Total Mikroba dan Koliform dalam Daging Itik di Wilayah Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HERWIN PISESTYANI.

Itik merupakan unggas selain ayam yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai penghasil daging di Indonesia. Konsumsi daging itik oleh masyarakat semakin meningkat dari tahun ke tahun. Informasi mengenai status mikrobiologi dalam daging sangat diperlukan untuk mengetahui kualitas daging, ketahanan simpan, dan dampak terhadap kesehatan manusia. Penelitian ini bertujuan mengetahui total mikroba dan koliform dalam daging itik yang diperoleh dari peternakan di Kabupaten Bogor. Sebanyak 53 sampel diambil secara acak sederhana dari Kecamatan Ciomas, Gunung Sindur, Jasinga, Klapanunggal, dan Jonggol. Pengujian sampel menggunakan metode hitungan cawan. Rataan jumlah total mikroba dan koliform dalam daging itik yaitu, 341 881.61 ± 642 960.80 cfu/g dan 24 502.04 ± 35 296.82 cfu/g. Daging itik yang berasal dari Kecamatan Jasinga memiliki rataan jumlah mikroba dan koliform tertinggi, secara berurutan adalah 1 398 937.50 ± 2 550 989.37 cfu/g dan 87 556.88 ± 103 850.73. Hasil yang diperoleh menunjukkan tingginya jumlah total mikroba dan koliform dalam daging itik di wilayah Kabupaten Bogor.

Kata kunci : daging itik, koliform, total mikroba.

ABSTRACT

NINDITYA ANGGIE WIYANI PUTRI. Total Plate Count and Coliform in Duck Meat from Bogor District. Supervised by HERWIN PISESTYANI.

Duck is one of poultry commodity beside chicken that have potential as a Jonggol. Total plate count and coliform analysis was determined using plate count method. The mean of total plate count and coliform in duck meat were 341 881.61 ± 642 960.80 cfu/g and 24 502.04 ± 35 296.82 cfu/g. Duck meat from Jasinga has the highest number of total plate count and coliform which is 1 398 937.50 ± 2 550 989.37 cfu/g and 87 556.88 ± 103 850.73. This result indicated high contamination of microbes and coliform in duck meat from Bogor District.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

TOTAL MIKROBA DAN KOLIFORM DALAM DAGING ITIK

DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR

NINDITYA ANGGIE WIYANI PUTRI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Total Mikroba dan Koliform dalam Daging Itik di Wilayah Kabupaten Bogor

Nama : Ninditya Anggie Wiyani Putri NIM : B04100125

Disetujui oleh

Drh Herwin Pisestyani, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Wakil Dekan FKH IPB

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, sehingga skripsi dengan judul Total Mikroba dan Koliform dalam Daging Itik di Wilayah Kabupaten Bogor dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Drh Herwin Pisestyani, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, nasihat, dan bimbingan selama proses penulisan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Drh Supratikno, MSi PAVet selaku dosen pembimbing akademik, Dr Drh Denny W Lukman, MSi selaku ketua peneliti dari penelitian unggulan perguruan tinggi BOPTN tahun 2013. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Yuhendra yang telah banyak membantu penelitian ini. Terima kasih juga kepada teman-teman satu penelitian (Susan Fasella, Kak Loisa dan Kak Melani) atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada mama, papa, kakek, nenek, paman dan bibi, serta keluarga besar atas doa, semangat, dan cinta yang telah diberikan. Selanjutnya ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada keluarga Acromion 47 dan sahabat-sahabat terbaik Fitri Susana, Etri Mardaningsih, Puti Puspitasari, Rizka Septarina Budianti, dan Sabrina Thevy yang sama-sama berjuang dalam menempuh pendidikan di IPB, khususnya kepada Riska Febriyanti, Saras Nindya Murti dan Muhammad Irfan Fadillah yang telah banyak membantu dalam proses mengerjakan skripsi ini. Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis sangat berterimakasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Karakteristik Daging Itik 2

Jumlah Total Mikroba 2

Koliform 3

BAHAN DAN METODE 4

Waktu dan Tempat Penelitian 4

Bahan dan Alat 4

Metodologi 4

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Jumlah Total Mikroba dalam Daging Itik 6

Jumlah Koliform dalam Daging Itik 7

SIMPULAN DAN SARAN 8

Simpulan 8

Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 9

LAMPIRAN 11

RIWAYAT HIDUP 16

(10)

DAFTAR TABEL

1 Syarat maksimum mikroba dalam daging 4

2 Jumlah total mikroba dalam daging itik 7

3 Jumlah koliform dalam daging itik 8

DAFTAR GAMBAR

1 Biakan mikroba pada media (PCA pengenceran 10-1) 5 2 Biakan koliform pada media (VRB pengenceran 10-1) 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penghitungan jumlah total mikroba dengan metode hitungan cawan 12 2 Penghitungan jumlah koliform dengan metode hitungan cawan 14

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produk pangan asal hewan merupakan sumber energi dan penunjang kebutuhan pokok manusia. Salah satu produk pangan asal hewan yang sering dikonsumsi dan dapat mencukupi kebutuhan gizi manusia adalah daging. Pemanfaatan daging untuk konsumsi dapat berasal dari ruminansia, ikan, dan unggas. Unggas merupakan salah satu hewan ternak yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani, karena ternak tersebut mampu menghasilkan pangan dalam waktu singkat dan harga yang relatif murah. Unggas yang saat ini populer di masyarakat adalah ayam, tetapi masih ada jenis unggas lain yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, yaitu itik (Nurohim et al. 2013).

Data statistik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013) menunjukkan bahwa populasi itik di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2009 sebesar 40 676 menjadi 46 313 pada tahun 2013, sedangkan produksi daging itik pada tahun 2009 sebesar 26 ribu ton dan meningkat hingga mencapai 31 ribu ton pada tahun 2013. Hal ini menandakan meningkatnya produksi daging itik seiring dengan meningkatnya permintaan atau kebutuhan masyarakat. Peningkatan konsumsi daging itik lokal diharapkan dapat menjadi sumber alternatif untuk mengurangi ketergantungan daging impor dari luar negeri (Matitaputty dan Suryana 2010).

Kandungan gizi daging itik memiliki kadar protein yang tidak berbeda jauh dengan daging ayam, yaitu pada daging itik berkisar antara 18.6–20.8%, sedangkan pada daging ayam sebesar 21.4–22.6%. Kandungan lemak daging itik dua kali lebih besar dari daging ayam, yaitu daging itik memiliki kandungan lemak sebesar 8.2%, sedangkan daging ayam 4.8% (Matitaputty dan Suryana 2010).

Bahan pangan harus melewati beberapa proses sebelum dapat dikonsumsi, yaitu penyiapan dan pengolahan. Daging harus memenuhi persyaratan aman dan layak dikonsumsi karena daging dapat berpotensi membawa penyakit hewan ke manusia (foodborne zoonosis). Daging juga merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri serta dapat pula mengandung residu antibiotik, hormon dan cemaran logam berat yang dapat membahayakan kesehatan konsumen.

Keamanan pangan merupakan salah satu usaha dalam menciptakan makanan yang aman dan berkualitas. Makanan yang terkontaminasi oleh mikroba patogen menjadi masalah kesehatan global yang dapat menyebabkan penyakit atau disebut juga foodborne disease. Kasus foodborne disease terbanyak di dunia diakibatkan oleh bakteri Salmonella, Campylobacter jejuni, dan Enterohaemorrhagic Escherichia coli (Motarjemi et al. 2006). Prinsip penanganan foodborne disease dilakukan dengan penerapan higiene dan sanitasi pangan, dimulai dari peternakan hingga dihidangkan (safe from farm to table).

(12)

2

belum banyak dipublikasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah total mikroba dan koliform dalam daging itik.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah total mikroba dan koliform dalam daging itik di wilayah Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai status mikrobiologi dalam daging itik berdasarkan jumlah total mikroba dan koliform.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Daging Itik

Daging itik dan angsa memiliki warna daging yang lebih gelap dibandingkan dengan daging ayam yang memiliki warna daging lebih terang dan lebih putih. Menurut Soeparno (2005) daging yang sebagian besar terdiri atas serabut merah mempunyai kadar protein lebih rendah dan kadar lemak lebih tinggi dibandingkan dengan daging yang tersusun serabut putih. Perbedaan warna daging pada spesies unggas karena perbedaan kadar pigmen daging (myoglobin), pigmen darah (hemoglobin), dan komponen lain seperti protein, lemak, vitamin B12, dan flavin. Kandungan lemak yang tinggi pada daging itik dapat mempercepat laju oksidasi lemak yang dapat menyebabkan ketengikan. Oksidasi lipida merupakan reaksi utama perusak bahan pangan yang menyebabkan penurunan kualitas pangan secara nyata (Matitaputty dan Suryana 2010).

Kandungan lemak yang relatif tinggi menyebabkan daging itik memiliki bau yang lebih amis. Bau amis pada daging itik merupakan hasil proses oksidasi lipida. Selain itu, pada daging itik, total asam lemak tidak jenuh lebih tinggi daripada total asam lemak jenuh. Penyebab utama penurunan kualitas daging karena perubahan komponen lemak melalui proses oksidasi lemak secara enzimatik dari pangan, mikroba atau melalui kontaminasi dengan bahan lain (Hustianty 2001 dalam Riskawati 2006).

Jumlah Total Mikroba

(13)

3 mikroba, dan uji organoleptik. Uji mikroba adalah salah satu uji yang penting, karena selain dapat menduga daya tahan simpan, juga dapat digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau indikator keamanan pangan. Pengujian mikroba pada suatu pangan akan selalu mengacu pada persyaratan pangan yang sudah ditetapkan.

Pengujian jumlah total mikroba umumnya dilakukan pada bahan pangan untuk mengetahui gambaran jumlah mikroba yang terkandung dalam pangan. Pengujian jumlah mikroba dilakukan untuk mengetahui kualitas mikrobiologik bahan baku dan produk akhir, kondisi higiene selama proses produksi, penanganan dan penyimpanan, penentuan masa simpan produk, dan penentuan tingkat kontaminasi lingkungan produksi (Lukman et al. 2009). Pengujian dengan metode hitungan cawan merupakan salah satu cara dalam menghitung jumlah total cemaran mikroba.

Koliform

Koliform merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, bersifat aerobik atau anaerobik fakultatif. Koliform dibagi menjadi dua kelompok, yaitu koliform fekal seperti Escherichia coli dan non-fekal seperti Enterobacter aerogenes, Klebsiella, dan Serratia (Kornacki dan Johnson 2001). Habitat alami koliform adalah di dalam saluran pencernaan dan di lingkungan (tanah dan air). Bakteri ini sering mengontaminasi bahan makanan dan keberadaannya juga dapat mencerminkan indikator dari proses pengolahan atau sanitasi yang kurang baik. Keberadaannya dalam jumlah tinggi pada makanan olahan menunjukkan adanya kemungkinan pertumbuhan bakteri patogen. Koliform biasanya digunakan sebagai indikator kebersihan, karena keberadaannya berbanding lurus dengan tingkat kontaminasi air. Keberadaan koliform pada bahan pangan menunjukkan bahwa bahan pangan tersebut tercemar kotoran akibat pengolahan yang kurang baik. Oleh karena itu, persyaratan higiene sangat penting agar tidak menjadi sumber kontaminasi pada daging (Dewantoro et al. 2009).

(14)

4

Tabel 1 Syarat maksimum mikroba dalam daging

No Jenis Satuan Persyaratan

1 Total Plate Count cfu/g maksimum 1 x 106

2 Koliform cfu/g maksimum 1 x 102

3 Staphylococcus aureus cfu/g maksimum 1 x 102

4 Salmonella sp per 25 g 0

Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2013 sampai dengan Februari 2014. Itik berasal dari beberapa peternakan di wilayah Kabupaten Bogor. Pemotongan itik dilakukan di tempat pemotongan unggas Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging itik, buffer pepton water (BPW) 0,1% (Pronadisa 1402.00) 225 ml dan 9 ml, plate count agar (PCA) (Acumedia 7157A), violet red bile agar (VRB) (Himedia M049S), dan Alkohol 70%.

Alat yang digunakan pada penelitian adalah inkubator 37 oC, plastik steril, coolbox, label, spidol, tabung reaksi steril dan penutup, tabung erlenmeyer steril, pipet steril, cawan petri steril, gunting steril, pinset steril, api bunsen, vortex, dan stomacher.

Metodologi

Besaran Sampel

(15)

5

Desain Penelitian

Unit sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah itik pedaging yang berasal dari Kabupaten Bogor. Variabel yag diamati adalah penghitungan total mikroba dan koliform dalam daging itik pada media agar.

Pengujian Jumlah Total Mikroba dan Koliform dengan Metode Hitungan Cawan

Penelitian ini menggunakan metode hitungan cawan. Media yang digunakan adalah PCA untuk menghitung jumlah total mikroba dan VRB untuk menghitung jumlah koliform. Pengujian dilakukan dengan mengambil daging itik sebanyak 25 gram dan dimasukkan ke dalam plastik steril. Larutan BPW 0.1% (dari 225 ml) pada tabung erlenmeyer dituang ke dalam plastik steril yang berisi daging sebanyak 100 ml, kemudian dihancurkan selama 1 menit menggunakan stomacher. Daging yang telah dihancurkan kemudian dicampur ke dalam sisa larutan BPW 0.1% (menjadi pengenceran 10-1). Pengenceran dilanjutkan sampai dengan 10-5. Pengenceran yang ditanam untuk penghitungan jumlah total mikroba adalah 10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5, sedangkan pengenceran yang ditanam untuk penghitungan jumlah koliform adalah 10-1, 10-2, dan 10-3. Pengenceran dilakukan dengan cara memindahkan 1 ml dari pengenceran 10-1 pada tabung erlenmeyer ke tabung reaksi 9 ml larutan BPW 0.1% pertama dan seterusnya. Sebanyak 1 ml larutan dari pengenceran yang telah ditentukan, dimasukkan ke dalam cawan petri steril yang telah diberi label sebelumnya sesuai dengan angka pengenceran. Sebanyak 10-15 ml media agar dituang ke masing-masing cawan petri yang telah berisi biakan. Kemudian media dihomogenkan secara perlahan dan dibiarkan memadat pada suhu ruang. Biakan diinkubasi selama 24- 48 jam pada suhu 37 oC.

Penghitungan Jumlah Total Mikroba dan Koliform dengan Metode Hitungan Cawan

Penghitungan koloni dilakukan setelah biakan diinkubasi selama 24-48 jam. Semua koloni yang tumbuh pada media PCA dihitung tanpa terkecuali. Gambar 1 menunjukkan koloni yang tumbuh pada PCA. Penghitungan koliform dilakukan pada koloni yang berbentuk bulat dan berwarna merah muda dalam media VRB (Gambar 2).

(16)

6

Gambar 2 Biakan koliform pada media (VRB pengenceran 10-1)

Pedoman Penghitungan Jumlah Mikroba (menurut APHA 2002)

Penghitungan dilakukan pada semua koloni yang tumbuh dalam cawan petri, baik yang mempunyai ukuran koloni besar maupun kecil. Cawan petri yang memiliki jumlah koloni 25-250 dicatat jumlahnya beserta pengenceran yang digunakan. Apabila dari tiga atau empat pengenceran, hanya satu yang memiliki nilai 25-250 koloni, maka hasil tersebut diambil sebagai nilai dari jumlah koloni. Apabila terdapat dua pengenceran yang menunjukkan nilai 25-250 koloni, maka jumlah koloni dihitung dari setiap tingkat pengenceran. Hasil penghitungan tingkat pengenceran tertinggi lebih besar atau sama dengan dua kali nilai tingkat pengenceran terendah, maka nilai koloni diambil dari pengenceran terendah. Hasil penghitungan tingkat pengenceran tertinggi lebih kecil dari dua kali nilai tingkat pengenceran terendah, maka nilai rataan keduanya diambil sebagai nilai dari jumlah koloni. Apabila tidak ada cawan petri yang memiliki nilai 25-250 koloni, dan satu atau lebih cawan petri memiliki nilai lebih dari 250 koloni, maka jumlah koloni yang mendekati 250 diambil sebagai nilai estimasi jumlah koloni. Apabila seluruh cawan petri memiliki jumlah koloni kurang dari 25 koloni, maka jumlah koloni dari tingkat pengenceran terendah diambil sebagai nilai estimasi jumlah koloni. Hasilnya dilaporkan dalam jumlah koloni:

jumlah mikroba (cfu/ml atau cfu/gram): jumlah koloni x faktor pengenceran

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel 2010 dan dianalisa secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Total Mikroba dalam Daging Itik

(17)

7 tahun 2009 yaitu 1 x 106 cfu/g. Hasil penghitungan jumlah mikroba dalam daging itik disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah total mikroba dalam daging itik

Kecamatan N

Jumlah total mikroba (cfu/g)

Batas bawah Batas atas Rataan ± SD

Ciomas 8 2 800 102 000 18 125 ± 33 991.21

Kontaminasi mikroba dapat terjadi sebelum dan setelah hewan dipotong. Sumber kontaminasi dapat berasal dari hewan (kulit, kuku, isi jeroan), pekerja atau manusia yang mengontaminasi produk ternak, peralatan (pisau, alat potong, box), bangunan (lantai), lingkungan (udara, air, tanah), dan kemasan. Faktor internal lainnya yang mempengaruhi kolonisasi mikroba, yaitu suhu tubuh, pH, dan stres pada saat pemeliharaan maupun transportasi (Abun 2008).

Berdasarkan hasil penghitungan mikroba dalam daging itik, jumlah tertinggi dari keseluruhan Kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor didapatkan dari Kecamatan Jasinga yaitu sebesar 1 398 937.50 ± 2 550 989.37 cfu/g yang melebihi ambang batas cemaran mikroba sesuai dengan SNI 01-3924 tahun 2009. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya total mikroba dalam daging itik yang berasal dari Kecamatan Jasinga kemungkinan disebabkan oleh suhu yang panas saat pengambilan sampel itik dan jarak tempuh perjalanan yang sangat jauh. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan stres pada ternak.

Stres pada ternak akan mengakibatkan penurunan pH yang cepat saat suhu tubuh masih tinggi, sehingga akan mendenaturasi protein sel otot dan air akan banyak dilepas. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas daging yang disebut dengan pale, soft, and exudative (PSE). PSE ditandai dengan warna daging yang pucat, lembek, dan permukaan daging yang basah (Lukman et al. 2009). Daging yang lembek dan basah sangat disukai oleh mikroba. Sehingga dapat terjadi kontaminasi mikroba lebih tinggi dibandingkan daging normal.

Jumlah Koliform dalam Daging Itik

(18)

8

Tabel 3 Jumlah koliform dalam daging itik

Kecamatan N

Jumlah koliform (cfu/g)

Batas bawah Batas atas Rataan ± SD

Ciomas 8 50 61 000 7 933.75 ± 21 445.13

Berdasarkan Tabel 3, rataan jumlah koliform dalam daging itik yang berasal dari beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor berada di atas ambang batas maksimum cemaran koliform sesuai dengan SNI 01-3924 tahun 2009 yaitu lebih besar dari 1 x 102 cfu/gr. Tingginya jumlah koliform pada penelitian ini karena kondisi sanitasi air yang buruk pada saat pemotongan dan pencucian daging itik. Terjadinya kontaminasi mikroba patogen pada daging unggas disebabkan oleh berbagai faktor, seperti sanitasi yang buruk di peternakan, rumah potong unggas atau tempat pengolahan daging (Bontong et al. 2012). Jenis Enterobacter Escherichia coli dan Klebsiella disebut kelompok bakteri koliform yang merupakan indikator dalam sanitasi. Menurut Harijani et al. (2013) bakteri koliform dapat menjadi indikator suatu kondisi yang berbahaya dan berhubungan erat dengan rendahnya kesadaran akan kebersihan dan sanitasi dalam proses penanganan daging.

Kontaminasi daging oleh mikroba patogen sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menyebabkan penyakit jika terjadi kesalahan dalam penanganan seperti, alat–alat yang tidak bersih, petugas yang tidak menjaga kebersihan sekitar, dan penggunaan air yang tidak bersih pada saat pencucian daging (Destriyana et al. 2013). Penanganan secara higienis dan sanitasi yang baik sangat diperlukan untuk mengurangi kontaminasi dalam daging.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(19)

9

Saran

Perlu adanya perhatian terhadap pemeliharaan ternak dimulai dari lingkungan kandang, suhu, kelembaban, transportasi yang dapat mempengaruhi kontaminasi pada daging, pengawasan terhadap kualitas sumber air yang disediakan pada tempat pemotongan daging. Selain itu, adanya perbaikan dalam pencucian peralatan sebelum dan sesudah pemotongan untuk mengurangi adanya kontaminasi koliform dalam daging. Pelatihan dan penyuluhan praktik higiene dan sanitasi juga perlu dilakukan kepada pekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Abun. 2008. Hubungan mikroflora dengan metabolism saluran pencernaan unggas dan monogastrik [makalah ilmiah]. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran. Bontong RA, Mahatmi H, Suada IK. 2012. Kontaminasi bakteri Escherichia coli

pada daging se’i sapi yang dipasarkan di kota Kupang. Indones Med Vet. 1 (5): 699-711.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 01-3924-2009 tentang Mutu dan Karkas Daging Ayam. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

Destriyana LM, Swacita IBN, Besung INK. 2013. Pemberian perasan bahan antimikroba alami dan lama penyimpanan pada suhu kulkas (5 oC) terhadap jumlah bakteri koliform pada daging babi. Bul Vet Udayana. 5 (2): 122-131. Dewantoro GI, Adiningsih MW, Punawarman T, Sunartati T, Afiff U. 2009. Tingkat prevalensi Escherichia coli dalam daging beku yang dilalulintaskan melalui pelabuhan penyeberangan Merak. JIPI. 14(3): 211-216.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.

Harijani N, Rahadi USE, Nazar DS. 2013. Isolasi Escherichia coli pada daging yang diperoleh dari beberapa pasar tradisional di Surabaya Selatan. Vet Med. 6 (1): 39-44.

Kornacki JL, Johnson JL. 2001. Enterobacteriaceae, Coliforms, and Escherichia coli as quality and safety indicators. Di dalam Downess FP, Ito K, editor. Microbiological Examination of Foods. USA (US): American Public Health Association.

Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono RR. 2009. Higiene Pangan. Bogor (ID): IPB Pr.

Matitaputty PR, Suryana. 2010. Karakteristik daging itik dan permasalahan serta upaya pencegahan off- flavor akibat oksidasi lipida. Wartazoa. 20 (3): 130-138.

Motarjemi Y, Moarefi A, Jacob M. 2006. Penyakit Bawaan Makanan Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta (ID): EGC.

(20)

10

Riskawati E. 2006. Komposisi kimia daging dan kulit paha itik lokal jantan yang diberi pakan mengandung tepung daun Beluntas (Plucea indica. L) pada taraf berbeda [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(21)

11

(22)

12

Lampiran 1 Penghitungan jumlah total mikroba dengan metode hitungan cawan

PCA Pengenceran Total (cfu/g)

(23)

13

PCA Pengenceran Total (cfu/g)

-2 -3 -4 -5

Kecamatan Jonggol

37 149 10 0 0 14900

38 639 222 73 7 222000

39 94 4 0 0 9400

40 24 5 3 0 2400

41 57 2 1 0 5700

42 610 529 118 3 1180000

43 48 1 0 0 4800

44 89 3 1 0 8900

45 368 142 1 0 142000

46 74 2 0 0 7400

47 187 3 0 1 18700

48 630 112 6 13 112000

49 106 3 1 0 10600

50 139 90 2 0 13900

51 177 14 0 0 17700

52 691 127 7 22 127000

(24)

14

Lampiran 2 Penghitungan jumlah koliform dengan metode hitungan cawan

VRB Pengenceran Total (cfu/g)

(25)

15

VRB

Pengenceran

Total (cfu/g)

-1 -2 -3

34 TBUD 366 63 63000

35 TBUD 209 49 20900

36 254 50 6 5000

Kecamatan Jonggol

37 55 12 1 550

38 TBUD TBUD 147 147000

39 38 24 0 380

40 14 1 1 140

41 11 4 2 110

42 TBUD 563 85 85000

43 38 5 0 380

44 35 5 0 350

45 73 8 0 730

46 396 36 9 3600

47 TBUD 48 3 4800

48 TBUD 305 72 72000

49 96 12 0 960

50 248 36 9 3040

51 245 39 12 3175

52 TBUD 514 68 68000

(26)

16

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1  Syarat maksimum mikroba dalam daging
Gambar 1  Biakan mikroba pada media (PCA pengenceran 10-1)
Gambar 2  Biakan koliform pada media (VRB pengenceran 10-1)
Tabel 2  Jumlah total mikroba dalam daging itik
+2

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang mempengaruhi niat mahasiswa akuntansi untuk berkarier sebagai akuntan publik: Aplikasi theory of planned behavior (Studi empiris pada

[r]

Dalam hal telah dilakukan pemungutan PPN oleh Pemungut PPN PMSE, namun Pembeli juga memungut dan menyetorkan sendiri PPN yang terutang sesuai dengan ketentuan Pasal 3A UU PPN, PPN

[r]

Pelaksanaan Metode Diskusi Kelompok Kecil dalam Pembelajaran Sejarah Sebagai Upaya Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa di Kelas X-B SMA Negeri 14

Syarat auditor yang profesional harus memiliki sikap kompetensi, sehingga dapat mengumpulkan bukti audit yang memadai dan tidak dengan mudah menerima penjelasan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh positif yang signifikan antara mata kuliah statistik dengan kemampuan analisis data kuantitatif

Pengolahan data menggunakan SPSS Versi 22 sehingga di dapatkan hasil t hitung dari variabel tingkat pemahaman sebesar 11,405, maka dapat di simpulkan bahwa tingkat