• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vigor daya simpan dan vigor kekuatan tumbuh benih pada beberapa genotipe cabai (Capsicum annuum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Vigor daya simpan dan vigor kekuatan tumbuh benih pada beberapa genotipe cabai (Capsicum annuum L.)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

VIGOR DAYA SIMPAN DAN VIGOR KEKUATAN TUMBUH

BENIH PADA BEBERAPA GENOTIPE CABAI

(

Capsicum annuum

L.)

SUMARNI KRISMAWATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Vigor Daya Simpan dan Vigor Kekuatan Tumbuh Benih pada Beberapa Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.) adalah benar karya saya berdasarkan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ABSTRAK

yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari vigor daya simpan dan vigor kekuatan tumbuh terhadap cekaman salinitas dan kekeringan pada sembilan genotipe benih cabai. Percobaan vigor daya simpan menggunakan metode pengusangan cepat kimia melalui perendaman methanol 20% selama 1, 2 dan 3 jam. Genotipe 307 (Bhaskara F1) mempunyai vigor daya simpan (VDS) paling tinggi berdasarkan tolok ukur berat kering

kecambah normal (BKKN) 3.99 mg, 2.77 mg dan 1.29 mg, daya berkecambah (DB) 7.45%, 4.67% dan 2.08%, kecepatan tumbuh (KCT) 3.17% etmal-1, 1.93%

etmal-1 dan 1.14% etmal-1dan laju pertumbuhan kecambah (LPK) 1.32 mg, 1.54 mg dan 1.20 mg. Percobaan vigor kekuatan tumbuh benih cabai terhadap cekaman salinitas menggunakan NaCl pada konsentrasi 2500, 3750 dan 5000 ppm. Genotipe 293 (SKB 27) merupakan genotipe paling toleran terhadap cekaman salinitas berdasarkan tolok ukur berat kering kecambah normal 5.15 mg, 5.06 mg dan 4.67 mg, daya berkecambah 68.52%, 57.58% dan 53.94, kecepatan tumbuh 16.60% etmal-1, 14.30% etmal-1 dan 14.00% etmal-1 dan laju pertumbuhan kecambah 1.48 mg, 1.54 mg dan 1.47 mg. Percobaan vigor kekuatan tumbuh benih cabai terhadap cekaman kekeringan menggunakan Polyethylene Glykol (PEG) 6000 pada tekanan -1.0, -1.5 dan -2 bar. Genotipe 307 (Bhaskara F1) merupakan genotipe yang paling tahan terhadap kekeringan berdasarkan tolok ukur berat kering kecambah normal 5.07 mg, 5.02 mg dan 4.69 mg, daya berkecambah 60.84%, 60.81% dan 56.59%, kecepatan tumbuh 16.04% etmal-1, 15.13% etmal-1 dan 13.88% etmal-1, laju pertumbuhan kecambah 1.52 mg, 1.51 mg dan 1.49 mg dan panjang akar (PR) 2.20 cm, 1.46 cm dan 1.81cm.

Kata kunci: cabai, kekeringan, pengusangan, salinitas, vigor

ABSTRACT

SUMARNI KRISMAWATI. Storability period and vigor of seeds on chili pepper genotypes (Capsicum annuum L.). Supervised by FAIZA C. SUWARNO and ANGGI NINDITA.

Chili peppers (Capsicum annuum L.) is one of commercial vegetables which has high economic value in Indonesia. The research was aimed to study the storability period and vigor of nine genotypes of chili pepper seeds through salinity stress and drought stress. The experiment of accelarated aging was using chemical method through methanol (20%) soak period i.e 1, 2 and 3 hour. The genotype number 307 (Bhaskara F1) has highest storability (VDS) based on dry

weight of normal seedlings (BKKN) 3.99 mg, 2.77 mg and 1.29 mg, germination percentage (DB) 7.45%, 4.67% and 2.08%, speed of germination (KCT) 3.17%

(4)

mg, 1.54 mg and 1.20 mg. The experiment of sub optimum condition through salinity stress was using NaCl concentration treatment that is 2500, 3750 and 5000 ppm. The genotype number 293 (SKB 27) was elucidated as the most tolerant genotypes to salinity stress through dry weight of normal seedlings 5.15 mg, 5.06 mg and 4.67 mg, germination percentage 68.52%, 57.58% and 53.94%, speed of germination 16.60% etmal-1, 14.30% etmal-1 and 14.00% etmal-1, and seedling growth rate 1.48 mg, 1.54 mg and 1.47 mg. Experiments vigor chilli pepper seeds to drought stress was using PEG 6000 at -1.0, -1.5 and -2.0 bar. The genotype number 307 (Bhaskara F1) was elucidated as the most resistance genotypes to drought stress through dry weight of normal seedlings 5.07 mg, 5.02 mg and 4.69 mg, germination percentage 60.84%, 60.81% and 56.59%, speed of germination 16.04% etmal-1, 15.13% etmal-1 and 13.88% etmal-1, seedling growth rate 1.52 mg, 1.51 mg and 1.49 mg and the length of radicle (PR) 2.20 cm, 1.46 cm and 1.81 cm.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

VIGOR DAYA SIMPAN DAN VIGOR KEKUATAN TUMBUH

BENIH PADA BEBERAPA GENOTIPE CABAI

(

Capsicum annuum

L.)

SUMARNI KRISMAWATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT untuk semua rahmat dan anugerah yang telah diberikan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Tema penelitian yang telah penulis lakukan pada bulan April hingga bulan September 2014 ini mengambil judul “Vigor Daya Simpan dan Vigor Kekuatan Tumbuh Benih pada Beberapa Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.).”

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Faiza Chairani Suwarno, MS dan Ibu Anggi Nindita, SP MSi yang telah bersedia menjadi pembimbing penulis dalam melaksanakan penelitian dan dosen-dosen di departemen Agronomi dan Hortikultura yang senantiasa memberikan pembelajaran bagi penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi dan Bapak Undang, SP MSi yang telah mengizinkan penulis untuk menggunakan sembilan genotipe cabai pada penelitian ini. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk orang tua, Beastudi Etos Bogor, dan keluarga penulis yang selalu memberikan do’a dan dukungan baik moril maupun materil, serta teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 47 yang telah memberikan motivasi selama menjalani perkuliahan. Semoga penelitian yang telah penulis laksanakan bermanfaat untuk penelitian benih pada khususnya dan bermanfaat bagi masyarakat. Amin

(8)

DAFTAR ISI

PRAKATA ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Benih Cabai ... 2

Vigor Daya Simpan Benih ... 3

Vigor Kekuatan Tumbuh ... 3

Pengujian Vigor Benih ... 4

METODE PENELITIAN ... 4

Lokasi dan waktu Penelitian ... 4

Bahan dan alat penelitian ... 5

Rancangan percobaan ... 5

Pelaksanaan penelitian ... 7

Pengamatan ... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

Kondisi Umum ... 9

Percobaan I. Vigor daya simpan benih cabai ... 9

Percobaan II. Vigor kekuatan tumbuh benih cabai terhadap cekaman salin ... 13

Percobaan III. Vigor kekuatan tumbuh benih cabai terhadap cekaman kekeringan ... 16

SIMPULAN ... 20

SARAN ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

(9)

DAFTAR TABEL

1 Daya berkecambah awal benih cabai sebelum perlakuan ... 9

2 Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe dan pengusangan cepat terhadap peubah ... 9

3 Pengaruh interaksi genotipe dan pengusangan cepat terhadap BKKN dan DB ... 10

4 Pengaruh interaksi genotipe dan pengusangan cepat terhadap KCT dan LPK ... 11

5 Pengaruh genotipe dan pengusangan cepat terhadap DHL ... 11

6 Hasil rekapitulasi respon genotipe terhadap vigor daya simpan (VDS) ... 12

7 Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe dan kondisi cekaman salinitas terhadap peubah ... 13

8 Pengaruh interaksi genotipe dan salinitas terhadap BKKN dan DB ... 14

9 Pengaruh interaksi genotipe dan salinitas terhadap KCT dan LPK ... 15

10 Hasil rekapitulasi respon genotipe terhadap kondisi cekaman salin ... 15

11 Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe dan kondisi cekaman kekeringan terhadap peubah ... 16

12 Pengaruh interaksi genotipe dan kondisi cekaman kekeringan terhadap BKKN dan DB ... 17

13 Pengaruh interaksi genotipe dan kondisi cekaman kekeringan terhadap LPK dan PR ... 18

14 Pengaruh interaksi genotipe dan kondisi cekaman kekeringan terhadap KCT ... 19

15 Hasil rekapitulasi respon genotipe terhadap kondisi cekaman kekeringan ... 19

DAFTAR GAMBAR

1 Bagian benih cabai ... 2

DAFTAR LAMPIRAN

1 Genotipe tanaman cabai yang digunakan dalam penelitian ... 23

2 Deskripsi cabai varietas Sonar ... 23

3 Deskripsi cabai varietas Nirmala ... 23

4 Deskripsi cabai varietas Bhaskara ... 24

5 Perhitungan kebutuhan bahan larutan PEG-6000 ... 25

(10)

PENDAHULUAN

Cabai merupakan komoditas hortikultura yang mempunyai peranan penting dalam bidang perekonomian Indonesia. Produktivitas cabai nasional pada tahun 2011 sebesar 6.07 ton ha-1. Menurut Agustin (2010) potensi produktivitas cabai seharusnya bisa mencapai 20-40 ton ha-1. Faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai yaitu varietas yang digunakan belum berdaya hasil tinggi, kurang tersedianya benih bermutu, kurangnya penerapan teknologi budidaya yang sesuai, penanganan pasca panen yang belum optimal dan serangan hama penyakit yang belum dapat diatasi (Arif et al. 2012).

Kebutuhan cabai mengalami peningkatan setiap tahun karena pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan industri yang membutuhkan bahan baku cabai. Data (BPS 2013a) menunjukkan bahwa konsumsi cabai merah mencapai 14.235 kg per kapita per tahun, cabai rawit mencapai 12.723 per kapita per tahun, menempati urutan kelima terbanyak dibandingkan dengan bahan makanan lainnya. Luas pertanaman cabai pada tahun 2012 mencapai 242 366 ha, menempati urutan pertama terbanyak dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya. Luas pertanaman cabai di Indonesia pada tahun 2013 meningkat dari tahun 2012 menjadi 249 232 ha, dan produktivitasnya juga meningkat dari 6.84 ton ha-1 menjadi 6.93 ton ha-1 (BPS 2013b).

Petani banyak menggunakan benih varietas unggul, tetapi sebagian benih yang digunakan adalah benih impor. Benih unggul adalah benih yang memiliki viabilitas dan vigor yang tinggi sehingga dapat menghasilkan produksi tanaman yang optimal dalam berbagai cekaman lingkungan.

Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya tanaman. Peran benih dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas semakin penting untuk meningkatkan ekspor dan daya saing suatu komoditas. Upaya untuk meningkatkan produktivitas cabai dapat dilakukan dengan menanam benih unggul dan menambah luas areal pertanaman pada lahan marjinal seperti pada lahan salin dan lahan kering. Oleh karena itu, benih dari varietas cabai yang telah dilepas perlu diketahui vigor kekuatan tumbuhnya apabila ditanam pada lahan dengan kondisi suboptimum seperti pada kondisi cekaman salinitas tinggi dan kekeringan.

Persediaan benih bermutu pada musim penanaman tidak selalu tersedia karena hasil panen yang tidak menentu setiap tahun, sehingga diperlukan teknologi penyimpanan benih untuk menjamin ketersediaan benih saat musim penanaman. Selama periode simpan, benih harus dipertahankan mutunya. Kemampuan benih untuk mempertahankan mutu selama penyimpanan ditentukan oleh vigor daya simpan benih. Salah satu metode untuk menguji vigor daya simpan benih yaitu dengan menggunakan metode pengusangan cepat. Metode pengusangan cepat dapat dilakukan dengan metode fisik dan kimia.

Tujuan

(11)

2

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu: terdapat genotipe cabai yang memiliki vigor daya simpan paling tinggi dan terdapat genotipe cabai yang memiliki vigor kekuatan tumbuh tertinggi pada kondisi cekaman kekeringan dan salinitas.

TINJAUAN PUSTAKA

Benih Cabai

Proses pemanenan cabai mempengaruhi mutu benih baik viabilitas maupun vigornya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat pemanenan cabai adalah ciri dan umur panen, cara panen, periode panen dan perkiraan produksi. Pemanenan saat masak fisiologis merupakan kondisi yang terbaik, karena pada saat itu vigor benihnya maksimum. Cabai dipanen pada saat buah memiliki bobot maksimal, buahnya padat dan 90% berwarna merah menyala (Kusandriani dan Permadi 1996).

Gambar 1. Bagian benih cabai Sumber: (Watkins dan Cantliffe 1983)

Benih cabai terdiri atas enam bagian (Gambar 1) yaitu endosperm, mikrofil, kotiledon, embrio, testa (seed coat) dan radikula. Endosperm merupakan jaringan penyimpan cadangan makanan yang genomnya berasal dari maternal. Mikrofil adalah saluran atau lubang yang menutup kulit benih, pada nuselus melalui tabung polen yang biasanya dimiliki selama fertilisasi. Pada saat benih matang dan mulai berkecambah mikrofil berperan sebagai saluran untuk masuknya air. Kotiledon disebut juga sebagai daun benih. Embrio adalah sporofit muda hasil fertilisasi. Hipokotil adalah batang yang mirip dengan aksis embrionik yang berada di bawah kotiledon. Embrio matang tersusun atas kotiledon, hipokotil dan radikula. Testa adalah lapisan pelindung luar benih yang berasal dari perkembangan integument pada ovul (Meyr 2005).

(12)

3 utuh serta berwarna hijau, (4) tumbuhnya boleh melengkung asal tidak busuk dan (5) kecambah kelihatan sehat atau tidak ada kerusakan (ISTA 2014).

Vigor Daya Simpan Benih

Vigor benih adalah kemampuan suatu benih untuk tumbuh menjadi tanaman normal pada kondisi yang suboptimum di lapangan, atau setelah mengalami penyimpanan dalam kondisi simpan yang suboptimum (Sadjad 1994). Terdapat dua klasifikasi benih, yaitu vigor kekuatan tumbuh (VKT) dan vigor daya simpan

(VDS). Kedua vigor tersebut dihubungkan pada analisis suatu lot benih merupakan

parameter viabilitas absolut yang tolok ukurnya dapat beragam (Sadjad 1993). Daya simpan benih menunjukkan perkiraan berapa lama benih mampu disimpan sampai benih siap untuk ditanam. Daya simpan merupakan parameter lot benih dalam satuan waktu suatu periode simpan. Periode simpan merupakan kurun waktu simpan benih, mulai dari benih siap disimpan sampai benih siap ditanam (Sadjad et al. 1999).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya simpan benih, yaitu faktor internal dan eksternal. Menurut Copeland dan McDonald (2001) faktor internal yang mempengaruhi daya simpan benih yaitu ukuran benih, umur simpan benih dan komposisi kimia benih. Faktor eksternal menurut Sadjad et al. (1999) adalah faktor yang terdapat di lapangan mulai benih ditanam, pertumbuhan tanaman, pemasakan, pemanenan, pengolahan sampai benih siap disimpan, kondisi penyimpanan dan lamanya benih disimpan. Kelembaban nisbi dan suhu dapat mempengaruhi daya simpan benih. Pada RH mencapai 80% dan suhu 25– 30oC, viabilitas dan vigor pada benih sayuran dapat menurun. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa benih sayuran mempunyai periode simpan yang singkat contohnya selada, bawang dan gandum hitam. Benih cabai termasuk dalam benih yang mempunyai periode simpan yang singkat. Menurut Hernandez (2002) daya simpan benih cabai sekitar 3–4 tahun dalam kondisi penyimpanan optimum pada suhu 10°C, kelembaban nisbi (RH) 45% dan terkontrol.

Vigor Kekuatan Tumbuh

Kondisi lapang tidak selalu mendukung pertumbuhan benih untuk menjadi tanaman normal. Pertanaman yang normal menghasilkan pertumbuhan yang seragam dan tumbuh cepat. Hanya benih dengan kekuatan tumbuh yang tinggi yang dapat menghasilkan tanaman yang tegar di lapang meskipun kondisi lingkungan tumbuhnya suboptimum (Sadjad et al. 1999). Vigor kekuatan tumbuh merupakan parameter vigor lot benih yang menunjukkan kemampuan benih tumbuh normal pada kondisi suboptimum (Sadjad 1994).

Terdapat tiga tolok ukur yang menunjukan vigor kekuatan tumbuh suatu benih, yaitu kecepatan tumbuh (KCT), keserempakan tumbuh (KST), dan vigor

spesifik (VKT Spesifik ). Tolok ukur KCT lebih mengindikasikan vigor benih

secara individual, meskipun kecepatan tumbuhnya dihitung berdasarkan persentase kecambah normal terhadap seluruh benih yang dikecambahkan untuk waktu yang ditentukan secara baku. Tolok ukur KST yaitu tolok ukur yang unitnya

berupa persentase kecambah kuat yang memperlihatkan keserempakan pada media pengujian. Tolok ukur VKT spesifik diuji validitas dan implementasinya

(13)

4

1999). Contoh cekaman spesifik yaitu cekaman benih terhadap kekeringan dan salinitas.

Deteksi vigor benih untuk menghadapi cekaman lingkungan di lapangan dapat dilakukan dengan simulasi pada metode uji laboratorium yang spesifik pada masing-masing cekaman. Simulasi yang dapat dilakukan untuk cekaman salinitas tinggi adalah menggunakan media yang dilembabkan dengan larutan garam NaCl, sedangkan untuk mensimulasi cekaman kekeringan dapat menggunakan media yang bertekanan osmotik tinggi dengan menggunakan larutan PEG sebagai pelembab medianya (Sadjad 1993). Semakin awal suatu metode dapat mengindikasikan vigor benih dengan akurat, semakin dikehendaki sebagai informasi awal mengenai keunggulan suatu tanaman (Sadjad et al. 1999).

Pengujian Vigor Benih

Beberapa metode pengujian vigor daya simpan benih cabai yang sudah divalidasi ISTA (International Seed Testing Association 2014) adalah (1) daya hantar listrik (Conductivity test) pada benih kacang kapri (Pisum sativum L.), buncis (Phaseolus vulgaris) dan benih kedelai (Glycine max L.), (2) metode pengusangan cepat (accelerated aging) pada benih kedelai (Glycine max L.) dan (3) pengujian munculnya radikula (radicle emergence test/ RE) untuk benih jagung (Zea mays L.).

Metode pengujian vigor benih memerlukan metode standar sebagai metode pembanding. Salah satu metode standar pengujian vigor adalah pengujian elektro konduktivitas untuk kacang kapri (Pisum sativum L.). Pengujian konduktivitas memberikan penilaian mengenai tingkat kebocoran elektrolit jaringan tanaman. Benih yang mempunyai tingkat kebocoran elektrolit tinggi berarti mempunyai konduktivitas tinggi mempunyai vigor rendah, sedangkan benih yang memiliki kebocoran elektrolit rendah berarti tingkat konduktivitasnya rendah mempunyai vigor tinggi (ISTA 2014).

Lot benih yang mempunyai vigor tinggi akan mampu bertahan pada kondisi ekstrim dan proses deteriorasi lebih lambat dibandingkan dengan lot benih dengan vigor rendah. Sehingga setelah perlakuan pengusangan cepat lot benih yang mempunyai vigor tinggi akan tetap memiliki daya berkecambah tinggi, sedangkan lot benih yang mempunyai vigor rendah daya berkecambahnya akan berkurang. Pengusangan cepat merupakan suatu pengujian vigor yang berhubungan dengan daya tumbuh dan daya simpan (Sadjad et al. 1999).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

(14)

5 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas enam varietas cabai, deskripsi varietas terlampir (Lampiran 1-4). Varietas tersebut yaitu Bara (145), Genie (160), Thai hot peppers 5503 (174), Bhaskara F1 (307), Sonar F1 (308) dan Nirmala (312) serta genotipe PBC 495 (10), SKB 22 (291), dan SKB 27 (293) yang berasal dari koleksi divisi genetika dan pemuliaan tanaman IPB. Bahan lain yang digunakan adalah NaCl, Larutan methanol 20%, PEG 6000, aquadestilata, kertas CD, kain streamine, air bebas ion, dan alumunium foil. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, gelas ukur, alat pengecambah benih (APB) tipe IPB 73-2A, electric conductivity meter, oven 103 ± 20C, desikator, cawan porselen, gelas piala dan timbangan analitik.

Rancangan Percobaan

Percobaan I. Pengujian Vigor Daya Simpan Benih Cabai

Percobaan disusun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor perlakuan, yaitu genotipe (9 taraf) dan lama waktu perendaman benih dalam methanol 20% (3 taraf). Faktor genotipe terdiri atas genotipe 145, 160, 174, 307, 308, 312, 10, 291 dan 293. Faktor lama waktu perendaman methanol 20% terdiri atas 1, 2 dan 3 jam. Sehingga terdapat 27 kombinasi perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 ulangan, sehingga terdapat 81 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 25 butir benih cabai. Model aditif linier yang digunakan pada rancangan ini adalah:

Yijk = μ + αi +βj + (αβ)ij + k + εijk Keterangan:

Yijk = Respon pengamatan pada perlakuan genotipe ke –i, lama perendaman benih pada larutan methanol 20%, dan ulangan ke- k

μ = Nilai tengah populasi

αi = Pengaruh perlakuan genotipe ke-i (i = 1, β, γ,…….9)

j = Pengaruh perlakuan lama waktu perendaman benih pada larutan methanol 20% ke-j (j =1, 2, 3)

(α, )ij = Pengaruh interaksi genotipe ke-i dan pengaruh perlakuan lama perendaman benih pada larutan methanol 20% ke-j

k = Pengaruh ulangan ke-k (k = 1,2,3)

εijk = Pengaruh galat genotipe ke-i, pengaruh perlakuan lama perendaman benih pada larutan methanol 20% dan ulangan ke-k.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak SAS (Statistical Analysis System). Uji lanjut yang digunakan apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata adalah uji jarak berganda duncan (DMRT) pada taraf 5 %. (Gomez dan Gomez 1995).

Percobaan II. Pengujian Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Cabai terhadap Cekaman Salinitas

(15)

6

NaCl dengan 3 taraf. Faktor genotipe benih cabai terdiri atas 145, 160, 174, 307, 308, 312, 10, 291 dan 293. Faktor konsentrasi NaCl terdiri atas 2500, 3750 dan 5000 ppm. Sehingga terdapat 27 kombinasi perlakuan. Masing-masing perlakuan akan diulang sebanyak 3 ulangan, dengan demikian terdapat 81 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 25 butir benih cabai. Model aditif linier yang digunakan pada rancangan ini adalah:

Yijk = μ + αi +βj + (αβ)ij + k + εijk Keterangan:

Yijk = Respon pengamatan pada perlakuan genotipe ke –i, konsentrasi NaCl, dan ulangan ke- k

μ = Nilai tengah populasi

αi = Pengaruh perlakuan genotipe ke-i (i = 1, β, γ,…….9) j = Pengaruh perlakuan konsentrasi NaCl ke-j (j =1, 2, 3) (α, )ij = Pengaruh interaksi genotipe ke-i dan pengaruh perlakuan

konsentrasi NaCl ke-j

k = Pengaruh ulangan ke-k (k = 1,2,3)

εijk = Pengaruh galat genotipe ke-i, pengaruh perlakuan konsentrasi NaCl dan ulangan ke-k.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak SAS (Statistical Analysis System). Uji lanjut yang digunakan apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata adalah uji jarak berganda duncan (DMRT) pada taraf 5 %. (Gomez dan Gomez 1995).

Percobaan III. Pengujian Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Cabai terhadap Cekaman Kekeringan

Pengujian vigor kekuatan tumbuh benih cabai terhadap cekaman kekeringan disusun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor perlakuan, yaitu genotipe cabai dengan 9 taraf dan konsentrasi PEG 6000 dengan 3 taraf. Faktor genotipe benih cabai terdiri atas 145, 160, 174, 307, 308, 312, 10, 291 dan 293. Faktor konsentrasi PEG 6000 terdiri atas -1.0, -1.5 dan -2.0 bar. Sehingga terdapat 27 kombinasi perlakuan. Masing-masing perlakuan akan diulang sebanyak 3 ulangan, dengan demikian terdapat 81 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 25 butir benih cabai. Model aditif linier yang digunakan pada rancangan ini adalah:

Yijk = μ + αi +βj + (αβ)ij + k + εijk Keterangan:

Yijk = Respon pengamatan pada perlakuan genotipe ke –i, konsentrasi PEG 6000, dan ulangan ke- k

μ = Nilai tengah populasi

αi = Pengaruh perlakuan genotipe ke-i (i = 1, 2, 3,…….9) j = Pengaruh perlakuan konsentrasi PEG 6000 ke-j (j =1, 2, 3) (α, )ij = Pengaruh interaksi genotipe ke-i dan pengaruh perlakuan

konsentrasi PEG 6000 ke-j

k = Pengaruh ulangan ke-k (k = 1,2,3)

(16)

7 Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak SAS (Statistical Analysis System). Uji lanjut yang digunakan apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata adalah uji jarak berganda duncan (DMRT) pada taraf 5 %. (Gomez dan Gomez 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian terdiri atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri atas persiapan benih cabai, penentuan lama waktu perendaman methanol 20%, konsentrasi NaCl, dan tekanan kekeringan (konsentrasi PEG 6000). Persiapan benih cabai terdiri atas pemanenan benih cabai, ekstraksi benih cabai, pengeringan benih cabai, pemilahan benih cabai dan pengujian daya berkecambah awal benih cabai.

Percobaan 1. Pengujian Vigor Daya Simpan Benih Cabai

Tahap awal pada percobaan vigor daya simpan adalah perendaman benih cabai menggunakan larutan methanol 20% (Ekowahyuni et al. 2012) sebanyak 25 ml untuk 25 butir benih dengan menggunakan kain streamine. Benih yang telah direndam selama 1, 2 dan 3 jam dikeringkan dan dikecambahkan menggunakan metode uji di atas kertas (UDK) di dalam alat pengecambah benih (APB) tipe IPB 73-2A selama 14 hari. Pada percobaan ini terdapat tolok ukur tambahan, yaitu pengamatan daya hantar listrik (DHL). Tahap awal pada pengukuran DHL yaitu air bebas ion sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam gelas piala (Brillianti 2009), ditutup menggunakan alumunium foil dan dibiarkan selama 18-24 jam pada suhu 20 ± 2 0C (ISTA 2014). Kemudian diukur nilai daya hantar listriknya, apabila nilai DHL yang terukur kurang dari 5 µS cm-1g-1, benih cabai sebanyak 25 butir (Brillianti 2009) yang telah direndam methanol 20% dan dikeringkan selama ± 24 jam dimasukkan ke dalam air bebas ion dan ditutup kembali dengan alumunium foil selama 18-24 jam pada suhu 20 ± 2 0C (ISTA 2014). Benih disaring dan air bebas ion hasil perendaman benih diukur daya hantar listriknya menggunakan electricconductivity meter. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali.

Percobaan 2. Pengujian Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Cabai terhadap Cekaman Salinitas.

Tahap awal pada percobaan ini adalah persiapan media untuk pengujian salinitas. Kertas CD direndam oleh larutan NaCl dengan konsentrasi 2500, 3750 dan 5000 ppm. Konsentrasi tersebut diperoleh dengan melarutkan NaCl dalam aquadestilata, masing-masing sebanyak 0.25 g, 0.375 g dan 0.50 g NaCl ke dalam 100 ml aquadestilata (Zakaria dan Fitriani 2006). Kemudian benih dikecambahkan menggunakan metode uji di atas kertas (UDK) di dalam alat pengecambah benih (APB) tipe IPB 73-2A selama 14 hari.

Percobaan 3. Pengujian Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Cabai terhadap Cekaman Kekeringan.

(17)

8

ditentukan (Michel dan Kaufmann 1973). Kemudian benih dikecambahkan menggunakan metode UDK di dalam alat pengecambah benih tipe IPB 73-2A selama 14 hari.

Pengamatan

1. Daya berkecambah (DB)

Penghitungan daya berkecambah berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hitungan hari ke-7 dan hari ke-14. Rumus yang digunakan yaitu:

2. Kecepatan tumbuh (KCT)

Kecepatan tumbuh diukur berdasarkan persentase kecambah normal harian yang tumbuh per etmal pada kurun waktu perkecambahan. Kecambah normal dihitung sejak hari ke-1 hingga hari ke-14. Rumus kecepatan tumbuh adalah sebagai berikut:

3. Bobot kering kecambah normal (BKKN)

Kecambah yang diperoleh pada uji daya berkecambah dikeringkan dalam oven 103 ± 20C pada suhu 600 C selama 3×24 jam, kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama ± 30 menit dan setelah dingin ditimbang. Berat kering kecambah normal dihitung dari bobot kering kecambah total kecambah.

4. Panjang radikula (PR)

Panjang radikula diukur dari ujung akar hingga pangkal akar dengan satuan centimeter.

5. Laju pertumbuhan kecambah (LPK)

Laju pertumbuhan kecambah merupakan rasio antara total berat kering kecambah normal (BKKN) dan jumlah kecambah normal (KN) dengan rumus:

6. Daya hantar listrik (DHL)

(18)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini menggunakan sembilan genotipe cabai yang terdiri atas Bara (145), Genie (160), Thai hot peppers 5503 (174), Bhaskara F1 (307), Sonar F1 (308), Nirmala (312), genotipe PBC 495 (10), SKB 22 (291) dan SKB 27 (293). Semua genotipe berasal dari koleksi divisi genetika dan pemuliaan tanaman IPB yang dipanen pada bulan Maret 2014. Keragaman buah cabai pada penelitian ini terlampir (Lampiran 6).

Tabel 1 Daya berkecambah awal benih cabai sebelum perlakuan

No Genotipe DB (%) No Genotipe DB (%) berkisar 66.67-100%. Genotipe yang mempunyai nilai daya berkecambah paling tinggi yaitu genotipe 308, dan genotipe yang mempunyai nilai DB < 85% yaitu genotipe 10, 312 dan 174.

Percobaan I. Vigor Daya Simpan Benih Cabai

Pengusangan cepat pada percobaan ini dilakukan dengan menggunakan metode pengusangan cepat kimia melalui perendaman methanol 20% selama 1, 2 dan 3 jam. Peubah yang digunakan dalam percobaan ini adalah peubah bobot kering kecambah normal (BKKN), daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT ) dan laju pertumbuhan kecambah (LPK). Tabel 2 menunjukkan bahwa

faktor tunggal genotipe dan faktor tunggal pengusangan berpengaruh sangat nyata terhadap semua peubah. Interaksi antara faktor genotipe dan pengusangan berpengaruh sangat nyata terhadap semua peubah.

(19)

10 Lama perendaman 3 jam menunjukkan bahwa genotipe 307 memperoleh nilai DB tertinggi (4.00%) dan tidak berbeda nyata dengan genotipe lain.

Tabel 3 Pengaruh interaksi genotipe dan pengusangan cepat terhadap BKKN

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata uji DMRT 1% pada setiap peubah, x = data ditransformasi menggunakan transformasi arcsin , y = data ditransformasi menggunakan transformasi .

Pengaruh genotipe dan pengusangan terhadap peubah BKKN dan DB (Tabel 3) menunjukkan bahwa genotipe 307 mempunyai nilai BKKN tertinggi pada pengusangan 1 jam (14.97 mg) dan tidak berbeda nyata dengan genotipe lain kecuali dengan genotipe 174 (1.13 mg), 145 (9.37 mg) dan 291 (9.80 mg). Pengusangan 2 jam menunjukkan bahwa nilai BKKN tertinggi diperoleh genotipe 307 (10.00 mg) dan tidak berbeda nyata dengan genotipe 291 (3.15 mg). Genotipe 307 memperoleh nilai BKKN tertinggi pada pengusangan 3 jam (0.73 mg) dan tidak berbeda nyata dengan genotipe lain.

Metode pengusangan cepat pada benih cabai dengan perendaman methanol 20% selama 0, 2, 4, 6 dan 8 jam merupakan metode yang paling baik dibandingkan dengan metode pengusangan cepat air panas (60ºC), etanol 20% dan uji pengusangan cepat pada suhu 40ºC. Pengusangan cepat pada benih cabai dengan perendaman methanol 20% menunjukkan penurunan yang linier pada peubah KCT, DB, dan PR serta menyebabkan kerusakan fisiologis pada benih

cabai (Ekowahyuni et al. 2012).

Berdasarkan tabel 4, genotipe 307 memperoleh nilai KCT tertinggi pada lama

perendaman 1 jam (10.20% etmal-1) dan tidak berbeda nyata dengan genotipe lain kecuali dengan genotipe 293 (6.96% etmal-1), 174 (0.70% etmal-1) dan 291 (6.19% etmal-1). Lama perendaman 2 jam menunjukkan bahwa genotipe 307 memperoleh nilai KCT tertinggi sebesar 3.34% etmal-1 dan tidak berbeda nyata

dengan genotipe 10 (2.00% etmal-1). Genotipe 307 memperoleh nilai KCT tertinggi

(20)

11

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata uji DMRT 1% pada setiap peubah, x = data ditransformasi menggunakan transformasi arcsin , y = data ditransformasi menggunakan transformasi .

Tabel 4 menunjukkan bahwa genotipe 293 memperoleh nilai LPK tertinggi pada lama perendaman 1 jam (0.76 mg) dan tidak berbeda nyata dengan genotipe lain. Lama perendaman 2 jam menunjukkan bahwa genotipe 307 memperoleh nilai LPK tertinggi (1.50 mg) dan tidak berbeda nyata dengan genotipe 293 (1.03 mg), 312 (1.01 mg), 308 (0.93 mg) dan genotipe 291 (1.19 mg). Genotipe 307 memperoleh nilai LPK tertinggi pada lama perendaman 3 jam (0.47 mg) dan tidak berbeda nyata dengan genotipe lain.

Tabel 5 Pengaruh genotipe dan pengusangan cepat terhadap DHL

Genotipe DHL

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata uji DMRT 1%, x = data ditransformasi menggunakan transformasi .

(21)

12

dikeluarkan pada larutan methanol 20%, sehingga nilai DHL yang terukur pada air bebas ion hasil perendaman benih menjadi lebih rendah dari kondisi kontrol.

Peubah DHL pada percobaan ini tidak sesuai dengan hasil percobaan (Ekowahyuni et al. 2012 ) yang menunjukkan bahwa benih cabai mengalami kebocoran elektrolit tinggi setelah mengalami pengusangan dengan menggunakan methanol 20%. Benih cabai yang direndam pada methanol 20% mempunyai nilai DHL 3.44 µS cm-1g-1 pada perendaman methanol 0 jam, 7.63 µS cm-1g-1 pada perendaman 2 jam, 7.80 µS cm-1g-1 pada perendaman 4 jam, 10.90 µS cm-1g-1 pada perendaman 6 jam dan 9.27 µS cm-1g-1 pada perendaman 8 jam. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan genotipe cabai yang digunakan dalam penelitian, suhu dan lama waktu perendaman saat pengukuran DHL, pada penelitian ini benih cabai direndam selama 18-24 jam pada suhu 20 ± 20C (ISTA 2014), sedangkan pada penelitian (Ekowahyuni et al. 2012) benih direndam selama 6 jam pada suhu 100C. Menurut (Brillianti 2009) terdapat interaksi antara lama perendaman benih cabai dan suhu ruang pengujian terhadap nilai daya hantar listrik yang terukur.

Tabel 6 menunjukkan bahwa genotipe 307 memperoleh nilai BKKN dan nilai KCT tertinggi pada lama perendaman methanol 20% selama 1, 2 dan 3 jam.

Genotipe 307 memperoleh nilai DB dan LPK tertinggi pada perendaman methanol 20% selama 2 dan 3 jam. Perendaman methanol 20% selama 1 jam menunjukkan bahwa genotipe 160 memperoleh nilai DB tertinggi dan genotipe 293 memperoleh nilai LPK tertinggi. Peubah BKKN, KCT, DB dan LPK menunjukkan bahwa

genotipe 307 mempunyai vigor daya simpan (VDS) paling lama yang diikuti oleh

genotipe 160 dan 293.

Tabel 6 Hasil rekapitulasi respon genotipe terhadap vigor daya simpan (VDS)

Genotipe

(22)

13 kondisi stress lingkungan dan (6) mempercepat proses deteriorasi benih (Addai et al. 2006, Jain et al. 2006, Shiddiqui et al. 2008, Mohamadi et al. 2010).

Percobaan II. Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Cabai terhadap Cekaman Salinitas

Vigor kekuatan tumbuh adalah parameter vigor lot benih yang menunjukkan kemampuan benih tumbuh normal pada kondisi sub-optimum (Sadjad,1994). Cekaman salinitas pada percobaan ini menggunakan NaCl pada konsentrasi 2500, 3750 dan 5000 ppm. Tolok ukur yang digunakan pada parameter vigor kekuatan tumbuh pada percobaan ini adalah bobot kering kecambah normal (BKKN), daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT) dan laju pertumbuhan kecambah

(LPK).

Pengaruh salinitas selama perkecambahan benih mencakup dua hal, yaitu pengaruh tekanan osmosis yang tinggi dan pengaruh kimia atau keracunan ion-ion spesifik yang menyusun garam. Tekanan osmosis yang tinggi menyebabkan benih sulit menyerap air. Sedangkan air sangat diperlukan dalam proses perkecambahan, karena air dibutuhkan untuk mengaktifkan berbagai enzim yang berperan dalam proses perkecambahan (Zakaria dan Fitriani 2006).

Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe dan kondisi cekaman salinitas terhadap peubah BKKN, DB, KCT dan LPK (Tabel 7) menunjukan bahwa

faktor tunggal genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap semua peubah. Faktor tunggal salinitas berpengaruh sangat nyata terhadap peubah BKKN, DB dan KCT

serta tidak berpengaruh nyata terhadap peubah LPK. Interaksi antara faktor genotipe dan salinitas berpengaruh sangat nyata terhadap semua peubah.

Tabel 7 Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe dan kondisi cekaman salinitas terhadap peubah

ditransformasi menggunakan transformasi , y = data ditransformasi menggunakan

transformasi arcsin .

(23)

14

Tabel 8 Pengaruh interaksi genotipe dan kondisi cekaman salin terhadap BKKN dan DB

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata uji DMRT 1% pada setiap peubah. x = data ditransformasi menggunakan transformasi , y = data ditransformasi menggunakan transformasi arcsin .

Tabel 8 menunjukkan bahwa genotipe 160 memperoleh nilai DB tertinggi cekaman salinitas terhadap peubah DB menunjukan bahwa nilai DB tertinggi pada tingkat salinitas 5000 ppm diperoleh genotipe 293 (73.33%) yang tidak berbeda nyata dengan genotipe 160 (44.00%), 312 (56.00%) 145 (42.67%) dan 291 (46.67%).

Pengaruh salinitas terhadap peubah KCT dan LPK (Tabel 9) menunjukkan

bahwa pada tingkat salinitas 2500 ppm nilai tertinggi KCT diperoleh oleh genotipe

307 sebesar 10.07% etmal-1 dan tidak berbeda nyata dengan genotipe 160 (9.61% etmal-1), 10 (8.51% etmal-1), 293(8.86% etmal -1) dan 291 (8.20% etmal-1). Pada tingkat salinitas 3750 ppm nilai KCT tertinggi diperoleh oleh genotipe 160 (6.81%

etmal-1) yang tidak berbeda nyata dengan genotipe lain kecuali dengan genotipe 174 (1.04% etmal-1), 308 (3.70% etmal-1) dan 145 (3.62% etmal-1). Pada tingkat salinitas 5000 ppm nilai KCT tertinggi diperoleh oleh genotipe 293 sebesar 6.03 %

etmal-1 dan tidak berbeda nyata dengan genotipe 312 (4.57% etmal-1) dan 291 (3.87% etmal-1).

(24)

15 Tabel 9 Pengaruh interaksi genotipe dan kondisi cekaman salinitas terhadap KCT

dan LPK

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata uji DMRT 1% pada setiap peubah, x = data ditransformasi menggunakan transformasi arcsin , y = data ditransformasi menggunakan transformasi .

Pengaruh genotipe dan kondisi cekaman salinitas terhadap peubah BKKN dan DB (Tabel 8) serta terhadap KCT dan LPK (Tabel 9) menunjukkan bahwa

semua genotipe mengalami penurunan BKKN, DB, KCT, dan LPK dari

konsentrasi salinitas 2500 ppm sampai dengan konsentrasi salinitas 5000 ppm. Hasil penelitian (Hassen et al. 2014) menunjukkan bahwa kondisi cekaman salinitas pada konsentrasi NaCl (0, 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 g l-1) pada benih cabai varietas Beldi, Baklouti dan Anaheim dapat menurunkan nilai DB dan BKKN. Tabel 10 Hasil rekapitulasi respon genotipe terhadap kondisi cekaman salin

Genotipe BKKN DB KCT LPK

I: konsentrsi NaCl 2500 ppm, II: konsentrasi NaCl 3750 ppm, III: konsentrasi NaCl 5000 ppm, +: nilai tertinggi, √: nilai yang tidak berbeda nyata terhadap +, - : nilai yang berbeda nyata terhadap +

(25)

16

dibandingkan pada perlakuan salinitas 5000, 1000 dan 1500 ppm NaCl. Hubungan salinitas dengan viabilitas benih berbentuk linier, semakin tinggi salinitas maka semakin menurun viabilitasnya (Zakaria dan Fitriani 2006). Hasil penelitian (Hassen et al. 2014) menunjukkan bahwa terjadi penurunan vigor benih cabai varietas Beldi, Baklouti dan Anaheim setiap kenaikan konsentrasi NaCl.

Tabel 10 menunjukkan bahwa genotipe 293 memperoleh nilai BKKN tertinggi pada konsentrasi NaCl 2500 ppm. Peubah BKKN, DB dan LPK menunjukkan bahwa genotipe 293 memperoleh nilai tertinggi pada konsentrasi NaCl 3750 ppm. Konsentrasi NaCl 5000 ppm menunjukkan bahwa genotipe 293 memperoleh nilai tertinggi pada peubah BKKN, DB dan KCT. Genotipe 160

memperoleh nilai DB tertinggi pada konsentrasi NaCl 2500 ppm dan memperoleh nilai KCT tertinggi pada konsentrasi NaCl 3750 ppm. Genotipe 307 memperoleh

nilai KCT tertinggi pada konsentrasi NaCl 2500 ppm dan memperoleh nilai LPK

tertinggi pada konsentrasi NaCl 5000 ppm. Genotipe 308 memperoleh nilai LPK tertinggi pada konsentrasi NaCl 2500 ppm. Pada percobaan vigor kekuatan tumbuh benih cabai terhadap cekaman salin dapat disimpulkan bahwa genotipe yang toleran terhadap kondisi cekaman salin adalah genotipe 293 yang diikuti oleh genotipe 160, 307 dan 308.

Percobaan III. Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Cabai terhadap Kondisi Cekaman Kekeringan

Cekaman kekeringan pada percobaan ini menggunakan PEG 6000 pada tekanan -1.0, -1.5 dan -2.0 bar. Tolok ukur yang digunakan pada parameter vigor kekuatan tumbuh pada percobaan ini adalah bobot kering kecambah normal (BKKN), daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT ), laju pertumbuhan

kecambah (LPK) dan panjang radikula (PR).

Tabel 11 Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe dan kondisi cekaman kekeringan terhadap peubah

ditransformasi menggunakan transformasi , y = data ditransformasi menggunakan

transformasi arcsin , z = data ditransformasi menggunakan transformasi .

Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe dan tingkat kekeringan terhadap peubah (Tabel 11) menunjukan bahwa faktor tunggal genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap peubah BKKN, DB, KCT dan LPK serta tidak

(26)

17 serta tidak berpengaruh nyata terhadap peubah LPK. Interaksi antara faktor genotipe dan kekeringan berpengaruh sangat nyata terhadap peubah BKKN, DB, KCT dan LPK serta berpengaruh nyata pada peubah PR.

Pengaruh genotipe dan kondisi cekaman kekeringan terhadap peubah BKKN dan DB (Tabel 12) menunjukkan bahwa genotipe 160 memperoleh nilai nyata dengan genotipe 293 (18.33 mg), 312 (16.37 mg) dan 291 (14.73 mg). Tabel 12 Pengaruh interaksi genotipe dan kondisi cekaman kekeringan terhadap

BKKN dan DB 291 22.20abc 23.07abc 14.73b-f 70.67a-d 68.00b-f 36.00fgh 293 22.20abc 23.73abc 18.33a-d 70.67a-d 64.00b-e 58.67b-f 307 24.80a 24.27ab 21.07abc 76.00abc 76.00abc 69.33a-d 308 23.03abc 22.97a 9.37ef 68.00a-d 69.33a-d 36.00efg 312 20.40abc 16.03a-e 16.37a-e 68.00a-d 90.67a 62.67b-f

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata uji DMRT 1% pada setiap peubah. x = data ditransformasi menggunakan transformasi , y = data ditransformasi menggunakan transformasi arcsin .

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap DB (Tabel 12) menunjukkan bahwa genotipe 160 pada tekanan -1.0 bar mempunyai nilai DB tertinggi sebesar 89.33 % yang berbeda nyata dengan genotipe 174 (29.33%) dan genotipe 145 (60.00%). Pada tekanan -1.5 bar genotipe 312 memperoleh nilai DB tertinggi (90.67 %) yang berbeda nyata dengan genotipe 293 (64.00%), 174 (14.67%) dan 291 (68.00%). Pada tekanan -2.0 bar DB tertinggi diperoleh oleh genotipe 307 sebesar 69.33% dan tidak berbeda nyata dengan genotipe 10 (49.33%), 293 (58.67%), 312 (62.67%), dan 145 (44.00%).

(27)

18

Tabel 13 Pengaruh interaksi genotipe dan kondisi cekaman kekeringan terhadap LPK dan PR

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata uji DMRT 5% pada setiap peubah, x = data ditransformasi menggunakan transformasi , y = data ditransformasi menggunakan transformasi .

Tabel 13 menunjukkan bahwa genotipe 10 memperoleh nilai PR yang paling tinggi pada tekanan -1 bar (4.94 cm) dan berbeda nyata dengan genotipe 160 (0.83 cm). Genotipe 291 memperoleh nilai PR tertinggi pada tekanan -1.5 bar sebesar 3.25 cm dan tidak berbeda nyata dengan genotipe lainnya. Genotipe 307 memperoleh nilai PR tertinggi pada tekanan -2 bar (2.83 cm) dan tidak berbeda nyata dengan genotipe yang lain. Genotipe 307 mengalami pertambahan PR dari tekanan -1.5 bar (1.93 cm) menjadi 2.83 cm pada tekanan -2.0 bar. Genotipe 160 mengalami pertambahan panjang dari tekanan -1.0, -1.5 dan -2.0 bar secara berturut-turut mempunyai nilai PR 0.83, 1.87 dan 2.39 cm. Berdasarkan pertambahan PR setiap kondisi cekaman kekeringan, genotipe 307 dan genotipe 160 mempunyai tingkat toleran paling tinggi terhadap cekaman kekeringan sampai tekanan -2.0 bar.

Rinanto (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan akar tanaman akan lebih panjang pada kondisi cekaman kekeringan supaya dapat menjangkau tempat-tempat dimana masih mengandung air. Genotipe yang memiliki toleransi kekeringan yang lebih baik akan mampu mengakumulasi prolin (senyawa pelindung) dan sukrosa lebih banyak. Menurut (Kusmarwiyah et al. 2006) cekaman kekeringan meningkatkan kadar prolin pada semua fase pertumbuhan. Mekanisme terbentuknya kekuatan tumbuh benih dalam menghadapi kondisi kekeringan adalah mengatur proses metabolisme dengan membentuk senyawa prolin dan akar yang lebih panjang (Lestari dan Mariska 2006).

Pengaruh genotipe dan kondisi cekaman kekeringan terhadap peubah KCT

(Tabel 14) menunjukkan bahwa genotipe genotipe 160 mempunyai nilai KCT

paling tinggi pada tekanan -1.0 bar (9.80% etmal-1) yang tidak berbeda nyata dengan genotipe lain kecuali dengan genotipe 174 (3.07% etmal-1) dan genotipe 145 (5.49% etmal-1). Genotipe 312 memperoleh nilai KCT tertinggi pada tekanan

(28)

19 Tabel 14 Pengaruh interaksi genotipe dan kondisi cekaman kekeringan terhadap

KCT

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata uji DMRT 1%, x = data ditransformasi menggunakan transformasi arcsin .

Peubah KCT pada percobaan vigor kekuatan tumbuh benih cabai terhadap

cekaman kekeringan menunjukkan bahwa genotipe 307 lebih toleran terhadap kekeringan dibandingkan dengan genotipe lainnya, sedangkan genotipe 160 toleran terhadap kekeringan pada tekanan -1 dan -1.5 bar. Genotipe 10 dan genotipe 312 toleran terhadap cekaman kekeringan sampai tekanan -1.5 bar. Cekaman air pada saat benih berkecambah mengakibatkan metabolisme benih terganggu karena air yang diperlukan tidak cukup, sehingga hanya benih yang toleran kekeringan saja yang mampu berkecambah (Lestari dan Mariska, 2006).

Karakter fisiologi yang dapat digunakan sebagai penanda bahwa benih toleran terhadap kekeringan yaitu kemampuan benih untuk berkecambah pada larutan yang mempunyai tekanan osmotik tinggi. Benih yang dapat tumbuh dengan baik pada kondisi cekaman kekeringan yang disimulasikan dengan PEG akan dapat tumbuh baik pula pada cekaman kekeringan di lapangan. Peningkatan tekanan osmotik PEG pada media mengakibatkan penurunan daya berkecambah benih padi gogo (Oryza sativa). Hal ini terjadi karena kondisi cekaman kekeringan dapat menghambat proses pembelahan sel dan pemanjangan sel pada metabolisme benih (Aryati 2011).

Tabel 15 Hasil rekapitulasi respon genotipe terhadap kondisi cekaman kekeringan

(29)

20

Proses penyerapan air pada proses perkecambahan dibagi menjadi tiga fase yaitu imbibisi, aktivasi dan pertumbuhan. Pada fase imbibisi kandungan air benih mencapai 30%. Pada fase aktivasi terjadi proses metabolisme karbohidrat (Aryati 2011). Cekaman kekeringan mengakibatkan metabolisme benih terganggu karena air yang diperlukan tidak cukup, sehingga hanya benih yang toleran kekeringan yang mampu berkecambah. Pada penelitian ini kemampuan tersebut dimiliki oleh genotipe 307.

Tabel 15 menunjukkan bahwa genotipe 307 memperoleh nilai BKKN, DB, PR dan KCT tertinggi pada tekanan osmotik -2 bar. Genotipe 160 memperoleh

nilai BKKN, DB dan KCT tertinggi pada tekanan osmotik -1 bar serta memperoleh

nilai BKKN tertinggi pada tekanan osmotik -1.5 bar. Percobaan vigor kekuatan tumbuh benih cabai terhadap kondisi cekaman kekeringan menunjukkan bahwa tekanan osmotik –1 bar yang disimulasikan dengan PEG 6000 dapat menyeleksi genotipe cabai yang toleran terhadap kondisi cekaman kekeringan. Genotipe 307 memperoleh nilai tertinggi pada tekanan osmotik -2 bar pada semua peubah kecuali pada peubah LPK, sehingga dapat disimpulkan bahwa genotipe 307 merupakan genotipe yang paling toleran terhadap kondisi cekaman kekeringan.

SIMPULAN

Percobaan vigor daya simpan dengan menggunakan metode pengusangan cepat kimia melalui perendaman benih di dalam methanol 20% selama 1, 2 dan 3 jam, menunjukkan bahwa genotipe 307 mempunyai vigor daya simpan (VDS)

paling tinggi berdasarkan tolok ukur BKKN, DB, KCT dan LPK. Percobaan vigor

kekuatan tumbuh benih cabai terhadap cekaman salinitas menggunakan NaCl pada konsentrasi 2500, 3750 dan 5000 ppm, menunjukkan bahwa genotipe 293 merupakan genotipe paling toleran terhadap cekaman salinitas berdasarkan tolok ukur BKKN, DB, KCT dan LPK. Percobaan vigor kekuatan tumbuh benih cabai

terhadap cekaman kekeringan menunjukkan bahwa genotipe 307 merupakan genotipe yang paling tahan terhadap kekeringan pada tekanan -1.0, -1.5 dan -2.0 bar.

SARAN

(30)

21 DAFTAR PUSTAKA

Addai IK, Kantanka OS. 2006. Evaluation of screening methods for improved storability of soybean seed. International J Botany. 2(2):152-155.

Agustin W, Ilyas S, Budi SW, Anas I, Suwarno FC 2010. Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan pemupukan P untuk meningkatkan hasil dan mutu benih cabai (Capsicum annuum L.). JAgron Indonesia. 38(3):218 – 224.

Arif AB, Sujiprihati S, Syukur M. 2012. Pendugaan parameter genetik beberapa karakter kuantitatif pada persilangan antara cabai besar dengan cabai keriting (Capsicum annuum L.). J Agron Indonesia. 40(2):119-124.

Aryati V. 2011. Metode pengusangan cepat terkontrol untuk mengidentifikasi secara dini genotipe padi gogo (Oryza sativa L.) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013a. Konsumsi rata-rata per kapita setahun beberapa bahan makanan di indonesia 2009-2013. [internet]. [Diunduh 2014 Desember 18]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013b. Produksi cabai menurut provinsi 2009-2013. [internet]. [Diunduh 2014 Desember 17]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.

Brillianti IP. 2009. Studi daya hantar listrik dan hubungannya dengan mutu fisiologis benih cabai (Capsicum annuum L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Copeland LO, McDonald MB. 2001. Principles of Seed Science and Technology. 4 th edition. London (US) : Kluwer Acad. Publish. Hlm 425.

Ekowahyuni LP, Sutjahjo SH, Sujiprihati S, Suhartanto MR, Syukur M. 2012. Metode pengusangan cepat untuk pengujian vigor daya simpan benih cabai (Capsicum annuum L.). J AgronIndonesia. 40(2):132-138.

Gomez KA, Gomez AA.1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. 2nd ed. Sjamsudin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr.Terjemahan dari: Statistical Prosedures for Agricultural Research.

Hassen A, Maher S, Cherif H. 2014. Effect of salt stress (NaCl) on germination and early seedling parameters of three pepper cultivars (Capsicum annuum L.). J Stress Physiology and Biochemistry. 10(1):14-25.

Hernandez MS. 2002. Genetic resources of chili (Capsicum spp.) in Mexico.

Proceedings of the 16th International Pepper Conference Tampico; Tamaulipas, Mexico, 10-12 Nov 2002. Mexico: Tampico (MX). Hlm 2- 3.

[ISTA] International Seed Testing Association. 2014. Internasional Rules for Seed Testing. Zurich (CH): ISTA

Jain N, Koopar R, Saxena S. 2006. Effect accelerated ageing on seed of radish (Raphanus sativus L.). Asian J Plant Sciences. 5(3):461-464.

Kusandriani Y, Permadi H. 1996. Pemuliaan Tanaman Cabai. Dalam: A.S. Duriat, A. Widjaja, W. Hadisoeganda, T.A. Soetiarso dan L. Prabaningrum (editor).

Teknologi Produksi Cabai Merah. Lembang (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Hlm 28-35. Lembang.

(31)

22

Lestari EG, Mariska I. 2006. Identifikasi somaklon padi Gajahmungkur, Towuti dan IR 64 tahan kekeringan menggunakan Polyethylene Glycol. Bul Agron. 34(2):71-78.

Meyr A. 2005. The TZ test. Report seed analysis. Ransomseed Laboratory Inc. [internet]. [diunduh 2014 Agustus 18]. Tersedia pada: http://www. ransomseedlab.com

Michel BE, Kaufmann MR. 1973. The osmotic potential of polyethylene glycol 6000. Plant Physiol. (51):914-916.

Mohammadi H, Soltani A, Sadeghipour HR, Zaenali E. 2010. Effect of seed aging on subsequent seed reserve utilization and seedling growth in soybean. International J Plant Production. 5(1):1735-6814.

Rinanto Y. 2010. Kandungan sukrosa dan prolin kultivar tebu (Saccharum officinarum L.) selama cekaman kekeringan. Biomedika. 3(1):14-22.

Sadjad S. 1993. Dari Benih kepada Benih. Jakarta (ID):PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. 144 hal.

Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Jakarta (ID): P.T. Grassindo. Hlm 145.

Sadjad S, Murniati E, Ilyas S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih. Jakarta (ID): PT. Grassindo bekerjasama dengan Perum Sang Hyang Seri.

Shiddiqui SU, Ali A, Chaudhary AM. 2008. Germination behavior of wheat (Triticum aestivum) varieties to artificial ageing under varying temperature and humidity. Pak J Bot. 40(3):1121-1127.

Watkins JT, Cantliffe DJ. 1983. Mechanical resistance of the seed coat and endosperm during germination of Capsicum annuum at low temperature. Plant Physiol. 72: 146-150.

Zakaria S, Fitriani CM. 2006. Hubungan antara dua metode sortasi dengan viabilitas dan vigor benih kacang tanah (Arachis hypogaea L.) serta aplikasinya untuk pendugaan ketahanan salinitas. J Floratek. 2: 1-11.

(32)

23

LAMPIRAN

Lampiran 1 Genotipe tanaman cabai yang digunakan dalam penelitian No Genotipe Kode Keterangan Asal

peppers 5503 174 hot peppers K-Jay internasional.co

5 SKB 22 291 rawit Sukabumi

6 SKB 27 293 rawit Sukabumi

7 Bhaskara F1 307 rawit PT BISI

8 Sonar F1 308 rawit PT BISI

9 Nirmala 312 rawit PT EWSI

Lampiran 2 Deskripsi Cabai Varietas Sonar

Asal : PT. BISI INTERNATIONAL Tbk, Indonesia Tipe buah : rawit

Bentuk buah : silindris Bentuk ujung buah : lancip

Ukuran buah : panjang 5.5 cm, diameter 0.6 cm Warna buah muda : hijau tua

Warna buah tua : merah mengkilat Potensi hasil : 20 ton ha-1

Keterangan : beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai tinggi dengan altitude 150 – 1 050 m dpl

Kebutuhan benih : 100 g ha-1

Pengusul : PT. BISI INTERNATIONAL Tbk Lampiran 3 Deskripsi Cabai Varietas Nirmala

Asal : PT East West Seed Indonesia Tipe buah : rawit

Bentuk buah : silindris Bentuk ujung buah : lancip

Ukuran buah : panjang 5.5 cm, diameter 0.6 cm Warna buah muda : kuning

Warna buah tua : merah mengkilat Potensi hasil : 24 ton/ha

Keterangan : beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai tinggi dengan altitude 150 – 1 050 m dpl

(33)

24

Lampiran 4 Deskripsi Cabai Varietas Bhaskara

Asal : PT. BISI INTERNATIONAL Tbk, Indonesia Silsilah : (HP-1019A x HP-1019B ) x HP-1019C Golongan varietas : hibrida silang ganda

Tinggi tanaman : 85 – 110 cm Jumlah helai mahkota bunga : 5 helai Jumlah kotak sari : 5 buah Warna buah muda : hijau terang

Warna buah tua : merah cerah Permukaan kulit buah : halus

Tebal kulit buah : 0.9 – 1.1 mm

Rasa buah : pedas

Kandungan capsicin : 397 500 scoville unit Berat per buah : 2.1-3.3 g

Keterangan : beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai tinggi dengan altitude 150 – 1 050 m dpl

(34)

25 Lampiran 5 Perhitungan kebutuhan bahan larutan PEG-6000 (Polyethylene

Glycol)

Rumus perhitungan kebutuhan larutan PEG-6000 (Michel dan Kaufmann 1973):

Keterangan :

Y = Tekanan osmotik (Bar; 1 Bar = 0.1 MPa) C = Konsentrasi (gram L-1)

T = Suhu (oC) ; suhu yang dipakai 290C

• Kebutuhan PEG-6000 untuk 1 liter larutan -1.5 bar, yaitu 106.73 gram/liter -1.5 = - (1.18 x 10-2)C – (1.18 x 10-4)C2 + (2.67 x 10-4)CT + (8.39 x 10-7)C2T -1.5 = - (1.18 x 10-2)C–(1.18 x 10-4)C2 + (2.67 x 10-4)C x 29 +(8.39 x 10-7)C2 x 29 -1.5 = - (1.18 x 10-2)C – (1.18 x 10-4)C2 + (77.43 x 10-4)C + (243.31 x 10-7)C2 -(1.5 x 105) = -(4.057 x 102)C + (-9.3669)C2…….. (x 105)

9.3669 C2 + 405.7 C – (1.5 x 105) = 0

C1 = 106.73 gram /liter

C2 = -150.04 gram/liter

 Kebutuhan PEG 6000 pada tekanan -1.0 bar, yaitu 8.3915gram/100 ml

 Kebutuhan PEG 6000 pada tekanan -1.5 bar, yaitu 10.673 gram/100 ml

 Kebutuhan PEG 6000 pada tekanan -2.0 bar, yaitu 12.696 gram /100 ml Lampiran 6 Gambar buah cabai

(35)

26

Gambar 3. Buah cabai genotipe 174 Gambar 4. Buah cabai genotipe 10

Gambar 5. Buah cabai genotipe 145 Gambar 6. Buah cabai genotipe 308

Gambar 7. Buah cabai genotipe 291 Gambar 8. Buah cabai genotipe 307

(36)

27 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 8 Juni 1992 dari ayah Aa Suherman dan ibu Musni. Penulis adalah puteri kedua dari empat bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lembang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Gambar

Gambar 1. Bagian benih cabai
Tabel  2 Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe dan pengusangan cepat       terhadap peubah
Tabel 3  Pengaruh interaksi genotipe dan pengusangan cepat terhadap BKKN
Tabel 4  Pengaruh interaksi genotipe dan pengusangan cepat terhadap KCT dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan viabilitas benih pada tingkat kemasakan buah yang berbeda serta terdapat pengaruh genotipe dan kelompok

dari daun muda dari semua genotipe cabai yang digunakan mempunyai. kemampuan untuk membentuk kalus 100% setelah ditumbuhkan

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : (1) terdapat hibrida cabai yang memiliki daya adaptasi dan potensi hasil yang stabil di 6 unit lokasi

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penelitian “ Pengujian Vigor Daya Simpan dengan Metode Pengusangan Cepat

Penelitian utama terdiri dari pengujian vigor daya simpan benih pada genotipe padi gogo, padi sawah, dan padi rawa dengan menggunakan metode pengusangan cepat

Metode percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor yaitu metode pengujian vigor benih. Pemilihan metode terbaik diseleksi melalui

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan viabilitas benih pada tingkat kemasakan buah yang berbeda serta terdapat pengaruh genotipe dan kelompok

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pengusangan cepat menggunakan metanol 20% dan periode waktu 0, 2, 4, 6 dan 8 jam adalah metode terbaik untuk pengujian vigor benih