• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kriteria Kematangan Pascapanen Pepaya Sukma Berbasis Satuan Panas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kriteria Kematangan Pascapanen Pepaya Sukma Berbasis Satuan Panas"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

i

KRITERIA KEMATANGAN PASCAPANEN PEPAYA

SUKMA BERBASIS SATUAN PANAS

TIA YANA PUTRI

A24134021

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kriteria Kematangan Pascapanen Pepaya Sukma Berbasis Satuan Panas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir karya ilmiah ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya ilmiah saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

(4)
(5)

iii

ABSTRAK

TIA YANA PUTRI. Kriteria Kematangan Pascapanen Pepaya Sukma Berbasis Satuan Panas. Dibimbing oleh WINARSO DRAJAD WIDODO dan KETTY SUKETI.

Pepaya merupakan salah satu buah klimakterik yang memiliki kandungan vitamin dan mineral yang tinggi tetapi memiliki daya simpan yang pendek. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kriteria kematangan pascapanen pepaya Sukma dan menentukan waktu panen terbaik berdasarkan satuan panas untuk penanganan pascapanen dalam memperpanjang masa simpan buah. Percobaan dilaksanakan bulan Maret 2015 sampai Oktober 2015 di Kebun Percobaan Pasir Kuda, Pusat Kajian Hortikultura Tropika, Institut Pertanian Bogor (PKHT IPB) dan Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan yang digunakan adalah pepaya Sukma dengan umur panen yang berbeda. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak satu faktor dengan 5 umur panen 130, 135, 140, 145 dan 150 hari setelah antesis (HSA) dan 5 ulangan. Umur panen 135 HSA (satuan panas 2.036,23 oC hari) merupakan umur panen terbaik dengan umur simpan 10,60 hari. Umur panen tidak mempengaruhi mutu fisik tetapi mempengaruhi mutu kimia seperti padatan terlarut total.

Kata kunci: Kualitas fisik, kualitas kimia, pematangan pascapanen, umur simpan.

ABSTRACT

TIA YANA PUTRI. Criteria of Postharvest Maturity of Sukma Papaya Based of Heat Unit. Supervised by WINARSO DRAJAD WIDODO and KETTY SUKETI.

Papaya is one of climacteric fruit that has a high content of vitamins and minerals, but it has a short shelf life. The objective of this experiment was to study criteria postharvest maturity of Sukma papaya and determine best harvesting time according to heat unit for postharvest handling in order to prolong the fruit's shelf life. The experiment was held on March 2015 until October 2015 at The Pasir Kuda Experimental Station of the Study Center for Tropical Horticulture, Bogor Agricultural University and The Postharvest Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. Sukma papaya with different harvesting time was used. The research was conducted in a randomized complete block design using single factor with 5 harvesting times 130, 135, 140, 145 and 150 day after anthesis (DAA) and 5 replication. Harvesting time 135 DAA (2.036,23 oC day) is the best harvesting time with the shelf life of 10,60 days. Harvesting time did not affect the physical quality but affect the chemical quality as total soluble solids.

(6)
(7)

v

KRITERIA KEMATANGAN PASCAPANEN PEPAYA

SUKMA BERBASIS SATUAN PANAS

TIA YANA PUTRI

A24134021

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

i

PRAKATA

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT atas selesainya karya ilmiah yang berjudul ”Kriteria Kematangan Pascapanen Pepaya Sukma Berbasis Satuan Panas”. Karya ilmiah ini bagian dari tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing Ir. Winarso Drajad Widodo, M.S., Ph.D. dan Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si. yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) dan Laboratorium Pascapanen IPB yang memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian. Ucapan terima kasih juga kepada Dr. Ir. Suwarto, M.Si. sebagai dosen pembimbing akademik, Dr. Ani kurniawati, S.P., M.Si. sebagai dosen penguji, keluarga AGH Dandelion 48, AGH Lotus 49, Nanang Tri Ardianto serta teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis serta seluruh keluarga atas doa dan dukungan yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(12)
(13)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA 2 Deskripsi Pepaya Sukma ... 2

Ekologi Pepaya ... 2

Panen dan Pascapanen ... 3

Perubahan Fisiologi Pematangan Buah ... 4

Metode Satuan Panas ... 5

METODE 6 Tempat dan Waktu Penelitian ... 6

Bahan dan Alat ... 6

Rancangan Percobaan ... 6

Prosedur Percobaan ... 7

Pengamatan Percobaan ... 8

Analisis Data ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Umur Simpan ... 10

Laju Respirasi ... 12

Mutu Fisik ... 13

Mutu Kimia ... 14

KESIMPULAN 16

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 20

(14)
(15)

vii

DAFTAR TABEL

1 Satuan panas, umur simpan dan laju respirasi buah pepaya Sukma 11 2 Kualitas fisik buah pepaya Sukma pada skala warna 6 13 3 Kualitas kimia buah pepaya Sukma pada skala warna 6 15

DAFTAR GAMBAR

1 Bunga hermafrodit mekar dan termometer maksimum minimum 7 2 Indeks kematangan buah pepaya Callina dengan skor warna 9 3 Indeks kematangan pascapanen buah pepaya Sukma dengan skor warna 11 4 Laju respirasi buah pepaya Sukma selama penyimpanan 12 5 Serangan cendawan pada buah pepaya Sukma saat penyimpanan 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data curah hujan dan rata-rata suhu Tajur, Leuwisadeng 2014 dan 21

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pepaya merupakan buah yang memiliki cita rasa manis dan menyegarkan, sehingga sangat digemari hampir semua kalangan masyarakat. Pepaya dapat dikonsumsi sebagai buah segar, olahan minuman, selai, saus, permen, manisan dan buah kering. Nilai gizi pepaya cukup tinggi, karena setiap 100 g buah mengandung 34 mg kalsium, 450 mg vitamin A, 74 mg vitamin C dan 0,7 g serat. Getah pepaya memiliki kandungan papain yang mengandung enzim proteolitik bermanfaat mengurangi gangguan jantung, obat anti amoeba, tekanan darah tinggi dan penyakit saluran kemih. Papain juga sudah digunakan dalam berbagai industri seperti tekstil, kosmetik dan biokimia (Villegas, 1997).

Penanganan pascapanen merupakan faktor penting dalam pemasaran pepaya. Penentuan umur panen yang tepat disesuaikan dengan tujuan pemasaran. Distribusi dalam pemasaran yang dekat atau jauh memiliki waktu panen yang berbeda. Permasalahan utama dalam pascapanen pepaya adalah sifatnya yang mudah rusak (perishable) dan daya simpan yang pendek. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh pola pematangan buah pepaya yang merupakan buah klimakterik (Parker, 2001). Buah klimakterik adalah buah yang memiliki laju respirasi dan produksi etilen meningkat pada saat mencapai matang atau mature (Sudheer dan Indira, 2007). Kecepatan respirasi yang tinggi berhubungan dengan umur simpan yang pendek. Intensitas respirasi menunjukkan ukuran laju metabolisme untuk menentukan daya simpan buah (Pantastico, 1989).

Tingkat kematangan buah saat dipanen mempengaruhi daya simpan dan kualitas buah. Selama proses kematangan pascapanen buah mengalami perubahan fisik dan kimia yang menentukan kualitas buah untuk dikonsumsi (Santoso dan Purwoko, 1995). Daya simpan buah pepaya berbeda-beda tergantung dari jenis dan tingkat kematangan buah itu sendiri (Rini, 2008). Penentuan umur panen sangat penting untuk memperoleh tingkat kematangan buah yang tepat. Umur panen yang berbeda akan menghasilkan buah dengan stadia kematangan yang berbeda (Suketi et al., 2015). Buah yang dipanen tidak tepat akan mempengaruhi mutu buah. Buah yang dipanen sebelum matang akan menghasilkan mutu buah yang kurang baik serta proses pematangan yang kurang sempurna. Penundaan waktu panen buah akan meningkatkan kepekaan buah terhadap proses pembusukan, sehingga mutu dan nilai jualnya rendah (Pantastico, 1989). Penentuan umur panen yang tepat pada pepaya Eksotika dapat menentukan kualitas kimia seperti kandungan anti oksidan dan padatan terlarut total (Addai et al., 2013).

(18)

2

250 m dpl dapat dipanen setelah mencapai satuan panas berkisar 2.010,06 sampai 2.241,75 oC hari (Taris et al., 2014). Penentuan umur panen terbaik pepaya Callina di Leuwisadeng dengan ketinggian 240 m dpl pada umur panen 125 HSA dengan satuan panas 2.185,75 oC hari (Sugito, 2014). Pepaya Sukma dalam penelitian ini di budidayakan di Pasir Kuda pada ketinggian 261 m dpl.

Tujuan

Tujuan penelitian adalah mengetahui jumlah satuan panas sejak bunga mekar atau antesis hingga layak dipanen.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan yaitu tidak terdapat perbedaan kriteria kematangan pascapanen dari buah yang dipanen berdasarkan satuan panas yang berbeda.

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Pepaya Sukma

Pepaya Sukma (IPB 6 C) merupakan pepaya hasil pemuliaan IPB yang berasal dari daerah Sukabumi dan rasanya relatif manis dibandingkan pepaya besar lainnya. Pepaya Sukma termasuk jenis pepaya besar dengan bobot mencapai 2,8 kg, panjang buah 30 sampai 35 cm, buah berbentuk lonjong dengan pangkal tegak (Sobir, 2009). Pepaya Sukma memiliki kulit buah berwarna hijau, bertekstur licin, daging buah berwarna jingga dan bertekstur keras. Kandungan padatan terlarut total daging buah ini berkisar 10 sampai 12 0brix. Diameter ujung pepaya Sukma mencapai 12,42 cm, bagian tengah buah 13,48 cm dan bagian pangkal buah 10,70 cm (Sujiprihati dan Suketi, 2014). Pepaya ini berbunga pada umur 120 hari setelah bibit ditanam di lahan (Sobir, 2009). Pepaya Sukma memiliki potensi hasil 50 sampai 76 ton ha-1, bagian buah yang dapat dimakan atau edible portion mencapai 80,2 sampai 85,7% dan memiliki daya simpan lebih dari satu minggu (Siregar, 2013). Umur panen pepaya Sukma berkisar antara 140 sampai 150 hari setelah antesis (Sujiprihati dan Suketi, 2014).

Ekologi Pepaya

(19)

3

untuk pertumbuhan tanaman pepaya berkisar antara 22 sampai 26 °C. Curah hujan berkisar 1.000 sampai 2.000 mm/tahun, dengan bulan kering 3 sampai 4 bulan, serta beriklim basah. Daerah yang mempunyai curah hujan yang merata sepanjang tahun lebih baik bagi pertumbuhan tanaman pepaya (PKBT, 2004).

Panen dan Pascapanen

Pepaya mulai berbunga pada umur 3 sampai 4 bulan setelah tanam. Pepaya Sukma dapat dipanen pada umur 140 sampai 150 hari setelah antesis (HSA). Pemanenan biasanya dilakukan pada buah yang telah memenuhi tingkat kematangan optimal atau disesuaikan dengan kebutuhan (Sujiprihati dan Suketi, 2014). Pepaya memiliki pola pematangan klimakterik dan produksi etilen yang tinggi setelah pemanenan. Pepaya mengalami perubahan warna kulit, kelunakan dan komposisi karbohidrat selama proses pematangan (Jimenez et al., 2014). Laju respirasi pepaya perlahan meningkat setelah panen, stabil, menuju puncak maksimum dan perlahan turun sampai akhir pematangan (Pantastico, 1989). Pepaya merupakan buah klimakterik yang masih dapat mencapai puncak respirasi meski telah dipanen, selain itu buah juga masih melakukan proses metabolisme yang menunjukkan proses kehidupan masih berlangsung. Penentuan umur panen yang tepat diperlukan agar memperoleh kualitas buah yang baik dengan umur simpan yang lama (Arrifiya et al., 2015).

Kriteria kematangan pepaya dapat dilihat dari warna kulit pepaya, tekstur dan tingkat kemanisannya. Perlakuan perbedaan waktu panen dapat memberikan analisis bahwa waktu pemanenan akan mempengaruhi tingkat kematangan buah. Pepaya memiliki tujuh stadia kematangan buah, yaitu matang fisiologis (mature green), semburat kuning (colour break), 25% kuning (quarter ripe), 50% kuning (halp ripe), 75% kuning (ripe), 100% kuning (full ripe), dan terlalu matang (over ripe). Panen yang tepat untuk memenuhi permintaan pasar lokal yaitu buah pepaya yang sudah tua dengan kondisi buah 95% berwarna hijau, disertai semburat warna kuning diantara tengah dan ujung pepaya. Penampakan luar buah kelihatan mengkal, tetapi apabila dibelah bagian dalamnya sudah menunjukkan warna merah kekuningan (Sujiprihati dan Suketi, 2014).

Pemanenan pepaya dilakukan pada waktu pagi pukul 07.00 sampai 10.00 WIB atau sore hari pukul 15.00 sampai 17.00 WIB dalam keadaan cuaca cerah. Pemanenan pepaya dilakukan dengan memutar buah menggunakan tangan sampai buah terlepas dari tangkainya. Pemanenan dengan cara lain juga dapat dilakukan dengan memotong tangkai buah sepanjang satu buku menggunakan pisau tajam. Pemanenan buah dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari buah luka, memar dan terjatuh. Pemanenan buah pada pohon yang tinggi dapat menggunakan tangga. Setiap buah yang dipanen idealnya dibungkus dengan kertas koran, untuk mencegah memar. Pengangkutan buah dilakukan dengan wadah yang dilapisi daun atau kertas koran sebagai bantalan buah dan posisi buah diletakkan berdiri dengan tangkai buah menghadap kebawah. Penumpukan buah dalam wadah maksimal 2 sampai 3 susun (Sujiprihati dan Suketi, 2014).

(20)

4

Pencucian pepaya dilakukan dengan air mengalir (Sugito, 2014). Pembersihan buah dilakukan dengan pemberian larutan desinfektan natrium hipoklorit konsentrasi 10% untuk mengendalikan penyakit selama penyimpanan. Buah yang sudah bersih, dikering-anginkan di atas koran dengan suhu ruangan 25 sampai 30 °C dengan kelembapan 70 sampai 80% (Suketi et al., 2015). Penyimpanan merupakan salah satu faktor penting dalam pascapanen. Penyimpanan dilakukan agar buah tetap memiliki tingkat kesegaran yang lebih lama. Suhu ruang penyimpanan diatur agar tetap kering dengan sirkulasi yang baik dan menggunakan pendingin ruangan (Sujiprihati dan Suketi, 2014).

Pengemasan buah pepaya dilakukan untuk mempertahankan mutu buah, terutama pada saat pengangkutan atau penyimpanan. Pengemasan juga bertujuan agar penampilan buah menjadi lebih menarik. Pengemasan yang baik yaitu menggunakan alat kemas seperti kotak karton atau kardus yang memiliki sekat. Kemasan diberi lubang atau celah untuk sirkulasi udara (Sujiprihati dan Suketi, 2014).

Susut bobot diakibatkan oleh penguapan air dari produk hortikultura segar yang sudah dikemas sehingga menyebabkan isi kemasan longgar. Guncangan selama pengangkutan berpotensi menimbulkan memar dan patah akibat produk berbenturan satu sama lain. Susut bobot dapat diminimalkan dengan cara penyimpanan suhu rendah, kemasan tidak terkena air, terlindung dari luka, memar dan mempercepat pengiriman ke pasar (Usman, 2013).

Perubahan Fisiologi Pematangan Buah

Perubahan yang terjadi dalam buah yang sudah dipanen berhubungan dengan metabolisme oksidatif, termasuk didalamnya respirasi. Respirasi merupakan proses pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, asam piruvat dan asam organik secara aerobik menjadi karbondioksida (CO2), air dan energi

(Pantastico, 1989). Proses pematangan buah mempengaruhi perubahan fisiologi pepaya. Perubahan yang nyata dalam pematangan buah adalah perubahan warna kulit dan kelunakan buah. Penggunaan kriteria umur panen dengan penghitungan hari setelah antesis di daerah Bogor menghasilkan perubahan warna kulit buah yang tidak teratur dan tidak sama pada setiap waktu panen buah sehingga tingkat kematangan fisiologis buah diduga berbeda (Suketi et al., 2010a).

Perubahan warna terjadi karena degradasi klorofil yang dipengaruhi pH, kondisi oksidatif, sintesis karotenoid atau antosianin (Sudheer dan Indira, 2007). Stadia kematangan saat buah dipanen mempengaruhi karakter kimia buah. Karakter kimia buah yang dipengaruhi oleh stadia kematangan buah saat dipanen yaitu kandungan padatan terlarut total (PTT) dan kandungan vitamin C buah. Kandungan padatan terlarut total daging buah bertambah dengan meluasnya warna kuning pada permukaan sampai tingkat 80%, setelah itu menurun dengan meluasnya warna kulit karena hidrolisis gula menjadi asam organik yang digunakan untuk proses respirasi (Suketi et al., 2010a).

(21)

5

mengandung asam-asam organik. Asam-asam organik yang terkandung pada buah dapat mempengaruhi rasa dan aroma. Asam-asam organik yang biasa terdapat pada buah-buahan adalah asam askorbat, asetat, malat dan sitrat (Muchtadi dan Sugiono, 1992). Kandungan asam tertitrasi meningkat selama pematangan sampai buah mencapai stadia warna kuning berkisar 75%, setelah itu mengalami penurunan selama pematangan. Asam tertitrasi total semakin meningkat pada umur simpan yang lama (Suketi et al., 2010b).

Metode Satuan Panas

Metode satuan panas merupakan salah satu metode untuk mempelajari hubungan suhu tanaman dari akumulasi suhu rata-rata harian diatas suhu dasar tanaman selama musim tanam (Wang, 1963). Penggunaan satuan panas digunakan pada tanaman dengan menghitung jumlah unit panas dalam satu hari yang diperoleh dengan pengurangan suhu aktual dengan suhu dasar pada hari itu (Hawker dan Jenner, 1993). Konsep satuan panas hanya untuk tanaman netral yaitu tanaman yang tidak responsif terhadap panjang hari, dengan menganggap faktor lain seperti panjang hari tidak berpengaruh (Handoko, 1994).

Hasil penelitian Miller et al. (2001) menunjukkan bahwa masing-masing fase perkembangan organisme memiliki kebutuhan panas sendiri. Perkembangan tanaman dapat diperkirakan dengan mengumpulkan derajat hari (degree days) antara suhu tinggi dan rendah sepanjang musim. Penelitian Syakur et al. (2012) menunjukkan bahwa nilai satuan panas yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan masak fisiologis pada tomat sejak semai tercatat 1.692 °C hari.

Satuan panas dapat menentukan saat tanam, indeks kematangan, panen, penanganan pascapanen dan pengolahan tanaman kedelai (Estiningtyas dan Irianto, 1994). Waktu mekar atau antesis bunga jantan dan betina pada jagung juga dapat ditentukan oleh pemulia tanaman dengan metode satuan panas (Ismail et al., 1981). Waktu bunga mekar atau antesis pertama yang sempurna pada buah melon ditentukan dengan catatan suhu udara. Informasi ini memudahkan rencana waktu tanam dan memprediksi waktu antesis pertama (Jenni et al., 1996). Perbedaan nilai akumulasi satuan panas dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lingkungan seperti tingkat kesuburan tanah, populasi tanaman, tipe tanah, dan suhu tanah (Estiningtyas dan Irianto, 1994).

(22)

6

yang digunakan pada penelitian pepaya Sukma ini adalah 15 oC. Menurut Almeida et al. (2003) dan Jimenez et al. (2014) suhu minimum dibawah 15 oC pada pepaya Hawai dapat menghambat pertumbuhan, pembungaan dan perkembangan buah. Hasil penelitian Estiningtyas dan Irianto (1994) pada kedelai dengan suhu dasar 10 oC menggunakan persamaan rumus satuan panas yaitu

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) Pasir Kuda Ciomas dan Laboratorium Pascapanen, Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan dari Maret sampai Oktober 2015. Bulan Maret sampai Juli penandaan bunga mekar. Bulan Agustus sampai Oktober pengamatan pascapanen.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah pepaya Sukma, desinfektan natrium hipoklorit, aquades, phenolphtalein, NaOH 0,1 N, iodine 0,01 N, amilum, kertas koran dan kain saring. Alat-alat yang digunakan yaitu penetrometer, refraktometer, kosmotektor XP-314, termometer, labu takar, labu erlenmeyer, buret, timbangan analitik, label dan kamera.

Rancangan Percobaan

(23)

7

ɛij = Pengaruh galat percobaan pada waktu panen ke-i dan kelompok ke-j

Perlakuan umur panen yang digunakan dalam percobaaan ini mengacu pada Sujiprihati dan Suketi (2014), pepaya Sukma dapat dipanen berkisar antara 140 sampai 150 HSA.

Prosedur Percobaan

Penandaan Bunga Mekar dan Suhu Harian

Penandaan dilakukan pada bunga hermafrodit atau sempurna pada tanaman pepaya. Pengukuran suhu harian menggunakan termometer maksimum minimum (Gambar 1). Penandaan bunga dilakukan pada tanaman pepaya berumur 3 sampai 4 bulan setelah tanam. Menurut PKBT (2007) bunga pertama pepaya banyak bermunculan pada umur tersebut.

Gambar 1. Bunga hermafrodit mekar dan termometer maksimum minimum

Metode pengukuran suhu harian mengacu pada penelitian Sugito (2014) dan Taris et al. (2014). Suhu dasar yang digunakan pada pepaya Sukma sebesar 15 °C (Almeida et al., 2003; Jimenez et al., 2014).

Pemanenan

(24)

8

ke Laboratorium dicuci dengan air mengalir. Buah dicuci menggunakan natrium hipoklorit 10% dengan cara melarutkan 10 ml ditera sampai 100 ml air sebagai desinfektan, kemudian buah diletakkan diatas kertas koran dan dikering-anginkan.

Pengamatan Percobaan

Pengamatan yang dilakukan meliputi susut bobot, laju respirasi, warna kulit, kekerasan daging dan kulit buah, kandungan padatan terlarut total (PTT), kandungan asam tertitrasi total (ATT), bagian yang dapat dimakan (edible portion), rasio PTT/ATT dan kandungan vitamin C. Pengamatan kriteria pascapanen mengacu pada penelitian Suketi et al. (2010a; 2010b), Sugito (2014), Taris et al. (2014) dan Suketi et al. (2015) setelah buah pepaya mencapai stadia kematangan kuning penuh atau stadia 6, sedangkan pengukuran laju respirasi mengacu pada penelitian Suketi et al. (2015) pada awal dan akhir pengamatan pascapanen.

Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan dengan penimbangan buah pepaya pada hari ke-0 setelah panen (bobot awal) dan pada saat buah mencapai skala warna 6 (bobot akhir). Susut bobot diperoleh dengan merata-ratakan susut bobot kedua buah dari setiap ulangan.

usut bobot bobot a albobot a albobot akhir

Laju Respirasi

Pengukuran laju respirasi dilakukan berdasarkan produksi gas CO2 yang

dihasilkan oleh pepaya. Pengamatan laju resirasi dilaksanakan setiap hari. Alat yang digunakan adalah kosmotektor tipe XP-314 skala tinggi (0-100). Pengukuran laju respirasi dilakukan dengan cara memasukkan buah pepaya kedalam wadah tertutup dan diinkubasi selama 3 jam kemudian dihubungkan dengan 2 pipa plastik pada alat kosmotektor sebagai saluran pengeluaran CO2. Laju respirasi

(25)

9

Warna Kulit

Warna kulit buah dijadikan sebagai acuan tingkat kematangan buah pepaya. Pengamatan warna kulit dengan melihat indeks skala warna yang dinilai dari skala 1 sampai 6. Pengamatan kriteria pascapanen dilakukan pada saat buah menunjukkan skala warna kulit buah 6 (Gambar 2).

Gambar 2. Indeks kematangan buah pepaya Callina dengan skor warna: 1:Hijau, 2:Hijau dengan sedikit kuning, 3:Hijau kekuningan, 4:Kuning lebih banyak dari pada hijau,5:Kuning dengan ujung sedikit hijau, 6:Kuning penuh.(Sumber: Taris et al., 2014)

Kekerasan Kulit dan Daging Buah

Kekerasan buah diukur menggunakan penetrometer dalam satuan mm/g/detik. Pengukuran kekerasan kulit dilakukan pada buah pepaya yang belum dikupas kulitnya. Pengukuran kekerasan daging buah dengan mengupas kulit buah. Jarum penetrometer ditusukkan pada tiga tempat yaitu ujung, tengah dan pangkal buah. Ketiga data yang diperoleh kemudian diambil rata-ratanya. Nilai kekerasan kulit buah didapatkan dari nilai penetrasi jarum penetrometer terhadap buah, semakin besar nilai penetrasi maka buah semakin lunak.

Pengukuran Padatan Terlarut Total (PTT)

Pengukuran padatan terlarut total dilakukan dengan ekstraksi buah dan meneteskan sari buah pada lensa refraktometer. Padatan terlarut total dengan melihat angka yang tertera pada skala alat dengan satuan 0brix.

Pengukuran Asam Tertitrasi Total (ATT)

Pengukuran asam tertitrasi total (ATT) untuk mengetahui kandungan asam pada buah. Buah yang diekstraksi 25 g dimasukkan kedalam labu takar, kemudian diencerkan dengan 250 ml aquades dan disaring. Larutan diambil 25 ml dan ditambahkan indikator phenolphtalein 3 tetes, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga larutan berubah menjadi warna merah muda stabil. Asam tertitrasi total dihitung dengan rumus:

sam ertitrasi otal ml a fp obot contoh mg

Keterangan:

(26)

10

Pengukuran Perbandingan Daging dan Kulit (edible portion)

Pengukuran dilakukan dengan menimbang bobot buah sebelum dikupas dan setelah dikupas dengan membuang kulit serta biji pepaya. Pengamatan perbandingan daging dan kulit (edible portion) dilakukan pada saat buah sudah mencapai skala warna 6. Bagian buah yang dimakan (edible portion) dihitung dengan menggunakan rumus:

obot daging buah obot buah

Kandungan Vitamin C

Pepaya yang telah diekstraksi sebanyak 25 g ditera dan diencerkan dengan aquades 250 ml, kemudian disaring. Larutan diambil 25 ml, kemudian diberi 3 tetes larutan indikator amilum dan dititrasi dengan iodine 0,01 N. Indikator amilum dibuat dengan melarutkan 1 g amilum kedalam 100 ml aquades yang dididihkan. Titrasi dilakukan sampai larutan berubah menjadi warna biru tua yang stabil. Kandungan vitamin C dihitung dengan menggunakan rumus:

itamin mg g bahan ml iodine fk obot contoh g

Keterangan:

fk: faktor konversi (250ml/25ml)

Analisis Data

Data hasil pengamatan kriteria kematangan pascapanen akan dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F). Apabila umur panen menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (DMRT) pada taraf α = 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Umur Simpan

(27)

11

Gambar 3 Indeks kematangan pascapanen buah pepaya Sukma dengan skor warna: 1:Hijau, 2:Hijau dengan sedikit kuning, 3: Hijau kekuningan, 4:Kuning lebih banyak dari pada hijau, 5: Kuning dengan ujung sedikit hijau, 6:Kuning penuh.

Hasil penelitian menunjukkan pepaya Sukma di Pasir kuda pada ketinggian 261 m dpl dapat dipanen setelah mencapai satuan panas 1.967,03 sampai 2.269,80 °C hari dengan suhu dasar 15 °C. Pepaya Sukma dengan umur panen tua 150 HSA (2.269,80 °C hari) memiliki umur simpan yang paling singkat sebesar

Tabel 1. Satuan panas, umur simpan dan laju respirasi buah pepaya Sukma Umur panen pada uji DMRT taraf 5%; HSA = Hari setelah antesis, HSP=Hari setelah panen.

(28)

12

simpan yang lebih singkat sebesar 4,61 HSP dibandingkan umur panen muda 120 HSA (2.107,67 °C hari) dengan umur simpan paling lama sebesar 9,83 HSP. Hasil penelitian Taris et al. (2014) juga menunjukkan bahwa umur panen pepaya Callina mempengaruhi satuan panas dan umur simpan. Pepaya Callina dengan umur panen tua 130 HSA (2.241,75 oC hari) memiliki daya simpan yang paling singkat sebesar 4,08 HSP dibandingkan umur panen muda 115 HSA (2.010,06 oC hari) memiliki umur simpan paling lama sebesar 7,92 HSP.

Laju Respirasi

Laju respirasi tertinggi pepaya Sukma terdapat pada umur panen tua 150 HSA (2.269,80 °C hari) sebesar 120,16 ml CO2/kg/jam dengan umur simpan

9,00 HSP dan laju respirasi terendah pada umur panen 140 HSA (1.967,03 °C hari) sebesar 93,67 ml CO2/kg/jam dengan umur simpan 10,50 HSP.

Satuan panas mempengaruhi jumlah laju respirasi, semakin tinggi satuan panas semakin cepat repirasi sehingga umur simpan menjadi lebih singkat. Respirasi akan meningkat pada puncak klimaterik, kemudian perlahan menurun seiring pematangan buah. Puncak klimaterik umur panen pepaya Sukma berbeda-beda pada grafik laju respirasi. Umur panen 130 dan 135 HSA mencapai puncak respirasi paling lama pada hari ke 8 HSP. Umur panen 145 dan 150 HSA mencapai puncak respirasi paling singkat yaitu pada hari ke 5 HSP. Umur panen tua lebih cepat melakukan respirasi dibandingkan dengan pepaya umur panen muda yang menyebabkan umur simpannya lebih pendek. Rata-rata laju respirasi diambil sampai 9 HSP (Gambar 4).

Gambar 4. Laju respirasi buah pepaya Sukma selama penyimpanan

Laju respirasi yang meningkat sampai 13 HSP diduga karena kerusakan buah pepaya selama pengangkutan, sehingga menyebabkan serangan cendawan (Gambar 5). Menurut Pantastico (1989) laju respirasi dipengaruhi oleh faktor internal buah seperti tingkat perkembangan buah, susunan kimiawi jaringan, pelapis alami dan ukuran produk. Pengaruh faktor eksternal yang mempengaruhi jumlah laju respirasi seperti suhu, etilen, O2 yang tersedia, zat pengatur tumbuh,

kerusakan buah dan kadar CO2. Menurut Basulto et al. (2009) pada hari ke 8 HSP

(29)

13

Gambar 5. Serangan cendawan pada buah pepaya Sukma saat penyimpanan Penelitian Taris et al. (2014) menunjukkan pepaya Callina selama penyimpanan mengalami memar saat transportasi ke laboratorium yang menyebabkan serangan cendawan, sehingga mempengaruhi laju respirasi. Hasil penelitian Mudiksari (2015) pelapisan lilin dan kitosan pada pepaya Callina dapat menghambat respirasi buah dan meningkatkan daya simpan.

Mutu Fisik

Pepaya yang telah mencapai skala warna 6 (kuning penuh) dapat ditentukan sebagai kriteria siap konsumsi yang telah sempurna proses pematangannya. Kualitas fisik pepaya seperti susut bobot, kelunakan daging, kekerasan kulit dan bagian buah yang dapat dimakan. Visual atau penampilan buah merupakan kriteria pascapanen yang penting (Tabel 2).

Tabel 2. Kualitas fisik buah pepaya Sukma pada skala warna 6 Umur

Keterangan: HSA = Hari setelah antesis, HSP=Hari setelah panen.

Umur panen tidak mempengaruhi kualitas fisik pepaya Sukma seperti susut bobot, kelunakan daging, kekerasan kulit dan bagian buah yang dapat dimakan pada tingkat kematangan yang sama antar umur panen. Hasil penelitian Taris et al. (2014) menunjukkan kualitas fisik pepaya Callina tidak dipengaruhi umur panen (115, 120, 125 dan 130 HSA). Penelitian Sugito (2014) menunjukkan umur panen 120 sampai 140 HSA tidak mempengaruhi kualitas fisik pepaya Callina tetapi mempengaruhi kelunakan daging dan kekerasan kulit buah.

(30)

14

saat penelitian diduga karena curah hujan yang tinggi sebesar 467 mm. Hasil penelitian Fardilawati (2008) menunjukkan bobot buah pepaya Sukma beragam saat panen karena curah hujan yang tinggi sebesar 475 mm. Penelitian Sugito (2014) menunjukkan susut bobot pepaya Callina tidak dipengaruhi umur panen dari 120 sampai 140 HSA sebesar 9,53 sampai 5,55%. Penelitian Taris et al. (2014) juga menunjukkan umur panen 115 sampai 130 HSA tidak mempengaruhi susut bobot pepaya Callina sebesar 4,72 sampai 3,03%.

Kelunakan daging dan kulit pepaya Sukma tidak dipengaruhi oleh umur panen dari 130 sampai 150 HSA. Nilai kelunakan kulit sebesar 0,12 sampai 0,17 mm/g/detik dan nilai kelunakan daging sebesar 0,24 sampai 0,30 mm/g/detik. Pengamatan pascapanen pada tingkat kematangan yang sama diduga mempengaruhi kelunakan kulit dan daging buah tidak berbeda antar umur panen. Menurut Suketi et al. (2010b) buah yang dipanen pada jumlah hari setelah antesis berbeda, ada yang menunjukkan keragaan warna kulit buah yang sama dan diduga mempunyai tingkat kematangan buah yang sama pula, sehingga menyebabkan kekerasan kulit buah tidak berbeda. Hasil penelitian Taris et al. (2014) menunjukkan pepaya Callina dengan umur panen yang berbeda 115 sampai 130 HSA tidak mempengaruhi kelunakan kulit sebesar 0,12 sampai 0,13 mm/g/detik dan kelunakan daging sebesar 0,36 sampai 0,38 mm/g/detik. Hasil penelitian Sugito (2014) menunjukkan pepaya Callina dengan umur panen berbeda 120 sampai 140 HSA mempengaruhi kelunakan kulit sebesar 0,11 sampai 0,19 mm/g/detik dan kelunakan daging sebesar 0,21 sampai 0,31 mm/g/detik. Kelunakan kulit dan daging pepaya yang berbeda antar pepaya Callina dan Sukma tersebut diduga karena perbedaan varietas, waktu, tempat penelitian dan kondisi prapanen. Menurut Workneh et al. (2012) kelunakan buah pepaya dipengaruhi faktor prapanen seperti varietas, iklim, jenis tanah, irigasi dan pemupukan. Pemupukan unsur Ca yang tinggi dapat menghambat laju respirasi, etilen, pematangan, susut bobot dan meningkatkan kekerasan buah.

Umur panen pepaya Sukma dari 130 sampai 150 HSA tidak mempengaruhi bagian buah yang dapat dimakan (edible portion). Hasil pengukuran edible portion yang rendah pada umur panen 150 HSA sebesar 70,13% diduga karena serangan cendawan sehingga bagian buah yang dapat dikonsumsi lebih sedikit. Umur panen 135 HSA memiliki edible portion tertinggi sebesar 76,37% yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Bobot buah pepaya Sukma saat panen berkisar antara 1,28 sampai 1,48 kg. Bobot saat panen juga diduga mempengaruhi hasil pengukuran edible portion. Hasil penelitian Fardilawati (2008) menunjukkan pepaya Sukma memiliki edible portion yang tinggi sebesar 77,89 sampai 79,01% dengan bobot saat panen berkisar 1,65 sampai 1,94 kg.

Mutu Kimia

(31)

15

Tabel 3. Kualitas kimia buah pepaya Sukma pada skala warna 6

Keterangan: aAngka-angka pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; HSA:Hari Setelah Antesis.

Umur panen (130 sampai 150 HSA) mempengaruhi padatan terlarut total tetapi tidak mempengaruhi asam tertitrasi total, rasio PTT/ATT dan kandungan vitamin C pada tingkat kematangan yang sama. Hasil penelitian Taris et al. (2014) menunjukkan pepaya Callina dengan umur panen (115, 120, 125 dan 130 HSA) mempengaruhi padatan terlarut total dan kandungan vitamin C. Penelitian Sugito (2014) menunjukkan umur panen 120 sampai 140 HSA tidak mempengaruhi kualitas kimia pepaya Callina, tetapi mempengaruhi padatan terlarut total dan kandungan vitamin C.

Hasil penelitian menunjukkan pepaya Sukma dengan umur panen tua 150 HSA memiliki padatan terlarut total paling tinggi sebesar 11,88 0brix. Kondisi tersebut menunjukkan semakin tua umur panen maka semakin tinggi akumulasi satuan panas yang diperoleh, sehingga diduga meningkatkan kemanisan buah. Menurut Pantastico (1989) suhu mempengaruhi hasil asimililat fotosintesis yang diperoleh tanaman. Satuan panas yang tinggi mempengaruhi proses kematangan, respirasi dan perombakan pati menjadi gula lebih cepat, sehingga buah yang dipanen tua memiliki umur simpan pendek dengan kemanisan yang tinggi. Hasil penelitian Sugito (2014) pada pepaya Callina menunjukkan umur panen mempengaruhi akumulasi satuan panas yang diperoleh, sehingga mempengaruhi kemanisan. Umur panen tua 140 HSA dengan akumulasi satuan panas terbesar 2. 241,75 oC hari memiliki padatan terlarut total tertinggi yaitu 10.96 0brix. Hasil penelitian Taris et al. (2014) juga menunjukkkan semakin tua umur panen pepaya Callina maka semakin tinggi padatan terlarut total yang diperoleh. Umur panen tua 130 HSA dengan akumulasi satuan panas terbesar 2.437,67 °C hari memiliki padatan terlarut total yang semakin meningkat sebesar 12,62 0brix.

Umur panen 130 sampai 150 HSA tidak mempengaruhi asam tertitrasi total pepaya Sukma sebesar 0,08 sampai 0,11%. Kondisi tersebut diduga karena pengukuran dilakukan saat tingkat kematangan yang sama. Faktor prapanen seperti curah hujan dan suhu (Lampiran 1) saat penelitian diduga mempengaruhi asam tertitrasi total. Faktor pascapanen seperti serangan cendawan diduga juga mempengaruhi peningkatan asam tertitrasi total selama penyimpanan. Menurut Pantastico (1989) asam-asam organik terdapat dalam proses laju respirasi dari oksidasi gula menjadi asam organik. Asam organik meningkat seiring dengan pematangan buah lalu menurun untuk mengurangi rasa sepat atau fenolik. Lama penyimpanan saat pascapanen juga mempengaruhi tingkat asam tertitrasi total. Penelitian Sugito (2014) pada pepaya Callina menunjukkan bahwa asam tertitrasi total tidak dipengaruhi umur panen dari 120 sampai 140 HSA sebesar 2,32 sampai

(32)

16

2,86 mg. Penelitian Taris et al. (2014) juga menunjukkan pepaya Callina dengan umur panen yang berbeda 115 sampai 135 tidak mempengaruhi asam tertitrasi total sebesar 8,27 sampai 9,96 mg pada tingkat kematangan yang sama.

Hasil penelitian pepaya Sukma menunjukkan rasio PTT/ATT tidak dipengaruhi umur panen. Rasio PTT/ATT pepaya Sukma sebesar 128,73 sampai 117,51. Hasil penelitian menunjukkan nilai ATT pepaya Sukma berbanding lurus dengan nilai PTT yang diperolehnya. Hasil pengukuran PTT pepaya Sukma meningkat bersamaan dengan ATT sampai 12,70 HSP. Hasil penelitian Suketi et al. (2006) menunjukkan bahwa rasio perbandingan PPT/ATT pepaya Arum tidak dipengaruhi oleh umur panen sebesar 143,00 sampai 128,89. Hasil penelitian Sugito (2014) menunjukkan pepaya Callina memiliki nilai ATT yang meningkat bersamaan dengan nilai PTT dan tidak dipengaruhi umur panen sebesar 3,63 sampai 3,83.

Umur panen 130 sampai 150 HSA tidak mempengaruhi kandungan vitamin C. Kandungan vitamin C pepaya Sukma sebesar 148,19 sampai 168,49 mg/100 g. Hasil pengukuran vitamin C pepaya Sukma yang tinggi diduga karena penggunaan iodine cair dengan normalitas 0,1 N yang diencerkan lagi menjadi 0,01 N, sehingga mempengaruhi hasil akhir pengukuran vitamin C. Hal lain yang diduga mempengaruhi kandungan vitamin C seperti varietas, waktu, tempat penelitian, rata-rata curah hujan dan suhu yang berbeda. Penelitian pepaya Sukma di Pasir Kuda pada bulan Maret sampai Juli 2015 memiliki curah hujan yang tinggi sebesar 426,6 mm dan suhu 25,3 oC. Menurut Lee dan Kader (2000) kandungan vitamin C dipengaruhi oleh prapanen seperti perbedaan genotipe, kondisi iklim seperti curah hujan, suhu, cara bercocok tanam, pemupukan, kematangan, cara panen dan prosedur penanganan pascapanen. Penelitian Sugito (2014) pada pepaya Callina di Leuwisadeng pada bulan April sampai September 2014 dengan curah hujan 298,9 mm dan suhu 24,6 oC, memiliki vitamin C sebesar 40,05 sampai 56,01 mg/100 g. Penelitian Taris et al. (2014) pada pepaya Callina di Tajur pada bulan Maret sampai Juni 2014 dengan curah hujan 280,6 mm dan suhu 23,7 oC (Lampiran 1) memiliki vitamin C sebesar 40,68 sampai 55,07 mg/100 g. Menurut Taris et al. (2014) perbedaan waktu, tempat penelitian dan kondisi iklim ini menunjukkan waktu pertumbuhan buah pepaya yang berbeda, sehingga dapat menyebabkan perbedaan komposisi kimia buah.

KESIMPULAN

(33)

17

saat jumlah satuan panas sekitar 1.967,03 °C hari pada ketinggian 261 m dpl. Umur panen 135 HSA (2.036,23 °C hari) merupakan umur panen terbaik untuk perlakuan memperpanjang daya simpan dengan umur simpan 10,60 HSP yang memiliki kualitas fisik dan kimia yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Addai Z.R., Abdullah A., Mutalib S.A., Musa K.H. and Duqan E.M.A. 2013. Antioxidant activity and physico chemical properties of mature papaya fruit (Carica papaya L. cv. Eksotika). J. Food Science and Technology. 5 (7): 859-865.

Arrifiya N., Purwanto Y.A. dan Budiastra I.W. 2015. Analisis perubahan kualitas pascapanen pepaya varietas IPB 9 pada umur petik yang berbeda. JTEP. 3 (1): 41-48.

Almeida F.T., Bernardo S., Sousa E.F., Lucio S., Marin D. and Grippa S. Growth and yield of papaya under irrigation. J. Scientia Agricola. 60 (2): 419-424. Basulto F.S., Duch E.S., Gil F.E., Plaza R.D.P., Saavedra A.L. and Santamari

J.M. 2009. Postharvest ripening and maturity indices for Maradol papaya. Interciencia. 34 (8): 583-587.

Estiningtyas W. dan Irianto G. 1994. Akumulasi satuan panas dalam budidaya tanaman kedelai di Lombok, Nusa Tenggara Barat. J. Agromet. 10 (1-2):8-14.

Fardilawati N. 2008. Pengaruh perbedaan umur pohon induk terhadap karakter morfologi tanaman, kualitas, dan produksi buah pepaya IPB 6 C. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, F-MIPA. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hawker J.S and Jenner D.F. 1993. High temperature affects the activity of enzymes in commited pathways of starch synthesis in development wheat endosperm. J. Plant Physiol. 20: 197-209.

Ismail G., Rumawas F. dan Koswara J. 1981. Penggunaan metode satuan panas untuk menentukan umur jagung. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jenni S., Argal J.F. and Stewart K.A. 1996. The influence of mulch/tunnel

combinations on melon growth and development. J. AMER.121 (2): 274-280.

Jimenez V.M., Mora E., Marco V. and Soto G. 2014. Biology of the Papaya Plant. CIGRAS, San Pedro.

Lee S.K. dan Kader A.A. 2000. Preharvest and postharvest factors influencing vitamin C content of horticultural crops. Postharv. Biol. Technol. 20: 207-220.

(34)

18

Miller P., Lanier W. and Brandt S. 2001. Using growing degree days to predict plant stage. Montana State University Extension Service. http://msuex tension.org/Publications/AgandNautural REsources/MT200103AG. Pdf. [23 November 2014].

Muchtadi T.R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mukdisari Y. 2015. Penggunaan kitosan dan lilin lebah sebagai bahan pelapis untuk meningkatkan masa simpan dan mempertahankan kualitas buah pepaya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Parker R. 2001. Introduction to Food Science. Thomson Learning, Texas.

Pantastico ErB. 1989. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah- buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Kamariyani, penerjemah. Terjemahan dari: Postharvest Physiology Handling and Utilization of Tropical and Sub-Tropical Fruits and Vegetables. Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta.

[PKBT] Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. 2004. Laporan Utama Riset Unggulan Strategis Nasional: Pengembangan Buah-buahan Unggulan Indonesia Pepaya. PKBT IPB, Bogor.

[PKBT] Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. 2007. Acuan Standar Operasional Produksi Pepaya. PKBT IPB, Bogor.

Rahayu M.D., Widodo W.D. dan Suketi K. 2014. Daya simpan dan kematangan pascapanen pisang Raja Bulu pada beberapa umur petik. J. Hort. Indonesia.

5 (2): 65-72.

Rini P. 2008. Pengaruh sekat dalam kemasan kardus terhadap daya simpan dan mutu pepaya IPB 9 Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Samad M.Y. 2006. Pengaruh penanganan pascapanen terhadap mutu komoditas hortikultura. J. Sains Teknol Indones. 8 (1):31-36.

Santoso B.B. dan Purwoko B.S. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen Tanaman Hortikultura Indonesia. Indonesia Australia Eastern Universities Project, Jakarta.

Siregar I.Z., Khumaida N., Noviani D., Wibowo M.H. dan Azizah. 2013. Varietas Tanaman Unggul Institut Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sobir. 2009. Sukses Bertanam Pepaya Unggul Kualitas Supermarket. Erlangga,

Jakarta.

Sudheer K.P. and Indira V. 2007. Maturity and harvesting of fruits and vegetables. In: Peter K.V, (Ed). Postharvest Technology of Horticultural Crops 7: Horticultural Science. New India Publishing Agency, India.

Sugito J. 2014. Kriteria kematangan pascapanen pepaya Callina pada umur petik dan umur tanaman berbeda. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sujiprihati S. dan Suketi K. 2014. Budidaya Pepaya Unggul. Ed ke-3. Penebar Swadaya, Jakarta.

(35)

19

Suketi K., Poerwanto R., Sujiprihati S., Sobir dan Widodo W.D. 2010a. Karakter fisik dan kimia buah pepaya pada stadia kematangan berbeda. J. Agron. Indonesia. 38 (1):60-66.

Suketi K., Poerwanto R., Sujiprihati S., Sobir dan Widodo W.D. 2010b. Studi karakter mutu buah pepaya IPB. J. Hort. Indonesia. 1(1): 17-26.

Suketi K., Widodo W.D. Dinarti D., Prasetyo H.E. dan Pratiwi H.E. 2015. Aplikasi kalium permanganat sebagai oksidan etilen dalam penyimpanan buah pepaya IPB Callina. Dalam: Soemargono A., Muryati, Hardiati A., Martias., Sutanto A., Indriyani. dan Jumjunidang, (Eds). Dukungan Teknologi dan Hasil Penelitian dalam Membangun Pertanian Bio-industri Buah Tropika Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Buah Tropika Nusantara II; Bukittinggi, 23-25 September 2014.

Syakur A. 2012. Pendekatan satuan panas (heat unit) untuk penentuan fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat di dalam rumah tanaman (greenhouse). J. Agroland. 19 (2): 96-101.

Taris M.L, Widodo W.D. dan Suketi K. 2014. Kriteria kematangan pascapanen buah pepaya (Carica papaya L.) IPB Callina dari beberapa umur panen. Peningkatan daya saing produk hortikultura nusantara dalam menghadapi era pasar global Perhorti. Prosiding Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura (PERHORTI); Malang, 5-7 November 2014.

Usman A. 2013. Teknologi Pascapanen Buah dan Sayuran. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Villegas V.N. 1997. Carica papaya L. In: Verheij E.W.M. dan Coronel R.E, (Eds). Plant Resource of South-East Asia 2: Edible Fruits and Nuts. Prosea, Wageningen.

Wang J.Y. 1963. Agricultural Meteorologi. Pacemaker Press, Madison.

(36)

20

(37)

21

(38)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 09 juni 1992 yang merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Tarmizi dan Ibu Nora Tahar. Penulis memiliki 2 orang saudara yang bernama Reza Norfahmi dan Gustri Musdalifah. Penulis memulai pendidikan awal di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 009 Siak pada tahun 1998. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMPN) 01 Siak. Pada Tahun 2007 Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 01 Siak Sri Indrapura.

Gambar

Gambar 2.  Indeks kematangan buah pepaya Callina dengan skor warna:           1:Hijau, 2:Hijau dengan sedikit kuning, 3:Hijau kekuningan, 4:Kuning lebih banyak dari pada hijau,5:Kuning dengan ujung sedikit hijau, 6:Kuning penuh
Gambar 3  Indeks kematangan pascapanen buah pepaya Sukma dengan skor warna: 1:Hijau, 2:Hijau dengan sedikit kuning, 3: Hijau  kekuningan, 4:Kuning lebih banyak dari pada hijau, 5: Kuning  dengan ujung sedikit hijau, 6:Kuning penuh
Gambar 4. Laju respirasi buah pepaya Sukma selama penyimpanan
Tabel 2. Kualitas fisik buah pepaya Sukma pada skala warna 6
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian di BPTP Sulawesi Utara menunjukkan bahwa standar/tujuan dan sasaran kebijakan tunjangan kinerja telah dipahami dengan baik oleh pegawai karena telah

Pada halaman admin, admin memasukkan data siswa, kemudian data siswa yang sudah disimpan akan diproses sistem menggunakan metode profile matching dan AHP. setelah

Hasil penelit ian m enunjukkan t erdapat kont rt ibusi yang positif ant ara variabel kem am puan manajerial kepala madrasah, sarana prasarana, dan budaya kerja

Perencana disaranakan untuk mengembangkan desain taman pekarangan dangan memperhatikan karakteristik tanaman untuk iklim tropis Indonesia, dengan meningkatkan pemahaman

Fokus penelitian ini adalah “ Peran ketua prodi sebagai pembuat keputusan dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) di Prodi DIII Keperawatan Stikes Yarsi

Dari hasil temuan peneliti selama melakukan penelitian ada dua hal yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam melakukan internalisasi nilai budaya lokal yaitu: pertama pada pembelajaran

Selain itu, tampak adanya peranan dari komponen utama dalam wedang tahu, yaitu tahu sutera dan minuman jahe yang menunjukkan efek sinergis terhadap

Dari uraian diatas maka kami mencoba untuk meneliti kemungkinan dengan penambahan level heparin ke dalam media pengencer pada semen beku dapat mengurangi laju